25
KLASIFIKASI OBAT ANTI HIPERTENSI 1. Definisi Antihipertensi adalah obat – obatan yang digunakan untuk mengobati hipertensi atau menurunkan tekanan darah pada tubuh. 1 Antihipertensi juga diberikan pada individu yang memiliki resiko tinggi untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dan mereka yang beresiko terkena stroke maupun miokard infark. Pemberian obat bukan berarti menjauhkan individu dari modifikasi gaya hidup yang sehat seperti mengurangi berat badan, mengurangi konsumsi garam dan alkohol, berhenti merokok, mengurangi stress dan berolah-raga. 2,3 Pemberian obat perlu dilakukan segera pada pasien dengan tekanan darah sistolik ≥ 140/90 mmHg. Pasien dengan kondisi stroke atau miokard infark ataupun ditemukan bukti adanya kerusakan organ tubuh yang parah (seperti mikroalbuminuria, hipertrofi ventrikel kiri) juga membutuhkan penanganan segera dengan antihipertensi. 2 2. Tujuan Pada dasarnya pengobatan dengan antihipertensi itu penting agar pasien dapat mencapai tekanan darah yang dianjurkan. Level tekanan darah yang diharapkan pada pasien hipertensi yang tidak disertai komplikasi adalah 140/90 mmHg atau lebih rendah bila memungkinkan, 1

Klasifikasi OAH

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hh

Citation preview

Page 1: Klasifikasi OAH

KLASIFIKASI OBAT ANTI HIPERTENSI

1. Definisi

Antihipertensi adalah obat – obatan yang digunakan untuk mengobati hipertensi

atau menurunkan tekanan darah pada tubuh.1 Antihipertensi juga diberikan pada

individu yang memiliki resiko tinggi untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dan

mereka yang beresiko terkena stroke maupun miokard infark. Pemberian obat bukan

berarti menjauhkan individu dari modifikasi gaya hidup yang sehat seperti

mengurangi berat badan, mengurangi konsumsi garam dan alkohol, berhenti

merokok, mengurangi stress dan berolah-raga.2,3

Pemberian obat perlu dilakukan segera pada pasien dengan tekanan darah

sistolik ≥ 140/90 mmHg. Pasien dengan kondisi stroke atau miokard infark ataupun

ditemukan bukti adanya kerusakan organ tubuh yang parah (seperti

mikroalbuminuria, hipertrofi ventrikel kiri) juga membutuhkan penanganan segera

dengan antihipertensi.2

2. Tujuan

Pada dasarnya pengobatan dengan antihipertensi itu penting agar pasien dapat

mencapai tekanan darah yang dianjurkan. Level tekanan darah yang diharapkan

pada pasien hipertensi yang tidak disertai komplikasi adalah 140/90 mmHg atau

lebih rendah bila memungkinkan, sedangkan pada pasien mengalami insiden

kerusakan organ akhir atau kondisi seperti diabetes, level tekanan darah yang

diharapkan adalah 130/90 mmHg, dan pada pasien proteinuria (>1 g / hari)

diharapkan tekanan darah di bawah 150/75 mmHg.2

Adapun tujuan pemberian antihipertensi yakni 4,5 :

1. Mengurangi insiden gagal jantung dan mencegah manifestasi yang muncul akibat

gagal jantung.

2. Mencegah hipertensi yang akan tumbuh menjadi komplikasi yang lebih parah

dan mencegah komplikasi yang lebih parah lagi bila sudah ada.

1

Page 2: Klasifikasi OAH

3. Mengurangi insiden serangan serebrovaskular dan akutnya pada pasien yang

sudah terkena serangan serebrovaskular.

4. Mengurangi mortalitas fetal dan perinatal yang diasosiasikan dengan hipertensi

maternal.

3. Klasifikasi

Dikenal lima kelompok obat lini pertama (first line drug) yang digunakan untuk

pengobatan awal hipertensi yaitu : diuretik, penyekat reseptor beta adrenergik (β-

blocker), penghambat angiotensin converting enzyme (ACE-inhibitor), penghambat

reseptor angiotensin (Angiotensin-receptor blocker, ARB), dan antagonis kalsium.6

3.1 Diuretik

Mekanisme kerja : Diuretik menurunkan tekanan darah dengan

menghancurkan garam yang tersimpan di alam tubuh. Pengaruhnya ada dua

tahap yaitu : (1) Pengurangan dari volume darah total dan curah jantung; yang

menyebabkan meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer; (2) Ketika

curah

jantung kembali ke ambang normal, resistensi pembuluh darah perifer juga

berkurang.7

Diuretik Tiazid HidrochlorTiazid/ HCT 8

Mekanisme kerja: Diuretik tiazid adalah diuretik dengan potensi menengah yang

menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat reabsorpsi sodium pada daerah

awal tubulus distal ginjal, meningkatkan ekskresi sodium dan volume urin. Tiazid juga

mempunyai efek vasodilatasi langsung pada arteriol, sehingga dapat mempertahankan

efek antihipertensi lebih lama. Tiazid diabsorpsi baik pada pemberian oral, terdistribusi

luas dan dimetabolisme dihati. Tiazid merupakan obat utama dalam terapi antihipertensi

pada penderita dengan fungsi ginjal yang normal. Obat ini dapat digunakan sebagai obat

tunggal pada hipertensi ringan-sedang atau dikombinasikan dengan AH lain pada

2

Page 3: Klasifikasi OAH

penderita yang TD-nya tidak dapat dikendalikan diuretik saja. Tiazid dapat

dikombinasikan karena dapat meningkatkan efek hipotensif obat lain yang mekanisme

berbeda sehingga dosisnya dapat dikurangi. Selain itu, tiazid mencegah terjadinya

retensi cairan oleh AH lainya sehingga efek hipotensif dapat dipertahankan.

Efek Samping: Gangguan metabolik pada dosis tinggi mengakibatkan Hiperglikemi &

glukosuri pada DM. Hiperurisemi yang menimbulkan serangan GOUT. Gangguan

elektrolit: hipokloremi, hipokalemi, hiponatremi, hipomagnesemi mengakibatkan mulut

kering, haus, lemah, nyeri & keram perut, kejang, oliguri, hipotensi. Gangguan GIT

Anorexia, iritasi gaster, mual, muntah, konstipasi, diare.

Dosis: per oral, untuk Hipertensi awal : 12,5 mg, 25-50 mg/hari . Untuk edema 25-100

mg. Anak: 1-2 mg/kg/hari 1 atau 2x, < 6 bulan 3 mg/kg/hari.

Sediaan: Tablet 25, 50 mg.

Peringatan: Gangguan cairan & elektrolit pada pasien tua. Gangguan hepar berat, CHF,

DM, Addison disease, hiperkalsemi, gangguan ginjal, SLE, porfiria, gout, hamil, dan

laktasi.

Loop diuretik / Furosemide (Lasix, Furosix, Farsix)

Mekanisme kerja: Loop diuretik yang membantu ekskresi natium, klorida, kalium dan

menghambat resorpsi air dan elektrolit dengan aksi langsung pada ascending limb loop

of henle Diuretik kuat, misalnya furosemid lebih efektif dibanding tiazid untuk

hipertensi dengan gangguan fungsi ginjal dan gagal jantung. Mula kerjanya lebih cepat

dan efek diuretiknya lebih kuat.

Indikasi: Hipertensi,Edema akibat gangguan jantung, paru, ginjal, dan hepar

Efek Samping: Hiponatremi, hipovolemi, hipotensi, resiko tinggi tjd trombosis ,

hipomagnesemi, hipokalsemi, hipokalemi (kadang terjadi alkalosis hipokloremi),

gangguan GIT, pankreatitis, dan ikterus.

3

Page 4: Klasifikasi OAH

Dosis: per oral dewasa usia tua: inisial 20-80 mg/dosis. Anak: 1-6 mg/kg/hari dibagi 3-4

dosis. IV/IM dewasa, usia tua 20-40 mg/dosis, Anak 1-2 mg/kg/dosis 24 x/hari,

neonatus 1-2 mg/kg/dosis 12 x/hari. Infus IV dewasa,usia tua bolus 0,1 mg/kg diikuti

infus 0,1 mg/kg/jam dapat ditingkatkan 2x lipat tiap 2 jam, maksimal 0,4 mg/kg/jam.

Anak 0,05 mg/kg/hari . Edema : PO awal 20-80 mg tunggal dpt s/d 600 mg/hari kecuali

gagal ginjal. Anak 1-2 mg/kg tunggal . IV/IM dewasa awal 20-40 mg tunggal. Anak 1

mg/kg maks 6 mg/kg.

Sediaan: Tablet 40 mg, Amp: 20 mg/2ml, Larutan infus 250 mg/25 ml.

Peringatan: Hamil, laktasi, DM, gout, gangguan keseimbangan elektrolit & cairan

tubuh, gangguan berkemih, gangguan fungsi hati, SLE, BPH, pre koma pada sirosis

hepatis, gangguan ginjal.

Diuretik hemat kalium/ Spironolakton (Aldactone, Spirolacton)

Mekanisme kerja: Diuretik hemat kalium yang mempengaruhi reabsorbsi natrium

dengan secara kompetitif menginhibisi aktivitas aldosteron di tubulus distalis, yang

menstimulasi ekskresi natrium dan air serta meningkatkan retensi kalium. Diuretik

hemat kalium merupakan diuretik lemah sehingga sering digunakan untuk pengobatan

edema. Penggunaannya dengan diuretik lain berfungsi untuk mencegah hipokalemia.

Efek Samping: Hiperkalemi pada fungsi ginjal terganggu) Hiponatremi, dehidrasi,

hiperkalsiuri, eskresi magnesium berkurang, asidosis hiperkloremik pada sirosis hepatis

dekompensata , Libido menurun , impoten, ginekomastia, gangguan menstruasi (efek

anti androgen) serta gangguan GIT.

Dosis: dewasa 100-200 mg/hari, Anak 3 mg/kg/hari.

Sediaan: tablet 100mg

Peringatan: gangguan fungsi ginjal, laktasi, hamil, pasien tua, gangguan fungsi Hepar,

DM, asidosis.

4

Page 5: Klasifikasi OAH

Gambar 1. Mekanisme kerja diuretik

Central Alfa Agonist

Mekanisme Kerja: Kerja sentral, mengalami decarboxylasi di CNS menjadi α

metilnoradrenalin pada α 2 adrenoseptor mengakibatkan penurunan tonus simpatis dan

tekanan darah

Metildopa (Dopamet, Medopa)

Indikasi: Hipertensi (pilihan utama pada kehamilan)

Efek Samping: Mengantuk, sedatif, sakit kepala, nervositas, parestesi, parkinsonoid

Dosis: Dewasa awal 125-250 mg/hari (malam) dosis dapat dinaikkan max 3 gr/hari

3x/hari. Anak : dosis awal 10 mg/kg/hari 2-4x/hari, maksimal 65 mg/kg atau 3 gr/hari.

Sediaan: Tablet 250mg

Peringatan: Penyakit hati, gangguan mental, disfungsi ginjal berat, laktasi.

5

Page 6: Klasifikasi OAH

Clonidine (catapres)

Indikasi: Krisis hipertensi

Efek Samping: Mulut kering, pembengkakan mukosa hidung, parotis dan mata kering,

mengantuk, sedasi, tidak bisa tidur, halusinasi, takut, depresi, pusing, kolaps, hipotensi

ortostatik sebagai tanda kelebihan dosis.

Dosis: per oral awal dengan 0,075-0,15 mg/hari (malam), hipertensi berat dapat

dinaikkan sampai 0,3 mg/hari, 3x/hari. IV 0,2 mcg/kg/menit. Infus IV dgn kecepatan

tidak lebih 0,5 mcg/kg/menit.

Sediaan: Tablet : 0,075; 0,15 mg. Injeksi : 0,15 mg/ml.

Peringatan: Gangguan ritme & konduksi AV, gangguan ginjal, gangguan perfusi otak

dan perifer, depresi, polineuropati, konstipasi, mengemudi atau mengoperasikan mesin,

penghentian obat tiba-tiba, hamil dan laktasi.

Gambar 2. Mekanisme kerja central alfa agonist

6

Page 7: Klasifikasi OAH

Post ganglionik simpatetik Neuro terminal bloker

Reserpine (Resapin, Serpasil)

Mekanisme Kerja: Mengurangi katekolamin dan 5hydroxytryptamine di banyak organ

termasuk otak dan medulla adrenal (menghambat proses penyimpanan/uptake

katekolamin (epinefrin & norepinefrin) kedalam vesikel mengakibatkan depresi fungsi

saraf simpatis sehingga menurunkan heart rate dan menurunkan tekanan darah arterial.

Indikasi: Hipertensi

Efek Samping: Mengantuk, depresi, lethargi, hidung tersumbat, mulut kering, gangguan

GIT, diare, perdarahan, nafsu makan meningkat, edema, impotensi, galaktore,

ginekomastia . Dosis tinggi dapat meyebabkan parkinsonisme, edema serebral,

gangguan hipotensi postural.

Dosis: Dewasa, awal: 0,5 mg/hari, kemudian 1-2 minggu 0,1-0,25 mg/hari.

Sediaan: Tablet 0,1 mg & 0,25 mg.

Peringatan: depresi, Parkinson, epilepsy, feokromositoma, ulkus peptikum, kolitis

ulserative, hamil dan l aktasi.

Gambar 3. Post ganglion sinaps

7

Page 8: Klasifikasi OAH

Adrenoresptor

Alpha adrenoreseptor bloker (α-blocker)

Mekanisme Kerja: Alpha-bloker menghambat reseptor α di pembuluh darah terhadap

efek vasokonstriksi norepinephrin dan epinephrin sehingga terjadi dilatasi vena dan

arteriol. Alfa-bloker merupakan satu-satunya golongan AH yang memerikan efek positif

pada lipid darah, (mengurangi LDL dan trigliserida serta meningkatkan HDL). Alfa-

bloker juga dapat menurunkan resistansi insulin, mengurangi gangguan vaskular perifer,

memberikan sedikit efek bronkodilatasi dan mengurangi serangan asma akibat kegiatan

fisik, merelaksasi otot polo prostat dan leher kandung kemih sehingga mengurangi

gejala hipertrofi prostat, tidak menggangu aktivitas fisik dan tidak berinteraksi dengan

AINS. Oleh karena itu, obat ini dianjurkan untuk penderita hipertensi disertai diabetes,

dislipidemia, obesitas, gangguan resistensi perifer, asma, hipertrofi prostat, perokok,

serta penderita muda yang aktif secara fisik dan mereka yang menggunakan AINS.

Prazosin (Minipress)

Efek samping: Hipotensi postural pada pemberian pertama yang mendadak dan hebat.

Rasa kantuk, halusinasi, dan depresi.

Dosis: awal: 3x/hari, dosis dapat ditingkatkan hingga 20 mg dalam dosis terbagi.

Sediaan: Prazosin HCL Tab 1mg.

Peringatan: ibu hamil dan menyusui.

Gambar 4. Alpha adrenoreseptor blocker

8

Page 9: Klasifikasi OAH

Penyekat Reseptor Beta Adrenergik (β-Blocker)

Mekanisme kerja: Beta blocker memblok beta‐adrenoseptor. Reseptor ini

diklasifikasikan menjadi reseptor beta‐1 dan beta‐2. Reseptor beta‐1 terutama terdapat

pada jantung sedangkan reseptor beta‐2 banyak ditemukan di paru‐paru, pembuluh

darah perifer, dan otot lurik. Reseptor beta‐2 juga dapat ditemukan di jantung,

sedangkan reseptor beta‐1 juga dapat dijumpai pada ginjal. Reseptor beta juga dapat

ditemukan di otak. Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer akan memacu

penglepasan neurotransmitter yang meningkatkan aktivitas system saraf simpatis.

Stimulasi reseptor beta‐1 pada nodus sino‐atrial dan miokardiak meningkatkan heart

rate dan kekuatan kontraksi. Stimulasi reseptor beta pada ginjal akan menyebabkan

penglepasan renin, meningkatkan aktivitas system renninangiotensin‐aldosteron. Efek

akhirnya adalah peningkatan cardiac output, peningkatan tahanan perifer dan

peningkatan sodium yang diperantarai aldosteron dan retensi air. Terapi menggunakan

beta‐blocker akan mengantagonis semua efek tersebut sehingga terjadi penurunan

tekanan darah.8

Beta Blocker selective: Bisoprolol (Concor, Maintate), Acebutolol, Atenolol.

Efek Samping: Hipotensi, pusing, mual, sakit kepala, akral dingin, lemas, konstipasi

atau diare.

Dosis: Bisoprolol:Dewasa, awal: 5 mg/hari dapat ditingkatkan 20 mg/hari. Orang tua,

awal 2.5-5 mg/hari dapat ditingkatkan 2,5-5 mg/hari Maksimal: 20 mg/hari.

Atenolol: 50-100 mg/hari.

Sediaan: Bisoprolol: tablet selaput salut 2,5 mg dan 5 mg. Atenolol: tablet 50mg, 100

mg

Perhatian: diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung.

Beta Blocker non selective: Propranolol (Farmadral, Inderal)

Indikasi: Hipertensi, antiaritmia, profilaksis migren.

9

Page 10: Klasifikasi OAH

Efek samping: Saluran cerna: mual muntah, diare, konstipasi, kembung, keram

abdomen, xerostomia. Kardiovaskular: palpitasi, bradikardi yg parah, blok jantung A-V,

henti jantung, hipotensi. Pernafasan: dispnea, laringospasme, bronkospasme. SSP:

konfusi, agitasi, pusing, vertigo, sinkop.

Dosis: antiangina oral dewasa: 3-4x10 mg dapat dinaikkan bertahap 3-7 hari.

Antiaritmia dewasa: 4x10-20 mg , Anak-anak 0.51 mg/kg dibagi 3-4 dosis. Anti

hipertensi dewasa: 2x40 mg, dapat dinaikkan hingga 120-240 mg/hari.

Sediaan: tablet 10 mg dan 40 mg.

Peringatan: Penghentian medadak dapat mengakibatkan rebound hipertensi dan

meingkatkan resiko terjadinya stroke, angina, dan infark.

Gambar 5. Beta receptor

ACE Inhibitor

Mekanisme kerja: Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEi) menghambat secara

kompetitif pembentukan angiotensin II dari prekursor angiotensin I yang inaktif, yang

terdapat pada darah, pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar adrenal dan otak.

10

Page 11: Klasifikasi OAH

Angitensin II merupakan vaso‐konstriktor kuat yang memacu penglepasan aldosteron

dan aktivitas simpatis sentral dan perifer. Penghambatan pembentukan angiotensin II ini

akan menurunkan tekanan darah. Jika sistem angiotensin‐renin‐aldosteron teraktivasi

(misalnya pada keadaan penurunan sodium, atau pada terapi diuretik) efek

antihipertensi ACEi akan lebih besar. ACE juga bertanggungjawab terhadap degradasi

kinin, termasuk bradikinin, yang mempunyai efek vasodilatasi. Penghambatan degradasi

ini akan menghasilkan efek antihipertensi yang lebih kuat

Captopril (Farmoten, Tensicap, Lotensin)

Efek Samping: batuk kering, stomatitis, ruam, pruritus, demam, hipotensi, peningkatan

ureum ceratinin.

Dosis: awal; 12,5mg-25mg /, 2-3 x/hari dapat ditingkatkan 50 mg/hari 2-3 x /hari.

Maintenance 25-150mg, 2-3x/hari.

Sediaan: tablet 12,5 mg, 25 mg dan 50 mg.

Perhatiaan: Angioedema, ibu hamil dan laktasi.

Lisinopril (Noperten, Interpril, Linoxal)

Efek samping: Sakit kepala, postural hipotensi, ruam, pruritus, demam, anemia, iritasi

GIT, angioedema,takikardia, proteinuria, peningkatan ureum, creatinin.

Dosis: dewasa 10 mg/hr, orang tua 2,5-5 mg/hr maksimal 40 mg/hr.

Sediaan: Tablet 5 dan 10 mg

Perhatian: Angioedema, ibu hamil dan menyusui.

11

Page 12: Klasifikasi OAH

Gambar 6. Angiotensi Converting Enzym

Penghambat reseptor angiotensin II

Mekanisme kerja: Reseptor angiotensin II ditemukan pada pembuluh darah dan target

lainnya. Disubklasifikasikan menjadi reseptor AT1 dan AT2. Reseptor AT1

memperantarai respon farmakologis angiotensin II, seperti vasokonstriksi dan

penglepasan aldosteron, dan oleh karenanya menjadi target untuk terapi obat. Fungsi

reseptor AT2 masih belum begitu jelas. Banyak jaringan mampu mengkonversi

angiotensin I menjadi angiotensin II tanpa melalui ACE. Oleh karena itu memblok

sistem renin‐angitensin melalui jalur antagonis reseptor AT1 dengan pemberian

antagonis reseptor angiotensin II mungkin bermanfaat.6

Losartan (Acetensa, Sartaxal, Angioten)

Efek samping: CNS : pusing, insomnia. Kardiovaskular: ortostatik hipotensi, sinkop.

THT: kongesti nasal, ggn sinus. GIT:diare.

12

Page 13: Klasifikasi OAH

Dosis: per oral 25-50 mg /hr 2x/hari, dapat ditingkatkan hingga 100 mg 1x/hari.

Sediaan: Tablet 50mg

Perhatian: Depresi volume intravascular, gangguan hepar, stenosis arteri renalis bilateral

Valsartan (Valsartan -NI)

Indikasi: Hipertensi

Efek samping: nyeri kepala, angioedema, hipotensi postural, peningkatan kadar ureum

kreatinin, diare.

Dosis: dewasa: initial 80 mg/hari 1x/hari, dapat ditingkatkan hingga 160 mg/hari 1x

/hari. Maksimal 320 mg/hari. Pada orang tua: 40 mg/hari 1x /hari.

Sediaan: tablet 80mg dan 160mg

Perhatian: wanita hamil dan menyusui, gangguan fungsi hati, hipersensitifitas, stenosis

arteri renal.

Gambar 7. ARB

13

Page 14: Klasifikasi OAH

Antagonist kalsium

Mekanisme kerja: Calcium channel blockers (CCB) menurunkan influks ion kalsium ke

dalam sel miokard, sel‐sel dalam sistem konduksi jantung, dan sel‐sel otot polos

pembuluh darah. Efek ini akan menurunkan kontraktilitas jantung, menekan

pembentukan dan propagasi impuls elektrik dalam jantung dan memacu aktivitas

vasodilatasi, interferensi dengan konstriksi otot polos pembuluh darah. Semua hal di

atas adalah proses yang bergantung pada ion kalsium. Terdapat tiga kelas CCB:

dihidropiridin (misalnya nifedipin dan amlodipin); fenilalkalamin (verapamil) dan

benzotiazipin (diltiazem). Dihidropiridin mempunyai sifat vasodilator perifer yang

merupakan kerja antihipertensinya, sedangkan verapamil dan diltiazem mempunyai efek

kardiak dan digunakan untuk menurunkan heart rate dan mencegah angina

Amlodipin (Amdixal, Norvask, Tensivask)

Efek samping: edema perifer, sakit kepala, mual, palpitasi, bradikardia, dan hipotensi.

Dosis: Dewasa awal 5 mg/hr 1x/hari Maksimal 10 mg/hari, Lansia 2,5 mg/hr.

Sediaan: Tablet 5 mg, 10 mg,

Perhatian: Hipersensitif , syok kardiogenik, stenosis aorta berat, unstable angina IMA,

hipotensi berat , dan gangguan hati.

Nifedipine (Nifecard, Nifedin)

Efek samping: Edema perifer, pusing, sakit kepala, mual, gemetar kram otot dan nyeri,

mengantuk, palpitasi, kongesti nasal, batuk, sesak, wheezing.

Dosis: awal 10 mg 3 kali sehari, maintenance 10 mg 3 kali sehari sampai 30 mg 4 kali

sehari.

Sediaan: tablet 10 mg, Cap 10 mg.

Perhatian: Hipotensi parah, DM.

14

Page 15: Klasifikasi OAH

Verapramil (Cardiover, Corpamil, Isoptin SR)

Efek samping: konstipasi, Pusing, sakit kepala, asthenia, mual, edema perifer, hipotensi.

Dosis: per oral dewasa dan org tua, awal 40-80 mg 3 kali sehari maintenance: 480

mg/hari.

Sediaan: Tablet 80 mg, ampul 2,5 mg/ml.

Perhatian: Hipertropic Cardiomyophaty, gangguan fungsi hati.

Diltiazem (Cordizem, Herbesser, Dilmen)

Efek samping: bradikardia, sakit kepala, lemas, insomnia, tremor, anorexia, nausea.

Dosis: 180-240 mg 1x/hr

Sediaan: tablet 30mg, 60mg, kaplet 240 mg dan kapsul 90 mg.

Perhatian: Hipersensitif terhadap diltiazem dan Infark miokard akut.

15

Page 16: Klasifikasi OAH

Gambar 8. Calcium Antagonist

Vasodilator

Hidralazine

Mekanisme kerja: Hidralazin merelaksasi otot polos arteriol dengan mekanisme yang

belum dapat dipastikan. Salah satu kemungkinan kerjanya adalah sama dengan kerja

nitrat organik dan natrium nitropusid, dengan melepaskan nitrogen oksida (NO) yang

mengaktifkan guanilat siklase dengan hasil akhir defosforilasi berbagai protein,

termasuk protein kontraktil dalam sel otot polos. Vasodilatasi dapat menyebabkan

peningkatan denyut dan kontaktilitas jantung, peningkatan renin plasma, dan retensi

cairan yang justru melawan efek hipotensif obat. Hidralazin menurunkan TD diastolik

16

Page 17: Klasifikasi OAH

lebih banyak daripada TD sistolik dengan menurunkan resistensi perifer. Oleh karena

itu, hidralazin lebih selektif mendilatasi arteriol dari pada vena.

Efek samping: takikardi, palpitasi, sakit kepala

Dosis: 40-50 mg/hari 3x/hari. Max: 200 mg/hari

Sediaan: merk dagang Ser-Ap-Es dengan kandungan reserpine 0.1mg, hidralazine HCL

25 mg, HCT 15mg.

Perhatian: gangguan serebrobvaskular, IMA, gagal ginjal dan hati.

Gambar 9. Hydralazine

17

Page 18: Klasifikasi OAH

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous. Hypertension. 2010. Di unduh dari :

(http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/highbloodpressure.html) diakses pada

(5 Juli 2012)

2. Nelson M. Drug treatment of elevated blood pressure. Australian

Prescriber. 2010;33(4):108-12.

3. Anonymous. Antihypertensive. 2010. Di unduh dari :

(http://en.wikipedia.org/wiki/Antihypertensive_drug). Diakses pada (7 Juli

2012)

4. Ferder L, Inserra F, Median F. Safety aspects of long term antihypertensive

therapy (10 years) with clonidine. Journal of Cardiovascular Pharmacology

1987;10(suppl.2):S104-8.

18

Page 19: Klasifikasi OAH

5. Shetty KS. Essentials in Medicine for Dental Students. New Delhi : Jaypee,

2003: 36-9.

6. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Farmakologi dan Terapi . Edisi 5. Jakarta : Gaya Baru, 2007: p.

329-42.

7. Ye Richard D. Pharmacology of antihypertensive agents. 2005. Diunduh

dari :

(

http://www.uic.edu/classes/pcol/pcol331/dentalhandouts2005/dentlecture23.

pdf).

Diakses pada (7 Juli 2012).

8. Lyrawati D. Farmakologi hipertensi. 2008. p.1-8. Diunduh dari:

hypertensionhosppharm.pdf. Diakses pada 8 Juli 2012.

19