4
NEWSLETTER SHARING IS POWER KMPLUS tALENT & sme D alam knowledge management dikenal islah Subject Maer Expert (SME) atau para pekerja yang memiliki keahlian komprehensif dibidangnya. Mereka seringkali dijadikan sumber rujukan bagi para pekerja lain. Syarat utama menjadi seorang SME adalah memiliki pengetahuan dan penguasaan bidang pekerjaannya dengan sangat baik. Karena itu, keahlian dan kinerja para SME sudah jelas diakui. Seper sudah dijelaskan, baik Talent maupun SME sama-sama memiliki kinerja yang unggul dibanding dengan pekerja lainnya. Arnya, mereka sama-sama memiliki kemampuan yang bagus dalam bekerja. Selain itu, umumnya perusahaan melihat seseorang layak disebut Talent dilihat dari potensi dan kinerjanya. Ibaratnya Talent merupakan suatu material yang nannya bisa dikembangkan dengan sangat baik. Biasanya perusahaan mengidenfikasi seorang Talent berdasarkan laporan dari atasannya maupun rekan kerjanya. Jadi, label Talent diberikan langsung oleh perusahaan kepada pekerja yang dianggap layak. Perusahaan juga dak mempublikasikan siapa saja pekerja yang menjadi Talent. Hanya saja, kita bisa melihat dan merasakan dari perlakuan perusahaan yang diberikan terhadap pegawai yang dianggap Talent. Karyawan yang dianggap Talent mendapatkan lebih banyak beban kerja serta program development. Itu dilakukan dalam rangka mengasah kemampuan Talent tersebut. Dalam jangka panjang, para Talent akan menyadari apa yang didapatkannya telah membentuk dirinya menjadi seorang pekerja yang profesional serta memberikan peluang untuk melakukan banyak hal dibanding rekan kerja lainnya. Sementara SME, dilihat dari keahlian dan kinerja. Mereka merupakan pekerja yang memang sudah diakui keahliannya, bukan sekadar potensi. Pengakuan seorang SME datang dari komunitas atau kumpulan orang-orang. Jadi, sifatnya lebih informal. Misalnya dalam sebuah unit kerja, biasanya ada satu orang yang kerap menjadi sumber rujukan keka ada persoalan terkait bidang tertentu. Bisa terjadi, satu unit kerja dak memiliki SME karena orang yang ahli dalam unit kerja tersebut telah dipromosikan atau dimutasikan ke tempat lain. Orang ini tetap dianggap sebagai SME, dan sewaktu- waktu dapat dimintakan bantuan sebagai narasumber ahli. Untuk meningkatkan kinerja m serta SME yang bersangkutan, sangat penng bagi para SME untuk terus berbagi pengetahuan dengan mnya. Idealnya Talent dan SME harus dipisahkan. Sebab treatment perusahaan terhadap keduanya sangat berbeda. Misalnya dari sisi development, antara Talent dan SME mendapat perlakuan yang dak sama. Akan tetapi, jika kebetulan terjadi Talent dan SME merupakan orang yang sama, perusahaan harus bisa mendevelop sesuai perannya.o Everybody is a genius. But if you judge a fish by its ability to climb a tree it will live its whole life believing that it is stupid- Albert Einstein - Kmplus Optima @KMPlusOptima www.kmplus.co.id Kemudian dalam bidang Talent Management, kita mengenal islah Talent atau para pekerja ‘bintang’ yang mendapat perlakuan khusus dari perusahaan. Hampir mirip dengan SME, para Talent juga memiliki kinerja yang sangat baik. Lantas, apa perbedaan dan kesamaan dari keduanya? Langsung saja kita bahas agar dak membingungkan. FREE FOR ALL KMERS FEB, 2015

KMPLUS NEWSLETTER · PDF filelebih informal. Misalnya dalam sebuah unit kerja, biasanya ada satu orang yang kerap menjadi sumber rujukan ketika ada persoalan terkait bidang ... industri

  • Upload
    vunhan

  • View
    230

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KMPLUS NEWSLETTER · PDF filelebih informal. Misalnya dalam sebuah unit kerja, biasanya ada satu orang yang kerap menjadi sumber rujukan ketika ada persoalan terkait bidang ... industri

NEWSLETTERSHARING IS POWER

KMPLUS

tALENT & sme

Dalam knowledge management dikenal istilah Subject Matter Expert (SME) atau para pekerja

yang memiliki keahlian komprehensif dibidangnya. Mereka seringkali dijadikan sumber rujukan bagi para pekerja lain. Syarat utama menjadi seorang SME adalah memiliki pengetahuan dan penguasaan bidang pekerjaannya dengan sangat baik. Karena itu, keahlian dan kinerja para SME sudah jelas diakui.

Seperti sudah dijelaskan, baik Talent maupun SME sama-sama memiliki kinerja yang unggul dibanding dengan pekerja lainnya. Artinya, mereka sama-sama memiliki kemampuan yang bagus dalam bekerja. Selain itu, umumnya perusahaan melihat seseorang layak disebut Talent dilihat dari potensi dan kinerjanya. Ibaratnya Talent merupakan suatu material yang nantinya bisa dikembangkan dengan sangat baik.

Biasanya perusahaan mengidentifikasi seorang Talent berdasarkan laporan dari atasannya maupun rekan kerjanya. Jadi, label Talent diberikan langsung oleh perusahaan kepada pekerja yang dianggap layak.

Perusahaan juga tidak mempublikasikan siapa saja pekerja yang menjadi Talent. Hanya saja, kita bisa melihat dan merasakan dari

perlakuan perusahaan yang diberikan terhadap pegawai yang dianggap Talent. Karyawan yang dianggap Talent mendapatkan lebih banyak beban kerja serta program development. Itu dilakukan dalam rangka mengasah kemampuan Talent tersebut.

Dalam jangka panjang, para Talent akan menyadari apa yang didapatkannya telah membentuk dirinya menjadi seorang pekerja yang profesional serta memberikan peluang untuk melakukan banyak hal dibanding rekan kerja lainnya.

Sementara SME, dilihat dari keahlian dan kinerja. Mereka merupakan pekerja yang memang sudah diakui keahliannya, bukan sekadar potensi. Pengakuan seorang SME datang dari komunitas atau kumpulan orang-orang. Jadi, sifatnya lebih informal. Misalnya dalam sebuah unit kerja, biasanya ada satu orang yang kerap menjadi sumber rujukan

ketika ada persoalan terkait bidang tertentu.

Bisa terjadi, satu unit kerja tidak memiliki SME karena orang yang ahli dalam unit kerja tersebut telah dipromosikan atau dimutasikan ke tempat lain. Orang ini tetap dianggap sebagai SME, dan sewaktu-waktu dapat dimintakan bantuan sebagai narasumber ahli. Untuk meningkatkan kinerja tim serta SME yang bersangkutan, sangat penting bagi para SME untuk terus berbagi pengetahuan dengan timnya.

Idealnya Talent dan SME harus dipisahkan. Sebab treatment perusahaan terhadap keduanya sangat berbeda. Misalnya dari sisi development, antara Talent dan SME mendapat perlakuan yang tidak sama. Akan tetapi, jika kebetulan terjadi Talent dan SME merupakan orang yang sama, perusahaan harus bisa mendevelop sesuai perannya.o

“Everybody is a genius. But if you judge a fish by its ability to climb a tree it will live its whole

life believing that it is stupid”- Albert Einstein -

Kmplus Optima @KMPlusOptimawww.kmplus.co.id

Kemudian dalam bidang Talent Management, kita mengenal istilah Talent atau para pekerja ‘bintang’ yang mendapat perlakuan khusus dari perusahaan. Hampir mirip dengan SME, para Talent juga memiliki kinerja yang sangat baik. Lantas, apa perbedaan dan kesamaan dari keduanya? Langsung saja kita bahas agar tidak membingungkan.

FREE FOR ALL KM’ERS FEB, 2015

Page 2: KMPLUS NEWSLETTER · PDF filelebih informal. Misalnya dalam sebuah unit kerja, biasanya ada satu orang yang kerap menjadi sumber rujukan ketika ada persoalan terkait bidang ... industri

INNOVATIONPublished by: KMPLUS

budaya inovasi Corning

Kesadaran bahwa dunia terus berubah, dan inovasi merupakan kebutuhan, harus disadari oleh

setiap orang di dalam organisasi. Untuk itu, menjadikan inovasi sebagai bagian dari budaya merupakan tantangan bagi setiap organisasi.

Budaya organisasi itu sendiri berasal dari individu-individu yang berada di dalam organisasi. Karena itu, individu-individu yang ada di dalam organisasi harus menjadikan inovasi sebagai bagian dari aktivitas sehari-hari.

Salah satu contoh perusahaan yang memasukkan inovasi ke dalam budaya

perusahaannya adalah Corning Inc, pembuat Gorilla Glass. Gorilla Glass dapat tercipta karena budaya inovasi yang dimiliki oleh Corning.

Tahukah Anda bahwa produk tersebut merupakan hasil dari inovasi para pendahulu Corning yang disebut dengan “Chemcor”?

“Chemcor” ini sendiri merupakan kaca yang sangat kuat tetapi fleksibel, yang pada awalnya ditujukan untuk industri otomotif pada tahun 1962. Namun sayangnya, Chemcor tersebut tidak laku karena harganya pada saat itu dianggap terlalu mahal.

Hasilnya? Seperti yang mungkin

knowledge hoard

http://www.dilbert.com

sekarang kita ketahui, setelah beberapa tahun beredar di pasar, Gorilla Glass mencetak sukses besar: US$ 100 juta pada tahun 2014, dan diperkirakan US$ 500 juta di tahun 2015. Dan sekali lagi; ini semua karena budaya inovasi.

Budaya Inovasi di Corning sendiri dimulai sejak tahun 1851, saat Amory Houghton membeli sebuah perusahaan kaca. Amory sangat meyakini hal-hal yang berhubungan dengan riset dan pengembangan. Karena itu sejak awal, perusahaan ini memutuskan berinvestasi pada ilmu tentang pembuatan kaca untuk menghindari persaingan dari perusahaan sejenis.

Dengan kemampuan ino- vasi yang dimilikinya, Corning memiliki kemam- puan teknologi yang membuat mereka mampu merespons permintaan pasar dengan cepat se- suai dengan zaman yang berlaku.

Beberapa contohnya adalah pembuatan kaca bohlam sesuai dengan permintaan dari Thomas Alfa Edison, dan Pyrex, yang diperkenalkan pada tahun 1915 serta produksi massal tabung TV pada tahun 1940-an.o

Page 3: KMPLUS NEWSLETTER · PDF filelebih informal. Misalnya dalam sebuah unit kerja, biasanya ada satu orang yang kerap menjadi sumber rujukan ketika ada persoalan terkait bidang ... industri

innovationPublished by: KMPLUS

ketika tupper menciptakan tupperware

Jika menyebut kata Tupperware, bisa dipastikan semua orang mengetahui maksudnya. Sebab

dalam beberapa tahun terakhir Tupperware memang menjadi sangat populer. Tupperware adalah sebuah merek sekaligus produk rumah tangga yang semakin banyak digunakan. Khusus untuk Indonesia, peran produk lokal bahkan sudah banyak digantikan oleh Tupperware.

Tupperware diciptakan oleh orang Amerika bernama Earl Silas Tupper pada tahun 1940-an. Earl Tupper adalah seorang ahli kimia yang kerap bereksperimen dengan plastik. Ia melakukan penelitian disela-sela pekerjaannya di DuPont Chemical Company, perusahaan yang telah mengembangkan plastik sebelum Perang Dunia II. DuPont juga disebut memiliki banyak hak paten untuk produk rumah tangga.

Earl Tupper digambarkan sebagai seorang pria yang eksentrik dan tertutup. Ia juga seorang pekerja keras yang sempat mengalami jatuh bangun sebelum akhirnya menjadi milioner dengan menjual Tupperware. Di siang hari, Tupper bekerja dengan sangat keras, kemudian di malam hari ia mulai melakukan eksperimen yang dapat mengantarkannya untuk mencapai mimpinya.

Kala itu, material plastik masih relatif baru dan tidak populer. Plastik masih dianggap tidak memiliki manfaat apapun selain material yang jelek, mudah hancur, dan bau. Earl Tupper sangat bersemangat mengembangkan materi baru tersebut. Kendala awal

yang dihadapinya adalah ia tidak memiliki cukup dana untuk membeli plastik halus. Guna menyiasati hal itu Tupper kemudian meminta produk limbah hasil proses penyulingan minyak kepada atasannya di DuPont berupa polyethylene.

Masalah yang harus dipecahkan Tupper melalui eksperimennya adalah, menemukan formula yang tepat untuk membuat produk plastik yang bisa dicetak dan aman digunakan, sebagai wadah makanan maupun minuman. Tupper juga harus mengeksplorasi pengetahuannya terkait dengan desain produk serta penutup yang kedap udara dan dapat melekat erat.

Tupper kemudian berhasil memurnikan material mentah yang didapatnya hingga bisa dibentuk

gelas, mangkuk, hingga piring berbobot ringan dan anti pecah. Ide membuat penutup yang erat didapatnya dari hasil duplikasi tutup kaleng cat. Ini bisa dilihat dari model Tupperware yang pertama. Saat ini, ragam tutup Tupperware terus dikembangkan dengan lebih baik lagi.

Tupperware dibangun pada tahun 1938. Tetapi, baru di tahun 1946 Tupper mulai mengenalkan Tupperware dengan menjualnya di departemen store. Disini muncul tantangan lain yang harus dihadapi Tupper. Layaknya sebuah produk baru yang belum familiar, Tupperware sempat tidak diterima pasar. Banyak konsumen yang bingung bagaimana menggunakan Tupperware dengan benar. Dampaknya sudah bisa ditebak, penjualan Tupperware sangat tidak menggembirakan.

Dalam kondisi tersebut, peluang cara pemasaran lain justru muncul. Tupper menyadari tanaga sales yang paling menonjol adalah seorang ibu rumah tangga bernama Brownie Wise.

Ia menjual Tupperware langsung dari rumah ke rumah (door-to-door sales). Tidak berpikir telalu lama bagi Tupper untuk memanfaatkan strategi marketing tersebut. Tahun 1951, ia menarik semua produk Tupperware dari rak-rak departemen store kemudian menjualnya melalui penjualan langsung dari rumah ke rumah.

Konsep penjualan tersebut kemudian tumbuh menjadi fenomena bagi ibu rumah tangga. Tidak hanya di Amerika, konsep tersebut juga terbukti cukup berhasil di Indonesia. Konsep ini dikenal sebagai Tupperware Party yang menjadi tren tidak hanya di kalangan ibu rumah tangga, tapi juga para wanita dengan berbagai latar belakang profesi.

Dalam Tupperware Party, para konsumen yang mayoritas wanita berkumpul dan saling menunjukkan cara-cara inovatif menggunakan produk Tupperware. Tupperware bukan hanya menjadi wadah penyimpan makanan dan minuman, tetapi bisa sebagai wadah perhiasan atau bros dan obat dalam bentuk pil. Mereka juga saling berbagi informasi kenapa sebuah kamera harus disimpan di dalam wadah yang kedap udara agar tidak mudah terkena jamur.o

Page 4: KMPLUS NEWSLETTER · PDF filelebih informal. Misalnya dalam sebuah unit kerja, biasanya ada satu orang yang kerap menjadi sumber rujukan ketika ada persoalan terkait bidang ... industri

Talent ManagementFREE FOR ALL KM’ERS PLEASE TAKE ONE

KMPLUS OPTIMA INTERNASIONALJL. Cawang Baru Tengah No. 48

Jakarta021-85917227 | 021-29360893

The war of talentKiprah Apple dalam bidang gadget

memang sangat mengesankan. Gerak bisnis Apple masih

mengkilap meskipun sudah ditinggal oleh sang Pioneer Steve Jobs.

Para penerus Steve Jobs masih mampu menjaga bahkan terus mengangkat bisnis Apple ke tingkat yang lebih tinggi. Apple sukses mencatatkan hasil yang luar biasa. Pada Kuartal IV 2014, total pendapatan Apple mencapai USD 74 miliar atau setara dengan Rp 921 triliun dalam waktu tiga bulan. Pendapatan bersihnya mencapai USD 18 miliar atau sekitar Rp 225 triliun. Capaian tersebut menjadikan Apple sebagai perusahaan dengan rekor penjualan tertinggi sepanjang sejarah dunia.

Sejak kelahirannya, Apple merupakan perusahaan yang sangat fokus kepada people. Satu-satunya strategi mereka adalah bagaimana mendapatkan people yang terbaik, meskipun harus dilakukan dengan cara yang ekstrim. Dengan mengoptimalkan para pekerjanya, Apple selalu berinovasi. Steve Jobs memulai Apple dengan meluncurkan desktop. Dari situ, langkah bisnis Apple menggurita hingga mengeluarkan laptop, iPad, iPhone, dan IOS. Langkah bisnis tersebut yang selalu menjadikan Apple sebagai leader yang kemudian diikuti oleh para pemain lain.

Dalam beberapa bulan terakhir, ramai dikabarkan bahwa Apple akan masuk ke dalam bisnis otomotif. Apple dikabarkan akan membuat Apple Car. Meski belum terkonfirmasi secara pasti, terobosan bisnis tersebut membuat para pengamat bisnis maupun management angkat bicara. Mereka memprediksi langkah yang

diambil Apple, bahkan tidak sedikit yang mempertanyakan pengembangan bisnis yang ‘tidak biasa’ dilakukan Apple ini.

Hal lain yang tidak kalah menarik adalah di awal kelahirannya, Apple Car sukses membuat salah satu perusahaan bangkrut. Untuk masuk ke bidang otomotif, Apple memerlukan banyak tenaga ahli. Sebagaimana tradisi Apple, tentunya mobil yang diproduksi bukan mobil biasa. Para pengamat menyebutnya sebagai Smart Car. Teknologinya tentu saja yang terbaru, yaitu teknologi mobil listrik.

Untuk itulah Apple kemudian membajak para tenaga insinyur dengan keahlian tinggi dalam sistem mobil dari berbagai perusahaan, termasuk produsen mobil listrik Tesla. Disamping itu, Apple juga membajak secara agresif para insinyur dari perusahaan

pembuat baterai listrik A123 Systems. A123 Systems merupakan project berbiaya sekitar Rp 3 triliun milik pemerintah Amerika. Project A123 menjadi terhenti karena para pekerja ahlinya dibajak oleh Apple.

Akibat massifnya pembajakan yang dilakukan, A123 sampai mengajukan tuntutan kepada Apple. Dalam salah satu media massa disebutkan, para karyawan A123 dianggap melanggar kontrak sebab Apple saat ini sedang mengembangkan divisi baterai dalam skala besar untuk berkompetisi di bidang yang sama dengan A123.

Dalam era pengetahuan sekarang ini, kita disuguhkan pada sebuah kenyataan bahwa, sebuah perusahaan bangkrut bukan karena tidak memiliki gedung sebagai kantor maupun mesin produksi, akan tetapi karena tidak memiliki para pekerja ahli yang memiliki pengetahuan.

Kasus Apple dengan A123 menggambarkan apa yang disebut sebagai The War of Talent. Dalam level negara, The War of Talent sudah dilakukan sejak lama. Yang sangat terlihat adalah ‘perang Talent’ antara Rusia dengan Amerika. Sedangkan untuk Indonesia, kita diingatkan untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang sudah di depan mata. MEA merupakan sebuah ‘medan perang’ bagi para Talent antar negara di kawasan ASEAN.o

TABLE OF CONTENTSCHAPTER 1: HEADLINETALENT & SME

CHAPTER 2: INNOVATIONBUDAYA INOVASI CORNINGKNOWLEDGE HOARD

CHAPTER 3: INNOVATIONKETIKA TUPPER MENCIPTAKAN TUPPERWARE

CHAPTER 4: TALENT MANAGEMENTTHE WAR OF TALENT

Kmplus Optima @KMPlusOptimawww.kmplus.co.id