Upload
khusnul-khotimah
View
242
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Setelah era efisiensi pada tahun 1950an dan 1960an, era kualitas pada tahun 1970an
dan 1980an, serta fleksibilitas dalam tahun 1980an dan 1990an, maka kini kita hidup
dalam era inovasi (Janszen,2000). Era inovasi ini muncul karena situasi bisnis saat ini
dipengaruhi oleh banyak sekali perubahan yang berjalan cepat dan sulit diramalkan,
perubahan perubahan tersebut terutama disebabkan oleh pesatnya perkembangan
teknologi informasi, terjadinya globalisasi, serta demokratisasi (Business
Week,2001:Garvin,2000;Schiro 2000). Beragam inovasi yang mampu dihasilkan oleh
Perusahaan dalam rangka bersaing ditengah ketatnya para competitior adalah bentuk
konsekuensi logis dari adanya dinamika masalah dan kebutuhan hidup manusia yang
selalu hadir dan semakin meningkat.
Setiap perusahaan atau organisasi manapun berlomba-lomba untuk memenangkan
persaingan global atau minimal mampu bertahan hidup. Usaha yang dilakukan adalah
dengan terus menerus melakukan inovasi dalam produk atau jasa yang menjadi
kompetensi inti perusahaan, sebagaimana yang dikatakan oleh Josepth Schumpeter
bahwa inovasi merupakan: komersialisasi semua kombinasi yang didasari oleh
pemanfaatan (1) bahan dan komponen baru, (2) proses baru, (3) pasar baru, dan (4)
bentuk organisasi baru (Janszen,2000). Dengan kata lain, menurut definisi ini,inovasi
merupakan komposit dari kedua bidang, yaitu bidang teknis dan bidang bisnis. Bila hanya
melibatkan teknologi, maka Schumpeter menamakannya invensi (invention), begitu
bidang bisnis dilibatkan, maka muncul inovasi (innovation).
Untuk melakukan inovasi setiap organisasi memerlukan ide-ide intelektual yang
terus berkembang dari setiap individu pekerjanya. Terdapat 3 (tiga) komponen utama
modal intelektual, yaitu :
1. Human Capital
Meliputi knowledge, skill dan kompetensi individu dalam organisasi . Human capital
adalah milik staf dan manager yang terlibat dalam proses produksi .
2. Customer capital
Nilai yang dimiliki antara perusahaan dengan customernya termasuk loyalitas
customer, jaringan distribusi, brand, licensi dan franchise
1
3. Structural capital
Proses, struktur, sistem informasi dan kepemilikan intelektual yang secara
independent diciptakan oleh manager dan para stafnya.
Dari ke 3 (tiga ) modal tersebut, Human Capital adalah salah satu bentuk modal
intelectual yang harus selalu dijaga dan dimanage oleh setiap perusahaan, sebagaimana
aset organisasi yang dirumuskan dengan 5M (man, money, method, machine, dan
market) dimana Faktor man atau manusia merupakan aset yang paling berharga dalam
penciptaan dan pengelolaan pengetahuan karena pada dasarnya penciptaan knowledge
berasal dari individu. Knowledge yang terdapat dalam organisasi adalah hasil kreasi dari
orang-orang yang berada dalam organisasi tersebut. Tetapi, benarkah semua orang dalam
organisasi merupakan aset organisasi? Thomas A. Stewart dalam bukunya Intelectual
Capital, secara tegas mengatakan yang pekerjaannya berkaitan dengan penambahan
pengetahuan dalam organisasi, yaitu The Stars. (Stewart Membagi karyawan dalam
empat kelompok yaitu: pekerja biasa; pekerja terampil tetapi bukan faktor penentu;
pekerja yang melakukan hal yang dihargai oleh pelanggan tetapi dapat di outsource; dan
the Stars, yaitu orang-orang dengan peran yang tidak tergantikan sebagai individu).
Sebagai contoh kelompok the Stars, salah satunya adalah peneliti. Mereka yang termasuk
kelompok keempatlah yang benar-benar merupakan aset bagi organisasi. Organisasi
perlu memberikan perhatian penuh pada kelompok ini, karena di tangan merekalah masa
depan organisasi. Persoalannya, bagaimana memanfaatkan pengetahuan yang mereka
miliki, sehingga dapat terakumulasi dan akhirnya menjadi aset organisasi. Disisi lain
Knowledge yang melekat pada anggota suatu organisasi juga perlu diuji, dimutahirkan,
ditransfer, dan diakumulasikan, agar tetap memiliki nilai Knowledge yang merupakan
konstruksi dari kenyataan, dibandingkan sesuatu yang benar secara abstrak. Knowledge
merupakan aset kunci agar suatu perusahaan memiliki keunggulan kompetitif yang
berkelanjutan Penciptaan Knowledge tidak hanya merupakan kompilasi dari fakta-fakta,
namun suatu proses yang unik pada manusia yang sulit disederhanakan atau ditiru.
Penciptaaan Knowledge melibatkan perasaan dan system kepercayaan (belief systems)
dimana perasaan atau system kepercayaan itu bisa tidak disadari.
Penciptaan Knowledge dilakukan dengan merancang kerangkanya yang diawali dari
data, informasi, dan knowledge yang telah dimiliki sebelumnya, sedangkan fungsi
organisasi sendiri dalam penciptaan knowledge adalah memberikan dukungan kepada
individu yang ada di dalam organisasi. Individu organisaasi yang memiliki knowledge
2
penting, perlu dijaga dan dikelola agar tidak terbuang percuma, ketika staf/pekerjanya
telah melakukan resign dari perusahaannnya.
Knowledege yang ada dalam individu akan menghasilkan inovasi sebagai produk
berkelanjutaan. Setiap hasil Inovasi akan menghasikan knowledge baru yang akan
digunakan untuk proses penciptaan berkelanjutan dan begitu seterusnya. Berbagai
rujukan mendukung adanya indikasi bahwa inovasi menjadi indicator adanya proses
penciptaaan Knowledge baru di organisasi. Nonaka dan Takeuchi (1995) mengemukakan
bahwa penciptaan Knowledge merupakan esensi dari inovasi: “organizational knowledge
creation is the key to the distinctive ways of Japanese companies innovate. They are
especially good at bringing about innovation continuously ,incrementally,and spirally”.
sebagaimana dikatakan oleh Leibold, bahwa jaringan inovatif serta gerakan knowledge
ekonomi global menambah momentum, sehingga perusahaan-perusahaan menyadari
bahwa persaingan dan metode pengelolaan perusahaan secara strategik berbasis
informasi di abad sebelumnya berubah secara fundamental menuju ke knowledge-based,
dalam mana kolaborasi strategik menjadi penting sebagai mindset dan praktek strategi
bersaing (Leibold et al., 2005).
Saat ini knowledge management (KM) menjadi fokus perhatian dari berbagai
kalangan praktisi maupun akademisi. Organisasi-organisasi telah menyadari bahwa
untuk mampu bersaing dalam kondisi pasar yang berkembang secara cepat, dibutuhkan
pengembangan kompetensi dan knowledge yang ada di dalam organisasi (Orr dan
Persson, 2003). Konsep KM ini menjadi populer karena kompetisi yang kian tajam
dalam memperoleh keunggulan. Ketatnya kompetisi menyadarkan orang bahwa hanya
penguasaan Knowledgelah yang akan menentukan keunggulan suatu organisasi.
Chauhan dan Bontis (2004) serta Kawalek (2004) menyatakan bahwa saat ini
merupakan”knowledge era”, dimana hanya organisasi yang mampu mengelola
knowledge-nya secara optimal saja yang mampu bertahan di lingkungan yang kompetitif.
Menurut Riset Delphi Group menunjukkan Knowledge dalam organisasi tersimpan
dalam struktur antara lain 42 % dipikiran atau otak karyawan, 26 % dokumen kertas, 20
% dokumen elektronik dan 12 % knowledge base elektronik (Bambang setiarso,2009:
hal.8).
Peranan KM di dunia pendidikan sangatlah diperlukan. Terlebih karena pendidikan
merupakan proses transfer nilai – nilai yang didalamnya mencakup knowledge creating
dan knowledge sharing oleh tenaga pendidik agar menghasilkan perubahan skill,
knowledge dan psikomotor peserta didik. Sebuah kegiatan yang sarat knowlege
3
memerlukan pengelolaan knowledge yang konsisten agar knowledge yang ada pada
guru/dosen dapat secara kontinue diperbaharui bahkan ditingkatkan.
Di dunia pendidikan menciptakan lulusan yang dapat langsung bekerja dan di serap
oleh lapangan kerja merupakan tantangan tersendiri. Kelemahan pendidikan yang
berorientasi pada pasar, adalah lemahnya dasar teori mereka dan juga landasan untuk
melakukan pekerjaan ICT di tempat kerja mereka. Alangkah bagusnya apabila ke dua hal
tersebut yaitu kebutuhan pasar dan teori dapat dikuasai. Sehingga lulusannya tidak saja
mampu untuk bekerja berdasar permintaaan tempat kerja tetapi juga dapat berinovasi
dalam pekerjaannya. Hal ini terutama dapat dilakukan apabila mereka juga menguasai
teorinya dan dapat dilakukan bertahap apabila dosan dan staf mulai mengelola
knowledge dosen dan staf mereka. Sebagai individual dosen dan staf, maka mereka harus
dirangsang (encourage) untuk mau melakukan apa yang sekarang sedang diminati yaitu
pembelajaran (learning) dan pembelajaran akan terjadi melalui praktek,misalnya masuk
sebagai anggota komunitas ICT atau diskusi dengan para ahli di luar negeri melalui
internet. Hasil diskusi dan pembelajaran tersebut harus dishare (dibagi) dengan dosen
lainnya. Sehingga terjadilah suatu mekanisme yang disebut sharing knowledge. Semua
itu harus pula terdokumentasi, sehingga apabila terjadi regenerasi dari dosen atau
struktural dapat dilacak perubahan apa yang terjadi di lembaga terebut Sehingga
knowledge dari setiap dosen atau pakar dapat menjadi knowledge dari sebagai institusi.
Knowledge secara bersamaan merupakan kecanggihan yang tinggi (baik tacit maupun
explicit) dan tersebar di tangan dan pikiran banyak orang yang tidak mudah diproduksi
atau ditangkap dari dalam institusi. Dengan demikian lembaga dapat berkembang
sebagai suatu tempat yang berbasis learning dengan mempelajari baik pasar maupun ICT
di dunia.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah konsep Knowledge Management (KM) itu?
2. Bagaimana bentuk Knowledge Managememt dalam Learning Organization?
3. Bagaiman strategi dan implementasi mewujudkan KM dalam rangka meningkatkan
inovasi organisasi?
4
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk memberikan penjelasan dan menggali secara komprehensif konsep
Knowledge Manaement (KM) itu?
2. Untuk mengetahui peranan Knowledge Managememt dalam Learning Organization?
3. Untuk mengetahui strategy dan implementasi mewujudkan KM dalam rangka
meningkatkan inovasi organisasi?
5
BAB II
KERANGKA KONSEPTUAL
A. Definisi Knowledge
Isu keorganisasian saat ini mencakup critical task, sense of mission dan autonomy ;
serta perspektif analitis organisasi, yakni operator, manajer dan eksekutif. Sinergisitas
antara ketiga pelaku organisasi, diharapkan mampu menjawab tantangan perubahan
kedepan dan mencapai keunggulan kompetitif organisasi. Tuntutan perubahan secara
tidak langsung memaksa setiap organisasi untuk meninggalkan paradigma resource-based
competitivenesss, dan mulai untuk mempergunakan paradigma knowledge-based
competitiveness (Yuliazmi 2005), yaitu meninggalkan tumpuan yang berpusat pada
keunggulan sumber daya dan lokasi menuju tumpuan baru berupa pengelolaan ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagai sumber daya pengetahuan.
Dalam organisasi, knowledge diperoleh dari individu-individu atau kelompok orang-
orang yang mempunyai knowledge, atau kadang kala dalam rutinitas organisasi.
Knowledge diperoleh melalui media yang terstruktur seperti: buku dan dokumen,
hubungan orang-ke-orang yang berkisar dari pembicaraan ringan hingga ilmiah. Davidson
dan Voss (2003 ) mengatakan bahwa sebenarnya mengelola knowledge merupakan cara
organisasi mengelola karyawan mereka dan berapa lama mereka menghabiskan waktu
untuk menggunakan teknologi informasi. Sebenarnya menurut mereka ,”Knowledge
Management” adalah bagaimana orang-orang dari berbagai tempat yang berbeda mulai
saling bicara. Oleh karena itu, yang sekarang populer untuk digunakan adalah label
informasi ekonomi seperti: e-commerce, learning organization, dsb.
Knowledge sering didefinisikan sebagai "keyakinan dan kebenaran pribadi". Ada
banyak taksonomi yang menentukan berbagai macam Knowledge. Para ahli dibidang
informasi menyebutkan bahwa informasi adalah Knowledge yang disajikan kepada
seseorang dalam bentuk yang dapat dipahami; atau data yang telah diproses atau ditata
untuk menyajikan fakta yang mengandung arti. Sedangkan Knowledge berasal dari
informasi yang relevan yang diserap dan dipadukan dalam pikiran seseorang. Knowledge
juga berkaitan dengan apa yang diketahui dan dipahami oleh seseorang. Informasi
cenderung nyata, sedangkan Knowledge adalah informasi yang diinterpretasikan dan
diintegrasikan.
Sebelum muncul Knowledge Management (KM), pembedaan antara data, informasi,
knowledge dan wisdom tidak begitu menyita perhatian para praktisi bisnis, walaupun
6
sebenarnya proses distilasi data menjadi informasi dan informasi menjadi knowledge
sudah menjadi bagian rutinitas mereka. Pembedaan data, informasi, kowledge dan wisdom
menjadi penting dalam KM, karena ketidakjelasan pembedaan potensial menimbulkan
inefisiensi dan kesalahan dalam penerapan KM, karena ada kemungkinan suatu organisasi
menyatakan telah menerapkan KM, tetapi pada kenyataannya yang terjadi baru sampai
kepada tahapan data atau informasi
Menurut Whitten. Beda data, Informasi dan Pengetahuan adalah bahwa informasi
adalah data yang telah diproses atau diorganisasi ulang menjadi bentuk yang berarti.
Informasi dibentuk dari kombinasi data yang diharapkan memiliki arti ke penerima.
Sedangkan Knowledge adalah data dan information yang disaring lebih jauh berdasarkan
fakta, kebenaran, kepercayaan, penilaian, pengalaman dan keahlian si penerima.
Sedangkan Bryan Bergeron, memberikan perbedaan istilah data, informasi,
metadata, knowledge, understanding dan wisdom sebagai berikut :
1. Data adalah bilangan-bilangan. Ia terdiri dari bentuk kuantitatif atau atribut lain
yang diperoleh dari observasi, experiment atau calculation. Contoh : (temperatur
pasien:1020F ; Pulse:109 beat perminute; Age : 75). Tiwana (2000) dalam bukunya
Knowledge Management Toolkit, memberikan ilustrasi yang sangat jelas tentang
makna data yang merupakan kumpulan dari transaksi – transaksi . Ilustrasinya
sesudah diadaptasi adalah sebagai berikut: ketika anda keluar dari toko, maka setiap
transaksi pda cash register akan menambah lapisan data pada basis data toko tersebut.
Setiap rekaman transaksi akan memberi deskripsi tentang: produk apa yang dibeli,
kapan dan jumlahnya berapa. Rekaman transaksi itu tidak menjelaskan kepada
pemilik toko alasan anda membeli produk tersebut, memilih merek tertentu,
jumlahnya dan mengapa anda berbelanja saat itu.
2. Informasi adalah data dalam konteksnya. Informasi adalah sebuah kumpulan data
dan perencanaan yang disatukan, interpretasi dan material teks lainnya yang
memperhatikn objec yang khusus, kejadian atau proses. Misalkan: “Deman akan
terjadi jika suhu tubuh melebih 1000 F, ; “tachyardia” is a pulse greater than 100 beats
per minute; “elderly” is someone with an age greater than 75. Proses perubahan data
menjadi informasi menurut Davenport dalam buku Paul L. Tobing dilakukan melalui
beberapa tahap:
a. Contextualized: memahami manfaaat data yang dikumpulkan
b. Categorized: memahami unit analisis atau komponen kunci dari data
c. Calculated: menganalisis data secara matematik atau secara statistik
7
d. Corected: menghilangkan kesalahan dari data
e. Condensed: meringkas data dalam bentuk yang lebih singkat dan jelas
Contoh kasusnya adalah, Jika kita ingin mendapat informasi dari data transaksi
toko tersebut, kita harus memulai dari konteks, untuk apa kita mengumpulkan
data tersebut?. Misalkan konteksnya adalah untuk melihat jam-jam berapa atau
hari apa saja terjadinya puncak penjualan. Maka kita mulai melakukan
kategorisasi, baik itu berdasarkan waktu, volume, jenis barang dan hasil
penjualan (rupiah). Kemdian berdasarkan metode statistik digambarkan berbagai
pola yang mungkin muncul. Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasikan
dan menghilangkan anomali anomali atau data yang tidak relevan yang muncul
seperti data penjualan pada hari libur, sehingga diperoleh gambaran yang
konsisten. Langkah terakhir adalah meringka hasil tperhitungan statistik yang
sudah dilakukan, antara lain dengan menyimpulkan bahwa puncak penjualan
terjadi antara pukul 12.00 s/d 13.00, jenis produk yang paling banyak terjual
adalah minuman ringan merk tertentu dan keimpulan lainnya.
3. Metadata adalah data tentang informasi. metada termasuk kumpulan deskriptif
dan kategori level tinggi dari data dan informasi, lebih jelasnya lagi meta data
adalah informasi tentang contect dalam mana informsi itu digunakan.contohnya
adalah Kombinasi dari “demam” dan “tachycardia” dalam usia senja dapat
mengancam kehidupan.
4. Knowledge adalah informasi yang dikelola, disusun, disintesa atau disimpulkan
secara komprehensif, disadari atau dipahami. Lebih jelasnya, knowledge adalah
kombinasi meta data dan sebuah konteks yang disadari ketika meta data dapat
diaplikasikan secara sukses. Contoh : dari informasi dan data yang ada, pasien
kemungkinan memiliki Kasus flu yang serius
Sedangkan Davenport dan Prusak memberikan metode mengubah informasi
menjadi Knowledge melalui kegiatan yang dimulai dengan huruf C: comparation,
consequences, connections, dan conversation.
a. Comparison: membandingkan informasi pada situasi tertentu dengan situasi-
situasi lain yang telah diketahui
b. Onsequences: menemukan implikasi-implikasi dari informasi yang bermanfaat
untuk pengambilan keputusan dan tindakan
c. Connections: menemukan hubungan-hubungan bagian-bagian kecil dari
informasi dengan hal-hal lainnya.
8
d. Conversations: membicarakan pandangan, pendapat serta tindakan orang lain
terkait informasi tersebut.
Melanjutkan contoh kasus pada butir b, ketika pengelola toko menerima
informasi berupa “puncak jam paling sibuk” dan “jenis produk paling laku pada
jam paling sibuk”, pengelola toko lalu memproes informasi itu dengan melakukan
komparasi, konsekuensi, koneksi dan mungkin diskusi/konversasi dengan para
penjaga tokonya. Selanjutnya pengelola toko menyimpulkan informasi terebut
sebagai hal yang perlu ditindak lanjuti atau sudh berupa knowledge. Ia lalu
memutuskan bahwa semua karyawan toko harus berada di toko antara pukul 12.00
s/d 13.00 untuk melayani pembeli, menyesuaikan jam istirahat karyawan,
memastikan tersedianya suplai minuman ringan merk tertetu dan menambah
produk minuman ringan merk lain yang diperkirakan juga akan diminati oleh
pembeli pada jam-jam tersebut.
5. Understanding adalah ide yang komplek dan jelas dari bentuk awal, yang significan
atau untuk menjelaskan sesuatu. ini adalah wujud personal, kekuatan dari dalam
untuk menjelaskan pengalamannya secara intelektual melalui keterhubungan
pengetahuan dan konsep-konsep yang diperluas. Contoh: dari data-data dan informasi
yang ditemukan, pasien harus dikirim ke Rumah sakit ASAP dan terancam penyakit
flu.
Adapun hierarkinya dapat dilihat sebagai berikut :
Gambar Hierarki Knowledge Management
9
6. Wisdom: evaluasi dari understanding
Menurut Xioming Cong dan Kaushik V Pandya (2003) yang mengatakan
bahwa wisdom merupakan pemanfaatan dari knowledge yang telah
diakumulasikan dalam jangka waktu tertentu. Menurut Davenport dan Prusak
(1998) knowledge sebagian besar ditarik dari pengalaman, yang akan
menghasilkan soud judgement dan wisdom, sehingga wisdom merupakan
knowledge yang digunakan dalam membuat keputusan-keputusan yang
menyangkut masa depan. Lebih jelasnya Acroff memberikan karakteristik wisdom
sebagai berikut:
a. Wisdom merupakan tingkat pemahaman dan kesadaran (counsciousness)
yang tertinggi dari manusia
b. Wisdom merupakan jawaban terhadap permasalaha n manusia yag dalam
periode waktu tertentu belum terjawab.
c. Wisdom berada dalam jiwa (soul) dan pikiran (mind) yang hanya dimiliki
oleh manusia. Soul merupakan bagian yang bersifat ilahi/spiritual dari
manusia yang tidak dimiliki oleh ciptaan yang lain.
d. Wisdom mengandung etika dan moral.
Ackoff mengindikasikan bahwa empat kategori konten yang pertama
berhubungan dengan masa lalu; keempat kategori tersebut berurusan dengan apa
yang telah terjadi dan apa yang telah diketahui. Sedangkan kategori konten yang
kelima, wisdom berkaitan dan berurusan dengan masa depan, dimana visi dan
rancangan dimasukkan sebagai bagian dari wisdom. Dengan wisdom , manusia
tidak hanya memahami masa kini dan masa lalu, tetapi manusia akan mampu
merencanakan masa depannya. Transisi dari data ke wisdom tersebut
digambarkan dalam bentuk hyrarki DIKW (Data, informasi, Knowledge, dan
Wisdom). Understanding mendukung transisi tersebut namun tidak merupakan
level tersendiri dalam DIKW.
10
Gambar Keterkaitan Wisdom dengan Komponen Knowledge Lainnya
B. Siklus Knowledge
Polanyi seorang ahli kimia merupakan orang pertama yang memperkenalkan
bahwa knowledge terdiri dari dua jenis yaitu: tacit knowledge dan explicit knowledge dan
Knowledge dapat dipahami sebagai aset individu atau organisasi yang bersifat tacit
maupun explicit (Hansen dan Avital, 2005). Ada banyak taksonomi yang menentukan
berbagai macam Knowledge. Perbedaan yang paling mendasar adalah antara Knowledge
" Tacit" dan "Eksplisit":
1. Explicit Knowledge
Knowledge yang dapat atau sudah terkodifikasi dalam bentuk dokumen atau bentuk
berwujud lainnya sehingga dapat dengan mudah ditransfer dan didistribusikan
dengan menggunakan berbagai media. Knowledge eksplisit ada dalam bentuk kata-
kata, kalimat, dokumen, data yang terorganisir, program komputer dan dalam bentuk
eksplisit lainnya Bentuk Knowledge sudah terdokumentasi/dimanfaatkan serta
ditransfer ke pihak lain. Contohnya antara lain: buku, koran, majalah, rekaman dialog
dan multimedia based learning (tape/ kaset, video dan media pembelajaran lainnya).
Contoh dalam kehidupan sehari-hari yaitu forum tanya jawab pada milis dan
penulisan artikel di blog maupun di website, Lecture note atau bahan kuliah, yang
keseluruhannya adalah bentuk dari Explicit Knowledge yang telah
terdokumentasikan, mudah dimodifikasi dan diartikulasikan serta bersifat objektif.
11
2. Tacit Knowledge
Tacit knowledge adalah knowledge yang belum terdokumentasikan dan melekat di
dalam diri seseorang, tidak mudah untuk diungkapkan dan bersifat subjektif (Nonaka
dan Takeuchi, 1995, Nonaka dan Konno, 1998; Akamavi dan Kimble, 2005; Tobing,
2007). Tacit knowledge merupakan knowledge yang diam didalam benak manusia
dalam bentuk instuisi, judgemenet, skill, values dan belief yang sangat sulit
diformulasikan dan dishare dengan orang lain. Konsep tacit Knowledge, merupakan
masalah mendasar dari KM untuk menjelaskan tacit Knowledge dan kemudian
membuatnya tersedia untuk digunakan oleh orang lain melalui usaha yang tidak
kenal lelah, dan kurang dimanfaatkan karena "organisasi tidak tahu apa itu
knowledge" (O'Dell dan Grayson, 1998). Knowledge yang berbentuk know how,
pengalaman, skill, pemahaman, maupun rules of thumb. Tacit knowledge ini kadang
susah kita ungkapkan atau kita tulis, karena knowledge tersebut tersimpan pada
masing-masing pikiran (otak) para individu dalam organisasi sesuai dengan
kompetensinya. Contohnya, seorang koki hebat kadang ketika menulis resep
masakan, terpaksa menggunakan ungkapan “garam secukupnya” atau “gula
secukupnya”. Soalnya memang dia sendiri tidak pernah mengukur berapa gram itu
garam dan gula, semua menggunakan knowhow dan pengalaman selama puluhan
tahun memasak.
Kedua jenis (Tacit dan Explicit) Knowledge tersebut oleh Nonaka dan Takeuci
(1995) dapat dikonversi melalui empat proses konversi, yaitu: Sosialisasi, Ekternalisasi,
Kombinasi dan Internalisasi.. Keempat jenis pros konversi ini disebut SECI Process
(S=Socialization; E=Externaliation; C=Combination, dan I= Internalization). Profesor
Nonaka menyatakan bahwa proses penciptaan knowledge orgaisasi terjadi karena
adanya interaksi (konversi) antara tacit knowledge dan explicit knowledge.
1. Sosialization
Yaitu : proses sharing yang diciptakan berdasarkan interaksi dan pengalaman
langsung, hal ini menyebakan terjadinya transfer tacit knowledge ke tacit
knowledge. Contohnya seperti: percakapan baik dalam pertemuan tatap muka
(rapat, diskusi dan permuan bulanan) bagi SDM di orgamniasi. Melalui pertemuan
tatap muka ini, SDM dapat saling berbagi knowledge dan pengalaman yang
dimilikanya sehingga tercipta knowledge baru bagi mereka. Rapat dan diskusi yang
dilakukan secara berkala harus memiliki notulen rapat. Notulen rapat ini kemudian
menjadi bentuk eksplisit (dokumentasi) dari knowledge. Proses sosialisasi
12
merupakan perubahan pengetahuan dari tacit knowledge ke tacit knowledge. Proses
sosialisasi dapat dilakukan melalui pertemuan tatap muka seperti rapat, diskusi,
pertemuan bulanan, pendidikan dan pelatihan (training) dengan mengubah tacit
trainier menjadi tacit knowledge para karyawan. Sementara untuk proses
eksternalisasi merupakan perubahan pengetahuan dari tacit knowledge ke explicit
knowledge.
Di dalam sistem KM yang akan dikembangkan, fitur-fitur
colaboration, seperti email, diskusi elektronik, komunitas praktis (communities of
practice) memungkinkan pertukaran tacit knowledge (informasi, pengalaman, dn
keahlian) yang dimiliki seseorang sehingga organisasi semakin mampu belajar serta
melahirkan ide-ide baru yang kreatif dan inovatif. Saat ini organisasi telah
mendorong penggunaan intranet dan email kepada seluruh karyawannya. Hal ini
baik untuk dilakukan karena bermanfaat untuk meningkatkan koordinasi,
mempercepat proses aktivitas dan menumbuhkan budaya belajar. Proses sosialisasi
juga dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan (training) dengan mengubah
tacit knowledge para trainer menjadi tacit knowledge para karyawan.
2. Externalization
Yaitu: Sistem KM akan sangat membantu proses eksternalisasi, yaitu proses untuk
mengartikulasi tacit knowledge menjadi suatu konsep yang jelas. Dukungan terhadap
proses eksternalisasi ini, dapat diberikan dengan mendokumentasikan notulen rapat
(bentuk eksplisit dari knowledge yang tercipta saat diadaknnya pertemuan) ke dalam
bentuk elektronik untuk kemudian dapat dipublikasikan kepada mereka yang
berkepentingan. Organisasi telah mendatangkan beberapa expert untuk melakukan
serangkaian kegiatan sesuai dengan bidang keahliannya yang tidak dimiiki oleh
organisasi untuk semua tacit knowledge yang diperoleh dari expert dan hasil
pekerjaan expert yang antara lain berwujud konsep, sistem serta prosedur, manual,
laporan pelaksanaan uraian pekerjaan dan sebagainya harus didokumentasikan
untuk kemudin dimanfaatkan oleh organisai dalam menjalakankan tugas pokok dan
fungsinya. Proses eksternalisasi dapat terwujud diantaranya melalui
pendokumentasian notulen rapat atau hasil diskusi (yang merupakan bentuk eksplisit
dari knowledge yang tercipta saat diadakannya pertemuan) ke dalam bentuk
elektronik untuk kemudian disimpan dan dipublikasikan bagi yang membutuhakan
melalui sistem informasi yang ada di organisasi.
13
3. Combination yaitu : proses transfer knowledge berdasarkan konversi explicit
knowledge menjadi explicit knowledge yang baru melalui sistemisasi dan
pengaplikasian explicit knowledge dan informasi misal: merangkum artikel,
cerita,buku dll. Media untuk proses ini dapat melalui intranet (forum diskusi),
database organisasi dan internet untuk memperoleh sumber external.
Fitur-fitur enterprie portal seperti knowledge orgaization system yang memiliki
fungsi untuk pengkategorian informasi (taksonomi), pencarian dan sebagainya
sangat membantu dalam proses ini. Business intelegence sebagi fungsi penganalisis
data secara matematis dapat digunakan untuk pengambilan keputusan. Data yang
telah tersimpan dalam sistem (data warehouse) dianalisis terutama untuk analisis
data kondisi daerah, keuangan, operasional, serta yang bersifat strategys, seperti
pembuatan indikator-indikator kinerja. Demikian pula Content management yang
memiliki fungsi untuk mengelola informasi organisasi baik yang terstuktur (Data
base) maupun yang tidak terstruktur (dokumen, laporan) dapat mendukung proses
kombinasi ini. Kemudian untuk proses kombinasi terjadi ketika knowledge yang
bersifat explicit ditransfer menjadi explicit knowledge. Media untuk proses ini dapat
dilakukan melalui pertukaran dokumen kerja, intranet (forum diskusi), database
organisasi dan internet untuk memperoleh sumber ekternal.
4. Internalization
Yaitu: proses transfer knowledge berdasarkan pembelajaran dan akuisisi knowledge
yang dilakukan oleh anggota organisasi terhadap explicit knowledge yang disebarkan
ke seluruh organisasi melalui pengalaman sendiri sehingga menjadi tacit knowledge
anggota organisasi. Misal: dosen yang mengajar. Semua dokumen data, informasi
dan knowledge yang sudah didokumentasikan dapat dibaca oleh orang lain, pada
proses inilah terjadi peningkatan knowledge sumber daya manusia. Sumber-sumber
explicit knowledge dapat diperoleh melalui media intranet (database organisasi),
surat edaran/surat keputusan, papan pengumuman dan internet, serta media massa
sebagai sumber eksternal. Selain itu pendidikan dan pelatihan (training) dapat
mengubah berbagai pelajaran tertulis explicit knowldge menjadi tacit knowledge para
karyawan. Sedangkan proses internalisasi terbentuk melalui perubahan explicit
knowledge ke tacit knowledge. Sumber-sumber explicit knowledge yang dapat
diperoleh melalui media intranet (database organisasi), surat edaran/surat keputusan,
papan pengumuman, internet, media massa serta semua dokumen data, informasi
dan knowledge yang sudah didokumentasikan yang dapat dibaca orang lain, yang
14
berguna untuk meningkatkan knowledge sumber daya manusia (Bambang Setiarso,
2009).
Adapun model SECI tersebut adalah sebagaimana gambar dibawah ini:
Gambar : Empat Model Konversi Knowledge
(SECI Process, Nonaka &Takeuchi, 1995)
SECI model milik Nonaka dan Takeuchi menjelaskan terbentuknya knowledge
baru karena adanya interaksi atau perubahan (konversi) antara dua jenis pengetahuan
yakni tacit knowledge atau pengetahuan yang masih berada di dalam fikiran atau otak
manusia dan explicit knowledge atau pengetahuan yang sudah direkam atau
didokumentasikan. Melalui dua jenis pengetahuan itu, terjadi proses sosialisasi,
ekternalisasi, kombinasi dan internalisasi yang dinamakan sebagai knowledge spiral.
Contoh Model SECI
1. Proses Sosialisasi
Pertukaran knowledge atau pengetahuan antara satu karyawan ke karyawan lainnya lebih
sering terjadi secara langsung (face to face) seperti melalui pertemuan rapat yang bersifat
formal maupun diskusi yang bersifat tidak informal. Selain itu budaya knowledge
sharing sudah terintegrasi dan rutin diadakan di setiap bidangnya. Contoh kegiatan
15
knowledge sharing tersebut seperti sharing pengetahuan yang dilakukan oleh karyawan
yang selesai mengikuti diklat atau training. Karyawan diharuskan membagikan ilmu
ataupun informasi yang didapatkan dari diklat atau training kepada karyawan lain.
Dengan demikian maka knowledge atau pengetahuan karyawan tersebut dapat ditransfer
menjadi pengetahuan bersama.
Selain itu, kegiatan diskusi yang non formal juga banyak dilakukan oleh karyawan
seperti ketika waktu istirahat (break) atau waktu berkumpul bersama di luar kantor. Dan ,
tidak hanya dapat menambah pengetahuan namun juga dapat memecahkan masalah
ataupun menunjang pekerjaan. Karena ketika melakukan sharing knowledge, mereka
tidak hanya memperbincangkan mengenai sistem kerja namun juga pengetahuan atau
informasi diluar pekerjaan seperti hobi dan lain sebagainya[elaksanaan tidak mengalami
hambatan berarti dalam melakukan knowledge sharing seperti ketakutan jika
pengetahuannya berkurang ataupun ketidakamanan ketika membagi pengetahuannya.
Artinya faktor kepercayaan atau trust antara karyawan sudah cukup tinggi. Karyawan
tidak lagi enggan berbagi pengetahuannya karena budaya kepercayaan dan keterbukaan
sudah terbangun.
2. Proses Eksternalisasi
Proses eksternalisasi merupakan perubahan pengetahuan dari tacit knowledge ke explicit
knowledge yang dapat dilakukan dengan cara mendokumentasikan notulen rapat atau
hasil diskusi baik berupa tercetak maupun elektronik. Pendokumentasian kegiatan
knowledge sharing yang paling banyak dilakukan oleh karyawan adalah
mendokumentasikan hasil rapat atau diskusi yakni sebesar 30,8% kemudian hasil diklat
atau training yakni sebesar 23,1%. Sedangkan untuk bentuk pendokumentasian sudah
cukup variatif, seperti berupa jurnal pribadi, laporan kegiatan dan portal, blog atau
website.
Upaya mendokumentasikan hasil kegiatan knowledge sharing yang sudah dilakukan
karyawan itu, perlu mendapatkan perhatian khusus baik dari tingkat unit manager hingga
general manager agar bisa dijadikan sebagai modal organizational knowledge. Menurut
pendapat Setiarso (2009) mendokumentasikan hasil knowledge sharing yang baik,
dibutuhkan suatu repository atau tempat penyimpanan khusus serta proses pembelajaran
yang berkelanjutan untuk mewujudkannya hasil knowledge sharing ke dalam bentuk
konsep-konsep atau sistem yang tertulis yang nantinya mudah dimengerti oleh orang lain
yang membacanya ataupun bisa dimanfaatkan kembali jika diperlukan atau juga dapat
dipublikasikan kepada mereka yang berkepentingan.
16
3. Proses Kombinasi
Proses kombinasi merupakan perubahan pengetahuan dari explicit knowledge menjadi
explicit knowledge, yang dapat dilakukan dengan cara melakukan pertukaran dokumen
kerja yang dilakukan antar karyawan. Jadi pengetahuan yang sudah terdokumentasikan
melalui proses eksternalisasi diatas seperti hasil rapat, hasil diklat atau training, kembali
disharing atau dibagikan kepada rekan kerja lain untuk saling bertukar informasi atau
pengetahuan.. Alasan yang dikemukakan dalam melakukan pertukaran dokumen kerja
adalah sebagai back-up dari data hasil kerja. Sedangkan untuk bentuk dokumentasi yang
paling sering dishare kepada rekan kerja adalah dalam bentuk laporan kegiatan yakni
sebesar 50 % dan jurnal pribadi sebesar 16,7 %. Alasan bertukar laporan kerja adalah
sebagai alat yang dapat memperkaya pengetahuan mereka tentang kegiatan yang
dilaksanakan
Proses kombinasi diatas tidak hanya dapat dilakukan dengan bertukar dokumen kerja,
namun juga bisa dilakukan dengan cara mengkombinasikan berbagai explicit knowledge
yang berbeda kemudian disusun ke dalam sistem knowledge management. Menurut
Setiarso (2009) mengungkapkan jika proses kombinasi itu dapat dimediasi melalui
intranet atau forum diskusi, data base organisasi dan internet untuk memperoleh sumber
eksternal. Kemudian data yang telah disimpan dalam sistem (data warehouse) seperti
data analisis kondisi daerah, keuangan, operasional serta yang bersifat strategis seperti
pembuatan indikator-indikator kerja, dianalisis untuk kemudian dimasukkan ke dalam
sistem knowledge management. Selain itu, fitur-fitur enterprise portal yang memiliki
fungsi untuk pengkategorian dan pencarian informasi (taksonomi) serta content
management yang memiliki fungsi untuk mengelolah informasi organisasi baik
terstruktur (database) maupun tidak terstruktur (dokumen, laporan dan notulen) dapat
mendukung proses kombinasi tersebut.
4. Proses Internalisasi
Proses internalisasi merupakan perubahan dari explicit knowledge ke tacit knowledge
yang dapat dilakukan dengan cara memperoleh pengetahuan atau informasi melalui
media intranet (database organisasi), internet ataupun media massa. Pada penelitian ini
media yang paling sering digunakan responden dalam menambah informasi atau
pengetahuan adalah internet yakni sebesar 20%, selain itu penggunaan internet yang
dibarengi dengan pemakaian intranet juga dianggap efektif oleh 14,3% responden.
Alasan penggunaan internet yang bersamaan dengan intranet dikarenakan konten yang
diberikan kedua media tersebut memiliki spesifikasi masing-masing. Dengan internet
17
informasi yang didapat lebih cepat dan beragam karena tidak ada kendala ruang dan
waktu artinya informasi apapaun yang ingin dicari atau dibutuhkan bisa ditemukan.
Sedangkan untuk intranet, informasi yang disajikan cenderung lebih spesifik mengenai
bidang kerja saja seperti sistem di PLN atau juga dengan informasi yang terkait dengan
intitusi PLN seperti surat keputusan, kebijakan dan lain sebagainya. Kemudian untuk
intensitas dalam pencarian pengetahuan atau informasi yang dilakukan responden,
menunjukkan bahwa responden sudah melakukan secara rutin yakni setiap hari dengan
presentase sebesar 70 %.
Proses internalisasi ini menjadi salah satu bagian dari knowledge sharing yang cukup
penting juga karena melalui pencarian informasi yang beragam dengan berbagai media
yang digunakan tidak hanya bisa menambah pengetahuan yang dimiliki seorang
karyawan tapi juga bisa untuk disharingkan kepada rekan kerjanya. Semua dokumen,
data, informasi dan knowledge yang sudah didokumentasikan baik berupa tercetak
maupun elektronik yang bisa dibaca oleh orang lain, bisa meningkatkan knowledge
sumber daya manusia karena didalamnya karyawan bisa melakukan aktivitas belajar
mengenai informasi yang didapatkannya tersebut. Menurut Setiarso (2009), untuk dapat
mendukung proses internalisasi, dibutuhkan suatu sistem atau alat bantu pencarian dan
pengambilan dokumen. Content Management, selain dapat mendukung proses
kombinasi, juga dapat memfasilitasi proses internalisasi ini. Karena pemicu dalam proses
ini adalah penerpan “learning by doing”. Setiarso juga menjelaskan jika pelajaran tertulis
atau explicit knowledge yang didapat melalui pendidikan dan pelatihan bisa menjadi
sumber pengetahuan atau knowledge para karyawan.
C. Pengetahuan dalam Knowledge Management
Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh
seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep,
teori, prinsip dan prosedur yang secara probabilitas Bayesian adalah benar atau berguna.
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan adalah merupakan hasil dari “Tahu” dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu: indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
pendidikan, pengalaman orang lain, media massa maupun lingkungan. Lebih lanjut
Notoatmodjo menjelaskan bahwa pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau
18
hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,
telinga, dan sebagainya).
Secara epistimologi, dimensi pengetahuan ini pada dasarnya berdasarkan pada tacit
knowledge dan explicit knowledge. Polanyi’s mempopulerkan nama kedua jenis
pengetahuan tersebut, manusia memperoleh pengetahuan dengan cara, yaitu secara aktif
menciptakan dan mengelola pengalaman mereka. Oleh karena itu, pengetahuan yang
dapat diungkapkan melalui kata-kata maupun jumlahnnya pada dasarnya hanya mewakili
sepersekian persen dari keseluruhan pengetahuan yang dimiliki seseorang. Polanyi’s
mengumpamakan pengetahuan yang dapat diungkapkan oleh manusia tersebut bagaikan
gunung es di mana yang tampak di permukaan hanya sebagian dari keseluruhan gunung
es tersebut.
Pentingnya pengetahuan telah ditekankan oleh banyak peneliti manajemen dan
para penulis. Peter Drucker menyatakan bahwa pengetahuan tidak hanya sumber daya
seperti tenaga kerja, modal, tetapi ini adalah satu-satunya sumber daya yang penting hari
ini. Toffler menganut pandangan Drucker, dengan menyatakan bahwa pengetahuan
adalah sumber daya kualitas tertinggi dan merupakan kunci untuk kekutan perubagan
yang ada di depan.
Quinn memiliki pandangan yang sama menyatakan bahwa ekonomi dan kekuatan
memproduksi organisasi modern terletak lebih kuat pada aset 'intelektual dan kemampuan
lebih lainnya dari aset yang berwujud.
Nonaka dan Takeuchi berfokus pada bagaimana perusahaan-perusahaan Jepang
telah memanfaatkan aset pengetahuan mereka untuk mendapatkan keunggulan kompetitif
dan kepemimpinan industri. Paradoks dalam manajemen pengetahuan adalah bahwa kita
berusaha untuk mengelola apa yang tidak dapat dikelola. Sebelum kita mengatur tentang
pengelolaan pengetahuan, kita perlu memahami apa dasar pengetahuan dan berbagai
macam klasifikasi pengetahuan.
Davenport telah mendefinisikan pengetahuan sebagai “campuran cairan dari
bingkai pengalaman, nilai, informasi kontekstual, dan wawasan ahli yang memberikan
kerangka untuk mengevaluasi dan menggabungkan pengalaman baru dan informasi. Ini
berasal dan diterapkan di benak pemilik pengetahuan. Dalam organisasi, sering tertanam
tidak hanya dalam dokumen atau repositori, tetapi juga dalam rutinitas organisasi, proses,
praktik dan norma-norma”.
Ryle, dalam salah satu karyanya, telah menjelaskan berbagai kategori pengetahuan.
Pertama, pengetahuan disebut apa yang diperoleh melalui pemahaman konsep dan
19
kerangka kerja, umumnya disebut sebagai 'mengetahui-mengapa'. Klasifikasi lain
pengetahuan, apa yang disebut Peter Senge sebagai 'Kemampuan untuk bertindak',
mengacu pada pemahaman tentang fakta-fakta dan prosedur yang diperlukan untuk
membuat sesuatu terjadi. Pengetahuan juga mengacu pada kodifikasi pengetahuan faktual
berdasarkan pengalaman sebelumnya, yang umumnya pengetahuan tacit dan disebut
sebagai “mengetahui bahwa”'. Pada penggunaan berikutnya pengetahuan mengacu pada
kodifikasi pengetahuan faktual yang diperoleh dari pengetahuan dan ini bisa menjadi tacit
maupun eksplisit. Istilah ini juga digunakan saat merujuk pengetahuan sosial jaringan
menunjukkan orang yang dikenal. Ini, secara umum, disebut sebagai 'mengetahui-siapa'.
Pengetahuan juga mengacu pada komunikasi pengetahuan budaya memfasilitasi, yang
dalam istilah umum disebut sebagai 'pengetahuan makna'.
D. Knowledge Management
1. Definisi Knowledge Management
Menurut (Skyrme, 2011b):
"Knowledge Management is the explicit and systematic management of vital
knowledge - and its associated processes of creation, organisation,diffusion, use and
exploitation - in pursuit of business objectives."
Sedangkan The Holy Grail mendefinisikan Knowledge Management (KM) sebagai:
The ability to selectively capture, archive, and accsess the best practices of work –
related knowledge and decision making from employee and managers for both
individual and group behaviours
Bryan Bergeron mendefinisikan Knowledge Management (KM) sebagai:
Deliberate, systematic business optimization strategy thaat selects, distills, stores,
organizes, packages, and communicates information essential to the business of a
company in a manner that improves employee performance .
Richard Sapio (CEO, Mutual Capital Alliance
Knowledge Management is a waste of money. Organizations spend billions of dollars
in their efforts to cut a corner or two resulting in just a fraction of savings”
Davenport menambahkan Knowledge manajemen adalah proses menterjemahkan
pelajaran yang dipelajari, yang ada dalam diri/ pikiran seseorang menjadi informasi
yang dapat digunakan setiap orang.
Jerry Honeycutt, (2000) memberikan definisi Knowledge Manajemen adalah suatu
disiplin yang memperlakukan modal aset intelektual yang dikelola (Sebab menurutnya
20
konsep manajemen Knowledge (knowledge management) pada dasarnya adalah
berkembang dari kenyataan bahwa dimasa sekarang dan dimasa depan, aset utama
sebuah organisasi agar mampu berkompetisi adalah aset intelektual atau Knowledge
bukan aset kapital.
Sedangkan Robert Buckman (2004) yang merupakan salah satu CEO yang terjun
langusng dalam memimpin implementasi KM di Perusahaan Buckman Labs, memilih
definisi KM berdasarkan American Productivity and Quality Centre (APQC) .
Definisi menurut APQC yang digunakan untuk Buckman Labs adalah systemic
approach to help information and knowledge emerge and flow to the righ people at
righ time to create value. Definisi tersebut menyebut bahwa manusia sebagai bagian
dari kosnep KM yang diyakini meruakan unsur utama dari keberhasilan implementasi
KM di Buckman Labs. Bandingkan misalnya dengan definisi dari IBM consulting
Group dan pioneer KM Karl-Erik Sveiby mendefinisikan KM sebagai art of creating
commercial valuer from intangible assets
Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa Knowledege managemen adalah sistem
yang mentranformasikan informasi-informasi yang ada dalam pikiran
maanusia/individu organisasi menjadi suatu yang praksis dan dapat dinikmati oleh
seluruh organsiasi serta dapat membawa manfaat dalam organisasi.
Arti penting Knowledge Management ini semakin besar ketika lingkungan semakin
dinamis, persaingan global semakin meningkat, perubahan teknologi dan teknologi
informasi semakin cepat, serta tuntutan masyarakat yang semakin beragam dan cepat
berubah. Dalam kerangka KM inilah terjadi perubahan orientasi strategy organisasi
dari market – based view menuju Resoure based view. Suatu organisasi agar dapat
mencapai visi dan misinya harus mengelola Knowledge yang dimilikinya dengan baik
agar dapat bersaing dengan organisasi yang lain .Knowledge dalam hal ini merupkan
intangible resource yang apabila dikembangkan dan dikelola dengan baik akan
mampu menciptakan kapabilitas. Jika Kapabilitas ini melekat dalam diri karyawan
suatu organisasi , maka ia dapat menjadi dasar bagi terciptanya kompetensi. Jika
kompetensi ini mampu mendorong organisasi mencapai kinerja yang tak tertandingi
oleh organisasi lain maka ia dianggap telah menjadi kompetensi inti.
Sebenarnya konsep pengelolaan Knowledge merupakan konsep lama, perbedaannya
KM memungkinkan kita untuk tidak perlu memulai segalanya dari nol lagi (We don't
have to always reinventing the wheel). Dalam kerangka Knowledge Management
inilah tampaknya Chao (1998) menyarankan bahwa organisasi seyogyanya mengelola
21
Sense Making
Knowledge Creating Decision Making
informasi dalam tiga arena, yakni (sense making, knowledge creating dan decision
making) sebagaimana gambar dibawah ini:
Gambar 1. Knowing Organization
Sumber: Choo, 1998
Sense making berkaitan dengan bagaimana organisasi menafsirkan informasi dalam
rangka mengonstruksi makna tentang apa yang terjadi dalam dan apa yang sedang
dilakukan oleh organisasi. Knowledge creating berkenaan dengan bagaimna
organisasi mengkreasi pengetahuan dengan mengembangkan knowledge conversion
(Nonaka &Takeuchi, 1995), knowledge building (Leonard-Barton, 1995) dan
Knowledge Linking (Badarco, 1991). Decision making merupakan aktivitas tentang
bagaimana organisasi memproses dan menganalisis guna memilih tindakan yang
tepat.
Dari sisi pandang yang lebih kritis lagi, Birkinsaw (2001) bahkan mengidentifikasi 3
hal dalam manajemen pengetahuan yang merupakan “kegiatan lama dalam bungkus
baru” yaitu:
a. Pengelolaan pengetahuan sudah berlangsung sejak awal berdirinya sebuah
organisasi. Cara sebuah organisasi menentukan struktur dan hirarki anggota sudah
merupakan upaya mengelola pengetahuan dan menempatkan orang-orang yang
berpengetahuan sama di satu tempat. Kelompok-kelompok informal sudah sejak
lama ada di berbagai organisasi, dan menjadi tempat bagi petukaran informasi dan
pengetahuan yang efektif, persoalannya sekarang adalah mengidentifikasi hal-hal
tersebut dan membuatnya lebih efektif lagi.
b. Manajemen pengetahuan merupakan proses panjang dan lama, yang mencakup
perubahan perilaku semua anggota sebuah organisasi. Upaya mengubah perilaku
ini bukanlah kegiatan masa kini saja, persoalannya sekarang adalah
mensinkronkan upaya perubahan ini dengan keseluruhan strategi pelaksanaan
organisasi.
22
c. Beberapa teknik manajemen pengetahuan sudah dilakukan sejak dulu, misalnya
mengaktifkan komunitas praktisi sudah sejak lama menjadi perhatian dari
hubungan masyarakat internal (internal public relations), dan pangkalan data
pengetahuan memperlihatkan cirri-ciri yang sama dengan pangkalan data dalam
sebuah sistem informasi, persoalannya sekarang adalah bagaimana teknik-teknik
manajemen pengetahuan ini yang mirip dengan teknik-teknik “tradisional” terus
relevan dengan perubahan organisasi.
Selain tiga hal di atas, Birkinsaw juga menggarisbawahi tiga kenyataan yang
sangat mempengaruhi berhasil tidaknya manajemen pengetahuan. Pertama,
penerapannya tidak hanya menghasilkan pengetahuan baru tetapi juga mendaur-ulang
pengetahuan yang sudah ada. Kedua, teknologi informasi belum sepenuhnya bisa
menggantikan fungsi fungsi jaringan sosial antar anggota organisasi. Ketiga, sebagian
besar organisasi tidak pernah tahu apa yang sesungguhnya mereka ketahui, banyak
pengetahuan penting yang harus ditemukan lewat upaya-upaya khusus, padahal
pengetahuan itu sudah dimiliki sebuah organisasi sejak lama.
Dalam buku Learning to fly oleh British Oil Company menyatakan bahwa You
cannot manage knowledge-nobody can? Knowledge can be created, discovered,
captured, shared, etc. Jadi hanya empat kegiatan utama yaitu: persediaan knowledge,
mempercepat aliran knowledge, transformasi knowledge dan pemanfaatan knowledge.
Merebaknya fenomena manajemen knowledge (knowledge management) dapat dilihat
sebagai keinginan mengembalikan hakikat “knowledge” dan menghindari pandangan
bahwa knowledge adalah benda mati.
Di dalam kehidupan berorganisasi, baik untuk bisnis maupun non-bisnis, maka
knowledge selalu dikaitkan dengan potensi nilai yang ada pada berbagai komponen
atau proses (aliran) keseluruhan ”modal” dalam organisasi tersebut. Modal di sini
tentu saja bukan hanya soal investasi dan uang, tetapi juga “modal sosial” (social
capital). Para proponen KM selalu menegaskan bahwa sebuah organisasi seharusnya
tidak berhenti pada “memiliki knowledge” dalam arti menimbun tumpukan dokumen
yang dilengkapi dengan alat temu-kembali. Persoalan terpenting yang dihadapi
organisasi-organisasi modern saat ini adalah :bagaimana mengintegrasikan timbunan
knowledge eksplisit itu ke dalam keseluruhan kemampuan dan kegiatan organisasi?
Di dalam aktivitas setiap organisasi, maka tidak dapat dihindari bahwa
knowledge yang diperlukan adalah knowledge yang tertanam di dalam diri masing-
masing pribadi dan juga tercakup dalam kerjasama antarpribadi. Semua ini bukan
23
hanya knowledge eksplisit, tapi juga knowledge tacit, terlebih lagi knowledge ini
menjadi dinamis sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dunia eksternal
maupun internal dari sebuah organisasi. Sehingga urusan manajemen knowledge,
yaitu bagaimana mengelola dinamika penggunaan knowledge tacit yang terintegrasi
dengan knowledge eksplisit.
Untuk menjawab masalah tersebut hal yang ditujukan kepada perusahaan agar
menjadi selalu kreatif, inofatif, serta efisien maka diperlukan pengelolaan elemen
sistem KM. sehingga, mempunyai daya saing tinggi untuk jangka waktu yang
panjang. Dengan sistem tersebut perusahaan akan dapat semakin cepat menyusun
strategi dan bertindak untuk menyikapi setiap perubahan dan dinamika yang terjadi
didalam maupun diluar organisasi. Melalui sistem itu pula, perusahaan akan dapat
terus meningkatkan nilai (value) bisnisnya sesuai kompetensi inti yang dimiliki.
Karena knowledge organisasi selalu berkembang dari waktu ke waktu. Organisasi dan
perusahaan yang tidak mengelola pengetahuannya dengan baik, akan membuat
transfer pengetahuan tidak terjadi1. Dengan demikian, knowledge management akan
membuat berbagi informasi (shared information) tersebut menjadi bermanfaat.
Organisasi perlu mengelola pengetahuan anggotanya di segala level untuk:
a. Mengetahui kekuatan ( dan penempatan) seluruh SDM.
b. Penggunaan kembali pengetahuan yang sudah ada (ditemukan) alias tidak perlu
mengulang proses kegagalan.
c. Mempercepat proses penciptaan pengetahuan baru dari pengetahuan yang ada.
d. Menjaga pergerakan organisasi tetap stabil meskipun terjadi arus keluar masuk
SDM
2. Tujuan dan Manfaat Knowledge Management
Tujuan dari knowledge management adalah meningkatkan kemampuan organisasi
untuk melaksanakan proses inti lebih efisien. Penerapan KM akan memberikan
pengaruh terhadap proses bisnis organisasi dalam hal:
a. Penghematan waktu dan biaya. Dengan adanya sumber pengetahuan yang
terstruktur dengan baik, maka organisasi akan mudah untuk menggunakan
pengetahuan tersebut untuk konteks yang lainnya, sehingga organisasi akan dapat
menghemat waktu dan biaya.
b. Peningkatan aset pengetahuan. Sumber pengetahuan akan memberikan
kemudahaan kepada setiap karyawan untuk memanfaatkannya, sehingga proses
pemanfaatan pengetahuan di lingkungan organisasi akan meningkat, yang akhirnya
24
proses kreatifitas dan inovasi akan terdorong lebih luas dan setiap karyawan dapat
meningkatkan kompetensinya.
c. Kemampuan beradaptasi. Organisasi akan dapat dengan mudah beradaptasi dengan
perubahan lingkungan bisnis yang terjadi.
d. Peningkatan produktfitas. Pengetahuan yang sudah ada dapat digunakan ulang
untuk proses atau produk yang akan dikembangkan, sehingga produktifitas dari
organisasi akan meningkat.
KM merupakan aset kunci agar suatu perusahaan memiliki keunggulan
kompetitif yang kontinu. Keunggulan kompetitif tersebut diperoleh dari dampak
implementasi KM terhadap berbagai bidang sebagai berikut :
a. Bidang Operasi dan Pelayanan
Dalam industri manufaktur, pekerja melakukan aktifits yang sifatnya berulang
sesuai dengan intruksi kerja yang ketat dan menghasilkan sesuatu barang yang
berwujud atau tangible. Sedangkan dalam industri jasa, tindakan-tindakan yang
dilakukan pekerja bersifat unik yang membutuhkan proses pengambilan keputusan
yang kompleks berdaarkan pengertian dan pengetahuan yang dimiliki oleh
pekerja. Pekerjaan ini disebut knowledge work dan pekerjanya disebut knowledge
worker meminjam istilah dari Peter F. Drucker. Perusahaan yang memiliki
knowledge worker adalah perusahaan yang memiliki basis customer knowledge
yang terkelola dengan baik yang dikelola dengan prinsip-prinsip KM, akibat
logisnya knowlege worker mampu memberikan respon yang lebih cepat,
penanganan klaim pelanggan lebih baik serta pelayanan yang lebih proaktif.
b. Bidang Pengembangan Kompetensi Personil
Proses pembelajaran terjadi dalam siklus yang kontinu. Proses ini berawal dari
akuisisi knowledge yang kemudian diapliksikan dalam proses bisnis organisasi.
Knowledge yang diaplikasikan potensial memunculkan knowledge yang baru
melalui proses knowledge creating (penciptaan knowledge) knowledge ini
kemudian dipelihara dan dishare kembali untuk dapat diakuisisi dan dimanfaatkan
scara luas. Siklus inilah menjadi proses utama dalam KM yatu proses-proses:
knowledge creation, knowledge retention, knowledge transfer/sharing dan
knowledge utilisation. Perlu motivasi untuk memotivasi karyawan belajar, dan
pemberian tunjangan serta penugasan khusus sesuai dengan kebutuhan perusahaan
dengan menyediakan materi ajar sesuai kualifikasi dan tingkatan pekerjaan.
25
c. Bidang Pemeliharaan Ketersediaan Knowledge
Skill dan knowledge yang dimiliki oleh para pekerja dalam ebuah perusahaan
perlu dikelola oleh perusahaan untuk menjamin tidak terjadinya knowledge loss.
Knowlege loss adalah suatu kondisi dimana perusahaan kehilangan knowledge
yang dibutuhkannya, walau knowledge tersebut sebenarnya sudah pernah dimiliki
dan dipergunakan oleh perusahaan baik akena alasan pensiun atau pindeh k
perusahaan lain, sementra knowledge yang dimiiki pekerja tersebut belum
ditransfer kepada memory perusahaan atau pekerja lainnya didalam perusahaan
d. Bidang Inovasi dan Pengembangan Produk
Salah satu produk dari KM adalah proses pembelajaran yang berimplikasi
terhadap peningkatan kemapuan inovasi yaitu dengan terciptanya knowledge
baru. Inovasi yang dikombinasikan dengan kebutuhan pelanggan akan menjadi
solusi atau produk yang efektif dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi
pelanggan. KM dapat mengakselerasi proses pengembangan produk baru , karena
KM sendiri mempromosikan dan menyediakan media untuk kolaborasi (baik
virtual , tatap muka dan knowledge sharing
Tahapan Perkembangan Manajemen Pengetahuan Dalam Organisasi
a. Knowledge-chaotic (tak sadar konsep, tak ada proses informasi, dan tak ada sharing
informasi).
b. Knowledge-aware (sadar akan kebutuhan manajemen pengetahuan, adabeberapa
proses manajemen pengetahuan, ada teknologi, ada isu tentang sharing informasi).
c. Knowledge-enabled (memanfaatkan manajemen pengetahuan, mengadopsi standar,
isu-isu berkaitan dengan budaya dan teknologi).
d. Knowledge-managed (kerangka kerja yang terintegrasi, merealisasikan manfaat,
isu-isu pada tahap sebelumnya teratasi).
e. Knowledge-centric (manajemen pengetahuan merupakan bagian dari misi, nilai
pengetahuan diakui dalam kapitalisasi pasar, manajemen pengetahuan terintegrasi
dalam budaya).
3. Komponen Knowledge Management
Pelaksanaan knowledge management dalam organisasi melibatkan komponen –
komponen sebagai berikut :
a. Manusia.
Pada hakekatnya knowledge berada dalam pikiran manusia berupa tacit
knowledge. Carla O’Deal mengatakan bahwa 80% knowledge adalah berupa tacit
26
knowledge dan hanya 20% berupa knowledge eksplisit (Girard, 2006). Disamping
sebagai sumber knowledge, manusia pada hakikatnya juga merupakan pelaku dari
proses – proses yang ada di dalam KM. Jika proses knowlege sharing/tranfer dan
Knowledge cretionn tidak dapat berjalan, maka persoalan utamanya adalah karena
tidak adanya kemauan dan kemampuan mnusia untuk melakuknnya.
Dalam konteks secara umum, pelaksanaan KM menghadapi masalah utama yaitu
masalah perilaku. Pertama, berkaitan dengan ketidakmauan orang untuk berbagi.
Kedua berkaitan dengan ketidakdisiplinan untuk selalu menuliskan apa yang
didapatkan. Ini merupakan suatu kendala karena budaya Indonesia lebih cenderung
pada budaya lisan. Orang Indonesia belum bisa mendisiplinkan diri untuk selalu
menuliskan pengetahuan dan pengalaman yang dialami dalam suatu sistem sebagai
suatu aset organisasi
KM membutuhkan orang yang kompeten sebagai sumber pengetahuan, tempat
untuk melakukan diskusi, dan isi dari diskusi itu sendiri.Penerapan knowledge
management yang berhasil harus didukung dengan ketersediaan manusia yang
kompeten. Oleh sebab itu hal pertama yang perlu dikembangkan adalah
kompetensi manusia yang ada dalam organisasi dan kemudian memastikan
individu dalam organisasi mengetahui dengan jelas peran dan tanggung jawab
masing-masing dalam mengelola pengetahuan dan menjalankan proses knowledge
management (mempelajari, meningkatkan, atau mengalirkan pengetahuan).
disarankan pada organisasi untuk menunjuk/mempekerjakan seorang document
control atau knowledge manager yang bertanggung jawab mengelola sistem
knowledge management dengan cara mendorong para karyawan untuk
mendokumentasikan dan mempublikasikan knowledge mereka, mengatur file,
menghapus knowledge yang sudah tidak relevan dan mengatur sistem
reward/punishment.
Meningkatkan motivasi dan membangkitkan partisipasi anggota organisasi dalam
implementasi KM memerlukan pendekatan manajemen SDM. Contoh perusahaan
yang melaksanakan pengelolaan KM adalah PT Unilever Inodnesia merekam
semua keterlibatan karyawannya dalam implementasi KM. Karyawan yang
melakukan sharing, yang mengikuti forum dan yang melakukan inovasi
memperoleh poin – poin tertentu yang jika jika diakumulasikan akan menjadi dasar
pemberian reward yang dilakukan secara periodik.
27
Efimova telah melakukan studi KM dalam weblogs dan menyimpulkan kerangka
analisis pekerja knowldege terdiri dari 3 hal : individu, komunitas dan jaringan,
serta ide – ide , seperti gambar dibawah ini:
Gambar Framework untuk Analisis Pekerjaan Knowledge (Efimova 2004)
b. Leadhership
Untuk suksesnya implementasi KM, pemimpin harus mengerahkan kapasitas
intelektual dan sumber daya yang dibawah kendalinya dalam menginspirasi,
menyusun dan terjun langsung mengkonduktori implementasi KM guna
mewujudkan visinya, melalui pembentukan budaya atau tradisi baru dengan
menggalang dan mengarahkan partisipasi semua anggota organisadi dalam
mewujudkan visinya, untuk itu perlu deteminansi dan intensi yang kuat dari
pemimpin dalam proses pengambilan keputusan yang bersifat strategys, nilai-nilai,
obyektif, persyaratan knowledge, sumber daya knowledge, prioritas dan alokasi
sumber daya dari aset knowledge, serta menerpkan prinsip-prinsip dan teknik-
teknis manajemen yang integratif berbasis kowledge. Pemimpin harus
memperlengkapi organisasi dengan lingkungan dan karakter-karakter yang
dibutuhkan untuk terbentuknyaa learning organization, sert memberikan solusi
dalam mengatasi hambatan belajar yang dihadapi organisasi.
Pemimpin perlu menjamin terwujudnya budaya yang dapat dilakukan dengan
membuat kebijakan dan anjuran. Ini merupakan hal yang penting karena budaya
masing-masing tempt sangat berbeda. Sehingga peran pimpinan akan sangat
menonjol di dalam pemasyarakatan KM ini. Ini merupakan langkah yang
menentukan karena keberhasilan KM merupakan penentu maju mundurnya
organisasi. Selain itu Pemimpin perlu memastikan Pembangunan fasilitas untuk
28
berbagi pengetahuan (knowledge exchange). Perlunya dibentuk suatu tempat untuk
memungkinkan tumbuh suburnya diskusi. Hal ini merupakan sarana bagaimana
pengetahuan itu dapat dibagikan. Fasilitas tersebut sangat penting sebagai tempat
dari aktifitas-aktifitas yang penting bagi proses penciptaan pengetahuan dan
inovasi yang meliputi knowledge exchange, knowledge capture, knowledge reuse,
dan knowledge internalization. Hal ini juga penting karena dapat digunakan
sebagai sarana untuk menangkap pengetahuan yang sifatnya tacit.
c. Teknologi.
Pada tahap awal perlu menggunakan teknologi yang tepat, sederhana yang telah
ada dan baru kemudian dapat dikembangkan lebih lanjut. Sebagai misal untuk
komputerisasi bahan ajara dapat menggunakan teknologi sederhana yang biayanya
relatif murah seperti menggunakan bentuk portable document format (PDF).
Kebetulan software ini (Adobe Acrobat Reader) merupakan software yang dapat
di download dengan gratis. Sementara front endnya menggunakan bentuk html
yang dapat ditampilkan melalui internet explorer sebagai bagian dari Windows 98
ataupun Windows ME yang dibeli bersamaan dengan komputer baru (preloaded).
Dengan demikian maka hal-hal yang berkaitan dengan masalah hak kekayaan
intelektual (HAKI) tidak menjadi masalah pada saat awal penerapan KM ini.
Setelah KM ini dapat berjalan dan diterima oleh pengguna maka baru kemudian
dikembangkan menggunakan teknologi yang lebih baik dan memerlukan biaya
yang relatif mahal tetapi sangat menolong bagi perkembangan organisasi.
Teknologi akan membantu kolaborasi dan komunikasi yang terjadi dalam proses
knowledge management diantaranya dengan menangkap, menyimpan, dan
mempermudah menggunakan informasi. Oleh sebab itu perlu dibangun sarana
pendukung kolaborasi dan berbasis teknologi seperti misalnya basis data
penyimpanan(database), server, portal, atau perangkat teknologi informasi
lainnya. Ketiga elemen tersebut tidak hanya perlu, tetapi juga saling melengkapi
antara satu dengan lainnya untuk membentuk suatu Knowledge management.
peran teknologi informasi adalah mampu menghilangkan kendala mengenai
tempat melakukan diskusi. TI memungkinkan terjadinya diskusi tanpa kehadiran
seseorang secara fisik. Dengan demikian kapitalisasi pengetahuan dapat terus
diadakan walaupun tidak bertatap muka.
Perkembangan teknologi internet dengan berbagai aplikasi didalamnya, membuat
teknologi ini menjadi basis utama pengembangan KM tool. Tujuan utama dari
29
penggunaan teknologi Internet dalam KM adalah untuk mendistribusikan
knowledge melalui internet/intranet yang memungkinkan knowledge yang
dimiliki perusahaan/karyawannya tersebar secara corporate wide dan menjadi
milik kolektif karyawannya tersebar secara corporate wide dan menjadi milik
kolektif perusahaan atau organisasi. Selain berfungsi sebagai media utama
pendistribusian knowledge, penggunaan tenologi IT dalam KM juga sangat
berperan dalam mengeksekusi berbagai proes di KM.
d. Organisasi
Organisasi yang suportif terhadap KM adalah organisasi yang menghargai
knowledge dan yang memilikinya. Organisasi ini saangat fleksible dan sangat
mudah menyesuaikan diri dengan perubahan . Galbraight et all (2002)
menyatakan, bahwa reconfigurable organization (organisasi yang dinamis )
adalah organisasi yang mampu mengkombinasikan ulang skill, dan kompetensi
dan sumber daya organisasi untuk merespon perubahan – perubahan lingkungan .
Sehingga jenis organisasi ini disebut berbasis knowledge.
Sosialisasi KM untuk dapat dimanfaatkan oleh seluruh personel. Hal ini
merupakan suatu kunci keberhasilan dalam penerapan KM karena apabila KM ini
dikenal oleh seluruh personel maka proses untuk menangkap pengetahuan ini akan
dapat dilaksanakan dengan lebih baik.
Organisasi berkaitan dengan penanganan aspek operasional dari aset-aset
knowledge, termsauk fungsi-fungsi, proses-proses, struktur organisasi formal dan
informal, ukuran dan indikator-indikator pengendalian, proses penyempurnaan
dan rekayasa proses bisnis, dan memiliki jabatan CKO (Chief of Knowledge
Officer), Senior Manager/KM atau Officer KM. Posisi organisasi ini berkaitan
dengan KM dan cakupan tugasnya bersifat lintas fungsi, lintas unit dan lintas
disiplin bahkan lintas hierarki. Galbraith et all (2002), memperkenalkaan adanya
pergeseran dalam sistem kompensasi dari pay for a job ke knowledge-based pay.
Knowledge-based pay menghargai skill dan knowledge dari seseorang yang
mampu memberikan kontribusi kepada organisasi. Sistem kompensasi ini
mengahrgai learning dan kemampuan seseorang untuk dapat menguasai
knowledge baru. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan pengukuran kinerja
dengan membandingkan kondisi sebelum dan sesudah dilaksanakannya KM.
30
e. Learning
Proses learning menjadi sangat penting dalam KM, karena melalui proses ini
diharapkan muncul ide-ide, inovasi dan knowledge baru yang menjadi komoditas
utama yang diproses dalam KM. Untuk itu perusahaan perlu mendorong dan
memfasilitas proses learning dengan memastikan individu-individu
berkolaraboarasi dan melakukan sharing knowledges secara otpimal.
4. Aktivitas Membangun Knowledge Management
Teori manajemen pengetahuan pada dasarnya muncul untuk menjawab
pertanyaan bagaimana seharusnya mengelola pengetahuan, dan bagaimana
mengelolanya. Hal utama yang harus dilakukan adalah memahami bagaimana dan
kapan penciptaan penegtahuan harus didukung, dan bagaimana menggunakan
akumulasi pengetahuan yang sudah tercipta sehingga dapat meningkatkan
produktivitas organisasi.
Penyebab tejadinya stagnasi atau bahkan kemandulan kreativitas organisasi
yang kemudian berdampak kepada ketidakmampuan organisasi menciptakan inovasi-
inovasi produk maupun jasa yang dapat diterima oleh pelanggannya. Istilah
knowledge creation akhir-akhir ini meningkat baik oleh praktisi dan akademisi. Hal
ini dikarenakan telah bergesernya perhatian mereka ke arah pentingnya pengetuhuan.
Pentingnya pengetahuan dalam organisasi karena didasari bahwa yang menyebabkan
sebuah organisasi lebih kompetitif dibanding pesaingnya karena kemampuan
organisasi tersebut melakukan inovasi, apakah itu dalam bentuk inovasi teknis,
inovasi produk, inovasi strategik maupun organisasi. Hasil penelitian yang dilakukan
terhadap beberapa organisasi bisnis yang telah mapan dan telah bertahan
menunjukkan bahwa kemampuan inovatif sebuah organisasi berakar kepada
kemampuannya mengungkit (leverage) pengetahuan yang dimiliki oleh individu-
individu yang ada di dalam organisasi. Temuan tersebut menyebabkan pengetahuan
kemudian dipandang sebagai sumber daya utama organisasi untuk berkompetisi
dengan para pesaingnya.
Rekonseptualisasi proses penciptaan pengetahuan berupaya menjawab
paradigma teori organisasi yang selama ini berlaku. Teori organisasi selama ini telah
didominasi oleh paradigma yang mengkonseptualisasikam organisasi sebagai suatu
sistem yang memproses informasi atau menyelesaikan masalah. Konsentrasi utama
paradigma tersebut didasari oleh asumsi bahwa tugas fundamental organisasi adalah
31
bagaimana mengaitkan informasi dan keputusan secara efisien dengan lingkungan
yang tidak pasti. Paradigma ini menganggap bahwa solusinya terletak pada rangkaian
“input-proses-output” dari hierarki pemrosesan informasi, namun masalah utama
paradigma ini terjadi karena proses tersebut berada pada sudut pandang yang pasif
dan statis. Pemrosesan informasi dipandang sebagai aktivitas problem solving yang
berpusat pada apa yang diberikan organisasi, tanpa memperimbangkan mengenai apa
yang diciptakan dengan informasi yang cepat tersebut.
Suatu perusahaan misalnya yang berada di dalam satu kondisi yang tidak pasti
seharusnya tidak hanya memproses informasi secara efisien, tetapi juga harus mampu
menciptakan informasi dan pengetahuan. Analisis organisasi di dalam pengertian
desain dan kemampuan memproses informasi ditentukan oleh kemampuannya
menyusun suatu pendekatan untuk menginterpretasi aspek-aspek tertentu dari
aktivitas organisasi. Oleh karena itu, dapat diasumsikan bahwa interaksi organisasi
dengan lingkungan bersama-sama dengan sarana organisasi lainnya mengkreasi dan
mendistribusi informasi dan pengetahuan. Mendistribusi informasi dan pengetahuan
lebih penting di saat organisasi hanya membangun secara aktif dan dinamis
pemahaman mengenai organisasi. Misalnya saja inovasi yang menjadi bentuk kreasi
pengetahuan organisasi tidak dapat dijelaskan dengan cukup hanya dalam pemrosesan
informasi dan penyesaian masalah. Inovasi hanya dapat dimengerti sebagai suatu
proses di mana organisasi mengkreasi dan menentukan masalah kemudian secara aktif
mengembangkan pengetahuan baru untuk menyelesaikan masalah yang timbul. Selain
itu, inovasi diproduksi oleh salah satu bagian dari organisasi yang selanjutnya
menciptakan suatu aliran informasi dan pengetahuan, yang kemudian dapat memicu
perubahan di dalam sistem pengetahuan organsiasi. Dalam perspektif inovasi
organisasi pada dasarnya lebih dipelajari dari sudut pandang bagaimana organisasi
mengkreasi informasi dan pengetahuan daripada informasi tersebut hanya sekedar
diproses untuk kepentingan pengambilan keputusan.
Memahami dimensi ontologi dan epistimologi proses penciptaan pengetahuan
sangat penting diketahui terutama dalam konteks pengelolaan proses penciptaan
pengetahuan dalam organisasi. Dari sisi ontologi penciptaan pengetahuan pada
dasarnya berasal dari individu. Oleh karena itu, bila kita sering kali mendengar istilah
penciptaan pengetahuan organisasi pada dasarnya bukan diciptakan oleh organisasi
karena organisasi tidak dapat menciptakan pengetahuan. Pengetahuan yang terdapat di
dalam organisasi merupakan hasil kreasi dari orang-orang yang ada di dalam
32
organisasi tersebut. fungsi organisasi dalam proses penciptaan pengetahuan organisasi
hanya memberi dukungan atau menyediakan konteks kepada anggota organisasi untuk
menciptakan pengetahuan. Penciptaan pengetahuan organisasi dapat dipahami sebagai
sebuah proses di mana organisasi memperluas atau memperbesar penciptaan
pengetahuan yang diciptakan oleh anggota organisasi. Pengetahuan yang telah tercipta
tersebut selanjutnya dikristalisasi sebagai bagian dari jaringan pengetahuan
organisasi. Proses perluasan pengetahuan yang sudah terkristalisasi selanjutnya
diperluas untuk mendapatkan justifikasi baik pada tingkat internal organisasi maupun
ke tingkat antarorganisasi dan bahkan dengan para stakeholder organisasi.
Penjustifikasan terhadap pengetahuan yang telah terbentuk tersebut diperlukan untuk
menentukan apakah pengetahuan tersebut benar-benar layak diakui sebagai
pengetahuan organisasi sehingga dapat digunakan untuk mengkreasi inovasi-inovasi
baru dalam organisasi.
Dimensi kedua, yaitu epistimologi pada dasarnya berasal dari tacit knowledge
dan explicit knowledge. Seperti telah dijelaskan di awal, tacit knowledge merupakan
pengetahuan yang bersifat pribadi. Konteksnya sangat spesifik. Oleh karena itu,
pengetahuan ini sangat sulit diformalkan dan dikomunikasikan, sedangkan explicit
knowledge merupakan pengetahuan yang sudah disusun atau diformalkan, atau
dengan kata lain, telah diubah ke dalam bentuk pengetahuan yang bersifat formal,
diubah ke dalam bahasa yang sistematis.
Perbedaan antara tacit knowledge dengan explicit knowledge dapat dipaham
dalam beberapa hal antara lain: pengetahuan yang bersifat subjektif (tacit) cenderung
bersifat implisit, fisikal, dan subjektif, sementara pengetahuan bersifat objektif
(explicit) cenderung eksplisit, metafisikal dan objektif. Tacit knowledge diciptakan “di
sini (here) dan sekarang (now)” di dalam kontekas yang lebih spesifik, praktis.
Bateson (1973) menyebutnya sebagai kualitas “analog”. Berbagi tacit knowledge
antara individu melalui komunikasi merupakan suatu bentuk proses analog yang
memerlukan sejenis proses simultan dari kompleksitas isu-isu yang dibagi oleh
individu. Dengan kata lain explicit knowledge adalah mengenai peristiwa atau objek
“di sana (there) dan kemudian (then)” dan lebih berorientasi kepada teori yang bebas
konteks. Inilah yang oleh Bateson disebutnya dengan istilah aktivitas “digital”.
Untuk memahami konstruksi teori penciptaan pengetahuan organisasi dapat
dilakukan melalui pemahaman yang jelas tentang sifat dasar informasi dan
pengetahuan kemudian menjelaskan antara tacit dan explicit knowledge. Pemahaman
33
terhadap arti pengetahuan itu sendiri tidaklah mudah karena ia memiliki makna yang
berlapis-lapis. Bila menengok keada sejarah filsafat periode Yunani klasik, periode
tersebut dapat dianggap sebagai suatu periode pencarian yang tidak pernah berakhir
untuk memahami apa itu pengetahuan, dan apabila pengertian pengetahuan bermakna
sebagai “justified true elief” (Nonaka, 1996). Hal yang harus dicatat dalam konteks ini
bahwa selama ini argumen tradisional epistemologi mengenai pengetahuan lebih
berfokus kepada “truthfulness” sebagai sifat dasar pengetahuan, namun untuk saat ini
penting pula untuk mempertimbangkan makna pengetahuan sebagai “personal belief”
dan menekankan pentingnya penjustifikasian pengetahuan. Hal ini tentu saja memiliki
perbedaan antara sudut pandang epistemologi tradisional mengenai pengetahuan dan
teori penciptaan pengetahuan. Para pendahulu lebih menekankan makna pengetahuan
yang bersifat absolut, statis, dan bersifat non-humanis, yang secara khusus
diekspresikan di dalam bentuk proposisi yang logis formal, namun pandangan terkini
melihat pengetahuan sebagai suatu dinamika proses manusia tentang penjustifikasian
keyakinan sebagai bagian dari aspirasi terhadap kebenaran.
Walaupun penyebutan istilah informasi dan pengetahuan sering kali dapat
dipakai secara bergantian, pada dasarnya dapat dipisahkan secara jelas. Menurut
Machlup (1983), informasi adalah suatu aliran pesan-pesan atau pengertian yang
dapat menambah, menyusun, atau mengubah pengetahuan. Dretske (1981),
memberikan definisinya bahwa informasi adalah komoditi yang sanggup
menghasilkan pengetahuan, dan informasi membawa signal mengenai apa yang dapat
dipelajari darinya. Selanjutnya menurut Dretske, pengetahuan diidentifikasi melalui
informasi. Jelasnya bahwa informasi adalah suatu arus pesan-pesan, sementara
pengetahuan dikreasi dan dikelola oleh berbagai arus inforamasi, bersandar pada
komitmen dan keyakinan dari si pemilik informasi. Secara esensial pemahaman ini
lebih menekankan kepada pengetahuan yang terkait dengan tindakan manusia.
Pemahaman mengenai pengetahuan yang terkait dengan tindakan manusia yang
telah diakui di dalam bidang intelegensi artifisial. Sebagai contoh Gruber (1989)
menunjuk kepada seorang ahli pengetahuan stratejik yang secara langsung
mengarahkan tindakan dan upayanya untuk mengembangkan alat-alat untuk
memperoleh keahlian. Ketika tahun 1980-an, pengembangan ilmu kognitif telah
mendasarkan dirinya dengan sangat serius kepada refleksi atas psikologi prilaku dan
mengabaikan pernyataan tradisional seperti mengapa manusia bertidak di dalam dara
tertentu, di mana isu sentral bagi psikologi masyarakat (Stich, 1986). Searlie’s (1969)
34
mencatat bahwa ada kedekatan hubungan antara bahasa dengan tindakan manusia
dalam pengertian “intention” dan “commitment”. Pandangan kedua ahli tersebut dapat
disimpulkan bahwa dasar utama bagi teori penciptaan pengetahuan organisasi harus
memfokuskan perhatian pada aktivitas, hakikat subjektif pengetahuan yang
direpresentasikan oleh semacam istilah keyakinan dan komitmen yang lebih dalam
berakar pada sistem nilai individu.
Analisis terhadap pengetahuan dan informasi tidaklah berakhir pada titik
tersebut di atas, namun informasi harus dipahami sebagai media atau material yang
dibutuhkan untuk mengawali dan membentuk pengetahuan serta dapat dipandang dari
perspektif sintaktis dan semantik. Aspek sintaktis dari informasi dapat diukur tanpa
memandang arti maupun nilainya. Sementara itu, aspek semantik berpusat pada arti
informasi, tidak relevan dengan masalah rekayasa (Shanno dan Walker, 1949 dalam
Nonaka, 2000).
Dalam terminologi penciptaan pengetahuan, aspek semantik dari informasi lebih
relevan sebagai aspek yang berfokus kepada makna. Aspek sintatik tidak menangkap
pentingnya informasi di dalam proses penciptaan pengetahuan. Oleh karena itu, ada
kenikmatan dengan definisi formal yang cenderung mengarahkan kepada
ketidakseimbangan penekanan terhadap peranan pemrosesan informasi. Selain itu,
terdapat kekurangpekaan terhadap penciptaan pengetahuan organisasi sehingga
muncul kekacauan dan ketidakjelasan tentang informasi. Informasi dapat dipandang
dari sudut semantik, secara literal berarti bahwa informasi berisi arti baru. Bateson
(1979) menjelaskan bahwa informasi terdiri dari perbedaan yang membuat suatu
perbedaan. pemahaman ini memberikan suatu sudut pandang baru untuk memahami
suatu peristiwa yang sebelumnya tidak kelihatan terhubung atau ide nyata atai
memancarkan cahaya atas hubungan yang tidak diharapkan (Miyazaki dan Ueno,
1985). Oleh karena itu, untuk tujuan membangun teori penciptaan pengetahuan,
sangat penting untuk berkonsentrasi pada aspek semantik dari informasi.
a. Penciptaan Pengetahuan dalam Organisasi
Pada tingkatan yang paling dasar, pengetahuan sebenarnya diciptakan oleh
individu yang ada dalam organisasi. Fungsi organisasi adalah memberi dukungan
kepada kreativitas individu yang ada di dalam organisasi atau menyediakan suatu
konteks bagi individu untuk menciptakan pengetahuan. Penciptaan pengetahuan
organisasi harus dipahami dalam terminologi suatu proses yang secara
organisasional memperbesar kemungkinan penciptaan pengetahuan individu dan
35
mengkristalisasikan pengetahuan tersebut sebagai bagian dari jaringan
pengetahuan organisasi.
Menurut Nonaka, pendekatan yang memungkinkan pengetahuan individual dapat
diperbesar atau diperluas, dan dinilai di dalam organisasi dapat dilakukan dalam
beberapa langkah.
Gambar Proses Penciptaan Pengetahuan
1) Memperluas dan mengembangkan pengetahuan pribadi
Penggerak utama proses penciptaan pengetahuan di dalam organisasi individu
yang berada di dalam organisasi. Individu-individu tersebut mengakumulasi
tacit knowledge melalui pengalaman yang mereka miliki. Kualitas tacit
knowledge dipengaruhi oleh dua hal penting, yaitu: pertama faktor keragaman
pengalaman individu. Jika pengalaman mereka dibatasi oleh rutinitas tugas,
jumlah tacit knowledge yang diperoleh dari pengulangan dan rutinitas
cenderung akan berkurang. Tugas rutin pada dasarnya mengurangi
kemampuan berpikir kreatif seorang individu dalam membentuk pengetahuan
baru. Oleh karena itu, peningkatan keragaman pengalaman tidak cukup untuk
meningkatkan kualitas tacit knowledge mereka. Kedua, faktor yang
menentukan kualitas tacit knowledge individu adalah kualitas pengetahuan
terhadap pengalaman yang merupakan penjelmaan pengetahuan ke dalam
komitmen pribadi yang telah lama melekat di dalam pengalaman itu sendiri.
Upaya untuk meningkatkan kualitas pengetahuan individu dapat dilakukan
dengan cara tacit knowledge yang dimiliki individu diarahkan kepada upaya
saling mempengaruhi dengan aspek yang relevan dengan explicit knowledge.
Schon (1983) menganjurkan pentingnya refleksi dalam tindakan. Pengetahuan
individu dilekatkan melalui interaksi antara pengalaman dengan rasionalitas
36
dan mengkritalisasikannya ke dalam perspektif orisinalitas yang unik dari
individu. Perspektif orisinil ini didasarkan atas keyakinan dalam sistem nilai
yang akan menjadi sumber interpretasi yang beragam dalam berbagai
pengalaman dengan individu lain dalam menyusun konsep-konsep baru.
2) Berbagi tacit knowledge
Untuk membangun pengetahuan pribadi ke dalam konteks sosial sehingga
pengetahuan tersebut dapat diperluas, diperlukan suatu arena yang
menyediakan suatu tempat di mana perpektif individu terartikulasi dan
konflik-konflik terselesaikan ke tingkatan konsep yang lebih tinggi. Di dalam
organisasi bisnis, arena interaksi sering kali disediakan dalam bentuk yang
bersifat otomatis. Self-organizing team yang dibentuk merupakan tim yang
anggota-anggotanya berasal dari berbagai fungsi. Keragaman asal anggota tim
sangat penting bagi organisasi dalam rangka memutuskan kapan dan
bagaimana menentukan bidang interaksi, di mana dan kapan individu dapat
bertemu dan berinteraksi. Membentuk anggota, menciptakan penegtahuan,
kemudian memperjelas domain di mana berbagai perspektif anggota
organisasi berinteraksi.
Tim yang dibentuk memerlukan prinsip-prinsip self-organizing, di mana di
dalam teori psikologi sosial disebut sebagai sebuah kelompok dengan
dinamika yang didasarkan atas adanya saling ketergantungan daripada
kesamaan (Lewins’s, 1951). Menurut Nonaka (2002), tim yang sukses di
Jepang biasanya terdiri atas 10 samapi 30 anggota. Di dalam tim biasanya
terdapat 4 sampai 5 anggota inti yang memiliki sejarah karier yang multi
pekerjaan. Anggota inti dalam tim memanikan peranan penting terutama
dalam menjamin ketepatan informasi di dalam lintas fungsi tim. Rentang
aktivitas tim tidak perlu dibatasi oleh batasan yang sempit, tetapi lebih kepada
proses memperluas penggunaan pengetahuan di dalam lingkungannya,
terutama kepada pelanggan dan pemasok.
Self-organizing team dapat memicu penciptaan pengetahuan organisasi
melalui sua proses, yaitu pertama, organisasi memfasilitasi tumbuhnya saling
percaya di antara anggota organisasi dan mempercepat terciptanya perspektif
yang secara eksplisit berasal dari anggota organisasi itu sendiri yang dikenal
sebagai tacit knowledge. Kedua, berbagai perspektif implisit yang
dikonseptualisasikan melalui dialog yang kontinu di antara anggota organisasi.
37
Dialog kreatif ini akan terealisasi hanya ketika tersedia informasi yang
berlebihan dalam tim. Kedua proses ini harus terjadi secara simultas dalam
proses yang lebih aktual di dalam sebuah tim. Istilah yang dikemukakan oleh
Scheflen (1982) dalam konteks ini sebagai “interaction rhythms” di mana
interaksi sosial dipandang sebagai sesuatu yang berlangsung secara simultan
dan berangkaian.
Berbagi pengalaman juga mampu memfasilitasi penciptaan perspektif umum
yang dapat dibagi oleh anggota tim sebagai baian dari tacit knowledge masing-
masing. Model yang dominan dalam pengubahan pengetahuan adalah
sosialisasi. Berbagai bentuk tacit knowledge yang dibawa ke dalam arena
organisasi diubah melalui coexperience di antara anggota untuk membetnuk
dasar pemahaman bersama.
3) Pengkonseptualisasian
Setelah tercipta saling percaya di antara anggota organisasi dan telah terbentuk
secara implisit perspektif yang sama melalui berbagai pengalaman, tim
selanjutnya memerlukan pengartikulasian perspektif melalui dialog yang
kontinu. Mode yang dominan dalam pengubahan pengetahuan dalam tahap ini
adalah eksternalisasi. Teori organizational learning telah banyak memberikan
perhatian terhadap proses ini. Perspektif tacit diubah ke dalam bentuk konsep
eksplisit yang dapat dibagi kepada tim. Dialog secara langsung memfasilitasi
proses ini dengan menggiatkan eksternalisasi pada level individual. Dialog
dalam bentuk tatap muka merupakan salah satu upaya membangun konsep
karena hal ini memebrikan peluang bagi seseorang untuk menguji asumsi
maupun hipotesisnya. Interaksi sosial ini merupakan wahana yang sangat kuat
di dalam memperbaiki ide-ide seseorang. Untuk itu, dialektika merupakan
sarana untuk meningkatkan kualitas dialog. Melalui penggunaan kontradiksi-
kontradiksi dan paradoks-paradoks, dialektika dapat mendorong berpikir
kreatif di dalam organisasi. Agar dialog tersebut produktif, dialoh harus: 1)
dilakukan oleh berbagai macam orang dan bersifat temporer sehingga ada
ruang bagi perbaikan dan negosiasi; 2) para peserta di dalam dialog harus
dapat mengekspresikan ide-idenya secara bebas dan jujur.
Upaya konseptualisasi tidak hanya diciptakan melalui metode deduktif dan
induktif, tetapi juga abduktif. Abduktif memiliki peranan penting di dalam
proses konseptualisasi. Deduksi dan induksi secara vertikal berorientasi
38
kepada proses memberi alasan, sementara abduksi merupakan perluasan
secara lateral dari alasan di mana berpusat kepada penggunaan metafora-
metafora. Biasanya proses induktif dan deduktif digunakan ketika sebuah
pemikiran atau image direvisi atau untuk memberi makna terhadap sebuah
konsep baru.
4) Pengkristalisasian
Kristalisasi dapat dipandang sebagai proses di mana berbagai macam bagian
atau departemen di dalam organisasi menguji realitas dan penerapan konsep
yang diciptakan oleh tim. Proses ini difasilitasi biasanya oleh apa yang disebut
dengan kegiatan percobaan. Kegiatan ini merupakan proses sosial di mana
terjadi pada level kolektif yang biasanya disebut dengan dinamika hubungan
kerja sama (Haken, 1978) atau sinergis antara berbagai fungsi dan departemen
dalam organisasi. Hubungan ini cenderung dapat dilakukan dengan efektif
apabila tersedia indormasi yang cukup tersedia, biasanya inisiatif dilakukan
oleh para ahli yang dianggap memiliki informasi dan pengetahuan yang lebih.
Penciptaan pengetahuan berlangsung dalam interaksi anggota tim untuk
selanjutnya dikristalisasi ke dalam bentuk yang lebih konkrit misalnya berupa
produk, konsep, atau sistem. Kristalisasi ini merupakan bentuk pengubahan
pengetahuan yang kegiatannya diistilahkan oleh Nonaka dan Takeuchi (1995)
sebagai model konversi internalisasi. Proses kristalisasi merupakan proses
sosial yang terjadi pada tingkatan kolektif yang terealisasi melalui apa yang
disebut oleh Haken (1978) sebagai “dynamic cooperative relation or
synergetics” di antara berbagai fungsi dan departemen dalam organisasi.
Dinamika hubungan dan proses sinergi akan mudah berlangsung ketika
informasi yang relevan dalam proses pengubahan pengetahuan telah tersedia.
Kecepatan perusahaan di Jepang menghasilkan prduk baru sangat dibantu oleh
ketersediaan informasi yang berlebihan atau tumpang tindih. Proses
pengembangan produk pada perusahaan Jepang berbeda tahapan atau
prosesnya. Terjadi tumpang tindih di masing-masing bagian. Penciptaan dan
realisasi informasi dilakukan secara fleksibel. Kaitan masing-masing tahap
sangat longgar, dan secara simultan tidak saling tergantung. Kepemilikan
informasi yang berlebihan mampu menggiatkan pencarian interaktif, dan
informasi yang berlebihan ini mampu memfasilitasi siklus melahirkan inovasi
dan menyelesaikan masalah dengan cepat. Model ini disebut juga sebagai
39
proses pengembangan produk bergaya Rugby. Clark dan Fujimoto (1991)
menunjukkan bahwa perusahaan Jepang membutuhkan relatif waktu yang
lebih singkat dalam mengembangkan produk dibandingkan dengan perusahaan
yang ada di Amerika dan Eropa.
Karakteristik khusus pengembangan produk di perusahaan Jepang meluas
secara lateral dan mencakup seluruh organisasi. Dengan kata lain, tumpang
tindih dan sintetis dari pada analisis dan liniear. Di dalam sistem ini, staf
pengembangan dapat melewati tiap-tiap tahap dan berbagi dengan fungsi-
fungsi lain dalam organisasi. Hal ini sangat jauh berbeda dengan proses
pengembangan produk yang terjadi di perusahaan Amerika, di mana telah
ditentukan sebelumnya tahap-tahapnya di setiap bagian oleh pimpinan. Di
perusahaan Jepang dalam mengembangkan produk dengan gaya Rugby-nya,
di mana staf yang terlibat di dalam satu tahap bisa juga terlibat di dalam tahap
berikutnya. Jadi, staf pengembangan dapat terlibat di dalam seluruh tahap
pengembangan. Kadang-kadang proses ini juga melibatkan orang-orang yang
berasal dari luar organisasi, misalnya pemasok dan pelanggan untuk
memobilisasi pengetahuan eksplisit dari lingkungan organisasi.
Salah satu resiko dari gaya pengembangan produk seperti ini, yaitu berpotensi
membingungkan jika terjadi perubahan desain atau perubahan lainnya. Peserta
mungkin harus menggunakan usaha yang lebih untuk mengelola proses lebih
lanjut sehingga kesenjangan lebih lanhut dari spesifikasi yang sudah
ditentukan di masing-masing tahap maupun batasan yang sudah ditentukan
dapat diatasi. Oleh karena itu, risiko ini dihadapi dengan satu upaya untuk
menciptakan dan mendapatkan konsep dengan cepat dan fleksibel dalam satu
cara yang terintegrasi. Dalam konsteks inilah kemudian terlihat bahwa
informasi yang redundan memainkan peran yang penting dalam memfasilitasi
proses mengkristalisasi konsep yang sudah tercipta.
5) Penilaian pengetahuan
Penilaian merupakan tahap terakhir menyatukan dan menyaring apakah
pengetahuan yang diciptakan di dalam organisasi benar-benar bermanfaat bagi
organisasi dan masyarakat. Artiya, penilaian sangat menentukan kualitas
pengetahuan yang diciptakan dan mencakup kriteria atau standar penilaian.
Persoalan yang terkait dengan standar penilaian ini antara lain terkait dengan
biaya, keuntungan minimalnya, tingkat di mana produk dapat memberikan
40
kontribusi kepada perkembangan perusahaan, termasuk nilai yang dijanjikan
yang di luar fakta atau pertimbangan-pertimbangan pragmatis. Hal ini bisa
berupa opini yang lebih luas dan lebih dari sekedar penciptaan pengetahuan,
misalnya visi organisasi dan persepsi yang terkait dengan perjalanan,
romantisme, dan estetikanya. Dorongan untuk memulai menyatukan
pengetahuan bisa bermacam-macam dan sangat kualitatif daripada hanya
sekedar pertimbangan sederhana dan kuantitatif seperti standar efisiensi,
biaya, dan return on investment (ROI).
Di dalam organisasi biasanya yang paling menentukan adalah standar
penilaian. Standar penilaian harus dilakukan dalam terminologi konsistensi
dengan sistem nilai yang paling tinggi. Kemampuan pimpinan memelihara
keberlanjutan refleksi diri dalam perspektif yang lebih luas sangat diperlukan
apabila tetap menginginkan kualitas penciptaan pengetahuan terjadi.
6) Menjejaringkan pengetahuan
Konsep baru yang telah tercipta seperti yang telah dijelaskan di atas
menggambarkan adanya kenyataan bahwa terdapat jaringan pengetahuan
organisasi. Selama tahap penciptaan pengetahuan organisasi, konsep yang
telah diciptakan, dikristalisasikan, selanjutnya dinilai di dalam organisasi dan
diintegrasikan ke dalam basis pengetahuan organisasi untuk disebarkan ke
seluruh jaringan organisasi. Pengetahuan organisasi yang telah tercipta
tersebut selanjutnya dikelola kembali melalui proses interaksi antara visi
organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya dengan konsep yang baru yang
telah diciptakan. Untuk menjembatani antara konsep besar dengan konsep
yang baru tercipta diperlukan satu konsep menengah (midle range concept).
Jadi, konsep menengah ini menghilangkan ketidakjelasan konsep besar ke
tingkat konsep baru maupun sebaliknya. Kadang-kadang konsep besar tidak
dimengerti dengan baik pada setiap tingkatan kecuali konsep menengah
memperjelas konsep yang sudah tercipta tersebut. Upaya memperjelas tersebut
dilakukan melalui penciptaan atau penyusunan kembali konsep besar yang
diberikan oleh pimpinan puncak serta konsep menengah yang diciptakan oleh
pimpinan menengah. Interaksi ini dimediasi secara nyata dalam bentuk
penyatuan informasi, yang merupakan dinamika lain aktivitas self organizing
team untuk menjejaringkan pengetahuan yang terus-menerus menciptakan
informasi dan makna baru.
41
Hal yang perlu dicatat bahwa proses penciptaan pengetahuan tidak pernah
berakhir, dan merupakan proses yang berputar baik yang terjadi di dalam
organisasi maupun dengan lingkungannya. Lingkungan merupakan sumber
pemicu penciptaan pengetahuan dalam organisasi. Hayek (1945) menyatakan
bahwa fungsi utama persaingan pasar adalah menemukan dan memobilisasi
pengetahuan pada tempatnya, baik berupa tacit knowledge maupun explicit
knowledge yang dimiliki oleh pasar. Salah satu aspek hubungan antara
penciptaan pengetahuan dengan lingkungan digambarkan oleh reaksi produk
oleh pelanggan, pesaing dan pemasok. Misalnya, banyak dimensi kebutuhan
pelanggan dalam bentuk tacit knowledge, tetapi individu maupun pasar tidak
dapat dimaknai oleh pelanggan itu sendiri. Oleh karena itu, karyawan harus
mampu memaknai tacit knowledge dari lingkungan tersebut. Pelanggan dan
pasar akan memberikan reaksinya dalam bentuk pembelian, menyesuaikan,
menggunakan, atau tidak membeli. Mobilisasi dari tacit knowledge para
pelanggan dan pasar harus direfleksikan ke dalam pengetahuan organisasi
sehingga proses penciptaan pengetahuan baru akan selalu berlangsung.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa prose penciptaan pengetahuan
dalam organisasi berlangsung bagaikan sebuah siklus yang dimulai dari
memperbesar pengetahuan individu, berbagi tacit knowledge dan konspetual,
membangun tim mengelola dirinya sendiri, berbagi pengalaman,
menyusunnya ke dalam bentuk konsep, mengkristalisasikan, menilai
kualitasnya, menjejaringkan ke seluruh organisasi baik internal maupun ke
seluruh lingkungan organisasi.
b. Akuisisi Pengetahuan
Pengakuisisian (penambahan) pengetahuan dalam perspektif manajemen
pengetahuan pada dasarnya berorientasi pada penambahan pengetahuan. Banyak
terminologi yang dapat digunakan untuk menjelaskan proses ini misalnya,
mendapatkan, mencari, melahirkan, menciptakan, menangkap, dan berkolaborasi.
Seluruh istilah ini mempunyai tema yang relatif sama, yaitu mengakumulasi
pengetahuan. Inovasi merupakan aspek lain dari pengakuisisian yang berarti
menciptakan pengetahuan baru dari penerapan pengetahuan yang telah ada. ini
berarti memerlukan upaya bersama dan tingkat pengalaman yang tinggi untuk
menangkap pengetahuan baru. Perbaikan dalam penggunaan pengetahuan yang
42
sudah ada juga merupakan aspek kunci pengakuisisian pengetahuan. Contoh
proses ini antara lain melakukan patok duga (benchmarking) dan berkolaborasi.
Cara paling efektif dan paling sering dilakukan dalam mengakuisisi
pengetahuan, yaitu dengan membeli. Membeli melalui organisasi atau menyewa
seseorang yang menguasai pengetahuan yang dibutuhkan oleh organisasi.
Organisasi biasanya membeli pengetahuan karena beberapa alasan antara lain,
untuk menambah keuntungan, mencapai suatu ukuran strategik atau bauran
produk tertentu, untuk mendapatkan akses ke pasar baru, atau untuk mendapatkan
keterampilan dari senior tim manajemen. Kadang-kadang pengetahuan bisa
muncul sebagai satu produk yang dijual terutama karena alasan lain. Organisasi
mendapatkan pengetahuan tertentu dari organisasi lain, dan organisasi membayar
dengan harga yang tinggi untuk mendapatkan nilai pasar, mungkin karena ada
nilai tertentu yang ingin dicapai atau karena ingin menambah persediaan
pengetahuannya.
Organisasi yang membeli pengetahuan dari organisasi lain karena
pengetahuan yang dimiliki organisasi tersebut berasal dari orang-orangnya,
berasal dari kepala setiap karyawan dan di dalam komunitas yang memang
mengetahui kebutuhan perusahaan tersebut. Selain itu, organisasi juga dapat
mengakuisisi pengetahuan melalui dokumen atau sudah dalam bentuk
terkomputerisasi, dan juga melalui rutinitas maupun proses yang melekat di dalam
perusahaan tempat pengetahuan tersebut dibeli.
Karena alat analisis yang akurat untuk mengukur nilai pengetahuan yang
berguna belum ada, pentuan berapa banyak pengetahuan yang berguna masih
spekulatif dan kadang-kadang sangat subjektif. Hampir seluruh kesepakatan kerja
sama dilakukan berupaya memastikan bahwa personil kunci telah diterima selama
jangka waktu kontrak dengan sejumlah pembayaran yang sudah disepakati
bersama. Dibalik masalah pengukuran nilai pengetahuan yang dibeli tersebut,
terdapat masalah yang krusial terutama dalam menentukan dengan tepat di mana
pengetahuan tersebut berada.
Kolaborasi biasanya berlangsung dalam dua tingkatan di dalam organisasi,
yakni antarindividu dan antarorganisasi atau dengan jaringan kerja samanya.
Kolaborasi antarindividu membawa masing-masing misalnya gaya kognitifnya,
sarana yang dipilih, latar belakang, pengalaman yang berbeda untuk menciptakan
pengetahuan baru. Hal ini dapat berarti interaksi yang terjadi antarindividu akan
43
mempromosikan aktivitas pembelajaran. Kolaborasi antarindividu juga berarti
berpotensi menjadi sarana mensosialisasikan pengetahuan. Kolaborasi
antarogranisasi juga berpotensi untuk menjadi sumber pengetahuan untuk
menemukan dan menciptakan pengetahuan. Kolaborasi dengan organisasi lain
penting untuk mengakuisisi pengetahuan. Berbagai macam teknologi,
menggerakkan karyawan, dan mengaitkan antara organisasi dan kerja sama
dengan para mitra atau joint venture dengan para mitranya mampu membantu
organisasi mengakumulasi pengetahuan. Oleh karena itu, kemampuan
mengakuisisi pengetahuan merupakan gambaran kapasitas organisasi menyerap
pengetahuan.
Perubahan lingkungan yang dihadapi oleh organisasi dewasa ini sangat
berbeda bila dibandingkan satu dasawarsa yang lalu. Perubahan dewasa ini
sedemikian cepatnya sehingga tidak satu pun organisasi yang mampu mengontrol
dan bahkan mendominasi seluruh praktik organisasi yang efektif termasuk
penguasaan akan ide-ide cemerlang dalam strategi bisnis. Agar dapat menjadi
pemenang di pasar prosuknya, organisasi harus mengubah cara pandangnya
bahwa pengetahuan dan ide-ide baru dalam mencapai praktik bisnis terbaik pada
dasarnya dapat diperoleh dari dalam organisasi itu sendiri. Cara pandang
organisasi seyogyanya menyatakan bahwa jika tidak ditemukan di dalam
organisasi, dapat diperoleh dari mana saja. Bagi organisasi yang terpenting adalah
bagaimana mendapatkan informasi pengetahuan tersebut untuk selanjutnya dapat
diadaptasi dan dikembangkan lebih lanjut bagi kepentingan organisasi.
Secara umum cara yang dapat ditempuh oleh organisasi dalam melakukan
akuisisi pengetahuan, yaitu bisa bersumber dari luar organisasi dan bisa juga
berasal dari dalam organisasi. Organisasi dapat memperoleh informasu dan
pengetahuan dari luar melalui beberapa metode antara lain:
1) Patok duga dari organisasi lain
2) Menghadiri kegiatan-kegiatan konferensi
3) Menyewa konsultan
4) Membaca berbagai materi hasil cetakan misalnya, surat kabar, surat elektronil,
dan berbagai terbitan jurnal ilmiah
5) Menonton televisi, video, dan film
6) Pengamatan terhadap berbagai kecenderungan persoalan ekonomi, sosial, dan
teknologi
44
7) Mengumpulkan data dari para pelanggan, pesaing, dan sumber-sumber lainnya
8) Menyewa staf baru yang memiliki kualifikasi pengetahuan dan keterampilan
tertentu
9) Berkolaborasi dengan organisasi lain, membangun aliansi, dan berbagai
bentuk kerja sama lainnya.
c. Transfer dan Pengubahan Pengetahuan
Sebuah organisasi yang menjalankan manajemen pengetahuan seyogyanya
mengembangkan satu kerangka kerja untuk mengelola dan menyusun
pengetahuannya. Tanpa satu standar umum, serta tidak ada konsistensi dan dialog
besrama dari pengetahuan yang ada, akan membuat aset pengetahuan sulit untuk
dikelola dengan efektif. Pengetahuan tentang subjek tertetnu bisa saja berada di
dalam sistem yang berbeda. Pengombinasian atau pengintegrasian pengetahuan
tersebut akan mengurangi pengetahuan yang terlalu berlebihan dan tidak
terkoordinasi, meningkatkan gambaran pengetahuan dengan konsisten, serta akan
meningkatkan efisiensi dengan mengurangi volume yang berlebihan. Proses ini
juga memungkinkan organisasi menggantikan pengetahuan yang telah
kadaluwarsa. Perbedaan pengetahuan dari berbagai macam individu semestinya
diintegrasikan untuk memaksimalkan efisiensi. Oleh karena itu, tugas utama
organisasi adalah mengintegrasikan pengetahuan khusus dari individu-individu
yang berbeda.
1) Strategi transfer pengetahuan
Transfer pengetahuan baik yang bersifat spontan, terstruktur maupun tidak
terstruktur merupakan hal yang sangat vital bagi kesuksesan organisasi. Ketika
teknologi informasi telah berkembang dengan baik seperti email, chatting, dan
sebagainya ternyata tatap muka merupakan saluran untuk mentrasnfer
pengetahuan yang paling penting. Alasanya adalah tacit knowledge maupun
ambisi anggota organisasi sangat susah ditransfer melalui teknologi. Berbagai
cara yang dapat dilakukan untuk mentransfer pengetahuan diantaranya dengan
memberi tugas-tugas baru kepada anggota organisasi sehingga diharapkan
dapat membantu menyerap dan melahirkan pengetahuan baru. Di perusahaan
Jepang misalnya teknik rotasi anggota organisasi menjadi hal yang umum
dilakukan sehingga diharapkan dengan cara tersebut mereka memahami secara
keseluruhan proses pengembangan dan produksi sebuah produk. Strategi yang
45
dapat ditempuh oleh organisasi sehingga proses transfer pengetahuan dapat
berlangsung dengan efektif antara lain dapat dilakukan cara-cara berikut:
a) Mendesain ruang percakapan
Bagi manusia percakapan merupakan bagian penting dari aktivitas
kesehariannya. Oleh karena itu, cara ini dapat digunakan sebagai salah satu
strategi melakukan transfer pengetahuan. Di dalam organisasi percakapan
sering kali berlangsung di dalam kafetaria, namun alangkah baiknya bila
disediakan satu ruangan khusus bagi karyawan untuk bertemu secara
informal sambil bersantai. Bagi knowledge worker, percakapan merupakan
cara mengungkapkan apa yang mereka ketahui, berbagi dengan para
koleganya, dan di dalam proses tersebut sering kali tercipta pengetahuan
baru bagi organisasi.
Tranfer pengetahuan melalui pembicaraan antarindividu dapat berlangsung
tidak hanya melalui cara-cara manajemen tradisional, tetapi juga dapat
dilakukan mengikuti kecenderungan kantor yang sudah bersifat virtual
(virtual offices). Banyak perusahaan saat ini yang mengadopsi model
bekerja secara virtual di mana fungsi-fungsi yang berorientasi pada
pelanggan seperti bagian penjualan dan pelayanan di dorong untuk bekerja
di rumah saja atau pada tempat di mana pelanggan berada. Pengaturan
seperti ini mampu menimbulkan fleksibilitas bagi karyawan sehingga
waktu dan perhatian yang diberikan kepada pelanggan bisa lebih banyak
serta lebih memungkinkan terjadi proses transfer pegetahuan dari
pelanggan kepada karyawamn. Karyawan yang bekerja di luar kantor akan
membantu organisasi melakukan penelitian mengenai perilaku pelanggan,
dapat membantu mengembangkan produk berdasarkan permintaan
pelanggan.
Hal yang penting dicata bahwa metode transfer pengetahuan harus
disesuaikan dengan kultur organisasi. Transfer pengetahuan yang
berlangsung di dalam organisasi seyogyanya terjadi karena kedua belah
pihak didasari perasaan tulus dan sukarela. Cara yang paling mudah untuk
mendorong karyawan serius berbagi pengetahuan adalah dengan
menghilangkan rintangan mengalirnya pengetahuan kesmua level dalam
organisasi. Ini berarti harus mampu menghilangkan segala aturan dan
prosedur yang menghalangi lahirnya ide-ide baru di dalam diri karyawan
46
maupun tim. Membangun kultur baru berarti juga harus mendesain ulang
bentuk struktur yang relevan, menyusun kembali sistem penghargaan bagi
anggota dan tim yang berprestasi.
b) Melakukan pekan pengetahuan atau forum terbuka
Berbagai cara dapat ditempuh oleh organisasi untuk melakukan transfer
pengetahuan lintas departemen atau unit organisasi. Beberapa diantaranya,
yaitu dengan membuat lokasi dan menugaskan kepada karyawan untuk
berinteraksi secara informal. Metode piknik dapat menyediakan peluang
pertukaran antarkaryawan mengenai hal-hal yang belum pernah mereka
perbincangkan terkait dengan pekerjaan mereka sehari-hari. Demikian juga
peka pengetahuan merupakan forum yang lebih teratur dengan baik yang
mampu mendorong pertukaran pengetahuan, tetapi masih memungkinkan
terjadi spontanitas. Kegiatan ini akan membawa setiap orang bersama-
sama tanpa prasangka mengenai siapa yang harus berbicara kepada siapa.
Pekan pengetahuan ini merupakan salah satu metode transfer pengetahuan
yang tidak terstruktur, namun memberikan kepada karyawan untuk bebas
berkeluyuran dan bergaul, dan juga cukup waktu untuk berdiskusi.
Transfer pengetahuan merupakan proses yang relatif sangat sulit dilakukan
karena tergantung kepada jenis pengetahuan yang ingin ditransfer.
Pengetahuan yang bersifat eksplisit mungkin agak mudah ditansfer melalui
prosedur tertentu, atau melalui dokumen dan database. Akan berbeda bila
pengetahuan tersebut berupa tacit knowledge karena pengetahuan ini
memerlukan kontak yang lebih luas. Transfer misalnya dapat dilakukan
melalui kerja sama, mentoring, atau pemagangan. Perusahaan yang
berkomitmen melakukan pentransferan tacit knowledge sering kali harus
menyusun program mentoring di mana karyawan senior diharapkan mau
mentransfer pengetahuannya kepada yang lebih yunior.
Metode transfer tacit knowledge dapat juga dilakukan dengan
menggunakan teknologi elektronik, namun sangat terbatas
kemampuannya. Hal ini dapat dilakukan melalui jaringan informasi
internal dengan teknik wawancara, di mana database karyawan yang ingin
ditemui atau diajak berbagi informasi sudah tersedia. Jaringan ini khusus
dinamakan peta pengetahuan. Peta pengetahuan merupakan bagian
infrastruktur transfer pengetahuan organisasi. Bentuk lainnya adalah
47
dengan menyediakan satu catatan sejarah dan pengalaman karyawan senior
melalui video atau CD room sebelum mereka meninggalkan perusahaan.
Memperluas transfer pengetahuan dapat dilakukan dengan menggunakan
teknologi informasi, tetapi nilai-nilai, norma-norma, dan perilaku yang
mendasari kultur organisasi secara prinsipil sangat menentukan kesuksesan
transfer pengetahuan.
2) Strategi transfer dan pengubahan pengetahuan
Karyawan pada dasarnya menggunakan kemampuannya untuk menciptakan
nilai dalam dua bentuk, yaitu dengan melakukan transfer penegtahuan
dan ,engubah pengetahuan, baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar
organisasi untuk dimiliki selanjutnya oleh organisasi. Formulasi strategi yang
dibangun oleh organisasi hendaknya berkonsentrasi pada upaya bagaimana
menghindari rintangan yang akan mencegah terjadinya berbagi dan
menciptakan pengetahuan baru. Pentransferan dan pengubahan pengetahuan
merupakan inti aktivitas pengelolaan pengetahuan. Transfer pengetahuan
antardua orang karyawan merupakan proses sua arah, di mana cenderung
mampu memperbaiki kompetensi baik diri pribadi karyawan maupun tim
kerjanya. Transfer kompetensi tergantung bagaimna mengubah tacit
knowledge ke explicit knowledge dan demikian sebaliknya. Karl Erick Sveiby
(2001) mengusulkan sepuluh strategi yang dapat dilakukan dalam upaya
organisasi mendorong penciptaan nilai melalui aktivitas pentransferan dan
pengubahan pengetahuan. Aktivitas ini merupakan dasar strategi yang
bertujuan meningkatkan kapaitas bertindak dari orang-orang dalam organisasi
baik ke dalam maupun ke luar organisasi.
48
Gambar Strategi Pentransferan Pengetahuan
Transfer/konversi pengetahuan antara individu berfokus pada upaya
bagaimana agar memungkinkan terjadi komunikasi antara karyawan di dalam
organisasi dan menetapkan lingkungan yang paling kondusif untuk kreatif.
Transfer/konversi pengetahuan dari individu ke struktur ekternal berfokus
pada upaya bagaimana anggota organisasi mentransfer pengetahuannya ke luar
organisasi demikian seterusnya di setiap komponen strategi pentransferan
pengetahuan.
Dalam upaya pentransferan pengetahuan baik antarindividu ataupun
antarorganisasi terdapat hambatan besar dalam upaya tersebut, yakni adanya
kultur penghambat yang dinamakan dengan pertentangan (friction).
Pertentangan akan memperlambat dan bahkan dapat mencegah
berlangsungnya proses transfer pengetahuan dan kemungkinan mengikis
pengetahuan yang sudah ada. Tabel berikut menjelaskan beberapa contoh
pertentangan dan cara mengatasinya.
Pertentangan Kemungkinan Jalan Keluarnya
Kurangnya kepercayaan Membangun hubungan dan
kepercayaan melalui pertemuan dan
tatap muka
Perbedaan kultur, bahasa, referensi Menciptakan pemahaman yang sama
49
melalui pendidikan, diskusi,
publikasi, berkelompok, rotasi
pekerjaan
Tiadanya waktu dan tempat
pertemuan, ide sempit mengenai
bekerja produktif
Menetapkan waktu dan tempat
transfer pengetahuan: pekan, ruangan
percakapan, laporan konferensi
Status dan penghargaan terhadap
pemilik pengetahuan
Evaluasi kinerja dan menyediakan
insentif berdasarkan atas berapa
dibagi
Kurangnya kapasitas menyerap dari
penerima
Mendidik karyawan agar lebih
fleksibel, menyediakan waktu untuk
belajar, menggaji atas keterbukaan
ide-ide
Kepercayaan bahwa pengetahuan
merupakan hak-hak istimewa
kelompok tertentu
Mendorong pendekatan non hierarki
terhadap pengetahuan; kualifikasi ide
lebih penting daripada status sumber
Tidak toleran terhadap kesalahan atau
kebutuhan membantu
Menerima dan menghargai kesalahan
kreatif dan kolaborasi; tidak
kehilangan status karena tidak
mengetahui segalanya
Sumber: Davenport dan Prusak, 2000
Transfer pengetahuan pada dasarnya mencakup dua tindakan, yaitu transmisi
(pengiriman atau memberikan pengetahuan kepada penerima yang potensial)
dan absorpsi (penyerapan) oleh seseorang atau kelompok. Jika pengetahuan
tidak diserap, berarti belum ditransfer. Semata-mata hanya membuat
pengetahuan tersedia bukanlah transfer. Akses kepada pengetahuan
diperlukan, tetapi tidak berarti cukup untuk memastikan bahwa pengetahuan
akan digunakan. Meskipun proses transmisi dan penyerapan pengetahuan
berlangsung, tidak akan mempunyai nilai jika pengetahuan baru yang diserap
tersebut tidak diarahkan kepada perubahan perilaku, atau kepada
pengembangan ide-ide baru yang mengarah kepada perilaku baru. Oleh karena
itu, tujuan transfer pengetahuan tidak sekedar mentransmisi dan menyerap
pengetahuan dari satu pihak kepada pihak lain, tetapi lebih kepada terjadinya
50
peningkatan kemampuan organisasi untuk melakukan sesuatu, yang berarti
bermuara pada peningkatan nilai organisasi.
d. Penyimpanan dan Penggunaan Kembali
Penerapan pengatahuan pada dasarnya berorientasi kepada penggunaan
secara nyata dari pengetahuan yang sudah ada. Menurut Nonaka dan Takeuchi
(1995) menyatakan bahwa kemampuan organisasi menciptakan pengetahuan,
otomatis akan dapat diterapkan dengan efektif. Demikian pula ketika aktivitas
menciptakan pengetahuan dilakukan, di dalamnya juga termasuk langkah-langkah
bagaimana menggunakan dan menyimpan pengetahuan yang sudah tercipta
tersebut. Hal yang paling penting bagi organisasi menurut banyak kalangan
terutama para ahli seperti Nonaka (1995) dan kawan-kawan, yaitu bagaimana
proses penciptaan pengetahuan dapat berlangsung dengan efektif. Namun
demikian, tidak dapat diabaikan bahwa banyak kalangan juga beranggapan proses
penerapan pengetahuan biasanya dikaitkan dengan proses penyimpanan (storage),
penemuan (retrieval), penerapan (aplication), kontribusi (contribution), dan
berbagai (sharing).
1) Penyimpanan pengetahuan
Penyimpanan dan mekanisme penemuan kembali pengetahuan yang efektif
memungkinkan organisasi dengan cepat menemukan pengetahuan yang dicari.
Supaya tetap bersaing, seyogyanya organisasi dapat menciptakan, menangkap,
dan menempatkan pengetahuan organisasi dengan cara yang lebih mudah.
Selain itu, pengetahuan organisasi dan pengetahuan para ahli harus juga bisa
dibagi dengan mudah baik antarindividu, tim maupun antarunit yang ada di
dalam organisasi.
Pengamanan pengetahuan yang diciptakan hendaknya lebih beroreintasi
kepada proses pengelolaan pengetahuan untuk dilindungi dari pengguna yang
tidak berhak dan tidak tepat. Langkah yang dapat dilakukan, yaitu dengan
memproteksi aset pengetahuan tersebut dengan mengaitkannya dengan
insentif, menerapkan kode etik kepada karyawan, serta mengaitkan dengan
desain pekerjaan. Selain itu, organisasi juga dapat mengembangkan teknologi
yang mencegah atau melindungi akses terhadap aset vital pengetahuan.
Terdapat berbagai jenis penyimpanan pengetahuan sehingga pengetahuan
dapat digunakan kembali. Mungkin yang paling mendasar, yaitu perbedaan
51
antara sistem penyimpanan dokumen dengan data. Blair (1984) menemukan
bahwa pencarian informasi dalam bentuk dokumen tekstual secara
fundamental berbeda bila dibandingkan dengan pencarian data. Dilihat dari
segi konsekuensinya, strategi mengindeks dan menyimpan berbagai jenis
informasi harus berbeda. Perbedaan secara mendasar ini mesti diperluas
dengan informasi grafis seperti gambar teknik dan audio, video, dan dokumen
multimedia.
Davenport dan koleganya (1988) membedakan antara penyimpanan yang
bertujuan untuk menyimpan pengetahuan dari luar seperti data demografi,
intelijen persaingan, dengan struktur pengetahuan internal seperti transkrip
diskusi kelompok yang dilakukan melalui sistem pertemuan dengan
menggunakan bantuan internet, konferensi melalui komputer, surat elektronik.
Sementara itu, Alavi dan Leidner (1999) mengemukakan beberapa jenis sistem
penyimpanan pengetahuan internal, termasuk corporate yellow pages dan
arsip informasi.
Berbagai jenis penyimpanan yang digunakan dalam penggunaan kembali
pengetahuan antara lain dapat dibedakan berdasarkan sistem penyimpanan
dokumen dan penyimpanan data. Sistem penyimpanan lain juga dikemukakan
oleh para ahli dengan melihat dari sisi alat tersebut. Zack (1999) membedakan
pengetahuan umum misalnya pengetahuan ilmiah dengan pengetahuan
spesifik seperti pengetahuan dari konteks lokal. Choudhury dan Sabherwal
(2001) membedakan antara pengetahuan teknis dan pengetahuan kontekstual.
Moorman dan Miner (1998) membedakan antara pengetahuan yang
menerangkan seperti pengetahuan mengenai fakta dengan pengetahuan
prosedural, seperti pengetahuan mengenai bagaimana sesuatu dijalankan.
Demikian pula pengetahuan rasional, yaitu pengetahuan mengenai mengapa
sesuatu dilaksanakan, dengan pengetahuan analitis yaitu pengetahuan
berbentuk kesimpulan yang dicapai dengan menerapkan pengetahuan yang
dinyatakan di dalam domain fakta-fakta tertentu.
2) Peranan penyimpanan dalam penggunaan kembali pengetahuan
Perbedaan tipe penggunaan kembali pengetahuan memerlukan sistem
penyimpanan pengetahuan yang berbeda pula. Berbagai pekerjaan prosedur
dan pekerjaan praktisi memerlukan pengontekstualisasian pengetahuan.
Pencarian keahlian di dalam sistem penyimpanan bagi orang baru memerlukan
52
pengontekstualisasian kembali pengetahuan, memerlukan pengetahuan
mengenai informasi konstekstual apa yang bermanfaat, termasuk membantt
mereka mengonseptualisasikan kembali informasi yang unik.
Tujuan dan isi pencatatan di dalam sistem penyimpanan sering kali berbeda,
tergantung kepada apakah penjaga atau pemelihara catatan tersebut
mengetahui dokumen tersebut hanya untuk mereka sendiri, pendokumentasian
tersebut sama dengan untuk orang lain, atau pendokumentasian tersebut tidak
sama dengan pihak lain.
a) Pendokuemtasian untuk diri sendiri
Kebanyakan pekerja berpengatahuan membuat catatan untuk digunakan
sendiri yang dimaksudkan untuk mengingatkan diri sendiri secara detail
apa yang ia butuhkan nanti. Studi yang dilakukan oleh Orlikowski (1995)
menemukan bahwa ada perbedaan antara catatan yang dibuat untuk
keperluan diri sendiri dengan catatan untuk kepentingan umum.
Pengecualian untuk catatan yang dipertahankan untuk jangka waktu yang
lama atau karena alasan-alasan resmi, di mana bentuk pencatatannya
mungkin lebih formal dan telah disaring sebelumnya. Jika sebuah
kelompok perlu menyimpan informasi untuk jangka waktu yang lama
seperti catatan medis atau karena permintaan resmi seperti dokter,
penyimpanannya akan lebih diformalkan. Catatan pribadi sering kali berisi
pengetahuan yang cukup detail dan kontekstual, namun ketika catatan
tersebut ingin digunakan kembali oleh pihak lain masih dalam bentuk
terpisah-pisah.
b) Pendokumentasian sama dengan pihak lain
Ketika orang membuat dokumen dan dia mengetahui bahwa orang lain
akan membacanya, mereka dengan sadar atau tidak sadar membuat
catatan-catatannya ke dalma bentuk dokumen publik. Ketika pihak lain
mengetahui bahwa si pembuat catatan menulis sama dengan terminologi
pengetahuannya, keluasan catatan yang dibuat bisa relatif kecil karena
pembaca diharapkan lebih akrab dengan catatan tersebut. Apabila sasaran
dan kepentingannya sama, umumnya dipercaya dapat digunakan kembali
informasi tersebut dengan cara yang dapat diterima pula. Oleh karena itu,
tidak terlalu banyak usaha yang dibutuhkan untuk membentuk wajah
dokumen yang bersifat publik.
53
c) Pendokumentasian yang tidak sama dengan pihak lain
Ketika orang mengetahui bahwa dokumen pengetahuan untuk orang lain
berbeda, baik karena bagian yang berbeda, atau karena orang yang masih
baru di area tersebut., atau pelanggan yang berasal dari luar, ada dua isu
yang tumpang tindih. Pertama, sadar bahwa pengguna akan kekurangan
pengetahuan, tidak hanya pengetahuan yang bersifat umum dan teknis,
tetapi juga kekurangmampuan untuk memahami relevansi (dan tidak
relevansinya) pengetahuan dengan kontekstualnya. Kedua, kesadaran
bahwa pengguna bisa salah menggunakan pengetahuan eksplisit tersebut.
Pendokumentasian yang dilakukan sering kali mencakup pemindahan
dokumen eksplisit secara rindi ke pengetahuan kontekstual, namun bagi
orang baru tidak mengetahui cara penggunaannya pendokumentasian
pengetahuan bagi orang baru sering kali bermaksud “menuliskan kembali”
informasi yang tersedia. Pihak yang mendokumentasikan informasi
kepentingan pihak yang tidak sama mesti berpikir mengenai bagaimana
pihak lain dapat menggunakan dokumen tersebut dan juga kemungkinan
pihak lain akan salah menggunakan informasi tersebut. Pendokumentasian
bagi pihak lain yang tidak dama berarti melakukan usaha lain untuk
memastikan bahwa catatan, suara, dan objek dapat diakses dan dimengerti
oleh pengguna.
3) Penggunaan pengetahuan kembali
M. Lynne Markus (2001) membagi penggunaan pengetahuan dalam empat
bentuk, yaitu menangkap atau mendokumentasikan pengetahuan, pengemasan
pengetahuan untuk digunakan, distribusi atau penyebaran pengetahuan
memberikan akses kepada pihak lain, dan penggunaan kembali pengetahuan.
Menurut Markus, menangkap dan mendokumentasikan pengetahuan dapat
berlangsung paling tidak dalam empat cara. Pertama, pendokumentasian
terjadi seara pasif-produk dari proses kerja, seperti kerika tim virtual atau
komunitas praktik secara otomatis mengasrsipkan hasil komunikasi
informalnya secara elektronik, dan di waktu yang lain dapat dicari kembali
arsip tersebut sebagai hasil komunikasi informal tersebut. Kedua,
pendokumentasian pengetahuan yang secara potensial dapat digunakan
kembali. Aktivitas ini dapat berlangsung di dalam struktur yang sudah
disediakan oleh fasilitator dengan menggunakan teknik brainstorming, atau
54
mungkin dimediasi oleh sistem pertemuan yang menggunakan sarana
elektronik. Ketiga, pendokumentasian dapat berlangsung melalui kegiatan
pencatatan sebelum terstruktur, misalnya intervensi pendukung teknis sebagai
bagian dari kesenjangan, dan kegiatan sebelum strategi penggunaan
pengetahuan terjadi. Keempat, pendokumentasian dapat berlangsung karena
memang sengaja dilakukan, seperti melalui kegiatan penyaringan,
mengindeks, mengemas, dan membersihkan pengetahuan dari unsur-unsur
yang tidak diperlukan.
Pengemasan pengetahuan merupakan proses memisahkan, membersihkan, dan
memoles, menyusun, membentuk atau mengindeks dalam berbagai cara.
Aktivitas yang termasuk mengemas pengetahuan antara lain menulis isi
pengetahuan, menyusun pengetahuan ke dalam objek pengetahuan dengan
menambahkan konteks, mengembangkan pengetahuan lokal ke dalam objek
terbatas dengan tidak mengaitkannya dengan konteks, membersihkan dan
memangkas serta mengembangkan skema klasifikasi pengetahuan.
Pendistribusian pengetahuan bisa berlangsung secara pasif seperti penerbitan
laporan berkala, mengkaji ulang hasil-hasil pertemuan atau menyebarkan
pengetahuan melalui bantuan elektronik kepada mereka yang memerlukannya.
Termasuk dalam kategori kegiatan penyebaran pengetahuan, yaitu penilaian
pengetahuan yang ingin digunakan kembali, membantu pengguna menemukan
pengetahuan yang diinginkan dengan cara yang lebih tepat, membantu
organisasi mengadopsi pengetahuan, termasuk mengenai bagaimana cara
menyusun dan memfasilitasi pengembangan komunitas internal dan eksternal.
Penggunaan kembali pengetahuan mencakup pemanggilan kembali –informasi
yang telah tersimpan apakah dalam skema berupa tempat, indeks atau
klasifikasi, dan pengakuan- bahwa informasi dapat memenuhi kebutuhan
pengguna, dan juga secara aktual pengetahuan tersebut dapat diterapkan. Hal
yang sama bahwa pemanfaatan pengalaman manusia mencakup
pengidentifikasian para ahli dalam hal subjek pengetahuannya, pemilihan ahli
yang paling tepat untuk keperluan khusus, berbagai tanggapan dan hasil
penerapannya. Jenis penggunaan kembali pengetahuan yang penting
mencakup analisis sistematik dari catatan penciptaan berbagai macam tujuan
yang berbeda. Biasanya disebut dengan “data timing”. Penggunaan kembali
pengetahuan umumnya terdiri dari empat aktivitas yang berbeda, yaitu
55
pertama, menentukan pertanyaan untuk mencari. Tahap ini merupakan tahap
yang paling penting bagi keberhasilan penggunaan kembali pengetahuan.
Perlu dicatat bahwa salah satu ciri pemisahan keahlian orang baru, yaitu
apabila para ahli mengetahui apa pertanyaan yang diajukan. Kedua, mencari
lokasi keahlian atau ahlinya. Ketiga, pemilihan ahli yang tepat atau ahli yang
disarankan dari hasil pencarian. Keempat, penerapan pengetahuan yang
mencakup analisis prinsip-prinsip umum terhadap situasi khusus, atau proses
yang sering kali disebut dengan rekontekstualisasi pengetahuan yang telah
didekontekstualisasi pada saat pengetahuan tersebut ditangkap dan disusun.
Empat tipologi situasi yang berbeda di mana pengetahuan digunakan yaitu; 1)
berbagi prosedur pekerjaan, 2) praktisi berbagi pekerjaan, 3) keahlian-orang-
orang baru, dan 4) pemilik pengetahuan dari pihak kedua (sekunder).
E. Implementasi Knowledge Management dan Perancangan Organisasi
Perubahan strategi menuntut adanya perubahan struktur organisasi sebuah
perusahaan. Struktur organisasi menggambarkan bagaimana sebuah perusahaan
mengalokasikan dan memposisikan sumber daya yang dimilikinya dan mengatur interaksi
antar pekerja, unit dan posisi sehingga membentuk suatu formasi dan pola “permainan”
yang fit dengan strategi yang ditetapkan serta efektif dan efisien dalam memenangkan
kompetisi.
Strategi pengelolaan knowledge sebagai penjabaran strategi perusahaan, juga
merupakan faktor lainnya yang harus diperhatikan dalam pengorganisasian KM. Strategi
KM sangat menentukan apakah bentuk pengelolaannya terpusat di mana dalam satu
korporasi dikelola satu unit tersendiri, atau kombinasi terpusat dan terdesentralisasi, di
mana selain pengelola di pusat ada juga organisasi yang mengelola di divisi (di mana
hubungan antar pengelola di pusat dan di divisi bersifat independen).
Sebagaimana ditunjukkan gambar di bawah ini, ketika manahemen suatu
perusahaan menerapkanstrategi KM sebagai penjabaran dari strategi perusahaan, maka
proses bisnis dalam pengelolaan KM itu harus didefinisikan dan dibangun. Langkah
selanjutnya adalah mengidentifikasi sumber daya yang akan terlibat dalam eksekusi
proses bisnis tersebut, sehingga dapat ditentukan proses bisnis tersebut, sehingga dapat
ditentukan proses bisnis mana yang dilakukan secara otomatis oleh teknologi atau KM
tool dan proses bisnis mana saja yang harus dilakukan oleh manusia. perancangan dan
penetapan proses bisnis perlu dilakukan sebelum perancangan struktur untuk meredam
56
Strategi Organisasi
Strategi KM
Proses Bisnis KM
Eksekusi Proses olehTeknologi
Eksekusi ProsesOleh Manusia
Pendefinisian Peran &Job
Perancangan Struktur
Perancangan Mekanisme Koordinasi dan Komunikasi dengan Struktur Eksisting
Implementasi Organisasi dan Evaluasi Performasi Organisasi
dan meminimalisir kepentingan-kepentingan politik yang lumrah terjadi dalam proses
perancangan organisasi, misalnya struktur organisasi sering berubah untuk
mengakomodir karyawan-karyawan eksisting.
Gambar Mekanisme Perancangan Organisasi
Sesudah proses bisnis yang dieksekusi manusia diidentifikasi, maka didefinisikan peran
dan pekerjaan yang harus dilakukan oleh manusia untuk mengeksekusi tersebut.
pendefinisian peran dapat dilakukan dengan menetapkan hasil (outcome) dan tanggung jawab
untuk setiap komponen-komponen organisasi. Sedangkan pendefinisian pekerjaan dapat
57
dilakukan dengan menyusun job manual, yang berisi deskripsi pekerjaan, job requirement,
job performance standard, dan job within organization chart.
Proses selanjutnya adalah menyusun struktur organisasi, yang dilakukan dengan
menempatkan peran dan pekerjaan tadi dalam suatu posisi-posisi yang memiliki otoritas
formal dalam organisasi, termasuk dalam proses ini adalah penentuan di tingkatan mana unit
KM akan dicangkokkan, apakah langsung di BOD, di bawah BOD atau asisten direktur atau
ke level yang lebih rendah lagi. Keputusan tentang hal ini akan menggambarkan tingkat
komitmen pimpinan organisasi tentang arti penting KM dalam perusahaannya. Struktur
organisasi KM akan menghasilkan identitas yang beorientasi KM seperti specialist, CKO
(chief knowledge officer), senior manager KM, atau asisten direktur/vise president dan
identitas atau nama posisi lainnya yang akan dijelaskan dalam bab ini.
Sesudah struktur ditetapkan, maka proses selanjutnya adalah perancangan mekanisme
koordinasi dan komunikasi unit KM dengan komponen atau unit-unit organisasi eksisting.
Pada proses ini didefinisikan:
a. Unit atau komponen organisasi mana saja yang harus mencatu informasi ke unit KM,
b. Informasi apa saja yang dibutuhkan oleh unit KM,
c. Unit mana saja yang menerima hasil kerja unit KM dan laporannya,
d. Bagaimana ekspektasi unit lain terhadap unit KM, informasi atau kualitas laporan seperti
apa yang diinginkan unti lain dari unit KM,
e. Proses apa saja yang akan dilakukan oleh unit-unit lainnya terhadap hasil kerja unit KM
dan laporan yang diterima mereka dan bagaimana feedback terhadap unit KM.
Tahapan terakhir adalah implementasi organisasi baru dan pengukuran serta
pengevaluasian kinerjanya. Dalam tahapan ini dikumpulkan dan dievaluasi permasalahan
yang masih muncul dari interaksi unit KM dengan unit-unit lainnya, dan diukur serta
dievaluasi kinerja unit-unit KM sesuai dengan job performance standard yang telah
ditetapkan. Hasil evaluasi permasalaan dan kinerja unit KM ini akan menjadi masukan bagi
penyempurnaan proses-proses sebelumnya seperti strategi KM, proses bisnis dan mekanisme
koordinasi.
Pengorganisasian inisiatif KM akan memberi kejelasan tentang fungsi-fungsi, tugas-
tugas, struktur, tanggung jawab dan kualifikasi personil yang menjalankan aktivitas KM dari
hari ke hari. Pengalokasian personil yang merupakan salah satu wujud komitmen manajemen
dalam mengelola knowledge sebaiknya disesuaikan dengan tahapan implementasi KM di
perusahaan tersebut.
58
Pada tahap implementasi KM yang masih dalam tahap inisiasi dan sebelum unit KM
yang permanen dibentuk, untuk mengurangi risiko, sebaiknya implementasi KM
dilaksanakan oleh tim kecil yang berfungsi sebagai perencana dan sebagai tim perubahan
yang meletakkan fondasi dan strategi KM serta pengembangan insfrastruktur KM (KM tool).
Selanjutnya, jika fase inisiasi sudah dilewati, maka tahap selanjutnya adalah tahapan
implementasi perubahan. Pada tahapan ini, unit yang lebih permanen sudah dapat dibetnuk,
tujuan utama unit KM ini adalah mengelola proses-proses KM dan juga melakukan
transformasi organisasi menjadi organisasi yang berbasis penegtahuan. Keberhasilan
transformasi ini ditandai dengan terintegrasinya proses-proses KM dengan proses bisnis dan
aktifitas rutin perusahaan. Proses transformasi dilakukan dengan mengarahkan, memotivasi
dan memobilisasi seluruh manajemen dan karyawan untuk terlibat dalam prose KM, baik itu
dalam proses knowledge creation, knowledge retention, knowledge transfer/sharing dan juga
bagaimana agar knowledge itu memiliki dampak yang nyata bagi perusahaan melalui
knowledge utilisation.
59
BAB III
IMPELEMNETASI KNOWLEDGE MANAGEMENT (STUDI KASUS)
A. Penerapan Knowledge Management di PT Unilever (ULI)
PT Unilever adalah pemenang KM award tahun 2006, Penerapan KM di PT ULI adalah
sebagai berikut :
1. Pengelolaan Organisasi
a. Komunikasi Pemasaran yang Bersifat One-Voice.
Maksudnya adalah, walaupun elemen komunikasi pemasaran yang digunakan
berbeda-beda dalam meraih konsumen namun semua itu harus dapat
dikoordinasi dengan cara yang tepat oleh berbagai organisasi dan agensi yang
bekerja pada elemen-elemen yang berbeda tersebut. Komunikasi disini tidak
hanya bertujuan untuk meningkatkan brand awareness atau pencitraan produk
yang baik saja, namun juga harus dapat menimbulkan hasil penjualan yang baik.
b. Pengembangan SDM
Karyawan merupakan aset berharga bagi ULI, karena itu mereka membuat
strategi dan sistem human capital yang komprehensif.Beberapa hal yang
dilakukan antara lain Performance Development Program (PDP) yaitu rencana
pengembangan setiap karyawan sesuai dengan pekerjaan masing-masing. setiap
pertengahan tahun PDP dimonitor melalui Continuous Improvement Discussion
(CID) untuk membahas hal-hal yang perlu dilakukan untuk pengembangan
karyawan.
c. Budaya Coaching
Budaya coaching disini dilakukan dengan menempatkan senior manager untuk
menjadi coach suatu department. Sebelum menjadi coach, mereka dibekali
dengan pelatihan dan teknik coaching. Untuk budaya coaching ini diberi nama
Building Leaders as Generative Coaches.
d. Budaya Sharing Knowledge
ULI menuntuk senior manager menjadi learning champion yang dengan sukarela
membagi pengetahuan karena mereka adalah ahli dalam bidangnya. Hal-hal yang
dilakukan ULI adalah:
1) Learning award bagi management dan karyawan yang berkontribusi aktif
dalam berbagi pengetahuan dan pengalaman.
60
2) Retrospect berupa program penulisan tacit yang diperoleh dari pengalaman
para karyawan, dan bagi yang dianggap baik akan dipublikasikan di situs
departemen mereka.
3) SOLAR (Share of Learning and Discussion) ajang dimana pimpinan luar
ULI datang sebagai narasumber
4) Good idea merupakan inisiatif yang memfasilitasi karyawan (dengan
berbagai level) untuk menyampaikan ide sederhana (dalam bentuk apapun)
yang memiliki dampak besar bagi organisasi.
e. Strategi Teknologi Informasi
PT unilever menjalankan Komunikasi pasar terpadu (Integrated Marketing
Communication/IMC). Strategi ini merupakan upaya perusahaan untuk
memadukan dan mengkoordinasikan semua saluran komunikasi untuk
menyampaikan pesannya secara jelas, cara untuk mendekatkan diri dengan
customer agar customer lebih mengenal produk dan perusahaan.
f. Fasilitas untuk knowledge sharing
Beberapa fasilitas yang dibangun ULI adalah:
1) Learning Centre di Mega Mendung puncak dengan kelas dan e-learning.
2) Knowledge Club Online dan Online Library yang berupa database
pengetahuan dan perpusatakaan online
3) Intranet yang berisi semua aktivitas dan informasi organisasi terutama
scoreboard yang berisi progres pencapaian kinerja organisasi.
g. Pengembangan Knowledge Management di PT Unilever
Salah satu keunggulan Unilever Indonesia dalam mengembangkan Knowledge
Management maupun menciptakan Learning Organization adalah
kemampuannya dalam menciptakan berbagai program pembelajaran yang unik
dan menarik. Awalnya program ini ada yang merupakan usulan karyawan,
sebuah ide yang secara tidak sengaja disampaikan dalam sebuah pembicaraan
maupun hasil dari analisa kebutuhan untuk memanfaatkan berbagai media yang
ada.
Program pembelajaran yang dirancang antara lain:
1) Sharing Pengetahuan
Sharing ini bersifat mendalam dengan menghadirkan tokoh-tokoh di
perusahaan.
61
Knowledge Club à adalah sebuah talk show menghadirkan nara sumber
dari top management atau senior manager di mana mereka berbagi banyak
hal mulai dari keahlian khsusus, pengetahuan teknis dan non teknis,
pengalaman pribadi dan berbagai hal lainnya untuk menjadi sebuah
pembelajaran bagi seluruh karyawan yang mendengarkan.
Retrospect à sebuah proses melakukan kilas balik atau retrospeksi atas apa
yang sudah dilakukan di masa lalu. Topik yang dibahas terutama project-
project yang dilakukan perusahaan baik yang berhasil maupun gagal. Jika
berhasil akan menjadi catatan bagi generasi penerus untuk keberhasilan
yang lebih besar di masa mendatang. Sedangkan dari project yang gagal
semua orang belajar pelajaran apa yang dapat dipetik dari kegagalan
tersebut sehingga dapat dihindari di masa mendatang. Retrospect
dilakukan lewat talk show dan kemudian hasilnya dirangkum dalam
sebuah dokumen learning dengan gaya pembahasan berupa artikel bisnis
sebagai dokumen berharga bagi generasi selanjutnya di perusahaan.
2) Sharing Informal
SOLAR (Share of Learning and Result) à program ini dirancang agar
siapa saja bisa memberikan sharing pengetahuan dan pengalaman
terutama yang berkaitan pekerjaan atau mendukung seseorang untuk
berkarya lebih baik lagi. Selain memanfaatkan kontributor dari para
internal trainer di perusahaan juga sesekali mengundang pembicara tamu.
GLAD (Group Learning and Development) à adalah proses sharing dari
karyawan yang lebih senior kepada adik-adiknya tentang dunia kerja,
pengalaman pribadi, maupun tips-tips dalam menjalani tantangan di
pekerjaan maupun kehidupan pribadi.
Video Café à sebuah program unik di mana para peserta menyaksikan
program video interaktif tentang berbagai topik pengembangan diri sambil
menikmati kopi hangat yang membangkitkan selera.
Book Club à dirancang agar karyawan yang gemar membaca mendapat
wadah untuk memberikan sharing kepada karyawan lainnya tentang
pelajaran dan ilmu yang didapat dari buku-buku yang pernah dibacanya.
3) Online Sharing
Agar sebuah aktivitas pembelajaran (learning) dapat dinikmati oleh siapa
saja dan kapan saja, maka hampir seluruh kegiatan di atas memiliki catatan
62
baik berupa dokumentasi video, rekaman suara, laporan pembahasan,
maupun presentasi yang dipakai para kontributor. Seluruh materi ini
disimpan dan ditata dengan rapi dalam situs internal perusahaan yang diberi
nama K-Club yang berarti Knowledge Club. Kapanpun dan dimanapun
karyawan bisa mengakses materi tersebut untuk kemudian dijadikan
referensi. Sebagai perusahaan yang mendukung budaya belajar bagi seluruh
karyawannya, tidak lengkap rasanya jika tidak memiliki sebuah
perpustakaan. Untuk itu Unilever memiliki perpustakaan yang menyediakan
berbagai buku menarik terkait bisnis dan pengembangan pribadi bagi
seluruh karyawan.
Untuk memudahkan dibuat sistem Online Library sehingga seorang
karyawan di manapun dia berada bisa mengakses dan mencari buku yang
dibutuhkan dari meja kerjanya. Dengan sekali klik maka buku tersebut akan
tercatat dan dikirimkan ke lokasi kerja karyawan tersebut. Koleksi
perpustakaan ini dilengkapi pula dengan koleksi digital lainnya seperti e-
book, ringkasan dari buku-buku bisnis maupun ditambahkan modul-modul
training yang dirancang dan dibuat sendiri oleh karyawan.
4) Learning Award
Dalam melakukan knowledge management, PT Unilever Indonesia
melakukan berbagai pendekatan program pembelajaran (Learning). Proses
kegiatan pembelajaran tersebut secara total company, Unilever Indonesia
akhirnya merumuskan sebuah program yang disebut Learning Award.
Program ini mewadahi hampir seluruh kegiatan pembelajaran di perusahaan
baik yang sifatnya formal dan terstruktur maupun yang informal dan
sporadis.
Learning Award adalah suatu sistem untuk memotivasi orang-orang yang
memberikan sharing pengetahuan dan pengalaman kepada rekan kerja yang
lain. Atas kontribusi tersebut, mereka mendapatkan poin yang dapat
ditukarkan dengan berbagai hadiah sebagai bentuk apresiasi.
Perlu diingat disini, apresiasi tidak harus berbentuk materi karena apresiasi
tertinggi justru dirasakan ketika seseorang merasa bisa berkontribusi banyak
kepada rekan kerjanya yang lain lewat sharing berbagai pengetahuan dan
pengalaman serta ketika dia dihargai sebagai salah satu internal trainer di
perusahaan. Setiap tahunnya ditentukan karyawan-karyawan terbaik yang
63
berjasa besar dalam program pembelajaran dengan pemberian penghargaan
(award) tertentu seperti:
Learning Champion of The Year
Coach of The Year
The Most Active Contributor
The Most Valued Contributor
Top Scorer Award
Dan secara khusus sebagai pimpinan perusahaan akan memberikan selamat
dan penghargaan yang menciptakan kebanggaan bagi para kontributor
kegiatan pembelajaran dan membuat mereka semangat untuk lebih
berkontribusi dan lebih baik lagi di tahun-tahun berikutnya. Kegiatan ini
pada akhirnya ditujukan untuk kemajuan perusahaan agar terus menjadi
terbaik.
Salah satu keunggulan PT Unilever Indonesia dalam mengembangkan
knowledge management maupun menciptakan learning organization adalah
kemampuannya dalam menciptakan berbagai program pembelajaran yang
unik dan menarik
B. Penerapan Knowledge Management di Pendidikan Tinggi
Sebelum knowledge dapat di sharing di dalam suatu organisasi, langkah pertama
harus diidentifikasi terlebih dahulu. Dari pengalaman melakukan mapping knowledge ke
dalam organisasi yang mempunyai struktur hierarki yang baik dan job deskripsi yang
jelas ternyata sangat sulit. Begitu pula dengan perguruan tinggi yang mempunyai
beberapa fakultas yang akan lebih berkonsentrasi ke dalam fakultasnya masing-masing,
bahkan terkadang mempunyai kecenderungan mengesampingkan fakultas lainnya. Jadi
sangat sulit untuk mengidentifikasi penghalang/kendala dalam knowledge base dan
diharapkan dapat juga membuang knowledge yang sudah kuno, maka untuk ini harus
melibatkan pendekatan multi-method data collection dan harus dapat mensupport seluruh
fakultas dan administrasi. Pada gambar di bawah ini diberikan enam tahap proses
framework untuk identifikasi knowledge :
64
Gambar Knowledge Maping di Perguruan Tinggi
1. Tahap 1 :hal yang dilakukan pada tahap ini adalah mencatat secara garisbesar
identifikasi dasar dari knowledge dan skill yang ada di perguruan tinggi. Pada tahap
ini di identifikasi juga curiculum vitae dari tiap anggota fakultas. Disini
mencerminkan pengalaman industri dulu dan riset yang dipublikasikan, tanggung
jawab mengajar, servis dan aktivitas konsultasi. Dilaksanakan inventory journal yang
telah dipublikasikan dan proceeding konferensi / seminar yang akan membantu bagi
yang berminat di area khusus / bidang tertentu. Ketika inventory dari knowledge
yang dimiliki setiap anggota fakultas, telah dikembangkan maka dilanjutkan tahap
kedua.
2. Tahap 2: interview secara personal untuk menyempurnakan daftar bidang knowledge
dan skill yang ada. Proses data collection dimulai dengan menyelenggarakan semi-
structured interview secara personal dari setiap anggota fakultas. Pendekatan
knowledge level untuk seluruh perguruan tinggi kemudian dapat di atur ke setiap
individual.
3. Tahap 3: focus setiap group untuk mengatur bidang knowledge dan skill ke dalam
kategori yang sedang populer.
4. Tahap 4: proses melibatkan pengembangan self-report survey, guna
mencaripengukuran level / tingkatan dari keahlian yang dimiliki masing-masing
anggota fakultas untuk kepentingan bidang master knowledge. Ada dua halvpenting
yang dilakukan pada tahap ini. Pertama setiap individu mendapat kesempatan untuk
melaporkan level knowledge nya dalam konteks bidang new-master dari knowledge.
65
Kedua adalah berkaitan dengan ke-valid-an data pada tahap kedua adalah sebaik
pada awal tahap ketiga.Jadi pada tahap ke empat ini menunjukkan perlunya validity
check untuk meyakinkan bahwa yang telah diukur memang benar telah diukur.
5. Tahap 5: identifikasi knowledge dan skill yang relevan dengan sumber dari luar. Pada
tahap ini dipertimbangkan pohon ilmu atau body knowledge dan skill yang harus
dimiliki mahasiswa ketika lulus dari pergutuan tinggi. Penting untuk mengetahui
sumber informasi yang datang dari organisasi mana yang banyak merekrut
mahasiswa ketika lulus. Mempunyai hubungan dengan recuiter surveys, alumni
surveys atau konsultan, sehingga informasi langsung dari mereka dalam hal
perekrutan tenaga kerja menjadi hal kritis.
6. Tahap 6: menyesuaikan knowledge dan skill yang dibutuhkan industri dengan dasar
knowledge dan skill yang ada. Jadi tahap terakhir pada proses knowledge
management mendatangkan keuntungan ke dalam perguruan tinggi tentang bidang
dasar knowledge dan skill yang relevan, bidang apa yang dianggap kuno dan biang
yang dianggap kurang. Keenam tahap yang ada tersebut dalam proses knowledge
management akan banyak membantu dalam hal knowledge sharing, dari setiap
anggota fakultas akan mengetahui informasi yang berguna, mulai siapa pengajar,
pemimpin penelitian, pemberi servis dan konsultasi di bidang knowledge yang
bervariasi.
Dalam paradigm Perguruan Tinggi definisi knowledge management menurut
penulis adalah sebuah sistem dimana perguruan tinggi mengimplementasikan proses
sosialisasi, eksternalisasi, internalisasi dan kombinasi dalam penyerapan dan
penyebaran ilmu pengetahuan sehingga institusi tersebut kreatif dan inovatif
memproduksi ilmu dan sumber daya manusia yang unggul. Aplikasi manajemen
pengetahuan harus tercermin dalam pengelolaan pengetahuan di Perguruan Tinggi
melalui konversi pengetahuan seperti : sosialisasi,eksternalisasi dan internalisasi yaitu
melalui berbagai pertemuan ilmiah baik berupa rapat rutin, seminar maupun lokakarya
serta mendokumentasiannya Sedangkan dalam konversi pengetahuan kombinasi perlu
memanfaatkan information technology, e-learning, multimedia, internet dan lain dalam
menyelesaikan pekerjaannya. Adapaun mekanismenya adalah:
1. Mengelola Knowledge Worker di Perguruan Tinggi
Dalam konteks Perguruan Tinggi, maka knowledge worker utamanya adalah Dosen
karena mereka adalah ilmuwan yang melakukan kegiatan pengajaran,penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat. Hal ini sesuai yang dinyatakan oleh Witney (2003)
66
yang mengklasifikasikan pekerja pengetahuan (knowledge worker) ke dalam 3
kategori yaitu : kategori tinggi (misalnya professor, ilmuwan dan peneliti),moderat
(misalnya manajer dan koordinator) dan rendah (misalnya pekerja/petugas
administrasi). Peter Drucker adalah orang yang pertama kali mengenalkan istilah
knowledge worker pada tahun 1959 dalam bukunya Landmark of Tomorrow, dimana
menekankan pergeseran dari model ekonomi yang didasarkan pada pekerjaan manual
ke salah satu era dimana pengetahuan menjadi sumber daya utama. Berdasarkan data
yang dilansir oleh Kementrian Pendidikan Nasional (2009) jumlah Dosen yang telah
memiliki NIDN adalah 257.449, dimana dari jumlah tersebut 58% berpendidikan
sarjana/diploma, 35,5% berpendidikan Magister/Sp-1,dan 6,5% berpendidikan
Doktor/Sp-2. Ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dosen masih perlu
ditingkatkan lagi terutama yang berpendidikan S1/Diploma yang jumlah lebih dari
50%, dan yang berpendidikan S3 baru 6,5%. Adapun dari indikator lain yang
bermakna perlu peningkatan kualitas knowledge worker di Perguruan Tinggi dapat
dilihat dari jabatan akademik para Dosen. Jumlah Dosen yang belum mempunyai
jenjang kepangkatan akademik mencapai separuh jumlah dosen yang terdaftar di
DIKTI yaitu 137.384 orang (53.36%). Secara nasional mereka yang mempunyai
jabatan akademik Guru Besar relatif sangat sedikit yakni hanya 4.915 (1,91%).
Dalam rangka meningkatkan capaian MP3EI maka peran Perguruan Tinggi harus
makin ditingkatkan dengan cara menciptakan sebuah ekosistem learning
organization yang mampu mendorong para knowledge worker yaitu para dosen
produktif untuk menulis dan meneliti yang terdiri dari : a) organizational learning
yaitu pembelajaran keorganisasian dari k-worker sesuai dengan levelnya masing –
masing (tingkat pendidikan dan jenjang jabatan akademiknya), b) learning at work
pembelajaran yang dilakukan di tempat kerja (on the job) dengan memandang
pembelajaran dan pengetahuan sebagai kontek terikat (context-dependent) yang harus
diterapkan di tempat kerja. Contohnya dengan meningkatkan kualitas belajar
mengajar, meningkatkan resource pembelajaran dan up grade keahlian yang dimiliki
para dosen serta mengaplikasikannya di dalam penelitian dan pengabdian
masyarakat, sebagai bentuk kontribusi k-worker terhadap lingkungannya. Selanjutnya
c) learning climate yaitu Perguruan Tinggi memfasilitasi pembelajaran para dosen
sehingga mampu mencreate climate learning dan academic atsmosfere yang tinggi.
Seperti akses internet wifi, akses berlangganan jurnal nasional maupun internasional,
laptop, printer, teleconference, memfasilitasi pembuatan buku ajar dan lain-lain.
67
Terakhir adalah membentuk Learning Structure, menurut Ortenblad (2004) adalah
pembelajaran terus menerus yang dilakukan oleh organisasi sampai muncul
kepermukaan bahwa pembelajaran tersebut telah berkembang dan bertahan secara
fleksibel dan menjadi outcome bagi organisasi. Dari proses ini akan menciptakan
ikllim yang baik bagi k-worker sehingga menjadi dosen-dosen yang handal untuk
mencetak generasi unggul di Indonesia.
2. Aktualisasi Peran Knowledge Leader
Kinerja Knowledge Worker tidak terlepas dari kepemimpinan Knowledge Leader
yaitu orang yang membuat dan menggunakan pengetahuan untuk meningkatkan
professional mereka sendiri maupun efektivitas organisasi yang dipimpinnya.
Selanjutnya menurut Debowski (2006) pemimpin pengetahuan memiliki peran
memberikan visi strategis, memotivasi orang lain, berkomunikasi secara efektif,
bertindak sebagai agen perubahan, pelatih orang lain disekitarnya, memberikan
model praktik-praktik yang baik dan melaksanakan agenda pengetahuan. Dalam
Perguruan Tinggi yang menjadi Knowledge Leader mulai dari yang terendah adalah
Ketua Program Studi, Dekan, dan Para Pembantu Rektor serta Rektor sebagai Top
Leadernya. Para pemimpin pengetahuan di Perguruan Tinggi perlu memahami fakta
bahwa kekuasaan berasal dari kepemilikan pengetahuan khusus serta memfasilitasi
dalam mempengaruhi pekerja pengetahuan (Macneil,2003). Pemimpin yang
mendorong rangsangan intelektual ditemukan memiliki dampak positif pada
perolehan pengetahuan (Politis, 2001 dan 2002), berbagi pengetahuan (Chen, 2004).
Hal ini lebih didukung oleh temuan-temuan yang menyatakan hubungan positif
antara kekuasaan pemimpin yang memiliki keahlian. Sharmila et al (2010)
mendefinisikan Pemimpin Pengetahuan yaitu kemampuan pemimpin yang harus
mampu mempengaruhi dan meyakinkan manajemen puncak dan pekerja pengetahuan
yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi untuk proses dinamis dari
penciptaan, berbagi dan aplikasi pengetahuan.
Adapun kerangka yang dibuat oleh Sharmila (2010) adalah seperti pada Gambar
berikut ini :
68
Gambar . Leadership Behavior For Knowledge Leaders
Sumber : Sharmila et al (2010)
Implementasi knowledge management di lingkungan Perguruan Tinggi dapat dalam
bentuk :
1) Proses mengkoleksi, mengorganisasikan, mengklasifikasi, dan menyebarkan
informasi/pengetahuan ke seluruh unit di organisasi agar informasi/pengetahuan
itu berguna bagi siapa yang memerlukannya;
2) Kebijakan, prosedur dan teknologi yang dipakai untuk mengoperasikan
pangkalan data yang terhubungkan dalam jaringan intranet agar tetap up to date;
3) Menggunakan teknologi informasi untuk menangkap pengetahuan yang terdapat
didalam pikiran para peneliti, dosen sehingga pengetahuan itu bisa secara mudah
dipakai bersama. KM bertujuan mengumpulkan pengetahuan yang benar-benar
diperlukan oleh peneliti atau dosen di dalam sebuah tempat penyimpanan
terpusat (server besar), dan membuang informasi atau pengetahuan yang tidak
perlu;
4) Memastikan adanya lingkungan yang lengkap untuk pengembangan
penggunaan expert systems;
Dimensi dari knowledge leader yang mempengaruhi pekerja pengetahuan dalam
mengadopsi praktek-praktek manajemen pengetahuan yaitu :
a. Intelectual Stimulator
Bagi pemimpin pengetahuan mempengaruhi pekerja pengetahuan memerlukan
keahlian khusus untuk memimpin melalui kekuatan intelektual, keyakinan,
persuasi dan dialog interaktif (Sharmila et.al 2010). Pemimpin yang memiliki
69
keahlian dapat merangkap peran sebagai trainer atau expert pengetahuan untuk
membantu para pekerja pengetahuan belajar bagaimana membuat dan
memanfaatkan pengetahuan melalui pengalaman yang dipandu (Ammar, 2002).
Pemimpin ahli di perguruan tinggi dapat menginformasikan pekerja pengetahuan
yaitu dosen apa yang mereka kurang mengerti dan merangsang perdebatan yang
sehat yang mengarah pada penciptaaan pengetahuan di lingkungannya.
b. People Person
Pada hakekatnya pekerja pengetahuan yang sudah matang dan independen seperti
di perguruan tinggi tidak begitu memerlukan seorang pemimpin yang selalu
mengontrol kegiatan mereka seperti pekerja di pabrik. Sebaliknya, mereka ingin
para pemimpin mereka untuk menjadi contoh, bukan hanya sekedar memberi
contoh. Seperti yang dikatakan oleh Yukl (2006) people person mengacu pada
para pemimpin yang berorientasi hubungan, disukai, dihormati dan dianggap
layak untuk ditiru dan diteladani. Kepemimpinan yang efektif dikaitkan dengan
individu sangat menampilkan kualitas. Sehingga people person di
perguruan tinggi bermakna pemimpin yang menampilkan kualitas kepribadian
(memenuhi janji, keterbukaan, kejujuran, kebijaksanaan, konsistensi dan
integritas) akan menjadi pantuan untuk dan dapat ditiru oleh anak buahnya (dosen
maupun tenaga adminstrasi) yang kemudian mempengaruhi mereka untuk
senantiasa aktif menciptakan pengetahuan ataupun berinovasi dengan pengetahuan
baru.
c. Reinforcer
Reinforcer dalah kondisi dimana pemimpin pengetahuan dapat memberikan
penghargaan baik berupa imbalan moneter (misalnya insentif dan bonus) atau
yang intangible seperti penghargaan berupa tugas-tuga yang menantang, promosi,
pengakuan social, pujian dan penghargaan yang mempengaruhi pekerja
pengetahuan.
Beberapa studi menunjukkan bahwa pemberian hadiah sebagai motivator
yang sangat kuat dalam mempengaruhi perilaku dan komitmen pekerja
pengetahuan (Sharmila et al, 2009). Perlu juga dipertimbangkan dalam Perguruan
Tinggi yaitu menjaga keseimbangan kehidupan kerja, diikuti oleh pengakuan
karir, prestasi professional, renumerasi, prospek perkembagan karir, dan
tantangan intelektual, pemanfaatan tenaga kerja, hubungan rekan kerja dan
pertumbuhan pribadi diprediksi mampu menguatkan komitmen para Dosen.
70
d. Disciplinarian Not
Dalam organisasi berbasis pengetahuan, penggunaan kekuatan dan
kekuasaan oleh pemimpin dengan cara formal akan berdampak efek negatif
sehingga knowledge worker menjadi kurang puas dan tidak berkomitmen kepada
organisasinya bahkan mereka bisa bersikap apatis.
Sehingga menurut Politis (2005), tindakan mengontrol dan menegur pekerja
dengan penggunaan kekuasaan dan status formal dianggap sebagai
penghalang untuk praktek-praktek manajemen pengetahuan seperti akusisi
pengetahuan. Sedangkan menurut Jong & Hartog (2007) akan menghalangi
transfer pengetahuan dan penerapan pengetahuan. Pada akhirnya untuk
mempromosikan sebuah ide dan mengawasi pelaksanaan pekerjaan, para
pemimpin pengetahuan diharapkan mendelegasikan dan mengadopsi langkah-
langkah konsultatif, bukan menggunakan cara-cara yang berlebihan dalam
pemantauan kinerja bawahannya.
e. Flexible Gatekeeper
Dosen membutuhkan informasi tentang kebutuhan dan pengembangan dirinya
dalam lingkungan kerja di Perguruan Tinggi untuk memproses dan menciptakan
pengetahuan yang berharga serta merangsang penyebaran informasi diantara
mereka sehingga ide-ide kreatif dan kebaharuan akan muncul. Oleh karena itu
menurut Sharmila et al (2010) perilaku ini paling tepat digambarkan sebagai
“Gatekeeper”, mereka memegang kunci sumber informasi dan mereka memegang
kekuasaan untuk mengendalikan ketersediaan an keakuratan informasi dengan
kata pemegang kekuatan informasi.
Pemimpin pengetahuan bisa menggunakan mekanisme untuk memfasilitasi
kemudahan akses pengetahuan yang dilindungi seperti penggunaan password
untuk memungkinkan akses yang berwenang. Ini membawa dimensi bahwa
“Fleksibel Gatekeeper” sebagai orang yang lebih fleksibel atas akses informasi
dan memfasiitasi penyebaran informasi kepada para pekerja pengetahuan.
f. Networker
Para pemimpin pengetahuan harus semakin berfokus pada organisasi dan
membentuk para pekerja pengetahuan untuk menampilkan perilaku yang
berstandar terhadap pencapaian tujuan organisasi. Sehingga para pemimpin
pengetahuan harus mencari, memenuhi kebutuhan, keinginan tahuan, merangsang
71
kecerdasan, mengakui prestasi dan memasok para pekerja pengetahuan dengan
semua sumber daya (misalnya jaringan dan informasi).
Riset di Perguruan Tinggi adalah bagian dari upaya akademik untuk menemukan
solusi ilmiah bagi persoalan-persoalan manusia atau proses penciptaan
pengetahuan baru. Menurut Setiarso (2006) proses penelitian dan pengembangan
suatu ilmu dan teknologi tidak dapat dilepaskan dari kondisi tiga elemen dasarnya,
yakni (1) komunitas ilmuwan dan teknologi itu sendiri, (2) sistem ilmu dan
teknologi yang berkaitan dengan kondisi sosial, politik, ekonomi dan budaya
tempat ilmu dan teknologi itu berkembang, serta (3) organisasi yang menjadi
semacam katalis bagi komunitas untuk tumbuh kembang di dalam sistem yang
lebih luas.
72
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Knowledge Manajemen adalah suatu disiplin yang memperlakukan modal aset
intelektual yang dikelola sebab menurutnya konsep manajemen nnowledge
(knowledge management) pada dasarnya adalah berkembang dari kenyataan bahwa
dimasa sekarang dan dimasa depan, aset utama sebuah organisasi agar mampu
berkompetisi adalah aset intelektual atau knowledge bukan aset kapital.
2. Proses knowledge manajemen dimulai dari penciptaan pengetahuan, akuisisi
pengetahuan, dan transfer pengetahuan serta penggunaan kembali.
3. Membangun knowledge manajemen untuk membangun inovasi organisasi dalam
proses penciptaan pengetahuan hingga transfer dan penggunaan kembli diperlukan
penyesuaian strategi dalam organisasi baik perubahan struktur, penguatan sumber
daya manusia, dan penyediaan fasilitas untuk menjadi organisasi yang unggul.
B. Saran
1. Praktik yang dikembangkan dalam knowledge managemen di bidang pendidikan
masih berupa data dan informasi yang digunakan untuk mengambil keputusan belum
sampai pada pengembangan inovasi organisasi.
2. Membangun sistem informasi knowledge yang memadai sebagai modal utama dalam
kemudahan akses pengetahuan secara eksplisit.
73
DAFTAR PUSTAKA
Bargeron, Bryan, (2003) , Essensial of Knowledge Management, United state amerika
Hilmi Aulawi, Rajesri Govindaraju, Kadarsah Suryadi, Iman Sudirman , (2014) Jurnal hubungan knowledge sharing behavior dan individual innovation capability , Fakultas Teknologi Industri, Program Studi Teknik Industri, Institut Teknologi Bandung
Rossi S Wahyuni , Marti Riastuti, Jurnal : implementasi knowledge management di perguruan tinggi Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Sipil) Universitas Gunadarma - Depok 20-21 Oktober 2009 Vol.3 Oktober 2009 , ISSN: 1858-2559
Setiarso, Bambang, (2009), Penerapan Knowledge Management Pada Organisasi,
Yogyakarta, Penerbit : Graha Ilmu,
Tobing, Paul (2007 ), Knowledge Manajemen, Konsep, Arsitektur dan Implementasi, Yogyakarta, Penerbit :Graha Ilmu
Sangkala (2007), Knowledge Management: Suatu Pengantar memahami bagaimana organisasi mengelola pengetahuan sehingga menjadi orgaisasi yang unggul, Jakarta : Rajagrafindo Persada
Reniati, SE.,M.Si, (2009) Jurnal praktek knowledge management pada perguruan tinggi melalui knowledge worker dan knowledge leader berbasis strategi MP3EI (sebuah critical review), Jurusan Manajemen-Fakultas Ekonomi-Universitas Bangka Belitung
William R. King , Journal Knowledge Management and Organizational Learning
74