30
I. Judul : Koefisien Distribusi Iod II. Tujuan : 1. Mengekstrak iod dalam pelarut organik 2. Menghitung harga Kd dari iod Tanggal : 27 Maret 2013, Pukul 08.00-12.00 III. Dasar teori : Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dari komponen-komponen dalam campuran. Pada proses ekstraksi tidak terjadi pemisahan segera dari bahan-bahan yang akan diperoleh (ekstrak), melainkan mula-mula hanya terjadi pengumpulan ekstrak (dalam pelarut). Suatu proses ekstraksi biasanya melibatkan tahap-tahap seperti : mencanpur bahan ekstraksi dengan pelarut dan membiarkannya saling kontak. Dalam hal ini terjadi perpindahan massa dengan cara difusi pada bidang antarmuka bahan ekstraksi dan pelarut. Dengan demikian terjadi ekstraksi yang sebenarnya, yaitu pelarut ekstrak. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut dalam proses ekstraksi : 1.Selektivitas Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen-komponen lain dari bahan ekstraksi. Pada ekstraksi bahan-bahan alami, sering terjadi bahan lain (misalnya lemak, resin) ikut dibebaskan bersama-sama dengan ekstrak yang diinginkan. Dalam hal itu larutan ekstrak tercemar, larutan ekstrak tersebut harus dibersihkan, misalnya diekstrak lagi dengan menggunakan pelarut kedua. 2. Kelarutan

Koefisien Distribusi Iod

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan praktikum kimia analitik II: dasar-dasar pemisahan kimia

Citation preview

I. Judul

: Koefisien Distribusi Iod

II. Tujuan

: 1. Mengekstrak iod dalam pelarut organik

2. Menghitung harga Kd dari iod

Tanggal

: 27 Maret 2013, Pukul 08.00-12.00

III. Dasar teori

:

Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dari komponen-komponen dalam campuran. Pada proses ekstraksi tidak terjadi pemisahan segera dari bahan-bahan yang akan diperoleh (ekstrak), melainkan mula-mula hanya terjadi pengumpulan ekstrak (dalam pelarut). Suatu proses ekstraksi biasanya melibatkan tahap-tahap seperti : mencanpur bahan ekstraksi dengan pelarut dan membiarkannya saling kontak. Dalam hal ini terjadi perpindahan massa dengan cara difusi pada bidang antarmuka bahan ekstraksi dan pelarut. Dengan demikian terjadi ekstraksi yang sebenarnya, yaitu pelarut ekstrak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut dalam proses ekstraksi :

1. Selektivitas

Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen-komponen lain dari bahan ekstraksi. Pada ekstraksi bahan-bahan alami, sering terjadi bahan lain (misalnya lemak, resin) ikut dibebaskan bersama-sama dengan ekstrak yang diinginkan. Dalam hal itu larutan ekstrak tercemar, larutan ekstrak tersebut harus dibersihkan, misalnya diekstrak lagi dengan menggunakan pelarut kedua.2. Kelarutan

Pelarut hendaknya memilikinya kemampuan melarutkan ekstrak yang besar (kebutuhan pelarut lebih sedikit).3. Kemampuan tidak saling tercampur

Pada ekstraksi cair-cair, pelarut tidak boleh larut dalam bahan ekstraksi.4. Kerapatan

Untuk ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini dimaksudkan agar kedua fasa dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah pencampuran (pemisahan dengan gaya berat).

5. Reaktivitas

Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen-komponen bahan ekstraksi. Seringkali ekstraksi juga disertai dengan reaksi kimia. Dalam hal ini bahan yang akan dipisahkan mutlak harus berada dalam bentuk larutan.6. Titik didih

Pemisahan ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara penguapan, destilasi atau rektifikasi, maka kedua bahan itu tidak boleh terlalu dekat dan keduanya tidak membentuk aseotrop.

Faktor-faktor yang lain :

-murah

-tersedia dalam jumlah besar

-tidak beracun

-tidak dapat terbakar

-tidak eksplosif bila bercampur dengan udara

-tidak korosif

-tidak menyebabkan terbentuknya emulsi

-stabil secara kimia dan termis

Setiap proses ekstraksi harus dicari pelarut yang paling sesuai. Beberapa pelarut yang penting adalah air, asam-asam organik dan anorganik, hidrokarbon jenuh, toluene, karbon disulfit, eter, aseton, hidrokarbon yang mengandung klor, isopropanol, etanol.

Dengan satu tahap ekstraksi tunggal, yaitu mencampur bahan ekstraksi dengan pelarut satu kali, umumnya tidak seluruh ekstrak terlarutkan. Hal ini disebabkan adanya kesetimbangan antara ekstrak yang terlarut dan ekstrak yang masih tertinggal dalam bahan ekstraksi (hukum distribusi). Pelarutan lebih lanjut hanya mungkin dengan cara memisahkan larutan ekstrak dari bahan ekstraksi dan mencampur bahan ekstraksi tersebut dengan pelarut baru. Proses ini dilakukan berulang-ulang hingga derajat ekstraksi yang diharapkan tercapai.

Ekstraksi akan lebih efisien jika dilakukan dalam jumlah tahap yang banyak. Setiap tahap menggunakan pelarut yang sedikit. Kerugiannya adalah konsentrasi larutan ekstrak makin lama makin rendah dan jumlah total pelarut yang dibutuhkan menjadi besar.

Efisien ekstraksi juga dapat menggunakan proses aliran yang berlawanan. Bahan-bahan ekstraksi mula-mula dikontakkan dengan pelarut yang sudah mengandung ekstrak (larutan ekstrak) dan pada tahap akhir proses dikontakkan dengan pelarut yang segar. Metode ini, pelarut dapat dihemat dan konsentrasi larutan ekstrak yang lebih tinggi dapat diperoleh.

Permukaan, yaitu bidang antar muka untuk perpindahan massa antara bahan ekstraksi dengan pelarut harus besar pada ekstraksi padat-cair. Hal tersebut harus dicapai dengan memperkeccil ukuran bahan ekstraksi, dan pada ekstraksi cair-cair dengan mencerai-beraikan salah satu cairan menjadi tetes-tetes.

Tahanan yang menghambat pelarut ekstrak seharusnya bernilai kecil. Tahanan tersebut terutama tergantung pada ukuran dan sifat partikel dari bahan ekstraksi. Semakin kecil partikel ini, semakin pendek jalan yang harus ditempuh pada perpindahan massa dengan cara difusi, sehingga rendah tekanannya.

Suhu. Semakin tinggi suhu, semakin kecil viskositas fasa cair dan semakin besar kelarutan ekstrak dalam pelarut. Selain itu, kecenderungan pembentukan emulsi berkurang pada suhu tinggi.Ekstraksi padat cairPada ekstraksi padat cair, satu atau beberapa komponen yang dapat larut dipisahkan dari bahan padat dengan bantuan pelarut. Proses ini digunakan secara teknis dalam skala besar dibidang industri bahan alam.

Proses ekstraksi padat cair merupakan ekstraksi yang digabungkan dengan reaksi kimia. Dalam hal ini ekstrak, dengan bantuan suatu asam anorganik misalnya, dikonversikan terlebih dahulu ke dalam bentuk yang larut.

Pada ekstraksi, yaitu ketika bahan ekstraksi dicampur dengan pelarut, maka pelarut, maka pelarut menembus kapiler-kapiler dalam bahan padat dan melarutkan ekstrak. Larutan ekstrak dengan konsentrasi tinggi terbentuk dibagian dalam bahan ekstrak. Untuk memperoleh efisiensi yang tinggi pada tiap tahap ekstraksi, perlu diusahakan agar kuantitas cairan yang tertinggal sekecil mungkin.

Untuk mencapai kecepatan ekstraksi yang tinggi pada ekstraksi padat cair, syarat-syarat yang harus dipenuhi.

1.memperluas permukaan tahan

Karena perpindahan massa berlangsung pada bidang kontak antara fasa padat dan fasa cair, maka bahan itu perlu sekali memiliki permukaan yang seluas mungkin. Ini dapat dicapai dengan memperkecil ukuran bahan ekstraksi.

2.kecepatan alir pelarut

kecepatan alir pelarut sedapat mungkin besar dibanding dengan laju alir bahan ekstraksi, agar ekstrak yang terlarut dapat segera diangkut keluar dari permukaan padat.

3.suhu

suhu yang lebih tinggi (viskositas pelarut lebih rendah, kelarutan ekstrak lebih besar) pada umumnya menguntungkan kerja ekstraksi.

Ekstraksi cair cairPada ekstraksi cair cair, suatu komponen bahan atau lebih dari suatu campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut. Proses ini misalnya untuk memperoleh vitamin, antibiotika, bahan-bahan penyedap, produk-produk minyak bumi, dan garam-garam logam. Ekstraksi cair cair terutama digunakan bila pemisahan campuran dengan cara distilasi tidak mungkin dilakukan. Ekstraksi cair cair selalu terdiri atas sedikitnya dua tahap yaitu pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut dan pemisahan kedua fasa cair itu sempurna.

Pada saat pencampuran terjadi perpindahan massa, yaitu ekstrak meninggalkan pelarut yang pertama (media pembawa) dan masuk ke dalam pelarut kedua (media ekstraksi). Sebagai syarat ekstraksi ini, bahan ekstraksi dan pelarut tidak saling melarut. Agar terjadi performansi ekstraksi yang besar (pemisahan massa yang baik) diharuskan agar bidang kontak yang seluas mungkin diantara kedua cairan.

Pada saat pemisahan cairan yang telah terdistribusi menjadi tetes-tetes harus menyatu kembali menjadi fasa homogen dan berdasarkan kerapatan cukup besar dapat dipisahkan dari cairan yang lain. Kuantitas pemisahan per satuan waktu dalam hal ini semakin besar jika permukaan lapisan antar fasa semakin luas.Ekstraktor Cair Cair Tak KontinuDalam hal yang paling sederhana, bahan ekstraksi yang cair dicampur berulang kali dengan pelarut segar dalam sebuah tangki pengaduk. Larutan ekstrak yang dihasilkan tiap kali dipisahkan dengan cara penjernihan. Untuk konstruksi yang lebih menguntungkan bagi proses pencampuran dan pemisahan adalah tangki yang bagian bawahnya runcing (yang dilengkapi dengan perkakas pengaduk, penyalur ke bawah, maupun kaca intip yang tersebar pada seluruh ketinggiannya. Alat tak kontinu yang sederhana itu digunakan untuk mengelola bahan dalam jumlah kecil atau sekali-kali dilakukan ekstraksi.Ekstraktor Cair Cair Kontinu

Operasi kontinu pada ekstraksi cair cair dapat dilakasanakan dengan sederhana, karena tidak saja pelarut, melainkan juga bahan ekstraksi cair secara mudah dapat dialirkan. Bahan ekstraksi berulang kali dicampurkan dengan pelarut atau larutan ekstrak dalam arah berlawanan yang konsentrasinya semakin meningkat. Setiap kali kedua fasa dipisahkan dengan cara penjernihan. Bahan ekstraksi dan pelarut terus menerus diumpankan ke dalam alat. Sedangkan refinat dan larutan ekstrak dikeluarkan secara kontinu. Ekstraktor yang sering digunakan adalah kolom-kolom ekstraksi. Alat ini, disamping digunakan sebagai perangkat pencampur pemisah, juga digunakan bila bahan ekstraksi yang harus dipisahkan berada dalam kuantitas besar atau bahan tersebut diperoleh dari proses-proses sebelumnya secara terus-menerus.

Koefisien Distribusi (KD)Menurut hokum distribusi Nerst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling tercampur dimasukkansoluteyang dapat larut ke dalam kedua pelarut tersebut, maka akan terjadi pembagiansolutedengan perbandingan tertentu. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air. Perbandingan konsentrasi solute di dalam kedua pelarut tersebuttetap, dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi.

atau ..(1)

Co= konsentrasi fase organic

CA= konsentrasi fase air

Jika harga KDbesar, solute secara kuantitatif akan cenderung terdistribusi lebih banyak ke dalam pelarut organic. Jika harga KDkecil, solute secara kuantitatif akan cenderung terdistribusi lebih sedikit ke dalam pelarut organic.

Besarnya KDyang dihitung berdasarkan persamaan (1) hanya berlaku bila :

1.Solut tidak terionisasi dalam satu pelarut.

2.solute tidak berasosiasi dalam salah satu pelarut.

3.zat terlarut tidak bereaksi dengan salah satu pelarut atau reaksi-reaksi lain.

Angka Banding Distribusi (D)Jika solute terionisasi, berasosiasi dan bereaksi dengan salah satu pelarut maka kondisi demikian harga KDtidak dapat lagi menggambarkan distribusi solute diantara kedua fasa pelarut. Karena solute tidak berada dalam rumus molekul yang sama didalam kedua fasa pelarut. Oleh karena itu, perlu didefnisikan suatu besaran baru, yang dinamakan angka banding distribusi (D).

Angka banding distribusi menyatakan perbandingan konsentrasi total zat terlarut dalam pelarut organic (fasa organic) dan pelarut air (fasa air). Jika zat terlarut itu adalah senyawa (X), maka rumus angka banding distribusi dapat ditulis :

D =konsentrasi total senyawa X dalam fasa organic Konsentrasi total senyawa X dalam fasa airPada kondisi ideal dan tidak terjadi asosiasi, disosiasi atau polimerasi, maka KD=D.

Harga D tidak konstan Karena tergantung dari reaksi antara lain pH fasa air, konsentrasi pengompleks.

Harga D semakin kecil dengan berkurangnya keasaman larutan. Berdasarkan definisi harga D diatas, dapat didimpulkan bahwa jumlah total solute dalam pelarut organic semakin berkurang dengan berkurangnya keasaman larutan.

Salah satu contoh ekstraksi sederhana adalah ekstraksi iod. Larutan iod fasa air sebelumnya diasamkan dengan H2SO4 agar iod mengoksidasi Na2S2O3 menjadi ion tetraionat dengan reaksi :

I2 + 2S2O32- 2I- + S4O52-Apabila tidak diasamkan, maka pH > 9, sehingga tiosulfat teroksidasi secara parsial dengan sulfat dengan reaksi:

4I2 + S2O32- + 5H2O 8I- + 2SO42- + 10H+IV. Alat dan Bahan:

a. Alat

Labu ukur 100 mL

Pipet tetes

Corong pisah

Erlenmeyer

Buret

Pipet gondok

Gelas ukur

Gelas kimia

Statif dan klem

Pro pipet

b. Bahan

Larutan iod 0,1 M

Aquades

Kloroform

Larutan asam sulfat 2M

Larutan Kanji 0,2 % Larutan natrium tiosulfatV. ALUR KERJA

1. Pembuatan Sampel

2. Penentuan konsentrasi iod awal3. Proses Ekstraksi

No.Alur KerjaHasil PengamatanDugaan /ReaksiKesimpulan

1.Pembuatan sampel

Larutan iod berwarna coklat kemerahan sesudah diencerkan larutan berwarna coklat kemerahan3 aspek didalam proses ekstraksi :

a. distribusi zat terlarut di dalam pelarutb. interaksi kimia didalam fasa air (disosiasi, pembentukan kompleks)c. interaksi kimia didalam fasa organic; asosiasi (dimer, polimer)

dimana KD = fase air yang telah ditambahkan H2SO4 dan larutan kanji dititrasi dengan Na2S2O3 sehingga reaksinya adalah

I2 + 2S2O32-(2I-+ S4O2-Hasil KDyang diperoleh yakni 9,20

2.Konsentrasi iod awal

Mencari konsetrasi iod awal

Sebelum=

H2SO4 2M= TB

larutan kanji=TB

Na2S2O3=TB

Sesudah=

Larutan sampel + H2SO4( coklat kemerahan

Larutan sampel + H2SO4+ kanji ( coklat kehitaman

Analit ditritasi dengan Na2S2O3= jernih (warna biru tepat hilang)

V1=16,8 ml V2=17,1 ml V3=16,7 ml

3.Proses ekstraksi

Proses ektraasi

Sebelum=

H2SO4 2M=TB, ehcl3=TB,

Larutan kanji= TB,

Na2S2O3=TB

Sesudah =

Terbentuk 2lapisan

Lapisan atas = air (kuning kecolokan)

Lapisan bawah = CHCl3 (ungu)

Lapisan atas = (iod dalam fasa air) + H2SO4 2M = kuning kecoklatan

Iod dalam fasa ai + H2SO4 + lar. Kanji = coklat kehitaman

Analit dititrasi dgn Na2S2O3 = jernih (warna biru tepat hilang)

V1= 2,7ml

V2= 3mL

V3 = 3,3mL

VII. ANALISIS PERCOBAAN

Pada percobaan ini, langkah pertama kami yaitu membuat sampel 10mL larutan iod 0,1M yang diencerkan dengan air dalam labu ukur 100mL. Larutan iod berwarna coklat kemerahan, dan sesudah diencerkan larutan tetap berwarna coklat kemerahan.

Kemudian langkah selanjutnya langkah kedua, penentuan konsentrasi iod awal, dengan menggambil larutan sampel 20mL dengan menggunakan pipet gondok di masukkan kedalam Erlenmeyer, direaksikan dengan H2SO4 2M sebanyak 2mL. Dengan warna larutan H2SO4 tidak berwarna, larutan kanji 0,2% tidak berwarna, saat direaksikan warna larutan menjadi coklat kemerahan. Dan saat direaksikan dengan larutan kanji 0,2% sebanyak 3 tetes warna larutan menjadi coklat kehitaman. Setelah itu larutan sampel di titrasi dengan Na2S2O3 0,01M (tidak berwarna). Setelah dititrasi larutan menjadi tidak berwarna (warna biru tepat hilang). Perlakuan ini dilakukan sebanyak 3 kali, diperoleh volum Na2S2O3 0,01M sebanyak: V1=16,8 mL ;V2=17,1mL ;V3=16,7mL.

Pada langkah ketiga, kami melakukan proses ekstraksi. Larutan sampel dipipet dengan pipet gondok sebanyak 10mL, dipindahkan kedalam corong pisah dengan direaksikan dengan 5mL kloroform (tidak berwarna). Kemudian dikocok dengan sesekali membuka kran pada corong pisah agar gas yang ada didalam keluar, setelah dikocok beberapa kali sampai larutan benar-benar terpisah dengan baik. Dihasilkan lapisan atas berupa iod dalam fasa air, dan lapisan bawah iod dalam fasa organic. Setelah itu lapisan atas dan bawah dipisahkan dengan corong pisah. Diperoleh lapisan atas, dipindahkan ke dalam Erlenmeyer, direkasikan dengan 2ml H2SO4 2M + larutan kanji 0,2% sebanyak 3 tetes, kemudian langsung dititrasi dengan menggunakan larutan Na2S2O3 0,01M, sampai warna biru tepat hilang. Perlakuan ini diulangi sebanyak 3 kali. Diperoleh volum Na2S2O3 0,01M sebanyak: V1= 2,7mL; V2= 3mL; V3=3,3mL.

VIII. PEMBAHASAN1. Pembuatan Sampel

Pada tahap pertama dari percobaan Koefisien Distribusi Iod ini yakni pembuatan sampel. Sebelum diencerkan larutan iod coklat kemerahan, Sedangkan setelah diencerkan larutan iod berwarna coklat kemerahan. Fungsi dari pengenceran ini agar ketika dilakukan titrasi, titran yang dibutuhkan tidak terlalu banyak karena konsentrasi dari larutan iod sendiri pun berkurang. Reaksinya adalah sebagai berikut:

I2 (l) + H2O (aq) ( I2 (aq)2. Penentuan Konsentrasi Awal Iod

Tahap kedua yakni menentukan konsentrasi iod awal. Mengambil 10 mL larutan sampel yang berwarna merah kecoklatan dengan menggunakan pipet gondok, kemudian ditambahkan dengan H2SO4 (tidak berwarna) menghasilkan warna merah kecoklatan. Fungsi H2SO4 disini yakni untuk mengasamkan larutan Selanjutnya yakni menambahkan larutan kanji (tidak berwarna), menghasilkan larutan berwarna cokal kehitaman. Perubahan warna menjadi coklat kehitaman menunjukkan bahwa larutan tersebut mengandung iod. Larutan kanji disini berfungsi sebagai indikator untuk menentukan perubahan warna yang terjadi ketika analit dititrasi menggunakan titran berupa Na2S2O3. Dengan penambahan kanji dilakukan sebelum titrasi agar titran yang dibutuhkan ketika titrasi tidak terlalu banyak. Kemudian analit dititrasi dengan Na2S2O3 dan menghasilkan larutan jernih (warna biru tepat hilang) , warna biru tepat hilang menunjukkan bahwasannya pada larutan tersebut telah tercapai titik ekuivalen, dimana antara mmol eq analit = mmol eq titran. Atau bisa juga digunaka persamaan mmol eq I2=mmol eq Na2S2O3. Proses titrasi ini dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Dan diperoleh dengan volume titran yakni sebesar V1=16,8 mL, V2=17,1 mL, V3=16,7 mL. Sehingga diperoleh mmol rata-rata awal dari I2 yakni 0,084 mmol.Dengan reaksi sebagai berikut:

I2 + 2S2O32- ( 2I- + S4O62- 3. Penentuan KD Iod dalam fasa cair dan fasa organik

Tahap ketiga yakni menentukan KD Iod dalam fasa cair dan fasa organic. Mengambil 10 mL larutan sampel yang berwarna merah kecoklatan dengan menggunakan pipet gondok. Kemudian ditambahkan dengan 5 mL kloform (CHCl3) ke dalam larutan sampel. Iod mampu larut dalam air dan juga dalam kloroform, akan tetapi perbedaan kelarutannya dalam kedua pelarut tersebut cukup besar.Sehingga iod tersebut dapat dipisahkan antara fasa cair (air) dan fasa organik (kloform) dengan persamaan reeaksi sebagai berikut:

3I2(aq) + 2CHCl3(aq) 2CHI3(aq) + 3Cl2(g)

Setelah penambahan kloroform, larutan dikocok dengan kuat dan arah yang searah. Pengocokan yang kuat berfungsi untuk menghasilkan hasil ekstrak yang lebih baik. Setelah pengocokan yang cukup lama, agar tidak terjadi letusan, gas Cl2 yang dihasilkan kemudian dikeluarkan dengan cara membuka kran pada corong pemisah. Pengocokan dilakukan berulang kali agar zat yang terekstrak (pada fasa organik) semakin banyak.Selanjutnya corong pisah diletakkan di statif ring hingga kedua lapisan terpisah dengan baik. Dimana, pada lapisan bawah yakni lapisan io dalam fasa organik berwarna ungu dan pada lapisan atas yakni lapisan iod pada fasa air yang berwarna kuning kecoklatan. Setelah lapisan terpisah dengan sempurna, kran pada corong pemisah dibuka dan lapisan organik ditampung dalam gelas kimia dengan hati-hati agar tidak bercampur dengan lapisan air. Selanjutnya lapisan atas yakni larutan iod pada fasa air ditambahkan dengan H2SO4 yang berfungsi untuk mengasamkan larutan. Selanjutnya yakni menambahkan larutan kanji (tidak berwarna), menghasilkan larutan berwarna cokal kehitaman. Perubahan warna menjadi coklat kehitaman menunjukkan bahwa larutan tersebut mengandung iod. Larutan kanji disini berfungsi sebagai indikator untuk menentukan perubahan warna yang terjadi ketika analit dititrasi menggunakan titran berupa Na2S2O3. Dengan penambahan kanji dilakukan sebelum titrasi agar titran yang dibutuhkan ketika titrasi tidak terlalu banyak. Kemudian analit dititrasi dengan Na2S2O3 dan menghasilkan larutan jernih (warna biru tepat hilang) , warna biru tepat hilang menunjukkan bahwasannya pada larutan tersebut telah tercapai titik ekuivalen, dimana antara mmol eq analit = mmol eq titran. Atau bisa juga digunaka persamaan mmol eq I2=mmol eq Na2S2O3. Proses titrasi ini dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Dan diperoleh dengan volume titran yakni sebesar V1=2,7 mL, V2=3 mL, V3=3,3 mL. Sehingga diperoleh mmol rata-rata awal dari I2 yakni 0,015 mmol.

Dengan reaksi sebagai berikut:

I2 + 2S2O32- ( 2I- + S4O62- IX. DISKUSI

Dari percobaan yang telah kami lakukan, diperoleh harga KD Yakni sebesar 9,20. Hal tersebut dikarenakan ekstraski yang kami lakukan hanya ekstraksi satu kali. Selain itu, pada corong pemisah, terjadi kebocoran pada kran. Sehingga membuat larutan iod pada fasa air keluar. Yang berpengaruh terhadap proses titrasi yang membutuhkan volume titran lebih banyak dari yang lain. Selain itu, karena kocokan yang kurang kuat sehingga menyebabkan fasa organik tidak dapat bercampur dengan baik terhadap fasa air. Sehingga menyebabkan adana larutan iod pada fasa air yang tidak tertitrasiX. KESIMPULAN

Dengan mengekstraksi iod yang ada dalam fasa air ke dalam pelarut kloroform. Kemudian larutan iod pada fasa air dititrasi dengan Na2S2O3 0,01 M maka dapat ditentukan mmol iod mula mula sebesar 0,084 mmol, dan mmol iod dalam fasa air sebesar 0,015 mmol, sehingga dapat dicari mmol iodin yang terdistribusi dalam fasa organik, sebesar 0,069 mmol, sehingga dapat dihitung KD iod yaitu sebesar 9,20.

XI. DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN FOTO1. Pembuatan Sampel

`

2. Penentuan konsentrasi awal iod

3. Proses Ekstraksi

LAMPIRAN

PERHITUNGAN KOEFISIEN DISTRIBUSI IOD

Larutan Standar

I2 + 2e- ( 2I-2S2O32- ( S4O62- + 2e- +

I2 + 2S2O32- ( 2I- + S4O62-1. Penentuan Konsentrasi Iod mula-mula

a. Titrasi IV Na2S2O3 = 16,8 mL

mmoleq I2 = mmoleq S2O32-

mmol I2 = V Na2S2O3 x N S2O32-

2 eq. mmol I2 = 16,8 mL x 0,01 mmoleq/mL

mmol I2 = 0,168/2 mmol

mmol I2 = 0,084 mmol

b. Titrasi IIV Na2S2O3 = 17,1 mL

mmoleq I2 = mmoleq S2O32-

mmol I2 = V Na2S2O3 x N S2O32-

2 eq. mmol I2 = 17,1 mL x 0,01 mmoleq/mL

mmol I2 = 0,171/2 mmolmmol I2 = 0,0855 mmol

c. Titrasi III

V Na2S2O3 = 16,7 mL

mmoleq I2 = mmoleq S2O32-

mmol I2 = V Na2S2O3 x N S2O32-

2 eq. mmol I2 = 16,7 mL x 0,01 mmoleq/mL

mmol I2 = 0,167/2 mmolmmol I2 = 0,0835 mmol

Jadi, I2 rata-rata = (0,084 + 0,0855 + 0,0835) mmol

3

Mmol I2 rata-rata = 0,084 mmol2. Setelah diekstraksi

a. Titrasi IV Na2S2O3 = 2,7 mL

mmoleq I2 = mmoleq S2O32-

mmol I2 = V Na2S2O3 x N S2O32-

2 eq. mmol I2 = 2,7 mL x 0,01 mmoleq/mL

mmol I2 = 0,027/2 mmol

mmol I2 = 0,0135 mmol

b. Titrasi IIV Na2S2O3 = 3 mL

mmoleq I2 = mmoleq S2O32-

mmol I2 = V Na2S2O3 x N S2O32-

2 eq. mmol I2 = 3 mL x 0,01 mmoleq/mL

mmol I2 = 0,03/2 mmolmmol I2 = 0,015 mmol

c. Titrasi III

V Na2S2O3 = 3,3 mL

mmoleq I2 = mmoleq S2O32-

mmol I2 = V Na2S2O3 x N S2O32-

2 eq. mmol I2 = 3,3 mL x 0,01 mmoleq/mL

mmol I2 = 0,033/2 mmolmmol I2 = 0,0165 mmol

Jadi, I2 rata-rata = (0,0135 + 0,015 + 0,0165) mmol

3

Mmol I2 rata-rata (a) = 0,015 mmol

Sehingga,

mmol I2 (o) = mmol I2 larutan standar - mmol I2 (a)

= 0,084 mmol 0,015 mmol

= 0,069 mmol

[I2]a= 0,015 mmol

10ml

= 0,0015 M

[I2]o = 0,069 mmol

5ml

= 0,0138 M

KD = [I2]a

[I2]o

= 0,0138 M

0,0015M

= 9,20

Larutan I2 diencerkan berwarna coklat kemerahan

Larutan I2 diambil 10 mL.menggunakan pipet gondok

10 mL larutan I2 yang dimasukkan pada labu Erlenmeyer 1, 2 dan 3

Larutan I2 ditambahkan dengan H2SO4 berwarna coklat kemerahan

Larutan I2 ditambahkan dengan lart.kanji berwarna coklat kehitaman

Dititrasi dengan menggunakan Na2S2O3 hingga tidak berwarna dengan volume masing-masing:

V1=16,8 mL: V2= 17,1 mL: V3= 17,7 mL

10 mL laruran I2 yang diambil dan ditambahkan dengan kloroform, serta dlakukan pengocokan secara kuat

Sisa Larutan iod pada fasa air setelah zat terekstrak ditampung pada gelas kimia.

Sisa Larutan iod pada fasa air dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer, ditambahkan dengan H2SO4 , berwarna kuning kecoklatan

Larutan ditambahkan dengan larutan kanji menjadi berwarna coklat kehitaman

Warna biru tepat hilang + volume Na2S2O3

Dititrasi dengan menggunakan Na2S2O3 hingga tidak berwarna dengan volume masing-masing:

V1=2,7 mL: V2= 3 mL: V3= 3,3 mL

Dipindahkan ked lm Erlenmeyer

+ 2mL H2SO4 2M + 3 tetes lar. Kanji 0,2%

Dititrasi dgn larutan Na2S2O3 0,01M sampai warna biru tepat hilang

Diulangi sebanyak 3 kali

dipisahkan

Lapisan bawah

(iod dlm fasa organik)

Lapisan atas

(iod dlm fasa air)

Dipipet 10mL dgn pipet gondok

Dipindahkan ke dalam corong pisah

+ 5mL kloroform

Dikocok dgn sesekali membuka kran corong pisah

Setelah dikocok beberapa kali, diamkan sampai kedua lapisan terpisah dgn baik

Larutan sampel

Diencerkan dgn air pada labu ukur 100mL

10 mL larutan iod 0,1M

Larutan sampel

Warna biru tepat hilang + volum Na2S2O3

Dipipet 20mL dengan pipet gondok

Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer

+ 2mL H2SO4 2M + 3 tetes lar.kanji 0,2%

Dititrasi dgn Na2S2O3 0,01M sampai warna biru tepat hilang

Diulang sebanyak 3 kali

Larutan sampel

10 mL larutan iod 0,1M

Diencerkan dgn air pada labu ukur 100mL

Larutan sampel

Larutan sampel

Dipipet 20mL dengan pipet gondok

Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer

+ 2mL H2SO4 2M + 3 tetes lar.kanji 0,2%

Dititrasi dgn Na2S2O3 0,01M sampai warna biru tepat hilang

Diulang sebanyak 3 kali

Warna biru tepat hilang + volum Na2S2O3

Larutan sampel

Dipipet 10mL dgn pipet gondok

Dipindahkan ke dalam corong pisah

+ 5mL kloroform

Dikocok dgn sesekali membuka kran corong pisah

Setelah dikocok beberapa kali, diamkan sampai kedua lapisan terpisah dgn baik

Lapisan atas

(iod dlm fasa air)

Lapisan bawah

(iod dlm fasa organik)

dipisahkan

Dipindahkan ked lm Erlenmeyer

+ 2mL H2SO4 2M + 3 tetes lar. Kanji 0,2%

Dititrasi dgn larutan Na2S2O3 0,01M sampai warna biru tepat hilang

Diulangi sebanyak 3 kali

Warna biru tepat hilang + volume Na2S2O3

VI. DATA PENGAMATAN