Upload
andi-husnul-khatimah
View
40
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kolestatis
Citation preview
TUGASPATOLOGI KLINIK
KOLESTASIS
ANDI HUSNUL KHATIMAH
NIM : O111 12 274
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat
limpahan karunia-Nya, penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah tentang
kolestasis sebagai pemenuhan tugas semester tujuh tepat pada waktunya.
Dengan adanya pembuatan makalah ini diharapkan para pembaca dapat
mengetahui tentang apa itu kolestasis dan penyebabnya.
Penyusun telah berupaya secara maksimal untuk membuat makalah ini,
namun karena kita sebagai manusia yang tak luput dari kesalahan sekecil apapun,
rasanya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penyusun
mengharapkan adanya kritik dan saran dari teman-teman sekalian.
Demikian makalah ini penyusun buat semoga bermanfaat dan memberikan
wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Makassar, 11 November 2015
BAB I
PENDAHULUAN
Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam
jumlah normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral dari
hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum. Dari segi
klinis didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam empedu
seperti bilirubin, asam empedu, dan kolesterol didalam darah dan jaringan tubuh.
Secara patologi-anatomi kolestasis adalah terdapatnya timbunan trombus empedu
pada sel hati dan sistem bilier (Arief, 2010).
Cholestasis adalah kondisi yang terjadi akibat terhambatnya aliran empedu
dari saluran empedu ke intestinal. Kolestasis terjadi bila ada hambatan aliran
empedu dan bahan-bahan yang harus diekskresi hati (Nazer, 2010).
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan
merupakan kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu
mengandung asam empedu, kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi,
elektrolit, protein, dan bilirubin terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu
merupakan bagian terbesar dari empedu sedang bilirubin terkonyugasi merupakan
bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah sirkulasi enterohepatik dari
asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana permukaan basolateralnya
berhubungan dengan darah portal sedang permukaan apikal (kanalikuler)
berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai
filter dan pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme
dan detoksifikasi intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam
empedu.Salah satu contoh adalah penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin
tidak terkonyugasi (bilirubin indirek).
Tujuan :
Untuk mengetahui defenisi dari kolestasis
Untuk mengetahui etiologi, patogenesa, serta gejala klinis dari kolestasis
Untuk mengetahui panel pemeriksaan dari kolestasis
Untuk mengetahui terapi yang tepat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definifsi Kolestasis
Kolestasis merupakan suatu sindroma klinis yang disebabkan oleh
terganggunya aliran empedu ke usus. Kolestasis tidak selalu disertai dengan
adanya ikterus, terutama pada fase-fase awal penyakit, sehingga pada beberapa
penyakit hepar, ikterus sudah merupakan gejala lanjut karena sebenarnya
kolestasis sudah berjalan agak lama. Kolestasis ada 2 jenis, yaitu kolestasis
intrahepatik yang terjadi akibat adanya kelainan mulai dari hepatosit, membran
hepatosit sampai pada saluran empedu intrahepatik dan kolestasis ekstrahepatik
yang terjadi akibat adanya sumbatan yang terjadi di saluran ekstrahepatik.
Proses pembentukan dan ekskresi bilirubin. Sebagian besar bilirubin
dalam tubuh terbentuk di jaringan dari pemecahan hemoglobin. Dalam peredaran
darah bilirubin berikatan dengan albumin. Sebagian berikatan dengan erat, tetapi
sebagian besar dapat terurai di hati dan bilirubin bebas masuk ke dalam sel-sel
hati kemudian berikatan dengan protein-protein sitoplasma. Bilirubin kemudian
dikonjugasi dengan asam glukoronat dalam suatu reaksi yang dikatalisis oleh
enzim glukoronil transferase. Enzim ini terutama terdapat dalalm retikulum
endoplasma halus. Setiap molekul bilirubin bereaksi dengan 2 molekul asam
uridin difosfoglukoronat membentuk bilirubin diglikoronida. Glukoronida ini
yang lebih larut dalam air daripada bilirubin bebas. Sebagian besar bilirubin
terkonjugasi disalurkan melalui duktus biliaris ke dalam usus. Mukosa usus relatif
tidak permeabel terhadap bilirubin terkonjugasi tetapi permeable terhadap
bilurubin tak terkonjugasi dan urobilinogen, yaitu serangkaian turunan bilirubin
yang tidak berwarna yang terbentuk oleh kerja bakteri usus.
Akibatnya, sebagian pigmen empedu dan urobilinogen diserap kembali ke
dalam sirkulasi portal. Sebagian bahan yang diserap ini kemudian diekskresikan
kembali oleh hati (siklus enterohepatik) tetapi sejumlah kecil urobilingen masuk
ke dalam sirkulasi umum dan diekskresikan di urin sedangkan yang tidak terserap
diekskresikan bersama feses sebagai sterkobilin.
B. Etiologi dan patogenesis
Sebenarnya gangguan transpor empedu bisa terjadi sejak awal
pembentukkannya. Saat ini dibedakan 2 fase gangguan transpor yang dapat terjadi
pada kolestasis.
Fase 1: gangguan pembentukan bilirubin oleh sel hepar, yang dapat terjadi karena
bebrbagai sebab, antara lain:
• Adanya kelainan bentuk (distorsi, sirosis)
• Berkurangnya jumlah sel hepar (“deparenchymatised liver”)
• Gangguan fungsi sel hepar
Pada keadaan ini, berbagai bahan yang seharusnya dibuang melalui
empedu akan tertumpuk dan tidak mencapai usus yang akan sangat mengganggu
pencernaan sehingga terjadi berbagai defisiensi, kondisi toksik, serta penumpukan
pigmen empedu yang menyebabkan ikterus. Gangguan fase pertama ini disebut
kolestasis primer.
Fase 2: gangguan transpor yang terjadi pada perjalanan dari bilirubin mulai dari
hepar ke kandung empedu sampai ke usus.
Pada hewan usia muda sering menunjukkan gejala kolestasis dengan tinja
akolis/hipokolis, karena proses kolestasis yang terjadi fisiologis akibat masih
kurang matangnya fungsi hepar. Namun harus diwaspadai bila hal ini terjadi pada
minggu-minggu berikutnya. Hepar hampir selalu membesar sejak dari permulaan
penyakit. Pembesaran limpa pada bulan pertama lebih sering terdapat pada
kolestasis intarhepatik dari pada ekstrahepatik, sedangkan pada bulan-bulan
berikutnya lebih banyak pada kolestasis ekstrahepatik.
Etiologi kolestasis ekstrahepatik diantaranya adalah atresia bilier, kista
duktus koledokus, batu bilier dan fibrosis kistik. Sedangkan etiologi kolestasis
intrahepatik antara lain: infeksi virus, sepsis, defisiensi alfa1-antitripsin, dan
hipotiroid.
Atresia bilier ekstrahepatik merupakan kejadian yang paling sering
menyebabkan terjadinaya kolestasis yaitu 1/3 dari seluruh kejadian kolestasis.
Kolestasis congenital terjadi sekitar 10-20% dari seluruh kasus. Kira-kira 10%
kasus kolestasis disebabkan oleh defisiensi alfa1-antitripsin. Kelainan metabolik
pada hewan muda menyebabkan kejadian kolestasis sekitar 20%, infeksi
congenital termasuk TORCH menyebabkan kira-kira 5% dari seluruh kasus.
Berbeda dengan laporan 10 tahun yang lalu, dilaporkan bahwa nenonatal idiopatik
hepatitis menyebabkan 1/3 kejadian kolestasis, kemajuan metode diagnostik
menyanggah laporan ini sehingga angka kejadian kolestasis akibat idiopatik
hepatitis dilaporkan tidak lebih dari 10-15% dari seluruh angka kejadian
kolestasis.
C. Perubahan Fungsi Hati pada Kolestasis
Pada kolestasis yang berkepanjangan terjadi kerusakan fungsional dan
struktural:
A. Proses transpor hati
Proses sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi pada fungsi polaritas
dari hepatosit sehingga elminasi bahan seperti bilirubin terkonyugasi, asam
empedu, dan lemak kedalam empedu melalui plasma membran permukaan
sinusoid terganggu.
B. Transformasi dan konyugasi dari obat dan zat toksik
Pada kolestasis berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan
menyebabkan gangguan sitokrom P-450. Fungsi oksidasi, glukoronidasi,
sulfasi dan konyugasi akan terganggu.
C. Sintesis protein
Sintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat sedang
produksi serum protein albumin-globulin akan menurun.
D. Metabolisme asam empedu dan kolesterol
Kadar asam empedu intraseluler meningkat beberapa kali, sintesis asam
empedu dan kolesterol akan terhambat karena asam empedu yang tinggi
menghambat HMG-CoA reduktase dan 7 alfa-hydroxylase menyebabkan
penurunan asam empedu primer sehingga menurunkan rasio
trihidroksi/dihidroksi bile acid sehingga aktifitas hidropopik dan detergenik
akan meningkat. Kadar kolesterol darah tinggi tetapi produksi di hati menurun
karena degradasi dan eliminasi di usus menurun.
E. Gangguan pada metabolisme logam
Terjadi penumpukan logam terutama Cu karena ekskresi bilier yang menurun.
Bila kadar ceruloplasmin normal maka tidak terjadi kerusakan hepatosit oleh
Cu karena Cu mengalami polimerisasi sehingga tidak toksik.
F. Metabolisme cysteinyl leukotrienes
Cysteinyl leukotrienes suatu zat bersifat proinflamatori dan vasoaktif
dimetabolisir dan dieliminasi dihati, pada kolestasis terjadi kegagalan proses
sehingga kadarnya akan meningkat menyebabkan edema, vasokonstriksi, dan
progresifitas kolestasis. Oleh karena diekskresi diurin maka dapat
menyebabkan vaksokonstriksi pada ginjal.
G. Mekanisme kerusakan hati sekunder
Asam empedu, terutama litokolat merupakan zat yang menyebabkan
kerusakan hati melalui aktifitas detergen dari sifatnya yang hidrofobik.
Zat ini akan melarutkan kolesterol dan fosfolipid dari sistim membran
sehingga intregritas membran akan terganggu. Maka fungsi yang
berhubungan dengan membran seperti Na+, K+-ATPase, Mg++-ATPase,
enzim-enzim lain dan fungsi transport membran dapat terganggu,
sehingga lalu lintas air dan bahan-bahan lain melalui membran juga
terganggu.Sistem transport kalsium dalam hepatosit juga terganggu. Zat-
zat lain yang mungkin berperan dalam kerusakan hati adalah bilirubin, Cu,
dan cysteinyl leukotrienes namun peran utama dalam kerusakan hati pada
kolestasis adalah asam empedu.
Proses imunologis, Pada kolestasis didapat molekul HLA I yang
mengalami display secara abnormal pada permukaan hepatosit, sedang
HLA I dan II diekspresi pada saluran empedu sehingga menyebabkan
respon imun terhadap sel hepatosit dan sel kolangiosit. Selanjutnya akan
terjadi sirosis bilier (Nazer, 2010)
D. Gajala klinis
Ada 3 kejadian penting yang terjadi, yang mengakibatkan timbulnya gejala klinis,
yaitu:
1. Terganggunya aliran empedu masuk ke dalam usus.
2. Akumulasi empedu dalam darah
3. Kerusakan sel hepar sebagai akibat menumpuknya komponen empedu
Gambaran klinis pada kolestasis pada umunya disebabkan karena keadaan-
keadaan:
1. Terganggunya aliran empedu masuk ke dalam usus
Tinja akolis/hipokolis
Urobilinogen/sterkobilinogen dalam tinja menurun/negatif
Urobilin dalam air seni negatif
Malabsorbsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak
Steatore
2. Akumulasi empedu dalam darah
Ikterus
Gatal-gatal
3. Kerusakan sel hepar karena menumpuknya komponen empedu
Anatomis
Akumulasi pigmen
Reaksi keradangan dan nekrosis
Fungsional
Gangguan ekskresi (alkali fosfatase dan gama glutamil
transpeptidase meningkat)
Transaminase serum meningkat (ringan)
Asam empedu dalam serum meningkat.
Tanda-tanda non-hepatal sering pula membantu dalam diagnosa,
seperti pada hewan yang kolestasisnya disebabkan oleh gangguan
metabolisme di hati maka dapat timbul gejala seperti malas minum,
peningkatan berat badan tang tidak sesuai dengan umur, hipoglikemi dan
hipotoni.
Pemeriksaan fisis dengan kolestasis mungkin ditemukan
hepatomegali atau hepatosplenomegali. Dapat juga ditemukan eritema
palmaris, kulit dan mata menjadi kuning dan asites.
Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis kolestasis antara lain:
1. pemeriksaan darah perifer lengkap, gambaran darah perifer
2. biokimia darah: bilirubin direk dan indirek, SGOT, SGPT, gamma
glutamil transpeptidase (GGT), masa protrombin
3. urin rutin (bilirubin, urobilinogen)
4. tinja 3 porsi dalam wadah berwarna gelap. Porsi I jam 06.00-14.00,
poorsi II jam 14.00-22.00, porsi III jam 22.00-06.00. Pengumpulan
beberapa hari tinja tetap tampak dempul kemungkinan besar kolestasis
ekstrahepatik.mpada kolestasis intrahepatik umumnya warna dempul
berfluktuasi.
5. pemeriksaan etiologi: TORCH, hepatitis virus, skrining penyakit
metabolik
6. pencitraan: USG, CT scan, MRI, atau kolangiografi
7. biopsi hati.
E. Terapi
1. Medika mentosa
terapi operatif untuk kolestasis ekstrahepatik
terapi medikamentosa untuk kolestasis intrahepatik yang dapat diketahui
etiologinya 2 terapi suportif
stimulasi aliran empedu: asam ursodeoksilat 10-20 mg/kgBB 2-3 dosis
nutrisi diberikan untuk menunjang pertumbuhan optimal (kebutuhan
kalori umumnya dapat mencapai 130-150% kebutuhan bayi normal) dan
mengandung lemak rantai sedang.
Vitamin yang larut lemak
A 5000-25.000 IU
D calcitriol 0,05-0,2 μg/kg/hari
E 25-200 IU/kgBB/hari
K 2,5-5 mg 2-7x/minggu
Mineral dan trace Ca, P, Mn, Zn, Fe
Terapi komplikasi lain seperti untuk hiperlipidemia diberikan obat
inhibitor HMG-coA reduktase seperti simvastatin
Terapi untuk mengatasi pruritus:
Antihistamin: difenhidramin 5-10 mg/kg/hari
Kolestiramin 10 mg/kg/hari
F. Contoh Kasus
SIGNALMENT:
Jenis Hewan : Anjing
Breed : Doberman
Jenis kelamin : betina
Usia : 6 (Enam) tahun
ANAMNESIS :
Polidipsia dan poliuria penyebab tidak diketahui. "Kembung"
selama 2 minggu.
P.E .:
Ditandai ascites. Tidak ada dehidrasi. palpasi Perut sulit karena
ascites. Jantung dengan auskultasi normal.
AWAL PENILAIAN:
Poliuria dan polidipsia adalah terkait dengan kelainan dalam
berbagai sistem organ, termasuk sistem urogenital (penyakit ginjal dan
pyometra) dan sistem endokrin (penyakit Cushing atau diabetes mellitus).
Asites mungkin terkait dengan gagal jantung (diluar dari penampang
fisik), atau hipoproteinemia, penyebab yang meliputi penyakit hati,
berkurangnya protein enteropati, atau berkurangnya protein nefropati.
Panel utama yang sangat penting adalah hati, ginjal, dan GI. Data
Leukogram, terutama kehadiran atau tidak adanya stres leukogram
(steroid-induced, mungkin Cushing), juga sangat menarik.
INTERPRETASI:
Hematologi
RBC: Tidak ada kelainan.
TP: Hypoproteinemia. Penyebab hypoproteinemia adalah tingkat pasti dan
albumin harus ditentukan. Mengevaluasi hipoalbuminemia sebagai kemungkinan
penyebab asites. WBC: Tidak ada kelainan.
Trombosit: Tidak ada kelainan.
Kimia dan Urinalisis Panel hati (TP, albumin, ALT, ALP, GGT) Cedera
hepatoseluler. Ketinggian di ALT menunjukkan cedera dari hepatoseluler. Tingkat
elevasi menunjukkan relatif besar jumlah hepatosit yang terlibat.
SGPT (ALT) – Peningkatan nilai SGPT merupakan indikator yang sensitif dari
kerusakan sel hati.
ALP (Alkaline Phosphatase) – Peningkatan nilai ALP dapat mengindikasikan
adanya kelainan hati (kolestasis), Cushing’s disease atau hiperadrenokortisme
atau hiperkortisolisme , pertumbuhan tulang yang aktif pada umur muda,
remodeling tulang aktif setelah cedera tulang ; yang mungkin disebabkan oleh
beberapa obat dan kondisi.
GGT (Gamma Glutamil Transferase) – Peningkatan nilai GGT dapat
mengindikasikan jenis kelainan hati (kolestasis).
Bilirubin Total – Peningkatan nilai bilirubin total dapat mengindikasikan adanya
penyakit pada hati dan beberapa jenis anemia (kolestasis atau
insufisiensi/ketidakmampuan hati)
Kolestasis. Ketinggian di alkali fosfatase ini besarnya (4 kali lipat) menunjukkan
adanya elevasi steroid-induced atau kolestasis. Elevasi di GGT dan
tidak adanya leukogram stres, merupakan interpretasi yang tepat untuk kolestasis.
Hipoproteinemia, hipoalbuminemia. Pada kasus ini, hypoproteinemia disebabkan
ketat untuk hipoalbuminemia; globulin (TP dikurangi albumin) yang normal.
Hipoalbuminemia mungkin hasil dari kehilangan protein nefropati atau enteropati
atau produksi yang sedang dikurangi oleh hati. Urinalisis menunjukkan tidak ada
bukti kehilangan protein melalui ginjal. Hilangnya protein enterik biasanya
melibatkan baik globulin dan albumin; tidak ada bukti diare. Kemungkinan
produksi protein hipoalbuminemia berkurang di hati.
Bilirubinuria ditandai, bilirubinemia ringan. tes Ini adalah bagian dari panel hati
sekunder dan yang mendukung untuk penafsiran sebelumnya kolestasis. Panel
kemih (BUN, kreatinin, khusus gravitasi) Urin Isosthenuric. Isosthenuria dapat
mengindikasikan ketidakmampuan tubulus berkonsentrasi; Namun, hal itu juga
diharapkan di kasus seperti ini di mana poliuria dan polidipsia dilaporkan. Tanpa
tes tambahan, dan mungkin tes kekurangan air, khusus gravitasi adalah ambigu.
Sejak BUN dan kreatinin keduanya normal, ada kemungkinan bahwa diuresis
memang penyebab isosthenuria. Panel usus (TP, albumin, natrium, potasium
klorida) Normal, kecuali untuk hypoproteinemia dibahas di atas.
Ringkasan dan hasil: kerusakan hepatoselular dengan kolestasis dan mengurangi
sintesis protein ditegakkan atas dasar tanda klinis dan data laboratorium. Biopsi
dianjurkan dan dilakukan untuk diagnosis tertentu; untuk mengkonfirmasi kasus
kronis hepatitis aktif.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kolestasis merupakan suatu sindroma klinis yang disebabkan oleh
terganggunya aliran empedu ke usus. Dari segi klinis didefinisikan sebagai
akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam empedu seperti bilirubin, asam
empedu, dan kolesterol didalam darah dan jaringan tubuh.
SARAN
Perhatikan perubahan panel dalam pemeriksaan laboratorium sehingga tidak terjadi keslahan saat interpretasi
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Sjamsul. 2010. Deteksi dini kolestasis neonatal. Divisi Hepatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR. RSU Dr Soetomo, Surabaya.
Nazer, Hisham. 2010. Cholestasis. available at http://emedicine.medscape.com/article/927624-overview (Diakses tanggal 11 November 2015)
Rebar, A. H. Boon, G. Daniel, and John A. Christian..2004. Biochemical Profiling in the Dog and Cat. Nestlé Purina PetCare Company. Checkerboard Square, Saint Louis, Missouri, 63188