13
JTEP-Jurnal Teknologi Pendidikan dan Pembelajaran, Volume 5, Nomor 1, Februari 2020 939 KOMPARASI MODEL INQUIRY TRAINING BERBASIS MULTIMEDIA DENGAN PBL PADA KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH IPA Lilis Suryani 1) , Nizar Alam Hamdani 2) , 3) Yuniar Purwanty, Mega Achdisty 4) 1,2,3,4 Magister Teknologi Pendidikan Sekolah Pascasarjana Institut Pendidikan Indonesia Garut Email: [email protected]; [email protected]; [email protected]; [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) Komparasi model Inquiry Training berbasis Multimedia dengan PBL pada kemampuan pemecahan masalah IPA 2) aspek identifikasi masalah , 3) aspek rumusan masalah , 4) aspek membuat hipotesis , 5) aspek membuat kesimpulan . Penelitian ini menggunakan quasi eksperimen. Populasi penelitiannya di gugus VIII kecamatan Bayongbong Garut dengan sampel SDN 1 Cikedokan sebayak 19 siswa dan SDN 3 Cikedokan sebayak 27 siswa . Dari hasil gain pembelajaran Inquiry Training berbasis multimedia diperoleh 0,4 dengan kategori sedang dan pembelajaran Problem Based Learning sebesar 0,17 dengan kategori rendah. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh dua hipotesis yang diterima yaitu kemampuan pemecahan masalah pada aspek identifikasi masalah dan aspek rumusan masalah, sedangkan tiga hipotesis yang ditolak yaitu komparasi kemampuan pemecahan masalah pada model Inquiry Training berbasis multimedia dengan PBL , pada aspek membuat hipotesis dan aspek membuat kesimpulan. Disimpulkan bahwa model pembelajaran Inquiry Training berbasis multimedia lebih baik diterapkan dalam kemampuan pemecahan masalah IPA sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar yang optimal. Kata kunci: Model Inquiry Training Berbasis Multimedia, Model Problem Based Learning (PBL) , Kemampuan Pemecahan Masalah. Abstract This study aims to find out 1) Comparison of Multimedia-based Inquiry Training models with PBL on science problem solving ability 2) aspects of problem identification, 3) aspects of problem formulation, 4) aspects of making hypotheses, 5) aspects of making conclusions. This research uses quasi experiment. The research population in the VIII group Bayongbong Garut sub-district with a sample of SDN 1 Cikedokan as much as 19 students and SDN 3 Cikedokan as much as 27 students. From the results of learning gain multimedia-based Inquiry Training obtained 0.4 with the medium category and Problem Based Learning learning by 0.17 with the low category. Based on the results of the study, two hypotheses were accepted, namely the ability to solve problems in the identification aspects of the problem and aspects of the problem formulation, while the three hypotheses were rejected, namely the comparison of problem solving abilities in the multimedia-based Inquiry Training model with PBL, the aspects of making hypotheses and aspects of making conclusions. It was concluded that the Inquiry Training learning model based on multimedia is better applied in the problem solving ability of science as an alternative to improve the quality of the process and optimal learning outcomes. Keywords: Multimedia Based Inquiry Training Model, Problem Based Learning (PBL) Model, Problem Solving Ability. A. PENDAHULUAN Proses pembelajaran merupakan suatu sistem yang tidak terpisahkan satu dengan lainnya. Seperti yang dikemukakan oleh Sanjaya (2010) bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan proses sistem pembelajaran di antaranya: 1) Guru; 2) Siswa; 3) Sarana; 4) Alat dan media; 5) lingkungan. Namun yang terjadi dilapangan tidak sesuai dengan harapan. Berdasarkan pengamatan sementara di SDN 1 Cikedokan, ditemukan permasalahan utama dalam pembelajaran diantaranya adalah dominannya pembelajaran konvensional dan kurang variatifnya model pembelajaran yang diterapkan oleh guru sehingga hanya terjadi komunikasi satu arah dan ilmu di transfer secara cepat dari guru kepada siswa . Sementara itu, pengamatan di SDN 3 Cikedokan selain pembalajaran yang bersifat sederhana, juga saat pembelajaran berlangsung siswa hanya menghafal konsep yang ada di buku dan kemudian

KOMPARASI MODEL INQUIRY TRAINING BERBASIS …

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KOMPARASI MODEL INQUIRY TRAINING BERBASIS …

JTEP-Jurnal Teknologi Pendidikan dan Pembelajaran, Volume 5, Nomor 1, Februari 2020

939

KOMPARASI MODEL INQUIRY TRAINING BERBASIS MULTIMEDIA

DENGAN PBL PADA KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH IPA

Lilis Suryani1), Nizar Alam Hamdani2) , 3)Yuniar Purwanty, Mega Achdisty4)

1,2,3,4Magister Teknologi Pendidikan Sekolah Pascasarjana Institut Pendidikan Indonesia Garut

Email: [email protected]; [email protected]; [email protected]; [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) Komparasi model Inquiry Training berbasis Multimedia dengan PBL

pada kemampuan pemecahan masalah IPA 2) aspek identifikasi masalah , 3) aspek rumusan masalah , 4) aspek

membuat hipotesis , 5) aspek membuat kesimpulan . Penelitian ini menggunakan quasi eksperimen. Populasi

penelitiannya di gugus VIII kecamatan Bayongbong Garut dengan sampel SDN 1 Cikedokan sebayak 19 siswa dan

SDN 3 Cikedokan sebayak 27 siswa . Dari hasil gain pembelajaran Inquiry Training berbasis multimedia diperoleh 0,4

dengan kategori sedang dan pembelajaran Problem Based Learning sebesar 0,17 dengan kategori rendah. Berdasarkan

hasil penelitian diperoleh dua hipotesis yang diterima yaitu kemampuan pemecahan masalah pada aspek identifikasi

masalah dan aspek rumusan masalah, sedangkan tiga hipotesis yang ditolak yaitu komparasi kemampuan pemecahan

masalah pada model Inquiry Training berbasis multimedia dengan PBL , pada aspek membuat hipotesis dan aspek

membuat kesimpulan. Disimpulkan bahwa model pembelajaran Inquiry Training berbasis multimedia lebih baik

diterapkan dalam kemampuan pemecahan masalah IPA sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan kualitas

proses dan hasil belajar yang optimal.

Kata kunci: Model Inquiry Training Berbasis Multimedia, Model Problem Based Learning (PBL) , Kemampuan

Pemecahan Masalah.

Abstract

This study aims to find out 1) Comparison of Multimedia-based Inquiry Training models with PBL on science problem

solving ability 2) aspects of problem identification, 3) aspects of problem formulation, 4) aspects of making hypotheses,

5) aspects of making conclusions. This research uses quasi experiment. The research population in the VIII group

Bayongbong Garut sub-district with a sample of SDN 1 Cikedokan as much as 19 students and SDN 3 Cikedokan as

much as 27 students. From the results of learning gain multimedia-based Inquiry Training obtained 0.4 with the medium

category and Problem Based Learning learning by 0.17 with the low category. Based on the results of the study, two

hypotheses were accepted, namely the ability to solve problems in the identification aspects of the problem and aspects

of the problem formulation, while the three hypotheses were rejected, namely the comparison of problem solving

abilities in the multimedia-based Inquiry Training model with PBL, the aspects of making hypotheses and aspects of

making conclusions. It was concluded that the Inquiry Training learning model based on multimedia is better applied in

the problem solving ability of science as an alternative to improve the quality of the process and optimal learning

outcomes.

Keywords: Multimedia Based Inquiry Training Model, Problem Based Learning (PBL) Model, Problem Solving

Ability.

A. PENDAHULUAN

Proses pembelajaran merupakan suatu

sistem yang tidak terpisahkan satu dengan

lainnya. Seperti yang dikemukakan oleh

Sanjaya (2010) bahwa faktor-faktor yang

dapat mempengaruhi kegiatan proses sistem

pembelajaran di antaranya: 1) Guru; 2)

Siswa; 3) Sarana; 4) Alat dan media; 5)

lingkungan. Namun yang terjadi dilapangan

tidak sesuai dengan harapan. Berdasarkan

pengamatan sementara di SDN 1 Cikedokan,

ditemukan permasalahan utama dalam

pembelajaran diantaranya adalah

dominannya pembelajaran konvensional dan

kurang variatifnya model pembelajaran yang

diterapkan oleh guru sehingga hanya terjadi

komunikasi satu arah dan ilmu di transfer

secara cepat dari guru kepada siswa .

Sementara itu, pengamatan di SDN 3

Cikedokan selain pembalajaran yang bersifat

sederhana, juga saat pembelajaran

berlangsung siswa hanya menghafal konsep

yang ada di buku dan kemudian

Page 2: KOMPARASI MODEL INQUIRY TRAINING BERBASIS …

JTEP-Jurnal Teknologi Pendidikan dan Pembelajaran, Volume 5, Nomor 1, Februari 2020

940

mengerjakan latihan soal. Jawaban yang

diberikan oleh siswa masih terfokus pada

jawaban singkat saja. Terlebih jika

dihadapkan dengan tantangan ujian berbasis

computer atau dikenal CBT (Darmawan, D.,

Harahap, E. (2016).

Dari kedua sekolah tersebut diketahui

rendahnya kemampuan pemecahan masalah

yaitu pada saat siswa diberikan soal IPA

tentang pemecahan masalah siswa

berkesulitan dalam mengerjakan dan

menerjemahkan soal menjadi lebih

sederhana. Karena kurangnya pengenalan

proses pemecahan masalah mereka terlihat

kaku dan kesusahan mulai dari proses

identifikasi masalah sampai pada proses

menarik atau membuat kesimpulan. Dengan

terbiasanya mengerjakan soal yang mudah

ketika dihadapkan pada soal yang HOT

(higher order thinking) membuat mereka

kebingungan dan mengerjakan soal secara

asal – asalan dan hasilnyapun sangat rendah

jauh dari KKM. Kajian ini mendukung dari

pendapat Darmawan, Kartawinata dan

Astorina dalam kajiannya tentang Web-

Based Electronic Learning System (WELS).

Perkembangan teknologi

dimanfaatkan dalam dunia pendidikan

sebagai alat bantu pengajar atau pendidik

sebagai sarana pembantu dalam

mempermudah penyampaian materi kepada

peserta didiknya. Menurut Darmawan

(2016) teknologi pendidikan ini masih

tertuju pada upaya melahirkan prosedur –

prosedur pemecahan masalah manusia,

namun salah satu pemecahan tersebut

dewasa ini telah ditemukan, yaitu inovasi

dalam model pembelajaran berbasisi

teknlogi informasi. Salah satu produk

teknologi pendidikan yang dapat

dimanfaatkan untuk memecahhkan

permasalahan dalam pembelajaran adalah

multimedia, yang menurut Hoftsteter

(Rusman dkk:2015) multimedia adalah

pemanfaatan komputer untuk membuat dan

menggabungkan teks, grafik, audio, video

dan animasi dengan menggabungkan link

dan tool yang memungkinkan pemakai

melakukan navigasi, berinteraksi, berkreasi

dan berkomunikasi.

Alternatif lain dalam memecahkan

permasalahan dalam pembelajaran IPA

adalah dengan menerapkan model

pembelajaran untuk menyelesaikan masalah

yang ada di lapangan, yaitu dengan

menggunakan model pembelajaran Problem

Based Learning (PBL) dan Inquiry Training.

Model pembelajaran yang efektif memiliki

keterkaitan dengan tingkat pemahaman guru

terhadap perkembangan dan kondisi siswa di

kelas. Model ini dapat menjadi penguat dari

prinsip pengembangan simulator

pembelajaran, sebagaimana dijelaskan oleh

Darmawan, D. (2019); (2020) dalam

risetnya tentang Development of ICMLS

Version 2 (Integrated Communication and

Mobile Laboratory Simulator).

Menumbuhkan dan meningkatkan motivasi

dalam belajar serta memberikan kemudahan

bagi siswa mencapai hasil belajar yang lebih

baik.

Pendekatan pemecahan masalah (force

field approach) menurut Meyer (Sapriati:

2018) merupakan suatu pendekatan yang

penting. Oleh sebab itu dalam pemecahan

masalah perlu dilakukan identifikasi daya

pendorong positif yang dapat digunakan dan

identifikasi daya penghambat untuk

diminimalkan pengaruhnya. Menurut Joyce

(2009) model pembelajaran Inquiry Training

dirancang untuk membawa siswa secara

langsung ke dalam proses ilmiah melalui

latihan-latihan yang dapat memadatkan

proses ilmiah tersebut ke dalam periode

waktu yang singkat. PBL menurut Asra

(2007) merupakan model pembelajaran yang

diawali dengan pemberian masalah yang

kemudian dipecahkan dengan aturan-aturan

baru yang tarafnya lebih tinggi. Setiap kali

suatu masalah dapat dipecahkan berarti

mempelajari sesuatu yang baru dan dapat

digunakan untuk memecahkan masalah yang

baru. Belajar akan lebih bermakna jika anak

mengalami apa yang dipelajarinya, bukan

mengetahuinya.

Berdasarkan latar belakang yang telah

diuraikan di atas, maka yang menjadi

masalah dalam penelitian ini adalah : 1)

bagaimana komparasi model Inquiry

Training berbasis multimedia dengan PBL

Page 3: KOMPARASI MODEL INQUIRY TRAINING BERBASIS …

JTEP-Jurnal Teknologi Pendidikan dan Pembelajaran, Volume 5, Nomor 1, Februari 2020

941

pada kemampuan pemecahan masalah IPA?

, 2) bagaimana pada aspek identifikasi

masalah?, 3) bagaimana pada aspek rumusan

masalah?, 4) bagaimana pada aspek

membuat hipotesis?, 5) bagaimana

kemampuan pemecahan masalah IPA aspek

membuat kesimpulan?

Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui 1) Komparasi model Inquiry

Training berbasis Multimedia dengan PBL

pada kemampuan pemecahan masalah IPA

2) aspek identifikasi masalah , 3) aspek

rumusan masalah , 4) aspek membuat

hipotesis , 5) aspek membuat kesimpulan .

B. KAJIAN LITERATUR

a. Problem Based Learning (PBL)

Asih& Eka ( 2017) Esensi dari PBL

ini adalah menyajikan suatu masalah yang

sesuai kenyataan dan bermakna kepada

siswa untuk diselidiki secara terbuka dan

ditemukan solusi penyelesiannya.

Sedangkan menurut Moffit (dalam Rusman,

2015), model pembelajaran berbasis

masalah merupakan suatu pendekatan

pembelajaran yang menggunakan masalah

dunia nyata sebagai suatu konteks bagi

siswa untuk belajar tentang berpfikir kritis

dan keterampilan pemecahan masalah serta

untuk memperoleh pengetahuan dan konsep

yang esensi dari materi pelajaran. Tahapan

perolehan ini harus cepat sebagaimana

dalam kajian Bio-communication dalam

mendukung akselerasi belajara peserta didik

Darmawan, D.,(2012. Pembelajaran melalui

pendekatan PBM merupakan suatu

rangkaian pendekatan kegiatan belajar yang

diharapkan dapat memberdayakan siswa

untuk menjadi seorang individu yang

mandiri dan mampu menghadapi setiap

permasalahan dalam hidupnya dikemudian

hari. Tujuan PBL yang diungkapkan oleh

Trianto (2015) yaitu: a) Membantu siswa

mengembangkan keterampilan berpikir dan

keterampilan pemecahan masalah, b) Belajar

peranan orang dewasa yang autentik, c)

Menjadi pembelajar yang mandiri.

b. Inqury Training

Latihan penelitian (Inquiry Training)

dikembangkan oleh Richard Suchman

(Joyce : 2009) untuk mengajarkan kepada

para siswa sebuah proses untuk meneliti dan

menerangkan fenomena yang tidak biasa.

Menurut Joyce (2009) model pembelajaran

Inquiry Training dirancang untuk membawa

siswa secara langsung ke dalam proses

ilmiah melalui latihan-latihan yang dapat

memadatkan proses ilmiah tersebut ke

dalam periode waktu yang singkat. Hal ini

peneliti arahkan sebagai wujud bentuk

inovasi, walaupun sederhana, sebagaimana

dijelaskan oleh Darmawan, D. (2014).

Dalam kajiannya tentang Inovasi Pendidikan

pendekatan Praktek Multimedia dan

Pembelajaran Online. Tujuannya adalah

membantu siswa mengembangkan disiplin

dan mengembangkan keterampilan

intelektual yang diperlukan untuk

mengajukan pertanyaan dan menemukan

jawabannya.Melalui model pembelajaran ini

siswa diharapkan aktif mengajukan

pertanyaan mengapa sesuatu terjadi

kemudian mencari dan mengumpulkan serta

memproses data secara logis untuk

selanjutnya mengembangkan strategi

intelektual yang dapat digunakan untuk

dapat menemukan jawaban atas pertanyaan

tersebut. Metode pembelajaran Inquiry

Training (Ishak:2014) didasarkan atas

terjadinya konfrontasi intelektual. Guru

memulainya dengan mengajukan teka-teki

kepada siswa untuk dipecahakan/ diselidiki.

Sebagai bekalnya adalah kemampua analisis

dan sintesis, (Darmawan, et.al, 2017).

c. Mutimedia Pembelajaran

Pengertian multimedia menurut

Rusman dkk (2015) Multimedia adalah

media presentasi dengn menggunakan teks,

audio dan visual sekaligus. Darmawan

(2011) multimedia dipandang sebagai suatu

pemanfaatan “banyak” media yang

digunakan dalam suatu proses interaksi

penyampaian pesan dari sumber pesan

kepada penerima pesan, salah satunya dalam

Page 4: KOMPARASI MODEL INQUIRY TRAINING BERBASIS …

JTEP-Jurnal Teknologi Pendidikan dan Pembelajaran, Volume 5, Nomor 1, Februari 2020

942

konteks pembelajaraan antara guru dan

siswa.

Menurut Darmawan (2011) sebuah

pembelajaran dapat dikatakan menggunakan

multimedia, jika didalamnya memiliki

karakteristik yaitu : a) Content

representation, b) Full color and high

resolution, c) Melalui media elektronik, d)

Tipe pembelajaran yang bervariasi, e)

Respons pembelajaran dan penguatan, f)

Mengembangkan prinsip self evaluation, g)

Dapat digunakan secara klasikal atau

individual. Kelebihan multimedia (Sanjaya

:2011) dapat menggabungkan semua unsur

media, seperti teks, video, animasi, image,

grafik dan sound menjadi satu kesatuan

penyajian, sehingga mengakomodasi sesuai

dengan modalitas belajar siswa. Program ini

dapat mengakomodasi siswa yang memiliki

tipe visual, auditif, maupun kinestetis.

Multimedia ini termasuk ke dalam

klasifikasi pembelajaran e-learning

(Darmawan, D. (2016). Lebih lanjut

dijelaskan oleh Darmawan (2017), bahwa

unsur-unsur pembelajaran tersebut di atas

dapat menjadi kekayaan konten

pembelajaran sebagaimana dijelaskan dalam

kajiannya tentang Architecture Fedena Open

Source ERP” For Educational

Communication.

d. Kemampuan Pemecahan Masalah IPA

Menurut Gagne (Asih& Eka : 2017)

Science should be viewed as a way of

thinking in the pursuit of understanding

nature, as a way of investigating clains

about phenomena, and as a body of

knowledge that has resulted from inquiry.

IPA dipandang sebagai cara penyelidikan

terhadap gejala alam, dan sebagai batang

tubuh pengetahuan yang dihasilkan dari

inkuiri. Menurut Samatowa (2016)

pembelajaran IPA di SD menggunakan

perasaan keingintahuan siswa sebagai titik

awal dalam melaksanakan kegiatan -

kegiatan penyelidikan atau percobaan.

Kegiatan-kegiatan ini dilakukan untuk

menemukan dan menanamkan pemahaman

konsep-konsep baru dan

mengaplikasikannya untuk memecahkan

masalah-masalah yang ditemui oleh siswa

SD dalam kehidupan sehari-hari.

Pemecahan masalah (Surya : 2016)

merupakan satu strategi kognitif yang

diperlukan dalam kehidupan sehari – hari

termasuk para siswa dalam kegiatan

pembelajaran. Menurut Sapriati (2018)

keterampilan memecahkan masalah

merupakan keterampilan dasar yang

dikembangkan melalui serangkaian latihan.

Salah satu cara untuk melatih siswa adalah

mengupayakan agar siswa beraksi secara

aktif, mengumpulkan dan menanggapi

pertanyaan, dan mengorganisasikan

informasi yang diperolehnya.

Pemecahan masalah menurut John

Dewey (Surya : 2016) mencakup lima

langkah dasar yang berupa keterampilan

yang dapat diajarkan, yaitu :

1) Pernyataan masalah sebagai refleksi

kesadaran adanya masalah yang

dihadapi

2) Merumuskan masalah sebagai

identifikasi hakikat masalah dan

hambatan yang penting dalam

solusinya

3) Mengembangkan hipotesis, yaitu

mengembangkan satu atau lebih

alternatif solusi yang diusulkan

untuk memcahkan masalah.

4) Menguji hipotesis untuk

menetapkan solusi yang dipandang

paling tepat

5) Memilih hipotesis yang terbaik,

yaitu menetapkan alternatif yang

paling tepat untuk diterapkan

dengan mempertimbangkan

kekuatan dan kelemahannya.

C. METODOLOGI PENELITIAN

Menurut Darmawan (2013)

pendekatan kuantitatif adalah suatu prooses

menemukan pengetahuan yang

menggunakan data berupa angka sebagai

alat menemukan keterangan mengenai apa

Page 5: KOMPARASI MODEL INQUIRY TRAINING BERBASIS …

JTEP-Jurnal Teknologi Pendidikan dan Pembelajaran, Volume 5, Nomor 1, Februari 2020

943

yang ingin kita ketahui. Bentuk desain

eksperimen yang akan diterapakan dalam

penelitian adalah quasi experimental.

Populasi Gugus VIII Cikedokan Kecamatan

Bayongbong Garut. Dengan menggunakan

Purposiv Sampling maka diambillah dua SD

dari lima yaitu SDN 1 Cikedokan sebayak

19 siswa dan SDN 3 Cikedokan sebayak 27

siswa. Dalam penelitian ini terdapat tiga

variabel yang terdiri dari dua variabel

independen yaitu model inquiry training

berbasis multimedia (x1) dan model problem

based learning (x2) satu variabel

dependen(Y) yaitu kemampuan pemecahan

masalah. Adapun desain penelitiannya

adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Desain penelitian

Kelompok Pretes Perlakuan

(X) Postes

Eksperimen O1 X O2

Kontrol O3 O4

X1 Y1

X2 Y1

D. HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

1. Hasil

Untuk mengetahui komparasi model

Inquiry Training berbasis multimedia

dengan PBL pada kemampuan pemecahan

masalah IPA terlebih dahulu menyiapkan

seperangkat RPP agar proses belajar

mengajarnya efektif dan lebih terarahnya

tujuan yang ingin dicapai . Data yang

diperoleh menggunakan tes objektif baik

pretest maupun postest . Lalu dianalisis

dengan uji Independent Sample Test dan uji

Mann Whitney melalui SPSS versi 24.0.

SDN 1 Cikedokan sebagai kelas eksperimen

adalah dan SDN 3 Cikedokan sebagai kelas

kontrol.

Uji sebaran data atau uji normalitas data

dilakukan dengan menggunakan uji Shapiro-

Wilk. Dan nilai yang digunakan sebesar

0,05. Berikut uji homogenitas pretes kelas

ITBM dan PBL.

Uji Homogenitas Pretes Kelas ITBM dan

PBL

Secara ringkas, data hasil uji

homogenitas pretes kelas InquiryTraining

berbasis Multimedia dan PBL dapat dilihat di

bawah ini:

Tabel 4.0

Uji Homogenitas Pretes Kelas ITBM dan

PBL

Test of Homogeneity of Variances

PRE TEST ITBM_PBL

Levene Statistic df1 df2 Sig.

,053 1 44 ,818

Berdasarkan tabel 4.0 di atas

diperoleh nilai pre test Sig. untuk kelas PBL

dan kelas ITBM yaitu sebesar 0,818. karena

nilai Sig lebih besar . Maka dapat

disimpulkan bahwa varians data pretest

pada siswa kelas ITBM dan siswa kelas PBL

adalah sama atau homogen.

a. Komparasi kemampuan pemecahan

masalah IPA siswa dengan menerapkan

model Inquiry Training berbasis

Multimedia Dan PBL

Tabel 4.1

Uji Normalitas Peningkatan Pemecahan Masalah

Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig.

Gain Pemecahan

Masalah Kelas PBL

.943 27 .147

Gain Pemecahan

Masalah Kelas ITBM

.938 19 .244

Nilai Sig. untuk kelas PBL dan kelas

ITBM yaitu sebesar 0,147 dan 0,244.

Sehingga nilai Sig dari kelas PBL dan kelas

ITBM lebih besar . Maka sebaran data

peningkatan pemecahaman masalah siswa

kelas PBL dan kelas ITBM berdistribusi

normal. Dan pengujian hipotesis uji dua

rata-rata digunakan uji statistik parametrik,

dalam hal ini menggunakan uji Independent

Sample Test. Hasil pengujian disajikan pada

tabel berikut:

Page 6: KOMPARASI MODEL INQUIRY TRAINING BERBASIS …

JTEP-Jurnal Teknologi Pendidikan dan Pembelajaran, Volume 5, Nomor 1, Februari 2020

944

Tabel 4.2

Uji Perbedaan Peningkatan Pemecahan Masalah

Hasil pengujian uji T-Independent

diperoleh nilai Asymp. Sig. (2 tailed)

sebesar 0,001 sehingga nilai Sig. < . Dari

kondisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa

terima Ha dan tolak Ho, yang berarti bahwa:

Terdapat perbedaan peningkatan

kemampuan pemecahan masalah siswa

dengan menerapkan model Inquiry Training

berbasis multimedia dan model Problem

Based Learning (PBL).

b. aspek identifikasi masalah

Tabel 4.3

Uji Normalitas Peningkatan Identifikasi

Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig.

Peningkatan

Identifikasi Kelas

ITBM

.860 19 .010

Peningkatan

Identifikasi Kelas PLB

.886 27 .006

Nilai Sig. untuk kelas PBL dan kelas

ITBM berturut-turut sebesar 0,006 dan

0,010. Sehingga nilai Sig dari kelas PBL

dan kelas ITBM lebih kecil dari . Kedua

model pembelajaran tidak berdistribusi

normal. Selanjutnya pengujian hipotesis uji

statistik nonparametric menggunakan uji

Mann-Whitney. Tabel 4.4

Uji Perbedaan Peningkatan Identifikasi Masalah

Test Statisticsa

Peningkatan

Identifikasi

Mann-Whitney U 178.000

Wilcoxon W 556.000

Z -1.812

Asymp. Sig. (2-tailed) .070

a. Grouping Variable: Perlakuan

Pada tabel di atas diperoleh nilai

Asymp. Sig. (2 tailed) sebesar 0,070,

sehingga nilai Sig. > . Dari kondisi

tersebut, dapat disimpulkan bahwa terima

Ho dan tolak Ha, yang berarti bahwa: Tidak

terdapat perbedaan peningkatan identifikasi

masalah siswa dengan menerapkan model

Inquiry Training berbasis multimedia dan

model Problem Based Learning (PBL).

c. aspek rumusan masalah

Tabel 4.5 Uji Normalitas Peningkatan Aspek

Rumusan Masalah

Shapiro-Wilk

Statisti

c Df Sig.

Peningkatan Rumusan

Kelas PBL

.897 27 .012

Peningkatan Rumusan

Kelas ITBM

.942 19 .285

Nilai Sig. untuk kelas PBL dan kelas

ITBM berturut-turut sebesar 0,012 dan

0,285 sehingga nilai Sig dari kelas PBL

lebih kecil dari . Sedangkan nilai Sig. dari

kelas ITBM lebih besar dari α. Dari kondisi

tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebaran

data peningkatan rumusan masalah siswa

kelas PBL tidak berdistribusi normal dan

kelas ITBM berdistribusi normal. Tabel 4.6

Uji Perbedaan Peningkatan Aspek

rumusan masalah

Test Statisticsa

Peningkatan

Rumusan

Mann-Whitney U 194.500

Wilcoxon W 572.500

Z -1.403

Asymp. Sig. (2-tailed) .160

a. Grouping Variable: Perlakuan

Pada tabel di atas diperoleh nilai

Asymp. Sig. (2 tailed) sebesar 0,160,

sehingga nilai Sig. > . Dari kondisi

tersebut, dapat disimpulkan bahwa terima H0

dan tolak Ha, yang berarti bahwa: Tidak

terdapat perbedaan peningkatan aspek

rumusan masalah siswa dengan menerapkan

model Inquiry Training berbasis multimedia

dan model Problem Based Learning (PBL).

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means

Df

Sig. (2-

tailed)

Mean

Difference

Peningkata

n

Kemampu

an

Pemecahan

Masalah

Equal

variances

assumed

44 .001 -.22526

Equal

variances

not

assumed

40.39

8

.001 -.22526

Page 7: KOMPARASI MODEL INQUIRY TRAINING BERBASIS …

JTEP-Jurnal Teknologi Pendidikan dan Pembelajaran, Volume 5, Nomor 1, Februari 2020

945

d. aspek membuat hipotesis

Tabel 4.7

Uji Normalitas Peningkatan Aspek Hipotesis

Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig.

Peningkatan Hipotesis

Kelas PBL

.806 27 .000

Peningkatan Hipotesis

Kelas ITBM

.928 19 .161

Nilai Sig. untuk kelas PBL dan kelas

ITBM berturut-turut sebesar 0,000 dan

0,161 sehingga nilai Sig dari kelas PBL

lebih kecil dari , sedangkan nilai Sig.

kelas ITBM lebih besar dari α. Dari kondisi

tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebaran

data peningkatan hipotesis siswa kelas PBL

tidak berdistribusi normal dan kelas ITBM

berdistribusi normal.

Tabel 4.8

Uji Perbedaan Peningkatan Aspek Hipotesis

Test Statisticsa

Peningkatan

Hipotesis

Mann-Whitney U 148.000

Wilcoxon W 526.000

Z -2.472

Asymp. Sig. (2-tailed) .013

a. Grouping Variable: Perlakuan

Pada tabel di atas diperoleh nilai

Asymp. Sig. (2 tailed) sebesar 0,013,

sehingga nilai Sig. < . Dari kondisi

tersebut, dapat disimpulkan bahwa terima

Ha dan tolak Ho, yang berarti bahwa:

Terdapat perbedaan peningkatan aspek

hipotesis siswa dengan menerapkan model

Inquiry Training berbasis multimedia dan

model Problem Based Learning (PBL).

f. aspek membuat kesimpulan

Tabel 4.9

Uji Normalitas Peningkatan Aspek Kesimpulan

Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig.

Peningkatan

Kesimpulan Kelas PBL

.881 27 .005

Peningkatan

Kesimpulan Kelas

ITBM

.923 19 .127

Nilai Sig. untuk kelas PBL dan kelas

ITBM berturut-turut sebesar 0,005 dan

0,127 sehingga nilai Sig dari kelas PBL

lebih kecil dari α sedangkan nilai Sig. dari

kelas ITBM lebih besar dari . Dari kondisi

tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebaran

data peningkatan kesimpulan siswa kelas

PBL tidak berdistribusi normal dan kelas

ITBM berdistribusi normal. Tabel 4.10

Uji Perbedaan Peningkatan Aspek Kesimpulan

Test Statisticsa

Peningkatan

Kesimpulan

Mann-Whitney U 154.500

Wilcoxon W 532.500

Z -2.323

Asymp. Sig. (2-tailed) .020

a. Grouping Variable: Perlakuan

Pada tabel di atas diperoleh nilai

Asymp. Sig. (2 tailed) sebesar 0,020sehingga

nilai Sig. < . Dari kondisi tersebut, dapat

disimpulkan bahwa terima Ha dan tolak Ho,

yang berarti bahwa: Terdapat perbedaan

peningkatan aspek kesimpulan siswa dengan

menerapkan model Inquiry Training

berbasis multimedia dan model Problem

Based Learning (PBL).

2. Pembahasan

1. Perbedaan kemampuan pemecahan

masalah IPA siswa dengan menerapkan

model Inquiry Training berbasis multimedia

dan PBL .

Dari hasil pengujian statistik,

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

kemampuan pemecahan masalah IPA siswa

yang menerapkan model Inquiry Training

berbasis multimedia dengan PBL.

Penggunaan pemecahan masalah memang

tidaklah mudah,harus disesuaikan dengan

tingkat kemampuan siswa. Pendekatan yang

dipakai bersifat konstruktivisme dimana

siswa harus bisa membangun

Page 8: KOMPARASI MODEL INQUIRY TRAINING BERBASIS …

JTEP-Jurnal Teknologi Pendidikan dan Pembelajaran, Volume 5, Nomor 1, Februari 2020

946

pengetahuannya dari informasi yang

diperoleh melalui pancaindra dan juga

sumber – sember lainnya. Juga tak lupa

bimbingan guru untuk selalu membimbing

siswanya dalam memfasilitasi belajar

kemampuan pemecahan masalah dalam

proses pembelajaran.

Menurut Tan (Rusman :2016)

mengemukakan bahwa pembelajaran

berbasis masalah merupakan penggunaan

berbagai macam kecerdasan yang diperlukan

untuk melakukan konfrontasi terhadap

tantangan dunia nyata, kemampuan untuk

menghadapi segala sesuatu yang baru dan

kompleksitas yang ada. Penggunaan

berbagai macam kecerdasan yang diperlukan

ternyata “berbeda” hal ini tergambar jelas

dengan realita di lapangan saat proses

belajar berlangsung beberapa siswa tampak

kesusahan dan kesulitan dalam menangkap

dan merespon informasi yang diberikan.

Menurut Abbudin (2011) kekurangan PBL

antara lain:

a) Sering terjadi kesulitan dalam

menemukan permasalahan yang

sesuai dengan tingkat berpikir

siswa. Hal ini dapat terjadi karena

adanya perbedaan tingkat

kemampuan berpikir pada para

siswa.

b) Sering memerlukan waktu yang

lebih banyak dibandingkan dengan

penggunaan metode konvensional.

c) Sering mengalami kesulitan dalam

perubahan kebiasaan belajar dari

yang semula belajar mendengar,

mencatat dan menghafal informasi

yang disampaikan guru, menjadi

belajar dengan cara mencari data,

menganalisis, menyusun hipotesis,

dan memecahkannya sendiri.

Peningkatan kemampuan pemecahan

masalah pada pembelajaran Inquiry

Training berbasis multimedia. Merujuk dari

Joyce (2009) model pembelajaran Inquiry

Training dirancang untuk membawa siswa

secara langsung ke dalam proses ilmiah

melalui latihan-latihan yang dapat

memadatkan proses ilmiah tersebut ke

dalam periode waktu yang singkat.

Berdasarkan penelitian adanya kemudahan

siswa dalam merespon dan memahami

informasi yang disajikan. Menurut Kardi

(dalam Trianto:2014) Inquiry Training

mempunyai dua kelebihan, yaitu:

a) Penelitian dapat diselesaikan dalam

waktu satu periode pertemuan.

Waktu yang singkat ini

memungkinkan siswa dapat

mengalami siklus inkuiri dengan

cepat, dan dengan pelatihan mereka

akan terampil melakukan inkuiri.

b) Lebih efektif dalam semua bidang di

dalam kurikulum.

Kemudahan dalam belajar ilmiah

Inquiry Training memberikan hasil yang

berbeda dengan kelas kontrol. Selain

ketertarikan siswa dalam belajar juga

penunjang multimedia yang memeberikan

dampak yang luar biasa terhadap mental

siswa. Karena Penggunaan media dapat

menambah motivasi belajar siswa sehingga

perhatian siswa terhadap materi

pembelajaran dapat lebih meningkat. Hal

tersebut dikarenakan multimedia

memadukan berbagai jenis media, seperti

animasi. Animasi dalam multimedia dapat

membantu proses kognitif siswa. Selain itu,

multimedia dapat mengatasi keberagaman

gaya. Dan modalitas belajar siswa, yaitu tipe

visual, auditif dan kinestetik. Tipe dan gaya

belajar tersebut dapat diatasi dengan

multimedia yang di dalamnya mengandung

unsur audio dan visual (Dina Indriana,

2011).

2. aspek Identifikasi masalah

Identifikasi masalah merupakan

tahapan awal dalam metode ilmiah. Carin

Page 9: KOMPARASI MODEL INQUIRY TRAINING BERBASIS …

JTEP-Jurnal Teknologi Pendidikan dan Pembelajaran, Volume 5, Nomor 1, Februari 2020

947

(Sapriati:2018) mengemukakan bahwa

observasi adalah menjadi dasar akan suatu

objek atau kejadian dengan menggunakan

segenap pancaindera (atau alat bnatu dari

pancaindera) untuk mengidentifikasi sifat

dan karakteristik. Observasi yang

terorganisasi merupakan dasar bagi

penyelidikan yang lebih terarah. Kegiatan

mengamati merupakan keterampilan dasar

yang harus dimiliki oleh setiap orang dalam

melakukan penyelidikan ilmiah (the basic of

all scientific inquiry is observation) . Jika

siswa sudah mampu mengidentifikasi suatu

objek atau kejadian maka siswa tersebut

telah menggunakan inderanya dengan baik

dan teliti. Kegiatan identifikasi tidak hanya

melakukan kegiatan fisik tetapi harus

ditunjang dengan kegiatan mentalnya.

Berdasarkan hasil pengujian statistik,

menunjukkan bahwa tidak terdapat

perbedaan identifikasi masalah siswa yang

menerapkan model Inquiry Training

berbasis multimedia dengan PBL

dikarenakan kemampuan siswa dalam

mengobservasi dan mengamati dengan

pancaindra mudah dikuasai oleh kedua

model tersebut. Anak – anak akan lebih

mudah memahami konsep – konsep yang

rumit dan abstrak jika disertai contoh

konkret, contoh yang sesuai situasi dan

kondisi yang dihadapi, dengan

mempraktikkan sendiri upaya penemuan

konsep melalui kegiatan fisik dan mental.

Siswa kelas 5 SD telah memahami

fase perkembangan operasional konkret.

Artinya suatu perkembangan kognitif yang

menunjukkan bahwa siswa sudah memiliki

kemampuan berpikir tinggi atau berpikir

ilmiah. Kemampuan siswa dalam

identifikasi masalah berhungan dengan

kegiatan pancainderanya yang ditunjang

dengan media. Fungsi dan peran dari media

(Sanjaya:2011) yaitu:

a) Menangkap suatu objek atau

peristiwa – peristiwa tertentu

b) Memanipulasi keadaan, peristiwa,

atau objek tertentu

c) Menambah gairah dan motivasi

belajar siswa

d) Media pembelajaran memiliki nilai

praktis seperti media dapat

mengatasi keterbatasan pengalaman

yang dimiliki siswa, dapat mengatasi

batas ruang kelas,dapat memberikan

pengalaman yang menyeluruh dari

hal – hal yang konkret sampai yang

abstrak, dll.

Penjelasan di atas sudah sangat jelas

bahwa pentingnya peran dan fungsi media

dalam pembelajaran terutama pada aspek

identifikasi masalah memberikan kontribusi

yang positif. Dengan multimedia yang sudah

dirancang dan dipersiapkan akan

memberikan memudahkan pada siswa dalam

proses identifikasi masalah dan

menyamakan objek permasalahan yang

dimaksud. Sehingga informasi yang didapat

tidak kabur.

3. Aspek merumuskan masalah.

Menurut Amir (2015) merumuskan

masalah merupakan fenomena yang ada

dalam masalah menuntut penjelasan

hubungan- hubungan apa yang terjadi di

antara fenomena itu. Hal ini menegaskan

bahwa untuk membuat rumusan masalah

siswa harus mampu membuat hubungan –

hubungan yang terjadi dari suatu masalah .

Untuk mencapai hal itu maka siswa harus

menggunakan pikirannya agar proses

tersebut hasilnya tepat.

Melalui identifikasi masalah maka

siswa sudah dapat menemukan adanya

masalah. Untuk membuat pertanyaan yang

Page 10: KOMPARASI MODEL INQUIRY TRAINING BERBASIS …

JTEP-Jurnal Teknologi Pendidikan dan Pembelajaran, Volume 5, Nomor 1, Februari 2020

948

tepat maka siswa dituntut untuk

mengidentifikasi objek secara benar.

Pengembangan sikap ilmiah pada siswa

kelas tinggi di Sekolah Dasar dapat

dilakukan dengan cara menciptakan

pembelajaran yang memungkinkan siswa

berani berargumentasi dan mengajukan

pertanyaan - pertanyaan, mendorong siswa

supaya memiliki rasa ingin mengetahui,

memiliki sikap jujur terhadap dirinya dan

orang lain.

Kegiatan ilmiah tidak terlepas dari

kegiatan perkembangan teknologi.

Pemanfaatan teknologi mempunyai peran

penting terhadap keberhasilan siswa dalam

mengolah kognitifnya. Media audio visual

yang disajikan sangat membantu siswa

dalam memenuhi kebutuhan belajarnya.

Karena kebutuhan tiap siswa dalam belajar

itu berbeda. Maka dengan adanya teknologi

dapat mengantarkan keseragaman persepsi .

Apalagi didukung dengan animasi yang

memberikan penyegaran dalam belajar di

kelas.

Tidak terdapatnya perbedaan

kemampuan dalam rumusan masalah siswa

dengan menerapkan model Inquiry Training

berbasis multimedia dan model Problem

Based Learning (PBL) dikarenakan

dikuasainya kemampuan siswa dalam

identifikasi masalah memberikan

kemudahan dalam merumuskan masalah.

Penguasan rumusan masalah pada

konfrontasi kognitif merupakan kesiapan

siswa menuju tahapan selanjutnya dalam

metode ilmiah.

4. Aspek membuat hipotesis.

Menurut Sapriati (2018) hipotesis

adalah prediksi yang sangat khusus. Melalui

kegiatan hipotesis ini berarti kegiatan

berpikir siswa sudah meningkat. Karena

siswa diharuskan mencari jawaban

sementara walaupun masih bersifat mengira

–ngira. Untuk mendapat jawaban yang benar

maka siswa harus melakukan penelitian

lebih lanjut yaitu berupa pengumpulan dan

mengolah data. Pengembangan kognitif ini

harus didukung dengan motivasi belajar

yang tinggi.

Dari hasil pengujian statistik,

menunjukkan bahwa peningkatan aspek

hipotesis siswa yang dalam pembelajarannya

menggunakan ITBM nyata lebih tinggi

dibandingkan dengan peserta didik yang

pembelajarannya menggunakan PBL, hal ini

dikarenakan kemampuan atau potensi siswa

untuk berpikir dalam menebak atau mengira

– ngira (berhipotesis) dari suatu

permasalahan. Manakala siswa dapat

membuktikan tebakannya, maka ia akan

sampai pada posisi yang mendorong untuk

berpikir lebih lanjut. Juga faktor multimedia

yang digunakan. Penggunaan multimedia

pada model Inquiry Training mampu

membuat siswa lebih paham dalam proses

penerimaan informasi. Sehingga dapat

meningkatkan mutu pembelajaran yang

disampaikan. Menurut Winn (Sapriati

:2018) fungsi media antara lain:

a) Menyampaikan pembelajaran,

dimana media digunakan untuk

menyampaikan materi pembelajaran

tertentu

b) Konstruksi dari lingkungan, di mana

media membantu siswa menggali

dan membangun pemahaman dari

pengetahuan.

c) Mengembangkan keterampilan

kognitif ,dimana media dignakan

sebagai model, kreasi atau

pengembangan dari keterampilan

mental.

Page 11: KOMPARASI MODEL INQUIRY TRAINING BERBASIS …

JTEP-Jurnal Teknologi Pendidikan dan Pembelajaran, Volume 5, Nomor 1, Februari 2020

949

Penggunaan multimedia pada model

Inquiry Training dengan hasil yang lebih

baik tentu sependapat dengan pernyataan

Winn di atas. Bahwa media dapat

mengembangkan keterampilan kognitif

dengan media maka kebutuhan siswa dalam

gaya belajar dapat terpenuhi.

5. Aspek membuat kesimpulan.

Menurut Sanjaya (2011) merumuskan

kesimpulan adalah proses mendeskripsiksn

temuan yang diperoleh berdasarkan hasil

pengujian hipotesis. Dapat dipahami bahwa

untuk dapat menarik kesimpulan seseorang

harus mampu dalam pengujian hipotesis.

Menyimpulkan berarti pula memberikan

keyakinan kepada siswa tentang kebenaran

suatu paparan. Kegiatan menyimpulkan

akan memberikan keyakinan kepada siswa

apa yang diobservai oleh panca indranya dan

dilanjutkan dengan kegiatan penelitian maka

siswa dapat membuat kebenaran dari

kejadian ataupun masalah yang dihadapinya.

Tahapan pada pemecahan masalah harus

kita lewati dengan baik agar hasilnya pun

memuaskan dengan kata lain kesimpulan

yang kita buat valid dan bisa

dipertanggungjawabkan.

Dari hasil pengujian statistik,

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

kemampuan siswa dalam membuat

kesimpulan antara siswa yang menerapkan

model Inquiry Training berbasis multimedia

dengan PBL . Saat penelitian terlihat pada

siswa PBL walaupun pembelajaran dengan

menyuguhkan permasalahan tetapi siswa

kurang fokus dalam memberikan apresiasi

kognitif terutama pada saat proses

pembelajaran. Keadaan ini berbanding

terbalik dengan siswa ITBM yang mana

proses pembelajaran Inquiry Training ini

sulit dan tidaklah mudah tapi antusias dan

respon siswa terhadap penerimaan informasi

lebih baik. Serta dukungan multimedia yang

memberikan penguatan terhadap aspek

kognitif maka siswa yang mendapat

perlakuan ITBM mampu berada diatas

model PBL.

E. SIMPULAN DAN REKOMENDASI

a. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan di atas , maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasil penelitian

Komparasi model Inquiry Training

berbasis multimedia lebih baik dari

model Problem Based Learning

(PBL) pada kemampuan pemecahan

masalah IPA.

2. Dua yang diterima dari lima

hipotesis hanya yaitu tidak terdapat

perbedaan pada kemampuan

pemecahan pada aspek identifikasi

masalah dan aspek rumusan masalah

siswa dengan menerapkan model

inquary training berbasis multimedia

dan model problem based learning

(PBL) .

3. Tiga hipotesis yang ditolak yaitu

terdapat perdedaan kemampuan

pemecahan masalah siswa dengan

menerapkan model Inquiry Training

berbasis Multimedia dengan PBL,

aspek membuat hipotesis dan aspek

membuat kesimpulan. Hal ini

mengindikasikan terdapatnya

komparasi model inquary training

berbasis multimedia dengan PBL

pada kemampuan pemecahan

masalah IPA.

b. Rekomendasi

Peneliti mengajukan rekomendasi

sebagai berikut.

1. Menggunakan model pembelajaran

yang menggunakan kegiatan ilmiah

Page 12: KOMPARASI MODEL INQUIRY TRAINING BERBASIS …

JTEP-Jurnal Teknologi Pendidikan dan Pembelajaran, Volume 5, Nomor 1, Februari 2020

950

salah satunya yaitu model

pembelajaran Inquiry Training agar

siswa tidak kaku dan tidak

kebingungan ketika berhadapan

dengan kegiatan pembelajaran

ilmiah. Sehingga proses belajar

lancar dan hasil belajarnyapun

meningkat.

2. Menggunakan model pembelajaran

yang bersifat kegiatan kognitif salah

satunya model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL),

dengan seringnya digunakan maka

proses belajar berdasarkan masalah

membuat siswa akan terbiasa

dihadapi dengan “masalah” .

Sehingga siswa tidak merasa

kesulitan dan juga tidak merasa

bosan dalam memperoleh informasi

3. Menggunakan multimedia dalam

pembelajaran dapat menambah

motivasi belajar siswa sehingga

perhatian siswa terhadap materi

pembelajaran dapat lebih optimal.

4. Menyediakan fasilitas sarana dan

prasarana multimedia pembelajaran

secara memadai, untuk mendukung

terwujudnya mutu proses dan hasil

pembelajaran yang optimal.

E. REFERENSI

Al-Tabany, Trianto . (2015). Mendesain

Model Pembelajaran Inovatif, Progresif,

dan Kontekstual. Jakarta : Kencana.

Abuddin,N.(2011). Perspektif Islam Tentang

Strategi Pembelajaran. Jakarta : Kencana

Amir (2015). Inovasi Pendidikan melalui

PBL. Jakarta :PT.Adhitya Anrebina

Agung.

Asih & Eka.(2017). Metodologi

Pembelajaran IPA . Jakarta :Bumi Aksara

Asra, S. (2007). Metode Pembelajaran.

Bandung : CV. Wacana Prima.

Darmawan, D. (2016). Pengembangan E-

Learning: Teori dan Desain. Bandung:

PT Remaja Rosdakarya.

Darmawan, D. (2017). Architecture Fedena

Open Source ERP” For Educational

Communication. Germany: Lambert

Academic Publishing Germany.

Darmawan, D. (2014). Inovasi Pendidikan

pendekatan Praktek Multimedia dan

Pembelajaran Online. Bandung :

Remaja Rosdakarya.

Darmawan, D. (2014). Teknologi

Pembelajaran. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Darmawan, D.(2013). Metode Penelitian

Kuantitatif. Bandung : Remaja

Rosdakarya

Darmawan, D. (2013). Pendidikan

Teknologi Informasi dan Komunikasi.

Bandung. PT Remaja Rosdakarya.

Darmawan, D et al .(2019). ICMLS version

3.0 as a prototype of bio-

communication model for

revolutionary human numerical

competences on vocational education

practices. J. Phys.: Conf. Ser. 1402

077073.

Darmawan, D., et al .(2019). Development

of Automatic System ICMLS 2.0 for

Improving Educational Technology

Competences in Industrial Revolution

4.0. (2019). ICDTE 2019: Proceedings

of the 2019 The 3rd International

Conference on Digital Technology in

Education October 2019 Pages 241–

245

https://doi.org/10.1145/3369199.33

69234

Darmawan, D. (2020). Development of

ICMLS Version 2 (Integrated

Communication and Mobile

Laboratory Simulator) To Improve 4.0

Century Industry Skills in Vocational

Schools. International Journal:

Interactive Mobile Technologies.

Vol.14, No.8, 2020. p. 97-113.

https://doi.org/10.3991/ijim.

v14i08.12625

Darmawan, D., Ruyadi, Y., Abdu, W.J.,

Hufad, A., (2017). Efforts to Know the

Rate at which Students Analyze and

Synthesize Information in Science and

Social Science Disciplines: A

Page 13: KOMPARASI MODEL INQUIRY TRAINING BERBASIS …

JTEP-Jurnal Teknologi Pendidikan dan Pembelajaran, Volume 5, Nomor 1, Februari 2020

951

Multidisciplinary Bio-Communication

Study, OnLine Journal of Biological

Sciences, Volume 17, Number 3

(2017) pp 226-231.

Darmawan, D., Harahap, E. (2016).

Communication Strategy For

Enhancing Quality of Graduates

Nonformal Education Through

Computer Based Test (CBT) in West

Java Indonesia, International Journal

of Applied Engineering Research,

Volume 11, Number 15 (2016) pp

8641-8645.

Darmawan, D., Kartawinata, H., Astorina,

W. (2017). Development of Web-

Based Electronic Learning System

(WELS) in Improving the

Effectiveness of the Study at

Vocational High School “Dharma

Nusantara. Journal of Computer

Science 2018, 14 (4): 562.573. DOI:

10.3844/jcssp.2018. 562.573.

Darmawan, D.,(2012). Biological

Communication Behavior through

Information Technology

Implementation in Learning

Accelerated. Int. J. Communications,

Network and System Sciences, 2012, 5,

454-

462http://dx.doi.org/10.4236/ijcns.

2012.58056.

Darmawan, D. (2012). Biological

Communication Through ICT

Implementation: New Paradigm in

Communication and Information

Techn ology for Accelerated Learning.

Germany: Lambert Academic

Publishing Germany.

Hayati & Retno. 2013. Efek Model

Pembelajaran Inquiry Training

Berbasis Multimedia dan Motivasi

terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa.

Medan: Tesis pascasarjana UNIMED

prodi Dikfis. (diakses 2 oktober 2019)

Indriana,D. (2011). Ragam Alat Bantu

Media Pengajaran. Jogjakarta: Diva

Perss.

Ischak (2014). Pendidikan IPS di SD.

Jakarta :UT

Joyce, B.& Weil, M. (2009). Models of

Teaching. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Rusman. (2016). Model-model

Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

Rusman,Kurniawan,D & Riyana,C (2015).

Pembelajaran Berbasis Teknologi

Informasi dan Komunikasi. Jakarta :

PT. RajaGrafindo.

Samatowa, U. (2016). Pembelajaran IPA di

Sekolah Dasar. Jakarta: PT indeks.

Sanjaya, W. (2010). Strategi Pembelajaran

Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta : Prenada Media

Group

--------------------. (2011). Perencanaan dan

Desain Sistem pembelajaran. Jakarta:

Kencana.

Sapriati, A, (2018), Pembelajaran IPA di

SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Surya,M.(2016). Srategi Kongnitif.

Bandung: Alpabeta