13
PENTINGNYA KOMPETENSI PEJABAT PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KOTA KABUPATEN BANGKALAN DALAM MELAKSANAKAN PROSEDUR PENGADAAN BARANG/JASA BERDASARKAN PERPRES 54 TAHUN 2010 Nida Qolbi,SE. 1 , Mohamad Djasuli,SE., M.Si., QIA. 2, Gita Arasy Harwida,SE.,Ak.,M.Tax,QIA. 3 Universitas Trunojoyo Madura, PO Box 2,Kamal, [email protected], Universitas Trunojoyo Madura, PO Box 2,Kamal, [email protected] Universitas Trunojoyo Madura, PO Box 2,Kamal, [email protected] Abstrak Pentingnya Kompetensi Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kota Kabupaten Bangkalan Dalam Melaksanakan Prosedur Pengadaan Barang/Jasa Menurut Perpres 54 Tahun 2010. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui pengimplementasian perpres 54 tahun 2010 dan kesesuaian kompetensi pejabat pengadaan barang/jasa menurut perpres 54 tahun 2010. Informan dalam penelitian ini adalah Pejabat pengadaan barang/jasa di Kabupaten Bangkalan. Data dikumpulkan dari wawancara langsung dengan para informan dan dianalisa dengan fenomenologi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pejabat pengadaan di Pemerintahan Kabupaten Bangkalan sudah mengimplementasikan Perpres 54 tahun 2010, namun belum secara keseluruhan. dikarenakan keterbatasan dana, kelengkapan administrasi yang masih kurang, dan belum tersedianya kantor khusus pengadaan barang/jasa. Berkaitan dengan kompetensi yang dimiliki oleh pejabat pengadaan menunjukkan bahwa kompetensi yang dimiliki Pejabat Pengadaan/ULP di Kabupaten Bangkalan masih tergolong rendah. Hal ini dibuktikan dari pengangkatan pejabat pengadaan ditunjuk langsung oleh kepala daerah tanpa melihat kualifikasi dari pejabat pengadaan itu sendiri dan hasil realisasi pengadaan barang dan jasa pemerintah Kabupaten Bangkalan baik fisik maupun non fisik. Kata Kunci: Pengadaan barang/jasa; Perpres 54/2010; pejabat pengadaan; Implementasi dan Kompetensi ABSTRACT The importance of the competency for thr government officer of goods/sevices procurement’s in the Bangkalan Regency to perform the procurement procedures in the Perpres 54/ 2010. The purpose of this research is to discuss the implementation of the Perpres 54/2010 and compatibility of its procurement government officer’s competency according to Perpres 54/ 2010. The informant used was the procurement government officer in the Bangkalan Regency. The data collection method was direct interview with the informants and the analysys method was phenomenology. The result of the discussion showed that the implementation of Perpres 54/2010 is still not fully implemented. Moreover, the level of the procurement government officers are still in the low level which is shown by the pointment of procurement government officers by the Mayor without considering their qualification and the realisation of the procurement in the Regency of Bangkalan both goods and services which are still disappointing. Keyword: Procurement; Perpres 54/2010, Procurement Government Officers; Implementation; and Competency

Kompetensi Pejabat Pengadaan Barang Jasa Pemerintah Kota Kabupaten Bangkalan Dalam Melaksanakan Prosedur Pengadaan Barang Jasa Berdasarkan Perpres 54 Tahun 2010

  • Upload
    adhi

  • View
    10

  • Download
    4

Embed Size (px)

DESCRIPTION

data

Citation preview

  • PENTINGNYA KOMPETENSI PEJABAT PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KOTA

    KABUPATEN BANGKALAN DALAM MELAKSANAKAN PROSEDUR PENGADAAN

    BARANG/JASA BERDASARKAN PERPRES 54 TAHUN 2010

    Nida Qolbi,SE.1, Mohamad Djasuli,SE., M.Si., QIA.2, Gita Arasy Harwida,SE.,Ak.,M.Tax,QIA.3

    Universitas Trunojoyo Madura, PO Box 2,Kamal, [email protected], Universitas Trunojoyo Madura, PO Box 2,Kamal, [email protected]

    Universitas Trunojoyo Madura, PO Box 2,Kamal, [email protected]

    Abstrak

    Pentingnya Kompetensi Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kota Kabupaten Bangkalan Dalam Melaksanakan Prosedur Pengadaan Barang/Jasa Menurut Perpres 54 Tahun 2010. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui pengimplementasian perpres 54 tahun 2010 dan kesesuaian kompetensi pejabat pengadaan barang/jasa menurut perpres 54 tahun 2010. Informan dalam penelitian ini adalah Pejabat pengadaan barang/jasa di Kabupaten Bangkalan. Data dikumpulkan dari wawancara langsung dengan para informan dan dianalisa dengan fenomenologi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pejabat pengadaan di Pemerintahan Kabupaten Bangkalan sudah mengimplementasikan Perpres 54 tahun 2010, namun belum secara keseluruhan. dikarenakan keterbatasan dana, kelengkapan administrasi yang masih kurang, dan belum tersedianya kantor khusus pengadaan barang/jasa. Berkaitan dengan kompetensi yang dimiliki oleh pejabat pengadaan menunjukkan bahwa kompetensi yang dimiliki Pejabat Pengadaan/ULP di Kabupaten Bangkalan masih tergolong rendah. Hal ini dibuktikan dari pengangkatan pejabat pengadaan ditunjuk langsung oleh kepala daerah tanpa melihat kualifikasi dari pejabat pengadaan itu sendiri dan hasil realisasi pengadaan barang dan jasa pemerintah Kabupaten Bangkalan baik fisik maupun non fisik.

    Kata Kunci: Pengadaan barang/jasa; Perpres 54/2010; pejabat pengadaan; Implementasi dan Kompetensi

    ABSTRACT The importance of the competency for thr government officer of goods/sevices

    procurements in the Bangkalan Regency to perform the procurement procedures in the Perpres 54/ 2010. The purpose of this research is to discuss the implementation of the Perpres 54/2010 and compatibility of its procurement government officers competency according to Perpres 54/ 2010. The informant used was the procurement government officer in the Bangkalan Regency. The data collection method was direct interview with the informants and the analysys method was phenomenology. The result of the discussion showed that the implementation of Perpres 54/2010 is still not fully implemented. Moreover, the level of the procurement government officers are still in the low level which is shown by the pointment of procurement government officers by the Mayor without considering their qualification and the realisation of the procurement in the Regency of Bangkalan both goods and services which are still disappointing. Keyword: Procurement; Perpres 54/2010, Procurement Government Officers; Implementation; and Competency

  • Public Reform for Good Government Governance A4-PFM Conference

    Surabaya, Indonesia, November 13th-14th 2012

    2

    2014 A4-PFM All rights reserved

    1. PENDAHULUAN

    Pengadaan merupakan fungsi yang sangat penting dalam sebuah organisasi. Baik dilihat dari besaran porsi anggaran atau dari banyaknya kasus pengadaan yang terjadi. Akibat dari pengadaan yang tidak diatur dengan baik, maka bermunculan banyak kasus di bidang pengadaan. Mengetahui dan Mengingat alokasi dana yang cukup besar untuk pengadaan barang/ jasa, maka sudah sepantasnya hasil yang didapat juga harus maksimal, namun kenyataan di lapangan menunjukkan hasil pengadaan barang/jasa pemerintah Kabupaten Bangkalan tidak sesuai dengan harapan, hal ini dapat dilihat dari 1) hasil temuan BPK tahun 2004, 2008 dan 2009 atas ketidaksesuaian pengadaan barang/jasa 2) realisasi aggaran untuk pengadaan barang/jasa yang tidak relevan 3) hasil observasi peneliti terhadap beberapa sarana dan prasarana umum terhadap pengadaan barang/jasa pemerintah Kabupaten Bangkalan. Selain itu, karena adanya fenomena bahwa kompetensi yang dimiliki oleh pejabat pengadaan tidak sesuai dengan kompetensi kerja yang dipersyaratkan dalam perpres 54.

    Melihat fenomena yang terjadi seperti dijelaskan diatas yang juga merupakan kondisi real lapangan memberikan gambaran kepada kita semua betapa rapuhnya pengadaan barang/jasa dipemerintahan kususnya barang/jasa untuk fasilitas umum terutama sarana infrastruktur jalan dan konstruksi bangunan yang dalam hal ini dianggarkan dana cukup besar. Untuk itu dibutuhkan kompetensi khusus dalam hal pengadaan barang/jasa. Pengertian kompetensi menurut SK3-PBJ (Standart Kompetensi Kerja Khusus Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) dalam LKPP RI No.3 Tahun 2011 adalah uraian kemampuan yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja minimal yang harus dimiliki seorang ahli pengadaan barang/jasa yang ditetapkan oleh Deputi Bidang Pengembangan dan Pembinaan Sumber Daya Manusia Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/Jasa pemerintah.

    Kompetensi menurut Perpres 54 tahun 2010 adalah kemampuan pejabat dalam mengelola pekerjaannya dengan berprinsipkan pada efisien; efektif; transparan; terbuka; bersaing; adil/tidak diskriminatif; dan akuntabel dengan jaminan sertifikat sebagai bukti pengakuan dari pemerintah atas kompetensi dan kemampuan profesi dibidang Pengadaan Barang/Jasa.

    Maksud dari pengertian di atas adalah sikap profesionalisme seseorang akan muncul ketika, seseorang itu berada pada bidangnya. Seperti halnya kompetensi yang harus dimiliki pejabat pengadaan barang/jasa di Pemerintahan Kabupaten Bangkalan. Kompetensi ini sangat dibutuhkan untuk menghindari ketergantungan informasi dan data teknis dari rekanan (imbalance information). Pasalnya, Penentuan kerjasama spesifikasi teknis ini merupakan salah satu titik krusial terjadinya tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa di Pemerintahan sekaligus memberikan nilai minus akan kompetensi yang dimiliki pejabat pengadaan barang/ jasa.

    Minusnya akan kompetensi yang dimiliki pejabat pengadaan barang /jasa pemerintah berdampak pada Harga Perhitungan sendiri (HPS)/ Owner Estimate (EO) seperti apa yang disampaikan Larto Untoro, Kepala Bagian Pengadaan ULP Komisi Pemberantasan Korupsi (PK) yang dikutip dari sebuah majalah Integrito, Sebuah majalah internal terbitan KPK Vol. 14/Januari. Pasalnya, untuk mendapatkan hasil pengadaan barang/jasa yang menguntungkan negara dengan kualitas barang yang dapat dipertanggungjawabkan, perhitungan HPS harus dilakukan secara relevan, dan benar sesuai dengan informasi harga pasar yang bersaing, perhitungan pajak yang tepat dan biaya-biaya lainnya yang terkait langsung dengan pengadaan barang.

    Pentingnya kredibilitas dan independensi Pengguna Anggaran dalam penentuan spesifikasi teknis dan HPS/ OE merupakan syarat mutlak terselenggaranya pengadaan barang/jasa pemerintah dan perbekalan pengadaan yang akuntabel. Kedua aspek ini mempunyai peran strategis sebagai alat kontrol kualitas barang serta kewajaran harga yang ditawarkan rekanan.

    Berdasarkan hasil penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Suharno (2011: 116) dengan judul penelitian Pentingnya keahlian pengadaan Barang/jasa UPT Pemasyarakatan di Nusakambangan adalah bahwa UPT pemasyarakatan di Nusakambangan kurang memenuhi

  • Qolbi, Djasuli, Harwida/ Pentingnya Kompetensi Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kota Kabupaten Bangkalan Dalam Melaksanakan Prosedur Pengadaan Barang/Jasa Berdasarkan Perpres 54 Tahun 2010

    3

    syarat menjadi anggota ULP, sehingga terpaksa diambilkan dari instansi lain, dengan resiko pengadaan barang/jasa kurang berjalan secara optimal.

    Dalam penelitian ini, peneliti melakukan replikasi ektended yaitu pengembangan penelitian dengan menggunakan metode yang sama yakni metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, namun objek dan permasalahan dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Orientasi dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian kompetensi pejabat pengadaan di Kabupaten Bangkalan dengan tugas dan tanggungjawabnya sebagai pejabat pengadaan. 2. METODE

    Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk membangun suatu proposisi dan menjelaskan makna dibalik realita sosial yang terjadi. Penelitian ini juga berupaya memandang apa yang terjadi dalam dunia tersebut dan meletakkan temuan-temuan yang diperoleh di dalamnya dimana peneliti berpijak pada realita atau peristiwa yang berlangsung dilapangan dengan latar belakang lingkungan yang alamiah. (Bungin, 2007:44)

    Pendekatan fenomenologi mencoba menjelaskan atau mengungkapkan fakta yang terjadi dengan lebih menekankan pada pola pikir yang berfokus pada pengalaman-pengalaman subjektif dan interpretasi pejabat dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya sebagai public service.

    Dengan membangun sebuah paradigma interpretatif yang berfokus pada pola pikir, etika, pengalaman, sikap profesionalisme kerja dan tanggungjawab terhadap tugas yang dipikulnya, penelitian ini nantinya diharapkan mampu memberikan kajian yang sesuai. Sehingga kajian fenomena yang diambil sebagai dasar penelitian ini menjadi lebih relevan dan akurat (Bungin, 2007:46).

    Desain penelitian yang berpedoman pada tujuan penelitian digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang Apakah Pejabat pengadaan sudah mengimplementasikan perpres 54 dan apakah pejabat pengadaan memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan pengadaan serta bagaimana seorang pejabat pengadaan melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai pejabat pengadaan ditengah-tengah tugas dan tanggugjawabnya di instansi-nya masing-masing antara lain : (a)Pemilihan metode penelitian; (b) Memilih informan kunci yang terkait dengan penelitian; (c)Pengumpulan data;(d) Analisis data 2.1 Implementasi Perpres 54 tahun 2010 oleh Pejabat Pengadaan dan Kesesuaian

    Kompetensi Pejabat Pengadaan dengan Kebutuhan Pengadaan. Informan kunci yang pertama adalah Ketua ULP (Unit Layanan Pengadaan). Pemilihan

    informan ini dikarenakan ketua ULP merupakan orang yang memiliki pengetahuan lebih dibandingkan dengan pejabat lainnya. Atas dasar pertimbangan ini-lah peneliti mengambil langkah untuk menjadikan ketua ULP sebagai informan utama, kemudian menjadikan pejabat pengadaan lainnya sebagai informan kedua. Hasil yang diperoleh akan menjadi perbandingan untuk mempertimbangan kesimpulan dalam penelitian ini.

    2.2 Unit analisis kompetensi pejabat pengadaan yang dipersyaratkan oleh SK3-PBJ

    (Standar Kompetensi Kerja Khusus Pengadaan Barang/Jasa) adalah sebagai berikut: (a) informan memenuhi persyaratan menjadi pejabat pengadaan;(b) informan mengerti

    akan tugas dan tanggungjawab kerja serta mampu memecahkan persoalan-persoalan yang akan terjadi selanjutnya.; (c) Informan memiliki pengetahuan dan pengalaman lebih dalam melaksanakan tugas menjadi pejabat pengadaan

    Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi: (a) Survei pendahuluan yaitu untuk menggali informasi-informasi up-to date baik melalui artikel, media cetak, internet, serta lainnya untuk memperoleh gambaran akan kinerja pejabat dan memahami permasalahan yang akan diteliti dan dibahas dalam penelitian ini; (b) Survei kepustakaan yaitu mengumpulkan dan mempelajari data jadi yang diperoleh baik dari buku-buku, jurnal maupun aturan perundang-undangan yang disesuaikan dengan teori-teori yang mendukung (c) Pengumpulan data lapangan dilakukan dengan yaitu dengan melakukan observasi, wawancara, rekaman dan dokumentasi. Dalam melakukan observasi peneliti melakukan wawancara secara mendalam untuk memperoleh informasi terkait dengan tujuan penelitian. Proses pengumpulan data

  • Public Reform for Good Government Governance A4-PFM Conference

    Surabaya, Indonesia, November 13th-14th 2012

    4

    dilakukan dengan melakukan observasi lapangan, melihat pemberitaan melalui media cetak dan elektronik guna memperoleh informasi yang terkait dengan tujuan penelitian.

    Proses analisis kesesuaian kompetensi pejabat dengan tugas dan tanggungjawab sebagai pejabat pengadaan dilakukan dengan membandingkan gelar, jabatan serta pengetahuan dan pengalaman yang dimilki pejabat pengadaan dengan tugas yang dipikulnya yaitu (pengadaan barang/jasa).

    Langkah-langkah analisis data pada pendekatan fenomenologi (Creswel, 2007 dalam Mutiah 2011: 48), yaitu: (1) Peneliti memulai mengorganisasikan semua data yang diperoleh tentang fenomena pengalaman yang dikumpulkan;(2) Membaca data secara keseluruhan dan membuat catatan mengenai data yang dianggap penting;(3) Menemukan dan mengelompokkan makna pernyataan dengan melakukan horizonatiling yaitu setiap pernyataan pada awalnya diperlakukan memiliki nilai yang sama. Selanjutnya pernyataan yang tidak relevan dengan topik pertanyaan yang bersifat repititif dihilangkan sehingga yang tersisa hanya horizons (arti tekstural dan unsur pembentuk atau pembentuk dari fenomena yang tidak mengalami penyimpangan); (4) Pernyataan tersebut kemudian dikumpulkan kedalam unit makna lalu ditulis gambaran tentang bagaimana pengalaman tersebut terjadi;(5) Selanjutnya peneliti mengembangkan uraian secara keseluruhan dari fenomena sehingga menemukan esensi dari fenomena tersebut. Kemudian mengembangkan textural description (mengenai fenomena yang terjadi pada informan) dan structural description (yang menjelaskan bagaiman fenomena itu terjadi);(6) Peneliti kemudian memberikan penjelasan secara naratif mengenai esensi dari fenomena yang diteliti dan mendapatkan makna pengalaman informan mengenai fenomena tersebut. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

    Kegiatan pengadaan barang/jasa dilakukan oleh pejabat pengadaan yang sudah

    tercantum dalam SK Bupati yang dalam pengangkatannya ditunjuk langsung oleh Kepala daerah dengan hanya didasarkan pada kepemilikan sertifikat pengadaan tanpa memperhatikan kualifikasi dari kompetensi pejabat itu sendiri. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi hasil akhir pengadaan, dimana output yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diharapkan.

    Selain itu, jabatan yang disandang oleh pejabat pengadaan tidak hanya berfokus pada bidang pengadaan barang/jasa pemerintah, melainkan pada tugas pokok dan tanggungjawabnya sebagai pegawai negri sipil di instansi pemerintahan yang didudukinya. Dengan kata lain, tugas pengadaan merupakan tugas tambahan, yang tentu saja porsi tanggungjawabnya tidak bisa dioptimalkan. Melihat pengadaan yang sumber anggarannya berasal dari APBD/APBN yang tentu saja nilainya tidak sedikit jumlahnya, namun perlakuannya tidak bisa dioptimalkan, maka jelas prinsip pengadaan yang dijadikan sebagai pedoman pengadaan telah diabaikan.

    Melihat kondisi yang juga merupakan gambaran pengadaan di Kabupaten Bangkalan, maka perlu perhatian kusus terkait peningkatan kompetensi pejabat pengadaan. Kompetensi merupakan tolak ukur terpenting yang menjadikan pejabat bersikap professional. Untuk mengetahui kompetensi pejabat pengadaan,peneliti mencoba untuk menggali informasi dari beberapa informan yang peneliti tetapkan dengan kriteria informan yang telah dijelaskan dalam metpen penelitian ini. Dari informan yang sudah peneliti wawancarai, mereka menjelaskan implementasi perpres 54 tahun 2010 sebagai berikut: Menurut Informan A:

    Ya sudahlah mbak. Kalau tidak menerapkan perpres 54 ya kita salah. Dibentuknya ULP itu sendiri kan sudah merupakan implementasi 54.

    Pernyataan informan A sudah benar, tapi belum secara spesifik dalam memberikan penjelasan. Mungkin yang dimaksudkan adalah hanya sebatas prosedural, namun secara keseluruhan semisal teknis pengerjaan lapangan masih dalam proses pengerjaan.

    Hal ini senada dengan pernyataan informan B dan C yang menyatakan Informan B:

    Tentu sudah, tapi semuanya kan masih butuh proses. Tidak serta merta semua tersedia kan. Selain kendala dana, administrasinya kan perlu dilengkapi. Apalagi tiap personel pengadaannya itu ada di instansi yang memiliki tugas dan tanggungjawab masing-masing. Informan C:

    Kalau untuk dokumennya itu sendiri kita sudah mengacu pada perpres 54, tapi kalau secara kelembagaan dan personil/tim pengadaan itu belum. Kita masih berada pada instansi masing-masing jadi tidak dalam sebuah satu lembaga yang memiliki tugas pokok bidang

  • Qolbi, Djasuli, Harwida/ Pentingnya Kompetensi Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kota Kabupaten Bangkalan Dalam Melaksanakan Prosedur Pengadaan Barang/Jasa Berdasarkan Perpres 54 Tahun 2010

    5

    pengadaan barang/jasa. Ditambah lagi personilnya atau PNS yang bersertifikat itu sedikit jumlahnya. Jadi mulai tahun 2009-2012 semua pejabat pengadaan harus sudah memiliki sertifikat. Kalau dulu masih L1/L2/L3, kalau sekarang sudah berubah. Saya kurang paham untuk soal ini.

    Nah, kalau untuk dokumen, saya tidak megang. Jangankan saya, ketuanya saja belum tentu punya. Karena memang dokumen itu memang ada di skpd masing-masing. Selain karena masalah dana, kami juga tidak punya kantor tetap. Jadi tidak ada tempat penyimpanan dokumen. Daripada hilang, lebih baik dipegang tiap skpd masing-masing. Kalau nanti kita butuh, tinggal kita pinjam saja.

    Menarik apa yang disampaikan oleh informan B dan informan C mengenai Selain kendala dana, administrasinya kan perlu dilengkapi. Kalau peneliti analisa dana yang dianggarkan untuk pengadaan itu jumlahnya cukup besar. Untuk melakukan pengadaan barang/jasa yang nilai kontraknya jutaan sampai milyaran rupiah bisa, kenapa membangun atau memperbaiki tata kelola dalam organisasi pengadaan itu sulit. Hal ini jelas tidak masuk akal. Kalau saja fokus kerja pemerintahan tidak hanya pada hasil akhir yang ingin didapat tapi lebih kepada perbaikan internal badan keorganisasian itu sendiri. Maka secara tidak langsung pemerintah telah mengusahakan pencapaian output yang maksimal atau sesuai dengan yang diharapkan.

    Melihat pernyataan diatas yang juga merupakan gambaran kondisi di Kabupaten Bangkalan, peneliti ingin mengetahui sejauh mana implementasi perpres 54 dilaksanakan. Untuk itu peneliti mengajukan pertanyaan lebih dalam lagi kepada informan tentang Sejauhmana E-procurement dilaksanakan? Informan A:

    Untuk e-procnya, kita sudah menjalankannya kurang lebih 40%. Nah kalau untuk sepenuhnya dilaksanakan e-proc itu masih belum. Karena memang alatnya belum ada dan kita masih dalam masa adaptasi.

    Pernyataan informan A menjelaskan bahwa e-procurement atau yang kita sebut dengan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik di Kabupaten Bangkalan masih dalam proses pengerjaan. Hal ini memperkuat dugaan bahwa implementasi perpres 54 tahun 2010 belum sepenuhnya dilaksanakan. Dimungkinkan karena masih dalam masa transisi yakni perubahan peraturan dari kepres 80 tahun 2003 menjadi perpres 54 tahun 2010. Penjelasan diatas senada dengan apa yang disampaikan informan B yakni :

    Untuk e-proc sendiri kita masih dalam proses. Kita sudah ada websitenya. Bahkan sudah ada pelatihan untuk ini. Kita cuman menunggu panggilan saja. Kan memang tahun 2012 ini semua pengadaan harus sudah berbasis elektronik. Jadi semua administrasi, mulai dari pengumuman, proses lelang, sampai penentuan pemenang diumumkan lewat web. Jadi sudah terkomputerisasi.

    Berbeda dengan informan C yang kurang paham akan pelaksanaan e-proc itu sendiri. Berikut penuturan informan C :

    Kalau e-proc sepertinya belum, lebih baik tanya langsung pada ketuanya saja. Tapi memang semua masih dalam proses. Untuk kesiapan penggunaan saya kurang paham. Dan kalau untuk pelatihan e-proc itu sendiri saya juga kurang paham. Soalnya belum ada undangan untuk pelatihan.

    Disini informan C, terlihat kurang paham akan perubahan tekhnis kerja pengadaan. Terlihat bagaimana dia menjawab kalau e-proc sepertinya belum, lebih baik Tanya langsung pada ketuanya saja.

    Menanggapi ulasan dari penjelasan diatas, dimungkinkan disebabkan beberapa faktor keadaan yang tidak mendukung. Seperti tanggungjawab kerja disetiap instansi, komisis yang tidak sesuai, dan wadah sebagai suatu kelembagaan organisasi pengadaan. Beberapa faktor ini sangat mempengaruhi kinerja pejabat pengadaan yang kemudian berdampak pada hasil akhir atau output.

    Sejauh perpres belum bisa dilaksanakan secara keseluruhan, apakah kompetensi pejabat pengadaan sudah sesuai dan bagaimana implikasinya. Untuk mengetahui hal tersebut, maka peneliti langsung melakukan wawancara dengan beberapa informan yang sudah peneliti pilih dan tetapkan guna mendapatkan jawaban atau referensi yang dapat diulas sebagai bahasan untuk menjawab permasalahan yang diangkat.

  • Public Reform for Good Government Governance A4-PFM Conference

    Surabaya, Indonesia, November 13th-14th 2012

    6

    3.1. Kompetensi dan Implikasinya terhadap Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa

    oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dengan harapan mampu meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih yang didukung dengan pengelolaan keuangan yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel (Perpres 54 tahun 2010).

    Untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan keuangan negara yang dibelanjakan melalui proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, diperlukan upaya untuk menciptakan tata kelola organisasi pengadaan yang kompeten didalamnya (modul Diklat Teknis Subtantif Spesialisasi hal 5)

    Kompeten disini dimaksudkan agar dalam menyelenggarakan pengadaan barang/jasa pemerintah, pejabat mengetahui dengan pasti akan tugas dan tanggungjawabnya baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas Pemerintah dan pelayanan masyarakat (public service)

    3.2 Pemahaman ULP/Panitia Pejabat Pengadaan Terhadap Syarat Kompetensi Menjadi Pejabat Pengadaan Berdasarkan Perpres 54 tahun 2010

    Dalam kinerjanya pejabat pengadaan dituntut untuk dapat tetap konsisten dalam mengolah tanggungjawabnya. Beban tugas, tanggungjawab publik serta tugas tambahan yang dipikulnya menjadikan pejabat pengadaan harus lebih bekerja secara optimal. Untuk itu dibutuhkan kompetensi dalam mengolah pengadaan barang/jasa pemerintah. Kompetensi yang disyaratkan dalam perpres 54 pasal 17f adalah setiap pejabat pengadaan haruslah memiliki sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/jasa yang sesuai dengan Kompetensi yang dipersyaratkan.

    Namun demikian pernyataan ini menjadi melemah ketika ada pernyataan yang sifatnya bertentangan dengan pernyataan diatas, yakni jika dalam sebuah instansi/organisasi pemerintah tidak memiliki pejabat yang memenuhi syarat menjadi pejabat pengadaan, maka boleh diambilkan dari instansi lain. Ketentuan ini merupakan kebijakan yang diambil dari perpres 54 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJ): pasal 17(4)

    Kedua pernyataan diatas bertolak belakang ketika sebuah pernyataan mengenai pengangkatan pejabat pengadaan diambilkan dari instansi lain, maka bisa diartikan beban tugas yang dipikul pejabat pengadaan bukanlah berasal dari bidang yang ditekuni oleh pejabat pengadaan itu sendiri. Hal ini juga terbukti dari gelar atau jabatan yang disandang oleh pejabat pengadaan (tertera dalam SK Bupait). Bermodalkan sertifikat tanpa melihat kualifikasi yang jelas mengenai latar belakang pendidikan atau kompetensi yang dimiliki pejabat pengadaan, kepala daerah kemudian mengangkatnya menjadi pejabat pengadaan atau yang disebut dengan penunjukan langsung. Hal ini menjadi berbeda dengan Kompetensi yang disyaratkan dalam perpres 54 tahun 2010 pasal 17f.

    Selain itu berdasarkan pernyataan dalam perpres 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJ): pasal 17(4) bahwa pejabat pengadaan berasal dari instansi atau lembaga pemerintah, dapat disimpulkan bahwa kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan tugas tambahan yang dibebankan kepada pegawai negeri sipil yang diangkat menjadi pejabat pengadaan, sehingga hal ini dikhawatirkan akan mempengaruhi kinerja pejabat dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya.

    Untuk menjawab pertanyaan diatas, maka peneliti mencoba menggali informasi dari beberapa informan yang memiliki latar belakang yang berbeda tentang pemahamannya terhadap kompetensi dan implikasinya dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya sebagai pejabat pengadaan. Namun sebelum memasuki pertanyaan inti yang kemudian merupakan penilaian terhadap kompetensi pejabat pengadaan, peneliti terlebih dahulu memberikan pertanyaan pengantar seputar syarat dan tugas menjadi pejabat pengadaan. Hal ini menjadi penting ketika tugas dan tanggungjawab sudah pasti dapat dimengerti oleh setiap pejabat pengadaan, maka pejabat pengadaan tidaklah kesulitan dalam menjalankan tugasnya. Menurut informan A:

    syarat diangkatnya menjadi pejabat pengadaan itu, ya hanya memiliki sertifikat pengadaan.kalau di instansi tersebut tidak terdapat pegawai yang memiliki sertifikat

  • Qolbi, Djasuli, Harwida/ Pentingnya Kompetensi Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kota Kabupaten Bangkalan Dalam Melaksanakan Prosedur Pengadaan Barang/Jasa Berdasarkan Perpres 54 Tahun 2010

    7

    pengadaan, ya..harus diambilkan dari instansi lain. Apalagi kan memang untuk mendapatkan sertifikat pengadaan itu susah. yang memiliki sertifikat pengadaan di Kabupaten Bangkalan ini sedikit jumlahnya, sekitar 32 orang dan memang tidak mudah mendapatkan sertifikat pengadaan. Karena hanya LKPP lah yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan sertifikat pengadaan. Seandainya ditiap Kabupaten atau provinsi saja ada LKPP, kan lebih mudah. Ini malah kantor Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) yang banyak. Kan tidak begitu penting. Ya begitulah di Bangkalan ini.

    Untuk tugasnya, hanya menjalankan prosedur pengadaan. Mulai dari pengumuman sampai proses pengadaan. Didalam proses itu sendiri terdapat banyak metode pemilihan, tergantung dari besaran anggaran untuk proyek itu.

    Kesan yang disampaikan oleh informan A terlihat bahwa kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan pengadaan dapat digantikan dengan sertifikat pengadaan. Namun jawaban kedua mengenai tugas menjadi pejabat pengadaan sudah sesuai dengan perpres 54. Pernyataan ini terlihat alami. Hal ini diperkuat dengan fakta dilapangan. Minimnya pejabat pengadaan di Kabupaten Bangkalan membuat pelaksanaan pengadaan harus diambilkan dari instansi lain, dengan resiko yang mungkin akan terjadi.

    Mungkin yang dimaksud oleh informan A adalah kerjasama LKPP dengan beberapa kelembagaan disetiap daerah. Sehingga untuk mendapatkan sertifikat pengadaan secara independen dapat dengan mudah dilaksanakan.

    Pernyataan informan A diatas selaras dengan pernyataan yang dilontarkan oleh informan B. berikut pernyataan dari informan B:

    syarat diangkatnya menjadi pejabat pengadaan adalah kita harus memiliki sertifikat pengadaan

    Sedangkan informan C juga menjawab hal yang sama yakni syarat diangkatya menjadi pejabat pengadaan ya,.. sertifikat pengadaan. Tapi untuk

    mendapatkan sertifikat pengadaan itu tidak mudah. Sangat susah dan bahkan hanya sedikit yang lulus sertifikat

    Pada intinya, sertifikat pengadaan merupakan syarat utama diangkatnya Pegawai Negri Sipil (PNS) menjadi pejabat pengadaan. Hal ini menjadi penting karena ketika ditengah-tengah pengadaan nantinya ada permasalahan, dan BPK menyelidiki kasus tersebut, yakni salah satunya tentang apakah pejabat pengadaan di instansi tersebut sudah memenuhi syarat diangkatnya menjadi pejabat pengadaan sesuai perpres 54 tahun 2010. Hal ini bisa langsung dibuktikan dengan sertifikat pengadaan. Fenomena inilah yang kemudian mengubah paradigma seseorang bahwa sertifikat pengadaan merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh seseorang untuk diangkat menjadi pejabat pengadaan, tanpa melihat kualifikasi lainnya sesuai dengan ketentuan perpres 54 tahun 2010

    Melihat pernyataan diatas yang juga merupakan gambaran kondisi di Kabupaten Bangkalan, peneliti ingin membuktikan dugaan yang merupakan hasil proses berfikir peneliti dalam tanggapan mengenai efek yang terjadi dilapangan. Yaitu, langkah apa yang dilakukan pejabat pengadaan/ULP jika dalam proses mendapatan barang/jasa terdapat permasalahan ?. Pertanyaan ini diajukan, untuk melihat tanggungjawab pejabat pengadaan terhadap persoalan yang mungkin akan terjadi dalam proses pengadaan barang/jasa yang ditanganinya. Berikut adalah sepenggal pernyataan dari informan A:

    Kalau untuk pemasalahan-permasalahan. Kita lihat dulu, siapa yang berbuat curang disini. Apakah dari penyedia barang atau memang dari kita. Tapi untuk masalah ini, kita kan cuma menyeleksi penyedia barang/jasa. Untuk urusan selanjutnya-kan tergantung dari instansi tesebut mau melakukan kontrak dengan penyedia barang yang kami tawarkan atau tidak. Istilahnya kan kita hanya mencarikan tukang untuk mereka. Untuk urusan ditindak lanjuti atau dilakukan kontrak kan urusan mereka, bukan urusan kita lagi. Begitu!! lagi pula ada bagian tersendiri, untuk urusan kesesuaian barang itu tanggungjawab PPK. Jadi kalau ada ketidak sesuaian, ya..PPK yang kena.

    Misalkan kita kan mengadaan kontrak dengan penyedia, nah biasanya penyedia itu kita mintai rekening untuk memasukkan dana 100 juta sebagai jaminan, yang jaminan itu kita pegang. Begitu pihak penyedia melakukan kecurangan, kita ambil jaminan itu atau bahkan kita mintai kerugian, dengan alasan melanggar kontrak perjanjian. Tapi kalau misalkan hasil pengadaan itu sudah sesuai, baru kita bayarkan.

    Atau seperti ini, misalkan terjadi keadaan darurat. Ini biasanya dirumah sakit. dalam hal ini, kita bisa langsung mengadakan pengadaan barang/jasa saat itu juga tapi tetap mengarah

  • Public Reform for Good Government Governance A4-PFM Conference

    Surabaya, Indonesia, November 13th-14th 2012

    8

    pada aturan. Nah, nantinya kita masukkan dalam rencana pembangunan jangka panjang (RPJM). Untuk urusan keuangan, nanti kita bayarkan setelah dana itu turun. Jadi santai saja

    Pernyataan informan A ini terlihat seperti menghindari tanggungjawabnya sebagai salah satu bagian dari organisasi pengadaan. Kalau kita analisa, pernyataan ini justru tidak sesuai dengan perpres 54 tahun 2010 mengenai alur proses pengadaan sampai didapatkannya hasil pengadaan yang sesuai. Untuk mendapatkan hasil pengadaan yang sesuai, maka perlu pengaturan yang baik mengenai tata cara pengadaan barang/jasa yang sederhana, jelas dan komprehensif sesuai alur prosedur yang dijelaskan dalam perpres 54 tahun 2010 mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah. Oleh karena itu, mau tidak mau instansi tersebut haruslah melakukan tindak lanjut kontrak yang ditentukan oleh hasil penentuan pemenang yang dipilih pejabat pengadaan/ULP sesuai aturan perpres 54. Jadi jelas pejabat pengadaan masih memiliki tanggungjawab sebagai penentu pemenang penyedia barang.

    Selain itu pernyataan yang dilontarkan informan A dipicu oleh batas akhir tanggungjawab menjadi pejabat pengadaan. Hal ini berdasarkan pernyataan dari informan A yaitu:

    setiap tahunnya pejabat pengadaan itu dipindah tugaskan, jadi tidak menetap menjadi pejabat pengadaan untuk bidang yang sama sesuai SK Bupati

    Artinya jika dalam proses pengadaan terdapat kendala yang memicu adanya keterlambatan pengadaan barang/jasa pemerintah terutama yang bersifat konstruksi, maka tanggungjawab inilah menjadi kabur dan menjadi tugas PPK selaku pemeriksa barang/jasa pemerintah. Jadi tidak salah kalau informan A memberikan pernyataan tugas pejabat pengadaan hanya sampai pada penentuan pemenang. Karena memang PPK diangkat dari KTU dalam instansi tersebut. Jadi tidak mungkin ada putus kerja

    Berbeda dengan informan A, informan B menjawab lebih realistis yaitu: Jika nantinya terdapat kesalahan ditengah-tengah kontrak, maka yang harus kita

    lakukan adalah melihat letak dari permasalahan yang ada. Didalam kontrak dan dokumen pengadaan kan sudah jelas. Barang siapa yang melanggar dari ketentuan kontrak ini, maka akan dikenakan sangsi yang sesuai. Entah mulai dari denda atau perbaikan hasil pengadaan.

    Pernyataan yang dilontarkan informan B, merupakan pernyataan standar sehigga peneliti membutuhkan informan tambahan. Berikut pernyataan dari informan C:

    Biasanya dek, kesalahan itu terletak pada CV nya. Kan tidak semua CV itu jujur. Jadi ya, CV nya yang harus mengganti kerugian yang ada. Kalau misalkan ada permasalahan saat selesainya pekerjaan, ya itu salahnya Pejabat penerima Hasil.

    Pernyataan dari Ketiga informan diatas tidak sesuai dengan aturan yang tertuang dalam perpres 54. Seperti halnya informan A dan C yang justru malah melimpahkan kesalahan pada orang lain dengan menyebutkan fungsi dan tanggungjawab dari setiap lini organisasi pengadaan. Sementara pernyataan dari informan B terlihat standart yang peneliti tidak bisa simpulkan. Sebagaimana kita ketahui bahwa pada dasarnya tanggungjawab akan hasil pengadaan merupakan tanggungjawab keseluruhan organisasi pengadaan, tidak dibagikan kepada setiap lini pengadaan seperti yang dinyatakan oleh informan A dan C.

    Namun hal ini menjadi berbeda ketika kesalahan tersebut memang terbukti dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja oleh salah satu dari lini organisasi pengadaan dengan tujuan tertentu yang merupakan tindakan melanggar hukum. Pernyataan pengantar diatas, membuktikan pada kita bahwa pejabat pengadaan barang/jasa pemerintah di kabupaten Bangkalan masih kurang memenuhi kriteria menjadi seorang pejabat pengadaan baik dilihat dari kualifikasi persyaratan menjadi pejabat pengadaan atau cara mereka memecahkan permasalahan. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui lebih jauh lagi mengenai Kompetensi Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di Kabupaten Bangkalan seperti yang dijelaskan dalam perpres 54, bahwa pejabat dikatakan profesionalisme apabila telah menerapkan prinsip-prinsip dasar pengadaan. 3.3. Pemahaman Pejabat Pengadaan terhadap Prinsip Dasar Pengadaaan yang Merupakan Tolak Ukur Kompetensi Pejabat Pengadaan. Prinsip dasar ini merupakan hal-hal mendasar yang harus menjadi acuan atau pedoman yang harus dijalankan pejabat pengadaan untuk mendapatkan barang/jasa pemerintah. Dalam prinsip dasar juga terkandung filosofi pengadaan barang/jasa yakni upaya untuk mendapatkan barang/jasa yang diinginkan, dengan menggunakan pemikiran

  • Qolbi, Djasuli, Harwida/ Pentingnya Kompetensi Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kota Kabupaten Bangkalan Dalam Melaksanakan Prosedur Pengadaan Barang/Jasa Berdasarkan Perpres 54 Tahun 2010

    9

    yang logis dan sistematis, mengikuti norma dan etika yang berlaku berdasarkan prinsip dasar pengadaan (Perpres 54 tahun 2010) Namun seringkali penjelasan dalam tiap komponen prinsip dasar pengadaan sering disalah artikan. Artinya, prinsip dasar pengadaan hanyalah sebuah teori yang sifatnya tidak dipaksakan manfaatnya, namun yang terpenting memperoleh barang yang sesuai dengan kebutuhan adalah hal yang paling utama. Dari sinilah terlihat bagaimana seorang pejabat pengadaan dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya. Mengenai prinsip dasar pengadaan merupakan salah satu tolak ukur dalam menilai kompetensi pejabat pengadaan, maka pejabat pengadaan dituntut secara aktif menerapkan prinsip dasar pengadaan sebagai sebuah pedoman bahkan sebuah sistem kerja dalam memperoleh barang/jasa pemerintah bidang pengadaan. Untuk mengetahui apakah dalam menjalankan tugasnya pejabat pengadaan menggunakan prinsip dasar pengadaan, maka peneliti mencoba menggali informasi dari beberapa informan dengan latar belakang yang berbeda tentang pemahamannya terhadap definisi dan komponen prinsip dasar pengadaan. Dari informan yang sudah peneliti wawancarai, mereka menjelaskan prinsip dasar pengadaan sebagai berikut: Menurut informan A: prinsip dasar pengadaan itukan acuan untuk dapat barang/jasa ,dimana didalamnya terdapat banyak komponen antara lain efektif, efisien, adil, terbuka, transparan, bersaing sehat. Kalau yang dimaksud efisien itu ya kita mendapatkan barang dengan harga yang sesuai dengan harga pasar, yang terpenting tidak melebihi pagu anggaran yang telah ditentukan atau sesuai dengan anggaran. Kalau efektif, pelaksanaan pengadaannya tidak molor alias tepat waktu. Mulai dari pengumuman,pelelangan sampai terpilihnya pemenang tender. Untuk transparansi,sekarang kita sudah ada E-procurement atau LPSE, jadi kita umumkan bahwa akan ada pelelangan mengenai pengadaan ini misalkan Nantinya semua penyedia langsung memberikan penawarannya lewat situ. Jadi tinggal kita seleksi aja. Ini juga termasuk kategori persaingan sehat karena penyedia dengan mudahnya mendapatkan informasi dari kita. Kan begitu saja

    Dari pernyataan informan A diatas, definisi dari komponen prinsip dasar pengadaan sudah sesuai yaitu acuan untuk mendapatkan barang/jasa namun pengertian dari tiap komponen yang dilontarkan informan A kurang benar yaitu yang terpenting tidak melebihi pagu anggaran yang telah ditentukan . Pernyataan ini seolah-olah hanya terpaku pada anggaran bukan pada pemerolehan barang itu sendiri. Jelas, persepsi ini salah dan tidak dibenarkan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah seperti apa yang dijelaskan dalam modul Diklat Teknis Subtantif Spesialisasi (DTSS) yang merupakan salah satu pelajaran dalam uji mendapatkan sertifikat pengadaan.

    Bahwa yang dimaksud dengan efisien adalah menggunakan dana dan daya yang terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan istilah lain, efisien artinya dengan menggunakan sumber daya yang optimal dapat diperoleh barang dan jasa dalam jumlah , kualitas, waktu sebagaimana yang direncanakan.

    Dalam prinsip WTO, efisien tersebut dinyatakan sebagai kebijakan value for money. Kebijakan efisienvalue for money tidak selalu diwujudkan dengan harga barang termurah, karena disamping harga murah ada elemen lain yang perlu dipertimbangkan, diantaranya: ketersediaan suku cadang, panjang umur rencana dari barang yang dibeli, besarnya biaya operasional dan pemeliharaan, dan sebagaimana ,yang apabila digabungkan dengan harga akan menghasilkan nilai yang optimal.

    Berbeda dengan pernyataan dari informan A, informan B yang merupakan Anggota ULP menjelaskan prinsip dasar pengadaan sebagai berikut:

    prinsip dasar pengadaan itu terdiri dari beberapa komponen yang saya kurang hafal, seperti efektif dan efisien. Nah, dalam mendapatkan barang, misalkan untuk pengadaan mobil dinas atau sepeda motor, itu semua sudah ada dalam SHB (Standart Harga Barang). Jadi tidak bisa sembarangan. Kalau mau menjualkan kepada kita, harganya ya harus ikut penawaran pemerintah sesuai dengan SHB itu sendiri.

    Pernyataan dari informan B, kurang benar. Standar Harga Barang (SHB) merupakan buku pedoman namun bukan harga paten dalam menentukan HPS. Jika dalam perhitungan HPS, pejabat hanya berpatokan dalam SHB dan bukan harga pasar maka akan mempengaruhi

  • Public Reform for Good Government Governance A4-PFM Conference

    Surabaya, Indonesia, November 13th-14th 2012

    10

    hasil akhir atau output yang didapat. Hal ini dikarenakan standart harga barang sangatlah berfluktuasi mengikuti tren perekonomian. Jadi untuk mendapatkan barang/jasa dengan kualitas yang bagus dengan harga murah namun bukan murahan, pejabat harus mengikuti kaidah yang benar untuk tetap mewujudkan nilai efisien suatu barang seperti yang dijelaskan dalam prinsip dasar pengadaan.

    Sama halnya dengan informan A dan B yang terpaku pada efektif dan efisien. Informan C juga memberikan pernyataan yang sama yaitu

    kita menggunakan prinsip dasar pengadaan itu dalam memperoleh barang/jasa pemerintah. Ini merupakan hal utama. Antara lain dalam prinsip dasar pengadaan yaitu efektif dan efisien. Ya kalau efisien itu kan berkaitan dengan uang. Jadi bagaimana kita memproses barang itu sesuai dengan anggaran dan lagipula untuk barang itu sendiri ada patokan harganya yang ada dalam buku pedoman harga Standar Harga Barang. Kalau efektif itu kan berkaitan dengan waktu jadi kalau menurut saya efektif itu tepat waktu, sesuai dengan RAPBD. Jadi kalau ada pengadaan yang tidak sesuai baik disebabkan oleh molornya pengumuman pengadaan sampai pada proses dilaksanakan tender itu bisa jadi masalah untuk kami. Sejauh ini biasanya keterlambatan itu dikarenakan pencairan dana dari atasan. Untuk transparan, sekarang kita kan sudah ada LPSE. Jadi infomasinya bisa diupdate oleh masyarakat luas, dan memang pengumuman hingga ditetapkannya pemenang sudah diumumkan ke publik. Jadi publik juga bisa menilai. Apalagi sekarang kan sudah ada E-Procurement. Jadi bisa langsung dilihat dari website. Kalau dulu, kita masih menggunakan manual yaitu menggunakan pengumuman baik Koran atau media lainnya. jadi rada susah.

    Pernyataan ini sesuai dengan prinsip pengadaan, namun berbeda dalam praktek lapangan. Seperti hasil survey yang peneliti lakukan. Kebanyakan pengadaan barang/jasa terutama bersifat konstruksi itu telah melampaui dari batas waktu penelitian. Salah satu contohnya yang terjadi dilapangan adalah pembangunan mall Bangkalan yang melibihi batas akhir ketentuan kontrak. Selain itu, rusaknya ruas jalan di Bangkalan yang rusak, hanya selang beberapa bulan dari perbaikannya, dll

    Fenomena diatas jelas memberikan kesan, bahwa organisasi pengadaan barang/jasa di pemerintahan kabupaten Bangkalan masih tergolong rendah. Baik dilihat dari pengetahuan pejabat dalam menjalankan tugas sampai pada kesadaran dalam memberikan tanggungjawab publik pejabat pengadaan. Kalau penataan disetiap sektor pembangunan yang dibiayai dengan APBD/APBN dikerjakan asal-asalan seperti ini, maka prinsip pengadaan yang tertera dalam buku panduan perpres 54 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah hanya sebatas aturan yang dibukukan, bukan aturan yang digunakan untuk dipraktekkan.

    Prinsip dasar pengadaan merupakan gambaran pencapaian pengadaan yang sesuai undang-undang hanya merupakan pedoman yang harus diterapkan oleh pejabat pengadaan. Namun secara keseluruhan kompetensi pejabatlah yang menentukan. Jadi jelas kompetensi pejabat mempengaruhi secara keseluruhan proses pengadaan sampai didapatkannya barang tersebut.

    Dalam aspek teknis, penentuan spesifikasi teknis yang seharusnya menjadi kewenangan mutlak Pengguna Anggaran, bisa saja beralih menjadi kewenangan penyedia barang. Hal ini dikarenakan adanya imbalanced information dan terbatasnya pengetahuan teknis pelaksana proyek terhadap produk atau barang/jasa pengadaan. Sehingga menyebabkan ketergantungan pada informasi dan data teknis dari rekanan menjadi sangat tinggi. Adanya kerjasama dalam penentuan pesifikasi teknis ini merupakan salah satu titik krusial terjadinya kesalahan pengadaan sampai ranah kasus tindak pidana korupsi (Tipikor)

    Kondisi diatas menjelaskan pada kita bahwa kompetensi pejabat pengadaan masih kurang diperhatikan atau dengan kata lain kompetensi kerja yang dimiliki oleh pejabat pengadaan tidak sesuai dengan kebutuhan pengadaan. Sehingga dalam prosesnya terdapat kendala-kendala tekhnis yang tanpa disadari hal ini juga termasuk merugikan pemerintah. Kurangnya perhatian dari kepala daerah akan penempatan kerja yang sesuai dengan bidang yang dimiliki pejabat pengadaa, menjadikan kinerja pejabat menurun, hal ini terbukti dari hasil kerja baik dilihat dari bentuk fisik maupun nilai anggaran yang membengkak (Realisasi Anggaran).

    Untuk itu dibutuhkan kredibilitas dan independensi Pengguna Anggaran dalam penentuan spesifikasi teknis dan penentuan HPS yang benar-benar dilakukan oleh pejabat pengadaan yang kompeten. Hal ini menjadi penting sebagai alat kontrol kualitas barang serta kewajaran harga yang ditawarkan rekanan, sehigga nantinya diharapkan nilai anggaran dapat diefisienkan sesuai kebutuhan.

  • Qolbi, Djasuli, Harwida/ Pentingnya Kompetensi Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kota Kabupaten Bangkalan Dalam Melaksanakan Prosedur Pengadaan Barang/Jasa Berdasarkan Perpres 54 Tahun 2010

    11

    Prinsip dasar hanyalah panduan cara mendapatkan barang/jasa pengadaan yang sesuai, tapi yang menentukan adalah pejabat pengadaan. Oleh karena itu pejabat pengadaan dituntut harus memiliki kompetensi yang memadai dalam bidang pengadaan barang/jasa. Begitu pentingnya kompetensi yang harus dimilki pejabat pengadaan, maka dalam pengangkatan menjadi pejabat pengadaanpun tidak boleh asal tunjuk tanpa mengetahui kualifikasi yang dimiliki pejabat pengadaan. Untuk menghindari hal-hal diatas, maka peneliti mencoba berdiskusi guna mencari tahu seberapa pentingkah kompetensi yang harus dimiliki pejabat pengadaan atau mungkin ini menjadi tidak penting karena beberapa faktor dan kendala. Berikut komentar dari beberapa informan yang sudah peneliti pilih.

    Informan A:

    seharusnya iya, tapi jumlah pejabat yang memiliki sertifikat pengadaan itu kan terbatas jumlahnya. Jadi mau tidak mau kita harus mengambil dari instansi lain yang memiliki sertifikat pengadaan. Lagipula kan kalau kita tidak mengerti secara tekhnis pengerjaannya, kan bisa menggunakan jasa konsultansi atau bagian tekhnis yang memang mengerti dalam bidang itu.

    Pernyataan informan A terlihat seperti menggantungkan kepada jasa konsultasi sebagai tumpuan. Bukan dilihat dari kualifikasi kompetensi yang harus dimiliki pejabat pengadaan. Pernyataan ini selaras dengan kendala minimnya pejabat pengadaan di Kabupaten Bangkalan ini. Mematuhi prinsip dasar pengadaan yakni efisien terhadap harga barang/jasa pengadaan, maka selayaknya jasa konsultansi ini merupakan jasa tambahan sewaktu-waktu memang sangat dibutuhkan. Bukan merupakan tumpuan kerja, sementara pejabat pengadaan hanya menunggu hasil putusan konsultan.

    Pernyataan dari informan B Selaras dengan informan A, informan B juga menjawab hal

    yang sama namun lebih memasrahkan jawaban pada ketua ULP, berikut pernyataan dari informan B:

    ya tidak harus dek, yang penting punya sertifikat pengadaan. Istilahnya kita kan cuma mencarikan tukang untuk mereka. Masak kita harus mengerti secara tekhnis pengerjaannya. Lalu kapan selesainya kalau begitu. Kan sudah ada jasa konsultasi. Ya,tinggal kita mintai pendapatnya, bagaimana baiknya. Kalau untuk mengukur kompetensi pejabat pengadaan, tanyakan saja pada ketua ULP. Kalau sudah diangkat menjadi ketua kan berarti sudah memiliki kualitas kompetensi yang bagus. Kalau kita kan hanya mengikuti apa yang dikatakan ketua. Sekarang ini yang benar malah disalahkan kalau tidak mengikuti aturan ketua. Jadi lebih baik langsung tanyakan ke ketua ULP nya saja.

    Selaras dengan informan A, informan B juga lebih menitik beratkan pada jasa

    konsultansi sebagai tumpuan, bukan pada kompetensi pejabatnya. Disis lain informan B ini terlihat sedikit memiliki rasa kawatir akan salah menjawab. Beliau lebih memasrahkan jawaban yang akan dilontarkan oleh ketua ULP. Hal ini terlihat dari pernyataan

    Kalau sudah diangkat menjadi ketua kan berarti sudah memiliki kualitas kompetensi yang bagus. Kalau kita kan hanya mengikuti apa yang dikatakan ketua. Sekarang ini yang benar malah disalahkan kalau tidak mengikuti aturan ketua. Pernyataan ini jelas tidak benar adanya. Rasa takut akan kesalahan menjawab dan memasrahkan sepenuhnya pada ketua, bukanlah sikap yang harus dimiliki oleh pejabat pengadaan. Jelas terlihat kompetensi yang mungkin dimiliki oleh pejabat pengadaan terlihat kabur dan tertutupi oleh rasa takut yang iya miliki. Melihat pernyataan informan B yang terlihat ragu dalam menjawab, informan C juga menjawab hal yang sama yaitu Tidak juga. Kalau sudah ditunjuk oleh bupatinya, mau gimana lagi. Mau kerja kok milih-milih, ya tidak boleh. kita bekerja dipemerintahan, jadi mau tidak mau ya harus menerima tugas tambahan untuk kita. Kalau sudah punya sertifikat, ya berarti sudah kompeten dalam bidang pengadaan kan?

  • Public Reform for Good Government Governance A4-PFM Conference

    Surabaya, Indonesia, November 13th-14th 2012

    12

    Jawaban informan C terlihat lebih menitik beratkan pada pengangkatan pejabat pengadaan. Dimana dalam pengangkatan pejabat pengadaan ditunjuk langsung oleh kepala daerah tanpa melihat kualifikasi dari pejabat pengadaan itu sendiri.

    4. SIMPULAN

    Berpijak pada rumusan masalah dan tujuan dalam penelitian ini, maka dari hasil olah

    data yang peneliti kaji dari informasi yang disampaikan oleh informan dan fakta real dilapangan dapat disimpulkan, antara lain: (1) Pejabat pengadaan di Pemerintahan Kabupaten Bangkalan sudah mengimplementasikan Perpres 54 tahun 2010, namun belum secara keseluruhan. Dikarenakan keterbatasan dana, kelengkapan administrasi yang masih kurang, dan belum tersedianya kantor khusus pengadaan barang/jasa. (2) Kompetensi yang dimiliki pejabat/tim pengadaan di Kabupaten Bangkalan masih tergolong rendah. Hal ini dibuktikan dari pengangkatan pejabat pengadaan ditunjuk langsung oleh kepala daerah tanpa melihat kualifikasi dari pejabat pengadaan itu sendiri dan hasil realisasi pengadaan barang dan jasa pemerintah Kabupaten Bangkalan baik fisik maupun non fisik. 4.1. Saran dan Implikasi

    Penelitian ini merupakan penelitian interpretatif fenomenologi, yang tujuan dari penelitian ini adalah tidak untuk melakukan generalisasi hasil penelitian, sehingga hasil penelitian hanya berlaku dalam konteks penelitian ini dilakukan. selain itu terkait hasil penelitian yang telah peneliti simpulkan dari hasil proses penelitian terdapat sejumlah faktor yang juga merupakan efek atau akibat yang menyebabkan timbulnya kasus-kasus pengadaan dipemerintah daerah Kabupaten Bangkalan. Untuk itu dapat diusulkan kepada pemerintah agar: (1) Pekerjaan pengadaan ini berdiri sendiri dengan dibuatkannya kantor khusus yang menangani masalah pengadaan barang/jasa pemerintah, sehingga dalam menjalankan pekerjaannnya, pejabat pengadaan tidak dibebani tugas dan tanggungjawab di tiap instansinya; (2) Guna terpenuhinya pegawai yang kompeten dalam pengadaan barang dan jasa dapat diusulkan untuk dilaksanakan diklat kepada LKPP yang selanjutnya di realisasikan diklat agar terpenuhi kebutuhan pegawai di setiap instansi yang memenuhi syarat untuk diangkat dan ditetapkan menjadi kelompok kerja (ULP) Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa; (3) Para Kepala instansi atau lembaga pemerintah harus berusaha memberikan motivasi kepada pegawai/pejabat agar berusaha meningkatkan sumber daya manusia di bidang kemampuan dan keahlian tentang pengadaan barang/jasa; (4) Mohon kiranya instansi atasan kepala daerah berkenan ikut memikirkan dan membantu agar terpenuhinya petugas/pegawai yang mampu dan kompeten serta memenuhi syarat untuk diangkat dan ditetapkan menjadi kelompok kerja (ULP) pejabat pengadaan barang/jasa pemerintah yang cukup. 4.2 Keterbatasan dan Rekomendasi

    Keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, untuk penelitian selanjutnya disarankan dengan menggunakan pendekatan kuantitaif agar mendapatkan informasi yang lebih mendalam untuk mengungkapkan realita sosial pada pengadaan barang/jasa pemerintah. Kedua, penilaian atas kompetensi kerja pejabat pengadaan di pemerintah daerah Kabupaten Bangkalan tidak dapat digeneralisasikan sebagai penilai untuk seluruh pejabat pengadaan barang/jasa pemerintah daerah lainnya. Ketiga, untuk penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan beberapa objek penelitian yang lebih luas, guna membantu pemerintahan dalam memperbaiki roda kepemerintahannya terkait pengadaan barang/jasa.

  • Qolbi, Djasuli, Harwida/ Pentingnya Kompetensi Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kota Kabupaten Bangkalan Dalam Melaksanakan Prosedur Pengadaan Barang/Jasa Berdasarkan Perpres 54 Tahun 2010

    13

    5. DAFTAR RUJUKAN

    Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 2004 http://www.BPK.co.id diunduh tanggal 21 september 2011 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 2008 http://www.BPK.co.id diunduh tanggal 21 september 2011 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 2009 http://www.BPK.co.id diunduh tanggal 21 september 2011 Bungin,Burhan. 2007. Analisis Data Kualitatif: pemahaman Filosofis dan Metodologis kea rah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada Craswel dalam Mutiah, 2011 skripsi Interpretasi Pajak dan Implementasinya,Perspektif wajib Pajak Usaha Mikro Kecil dan Menengah Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/jasa Pemerintah. 2010 http://www.LKPP.go.id/Files/informasi Kebijakan Pengadaan Barang/jasa Pemerintah.pdf diunduh tanggal 27 agustus 2011 Modul Diklat Teknis Subtantif Spesialisasi. 2008. http://DTSS.com diunduh tanggal 21 september 2011 Moleong,Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif , Edisi Revisi. Bandung: Rosda Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa, Bappenas 2003; Suharno. 2011. Pentingnya Keahlian Pengadaan barang/jasa UPT Pemasyarakatan di Nusakambangan. Jurnal Terakreditasi Manajemen strategi Vol: 6 Edisi Khusus 185-190 http://www.ISSN.com diunduh tanggal 25 agustus 2011

    Standar Kompetensi Kerja-Pengadaan barang/jasa pemerintah (SK3-PBJP), http://www.SK3PBJ.go.id/2008/m/edef-kontent-view mobile.asp?id=20109815099785289301897 diunduh tanggal 29 september 2011 Untoro,larto. 2011 kasus korupsi dalam perhitungan HPS pengadaan barang/jasa pemerintah.http://www.KPK.go.id/2010/m/edef-kontent-view diunduh tanggal 24 september 2011