Upload
others
View
18
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KOMUNIKASI TOTAL ORANG TUA
DAN ANAK TUNARUNGU
DALAM PENYAMPAIAN NILAI-NILAI ISLAM
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk
memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Arina Manistaufia
NIM: 11160510000004
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442 H/ 2020 M
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Yang bertandatangan dibawah ini:
Nama: Arina Manistaufia
NIM: 11160510000004
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul
KOMUNIKASI TOTAL ORANG TUA DAN ANAK
TUNARUNGU DALAM PENYAMPAIAN NILAI-NILAI
ISLAM adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak
melakukan tindakan plagiat dalam penyusunannya. Adapun
kutipan yang ada dalam penyusunan karya telah saya cantumkan
sumber kutipan dalam skripsi, saya bersedia melakukan proses
yang semestinya dalam perundangan jika ternyata skripsi ini
sebagian atau keseluruhan merupakan plagiat dari karya orang
lain.
Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.
Jakarta, 9 Oktober 2020
Arina Manistaufia
NIM 11160510000004
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
Komunikasi Total Orang Tua dan Anak Tunarungu dalam
Penyampaian Nilai-Nilai Islam
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S.Sos)
Oleh:
Arina Manistaufia
NIM: 11160510000004
Pembimbing
Thalitha Sacharissa Rosyidiani, M.I.Kom
NIP. 199102172018012004
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442 H/ 2020 M
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul: “Komunikasi Total Orang Tua dan Anak
Tunarungu dalam Penyampaian Nilai-Nilai Islam” telah diujikan
dalam sidang munaqasah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 13
Oktober 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana sosial (S.Sos).
Jakarta, 13 Oktober 2020
Tim Ujian Munaqasah Tanggal Tanda Tangan
Ketua
Dr. Armawati Arbi. M, Si 13 Oktober 2020
NIP: 196502071991032002
Sekretaris
Dr. H. Edi Amin, S.Ag., M.A 13 Oktober 2020
NIP: 197609082009011010
Penguji 1
Dra. Rochimah Imawati M.Psi 13 Oktober 2020
NIP: 196612032014112001
Penguji 2
Ade Masturi, M.A 13 Oktober 2020
NIP: 19750606007101001
Mengetahui:
Dekan
Dr. Suparto, M.Ed, Ph.D
NIP: 19710330199803100
i
ABSTRAK
Arina Manistaufia 11160510000004
Komunikasi Total Orang Tua dan Anak Tunarungu dalam
Penyampaian Nilai-Nilai Islam
Setiap mansuia tidak dapat dipisahkan dengan komunikasi
setiap harinya. Secara umum, manusia dapat berkomunikasi
dengan cara verbal dan non verbal. Namun, tidak semua manusia
mengandalkan komunikasinya secara verbal untuk
menyampaikan pesan. Anak tunarungu, mereka membutuhkan
kombinasi atau percampuran antara komunikasi verbal dan
nonverbal dengan proporsi sama penting. Meskipun memiliki
keterbatasan dalam pendengaran, tidak menggugurkan
kewajibannya sebagai umat muslim untuk tetap beribadah. Para
pendidik terutama orang tua tetap berkewajiban untuk
memperkenalkan nilai-nilai Islam pada anak.
Maka maka peneliti tertarik untuk menggali bagaimana
model komunikasi dilakukan orang tua terhadap anak tunarungu
dalam menyampaikan nilai-nilai Islam, apa saja hambatan yang
dialami orang tua dalam menyampaikan nilai-nilai Islam kepada
anak tunarungu serta bagaimana model komunikasi yang
dilakukan orang tua dalam menyampaikan nilai-nilai Islam pada
anak tunarungu.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada
teori komunikasi total. Sistem komunikasi yang berusaha
menggabungkan berbagai bentuk komunikasi untuk dapat
mengembangkan konsep dan bahasa pada anak tunarungu dengan
cara berkomunikasi menggunakan modalitas secara keseluruhan
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa komunikasi yang terjalin
oleh orang tua dengan anak tunarungu menggunakan metode
komunikasi total membuahkan hasil yang baik.
Kata kunci: Komunikasi total, penyampaian nilai-nilai ibadah,
akidah dan akhlak.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah wa Syukurillah. Puji syukur kehadirat
Allah SWT atas segala nikmat, kasih sayang serta karunia-Nya,
sehinga penyusunan skripsi yang berjudul “Komunikasi Total
Orang Tua dan Anak Tunarungu dalam Penyampaian Nilai-
Nilai Islam” dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat serta
salam semoga selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw,
semoga kita termasuk umatnya yang mendapatkan syafa’atnya.
Dalam proses penulisan skripsi ini tentu tidak luput dari
berbagai macam kesulitan. Penulis menyadari bahwa dalam
menyelesaikan tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna.
Namum berkat bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai
pihakUntuk itu, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih
kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A.,
selaku rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Suparto, M.Ed., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. Siti Napsiyah, S.Ag,
MSW, Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Sihabudin
Noor, MA, Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum,
iii
Drs. Cecep Castrawijaya, MA, Wakil Dekan III Bidang
Kemahasiswaan dan Kerjasama.
3. Dr. Armawati Arbi, M.Si, dan Dr. H. Edi Amin, MA,
sebagai Ketua dan Sekretaris Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
4. Thalitha Sacharissa Rosyiidiani, M.I.Kom. selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah membimbing dan
memotivasi saya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Terimakasih atas waktu, ilmu, nasehat serta dukungan
hingga skripsi ini selesai.
5. Kalsum Minangsih, M.A., sebagai Dosen Penasihat
Akademik yang telah membantu penulis dalam proses
akademik KPI A 2016 selama masa perkuliahan.
6. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi.
7. Staff Tata Usaha dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan pelayanan
terakit administrasi dan mendukung Penulis
menyelesaikan studi.
8. Kak Isro yang merupakan perantara yang menjembatani
penulis untuk dapat mewawancarai para narasumber.
Serta para narasumber yang berbaik hati membantu
iv
menyempurnakan skripsi ini, Ibu Erni, Ibu Eti, Ibu Nisa,
Ibu Ani, dan Ibu Yeyen serta anak-anaknya yang sudah
bersedia berkenalan dengan penulis Nada, Reza, Nayla,
Dillah dan Jaya.
9. Teruntuk orang tua tersayang Bapak Sugiarto dan Ibu Ilya
yang selalu mendoakan dan mendukung seluruh kegiatan
saya selama duduk dibangku perkuliahan, terimakasih
banyak. Serta Adikku tersayang, Atina Zuhda yang telah
menjadi penyemangat bagi penulis.
10. Maulana Zuhrul Anam, yang selalu mendoakan serta
mendukung penulis hingga penelitian ini dapat
terselesaikan dengan baik, terimakasih banyak ya.
11. Teman-teman seperjuangan “Muhun Guys” yang selalu
mewarnai masa perkuliahan penulis Hadijah Titesi, Nanda
Astriyadi, Riska Farisa, Shifa Fauziah, Nina Indri, Regita
Cahyadini, Nurul Ramadhani, dan Muthi’ah Fiddin
12. Teman-teman seperjuangan di HMJ KPI 2017-2018 yang
turut mewarnai hari-hari penulis saat kuliah. Sukses selalu
ya teman-teman!
13. Teman-teman KPI A 2016 yang merupakan teman
pertama penulis ketika masuk dunia perkuliahan.
Terimakasih sudah menjadi teman-teman yang begitu
menyenangkan.
v
14. Teman-teman KKN AKASIA 156 yang turut mewarnai
dunia perkuliahan penulis di masa Kuliah Kerja Nyata
tahun 2019
15. Teman-teman Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya angkatan 2016
16. Para pembaca dan seluruh pihak yang terlibat terimakasih
telah mengapreasiasi karya penulis semoga dapat
bermanfaat.
Demikian ucapan terima kasih bisa Penulis
sampaikan. Semoga Allah SWT membalas kebaikan. Penulis
menyadari dalam Penelitian ini terdapat banyak kekurangan,
diharapkan kritik dan saran membangun agar menjadi
masukan bagi Peneliti lebih baik kedepan. Meskipun dalam
Penelitian ini masih banyak kekurangan, Penulis berharap
karya ini berguna dan bermanfaat.
Jakarta, 9 Oktober 2020
Arina Manistaufia
NIM 11160510000004
vi
DAFTAR ISI
COVER
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN DATA
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
ABSTRAK ........................................................................ i
KATA PENGANTAR ...................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................... 5
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...................... 6
D. Tinjauan dan Manfaat Penelitian ............................ 6
E. Tinjauan Pustaka .................................................... 8
F. Metode penelitian ................................................... 10
BAB II LANDASAN TEORI
A. Komunikasi ............................................................ 18
B. Komunikasi Total ................................................... 22
C. Komunikasi Orang Tua dan Anak........................... 34
D. Tunarungu .............................................................. 37
vii
E. Nilai-Nilai Islam..................................................... 42
F. Kerangka Pemikiran .............................................. 48
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Profil Informan ....................................................... 49
B. Potret Kehidupan Orang Tua dan Anak Tunarungu. 56
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Proses Penyampaian Orang Tua Mengenai Nilai-Nilai
Islam kepada Anak Tunarungu ............................... 61
B. Hambatan dalam Penyampaian Nilai-Nilai Islam
dari Orang Tua terhadap Anak Tunarungu ............. 70
C. Model Komunikasi Total yang Dilakukan Orang Tua
daam Penyampaian Nilai-Nilai Islam...................... 78
BAB V PEMBAHASAN
A. Proses Penyampaian Orang Tua Mengenai Nilai-Nilai
Islam kepada Anak Tunarungu ............................... 83
B. Hambatan dalam Penyampaian Nilai-Nilai Islam
dari Orang Tua terhadap Anak Tunarungu .............. 106
C. Model Komunikasi Total yang Dilakukan
Orang Tua dalam Penyampaian Nilai-Nilai Islam ... 117
BAB VI PENUTUP
A. Simpulan ................................................................ 128
B. Saran ...................................................................... 130
DAFTAR PUSTAKA ....................................................... 132
LAMPIRAN
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1: Abjad dalam SIBI (Sumber: Yayasan
Peduli ABK) .................................................. 62
Gambar 4.2: Abjad dalam BISINDO (Sumber: Yayasan
Peduli ABK) .................................................. 63
Gambar 5.1: Penjelasan via online dari narasumber............ 90
Gambar 5.2: Grafik Proses Penyampaian Pesan ................. 127
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan manusia di dunia tidak dapat dilepaskan dari
aktivitas komunikasi karena komunikasi merupakan bagian
penting dari sistem dan tatanan kehidupan sosial manusia dan
atau masyarakat. Terlebih lagi manusia merupakan makhluk
sosial yang tentunya pada setiap aktivitasnya membutuhkan
orang lain. Aktivitas komunikasi dapat terlihat pada setiap
aspek kehidupan sehari-hari manusia, yaitu sejak membuka
mata di pagi hari hingga memejamkan mata pada malam hari.
Sepanjang hari apa yang manusia lakukan dalam melakukan
aktivitas komunikasi, kita dapat menghitung bahwa dari waktu
ke waktu selalu terlibat dalam aktivitas komuikasi yang
sifatnya adalah sebuah rutinitas.
Miller mengatakan bahwa komunikasi adalah situasi-
situasi memungkinkan suatu sumber mentransmisikan suatu
pesan kepada seseorang penerima dengan disadari untuk
mempengaruhi perilaku penerima.1 Sedangkan Soewarno
Handaya Ningrat mengatakan bahwa komunikasi adalah
proses interaksi atau hubungan saling pengertian satu sama
lain antara sesame manusia. Proses interaksi atau hubungan
1 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (Bandung:
Remaja Rosdakarya 2005), h. 68
2
satu sama lain yang dikehendaki oleh seorang dengan maksud
agar dapat diterima dan dimengerti antara sesamanya.2
Setiap mansuia tidak dapat dipisahkan dengan
komunikasi setiap harinya. Manusia dan masyarakat adalah
dua hal yang juga tidak dapat terpisahkan oleh komunikasi.
Secara umum, manusia mengandaalkan dua jenis komunikasi
seperti komunikasi verbal dan non verbal. Komunikasi verbal
lebih dominan digunakan karena dapat menyampaikan makna
secara jelas dan mudah dimengerti. Namun, tidak semua
manusia mengandalkan komunikasinya secara verbal untuk
menyampaikan pesan. Seperti anak-anak berkebutuhan
khusus tunarungu, mereka membutuhkan kombinasi atau
percampuran antara komunikasi verbal dan nonverbal dengan
proporsi sama penting.
Komunikasi non verbal dimanfaatkan untuk membantu
mereka memvisualisasikan pesan yang tidak dapat mereka
dengar dengan baik. Oleh karena itu, para pendidik anak
tunarungu harus menguasai simbol-simbol bahasa yang bisa
mereka pahami yang disampaikan melalui model komunikasi
total yang mana komunikasi total ini mencakup keseluruhan
cara berbahasa yang lengkap yakni dengan gesture tubuh,
Bahasa isyarat, membaca menulis dan ketrampilan berbicara
tetap digunakan. Komunikasi total dilakukan secara fleksibel
2 Soewarno Handaya Ningrat, Pengantar Ilmu Studi dan Manajemen
(Jakarta: CV. Haji Massagung 1980) h.94
3
untuk melakukan komunikasi yang disesuaikan juga dengan
kekampuan yang dimiliki oleh anak tunarungu. 3
Disisi lain, meskipun anak tunarungu memiliki
keterbatasan dalam menerima pesan secara formal, bukan
berarti kondisi tersebut menggugurkan kewajiban para
pendidik mereka khususnya orang tua mereka dalam
memperkenalkan nilai-nilai keislaman. Apaalagi jika sang
anak sudah menginjak usia tujuh tahun yang sebagaimana
dijelaskan dalam hadits berikut:
Artinya
Dari Abu Syariyah (Saburah) bin Muabad Al-Juhainy RA
berkata: Rasulullah SAW bersabda “Ajarkan Shalat pada
anak jika berusia tujuh tahun dan pukullah jika
meninggalkan shalat bila berusia sepuluh tahun” (H.R
Abud Daud dan Tirmidzi) , (Tengku Muhammad Hasbi
Ash Shiddiqi 1987:37)
Pada hadits di atas dapat dipahamu bahwa salat harus
diajarkan kepada anak di usianya tujuh tahun oleh orang tua
3 Lani Bunawan, Komunikasi Total. (Jakarta: Dikti 1997) h.37-38
4
dan orang tua dapat memberikan hukuman pada sang anak
jikalau anak meninggalkan salat ketika usianya sepuluh tahun.
Di dalam kehidupan ini tentu saja perlu adanya pengenalan
keagamaan sejak usia dini. Penanaman nilai-nilai keislaman
sangat penting sejak masa kanak-kanak agar terciptanya
manusia yang berakhlak. Nilai-nilai yang perlu diberikan
kepada anak melalui pengenalan-pengenalan terlebih dahulu
mengenai ciptaan Allah tentang alam dan sesisinya. Kemudian
dikenalkan dengan ibadah terutama berwudhu, salat serta
membaca doa sehari-hari. Hal-hal tersebut ditanamkan
bertujuan untuk melatih pembentukan iman dan takwa.4
Termasuk bagi kaum penyandang disabilitas tunarungu
pun diharuskan menerapkan nilai nilai agama sejak dini
dengan bantuan orang terdekatnya khususnya orang tuanya
yang muslim. Nilai-nilai keimanan yang dikenalkan atau
diajarkan oleh orang tua terhadap anak berkebutuhan khusus
harus sesuai juga dengan kemampuan anaknya. Mulai dari
mengetahui nama Tuhan dan Rasul-Nya, mengetahui siapa
pencipta alam raya ini, dan mengetahui ke-Maha Agungan
Allah SWT, merupakan hal kecil yang wajib mereka ketahui
sejak dini. Pengenalan mengenai nilai-nilai Islam tersebut pun
dapat membuat anak menjadi lebih sopan karena diterapkan
4Andari Nurochmah Wisdaningrum, Peranan Orang Tua Terhadap
Motivasi Tentang Pengalaman Agama, (Yogyakarta, Fakultas Dakwah UIN Suka, 2004)h. 2
5
nilai sopan santun oleh orang tua dan kebaikan lainnya.5
Karena bagaimana pun lingkungan keluarga adalah tempat
pertama yang akan didapatkan sang anak dari sejak ia lahir ke
dunia ini. Dan bimbingan orangtua pun sangat amat di
butuhkan dalam membentuk karakter serta ajaran- ajaran
mengenai keislaman anak khususnya penyandang disabilitas.
Dan tentunya banyak cara untuk mengajarkan nilai-nilai islam
dalam penyandang disabilitas tunarungu.
Dari pemaparan latar belakang di atas, maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Komunikasi
Total Orang Tua dan Anak Tunarungu dalam Penyampaian
Nilai-Nilai Islam”
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah yang penulis ambil dari
permasalahan di atas adalah
1. Proses komunikasi total yang dilakukan orang tua
terhadap anak tunarungu dalam menyampaikan nilai-nilai
Islam
2. Bagaimana komunikasi total yang dilakukan orang tua
menyampaikan nilai-nilai Islam pada anak tunarungu
ditengah keterbatasan anak tunarungu dalam menerima
informasi secara normal dari komunikator
5 Hasil wawancara pribadi oleh Ibu Nisa (orang tua dari anak tuna
rungu, Dillah) pada 15 Juni 2020 pukul 17.00
6
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka
penulis lebih fokus terhadap komunikasi komunikasi total
yang dilakukan orang tua terhadap anak tunarungu dalam
penyampaian nilai-nilai Islam yang meliputi nilai akhlak,
akidah dan ibadah.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka
permasalahan yang akan menjadi fokus penelitian penulis
adalah:
1. Bagaimana proses penyampaian pesan menggunakan
komunikasi total dilakukan orang tua terhadap anak
tunarungu dalam menyampaikan nilai-nilai Islam?
2. Apa saja hambatan yang dialami orang tua dalam
menyampaikan nilai-nilai Islam kepada anak tunarungu?
3. Bagaimana model komunikasi total yang dilakukan orang
tua dalam menyampaikan nilai-nilai Islam kepada anak
tunarungu?
D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas,
berikut adalah tujuan yang ingin penulis capai dalam
penelitian ini:
7
1. Untuk mengetahui proses komunikasi total yang
dilakukan orang tua terhadap anak tunarungu dalam
menyampaikan nilai-nilai Islam
2. Untuk mengetahui apa saja hambatan yang dialami orang
tua dalam proses penyampaian nilai-nilai Islam
3. Untuk mengetahui model komunikasi seperti apa yang
dilakukan orang tua dalam proses penyampaian nilai-nilai
Islam
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Manfaat Teoritis yang diharapkan adalah bahwa
hasil penelitian dapat menambah wawasan peneliti di
bidang ilmu komunikasi, khususnya komunikasi antar
pribadi atau biasa disebut komunikasi interpersonal. Juga
menambah pengetahuan bagaimana orangtua menerapkan
nilai-nilai Islam terhadap anak tunarungu.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang diharapkan adalah bahwa
seluruh tahapan penelitian serta hasil penelitian yang
diperoleh dapat memperluas wawasan dan juga untuk
memperoleh pengetahuan mengenai praktisi anak dan
orangtua yang memiliki anak tunarungu. Penulis pun
mengharapkan bagi orang tua yang membaca penelitian
ini mendapatkan gambaran bagaimana cara
8
mengomunikasikan nilai-nilai islam kepada anak
tunarungu.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam menyusun penelitian ini, penulis melakukan
pengkajian terhadap penelitian-penelitian terdahulu yang
memiliki kedekatan judul dengan skripsi yang akan penulis
teliti. Hal ini dilakukan guna mengetahui penelitian penulis
berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya. Berikut
beberapa penelitian yang memiliki kedekatan judul terhadap
peneliti yang ditulis oleh penulis, antara lain:
1. Firqoh Fasya Ohoirenan dalam skripsinya pada tahun
2017 di Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga
Yogyakarta yang berjudul Komunikasi Interpersonal
Dalam Mahasiswa Difabel Studi Deskriptif Kualitatif
Pada Mahasiswa Tuli di Deaf Art Community
Yogyakarta. Penelitian ini menyatakan bahwa mahasiswa
tuli saat di lingkungan kampus berkomunikasi dengan
teman-temannya atau dosen dengan menggunakan Bahasa
isyarat karena Bahasa isyarat merupakan Bahasa mereka,
identitas diri mereka. Mereka menggunakan komunikasi
interpersonalnya untuk mengatasi permasalahan terkait
dalam perkuliahan ataupun berkomunikasi dengan teman-
teman kampus dan teman- teman di komunitas DAC.
Mahasiswa tuli mereka memprioritaskan Kuliahnya
karena dengan kuliah bisa memberikan kesempatan bagi
9
mahasiswa tuli untuk mengembangkan kemampuan yang
ada dalam dirinya, dan dengan kuliah bisa mendapatkan
banyak manfaat. Skripsi Firqoh Fasya ini berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh penulis, karena penelitian
penulis adalah mengenai bagaimana cara orang tua
dengan anaknya yang tuli dalam menyampaikan nilai-nilai
Islam sejak dini.
2. Syamsul Bahari Alhafid dalam skripsinya pada tahun
2018 di Universitas Islam Negri Alauddin Makassar yang
berjudul Pola Komunikasi Antarpribadi Guru dan
Siswa Bekebutuhan Khusus Dalam Menumbuhkan
Kemandirian Studi Di SLB Tunas Harapan
Balaikembang Luwu Timur. Penelitian ini menyatakan
bahwa dalam menumbuhkan kemandirian siswa-siswa
berkebutuhan khusus tidak jarang para guru mendapatkan
hambatan, untuk itu dalam mengatasi hambatan yang
terjadi para guru menerapkan sistem reward dan
konsekuensi sebagai bentuk motivasi. Selain itu pihak
sekolah dalam menumbuhkan kemandirian juga
menerapkan cara-cara seperti, melakukan percakapan
antara guru dan siswa, Tanya jawab, kegiatan membaca,
serta membangun sikap percaya diri dengan kegiatan
ekstrakulikuler. Berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti bahwasannya peneliti melakuakan
penelitian dengan orang tua yang memiliki anak
10
tunarungu, bagaimana komunikasi antarpribadi orang tua
tersebut dengan anaknya yang berkebutuhan khusus
(tunarungu) dalam menyampaikan nilai-nilai Islam.
3. Lesti Gustianti dalam skripsinya pada tahun 2017 di
Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung yang
berjudul Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan
Anak dalam Menanamkan Nilai Ibadah Shalat di
Kelurahan Labuhan Ratu Raya Kecamatan Labuhan
Ratu Bandar Lampung. Penelitian ini menyatakan
bahwa dalam proses komunikasi Interpersonal antara
orang tua dan anak dalam menanamkan nilai ibadah shalat
proses berlangsungnya terjadi secara langsung dan
dilakukan bilamana orang tua menganggap perlu untuk
memberikan pendidikan bagi anaknya. Adapun pesan
yang disampaikan oleh orang tua (ibu) adalah mengenai
pendidikan agama, kegiatan di sekolah serta pergaulan di
masyarakat. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan
oleh peneliti bahwasannya penelitian ini dilakukan dengan
orang tua dan anak tunarungu dalam menanamkan nilai-
nilai islam seperti ibadah, aqidah dan juga akhlak.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif
kualitatif yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena
melalui pengumpulan data secara mendalam. Jika data
11
sudah terkumpul secara mendalam dan bisa menjelaskan
fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari
sampling lainnya. Dalam penelitian ini lebih
memfokuskan kedalaman atau kualitas data. Menurut
Creswell, penelitiann kualittaif merupakan suatu
pendekatan atau penelusuran untuk mengeksplorasi dan
memahami suatu gejala sentral. 6 Hingga pada proses
menjalani penelitian kualitatif ini peneliti perlu
mengajukan pertanyaan (wawancara) dengan pertanyaan
yang umum dan agak luas.7 Sejalan dengan pernyataan
tersebut peneliti juga melakukan pendekatan terlebih
dahulu untuk mengenal lebih jauh tentang narasumber
juga kehidupanya. Sehingga peneliti mendapat
kemudahan dalam memperoleh data. Pada penelitian
kualitatif ini, hubungan informan dengan peneliti
sangatlah dekat tidak seperti pada penelitian kuantitatif
yang hubungan responden dan penelitinya kurang dekat. 8
2. Paradigma Penelitian
Sebagaimana dikemukakan oleh Neuman bahwa
paradigma adalah kerangka pikir umum mengenai teori
dan fenomena yang mengandung asumsi dasar, isu utama
6 R. Conny Semiawan, Metode Penelitian Kualitatif (Jakarta: Grasindo,
2010) h.7 7 R. Conny Semiawan, Metode Penelitian Kualitatif (Jakarta: Grasindo,
2010) h.9 8 Sarmanu, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Statistika,
(Surabaya: Airlangga University Press, 2017) h.6
12
desaiin penelitian dan serangkaian metode untuk
menjawab suatu pertanyaan penelitian. Paradigma berarti
cara pandang mengenai suatu hal dengan dasar tertentu.
Penggunaan paradigma yang berbeda akan menghasilkan
pemaknaan yang berbeda pula mengenai sesuatu. 9
Dengan penjelasan di atas, maka penelitian ini
menggunakan paradigma konstruktivisme Paradigma
konstruktivisme ini bersumber dari pandangan Max
Weber yang diteruskan oleh Irwin Deutcher dan yang
lebih dikenal dengan fenomenologis. Fenomenologis
berusaha memahami perilaku manusia dari segi kerangka
berpikir maupun bertindak orang-orang itu yang
dibayangkan atau dipikirkan oleh orang-orang itu
sendiri.10 Mengutip pendapat Creswell fenomenologi
berupaya untuk menjelaskan makna dari pengalaman
hidup sejumlah manusia tentang suatu fenomena tertentu.
Begitu pun dalam penelitian ini yang digunakan untuk
mengkaji serta mengamati bagaimana komunikasi
antarpribadi yang dilakukan orang tua dengan anak
penyandang disabilitas tuna rungu dalam penyampaian
nilai-nilai islam.
9 Manzilati Asfi, Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma, Metode
dan Aplikasi (Malang: UB Press, 2017) h.1 10 Lexy J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung:
Rosda Karya, 2011) h.3
13
3. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian
kualitatif. Penelitian Kualitatif menurut Bogdan dan
Taylor adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan demikian
pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut
secara holistic (utuh). 11
4. Subjek dan Objek Penelitian
a. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini merujuk pada
informan yang akan dimintai informasi dan sumber
data yang mendalam yaitu ibu dari anak tunarungu.
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan kepada
para narasumber, para ibu dengan anak tunarungu
memiliki waktu bersama dengan anak lebih lama dan
lebih banyak disbanding para ayah
b. Objek Penelitian
Dalam penelitian ini objek yang diambil adalah
komunikasi antarpribadi yang dilakukan orang tua
kepada anaknya yang tunarungu dalam menerapkan
nilai-nilai Islam.
11 Lexy J. Moleong. Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007) h.4
14
5. Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian bertempat di beberapa daerah di
Jakarta yakni tempat tinggal orang tua dan anak
tunarungu. Adapun waktu penelitian dilakukan pada bulan
Juni 2020 hingga Agustus 2020
6. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan salah satu tahapan
yang sangat penting dalam penelitian. Teknik
pengumpulan data yang benar maka akan menghasilkan
data yang memiliki kredibilitas tinggi dan sebaliknya.
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian
ini adalah :
a. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan
secara sistematik terhadap unsur-unsur yang tampak
dalam suatu gejala atau gejala-gejala objek penelitian.
Observasi digunakan untuk menyempurnakan
penelitian agar mencapai hasil yang maksimal.12
Penelitian ini menggunakan pengamatan langsung ke
lapangan dan pengamatan memungkinkan peneliti
merasakan apa yang dirasakan oleh subjek, bukan apa
yang dirasakan oleh peneliti. Peneliti meneliti tentang
komunikasi antarpribadi orang tua dan anak
tunarungu melalui interaksi langsung orang tua saat
12 Sugiyono. 2010. MetodePenelitian Pendidikan Pendekatan
Kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. h. 72
15
menanamkan nilai-nilai Islam pada anak tunarungu
tersebut.
b. Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik
pengumpulan data apabila penelitian melaksanakan
studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan
yang harus diteliti, dan juga peneliti ingin mengetahui
hal-hal kecil dari responden yang lebih mendalam dan
jumlah respondennya sedikit/kecil.13 Penelitian ini
menggunakan teknik pengumpulan data dengan
wawancara mendalam. Pertanyaan yang nantinya
akan dikemukakan kepada responden tidak dapat
dirumuskan secara jelas sebelumnya, melainkan
pertanyaan tersebut akan bergantung dari kemampuan
dan pengalaman peneliti untuk mengembangkan
pertanyaan lanjutan sesuai dengan jawaban dari
responden.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah informasi yang berasal dari
catatan penting baik dari lembaga atau organisasi
maupun perorangan. Dokumentasi penelitian ini
13 Sugiyono. 2010. MetodePenelitian Pendidikan Pendekatan
Kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. h.194.
16
merupakan pengambilan gambar oleh peneliti untuk
memperkuat hasil penelitian.14
Penelitian ini menggunakan teknik
pengumpulan data dengan dokumentasi. Data tersebut
terkait dengan penelitian ini, baik didapat dari
internet, dalam bentuk foto, surat-surat, dan catatan
harian adalah sebagai bukti konkrit bahwa peneliti
telah melakukan penelitian. Dokumentasi yang
digunakan peneliti yakni berupa foto-foto yang
dilampirkan pada halaman lampiran serta rekaman
suara.
7. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang dilakukan dalam
penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, yaitu
dengan menganalisis setiap data dan fakta yang diterima
di lapangan melalui hasil pengumpulan data, kemudian
dideskripsikan dengan konkret terkait komunikasi
antarpribadi yang dilakukan orangtya kepada anak
tunarungu.
Setelah data dikumpulkan, maka perlu dilakukan
analisis. Analisis data menurut Miles dan Huberman
terdiri dari secara bersamaan, yaitu reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
14 Hamidi, 2004. Metode Penelitian Kualitatif: Aplikasi Praktis
Pembuatan Proposal dan Laporan Penelitian. Malang: UMM Press. h 72.
17
Maka langkah-langkah data analisis penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Reduksi data (pemilihan data), Data-data yang
didapat melalui wawancara dan dokumentasi
dikumpulkan, kemudian dipilih data-data yang
dibutuhkan.
b. Penyajian data, Penulis akan memaparkan bagian-
bagian yang menunjukkan keberhasilan pola
komunikasi islam orang tua terhadap anak tuna rungu.
c. Penarikan kesimpulan, Pada tahap ini peneliti
menyimpulkan dari data-data yang diperoleh dari
lapangan untuk menjawab masalah yang ditemukan
dilapangan.
18
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Komunikasi
1. Definisi Komunikasi
Komunikasi menurut Mulyana dapat diartikan secara
etimologis, yaitu kata komunikasi atau dalam bahasa
Inggris communication berasal dari kata Latin communis
yang berarti „sama‟; communico, communicatio, atau
communicare yang berarti „membuat sama‟ (to make
common). Istilah Communis berasal dari bahasa latin
adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal-usul
kata komunikasi, merujuk pada suatu pikiran, suatu makna,
atau suatu pesan yang dianut secara sama. 1
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau
berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang
dimaksud dapat dipahami.2 Sebuah definisi singkat pun
hadir dari Harold D Laswell bahwa cara yang tepat untuk
menerangkan suatu tindakan komunikasi ialah menjawab
1 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi cetakan 1 Suatu Pengantar.
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001) 2 Tim Penyusun Kamus Psat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h. 585.
19
pertanyaan “siapa yang menyampaikan, apa yang
disampaikan, melalui saluran apa, kepada siapa”.3
Paradigma Laswell di atas menunjukan bahwa
komunikasi meliputi lima unsur, yaitu:
a. Komunikator (communicator, source, sender)
b. Pesan (message)
c. Media (channel)
d. Komunikan (communicant, communicate, reveiver,
recipient)
e. Efek (effect, impact, influence)
Jadi, pada dasarnya Laswell menyatakan bahwa
komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh
komunikator kepada komunikan melalui media yang akan
menimbulkan efek tertentu.4
Menurut perspektif agama, bahwa komunikasi sangat
penting peranannya bagi kehidupan manusia dalam
bersosialisasi. Manusia dituntut agar pandai dalam
berkomunikasi. Hal ini dijelaskan dalam Al-qur’an surat
Ar-Rahman ayat 1-4 yang berbunyi:
حمن نسان (٢)علم الق ران (١)لر علمه (٣)خلق ال
(٤)البيان
3 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,2007), h.10 4 Onong Uchjana Effendy, Ilmu KOmunikasi Teori dan Praktek,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), cet ke-21 h.10
20
Artinya:
(Tuhan) yang Maha pemurah, Yang Telah mengajarkan
Al Quran. Dia menciptakan manusia. Mengajarnya
pandai berbicara (Ar-Rahman ayat 1-4).
2. Karakteristik Komunikasi
Dalam buku Ilmu komunikasi Teori dari Praktik yang
ditulis Marheni Fajar disebutkan ada beberapa karakteristik
komunikasi, diantaranya:
a. Komunikasi suatu proses
Komunikasi sebagai suatu proses artinya bahwa
komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau
peristiwa yang terjadi secara berurutan serta berkaitan
satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu. Proses
komunikasi melibatkan banyak faktor atau unsur.
Faktor dan unsur yang dimaksud dapat mencakup
perilaku atau peserta, pesan (meliputi bentuk, isi, dan
cara penyajiannya) saluran atau alat yang dipergunakan
untuk menyampaikan pesan, waktu, tempat, hasil atau
akibat yang terjadi.
b. Komunikasi adalah upaya yang disengaja serta
mempunyai tujuan
Komunikasi adalah suatu kegiatan yang
dilakukan secara sadar, disengaja serta sesuai dengan
tujuan untuk keinginan dari pelakunya. Pengertian
sadar disini menunjukkan bahwa kegiatan komunikasi
yang dilakukan seseorang sepenuhnya berada dalam
21
kondisi mental psikologi yang terkendalikan bukan
dalam keadaan mimpi. Disengaja maksudnya bahwa
komunikasi yang dilakukan memang sesuai dengan
kemauan dari pelakunya sementara tujuan menunjuk
pada hasil atau akibat yang ingin dicapai.
c. Komunikasi menurut adanya partisipasi dan kerjasama
dari para pelaku yang terlibat
Kegiatan komunikasi akan berlangsung dengan
baik apabila pihak-pihak yang berkomunikasi (dua
orang atau lebih) sama-sama ikut terlibat dan sama-
sama mempunyai perhatian yang sama terhadap topik
pesan yang dikomunikasikan.
d. Komunikasi bersifat simbolis
Komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan
yang dilakukan dengan menggunakan lambang-
lambang, misalnya seperti bahasa.
e. Komunikasi bersifat transaksional
Komunikasi pada dasarnya menuntut dua
tindakan yaitu memberi dan menerima. Dua tindakan
tersebut tentunya perlu dilakukan secara seimbang atau
proporsional oleh masing-masing pelaku yang terlibat
dalam komunikasi.
f. Komunikasi menembus ruang dan waktu
Maksudnya bahwa para peserta atau pelaku yang
terlibat dalam komunikasi tidak harus hadir pada waktu
22
serta tempat yang sama. Dengan adanya berbagai
produk teknologi komunikasi serta telepon, fasimili,
teleks, dan lain-lain. Kedua faktor tersebut (waktu dan
ruang) bukan lagi menjadi persoalan dan hambatan
dalam berkomunikasi.5
B. Komunikasi Total
Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau
verbal yang dapat di mengerti oleh keduanya, komunikasi
dapat dilakukan pula menggunakan gerak-gerik badan,
menunjukkan sikap tertentu misalnya tersenyum,
menggelengkan kepada, mengangkat bahu atau menggunakan
ekspresi wajah marah atau bahagia tanpa menggunakan kata-
kata. Gangguan komunikasi banyak dialami oleh anak
berkebutuhan khusus, ang mana salah satu lkastifikasi dari
mereka adalah pada anak tunarungu. Anak tunarungu memiliki
keterbatasan pada pendengaran sehingga mereka mengalami
hambatan dalam berkomunikasi.
Tarmansyah mengemukakan bahwa pada anak
tunarungu sering dijumpai bicara yang menyimpang dari
kaidah bahasa Indonesia yang benar, sehingga diperlukan
pembahasaan kepada anak tunarungu sejak dini untuk
menunjang kemampuan berkomunikasinya. Kesulitan dalam
penguasaan bahasa juga terlihat ketika anak diajak
5 Maherni Fajar, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2009) h. 3
23
berkomunikasi.6 Selanjutnya L.Evans mengatakan bahwa
penguasaan bahasa lisan yang dimiliki anak tunarungu
tergolong rendah, sehingga kenyataan tersebut sangat
mempengaruhi apresiasi akademik mereka secara umum.7
Komunikasi total adalah sistem komunikasi yang
berusaha menggabungkan berbagai bentuk komunikasi untuk
mengembangkan konsep dan Bahasa pada anak tunarungu.
Komunikasi total ini berusaha menjadikan komunikasi pada
anak tunarungu menjadi berkembang dengan baik karena
menggabungkan beberapa sistem bahasa yang digunakan anak
tunarungu. Strategi komunikasi total merupakan salah satu
cara untuk mencapai tujuan dari komunikasi, yaitu
menyampaikan isi pesan dengan cara berkomunikasi
menggunakan modalitas secara keseluruhan dari spektrum
bahasa, yaitu bahasa lisan, tulisan, isyarat, gerak – gerik tubuh,
membaca ujaran dan sebagainya. Sehingga dengan demikian
diharapkan apa yang kita sampaikan dapat dimengerti oleh
anak-anak tunarungu.8
Haenudin mengutip pernyataan Brill yang
mengemukakan batasan komunikasi total dalam suatu seminar
6 Tarmansyah 1996. Gangguan Komunikasi. Depdikbud Dikti, Jakarta
h.2 7 Lani Bunawan dan Cecilia Susila Yuwati 2000, Penguasaan Bahasa
Anak Tunarungu.
Yayasan Santi Rama, Jakarta h.48 8 Bunawan, L. Komunikasi Total. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Akademik, 1997. h. 94
24
internasional di London, dikutip dari L. Evans dalam Lani
Bunawan yang mengatakan bahwa komunikasi total meliputi
penggunaan salah satu dan semua modus atau cara
komunikasi, yaitu penggunaan sistem bahasa isyarat, ejaan
jari, bicara, membaca ujaran, amplikasi (pengawasan), gesti,
pantomimic, menggambar dan menulis. Dalam
mengungkapkan diri dapat digunakan misalnya berbicara,
salah satu bentuk komunikasi manual dan amplikasi secara
serempak. Untuk kemampuan pesan dapat diterima melalui
hanya salah satu atau dua/lebih yang serempak.9 Maksud dari
pendapat berikut yakni komunikasi total merupakan
penggunaan beberapa sistem yang dapat digunakan oleh anak
tunarungu. Gabungan dari sistem bahasa tersebut diharapkan
dapat membantu anak tunarungu menyampaikan pesan
contohnya dengan berbicara.
Haenudin sendiri berpendapat bahwa komunikasi total
adalah konsep pendidikan bagi kaum tunarungu yang
menganjurkan digunakannya semua bentuk komunikasi untuk
meningkatkan keterampilan berbahasa.10 Dari definisi tersebut
dapat terlihat dengan jelas bahwa komunikasi total digunakan
agar anak tunarungu dapat meningkatkan keterampilan
berbahasanya. Dengan begitu, komunikasi total memang
9 Haenudin. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu.
Jakarta: PT Luxima Metro Media, 2013. h.158 10 Haenudin. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu.
Jakarta: PT Luxima Metro Media, 2013. h.158
25
sangat dianjurkan untuk digunakan karena dapat meningkatkan
keterampilan berbahasa anak tunarungu.
Dari definisi yang sudah dipaparkan maka dapat
disimpulkan bahwa komunikasi total merupakan media
komunikasi yang di dalamnya mencakup semua modus bahasa
atau cara komunikasi pada anak tunarungu. Komunikasi total
ini sangat dianjurkan untuk digunakan karena sesuai dengan
keadaan anak tunarungu yang kemampuan pendengarannya
terbatas. Hal ini juga akan menjadikan anak tunarungu dapat
memiliki rasa percaya diri yang kuat karena dapat
berkomunikasi dengan baik lewat penggunaan komunikasi
total.
1. Komponen Komunikasi Total
Komunikasi total ini merupakan metode yang
menerapkan berbagai metode dan media komunikasi seperti
system isyarat ejaan jari, bicara, membaca ujaran, amplifikasi
9 pengerasan suara dengan menggunakan alat bantu dengar,
menggambar, menulis, serta pemanfaatan sisa pendengaran
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan tunarungu secara
perorangan. 11 komunikasi total adalah sebuah konsep
pendidikan bagi anak tunarungu untuk meningkatkan
keterampilan dalam berbahasa. Komunikasi total merujuk
pada keseluruhan spectrum dari modus Bahasa yakni isyarat
11 Isyaheni Nurmaya, “Tuna Rungu”, Isyaheninurmaya.htm. (Diakses 4
Maret 2020)
26
yang dibuat anak, isyarat baku, berbicara, membaca ujaran,
menulis dan pemanfaatan sisa pendengaran. 12
Perbedaan bentuk komunikasi reseptif dan ekspresif
anak tunarungu dalam komunikasi total dibandingkan dengan
komunikasi anak yang berpendengaran normal adalah
penambahan isyarat dan ejaan jari secara ekspresif maupun
reseptif. Bentuk komuikasi dalam komunikasi total dijelaskan
sebagai berikut:
a) Oral
Komunikasi oral adalah bentuk penyampaian pesan
yang dilakukan secara oral atau lisan. Bentuk ini
merupakan unsur dominan dalam pendekatan
komunikasi total bagi anak tunarungu. Hal demikian
menjadi sangat penting oleh karena itu dalam kehidupan
sehari-hari manusia pada umumnya berkomunikasi
dengan gaya oral.
Metode komunikasi oral dalam pelaksanaannya atau
menyampaikan pesan-pesannya (mengeskpresikan
gagasan/pikiran/perasaannya) menitikberatkan kepada
pengucapan (ujaran) dalam menerima pesan.
Secara oral, kemampuan berkomunikasi anak
tunarungu jelas tidak sebanding dengan anak-anak pada
umumnya. Walaupun untuk mencapai tingkat yang
optimum amat sulit. Keterbatasan salah satu inderanya
12 Budiyanto, Pengantar Pendidikan Inklusif Berbasis Budaya Lokal ,
(Jakarta: Prenadamedia Group, 2017), hlm. 218
27
yakni indera pendengaran, mengakibatkan kemampuan
komunikasi oralnya terhambat. Sehingga untuk
tarafkemampuan seperti - yang diharapkan, harus
diberikan pembinaan-pembinaan dan latihan-latihan
khusus secara intensif.
Tujuan anak tunarungu diberikan atau diajarkan
metode komunikasi oral yaitu agar anak tunarungu, baik
dalam mengekspresikan gagasan/pikiran/perasaan
maupun menerima pesan diharapkan melalui cara-cara
yang lazim digunakan orang pada umumnya serta
diharapkan juga mereka dapat mengakses bunyi Bahasa
yang berkembang di lingkungan secara lebih luas.
b) Manual
Menurut Suparno, komunikasi manual tidak dapat
lepas dari penanganan anak tunarungu dalam
berkomunikasi. Komunikasi manual dapat diartikan
dengan metode yang menggunakan Bahasa isyarat
sevagai media komunikasi dengan anak tunarungu.
Secara harfiah Bahasa isyarat artinya Bahasa dengan
menggunakan tangan, walaupun dalam kenyataan,
ekspresi muka dan lengan pun ikut berperan. 13
Jika ditinjau dari media komunikasi total, komponen
manual terdiri dari: Gesti atau gesture yakni suatu
bentuk gerakan tubuh atau anggota badan yang lain
13 Suparno. Komunikasi Total. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Luar
Biasa. FIP. IKIP Yogyakarta. 1997 h.25
28
dalam berkomunikasi, Ejaan jari yakni suatu kode
menyampaikan ejaan kata seperti halnya morse, Bahasa
isyarat asli yakni isyarat yang berkembang secara alami
diantara kaum tunarungu (Bahasa ibu) atau Bahasa
isyarat yang terdiri dari kumpulan isyarat yang
diterapkan di beberapa SLB-B dan terakhir Bahasa
isyarat formal yakni untuk mengatasi kelemahan Bahasa
isyarat alami. 14
c) Aural
Dalam model komunikasi total yang baik,
penggunaan alat bantu mendengar baik untuk
perseorangan maupun kelompok. Sisa pendengaran
yang dimiliki anak tunarungu perlu difungsikan agar
meningkatkan ketrampilan komunikasi mereka.
Pemanfaatan sisa pendengaran meliputi kegiatan
pembinaan secara audiologik yaitu pemilihan serta
penyesuaian alat bantu meendengar yang sesuai dengan
anak, berikut peralatannya dan kegiatan pembinaan
auditorik yaitu berupa latihan pendengaran atau
pembinaan bunyi dan irama.15
14Suparno. Komunikasi Total. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Luar
Biasa. FIP. IKIP Yogyakarta. 1997 h.16 15 Bunawan, L. Komunikasi Total. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Akademik, 1997. H.46
29
d) Bahasa Isyarat
Bahasa isyarat adalah bahasa yang dilakukan
dengan menggunakan gerakan-gerakan badan dan
mimic muka sebagai symbol dari makna Bahasa lisan.
Anak tunarungu merupakan kelompok utama yang
menggunakan Bahasa isyarat ini, biasanya dengan
menkombinasikan bentuk tangan, gerak tangan, lengan
tubuh serta ekspresi wajah untuk mengungkapkan
pesan. Di Indonesia sendiri Bahasa isyarat yang sering
digunakan adalah SIBI (Sistem Isyarat Bahasa
Indonesia) dan BISINDO (Bahasa Isyarat Indonesia).
SIBI merupakan istem isyarat Bahasa yang
dibakukan sebagai salah satu media yang membantu
komunikasi sesama penyandang tunarungu didalam
lingkungan yang lebih luas.16 Sedangkan BISINDO
merupakan system komunikasi yang diciptakan oleh
Gerakan Kesejahteraan Tunarungu Indonesia
(GERAKATIN). BISINDO cenderung lebih praktis dan
efektif untuk penyandang tunarungu digunakan sebagai
komunikasi antar orang yang mendengar dan dalam
berkomunikasi sehari-hari.17
16 Hakim., Lukman., Samino., dkk. Kamus Sistem Isyarat BahasaIndonesia. Edisi
Kelima. Jakarta : DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH LUAR BIASA. 2008 h. 16
17 GERKATIN, DPD Berkenalan dengan BISINDO. 2010 Jakarta :
DPD GERKATIN h.1
30
2. Proses Penguasaan Bahasa dalam Komunikasi Total
L. Evans dalam Lani Bunawan mengemukakan suatu
model penguasaan Bahasa dalam komunikasi total dan
urutan pengembangan berbagai medianya sebagai berikut:
Urutan Pengembangan Bahasa Anak Tunarungu
dalam Komunikasi Total
a. Anak sedini mungkin diperkenalkan dengan isyarat
untuk menunjang perkembangan bahasa batini dan aspek
kognitif. Fase gesti ilmiah (gesti langsung dan tak
langsung) diperkuat dengan kosa dasar isyarat yang
mirip benda dan perbuatan konkretnya (ikonik). Isyarat
yang masih sederhana dan primitif ini makin
ditingkatkan menjadi isyarat pada taraf lambang dengan
aturan yang baku. Bersamaan waktu dengan pengajian
isyarat, anak juga selalu disapa dengan bicara dengan
memanfaatkan sisa pendengarannya dan melalui
31
membaca ujaran agar terbuka alternatif baginya bila ia
ternyata memiliki bakat untuk berkomunikasi secara oral.
Kemampuan berisyarat dapat merupakan dasar untuk
melatih kemampuan bicaranya.
b. Kemampuan berisyarat makin ditingkatkan dengan
penerapan sistem isyarat formal melalui pemanfaatan
ejaan jari untuk mengisyaratkan kata-kata fungsi, dan
gejala tata bahasa lainnya (seperti awalan dan akhiran)
sebagaimana berlaku dalam bahasa lisan masyarakat.
c. Dalam tahap perkembangan berikut, penggunaan ejaan
jari semakin dapat ditingkatkan sehingga penerapan
isyarat semakin mewakili struktur bahasa lisan. Hal ini
dilakukan dalam hubungan erat dengan perkembangan
kemampuan memnaca dan menulis.
d. Perkembangan kemampuan membaca tulisan dan lisan
akan menjadi dasar yang baik bagi perkembangan
membaca ujaran. Dengan makin memahami konteks
kalimat, anak akan makin dapat “menerka” ucapan
melalui baca ujaran.
3. Manfaat Komunikasi Total
Menurut Bunawan dalam Mugiarsih yang menyatakan
bahwa keuntungan menggunakan komunikasi total dapat
32
dilihat dari segi konsep, pedagogis, sosial, dan psikologis
sebagai berikut:18
a. Konsep
Kaum tunarungu sebagai makhluk sosial dan
individual dapat melakukan komunikasi dengan
masyarakat dengan menggunakan pelbagai isyarat
komunikasi yang mungkin, seperti cara aural, oral, dan
manual.
b. Pegadogis
Dengan menerapkan komunikasi total, siswa
tunarungu memperoleh kesempatan yang lebih luas
untuk berkembang dalam segi mental, emosional, dan
sosial.
c. Sosial
Dengan menerapkan komunikasi total, siswa
tunarungu memperoleh kesempatan yang lebih luas
dalam berkomunikasi dan mengekspresikan diri sehingga
dimengerti oleh orang lain. Dengan demikian, ia mampu
menanggapi lingkungan secara memadai, dan dapat
menjalankan fungsi sosialnya secara lengkap.
d. Psikologis
Komunikasi total menumbuhkan kepercayaan diri,
menetralisasi masalah-masalah emosional, dan
18 Mugiarsih Ch. Widodo, Perbedaan Media Komunikasi Total dan
Oral terhadap Keterampilan Mmebaca dan Menulis Siswa di Kelas 1 Sekolah Luar Biasa Bagian Tunarungu, (Depok: Universitas Indonesia, 1995), h. 41-42
33
mengembangkan pribadi siswa tunarungu secara sehat.
Sedangkan menurut M. Hyde dalam Munas IV dan
Lokakarya FNKRTI yang dikutip Lani Bunawan dalam
Haenudin menyebutkan manfaat komunikasi total
sebagai berikut:19
1) Dalam bidang perkembangan sosial-emosional telah
diperoleh banyak data bahwa sebagian besar kaum
tunarungu akan menjadi lebih baik dalam aspek
tersebut.
2) Dalam bidang penguasaan bahasa, ternyata bahwa
dengan mengikuti program komunikasi total lebih
banyak siswa berhasil mencapai prestasi pada tahap
rata-rata dibandingkan keadaan sebelumnya.
3) Mengenai tingkat pendidikan yang dicapai, ternyata
bahwa semakin banyak siswa yang dapat
menamatkan pendidikan pada tingkat lanjutan dan
meneruskan perguruan tinggi di Australia dan
Amerika Serikat.
Dengan begitu dapat dikatakan bahwa komunikasi
total memiliki banyak manfaat bagi anak tunarungu.
Komunikasi total bukan hanya bermanfaat untuk
psikologis atau pendidikan anak tunarungu namun juga
dapat menambah kepercayaan diri anak tunarungu untuk
berkomunikasi dengan orang banyak. Komunikasi total
19 Haenudin. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu.
Jakarta: PT Luxima Metro Media, 2013. h.160-161
34
ini juga dapat menambah penguasaan kosakata yang
dimiliki anak tunarungu karena memanfaatkan
penggunaan dua sistem bahasa dalam satu komunikasi.
C. Komunikasi Orang Tua dan Anak
Keluarga merupakan kelompok primer yang paling
penting didalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah grup
yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita,
perhubungan mana sedikit banyak berlangsung lama untuk
menciptakan dan membesarkan anak-anak. Jadi keluarga
dalam bentuk yang murni merupakan satu-kesatuan sosial ini
mempunyai sifat-sifat tertentu yang sama, dimana saja dalam
satuan masyarakat manusia. Pendidikan dalam keluarga
dilaksanakan atas dasar cinta kasih sayang yang alami, rasa
kasih sayang yang murni, yaitu rasa cinta kasih sayang orang
tua terhadap anaknya. Rasa kasih sayang inilah yang menjadi
sumber kekuatan menjadi pendorong orang tua untuk tidak
jemu-jemunya membimbing dan memberikan pertolongan
yang dibutuhkan anak-anaknya.20
Anak merupakan anugerah keluarga yang memeperlukan
perhatian lebih dalam setiap perkembangan fisik juga
psikisnya. Secara umum apa yang dimaksud dengan anak
adalah keturunan atau generasi sebagai suatu hasil dari
hubungan kelamin atau persetubuhan (sexual intercoss) antara
20 HM. Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2005), Cet. 1, h. 21-22
35
seorang laki-laki dengan seorang perempuan baik dalam ikatan
perkawinan maupun diluar perkawinan. Kemudian di dalam
hukum adat sebagaimana yang dinyatakan oleh Soerojo
Wignjodipoero yang dikutip oleh Tholib Setiadi, dinyatakan
bahwa: kecuali dilihat oleh orang tuanya sebagai penerus
generasi juga anak itu dipandang pula sebagai wadah di mana
semua harapan orang tuanya kelak kemudian hari wajib
ditumpahkan, pula dipandang sebagai pelindung orang tuanya
kelak bila orang tua itu sudah tidak mampu lagi secara fisik
untuk mencari nafkah.21
Bagi seorang anak, keluarga merupakan tempat pertama
dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangannya, fungsi
utama keluarga adalah sebagai wahana untuk berkomunikasi,
mendidik, mengasuh, dan mensosialisasikan anak,
mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat
menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik. Dan orang
tua biasanya mempunyai berbagai cara dan upaya untuk
berkomunikasi dan mendidik ketika anaknya masuk ke dunia
remaja agar menjadi sesuai dengan apa yang diinginkan,
karena keluarga merupakan salah satu tempat pendidikan
informal terpenting untuk pendidikan anak, maka pola
komunikasi apapun akan mempengaruhi proses pertumbuhan
dan perkembangan anak dalam segi apapun.
21 Tholib Setiadi, Pokok-pokok Hukum Penitensier Indonesia.
(Bandung: Alfabeta. 2010) h.173.
36
Komunikasi antarpribadi dalam keluarga yang terjalin
antara orang tua dan anak merupakan salah satu faktor penting
dalam menentukan perkembangan individu. Komunikasi yang
diharapkan adalah komunikasi yang efektif dapat
menimbulkan pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap,
hubungan yang makin baik dan tindakan. Relasi antara orang
tua dan anak ini terjadi setelah adanya relasi antara pasangan
suami istri. Menjadi orang tua merupakan salah satu tahapan
yang dijalanin oleh pasangan yang memiliki anak. Anak akan
mengalami proses tumbuh dan berkembang dalam suatu
lingkungan dan hubungan. Sikap mendukung antara orang tua
dan anak harus terjalin untuk mencapai komunikasi yang
efektif. Anak dan orang tua diharapkan dapat berkomunikasi
atas suatu kejadian yang dialami dengan cara deskriptif bukan
evaluatif untuk menciptakan suasana yang mendukung.
Orang tua sangat perlu meluangkan waktu bersama
anaknya seperti menemani anak atau berbincang sesuatu yang
bermanfaat dengan anak. Berkomunikasi dengan anak adalah
langkah yang tepat untuk mencairkan hubungan yang
sebelumnya terasa kau antara orang tua dan anak . Hubungan
baik antara orang tua dan anak bisa terjalin dalam berbagai
bentuk, dengan komunikasi dapat membina hubungan baik
dengan anak, dengan mengajak anak berbicara, orang tua
dapat memperkenalkan nilai- nilai islam, dengan komunikasi
orang tua dapat mengajak anak beribadah, dengan komunikasi
37
orang tua dapat memberi dorongan rasa ingin tahu serta dapat
mengenalkan bahasa-bahasa yang baik. Bahasa yang baik
meminimalkan informasi dan ungkapan negative dari
pendengaran anak, serta memberi kesempatan anak melakukan
hal-hal positif.
D. Tunarungu
1. Pengertian Anak Tunarungu
Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan
hilangnya kemampuan pendengaran untuk menerima
rangsang suara dari luar yang disebabkan oleh
ketidakberfungsian alat pendengaran. Padahal
pendengaran merupajan alat yang memiliki fungsi penting
bagi manusia. Pengertian anak tuna rungu menurut
Permanarian Somad dan Hernawati mengemukakan
bahwa anak tunarungu ialah anak yang mengalami
kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang
disebabkan oleh kerusakan atau ketidakberfungsiannya
sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga
mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya
dan memerlukan bimbingan dan pendidikan kgusus untuk
mencapai kehidupan yang layak.22
Orang yang memiliki kekurangan pada indera
pendengarannya tentu kemampuan dalam hal
pendengarannya akan ikun menurun, kekurangan tersebut
22 Sajidan, Jurnal Pendidikan (Surakarta: Dwija Utama, 2008) h.61
38
lah yang dapat disebut tunarungu. Dimana tunarungu ini
merupakan istilah secara garis besar yang diberikan
kepada anak yang mengalami kehilangan atau
kekurangmampuan dalam mendengar sehingga
mengalami gangguan dalam melaksanakan hal tersebut di
kehidupan sehari-hari nya. Kondisi seseorang yang
mengalami kehilangan pendengaran baik senagian (half of
hearing) atau seluruhnya (deaf), kondisi tersebut
disebabkan oleh adanya kerusakan atau tidak berfungsinya
indera pendengaran sehingga membuat terlambatnya
pengembangan bahasa dan dibutuhkan penanganan
khusus untuk mengembangkan potensi yang dimiliki.
Chruickshank yang dikutip Yuke R. Siregar
mengemukakan bahwa anak-anak penyandang tunarungu
sering memperlihatkan keterlambatan dalam belajar dan
kadang-kadang tampak terbelakang. Keadaan ini tidak
hanya disebabkan oleh derajat gangguan pendengaran
yang dialami anak tetapi juga tergantung potensi
kecerdasan yang dimiliki, rangsangan mental, serta
dorongan dari lingkungan luar yang memberikan
kesempatan bagi anak untuk mengembangkan kecerdasan
itu.23
Klasifikasi anak tunarungu menurut Samuel A. Kirk
dalam Somad dan Hernawati:
23 Imroatus Solicha, Alat peraga Untuk Pelajar Tuna Rungu
(magetan:Media Guru, 2014) h. 11-12
39
a. 0 dB : menunjukkan pendengaran yang optimal.
b. 0 - 26 dB : menunjukan seseorang masih mempunyai
pendengaran yang normal.
c. 27 – 40 dB : mempunyai kesulitan mendengar bunyi-
bunyi yang jauh, membutuhkan tempat duduk yang
strategis letaknya dan memerlukan terapi bicara
(tergolong tunarungu ringan).
d. 41 – 55 dB : mengerti bahasa percakapan, tidak dapat
mengikuti diskusi kelas, membutuhkan alat bantu
dengar dan terapi bicara (tergolong tunarungu
sedang).
e. 56 – 70 dB : hanya bisa mendengar suara dari jarak
yang sangat dekat, masih mempunyai sisa
pendengaran untuk belajar bahasa dan bicara dengan
menggunakan alat bantu mendengar serta dengan cara
yang khusus (tergolong tunarungu agak berat).
f. 71 – 90 dB : hanya bisa mendengar bunyi yang sangat
dekat, kadang- kadang dianggap tuli, membutuhkan
pendidikan luar biasa yang instensif, membutuhkan
alat bantu dengar dan latihan biacara secara khusus
(tergolong tunarungu berat).
g. 91 dB ke atas : mungkin sadar akan adanya bunyi
atau suara dan getaran, banyak bergantung pada
penglihatan daripada pendengaran untuk proses
40
menerima informasi, dan yang bersangkutan dianggap
tuli (tergolong tunarungu berat sekali)24
Anak-anak tuna rungu sering memperlihatkan
keterlambatan dalam belajar atau bahkan terkadang
terlihat terbelakang. Keadaan ini tidak hanya disebabkan
oleh derajat gangguan pendengaran yang dialami anak
tetapi juga tergantung pada potensi kecerdasan yang
dimiliki, rangsangan mental serta dorongan dari
lingkungan luar yang memberikan kesempatan bagi anak
untuk mengembangkan kecerdasan itu. Intelegensi pada
aak tuna rungu juga dipengaruhi oleh rangsangan mental
serta dorongan dari lingkungan sekitarnya. Lingkungan
yang bersahabat dan mendukung akan memberikan
kesempatan anak untuk mengembangkan intelegensinya.
2. Metode Pembelajaran Anak Tunarungu
Kata “metode” berasal dari Bahasa latin, methodus
yang artinya cara atau jalan. Secara etimologi, istilah
metode berasal dari Bahasa yunani yang artinya jalan.
Kata ini terdiri dari dua suku kata; metha dan hodas yang
berarti suatu jalan yang dicapai untuk mencapai tujuan.
Menurut Arif Burhan, metode menunjukkan pada proses,
24 Hernawati, Pengembangan Kemampuan Berbahasa Dan Berbicara
Anak Tunarungu (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2007) h.89
41
prinsip serta prosedur yang kita gunakan untuk mendekati
masalah dan mencari jawaban atas masalah tersebut”. 25
a. Metode Oral
Metode oral adalah metode melalui bahasa
lisan. Tahapan-tahapan metode oral yaitu:
1) Pembentukkan dan latihan bicara (speech
building & speech training)
2) Memahami ujaran (speech reading)
3) Latihan pendengaran (hear training)
b. Metode Membaca Ujaran
Metode ini memanfaatkan indera penglihatan
untuk memahami pembicaraan orang lain melalui
gerak bibir dan mimic si pembaca yaitu dengan cara
berhadapan muka dengan lawan bicara.
Kelemahannya metode ini yaitu tidak semua
pengucapan bunyi bahasa oleh organ artikulasi dapat
terlihat oleh lawan bicaranya, misalnya bilabial (p, b,
m) dan dental ( t,d, n).
c. Metode manual (isyarat)
1) Abjad jari dengan jenis isyarat yang dibentuk
dengan jari-jari tangan
2) Ungkapan dengan bahasa tubuh
25 Arif Burhan, Pengantar Metode Kualitatif (Surabaya: Usaha
Nasional, 1992), h. 17.
42
3) Bahasa isyarat asli, yaitu ungkapan manual
dalam bentuk isyarat konvensional yang
berfungsi sebagai pengganti kata.
Metode manual merupakan metode yang
menggunakan bahasa isyarat yaitu dengan jari-jari
(finger spening)
E. Nilai-Nilai Islam
Nilai Islam, atau nilai keagamaan adalah konsep
mengenai penghargaan tinggi yang diberikan oleh masyarakat
kepada beberapa masalah pokok kehidupan yang sifatnya suci
sehingga menjadi pedoman bagi tingkah laku keagamaan
warga masyarakat bersangkutan. Nilai-nilai agama islam itu
sendiri merupakan sifat-sifat atau hal-hal yang melekat dalam
agama islam yang digunakan sebagai dasar manusia untuk
mencapai tujuan hidup yaitu mengabdi kepada Allah SWT,
dan nilai-nilai tersebut perlu ditanamkan pada anak sejak kecil
karena pada masa itulah yang tepat untuk menanamkan
perilaku yang baik. 26
Agama Islam adalah agama yang sempurna dan
dinyatakan sendiri oleh Allah dalam Firman-Nya yang
terdapat dalam surat Al Maidah ayat 3 sebagai berikut:
اليوم أكملت لك م د ينك م وأتممت عليك م نعمتي ورضيت لك م
سلم دينا ال
26 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung:CV Pustaka Setia,
1996) h.11.
43
Artinya: ‘’Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk
kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama’’.
Nilai keislaman bersumber kepada Al-qur’an dan
Sunnah seperti didalam Al-Qur’an telah menyimpulkan bahwa
nilai-nilai keislaman mencakup tiga nilai yang mewakili
keseluruhan aspek kehidupan manusia. Yaitu aqidah, ibadah
(syariat) dan akhlak. 27
2. Aqidah (Keimanan)
Secara etimologis aqidah berarti ikatan, sangkutan
dan secara teknis berarti kepercayaan, keyakinan iman.
Iman adalah kepercayaan dalam hati dengan penuh
keyakinan, tanpa ada perasaan ragu serta mempengaruhi
orientasi kehidupan, sikap dan aktivitas keseharian. Iman
adalah mengucapkan dengan lidah, mengakui benarnya
dengan hati dan mengamalkannya dengan anggota
tubuh.28 Aqidah di dalam Islam meliputi:
a. Kepercayaan akan adanya Allah dan segala sifat-
sifatNya, yaitu sifat wajib, mustahil dan sifat jaiz
serta wujudNya yang dapat dibuktikan dengan
keteraturan dan keindahan alam semesta.
27 Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2008) h.133 28 Tim Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam dan Pondok
Pesantren, Aqidah Akhlak “rukun iman”, (Jakarta Tim Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam dan Pesantren, 2004) h.1.
44
b. Kepercayaan tentang alam gaib, yang percaya akan
adanya alam yang ada di balik alam nyata ini, yang
tidak bisa diamati oleh indera.
c. Kepercayaan pada kitab Allah yang diturunkan
kepada rasul agar dijadikan pedoman hidup
masyarakat sesuai dengan zamannya.
d. Kepercayaan kepada nabi dan rasul yang telah dipilih
Allah untuk memberi petunjuk dan bimbingan kepada
manusia agar melakukan hal-hal yang baik.
e. Kepercayaan kepada hari akhir serta peristiwa yang
terjadi pada saat itu.
f. Kepercayaan kepada takdir (qadha dan qadar).
Dengan takdir Allah itulah terciptanya alam dan
segala isinya.29
3. Ibadah
Ibadah merupakan bukti nyata bagi seorang muslim
dalam meyakini aqidah Islamiyah. Secara harfiah ibadah
berarti bakti manusia kepada Allah SWT karena didorong
dan dibangkitkan oleh akhlak tauhid. Ibadah secara umum
berarti mencakup seluruh aspek kehidupan sesuai dengan
ketentuan Allah SWT atau dapat dikatakan pula bahwa
ibadah dalam arti umum semuanya dibolehkan kecuali
yang dilarang. Sedangkan ibadah dalam artian khusus
yaitu semuanya dilarang. Sedangkan ibadah dalam artian
29 Toyib Sah Saputra, Aqidah Akhlak (Semarang: PT. Karya Toha Putra,
1996) 9-10.
45
khusus semuanya dilarang kecuali yang diperintahkan dan
dicontohkan. 30
Ketentuan ibadah termasuk salah satu bidang ajaran
Islam dimana akal manusia tidak berhak campur tangan,
melainkan hak otoritas milik Allah SWT sepenuhnya.
Dalam hal ini, kedudukan manusia yaitu mematuhi,
mentaati, melaksanakan dan menjalankanya sebagai bukti
pengabdian dan rasa terimakasih kepada Allah.
Penanaman nilai ibadah dan akhlak sangatlah penting
sebagaimana kita ketahui orang yang tidak menjalankan
perintah agama Islam dan rusak akhlaknya disebut orang
yang kafir.
Ibadah dalam Islam bertujuan membawa manusia
agar selalu ingat kepada Allah, oleh karena itu ibadah
merupakan tujuan hidup manusia diciptakan-Nya dimuka
bumi. Ibadah yang dimaksud adalah ibadah dalam arti
umum dan khusus, yaitu segala amalan yang diizinkan
Allah SWT dan ibadah yang segala sesuatunya tetlah
ditetapkan Allah SWT. Salah satu kewajiban yang dapat
dilihat dalam kehidupan sehari-hari adalah sholat lima
waktu. Sudah menjadi sebuah kewajiban untuk orang tua
mengajarkan dan menerapkan kegiatan sholat lima waktu
pada anak. Orang tua dapat menanamkan nilai-nilai
30 Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam: Upaya Pembentukan
Pemikiran dan Kepribadian Muslim (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2011) h. 144-145
46
pendidikan ibadah pada anak dan berharap kelak ia akan
tumbuh menjadi pribadi yang tekun beribadah secara
benar sesuai ajaran Islam.
4. Akhlak
Akhlak adalah sesuatu yang telah tercipta atau
terbentuk melalui sebuah proses. Karena sudah terbentuk
akhlak disebut juga dengan kebiasaan. Nilai akhlak
disebut juga sebagai budi pekerti. Akhlaq bentuk jama’
dari kata khuluq yang artinya perangai, tabiat, rasa malu
dan adat kebiasaan. 31 Dalam pengertian sehari-hari
akhlak umumnya disamakan artinya dengan budi pekerti,
kesusilaan, atau pun sopan santun. Manusia akan menjadi
sempurna ketika memiliki akhlak terpuji dan menjauhkan
akhlak tercela.
Akhlak bersumber pada Alquran wahyu Allah yang
sudah tidak dapat diragukan kebenarannya. Dengan Nabi
Muhammad sebagai figur dari akhlak Alquran suri
tauladan bagi umat muslim. Akhlak pun memiliki banyak
fungsi yang menurut Jalaluddin terdiri dari tiga, yaitu:
a. Mewujudkan kesejahteraan masyarakat
Akhlak merupakan suatu alat yang digunakan
untuk mengoptimalkan sumber daya potensi untuk
mencapai kesejahteraan hidup manusia baik di dunia
maupun di akhirat.
31 Sahilun A. Nasir, Tinjauan Akhlak. (Surabaya: Al Akhlas, tt) h.14
47
b. Mengungkap masalah dengan objektif
Objektivitas lebih dipercaya masyarakat
daripada unsur subjektif, ini menjadikan model bagi
Akhlaq al-karimah diterima sebagai sebuah konsep
yang mampu memberikan jaminan manusia untuk
selamat di dunia dan akhirat.
c. Meningkatkan motivasi untuk menggali ilmu
Keyakinan kebenaran akhlak alkarimah yang
didasarkan atas pembuktian secara ilmiah akan
memupus masalah keraguan yang kurang bisa
digunakan sebagai dasar kebenaran bersama. 32
32 Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam (Yogyakarta,
Pustaka Belajar. 2007) h. 226
48
F. Kerangka Pemikiran
Komunikasi total
orang tua dalam
menyampaikan nilai-
nilai Islam
Nilai Aqidah
(Keimanan)
Nilai
Ibadah
Nilai
Akhlak
Orang tua
menyampaikan
dengan metode oral
atau manual
Anak lebih mudah
menerapkan di
kehidupan sehari-hari
49
BAB III
GAMBARAN UMUM
Pada bab ini, peneliti mendeskripsikan tentang identitas
informan sebagai subyek penelitian utama. Penelitian ini
melibatkan lima informan utama dengan latar belakang
demografis dan sosiologis yang beragam. Kesamaan dari kelima
informan yang menjadi obyek penelitian pada penelitian ini
adalah kelimanya sama-sama mengenalkan nilai-nilai Islam
kepada buah hati mereka sejak kecil meskipun terlahir dengan
kemampuan pendengaran yang kurang baik. Berikut latar
belakang narasumber selengkapnya.
A. Profil Informan
1. Narasumber 1
Identitas Orang Tua :
Nama Erni Marlinatri
Nama Panggilan Erni
Tempat Tanggal Lahir Jakarta 15 Agustus 1978
Usia 42 Tahun
Jenis Kelamin Perempuan
Alamat Jl. RS Fatmawati gg. H. Ahmad
no.28 Cipete Selatan, Jaksel
Identitas Anak :
Nama Ashley Astera Canada Loverdo
50
Khodori
Nama Panggilan Nada
Tempat Tanggal Lahir Jakarta, 13 januari 2009
Usia 11 Tahun
Jenis Kelamin Perempuan
Alamat Jl. RS Fatmawati gg. H. Ahmad
no.28 Cipete Selatan, Jaksel
Nada merupakan seorang anak penyandang tunarungu
yang lahir sebelas tahun silam, tepatnya pada 13 januari 2009
di Jakarta.1 Seorang anak perempuan dari ibu yang bernama
Erni Marlinatri yang berusia 41 tahun dan bapak bernama
Khodori yang berusia 46 tahun. Nada merupakan anak kedua
dari dua bersaudara dari kakak perempuannya yang berusia
14 tahun dengan nama Amare Amodia Callysta Cinerdo
Khodori atau akrab disapa Caca berusia 14 tahun. Kini Nada
dan keluarga tinggal di daerah Jakarta Selatan tepatnya di
daerah Fatmawati. Namun sebenarnya mereka berasal dari
Bekasi. Di fatmawati ini hanya menyewa rumah sementara
agar Nada dekat dengan sekolahnya yang juga di daerah
Fatmawati yaitu Sekolah Santi Rama. Santi Rama merupakan
salah satu sekolah di Jakarta yang memang dikhususkan
untuk anak tunarungu. Alasan lain mengapa orang tua Nada
lebih memilih untuk menyewa rumah di dekat sekolah adalah
1 Wawancara Pribadi dengan Ibu Erni (15 Juni 2020 pukul 16.00)
51
agar Nada tidak terlalu lelah untuk menempuh jarak Jakarta
Selatan – Bekasi dan lebih berkonsentrasi dalam belajar. Saat
ini Nada duduk dikelas 5 SD namun orang tua Nada telah
menyekolahkan Nada di Santi Rama sejak PAUD. Selain
aktif disekolah, Nada juga aktif di berbagai kegiatan seperti
teater, menari dan modeling. Disekolah pun Nada mengikuti
ekstrakulikuler menari karena itu yang paling diminatinya.
Menurut pengakuan sang Ibu, Nada memang termasuk anak
yang suka tampil di depan umum dan memiliki kepercayaan
diri yang tinggi juga memiliki minat yang lebih condong ke
seni.
2. Narasumber 2
Identitas Orang Tua
Nama Nisa Imamy
Nama Panggilan Nisa
Tempat Tanggal Lahir Jakarta 23 Agustus 1987
Usia 32 Tahun
Jenis Kelamin Perempuan
Alamat Jalan Sumbangsih V no 17 RT
10 RW 01 Kel. Karet. Kec.
Setiabudi Jakarta Selatan 12920
Identitas Anak
Nama Fudhail Abdillah Alkaff
Nama Panggilan Dillah
52
Tempat Tanggal Lahir Jakarta 15 April 2008
Usia 12 Tahun
Jenis Kelamin Laki-Laki
Alamat Jalan Sumbangsih V no 17 RT
10 RW 01 Kel. Karet. Kec.
Setiabudi Jakarta Selatan 12920
Dillah merupakan seorang anak penyandang tunarungu
yang lahir 12 tahun silam di Jakarta tepatnya pada 15 April
2008.2 Seorang anak laki-laki dari orang tua bernama Nisa
Imamy, seorang perempuan berusia 32 tahun ini merupakan
seorang ibu rumah tangga dan Ayah yang bernama
Muhammad Hasan Alkaff berusia 42 tahun yang saat ini
tinggal di setiabudi, Jakarta Selatan. Dillah merupakan anak
pertama dari dua adik yang bernama Syarifah Jihan Talita
Alkaff dan Ahmad Rizieq Alkaff. Saat ini Dillah bersekolah
di SLB 7 Jakarta Timur dan baru saja duduk dikelas 5
Sekolah Dasar.
3. Narasumber 3
Identitas Orang Tua
Nama Eti Susilowati
Nama Panggilan Eti
Tempat Tanggal Lahir Jakarta 15 Agustus 1978
Usia 42 Tahun
2 Wawancara Pribadi dengan Ibu Nisa (15 Juni pukul 17.00)
53
Jenis Kelamin Perempuan
Alamat Jl. Anyer 10 RT12/02 Menteng
Jakarta Pusat
Identitas Anak
Nama Tareza Maula
Nama Panggilan Reza
Tempat Tanggal Lahir Jakarta 26 November 2007
Usia 12 Tahun
Jenis Kelamin Laki-laki
Alamat Jl. Anyer 10 RT12/02 Menteng
Jakarta Pusat
Reza merupakan seorang anak penyandang tunarungu
yang lahir 12 tahun silam di Jakarta tepatnya pada 25
November 2007. 3Seorang anak laki-laki dari Ibu yang
bernama Eti Susilowati berusia 42 tahun yang merupakan
seorang ibu rumah tangga dan Ayah bernama Setiawan
Saputra yang berusia 43 tahun. Saat ini Reza duduk dibangku
sekolah dasar kelas 6 di SLB Ar-Rahman, Tebet. Reza dan
keluarga tinggal di daerah Menteng Jakarta Pusat yang
memang cukup jauh dari sekolah tempat Reza belajar. Reza
merupakan anak bungsu dari dua akakaknya yang bernama
3 Wawancara Pribadi dengan Ibu Eti (16 Juni pukul 14.27)
54
Zahra Devika Putri yang saat isi usianya 19 tahun dan Prima
Reansya Putra yang usianya 18 tahun.
4. Narasumber 4
Identitas Orang Tua
Nama Yeyen Saripah Zein
Nama Panggilan Yeyen
Tempat Tanggal Lahir Jakarta 05 Desember 1975
Usia 45 Tahun
Jenis Kelamin Perempuan
Alamat Kp. Pisangan RT007/03 no
211A Penggilingan Cakung
Jakarta Timur
Identitas Anak
Nama Abdullah Sanjaya
Nama Panggilan Jaya
Tempat Tanggal Lahir Jakarta 07 Mei 2011
Usia 9 Tahun
Jenis Kelamin Laki-laki
Alamat Kp. Pisangan RT007/03 no
211A Penggilingan Cakung
Jakarta Timur
Jaya merupakan seorang anak penyandang tunarungu
yang lahir Sebelas tahun silam di Jakarta, tepatnya pada 7
55
Mei 2009.4 Seorang anak laki-laki dari orang tua yang
bernama Yeyen Saripah Zein yang kini berusia 45 tahun dan
Suyandi yang berusia 51 tahun. Kini Jaya dan keluarga
tinggal di daerah Cakung Jakarta Timur. Jaya bersekolah di
SLB Kembar Karya Pembangunan 2 didaerah Jakarta Timur
juga dan saat ini duduk dibangku kelas 4 Sekolah Dasar. Jaya
memang baru masuk SLB kerika kelas 4 ini karena sejak
kelas 1 Jaya bersekolah disekolah biasa.
5. Narasumber 5
Identitas Orang Tua
Nama Ani Marlina
Nama Panggilan Ani
Tempat Tanggal Lahir Slawi, 10 Desember 1972
Usia 48 Tahun
Jenis Kelamin Perempuan
Alamat Gg. Musholah RT 12/10 no 32 Jl
Raya Centex Ciracas Jaktim
Identitas Anak
Nama Nayla Tri Widiastuti
Nama Panggilan Nayla
Tempat Tanggal Lahir Jakarta 20 November 2006
Usia 43Tahun
Jenis Kelamin Perempuan
4 Wawancara Pribadi dengan Ibu Yeyen (16 Juni 2020 pukul 16.00)
56
Alamat Gg. Musholah RT 12/10 no 32 Jl
Raya Centex Ciracas Jaktim
Nayla merupakan anak penyandang tunarungu yang
lahir tiga belas tahun silam di Jakarta tepatnya pada 20
November 2006. 5Seorang anak perempuan dari ibu yang
bernama Ani Marlina berusia 43 tahyn dan Ayahnya yang
bernama Widada berusia 44 tahun. Saat ini Nayla bersekolah
di SLB-N 7 Jakarta Timur dan ber tempat tinggal di Ciracas
Jakarta Timur. Nayla saat ini duduk dikelas 5 SD dan
memang memiliki keterlambatan saat masuk sekolah.
Menurut pengakuan Ibunya, Nayla memiliki minat merias
wajah dan itu sudah dilakukannya sejak mulai bersekolah
dan mengikuti terapi bicara. Selain merias, Nayla juga aktif
di kegiatan teater.
B. Potret Kehidupan Orang Tua dan Anak Tuna Rungu
(Awal Mula Orang Tua Mengetahui Anak Menyandang
Tunarungu
1. Keterangan Narasumber 1
Mengetahui Nada menyandang tunarungu sejak
berusia hampir 2 tahun, ketika N sudah mulai lancar
berjalan namun dalam hal berbicara masih terbata-bata
(belum membentuk kata). Kecurigaan muncul pertama
kali disadari oleh ayahnya yang merasa seperti ada
5 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ani (17 Juli 2020 pukul 09.30)
57
gangguan di pendengaran Nada. Lalu orang tua
berinisiatif mencoba mengetes pendengaran Nada dengan
mencoba menutup pintu dengan posisi Nada yang
membelakangi pintu namun ternyata benar tidak ada
respon dari Nada. Lalu penanganan pertamanya adalah
dengan membawa Nada ke dokter umum dekat rumah lalu
dirujuk ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan
langsung didiagnosa terjadi penurunan pendengaran yang
cukup serius pada Nada. Nada tergolong pada kategori
tunarungu yang sangat berat sekitar 110 dB di telinga
bagian kanan dan 90 dB di telinga bagian kiri. Lalu Nada
mulai menggunakan alat bantu dengar mulai usia 2 tahun
dan saat ini masih terus belatih untuk mengoptimalkan
bicaranya.
2. Keterangan Narasumber 2
Mengetahui Dillah menyandang tunarungu saat
Dillah berusia 2 tahun. Di usia Dillah yang menginjak 2
tahun tersebut Dillah masih belum bisa bicara. Dillah
memang sempat terjatuh di tangga rumahnya namun Nisa
sebagai orang tua tidak menganggap serius hal itu.
Beberapa waktu kemudian, setelah di pastikan lewat
Psikolog, Dillah tergolong bagus secara motorik dan
kecerdasannya begitu pun saat di periksa oleh dokter
tumbuh kembang anak. Namun saat dilakukan
pengecekan di dokter THT, Dillah didiagnosa bahwa
58
terdapat gangguan dari syaraf pendengaran menuju ke
otak tidak ada respon. Dillah tergolong pada kategori
110dB yang dapat dikategorikan sebagai tunarungu berat.
Setelah mengetahui hal itu, orang tua tidak langsung
membelikan alat bantu dengar maupun tidak mengikuti
saran dokter untuk melakukan terapi bicara karena adanya
kendala biaya. Orang tua Dillah hanya mencoba
mengikutserakan Dillah dalam lomba-lomba yang di
selenggrakan di pusat perbelanjaan untuk melatih
kepercayaan diri Dillah agar tidak minder. Memamg
sudah sejak lama sang Ibu aktif di berbagai seminar
tentang anak atau parenting.
3. Keterangan Narasumber 3
Mengetahui Reza menyandang tunarungu saat
Rezza masih kecil. Semasa kecilnya, Reza memang
mengalami keterlambatan dalam pertumbuhan, namun
orang tua baru menyadarinya ketika Reza berusia 2 tahun.
Di umur R yang menginjak 2 tahun lebih, R baru bisa
berjalan namun belum bisa berbicara. Di masa itulah Reza
di diagnosa mengalami gangguan pada pendengarannya.
Reza dikategorikan memiliki gangguan pendengaran yang
paling tinggi sekitar 120dB. Lalu Ibu Eti sebagai orang tua
mencoba segala cara agar Reza bisa berjalan dan juga
berbicara. Sebisa mungkin Ibu Eti menggunakan
kekuatannya untuk berbicara dengan Reza.
59
4. Keterangan Narasumber 4
Mengetahui Jaya menyandang tunarungu ketika
awal mulanya orang tua tidak menyadari bahwa Jaya
memiliki gangguan pada pendegarannya karena memang
sejak kecil sekitar usianya 6 bulan Jaya memiliki riwayat
penyakit penyempitan pada jantungnya dan sempat
mendapatkan tindakan operasi. Di kesehariannya Jaya
memang hanya bisa berbaring ditempat tidur hingga
umurnya kurang lebih satu tahun. Ibu Yeyen baru
menyadari Jaya memiliki gangguan pada pendengarannya
ketika Jaya berusia kurang lebih 4 tahun. Yeyen
menyadari hal itu ketika ia mencoba memanggil sang anak
namun tidak mendapatkan respon balik. Memang terjadi
keterlambatan orangtua mengetahui hal tersebut karena
saat itu orang tua Jaya terlalu fokus mengobati penyakit
penyempitan jantung yang dialami oleh Jaya tersebut
sehingga tidak menyadari hal lain yang menimpa Jaya.
Jaya tergolong pada klasifikasi pedengeran di kategori 90-
100 dB yang mana itu dapat dikategorikan tunarungu
berat.
5. Keterangan Narasumber 5
Awal mula orang tua Nayla menyadari bahwa Nayla
memiliki gangguan pada pendengarannya sejak Nayla
sering keluar masuk rumah sakit sejak usia sembilan
bulan. Nayla sering Panas tinggi dan ada infeksi saluran
60
pernafasan juga. Sering mengalami tifus juga jadi
memang sering kali keluar masuk rumah sakit. Lalu
dokter mendiagnosa bahwa Nayla mengalami overdosis
antibiotik jadi mengenai saraf di telinganya. Nayla
tergolong pada klasifikasi pendengaran di kategori 90dB-
110dB
61
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Proses Penyampaian Orang Tua Mengenai Nilai-Nilai
Islam kepada Anak Tunarungu
Orang tua yang memiliki anak tunarungu atau tuli pada
umumnya kebingungan saat harus menyampaikan sesuatu
terhadap anak mereka, karena bisa jadi hal tersebut
merupakan pengalaman pertama untuk orang tua
berkomunikasi dengan anak tunarungu atau tuli. Pada
hakekatnya, orang tua selalu ingin memiliki hubungan yang
baik dengan anak mereka. Salah satu cara membangun
komunikasi yang baik dengan anak adalah dengan hubungan
baik yang terjalin antara orang tua dan anak. Perbedaan cara
berkomunikasi dengan setiap anak pasti berbeda-beda
apalagi dengan anak tunarungu. Hal tersebut membuat orang
tua melakukan penyesuaian gaya bicara dan cara
berkomunikasi dengan sang anak yang memiliki keterbatasan
di indera pendengarannya.
Sebenarnya untuk berkomunikasi dengan anak
tunarungu sudah ada Bahasa isyarat yang umumnya
digunakan untuk berkomunikasi yaitu Sistem Isyarat
Indonesia (SIBI) dan Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO).1
1 Hakim., Lukman., Samino., dkk. 2008. Kamus Sistem Isyarat
BahasaIndonesia. Edisi Kelima. Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa h.4
62
SIBI dalam penggunaan dan pemaknaan yang ada dalam
gerakannya lebih memudahkan penyandang tunarungu, sebab
gerakan yang terlihat lebih mudah dipahami tanpa
menggunakan waktu yang lama dalam menjelaskan pesan
dengan gerakan SIBI. SIBI menggunakan abjad seperti biasa
sebagai panduan Bahasa isyarat tangan satu.
Gambar 4.1
Abjad dalam SIBI (Sumber: Yayasan Peduli ABK)
Sedangkan BISINDO merupakan teknik Bahasa isyarat
yang menggunakan gerakan tangan dengan dua tangan
sebagai upaya komunikasi antar pengguna Bahasa isyarat.
Sedangkan Namun kemampuan orang tua yang kurang dalam
memahami bahasa tersebut menjadi kendala yang cukup
besar dalam melakukan komunikasi. Hal tersebut
dikarenakan kurangnya pemahaman yang dimiliki orang tua
mengenai bahasa isyarat, faktor tersebut yang membuat
63
orang tua akhirnya membuat bahasa isyarat sendiri yang
dipahami oleh kedua belah pihak untuk melakukan
komunikasi.
Gambar 4.2
Abjad dalam BISINDO (Sumber: Yayasan Peduli Kasih
ABK)
Dalam proses menyampaikan nilai-nilai Islam, orang
tua akan membiasakan anak untuk menerapkan ajaran-ajaran
Islam di kesehariannya. Seperti salat, mengaji, puasa, bahkan
melafalkan doa-doa harian sebelum melakukan sesuatu.
Sebagian dari orang tua yang memiliki anak dengan
keterbatasan pendengaran (tunarungu) terkadang memiliki
teknik khusus untuk menyampaikan nilai-nilai keislaman
pada anaknya.
Informan pertama, Ibu Erni mengaku tidak ada teknik
atau upaya khusus yang diterapkan pada anaknya, namun
hanya perlu pengulangan yang rutin untuk menyampaikan
sesuatu kepada sang anak agar sang anak tidak mudah lupa.
64
“Kalau teknik khususnya ga ada ya kak paling karena
mungkin dari sekolah harus tetap bicara ya kak jadi tetep
diajak ngobrol aja kak. Lebih ke pembiasaan pembiasaan
atau pas Nadanya agak “belok” sendiri lagi solehahnya
agak ilang, kalau mamanya agak keluar tanduk paling
dijadikan atau disambungin ke nilai agamanya aja ya kak..”
ujar Ibu Erni “Waktu itu pernah disekolah dibilang harus
selalu diulang ulang harus selalu diingatkan itunya kak,
kalau anak tunarungu yak arena kalau ga diingatkan ya
mungkin kayak cuma numpang lewat. Mungkin kalau anak
ada gangguan di pendengaran memang harus diulang-ulang.
Meskipun tidak ada ulangan ya mesti harus diulang sebelum
tidur.” Lanjutnya
Bagi Ibu Erni, mengulang sesuatu yang Nada pelajari
setiap harinya adalah wajib. Karena dari sekolahnya pun
menganjurkan untuk selalu mengulang materi yang telah
disampaikan, apapun itu. Khsususnya mungkin mengenai
nilai-nilai Islam.
“kata ibu gurunya juga kalau disekolah sama dirumah
ga nyambung juga ga bakalan bisa berkembang gitu kan
anaknya.” Ujar Ibu Erni “kalau anak tunarungu ya karena
kalau ga diingatkan ya mungkin kayak cuma numpang lewat.
Mungkin karena anak ada gangguan di pendengaran
memang harus diulang-ulang.”
65
Sistem pengulangan materi dirumah ini tentunya sangat
berpengaruh bagi anak tunarungu yang memiliki
keterbatasan pemahaman atas suatu hal. Mereka butuh
pengulangan terus menerus agar pesan yang dimaksud dapat
tersampaikan dengan baik. Meskipun dengan Bahasa yang
sudah dimengerti oleh sang anak, terkadang sang anak belum
tentu dapat memahami secara maksimal. Peran orang tua
dengan sekolah pun memiliki tanggung jawab yang sama.
Ibu Erni menjelaskan bahwa apabila ada sesuatu yang
terhambat di sekolah, kemungkinan besar terjadi karena tidak
ada pengulangan materi ketika dirumah.
“Sekolah itu tetap menekankan pada orang tua. Harus
sama dengan sekolah gitu kak. Harus sejalan dengan
sekolah. Jadi disekolah Nada, orangtua tuh perannya harus
sama seperti guru disekolah. Kalau anak disekolah ada
kendala itu bisa berasal dari rumah. Kalau ada yang
terhambat disekolah ya kaka tau dikelas ada yang kurang
bagus misalnya ya kak, jadi ketahuan banget kalau asalnya
itu dari rumah, lingkungan sekitar rumah dan orang tua.
Berati perannya itu sama.” Jelas Ibu Erni.
“ Kan ada gangguan di pendengarannya ya kak jadi
harus apaya betul-betul jelaas gitu ya. Kalau dia belum
paham kita juga kan harus ngulang lagi, ngulang terus.”
Ibu Erni pun mengaku selalu mengikuti suasana hati sang
anak untuk menyampaikan nilai-nilai keislaman.
66
“Kadang kalau pas lagi dia ngambek juga susah.
Kalau pas lagi Nadanya kesel atau moodnya gabagus juga.
Kalau pas dia lagi mau mau kalau pas lagi dia ga itu yaudah
masih semaunya dia gitu.” Lanjutnya.
Sering kali sang anak merasa malas untuk mengulangi
apa yang sudah pernah diajarkan. Namun penanganan anak
tunarungu ini ternyata tidaklah mudah. Perlu tingkat
kesabaran yang ekstra agar sang anak tetap manut untuk
diajarkan tentang suatu hal. “kalau dikerasin dia malah sama
kayak kita keras juga. Dia malah gitu juga malah gamau
sama sekali. Kuota sabarnya harus banyak banget. Harus
sampai Nadanya paham sekali. Nada juga suka munculin
gasuka marah marah gitu ya.”
Keterbatasan dalam hal pendengaran menjadi salah
satu faktor penyandang tuna rungu merasa berbeda dengan
manusia normal pada umumnya, seseorang yang mempunyai
fakor hambatan fisik akan lebih mudah tersinggung dan
tingkat emosi mereka jauh lebih tinggi dari pada manusia
normal pada umumnya.
Informan kedua, Ibu Nisa mengaku memiliki triger lain
dalam menyampaikan nilai-nilai Islam kepada anaknya,
Dillah. Perlu adanya visualisasi untuk menyampaikan suatu
hal pada anaknya. Entah itu dalam contoh gambar ataupun
gerakan.
67
“Jadi memang harus ada contohnya. Jadi misalnya saya
ngelarang nih, gaboleh itu harus ada contohnya kenapa
alasannya. Terus ditunjukin visualnya misalnya gambar terus
pokoknya bisa dilihatin.” Ujar Ibu Nisa.
Bahkan terkadang perlu juga adanya tambahan gerakan
agar pesan yang dimaksud dapat diterima dengan baik oleh
sang anak. “Jadi misalnya saya suruh salat tapi gapake
gerakan. Jadi nanti dia gatau kalau itu disuruh salat.
Kadang seperti itu. Tulisannya bagaimana pengucapannya
seperti apa gerakan visualnya tuh kayak gimana” perlu
adanya cara yang lengkap agar sang anak lebih mudah
memahami pesan. Hal tersebut sudah dilakukan Ibu Nisa
kepada anaknya sejak kecil.
“Kalau untuk anak tunarungu yang tanpa double
masalahnya, itu biasanya dia pinter. Kayak kalau Dillah ini
memang cuma tunarungu jadi kecerdasannya seperti kayak
anak anak normal jadi dia kalua untuk ngajarin sama aja sih
kayak ngajarin anak umum biasa. Lebih ke sering diulang
sering diajarin baru itu bisa.”
Menurut Ibu Nisa, sang anak memiliki tingkat
kecerdasan yang sama seperti anak dengan pendengaran
normal lainnya hanya saja memang keterbatasan
pendengaran yang membuat materi yang disampaikan perlu
adanya pengulangan secara terus menerus agar materi
tersebut dapat selalu diingat. Dan tentu perlu kesabaran yang
68
ekstra bagi sang Ibu. “Ibunya harus ekstra sabar
ngedampingin dia berulang-ulang. Paling itu aja.”
Metode yang dilakukan dua informan ini sepertinya
menggunakan metode drill untuk sang anak. Metode drill
merupakan suatu teknik atau cara mengajar dengan memberi
latihan secara berulang-ulang terhadap apa yang telah
diajarkan oleh guru sehingga memperoleh pengetahuan dan
keterampilan tertentu.2 Metode ini menekankan upaya
pembentukan pengetahuan, sikap dan keterampilan pada
proses pengulangan kegiatan atau perbuatan tertentu. Agar
pesan tersampaikan dengan tepat jadi perlu adanya
pengulangan.
Hampir sama dengan informan kedua, Ibu Eti selaku
informan ketiga pun menggunakan media khusus seperti
gambar atau visualisasi lainnya untuk menyampaikan suatu
hal pada anaknya, Reza.
“oh iya melalui gambar kak. Hmm ini kayak melalui
buku gitu kak. Kayak ada gambar dan tulisan-tulisan gitu.
Kan dia kalau denger kan gabisa kan, jadi dia melalui
gambar, baca. Alhamdulillah si dia udah mulai bisa baca,
baru bisa ngeja-ngeja aja” Selain dengan menggunakan
buku yang bergambar, Ibu Eti juga menggunakan media
televisi untuk membantu pemahaman yang lebih pada Reza.
2 Haryanto dkk. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Yogyakarta: FIP
UNY. h.40
69
“Selain dengan gambar mungkin dengan itu.. dia sih kayak
liat di TV gitu dia juga udah mulai paham.” Lanjutnya.
Ibu Eti mengaku bahwa anaknya cenderung cepat
menangkap suatu hal yang diajarkan. “Dia kalau sudah
diajarin sekali tuh langsung bisa. Apapun itu. Cara
menghapal gitu juga dia lebih cepet gitu. Alhamdulillah sih
dia emang kalau buat belajar semangat.” Dan Ibu Eti pun
mengaku bahwa jika sudah ada kemauan dari diri Reza
sendiri untuk mengaji “Kemauan dia sih kak kalau itu. Kalau
saya suruh juga mau sih”.
Informan keempat, Ibu Yeyen menyampaikan secara
singkat upayanya untuk menyampaikan nilai-nilai Islam pada
sang anak, Jaya. “Iya nunggu dia mood dulu kadang
mungkin karena dia cape kali ya kita ajarin dia belajar gitu
dia kan masih keras yah. Kadang dia suka cape gitu dianya.
Kalau udah cape ya udah males aja udah nyerah gitu suka
bilang pusing gitu”. Ibu Yeyen lebih memilih menunggu
kondisi pikiran sang anak membaik dahulu baru mencoba
menyampaikan nilai-nilai mengenai Islam.
“Oh emang mesti diulang ulang karena kalau ga
diulang-ulang dia suka ga paham kalau sekali dia ga paham.
Karena kita ngajarnya suka diulang-ulang perkata gitu.”
Dan tentunya dengan metode yang diualng-ulang juga agar
Jaya dapat lebih memahami pesannya.
70
Hampir sama seperti Ibu Yeyen, informan kelima, Ibu
Ani pun mengaku juga mengulang apa yang sudah
disampaikan sebelumnya. Karena menurut Ibu Ani, Sang
anak Nayla juga memiliki keterlambatan dalam memahami
sesuatu “Diulang ulang kalau anak seperti Nayla perlu
pengulangan. Dia lama untuk ininya ngertinya, untuk
menghafalnya dia lama makanya harus diulang-ulang terus.
Kalau dia udah bener bener hafal baru ke yang lainnya
gitu.”
B. Hambatan dalam Penyampaian Nilai-Nilai Islam dari
Orang Tua terhadap Anak Tunarungu
Setiap orang tua tentu menginginkan untuk dapat
berkomunikasi dengan anak tanpa adanya gangguan teknis
yang menghambat penerimaan pesan saat sedang bertukar
pesan antara satu sama lain baik itu perihal nasihat atau
arahan pada anak maupun dalam penyampaian nilai-nilai
mengenai agama kepada sang anak. Bagi orang tua dengan
anak normal pada umumnya pun kendala saat berkomunikasi
dengan anak kerap terjadi. Salah persepsi, nada bicara yang
telalu tinggi saat marah, dan lain sebagainya terkadang
membuat orang tua kesulitan untuk memberikan pesan pada
anak. Kesulitan tersebut menjadi lebih besar bagi orang tua
yang memiliki anak dengan keterbatasan dalam mendengar
atau tunarungu. Orang tua harus berusaha lebih keras dalam
meyampaikan pesan terhadap anak mereka, berbagai cara
71
dilakukan orang tua, namum tetap saja kendala dalam
berkomunikasi masih ditemui.
Keterbatasan pemahaman anak serta kecakapan orang
tua dalam memberikan cara yang mudah untuk di terima oleh
sang anak menjadi faktor penghambat yang sering terjadi
saat orang tua mencoba menyampaikan pesan. Dalam
melaksanakan proses komunikasi antarpribadi dalam
menyampaikan nilai-nilai Islam memang sering kali
menemukan kendala yang dihadapi oleh orang tua dalam
komunikasi yang berlangsung. Informan pertama (Ibu Erni)
menjelaskan bahwa perkataan yang diucapkan anaknya
seringkali kurang jelas sehingga susah untuk dipahami.
“Kalau penghambatnya itu kak hmm kalau kosa kata
dari Nadanya belum jelas. Nada berkata apa gitu kak. Coba
deh Nada menggambar atau kalau engga pakai isyarat. Atau
kalau engga Nada suka ngejelasinnya “waktu kemarin
kakak..” dia ngejelasin gitu kak kalau kosa katanya yang dia
sudah bisa dia ngejelasin. Oh iya baru kita nyampe ke
maksudnya Nada.”
Tidak hanya dari satu sisi, karakter anak pun juga dapat
menghambat orang tua dalam berkomunikasi dengan anak.
Seperti misalnya saat sang anak sedang tidak dalam keadaan
nyaman atau ngantuk, orang tua pun mulai kewalahan dalam
menanganinya. Seperti percakapan lanjutan dari Ibu Erni
72
“Terhambatnya lagi paling kalau Nada sudah keluar
‘kekeh’nya,kalau sudah keras harus dijelasin sampai
mendetail sampe kadang marah-marah juga kak. Dia juga
suka minta apa yang dia pengen gitu ya kak. Terus dibilang
besok beli deh. Jadi kayak dia mengeluarkan ancaman,
jurusnya gitu kak. “gamau salat” katanya. Pokonya harus
betul betul buat Nada paham gitu ya kak.”
Hambatan lain dirasakan oleh informan kedua yaitu Ibu
Nisa yang mana mengungkapkan bahwa durasi belajar anak
tunarungu memiliki perbedaan dengan anak normal lainnya.
Seperti yang diungkapkan Ibu Nisa pada saat wawancara:
“Paling kalau anak tunarungu tuh durasi jam
belajarnya. Dia gak bisa lama. Gabisa lebih dari satu jam.
Kalau moodnya dia bagus bisa sering dalam sehari tapi
kalau moodnya ga bagus sama sekali dalam sehari tuh dia
gamau.” Ketergantungan pada emosi dan tingkat kestabilan
anak pun sangat berpengaruh bagi orang tua dengan anaknya
yang penyandang tunarungu. Untuk menyampaikan nilai-
nilai keislaman pun perlu adanya effort serta reward dari
orang tua.
“Terus harus ada rewardnya juga misalnya ‘bang
kalau udah selesai udah hafal nanti dikasih hadiah’ nah jadi
dia semangat. Kita sering puji dia nanti kalau dia ngelakuin
kesalahan jangan sekali kali marahin dia karena sakit hati
73
dia tuh lama. Karena dia ngerasa minder. Karena kalau
mara-marahjuga percuma dia gak ngerti.” Lanjut Ibu Nisa
Namun ternyata tidak hanya itu saja, ada factor
penghambat lain bagi Ibu Nisa untuk berkomunikasi dengan
anaknya dan hambatan tersebut kurang lebih sama seperti
yang dirasakan Ibu Erni yaitu keterbatasan pemahaman anak
mengenai penjelasan orang tua.
“Ya kadang dari orangtua itu kan kadang kalau kita
menjelaskan apa, anak suka ga paham maksud dari kita.
Makanya kenapa orang tua pun perlu banyak belajar tentang
bahasanya si anak. Atau biasanya orangtua itu punya
Bahasa isyarat sendiri terhadap anaknya” Ibu Nisa pun juga
memiliki Bahasa isyarat sendiri dengan sang anak meski
begitu, Ibu Nisa tetap mempelajari BISINDO dan SIBI
karena untuk menyesuaikan pemahaman sang anak.
Keterbatasan orang tua untuk mengajarkan atau
mungkin menyampaikan nilai-nilai Islam kepada anak salah
satunya adalah karena kurangnya guru ngaji khusus untuk
penyandang tunarungu. Para orang tua begitu kesulitan
mengajarkan ngaji pada sang anak yang menyandang
tunarungu karena adanya keterbatasan Bahasa yang dimiliki.
Seperti yang diungkapkan oleh informan ketiga, Ibu Eti yang
mengaku kesulitan untuk mengajarkan nagji kepada sang
anak. Sejak kecil, Ibu Eti hanya mengajarkan Reza, sang
anak seadanya untuk hal mengaji ini.
74
“Iyasih banget. Susah banget kak. Kita kan gangerti
Bahasa arab pakai Bahasa Isyarat kita kan ga ngerti.
Pengennya sih saya juga belajar Bahasa isyarat arab
tentang ini tentang Alquran ini. Kayanya harus kayak gitu
kak cuman belum ngerti kan. Kan Bahasa nya yang buat kita
ucapin ke dia itu susah jadi bingung jadi orang tua”
Ibu Eti bercerita bahwa anaknya saat ini sudah mulai
malu untuk belajar mengaji diluar rumah bersama teman-
temannya. Jadi sekarang hanya Ibu Eti yang memungkinkan
untuk mengajarkan Reza mengaji. Meskipun merasa sering
kebingungan untuk mengajarkan anaknya namun Ibu Eti
tetap berusaha “Sebenernya bisa, tapi kurang ngerti kalau
untuk ngaji gitu kak. Dia tau alif itu A gitu cuman kan kita
kan kesananya kita juga bingung.” Lanjutnya.
Kendala yang sama juga dirasakan oleh informan
keempat, Ibu yeyen. Ibu Yeyen mengaku sudah mengajarkan
nilai islam yaitu ibadah solat pada anaknya, Jaya. Namun
untuk mengaji Ibu Yeyen belum sama sekali mengajarkan.
Hanya saja Jaya sudah bisa melafalkan doa doa harian karena
Ibu yeyen pun menerapkan hal tersebut setiap harinya
sebelum makan dan sebelum tidur. Meskipun Jaya belum
bisa melafalkannya dengan fasih namun Ibu yeyen tetap
mengajarkannya.
“Hmm iya kalau ngaji belum soalnya disini kan temen-
temennya orang normal semua jadi kan paling ngaji cuma
75
ngeliatin doing gaikut baca cuma ngeliat doang. Pernah
ikut-ikutan temennya ngaji tapi cuma ikut nyaksiin doang.
Nyaksiin temen temennya ngaji terus dia ga ngaji diem diem
doang begitu. belum tau tempat khusus buat ngaji anak anak
tunarungu itu dimana.”
“Paling kemaren kan dapet buku yang buku iqro itu.
Tapi paling saya suruh liatin doang ini huruf A Ba Ta, tapi
dia masih bingung. Bingungnya tuh susunannya. Kan dapet
buku pedoman-pedoman agama saya unjukin cuma dia
masih bingung aja megangin kepala, ga ngerti dia gimana
caranya.” Ibu Yeyen mengaku sudah mendapatkan iqro
namun belum paham gimana cara mengajarkannya pada
Jaya.
“Kalau orang tuli kan saya masih bingung cara
pengajaran nilai-nilai agamanya tuh dengan metode apa.
Apa yang kira-kira dia paham. Saya masih nyari-nyari tapi
kadang-kadang jaya tuh kalau suka kita ajarin nilai-nilai
agama suka ga paham. Jadi kadang dengan cara SIBI dan
juga kita ga paham sama reaksi gerakannya dia juga
kadang-kadang ga paham kadang saya juga ga paham. Jadi
kayak bentrok gitu.” Lanjut Ibu Yeyen. Saat ini beliau sangat
ingin adanya guru mengaji khusus anak tunarungu untuk
dapat mengajarkan anaknya mengaji, minimal iqro saja dulu
supaya lebih lagi pemahaman sang anak mengenai ajaran
Islam.
76
Masih sama seperti narasumber sebelum-sebelumnya,
Ibu Ani selaku informan kelima pun mengungkapkan
hambatan yang dialaminya kepada Nayla anaknya adalah
mengenai penyampaian pesan yang belum tentu dimengerti
oleh anaknya. Bu ani mengaku masih bingung
menyampaikan secara detail mengenai ajaran ajaran islam.
“Seumpamanya gini.. Nabi. Dia kan belum ngerti
bener soal Nabi gini gini, cara penyampaiannya itu susah
padahal kan kemarin dikasih buku 25 Nabi untuk
mengajarinya tuh bingung gimana caranya biar paham gitu
loh. Iyaa menyampaikannya” Ibu Ani menceritakan
kesulitannya menyampaikan perihal 25 Nabi kepada Nayla.
Ibu Ani khawatir akan sampai tidaknya pesan kepada
anaknya, dan apakah anaknya bisa paham mengenai hal
tersebut.
Dari uraian diatas maka dapat diketahui, bahwa dalam
melaksanakan proses komunikasi interpersonal untuk
menanamkan nilai – nilai yang terkandung dalam ibadah
sholat, sering dijumpai kendala- kendala yang dihadapi oleh
orang tua dalam komunikasi yang berlangsung, antara lain:
1. Sulit untuk memahami
Kemampuan anak yang masih kurang dalam
menerima suatu informasi, memerlukan tingkat
kesabaran yang tinggi pada orang tua dalam mendidik
anak. Tidak mudah mengajarkan anak yang masih belia
77
apalagi mengenai nilai-nilai keislaman. Tentunya orang
tua dituntut untuk lebih bisa sabra dalam menghadapi
tingkah laku sang anak dan mengajarkan dengan cara di
ulang terus menerus agar tidak mudah lupa.
2. Emosi yang belum stabil
Usia 10-13 tahun mungkin belum bisa dinamakan
usia stabil, untuk itu tingkat emosinya pun juga masih
belum stabil. Mereka biasanya melakukan hal-hal yang
mereka inginkan sesuka hati mereka dan
berkemungkinan besar untuk sulit dilarang. Ketika orang
tua hendak mengajarkan anaknya dan mereka tidak mau
maka alangkah lebih baik untuk tidak memaksakannya.
Karena suatu hal yang dipaksakan tentu tidak akan
berakhir baik.
3. Asik dengan dunianya
Banyak orang tua terkadang mengeluh ketika
anaknya “ogah-ogahan” apabila diajak belajar. Atau
mungkin ketika anaknya lebih senang bermain gadget
ketimbang belajar. Orang tua harus mampu meberikan
pengertian pada anak agar mampu menyeimbangkan
nilai-nilai belajarnya dengan kegiatan sehari-hari. Tapi
tetap tanpa pemaksaan.
78
C. Model Komunikasi Total Yang Dilakukan Orang Tua
dalam Menyampaikan Nilai-Nilai Islam
Komunikasi antarpribadi menjadi proses komunikasi
yang sangat lazim dilakukan oleh semua orang. Begitu juga
dengan penyandang tunarungu. Tidak sama seperti saat
melakukan interaksi dengan anak normal lainnya, orang tua
harus memiliki cara yang sedikit berbeda saat melakukan
komunikasi dengan anak tunarungu. Hal ini lah yang
mendorong orang tua membuat atau menciptakan bentuk
komunikasi yang sedikit berbeda agar pesan yang diberikan
dapat diterima oleh anak tunarungu dengan baik. Komunikasi
yang berbeda tersebut dimaksudkan untuk memudahkan
penyampaian pesan antara dua orang pembicara agar pesan
yang ingin disampaikan dapat tersampaikan dengan baik.
Hal tersebut juga dilakukan oleh informan penelitian,
dimana para orang tua menggunakan bahasa isyarat atau
bahkan mungkin gerakan khusus yang hanya di mengerti
oleh sang ibu dan anaknya. Pada umumnya penyandang
tunarungu dapat berkomunikasi dengan sesam penyandang
tunarungu maupun orang lainnya menggunakan Bahasa
isyarat yang sudah ada seperti SIBI dan BISINDO,
penggunaan bahasa isyarat ini biasanya hanya menggunakan
gerakan tangan untuk memperjelas arti dari kalimat yang
disampaikan.
79
Dan setelah diteliti, beberapa informan memang tetap
menggunakan komunikasi verbal terhadap anaknya karena
mengikuti apa yang telah diajarkan disekolah sang anak.
Juga untuk melatih agar sang anak bisa bicara seperti pada
umumnya. Seperti yang disampaikan oleh informan pertama
(Ibu Erni):
“kalau dari sekolah (Santi Rama) harus pakai verbal
biasa kayak kita, karena tetap diusahakan bisa bicara. Kalau
udah mentok banget gitu baru dibantu sama isyarat jadi
kalau ada bahasa yang Nada belum paham baru pakai
isyarat. Tetapi kalau kosa kata yang sudah umum sudah
paham tapi pakai gerak bibir yang jelas. Kalau yang
dipegang itu untuk huruf huruf tertentu saja gitu misalnya S
atau M gitu kak” 3
Ibu Erni juga menyampaikan bahwa dalam
menyampaikan kalimat menggunakan bibir harus dilakukan
dengan perlahan sambil sang anak meraba dan menyentuh
bibir Ibunya namun hanya untuk huruf-huruf tertentu saja
misalnya huruf “S” atau pun “M”
Berbeda dengan Ibu Erni, informan kedua, Ibu Nisa
cenderung menggunakan campuran antara SIBI dan
BISINDO ketika berkomunikasi dirumah. Mulai dari kata-
kata yang ringan untuk dipahami sampai kalimat yang cukup
panjang. Dan Ibu Nissa sendiri mengaku sering membuat
3 Wawancara Pribadi dengan Ibu Erni (15 Juni 2020 pukul 16.00)
80
Bahasa isyarat sendiri untuk Dillah agar pesan lebih mudah
dipahami oleh sang anak.
“jadi kadang kan gini ni. Saya udah bikin Bahasa
isyarat saya sama dia tapi begitu saya belajar bisindo atau
Bahasa isyarat lain tuh beda. Terus kadang sama yang
disekolah juga beda kan tuh, disekolah SIBI kalau sehari
hari biasanya bisindo”4
Sama halnya dengan Ibu Nisa, ibu Eti pun memilih
menggunakan “Bahasa ibu” untuk menyampaikan sekaligus
menerapkan nilai-nilai islam pada Reza, anaknya. “ Sebisa
anak kita aja pahamnya gimana gitu jadi kita ajarin aja
kayak gitu.” 5Ujar bu Eti saat ditanya mengenai bagaimana
cara menyampaikan nilai-nilai Islam pada sang anak. Karena
menurutnya, menggunakan “Bahasa ibu” untuk
berkomunikasi pada anaknya yang penyandang tunarungu
lebih mudah dipahami oleh Reza meskipun Reza juga sudah
paham menggunakan SIBI atau BISINDO.
Penggunaan bahasa ini dapat meminimalisir kesalahan
persepsi antara kedua belah pihak, namun tidak sedikit orang
tua yang memiliki anak penyandang tunarungu kurang
mengerti dan baru mngetahui mengenai adanya bahsa isyarat
ini, sehingga belum bisa mengaplikasikannya pasa saat
sedang berbicara dengan anak. Kondisi anak yang seperti ini
membuat orang tua melakukan berbagai penyesuaian untuk
4 Wawancara Pribadi dengan Ibu Nisa (15 Juni pukul 17.00) 5 Wawancara Pribadi dengan Ibu Eti (16 Juni pukul 14.27)
81
dapat melakukan komunikasi dengan anaknya tanpa adanya
missunderstanding yang dapat mempersulit penyampaian
pesan.
Sedikit berbeda dengan ketiga informan sebelumnya,
Ibu Yeyen selaku informan keempat yang memiliki anak
penyandang tunarungu terlihat lebih “cuek” mengenai
Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dengan
anaknya, Jaya, di kesehariannya. Keterlambatan mengetahui
anaknya memiliki gangguan pada pendengarannya mungkin
merupakan salah satu factor dimana Ibu Yeyen sampai saat
ini hanya menggunakan bahasa bibir untuk berkomunikasi
dengan Jaya.
“Iya jadi saya belum 100 persen tuh hapal gerakan
gerakan gerakan SIBI paling dengan Bahasa bibir doang
saya mengerti. Iya kadang saya dirumah juga baca gerakan
tangan sama mulut hehehe yang sering saya utamain liat
mulut saya sering disuruh ngeliatin Jaya mulu. Jaya suruh
liat mulut saya apa yang saya ucapkan”6
Memang terlihat Ibu Yeyen hanya berkomunikasi
seadanya dengan jaya menggunakan Bahasa isyarat seadanya
karena menurutnya yang penting Jaya paham mengenai apa
yang dimaksud dan pesan tersampaikan. Dan memang lafal
pengucapan yang dilakukan Ibu Yeyen cukup jelas untuk
dapat dimengerti oleh Jaya, sang anak.
6 Wawancara Pribadi dengan Ibu Yeyen (16 Juni 2020 pukul 16.00)
82
Hampir sama seperti informan keempat Ibu Yeyen,
informan kelima Ibu Ani orang tua dari anak penyandang
tunarungu bernama Nayla hanya sebatas menggunakan
Bahasa isyarat BISINDO ketika berkomunikasi dengan
anaknya. Ketika ditanya mengenai bahasa apa yang Ibu Ani
dan anaknya terapkan dirumah, Ibu Ani menjawab
“Menggunakan bahasa isyarat BISINDO”7 Ibu Ani
percaya bahwa apa yang ia sampaikan dengan pelan-pelan
pasti Nayla akan mengerti pesan yang dimaksud oleh Ibu Ani
tersebut.
7 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ani (17 Juli 2020 pukul 09.30)
83
BAB V
PEMBAHASAN
A. Proses Penyampaian Orang Tua Mengenai Nilai-Nilai
Islam kepada Anak Tunarungu
Pendidikan mengenai agama islam merupakan
pendidikan yang berdasarkan atas Al-Qur’an dan Hadist,
yang mana menjadi hal yang begitu penting untuk
ditanamkan pada anak-anak sedini mungkin. Hal ini tidak
terkecuali bagi anak tunarungu yang memiliki keterbatasan
dalam pendengarannya, guna membantu mereka
menumbuhkan motivasi dalam menjalani hidup dengan
keterbatasan yang dimilikinya. Penanaman nilai kegamaan
adalah suatu cara untuk menyampaikan, menerapkan atau
menyumbangkan suatu nasehat yang dilakukan orangtua
terhadap anaknya agar dapat menjalani semua perintahNya
dan menjauhi diri dari segala laranganNya dengan
berpedoman kepada semua ajaran-ajaran Rasulullah SAW.
Keluarga merupakan wadah komunikasi yang paling
kecil dibandingkan lainnya. Kegiatan komunikasi yang
paling efektif adalah komunikasi yang dilakukan oleh
anggota keluarga terutama orang tua karena proses
komunikasi ini disamping memberikan rasa saling peduli
antar anggota keluarga juga dapat membentuk keeratan batin
antar anggota keluarga. Melalui komunikasi inilah orang tua
84
mengajarkan dan mendidik anak-anak nya dengan ilmu
pengetahuan dan juga nilai-nilai mengenai ilmu agama.
Melalui hasil penelitian ini, ketika ditanya mengenai
nilai-nilai islam apa saja yang pertama kali disampaikan
kepada anaknya yang memiliki keteratasan pendengaran, Ibu
Erni selaku informan pertama menjelaskan bahwa ia sebagai
orang tua mengikuti ajaran yang telah sekolah ajarkan
sebagai acuan untuknya mengajarkan nilai-nilai Islam kepada
sang anak.
Sebelum Ibu Erni menyekolahkan sang anak ke
sekolah khusus tunarungu, Ibu Erni belum menyampaikan
nilai-nilai islam secara mendetail karena sang anak pun
masih sangat belia dan Ibu Erni belum terlalu memahami
bagaimana cara menyampaikan nilai-nilai islam tersebut
pada sang anak. Bagi Ibu Erni saat anaknya masuk sekolah
merupakan titik terang dimana Ibu Erni mendapatkan banyak
edukasi mengenai bagiamana cara berkomunikasi terhadap
sang anak yang memiliki keterbatasan dalam pendengaran.
Dalam mengajarkan atau menyampaikan nilai-nilai
tentang islam, orang tua berpikir sederhana, tidak menuntut
anak memahami agama terlalu tinggi, yang penting anak
terbiasa menerapkan agama di kehidupan sehari-hari sesuai
yang telah diterapkan juga disekolah sang anak. dirumah
diikutin sehari hari. Salat, kata ibu guru disekolah sang anak
85
juga kalau disekolah sama dirumah ngga nyambung juga
tidak akan berkembang anaknya.
Bagi Ibu Erni dalam menyampaikan nilai-nilai
keislaman pada sang anak memang tidak ada teknik yang
dikhususkan, hanya saja perlu pengulangan berkali-kali
sehingga pesan Pihak sekolah sendiri pun menekankan
semua pengajaran kepada orang tua jadi memang orang tua
memiliki pran penting dalam penyampaian nilai-nilai islam
pada sang anak seperti yang diungkapkan juga oleh Ibu Erni,
Anak tunarungu sesuai kondisinya banyak mengalami
hambatan dalam berkomunikasi. Mereka kurang atau tidak
dapat menyampaikan pesan kepada orang lain secara
langsung. Diperlukan adanya pendekatan-pendekatan yang
lain dalam berkomunikasi dengan anak tunarungu. Selama
ini anak tunarungu mengandalkan ondera penglihatan dan
sisa pendengarannya dalam menangkan dan mengartikan
kejadian disekelilingnya. Kemampuan dalam
mengungkapkan atau mengespresikan perasaan dan gagasan-
gagasannya secara verbal masih kurang cukup memadai.
Pendekatan komunikasi total merupakan pendekatan yang
dilakukan oleh beberapa narasumber kepada sang anak yang
memiliki keterbatasan dalam pendengaran.
Dalam memberikan pendidikan agama islam pada anak
disabilitas utamanya pada anak tunarungu yang mengalami
hambatan pendengaran pasti dibutuhkan suatu metode ada
86
cara khusus dalam berkomunikasi. Komunikasi total
merupakan suatu sistem komunikasi yang dilakukan dengan
cara memanfaatkan sisa pendengaran (aural), menggunakan
isyarat dan ejaan jari (manual) yang divisualisasikan, serta
membaca ujaran dan bicara (oral) yang mana dalam
prosesnya melibatkan komponen reseptif (membaca tulisan,
ujaran, isyarat, ejaan jari dan gestur/mimik) dan komponen
ekspresif (berbicara, berisyarat, ejaan jari, menulis dan
gestur/mimik) yang keduanya dilakukan secara interaktif.1
Dengan menggunakan komunikasi total akan sangat fleksibel
bagi anak tunarungu karena dapat memilih dan menggunakan
bentuk serta cara berbahasa nampak menonjol.
Prinsip-prinsip dalam penerapan komunikasi total bagi
anak tunarungu adalah sebagai berikut:
1. Diperkenalkan sejak awal kehidupan anak
2. Melibatkan komponen-komponen gerak isyarat
(gesture), Bahasa isyarat, membaca ujaran, ejaan jari,
berbicara, membaca dan menulis.
3. Pemanfaatan sisa pendengaran melalui latihan
mendengar dan penggunaan Alat Pembantu Mendengar
(hearing aid)
Beberapa hal tersebut yang merupakan prinsip-prinsip
pendekatan komunikasi total dalam pendidikan para
penyandang tunarungu yang tengah berkembang. Begitu pun
1 Bunawan, L., & Yuwati, C. S. 2000. Penguasaan Bahasa Anak
Tunarungu. Jakarta: Yayasan Santi Rama. h.7
87
yang dilakukan oleh Ibu Nisa yang juga memperlihatkan
komunikasi total kepada sang anak dalam proses
penyampaian nilai-nilai Islam. Nilai islam yang pertama kali
Ibu Nisa sampaikan kepada anaknya adalah tentang salat
ketika anaknya masuk Sekolah Dasar (SD) karena sudah
dapat gambaran bagaimana cara menyampaikannya pada
sang anak lalu setelah itu Ibu Nisa lanjutkan ke pembiasaan
dirumah.
Lalu setelah mengajarkan salat, Ibu Nisa pelan-pelan
mulai mengajarkan mengenai surah pendek ketika anaknya
sudah mulai bisa membaca. Menyampaikan dengan
visualisasinya adalah cara jitu bagi Ibu Nisa. Pakai suara iya,
pakai gerakan tangan juga iya. Misalnya kayak puasa,
gaboleh makan. (menirukan gerakan isyaratnya) jadi lebih ke
visualisasi. Dikasih liat jam nya. Jadi menjelaskannya ini dia
melihat secara langsung oh seperti ini. Antara ucapan dan
kenyatannya.2
Lalu contoh lain pun diungkapkan oleh Ibu Nisa, perlu
adanya contoh yang ditunjukkan kepada sang anak. Memberi
alasan yang logis dan dapat dimengerti sang anak. Cara
lainnya adalah dengan menunjukan visual sebab akibat yang
akan dialami sang anak.
2 Wawancara Pribadi dengan Ibu Nisa (15 Juni pukul 17.00)
88
Pendekatan komunikasi total yang dilakukan oleh Ibu
Nisa adalah dengan pedekatan oral kinestetik, yaitu suatu
pendekatan oral atau lisan yang mengandalkan membaca
ujaran, peniruan melalui visualnya. Di dalam pendekatan ini
tidak memanfaatkan aspek atau sisa pendengaran yang masih
dimiliki anak. Pendekatan dengan tulisan pun kerap kali
digunakan Ibu Nisa untuk mengajarkan lafadz-lafadz al-
quran seperti surat surat pendek. Pedekatan tersebut
dinamakan pendekatan oral grafik yaitu termasuk pendektan
oral yang menggunakan tulisan sebagai media utama dalam
mengembangkan kemampuan berbahasa oral. Anak-anak
penyandang tunarungu masih memiliki kemampuan
menyimak data yang dikemukakan secara serempak,
kekampuan inilah yang dimanfaatkan untuk menyajikan
Bahasa secara tertulis sebagai pengganti Bahasa lisan. 3
Jika diterapkan dan digunakan dengan baik,
komunikasi total ini memiliki keuntungan yang dapat dilihat
dari segi konsep, pedagogis, sosial dan psikologis sebagai
berikut:4
4. Konsep
Kaum tunarungu sebagai makhluk sosial dan
individual dapat melakukan komunikasi dengan
3http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195705
101985031 diakses pada Selasa 18 Agustus 2020 pukul 11.30 WIB 4 Mugiarsih Ch. Widodo, Perbedaan Media Komunikasi Total dan Oral
terhadap Keterampilan Mmebaca dan Menulis Siswa di Kelas 1 Sekolah Luar Biasa BagianTunarungu, Depok: Universitas Indonesia, 1995, hlm. 41-42
89
masyarakat dengan menggunakan berbagai isyarat
komunikasi yang mungkin seperti dengan cara aural,
oral atau manual
5. Pedagogis
Dengan menerapkan komunikasi total, siswa
tunarungu memperoleh kesempatan yang lebih luas
untuk berkembang dalam segi mental, emosional dan
sosial
6. Sosial
Dengan menerapkan komunikasi total, siswa
tunarungu memperoleh kesempatan yang lebih luas
dalam berkomunikasi dan mengekspresikan diri
sehingga dapat dimengerti oleh orang lain. Dengan
demikian, ia mampu menanggapi lingkungan secara
memadai dan dapat menjalankan fungsi sosialnya secara
lengkap
7. Psikologis
Komunikasi total menumbuhkan kepercayaan diri,
menetralisasi masalah-masalah emosional dan
mengembangkan pribadi siswa tunarungu secara sehat.
Dengan begitu komunikasi total memiliki banyak
manfaat bagi anak tunarungu. Komunikasi total bukan hanya
bermanfaat untuk psikologis atau pendidikan anak tunarungu
namun juga dapat menambah kepercayaan diri anak
tunarungu untuk berkomunikasi dengan orang banyak.
90
Komunikasi total ini juga menambah wawasan dan
penguasaan kosakata yang dimiliki anak tunarunfu karena
memanfaatkan penggunaan dua system Bahasa dalam satu
komunikasi.
Sama hal nya yang di lakukan oleh Ibu Eti terhadap
anaknya Reza dalam menyampaikan nilai-nilai Islam. Nilai
islam pertama yang disampaikan Ibu Eti terhadap sang anak
pun pengenalan mengenai salat yang merupakan rukun islam
kedua. Selain salat, mengaji pun pelan-pelan mulai
disampaikan oleh Ibu Eti ketika Reza memasuki usia taman
kanak-kanak.
Namun seiring berjalannya waktu, pelan-pelan Ibu Eti
mulai menyampaikan nilai-nilai lain seperti akhlak terpuji
dan akhlak tercela. Metode yang dilakukan Ibu Eti kepada
sang anak ini selain menggunakan Bahasa isyarat Bahasa
ibu, juga dengan media gambar maupun tulisan.
Gambar. 5.1
Orang tua mengajarkan ngaji melalui metode gambar
91
Memang ada beberapa media yang dapat dijadikan
alternative untuk mengembangkan ketrampilan membaca
bagi anak tunarungu, seperti:
1. Alat untuk rangsangan visual: buku, cermin, lampu,
gambar-gambar, kartu identifikasi, alat control sengau
dan pias kata.
2. Alat untuk rangsangan auditoris: speech trainer, ABD
klasikal dan ABD individual
3. Alat untuk rangsangan vibrasi: vibrator dan sikat getar
4. Alat untuk latihan pernafasan: lilin, kipas, parfum,
peluit, saluran kayu dengan bola pimpong, gelembung
air sabun
5. Alat untuk pelemasan: kue kering, permen bertangkai,
madu, dll
Metode “Bahasa ibu” ini dapat termasuk dalam metode
maternal reflektif yang termasuk dalam salah satu metode
yang ada pada komunikasi total. Metode percakapan
maternal reflektif merupakan suatu cara atau proses
pemberian pengalaman belajar berbahasa lisan yang
mengadopsi cara-cara seorang ibu dalam memberikan
pemrolehan berbahasa kepada anaknya yang belum mulai
berbahasa melalui percakapan. Langkah-langkah metode
maternal reflektif yaitu melakukan percakapan, melakukan
visualisasi dan pembuatan deposit. Kata yang
divisualisasikan baik melalui tulisan maupun melalui
92
penjelasan lisam, gesti-gesti, peragaan-peragaan, isyarat
(SIBI atau BISINDO) dll sehingga terhadi pemahaman
terhadao makna yang muncul.
Menurut Hermanto metode maternal reflektif ini adalah
metode yang menirukan cara atau metode ibu yang
mengajarkan Bahasa kepada anaknya, secara umum
dilakukannya secra spontan dan alamiah dengan penuh kasih
sayang, kehangatan, empati-simpati dan menggunakan
Bahasa ringan sehari-hari. 5Metode ini dapat disebut juga
metode psikolinguistik yang diterapkan untuk mengajarkan
Bahasa kepada anak tunarungu dengan tekanan pada
berlangsungnya percakapan yang dilakukan secara alamiah
melalui metode tangkap peran ganda dengan menggunakan
Bahasa ibu atau Bahasa batin dan menuntut agar anak secara
bertahap dalam menentukan aturan bahasanya sendiri.
Menurut A Van Uden dalam Lani Bunawan
menyatakan bahwa berdasarkan prinsip-prinsip mengenai
Metode Maternal Reflektif, maka komposisi dari visualisasi
percakapan dan bahan bacaan harus memenuhi beberapa
ketentuan, pada garis besarnya ketentuan-ketentuan tersebut
adalah sebagai berikut:6
5 Hermanto S. Penguasaan Kosa Kata Anak Tunarungu dalam
Pembelajaran Membaca Melalui Penerapan Metode Maternal. Majalah
Pembelajaran Ilmiah. No.2 Yogyakarta:FIP UNY 2011 h.126 6 Bunawan, L., & Yuwati, C. S. Penguasaan Bahasa Anak Tunarungu.
Jakarta: Yayasan Santi Rama. 2000 h. 73
93
1. Hanya menggunakan Bahasa yang sangat lazim dan
sesuai dengan kekampuan anak tunarungu dan tidak
diprogramkan
2. Lebih baik menggunakan kalimat langsung
3. Menggunakan ungkapan Bahasa dari kehidupan sehari-
hari
4. Baik juga disisipkan kalimat majemuk atau
memperkenalkan “Bahasa bacaan” yang sebenarnya
5. Urutan dalam kalimat bacaan adalah tidak perlu selalu
menggunakan bacaan logis atau kronologis
6. Memutuskan unsur penguasaan, pernyataan, sikap
keraguan, hubungan social dan sebagainya.
Selain itu, penerapan metode maternal reflektif sebagai
inti kajian ini tentu juga memerlukan komitmen untuk
melaksanakan langkah- langkah yang diformulasikan dalam
pembelajaran membaca ujaran dengan menggunakan metode
maternal reflektif tersebut, diantara lain adalah:
1. Langkah pertama dalam metode maternal reflektif yang
harus dikuatkan pada anak adalah kemampuan
percakapan. Kemampuan percakapan ini dilakukan agar
anak tunarungu mau mengekspresikan kepada oranglain
secara spontan-emosional dan empati.
2. Langkah berikutnya pada kemampuan visualisasi
merupakan kemampuan yang sangat penting dilakukan
kepada anak tunarungu. Kemampuan visualisasi adalah
94
proses mengalihkan peran pendengaran ke dalam bentuk
yang dapat dilihat yaitu isi percakapan dituliskan di
papan tulis.
3. Langkah terakhir yang penting yaitu deposit yang
disusun dari hasil percakapan menjadi sebuah bacaan.
Deposit bagi anak tunarungu adalah proses penting
dalam proses penambahan kosa kata pada anak
tunarungu. 7
Penguasaan Bahasa ibu ditandai oleh suatu otomatisasi,
bukan hanya dalam memproduksi kalimat atau pengutaraan
diri dalam Bahasa tersebut melainkan pula dan mungkin ini
adalah hal terpenting menurut Van Uden, pemahaman atas
kalimat atau ungkapan dalam Bahasa itu. Pemahaman secara
langsung ini berlaku baik melalui pendengaran (menyimak)
maupun membaca, dan bagi anak tunarungu yang dididik
secara oral melalui membaca ujaran. Bila anak tunarungu
mempelajari Bahasa kedua setelah penguasaan Bahasa ibu
maka pemahaman itu terjadi secara tidak langsung, yaitu
sedikit banyak melalui terjemahan dari Bahasa ibu. Istilah
Bahasa ibu digunakan untuk menunjuk pada Bahasa kedua
yang dipelajari seseorang terutama secara formal pada awal
terlihat asing namun setelah beberapa waktu adalah sebuah
7 Hermanto S. Penguasaan Kosa Kata Anak Tunarungu dalam
Pembelajaran Membaca Melalui Penerapan Metode Maternal. Majalah Pembelajaran Ilmiah. No.2 Yogyakarta:FIP UNY 2011 h.128-129
95
otomatiasi sehingga dapat melangsungkan percakapan
dengan cukup lancar. 8
Jadi, dengan menggunakan cara komunikasi isyarat
akan terpenuhi proses perkembangan bahasa yang sama
seperti cara komunikasi dengan bicara. Kita perlu menyadari
akan adanya perbedaan antara bahasa dan komunikasi.
Berbagai cara komunikasi dapat digunakan agar terjadi
penguasaan bahasa yang sama, walaupun cara bicara
merupakan cara komunikasi yang paling efektif, dan kita
perlu menyadari bahwa untuk anak yang mengalami
kehilangan kemampuan mendengar berat kemampuan
berbahasanya tidak akan berkembang tanpa menggunakan
isyarat. Jadi isyarat dapat digunakan sebagai media dalam
meningkatkan kemampuan berbahasanya, termasuk untuk
meningkatkan kemampuan berbahasa lisannya.
Menurut penjelasan Ibu Yeyen mengenai nilai islam
yang pertama kali disampaikan kepada sang anak lagi-lagi
adalah mengenai salat dan berwudhu. Visuaisasinya adalah
dengan mengajak sang anak ikut salat ke musola. Sejak
anaknya memasuki kelas 1 sekolah dasar, Ibu Yeyen mulai
mengenali sang anak dengan salat melalui ajakannya ke
musola. Terusnya. Setelah digali lebih dalam, Ibu Yeyen pun
menerapkan doa-doa harian kepada sang anak untuk
diterapkannya sebelum atau setelah melakukan sesuatu.
8 Bunawan, L., & Yuwati, C. S. Penguasaan Bahasa Anak Tunarungu.
Jakarta: Yayasan Santi Rama. 2000 h.74-75
96
Seperti kalau mau makan diutamakan utamakan untuk
berdoa, lalu ketika mau tidur jangan lupa berdoa.9
Kebingungan seringkali membuat Ibu Yeyen tidak tahu
harus bagaimana menyampaikan nilai-nilai islam pada sang
anak. Cara berkomunikasi Ibu Yeyen dengan sang anak ini
membuat nya perlahan mengetahui cara-cara untuk
menyampaikan nilai-nilai Islam pada sang anak. Ketika
dirumah Ibu Yeyen terkadang meminta anaknya untuk
membaca gerak mulut dan membaca gerakan tangannya. Hal
tersebut merupakan unsur yang ada di dalam komunikasi oral
yaitu membaca ujaran. Kemampuan membaca ujaran pada
hakikatnya merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh
setiap anak tunarungu dalam menjalin komunikasi yang
prinsipnya pada komunikasi oral. Menurut Somad dan
Herawati mendefinisikan bahwa membaca ujaran adalah
suatu kegiatan yang mencakup pengamatan dari bentuk gerak
bibir lawan bicara sewaktu dalam proses berbicara. Membaca
ujaran mencakup pengertian atau pemberian makna pada apa
yang diucapkan lawan bicara dimana ekspresi muka dan
pengetahuan bahasa turut berperan. 10
Membaca ujaran pun merupakan salah satu komponen
dalam pembelajaran berbahasa bagi anak tunarungu yang
tujuannya agar anak tunarungu dapat menangkap atau
9 Wawancara Pribadi dengan Ibu Yeyen (16 Juni 2020 pukul 16.00) 10 Permanarian Somad dan Tati Herawati. Ortopedagogik Anak
Tunarungu. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kbudayaan Direktorat Jendal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Guru. 1996. h.142
97
membaca apa yang diutarakan orang lain secara lisan, yang
tujuan luasnya agar anak dapat menangkap segala informasi
yang disampaikan oleh lawan bicaranya. Pada unsur dalam
kemampuan membaca ujaran melalui komunikasi oral yang
meliputi bicara dan pendengaran menjadi amat penting
peranannya karena dengan mengingatnya bahasa lisan yang
merupakan bahasa yang dominan dan lazim digunakan dalam
keseharian oleh siapa saja dan dalam transaksi apa saja, maka
fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi dan
sasaran utama dalam komunikasi serta untuk memahami dan
dipahami, dan untuk mengerti dan dimengerti.
Pemerolehan bahasa anak tunarungu tentu sangat jauh
dengan anak-anak berpendengaran normal pada umumnya,
meskipun proses pencapaian kebahasaan anak tunarungu
pada fase tertentu memiliki tahapan yang sama dengan anak
berpendengaran normal pada umumnya. Berhubung anak
tunarungu tidak mungkin memperoleh bahasa melalui
pendengarannya bila tidak mendapat latihan, maka sistem
lambang akan diterima melalui penglihatan atau taktil
kinestetik atau kombinasi dari keduanya. Dengan demikian
anak tunarungu akan menggunakan salah satu dari tiga
alternatif, yaitu membaca, isyarat, dan membaca ujaran.
Lebih lanjutnya, media membaca ujaran adalah salah
satu pilihan yang paling tepat karena bila membaca ujaran
diajarkan sebagai dasar pengembangan bahasa batin (inner
98
language), yaitu hubungan antara lambang visual dengan
pengalaman sehari-hari, maka anak tunarungu memahami
ujaran sebagai dasar sistem bahasa batin. Selain itu, anak
tunarungu juga dapat membedakan letupan bunyi bahasa
sehingga dapat menyakini adanya ucapan tersebut. Hal ini
sebenarnya bisa terkait dengan perbendaharaan kosa kata
yang dimiliki oleh anak. 11Secara individual, apa yang
dilakukan oleh Ibu Yeyen dan sang anak ini sangat optimal
karena dapat menyesuaikan potensi dan kebutuhan individu
sang anak yang bervariasi sehingga kemampuan ujarannya
masing-masing dapat berkembang baik seiring dengan
kejelasan ucapannya turut bepengaruh.
Membaca ujaran merupakan salah satu cara membaca
dengan dikenal adanya huruf, sedangkan huruf dalam
membaca ujaran terletak pada mulut pembicara yang satu
sama lain berbeda. Perbedaan juga terjadi pada bentuk
ucapan dan waktu yang diperlukan pengucapan masing
masing huruf (fonem). Pada saat berbicara gerakan organ
bicara sangat cepat, sehingga waktu yang tersedia untuk
memperhatikan juga sangat sedikit. Oleh karena itu dalam
membaca ujaran perlu diikuti dengan unsur penyerta seperti
ekspresi wajah, misalnya gembira, sedih, dan sebagainya.
Beberapa bentuk latihan yang dapat dilakukan dalam
11 Hermanto S. Penguasaan Kosa Kata Anak Tunarungu dalam
Pembelajaran Membaca Melalui Penerapan Metode Maternal. Majalah Pembelajaran Ilmiah. No.2 Yogyakarta:FIP UNY 2011 h.125
99
membaca ujaran adalah vokal, suku kata, kata lembaga,
kalimat.12
1. Latihan Vokal
Vokal sebagaia latihan membaca ujaran ialah
latihan yang diawali dengan pengucapan-pengucapan
vocal misalnya ai, au,ae dan lainnya. Penguasaan vocal
dimungkinkan seorang anak dapat menginterpretasikan
makna dari suatu kalimat. Apabila anak dapat
membedakan letupan-letupan yang berbeda, maka anak
pun dapat meyakini akan adanya ucapan tersebut. Hal
yang perlu di perhatikan dalam melatih pengucapan
secara lisan dalam membaca ujaran diantaranya yaitu:
mimik wajah, kejelasan, keterlambatannya, jumlah kata
yang semakin meningkat, dimulai dari kata yang sudah
dimiliki anak bukan kata baru.
2. Latihan suku kata
Suku kata sebagai bahan membaca ujaran yang
dilatihkan dengan langkah-langkah berikutnya adalah:
a. Metode kata ialah cara suku kata yang dilatih
pertama kali, umumnya dengan suku kata dasar
ucapannya terletak paling luar bilabial, misalnya ma
mi mu me mo
b. Metode distribusi suku kata ialah cara dengan
mendistribusikan suku kata-suku kata. Langkah
12 Suparno. Komunikasi Total. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Luar
bIasa FIP. IKIP Yogyakarta 1997. h.86
100
pertama kita perlihatkan bentuk ucapan suku kata-
suku kata ini tanpa tulisan, kemudian bersamaan
dengan tulisannya. Dengan tanpa tulisan supaya
penyimakannya lebih mantap, setelah itu
mengabstraksikannya sebagai alat bantu mengingat
anak tunarungu perlu bahan konkret, maka akan
dicari suku kata nantinya bisa dibentuk kata yang
memiliki makna tertentu. Misalnya : pa menjadi
papa atau bi menjadi bibi
c. Metode kombinasi suku kata ialah cara
mengkombinasikan antara suku kata-suku kata yang
dibuat lebih variatif. Misalnya:
Pa + pi menjadi papi
Pi + ta menjadi pita
3. Latihan kata lembaga
Selain vokal dan suku kata, lembaga pun sebagai
sumber membaca ujaran yang dipergunakan oleh
sekolah-sekolah untuk mengajarkan bicara atau cakapan.
Biasanya kelas-kelas mengunakan metode visual dalam
pengajaran bahasa secara inklusif dengan tidak ada jam
khusus mengenai membaca ujaran.
4. Latihan mendengar
Pada hakekatnya latihan mendengar dapat
dilakukan pada semua anak tunarungu, sebab secara
auditoris anak- anak tersebut masih memiliki sisa
101
rangsangan atau kesan suara yang dapat ditangkap, dan
tidak ada yang dianggap tunarungu total.
Untuk menyampaikan nilai-nilai Islam kepada anak
tunarungu memang dibutuhkan trik-trik khusus agar pesan
mengenai Islam dapat tersampaikan dengan sempurna.
Ternyata menurut Ibu Ani, perlu adanya pengulangan
berkali-kali untuk menyampaikan atau bahkan mengajarkan
hal-hal tertentu pada anaknya yang menyandang tunarungu.13
Hal tersebut sejalan dengan salah satu metode atau latihan
untuk anak tunarungu yang biasa disebut metode drill.
Metode pengulangan ini pun dapat memecahkan masalah
yang dialami anak sehingga akan lebih baik dapat dicapai.
Tidak hanya Ibu Ani, Ibu Erni pun mengaku selalu
mengulang setiap hal yang sudah dipahami oleh sang anak
agar sang anak tetap paham dan senantiasa menerapkannya.
Memiliki keterbatasan dalam pendengaran pun ternyata
sangat berpengaruh bagi kualitas mengingat sang anak. Oleh
sebab itu metode drill untuk pengulangan-pengulangan apa
yang sudah disampaikan sebelumnya sangat bermanfaat
untuk membantu mengingat-ingat.
Kehilangan pendengaran pada seorang anak juga
berpengaruh pada perkembangan fungsi kognitifnya, karena
anak tunarungu mengalami kesulitan dalam memahami
informasi yang bersifat verbal terutama konsep-konsep yang
13 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ani (17 Juli 2020 pukul 09.30)
102
sifanya abstrak yang memerlukan penjelasan lebih dalam.
Seperti juga yang disampaikan Ibu Yeyen mengenai caranya
menyampaikan nilai-nilai Islam pada sang anak yang terus
menerus diulang. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang
menyatakan bahwa orang tua benar-benar harus terus
mengulang materi yang sudah disampaikan karena pada
hakikatnya anak tunarungu memerlukan pengulangan kata
agar informasi yang disampaikan oleh lawan bicara dapat
ditangkap dengan baik. Bagi anak tunarungu pengulangan ini
memungkinkannya untuk mencerna kosa kata yang dimaksud
pembicara.
103
B. Hambatan dalam Penyampaian Nilai-Nilai Islam dari
Orang Tua terhadap Anak Tunarungu
Dalam proses komunikasi penyandang tunarungu
tidak selamanya mengalami kelancaran, sebab komunikasi
yang normal pada umumnya saja dapat mengalami
hambatan, sudah tentu bagi penyandang tunarungu yang
memiliki kekurangan dalam hal pendengaran. Sudah tentu
ada faktor yang dapat menghambat dalam proses
komunikasi. Dalam penelitian yang peneliti lakukan terdapat
beberapa faktor hambatan dalam proses komunikasi yang
berlangsung bagi penyandang tuna rungu. Salah satunya
adalah gangguan semantik yakni gangguan yang bisa saja
terjadi dari komunikator dan komunikan biasanya pesan yang
disampaikan penyandang tuna rungu ringan (komunikator)
bisa berbeda makna jika pesan yang sudah tersampaikan ke
lawan bicara (komunikan) penyandang tunarungu.
Anak-anak tunarungu, pada dasarnya memiliki
intelegensia yang sama dengan anak normal lainnya, namun
karena adanya keterbatasan pada pendengaran, bahkan
kehilangan pendengaran sama sekali, menjadikan kurangnya
perbendaharaan kata, padahal, bahasa adalah pandu realitas
sosial, dimana, manusia memiliki kemampuan untuk
mengembangakan dirinya melallui kemampuan berbahasa.
Kemampuan manusia untuk berkomunikasi sebagai bagian
hidup tak terpisahkan, mengharuskan manusia untuk
104
mendengar maupun suara. Oleh karena itu ketika anak
tunarungu berkomunikasi, Bahasa yang digunakan oleh anak
tunarungu adalah bahasa isyarat. Dengan menggunakan
bahasa isyarat anak tunarungu menitikberatkan komunikasi
melalui indera penglihatan dan gerak tubuh. Semua kejadian
atau komunikasi yang dialami terekam di otak melalui
persepsi visualnya.
Kesulitan tersebut menjadi lebih besar bagi orang tua
yang memiliki anak dengan keterbatasan dalam mendengar.
Orang tua harus berusaha lebih keras dalam menyampaikan
pesan terhadap anaknya, berbagai cara dilakukan orang tua
namun tetap saja kendala atau hambatan dalam
berkomunikasi masih ditemui. Kurangnya pemahaman anak
serta kecakapan orang tua dalam memberikan cara yang
mudah untuk di terima anak menjadi faktor yang sering
muncul saat orang tua mencoba menyampaikan pesan.
Seringkali pun sang anak masih menemukan kesulitan untuk
menyampaikan apa yang dimaksud karena pelafalan sang
anak yang belum terlalu jelas dan tidak dapat ditangkap oleh
Ibu Erni. Dari hasil pengamatan penulis memang Ibu Erni
masih sering menyuruh sang anak untuk mengulangi pesan
yang ia sampaikan agar Ibu Erni dapat memahaminya.
Hal tersebut tidak lah sejalan dengan pengertian
komunikasi secara utuh menurut Lunadi bahwa komunikasi
adalah kegiatan menyatakan suatu gagasan dan menerima
105
umpan balik dengan cara menafsirkan pernyataan tentang
gagasan dan pernyataan orang lain. Komunikasi tidak hanya
sekedar menyampaikan pesan dari komunikator kepada
komunikan tetapi ada umpan balik dari pesan yang
disampaikan.14 Sedangkan apa yang dikatakan oleh Ibu Erni
bahwa ia memiliki hambatan dalam memahami apa yang
disampaikan oleh sang anak lantaran kosa kata sang anak
yang belum jelas. Menurut Effendy beberapa ahli
komunikasi menyatakan bahwa tidaklah mungkin seseorang
melakukan komunikasi yang sebenar-benarnya efektif. Ada
banyak hambatan yang dapat merusak komunikasi. Segala
sesuatu yang menghalangi kelancaran komunikasi disebut
sebagai gangguan (noise). Hambatan komunikasi memiliki
pengertian bahwa segala sesuatu yang dapat mendistorsi
pesan, hal apapun yang menghalangi penerima menerima
pesan.15
Dari pengertian para ahli tersebut dapat disimpulkan
bahwa komunikasi pun memiliki hambatan. Hambatan
komunikasi ini adalah segala bentuk gangguan yang terjadi
di dalam proses penyampaian dan penerimaan suatu pesan
dari individu kepada individu lain yang disebabkan oleh
factor lingkungan maupun faktor fisik dan psikis dari
14 Lunadi A.G Efektivitas Komunikasi Antarpribadi. Yogyakarta:
Kanisius. 1992 h.16 15 Effendy, Onong Uchjana. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi.
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 2003 h.36
106
individu itu sendiri. Menurut Fajar, terdapat beberapa
hambatan dalam komunikasi , yaitu:
1. Hambatan dari pengirim pesan, misalnya pesan yang
akan disampaikan belum jelas bagi dirinya atau pengirim
pesan, hal ini dipengaruhi oleh perasaan atau situasi
emosional sehingga mempengaruhi motivasi, yaitu
mendorong seseorang untuk bertindak sesuai keinginan,
kebutuhan atau kepentingan.
2. Hambatan dalam penyandian/simbol. Hal ini dapat
terjadi karena bahasa yang dipergunakan tidak jelas
sehingga mempunyai arti lebih dari satu, simbol yang
digunakan antara si pengirim dengan si penerima tidak
sama atau bahasa yang dipergunakan terlalu sulit.
3. Hambatan media, adalah hambatan yang terjadi dalam
penggunaaan media komunikasi, misalnya gangguan
suara radio sehingga tidak dapat mendengarkan pesan
dengan jelas.
4. Hambatan dalam bahasa sandi. Hambatan terjadi dalam
menafsirkan sandi oleh si penerima.
5. Hambatan dari penerima pesan. Misalnya kurangnya
perhatian pada saat menerima/mendengarkan pesan,
sikap prasangka tanggapan yang keliru dan tidak
mencari informasi lebih lanjut.16
16 Fajar, Marhaeni. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek EdisiPertama.
Yogyakarta: Graha Ilmu 2009.
107
Hambatan dalam berkomunikasi ini dapat berupa
kesalahpahaman orang tua dengan kata-kata yang
disampaikan oleh anak, Bahasa isyarat yang digunakan sang
anak tidak dimengerti oleh orang tua, anak tidak mengerti
pesan yang disampaikan oleh orang tua, serta kurangnya
kekampuan anak dalam mendengar, berbicara, dan menulis
yang menyebabkan orang tua juga kesulitan memahami
pikiran dan apa yang dirasakan anak. Ketidakmampuan anak
mendengar menyebabkan kesulitan berkomunikasi. Anak
yang menyandang tunarungu tidak mampu menangkap pesan
melalui suara dari seseorang yang normal dengan baik,
sebaliknya individu normal seringkali tidak mengerti
bagaimana cara menyampaikan pesan kepada anak yang
menyandang tunarungu agar dapat mengerti.
Selain karena tata bahasa atau kosa kata dari anak
tunarungu belum jelas, factor penghambat lain adalah
karakter sifat dari sang anak yang cenderung keras kepala
juga membuat Ibu Erni kewalahan. 17Tak hanya Ibu Erni, Ibu
Nissa pun memiliki hambatan ketika berkomunikasi untuk
menyampaikan nilai-nilai islam pada sang anak, Ibu Nissa
mengaku bahwa hambatan yang dia dapatkan dari sang anak
adalah waktu belajar sang anak yang durasinya tidak bisa
17 Wawancara Pribadi dengan Ibu Erni (15 Juni 2020 pukul 16.00)
108
panjang. Kurang lebih hanya sekitar satu jam. Karena
memiliki keterbatasan fokus bagi anak tunarungu.18
Perkembangan intelegensi anak tunarungu tidak sama
cepatnya dengan anak yang mendengar, karena anak yang
mendengar belajar banyak dari apa yang meraka dengar,
dalam hal tersebut merupakan proses dari latihan berpikir.
Keadaan tersebut tidak terjadi pada anak tunarungu, karena
anak tunarungu memahami sesuatu lebih banyak dari apa
yang mereka lihat, bukan dari apa yang mereka dengar.
engan kondisi seperti itu anak tunarungu lebih banyak
memerlukan waktu dalam proses pembelajarannya terutama
untuk mata pelajaran yang diverbalisasikan. Rendahnya
prestasi belajar anak tunarungu bukan berasal dari
kemampuan intelektual yang rendah, tetapi pada umumnya
disebabkan oleh intelegensinya yang tidak mendapat
kesempatan untuk berkembang secara optimal. Tidak semua
aspek intelegensi anak tunarungu terhambat, yang
mengalami hambatan hanya yang bersifat verbal, misalnya
dalam merumuskan pengertian, menarik kesimpulan, dan
meramalkan kejadian. Aspek yang bersumber dari
penglihatan, dan yang berupa motorik tidak banyak
mengalami hambatan, bahkan dalam perkembangan sangat
cepat.19
18 Wawancara Pribadi dengan Ibu Nisa (15 Juni pukul 17.00) 19 Haenudin, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu,
Jakatta Timur: PT. Luxima Metro Media, 2013. h.25
109
Sebuah trick yang dilakukan Ibu Nisa untuk
menyampaikan nilai-nilai Islam pada anaknya adalah dengan
sering memujinya. Meskipun sang anak melakukan
kesalahan, Ibu Nisa tidak pernah marah terhadap anaknya.
Hanya memberitahu mana yang baik untuk dilakukan.
Sejalan dengan karakteristik lainnya mengenai anak
tunarungu dari segi emosi dan social, ketunarunguan atau
keterbatasan dalam pendengaran ini dapat menyebabkan
keterasingan dengan lingkungan. Keterasingan tersebut akan
menimbulkan beberapa efek negatif seperti: egosentrisme
yang melebihi anak normal, mempunyai perasaan takut akan
lingkungan yang lebih luas, ketergantungan terhadap orang
lain, perhatian mereka lebih sukar dialihkan, umumnya
memiliki sifat yang polos dan tanpa banyak masalah, dan
lebih mudah marah dan cepat tersinggung.
Hambatan lainnya dirasakan oleh Ibu Eti. Dari
pengalamannya menyampaikan nilai-nilai Islam kepada
anaknya, Ibu Eti menemukan hambatan yang berbeda yaitu
beliau kesulitan untuk mengajarkan mengaji atau
menggunakan Bahasa arab kepada sang anak yang memiliki
keterbatasan dalam pendengaran.
Tidak adanya tenaga pendidik yang mengajarkan
Bahasa arab dengan menggunakan Bahasa isyarat ini
membuat orang tua pun kesulitan mengajarkan nilai-nilai
Islam khususnya mengaji. Tidak adanya ruang khusus
110
mempelajari Bahasa isyarat arab membuat orang tua menjadi
hanya “seadanya” saja dalam mengajari ilmu Alquran.
Sebagai dampak ketunarunguan, anak tunarungu
memang memiliki karakteristik yang khas dari segi yang
berbeda. Ada beberapa karakteristik lain yang ada pada anak
tunarungu selain yang beberapa sudah sedikit dijelaskan
diatas. Permanarian Somad dan Tati Herawati
mendeksirpsikan karakteristik ketunarunguan dilihat dari dua
segi lainya, yaitu20:
5. Karakteristik dari segi Bahasa dan bicara
Kemampuan anak tunarungu dalam berbahasa dan
berbicara berbeda dengan anak normal pada umumnya
karena kemampuan tersebut sangat erat kaitannya
dengan kemampuan mendengar. Karena anak tunarungu
tidak bisa mendengar bahasa, maka anak tunarungu
mengalami hambatan dalam berkomunikasi. Bahasa
merupakan alat dan sarana utama seseorang dalam
berkomunikasi. Alat komunikasi terdiri dan membaca,
menulis dan berbicara, sehingga anak tunarungu akan
tertinggal dalam tiga aspek penting ini. Anak tunarungu
memerlukan penanganan khusus dan lingkungan
berbahasa intensif yang dapat meningkatkan kemampuan
berbahasanya. Kemampuan berbicara anak tunarungu
20 Permanarian Somad dan Tati Herawati. Ortopedagogik Anak
Tunarungu. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kbudayaan Direktorat Jendal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Guru. 1996. h.35-39
111
juga dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa yang
dimiliki oleh anak tunarungu. Kemampuan berbicara
pada anak tunarungu akan berkembang dengan
sendirinya namun memerlukan upaya terus menerus
serta latihan dan bimbingan secara profesional. Dengan
cara yang demikianpun banyak dari mereka yang belum
bisa berbicara seperti anak normal baik suara, irama dan
tekanan suara terdengar monoton berbeda dengan anak
normal.
6. Karakteristik dari segi emosi dan sosial
a. Egosentrisme yang melebihi anak normal
Sifat ini disebabkan oleh anak tunarungu
memiliki dunia yang kecil akibat interaksi dengan
lingkungan sekitar yang sempit. Karena mengalami
gangguan dalam pendengaran, anak tunarungu
hanya melihat dunia sekitar dengan penglihatan.
Penglihatan hanya melihat apa yang di depannya
saja, sedangkan pendengaran dapat mendengar
sekeliling lingkungan. Karena anak tunarungu
mempelajari sekitarnya dengan menggunakan
penglihatannya, maka aka timbul sifat ingin tahu
yang besar, seolah-olah mereka haus untuk melihat,
dan hal itu semakin membesarkan egosentrismenya.
b. Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang
lebih luas
112
Perasaan takut yang menghinggapi anak
tunarungu seringkali disebabkan oleh kurangnya
penguasaan terhadap lingkungan yang berhubungan
dengan kemampuan berbahasanya yang rendah.
Keadaan menjadi tidak jelas karena anak tunarungu
tidak mampu menyatukan dan menguasai situasi
yang baik.
Karakteristik ini sama seperti yang
disampaikan Ibu Eti, orang tua dari Reza yang
merasakan bahwa anaknya memiliki perasaan takut
akan lingkungan luar dan cenderung lebih senang
melakukan segala aktifitas di rumah21 Jadi sekarang
hanya Ibu Eti yang mengajarkan sang anak
mengenai apapun. Termasuk soal menyampaikan
nilai-nilai Islam.
7. Ketergantungan terhadap orang lain
Sikap ketergantungan terhadap orang lain atau
terhadap apa yang sudah dikenalnya dengan baik,
merupakan gambaran bahwa mereka sudah putus asa dan
selalu mencari bantuan serta bersandar pada orang lain.
8. Perhatian mereka lebih sukar dialihkan
Sempitnya kemampuan berbahasa pada anak
tunarungu menyebabkan sempitnya alam fikirannya.
Alam fikirannya selamanya terpaku pada hal-hal yang
21 Wawancara Pribadi dengan Ibu Eti (16 Juni pukul 14.27)
113
konkret. Jika sudah berkonsentrasi kepada suatu hal,
maka anak tunarungu akan sulit dialihkan perhatiannya
ke hal-hal lain yang belum dimengerti atau belum
dialaminya. Anak tunarungu lebih miskin akan fantasi.
9. Umumnya bersifat polos, sederhana dan tanpa banyak
masalah
Anak tunarungu tidak bisa mengekspresikan
perasaannya dengan baik. Anak tunarungu akan jujur
dan apa adanya dalam mengungkapkan perasaannya.
Perasaan anak tunarungu biasanya dalam keadaan
ekstrim tanpa banyak nuansa.
10. Lebih mudah marah dan cepat tersinggung
Karena banyak merasakan kekecewaan akibat
tidak bisa dengan mudah mengekspresikan perasaannya,
anak tunarungu akan mengungkapkannya dengan
kemarahan. Semakin luas bahasa yang mereka miliki
semakin mudah mereka mengerti perkataan orang lain,
namun semakin sempit bahasa yang mereka miliki akan
semakin sulit untuk mengerti perkataan orang lain
sehingga anak tunarungu mengungkapkannya dengan
kejengkelan dan kemarahan.
Anak tunarungu memerlukan penanganan khusus dan
lingkungan berbahasa intensif yang dapat meningkatkan
kemampuan berbahasanya. Kemampuan berbicara anak
tunarngu juga dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa yang
114
dimiliki oleh anak tunarungu. Kemampuan berbicara pada
anak tunarungu akan berkembang dengan sendirinya namun
memerlukan upaya terus menerus serta latihan dan
bimbingan secara profesional. Dengan cara yang
demikianpun banyak dari mereka yang belum bisa berbicara
seperti anak normal baik suara, irama dan tekanan suara
terdengar monoton berbeda dengan anak normal.
Berdasarkan data dan hasil temuan peneliti, terlihat
memang ada beberapa faktor yang menjadi hambatan dalam
proses komunikasi bagi penyandang tunarungu:
1. Gangguan semantik
Gangguan semantik atau yang lebih difahami
dengan gangguan pada pesan, dimana pesan yang
disampaikan oleh penyandang tunarungu mengalami
perubahan dan kesalahan pada penafsiran makna dan
pesan. Baik pesan yang disampaikan dari penyandang
tuna rungu (komunikator) ataupun pesan yang diterima
oleh lawan bicara (komunikan) tuna rungu. Keduanya
sama-sama mengalami kesalahpahaman dalam
penafsiran makna pesan. Dalam hal ini penyandang tuna
rungu bisa terbilang sering dalam salah penafsiran.
Sebab, pesan yang disampaikan harus diucapkan dua
kali. 22
22 Effendi, Onong Uchjana. Ilmu teori dan Filsafat Komunikasi,
Bandung: Citra Aditya Bakti. 2005 h.55
115
Hal tersebut sejalan dengan ungkapan Ibu Yeyen
tadi yang sering mengalami bentrok ketika
berkomunikasi dengan sang anak.23 Jadi dapat diketahui
bahwa proses komunikasi penyangdang tunarungu
mengalami proses hambatan terhadap pesan yang
disampaikan maupun pesan yang diterima seperti
gangguan semantik. Hal itu terjadi karena adanya
gangguan pada diri komunikator yang menyebabkan
pesan yan diterima oleh lawan bicara menjadi
kesalahpahaman dalam memberikan makna pesan
tersebut.
2. Noice
Faktor hambatan yang kedua noice atau yang
disebut gangguan suara, penghambat ini bisa berupa
suara-suara gaduh atau perilaku dari pihak lawan bicara
selama proses komunikasi berlangsung. Gangguan ini
sering terjadi pada proses komunikasi lainnya yang
berbentuk verbal bagi orang normal. Namun,
penyandang tuna rungu juga mengalami gangguan noice
sebagai salah satu faktor penghambat dalam proses
komunikasi sebagai contoh kehadiran orang ketiga
dalam proses interaksi berlangsung. Pesan dan interaksi
yang dilakukan akan berhenti dan akan adanya
pemutusan pesan dari salah satu pihak penyandang tuna
23 Wawancara Pribadi dengan Ibu Yeyen (16 Juni 2020 pukul 16.00)
116
rungu yang melakukan interaksi. Seperti yang dialami
Ibu Nissa saat sedang mengajarkan Dillah, anaknya
yang menyandang tunarungu, Ibu Nisa kewalahan
karena Dillah memiliki dua adik dan seringkali
konsentrasi Dillah terpecahkan ketika sang adik mulai
meminta perhatian Ibu Nisa.24
24 Wawancara Pribadi dengan Ibu Nisa (15 Juni pukul 17.00)
117
C. Model Komunikasi Total yang Dilakukan Orang Tua
dalam Menyampaikan Nilai-Nilai Islam
Berdasarkan hasil penelitian penulis terhadap
komunikasi yang dilakukan orang tua terhadap anak
penyandang tunarungu, penyampaian cara berkomunikasi
pada anak penyandang tunarungu atau bisa disebut juga
dengan tuli terbatas pada kemampuan mendengar dan bahasa
yang mereka miliki dan pahami. Hal tersebut membuat
penyampaian suatu makna perlu komunikasi yang lebih
khusus dan ekstra. Terlebih mengkomunikasikan atau
menyampaikan pemahaman mengenai agamanya, Islam.
Beberapa informan memilih tetap menggunakan
komunikasi secara verbal kepada anaknya karena untuk
melatih cara bicara dan juga mengikuti apa yang memang
sudah dilakukan sang anak disekolahnya. Seperti pada
metode komunikasi total (komtal) yang pertamakali
dikenalkan oleh seorang tokoh yaitu Roy Holocomb. Tokoh
ini menggunakan istilah tersebut untuk menggambarkan
keluwesan dalam cara berkomunikasi. Keseluruhan
komponen cara berbahasa yang lengkap bagi anak tunarungu
adalah dengan bahasa isyarat, gesture, baca ujaran, ejaan jari,
membaca dan menulis serta pemanfaatan sisa pendengaran.
Secara sederhana komunikasi total merupakan suatu
pendekatan yang fleksibel daripada pendekatan lain yang
lebih spesifik dalam pendidikan anak tunarungu. Kebebasan
118
memilih dan menggunakan bentuk atau cara berbahasa
Nampak menonjol dalam komunikasi total. Komunikasi total
menggunakan jenis pendekatan utama, yaitu:
1. Oral murni (pure oral)
2. Kombinasi (combine method) yang terdiri dari
penambahan isyarat, dan ejaan jari pada komunikasi
oral.25
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang
menggunakan kata-kata, entah secara lisan maupun tulisan
atau bentuk komunikasi yang menggunakan kata-kata (oral),
baik dalam bentuk percakapan maupun tulisan (speak
language). Komunikasi verbal menempati porsi besar karena
kenyataannya, ide-ide, pemikiran atau keputusan, lebih
mudah dipahami secara verbal daripada nonverbal. Seperti
yang disampaikan Ibu Erni yang cenderung menggunakan
komunikasi verbal dengan sang anak,
Sehari-hari, Ibu Erni cenderung berkomunikasi pada
anaknya selayaknya berkomunikasi pada anak dengan
pendengaran normal lainnya, karena berbicara seperti biasa
dapat membantu sang anak untuk lebih berani berbicara juga
dan melatih kosa kata yang telah dipahaminya. Namun saat
sang anak mengalami kesulitan dalam memahami apa yang
Ibu Erni sampaikan, Ibu Erni menggabungkan komunikasi
verbalnya dengan bahasa isyarat. Bahasa isyaratnya pun
25 Hyde, M.B., 1987, Total Communication, Makalah Lokakarya,
Bandung, h.1
119
tentu yang sudah dipahami oleh sang anak.26 Bahasa isyarat
merupakan bahasa yang lazim dipergunakan oleh
penyandang cacat tunarungu dibelahan dunia manapun, suatu
bahasa yang sama sekali tidak mengandalkan pada sistem
bunyi. Sehingga sering dikatakan, bahasa inilah yang sesuai
dengan kodrat mereka, bahasa yang menjembatani dunia
tanpa suara tunarungu dengan realitas.27
Dengan demikian, hal tersebut sejalan dengan strategi
komunikasi total yang mana komunikasi total memanfaatkan
segala media komunikasi agar pesan yang dimakssud dapat
tersamoaikan atau menjadikan komunikasi tersebut menjadi
komunikasi yang efektif.28 Proses penguasaan bahasa dengan
komunikasi total terlihat sangat baik karena prosesnya sesuai
dengan keadaan anak tunarungu yang memiliki keterbatasan
pendengaran. Dimulai dengan pengembangan isyarat pada
anak sampai pada mengeluarkan bunyi atau menggunakan
bahasa lisan yang biasa digunakan masyarakat. Hal tersebut
menjadi sangat sistematis ketika anak tunarungu
mempelajarinya karena sesuai dengan kemampuan anak dan
tidak memaksakan anak untuk menggunakan Bahasa isyarat
26 Wawancara Pribadi dengan Ibu Erni (15 Juni 2020 pukul 16.00) 27 Kuswarno, Etnografi Komunikasi Suatu Pengantar dan contoh
Penelitiannya. Bandung: Widya Padjajaran. 2008 h.82 28 Bunawan, L. Komunikasi Total. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Akademik, 1997. h.7
120
tetapi Bahasa lisan yang tetap diutamakan dalam
berkomunikasi. 29
Bagi Ibu Nisa selaku informan kedua cenderung
menggabungkan dua Bahasa isyarat yakni SIBI dan
BISINDO ketika berkomunikasi dengan sang anak, karena
ketika disekolah anaknya diterapkan untuk menggunakan
SIBI sedangkan sejak kecil Ibu Nisa lebih menerapkan
berkomunikasi dengan BISINDO.30
Sama seperti Ibu Nisa, Ibu Ani pun cenderung
menggunakan Bahasa isyarat BISINDO di kesehariannya.
Ibu Ani percaya bahwa apa yang ia sampaikan dengan pelan-
pelan pasti Nayla akan mengerti pesan yang dimaksud oleh
Ibu Ani tersebut. 31
Di Indonesia Bahasa isyarat diterapkan dalam dua
bentuk yaitu Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) dan
Sistem Bahasa Isyarat Indonesia (SIBI). Bahasa Isyarat
Indonesia adalah sistem komunikasi yang praktis dan efektif
untuk penyandang tunarungu Indonesia yang telah di
kembangkan oleh kaum tunarugu, sedangkan Sistem Bahasa
Isyarat Indonesia (SIBI) adalah sistem hasil rekayasa dan
ciptaan dari orang normal untuk berkomunikasi dengan
29 Bunawan, L., & Yuwati, C. S. Penguasaan Bahasa Anak Tunarungu.
Jakarta: Yayasan Santi Rama. 2000 30 Wawancara Pribadi dengan Ibu Nisa (15 Juni pukul 17.00) 31 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ani (17 Juli 2020 pukul 09.30)
121
penyandang difabel tunarungu dan bukan berasal dari
penyandang difabel tunarungu. 32
Sistem Isyarat Bahasa Indonesia dikembangkan
menurut kaidah-kaidah pengembangan sistem syarat yang
merupakan salah satu kriteria untuk membuat sistem isyarat
yang tepat bagi anak tunarungu, yaitu:
1. Sistem isyarat harus secara akurat dan konsisten
mewakili tata bahasa/ sintaksis bahasa Indonesia yang
paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia.
2. Tiap isyarat dalam sistem yang disusun harus mewakili
satu kata dasar yang berdiri sendiri atau tanpa imbuhan,
tanpa menutup kemungkinan adanya beberapa
pengecualian bagi dikembangkannya isyarat yang
mewakili satu makna.
3. Sistem isyarat yang disusun harus mencerminkan situasi
sosial, budaya, dan ekologi bangsa Indonesia.
4. Sistem isyarat harus disesuaikan dengan perkembangan
kemampuan dan kejiwaan siswa.
5. Sistem isyarat harus disesuaikan dengan perkembangan
bahasa siswa, termasuk metodologi pengajaran.
6. Sistem isyarat harus memperhatikan isyarat yang sudah
ada dan banyak dipergunakan oleh kaum tuna rungu.
32 Febrina. Skripsi Penggunaan Bahasa Isyarat Sebagai Komunikasi
(Studi Efektivitas Komunikasi Nonverbal dan Non Vokal Pada Siaran Berita
TVRI Nasional Terhadap Penyandang Tunarungu SLB PGRI Minggir, Sleman,
Yogyakarta:Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Sunan Kalijaga. 2015 h.7
122
7. Sistem isyarat harus mudah dipelajari dan digunakan
oleh siswa, guru, orang tua siswa, dan masyarakat.
8. Isyarat dirancang harus memiliki kelayakan dalam
wujud dan maknanya. Artinya wujur isyarat harus secara
visual memiliki unsur pembeda makna yang jelas, tetapi
sederhana. Tidak berubah-ubah artinya
Bahasa Isyarat Indonesia pada hakikatnya memiliki
dua komponen yaitu:
1. Komponen penentu makna, yaitu gerakan dan posisi dari
tangan yang membentuk isyarat, termasuk bagian badan
yang menjadi tempat terjadinya isyarat awal. Arah dan
frekuensi isyarat yang dibuat juga termasuk ke dalalm
komponen ini.
2. Komponen penunjang, yaitu mimik muka, gerak tubuh,
kecepatan dan kelenturan gerak dari isyarat yang
ditampilkan.
Berdasarkan pembentukannya, isyarat dapat dibagi
menjadi empat macam, diantaranya:
1. Isyarat pokok, yaitu isyarat yang melambangkan sebuah
kata atau konsep, isyarat yang dibentuk oleh komponen
makna
2. Isyarat tambahan, yaitu isyarat yang melambangkan
awalan, akhiran dan partikel
3. Isyarat bentukan, yaitu isyarat yang dibentuk dengan
menggabungkan isyarat pokok dengan isyarat tambahan
123
atau yang menggabungkan dua atau lebih isyarat pokok,
seperti kata ulang
4. Abjad jari, atau isyarat yang dibentuk oleh jari-jari
tangan. Biasanya digunakan untuk emngeja nama diri,
singkatan, angka atau kata yang belum memiliki
isyarat.33
Penggunaan BISINDO dalam berkomunikasi sehari-
hari lebih dapat dipahami oleh sang anak karena didalam
konsepnya BISINDO lebih menekankan pada ekspresi
gerakan tangan, kontak mata, sehingga pesan yang
disampaikan lebih dapat dipahami oleh anak tunarungu.
Hasil ini juga diperkuat dengan hasil penelitian dari Fisher
bahwa anak-anak tunarungu yang memiliki bahsa isyarat
alami, yang dikembangkan oleh BISINDO mampu
mengembangkan system Bahasa yang resmi dengan
mengandalkan kontekstual cetak untuk melengkapi Bahasa
lisan. BISINDO pun dianggap sebagai Bahasa ibu bagi anak
tunarungu. 34
Seperti pada yang diungkapkan Ibu Eti bahwasannya
cara Ia berkomunikasi pada sang anak yang menyandang
tunarungu adalah dengan memperkenalkan bahasa isyarat
pribadi yang dibuat sendiri olehnya yang Ia sebut sebagai
33 Kuswarno, Etnografi Komunikasi Suatu Pengantar dan contoh
Penelitiannya. Bandung: Widya Padjajaran. 2008 h.84 34 Fisher, J.D., Bell,P.A. Enviromental Psychology 2 Edition.New
York: College Publishing 1984 h.56
124
bahasa ibu.35 Memang ada bahasa khusus yang digunakan
anak penyandang tunarungu untuk berkomunikasi dengan
orang lain sehingga perlu gaya komunikasi yang cerdas
dalam memilih pendekatan komunikasi agar anak tetap mau
terbuka dan nyaman dalam berkomunikasi.
Menurut Larry L. Barker, Bahasa itu sendiri
mempunyai tiga fungsi yang pertama penamaan (naming
atau labeling), interaksi, dan transmisi informasi. Penamaan
atau penjulukan menunjuk pada usaha mengidentifikasikan
objek, tindakan atau orang dengan menyebut namanya
sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi. Fungsi interaksi
menekankan berbagi gagasan dan emosi, yang dapat
mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan
kebingungan, melalui bahasa, informasi dapat disampaikan
kepada orang lain. Inilah yang disebut fungsi transmisi dari
bahasa.36 Keterbatasan berbahasa yang dimiliki anak
tunarungu tidak lantas membuat mereka tidak bisa berbahasa
namun mereka memiliki gaya bahasanya sendiri.
Tidak melulu menggunakan komunikasi verbal, Ibu
Yeyen mengaku lebih menggunakan bahasa isyarat dengan
membaca gerakan tangan Jaya, sang anak. Hal tersebut
35 Wawancara Pribadi dengan Ibu Eti (16 Juni pukul 14.27) 36 Mulyana, Deddy.. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung:
Remaja Rosdakarya. 2005. h.87
125
termasuk dalam komunikasi nonverbal atau dengan gerakan
tangan. 37
Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang
pesannya dikemas dalam bentuk tanpa kata-kata. Dalam
hidup nyata komunikasi nonverbal jauh lebih banyak dipakai
daripada komunikasi verbal. Dalam berkomuikasi hampir
secara otomatis komunikasi nonverbal ikut terpakai. Kerana
itu, komunikasi nonverbal bersifat tetap dan selalu ada.
Komunikasi nonverbal juga bisa diartikan sebagai tindakan-
tindakan manusia yang secara sengaja dikirimkan dan
diinterpretasikan seperti tujuannya dan memiliki potensi akan
adanya feedback dari penerimanya. Bentuk komunikasi
nonverbal sendiri diantaranya adalah Bahasa isyarat, ekspresi
wajah, sandi, simbol-simbol, pakaian seragam, warna, dan
bahkan intonasi suara. Beberapa contoh komunikasi
nonverbal:
1. Sentuhan. Sentuhan dapat termasuk: bersalaman,
menggenggam tangan, berciuman, sentuhan di
punggung, mengelus-elus, pukulan dan lainnya.
2. Gerakan tubuh. Dalam komunikasi nonverbal, kinesik
atau gerakan tubuh meliputi kontak mata, ekspresi
wajah, isyarat dan sikap tubuh. Gerakan tubuh biasanya
digunakan untuk menggantikan suatu kata atau frare.
37 Wawancara Pribadi dengan Ibu Yeyen (16 Juni 2020 pukul 16.00)
126
Misalnya dengan mengganggung untuk mengatakan ya.
Untuk mengilustrasikan atau menjelaskan sesuatu.
3. Vokalik. Merupakan unsur nonverbal dalam suatu
ucapan yaitu cara berbicara. Contohnya adlah nada
bicaea, nada suara, keras atau lemahnya suara, kualitas
suara dan lain-lain.
4. Kronemik. Adalah bidang yang mempelajari
penggunaan waktu dalam komunikasi nonverbal.
Penggunaan waktu dalam komunikasi nonverbal.
Penggunaan waktu dalam komunikasi nonverbal
meliputi durasi yang dianggap cocok bagi suatu
aktivitas, banyaknya aktivitas yang dianggap patut
dilakukan dalam jangka waktu tertentu serta ketepatan
waktu. 38
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
peneliti, model komunikasi antarpribadi dari orang tua
kepada anak tunarungu dalam penyampaian nilai-nilai Islam
adalah sebagai berikut:
38 Al-Irsyad: Jurnal Pendidikan dan Konseling Vol. 6, No. 2, Edisi Juli-
Desember 2016 h.91-92
127
Gambar 5.2 Proses Penyampaian Pesan
ORANG TUA
(Komunikator)
Penyampaian nilai-
nilai islam dengan
menggunakan metode
komunikasi total
Pendekatan:
Penekanan, pengulangan,
percampuran dengan
Bahasa isyarat
Kombinasi
(combine
method)
Oral Murni
(Pure Oral)
128
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan temuan data, maka
penulis menyimpulkan mengenai komunikasi total orang tua
dan anak tunarungu dalam penyampaian nilai-nilai Islam
adalah sebagai berikut:
1. Proses penyampaian nilai-nilai Islam yang dilakukan
orang tua kepada anaknya yang menyandang tunarungu
dimulai dari diterapkannya pembelajaran mengenai
agama islam di sekolah. Karena awalnya para orang tua
masih kebingungan dan butuh pendamping, yakni
sekolah, untuk menerapkan nilai-nilai Islam kepada sang
anak. Setelah sudah disampaikan terlebih dahulu di
dunia sekolah, lalu para orang tua menerapkannya
kembali dirumah dengan cara diulang-ulang untuk
meyakini anaknya agar tidak lupa akan apa yang sudah
dipelajari. Pengulangan ini dibutuhkan bagi anak
tunarungu untuk memahami dan mengingat terus akan
apa yang telah disampaikan sebelumnya. Pengulangan
ini memungkinkan anak untuk mencerna dan
mempraktekkan apa yang dimaksud oleh komunikator.
Salah satu cara yang dipakai orang tua sebagai solusi
adalah dengan mengulang terus menerus pesan yang
129
ingin disampaikan saat berinteraksi dengan anak
tunarungu, mencari gerakan lain yang lebih mudah
dipahami oleh anak, memberikan jeda pada anak saat
anak sudah mulai bosan.
2. Faktor penghambat komunikasi total yang dilakukan
orang tua dalam menyampaikan nilai-nilai islam kepada
anak penyandang tunarungu terdapat dari segi
intelegensia, bahasa serta emosi sosial. Ketiga segi ini
sama dapat memengaruhi hambatan serta kelancaran
dalam berkomunikasi. Segi intelegensi dapat
memengaruhi hambatan bahwa dengan tingkat
kecerdasan anak tunarungu yang berbeda-beda, dapat
menghambat dalam proses komunikasi orang tua. Begitu
pun segi emosi sosial yang memang anak tunarungu
lebih cenderung moody dan keras kepala. Maka orang
tua dituntut untuk bersabar dengan emosi stabil agar
sang anak pun merasa nyaman dan tidak tersinggung.
Selain ketiga segi tersebut, tidak adanya guru ngaji
khusus penyandang tunarungu juga menjadi salah satu
faktor penghambat dari komunikasi orang tua dengan
sang anak dalam menyampaikan nilai-nilai islam.
Ketidakpahaman orang tua dalam mengajarkan Bahasa
arab atau alqur’an membuat anak tunarungu hanya
seadanya memahami bacaan-bacaan salat tanpa tahu cara
membacanya dengan baik dan benar.
130
3. Komunikasi yang digunakan orang tua dengan anaknya
yang menyandang tunarungu dalam menyampaikan
nilai-nilai islam adalah dengan menerapkan komunikasi
total. Dengan melakukan komunikasi total, anak
tunarungu mengalami proses berbicara yang di dalamnya
terdapat metode lain selain lisan. Secara tidak langsung,
komunikasi total sangat bermanfaat untuk meningkatkan
kepercayaan diri anak tunarungu dalam berkomunikasi
di masyarakat. Jika bunyi ujaran yang ingin dia utarakan
belum dapat dipahami orang lain, anak dapat
menggunakan isyarat, gambar, atau tulisan sampai
membuat orang lain paham. Hal tersebut menjadi sangat
sistematis ketika anak tunarungu mempelajarinya karena
sesuai dengan kemampuan anak dan tidak memaksakan
anak untuk menggunakan bahasa isyarat tetapi bahasa
lisan tetap diutamakan.
B. Saran
1. Saran bagi orang tua, orang tua harus mencoba
membiasakan diri menggunakan komunikasi total dan
tentunya perlu adanya konsistensi untuk berkomunikasi
dengan metode komunikasi total agar sang anak tetap bisa
bebas berekspresi sesuka hatinya dan terus mengasah
lisannya agar bisa berkomunikasi dengan orang-orang
disekitarnya Dalam setiap aktifitas komunikasi tentu akan
mengalami suatu kendala, begitu pun yang dialami orang
131
tua dengan anak dengan keterbatasan pendengaran.
Kesabaran menjadi kunci penting dalam berkomunikasi
dengan sang anak yang memiliki keterbatasan dalam
pendengarannya. Dikarenakan anak tunarungu memiliki
keterbatasan kosakata juga tetap perlu menjalin
komunikasi yang hangat dengan sang anak agar anak tetap
merasa nyaman berkomunikasi dengan orang tuanya.
2. Saran umum, untuk Kementrian Agama yang menaungi
berbagai lembaga atau tenaga pendidik agar segera
menyiapkan metode pembelajaran iqro maupun Al-qur’an
khusus untuk anak tunarungu. Karena para orang tua yang
anak tunarungu ini kewalahan untuk mengajarkan mengaji
pada sang anak dan membutuhkan tenaga pendidik yang
dapat mengajarkan Bahasa isyarat mengenai Iqro maupun
Al-qur’an.
132
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Ghusuly. 1987. ad-Da’watul Islamiyah. Kairo: Darul
Kijab.
Albi, Anggito Setiawan Johan. 2018. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Sukabumi. CV Jejak.
Arni, Muhammad. 2008. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi
Aksara.
Asfi Manzilati. 2017. Metodologi Penelitian Kualitatif,
Paradigma, Metode dan Aplikasi. Malang: UB Press.
Budiyanto, 2017. Pengantar Pendidikan Inklusif Berbasis Budaya
Lokal , Jakarta: Prenadamedia Group.
Bunawan, L. 1997. Komunikasi Total. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Akademik,
Bunawan, L., & Yuwati, C. S. 2000. Penguasaan Bahasa Anak
Tunarungu. Jakarta: Yayasan Santi Rama.
Cangara, Hafied. 2011. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta :
Rajawali Pers.
Conny, R Semiawan. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta:
Grasindo.
Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa
Indonesia edisi ke-3 Jakarta: Balai Pustaka.
Effendi, Onong Ucjhana. 1984. Ilmu Komunikasi Teori dan
Praktek. Bandung:Remaja Rosdakarya.
133
Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat
Komunikasi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Faiqoh Fasya Ohoirenan, Skripsi. 2017. Skripsi Komunikasi
Interpersonal Dalam Mahasiswa DIfabel Studi Deskriptif
Kualitatif Pada Mahasiswa Tuli di Deaf Art Community
Yogyakarta. Yogyakarta: UIN Yogyakarta.
Febrina,Hafidza Rizqa. 2015. Penggunaan Bahasa Isyarat
SebagaiKomunikasi(Studi Efektivitas Komunikasi Non
Verbal dan Non Vokal Pada Siaran Berita TVRI Nasional
Terhadap Penyandang Tunarungu SLB PGRI Minggir,
Sleman, Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik UIN Sunan Kalijaga .
Fisher, J.D., Bell,P.A. 1984. Enviromental Psychology 2
Edition.New York: College Publishing.
Haenudin. 2013. Pendidikan Anak betkebutuhan Khusus
Tunarungu, Jakarta Timur,PT. Luxima Metro Media.
Hakim., Lukman., Samino., dkk. 2008. Kamus Sistem Isyarat
Bahasa Indonesia. Edisi Kelima. Jakarta : DIREKTORAT
PEMBINAANSEKOLAH LUAR BIASA.
Hamidi, 2004. Metode Penelitian Kualitatif: Aplikasi Praktis
Pembuatan Proposal dan LaporanPenelitian. Malang:
UMM Press.
Handaya, Soewarno Ningrat. 1980. Pengantar Ilmu Studi dan
Manajemen. Jakarta: CV. Haji Massagung.
Hermanto S. 2011. Penguasaan Kosa Kata Anak Tunarungu
Dalam Pembelajaran Membaca Melalui Penerapan Metode
Maternal. Majalah Pembelajaran Ilmiah, No. 2, Volume
07, Oktober. Yogyakarta: FIP UNY.
134
Kuswarno, 2008. Etnografi Komunikasi Suatu Pengantar dan
Contoh Penelitiannya. Bandung : Widya Padjadjaran.
Liliweri, Alo. 1994. Perspektif Teoretis Komunikasi
Antarpribadi. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Lunandi, A.G. 1992. Meningkatkan Efektivitas Komunikasi Atar
Pribadi. Yogyakarta: Kanisius.
Moeloeng, Lexy J. 1996. MetedologiPenelitianKualitatif
Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Muis, Abdul Andi. 2001. Komunikasi Islami. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar.
Bandung: Remaja Rosdakarya
Nawawi Hadari Mimi Martini. 1994. PenelitianTerapan.
Yogyakarta: Gajahmada University
Nurudin. 2010. Sistem Komunikasi Indonesia. Jakarta: Rajawali
Pers
Sari, A Anditha. 2017. Komunikasi Antar Pribadi. Yogyakarta:
CV Budi Utama.
Sarmini. 2002. Teori-Teori Antropologi. Surabaya: Unesa
University Press.
Sarmanu. 2017. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan
Statistika. Surabaya: Airlangga University Press.
Sajidan. 2008. Jurnal Pendidikan. Surakarta: Dwija Utama.
Soejanto, Agoes. 2001. Psikologi Komunikasi,Bandung: Remaja
Rosdakarya
135
Somad Permanarian dan Tati Herawati. 1996. Ortopedagogik
Anak Tunarungu. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek
Pendidikan Tenaga Guru.
Somantri, Sutjihati 2006. Psikologi Anak Luar Biasa, Bandung:
PT Refika Aditama.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan
Kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suparno. 1997. Komunikasi Total. Yogyakarta: Jurusan
Pendidikan Luar Biasa. FIP. IKIP Yogyakarta.
Suranto Aw, 2011. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Syaghilul M. Khoir. 2014. Skripsi Pola Komunikasi Guru dan
Murid di Sekolah Luar Biasa (SLB-B) Montessori Jakarta
Timur. Jakarta: UIN Syarifhidayatullah Jakarta.
Syamsul Bahari Alhafid. 2018. Skripsi Pola Komunikasi
Antarpribadi Guru dan Siswa Bekebutuhan Khusus Dalam
Menumbuhkan Kemandirian Studi Di SLB Tunas Harapan
Balaikembang Luwu Timur . Makassar: UIN Alauddin
Makassar.
Widjaja. 2000. Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Wijaya, Muhibudin Laksana. 2015. Psikologi Komunikasi.
Bandung: CV Pustaka Setia.
136
Website:
http://danankseta.blog.uns.ac.id/2010/06/01/komunikasi-antar-
pribadi.
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/19
5705101985031
Jurnal:
Al-Irsyad. 2016, Jurnal Pendidikan dan Konseling Vol. 6, No. 2,
Edisi Juli-Desember 2016
137
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Wawancara via online dengan Ibu Erni dan Nada (anak) (15 Juni
2020)
Wawancara via online dengan Ibu Nisa ( 15 Juni 2020 )
138
Wawancara via online dengan Ibu Eti dan Reza (anak) (16 Juni
2020)
Wawancara via online dengan Ibu Yeyen (16 Juni 2020)
Wawancara via online dengan Ibu Ani dan Nada (anak) (17 Juni
2020)
139
1. Wawancara dengan Ibu Erni Marlina Tri
Orang tua dari Nada (Mama Nada)
Arina Kapan pertama kali ibu mengajarkan Nada
tentang nilai-nilai keislaman itu bagaimana bu?
Sejak umur berapa lalu apa yang pertama kali ibu
ajarkan?
Ibu Erni Kalau itu saya ngikutin dari sekolah ya kak, dulu
pertama PAUD itu belajar mengenal huruf ya kak,
jadi tahun itu pertama belajar iqro kak untuk
membantu pengucapan huruf hurufnya ya.
Pertamanya iqro disitu kak iqro, untuk membantu cara
pengucapan huruf hurufnya gitu. Tahun pertama iqro,
Dirumah juga dilanjut iqro sama saya. Kalau
disekolah sekarang sudah mulai ajaran salat ya kak.
Alfatihah sama surat surat pendek.
Arina Itu baru di kelas 5 ini?
Ibu Erni Dari kelas 1 kak, mulainya alfatihah dulu sama doa
doa pendek kak. Doa doa tidur sama wudhu. Waktu
itu belajar gerakan tapi tidak langsung sekaligus gitu
ya kak bacaannya juga masih yang sederhana masih
cuma niatnya aja gitu kak. Pakai Bahasa Indonesia
kak udah ngga pake arabnya. Iya latinnya. Jadi saya
menerapkan dirumah mengikuti yang dikasih
disekolah gitu kak.
140
Arina Berarti sebelum Nada masuk sekolah itu Ibu belum
negajarkan nilai-nilai keagamaan?
Hmm belum ya kak kalau mendetail paling cuma ayat
sebentar gitu ya kak. Saya juga belum hmm kayak ini
ya kak kayak masih caranya apa gitu yaa. Buat seperti
Nada gitu ya, ngga seperti kakaknya yang bisa
mendengar normal.
Arina Berati harus pelan2 gitu ya?
Bu Erni Iya gitu kak, oh disekolah sudah bisa ini dirumah
diikutin kak sehari hari. Salat, kata ibu gurunya juga
kalau disekolah sama dirumah ga nyambung juga ga
bakalan bisa berkembang gitu kan anaknya.
Kadang saya juga suka takut kak yang dia belum
diajarkan di sekolah. Dia paham ngga ya caranya
Arina Nilai-nilai keislaman apa saja yang disampaikan
oleh Ibu pada Nada?
Mungkin ibu dirumah mengajarkan nilai-nilai
aqidahnya secara mandiri atau nilai akhlaknya, kalau
begini begitu tidak boleh. Begitu
Ibu Erni Kayak ngasih tau yang boleh tidaknya. Kayak kalau
misal Nada kalau baik nanti Allah sayang. Nanti Nada
pintar. Nanti Allah memberi. Saya suka ngasihtau gitu
kak.
Arina Dengan Bahasa yang ringan ya bu?
141
Ibu Erni Iya dengan Bahasa yang ringan yang Nada sudah
paham ya kak. Kadang kayak ga senagaja gitu kalau
lagi nonton jadi kesempatan juga buat Nada untuk
bertanya. Jadi saya sisispin sehari-harinya
Arina Berarti itu masalah akhlak dan ibadahnya sudah
tertanam sejak PAUD gitu ya..
Ibu Erni Iyah, tapi belum mendetil ya kak. Kan ada gangguan
di pendengarannya ya kak jadi harus apaya betul-betul
jelaas gitu ya. Kalau dia belum paham kita juga kan
harus ngulang lagi, ngulang terus. Kadang kalau pas
lagi dia ngambek juga susah. Kalau pas lagi Nadanya
kesel atau moodnya gabagus juga. Kalau pas dia lagi
mau mau kalau pas lagi dia ga itu yaudah masih
semaunya dia gitu kak.
Arina Berati yang lebih sering menanamkan nilai-nilai islam
sejak dini itu ibu atau ayahnya Nada? Yang lebih
dulu?
Ibu Erni Kalau karena mungkin saya dirumah ya kak. Kalau
yang dirumah sehari hari hampir full ya kak. Kalau
ayahnya kan kerja ya kak. Ayahnya paling
melanjutkan saja mengikuti saja. Kalau ayahnya
pulang baru sama Nada. Kalau libur aja paling sama
Nada.
142
Arina Terus ada media atau teknik khusus yang ibu
lakukan bersama ayahnya Nada untuk
menyampaikan nilai-nilai Islam pada Nada?
Ibu Erni Kalau teknik khususnya ga ada ya kak paling karena
mungkin dari sekolah harus tetap bicara ya kak jadi
tetep diajak ngobrol aja kak. Lebih ke pembiasaan
pembiasaan atau pas Nadanya agak “belok” sendiri
lagi solehahnya agak ilang, kalau mamanya agak
keluar tanduk paling dijadikan atau disambungin ke
nilai agamanya aja ya kak.
Kayak misalnya kalau mama marah mama sedih nanti
Allah sama (sedih). Nanti juga lama lama udah
nangkep dan udah paham. Jadi gak ada yang khusus.
Karena pelajaran dari sekolah juga sama. Cuma beda
tahap pembelajarannya aja. Jadi dirumah juga sama
juga. Ga jauh beda juga.
Arina Oh sama aja ya berati bedanya lebih pelan-pelan aja
ya kalau Nada?
Ibu Erni Iya harus jelaaaas banget baru bisa paham Nada.
Arina Selama ini feedback dari Nada sendiri bagaimana bu?
Apa seiring berjalannya waktu lebih baik atau ada
penolakan? Atau bagaimana?
143
Ibu Erni Alhamdulillah kan Nada itu ya, paham harus kalau
misal yang sehari hari gitu ya kak kayak ke
akidahnya. Kemarin juga kalau lagi dia nonton
youtube, kadang suka nonton korea korea. Dia udah
tau kalau melihat pusar dia malu. Dia sudah paham
nilai-nilai itu. Berati dia paham yang sudah dipelajari
sehari hari dia sudah nangkep. Soal iqro juga, kalau
misalnya saya lagi datang bulan ya kak dia juga suka
bilang “takut lupa nanti tidak ingat ingat lagi jadi
tidak pintar” karena kan akalu saya datang bulan
iqronya juga libur. Jadi dia sudah bilang begitu.
Arina Oh jadi sudah ada kesadaran pribadi dari Nada nya
gitu ya bu?
Ibu Erni Iyaa dari Nadanya sudah paham ya kak ya. Nilai-nilai
agama sudah tau sudah bisa nangkap. Saya juga jadi
sadar oh ternyata Nada sudah tau ya sudah paham
kalau ini adalah kewajiban kalau ini baik ada yang
kurang baik. Udah tau sih kak alhamdulillah..
Arina Kalau untuk ukuran waktunya lebih banyak dirumah
tau disekolah? Atau disekolah saja cukup dirumah
tinggal mempraktekan saja atau dirumah tetap keras
untuk menagjarkan nilai islam?
144
Ibu Erni Hmm Sekolah itu tetap menekankan pada orang tua.
Harus sama dengan sekolah gitu kak. Harus sejalan
dengan sekolah. Jadi disekolh nada orangtua tuh
perannya harus sama seperti guru disekolah. Dari
semenjak Nada masuk sekolah kak, orang tua itu
tanggung jawabnya besaaar banget gitu ya kak. Yang
saya tangkep selama Nada sekolah ya kak, kalau anak
disekolah ada kendala itu bisa berasal dari rumah.
Kalau ada yang terhambat disekolah ya kaka tau
dikelas ada yang kurang bagus misalnya ya kak, jadi
ketahuan banget kalau asalnya itu dari rumah,
ligkungan sekitar rumah dan orang tua kak. Berati
perannya itu sama kak.
Misalnya ibu gurunya bilang Nada kok ada yang lupa
ya misalnya tentang Pancasila kok Nada kayanya agak
bengang bengong. Kalau dirumah diulang-ulang terus
bisa kak dikelas. Kalau dirumah agak lamban ya
dikelas berati ada penurunan gitu kak. Jadi kayak
harus sama sama kerja kerasnya harus seimbang
sekolah dan dirumah.
Arina Berarti trigernya adalah ibu harus bergerak lebih
cepat gitu ya sama kayak disekolah gitu gaboleh kalah
145
Ibu Erni Iya betul kak. Harus sama banget gitu kak. Jadi kalau
misal dari sekolah terus dirumah ga diulang atau tidak
dipelajari lagi dirumah nanti pas mau masuk ke tahap
selanjutnya disekolah dia gabisa lagi kak karena
kemungkinan sudah lupa. Jadi dirumah harus diulang-
ulang lagi diperdalam lagi biar disekolah dia bisa ikut
materi selanjutnya. Karena kalau disekolah Nada suka
ada pengulangan materi setiap pagi tanya jawab gitu
kak. Jadi kalau dirumah ga di ulang itu ketahuan
Arina Ohh berati harus diulang – ulang terus atau mungkin
memang salah satu cara untuk mengajari anak
tunarungu ya bu atau bagaimana bu?
Ibu Erni Iya kak betul. Waktu itu pernah disekolah dibilang
harus selalu diulang ulang harus selalu diingatkan
itunya kak, kalau anak tunarungu ya karena kalau ga
diingatkan ya mungkin kayak cuma numpang lewat.
Mungkin karena anak ada gangguan di pendengaran
memang harus diulang-ulang. Meskipun tidak ada
ulangan ya mesti harus diulang sebelum tidur.
Makanya kemarin pas belajar dirumah, was wasnya
itu nanti paham gak ya. Karena kan kalau ketemu ibu
gurunya kan lain ya kak kayak ada penekanan. Kalau
dirumah kayaknya agak lebih santai, meskipun harus
ngumpulin ngumpulin tugas dan tanggung jawab.
146
Kalau selama dirumah kan video callnya seminggu
sekali. Bahas yang kemarin.
Arina Berarti sama halnya dalam menyampaikan nilai-nilai
Islam ya bu, harus diulang ulang agar dapat feedback
yang sesuai dengan keinginan
Ibu Erni Kadang saya juga suka mikir, nada sudah kelas lima
tapi tahapan atau bacaan salatnya belum semua kan
kak baru alfatihahnya sama surat pendek. Saya kalau
dirumah juga suka ragu ya, nanti Nada bakal paham
ngga ya. Dan pemakaian Bahasa saya juga milih milih
ya karena kadang Nada suka belum tahu. Kalau yang
abstrak juga suka gitu kak.
Sekarang nada sudah tau surga dan neraka. Haram
atau halal Nada juga sudah tau gitu kak. Yang kayak
Masih garis besar garis besarnya aja sih kak.
Arina Berati yang pertama kali ibu ajarkan dirumah ini
tentang ibadahnya ya bu? Yang dikenalkan pada
Nada.
Ibu Erni Iya kak waktu itu apa yaa, masih ngikut-ngikutin asal
gitu ya kak. Saya juga belum mengajarkan harus
begini harus begitu. Salat paling zuhur aja ya karena
masih PAUD. Karena disekolah juga sudah diajarkan
salat zuhur.
147
Arina Untuk komunikasi ibu dan bapak dirumah dengan
Nada ini, menemukan factor pendukung dan
penghambat gitu ga ya bu?
Ibu Erni Kalau penghambatnya itu kak hmm kalau kosa kata
dari Nadanya belum jelas. Nada berkata apa gitu kak.
Coba deh Nada menggambar atau kalau engga pakai
isyarat. Atau kalau engga Nada suka ngejelasinnya
“waktu kemarin kakak..” dia ngejelasin gitu kak kalau
kosa katanya yang dia sudah bisa dia ngejelasin. Oh
iya baru kita nyampe ke maksudnya Nada. Kalau yang
lain ga ada sih kak karena alhamdulillah Nada kosa
katanya sudah banyak. Terhambatnya paling kalau
Nada sudah keluar “kekeh”nya kalau sudah keras
harus dijelasin sampai mendetail sampe kadang
marah-marah juga kak. Dia juga suka minta apa yang
dia pengen gitu ya kak. Terus dibilang besok beli deh.
Jadi kayak dia mengeluarkan ancaman, jurusnya gitu
kak. “gamau salat” katanya. Pokonya harus betul betul
buat Nada paham gitu ya kak. Cuman alhamdulillah
nya itu ke kakaknya ke ayahnya ke semua gitu kak,
mendukung Nada gitu kak. Suka bantu juga
Arina
Berarti factor pendukungnya juga dari lingkungan
sekitar dirumah gitu ya bu?
148
Ibu Erni Iyaa, kalau misalnya saya lagi apa gitu saya suruh
kakaknya gitu suruh adek salat. Kakaknya juga suka
ngajak ngajak ayo salat. Ke ayahnya juga begitu
Arina Apa suka misalnya mengaji bareng atau salat
berjamaah dirumah gitu?
Ibu Erni Iya mau kak. kalau sama saya pas kemarin puasa kan
salat berjamaah tugas dari sekolah. Kalau sekarang
belum mau lagi kak. karena mama pertama. Belum
mau diajak bareng lagi. Bulan puasa kemarin rutin
kak mau diajak salat bersama . tarawih juga. Kalau
sekarang dia masih mau sendiri lagi. Alhamdulillah
sudah mau lima waktu.
Arina Berati penanganan anak tunarungu ini tidak bisa
dikerasin gitu ya bu? karena memang mereka
mungkin juga terhambat seperti itu.
Ibu Erni Kalau dikerasin dia malah sama kayak kita keras juga.
Dia malah gitu juga malah gamau sama sekali. Kuota
sabarnya harus banyak banget. Harus sampai Nadanya
paham sekali. Nada juga suka munculin gasuka marah
marah gitu ya.
Arina Kira-kira pesan ibu untuk orang tua diluar sana yang
memiliki pengalaman sama seperti ibu bagaimana bu?
149
Ibu Erni Ini ya kak, jangan menyerah aja ya kak. karena saya
juga ngerasain, dari kecil sampe sekarang Nada kelas
5. Tahapannya lain lain, kesulitannya. Harus tetep
sabar menghadapi yang satu ini. Harus terus sabar,
gaboleh setengah setengah. Harus total. Jangan
berpikir sampai sini aja deh cukup. Harus bisa
menggali potensi anak. Kalau udah bisa ketauan bakat
atau potensinya kemana kitanya ikut seneng karena
kayak dianya udah menemukan sesuatu jadi semangat.
Yang dia seneng jadi kayak udah ga bosen dn ga ada
keluhan. Kalau udah keliatan potensi anak,
kekurangannya tuh malah jadi kelebihan. Jadi untuk
orangtua lain harus tetep sabar, harus bisa
membimbing sampai dia berhasil nanti. Walaupun ada
kerikil2 kan pasti ada ya kak. di masing-masing pasti
beda kendalanya.jangan sampai merosot istilahnya
kalau pas lagi cape. Harus tetap semangat.
150
2. Wawancara dengan Ibu Nissa Imamy
Orangtua dari Fudhail Abdillah Alkaff (Mama Dillah)
Arina Sejak umur berapa dan pertamakali apa yang ibu
ajarkan kepada Dillah ini mengenai Islam?
Ibu
Nissa
Hmm kalau ngajarin Dillah ngaji, ngajarin Dillah
salat itu pas SD. Kalau untuk ngaji dan ngenal ngenal
huruf itu belum lama Dillah baru satu atau dua tahun
kemarin untuk Dillah ngaji iqro. Sekarang juga Dillah
masih ngaji iqra. Nah untuk sekarang lebih mudah
ngajarin Dillah karena dia sudah bisa baca. Kalua
untuk kemarin kemarin, solatnya Dillah ini jamaah
ikut ayahnya untuk membiasakan salat itu lima waktu.
Setiap bulan puasa tuh wajib puasa.
Arina Dari umur berapa bu Dillah diajarkan puasa?
Ibu
Nissa
Dillah puasa dari kelas satu SD. Puasa setengah hari.
Kelas 2 SD sudah puasa full sampai magrib. Jadi
setiap bulan puasa itu saya nerangin kalau ini bulan
Ramadhan. Semua orang islam berpuasa. Tapi
jelasinnya pakai Bahasa isyarat.
Arina Berati pake Bahasa isyaratnya pakai suara atau
pakai ?
151
Ibu
Nissa
Pakai suara iya, pakai gerakan tangan juga iya.
Misalnya kayak puasa, gaboleh makan. (menirukan
gerakan isyaratnya) jadi lebih ke visualisasi. Dikasih
liat jam nya. Jadi menjelaskannya ini dia melihat
secara langsung oh seperti ini. Antara ucapan dan
kenyatannya.
Terus kalau untuk hafalan surat-suratnya kalua untuk
kelas 4 SD ini Dillah udah bisa baca. Jadi kalau untuk
bacaan surat alfatihah surat pendek lainnya itu Saya
tulisnya latin. Lafadz nya saja jadi ditulisnya itu
perucapan. Tapi saya unjukin ini huruf arabnya ini
bacaanya. Untuk baca iqronya belum tinggi baru iqra
2. Jadi untuk ngebenerin lafadz lafadznya aja.
Terus kemarin belum lama juga dapat tentang kisah
kisah islam dalam Bahasa isyarat. Terus saya juga
sempet belajar Bahasa isyarat bisindo. Jadi pelan-
pelan bisa nerangin ke Dillah. Jadi kemarin pas Dillah
kecil untuk ngajarin salat, itu cuma untuk
membiasakan waktunya, gerakannya cuma untuk
bacaan salatnya belum. Jadi hanya untuk
memperkenalkan aja dulu.
Arina Kalau sebelum Dillah sekolah ini ibu sudah pernah
mencoba memperkenalkan nilai-nilai Islam atau
memang disekolah saja?
Ibu Ohh kalau sebelum sekolah, pada saat TK aja paling.
152
Nissa Kan temen temennya suka salat terus ngaji cuma
belum intensif sih kalo untuk pada saat TK. Jadi saya
nekeninnya pada saat SD. Jadi paling saya
ngajarinnya ngeliat kalau udah besar nanti salat sama
abi. Kalau Dillah nanti besar puasa. Paling itu aja
karena kan keterbatasan Bahasa juga kan nah begitu
SD itu mulai bener bener kita ajarin sampai sempet
pilih sekolahnya khusus islam waktu SD kelas 1. Di
Ar Rahman. Cuma ternyata pas promonya sama
kenyataannya pas masuk sekolah ternyata beda
banget. Dillah kan gasuka dibentak disana ternyata
gurunya agak galak. Lalu saya pindahin ke SLB 7
Arina Kalau di SLB itu berarti sekolah umum ya bu?
Ibu
Nissa
Sekolah umum. Dillah itu juga dipraktekin salat. Jadi
menurut gurunya, Dillah itu rajin salat dhuha
disekolah karena diajarin dirumah. Jadi memang dari
sekolah pun salat dhuha jamaah, salat zuhur juga
jamaah disekolah. Jadi memang dari pihak guru guru
pun membiasakan salat zuhur dulu sbeelum pulang
untuk yang kelas 4 keatas.
Arina Oh mungkin kan dari tadi ibu membicarakannya
mengenai ibadahnya ya bu ya, kalau dari segi
akidahnya atau akhlaknya apa kah ibu sudah
menanamkannya sejak dini atau bagaimana?
153
Ibu
Nissa
Ohh kalau itu paling dari.. namanya anak anak kan
suka nakal ya misalnya dia ngambil sesuaitu darimana
gitu ya. Dillah kan orangnya akalu apa yang dia mau
harus dia punya.
Pernah waktu itu ke alfamart dia minta cokelat cuman
ga saya kasih ternyata di ambil lah sama dia tanpa
bilang. Terus saya tanya “ini cokelat darimana?” dia
bilang katanya ngambil di Alfa. Saya ga marahin dia
karena dia kan belum paham ya kalau ngambil
sesuatu itu gaboleh. Lalu saya kasih tau “ngambil ga
beli itu dosa. Nanti Allah marah. Tangannya di
potong. Mau? Besok kalau Dillah mau bilang, minta”
tapi saya ngomongnya pakai Bahasa isyarat (sambal
menunjukkan dengan gerakan tangan)
Arina Itu sekitar umur berapa bu ditanamkan apa yang boleh
apa yang tidak boleh?
Ibu
Nissa
Itu dari kelas satu SD. Karena dillah anaknya pendiem
bukan yang nakal gitu. Ketika dia nakal pun saya
bilang itu ga boleh.
Arina Berati yang lebih condong berkomunikasi
mengenai ajaran islam ini lebih ke ibu atau
ayahnya Dillah?
Ibu
Nissa
Kalau dari sejak kecil sih saya tapi mulai besar udah
kelas 4 SD abinya udah mulai ngajarin karena Dillah
juga udah lebih gampang.
154
Arina Berarti lebih bagi bagi tugas gitu atau bagaimana?
Ibu
Nissa
Iya kalau salat jumat sama abinya, kalau salat
berjamaah juga
Arina Terus waktu yang menurut ibu pas untuk
menyampaikan nilai nilai Islam tuh kapan? Abis
magrib kah atau bagaimana?
Ibu
Nissa
Kalau untuk waktunya sih fleksibel yah gabisa
ditentuin tergantung dari moodnya dia. Soalnya kalau
moodnya dia lagi gak mau ya gak mau. Misalnya dia
lagi pengen main saat itu terus saya suruh belajar. Dia
gak mau nanti nangis. Jadi kalau dia lagi senggang
baru “ayo bang belajar hafalan lagi” terus saya tulis
“ayo bang diinget inget lagi dihafalin lagi” nah itu
lebih masuk ke dia daripada harus saya tentuin
waktunya. Kalau dipaksa mau dihafalin berkali kali
gaakan hafal.
Arina Berarti sudah ibu tanamkan hafalan surat pendek
sejak dini ya bu?
Ibu
Nissa
Iya karena sudah mulai bisa baca. Semenjak bisa baca
udah mulai hafalan seusia SD.
Arina Sekarang sudah berapa surat pendek yang dihafal oleh
Dillah?
Ibu
Nissa
Kalau yang bener bener hafal kayak doa makan.
Kalau surah pendek baru 3 surah pendek. Baru
alfatihah An Nas sama al Afalaq. Tapi kalau kayak
155
doa mau makan doa mau tidur nah itu sudah dia
hafalin karena sebelum dia mau makan dia mau tidur
harus baca doa dulu. Jadi dia gak lupa. Jadi untuk
anak anak tunarungu supaya dia gak lupa lebih baik
tuh yang memang sering dia lakukan. Memang gabisa
sekali dua kali. Kadang hari ini di inget terus
besokannya dia lupa. Jadi memang untuk anak
tunarungu harus berkali kali.
Arina Media atau teknik khusus apa yang ibu digunakan
untuk menyampaikan nilai-nilai islam pada
Dillah?
Ibu
Nissa
Jadi kalau untuk perbuatan sehari hari aja. Jadi
memang harus ada contohnya. Jadi misalnya saya
ngelarang nih, gaboleh itu harus ada contohnya
kenapa alasannya. Terus ditunjukin visualnya
misalnya gambar terus pokoknya bisa dilihatin.
Kadang saya ambil gambarnya dari internet kan terus
ditunjukin ini boleh ini gaboleh. Terus dikasih liat
visualnya iya tulisannya gimana pengucapannya
gimana. Jadi bener bener paham. Jadi misalnya saya
suruh salat tapi gapake gerakan. Jadi nanti dia gatau
kalau itu disuruh salat. Kadang seperti itu. Tulisannya
bagaimana pengucapannya seperti apa gerakan
visualnya tuh kayak gimana
Arina Berati gak ada teknik khusus untuk anak tunarungu
156
gitu bu misalnya?
Ibu
Nissa
Kalau untuk anak tunarungu yang tanpa double
masalahnya, itu biasanya dia pinter. Kayak kalau
Dillah ini memang cuma tunarungu jadi
kecerdasannya seperti kayak anak anak normal jadi
dia kalua untuk ngajarin sama aja sih kayak ngajarin
anak umum biasa. Lebih ke sering diulang sering
diajarin baru itu bisa.
Arina Factor penghambat dan pendukungnya sendiri ni
apa bu dalam penyampaikan nilai islam mungkin?
Ibu
Nissa
Ya kadang dari orangtua itu kan kadang kalau kita
menjelaskan apa, anak suka ga paham maksud dari
kita. Makanya kenapa orang tua pun perlu banyak
belajar tentang bahasanya si anak. Atau biasanya
orangtua itu punya Bahasa isyarat sendiri terhadap
anaknya
Arina Berarti yang paham itu cuma ibu dan anaknya aja gitu
ya?
Ibu
Nissa
He’eh. Jadi kadang kan gini ni. Saya udah bikin
Bahasa isyarat saya sama dia tapi begitu saya belajar
bisindo atau Bahasa isyarat lain tuh beda. Terus
kadang sama yang disekolah juga beda kan tuh,
disekolah SIBI kalua sehari hari biasanya bisindo
Arina Terus apalagi penghambatnya bu?
bu Nissa Paling kalau anak tunarungu tuh durasi jam
157
belajarnya. Dia gak bisa lama. Gabisa lebih dari satu
jam. Kalau moodnya dia bagus bisa sering dalam
sehari tapi kalau moodnya ga bagaus samasekali
dalam sehari tuh dia gamau. Terus harus ada
rewardnya juga misalnya “bang kalau udah selesai
udah hafal nanti dikasih hadiah” nah jadi dia
semangat. Kita sering puji dia nanti kalau dia
ngelakuin kesalahan jangan sekali kali marahin dia
karena sakit hati dia tuh lama. Karena dia ngerasa
minder. Karena kalau marah-marahjuga percuma dia
gak ngerti.
Kalau gamau salat paling saya bilang nanti Allah
marah nanti Allah ga sayang ayo salat salat itu wajib.
Marah sih marah cuman lebih ke bilangin untuk salat.
Kalau gak salat nanti ga dikasih uang jajan. Jadi ada
hukuman yang harus dia terima ketika dia gak salat.
Arina Berarti factor penghambatnya tadi keterbatasan
Bahasa terus soal moodnya dia. Terus apalagi bu kira?
Ibu
Nissa
Paling itu aja sih kira kira. Soalnya biasanya kalau
anak tunarungu itu deket sih sama orang tuanya sama
ibunya. Ibunya harus ekstra sabar ngedampingin dia
berulang-ulang. Paling itu aja.
Arina Kalau factor pendukungnya bu?
Ibu
Nissa
Dari lingkungan iya karena kan saya gapernah
ngebatasin Dillah bermain sama teman teman
158
dengarnya dia. Ke komunitas, Dillah kan aktif di
komunitas teater. Komunitas sesama anak tunarungu
itu bikin dia makin percaya diri. Terus terkadang yang
kita tidak bisa menjelaskan ke dia, temen temennya
bisa menjelaskan. Jadi Dillah lebih muda nangkep.
Komunitas itu benar benar bikin dia lebih percaya diri
karena dia ga sendiri seperti itu. Jadi biasanya main
sama temen temen “denger” apalagi kalau sama
temen perempuan yang “denger” kadang Dillah suka
minder. Dia suka baper dan minder kalau sama anak
perempuan. Jadi kalau dia belajar sesuai apa yang dia
suka dia jadi lebih cepet nangkep.
Jadi makanya kalau saya ngajarin Dillah, dia harus
suka dulu nih gabisa dipaksa atau gimana. Ga kayak
anak normal kalau dipaksa dia masih mau ikut.
Arina Kalau factor pendukungnya mengenai penyampaian
nilai-nilai Islam ini ibu bekerjasama dengan ayahnya
(Dillah) gitu ya?
Ibu
Nissa
Iya sama disekolah dan dikomunitas dan sama temen
temen tulinya juga. Tapi biasanya disekolah sih yang
lebih seringnya.
Arina Lalu feedback apa nih bu yang diterima orangtua
setelah menyampaikan nilai-nilai Islam?
Ibu
Nissa
Anaknya juga bisa jadi lebih sopan, yaa kan kalua
habis salat saya suka bilang “ayo cium tangan ke
159
semuanya”
Jadi memang kalau mengajarkan ke anak tunarungu
memang hal yang biasa harus kita lakuin. Cuma harus
lebih ke kehidupan sehari harinya. Ini yang berbuat
baik ini yang gak baik. Terus anaknya juga bisa lebih
menghormati orang lain.
Arina Dan menurut ibu sendiri nih perkembangan Dillah
mengenai ajaran Islam dari tahun ke tahun bgaimana
bu? Lebih baik atau bagaimana?
Ibu
Nissa
Lebih baik sih, sekarang salatnya juga gaperlu disuruh
ga kayak kemaren2 pakai nangis. Terus lebih mandiri
lebih dewasa. Lebih ngasih contoh untuk adik
adiknya. Jadi Alhamdulillah sih mentanya dia
kedewasaan dia agamanya juga selalu bertambah.
Arina Kira-kira pesan ibu untuk orang tua lain yang
memiliki pengalaman yang sama dengan ibu ni
gimana bu?
Ibu
Nissa
Pesen saya sih gausah malu dititipkan anak yang
special. Kadang ada juga orangtua yang malu anaknya
ga disekolahin. Jadi gausah malu punya anak yang
special karena mereka juga punya hak untuk pinter,
untuk bersosialisasi terus nyari kerja dan ajarin dia
untuk dia mandiri. Dan jangan membatasi minat dan
bakat kesukaan dia.
160
3. Wawancara dengan Ibu Eti Susilowati
Orang tua dari Tareza Maula (Mama Reza)
Arina Pertama kali, nilai islam apa yang ibu ajarkan pada
reza ini bu?
Ibu Eti Hmm ini kalau saya tuh pertama Reza tuh belajar ngaji
kak usia waktu itu sih pas sekolah gitu TK. Pas sekolah
TK ka udah mulai diajarin tuh solat dan belajar ngaji.
Saya juga kalau dirumah iya sih sama ngajarinnya,
cuman Reza belum bisa cuman ngikutin gerakannya
aja.
Arina Lalu selain salat apalagi bu?
Ibu Eti Ngaji ajah..
Arina Oh berarti yang pertama kali diajarkan nilai ibadahnya
ya bu ya pertama kali? Lalu, selain itu kan lama lama
Reza sudah bisa ngaji dan salat lalu Reza mulai
diajarkan akidah atau akhlaknya mulai dari kapan ibu
menyampaikannya?
Ibu Eti Ya dari kecil juga lah kak
Arina Iya bagaimana cara ibu menyampaikan dan
161
menerapkannya itu ke Reza agar bisa sampai gitu
bu ke Reza?
Ibu Eti Ya kita pakai Bahasa kita, Bahasa Ibu. Bahasa isyarat
kita. Karena kan biar anak paham gitu loh kak. Sebisa
anak kita aja pahamnya gimana gitu jadi kita ajarin aja
kayak gitu.
Arina Lalu kalau diajarkan mengenai mana yang baik mana
yang buruk itu kapan bu, tentang akhlaknya?
Ibu Eti Hmm ya kita sih sesuai tahap kita waktu itu aja sih
kak.selama berjalan aja selama pertumbuhan Reza aja
gitu pas Reza udah mulai mengenal apa apa gitu udah
kita ajarin juga. Dari dia mulai sekolah juga kita ajar
ajarin.
Ya gimana ga boleh sama orang gimana juga kita ajar
ajarin.
Arina Bertahap gitu ya bu pelan-pelan? Lalu siapa yang
sering mendampingi atau menyampaikan nilai nilai
Islam pada Reza?
Ibu Eti Saya kak. Ayah nya kan terbatas waktunya. Soalnya
kan kita sellu berdua kemana mana juga berdua. Selalu
ada kegiatan selalu berdua. Jadi setiap ada kesempatan
selalu berdua
Arina Berarti selalu ibu ya yang menyampaikan nilai-nilai
akademik atau agama? Terus biasanya ibu
mengajarkannya kapan nih kapan waktunya bu? Ada
162
waktu tertentunya ga untuk menyampaikan nilai-nilai
tentang Islam?
Ibu Eti Iya kak saya. Kita biasanya malem kak kalau ngaji gitu
kan. Cuman sekarang Reza anaknya udah mulai malu
udah ga mau. Dia selalu dirumah. Jadi dia kalau belajar
ngaji selalu dirumah ga mau ngaji sama orang gamau.
Karena dia malu takut di ledekin dia gamau. Keluar dia
juga gamau.
Arina Berarti nilai nilai Islam yang diajarkan sama ibu tadi
selain salat, mengaji terus apalagi bu? Puasa mungkin
bu?
Ibu Eti Oh iyaa puasa. Kan sekolahnya ini kan dibelakang
masjid terus dia udah tau kalau setiap Jumat tuh amal.
Kalau puasa alhamdulillah dia selalu full dari kelas 3.
Arina Lalu ada media atau teknik khusus ga bu untuk
menyampaikan nilai-nilai keislaman ini kepada
Reza?
Ibu Eti Oh iya melalui gambar kak. Hmm ini kayak melalui
buku gitu kak. Kayak ada gambar dan tulisan tulisan
gitu. Kan dia kalau denger kan gabisa kan, jadi dia
melalui gambar, baca. Alhamdulillah si dia udah mulai
bisa baca, baru bisa ngeja-ngeja aja.
Arina
Berarti selain pakai gambar pakai apalagi bu?
163
Ibu Eti Kayak gini sih kak (sambil menunjukkan buku
bergambar). Ya gini sih kak visual dia sih udah bisa
ngeja kayak ba-ba gitu..
Selain dengan gambar mungkin dengan itu.. dia sih
kayak liat di TV gitu dia juga udah mulai paham.
Arina Terus ada gak sih bu factor penghambat untuk ibu
menyampaikan nilai-nilai islam bu?
Ibu Eti Iyasih banget. Susah banget kak. Kita kan gangerti
Bahasa arab pakai Bahasa Isyarat kita kan ga ngerti.
Pengennya sih saya juga belajar Bahasa isyarat arab
tentang ini tentang Alquran ini. Kayanya harus kayak
gitu kak cuman belum ngerti kan. Kan Bahasa nya
yang buat kita ucapin ke dia itu susah jadi bingung jadi
orang tua
Arina Selain kesulitan itu apalagi bu kira-kira?
Ibu Eti Kesulitannya cuma itu aja
Arina Kalau factor pendukungnya?
Yang mendukung ibu bisa menyampaikan nilai-
nilai tersebut pada Reza ada gak?
Ibu Eti Ya itu les ya gitu kak Rezanya. Les matematika kayak
gitu. Dia kalau diajarin agama ga mau. Dari kelas 3
Reza udah ikut lomba phantomim, bulu tangkis, bola.
Udah.
Arina Terus kira-kira ibu dapet feedbacknya gimana bu
dari Rezanya?
164
Ibu Eti Reza tuh emang seneng gitu kak seneng kayak gitu.
Kalau udah ikut kegiatan dia pasti langsung bisa. Dia
kalau sudah diajarin sekali tuh langsung bisa. Apapun
itu. Cara menghapal gitu juga dia lebih cepet gitu.
Alhamdulillah sih kak dia emang kalau buat belajar
semangat tapi kalau buat bergaul kalau buat di
lingkungan yang orang-orang bisa ngomong dia gamau
malu. Tapi kalau bergaul sama lingkungannya sama dia
sama tuli gitu ya kak dia mau. Lebih banyak
ngomongnya, lebih cepet bergaulnya.
Arina Kira-kira kedepannya ibu akan mengajarkan Reza
apalagi nih bu tentang nilai Islam yang belum
disampaikan?
Ibu Eti Iya sih kak pengennya Reza tuh semuanya dapet ga
cuma pelajaran yang itu aja. Pengennya belajar agama
juga bisa gitu loh. Tapikan kita juga bingung ya
kendalanya ya itu di Bahasa isyarat yang harus
dingertiin dulu sama orangtua nya. Kita pakai Bahasa
biasa kayak A, Ba itu udah biasa udah bisa. Tapi kalo
yang lain kalau huruf qur’an yang nyambungnya itu
kan mesti ada Bahasa isyarat juga. Kita juga belajar
pokoknya kak.
Arina Tapi Reza ini tetep ada feedbacknya gitu ya bu kalau
diajarin?
Ibu Eti Iya mau kak, secara verbal dia juga mau. Sebenernya
165
4. Wawancara dengan Ibu Yeyen Saripah Zein
Orang tua dari Abdullah Sanjaya (Mama Jaya)
Arina Nilai- nilai islam apa saja yang pertama kali ibu
sampaikan ke Jaya?
Ibu
Yeyen
Paling kalau salat sih dia udah paham ya. Tapi gatau
deh kalau bacaannya saya kurang paham, kurang
mengerti deh saya. Tapi kalau gerakannya dia
paham. Berwudhu juga kalau kita ajarin dia paham
berwudhu cara salat cuma yang untuk bacaannya sih
saya kurang tau di abaca apaan. Ga ngerti
Arina Oh ibu belum mengajarkan bacaannya juga?
bisa, tapi kurang ngerti kalau untuk ngaji gitu kak. Dia
tau alif itu A gitu cuman kan kita kan kesananya kita
juga bingung.
Arina Tapi untuk ngaji apa masih disuruh-suruh oleh ibu?
Ibu Eti Kemauan dia sih kak kalau itu. Kalau saya suruh juga
mau sih.
Arina Kira-kira ibu pengen ngasih pesan apa gitu untuk
orangtua lain yang dapet amanah seperti ibu?
Ibu Eti Kayanya sih jangan patah semangat ya kak punya anak
kayak gini. Gaboleh nyerah deh gaboleh nyerah banget.
Yang lain bisa kita juga bisa kok. Masa anak kayak
gini kita gabisa. Apalagi anaknya juga punya kemauan.
166
Ibu
Yeyen
Belom… saya juga bingung untuk ngajarin dia,
kalau gerakan udah bisa dia udah paham cuma untuk
gerakan buat bacaan saya masih bingung
Arina Di sekolah tidak diajarkan memang bu?
Ibu
Yeyen
Sejauh ini memang belum ada pengajaran tentang
gerakan salat eh bacaan salat.
Arina Ohh gituu. Berarti dari umur berapa ibu
mengajarkan nilai atau menyampaikan nilai-
nilai keislaman pada Jaya?
Ibu
Yeyen
Kelas satu mah saya udah coba ajarin. Pertama dia
sering ke musola untuk salat.
Arina Selain salat apalagi bu nilai-nilai keislaman apalagi?
Ibu
Yeyen
Paling salat doang deh. Kalau ngaji saya masih
bingung cara belajarnya sih.
Arina Kalau kayak akhlak gitu atau akidah nya gitu
gimana bu?
Ibu
Yeyen
Maksudnya?
Arina Misalnya dikasih tau kalau ini ga sopan ini sopan.
Ini baik ini ga baik gitu gimana?
Ibu
Yeyen
Ohh kalau itu dia paham. Yang kita ajarin bagus
kalau misalnya jelek paham dia. Udah ngerti dia
Arina Sejak kapan ibu mengajarkan itu?
Ibu
Yeyen
Sejak dia mulai aktif bermain di lingkungan
167
Terus yang lebih dominan mengasih tau
mengajarkan nilai nilai Islam itu ibu atau ayahnya
mungkin?
Ibu
Yeyen
Kebanyakan sih kalau bapaknya kan jarang dirumah.
Kebanyakan dari pihak saya sama dari pihak kakak-
kakaknya.
Arina Ohh terus biasanya waktu yang tepat untuk ibu
menyampaikan nilai-nilai itu kapan bu?
Mengajarkan nilai-nilai islam itu waktunya
kapan ibu sering mengajarkan?
Ibu
Yeyen
Kalau dia pas lagi bisa senggang gitu misalnya ada
dirumah terus ga ngapa-ngapain terus saya ajarin.
Kan suka bosen dirumah dia main pas berada
dirumah dia diem terus saya ajarin wudhu nya,
kadang suka saya ajarin ngeliat saya sendiri salat dia
udah ngerti
Arina Jam berapa kira-kira gitu bu?
Ibu
Yeyen
Hmm abis maghrib sih
Arina Terus berarti nilai-nilai apa saja yang sudah ibu
terapkan ke Jaya ini?
Ibu
Yeyen
Paling kalau mau makan paling saya utamakan
untuk berdoa, terus kalau misalnya mau tidur jangan
lupa berdoa.
Arina Kalau ngaji belum gitu ya bu?
168
Ibu
Yeyen
Hmm iya kalau ngaji belum soalnya disini kan
temen-temennya orang normal semua jadi kan
paling ngaji cuma ngeliatin doing gaikut baca cuma
ngeliat doang. Pernah ikut-ikutan temennya ngaji
tapi cuma ikut nyaksiin doang. Nyaksiin temen
temennya ngaji terus dia ga ngaji diem diem doang
begitu.
Arina Belum bisa melafalkannya berarti gitu ya?
Ibu
Yeyen
Iyaa belum tau tempat khusus buat ngaji anak anak
tunarungu itu dimana. Belum tahu.
Arina Terus bagaimana caranya ibu menyampaikan
nilai nilai Islam, ada teknik khusus kah atau ada
cara tertentu kah?
Ibu
Yeyen
Jujur kalau saya mengajari tentang islam sama anak
yang berkebutuhan khusus ini malah saya bingung.
Saya bingungnya gimana cara anak kayak Jaya tuh
bisa belajar ngaji, saya masih nyari yang kira-kira
ada dijakarta.
Arina Terus teknik khusus apalagi bu yang ibu terapkan
untuk mengajari nilai-nilai Islam ini?
Ibu
Yeyen
Gaada sih selain itu itu aja. Paling kemaren kan
dapet buku yang buku iqro itu. Tapi paling saya
suruh liatin doang ini huruf A Ba Ta, tapi dia masih
bingung. Bingungnya tuh susunannya. Kan dapet
buku pedoman-pedoman agama saya unjukin cuma
169
dia masih bingung aja megangin kepala, ga ngerti
dia gimana caranya.
Arina Tapi Jaya pernah menolak gitu gak bu untuk belajar
agama Islam ini?
Ibu
Yeyen
Misalnya dia diajak temennya ngaji dia mah mau ga
nolak. Diajak ngaji kek diajak bareng salat dia mah
mau ga nolak dia malah responnya cepet. Cepet
pengen cepet cepet bareng. Tapi kadang-kadang
temennya juga mungkin karena anak saya lain dari
Pada yang lain saya suka segen ngajaknya. Cuma
suka gimana gitu.
Arina Berarti sesuai sama moodnya Jaya aja ya bu?
Ibu
Yeyen
Mood dia tuh kalua diajak sama temen temennya
responnya cepet tapi kadang-kadang temennya kalau
ngajak suka gamau. He’eh gamau.
Arina Terus ada factor penghambat lain yang bikin ibu
kesulitan menerapkan nilai-nilai Islam?
Ibu
Yeyen
Ada sih ada ada faktornya cuma faktornya itu aja.
Kan perbedaan kita mengajar orang tunarungu tuli
sama orang normal kan beda. Perbedaannya sih
cuma itu doang. Kalau orang tuli kan saya masih
bingung cara pengajaran nilai-nilai agamanya tuh
dengan metode apa. Apa yang kira-kira dia paham.
Saya masih nyari-nyari tapi kadang-kadang jaya tuh
kalau suka kita ajarin nilai-nilai agama suka ga
170
paham. Jadi kadang dengan cara SIBI dan juga kita
ga paham sama reaksi gerakannya dia juga kadang-
kadang ga paham kadang saya juga ga paham. Jadi
kayak bentrok gitu.
Arina Jadi beda pemahaman gitu ya bu ya?
Ibu
Yeyen
Iyaa jadi saya belum 100 persen tuh hapal gerakan
gerakan gerakan SIBI paling dengan Bahasa bibir
doang saya mengerti.
Arina Hmm apalagi bu factor penghambatnya?
Ibu
Yeyen
Itu doang komunikasi doang kayanya sih
komunikasi doang yang kurang kayak kurang apa
kurang srek gitu ke dianya juga ke sayanya juga.
Arina Kalau mengenai moodnya suasana hatinya jaya gitu
apakah berpengaruh ngga?
Ibu
Yeyen
Emang suka berpengaruh sih kalau dia lagi moodnya
lagi gam au kita ajarin juga ga bakalan mau ga bakal
nangkep ga bakal masuk
Arina Jadi nunggu dia mood dulu gitu ya bu ya?
Ibu
Yeyen
Iya nunggu dia mood dulu kadang mungkin karena
dia cape kali ya kita ajarin dia belajar gitu dia kan
masih keras yah. Kadang dia suka cape gitu dianya.
Kalau udah cape ya udah males aja udah nyerah gitu
suka bilang pusing gitu hehehe
Arina Apa kalau misalnya mengajarkan anak tunarungu ini
harus dengan proses yang diulang ulang gitu ga sih
171
bu atau harus gimana
Ibu
Yeyen
Oh emang mesti diulang ulang karena kalau ga
diulang-ulang dia suka ga paham kalau sekali dia ga
paham. Karena kita ngajarnya suka diulang-ulang
perkata gitu. Maksud dan tujuan ayat yang kita
ajarin itu kita ulang-ulang aja masih suka kurang
paham.
Arina Terus kalau ada lagi ga bu factor penghambatnya?
Ibu
Yeyen
Ya paling penghambatnya cuma komunikasi sama
verbal kita untuk ngajarin nya doang
Arina Kalau factor pendukungnya apa kira-kira?
Ibu
Yeyen
Factor pendukungnya maksudnya secara pribadi
atau secara gimana?
Arina Pendukung antar ibu dan anak itu bagaimana? Atau
misalnya dari lingkungan sekitar yang bantu atau
bagaimana?
Ibu
Yeyen
Kalau lingkungan buat pengajaran secara pribadi sih
saya ini pas banget lingkungannya terlalu rame
banget kalau di tempat tinggal saya pas banget
komplek pengajar. Kalau factor kendala cuma
komunikasi doang sama Jaya kadang-kadang saya
kurang paham juga Bahasa Bahasa anak anak tuli
yang begitu gitu kayak SIBI Bisindo gitu saya
kurang paham. Kurang hafal.
Arina Oh kurang paham gitu ya bu. Berarti kalau dirumah
172
pakai Bahasa isyarat pribadi gitu ya bu yah?
Ibu
Yeyen
Iya kadang saya dirumah juga baca gerakan tangan
sama mulut hehehe yang sering saya utamain liat
mulut saya sering disuruh ngeliatin Jaya mulu. Jaya
suruh liat mulut saya apa yang saya ucapkan
Arina Berarti factor pendukungnya dari lingkungan
sekitarnya membantu mengajari Jaya nilai-nilai
Islam gitu ada ga bu?
Ibu
Yeyen
Ga ada guru ngaji khusus anak tuli
Arina Tapi Kakak-kakaknya suka ngajarin jaya untuk salat
misalnya gitu ga bu? Atau salat jamaah dirumah?
Ibu
Yeyen
Kadang suka ngajak cuma emang Jaya nya mungkin
karena dia apa namanya.. mungkin dirumah kali
kurang srek buat salat bareng
Arina Suka gamau ya?
Ibu
Yeyen
Dia malah ngajak untuk salat jamaah diluar
Waktu puasa Jaya ikut puasa ga?
Ibu
Yeyen
Alhamdulillah saur sih itu sahur tapi dia ga pernah
sampai full jadinya setengah hari hehe.
Alhamdulillah si sahur tetep sahur dia tahu
waktunya kalau sahur tuh bangun alhamdulillah tapi
untuk puasa full sampai maghrib dia belum paham
banget.
173
Arina Terus ada timbal balik apa aja yang ibu dapat dari
Jaya?
Ibu
Yeyen
Oh ya dia ngerti apa yang dilarang paham apa yang
ga boleh dia tiru. Itu doang dia sudah tau mana yang
baik mana yang enggak udah paham dia. Sejauh ini
sih hmm apaya dia paham waktunya maghrib dia
paham.
Arina Apa pesan ibu atau saran dari ibu untuk orangtua
yang memiliki pengalaman ya sama seperti ibu?
Ibu
Yeyen
Pesan aya tuh supaya anak anak begini tuh lebih di
tingkatkan dengan agama sama Bahasa Bahasa
gerakan gerakan non verbal supaya anak itu diberi
guru gitu untuk pengajaran anak anak tunarungu gitu
kan jarang. Biasanya di daerah. di Jakarta timur tuh
kalau saya perhatiin guru-guru pengajar buat
tunarungu tuh ga ada deh kak.
5. Wawancara dengan Ibu Ani Marlina
Orang tua dari Nayla Tri Widiastuti (Nayla)
Arina Bagaimana orangtua menyampaikan nilai-
nilai Islam yang diajarkan orang tua, dari
174
umur berapa Ibu kira-kira Nayla sudah
diajarkan mengenai Islam gitu bu?
Ibu Ani Dari pertama masuk SDLB umur sekitar
sembilan tahun ya, eh delapan tahun
Arina Oh apa yang pertama kali diajarkan tuh bu?
Ibu Ani Ya salat, Allah, ngaji gitu
Arina Berarti ini mengenai ibadahnya ya bu. Kalau
mengenai yang lainnya bu seperti akidahnya atau
akhlaknya itu dimulai umur?
Ibu Ani Umur berapa tahun ya pokoknya pertama masuk
SLB aja gitu
Arina Oh berarti ibu sebelum Nayla masuk SLB ini ibu
belum pernah menyampaikan atau tetap
diajarkan nilai Islam?
Ibu Ani Ya pernah tetep dirumah masalah salat, ngaji
Arina Menggunakan Bahasa isyarat atau menggunakan
apa bu?
Ibu Ani Menggunakan Bahasa isyarat
Arina Yang ibu terapkan dirumah sama Nayla ini SIBI,
BISINDO atau apa bu?
Ibu Ani BISINDO
Arina Baik, berarti mulai pertama kali diajarkannya ini
soal salat dan siapa tuhannya ya bu ya
Ibu Ani He’eh, makanya kemarin kan ini kak kemarin
ada yang bagi-bagi buku masalah itu. Ya diajarin
175
gitu masalah Nabi gitu. Diceritain kayak gini
kayak gini. Tapi ya mungkin belum paham bener
Arina Sekarang tapi sudah memperlihatkan kemajuan
kah bu mengenai nilai-nilai Islam gitu yang
diterapkan dirumah ?
Ibu Ani Yaa sekarang udah mengerti wudhu salat udah
mengerti
Arina Ibadah lain selain salat kira kira apa bu?
Ibu Ani Puasa
Arina Kemarin pas Ramadhan puasa bu Naylanya?
Ibu Ani Puasa insyaAllah walaupun kadang engga
bolong-bolong yang penting saya ngajarin puasa.
Dia tau dikit dikit masalah puasa dia ngerti gitu.
Arina Siapa yang lebih dominan berkomunikasi
mengenai nilai-nilai islam pada Nayla. Ibu
atau ayahnya nayla mungkin?
Ibu Ani Ibu, saya sendiri kak
Arina Biasanya tuh waktu yang pas untuk
menyampaikan atau mengajarkan nilai-nilai
Islam kepada Nayla tuh di waktu waktu
kapan bu?
Ibu Ani Abis salat maghrib kak
Arina Ohh abis salat maghrib. Biasanya itu ngaji atau
apa bu?
Ibu Ani Ya ngaji sambil belajar
176
Arina Iqro berapa bu sekarang Nayla?
Ibu Ani Hehe Iqro berapa yaa.. baru iqro satu aja susah
banget kak. Untuk menghafalnya susah cuman
dia ngikutin aja gitu. Saya ajarin salat wudhu
gitu.. ya baca ayat ayat pendek
Arina Berarti hafalan surat pendeknya sudah banyak
juga?
Ibu Ani Belum sih kak paling. Paling seumpamanya
kayak doa mau makan doa doa mau tidur gitu
kak
Arina Lalu ibu bagaimana nih bu caranya
menyampaikan nilai-nilai Islam apakah
setiap hari diulang-ulang atau bagaimana?
Ibu Ani Diulang ulang kalau anak seperti Nayla perlu
pengulangan. Dia lama untuk ininya ngertinya,
untuk menghafalnya dia lama makanya harus
diulang-ulang terus. Kalau dia udah bener bener
hafal baru ke yang lainnya gitu.
Arina Oh mungkin gampang lupa gitu kali ya bu?
Ibu Ani Iyaa, iya kak
Arina Terus ada media atau teknik khusus ga bu
yang ibu gunakan untuk menyampaikan
nilai-nilai Islam pada Nayla?
Ibu Ani Ada sih dengan Bahasa isyarat semuanya. Kalau
misalnya ga salat nanti Allah marah gitu pake
177
isyarat. Dia akan mengerti kalau nanti Allah
marah gitu
Arina Berarti kalau misalnya akhlaknya gitu bu ibu
mengajarkannya seperti apa? Misalnya tidak
boleh melawan orang tua itu ibu
mengajarkannya bagaimana? Dan apa saja nilai
akhlak yang ibu ajarkan?
Ibu Ani Ini.. oh ini tidak boleh, dosa Allah marah gitu
gitu aja.
Lalu Nayla mengerti?
Ibu Ani Iyaa tapi kalau lagi marah ya masih aja
melakukan. Seumpamanya marah banget gitu
Arina Berarti tergantung suasana hatinya Nayla juga ya
bu ya
Ibu Ani iyaa
Arina Lalu apa aja nih bu factor penghambat yang
bikin ibu ngerasa sulit untuk menyampaikan
nilai-nilai Islam pada Nayla ini?
Ibu Ani Pengambatnya kadang saya bingung kadang
untuk menyampaikannya itu bagaimana caranya
gitu. Saya bingungnya disitu. Seumpamanya
menyampaikan ini gimana ya gituu.
Arina Maksudnya bingungnya itu gimana bu? Dalam
hal penyampaiannya atau..
Ibu Ani Seumpamanya gini.. Nabi. Dia kan belum ngerti
178
bener soal Nabi gini gini, cara penyampaiannya
itu susah padahal kan kemarin dikasih buku 25
Nabi untuk mengajarinya tuh bingung gimana
caranya biar paham gitu loh. Iyaa
menyampaikannya
Arina Kalau factor pendukungnya gimana bu?
Ibu Ani Hmm pendukungnya.. factor pendukung
gimana?
Arina Iya maksudnya yang dirumah yang lain ikut
membantu mengajarkan atau factor pendukung
lainnya gitu
Ibu Ani Ada sih ada pendukung. Kakak saya gitu. Cuman
dia ngasih inspirasi supaya ini anak harus ini ini
gitu. Cuma saya kadang nanya. Kalau saya ga
ngerti saya nanya sama theraphysnya bagaimana
ini ini gitu.
Arina Berarti ibu dapat timbal balik apa bu dari Nayla
ini semenjak ibu mengajarkan
Ibu Ani Yaa lebih ngerti. Lebih ngerti yaa Alhamdulillah
paham gitu mana yang baik mana yang buruk
Arina Lalu diterapkankah setiap harinya bu rutin?
Ibu Ani Iyaa kayak mau makan berdoa dulu gitu. Saya
terapkan selalu gitu.
Arina Mungkin apa saran ibu atau ibu pengen
menyampaikan apa untung orang tua yang
179
memiliki pengalaman sama seperti ibu?
Ibu Ani Yaa harus sabar sabar didik anak kayak gitu.
Pokoknya ini aja deh semangat aja deh pokoknya
jangan menyerah