Konflik Etnis Dayak Dan Madura

Embed Size (px)

Citation preview

  • 5/11/2018 Konflik Etnis Dayak Dan Madura

    1/9

    SELAMI IPS Edisi Nomor 24 Volume I Tahun XlII Agustus 2008 ISSN 1410-2323

    KONFLIK ETNIS DAYAK DAN MADURA DI KALIMANTAN BARAT:Kajian dari perspektif Sosiologil)Oleh :Muhamad Aba;)

    Abstrak: Dalam sejarah perjalanan relasi antar etnik dihelahan bumi ini selaludiwarnai dengan konflik antar etnik itu sendiri. Konflik berbasis etnis selalu sajamencari akarnya pada persoalan sosial ekonomi dan budaya Perkelahian antarindivindu dengan kekerasan merupakan trigerfactor munculnya kekerasan etnisyang terjadi di Indonesia seperti halnya konflik etnis di Kalimantan Barat. Hasilpenelitian menunjukan bahwa konflik etnis Dayak dan Madura sudah terjadikurang lebih 12 kali sejak tahun 1960-an hingga tahun 2000-an. Berbagai studiyang dilakukan oleh para peneliti menunjukan bahwa akar dari semua konflikyang terjadi di Kalimantan Barat tidak bisa dilepaskan dengan persoalanketidakadilan sosial ekonomi dalam proses-proses pembangunan. Ketidakadilanyang merata menyebabkan relasi sosial antar etnis menjadi terhambat atauberlangsung dalam suasana saling curiga. Nilai-nilai sosial budaya yang menjadialat perekat dalam interkasi antar etnis menjadi terabaikan sehingga yangmuncul adalah kecemburaan antara etnis yang tidak beruntung secara sosialekonomi terhadap etnis yang secara sosial ekonomi cukup berhasil. Pada tingkattertentu kemudian mereka mel abel diri 'sebagai mayoritas-minoritas ataupenduduk asli-pendatang. Akibatnya, ketika perkelahian antar orang perorangdari etnis yang berbeda yang kebetulan y~ng satu pendatang dan yang lainadalah penduduk asli maka persoalan individu itu dengan mudah menyulutmunculnya konflik antar pendatang dan penduduk asli.Kata Kunci : Konflik, etnis, ketidakadilan, sosial ekonomi.

    A. PENDAHULUANSecara umum ada empat kelompok etnik utama di Kalbar yaitu Dayak,Melayu, Cina dan Madura. Dna kelompok etnik pertama merupakan pendudukasli-mayoritas, sedangkan dna kelompok etnik berikutnya merupakanpendatang-minoritas. Dalam sejarahnya, seluruh kelornpok etnik tersebuttelah terlibat dalarn persaingan tajam untuk merebut dominasi ekonomi, politik,dan sosio-kultural di satu wilayah yang relatif kurang sumberdaya alanmya itu.Dengan kata lain, hubungan mereka sejak awal memang cenderung konfliktuaLNegara kelihatanya cendemng membiarkan bahkan memanfaatkan hubunganinter-etnik yang konfliktual tersebut. Dalam sejarah kekerasan etnik diKalimantan Barat, setidalmya ada 3 insiden kekerasan etnik di Kalbar.Pertama, tahun 1967, beberapa sub-etnik Dayak melakukan ethnic cleansingI)Ringkasan Hasi l Penelitian2) Muhamad Abas, S.Pd., M.Si. adaJah Dosen tetap pada Program Studi Pendidikan Sejarah,

    FKJP Universitas Haluoleo.52

  • 5/11/2018 Konflik Etnis Dayak Dan Madura

    2/9

    SELAMI IPS Edisi Nomor 24 Volume I Tahun XIII Agustus 2008 ISSN 1410-2323

    terhadap sekelompok Cina yang tinggal di pedalaman, di sekitar perbatasandengan Malaysia, yakni di wilayah Sambas, Bengkayang, Landak, danSanggau. Kedua, tahun 1997, beberapa sub-etnik Dayak melakukan ethniccleansing terhadap sekelompok Madura yang tinggal di Bengkayang, Landak,dan Sanggau. Ketiga, tahun 1999 sub-etnik Melayu melakukan etnic cleansingterhadap sekelompok Madura yang tinggal di Sambas. Dari catatan sejarah inimemmjukan bahwa tidak semua kelompok etnik terlibat dalam kekerasan etnik.Kekerasan etnik hanya terjadi di antara kelompok penduduk asli-mayoritasversus pendatang-minoritas. Sejauh ini belum terjadi kekerasan etnik di antarakelompok-kelompok etnik yang sebenarnya merupakan pihak-pihak yang jugapotensial. Misalnya, belum terjadi kekerasan etnik di antara sesama pendatang-minoritas (Cina versus Madura), di antara penduduk asli-mayoritas versuspendatang-minoritas lainnya (Melayu versus Cina); Oleh karena itu tulisan iniberusaha untuk menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinyakekerasan etnik di Kalbar yang berangkat dari satu asumsi bahwa kekerasanantar etnik dan perdamaian etnik merupakan bagian yang integral dati apa yangdisebut-relasietnik. SeeBfa-umumperdamaianetnik cenderung lebih dominanketimbang kekerasan etnik. Dalam perdamaian etnik, memang tetap adapersaingan yang tajam di antara berbagai kelompok etnik untuk merebutsumberdaya (konflik. etnik), tetap ada kekerasan individual dan kolektif inter-etnik, namun semua itu tidak menghalangi kelompok etnik untuk berhubungandan mengadakan kerjasama. Dalam kaitan itu, penelitian ini akan melakukankajian dengan menfokuskan pada dua hal yaitu pertama, keberadaan etnikDayak dan Madura di Kalimantan Barat. Kedua, faktor penyebab terjadinyakonflik dengan kekerasan antar etnik Dayak dan madura di Kalimantan Barat.B. METODOLOGI PENELITIANPenelitian ini menggunakan paradigma konstruktif dengan pendekatankualitatif Sebagaimana penelitian kualitatif, ada riga metode yang digunakanuntuk memperoleh data yaitu (1) kajian pustaka yaitu suatu metode untukmemperoleh data dengan melakukan penelusuran dan kajian atas berbagaibuku, hasil penelitian, jurnaI dan sejenisnya yang reIevan dengan masalahpenelirian. (2) wawancara, dilakukan terhadap para informan terpilih 'denganmenggunakan panduan wawancara. (3) Pengamatan dengan menggunakanpanduan pengamatan. Data yang diperoleh dari riga metode tersebutkemudian dilakukan kategorisasi data yang kemudian diikuti dengan prossanalisis. Ada 3 langkah analisis data yang digunakan yaitu pertama, data hasilwawancara, kajian pustakan dan pengamatan dibuatkan transkrip. Kedua, Datayang telah ditranskrip kemudian dikategorisasikan berdasarkan masalah ataufokus penelitian. Ketiga, Data yang telah dikategorisasikan kemudian dianalisisdan diinterpretasikan dengan melihat hubungan atau keterkaitan antar elemen.Dalam kaitan itu ada ada empat kriteria unruk menilai keabsahan data yaitu (1)derajat keterpercayaan (2) keteraIihan, (3) kebergantungan (4) kepastian.

    53

  • 5/11/2018 Konflik Etnis Dayak Dan Madura

    3/9

    SELAMI IPS Edisi Nomor 24 Volume I Tahun XIII Agustus 2008 ISSN 1410-2323

    Derajat keterpercayaan berfungsi melaksanakan inkuiri sedemikian rupasehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai, mempertunjukanderajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian olehpeneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti. Disamping teknikpemeriksaan keabsahan data dapat dilakukan dengan cara yaitumemperpanjang keikutsertaan, ketekunan pengamatan, triangulasi, danpemerikasaan sejawat melalui diskusi.C. HASIL DAN PEMBAHASAN

    1. Sekilas Tentang Etnik Dayak-MaduraSecara etimologis menurut Linlblad (dalam Maunati, 2006), kata Dayakberasal dari bahasa Kenyah, yaitu "daya" yang berarti "hulu sungai" atau"pedalaman". Sedangkan Victor King, berpendapat bahwa kata Dayak berasaldari bahasa Melayu, "aja" yang berarti "asli" atau "pribumi". Victor King jugamenduga bahwa kata Dayak mungkin berasaI dari sebuah istiIah dari bahasaJawa Tengah yang berarti "perilaku yang tak sesuai atau tidak padatempatnya". Dalam tulisan ini, term Dayak merujuk pada penduduk asliKalimantan yang "non-Melayu" dan "non-Muslim". Karena identitas -seb"againon-Muslim telah dikonstruksi sebagai bagian dari etnik Dayak di KalimantanBarat, oleh orang Dayak sendiri.Selain itu menurut kepercayaan orang Dayak (Kahariangan), nenekmoyang orang Dayak diturunkan dengan "Palangka Bulan" oleh RanyingHatal1a Langit", Ada 4 tempat diturunkannya nenek moyang Dayak denganPalangka Bulan yakni di Tantan Puruk Pamatuan di Hulu sungai Kahayan danBarito, di Tantan Liang Mangan Puruk Kaminting yang terletak di sekitargunung raya, di datah tangkasiang dihulu sungai Malahui di Kalbar dan dipuruk Kambang tanahsiang di Hulu Barito. Orang-orang yang diturunkantersebut beranak pinak dan akhirnya menyebar keseluruh Kalimantan. Jadilahsuku bangsa dayak sebagai penduduk asli pulau Kalimantan. Kelompok sukubangsa Dayak berimigrasi dari daerah Yunan di Cina Selatan. Kelompok yangpertama masuk ke kalimnatan adalah kelompok Negroid dan Wedid . ciri khasbangsa keturunan Negrito adalah tubuh kecil, rambut kehitaman, rambutkeriting dan bentuk kepala bundar. Berdasarkan bentuk kepala antropologKohlbrugge membagi orang Dayak jadi dna, yaitu (1) yang berkepala panjangyang berdiam disepanjang sungai Kapuas yang bennuara disebelah Barat kotaBanjannasin. (2) yang berkepala bulat seperti Dayak Kayan, kahayan danKatingan. Menuru Sthepanus Djuweng (1999), Dayak adalah istilah kolektifterhadap sekitar 405 kelompok etnolinguistik yang mendiami pulau Borneo.Kita mengenal etnis Dayak sebagai penduduk asli Kalimantan yangsering diidentikkan sebagai masyarakat primitif yang diberikan label "sukuterasing yang perIu diberadabkan". Sebenarnya, identitas Dayak lebihmerupakan sebuah homogenisasi untuk menunjuk beberapakelompok sukuyang teridentifikasi sebagai rumpun melayu tua yang mendiami wilayah:54

  • 5/11/2018 Konflik Etnis Dayak Dan Madura

    4/9

    SELAMI IPS Edisi Nomor 24 Volume I Tahun XIII Agustus 2008 ISSN 1410-2323

    Kalimantan bagian pedalaman, Pulau Kalimantan sendiri sebenarnya terdiriatas lebih 400 suku, yang sebagian besar di antaranya (khususuya yangbermukim di pedalaman) kemudian diidentifikasi sebagai etnik Dayak. Padadasamya, etnik Dayak terdiri dari beragam suku seperti Than, Kayan, Molah,Modang, Bahau, Brusu, Ngaju, Punan, dan lain-lain yang masing-masingmemiliki bahasa dan adat istiadatnya sendiri yang satu sarna lain salingberbeda. Istilah Dayak juga kerap digunakan untuk menyebut orang-orang asliKalimantan "non-Melayu" dan "non-Muslim" (abas, 2001). Agama dan

    ; kepercayaan etnik Dayak secara umum disebut dengan nama Kaharingan(walaupun sistem kepercayaan dan religi antara suku Dayak yang satu denganIainnya berbeda). Kemudian setelah pengaruh agama luar masuk, sebagianbesar orang Dayak menganut agama Kristen dan Katolik. Hanya sebagian kecilyang memilih Islam. Hal ini berbeda dengan etnik Melayu yang identik denganagama Islam. Identifikasian Dayak dengan label "non-Muslim" terlihat ketikaada orang Dayak yang masuk Islam, ia akan disebut dengan istilah "masukMelayu".

    Etnik Madura merujuk pada kelompok suku yang berasal dari pulau disebelah utara Jawa Timur, Etnik Madura, kem udian tidak hanya mendiamipulau Madura, tapi melakukan migrasi ke beberapa temp at b:ingga ke wilayahKalimantan Barat. Tidak ada catatan resmi mengenai proses migrasi danjumlah warga Madura yang ada di Kalimantan Barat Tapi ada yangmemperkirakan jumlah warga Maduratli Kalimantan Barat sekitar 2,5%,sedangkan di kota Pontianak jumlah warga Madura diperkirakan sekitar 7%dari jumlah penduduk setempat (Abas, 2002). Hasil penelitian Abas (2002),proses migrasi orang Madura ke Kalimantan Barat dibagi ke dalam tiga periodeyaitu pertama, periode perintisan (1902-1942). Kedua, periode SlUUt (l942~1950). Ketiga, periode keberhasilan (1950). Masa perintisan, yaitu periodeawal orang Madura bermigrasi ke Kalimantan Barat. Migrasi ini didasarkanpada kondisi kehidupan yang suIit di pulau Madura hingga mereka melakukanpelayaran sampai ke Kalimatan Barat. Infonnasi awal yang menceritakanmigrasi orang Madura, adalah sekitar tahun 1902 menuju ke Ketapang. Setelahitu gelombang perpindahan orang Madura mengalami peningkatan.

    Periode surut ditandai dengan masuknya penjajahan Jepang hinggatahun ] 950. Dalam masa inimigrasi orang Madura ke Kalimantan Barat nyarismacet sama sekali. Hal ini disebabkan oleh sulitnya kondisi pada masa itu.Sejak tahun 1950-an, migrasi swakarsa orang Madura ke Kalimantan Baratsemakin lancar. Lancamya arus migrasi ini disebabkan oleh terbukanyakesempatan kerja tanpa membutuhkan pendidikan apapun.Orang Madura yangmigrasi ke Kalimantan Barat, pada umumnya merupakan kelompok yang tidakberpendidikan. Itulah sebabnya mereka lebih banyak yang bekerja sebagaipekerja kasar. Dalam hal pemukiman mereka lebih cenderung mendirikantempat tinggal bersama dengan sesama migran Madura, Menurut Sudagung(200 I), ada dua pola pemukiman orang Madura di Kalimantan Barat, yaitu pola

    55

  • 5/11/2018 Konflik Etnis Dayak Dan Madura

    5/9

    SELAMI IPS Edisi Nomor 24 Volume ITahun XIII Agustus 2008 ISSN 1410-2323

    sisrpan dan pola kelompok. Di perkotaan terdapat kecenderungan orangMadura untuk tinggal bersama, yang semakin lama semakin padat sehinggamenimbulkan konsentrasi pemukiman yang tidak teratur, Sedangkan dipedesaan, orang Madura lebih cenderung membangun pemukiman secarakomunal dan kemudian mendirikan pemukiman bam orang Madura yangterpisah dari pemukiman etnik yang lain, khususnya warga asli, terutamaDayak. Di Kalimantan Barat, orang Madura memiliki tipe pekerja keras danhemat, sehingga pada umumnya mereka berhasil membangun kemapananekonomi dibandingkan penduduk asli (Al-Qadrie, 1999).

    2. Konflik Etnis Dayak dan Madura: Tinjauan SosiologisEtnisitas merupakan salah satu unsur yang menjadi objek utama kajianilmu-ilmu sosial. Dalam memahami etnisitas, paling tidak, ada dua pendekatanyang bisa digunakan. Pertama, primordialisme, yang menyatakan bahwaidentitas etnis mernpakan sesuatu yang bersifat "given". Kedua,konstruktivisme, yaitu identitas etnis diinterpretasikan dari berbagai kondisiyang berkaitan, dan terns dikonstruksikan kembali sepanjang kebidupanindividulkelompok sesuai dengan situasi sosial yang dihadapi (Rochman,2007). Di Indonesia pascakemerdekaan, wacana etnisitas mengalami prosesrekonstruksi sejalan dengan semakin dominannya negara terhadap masyarakat.Menurut Sudagung, fenomena seperti ini bukanlah khas Indonesia, tapi seearaumum merupakan pengalaman yang diteniukan oleh negara-negara bekasjajahan (postcolonial states). Paling tidak ada dua alasan utama yang menjadidasar rekonstruksi waeana etnisitas di negera-negara bekas jajahan. Pertama,adanya obsesi yang berlebihan dari kalangan elite yang berknasa setelahkemerdekaan terhadap ide atau konsep integrasi nasional. Kedua, doronganuntuk melakukan modernisasi pembangunan di berbagai bidang.Dalam melihat hubungan antaretnis dalam sebuah interaksi sosial, akanditemukan berbagai faktor yang melingkupinya. Sering ditemukan di manakasus-kasus yang berbeda melibatkan faktor-fakor yang sarna. MenurutSeynour Smith (dalam Giring, 2004), studi tentang pemahaman etnis meneakuppemaharnan terhadap konstruksi-konsrruksi dan dasar pelabelan sertapengidentifikasian yang dikenakan pada diri "kita" dan "mereka". Berkenaandengan konsepsi konflik, sosiolog klasik, Max Weber (dalam Sanderson,1991), menyatakan bahwa konflik sosial dapat terjadi dengan cara yangkompleks dan sangat luas. Ada dua tipe konflik dalam pandangan Weber, yaitukonflik dalam artian politik (dalam artian luas) dan konflik dalam gagasan daneita-eita. Berdasarkan analisis Weber tersebut, konflik etnis yang terjadididasari oleh perebutan dominasi dalam pandangan dunia (falsafah hidup,perilaku kultural, dan kebiasaan-kebiasaan tertentu) antara satu kelompok etnikdengan kelompok etnik lainnya. Proses perebutan dominasi ini, tentu saja,diawali oleh proses afinnasi atau internalisasi yang dilakukan oleh individu-individu dalam sebuah etnik terhadap nflai-nilai yang tennuat dalam pandangan

    56

  • 5/11/2018 Konflik Etnis Dayak Dan Madura

    6/9

    SELAMl IPS Edisi Nomor 24 Volume I Tahun XIII Agustus 2008 ISSN 1410-2323

    dunianya. Proses afirmasi atau intemalisasi in i berbanding lurus dengan prosesnegasi terhadap keseluruhan konsepsi pandangan dunia etnik lainnya. Dengansendirinya antara dua etnik terbangun polarisasi identitas antara "aku/kami"dan "kamu/mereka".

    Banyak yang menduga konflik Dayak -Madura merupakan konflik yangberbau agama. Anggapan ini didasarkan asumsi bahwa antara keduanyamemiliki perbedaan agama. Asumsi ini semakin kuat dengan terjadinyapembakaran gereja dan sekolah Kristen pada kerusuhan kedua etnik di tahun

    " 1993 dan 1997, di kota Pontianak dan Siantan. Namun demikian, padadasamya konflik antara kedua etnik tersebut adalah mumi konilik yang berIatarbelakang konflik suku (etnik) antara warga pribumi dengan pendatang, dalamhal in i Dayak dan Madura. Namun, konflik semakin menjadi kompleks denganterIibatnya etnik Melayu, yakni pada konflik di kabupaten Sambas, tahun 1999.Penegasan bahwa konflik di kalimantan Barat, bukanlah konflik berlatarbelakang agama, juga ditegaskan bersama oleh 15 tokoh dari onnas limaagama di Kalimantan Barat, pada tanggal 11 Februari 1997. Ada beberapaasumsi yang dikemukakan bahwa kesenjangan ekonomi dan kecemburuansosial menjadi penyebab konflik tersebut. Ada juga yang menyatakanketidakmampuan kaum pendatang, dalam hal ini etnik Madura - untukmenyesuaikan dill dengan penduduk asli(Dayak dan Melayu). (John Bamba,1999). Dalam konteks ini, orang Dayak diasumsikan tidak mendapatkankeadilan dari sistem yang ada sehingga melampiaskan kejengkelannya terhadaporang Madura. Menurut Al-Qadrie (1999) motif ekonomi etnik Dayak yangmenjadi akar terjadinya konflik. Namun persoalannya, mengapa harus orangMadura yang menjadi sasaran pelampiasan. Padahal di Kalimantan Baratbanyak etnik pendatang lain yang juga berhasil secara ekonomi melalui sektorpertanian dan perkebunan, seperti etnik Bugis, Banjar, dan Jawa.

    Basil penelitian PSPK (2000) menganalisis bahwa akar konflik Dayak-Madura adalah adanya stereotip yang bermain dalam pencitraan antara keduaetnik tersebut, Paulus Florus menekankan munculnya stereotip yang terbangunproses sosio-kultural yang terdapat dalam struktur sosial etnik Dayak-Madura ,Interaksi sosiaI dan proses sosial yang terjalin di antara keduanya, melahirkanpencitraan yang merupakan representasi pengalaman dari interaksi yangmereka lakukan. Perilaku kultural (sikap, tindakan, dan perkataan) yangditampilkan oleh masing-masing etnik, kemudian diserap oleh etnik yang laindan dianggap sebagai identitas kolektif etnik tersebut. Dari sini kemudianpencitraan negatif muncul oleh satu etnikter hadap etnik yang lain.Sebagaimana dikatakan oleh Kenneth Boulding, bahwa citra adalah apa yangdipercaya sebagai kebenaran atau bentuk pengetahuan subjektif Perilakuseseorang sangat ditentukan oleh pencitraan yang dimilikinya. Demikian puladalam hal interaksi sosial dengan kelompok lain, maka pencitraan yangterbangun akan sangat menentukan pola interaksi terhadap kelompok lainnyaitu. Citra tidak hanya meliputi persepsi tentang fakta, tapi juga mencakup

    57

  • 5/11/2018 Konflik Etnis Dayak Dan Madura

    7/9

    SELAMI IPS Edisi Nomor 24 Volume I Tahun XIII Agustus 2008 ISSN 1410-2323

    tentang nilai terhadap fakta. Pencitraan in i tidak hanya bersifat individual,melainkan masyarakat membentuk citra secara kolektif yang merupakanpengetahuan kultural yang sama bagi kelompoknya.Menurut Abas, (dalam jurnal PSPK 2003), citra kolektif umumnyamengkonstuksi citra individu, dan citra individu dipaksa untuk tunduk padacitra kolektif Pada umumnya, individu dalam suatu kelompok sosial (etnik)memandang kelompok sosial yang lain sesuai dengan pencitraan kolektifkelompoknya. Dati sinilah kemudian muncul polarisasi "aku/kami" dan"kamu/kalian" yang dianggap berbeda bahkan bertentangan secara sosio-kultura1. Interaksi sosial yang intens antara etnik Dayak-Madura membangunpencitraan kolektif oleh masing-masing etnik terhadap etnik lainnya.Peneiraan kolektif inilah yang mempengaruhi individu Dayak dan Maduradalam mencitrakan etnik yang lain. Baik orang Dayak maupun Madura sama-sarna memelihara dan mempertahankan identitas kultural etnik mereka. OrangMadura sebagai penganut Islam yang taat mencitrakan Dayak yang non-Muslim sebagai orang kafir, Selain itu, pencitraan umum yang terbangunterhadap Dayak sebagai masyarakat primitifyang tidak beradab dan tidak kenalaturan ikut mempengaruhi pencitraan orang Madura terhadap Dayak.Sebaliknya, orang Dayak berdasarkan persentuhan pengalamannya denganorang Madura, mencitrakan orang Madura sebagai etnik yang berkarakterkeras. Pencitraan ini terbangun dari ibudaya carok yang menggambarkanbudaya kekerasan orang Madura. Orang Dayak yang merasa dirinya ramah danbersikap terbuka kepada semua pendatang, mempersepsikan orang Madurasebagai kelompok yang tertutup dan emosional. Dari 12 episode konflik massifyang terjadi di antara keduanya menandakan bahwa antara keduanya telahterbaugun stereotip negatif yang tak kunjung hilang. Stereotip inilah yangkemudian memicu konflik antar-kedua etnik terus berlanjut.Dalam sosiologi, konflik adalah bagian dari kenyataan sosial yangsenantiasa melekat dalam setiap situasi sosial interaksi antara dua atau lebihindividu atau kelompok sosial di masyarakat, selain tata tertib yang bersifatnonnatif. Terlebih pada masyarakat yang bersifat divers, atau beragam-ragamseperti Kalimantan Barat ini. KonfIik itu tidak bisa diingkari, dihindari dan ataubahkandiklasifikasikan pemah terjadinya dalam periode waktu tertentu dalaminteraksi masyarakat , Eskalasi konflik dan meningkatnya konflik pada bentuk-bentuk yang manifest sederhananya selalu terjadi manakala keseimbanganbentuk-bentuk interaksi itu tidak terjalin. Bagairnana bentuk dan pola-polainteraksi itu terjalin, serta bagaimana tata tertib normatifnya itu mengatur. Tatatertib nonnatif mengacu pada proses yang hams terkontruksi dalam perubahanyang terjadi di masyarakat dan hams selalu inheren pada setiap kesadaranorganis masyarakat yang akan selalu berkembang.

    58

  • 5/11/2018 Konflik Etnis Dayak Dan Madura

    8/9

    SELAMI IPS Edisi Nomor 24 Volume FTahun XIII Agustus 2008 ISSN 1410-2323

    D. SIMPULANKalimantan Barat (Kalbar) adalah daerah yang dihuni oleh berbagai

    etnik dan sub-etnik yang memiliki kebudayaan yang berbeda. Sejak awalpenduduk asli daerah itu memiliki relasi yang konfliktual, dan dari waktu kewaktu terlibat dalam peperangan seperti banyan Cina dan Dayak.. Kehadiranmigran yang berasal dari kelompok etnik lain, dalam perkembangannyakemudian justru mempertajam dan memperluas relasi yang konfliktualtersebut. Kedatangan orang-orang Madura ke Kalimantan Barat pada awalnyaditerima dengan b aik oleh masyarakat setempat karena pada umumnya mereka,. bekerja disektor informal seperti buruh dan pedagang sektor informal. Namundalam perkembangan selanjutnya, karena persaingan hidup yang cukup keras,maka keharmonisan etnik yang tadinya cukup terbangun dengan baik antaretnis yang ada di Kalimantan Barat, lambat laun berubah menjadi benturanetnik. Benturan atau konflik antar etnis tersebut berdasarkan hasil penelitian inidisebabkan oleh banyak faktor diantaranya adalah stereotipe etnik, ekonomi,budaya dan politik. Konflik yang berlarut-larut tersebut kemudian salingberinterkasi sehingga kemudian setiap persoalan individu dengan mudahmeledak rnenjadi persoalan kolektif yang bernuansa etnis. Oleh karen a itualtematif penyelesaian hams dilakukan secara terintegrasi. Penyelesaiankonflik antar etnis yang telah membudayadiantara etnis di Kalimantan Barattidak bisa hanya dipercayakan semata kepada pihak aparat keamanan , apalagidengan pendekatan represif belaka, tetapi perlu melibatkan semua elemenmasyarakat dengan mengedepankan pendekatan budaya dan s os ia l e on om i .DAFTAR PUSTAKAAbas, Muhamad; Latar Belakang dan Oampak Sosial Konflik Etnik di

    Kalimantan Barat tahun 1999; Jakarta, Tesis S2 UI, 2002.Abas, Muhamad, dkk; Nelralitas Yang Semu "Keterlibatan Aparat Keamanan

    Dalam Konjlik Etnik di Indonesia, Jakarta, PSPK, 2001.Abas, Muhamad; Konflik Etnik Madura dan Dayak: Luka Lama Yang

    Terkoyak; Artikel Harian Kompas; Jakarta, 2001.Alkadri, Syarif; Korflik: Etnik di Kalimantan Barat, Makalah Seminar, 200 I.Burhan Bungin; Metodologi Penelitian Kualitatif, Ragrafindo Jakarta, 2001.Edi Patebang dkk; Konjlik Etnis Di Sambas, Jakarta, ISAI, 2000.Dahrendorf, Ralf; Case and Class Conflict in Industrial SOCiety, California:Stanford Press, 1959.Dedi Mulyana; Metodologi Penelitiian Kualitatif, Rosda Bandung, 2001Mas'oed, Mochtar; Negara Capital dan Demokrasi, Yogyakarta, Pustaka

    Pelajar, 1994. "Sudagung, S. Hendro; Migrasi Swakarsa Orang Madura di Kalbar, Disenasi,

    1998.

    59

  • 5/11/2018 Konflik Etnis Dayak Dan Madura

    9/9

    SELAMI IPS Edisi Nomor 24 Volume I Tahun XIII Agustus 2008 ISSN 1410-2323

    Tadjoeddin, M.Z.; Anatomi Konflik Sosial dan Kekerasan Kolektif diIndonesia Selama Menuju Transisi ke Demokrasi, Hasil penelitian,tidak dipublikasikan.Silverman. D. (1997). Qualitative Research: Theory, Method and Practice.London: Sage.Smith. J. A. (2006). Qualitative Psychology A Practical Guide to ResearchMethods. London: Sage.

    Spradley. 1. P. (1997). Metode Etnografi (Alih Bahasa oleh Misbah Zulfav E lizab eth ). Y og yak arta: P T. T iara W acan a Y og ya.

    Strauss. A & Corbin. 1. (1990). Basics of Qualitative Research: GroundedTheory Procedures and Techniques. London. New Delhi: Sage.

    60