29
BAB I PENDAHULUAN Konjungtivitis merupakan radang pada konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, klamidia, alergi toksik seperti konjungtivitis vernal, dan moluscum contangiosum. 1 Di Negara maju seperti Amerika pada tahun 2005 insidens rate konjuntivitis bakteri sebesar 135 per 10.000 penderita konjungtivitis bakteri baik pada anak, dewasa ataupun lansia. 2 Konjungtivitis juga salah satu penyakit mata paling umum di Nigeria bagian timur, dengan insidens rate 32.9 % dari 949 kunjungan di Departemen Mata Aba Metropolis. 3 Menurut data DEPKES pada tahun 2010, konjungtivitis merupakan kelainan mata kedua terbanyak yang ditemui di Indonesia setelah kelainan refraksi. Di Indonesia dari 135.749 kunjungan ke Departemen Mata, total kasus konjungtivitis dan gangguan konjungtiva sebanyak 99.195 kasus dengan jumlah 46.380 kasus pada laki-laki dan 52.815 kasus pada perempuan. 4 Konjungtivitis vernal dikenal juga sebagai “catarrh musim semi” dan “konjungtivitis musiman” atau “konjungtivits musim kemarau”, adalah penyakit bilateral 1

KONJ VERNALIS2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

konjungtivitis vernalis abha

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

Konjungtivitis merupakan radang pada konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, klamidia, alergi toksik seperti konjungtivitis vernal, dan moluscum contangiosum.1Di Negara maju seperti Amerika pada tahun 2005 insidens rate konjuntivitis bakteri sebesar 135 per 10.000 penderita konjungtivitis bakteri baik pada anak, dewasa ataupun lansia.2 Konjungtivitis juga salah satu penyakit mata paling umum di Nigeria bagian timur, dengan insidens rate 32.9 % dari 949 kunjungan di Departemen Mata Aba Metropolis.3 Menurut data DEPKES pada tahun 2010, konjungtivitis merupakan kelainan mata kedua terbanyak yang ditemui di Indonesia setelah kelainan refraksi. Di Indonesia dari 135.749 kunjungan ke Departemen Mata, total kasus konjungtivitis dan gangguan konjungtiva sebanyak 99.195 kasus dengan jumlah 46.380 kasus pada laki-laki dan 52.815 kasus pada perempuan.4Konjungtivitis vernal dikenal juga sebagai catarrh musim semi dan konjungtivitis musiman atau konjungtivits musim kemarau, adalah penyakit bilateral yang jarang yang disebabkan oleh alergi, biasanya berlangsung dalam usia pra pubertas dan berlangsung 5-10 tahun. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Penyakit ini perlu mendapatkan penekanan khusus. Hal ini karena penyakit ini sering kambuh dan menyerang anak-anak, dengan demikian, memerlukan pengobatan jangka panjang dengan obat yang aman.2,3 Allergen sulit dilacak, namun pasien konjuntivitis vernalis kadang-kadang menampakan manifestasi alergi lainnya yang berhubungan dengan sensitivitas tepung sari rumput. Penyakit ini lebih jarang di daerah beriklim sedang daripada daerah dingin.(2)BAB II

ANATOMI DAN HISTOLOGI KONJUNGTIVA

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebra) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbar). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea limbus.1 Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.

Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu:

Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus.

Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya.

Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.

Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.5

Gambar 1. Anatomi KonjungtivaSecara histologis, konjungtiva terdiri atas lapisan :

Lapisan epitel konjungtiva, terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karankula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa. Sel-sel epitel superficial, mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superficial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen. Stroma konjungtiva, dibagi menjadi :

Lapisan adenoid (superficial)

Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler.

Lapisan fibrosa (profundus)

Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reksi papiler pada radang konjungitiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata. Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar krause berada di forniks atas, dan sedikit ada di forniks bawah. Kelenjar wolfring terletak ditepi atas tarsus atas.1BAB III

KONJUNGTIVITIS VERNAL

Konjungtivitis merupakan penyakit mata yang paling umum. Gejala penting pada konjungtivitis adalah adanya sensasi benda asing, yaitu sensasi tergores atau terbakar, rasa penuh di sekeliling mata, gatal, dan fotofobia. Sensasi benda asing sering dihubungkan dengan edema dan hipertrofi papil yang biasanya menyertai hiperemis pada konjungtiva dan rasa nyeri biasanya terjadi jika sudah mengenai kornea. Penyebab umumnya eksogen, tetapi bisa endogen.2 Tanda-tanda penting pada konjungtivitis adalah hiperemis, mata berair, eksudasi, pseudoptosis, hipertrofi papilar, kemosis, folikel, pseudomembran dan membrane, granuloma, dan adenopati pre-aurikel.I. DefinisiKonjungtivitis vernal adalah konjungtivitis yang terjadi akibat reaksi hipersensitivitas humoral segera (Tipe I) yang rekuren dan mengenai kedua mata.6 Konjungtivitis vernal adalah peradangan yang terjadi akibat alergi pada permukaan okuler (konjungtiva bulbi dan/ atau konjungtiva tarsal), bersifat kronis, terjadi bilateral walau terkadang asimetris, yang dipicu atau diperburuk oleh musim. Penyakit ini cenderung mengenai anak kecil dan dewasa muda.7II. EpidemiologiKonjungtivitis vernal biasanya terjadi pada usia pra pubertas dan berlangsung selama 5-10 tahun. Hal ini lebih sering terjadi pada anak-anak dan orang dewasa muda yang memiliki latar belakang atopik. Ini pertama kali disebutkan dalam literatur tentang mata lebih dari 150 tahun yang lalu. Selanjutnya, sebagian besar dari oftalmologist selama periode tersebut (Arlt, Dasmarres, von Graefe, Axenfeld, Trantas dan Herbert), menyatakan penyakit ini sangat menarik.7 Para oftalmologist menggambarkan konjungtivitis vernal sebagai spring catarrh, phlyctenula pallida, circumcorneal hypertrophy, recurrent vegetative conjunctiva, verrucosa conjunctiva and aestivale conjunctiva. Konjungtivitis vernalis memiliki distribusi geografis yang luas. Berbagai prevalensi telah dilaporkan pada kelompok etnis yang berbeda. Lebih umum terdapat di zona beriklim hangat seperti Mediterranea, Afrika Tengah dan Barat, Timur Tengah, Jepang, India dan Amerika Selatan. Kasus konjungtivitis vernal juga terlihat di Eropa Barat (termasuk Inggris dan Swedia), Australia dan Amerika Utara, kasus konjungtivitis vernal meningkat di daerah tersebut akibat adanya migrasi penduduk.7Konjungtivitis vernal biasanya dimulai sebelum usia 10 tahun. Usia dilaporkan awal onset adalah 5 bulan.8 Hal ini biasanya sembuh setelah pubertas, biasanya sekitar 4 10 tahun setelah onset. Penyakit ini lebih umum di antara laki-laki, dengan laki-laki untuk rasio wanita dilaporkan dalam literatur bervariasi dari 4: 1 sampai 2: 1.9 Dominan laki-laki dalam konjungtivitis vernal mencolok di bawah 20 tahun tapi setelah 20 tahun, rasio laki-laki dan perempuan menjadi hampir sama.III. Etiologi dan Foktor PredisposisiAlergen spesifik yang berperan pada terjadinya penyakit konjungtivitis vernal sulit dilacak, tetapi biasanya terdapat riwayat alergi pada keluarga, dan terkadang disertai riwayat alergi pada pasien itu sendiri. Secara luas penyebab penyakit ini dapat dibagi menjadi 2 yaitu eksogen (pollen) dan endogen (sinar ultraviolet). 2,4 Riwayat alergi pada keluarga seperti riwayat asma, rhinitis, eksema, urtikaria, multiple atopik ditemukan pada 49% pasien dengan konjungtivitis vernal.9 Riwayat atopi, yang didefinisikan sebagai adanya peningkatan antibodi IgE terhadap alergen tertentu, sering dikaitkan pada pasien dengan konjungtivitis vernal. Sepertiga dari pasien konjungtivitis vernal memiliki beberapa penyakit atopik. Riwayat atopi lebih sering terjadi pada konjungtivitis vernal tipe tarsal dibandingkan tipe limbus.10 Penyakit asma adalah penyakit atopik yang paling umum terlihat di antara pasien konjungtivitis vernal. Sebanyak 15% pasien konjungtivitis vernal dilaporkan juga mengalami keratoconus. Insiden yang lebih tinggi pada keratoconus terjadi akibat menggosok mata yang berlebihan. Penyakit yang berhubungan dengan hormon seks seperti ginekomastia, sindrom ovarium polikistik, fibroadenoma mammae, adiposogenital distrofi dan penyakit autoimun dilaporkan oleh 2% dari pasien yang menderita dengan konjungtivitis vernal.11 Dalam sebuah studi, pada gender dan usia yang sama, adanya korelasi positif antara panjang bulu mata dan keparahan konjungtivitis vernal juga dilaporkan. Hal ini mengambarkan bahwa bulu mata panjang mungkin merupakan mekanisme protektif terhadap agen fisik yang memiliki peran penting dalam etiopatogenesis dari konjungtivitis vernal, meskipun mediator kimia yang bertanggung jawab untuk pertumbuhan bulu mata tidak teridentifikasi.12IV. KlasifikasiKonjungtivitis vernal memiliki tiga bentuk klinis yaitu palpebra, limbal, dan gabungan (kombinasi)13: Bentuk palpebral

Terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. Konjungtiva tarsal tampak pucat dan menampilkan papil raksasa mirip batu kali. Setiap papil raksasa berbentuk poligonal dengan atap rata dan mengandung berkas kapiler. Papil tersebut diliputi secret mukoid, disebut juga sebagai gambaran cobble stone appearance.2,13 Bentuk limbal

Berupa pembengkakan gelatinosa yang terlihat di limbus superior. Sebuah pseudogerontoxon (kabut serupa busur) sering terlihat pada kornea dekat papil limbus.2 Di sekitar limbus terlihat konjungtiva bulbi menebal, berwarna putih susu, kemerah-merahan seperti lilin (bintik tranta / Trantas dots) pada pasien yang mengalami fase aktif konjungtivitis vernal.6 Ditemukan banyak eosinofil dan granula eosinofilik bebas dalam bintik tranta.2 Gabungan

Bentuk klinis konjungtivitis vernalis berupa bentuk palpebra dan limbal yang terjadi secara bersamaan.2,5

Gambar 2 :Papil pada konjungtiva tarsal superior (Dari pustaka No.7)

Gambar 3. cobble stone appearance

Gambar 4. Trantas dot (Dari pustaka No.7)

V. PatofisiologiPerubahan struktur konjungtiva pada penyakit konjungtivitis vernalis sangat erat kaitannya dengan reaksi inflamasi yang didominasi oleh gabungan reaksi hipersensitivitas tipe I dan tipe IV. Reaksi hipersensitivitas tipe I merupakan reaksi alergi tipe cepat yang dimediasi oleh IgE. Reaksi tersebut terjadi pada individu yang sudah terpapar antigen spesifik. Paparan berulang antigen menstimulasi aktivasi sel mast oleh IgE, sehingga sel mast mengeluarkan mediator-mediator inflamasinya. Hal tersebut berbeda dengan reaksi hipersensitivitas tipe IV yang disebut juga sebagai cell-mediated immunity yang dimediasi oleh sel limfosit T dan terjadi 48 jam setelah paparan terhadap antigen.13Konjungtivitis vernalis merupakan reaksi alergi kronik yang umumnya dimediasi oleh sel limfosit (Th2), yang memiliki peranan pada terjadinya ekspresi berlebihan sel mast, eosinofil, neutrofil, Th2-derived cytokines, chemokins, molekul adhesi, growth factors, fibroblast dan limfosit. IL-4 dan IL-13 juga berperan dalam terbentuknya papil dengan menginduksi produksi matriks ekstraselular dan proliferasi fibroblast konjungtiva.13Pada konjungtiva akan dijumpai hiperemis dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat diikuti hiperplasia akibat proliferasi jaringan yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi tersebut diikuti hialinisasi dan terbentuknya deposit konjungtiva sehingga terbentuk gambaran cobble stone appearance. Jaringan ikat berlebihan tersebut memberikan warna putih susu kebiruan sehingga konjungtiva tampak buram.5 Hipertrofi papil konjungtiva tidak jarang menyebabkan ptosis mekanik dan dalam kasus yang berat disertai keratitis yaitu berupa keratitis epithelial vernbalis atau ulkus kornea superfisial, serta erosi epitel kornea.14Limbus konjungtiva juga memberikan perubahan akibat vasodilatasi dan hipertrofi yang memberikan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada limbus sering menimbulkan gambaran distrofi yang akhirnya menimbulkan gangguan dalam kualitas maupun kuantitas sel limbus.13VI. Tanda dan Gejala Anamnesis

Pasien umumnya mengeluh sangat gatal dengen kotoran mata berserat-serat. Biasanya terdapat riwayat alergi di keluarga (hay fever, eksim), dan terkadang disertai riwayat alergi pasien itu sendiri. Selain rasa pengeluaran sekret dan gatal yang sangat, pasien juga mengalami epifora, serta fotofobia. Fotofobia dapat dirasa cukup berat sehingga pasien merasa lebih nyaman berasa ditempat gelap. Sensasi benda asing dirasakan pasien sebagai akibat dari permukaan konjungtiva yang irregular dan pengeluaran sekret mukoid. Adanya rasa sakit pada mata yang dirasakan pasien mengindikasikan perlibatan kornea yang dapat berupa keratitis pungtata superfisial, erosi epitel, ulkus, dan plak.15 Status lokalis

Konjungtiva tampak berwarna putih susu dan terdapat banyak papil halus dikonjungtiva tarsal inferior. Konjungtiva tarsal superior sering memiliki papil raksasa mirip batu kali (cobblestone appearance). Setial papil raksasa berbentuk poligonal , dengan atap rata, dan mengandung berkas kapiler.2 Mungkin terdapat kotoran mata berserabut dengan pseudomembran fibrinosa (tanda Maxwell-Lyons). Pada beberapa kasus, terutama pada orang negro keturunan afrika, lesi paling mencolok terdapat di limbus, yaitu berupa pembengkakan gelatinosa (papil). Dapat terlihat bintik-bintik putih pada limbus (trantas dot) pada pasien dengan fase aktif keratokonjungtivitis vernal. Sering terlihat Mikropanus pada keratokonjungtivitis palpebra dan limbus.Dapat disertai keratokonus.2 Pemeriksaan penunjang Gambaran Histopatologis

Tahapan awal yang terjadi pada konjungtivitis vernalis adalah pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang ditutup oleh satu lapis sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta diantara papil serta pseudomembran milky white. Neovaskularisasi dan pembentukan papil diikuti dengan deposisi kolagen, hialuronidase, dan peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel radang secara keseluruhan. Terjadi infiltrasi limfosit, sel plasma, sel mast, eosinofil, dan basofil pada konjungtiva yang berperan dalam pembentukan papil fibrovaskular.4Pada epitel konjungtiva akan terjadi hiperplasia, yang pada perjalanan selanjutnya akan terjadi hipertrofi sampai atrofi. Hiperplasia jaringan ikat yang meluas menyebabkan terbentuknya giant papil. Hipertropi epitel yang terjadi kemudian menyebabkan terbentuknya sel epitel yang edematous dan tidak beraturan. Seiring dengan bertambah besarnya papil, lapisan epitel akan mengalami atrofi diapeks sampai hanya tinggal satu lapis sel yang kemudian akan mengalami keratinisasi. Pada stroma epitel terjadi degenerasi hyaline. Sekret mukoid yang terbentuk merupakan kumpulan mucus, sel epitel, dan eosinofil.4Pada limbus terjadi perubahan berupa penebalan lapisan gelatin dengan injeksi vaskular, serta pertumbuhan epitel yang hebat dan bersifat meluas. Trantas dot yang terjadi sebagian besar terdiri atas eosinophil dan debris selular.4 VII. DiagnosisDiagnosis konjungtivitis vernalis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis, serta hasil pemeriksaan mata. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan berupa kerokan konjungtiva untuk mempelajari gambaran histopatologis. Hasil pemeriksaan akan menunjukkan gambaran eosinofil yang cukup banyak dengan granula-granula bebas eosinofilik, serta basofil dan granula basofilik bebas.4VIII. Diagnosis Banding

Untuk menentukan diagnosa konjungtivitis, perlu diketahui perbedaan klinis dari masing-masing etiologi konjungtivitis secara umum2 :

Tabel 1. Tanda konjungtivitis dan perbedaan jenis konjungtivitis umumKonjungtivitis vernal didiagnosa banding dengan konjungtivitis atopik, Trakoma, superior limbic keratoconjunctivitis, Giant papillary conjunctivitis, dan keratokonus.9Konjungtivitis Atopik

Tanda dan gejalanya adalah sensasi terbakar, sekret mukoid, merah, dan fotofobia. Tepian palpebra eritematous, konjungtiva putih susu, terdapat papil halus (papil raksasa kurang nyata dibandingkan keratokonjungtivitis vernal) terutama di tarsal inferior.2Keterangan: VKC : Vernal Keratoconjunctivitis; AKC : Atopic Keratoconjunctivitis

Tabel 2. Perbedaan keratokonjungtivitis vernal dan keratokontungtivitis atopik

Konjungtivitis viral kronik

Berupa keratokonjungtivitis molluscum contagiosum. Terlihat nodul moluskum yang dapat single atau multiple pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata. Lesi khas dengan bentuk bulat, berombak, putih mutiara, noninflamatorik, dengan bagian pusat yang menekuk kedalam. Dapat menimbulkan konjungtivitis folikular kronik unilateral (terutama di tarsus superior), keratitis superior, dan panus superior, juga terlihat adanya sekret mukoid.2,7

Trakoma

Merupakan penyakit kronik bilateral yang disebabkan oleh klamidia. Penyakit ini menyebar melalui kontak langsung atau benda pencemar, umumnya dari anggota keluarga yang lain.2Dimulai sebagai suatu konjungtivitis folikular kronik pada masa kanak-kanak, yang berkembang hingga terbentuknya parut konjungtiva (patognomonik-sumur Herbert, depresi kecil pada jaringan ikat dibatas limbus-kornea yang ditutupi epitel). Pada saat timbulnya, trakoma sering menyerupai konjungtivitis bakterial. Tanda dan gejala bisanya terdiri dari epifora, fotofobia, nyeri, eksudasi, edema palpebra, kemosis konjungtiva bulbaris, hiperemia, hipertrofi palpilar, folikel tarsal dan limbal (superior), keratitis superior, pembentukan pannus, nodus preaurikular kecil yang nyeri tekan.2

Gambar 4 : jaringan parut konjungtiva (a) dan sumur Herbert (b) (diambil dari pustaka No.7)

Gambar 5. Trikiasis dan keratopatiSuperior Limbic Keratoconjunctivitis

Umumnya bilateral, terbatas pada tarsus superior dan limbus superior, dan berhubungan dengan fungsi abnormal kelenjar tiroid. Keluhan utama biasanya berupa iritasi dan hyperemia. Penyakit ini ditandai dengan hipertrofi papilar tarsus superior, kemerahan pada konjungtiva bulbaris superior, penebalan dan keratinisasi limbus superior, keratitis epithelial, filament cornea superior. Sel epitel berkeratin mengambil zat warna Bengal rose sehingga pada pulasan Bengal rose menampilkan warna kemerahan.2,7

Giant papillary conjunctivitis

Tanda dan gejalanya mirip dengan konjungtivitis vernal, dan dapat dijumpai pada parien pengguna lensa kontak atau mata buatan dari pelastik.2

IX. KomplikasiKomplikasi yang timbul dapat merupakan akibat dari perjalanan penyakitnya atau efek samping pengobatan yang diberikan. Bila proses penyakit meluas ke kornea dapat terjadi ulkus kornea superfisial yang pada akhirnya berakibat terbentuknya parut kornea, keratokonus, dan astigmatisme miopi sebagai akibat dari keratokonus. Selain itu, dapat juga terjadi komplikasi berupa blefaritis dan konjungtivitis stafilokokus.2,7 Penggunaan kortikosteroid jangka panjang sebagai pengobatan konjungtivitis vernal dapat menyebabkan terjadinya glaucoma, katarak, dan infeksi bakteri sekunder.2X. PenatalaksanaanKeratokonjungtivitis vernalis merupakan penyakit yang sembuh dengan sendirinya (self limiting disease), perlu diingat bahwa medikasi yang dipakai untuk meredakan gejala dapat member perbaikan dalam waktu singkat, tetapi dapat memberi kerugian jangka panjang.2Tindakan umum Menghindari allergenmenghindari daerah berangin kencang, memindahkan pasien ke daerah beriklim dingin (climate-therapy), menggunakan kacamata berpenutup total.2,10 Menghindari kegiatan menggosok mata.10 Kompres dingin : menurunkan vasodilatasi dan dapat memperbaikin gejala sementara.10 Air mata buatan (artificial tears) 2-4 kali sehari dapat membantu menghilangkan allergen serta berfungsi untuk lubrikasi mata.10 Penggunaan ruangan ber-AC dapat membuat pasien merasa nyaman.2Medikasi Topikal KortikosteroidBiasanya dibutuhkan pada fase akut. Ketika gejala sudah membaik, sebaiknya secara perlahan diberhentikan dan terapi diganti dengan antihistamin dan penstabil sel mast. Penggunaan jangka panjang steroid dapat menimbulkan efek sampaing katarak, glaucoma, dan peningkatan resiko terjadinya infeksi, oleh karnanya perlu pemeriksaan berkala.10 AntihistaminSecara kompetitif mengikat reseptor histamin dan mengurangi rasa gatal dan vasodilatasi. Jenis obat: Levocabastine Hydrocloride 0.05%, Azelastine Hydrocloride 0.05%, Emedastine difumarate 0.05 % merupakan beberapa jenis antihistamin yang sering dipakai untuk konjungtivitis alergi.11 Penstabil sel mastBekerja dengan menghambat degradasi sel mast sehinggal menurunkan pengeluaran substansi inflamatorik. Sodium cromolyn 4%, lodoxamide tromethamine 0.1%, merupakan obat pilihan untuk terapi keratokonjungtivitis vernal.10 Obat Anti Inflamasi NonsteroidBekerja dengan menghambat aktivitas siklooksigenase, yang merupakan salah satu enzim yang berfungsi mengubah asam arachidonat menjadi prostaglandin. Ketorolac tromethamine 0.5% merupakan pilihan.11 ImunosupresanCyclosporine 2% efektif untuk kasus berat yang tidak responsive.2 Antibiotik broad spectrum topical dapat digunakan sebagai terapi profilaksis pada konjungtivitis yang menyertai kornea Mucolitic agentAsetil sistein 10-20% dalam larutan saline dapat digunakan untuk menghilangkan sekresi mucus.10Medikasi sistemik Kortikosteroid sistemikPemberian prednisolone dan deksametasone misalnya dapat digunakan untuk keratokonjungtivitis vernal pada kasus yang parah.11 Ketika gejala membaik, sebaiknya penggunaan dihentikan dan dilanjutkan dengan pemberian vasokonstriktor, kompres dingin, dan penggunaan tetes mata yang memblok histamin.2 Antihistamin sistemikAcetyl salicylic acid 0.5-1.0 gram/hari dapat dipertimbangkan penggunaannya bila gejala masih terasa setelah penggunaan antialergi topical yang cukup.Tindakan Bedah Berbagai terapi pembedahan, krioterapi, dan diatermi pada papil raksasa konjungtiva tarsal kini sudah ditinggalkan mengingat banyaknya efek samping dan terbukti tidak efektif, karena dalam waktu dekat akan tumbuh lagi.15XI. PrognosisSebagian besar kasus dapat sembuh spontan (self-limited disease), namun komplikasi juga dapat terjadi apabila tidak ditangani dengan baik. Namun, dapat juga terus berlanjut dari waktu ke waktu dan semakin memburuk selama musim-musim tertentu. Konjungtivitis vernalis biasanya berlangsung selama 4 - 6 tahun dan sembuh sendiri apabila pasien sudah beranjak dewasa.15BAB III

KESIMPULAN

Konjungtivitis vernalis adalah konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas (tipe I) yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. Konjungtivitis vernal terjadi akibat alergi dan cenderung kambuh tergantung pada musim. Konjungtivitis vernal sering terjadi pada anak-anak, biasanya dimulai sebelum masa pubertas dan berhenti sebelum usia 20 tahun. Gejala yang spesifik berupa rasa gatal yang hebat, sekret mukus yang kental dan lengket, serta hipertropi papil konjungtiva. Tanda yang spesifik adalah Trantas dots dan cobble stone appareance. Terdapat beberapa bentuk dari konjungtivitis vernalis yaitu bentuk palbebra, bentuk limbal dan gabungan.Konjungtivitis vernalis pada umumnya tidak mengancam penglihatan, namun dapat menimbulkan rasa tidak enak. Penyakit ini biasanya sembuh sendiri tanpa diobati. Namun tetap dibutuhkan perawatan agar tidak terjadi komplikasi dan menurunkan tingkat ketidaknyamanan dari pasien. Perawatan yang dapat diberikan menghindari menggosok-gosok mata, kompres dingin di daerah mata, memakai pengganti air mata, memakai obat tetes seperti asetil sistein, antihistamin, NSAID steroid, stabilisator sel mast, obat oral (seperti antihistamin dan steroid), dan pembedahan.DAFTAR PUSTAKA1. Ilyas S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata Edisi Ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.p.121-23.

2. Conjunctival pathology. Vernal keratokonjunctivitis. Available at:. http://one. aao.org/asset.axd?id=0f07bdf8-3b02-4468-ab72-10fedef22364. Accessed on: July 7th, 2015.3. Amadi, Nwankwo, Chuwoaksa. Common Ocullar Problems in Aba Metropilis of Abia State Eastern Nigeria. Medwell Journal. 2009. Available at: http:// www.medwelljournals.com/abstract/?doi=pjssci.2009.3235. Accessed on: July 8th , 2015.

4. Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia 2009 Kementerian Kesehatan RI. Jakarta: 2010. Available at: http://www.depkes.go.id/downloads/profil_kes ehatan_2009/files/seachtext.xml. Accessed on: July 9th , 2015.5. Wijana, Nana. Konjungtiva. Ilmu Penyakit Mata, edisi 3. 1984. p. 46-59.6. Vaughan, Daniel G. Oftalmologi Umum; Edisi ke-17, Jakarta: EGC; 2009. p. 97-114.

7. Kumar S. Vernal keratoconjunctivitis: a major review. Acta Ophthalmologica 2009;87;133-47. 8. OShea JG. A Survey of vernal keratokonjunctivitis and other eoshinophil-mediated external eye diseases amongst Palestinians. Ophtalmic Epidemiol 2000;7;149-57.

9. Ukponmwan CU. Vernal keratoconjunctivitis in Nigerians: 109 consecutive cases. Trop Doct 2003;33;242-5.10. Italian Journal of Pediatric. Allergic Conjunctivitis : A comprehensive review of the literature. Updated: 2013, Available at: http://www.ijponline.net/cont ent/pdf/1824-7288-39-18.pdf. Accessed on: July 7th, 2015.

11. Kanski JJ dan Bowling B. Clinical Ophthalmology A Systemic Approach. 7th edition. USA: Elsevier Saunders; 2011.

12. Bonini, Stefano, dkk. Allergic conjunctivitis: Update on its pathophysiology and perspectives for future treatment, Updated: 2009, Available at : http:// www.springer.com/cda/content/document/cda_downloaddocument/9784431883166-c1.pdf?SGWID=0-0-45-725907-p173848471. Accessed on: July 10th, 2015.

13. Ventocilla, Mark. Allergic Conjunctivitis. Updated: sept, 17 2012. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/1191467-overview. Accessed on: July 9th, 2015.

14. Goodwin, Dennise; Ericson, Dina. Management of Ocular Allergies, Pacific university Oregon, Available at : http://www.pacificu.edu/optometry/ce/list/ documents/ManagementofOcularAllergies.pdf. Accessed on: July 10, 2015.

15. Optometric Clinical Practice Guideline, Care of the Patient with Conjungtivitis 2nd edition, American Optometric Association. 2010. Available at : http://www.aoa.org/documents/CPG-11.pdf. Accessed on: July 10, 2015.

PAGE 19