Upload
riimt-ruum-adja
View
18
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
3wt
Citation preview
Konsep Dasar Mobilisasi
Pengertian mobilisasi
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah,
dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Setiap orang
butuh untuk bergerak. Kehilangan kemampuan untuk bergerak menyebabkan
ketergantungan dan ini memburuhkan tindakan keperawatan. Mobilisasi
diperlikan untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan,
memperlambat proses penyakit-khususnya penyakit degeneratif, dan untuk
aktualisasi diri (harga diri dan citra tubuh).
Faktor yang mempengaruhi mobilisasi
Gaya hidup
Mobilitas seseorang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, nilai-nilai yang
dianut, serta lingkungan tempat tinggal ia tinggal (masyarakat, contoh
sederhananya adalah wanita Jawa. Di masyarakat tempat mereka tinggal, wanita
Jawa dituntut untuk berpenampilan lemah dan lembut. Selain itu, tabu bagi
mereka untuk melakukan aktivitas berat).
Ketidakmampuan
Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang untuk melakukan
aktivitas hidup sehari-hari. Secara umum, ketidakmampuan ada dua macam, yakni
ketidakmampuan primer dan sekunder. Ketidakmampuan primer disabkan oleh
penyakit atau trauma (misal, paralisis akibat cangguan atau cedera pada medula
spinalis).Sedangkan ketidakmampuan sekunder terjadi akibat dampak dari
ketidakmampuan primer (misal, kelemahan otot dan nitrah narung). Penyakit-
penyakit tertentu dan kondisi cedera akan berpengaruh terhadap tingkat mobilitas.
Tingkat energi
Energi dibutuhkan untuk banyak hal, salah satunya mobilisasi. Dalam hal ini,
cadangan energi yang dimiliki masing-masing individu bervariasi. Di samping itu
ada kecenderungan seseorang untuk menghindari stresor guna mempertahankan
kesehatan fisik dan pdikologis.
Usia
Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan mobilisasi.
Pada individu lansia, kemampuan untuk melakukan aktivitas dan mobilisasi
menurun sejalan dengan penuaan.
Konsep Imobilitas
Definisi
Imobilitas merupakan suatu kondisi yang relatif, maksudnya, individu tidak saja
kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan
aktivitas dari kebiasaan normalnya. Ada beberapa alasa dilakukan imobilisasi:
Pembatasan gerak yang ditujukan untuk pengobatan atau terapi. Misalnya
pada klien yang menjalani pembedahan atau yang mengalami cedera pada
tungkai dan lengan.
Keharusan (tidak terelakan) ini biasanya disebabkan oleh ketidakmampuan
primer, seperti penderita paralisis.
Pembatasan secara otomatis sampai dengan gaya hidup.
Jenis imobilitas
Secara umum ada beberapa macam keadaan imobilitas antara lain:
1. Imobilitas fisik. Kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik yang
disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.
2. Imobilitas intelektual. Kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya pada
kasus kerusakan otak
3. Imobilitas emosional. Kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan atau
kehilangan seseorang yang dicintai
4. Imobilitas sosial. Kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi sosial
yang sering terjadi akibat penyakit.
Dampak fisik dan psikologis imobilitas
Masalah imobilitas dapat menimbulkan berbagai dampak, baik dari segi fisik
maupun psikologis. Secara psikologis, imobilitas dapat menyababkan penurunan
motivasi, kemunduran kemampuan dalam memecahkan masalah, dan perubahan
konsep diri. Selain itu, kondisi juga disertai dengan ketidaksesuaian antara emosi
dan situasi, perasaan tidak berharga dan tidak berdaya, serta kesepian yang
diekspresikan dengan perilaku menarik diri, dan apatis. Sedangkan masalah fisik
dapat terjadi adalah sebagai berikut:
Sistem muskuloskeletal
Pada sistem ini, imobilitas dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti
osteoporosis, arofi otot, kontraktur, dan kekakuan serta nyeri pada sendi.
Osteoporosis. Tanpa adanya aktivitas yang memberi beban pada tulang,
tulang akan mengalami demineralisasi (osteoporosis. Proses ini akan
menyebabkan tulang kehilangan kekuatan dan kepadatannya sehingga
tulang menjadi keropos dan mudah patah.
Atrofi otot. Otot yang tidak dipergunakan dalam waktu lama akan
kehilangan sebagian besar kekuatan dan fungsi normalnya.
Kontraktur. Pada kondisi imobilisasi, serabut otot tidak mampu
memendek atau memanjang. Lama-kelamaan, kondisi ini akan
menyebabkan kontraktur (pemendekan otot permanen). Proses ini sering
mengenai sendi, tendon, dan ligamen.
Kekakuan dan nyeri sendi. Pada kondisi imobilisasi, jaringan kolagen pada
sendi dapat mengalami ankilosa. Selain itu, tulang juga akan mengalami
demineralisasi yang akan menyebabkan akumulasi kalsium pada sendi
yang dapat mengakibatkan kekakuan dan nyeri pada sendi.
Eliminasi urine
Masalah yang umum ditemui pada sistem perkemihan akibat imobilisasi antara
lain:
Statis urine. Pada individu yang mobil, gravitasi memainkan peran yang
penting dalam proses pengosongan ginjal dan kandung kemih. Sebaliknya,
saat individu berada dalam posisiberbaring untuk waktu lama, gravitasi
justru akan menghambat proses tersebut. Akibatnya, pengosongan urine
menjadi terhambat, dan terjadilah statis urine (terhentinya atau
terhambatnya aliran urine).
Batu ginjal. Pada kondisi imobilisasi, terjadi ketidakseimbangan antara
kalsium dan asam sitrat yang menyebabkan kelebihan kalsium. Akibatnya,
urine menjadi lebih basa dan garam kalsium mempresentasi terbentuknya
batu ginjal. Pada posisi horisontal akibat imobilisasi, ginjal yang terisi
urine basa menjadi tempat yang ideal untuk pembentukan batu ginjal.
Retensi urine. Kondisi imobilisasi menyulitkan upaya seseorang untuk
melemaskan otot perineum pada saat berkemih. Selain itu penurunan tonus
otot kandung kemih juga menghambat kemampuan untuk mengosongkan
kandung kemih secara tuntas.
Infeksi perkemihan. Urine yang statis merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri. Selain itu, sifat urine yang basa akibat hiperkalsiuria
juga mendukung proses tersebut. Organisme yang umumnya menyebabkan
infeksi saluran kemih adalah Escherichia coli.
Gastrointestinal
Kondisi imobilisasi mempengaruhi tiga fungsi sistem pencernaan, yaitu fungsi
ingesti, digesti, eleminasi. Dalam hal ini, masalah yang umum ditemui salah
satunya adalah konstipasi. Konstipasi terjadi akibat penurunan peristalsis dan
motilitas usus. Jika konstipasi terus berlanjut, feses akan menjadi sangat keras dan
diperlukan upaya yang kuat untuk mengeluarkan.
Respirasi
Penurunan gerak pernafasan. Kondisi ini dapat disebabkan oleh
pembatasan gerak, hilangnya koordinasi otot, atau karena jarangnya otot-
otot tersebut digunakan; obat-obat tertentu (misal., sedatif dan analgesik)
dapat pula menyebabkan kondisi ini.
Penumpukan sekret. Normalnya sekret pada saluran pernafasan
dikeluarkan dengan perubahan posisi atau postur tubuh, srta dengan batuk.
Pada kondisi imobolisasi, sekret terkumpul pada jalan napas akibat
gravitasi sehingga mengganggu proses difusi oksigen dan karbon dioksida
di alveoli. Selain itu, upaya batuk untuk mengeluarkan sekret juga
terhambat karena melemahnya tonus otot-otot pernapasan.
Xtelektasis. Pada kondisi tirh baring (imobilisasi), perubahan aliran darah
regional dapat menurunkan produksi surfaktan. Kondisi ini, ditambah
dengan sumbatan sekret pada jalan napas, dapat mengakibatkan
atelektasis.
Sistem kardiovaskular
Hipotensi ortostatik. Hipotensi ortostatik terjadi karena sistem saraf
otonom tidak dapat menjaga keseimbangan suplai darah ke tubuh sewaktu
individu bangun dari posisi berbaring dalam waktu yang lama.
Pembentukan trobus. Trombus atau massa padat darah yang terbentuk di
jantung atau pembuluh darah biasanya disebabkan oleh tiga faktor, yakni
gangguan aliran balik vena menuju kantung, hiperkoagulabilitas darah.
Jika trombus lepas dari dinding pembuluh darah dan masuk ke sirkulasi
disebut sebagai embolus.
Edema dependen. Edema dependen biasa terjadi di area-area yang
menggantung seperti kaki dan tungkai bawah pada individu yang sering
duduk berjuntai di kursi.
Metabolisme dan nutrisi
Penurunan laju metabolisme. Pada kondisi imobilisasi, laju metabolisme
basal, motilitas usus, serta sekresi kelenjar digestif menurun seiring
dengan penurunan kebutuhan energi tubuh.
Balans nitrogen negatif. Pada kondisi imobilisasi, terdapat
ketidakseimbangan antara proses anabolisme dan katabolisme protein.
Dalam hal ini, proses katabolisme melibihi anabolisme.
Anoreksia. Penurunan nafsu makan (anoreksia) biasanya terjadi akibat
penurunan laju metabolisme dan peningkatan katabolisme yang kerap
menyertai kondisi imobilisasi.
Sistem integumen
Turgor kulit menurun. Kulit dapat mengalami atropi akibat imobilitas yang
lama. Pada akhirnya kondisi ini akan menyebabkan penurunan elastisitas
kulit.
Kerusakan kulit. Kondisi imobilitas mengganggu sirkulasi dan suplai
nutrien menuju area tertentu. Ini mengakibatkan iskemia dan nekrotis
jaringan superfisial yang dapat menimbulkan ulkus dekubitus.
Sistem neurosensorik
Ketidakmampuan mengubah posisi menyebabkan terhambatnya input sensorik,
menimbulkan perasaan lelah, tritabel, persepsi tidak realistis, dan mudah bingung.
Tingkat imobilitas
Tingkatan imobilitas bervariasi, diantaranya adalah:
1. Imobilitas komplet. Imobilitas ini dilakukan pada individu yang
mengalami gangguan tindakan kesadaraan
2. Imobilitas parsial. Imobilitas ini dilakukan pada klien yang mengalami
fraktur, misalnya fraktur ekstremitas bawah (kaki)
Gambar 10.1. Proses terjadinya ulkus dekubitus
3. Imobilitas karena alasan pengobatan. Imobilitas ini dilakukan pada
individu yang menderita gangguan pernapasan dan jantung. Pada kondisi
tirah baring (bedrest) urat, klien tidak boleh bergerak dari tempat tidur dan
tidak boleh berjalan ke kamar mandi atau duduk di kursi. Akan tetapi, pada
tirah baring bukan total, klien masih diperbolehkan untuk turun dari tempat
tidur dan berjalan ke kamar mandi atau duduk di kursi. Keuntungan dari
tirah baring antara lain mengurangi kebutuhan oksigen sel-sel tubuh,
menyalurkan sumber energi untuk proses penyembuhan dan dapat
mengurangi respons nyeri.
Imobilisasi
Mengakibatkan penekanan pada daerah yang menonjol
Tanda yang terlihat kemerahan, luka pada kulit di atas lubang yang menonjol
Penekanan mengakibatkan terhambatnya sirkulasi daerah ke jaringan sehingga
menyebabkan iskemia lokal
Jaringan akan mengalami anoksia dan mati, selanjutnya menimbulkan perlukaan