19
1 Konsep Kecantikan Wanita Jawa dalam Panyandra: Sebuah Analisis Metafora Arif Nur Setiawan¹, Widhyasmaramurti² ¹˒ ² Program Studi Sastra Daerah untuk Sastra Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail: [email protected], [email protected] Abstrak Skripsi ini membahas konsep kecantikan wanita dalam panyandra berbahasa Jawa. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Sementara itu, sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah 7 buku teks berbahasa Jawa yang terbit pada tahun 1958 hingga 2011. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan makna metaforis panyandra yang membangun konsep kecantikan wanita Jawa. Teori yang digunakan untuk menganalisis data adalah teori metafora Lakoff dan Johnson (1980) dan teori komponensial Nida (1975). Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui analisis makna metaforis ditemukan 70 makna metaforis panyandra berbahasa Jawa yang terdiri atas 3 kategori dan 34 subkategori pembangun konsep kecantikan wanita Jawa. Kata kunci: Konsep kecantikan wanita Jawa; metafora; dan panyandra. Abstract This research discusses women’s beauty concepts of Javanese panyandra (proposition). Data that is used consisted of primary and secondary data which are taken from 7 Javanese language textbooks since 1958 until 2011, and analyzed based on descriptive qualitative research method by using theory of metaphor by Lakoff and Johnson (1980) and theory of componential meaning by Nida (1975). The aim is to discover the metaphorical meaning of the women’s beauty concepts of Javanese panyandra. As a result, there are 70 panyandra which can be found that form the concepts of women’s beauty, and those panyandra have 3 categories and 34 subcategories of metaphorical meaning that form the concept of women’s beauty of Javanese panyandra. Key words: Women’s beauty concepts; metaphor; and Javanese panyandra (proposition). Pendahuluan Konsep kecantikan dalam budaya Jawa tercermin melalui ungkapan berbahasa Jawa dalam bentuk proposisi yang digunakan oleh masyarakat pendukungnya, salah satu jenis proposisi dalam bahasa Jawa adalah panyandra. Menurut pengamatan peneliti, panyandra yang membangun konsep kecantikan wanita Jawa diciptakan oleh kaum pria. Hal ini sesuai dengan penjelasan dari Old Javanese-English Dictionary (Zoetmulder, 1982), kata wanita berarti ‘yang Konsep kecantika..., Arif Nur Setiawan, FIB, 2014

Konsep Kecantikan Wanita Jawa dalam Panyandra Sebuah

  • Upload
    others

  • View
    16

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Konsep Kecantikan Wanita Jawa dalam Panyandra Sebuah

1

Konsep Kecantikan Wanita Jawa dalam Panyandra:

Sebuah Analisis Metafora

Arif Nur Setiawan¹, Widhyasmaramurti²

¹˒ ² Program Studi Sastra Daerah untuk Sastra Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya,

Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia

E-mail: [email protected], [email protected]

Abstrak

Skripsi ini membahas konsep kecantikan wanita dalam panyandra berbahasa Jawa. Penelitian ini adalah penelitian

kualitatif deskriptif. Sementara itu, sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah 7 buku teks berbahasa

Jawa yang terbit pada tahun 1958 hingga 2011. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan makna metaforis

panyandra yang membangun konsep kecantikan wanita Jawa. Teori yang digunakan untuk menganalisis data adalah

teori metafora Lakoff dan Johnson (1980) dan teori komponensial Nida (1975). Hasil penelitian menunjukkan bahwa

melalui analisis makna metaforis ditemukan 70 makna metaforis panyandra berbahasa Jawa yang terdiri atas 3

kategori dan 34 subkategori pembangun konsep kecantikan wanita Jawa.

Kata kunci:

Konsep kecantikan wanita Jawa; metafora; dan panyandra.

Abstract

This research discusses women’s beauty concepts of Javanese panyandra (proposition). Data that is used consisted

of primary and secondary data which are taken from 7 Javanese language textbooks since 1958 until 2011, and

analyzed based on descriptive qualitative research method by using theory of metaphor by Lakoff and Johnson

(1980) and theory of componential meaning by Nida (1975). The aim is to discover the metaphorical meaning of the

women’s beauty concepts of Javanese panyandra. As a result, there are 70 panyandra which can be found that form

the concepts of women’s beauty, and those panyandra have 3 categories and 34 subcategories of metaphorical

meaning that form the concept of women’s beauty of Javanese panyandra.

Key words: Women’s beauty concepts; metaphor; and Javanese panyandra (proposition).

Pendahuluan

Konsep kecantikan dalam budaya Jawa tercermin melalui ungkapan berbahasa Jawa dalam

bentuk proposisi yang digunakan oleh masyarakat pendukungnya, salah satu jenis proposisi

dalam bahasa Jawa adalah panyandra. Menurut pengamatan peneliti, panyandra yang

membangun konsep kecantikan wanita Jawa diciptakan oleh kaum pria. Hal ini sesuai dengan

penjelasan dari Old Javanese-English Dictionary (Zoetmulder, 1982), kata wanita berarti ‘yang

Konsep kecantika..., Arif Nur Setiawan, FIB, 2014

Page 2: Konsep Kecantikan Wanita Jawa dalam Panyandra Sebuah

2

diinginkan’. Dalam pengertian ini, wanita merupakan ‘sesuatu yang diinginkan pria’. Jadi, kaum

pria mengungkapkan gagasannya tentang konsep kecantikan wanita Jawa melalui panyandra.

Penelitan ini berfokus pada kecantikan wanita karena dalam budaya Jawa, wanita dapat

dimaknai dengan wani ditata 'berani ditata' dan sekaligus wani nata 'berani menata' (Ensiklopedi

Istri-Istri Raja Jawa, 2013: 9). Dalam pengertian ini, wanita merupakan seseorang yang telah

dewasa, baik itu dewasa dalam berpikir maupun bertindak. Hal ini senada dengan arti secara

leksikal dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), arti kata wanita adalah 'perempuan

dewasa' atau 'kaum putri (dewasa)'. Hal tersebut diperkuat dengan penjelasan dari Kamus Dewan

(1970) bahwa kata wanita merupakan bentuk eufemistis1 dari kata perempuan. Sementara itu,

dalam sejarah kontemporer bahasa Indonesia, kata wanita menduduki posisi dan konotasi

terhormat. Kata ini mengalami proses ameliorasi, suatu perubahan makna yang semakin positif,

arti sekarang lebih tinggi daripada arti dahulu (Harimurti, 1993: 12). Selain itu, menurut

Harimurti dalam Kamus Linguistik (1993), kata perempuan mengalami degradasi semantis, atau

peyorasi, penurunan nilai makna, arti sekarang lebih rendah dari arti dahulu. Berdasarkan hal

tersebut maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan kata wanita2.

Dalam khazanah budaya Jawa Kuna terdapat konsep kecantikan wanita yang disebut

dengan rupasampat wahyabyantara (Martha, 1999: 58). Konsep tersebut menjelaskan bahwa

kecantikan merupakan paduan yang harmonis antara dua unsur yakni lahiriah dan batiniah.

Kecantikan lahiriah adalah keelokan wajah dan tubuh. Sementara itu, kecantikan batiniah adalah

keluhuran budi yang memancar keluar dari dalam diri. Selanjutnya, kedua unsur ini berpadu dan

membentuk suatu keseimbangan. Keseimbangan tersebut tampak dalam panyandra.

Panyandra merupakan ungkapan yang mengandung pengandaian dan terdapat hal yang

diperbandingkan. Hal tersebut berkaitan dengan kajian metafora. Menurut Frans (1994: 1)

metafora merupakan fenomena lingual yang unik karena dalam metafora terdapat unsur

ketidaksesuaian antara isi tuturan secara harfiah dengan maksud penuturnya. Secara semantis

fenomena ini menarik karena dalam metafora dapat ditemukan makna harfiah dan makna

metaforis.

1 Menurut KBBI (2007), eufemistis berarti bersifat melembutkan tentang bahasa dan sebagainya.

2 Kata wanita berasal dari bahasa Sansekerta yaitu vanita. Kata ini diserap oleh bahasa Jawa Kuna (Kawi) menjadi

wanita, yang terdapat perubahan labialisasi dari labiodental ke labial: [v] [w], dari bahasa Kawi, kata ini diserap

oleh bahasa Jawa (Modern), lalu dari bahasa Jawa, kata ini diserap ke dalam bahasa Indonesia. Setelah diadopsi

bahasa Jawa dan bahasa Indonesia, kata ini mengalami tambahan nilai positif. (Sudarwanti dan D. Jupriono, 1997)

Konsep kecantika..., Arif Nur Setiawan, FIB, 2014

Page 3: Konsep Kecantikan Wanita Jawa dalam Panyandra Sebuah

3

Lakoff dan Johnson (1980: 3) mengemukakan bahwa pemikiran metaforis menggambarkan

ada kecenderungan dasar dari pikiran manusia untuk memikirkan referen tertentu dengan cara

tertentu. Pernyataan tersebut dapat dicontohkan dengan panyandra berikut ini.

Contoh (1)

kecantikan salah satu bagian dari fisik wanita Jawa dalam panyandra:

Pakulitane ngulit langsep ‘kulitnya seperti kulit buah langsat’.

Penggunaan unsur alam yang berupa buah langsat mempunyai ketentuan khas sehingga

menjadi pilihan nenek-moyang orang Jawa dalam menggambarkan kata keindahan yang mengacu

pada kecantikan seorang wanita. Ciri-ciri kulit buah langsat yang berwarna kuning cerah dan

permukaannya halus diibaratkan dengan keindahan kulit seorang wanita. Berdasarkan hal

tersebut, dapat dikatakan bahwa deskripsi kecantikan wanita terdapat dalam khazanah budaya

Jawa. Sebagai penutur jati bahasa Jawa3, maka peneliti terdorong untuk menemukan makna

metaforis panyandra yang membangun konsep kecantikan wanita Jawa.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya maka masalah yang

dikaji dalam penelitian ini, yakni bagaimana proses pembentukan metafora dalam panyandra

yang membangun konsep kecantikan wanita Jawa.

Adapun rumusan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Apa sajakah source domain ‘ranah sumber’ dan target domain ‘ranah sasaran’ metafora

dalam panyandra yang membangun konsep kecantikan wanita Jawa?

2. Apa sajakah komponen makna pada korespondensi antara source domain ‘ranah

sumber’ dan target domain ‘ranah sasaran’ metafora dalam panyandra yang

membangun konsep kecantikan wanita Jawa?

3. Apakah makna metaforis panyandra yang membangun konsep kecantikan wanita Jawa?

Tinjauan Teoritis

Penelitian ini menggunakan dua teori untuk menganalisis metafora dalam panyandra yang

membangun konsep kecantikan wanita Jawa. Kedua teori tersebut adalah teori yang dikemukakan

3 Menurut KBBI (2007), penutur jati (native speaker) berarti penutur yang menggunakan bahasa ibu. Dalam hal ini,

penutur jati bahasa Jawa merupakan penutur yang menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa ibu.

Konsep kecantika..., Arif Nur Setiawan, FIB, 2014

Page 4: Konsep Kecantikan Wanita Jawa dalam Panyandra Sebuah

4

oleh Lakoff dan Johnson (1980) tentang metafora konseptual dan Nida (1975) tentang komponen

makna. Adapun penjelasan kedua teori tersebut sebagai berikut:

1. Teori Metafora Konseptual

Lakoff dan Johnson (1980: 3-6) berpendapat bahwa metafora merupakan hal umum dalam

kehidupan sehari-hari, tidak hanya dalam bahasa, tetapi juga dalam perilaku dan pemikiran.

Definisi metafora Lakoff dan Johnson ini yang digunakan sebagai landasan teori utama untuk

menganalisis data dalam penelitian ini. Lebih lanjut, mereka mengemukakan sistem konseptual

manusia merupakan proses pembentukan metafora secara alami. Proses tersebut terimplementasi

baik dalam cara berpikir atau berperilaku. Dengan demikian, metafora konseptual merupakan

suatu konsep yang sistematis yang terbentuk secara kognitif (Lakoff dan Johnson, 1980: 3-6).

Menurut Lakoff dan Johnson (Cruse, 2004: 201), metafora konseptual dianalisis sebagai

proses konseptualisasi kognitif bergantung pada tiga hal, yaitu (1) ranah sumber (source domain),

(2) ranah sasaran (target domain), (3) pemetaan atau korespondensi (a set of mapping relation or

correspondences). Dengan kata lain, metafora konseptual melihat ada hubungan antara kedua

ranah yaitu ranah sumber dan ranah sasaran ke dalam bentuk pemetaan atau korespondensi.

Ranah sumber berkenaan dengan dunia pengalaman yang biasanya konkret (nyata) dan dikenal

akrab, sedangkan ranah sasaran biasanya lebih bersifat abstrak (Rahyono, 2012: 190).

2. Teori Komponen Makna

Komponen makna adalah elemen-elemen makna yang membedakan makna suatu kata dari

kata lainnya yang berada pada medan makna yang sama (Nida, 1975: 32). Untuk menemukan

komponen makna sebuah kata dengan kata lainnya, maka digunakan analisis komponen. Analisis

komponen adalah teknik untuk mendeskripsikan hubungan makna suatu referen dengan memilah-

milah setiap konsep menjadi komponen minimal (Nida, 1975:64). Di dalam analisis

komponensial, nilai komponen makna yang dimiliki sebuah kata dilambangkan dengan (+) dan

nilai yang tidak memiliki dilambangkan dengan (-).

Sebagai contoh, untuk mendeskripsikan perbedaan antara suami, bujangan, istri dan gadis

(adaptasi dari Saeed, 2003: 249), dapat dilihat dari komponen makna (KM) yang dimiliki dari

setiap kata tersebut.

Konsep kecantika..., Arif Nur Setiawan, FIB, 2014

Page 5: Konsep Kecantikan Wanita Jawa dalam Panyandra Sebuah

5

- Suami terdiri dari KM1 [+manusia], KM2 [+dewasa], KM3 [+laki-laki], dan KM4

[+menikah]. Jadi KM1, KM2, KM3, KM4 adalah komponen makna yang membentuk

kata suami.

- Bujangan terdiri dari KM1 [+manusia], KM2 [+dewasa], KM3 [+laki-laki], dan KM4

[-menikah]. Jadi, KM1, KM2, KM3, KM4 merupakan komponen makna yang

membentuk kata bujangan.

- Istri terdiri dari KM1 [+manusia], KM2 [+dewasa], KM3 [-laki-laki], dan KM4

[+menikah]. Jadi, KM1, KM2, KM3, KM4 merupakan komponen makna yang

membentuk kata istri.

- Gadis terdiri dari KM1 [+manusia], KM2 [+dewasa], KM3 [-laki-laki], dan KM4 [-

menikah]. Jadi, KM1, KM2, KM3, KM4 merupakan komponen makna yang

membentuk kata gadis.

Berdasarkan uraian di atas dipaparkan bahwa setiap kata memiliki komponen makna yang

sama dan dapat berbeda dengan komponen makna yang dimiliki kata lainnya. Oleh karena itu,

Nida (1975: 32-37) membagi komponen makna menjadi tiga kategori, yaitu:

1. Komponen makna bersama (common components), yaitu komponen makna yang

dimiliki bersama oleh beberapa kata, contohnya, kata husband ‘suami’ dan wife ‘istri’

memiliki komponen makna yang sama yakni [+manusia], [+dewasa], dan [+menikah].

2. Komponen makna pembeda (diagnostic components), yaitu komponen makna yang

berfungsi untuk membedakan makna suatu kata dengan kata lainnya, contohnya, kata

husband ‘suami’ dan wife ‘istri’ memiliki komponen makna yang berbeda yakni kata

husband ‘suami’ untuk komponen makna [+laki-laki] dan kata wife ‘istri’ untuk

komponen makna [-laki-laki].

3. Komponen makna tambahan (supplementary components), yaitu komponen makna yang

bersifat perluasan makna suatu kata, contohnya, kata kata husband ‘suami’ dan wife

‘istri’ memiliki komponen makna tambahan yakni kata husband ‘suami’ memiliki

komponen makna tambahan [-melahirkan] dan kata wife ‘istri’ memiliki komponen

makna tambahan [+melahirkan].

Lebih lanjut, Nida (1975: 64) mengemukakan ada empat tipe prosedur linguistik yang

digunakan dalam analisis komponensial, yaitu: (1) penamaan (naming), (2) paraphrase

Konsep kecantika..., Arif Nur Setiawan, FIB, 2014

Page 6: Konsep Kecantikan Wanita Jawa dalam Panyandra Sebuah

6

(paraphrasining), (3) pendefinisian (defining), dan (4) pengklasifikasian (classifying). Penamaan

adalah tindakan spesifik dalam membentuk sejenis referen. Parafrase adalah cara

mendeskripsikan ciri pembeda dalam unit makna dengan mengacu pada interpretasi perorangan,

contohnya, kata paman dapat diparafrese menjadi saudara laki-laki ayah atau ibu. Pendefinisian

mencakup mengombinasikan semua parafrasa yang spesifik menjadi satu pernyataan berdasarkan

komponen pembeda dari sebuah makna, contohnya, kata paman didefinisikan saudara laki-laki

dari seorang ayah atau suami dari seorang bibi. Selain itu, kata paman dapat didefinisikan

sebagai panggilan keluarga terhadap laki-laki yang lebih tua dan panggilan yang digunakan oleh

beberapa penutur bahasa Inggris ekspatriat kepada laki-laki dewasa. Kemudian pengklasifikasian

yang terdiri atas tiga prosedur, yaitu (a) mengumpulkan unit makna yang mempunyai kesamaan

ciri, (b) memisahkan unit makna yang berbeda, dan (c) menentukan dasar pengelompokan.

Oleh sebab itu, untuk memulai menganalisis, peneliti menyusun kesimpulan dari landasan

teori yang dapat dijabarkan dalam Bagan 1 berikut:

Bagan 1 Kerangka Acuan Teoritis Penelitian

Berdasarkan bagan di atas, dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Wacana tidak hanya sekadar bahasa, tetapi juga cara memandang dunia atau kehidupan

yang terungkap dalam bahasa, tindakan, nilai, kepercayaan, sikap, dan identitas sosial

(Kramsch, 1998).

WACANA

- Pemikiran

- Nilai-nilai

- Tindakan

Panyandra

Teori Metafora Konseptual

Lakoff dan Johnson (1980)

Teori Komponensial Nida

(1975)

Makna Metaforis

Konsep kecantika..., Arif Nur Setiawan, FIB, 2014

Page 7: Konsep Kecantikan Wanita Jawa dalam Panyandra Sebuah

7

2. Dalam pandangan fungsional, yaitu dalam penggunaan panyandra dalam kehidupan

sehari-hari masyarakat Jawa, panyandra merupakan salah satu bentuk wacana

deskriptif4. Dalam mengkomunikasikan pesannya

5, panyandra menggunakan makna

metaforis.

3. Analisis metaforis panyandra dilakukan dengan menggunakan teori metafora

konseptual Lakoff dan Johnson (1980) dengan tiga langkah kerja sehingga dapat

ditemukan ranah sumber, ranah sasaran, dan pemetaan. Sementara itu, teori

komponensial Nida (1975) dibutuhkan untuk menemukan komponen makna, yaitu

komponen makna bersama, komponen makna pembeda, dan komponen makna

tambahan jika ada.

4. Melalui analisis dengan menggunakan kedua teori tersebut maka makna metaforis

panyandra yang membangun konsep kecantikan wanita Jawa dapat ditemukan.

Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif yakni metode yang

digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, analisis data bersifat induktif, dan

hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono, 2008: 1).

Penulis mendapatkan data panyandra, pertama-tama dipelajari, kemudian ditemukan masalah

yang ada dalam data itu. Setelah menemukan masalah, maka ditentukanlah teori yang cocok

untuk memecahkan masalah yang terdapat dalam panyandra yang membangun konsep

kecantikan wanita Jawa. Oleh karena itu, analisis data yang dilakukan bersifat induktif

berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dan kemudian dapat dikonstruksikan menjadi hipotesis

atau teori (Sugiyono, 2008: 3).

Berikut adalah tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian:

1. Mengumpulkan data dengan teknik simak.

4 Kushartanti, dkk (2009) seperti dikutip dari Leech (1974) menjelaskan bahwa berdasarkan pemaparan, wacana

dapat dikelompokkan atas wacana naratif, wacana deskriptif, wacana ekspositoris,

wacana argumentatif, wacana persuasif, wacana hortatoris, dan wacana prosedural. Wacana deskriptif dicirikan oleh

adanya detail suatu hal, seperti pada profil. 5 Lyons (1977) seperti dikutip dari Cruse (2004: 5) mengemukakan bahwa dalam model komunikasi akan terdapat

penyampaian pesan atau informasi yang telah dikodekan dengan menggunakan tanda-tanda (bunyi bahasa) dari

penutur ke petutur.

Konsep kecantika..., Arif Nur Setiawan, FIB, 2014

Page 8: Konsep Kecantikan Wanita Jawa dalam Panyandra Sebuah

8

2. Mengklasifikasikan panyandra yang membangun konsep kecantikan wanita Jawa

berdasarkan kategori keseimbangan antara kecantikan lahiriah dan batiniah, kecantikan

lahiriah, dan kecantikan batiniah.

3. Menganalisis panyandra yang membangun konsep kecantikan wanita Jawa berdasarkan

teori metafora Lakoff dan Johnson (1980) dan teori komponensial Nida (1975).

4. Mendapatkan hasil analisis makna metaforis panyandra yang membangun konsep

kecantikan wanita Jawa.

Sumber Data

Penelitian ini menggunakan korpus data yang berasal dari sumber data tertulis. Sumber data

tertulis tersebut berasal dari tujuh buku teks berbahasa Jawa, yang terbagi atas 1 buku teks

berbahasa Jawa sebagai sumber data primer dan 6 buku teks berbahasa Jawa sebagai sumber data

sekunder. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

1. Sumber Data Primer

- Buku Ngengrengan Kasusastran Djawa jilid I6 (S. Padmosoekotjo, 1958);

Buku Ngengrengan Kasusastran Djawa merupakan sumber data tertua yakni

diterbitkan pada tahun 1958 yang dijadikan peneliti sebagai sumber data primer.

Pemilihan buku karangan Padmosoekotjo tersebut sebagai data primer didasari pada

penjelasan panyandra secara terperinci dan disertai dengan contoh penggunaannya

dalam macapat ‘puisi Jawa bertembang’.

2. Sumber Data Sekunder

- Buku Padalangan Djangkep Sedalu Muput Lampahan Kartopijogo Tjidra

(Wignjawirjanta, 1963);

- Buku Sapala Basa Jawa (Y.A. Yuwono, 1987);

- Buku Gita Wicara Jawi (Suwarna Pringgawidagda, 1998);

- Buku Pepak Basa (S. Rahardjo, 2008);

- Buku Kawruh Pepak Basa Jawa Anyar (S. Yadi, 2009); dan

- Buku Pepak Basa Jawa Lengkap (Sri Hartatik, 2011).

6 Buku Ngengrengan Kasusastran Djawa merupakan sumber tertua yang diterbitkan oleh Penerbit Hien Hoo Sing,

Yogyakarta pada tahun 1958. Buku karangan S. Padmosoekotjo ini terdiri atas 2 jilid, yaitu Ngengrengan

Kasusastran Djawa I dan II.

Konsep kecantika..., Arif Nur Setiawan, FIB, 2014

Page 9: Konsep Kecantikan Wanita Jawa dalam Panyandra Sebuah

9

Sumber data sekunder ini digunakan sebagai validasi sumber data primer

sekaligus untuk melengkapi data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Dalam hal

penggunaan panyandra, buku Padalangan Djangkep Sedalu Muput Lampahan

Kartopijogo Tjidra, buku Sapala Basa Jawa dan buku Gita Wicara Jawi menjelaskan

tentang konteks penggunaan panyandra, yaitu dalam pertunjukan wayang kulit dan

upacara pernikahan adat Jawa. Selanjutnya, peneliti juga menggunakan buku teks

berbahasa Jawa terbitan baru, yakni berkisar antara tahun 2008 hingga tahun 2011.

Buku teks berbahasa Jawa ini merupakan buku pendamping mata pelajaran Bahasa

Jawa untuk siswa-siswi Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) dan

masih dipelajari oleh masyarakat umum. Materi pelajaran di dalam buku teks tersebut

masih digunakan dalam kegiatan belajar mengajar baik di sekolah maupun masyarakat

umum.

Berdasarkan ketujuh sumber data tertulis tersebut, diperoleh 70 panyandra tentang kecantikan

wanita Jawa.

Analisis Makna Metaforis Panyandra yang Membangun Konsep Kecantikan Wanita Jawa

Berdasarkan data berupa 70 panyandra tentang kecantikan wanita Jawa, telah dilakukan

analisis yang menghasilkan temuan berupa 3 kategori dan 34 subkategori pembangun konsep

kecantikan wanita Jawa yang terdapat dalam panyandra. Ketiga kategori tersebut terbagi atas: (1)

keseimbangan antara kencantikan lahiriah dan batiniah terdapat 1 panyandra; (2) kecantikan

lahiriah terdapat 42 panyandra; dan (3) kecantikan batiniah terdapat 27 panyandra. Jadi,

sebanyak 70 panyandra mengandung makna metaforis yang membangun konsep kecantikan

wanita Jawa. Sehubungan dengan jumlah data yang cukup banyak, maka analisis dalam tulisan

ini dibatasi hanya pada penjelasan ringkas terhadap 3 kategori untuk memudahkan penyampaian

makna metaforis panyandra yang membangun konsep kecantikan wanita Jawa. Selain itu,

pemilihan panyandra yang dianalisis dalam tulisan ini bersifat umum dan sesuai dengan urutan

penomoran yang pertama dalam setiap kategorinya, sebagaimana dijelaskan dalam analisis

berikut ini.

Konsep kecantika..., Arif Nur Setiawan, FIB, 2014

Page 10: Konsep Kecantikan Wanita Jawa dalam Panyandra Sebuah

10

1. Panyandra Berdasarkan Kategori Keseimbangan Antara Kecantikan Lahiriah dan

Batiniah

Pada bagian ini berisi analisis makna metaforis panyandra yang membangun konsep

kecantikan wanita Jawa berdasarkan kategori keseimbangan antara kecantikan lahiriah dan

batiniah. Berdasarkan data yang terjaring, ditemukan satu panyandra yang masuk dalam kategori

ini. Panyandra ini merupakan panyandra dengan struktur pepindhan. Hal ini didasari dari

penggunaan kata kaya ‘seperti’ pada panyandra ini.

1.1 Ayune kaya Dewi Ratih ‘Cantiknya seperti Dewi Ratih’

Berikut alur analisis makna metaforis panyandra di atas.

Tabel 1 Alur Analisis Makna Metaforis Ayune kaya Dewi Ratih

RSu

Ayune kaya Dewi Ratih. RSa

Keseimbangan kecantikan antara lahiriah dan batiniah wanita.

KM

- ayu ‘cantik’:

[+elok]

[+molek tentang wajah atau muka

perempuan]

[+indah]

- dewi ‘dewi’:

[+dewa perempuan]

[+perempuan yang cantik]

- ratih ‘bulan’:

[+benda langit yang mengitari bumi, bersinar

pada malam hari karena pantulan sinar

matahari]

KM

- seimbang:

[+setimbang]

[+sebanding]

[+sama]

- cantik:

[+elok]

[+molek tentang wajah atau muka perempuan]

[+indah]

- lahir:

[+tampak dari luar]

[+berupa benda yang kelihatan, keduniaan, jasmani]

- batin:

[+sesuatu yang terdapat di dalam hati]

[+sesuatu yang menyangkut jiwa atau perasaan hati dan

sebagainya]

- wanita:

[+perempuan dewasa]

Pemetaan

Ciri-ciri tokoh Dewi Ratih diibaratkan dengan keseimbangan antara kecantikan lahiriah dan batiniah wanita, sehingga

menghasilkan perbandingan komponen makna di bawah ini.

Korespondensi Antara RSu dan RSa

KM KM

[+kecantikan lahiriah]

[+kecantikan batiniah]

[+dewi]

[+istri dari Batara Kamajaya]

[+kecantikan lahiriah]

[+kecantikan batiniah]

[-dewi]

[-istri dari Batara Kamajaya]

Makna Metaforis Kecantikan wanita yang seimbang antara kecantikan lahiriah dan kecantikan batiniah yang menyerupai dewi.

Konsep kecantika..., Arif Nur Setiawan, FIB, 2014

Page 11: Konsep Kecantikan Wanita Jawa dalam Panyandra Sebuah

11

Berdasarkan alur analisis di atas, terlihat bahwa panyandra ini memiliki satu ranah sumber,

yaitu tokoh Dewi Ratih7. Sementara itu, ranah sasarannya adalah keseimbangan kecantikan antara

lahiriah dan batiniah wanita. Kedua ranah tersebut memiliki komponen makna masing-masing

dan menghasilkan pemetaan, yakni ciri-ciri tokoh Dewi Ratih diibaratkan dengan keseimbangan

antara kecantikan lahiriah dan batiniah wanita. Selanjutnya, dilakukan korespondensi antara

ranah sumber dan ranah sasaran yang menghasilkan komponen makna sebagai berikut: (1)

komponen makna bersama, yaitu [+kecantikan lahiriah] dan [+kecantikan batiniah] pada kedua

ranah; (2) komponen makna pembeda, yaitu [+dewi] pada komponen makna ranah sumber dan [-

dewi] pada komponen makna ranah sasaran; (3) komponen makna tambahan, yaitu [+istri dari

batara Kamajaya] pada komponen makna ranah sumber dan [-istri dari batara Kamajaya] pada

komponen makna ranah sasaran. Berpijak pada hasil korespondensi tersebut maka makna

metaforis panyandra ini dapat dirumuskan, yaitu kecantikan wanita yang seimbang antara

kecantikan lahiriah dan kecantikan batiniah yang menyerupai dewi.

2. Panyandra Berdasarkan Kategori Kecantikan Lahiriah

Pada bagian ini berisi analisis makna metaforis panyandra yang membangun konsep

kecantikan wanita Jawa berdasarkan kategori kecantikan lahiriah. Pembentuk kategori kecantikan

lahiriah tersusun atas: (1) karakteristik kulit; (2) karekteristik rambut; (3) karakteristik wajah; (4)

karakteristik dahi; (5) karakteristik alis; (6) karakteristik bulu mata; (7) karakteristik mata; (8)

karakteristik hidung; (9) karakteristik bibir; (10) karakteristik gigi; (11) karakteristik pipi; (12)

karakteristik dagu; (13) karakteristik leher; (14) karakteristik badan; (15) karakteristik pundak;

(16) karakteristik payudara; (17) karakteristik pinggang; (18) karakteristik tangan; (19)

karakteristik jari tangan; (20) karakteristik kaki; (21) karakteristik bokong; (22) karakteristik

paha; (23) karakteristik betis; (24) karakteristik tumit; dan (25) karakteristik jari kaki. Adapun

7 Dewi Ratih atau Dewi Kamaratih merupakan istri dari Batara Kamajaya. Keduanya sangat dicintai oleh bangsa

Nuswantara7, sehingga ada kepercayaan apabila ada seorang wanita yang hamil, diperlukan syarat berupa sepasang

cengkir gading atau kelapa gading yang masih muda yang dilukis dengan gambar Kamajaya dan Kamaratih.

Menurut masyarakat pendukungnya, kepercayaan ini mempunyai maksud agar anaknya kelak jika lahir pria akan

tampan seperti Kamajaya, dan jika lahir wanita akan secantik Kamaratih dan bertabiat seperti keduanya (Eksiklopedi

Wayang Purwa, 1991: 430). Putri Batara Soma ini terkenal kecantikannya yang luar biasa. Dalam pewayangan, ia

dan suaminya merupakan lambang cinta kasih yang murni dan abadi (Ensiklopedi Wayang Indonesia Jilid 3, 1999:

730).

Konsep kecantika..., Arif Nur Setiawan, FIB, 2014

Page 12: Konsep Kecantikan Wanita Jawa dalam Panyandra Sebuah

12

salah satu analisis makna metaforis panyandra kategori lahiriah yang akan diuraikan dalam

penelitian ini dipilih tentang karakteristik kulit yang bersifat visual, sebagai berikut:

2.1 Pakulitane ngulit langsep ‘Kulitnya seperti kulit buah langsat’

Berikut alur analisis makna metaforis panyandra di atas.

Tabel 2 Alur Analisis Makna Metaforis Pakulitane ngulit langsep

RSu

Pakulitane ngulit langsep. RSa

Keindahan kulit wanita.

KM

- kulit ‘kulit’:

[+pemalut paling luar buah]

- langsep ‘buah langsat’:

[+buah tropis]

[+berwarna kuning cerah]

[+kulit buah bertekstur halus]

KM

- keindahan:

[+sifat-sifat keadaan yang indah]

[+cantik]

[+elok]

- warna:

[+corak rupa]

- tekstur:

[+ukuran dan susunan bagian suatu benda]

- kulit:

[+pemalut paling luar tubuh manusia]

- wanita:

[+perempuan dewasa]

Pemetaan

Ciri-ciri kulit buah langsat diibaratkan dengan keindahan kulit wanita, sehingga menghasilkan perbandingan

komponen makna di bawah ini.

Korespondensi Antara RSu dan RSa

KM KM

[+kulit yang berwarna kuning cerah]

[+flora]

[+permukaan kulit yang halus]

[+kulit yang berwarna kuning cerah]

[-flora]

[+permukaan kulit yang halus]

Makna Metaforis Keindahan kulit wanita yang berwarna kuning cerah dan permukaannya halus.

Berdasarkan alur analisis di atas, terlihat bahwa panyandra ini memiliki satu ranah sumber,

yaitu kulit buah langsat8. Sementara itu, ranah sasarannya adalah keindahan kulit wanita. Kedua

ranah tersebut memiliki komponen makna masing-masing dan menghasilkan pemetaan, yakni

ciri-ciri kulit buah langsat diibaratkan dengan keindahan kulit wanita. Selanjutnya, dilakukan

korespondensi antara ranah sumber dan ranah sasaran yang menghasilkan komponen makna

sebagai berikut: (1) komponen makna bersama, yaitu [+kulit yang berwarna kuning cerah] pada

kedua ranah; (2) komponen makna pembeda, yaitu [+flora] pada komponen makna ranah sumber

8 Langsat (Lansium domesticum) merupakan pohon yang tingginya mencapai 10-20 meter, batang pokoknya lurus,

bunganya berwarna putih atau kuning, buahnya menyerupai duku, bergerombol dalam tandan, rasanya asam-asam

manis atau lebih asam daripada duku, berkulit tipis dan bergetah (KBBI, 2007: 636).

Konsep kecantika..., Arif Nur Setiawan, FIB, 2014

Page 13: Konsep Kecantikan Wanita Jawa dalam Panyandra Sebuah

13

dan [-flora] pada komponen makna ranah sasaran; (3) komponen makna tambahan, yaitu

[+permukaan kulit yang halus] pada kedua ranah. Berpijak pada hasil korespondensi tersebut

maka makna metaforis panyandra ini dapat dirumuskan, yaitu visualisasi keindahan kulit wanita

dapat dilihat jelas melalui kulitnya yang berwarna kuning cerah dan permukaannya halus.

3. Panyandra Berdasarkan Kategori Kecantikan Batiniah

Pada bagian ini berisi analisis makna metaforis panyandra yang membangun konsep

kecantikan wanita Jawa berdasarkan kategori kecantikan batiniah. Pembentuk kategori

kecantikan batiniah tersusun atas: (1) cara berpikir; (2) cara menulis; (3) tekad; (4) mimik

muka/pesona wajah; (5) suara saat bertutur kata; (6) cara tersenyum; (7) cara berjalan; (8) cara

menari; dan (9) cara bekerja. Adapun salah satu analisis makna metaforis panyandra yang akan

dianalisis adalah tentang cara berpikir karena kecantikan batiniah merupakan representasi hasil

dari proses berpikir seorang wanita, seperti analisis berikut ini.

3.1 Pintere kaya bisa njara langit ‘Kecerdasannya seperti dapat mengebor langit’

Berikut alur analisis makna metaforis panyandra di atas.

Tabel 3 Alur Analisis Makna Metaforis Pintere kaya bisa njara langit

RSu

Pintere kaya bisa njara langit. RSa

Kecerdasan berpikir wanita.

KM

- pinter ‘cerdas’:

[+sempurna perkembangan akal budinya

untuk berpikir, mengerti, dan sebagainya]

[+tajam pikiran]

- bisa ‘bisa’:

[+mampu]

[+kuasa melakukan sesuatu]

- jara ‘bor’:

[+gurdi]

[+bor kecil untuk membuat lubang pada kayu

atau sarung keris dan sebagainya]

- langit ‘langit’:

[+ruang luas terbentang di atas bumi]

[+tempat beradanya bulan, bintang, matahari,

dan planet yang lain]

KM

- cerdas:

[+sempurna perkembangan akal budinya untuk berpikir,

mengerti, dan sebagainya]

[+tajam pikiran]

- berpikir:

[+menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan

memutuskan sesuatu]

[+menimbang-nimbang dalam ingatan]

- wanita:

[+perempuan dewasa]

Pemetaan

Ciri-ciri tindakan mengebor langit diibaratkan dengan kecerdasan berpikir wanita, sehingga menghasilkan

perbandingan komponen makna di bawah ini.

Korespondensi Antara RSu dan RSa

KM KM

Konsep kecantika..., Arif Nur Setiawan, FIB, 2014

Page 14: Konsep Kecantikan Wanita Jawa dalam Panyandra Sebuah

14

[+sangat tinggi]

[+keadaan alam]

[+luar biasa]

[+sangat tinggi]

[-keadaan alam]

[+luar biasa]

Makna Metaforis Kecerdasan berpikir wanita yang sangat tinggi dan luar biasa.

Berdasarkan alur analisis di atas, terlihat bahwa panyandra ini memiliki satu ranah sumber,

yaitu tindakan mengebor langit. Sementara itu, ranah sasarannya adalah kecerdasan berpikir

wanita. Kedua ranah tersebut memiliki komponen makna masing-masing dan menghasilkan

pemetaan, yakni ciri-ciri tindakan mengebor langit diibaratkan dengan kecerdasan wanita yang

dihasilkan dari proses berpikir. Selanjutnya, dilakukan korespondensi antara ranah sumber dan

ranah sasaran yang menghasilkan komponen makna sebagai berikut: (1) komponen makna

bersama, yaitu [+sangat tinggi] pada kedua ranah; (2) komponen makna pembeda, yaitu

[+keadaan alam] pada komponen makna ranah sumber dan [-keadaan alam] pada komponen

makna ranah sasaran; (3) komponen makna tambahan, yaitu [+luar biasa] pada kedua ranah.

Berpijak pada hasil korespondensi tersebut maka makna metaforis panyandra ini dapat

dirumuskan, yaitu kecerdasan berpikir wanita yang sangat tinggi dan luar biasa.

Kesimpulan

Berdasarkan 70 panyandra yang telah dianalisis maka didapatkan kesimpulan yang

menjawab tiga permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya, yaitu:

1. a) Ranah-ranah sumber dari panyandra yang membangun konsep kecantikan wanita

Jawa bersifat abstrak dan konkret, serta kerap ditemui dalam kehidupan sehari-hari

masyarakat Jawa. Ranah-ranah sumber tersebut, sebagai berikut:

1. tokoh Dewi Ratih 2. kulit buah langsat 3. emas yang telah digosok

4. warna hitam manis 5. bunga bakung 6. bunga bakung

7. uang logam yang tumpah 8. burung belibis

9. kuncup bunga turi

10. irisan kunyit

dan tebaran emas

11. batu pualam

12. bulan sabit

pada tanggal satu

13. tulang daun

14. lengkungan arah langit 15. lentera yang terhembus angin

16. bintang 17. bawang satu siung 18. kuncup bunga melati

19. emas yang telah digosok 20. buah manggis yang merekah 21. buah pinang yang terbelah

22. sepotong gula jawa 23. biji buah mentimun 24. buah durian satu juring

25. tangkai senjata yang patah 26. asahan pisau yang sudah lama

digunakan

27. lebah yang tergantung

Konsep kecantika..., Arif Nur Setiawan, FIB, 2014

Page 15: Konsep Kecantikan Wanita Jawa dalam Panyandra Sebuah

15

28. daun ubi jalar yang melilit

pada inangnya

29. pohon beringin yang terbalik 30. gambar bangunan

31. timbangan emas 32. kelapa gading 33. badan lebah

34. busur panah yang

dibentangkan

35. busur gading 36. pucuk duri

37. kaki belalang 38. wadah dari janur yang

berbentuk bulat

39. tanaman pandan

40. batang padi yang hamil 41. kaki gangsir 42. bentuk yang dihasilkan oleh

jangka

43. kepala ular 44. tindakan mengebor langit 45. tindakan mengikat langit

46. bentuk ketumbar 47. bentuk batu bata yang telah

dicetak

48. bentuk duri

49. sifat api dan kobarannya 50. sifat madu dan rasa manisnya 51. cairan gula jawa

52. sinar bintang johar 53. tokoh Dewi Sembadra 54. suara ombak

55. suara bambu yang terhembus

angin

56. madu yang sangat manis 57. madu yang paling manis

58. burung merak yang sayapnya

lungkai ke bawah

59. pelepah kelapa yang patah 60. harimau lapar

61. burung jalak yang sedang

berjalan

62. ayam hutan yang menelusup 63. burung merak yang sayapnya

lungkai ke bawah

64. pohon pinang yang

terhembus angin

65. cahaya kilat 66. kecepatan angin

67. kecepatan gerakan kadal 68. kecepatan gerakan banteng

yang terluka

69. kecepatan gerakan jangkrik

yang dibaui rumput

70. gerak burung sikatan yang

menyambar belalang

b) Ranah-ranah sasaran dari panyandra yang membangun konsep kecantikan wanita

Jawa mengacu pada keseimbangan kecantikan antara lahiriah dan batiniah wanita,

kecantikan lahiriah, dan kecantikan batiniah. Ranah-ranah sumber tersebut, sebagai

berikut:

1. Keseimbangan kecantikan

antara lahiriah dan batiniah

wanita.

2. Keindahan kulit wanita. 3. Keindahan kulit wanita.

4. Keindahan kulit wanita. 5. Keindahan rambut wanita. 6. Keindahan rambut wanita.

7. Keindahan poni wanita. 8. Keindahan poni wanita. 9. Keindahan cambang wanita.

10. Keindahan wajah wanita. 11. Keindahan dahi wanita. 12. Keindahan alis wanita.

13. Keindahan alis wanita. 14. Keindahan bulu mata wanita. 15. Keindahan mata wanita.

16. Keindahan mata wanita. 17. Keindahan mata wanita. 18. Keindahan hidung wanita.

19. Keindahan hidung wanita. 20. Keindahan bibir wanita. 21. Keindahan bibir wanita.

22. Keindahan bibir wanita. 23. Keindahan gigi wanita. 24. Keindahan pipi wanita.

25. Keindahan dagu wanita. 26. Keindahan dagu wanita. 27. Keindahan dagu wanita.

28. Keindahan leher wanita. 29. Keindahan badan wanita. 30. Keindahan badan wanita.

31. Keindahan pundak wanita. 32. Keindahan payudara wanita. 33. Keindahan pinggang wanita.

34. Keindahan tangan wanita. 35. Keindahan tangan wanita. 36. Keindahan jari tangan wanita.

37. Keindahan kaki wanita. 38. Keindahan bokong wanita. 39. Keindahan paha wanita.

Konsep kecantika..., Arif Nur Setiawan, FIB, 2014

Page 16: Konsep Kecantikan Wanita Jawa dalam Panyandra Sebuah

16

40. Keindahan betis wanita. 41. Keindahan betis wanita. 42. Keindahan tumit wanita.

43. Keindahan ibu jari kaki

wanita.

44. Kecerdasan berpikir wanita. 45. Kecerdasan berpikir wanita.

46. Keindahan tulisan wanita. 47. Keindahan tulisan wanita. 48. Keindahan tulisan wanita.

49. Kebulatan tekad wanita. 50. Kebulatan tekad wanita. 51. Keindahan mimik

muka/pesona wajah wanita.

52. Keindahan mimik

muka/pesona wajah wanita.

53. Keindahan mimik

muka/pesona wajah wanita.

54. Keindahan suara wanita saat

bertutur kata.

55. Keindahan suara wanita saat

bertutur kata.

56. Keindahan senyuman wanita. 57. Keindahan senyuman wanita.

58. Keindahan berjalan wanita. 59. Keindahan berjalan wanita. 60. Keindahan berjalan wanita.

61. Keindahan berjalan wanita. 62. Keindahan berjalan wanita. 63. Keindahan wanita dalam

menari.

64. Keindahan wanita dalam

menari.

65. Kecepatan wanita dalam

bekerja.

66. Kecepatan wanita dalam

bekerja.

67. Kecepatan wanita dalam

bekerja.

68. Kecepatan wanita dalam

bekerja.

69. Kecepatan wanita dalam

bekerja.

70. Kecepatan wanita dalam

bekerja.

2. Melalui analisis komponen makna pada korespondensi antara source domain ‘ranah

sumber’ dan target domain ‘ranah sasaran’ metafora dalam panyandra yang membangun

konsep kecantikan wanita Jawa, ditemukan komponen makna bersama, komponen

makna pembeda, dan komponen makna tambahan pada masing-masing panyandra.

3. Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, melalui analisis makna metaforis

panyandra ditemukan 70 makna metaforis panyandra yang membangun konsep

kecantikan wanita Jawa. Makna metaforis tersebut berbagi atas 3 kategori dan 34

subkategori pembangun konsep kecantikan wanita Jawa.

- Kategori pertama, yakni keseimbangan antara kecantikan lahiriah dan batiniah

yang hanya memiliki 1 subkategori yakni tercermin dalam panyandra: Ayune kaya

Dewi Ratih ‘Cantiknya seperti Dewi Ratih’.

- Kategori kedua, yakni kecantikan lahiriah yang meliputi 25 subkategori, yaitu: (1)

karakteristik kulit, (2) karakteristik rambut, (3) karakteristik wajah, (4)

karakteristik dahi, (5) karakteristik alis, (6) karakteristik bulu mata, (7)

karakteristik mata, (8) karakteristik hidung, (9) karakteristik bibir, (10)

karakteristik gigi, (11) karakteristik pipi, (12) karakteristik dagu, (13) karakteristik

leher, (14) karakteristik badan, (15) karakteristik pundak, (16) karakteristik

Konsep kecantika..., Arif Nur Setiawan, FIB, 2014

Page 17: Konsep Kecantikan Wanita Jawa dalam Panyandra Sebuah

17

payudara, (17) karakteristik pinggang, (18) karakteristik tangan, (19) karakteristik

jari tangan, (20) karakteristik kaki, (21) karakteristik bokong, (22) karakteristik

paha, (23) karakteristik betis, (24) karakteristik tumit, dan (25) karakteristik jari

kaki.

- Kategori ketiga, yakni kecantikan batiniah yang meliputi 9 subkategori berikut ini:

(1) cara berpikir, (2) cara menulis, (3) tekad, (4) mimik muka/pesona wajah, (5)

suara saat bertutur kata, (6) cara tersenyum, (7) cara berjalan, (8) cara menari, dan

(9) cara bekerja.

Melalui deskripsi atas jawaban 3 permasalahan tersebut, dapat dikatakan bahwa konsep

kecantikan wanita Jawa yang terdiri atas keseimbangan antara kecantikan lahiriah dan batiniah,

kecantikan lahiriah, dan kecantikan batiniah terdapat dalam panyandra. Ketiga kategori tersebut

merupakan representasi dari konsep rupasampat wahyabyantara. Konsep ini berisi tentang

keseimbangan antara kecantikan lahiriah dan batiniah wanita Jawa.

Saran

Sejauh ini penelitian tentang ungkapan bahasa Jawa sudah banyak dilakukan. Akan tetapi,

kajiannya masih bersifat umum. Padahal, ungkapan berbahasa Jawa jika digali lebih mendalam

akan ditemukan nilai-nilai yang luhur yang dapat membentuk jati diri suatu bangsa.

Kajian panyandra dalam penelitian ini hanya membahas mengenai konsep kecantikan

wanita Jawa. Kajian panyandra yang membahas konsep-konsep lainnya dengan menggunakan

acangan linguistik lainnya, misalnya pada tataran pragmatik masih jarang dilakukan. Oleh karena

itu, dapat dikatakan bahwa penelitian tentang ungkapan berbahasa Jawa memiliki prospek yang

sangat besar untuk dikaji lebih lanjut.

Selanjutnya, kajian panyandra ini merupakan salah satu pelestarian bahasa dan budaya

Jawa. Peneliti berharap agar penggunaan panyandra lebih diaktifkan kembali oleh masyarakat

Jawa, khususnya generasi muda. Dengan mengetahui sekaligus memahami panyandra khususnya

tentang konsep kecantikan wanita Jawa, nilai-nilai yang dikandungnya akan tetap lestari dan

dapat berkembang di tengah arus globalisasi dewasa ini.

Konsep kecantika..., Arif Nur Setiawan, FIB, 2014

Page 18: Konsep Kecantikan Wanita Jawa dalam Panyandra Sebuah

18

Daftar Referensi

Bambang Harsrinuksmo. (1999). Ensiklopedi Wayang Indonesia Jilid 1-5. Jakarta: Sena Wangi.

Cruse, Alan. (2004). Meaning in Language: An Introduction to Semantics and Pragmatics (2nd

ed.). Oxford: Oxford University Press.

Frans Asisi Datang. (1994). Teori Kognitif Tentang Metafora: Sebuah Penjelasan Teoritis.

Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Harimurti Kridalaksana. (1993). Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kramsch, Claire. (1998). Language and Culture. Oxford: Oxford University Press.

Krisna Bayu Adji. (2013). Ensiklopedi Istri-istri Raja Jawa. Yogyakarta: Araska.

Kushartanti, dkk. (2009). Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Lakoff, George dan Mark Johnson. (1980). Metaphor We Live By. Chicago: The University of

Chicago Press.

Martha Tilaar. (1999). Kecantikan Perempuan Timur. Magelang: IndonesiaTera.

Nida, Eugene A. (1975). Componential Analysis of Meaning. New York: Mouton Publisher.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi

ke-3 cetakan ke-4). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Rahyono. (2012). Studi Makna. Jakarta: Penaku.

S. Padmosoekotjo. (1958). Ngengrengan Kasusastran Djawa (jilid I). Yogyakarta: Hien Hoo

Sing.

S. Prawiroadmodjo. (1996). Bausastra (Kamus) Jawa-Indonesia (edisi ke-3). Jakarta: PT Toko

Gunung Agung.

S. Rahardjo. (2008). Pepak Basa. Surakarta: CV. Ita.

S. Yadi. (2009). Kawruh Pepak Basa Jawa Anyar. Surakarta: Pelangi Ilmu.

Saeed, John. I. (2003). Semantics. Malden: Blackwell Publishers Inc.

Sri Hartatik. (2011). Pepak Basa Jawa Lengkap. Surabaya: Penerbit Dua Media.

Sudaryanto, dkk. (1991). Kamus Indonesia-Jawa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Konsep kecantika..., Arif Nur Setiawan, FIB, 2014

Page 19: Konsep Kecantikan Wanita Jawa dalam Panyandra Sebuah

19

Sugiyono. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta.

Sutrisno Sastro Utomo. (2013). Kamus Lengkap Jawa-Indonesia. Yogyakarta: Kanisius.

Suwandono, Dhanisworo, dan Mujiyono. (1991). Ensiklopedi Wayang Purwa. Jakarta: Balai

Pustaka.

Suwarna Pringgawidagda. (1998). Gita Wicara Jawi. Yogyakarta: Kanisius.

T. Iskandar. (1970). Kamus Dewan. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementerian

Pelajaran.

W.J.S. Poerwadarminta. (1939). Baoesastra Djawa. Groningen: J.B. Wolters’ Uitgevers-

Maatschappij N. V.

Wignjawirjanta. (1963). Pedalangan Djangkep Sedalu-Muput, Lampahan: Kartopijogo Tjidra.

Solo: Penerbit Keluarga Soebarno.

Y.A. Yuwono. (1987). Sapala Basa Jawa. Surabaya: Marfiah.

Zoetmulder. P.J. (1982). Old Javanese-English Dictionary. ‘s-Gravenhage: Martinus Nijhoff.

Konsep kecantika..., Arif Nur Setiawan, FIB, 2014