79
KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF HIZBUT TAHRIR DAN NEGARA ISLAM INDONESIA) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: ANGGA ANJAYA NIM: 11140450000010 PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2018 M

KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

  • Upload
    vuongtu

  • View
    235

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF HIZBUT TAHRIR DAN

NEGARA ISLAM INDONESIA)

Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

ANGGA ANJAYA NIM: 11140450000010

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1439 H/2018 M

Page 2: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam
Page 3: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam
Page 4: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam
Page 5: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

ABSTRAK

Angga Anjaya. NIM 11140450000010. KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM: STUDI KOMPARATIF HIZBUT TAHRIR DAN NEGARA ISLAM INDONESIA. Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidyatullah Jakarta. 1439 H/2018 M. 70 Halaman.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan susunan lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam Indonesia. Sehingga nantinya akan didapati kesamaan dan perbedaan mengenai konsep lembaga negara yang dirancang oleh keduanya.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan perbandingan (comparative approach) dan dilakukan dengan menggunakan penelitian studi pustaka. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam. Pertama, data primer dalam penelitian ini adalah masyrû’uddustûr Hizbut Tahrir dan Qanun Asasi Negara Islam Indonesia yang didirikan oleh Kartosoewirjo. Kedua, data sekunder, segala jenis publikasi Hizbut Tahrir dan Negara Islam Indonesia baik itu buku-buku, artikel-artikel, maupun jurnal-jurnal. Analisis data menggunakan analisis isi (content analysis) dengan mengkategorisasikan data-data, dideskripsikan untuk selanjutnya didapatkan hasil perbandingannya.

Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa konsep lembaga negara Hizbut Tahrir ada 8 lembaga, yakni: Khalifah, Mu’awin Tafwiḏ, Mu’awin Tanfidz, Amirul Jihad, Al-Qaḏa, Keamanan dalam Negeri dan Majelis Umat. Sedangkan konsep lembaga Negara Islam Indonesia ada 6 lembaga, yakni: Majelis Syuro, Dewan Syuro, Imam, Dewan Fatwa, Dewan Imamah dan Mahkamah Agung. Hasil analisis perbandingan atas lembaga negara menurut Hizbut Tahrir dan Negara Islam Indonesia: Secara umum, keduanya sama-sama mengajukan konsep ketatanegaraan modern dengan model adanya pembagian kekuasaan negara ke dalam lembaga-lembaga negara untuk kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Menurut Hizbut Tahrir: Khalifah (eksekutif), Majelis Umat (legislatif) dan Al-Qaḏa (yudikatif). Sedangkan menurut Negara Islam Indonesia: Imam (eksekutif), Majelis Syuro (legislatif) dan Mahkamah Agung (yudikatif). Sementara itu, perbedaan antara keduanya ketika membahas tentang lembaga tertinggi negara, menurut Hizbut Tahrir lembaga tertinggi negara adalah Khalifah, sedangkan menurut Negara Islam Indonesia lembaga tertinggi negara adalah Majelis Syuro.

Kata Kunci: Hizbut Tahrir, Negara Islam Indonesia, Lembaga Negara.

Pembimbing : Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, SH. MA

Daftar Pustaka : 1995 s.d. 2015.

Page 6: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt. atas segala

nikmat, rahmat, hidayah, berkah dan keridhaan-Nyalah penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM: STUDI KOMPARATIF HIZBUT TAHRIR DAN NEGARA ISLAM INDONESIA.” Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Rasulullah Saw., keluarga dan sahabat-sahabatnya.

Dalam penulisan skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, penulis telah mendapatkan banyak motivasi dan bantuan dari berbagai pihak. Karena itu, sudah sepantasnya, jika Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum beserta staf dan para pembantu Dekan.

2. Ibu Dr. Maskufa, M. Ag., Ketua Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah) dan Ibu Sri Hidayati, M. Ag., Sekretaris Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah).

3. Bapak Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, SH, MA., yang telah membimbing penulis dengan kesabaran. Sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Seluruh dosen dan Civitas Akademika Fakultas Syariah dan Hukum. 5. Pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan di lingkungan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Orang tua saya, Ayahanda Hariansyah dan Ibunda Susiana yang sangat

saya cintai dengan segenap hati ini. Atas kasih sayang dan pengorbanannya baik berupa materiil maupun moril untuk keberhasilan saya.

7. Adik-adik Saya, Iwan Winarta dan Hermawan, yang selalu memberikan dorongan kepada Saya untuk segera menuntaskan penulisan skripsi.

8. Saudara Falah, mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora jurusan Sastra Arab, yang telah memberikan kepada penulis literatur seputar Hizbut Tahrir.

9. Rekan-rekan mahasiswa Hukum Tata Negara (Siyasah) angkatan 2014. Terima kasih banyak atas waktu dan kebersamaannya.

Semoga segala amal baik dan jasa-jasa yang telah diberikan oleh berbagai

pihak tersebut mendapatkan ganjaran dari Allah Swt. Tak banyak kata yang bisa vi

Page 7: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

penulis sampaikan. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk penulis khususnya dan pembaca umumnya. Semoga kita semua selalu berada dalam naungan kasih sayang Allah Swt, dan selalu ber-fastabiqul khairat.

Jakarta, 04 Mei 2018

Angga Anjaya

vii

Page 8: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ......................................................................................................viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah .................................................................................. 6

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah........................................................ 7

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................. 7

E. Studi Terdahulu ......................................................................................... 8

F. Metode Penelitian...................................................................................... 11

G. Sistematika Penulisan................................................................................ 12

BAB II KERANGKA TEORI

A. Definisi Lembaga Negara ......................................................................... 13

B. Sejarah Lembaga Negara dalam Politik Islam .......................................... 14

C. Pembagian Kekuasaan .............................................................................. 19

BAB III POTRET HIZBUT TAHRIR DAN NEGARA ISLAM

INDONESIA

A. Potret Hizbut Tahrir .................................................................................. 25

B. Potret Negara Islam Indonesia .................................................................. 35

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN KONSEP LEMBAGA

NEGARA HIZBUT TAHRIR DENGAN LEMBAGA

NEGARA ISLAM INDONESIA

A. Konsep Lembaga Negara Hizbut Tahrir ................................................... 45

B. Konsep Lembaga Negara Islam Indonesia ................................................ 53

C. Analisis Perbandingan Konsep Lembaga Negara antara Hizbut

Tahrir dengan Negara Islam Indonesia ..................................................... 57

viii

Page 9: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................... 65

B. Saran .......................................................................................................... 65

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 67

ix

Page 10: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penjajahan yang dilakukan bangsa kolonial atas dunia Islam, membuat umat

Islam benar-benar menyadari akan kekurangannya. Pada masa kolonialisme

muncullah berbagai macam pergerakan-pergerakan politik untuk menuntut

kemerdekaan dan pemberlakuan syari’at Islam secara total. Terutama di tahun 1920-

an, perbincangan akan pentingnya negara Islam merupakan topik hangat.

Tahun 1920-an benar-benar peristiwa pergerakan politik yang luar biasa di

dunia Islam, oleh Haedar Nashir disebut sebagai pembentukan kesadaran tentang

negara Islam dan pemberlakuan syariat Islam.1 Di belahan dunia Timur-Tengah,

kegoncangan politik besar terjadi setelah Khilafah Utsmani dihapus oleh Kemal At-

Taturk pada tanggal 3 Maret 1924.2 Penghapusan Khilafah menimbulkan

kegoncangan besar bagi sebagian kaum muslim, sebab keberadaan Khilafah Utsmani

bagi mereka adalah sebagai identitas persatuan politik kaum muslim.3 Setelahnya

terjadilah perjuangan-perjuangan hebat akan pentingnya negara Islam, ada yang

berjuang untuk menegakkan negara Islam dalam lingkup nasionalisme dan ada juga

yang ingin menegakkan negara Islam global dengan nama Khilafah.

Pembahasan tentang negara oleh yuris Islam seakan tiada habisnya. Negara

menjadi objek kajian yang sangat vital dalam pemerintahan, mengatur masalah

1 Haedar Nashir, Islam Syariat: Reproduksi Salafiyah Ideologis di Indonesia, (Bandung: Penerbit Mizan, 2013), h. 261

2 Mulhendri, “Perbandingan Sistem Khilafah Antara Taqiyuddin An-Nabhani dan Abu A’la Al-Maududi” (Yogyakarta: Skripsi UIN Sunan Kalijaga, 2009) h. 14

3 Mulhendri, “Perbandingan Sistem Khilafah Antara Taqiyuddin An-Nabhani dan Abu A’la Al-Maududi.” h. 14

1

Page 11: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

2

kewenangan dan batas-batas kewenangan pemerintah kepada rakyat yang

dipimpinnya. Maka dari itu jika membahas negara tidak akan lepas dari membahas

persoalan lembaga eksekutif negara yang dikepalai oleh seorang imam/khalifah.

Bagi Rahman negara dapat dibentuk apabila ada sekelompok orang yang telah

menyatakan bersedia melaksanakan kehendak Allah Swt sebagaimana tercantum

dalam wahyu-Nya, sebagaimana negara yang pernah dibentuk Rasulullah bersama

pengikutnya. Dengan adanya komitmen seperti itu, kelompok orang semacam itu

berarti telah membentuk suatu masyarakat Muslim dalam arti formal, sebagai cikal

bakal terbentuknya sebuah negara yang utuh.4

Kewajiban atas seorang penguasa dan pemerintahannya, dalam negara Islam,

ialah menegakkan sistem kehidupan Islami dengan sempurna tanpa mengurangi atau

mengganti. Dan wajib atasnya memerintahkan segala yang ma’ruf, menebarkan

kebaikan dan mencegah kemungkaran serta bertindak membasmi kejahatan dan

kerusakan sesuai dengan ukuran nilai-nilai akhlak Islam.5 Hukum Allah dan

RasulNya, menurut Alquran, adalah undang-undang tertinggi yang bagi orang-orang

mukmin tidak ada pilihan lain kecuali patuh dan taat kepadanya.6

Bentuk pemerintahan manusia yang benar, menurut pandangan Alquran, ialah

adanya pengakuan negara akan kepemimpinan dan kekuasaan Allah dan RasulNya di

bidang perundang-undangan, menyerahkan kekuasaan legislatif dan kedaulatan

hukum tertinggi kepada keduanya dan meyakini bahwa Khilafahnya itu mewakili

Sang Hakim yang sebenarnya, yaitu Allah Swt.7

4 Ma’mun Mu’min, Pemikiran Hukum Tata Negara Fazlur Rahman, Yudisia, V, 2, (Desember, 2014), h. 248-249

5 Abul A’la al-Maududi, al-Khilafah Wal Mulk, Penerjemah Muhammad al-Baqir, Khilafah Dan Kerajaan, (Bandung: Penerbit Karisma, 2007), h. 96

6 Ibid., h. 56

7 Ibid., h. 57-58

Page 12: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

3

Penelitian ini ingin menggambarkan secara jelas tentang konsep negara Islam

yang berhaluan Nasionalisme dan Khilafatisme Global, terkhusus pada konsep

lembaga-lembaga negaranya. Hal itu tercermin pada dua tokoh yang mendirikan dua

gerakan politik Islam yang berbeda dan konsep-konsepnya menjadi perjuangan

politik oleh organisasi pergerakan politik Islam yang didirikannya. Dalam hal ini

Hizbut Tahrir dan Negara Islam Indonesia (DI/TII).

Hizbut Tahrir adalah organisasi yang didirikan oleh Taqiyuddin al-Nabhani di

Al-Quds tahun 1953. Hizbut Tahrir merupakan organisasi politik yang berideologi

Islam dengan aktivitasnya difokuskan pada intelektual dan politik.8 Nama lengkapnya

Muhammad Taqiyuddin bin Ibrahim bin Musthafa bin Ismail bin Yusuf al-Nabhani,

lahir di Ijzim, wilayah Haifa pada tahun 1909. Al-Nabhani telah menghafal seluruh

ayat Al-Quran pada usia belum baligh yang diajarkan oleh ayah dan kakeknya, Yusuf

al-Nabhani.9

Kakeknya, Yusuf al-Nabhani adalah seorang hakim (Qadhi), penyair,

sastrawan, dan ulama besar. Yusuf al-Nabhani adalah pelaku sejarah masa akhir

Khilafah Utsmani, yang berpandangan bahwa Khilafah Utsmani merupakan penjaga

agama dan aqidah, simbol kesatuan kaum muslim.10 Taqiyuddin al-Nabhani sendiri

percaya bahwa dengan ideologi Islam dan Khilafah sebagai institusinya sajalah kaum

muslim bisa bangkit kembali menjadi rujukan dunia seperti pada masa lalu. Baginya,

mengembalikan sistem Khilafah juga sesuatu yang wajib bagi kaum muslim.11

Sebelum mendirikan Hizbut Tahrir, al-Nabhani juga pernah merancang

rencana untuk pergolakan revolusioner bersama Syaikh Izzuddin Al-Qassam untuk

8 Nur Widianto, “Sistem Khilafah menurut Taqiyuddin An-Nabhani (1909 M- 1977 M),.” (Yogyakarta: Skripsi UIN Sunan Kalijaga, 2015), h. 1

9 Mulhendri, “Perbandingan Sistem Khilafah Antara Taqiyuddin An-Nabhani dan Abu A’la Al-Maududi.” h. 19

10 Ibid., h. 19-20

11 Nur Widianto, “Sistem Khilafah menurut Taqiyuddin An-Nabhani (1909 M- 1977 M).” h. 1

Page 13: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

4

menentang Inggris dan Yahudi, tetapi gagal terlaksana karena kurangnya persiapan.12

Gagasan untuk mendirikan partai politik terwujud pada tahun 1953, dimana al-

Nabhani dengan para politisi lain yang sepaham dengan ide-idenya mendirikan partai

politik yang diberi nama Hizbut Tahrir (HT). Tujuan didirikannya HT adalah untuk

membentuk gerakan Islam ideologis yang terorganisir dan militan, dengan misi

mengembalikan negara khilafah.13

Tidak hanya di Timur-Tengah saja, bahkan peristiwa kegoncangan politik ini

juga merambah ke bumi Nusantara yang kala itu masih dijajah oleh kolonial Belanda.

Hadirnya Serikat Islam pimpinan Tjokroaminoto menunjukkan hegemoni akan

negara Islam dalam perpolitikan terasa hidup. Gagasan akan negara Islam menjadi

cita-cita perjuangan politiknya. Kemudian menjadi awal dari tumbuhnya sebuah

pergerakan untuk mendirikan negara Islam dalam lingkup Indonesia yang diinisiasi

oleh murid Tjokroaminoto sendiri yang bernama Kartosoewirjo.

Dalam catatan Holk H. Dengel dituliskan bahwa, “Tjokroaminoto dan juga

muridnya Kartosoewirjo sudah sejak tahun 20-an memperjuangkan ide sebuah negara

Islam dan pengertian mereka atas sebuah negara yang demikian itu adalah sebuah

negara yang benar-benar menjalankan syari’at dan hukum Islam sesuai dengan ajaran

Alquran dan sunnah Nabi secara konsekuen dan menyeluruh.”14

Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo demikian nama lengkapnya. Ia dilahirkan

pada tanggal 7 Januari 1907 di Cepu, sebuah kota kecil antara Blora dan Bojonegoro

yang menjadi daerah perbatasan Jawa Timur dengan Jawa Tengah. Pendidikan

formalnya dalam sistem pendidikan Belanda, karena itu dia tidak punya latar

belakang pendidikan agama. Saat aktif di Partai Serikat Islam (PSI), Kartosoewirjo

mulai aktif mempelajari Islam melalui buku-buku Islam berbahasa Belanda. Pada

12 Mulhendri, “Perbandingan Sistem Khilafah Antara Taqiyuddin An-Nabhani dan Abu A’la Al-Maududi.” h. 21

13 Ibid., h. 23 14 Holk H. Dengel, Darul—Islam: Kartosoewirjo Kampf um einen islamischen Staat

Indonesien. Penerjemah Tim Pustaka Sinar Harapan, Darul Islam-NII dan Kartosoewirjo Langkah Perwujudan Angan-Angan Yang Gagal, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), h. 111

Page 14: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

5

1930 di Malangbong, Garut, dia menimba ilmu agama dari para Kiai yang juga

aktivis PSI, yaitu Kiai Ardiwisastera (kelak jadi mertuanya), Kiai Yusuf Tauziri, Kiai

Mustofa Kamil dan Kiai Ramli. Keterlibatannya dalam PSI dan interaksinya dengan

Tjokroaminoto juga ikut membentuk pemahamannya tentang gagasan negara Islam

yang diperjuangkan oleh PSI.15

Oleh karena itu, setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia,

Kartosoewirjo menahan diri selama lebih dari setahun untuk secara terang-terangan

menolak dan menentang kekuasaan Republik dengan secara resmi

memproklamasikan Negara Islam Indonesia.16 Jadi, menurut Hiroko Horikoshi,

secara tak resmi Darul Islam/Negara Islam Indonesia (DI/TII) sudah berdiri sejak Mei

1948, namun baru diproklamasikan oleh Kartosoewirjo pada 7 Agustus 1949 di

Cisampak, Kecamatan Cilugagar, Kabupaten Tasikmalaya.17

Kedua tokoh sejarah yang berpengaruh dalam kedua organisasi yang dibahas

ini memiliki pandangan yang berbeda mengenai konsep, bentuk hingga lembaga-

lembaga negaranya. Hizbut Tahrir dengan konsep utama bentuk negara Khilafah

sedangkan Negara Islam Indonesia dengan bentuk negara Republik.

Dari segi konsep negara modern, jelas sekali bahwa Hizbut Tahrir benar-benar

tidak mengikut pada sistem-sistem pemerintahan yang ada sekarang. Hizbut Tahrir

dengan konsep Khilafahnya mengkhususkan diri dari konsep dan sistem negara yang

berkembang pada zaman modern. Konsep-konsep kenegaraan dari kedua organisasi

tersebut akan ditinjau dari perspektif kelembagaan negara. Kelembagaan negara yang

dikenal adalah lembaga eksekutif (al-Sultah Tanfdziah), lembaga legislatif (al-Sultah

Tasyri’iyah) dan lembaga yudikatif (al-Sultah Qadha’iyah).

15 Solahudin, NII sampai JI Salafy Jihadisme Indonesia, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2011), h. 57-58

16 Cornelis van Dijk, Rebellion under The Banner of Islam: The Darul Islam in Indonesia, Penerjemah Pustaka Utama Grafiti, Darul Islam Sebuah Pemberontakan, (Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 1993), h. 79

17 Solahudin, NII sampai JI Salafy Jihadisme Indonesia, h. 65

Page 15: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

6

Maka dari paparan di atas jelaslah bahwa terdapat perbedaan yang signifikan

mengenai konsep kenegaraan terutama mengenai lembag-lembaga negara yang

dikonsepkan baik oleh Hizbut Tahrir maupun Negara Islam Indonesia. Penyebab

perbedaan konsep itu bisa datang dari berbagai macam faktor, baik itu faktor

pemahaman akan Alquran dan Sunnah ataupun latar belakang sejarah.

Bila diamati secara latar belakang, kedua organisasi ini didirikan di dua

negara yang berbeda, Hizbut Tahrir didirikan di Palestina yang masih kental dengan

pengaruh kekuasaan Turki Utsmani yang dianggap khilafah. Sementara Negara Islam

Indonesia berdiri di Indonesia yang dalam masa kolonialisme, meskipun saat itu

sudah di proklamasikan kemerdekaan Indonesia. Pemahaman keislaman yang

berkaitan dengan kenegaraan juga memiliki faktor tersendiri yang menyebabkan

perbedaan itu. Namun memiliki kesamaan tujuan yakni sama-sama ingin menerapkan

syariat Islam secara total.

Jika dari konsep kenegaraan sudah berbeda, bentuk lembaga-lembaga

negaranya juga berbeda. Maka patut kiranya untuk digali secara mendalam mengenai

kelembagaan negara yang dikonsepkan oleh Hizbut Tahrir maupun Negara Islam

Indonesia. Sebab dari perbedaan konsep itu akan didapati bahwa lembaga-lembaga

negara yang ada mempunyai tugas, fungsi dan wewenang yang berbeda pula. Bila

pun terdapat kesamaan maka patut pula dicermati sejauh mana kesamaan dalam

tugas, fungsi dan wewenang dari lembaga-lembaga negara yang dikonsepkan oleh

kedua organisasi tadi.

B. Identifikasi Masalah

Adapun masalah-masalah yang mungkin akan ada dalam penelitian ini di antaranya:

1. Apa esensi dari sejarah pergerakan politik Hizbut Tahrir Indonesia dan

Negara Islam Indonesia?

2. Bagaimana bentuk Negara Islam ideal yang dikehendaki oleh ajaran Islam itu

sendiri dari perbandingan antara ajaran yang dipahami oleh Hizbut Tahrir dan

Negara Islam Indonesia?

Page 16: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

7

3. Bagaimana konsep lembaga negara menurut Hizbut Tahrir Indonesia dan

Negara Islam Indonesia?

4. Bagaimana pola pergerakan politik Hizbut Tahrir dan Negara Islam

Indonesia?

5. Bagaimana pandangan kenegaraan Taqiyudin al-Nabhani dan Kartosoewirjo

tentang Negara Islam yang ideal?

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Supaya pembahasan ini tidak melebar dan meluas, maka penelitian

difokuskan pada format dan susunan lembaga negara menurut Hizbut Tahrir dan

Negara Islam Indonesia.

2. Perumusan Masalah

Melihat kepada penelitian yang akan dilakukan dan telah diuraikan

penjelasannya di atas. Maka penulis menyusun beberapa rumusan masalah yang

menurut penulis penting dan perlu mendapatkan jawabannya melalui penelitian ini:

1. Bagaimana susunan lembaga negara menurut Hizbut Tahrir dan Negara Islam

Indonesia?

2. Bagaimana analisis perbandingan lembaga negara menurut Hizbut Tahrir dan

Negara Islam Indonesia?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Ada dua tujuan utama penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan dan memahami susunan lembaga negara menurut Hizbut

Tahrir dan Negara Islam Indonesia.

2. Membandingkan konsep lembaga negara menurut Hizbut Tahrir dan Negara

Islam Indonesia

Berikut adalah manfaat-manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini:

Page 17: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

8

1. Bagi Pemerintah

Penelitian ini bermanfaat sebagai masukan kepada pemerintah dalam

mengambil kebijakan ketika menangani isu-isu yang berkaitan dengan paham

Negara Islam.

2. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menambah ilmu dan wawasan peneliti mengenai politik

Islam dan Hukum Tata Negara Islam (Siyasah).

3. Bagi Akademisi

Penelitian ini bermanfaat untuk menambah khazanah keilmuan di perguruan-

perguruan tinggi khususnya di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Dan dapat menjadi rujukan penelitian bagi peneliti-

peneliti yang lain.

E. Studi Terdahulu

1. “Konsep Struktur Khilafah Menurut Taqiyuddin An-Nabhani” Tesis,

Setyabudi Daryono.

Tesis ini membahas kepada pemahaman bahwa ajaran agama Islam adalah

agama yang sempurna, mengatur perkara mu’amalah yang di antara

cakupannya adalah negara dan pemerintahannya. Konsep struktur negara

Islam yang diambil dari kitab “Nizham al-Hukmi fi al-Islam” karya

Taqiyuddin al-Nabhani dianggap sebagai struktur negara yang

berdasarkan Islam. Sedangkan semua sistem pemerintahan kontemporer

sangat jauh dari sistem pemerintahan Islam baik dari segi bentuk maupun

isinya.

2. “Darul Islam Aceh: 1953-1962” Telaah Terhadap Akar Masalah

Pemberontakan” Skripsi, Ahmad Fahri.

Skripsi ini menguraikan perihal sejarah pemberontakan Darul Islam Aceh

yang disebabkan karena kekecewaan rakyat Aceh terhadap pemerintah

pusat yang melakukan pembubaran provinsi Aceh pada 14 Agustus 1950.

Page 18: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

9

Pembubaran provinsi Aceh ini dipandang sebagai kebijakan diskriminatif

yang menyebabkan mengalami banyak kerugian dalam ekonomi, sosial,

budaya dan politik. Pemberontakan Darul Islam Aceh dimotori oleh Daud

Beureuh sepanjang 1953-1962.

3. “Analisis Wacana Konferensi Khilafah Internasional 2007 dalam

Majalah Al-Wa’ie No. 85, Tahun VII, 1-30 September 2007” Skripsi,

Ernawati.

Pembahasan dalam skripsi ini adalah rubrik liputan khusus Konferensi

Khilafah Internasional tahun 2007 yang diselenggarakan oleh Hizbut

Tahrir Indonesia. Peristiwa Konferensi Khilafah yang dihelat pada 12

Agustus 2007 itu mendapatkan berbagai macam respon baik negatif

maupun positif menurut berbagai pendapat masyarakat. Kesimpulan dari

skripsi ini adalah respon dari berbagai kalangan masyarakat terkait

Konferensi Khilafah Internasional, sehingga melihat rubrik teks liputan

khusus itu harus melihat konstruksi sosial di balik informasi yang

disampaikan.

4. “Kampanye Konsep Kenegaraan Hizbut Tahrir Indonesia” Skripsi,

Zakaria al-Anshori.

Kajian dalam skripsi ini lebih kepada dakwah Hizbut Tahrir Indonesia

(HTI) dalam menyampaikan konsepnya tentang ketatanegaraan Islam.

Konsep yang berhubungan dengan negara dan kewarganegaraan,

hubungan internasional, politik, hingga ekonomi Islam. Membahas juga

semua faktor yang mengarah pada berdirinya negara Islam (Daulah

Khilafah). Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan membentuk

sebuah partai bawah tanah yang memperjuangkan penyeruan berdirinya

Khilafah.

5. “Perbandingan Sikap Antara Kelompok Hizbut Tahrir Indonesia Dengan

Kelompok Jaringan Islam Liberal Terhadap Penerapan Syariat Islam Di

Indonesia” Skripsi, Iwan Satibi.

Page 19: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

10

Fokus skripsi ini adalah pada pandangan antara Hizbut Tahrir Indonesia

dan Jaringan Islam Liberal terkait ide penerapan syariat Islam di

Indonesia. Secara psikologi sosial isu penerapan syariat Islam merupakan

objek yang hangat untuk dibicarakan sehingga menghasilkan sikap

kecenderungan yang positif atau negatif terhadap objek psikologi yang

meliputi: simbol-simbol, kata-kata, slogan, orang, ide, lembaga dan

sebagainya. Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya sikap yang

berbeda antara Hizbut Tahrir Indonesia dan Jaringan Islam Liberal terkait

isu penerapan syariat Islam.

6. “Pandangan Nahdhatul Ulama terhadap Wawasan Kebangsaan dan

Khilafah Islamiyah” Skripsi, Abdul Rohman.

Skripsi ini membahas mengenai sikap organisasi besar Nahdhatul Ulama

(NU) yang tidak menghadiri undangan Hizbut Tahrir Indonesia dalam

Konferensi Khilafah Internasional yang diselenggarakan pada tanggal 12

Agustus 2007. Konsep wawasan kebangsaan Nahdhatul Ulama justru

untuk melawan paham-paham yang di antaranya dapat memecah NKRI.

Dalam pandangan NU konsep khilafah dalam Islam tidak ada

hubungannya dengan politik. Khilafah merupakan hasil ijtihad karena

tidak dijelaskan secara nash. NU memandang bahwa Negara Kesatuan

Republik Indonesia sudah final.

Penelitian-penelitian yang dilakukan di atas umumnya membahas tentang

pergulatan organisasi Hizbut Tahrir dan Negara Islam Indonesia dalam kerangka

sejarah dan kerangka politik dengan memantau aktivitas-aktivitas kedua organisasi

tersebut dalam lingkungan kemasyarakatan.

Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Sebab

penelitian-penelitian sebelumnya tidak fokus pada permasalahan konsep lembaga

negara yang diusung oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam Indonesia. Penelitian ini

menampilkan konsep lembaga negara menurut Hizbut Tahrir dan Negara Islam

Indonesia untuk kemudian didapati analisis perbandingannya.

Page 20: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

11

F. Metode Penelitian

Untuk mendapatkan data di dalam penelitian ini penulis menggunakan metode

kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan

memahami makna yang, oleh sejumlah individu atau sekelompok orang, dianggap

berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan.18

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

perbandingan (comparative approach). Perbandingan hukum, yaitu membangun

pengetahuan umum mengenai hukum positif dengan membandingkan sistem hukum

di suatu negara dengan sistem hukum di negara lain.19 Pendekatan perbandingan

hukum diperlukan untuk mendeskripsikan perbedaan dan persamaan dari objek

hukum yang diteliti. Maka dari itu penelitian ini menggunakan studi pustaka.

1. Sumber Data

Sumber-sumber penelitian dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi data

primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah dokumen

masyrû’uddustûr Hizbut Tahrir dan dokumen Qanun Asasi Negara Islam Indonesia.

Adapun data sekunder adalah buku-buku yang ditulis oleh pendiri Hizbut Tahrir

Syaikh Taqiyudin al-Nabhani tentang lembaga negara dan buku-buku tentang Negara

Islam Indonesia yang didirikan oleh Kartosoewirjo yang bisa dijadikan rujukan untuk

meneliti dua organisasi ini, ataupun segala jenis publikasi baik itu buku-buku, artikel-

artikel maupun jurnal-jurnal yang masih berkaitan.

2. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menganalisis isi (content analisis) lalu

mengkategorisasikan data-data yang sudah diperoleh. Kemudian data-datanya

dideskripsikan, untuk selanjutnya dibandingkan dengan data-data lain secara

18 John W. Cresswell. Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches, Penerjemah Achmad Fawaid, Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010). h. 4

19 Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Arifin, Metode Penelitian Hukum, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 32

Page 21: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

12

sistematis dan menyeluruh. Dari analisis data ini dapat diperoleh penjelasan tentang

konsep lembaga negara yang diusung oleh Hizbut Tahrir maupun Negara Islam

Indonesia untuk didapatkan hasil perbandingannya.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai pokok permasalahan yang

akan dikaji dalam penulisan penelitian ini dan untuk memudahkan para pembaca

menyerap intisari dari penulisan penelitian ini, maka penulis menyusun sistematika

penulisannya sebagai berikut:

Bab pertama, Pendahuluan yang mencakup latar belakang, identifikasi masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode

penelitian, studi terdahulu dan sistematika penulisan.

Bab kedua, Kerangka Teori, dalam bab ini membahas mengenai definisi lembaga

negara, sejarah lembaga negara dalam politik Islam, dan pembagian kekuasaan.

Bab ketiga, Potret Hizbut Tahrir dan Negara Islam Indonesia, bab ini membahas

tentang sejarah berdirinya Hizbut Tahrir dan Negara Islam Indonesia, visi, misi dan

tujuan daripada Hizbut Tahrir dan Negara Islam Indonesia

Bab keempat, analisis perbandingan konsep lembaga negara Hizbut Tahrir dengan

lembaga Negara Islam Indonesia, dalam bab ini membahas tentang definisi lembaga

negara, konsep lembaga negara Hizbut Tahrir, konsep lembaga Negara Islam

Indonesia, dan analisis perbandingan konsep lembaga negara antara Hizbut Tahrir

dengan lembaga Negara Islam Indonesia.

Bab kelima, penutup, bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dan

saran.

Page 22: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Definisi Lembaga Negara

Lembaga negara menurut bahasa sering dirujuk kepada bahasa Belanda

“Staatsorgaan” atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan lembaga negara,

badan negara, atau disebut juga dengan organ negara.1 Lembaga negara termasuk

dalam alat perlengkapan negara yang dalam istilah lain disebut dengan: organ,

lembaga, badan, forum, instansi, institusi, komisi-komisi negara, atau juga badan-

badan independen.2 Dalam bahasa Arab disebut dengan منظمة (Munaẕẕamatun)

yang berarti organisasi atau jamaknya منظمات (Munaẕẕamaatun). P2F

3P

Secara istilah ada dua pengertian lembaga negara, yakni dalam arti luas

dan dalam arti sempit. Dalam arti luas, pada prinsipnya siapa saja yang

menjalankan suatu fungsi yang ditentukan oleh suatu tata-hukum (legal order)

adalah organ negara (pen. lembaga negara).4 Memiliki makna di samping lembaga

negara yang berbentuk organik, lebih luas lagi, Janedjri menyebut bahwa setiap

jabatan yang ditentukan oleh hukum dapat disebut organ negara sehingga identik

juga dengan individu yang menjalankan fungsi atau jabatan dalam konteks

kegiatan bernegara. Sedangkan lembaga negara dalam arti sempit adalah apabila

memiliki kedudukan hukum tertentu yang ditentukan oleh UUD.5 Lembaga

1 Luthfi Widagdo Eddyono, “Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi”, Jurnal Konstitusi, VII, 3, (Juni, 2010), h. 17

2 Hendra Nurtjahyo, “Lembaga, Badan, dan Komisi Negara Independen (State Auxiliary Agencies) di Indonesia: Tinjauan Hukum Tata Negara”, Jurnal Hukum dan Pembangunan, XXXV, 3, (Juli-September 2005), h. 276

3 A. Thoha Husein Almujahid & A. Atho’illah Fathoni Alkhalil, Kamus Akbar Bahasa Arab: Indonesia-Arab, (Depok: Gema Insani, 2013), h. 1017

4 Janedjri M. Gaffar, Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Perubahan UUD 1945, (Jakarta: Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2008) h. 4

5 Ibid.

13

Page 23: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

14

negara inilah yang disebut dengan lembaga pemerintahan, lembaga pemerintahan

non-departemen atau lembaga negara saja.

Secara lebih general alat perlengkapan negara (pen. Lembaga negara) ini

dapat diklasifikasikan menjadi:6

1. Lembaga (organ) yang bersumber langsung dari konstitusi.

2. Lembaga (organ) yang tidak bersumber langsung dari konstitusi

(derivatif).

Menurut George Jellinek, menurut kedudukannya lembaga negara dapat

dibedakan menjadi lembaga negara utama dan lembaga negara penunjang.7

Lembaga negara utama, yaitu lembaga negara yang menjalankan cabang

kekuasaan negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif) dan lembaga negara

penunjang yaitu lembaga negara yang dibentuk untuk memperkuat lembaga

negara utama.

B. Sejarah Lembaga Negara dalam Politik Islam

Catatan sejarah menunjukkan bahwa ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi

Muhammad Saw di tanah Arab tidak hanya berisi tentang ajaran ritual ibadah

yang menyangkut hubungan manusia dengan Allah Swt atau sering disebut oleh

umat Islam dengan nama Ibadah Mahḏah. Akan tetapi, ajaran Islam juga

mencakup berbagai aspek. Salah satu aspek yang menjadi objek yang patut dikaji

di dalam ajaran Islam itu sendiri adalah aspek politik.

Menurut Inu Kencana, masa awal keislaman pada periode Mekkah belum

banyak catatan mengenai kenegaraan (pemerintahan), ikhwal kenegaraan baru

dilaksanakan pada periode Madinah.8 Dalam pandangannya, pada periode

Mekkah umat Islam difokuskan pada mengagungkan Allah, penyucian jiwa dan

pikiran dari kebiasaan-kebiasaan buruk di zaman jahiliah.

6 Hendra Nurtjahyo, “Lembaga, Badan, dan Komisi Negara Independen (State Auxiliary Agencies) di Indonesia: Tinjauan Hukum Tata Negara”, h. 276

7 Luthfi Widagdo Eddyono, “Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi”, h. 17

8 Inu Kencana Syafi’ie, Ilmu Pemerintahan dan Al-Qur’an, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 173

Page 24: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

15

Semasa Nabi Muhammad Saw., semenanjung Arabia telah dikuasai.9

Ekspansi ke daerah-daerah luar dimulai pada zaman Abu Bakar, ekspansi lebih

besar pada masa Umar, hingga pada masa dinasti Umayyah dan puncak keemasan

peradaban Islam pada masa dinasti Abbasiyah. Para yuris Islam banyak sekali

mencatat masalah-masalah kenegaraan pada masa akhir Umayyah hingga di

zaman dinasti Abbasiyah.

Pada masa awal Islam sosok Nabi selain sebagai utusan Allah tetapi juga

sebagai kepala negara dan hakim. Beliau dianggap sebagai kepala negara setelah

mendirikan negara di Madinah dengan konstitusi tertulis yang disebut Piagam

Madinah bersama dengan orang-orang pribumi (Ansar) dan masyarakat pendatang

(Muhajirin), bahkan beliau juga mengirim dan menerima duta-duta.10 Pada masa

awal ini sistem pemerintahan masih sederhana, segala permasalahan bisa diajukan

dan diselesaikan oleh Nabi sebab beliau dituntun oleh wahyu, di sinilah posisi

beliau sebagai hakim. Setelah wilayah Islam meluas barulah para sahabat yang

menjadi kepala daerah dan posisinya sangat jauh dari Madinah diizinkan menjadi

hakim dengan berpedoman pada Al-Qur’an, Sunnah dan Ijtihad.11

Pada perkembangan berikutnya barulah terjadi proses perlembagaan dalam

sistem pemerintahan Islam. Sepeninggal Nabi Muhammad Saw., wilayah

kekuasaan Islam semakin meluas sehingga permasalahan kenegaraan pun semakin

kompleks sehingga menghendaki adanya sistem pemerintahan yang kompleks

pula. Bahkan di zaman Khulafa al-Rasyidun sudah melaksanakan konsep

pemisahan/pembagian kekuasaan:12a) Ulil Amri (Pelaksana Undang-undang

Syariah); b) Qadhi Syuraih (Pelaksana peradilan); c) Majelis Syura (Parlemen);

dan d) Ahlul Halli Wal Aqdi (Dewan Pertimbangan)

9 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah Doktrin dan Pemikiran Politik Islam, (Jakarta: Erlangga, 2008), h. 28-29

10 Inu Kencana Syafi’ie, Ilmu Pemerintahan dan Al-Qur’an, h. 167

11 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah Doktrin dan Pemikiran Politik Islam, h. 38

12 Inu Kencana Syafi’ie, Ilmu Pemerintahan dan Al-Qur’an, h. 133

Page 25: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

16

Pendirian lembaga-lembaga pemerintahan terus mengalami perkembangan

hingga masa dinasti-dinasti. Pada masa dinasti Umayyah misalnya pendirian

lembaga, pengembangan lembaga yang sudah ada sebelumnya dan perangkat baru

pemerintahan dilakukan setelah melihat atau mendengar pengalaman negara-

negara lain yang sudah lebih mapan dalam tata laksana pemerintahan semisal

pola-pola pemerintahan dari kerajaan Byzantin yang banyak diadopsi oleh

Mu’awiyah.13 Khalifah-khalifah Umawiyah misalnya telah membentuk lima

macam kepaniteraan: urusan korespondensi, urusan pajak, urusan angkatan

bersenjata, urusan kepolisian dan urusan peradilan.14

Meskipun sistem pemerintahannya berganti dari masa Khulafa al-

Rasyidun ke masa dinasti. Kepala negara sebagai pemegang kekuasaan eksekutif

masih disebut Khalifah. Gelar Khalifah seolah identik dengan sistem

pemerintahan kekhilafahan, sehingga dalam sejarah modern, telah menjadi

kebiasaan untuk memandang masyarakat politik kaum muslim abad pertengahan

secara keseluruhan sebagai kekhalifahan (Chalipate).15

Istilah khalifah berasal dari kata Arab Khalafa, yang berarti datang setelah

atau menggantikan. Menurut catatan Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada,

istilah Khalifah pertama kali muncul di Arab pra-Islam berdasarkan riwayat

prasasti Arab abad ke-6 M, yang maknanya mengarah kepada semacam raja.16

Lebih lanjut dijelaskan bahwa orang yang pertama kali mendapat gelar Khalifah

adalah Abu Bakar, dan gelar itu muncul karena spontanitas setelah dia terpilih

sebagai pengganti Nabi di Tsaqifah Bani Sa’idah. Namun gelar Khalifah ini hanya

identik di kalangan umat Islam Sunni.

Umat Islam Syi’ah menggunakan istilah lain lagi untuk menyebut

pemegang kekuasaan eksekutifnya, mereka menggunakan gelar Imam. Sehingga

13 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2011), h. 37

14 Ibid., h. 38

15 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah Doktrin dan Pemikiran Politik Islam, h. 227

16 Ibid., h. 227-228

Page 26: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

17

sebutan untuk sistem pemerintahan Syi’ah sering kali digunakan kata Imamah.

Kata Imam dalam kosakata Arab berasal dari kata Amma yang memiliki beberapa

arti, yaitu maju ke depan, menuju arah tertentu, memberi petunjuk dan bimbingan,

menjadi pemimpin, dan menjadi suri teladan.17 Pada awalnya, imamah dan

khalifah adalah suatu istilah yang netral untuk menyebut sebuah negara.18

Dalam ketatanegaraan Islam juga dikenal dengan istilah Wazir sebagai

pembantu Khalifah. Wazir atau juga dikenal dengan jabatan Wizarah merupakan

suatu lembaga negara yang memiliki peran penting dalam ketatanegaraan Islam.

Pada masa Rasulullah, Abu Bakar dan Umar merupakan wazir beliau. Pada masa

Abu Bakar, Umar juga mendapat sebutan wazir Abu Bakar. Baru pada masa

dinasti Umayyah sebutan Wazir diberikan untuk pembantu dan penasihat

Khalifah, bahkan Wizarah merupakan pangkat paling tinggi yang memiliki

wewenang dalam pengawasan umum, pengawasan departemen kemiliteran hingga

membagi gaji militer.19 Wazir baru dilembagakan sebagai lembaga negara pada

masa Abbasiyah.20 Di masa Abbasiyah juga jabatan wizarah terbagi menjadi

wizarah tanfidz (Wazir melaksanakan keputusan-keputusan Khalifah) dan

wizarah tafwiḏ (Wazir diutus untuk melaksanakan tugas-tugas Khalifah).21

Persoalan pengangkatan Khalifah, banyak dari yuris Islam yang menunjuk

ke peristiwa Tsaqifa Bani Sa’idah untuk dijadikan pedoman. Kejadian

diangkatnya Abu Bakar sebagai Khalifah itu dirumuskan tentang adanya lembaga

perwakilan (parlemen) di dalam pemerintahan Islam. Lembaga perwakilan ini

memiliki beberapa sebutan di antaranya, Ahl al-‘aqd wa al-hall,22 Ahl al-Hall wa

17 Ibid., h. 233

18 Ibid., h. 211

19 Ibid., h. 310

20 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, h. 37-38

21 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah Doktrin dan Pemikiran Politik Islam, h. 311

22 Al Mawardi, Al-Ahkam Al-Sulthaniyah, Penerjemah Khalifurrahman Fath & Fathurrahman, Ahkam Sulthaniyah: Sistem Pemerintahan Khilafah Islam, (Jakarta: Qisthi Press, 2015), h. 12

Page 27: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

18

al-‘aqd, dan Ahl-Syuro.23 Selain itu, ketika Umar membentuk dewan formatur

untuk menentukan khalifah setelahnya juga dirujuk sebagai adanya pelaksanaan

lembaga perwakilan di situ. Lembaga Perwakilan inilah yang dalam ilmu modern

disebut dengan lembaga legislatif.

Sementara itu di lembaga yudikatif (peradilan) jabatan hakim merupakan

tugas dari Khalifah, dan secara umum berada di wilayahnya.24 Menurut catatan

Munawir Sjadzali, tata laksana laksana peradilan baru diatur pada masa Umar bin

Khattab, antara lain dengan mengadakan penjara dan pengangkatan sejumlah

hakim, dan atas nama Khalifah menyelesaikan sengketa antara anggota

masyarakat, bersendikan Alquran, Sunnah dan Qiyas, tetapi sampai pada akhir

masa Al-Khulafa Al-Rasyidun para hakim bekerja sendiri tanpa panitera dan

pembukuan, bahkan peradilan dilangsungkan di rumah mereka dan baru

dipindahkan ke masjid.25 Ketatalaksanaan peradilan semakin disempurnakan pada

masa dinasti Umayyah dan dikembangkan lagi pada masa Abbasiyah. Lebih lanjut

Munawir Sjadzali menjelaskan:26 Semasa kekuasaan Umawiyah ketatalaksanaan peradilan makin disempurnakan. Badan peradilan mulai

berkembang menjadi lembaga yang mandiri. Dalam menangani perkara, para hakim tidak terpengaruh oleh sikap atau

kebijaksanaan politik penguasa negara. Mereka bebas dalam mengambil keputusan, dan keputusan mereka juga

berlaku terhadap para pejabat tinggi negara. Khalifah Umar bin Abdul Aziz, kepala negara yang kedelapan dari dinasti

Umawiyah, menentukan lima keharusan bagi para hakim: harus tahu apa yang terjadi sebelum dia, harus tidak

mempunyai kepentingan pribadi, harus tidak menyimpan rasa dendam, harus mengikuti jejak para imam, dan harus

mengikutsertakan para ahli dan cerdik pandai. Pada waktu itu keputusan hakim mulai dibukukan. Selain itu, di

samping badan peradilan dibentuk pula badan peradilan mazhalim yang menangani pengaduan masyarakat terhadap

tindakan-tindakan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat negara, termasuk hakim. Peradilan mazhalim ini biasanya

diketuai oleh khalifah sendiri. Kemudian semasa Abbasyiah perubahan yang telah dimulai oleh penguasa-penguasa

Umawiyah dikembangkan lebih lanjut.

Dalam sejarahnya, kelembagaan negara dalam pemerintahan Islam terus

mengalami perkembangan. Meskipun gelar khalifah untuk kepala negara tidak

lagi digunakan oleh penguasa-penguasa muslim, terutama penguasa muslim yang

23 H. A Djazuli, Fiqh Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-rambu Syariah, (Jakarta: Kencana, cet 5, 2013), h. 76

24 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah Doktrin dan Pemikiran Politik Islam, h. 315-316

25 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, h. 38-39

26 Ibid., h. 39

Page 28: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

19

non-Arab, mereka memilih menggunakan gelar Amir dan Sulthan. Sebab mereka

tidak berminat dengan gelar Khalifah dan merasa hina dengan gelar yang sama

dengan Wazir.27 Peristiwa ini terjadi pada masa-masa akhir hingga runtuhnya

dinasti Abbasiyah.

Secara praksis di negara-negara Islam, pasca runtuhnya Dinasti

Abbasiyah, hampir seluruh kepala negaranya menggunakan sebutan Sultan.

Sehingga para yuris Islam terkadang menyebut negara-negara yang lahir pasca

runtuhnya Abbasiyah dengan sebutan Kekhilafahan dan terkadang menyebutnya

dengan Kesultanan. Oleh karena itu, ketika menjelaskan tentang Turki Utsmani

misalnya, terkadang disebut dengan Kekhilafahan dan terkadang disebut dengan

Kesultanan.

C. Pembagian Kekuasaan

Sebelum adanya ide pemisahan kekuasaan (Trias Politika) yang dicetuskan

oleh Montesquieu. Negara-negara di Eropa semisal di Perancis, kekuasaan

terpusat pada satu tangan raja. Kekuasaan besar yang dimiliki raja memungkinkan

baginya untuk bertindak sewenang-wenang. Oleh karena itu, kritik keras datang

dari para sarjana hingga munculnya gagasan untuk adanya pemisahan kekuasaan

dalam menjalankan pemerintahan. Gagasan ini berguna agar kekuasaan yang ada

itu tidak cenderung mengarah kepada sistem yang otoriter.28

Kekuasaan tersebut dapat dibagi dalam dua cara,29 yaitu: Pertama, secara

vertikal, yakni pembagian kekuasaan dalam beberapa tingkat pemerintahan.

Memiliki pengertian pembagian kekuasaan secara territorial yang dapat dilihat

dalam bentuk negara kesatuan, negara federal, ataupun negara konfederasi.

Kedua, yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsinya secara horizontal yang

27 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah Doktrin dan Pemikiran Politik Islam, h. 313

28 Kacung Marijan, Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca Orde-Baru, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 19

29 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2015), h. 267

Page 29: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

20

menunjukkan adanya pembedaan fungsi-fungsi pemerintahan yang bersifat

legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Pembagian kekuasaan secara horizontal lebih dikenal konsep Trias

Politika yang merupakan ide dari Montesquieu. Dalam Trias Politika kekuasaan

negara terdiri atas tiga macam, yakni: kekuasaan legislatif atau kekuasaan

membentuk undang-undang; kekuasaan eksekutif atau kekuasaan melaksanakan

undang-undang; dan kekuasaan yudikatif atau kekuasaan mengadili atas

pelanggaran undang-undang.30 Trias Politika merupakan prinsip normatif agar

kekuasaan-kekuasaan pemerintahan tersebut tidak berada dalam satu orang yang

sama guna menghindari kesewenang-wenangan.31

Konsep pembagian kekuasaan ini kemudian diterapkan dalam

kelembagaan negara. Setiap lembaga negara mewakili salah satu dari cabang

kekuasaan legislatif, eksekutif, ataupun yudikatif. Dalam rancangan kelembagaan

negara itu adalah melakukan pembagian dan pemisahan terhadap lembaga-

lembaga yang memiliki kekuasaan.32 Rancangan kelembagaan negara ini

memungkinkan agar masing-masing lembaga negara bertindak berdasarkan

fungsinya masing-masing.

Doktrin Trias Politika pertama kali dikemukakan oleh John Locke (1631-

1704) baru kemudian seorang filsuf Perancis, Charles Louis de Secondat Baron de

la Brede Et la Montesquieu (1689-1755),33 pada tahun 1748 dalam bukunya

L’Esprit des Lois mengemukakan hal yang hampir mirip dengan yang

dikemukakan oleh John Locke namun terdapat perbedaan dalam kekuasaan

yudikatif. Menurut John Locke kekuasaan yudikatif termasuk ke dalam kekuasaan

eksekutif, oleh karena itu konsep pemisahan kekuasaan John Locke hanya

membagi kekuasaan dalam ketiga hal berikut, yaitu: kekuasaan legislatif,

30 Ibid., h. 281

31 Ibid., h. 281-282

32 Kacung Marijan, Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca Orde-Baru, h. 19

33 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, Tokoh-tokoh Ahli Pikir tentang Negara dan Hukum dari Zaman Yunani Kuno sampai Abad 20, (Bandung: Penerbit Nuansa, 2010), h. 186

Page 30: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

21

kekuasaan eksekutif dan kekuasaan federatif (kekuasaan menjaga keamanan

negara dalam hubungan dengan negara lain). Namun menurut Montesquieu,

kekuasaan yudikatif lebih penting karena kebebasan lembaga peradilan dapat

menjamin ataupun mempertaruhkan kemerdekaan dan hak asasi manusia.

Doktrin yang dikemukakan oleh John Locke maupun oleh Montesquieu

pada masanya hanya ditafsirkan sebagai pemisahan kekuasaan (separations of

powers).34 Konsep pemisahan kekuasaan ini kemudian berkembang menjadi

pembagian kekuasaan (division of powers). Seiring dengan berkembangnya

konsep Negara Kesejahteraan (Welfare State) yakni pemerintah bertanggung

jawab atas kesejahteraan rakyatnya, mengakibatkan fungsi kekuasaan negara pun

berkembang melebihi dari tiga cabang kekuasaan dalam Trias Politika. Oleh

karena keadaan tersebut ada kecenderungan untuk menafsirkan konsep pemisahan

kekuasaan (separations of powers) Trias Politika menjadi pembagian kekuasaan

(divison of powers) yang diartikan bahwa hanya fungsi pokoklah yang dibedakan

menurut sifatnya serta diserahkan kepada badan yang berbeda (distinct hands),

tetapi untuk selebihnya kerja sama di antara fungsi-fungsi tersebut tetap

diperlukan untuk kelancaran organisasi.35

Tidak ada bedanya ketika menyebut pemisahan kekuasaan (separations of

powers) atau pembagian kekuasaan (division of powers) dua penyebutan itu sama-

sama merujuk kepada Trias Politika, hanya saja mengalami sedikit perbedaan

makna, yakni untuk masa awal doktrin Trias Politika dikemukakan dan ketika

konsep kenegaraan mengalami perkembangan sebagaimana yang telah dijelaskan

sebelumnya. G. Marshall, sebagaimana yang dikutip oleh Jimly Asshiddiqie,36

menggunakan sebutan pemisahan kekuasaan (separations of powers) dengan

membedakan ciri-cirinya dalam lima aspek, yaitu: differentiation; legal

incompatibility of office holding; isolation, immunity, independence; checks and

34 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h. 282

35 Ibid., h. 286

36 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 289-290.

Page 31: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

22

balances; coordinate status and lack of accountability. Jimly Asshiddiqie

menjelaskan lebih lanjut mengenai kelima aspek tersebut, menurutnya, pertama,

doktrin pemisahan kekuasaan (separatios of powers) itu bersifat membedakan

fungsi-fungsi kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudisial. Kedua, menghendaki

orang yang menduduki jabatan di lembaga legislatif tidak boleh merangkap pada

jabatan di luar cabang legislatif. Ketiga, masing-masing organ tidak boleh turut

campur atau melakukan intervensi terhadap kegiatan organ yang lain. Keempat,

adanya prinsip checks and balances, setiap cabang mengendalikan dan

mengimbangi kekuatan cabang-cabang kekuasaan yang lain. Kelima, prinsip

koordinasi dan kesederajatan.

Konsep Trias Politika dalam ketatanegaraan modern tetap menjadi rujukan

hingga saat ini di berbagai negara. Terori ini sangat relevan untuk konsep

kenegaraan modern. Negara yang paling memuji teori dari Montesquieu semisal

Amerika Serikat yang menerapkannya dalam konsep ketatanegaraannya. Namun

tidak sepenuhnya berbentuk pemisahan kekuasaan. Mekanisme checks and

balances sangat berperan dalam menjaga keseimbangan dan pengawasan

berjalannya organisasi ketatanegaraan dalam setiap lembaga negara yang

mewakili cabang-cabang kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatf. Contoh

penerapan mekanisme checks and balances ini di Amerika Serikat misalnya

dengan adanya hak veto presiden.

Konsep Trias Politika tidak hanya dikemukakan di dunia Barat. Namun di

dunia muslim juga telah mengenal konsep Trias Politika ini secara intisari ajaran,

hanya saja belum berbentuk suatu teori. Pelaksanaan Trias Politika sudah ada

sejak awal-awal berdirinya peradaban Islam itu sendiri. Cabang-cabang kekuasaan

legislatif, eksekutif dan yudikatif ini terdapat juga dalam praktik Rasulullah SAW

dan Alquran.

Seorang cendekiawan muslim, Masykuri Abdillah, menjelaskan bahwa

ketiga kekuasaan dalam prinsip Trias Politika ada dalam prkatik Rasulullah SAW

dan Alquran, antara lain dalam QS. An-nisā’: 57-59:37

37 Masykuri Abdillah, Islam dan Dinamika Sosial Politik di Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2011), h. 4-5

Page 32: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

23

Artinya: “Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan

yang shaleh, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai; kekal mereka di dalamnya; mereka di dalamnya mempunyai isteri-isteri yang Suci, dan Kami masukkan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman. Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

Dalam penjelasannya, Masykuri Abdillah menerangkan bahwa ayat-ayat

tersebut mengandung pengertian adanya tiga kekuasaan dalam negara, yakni

Page 33: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

24

eksekutif (sulthah tanfîdziyyah), yudikatif (sulthah qadhâiyyah) dan legislatif

(sulthah tasyrî’iyyah). Menurutnya, kekuasaan yudikatif diterangka di ayat 57,

kekuasaan legislative, diterangkan dalam ayat 58 dan eksekutif pada ayat 59 dari

Alquran surah An-nisā’ tersebut.

Ini mempertegas bahwa konsep Trias Politika juga sesuai dengan

peradaban umat Islam dalam mengemban kehidupan kenegaraannya. Sehingga

konsep ini menjadi rujukan bagi umat Islam juga. Tidak heran jika konsep Trias

Politika ini dipakai hampir di setiap negara di dunia.

Page 34: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

BAB III

POTRET HIZBUT TAHRIR DAN NEGARA ISLAM INDONESIA

A. Potret Hizbut Tahrir

1. Sejarah Berdirinya Hizbut Tahrir

Hizbut Tahrir adalah partai politik internasional yang berideologi Islam.1

Selaku partai politik yang mengatasnamakan dirinya partai Islam, Hizbut Tahrir

bergerak di lapangan politik dengan melakukan pembinaan tsaqofah Islam yang

sangat menonjolkan aspek politik pada para aktivisnya.2 Landasan pemikiran

Hizbut Tahrir dalam melakukan aktivitas politiknya adalah Kitabullah (Alquran

al-Karim) dan Sunnah Rasulullah, serta ijma’ dan qiyas dengan prinsip bahwa

semua ide, pendapat, dan hukum hanya bersumber dari Islam dan tidak satu pun

berasal ataupun dipengaruhi oleh sesuatu yang tidak bersumber dari Islam.

Kelahiran Hizbut Tahrir secara substantif dilatari dari segi ajaran Islam

dalam Alquran surah Ali Imran ayat 1043 dan secara historis sebagai respon

terhadap keterpurukan umat Islam dalam waktu yang panjang oleh dominasi

penjajahan Barat.4 Kelahiran Hizbut Tahrir secara normatif berdasarkan QS. Ali

Imran (3): 104 dapat disimak sebagai berikut:

Artinya: “dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.”

1 Taqiyuddin al-Nabhani, Mafahim Hizbut Tahrir, Penerjemah Abdullah, Mafahim Hizbut Tahrir, (Jakarta: Hizbut Tahrir Indonesia, Cet 3, 2007), h. 127

2 Ibid., h. 120

3 Haedar Nashir, Islam Syariat: Reproduksi Salafiyah Ideologis di Indonesia, (Bandung: Penerbit Mizan, 2013), h. 404

4 Mohamad Rafiuddin, “Mengenal Hizbut Tahrir: Studi Analisis Ideologi Hizbut Tahrir vis a vis NU”, Islamuna, II, 1 (Juni, 2015), h. 33

25

Page 35: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

26

Dari ayat di atas dapat diambil makna bahwa secara substantif berdirinya

Hizbut Tahrir adalah refleksi dari seruan Allah kepada umat Islam untuk

membentuk suatu kelompok (jama’ah) yang mengajak kepada kebaikan, menyeru

kepada yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran. Secara historis, kegoncangan

besar dalam dunia politik terjadi setelah Kekhilafahan Turki Utsmani dihapuskan

oleh Mustafa Kemal At-Taturk pada tanggal 3 Maret 1924. Setelah itu

bermunculan berbagai organisasi untuk menyatukan kembali kaum Muslim yang

sudah terpecah belah ke dalam negara-negara bangsa. Sementara negara-negara

bangsa itu berada dalam cengkeraman ideologi penjajahan Barat yang oleh aktivis

Hizbut Tahrir dianggap sebagai kemerosotan kaum Muslim. Oleh karena itu,

Taqiyuddin al-Nabhani dan para aktivis Hizbut Tahrir yang lain hendak

mengembalikan kejayaan umat Islam dengan menyerukan kepada umat Islam

untuk mendirikan kembali Khilafah.

Hizbut Tahrir didirikan oleh Taqiyuddin al-Nabhani (1909-1979 M) di

Palestina.5 Ia kelahiran Ijzim, Haifa, Palestina. Ia juga lulusan Universitas Al-

Azhar dan Dar al-‘Ulum, Kairo, Mesir. Sementara itu dia pernah berprofesi

sebagai guru Madrasah, Kepala Juru Tulis6 dan Qadhi pada Mahkamah Isti’naf

(Mahkamah Agung) di Bait al-Maqdis.7 Selain itu, dia juga pernah dianggap

sebagai simpatisan (bahkan anggota) Ikhwanul Muslimun atau kemungkinan yang

lain, yakni dia pernah berinteraksi dengan Ikhwanul Muslimun.8 Secara sosio-

historis, al-Nabhani hidup di tengah lingkungan masyarakat yang telah didominasi

ideologi Barat (Inggris), hal ini secara tidak langsung membentuk karakter al-

Nabhani muda yang tegas, keras dan progressif. Sehingga mengarahkan

5 Sudarno Shobron, “Model Dakwah Hizbut Tahrir Indonesia”, Profetika, Jurnal Studi Islam, XV, 1 (Juni, 2014), h. 47

6 Erni Sari Dwi Devi Lubis dan Ma’arif Jamuin, “Infiltrasi Pemikiran dan Gerakan HTI di Indonesia” Suhuf, XXVII, 2 (November, 2015), h. 161-162

7 Khamami Zada dan Arief R Arofah, Diskursus Politik Islam, (Ciputat: LSIP, 2004), h. 82

8 Erni Sari Dwi Devi Lubis dan Ma’arif Jamuin, “Infiltrasi Pemikiran dan Gerakan HTI di Indonesia”, h. 162

Page 36: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

27

pemahaman Islamnya kepada perlawanan terhadap pengaruh dan dominasi Barat.9

Ketika berbicara tentang Hizbut Tahrir tidak akan lepas dari Taqiyuddin al-

Nabhani, sebab gagasan-gagasan, ide-ide atau pemikiran-pemikiran beliau

menjadi rujukan utama aktivis Hizbut Tahrir dalam menjalankan aktivitas

politiknya.

Hizbut Tahrir sendiri secara pergerakan sudah lahir sejak awal tahun 1952

M (1431 H) ketika Taqiyuddin al-Nabhani dan teman-temannya (Syaikh As’ad,

Rajab Bayudli al-Tamimi dan Abdul Qadim Zallum) melakukan perekrutan

anggota baru dan proses penyebaran pemikiran di Al-Khalil, Palestina.10 Hizbut

Tahrir sebagai partai politik pernah diajukan secara resmi kepada kementerian

dalam negeri Yordania pada bulan November 1952 oleh Taqiyuddin al-Nabhani,

Dawud Hamdan, Munir Syakil, Adil al-Nablusi, dan Ghanim Abduh. Namun

permohonan itu ditolak pada bulan Maret 1953 dengan alasan aktivitas organisasi

yang dianggap berbahaya dan bertentangan dengan Undang-Undang Yordania.11

Hizbut Tahrir dipimpin oleh Taqiyuddin al-Nabhani sampai tahun 1979,

ketika Taqiyuddin al-Nabhani wafat di Beirut. Setelah itu estafet kepemimpinan

dilanjutkan oleh Abdul Qadim Zallum hingga belaiu wafat di awal 2003.

Sepeninggal Abdul Qadim Zallum Hizbut Tahrir dipimpin oleh Ata Ibn Khaleel

Abu Rastha.12 Gerakan Hizbut Tahrir kini menyebar ke berbagai negara dengan

menyerukan ajakan untuk mendirikan Khilafah global. Namun banyak pula

negara yang menolak keberadaannya sebab Hizbut Tahrir sering menolak

pemerintahan yang ada dengan ajakan kepada membenci pemerintahan yang

berkuasa, serta menyuarakan haramnya demokrasi dan nasionalisme.

Meskipun Hizbut Tahrir menganggap demokrasi sebagai sistem kufur,

dalam sejarah tercatat tokoh teras Hizbut Tahrir, Syaikh Ahmad al-Daur, pernah

9 Mohamad Topan, “Kekuasaan Menurut Taqiyuddin An-Nabhani dalam Tinjauan Etika Politik,” Jurnal Filsafat, XXIII, 2, (Agustus, 2013), h. 149

10 Erni Sari Dwi Devi Lubis dan Ma’arif Jamuin, “Infiltrasi Pemikiran dan Gerakan HTI di Indonesia”, h. 82-83

11 Ibid.

12 Ibid., h. 161-172

Page 37: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

28

terpilih sebagai anggota parlemen di pemilu tahun 1954 yang sekaligus

memberikan kesempatan kepada Hizbut Tahrir untuk mensosialisasikan

pemikiran-pemikirannya di depan publik secara bebas.13 Bahkan sampai saat ini

pun mereka masih lantang menyuarakan penolakan terhadap demokrasi dan

nasionalisme. Sebagai sebuah kritikan bahwa sampai saat ini mereka bisa hidup

dan bebas menyuarakan ide dan gagasannya dalam suatu negara demokrasi yang

juga merupakan negara bangsa (nation-state).

Gerakan ini berkembang pesat ke berbagai negara di dunia, tidak hanya di

negara-negara yang penduduknya mayoritas muslim, pergerakan Hizbut Tahrir

juga ada di Eropa dan Amerika. Di negara-negara Barat seperti di benua Eropa

dan Amerika yang penduduknya mayoritas non-muslim organisasi ini tetap eksis

dan keberadaannya diakui oleh negara-negara tersebut. Namun Hizbut Tahrir

mendapatkan pertentangan dari negara-negara yang penduduknya mayoritas

muslim. Bahkan organisasi ini pun dibubarkan oleh penguasa karena memiliki

potensi untuk melakukan ancaman bagi kedaulatan negara tersebut.

Bahkan di Indonesia, Hizbut Tahrir dibubarkan oleh pemerintah karena

secara gerakan dapat menimbulkan ancaman bagi kedaulatan Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI). Alasan lain dari pembubaran organisasi ini pun

dikarenakan ideologi yang mereka serukan bertentangan dengan ideologi

Indonesia, Pancasila.

2. Visi Hizbut Tahrir

Sebagaimana dari pembahasan sebelumnya telah diketahui bahwa secara

historis yang melatarbelakangi berdirinya Hizbut Tahrir adalah dihapuskannya

Kekhilafahan Turki Utsmani oleh Mustafa Kemal At-Taturk pada tahun 1924 dan

merosotnya kehidupan umat Islam karena didominasi oleh penjajahan Barat

secara ideologi, sehingga umat Islam hidup dalam sistem yang bukan Islam yakni

sekuler dan sistem kufur.

13 Ibid., h. 83

Page 38: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

29

Oleh karena itu, Hizbut Tahrir bercita-cita untuk melanjutkan kembali

kehidupan Islam melalui tegaknya Daulah Islam, yang akan menerapkan sistem

Islam serta mengemban dakwah ke seluruh dunia.14 Daulah Islam yang

dikehendaki oleh Hizbut Tahrir adalah Khilafah Islamiyah yang transnasional.

Dakwah untuk melanjutkan kehidupan Islam bagi Taqiyuddin al-Nabhani

dilakukan dalam rangka mendirikan Daulah Islam:15 Dakwah untuk melanjutkan kehidupan Islam ditujukan pada masyarakat yang individu-individunya

mayoritas muslim, tetapi menerapkan hukum selain Islam. Masyarakat yang demikian ini digolongkan dalam

masyarakat yang tidak Islami, sehingga layak disebut sebagai Darul Kufur. Dakwah di tengah-tengah masyarakat

seperti ini dilakukan dalam rangka mendirikan Daulah Islam yang akan menerapkan Islam di tengah-tengah

masyarakat tersebut, serta mengemban dakwah kepada masyarakat lainnya (non-Islam).

Bagi Taqiyuddin al-Nabhani, negeri yang menerapkan sistem Islam dan

memberlakukan hukum Islam dinamakan Darul Islam, walaupun mayoritas

penduduknya bukan muslim. Sedangkan Darul Kufr adalah negeri yang tidak

memberlakukan hukum Islam, walaupun mayoritas penduduknya muslim.16

Taqiyuddin melanjutkan paparannya dengan penekanan bahwa seorang muslim

tidak diperbolehkan hidup di Darul Kufur, bahkan wajib baginya bila negara

tempat dia tinggal, yang semula Darul Islam telah menjadi Darul Kufur, berjuang

untuk mengubahnya menjadi Darul Islam, atau berhijrah ke Darul Islam.

Ide tentang Khilafah sebagai sistem Islam ini tersebar hampir di semua

karangan Taqiyuddin al-Nabhani. Bagi Taqiyuddin al-Nabhani, menegakkan

khilafah adalah kewajiban kaum Muslim.17 Karena itu wajib bagi kaum muslim

untuk membai’at seorang Khalifah. Bila kaum muslim tidak mengangkat seorang

Khalifah selama tiga hari maka seluruhnya berdosa hingga bisa membai’at

seorang khalifah.

14 Taqiyuddin an-Nabhani, Mafahim Hizbut Tahrir, h. 127

15 Ibid., h. 112-113

16 Ibid., h. 54

17 Taqiyuddin al-Nabhani, Al-Daulah Al-Islamiyah, Penerjemah Umar Faruq dkk, Daulah Islam, (Jakarta: HTI-Press, Cet 4, 2009), h. 273

Page 39: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

30

Mohamad Rafiuddin18 menuliskan bahwa dalam pandangan Hizbut Tahrir

ketiadaan Khilafah menyebabkan umat Islam kehilangan kepemimpinan umum

sehingga kaum Muslim terpecah menjadi beberapa negara bangsa yang tidak

berdaya; menyebabkan umat Islam lalai dalam menegakkan hukum-hukum Islam

secara kaffah sebab tidak adanya institusi Khilafah; dan menyebabkan umat Islam

lalai dalam perkara penting yang seharusnya dilaksanakan oleh negara, yaitu

mengemban dakwah ke seluruh dunia.

Mendirikan Khilafah memiliki tujuan supaya kaum muslim kembali taat

ke hukum Islam, memperbaiki perundang-undangan dan hukum negara yang

dinilai kufur agar sesuai syari’at, dan membebaskan kaum muslim dari gaya hidup

dan pengaruh Negara Barat19 sehingga hukum Islam dapat ditegakkan.

3. Misi Hizbut Tahrir

Sebagaimana gerakan-gerakan Islam yang lain, Hizbut Tahrir juga

memiliki maksud yang sama di dalam menjaga dan mengimplementasikan syariat.

Hanya saja Hizbut Tahrir lebih meyakini bahwa syariat akan terjaga dan

terimpelemntasi dengan sempurna jika: (1) terwujudnya Khilafah Islamiyah, (2)

penerapan sistem hukum, dan (3) revolusi dan mengawal Khilafah Islamiyah.20

Meskipun sejak awal abad XIX Masehi telah berdiri gerakan-gerakan

untuk membangkitkan umat Islam, namun gerakan-gerakan tersebut belum meraih

keberhasilan hingga kini. Oleh karena itu, Taqiyuddin al-Nabhani (pendiri Hizbut

Tahrir) mengkritik gerakan-gerakan tersebut.21

Sejak abad XIII atau XIX Masehi, telah berdiri berbagai gerakan yang

bertujuan untuk membangkitkan umat Islam. Upaya-upaya tersebut sejauh ini

18 Mohamad Rafiuddin, “Mengenal Hizbut Tahrir: Studi Analisis Ideologi Hizbut Tahrir vis a vis NU”, h. 34

19 Erni Sari Dwi Devi Lubis & Ma’arif Jamuin, “Infiltrasi Pemikiran dan Gerakan HTI di Indonesia”, h. 162

20 Khamami Zada dan Arief R Arofah, Diskursus Politik Islam, h. 87

21 Taqiyuddin an-Nabhani, At-Takatul al-Hizbiy, Penerjemah Zakaria dkk, Pembentukan Partai Politik Islam, (Jakarta: Hizbut Tahrir Indonesia, Cet. 6, 2013), h. 5-6

Page 40: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

31

belum meraih keberhasilan, sekalipun meninggalkan pengaruh yang cukup

berarti bagi generasi yang datang sesudahnya untuk mengulangi upayanya

sekali lagi. Mereka yang mengkaji gerakan-gerakan yang berupaya

mewujudkan kebangkitan akan mendapati bahwa penyebab utama kegagalan

seluruh upaya itu ditinjau dari aspek keorganisasian dapat dikembalikan

kepada empat hal, yaitu:22

1) Gerakan-gerakan tersebut berdiri di atas dasar fikrah (pemikiran) yang

masih umum tanpa batasan yang jelas, sehingga muncul kekaburan atau

pembiasan. Lebih dari itu, fikrah tersebut tidak cemerlang, tidak jernih,

dan tidak murni.

2) Gerakan-gerakan tersebut tidak mengetahui thariqah (metode) bagi

penerapan fikrahnya. Bahkan, fikrahnya diterapkan dengan cara-cara

yang menunjukkan ketidaksiapan gerakan tersebut dan penuh dengan

kesimpangsiuran. Lebih dari itu, thariqah gerakan-gerakan tersebut

telah diliputi kekaburan dan ketidakjelasan.

3) Gerakan-gerakan tersebut bertumpu kepada orang-orang yang belum

sepenuhnya mempunyai kesadaran yang benar. Mereka pun belum

mempunyai niat yang benar. Bahkan mereka hanyalah orang-orang

yang berbekal keinginan dan semangat belaka.

Orang-orang yang menjalankan tugas gerakan-gerakan tersebut tidak

mempunyai ikatan yang benar. Ikatan yang ada hanya struktur organisasi itu

sendiri, disertai dengan sejumlah deskripsi mengenai tugas-tugas organisasi,

dan sejumlah slogan-slogan organisasi.

Dalam pandangan Hizbut Tahrir, metode yang berkaitan dengan

penyebarluaskan Islam adalah: (1) dakwah; (2) jihad di jalan Allah Swt.; (3)

wujudnya partai politik Islam; dan (4) wujudnya Khilafah Islamiyah yang

memikul tanggung jawab dakwah dan jihad.23

22 Ibid.

23 Khamami Zada dan Arief R Arofah, Diskursus Politik Islam, h. 89-90

Page 41: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

32

Setiap aktivitas yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir adalah mendakwahkan

Islam dan Khilafah. Karena aktivitasnya bersifat politik, meskipun tidak masuk ke

dalam sistem politik suatu negara, yang berupaya meyakinkan umat akan

pentingnya penerapan sistem Islam secara kaffah dan tegaknya negara Khilafah.

Oleh karena Islam adalah sistem yang berbeda dengan sistem-sistem lain seperti

demokrasi yang disebut kufur menjadi alasan utama Hizbut Tahrir untuk tidak

turut dalam sistem perpolitikan suatu negara. Kegiatan itu juga untuk

menyadarkan umat mengenai sistem politik yang di luar Islam bukanlah solusi di

dalam mengatasi problema masyarakat Islam yang sedang terbelakang. Dengan

demikian masyarakat akan sadar dan mau menerima sistem Islam.

Khamami Zada dan Arif R Arofah menuliskan bahwa penerimaan atas

segala aturan Islam dapat dilakukan jika berpijak pada tiga asas yakni:24 (1) rasa

ketaqwaan yang tertanam dan terbina pada setiap individu di masyarakat; (2)

sikap saling mengontrol pelaksanaan hukum Islam dan mengawasi serta

mengoreksi tingkah laku penguasa pada masyarakat, dan (3) keberadaan

negara/pemerintahan sebagai pelaksana hukum Syara’.

Demi mewujudkan cita-cita utamanya mendirikan Khilafah Islamiyah.

Aktivis Hizbut Tahrir melakukan pengkaderan yang sangat intensif kepada kader-

kadernya. Pembinaan kader merupakan salah satu langkah Hizbut Tahrir dalam

membentuk kader yang militan dan memiliki ideologi Islam, terutama terhadap

keyakinan betapa perlu dan pentingnya Khilafah. Untuk memperjuangkan

tegaknya Khilafah, Hizbut Tahrir menempuh 3 tahapan:25 Pertama, pembinaan

dan pengkaderan; kedua, interaksi dengan masyarakat untuk menyebarluaskan dan

mensosialisasikan ide-idenya; dan ketiga mengambil alih kekuasaan.

24 Ibid., h. 88

25 Erni Sari Dwi Devi Lubis dan Ma’arif Jamuin, “Infiltrasi Pemikiran dan Gerakan HTI di Indonesia”, h. 163-164

Page 42: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

33

Khamami Zada dan Arief R Arofah menjelaskan lebih lanjut mengenai

ketiga tahapan Hizbut Tahrir dalam langkah-langkah operasionalnya tersebut,

yakni sebagai berikut:26

1) Tahap pembinaan dan pengkaderan (tatsqif) untuk melahirkan orang-orang

yang meyakini fikrah Hizbut Tahrir dan untuk membentuk kerangka

sebuah partai.

2) Tahap interaksi (tafa’ul) dengan umat agar mampu mengemban dakwah

Islam sehingga umat akan menjadikannya sebagai perkara utama dalam

kehidupan serta berusaha menerapkan dalam realitas kehidupan.

3) Tahap penerimaan kekuasaan (istila al-hukm), untuk menerapkan Islam

secara praktis dan menyeluruh, sekaligus menyebarluaskan risalah Islam

ke seluruh dunia.

Untuk tahap pertama, aktivis Hizbut Tahrir membuat sebuah diskusi kecil

atau yang disebut dengan Halqah Umum. Halqah Umum ini diadakan rutin setiap

seminggu sekali. Yang menjadi peserta dalam Halqah ini adalah masyarakat

umum yang mulai tertarik dengan ide-ide yang telah disosialisasikan oleh Hizbut

Tahrir. Rentang waktu dari Halqah Umum ke kajian khusus yang intensif

ditentukan oleh seorang Musyrif (Pembina Halqah). Bila seseorang sudah layak

masuk ke kajian khusus yang diawali dengan mengkaji doktrin dari pemikiran

Taqiyuddin al-Nabhani, untuk kitab pertama yang dibahas adalah kitab Nizham

al-Islam, maka dia sudah bisa dianggap sebagai kader/aktivis Hizbut Tahrir.

Dalam tahap kedua, para simpatisan dan kader/aktivis Hizbut Tahrir melakukan

kegiatan sosialisasi (seminar, demonstrasi, selebaran, dan lain-lain) ke masyarakat

mengenai betapa pentingnya sistem Islam secara kaffah dalam mengatasi berbagai

problema kehidupan atau dalam bahasa yang lain disebut sebagai kegiatan

penyadaran kepada Umat Islam akan pentingnya Khilafah untuk menuntaskan

permasalahan sosial, politik, hukum, budaya dan lain-lain. Ketika umat sudah

sadar akan pentingnya kehidupan Islam dalam bingkai Khilafah dan dakwah Islam

kepada penjuru dunia, maka tahap berikutnya (tahap ketiga) adalah menerima

26 Khamami Zada dan Arief R Arofah, Diskursus Politik Islam, h. 93-94

Page 43: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

34

kekuasaan (istila al-hukm). Ketika semua tahapan tersebut berjalan dengan baik

dan lancar maka visi untuk menegakkan Khilafah akan terwujudkan.

4. Tujuan Hizbut Tahrir

Hizbut Tahrir berdiri dengan tujuan27 “untuk membebaskan umat dari

kepemimpinan ideologi penjajah serta mencabut dari akar-akarnya, baik dari

aspek budaya, politik, militer, ekonomi, dan sebagainya dari tanah negeri kaum

Muslimin, serta merubah ide-ide yang telah tercemari oleh penjajah yang

membatasi Islam hanya pada aspek ibadah dan akhlak semata.”

Penegakkan kembali sistem Khilafah adalah upaya untuk mencapai tujuan

tersebut. Oleh karena itu, keberadaan partai politik adalah suatu keharusan. Dalam

hal ini, Hizbut Tahrir berdiri sebagai partai politik Islam merupakan suatu

keharusan menurut syara’.28 Partai politik mempunyai peran dalam mengajak

masyarakat kepada Islam dan dalam amar ma’ruf nahi munkar.

Sesuai dengan namanya, partai politik Islam, partai itu hendaknya

berideologikan Islam, sebab Islam pada hakikatnya adalah sebuah akidah yang

melahirkan peraturan untuk mengatur seluruh urusan negara dan umat, serta

merupakan pemecahan untuk seluruh masalah kehidupan.29

Sebagai partai politik Islam, Hizbut Tahrir menghendaki Islam sebagai

dasar negara dalam bingkai Khilafah dan menolak segala sistem yang

bertentangan dengan Islam seperti: sistem monarki dan nasionalisme, karena

nasionalisme merupakan ikatan yang rusak, ikatan yang lemah dan rendah

nilainya.30

27 Ibid., h. 86

28 Ibid.

29 Mohamad Topan, “Kekuasaan Menurut Taqiyuddin An-Nabhani dalam Tinjauan Etika Politik”, h. 150

30 Taqiyuddin an-Nabhani, Nizham al-Islam, Penerjemah Abu Amin dkk, Peraturan Hidup dalam Islam, (Jakarta: Hizbut Tahrir Indonesia, 2006), h. 39-41

Page 44: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

35

B. Potret Negara Islam Indonesia

1. Sejarah Berdirinya Negara Islam Indonesia

Negara Islam Indonesia (NII) atau sering juga disebut dengan Darul

Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) merupakan salah satu gerakan politik dan

militer umat Islam untuk membentuk suatu Negara Islam di Indonesia di era-era

penjajahan yang dipimpin oleh Kartosoewirjo sebagai Imam negara. Dikemudian

hari gerakan ini dinyatakan sebagai gerakan pemberontak oleh pemerintah

Republik Indonesia.

Kepanjangan DI sebagai Darul Islam memiliki banyak sekali penafsiran.

Namun bebarapa sumber menyebut merupakan hasil dari konferensi

Cijoho/Cipendeuy tanggal 1-5 Mei yang salah satu keputusan terpentingnya

adalah menguasai DI (Daerah kesatu) yakni daerah yang hukum Islam dan

kekuasaan Islam terlaksana”, D.II (Daerah kedua) yang di dominasi sebagian oleh

masyarakat Islam dan D.III (Daerah ketiga) yang belum dikuasai oleh masyarakat

Islam.31

Imam Negara Islam Indonesia adalah Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo

demikian nama lengkapnya. Ia dilahirkan pada tanggal 7 Januari 1907 di Cepu,

sebuah kota kecil antara Blora dan Bojonegoro yang menjadi daerah perbatasan

Jawa Timur dengan Jawa Tengah. Pendidikan formalnya dalam sistem pendidikan

Belanda, karena itu dia tidak punya latar belakang pendidikan agama. Saat aktif di

Partai Serikat Islam (PSI), Kartosoewirjo mulai aktif mempelajari Islam melalui

buku-buku Islam berbahasa Belanda. Pada 1930 di Malangbong, Garut, dia

menimba ilmu agama dari para Kiai yang juga aktivis PSI, yaitu Kiai

Ardiwisastera (kelak jadi mertuanya), Kiai Yusuf Tauziri, Kiai Mustofa Kamil

dan Kiai Ramli. Keterlibatannya dalam PSI dan interaksinya dengan

Tjokroaminoto juga ikut membentuk pemahamannya tentang gagasan negara

Islam yang diperjuangkan oleh PSI.32

31 Cornelis van Dijk, Rebellion under The Banner of Islam: The Darul Islam in Indonesia, Penerjemah Pustaka Utama Grafiti, Darul Islam Sebuah Pemberontakan, (Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 1993), h. 79

32 Solahudin, NII sampai JI Salafy Jihadisme Indonesia, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2011), h. 57-58

Page 45: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

36

Dalam catatan Holk H. Dengel dituliskan bahwa, “Tjokroaminoto dan juga

muridnya Kartosoewirjo sudah sejak tahun 20-an memperjuangkan ide sebuah

negara Islam dan pengertian mereka atas sebuah negara yang demikian itu adalah

sebuah negara yang benar-benar menjalankan syari’at dan hukum Islam sesuai

dengan ajaran Al-Qur’an dan sunnah Nabi secara konsekuen dan menyeluruh.”33

Tahun 1920-an memang benar-benar peristiwa pergerakan politik yang

luar biasa di dunia Islam, oleh Haedar Nashir disebut sebagai pembentukan

kesadaran tentang negara Islam dan pemberlakuan syariat Islam.34

Dalam perpolitikan sebelum kemerdekaan pun terjadi perdebatan sengit

tentang dasar negara. Oleh banyak sumber disebut sebagai perdebatan antara

kaum nasionalis dan Islam. Perdebatan-perdebatan itu muncul dalam sidang-

sidang BPUPKI hingga PPKI. Bahkan setelah kemerdekaan pun, perdebatan

sengit tentang dasar negara kembali mencuat antara kaum nasionalis dan Islam.

Kelahiran akan negara Islam yang dikehendaki oleh Kartosoewirjo

sebenarnya oleh beberapa sumber lebih dahulu hadir ketimbang kelahiran

Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Sebelum hari-hari menjelang

Proklamasi RI, Kartosoewirjo telah lebih dulu menebar aroma deklarasi

kemerdekaan Islam.35 Tepatnya tanggal 14 Agustus 1945,36 ia telah

memproklamasikan Negara Islam Indonesia namun karena Soekarno-Hatta

memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus, maka

Kartosoewirjo menarik kembali proklamasinya.

Kenyataan ini diperkuat oleh argumentasi Al-Chaidar berikut ini:37

33Holk H. Dengel, Darul—Islam: Kartosoewirjo Kampf um einen islamischen Staat Indonesien. Penerjemah Tim Pustaka Sinar Harapan, Darul Islam-NII dan Kartosoewirjo Langkah Perwujudan Angan-Angan Yang Gagal, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), h. 111

34 Haedar Nashir, Islam Syariat: Reproduksi Salafiyah Ideologis di Indonesia, (Bandung: Penerbit Mizan, 2013), h. 261

35 Al-Chaidar, Pengantar Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam Indonesia S.M. Kartosoewirjo, (Jakarta: Darul Falah, 1999), h. 65

36 M.H. Budi Santoso, Darul Islam Pemberontakan di Jawa Barat, (Bandung: PT. Dunia Pustaka Jaya, 2013), h. 28

37 Ibid.

Page 46: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

37

Ia datang ke Jakarta bersama dengan beberapa orang pasukan Laskar Hizbullah, dan segera bertemu dengan

beberapa elit pergerakan atau kaum nasionalis untuk memperbincangkan peluang yang mesti diambil guna mengakhiri

sekaligus mengubah determinisme sejarah rakyat Indonesia. Untuk memahami mengapa pada tanggal 16 Agustus pagi

Hatta dan Soekarno tidak dapat ditemukan di Jakarta, kiranya historical enquiry berikut ini perlu diajukan: Mengapa

Soekarno dan Hatta meski menghindar begitu jauh ke Rengasdengklok padahal Jepang memang sangat menyetujui

persiapan kemerdekaan Indonesia? Mengapa ketika Soebardjo ditanya Soekarno, apakah kamu ingat pembukaan

Piagam Jakarta? Mengapa jawaban yang diberikan dimulai dengan kami bangsa Indonesia....? Bukankah ini

sesungguhnya adalah rancangan proklamasi yang sudah dipersiapkan Kartosoewirjo pada tanggal 13 dan 14 Agustus

1945 kepada mereka?

Sumber lain yang menyatakan kelahiran Negara Islam Indonesia

sebenarnya sudah lebih dulu ketimbang RI juga diungkap oleh Cornelis Van Dijk,

“Sesungguhnya dia telah melaksanakannya pada Agustus 1945, tetapi

proklamasinya ditariknya kembali sesudah adanya pernyataan kemerdekaan oleh

Soekarno dan Moh. Hatta.”38

Namun Holk. H. Dengel justru berpendapat lain, dalam penelitiannya ia

menuliskan, “Pada bulan Agustus 1945 Kartosoewirjo berada di Jakarta.

Sebenarnya dia tidak pernah merencanakan untuk memproklamasikan sebuah

Negara Islam di Jakarta.”39 Holk H. Dengel menguatkan argumennya dengan

menyebut bahwa ketika TKR membutuhkan seorang panglima nama

Kartosoewirjo sempat disebut dan sebagai bekas anggota Masyumi, dia selalu

mendapatkan informasi akan rencana-rencana Masyumi yang akan datang.

Pernyataan keaktifan Kartosoewirjo sebagai anggota Masyumi ini ditulis

oleh Holk. H. Dengel sebagai berikut:

“Awal bulan Oktober Kartosoewirjo turut dalam pembicaraan antara

anggota-anggota Masjumi di Surabaya, tentang rencana untuk mengubah Masjumi

menjadi sebuah Partai Politik. Yang hadir dalam pembicaraan ini selain

Kartosoewirjo juga Wahid Hasjim dan Moh. Natsir. Ketika tidak dapat dicapai

kata sepakat tentang nama yang baru untuk partai itu, maka partai Masjumi

38 Cornelis van Dijk, Darul Islam Sebuah Pemberontakan, h. 75

39 Holk H. Dengel, Darul—Islam: Kartosoewirjo Kampf um einen islamischen Staat Indonesien, h. 54

Page 47: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

38

didirikan sebagai sebuah partai politik yang baru pada tanggal 7-11-1945 di

Yogyakarta dengan nama yang lama”.40

Salah satu tokoh yang turut andil dalam perubahan Masyumi menjadi

partai politik adalah Kartosoewirjo. Ia bahkan terlibat aktif di dunia politik dengan

Masyumi setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah

sebelumnya dia juga sempat aktif berpolitik di PSII.

Kongres pertama Masyumi di Yogyakarta, bisa dikatakan sebagai cikal

bakal pembentukan akan suatu negara Islam, sebab dalam kongres itu ditetapkan:

pembentukan Laskar Sabilillah di samping Laskar Hizbullah yang sudah berdiri;

umat Islam dipersiapkan untuk menjalankan jihad; dan menciptakan suatu negara

hukum yang berdasarkan ajaran Islam.41 Laskar Hizbullah dan Sabilillah inilah

yang kelak menjadi penopang Tentara Islam Indonesia (TII) dalam perjuangannya

menegakkan Negara Islam Indonesia, khususnya laskar Hizbullah dan Sabilillah

di daerah Jawa Barat.

Kartosoewirjo tinggal di Jawa Barat sampai akhir tahun 1946, namun

ketika ada reorganisasi Masyumi tahun 1947 di Yogyakarta. Ia mondar-mandir

antara Malangbong-Yogyakarta dan ia tinggal di asrama PSII.42 Kartosoewirjo

bisa dikatakan sangat aktif dalam perkembangan partai Masyumi.

Pada kongres Masyumi bulan Juni 1946 di Garut, Kartosoewirjo diminta

membentuk pengurus yang baru, kemudian dia menunjuk KH. Moechtar sebagai

ketua umum dan dia sendiri sebagai wakil ketua.43 Ia juga menyampaikan pidato

tentang haluan politik Islam:44 “Dan oleh karena Repoeblik Indonesia berdasarkan Kedaulatan Rakyat, maka suara rakyat yang terbanyak

itulah yang akan memegang kekuasaan negara, jika Kommunisme yang diikuti oleh sebagian besar dari pada rakyat,

maka pemerintah negara akan mengikuti haluan politik, sepanjang ajaran kommunisme. Dan bila sosialisme dan

Nasionalismelah yang “menang suara”, maka sosialisme atau nasionalismelah jang akan menentukan haluan politik

negara. Demikian pula jika Islam yang mendapat kurnia Tuhan “menang dalam perjuangan politik” itu, maka Islam

40 Ibid., h. 54-55

41 Ibid.

42 Ibid., h. 58

43 Ibid., h. 57

44 S.M. Kartosoewirjo, Haluan Politik Islam, (Bandung: Sega Arsy, 2015), h. 74-75

Page 48: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

39

pulalah yang akan memegang tampuk pemerintah Negara. Sehingga pada waktu itu terbangunlah Dunia Islam atau

Dar-ul-Islam, yang tidak menyimpang serambut dibelah tujuh sekalipun daripada ajaran-ajaran Kitabullah dan

Sunnatun-Nabi Moehammad SAW.”

Dari pidato Kartosoewirjo di atas dapat dilihat sebuah argumentasi yang

sangat demokratis. Karena waktu itu Masyumi sebagai partai politik Islam hidup

di dalam perjuangan pemerintahan Republik Indonesia yang memang demokratis,

meskipun saat itu masih masa-masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan.

Dalam masa-masa perjuangan itu, Kartosoewirjo kerap kali menyuarakan kepada

pemerintahan Soekarno-Hatta untuk menolak berunding dengan Belanda. Sebab

Belanda sering sekali mengingkari hasil perundingan. Misalnya saja: tanggal 21

Juni 1947, Belanda mengkhianati perundingan Linggarjati yang mengakibatkan

Kartosoewirjo memindahkan kegiatan partai di Malangbong dan juga

mengkoordinasi Laskar Hizbullah dan Sabilillah dalam melawan Belanda.45

Pemerintah Republik kemudian hari juga menandatangani perjanjian

Renville pada tanggal 17 Januari 1948 yang berisi tentang gencatan senjata,

pengakuan garis van Mook, dan pengakuan kedaulatan Belanda atas Indonesia

sampai terbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS).

Adanya perjanjian Renville ini membuat umat Islam Jawa Barat

mengadakan konferensi pada tanggal 10-11 Februari 1948 di

Pangwedusan/Cisayong, Kartosoewirjo hadir sebagai wakil pengurus besar

Masyumi Jawa Barat46. Dalam konferensi ini kembali mencuat argumentasi untuk

mendirikan Negara Islam dan membubarkan pemerintah RI yang dikemukakan

oleh Kamran (kelak menjadi anggota Dewan Imamah).47

“...kalau pemerintah RI tidak sanggup membatalkan Renville, lebih baik

pemerintah kita ini kita boebarkan saja dan membentuk lagi pemerintah baroe

dengan tjorak baroe. Di Eropa doea aliran sedang berdjoang dan besar

45 Holk H. Dengel, Darul—Islam: Kartosoewirjo Kampf um einen islamischen Staat Indonesien, h. 60-61

46 Ibid., h. 65

47 Abdul Munir Mulkhan & Bilveer Singh, Demokrasi di Bawah Bayangan Mimpi N-11: Dileme Politik Islam dalam Peradaban Modern, (Jakarta: Kompas, 2011), h. 322

Page 49: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

40

kemungkinan akan terjadi perang dunia III, ja’ni aliran Roesia lawan Amerika”.

Kamran selanjutnya menerangkan “Kalau kita di sini mengikoeti Roesia, kita

akan digempoer Amerika, begitu poela sebaliknja. Dari itoe, kita haroes

mendirikan negara baroe, ja’ni negara Islam. Timboelnja Negara Islam ini, jang

akan dapat menjelamatkan negara.”48

Keputusan terpenting yang diambil dalam konferensi Cisayong adalah

membekukan Masyumi di Jawa Barat; membentuk pemerintah daerah dasar di

Jawa Barat;49 mendirikan Tentara Islam Indonesia (gabungan Sabilillah,

Hizbullah dan organisasi Islam lainnya); membentuk Madjlis Islam Pusat yang

dipimpin oleh Kartosoewirjo sebagai Imam; dan pembentukan Pahlawan Darul

Islam.50

Ketika Belanda membentuk “Negara Pasundan” tanggal 24 April 1948.

Kartosoewirjo mengadakan konferensi di Cijoho pada tanggal 1-5 Mei, salah satu

hasilnya adalah perubahan nama dari Madjlis Imam Pusat menjadi Madjlis

Imamah di bawah pimpinan Kartosoewirjo sebagai Imam. Lalu tanggal 9-10 Mei

di Cijoho, Madjlis Imamah bersidang di bawah pimpinan Kartosoewirjo dengan

keputusan perubahan nama Madjlis Imamah menjadi Dewan Imamah, dan

keputusan tentang bendera Negara Islam ditunggu pada sidang Dewan Imamah

sebelum proklamasi Negara Islam. Tanggal 25 Agustus 1948 keluar maklumat

yang pertama dari pemerintah Islam Indonesia yang memerintahkan mobilisasi

dan militerisasi rakyat. Tanggal 27 Agustus penyusunan “Qanun Asasi” yaitu

Undang-Undang Dasar Negara Islam Indonesia.51 Dari serentetan peristiwa ini

dapat dilihat bahwa persiapan akan negara Islam sudah nampak. Menurut Hiroko

Horikoshi, secara tak resmi Darul Islam/Negara Islam Indonesia (DI/TII) sudah

48 Holk H. Dengel, Darul—Islam: Kartosoewirjo Kampf um einen islamischen Staat Indonesien, h. 66

49 Cornelis van Dijk, Darul Islam Sebuah Pemberontakan, h. 77

50 Holk H. Dengel, Darul—Islam: Kartosoewirjo Kampf um einen islamischen Staat Indonesien, h. 67

51 Holk H. Dengel, Darul—Islam: Kartosoewirjo Kampf um einen islamischen Staat Indonesien, h. 74-81

Page 50: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

41

berdiri sejak Mei 1948, namun baru diproklamasikan oleh Kartosoewirjo pada 7

Agustus 1949 di Cisampak, Kecamatan Cilugagar, Kabupaten Tasikmalaya.52

Kartosoewirjo memproklamasikan Negara Islam Indonesia tanggal 7

Agustus 1949 sebab melihat adanya kekosongan kekuasaan dengan ditandai

berangkatnya Moh. Hatta ke Den Haag pada tanggal 6 Agustus untuk mengikuti

Konferensi Meja Bundar.53 Oleh karena itu, setelah proklamasi kemerdekaan

Republik Indonesia, Kartosoewirjo menahan diri selama lebih dari setahun untuk

secara terang-terangan menolak menentang kekuasaan Republik dengan secara

resmi memproklamasikan Negara Islam Indonesia (NII).54

Gerakan Negara Islam Indonesia tidak hanya ada di Jawa Barat. Dalam

perkembangannya kemudian kehendak mendirikan NII mendapat sambutan pula

di Aceh (Dipimpin oleh Daud Beureuh), Sulawesi Selatan (Dipimpin oleh Let.

Kol. Abdul Qahhar Mudzakkar), Kalimantan Selatan (Dipimpin oleh Ibnu

Hadjar), dan Jawa Tengah (Dipimpin oleh Amir Fatah).55 Gerakan-gerakan ini

dianggap pemberontakan oleh pemerintah RI dan perlahan dapat ditumpas setelah

Kartosoewirjo ditangkap dan dijatuhi hukuman mati pada 5 September 1962.

2. Visi Negara Islam Indonesia

Visi dari berdirinya Negara Islam Indonesia itu sendiri dapat dilihat pada

Qanun Asasi NII berikut:

“Mencari dan mendapatkan mardhotillah, yang merupakan hidup di dalam

suatu ikatan dunia baru, yakni Negara Islam Indonesia yang merdeka.”

Maka setiap pergerakan yang dilakukan oleh Negara Islam Indonesia baik

itu secara politik maupun militer adalah untuk mendirikan suatu negara Islam

dalam suatu nation-state yang bernama Indonesia. Kewajiban untuk mendirikan

52 Solahudin, NII sampai JI Salafy Jihadisme Indonesia, h. 65

53 Holk H. Dengel, Darul—Islam: Kartosoewirjo Kampf um einen islamischen Staat Indonesien, h. 93

54 Cornelis van Dijk, Darul Islam Sebuah Pemberontakan, h. 79

55 Ruslan, dkk, Mengapa Mereka Memberontak? Dedengkot Negara Islam Indonesia, (Yogyakarta: Bio Pustaka, 2008), h. xvi

Page 51: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

42

suatu negara Islam ini juga semakin dipertegas dengan kalimat, “maka umat Islam

tidak lupa pula kepada wajibnya membangun dan menggalang suatu Negara Islam

yang merdeka, suatu kerajaan Allah yang dilahirkan di atas dunia, ialah syarat dan

tempat untuk mencapai keselamatan tiap-tiap manusia dan seluruh umat Islam, di

lahir maupun di batin, di dunia hingga di akhirat kelak.” Kalimat tersebut tegas

dinyatakan dalam alinea ke V muqaddimah Qanun Asasi NII.

3. Misi Negara Islam Indonesia

Misi dalam mewujudkan berdirinya Negara Islam Indonesia itu

berdasarkan sejarahnya dapat dibagi dua, yakni misi politik dan misi militer. Misi

lewat politik bisa dibagi dalam dua pendapat, yakni pendapat pertama yang

menyatakan Kartosoewirjo memproklamasikan Negara Islam Indonesia lebih

dahulu dibanding proklamasi RI dan pendapat kedua yang menyatakan

Kartosoewirjo terlibat aktif kembali dalam politik bersama Masyumi. Dan misi

militer terlihat aktif saat terbentuknya Tentara Islam Indonesia (TII) saat

konferensi Cisayong pada bulan Februari 1948.

Awal mula langkah politik untuk mewujudkan suatu gagasan akan negara

Islam ketika Kartosoewirjo memasuki PSIHT (Partai Serikat Islam Hindia Timur)

pada tahun 1927. Saat itu sedang terjadi perpecahan di tubuh partai mengenai

sikap terhadap pemerintahan kolonial, yakni antara Dewan Eksekutif dengan

Dewan Partai. Dewan Eksekutif di bawah pimpinan Abikusno Tjokrosujoso dan

Kartosoewirjo sebagai sekretaris memilih untuk bersikap Non-Kooperasi

sedangkan Dewan Partai di bawah pimpinan Agus Salim menghendaki kerjasama

dengan pemerintah kolonial. Kemudian juga, Kartosoewirjo berbeda pendapat

dengan Abikusno terkait GAPI (Gabungan Politik Indonesia), Kartosoewirjo

memilih tanpa kompromi, tetap pada politik hijrah yang ia yakini. Lalu ia pun

membentuk KPK-PSII (Komite Penyelamat Kebenaran Partai Serikat Islam

Indonesia) pada tahun 1939 dan tetap aktif hingga tahun 1942 ketika Jepang

menduduki Indonesia.56 Pada sidang KPK-PSII inilah Kartosoewirjo mengambil

56 Holk H. Dengel, Darul—Islam: Kartosoewirjo Kampf um einen islamischen Staat Indonesien, h. 16-22

Page 52: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

43

keputusan untuk mendirikan negara Islam pada bulan Maret 1940 di

Malangbong.57

Ketika KPK-PSII dibubarkan, Kartosoewirjo aktif di organisasi-organisasi

seperti MIAI (Majlis Islam A’laa Indonesia), Masyumi (Majlis Syuro Muslimin

Indonesia) yang merupakan perubahan dari MIAI, dan aktif di Jawa Hokokai.

Meskipun dia tidak pernah mendapatkan kedudukan yang tinggi di organisasi-

organisasi itu.58

Pasca Proklamasi kemerdekaan RI, saat terjadi perubahan Masyumi dari

organisasi ke partai politik, Kartosoewirjo terlihat semakin radikal dalam

gagasannya akan negara Islam, terlihat begitu jelas ketika memasuki tahun 1948.

Pada konferensi Cisayong Februari 1948, Masyumi Jawa Barat dibekukan

olehnya. Dari konferensi ini pulalah terbentuk Tentara Islam Indonesia (TII) yang

nantinya sangat setia kepada Negara Islam Indonesia.

Ketika pemerintahan Republik di Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda

kesatuan Divisi Siliwangi mengadakan “Long March” ke Jawa Barat, namun

ketika memasuki wilayah Jawa Barat, senjata-senjata TNI dilucuti oleh pihak TII.

Pada tanggal 25 Januari 1949 ditandai sebagai awal dari permusuhan antara TNI

dan TII. Kejadian ini bermula ketika TII menawan staf Brigade XIV TNI dan

keluarganya. Meskipun nanti TNI dengan Batalyon Nasuhi berhasil membebaskan

staf Brigade XIV, namun permusuhan dengan TII tetap berlanjut. Oleh

Kartosoewirjo kejadian ini disebut sebagai “Perang Segi Tiga Pertama” yakni

antara TNI, TII dan Belanda.59 Inilah kejadian awal untuk gerakan DI/TII

dianggap sebagai pemberontak, sebab awalnya gerakan ini mendapat dukungan

pemerintah Republik untuk perlawanan Kartosoewirjo melawan Belanda bukan

untuk mendirikan Negara Islam di Jawa Barat.60

57 Ibid., h. 3

58 Ibid., h. 39-40

59 Ibid., h. 85-86

60 Haedar Nashir, Islam Syariat: Reproduksi Salafiyah Ideologis di Indonesia, h. 260

Page 53: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

44

4. Tujuan Negara Islam Indonesia

Negara Islam Indonesia yang merdeka itu memiliki tujuan “mewujudkan

amal perbuatan yang nyata, dari tiap-tiap warga negara di daerah-daerah, di mana

mulai dilaksanakan hukum-hukum Islam, ialah hukum Allah dan Sunnah Nabi.”

Tujuan itu tertera jelas dalam alinea ke VI Qanun Asasi NII, redaksi lengkapnya

sebagai berikut:

“Kiranya dengan tolong dan Kurnia Ilahi, Qanun Asasi yang sementara ini

menjadi pedoman kita, melakukan bakti suci kepada ‘Azza wa Jalla, dapatlah

mewujudkan amal perbuatan yang nyata, dari tiap-tiap warga negara di daerah-

daerah, di mana mulai dilaksanakan hukum-hukum Islam, ialah hukum Allah dan

Sunnah Nabi.”

Page 54: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

BAB IV

ANALISIS PERBANDINGAN KONSEP LEMBAGA NEGARA HIZBUT

TAHRIR DENGAN LEMBAGA NEGARA ISLAM INDONESIA

A. Konsep Lembaga Negara Hizbut Tahrir

Hizbut Tahrir sebagai sebuah organisasi massa dengan agenda kegiatan-

kegiatannya yang mengusung seruan-seruan politis untuk berdirinya Khilafah.

Oleh karena itu, secara konsep kenegaraan pun mereka tetap mengusung suatu

negara dengan bingkai Khilafah. Menurut Hizbut Tahrir, Khilafah merupakan

suatu bentuk negara ideal yang lahir dari ajaran Islam itu sendiri. Maka dari itu

konsep lembaga negara yang mereka usung pun juga tidak lepas dari bingkai

kekhilafahan ‘ala Hizbut Tahrir.

Dalam Rancangan Undang-Undang Dasar di dalam kitab Hizbut Tahrir

yang berjudul “Daulah Islam” bahwa struktur negara adalah sebagai berikut:

“Pasal 23: Struktur negara terdiri atas delapan bagian:

a. Khalifah; b. Mu’awin Tafwiḏ; c. Mu’awin Tanfidz; d. Amirul Jihad; e. Al-Wulat; f. Al-Qaḏa;

45

Page 55: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

46

g. Keamanan dalam Negeri; h. Majelis Umat.”

Sebagaimana bentuk negara kekhilafahan, pemegang kekuasaan eksekutif

adalah seorang Khalifah. Lembaga eksekutif menurut Hizbut Tahrir adalah

dipegang oleh seorang Khalifah yang telah mendapatkan bai’at. Menurut mereka,

pengambilan bai’at bermacam-macam: Kadang dari ahlul hall wa al ‘aqd; kadang

dari seluruh masyarakat dan kadang dari Syaikhul Islam.1 Namun catatan bagi

non-muslim tidak memiliki hak pilih sebagai Khalifah. Khalifah memiliki

kewenangan mengangkat para mu’awin/wazir (para menteri), mengangkat para

wali, Qadhi al-Qudhah, komandan-komandan pasukan dan para kepala biro.2

Dalam pandangan Hizbut Tahrir Khalifah adalah aqad atas dasar sukarela,

hal ini termaktub di dalam pasal 25. Setiap muslim berhak untuk menjadi

Khalifah, kecuali perempuan. Dalam rancangan konstitusinya, secara jelas Hizbut

Tahrir menyebutkan kalau seorang Khalifah haruslah seorang laki-laki muslim

yang sudah baligh, aturan ini tertera jelas dalam pasal 31 aturan-aturan tersebut

berbunyi sebagai berikut:

“Pasal 25: Khalifah adalah aqad atas dasar sukarela dan pilihan. Tidak ada

paksaan bagi seseorang untuk menerima jabatan Khalifah, dan tidak ada paksaan bagi seseorang untuk memilihi Khalifah.”

“Pasal 31: Pengangkatan Khalifah sebagai kepala negara, dianggap sah

jika memenuhi tujuh syarat, yaitu laki-laki, muslim, merdeka, baligh, berakal, adil dan memiliki kemampuan.

1 Taqiyuddin al-Nabhani, Al-Daulah Al-Islamiyah, Penerjemah Umar Faruq dkk, Daulah Islam, (Jakarta: HTI-Press, Cet 4, 2009), h. 165

2 Ibid., h. 166

Page 56: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

47

Dalam hal regulasi jabatan, Hizbut Tahrir tidak mengemukakan secara

jelas sirkulasi pengisian jabatan tersebut. Rancangan konstitusi tersebut tidak

memberikan batasan masa jabatan kepada seorang Khalifah. Sehingga seorang

Khalifah dapat menjabat seumur hidup. Aturan ini secara jelas dicantumkan pada

pasal 38. Dalam aturan tersebut dijelaskan, “Tidak ada batas waktu bagi jabatan

Khalifah. Selama mampu mempertahankan dan melaksanakan hukum syara’, serta

mampu menjalankan tugas-tugas negara, ia tetap menjabat sebagai Khalifah,

kecuali terdapat perubahan keadaan yang menyebabkannya tidak layak lagi

menjabat sebagai Khalifah sehingga wajib segera diberhentikan.”

Tidak adanya aturan tentang sirkulasi pengisian jabatan jelas tidak

membutuhkan adanya pemilu. Sebab jika ada batasan masa jabatan, maka akan

ada pelaksanaan pemilu jika di sistem demokrasi. Namun secara ideologi Hizbut

Tahrir jelas-jelas menolak ideologi demokrasi. Oleh karena itu, mereka tidak

mengikuti sistem ketatanegaraan modern yang mengadakan pemilu setiap kali

masa jabatan berakhir. Bagi Hizbut Tahrir, seorang Khalifah dipilih secara aqad

bai’at melalui musyawarah. Inilah yang menjadi solusi terbaik pemilihan seorang

kepala negara.

Hizbut Tahrir hanya mengatur masalah pengisian jabatan sang Khalifah

jika terjadi kekosongan kekuasaan. Dalam aturannya disebutkan bahwa wajib

hukumnya mengangkat seorang Khalifah apabila terjadi kekosongan kekuasaan

selama tiga hari dua malam. Aturan itu berbunyi sebagai berikut:

“Pasal 32: Apabila jabatan Khilafah kosong, karena meninggal atau

mengundurkan diri atau diberhentikan, maka wajib hukumnya mengangkat seorang pengganti Khalifah, dalam tempo tiga hari dengan dua malamnya sejak kosongnya jabatan Khilafah.”

Dalam hal mengangkat Mu’awin, Khalifah mengangkat Mu’awin Tafwiḏ

dan Mu’awin Tanfidz. Khalifah dapat mengangkat seorang Mu’awin Tafwiḏ atau

lebih. Adapun wewenang Mu’awin Tafwiḏ adalah mengatur berbagai urusan

Page 57: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

48

berdasarkan pendapat dan ijtihadnya, serta bertanggung jawab terhadap jalannya

pemerintahan. Sedangkan Mu’awin Tanfidz merupakan pembantu kesekretariatan

dan bertugas dalam bidang administratif.

Mu’awin Tafwiḏ maupun Mu’awin Tanfidz, keduanya merupakan

lembaga yang menjadi pembantu Khalifah dalam pelaksanaan instruksi Khalifah.

Baik Mu’awin Tafwiḏ maupun Mu’awin Tanfidz keduanya berhubungan

langsung dengan Khalifah. Dalam rancangan konstitusi Hizbut Tahrir Mu’awin

Tafwiḏ dapat berjumlah lebih dari satu orang, namun hal serupa tidak dijelaskan

dalam aturan pengangkatan Mu’awin Tanfidz, aturan ini dapat dilihat dalam pasal

41:

“Pasal 41: Khalifah mengangkat seorang Mu’awin Tafwiḏ atau lebih. Ia

bertanggungjawab terhadap jalannya pemerintahan. Mu’awin Tafwiḏ diberi wewenang untuk mengatur berbagai urusan berdasarkan pendapat dan ijtihadnya.”

Selain itu Khalifah juga memiliki kewenangan untuk melegislasi hukum-

hukum syara’ sebagai Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang Negara yang

lainnya, hal ini tertera dalam rancangan Undang-Undang Dasar mereka:

“Pasal 3: Khalifah melegislasi hukum-hukum syara’ tertentu yang

dijadikan sebagai undang-undang dasar dan undang-undang negara. Undang-undang dasar dan undang-undang negara yang telah disahkan oleh khalifah menjadi hukum syara’ yang wajib dilaksanakan dan menjadi perundang-undangan resmi yang wajib ditaati oleh setiap individu rakyat, secara lahir maupun batin.”

Rancangan konstitusi Hizbut Tahrir juga mengatur masalah pembagian

kekuasaan secara vertikal, yakni hubungan dalam tingkatan pemerintahan.

Page 58: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

49

Seluruh daerah yang ada dalam kekuasaan Kekhalifahan dibagi dalam wilayah-

wilayah (provinsi-provinsi), setiap wilayah terbagi menjadi ‘imalat-‘imalat

(kabupaten-kabupaten). Rancangan konstitusi ini tidak menyebutkan

pemerintahan tingkat kota, yang dalam ketatanegaraan modern dijabat oleh

seorang walikota.

Setiap pejabat wilayah dan ‘imalat mempunyai gelar tersendiri. Untuk

pejabat wilayah disebu Wali atau Amir sedangkan untuk pejabat ‘imalat disebut

‘Amil atau Hakim. Masing-masing gelar itu disandang oleh pejabat daerah

masing-masing apabila sudah terjadi pengangkatan kepala daerah. Dan setiap

kepala daerah bertanggung jawab dalam memimpin daerahnya. Aturan ini

dijelaskan dalam pasal 82, “Seluruh daerah yang dikuasai oleh negara dibagi ke

dalam beberapa bagian. Setiap bagian dinamakan wilayah. Setiap wilayah terbagi

menjadi beberapa ‘imala. Yang memerintah wilayah disebut Wali atau Amir dan

yang memerintah ‘imalat disebut ‘Amil atau Hakim.”

Setiap kepala daerah semuanya diangkat Khalifah. Khalifah mempunyai

wewenang untuk mengangkat para Wali dan ‘Amil. Khalifah mengangkat Wali

untuk suatu wilayah, sedangkan Wali bisa mengangkat pejabat setingkat ‘Amil

apabila sudah mendapatkan mandat dari Khalifah. Dalam pengisian jabatan kepala

daerah, semuanya wewenang dari Khalifah.

Dalam ketatanegaraan yang dirancang Hizbut Tahrir orang “kafir” atau

non-muslim dan wanita tidak memiliki hak dalam jabatan tinggi eksekutif, hal ini

tertera dalam pasal 37 rancangan konstitusi yang disusun. Secara tegas disebutkan

dalam rancangan konstitusi tersebut bahwa seorang khalifah tidak boleh

mengangkat orang kafir atau perempuan sebagai Wali, yakni kedudukan

setingkat kepala daerah provinsi (Gubernur). Naskah asli pasal tersebut ialah

sebagai berikut:

Page 59: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

50

“Pasal 37: Khalifah memiliki hak mutlak untuk mengatur urusan-urusan

rakyat sesuai dengan pendapat dan ijtihadnya. Khalifah berhak melegislasi hal-hal mubah yang diperlukan untuk memudahkan pengaturan negara dan pengaturan urusan rakyat. Khalifah tidak boleh menyalahi hukum syara’ dengan alasan maslahat. Khalifah tidak boleh melarang sebuah keluarga untuk memiliki lebih dari seorang anak dengan alasan minimnya bahan makanan, misalnya, Khalifah tidak boleh menetapkan harga kepada rakyat dengan dalih mencegah eksploitasi. Khalifah tidak boleh mengangkat orang kafir atau seorang perempuan sebagai Wali dengan alasan (memudahkan) pengaturan urusan rakyat atau terdapat kemaslahatan, atau tindakan-tindakan lain yang bertentangan dengan hukum syara’. Khalifah tidak boleh mengharamkan sesuatu yang mubah atau membolehkan sesuatu yang haram.”

Pengisian jabatan baik itu pejabat Mu’awin maupun kepala daerah.

Semuanya hanya boleh diisi oleh laki-laki muslim. Perempuan tidak

diperbolehkan menduduki jabatan-jabatan tinggi eksekutif dalam negara. Hal

serupa juga berlaku untuk non-muslim. Perempuan dan non-muslim memang

secara tegas tidak boleh menduduki jabatan-jabatan tinggi tersebut sebagaimana

yang tertera dalam rancangan konstitusi Hizbut Tahrir.

Dalam lembaga ‘Amirul Jihad, yang memiliki wewenang dalam angkatan

bersenjata, pengisian jabatan dalam lembaga ini juga berdasarkan wewenang dari

Khalifah. Khalifah jugalah yang mengangkat komandan-komandan pasukan

militer. Adapun tugas dari lembaga ‘Amirul Jihad ini adalah semua hal yang

berhubungan dengan peperangan dan persiapannya. Aturan lembaga ‘Amirul

Jihad ini diatur dalam pasal 51:

Page 60: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

51

“Pasal 51: Direktorat peperangan menangani seluruh urusan yang

berkaitan dengan kekuatan bersenjata baik pasukan, polisi, persenjataan, peralatan, logistik, dan sebagainya. Juga semua akademi militer, semua misi militer dan segala hal yang menjadi tuntutan baik tsaqafah Islamiyah, maupun tsaqafah umum bagi pasukan. Dan semua hal yang berhubungan dengan peperangan dan penyiapannya. Direktorat ini disebut Amirul Jihad.”

Sementara itu untuk wilayah kekuasaan yudikatif, rancangan konstitusi

Hizbut Tahrir menyebutkan adanya lembaga Al-Qaḏa. Tugas dari lembaga Al-

Qaḏa ini adalah menyelesaikan perselisihan yang terjadi antara masyarakat atau

antara masyarakat dengan aparat pemerintah atau antara masyarakat dengan

Khalifah. Aturan mengenai hal ini termaktub dalam pasal 66:

“Pasal 66: Al-Qaḏa adalah pemberitahuan keputusan hukum yang bersifat

mengikat. Al-Qaḏa menyelesaikan perselisihan yang terjadi antara masyarakat, atau mencegah hal-hal yang dapat merugikan hak jama’ah, atau mengatasi perselisihan yang terjadi antara masyarakat, atau mencegah hal-hal yang dapat merugikan hak jama’ah, atau mengatasi perselisihan yang terjadi antara rakyat dengan aparat pemerintah; penguasa atau pegawainya; Khalifah atau lainnya.”

Pemegang jabatan lembaga Al-Qaḏa bernama Qaḏi Quḏat yang diangkat

langsung oleh Khalifah. Semua lembaga peradilan berada di bawah lembaga Al-

Qaḏa. Qaḏi Quḏat membawahi tiga golongan Qaḏi, yakni: Qaḏi, Al-Muhtasib dan

Qaḏi Maẕalim. Pemegang jabatan hakim dalam rancangan konstitusi Hizbut

Tahrir hanya boleh diisi oleh laki-laki muslim. Hal yang mengatur tentang hal

tersebut termaktub dalam pasal 67-68:

Page 61: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

52

“Pasal 67: Khalifah mengangkat Qaḏi Quḏat yang berasal dari kalangan

laki-laki, baligh, merdeka, muslim, berakal, adil dan faqih. Jika Khalifah memberinya wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan Qaḏi Maẕalim, maka Qaḏi Quḏat wajib seorang mujtahid. Qaḏi Quḏat memiliki wewenang mengangkat para Qaḏi, memberi peringatan dan memberhentikan mereka dari jabatannya, sesuai dengan peraturan administratif yang berlaku. Pegawai-pegawai peradilan terikat dengan kepala kantor peradilan, yang mengatur urusan administrasi untuk lembaga peradilan.”

“Pasal 68: Para Qaḏi terbagi dalam tiga golongan:

1. Qaḏi (biasa), yaitu Qaḏi yang berwenang menyelesaikan perselisihan antar masyarakat dalam urusan muamalat dan uqubat.

2. Al-Muhtasib, Qaḏi yang berwenang menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran yang merugikan hak-hak jama’ah/masyarakat.

3. Qaḏi Maẕalim, berwenang mengatasi perselisihan yang terjadi antara rakyat dengan negara.”

Meskipun wewenang Khalifah sangat dominan di dalam wilayah

kehakiman. Tetapi Khalifah juga dapat diberhentikan dari jabatannya juga oleh

lembaga kehakiman. Lembaga tersebut bernama Mahkamah Maẕalim. Lembaga

ini merupakan satu-satunya lembaga yang memiliki wewenang untuk melakukan

pengawasan terhadap Khalifah, dan apabila seorang Khalifah dianggap tidak

layak lagi menduduki jabatannya karena suatu hal yang berkaitan dengan diri

Khalifah itu sendiri. Lembaga Mahkamah Maẕalim ini pulalah yang bisa menegur

seorang Khalifah. Kewenangan tersebut tertuang di dalam pasal 40:

Page 62: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

53

“Pasal 40: Mahkamah Maẕalim adalah satu-satunya lembaga yang

menentukan ada dan tidaknya perubahan keadaan pada diri Khalifah yang menjadikannya tidak layak menjabat sebagai Khalifah. Mahkamah ini merupakan satu-satunya lembaga yang memiliki wewenang memberhentikan atau menegur Khalifah.”

Selain lembaga-lembaga yang dijelaskan di atas, masih ada lagi suatu

lembaga yang bernama Majelis Umat. Ketentuan yang mengatur tentang lembaga

ini ada di pasal 101. Lembaga Majelis Umat memiliki wewenang untuk

menyampaikan pendapat yang bisa dijadikan pertimbangan bagi Khalifah. Dalam

ketentuan rancangan konstitusi lembaga ini merupakan suatu lembaga perwakilan.

Lembaga ini juga merupakan satu-satunya lembaga yang boleh diisi oleh non-

muslim. Bunyi lengkap peraturan tersebu, ialah:

“Pasal 101: Majelis umat adalah orang-orang yang mewakili kaum

Muslim dalam menyampaikan pendapat, sebagai bahan pertimbangan bagi Khalifah. Orang non-Muslim dibolehkan menjadi anggota majelis umat untuk menyampaikan pengaduan tentang kedzaliman para penguasa atau penyimpangan dalam pelaksanaan hukum-hukum Islam.”

B. Konsep Lembaga Negara Islam Indonesia

Negara Islam Indonesia telah dipaparkan dalam BAB III, organisasi ini

merupakan gerakan untuk mendirikan Negara Islam di Indonesia. Gerakan ini

dipimpin oleh Kartosoewirjo yang menjabat sebagai Imam Negara. Konsep

lembaga negara menurut Negara Islam Indonesia termaktub di dalam Qanun Asasi

Negara Islam Indonesia. Qanun Asasi Negara Islam Indonesia setidaknya

mengatur enam lembaga negara, yaitu: Majelis Syuro, Dewan Syuro, Imam,

Dewan Fatwa, Dewan Imamah, dan Mahkamah Agung.

Page 63: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

54

Dalam Qanun Asasi ini lembaga tertinggi Negara dipegang oleh lembaga

Majelis Syuro. Perihal yang mengatur tentang Majelis Syuro ini diatur dalam

BAB I pasal 3, pasal 4, pasal 5 dan pasal 34. Majelis Syuro mempunyai

wewenang yang besar dalam membuat hukum. Lembaga ini pulalah yang

memiliki wewenang untuk mengubah Qanun Asasi, memilih Imam negara, dan

membuat garis-garis besar haluan negara.

Lembaga Majelis Syuro diisi oleh wakil-wakil rakyat dan juga utusan

golongan. Anggota-anggota pengisi jabatan Majelis Syuro inilah yang nantinya

melakukan sidang-sidang. Majelis Syuro bersidang paling sedikit sekali dalam

setahun. Keputusan dalam Majelis Syuro diambil dengan suara terbanyak. Sidang

dianggap sah jika memenuhi quorum 2/3 dari jumlah anggota yang hadir. Jika

kurang dari itu harus diadakan sidang berikutnya dalam tempo empat belas hari.

Bila tidak memenuhi quorum juga, maka harus diadakan sidang berikutnya dalam

tempo empat belas hari. Bila sidang yang ketiga kalinya juga tidak memenuhi

quorum, maka sidang dianggap sah. Sidang untuk mengubah Qanun Asasi harus

dihadiri oleh 2/3 dari jumlah anggota dan keputusan harus diambil dengan

sekurang-kurangnya setengah dari jumlah anggota yang hadir.

Jika terjadi keadaan memaksa, hak Majelis Syuro dapat beralih kepada

Imam dan Dewan Imamah. Qanun Asasi tidak menyebutkan perihal keadaan

memaksa tersebut. Qanun Asasi hanya menyebutkan “Jika keadaan memaksa…”

hal ini diatur dalam pasal 3 ayat 2.

Majelis Syuro mempunyai badan pekerja yang bernama Dewan Syuro.

Peraturan tentang Dewan Syuro tertera dalam BAB III pasal 6 Qanun Asasi.

Dewan Syuro ini memiliki tugas: menyelesaikan segala keputusan Majelis Syuro;

dan melakukan segala sesuatu sebagai Wakil Majelis Syuro menghadapi

pemerintah, selainnya yang berkenaan dengan prinsip. Dewan Syuro bersidang

sedikitnya sekali dalam tiga bulan. Setiap undang-undang menghendaki

persetujuan Dewan Syuro. Jika undang-undang tersebut tidak mendapatkan

persetujuan Dewan Syuro, undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam

siding Dewan Syuro masa itu. Adapun aturan mengenai pengisian jabatan Dewan

Syuro tidak diatur dalam Qanun Asasi. Qanun Asasi dalam pasal 6 ayat 1 hanya

Page 64: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

55

menyebutkan, “Susunan Dewan Syuro ditetapkan dengan undang-undang.”

Anggota Dewan Syuro sebagaimana termaktub dalam pasal 8 ayat 1 mempunyai

hak mengajukan rancangan undang-undang. Jika rancangan undang-undang

tersebut disetujui oleh Dewan Syuro namun tidak disahkan oleh Imam, rancangan

undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam sidang Dewan Syuro masa itu.

Secara kelembagaan di dalam Qanun Asasi, Majelis Syuro dan Dewan

Syuro merupakan lembaga legislatif. Lembaga tersebut secara tegas juga

dinyatakan oleh Qanun Asasi sebagai lembaga perwakilan yang diisi oleh wakil

rakyat dan juga utusan-utusan golongan.

Sementara itu untuk cabang kekuasaan eksekutif dipegang oleh Imam,

sebagaimana diatur oleh Qanun Asasi BAB IV pasal 9, pasal 10, pasal 11, pasal

12, pasal 13, pasal 15, pasal 16, pasal 17, pasal 18, pasal 19 dan pasal 20. Seorang

Imam harus orang Indonesia asli dan beragam Islam yang taat (pasal 12 ayat 1).

Seorang Imam dipilih Majelis Syuro dengan suara paling sedikit 2/3 daripada

seluruh anggota. Jika hingga dua kali berturut-turut dilakukan pemilihan, dengan

tidak mencukupi ketentuan suara paling sedikit 2/3 dari seluruh anggota, maka

keputusan diambil menurut suara yang terbanyak dalam pemilihan yang

ketiganya.

Imam memiliki beberapa wewenang yang dituliskan di dalam Qanun

Asasi, seperti: memegang kekuasaan tertinggi atas seluruh angkatan perang;

menyatakan keadaan bahaya; mengangkat duta dan konsul; menerima duta negara

lain; memberi amnesti, abolisi, grasi dan rehabilitasi; memberi gelar, tanda jasa,

tanda kehormatan, dan lain-lainnya. Imam juga mempunyai wewenang yang

beririsan dengan wewenang lembaga legislatif seperti: menetapkan peraturan

pemerintah sebagai pengganti undang-undang (dalam ikhwal kegentingan yang

memaksa); membentuk undang-undang dengan persetujuan Majelis Syuro;

menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang; serta

dengan persetujuan Majelis Syuro menyatakan perang, membuat

perjanjian/perdamaian dengan negara lain.

Negara Islam Indonesia juga mengatur tentang suatu lembaga yang

memiliki fungsi sebagai lembaga yang memberikan masukan kepada Imam untuk

Page 65: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

56

dijadikan pertimbangan oleh Imam sebelum mengambil suatu keputusan.

Lembaga tersebut bernama Dewan Fatwa. Dewan Fatwa terdiri dari seorang Mufti

besar dan beberapa mufti yang lain. Pengangkatan dan pemberhentian anggota-

anggota Dewan Fatwa dilakukan oleh Imam. Dewan ini berkewajiban

memberikan jawaban atas pertanyaan Imam dan berhak mengajukan usul kepada

pemerintah.

Selain itu, ada suatu lembaga kabinet yang berada di bawah Imam,

lembaga ini bernama Dewan Imamah yang diatur dalam BAB VI Qanun Asasi

pasal 22. Imam menetapkan peraturan pemerintah setelah berunding dengan

Dewan Imamah ini. Dewan Imamah ini terdiri dari Imam dan kepala-kepala

majelis. Anggota-anggota Dewan Imamah diangkat dan diberhentikan oleh Imam.

Lembaga Dewan Imamah ini bertanggung jawab kepada Imam dan Majelis Syuro.

Jika terjadi sesuatu hal yang menyebabkan Imam berhalangan melakukan

kewajiban-kewajibannya, Imam akan menunjuk dari salah seorang Dewan

Imamah untuk dijadikan sebagai wakil sementara. Namun dalam keadaan-keadaan

yang amat memaksa, Dewan Imamah harus selekas mungkin bersidang untuk

memutuskan siapa wakil Imam sementara.

Dalam hal kekuasaan yudikatif, Qanun Asasi mengaturnya dalam pasal 25

dan pasal 26, lembaga tersebut adalah Mahkamah Agung. Mengenai fungsi, tugas,

maupun pengisian jabatan lembaga Mahkamah Agung ini tidak disebutkan secara

jelas di dalam Qanun Asasi. Qanun Asasi hanya menyebutkan, “fungsi kehakiman

dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan-badan hakim lainnya

menurut undang-undang.” Kalimat tersebut dapat dijumpai dalam pasal 25 ayat 1.

Begitu juga dengan susunan dan kekuasaan badan kehakiman diatur dengan

undang-undang (pasal 25 ayat 2). Serta di dalam pasal 26 juga hanya

mencantumkan, “Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhatikan sebagai

hakim diatur dengan undang-undang.”

Namun karena pemerintahan Negara Islam Indonesia menyatakan dirinya

berada dalam keadaan perang. Maka tidak ada undang-undang yang dilahirkan

untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai tugas-tugas lembaga Negara secara

Page 66: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

57

detail. Oleh karena itu, tidak ada aturan yang jelas juga untuk memaparkan secara

lebih rinci tentang lembaga kehakiman.

C. Analisis Perbandingan Konsep Lembaga Negara Antara Hizbut

Tahrir Dengan Lembaga Negara Islam Indonesia

1. Fungsi dan Kedudukan

Dari analisa di atas akan didapati beberapa perbedaan mengenai konsep

lembaga negara yang diatur di dalam rancangan undang-undang Hizbut Tahrir dan

Qanun Asasi Negara Islam Indonesia semisal membahas tentang instansi tertinggi,

pemegang kekuasaan eksekutif dan mengenai lembaga peradilan. Juga ada

beberapa hal yang belum diatur dengan jelas mengenai sirkulasi elit3 dan

kekuasaan legislatif.

Sebelum melangkah ke pembahasan lebih jauh. Di bawah ini akan

ditampilkan struktur lembaga negara, yaitu sebagai berikut:

1) Susunan lembaga negara Hizbut Tahrir:

a. Khalifah;

b. Mu’awin Tafwiḏ;

c. Mu’awin Tanfidz;

d. Amirul Jihad;

e. Al-Wulat;

f. Al-Qaḏa;

g. Keamanan dalam Negeri;

h. Majelis Umat.

2) Susunan lembaga negara NII:

a. Majelis Syuro;

b. Dewan Syuro;

c. Imam;

3 Robitul Firdaus, “Pemisahan Kekuasaan dan Organisasi Negara Dalam Sistem Pemerintahan Islam: Studi Komparatif terhadap Dustur al-Islamiy Hizbut Tahrir dan Qanun Asasi NII” (Yogyakarta: Tesis UIN Sunan Kalijaga, 2010), h. 222

Page 67: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

58

d. Dewan Fatwa;

e. Dewan Imamah;

f. Mahkamah Agung.

Dalam NII instansi tertinggi negara ditempati oleh Majelis Syuro, hanya

dalam keadaan genting hak tersebut dialihkan kepada Imam dan Dewan Imamah.4

Bila sudah beralih ke tangan Imam maka kekuasaan kemudian terpusat di tangan

Imam yang harus orang Indonesia asli dan beragama Islam. Secara jelas

pemerintahan yang hendak diusung oleh NII adalah sistem pemerintahan

parlementer dan bisa juga seperti yang diterapkan pada masa orde baru di

Indonesia dengan meletakkan posisi parlemen pada kekuasaan tertinggi. Hasil

analisis ini mengacu dengan adanya Dewan Imamah yang dalam sistem

parlementer ialah Dewan Kabinet. Di dalam Qanun Asasi NII pada pasal 22 ayat 4

jelas menerangkan bahwa Dewan Imamah bertanggung jawab kepada Imam dan

Majelis Syuro.

Menurut Holk H. Dengel konstitusi yang dirancang oleh Negara Islam

Indonesia sangat mirip dengan Undang-Undang Dasar 1945.5 Dari pandangan

Holk H. Dengel ini dapat diambil suatu gambaran ketika Republik Indonesia

menggunakan UUD 1945 sebelum amandemen meletakkan kekuasaan tertinggi di

tangan Majlis Permusyawaratan Rakyat. Bagian lain yang juga menurut Holk H.

Dengel juga sama dengan yang diatur dengan Undang-Undang Dasar 1945

dengan melihat fungsi Dewan Fatwa yang mirip dengan Dewan Pertimbangan

Agung (DPA) di UUD 1945, dengan komposisi Dewan Fatwa yang terdiri dari

seorang Mufti Besar dan beberapa Mufti yang lain sebanyak 7 orang.6

Pengangkatan dan pemberhentian anggota-anggota itu dilakukan oleh Imam.

Sebagaimana yang diatur oleh “Qanun Asasi” Dewan Fatwa berkewajiban

memberikan jawaban atas pertanyaan Imam dan berhak mengajukan usul kepada

4 Holk H. Dengel, Darul—Islam: Kartosoewirjo Kampf um einen islamischen Staat Indonesien. Penerjemah Tim Pustaka Sinar Harapan, Darul Islam-NII dan Kartosoewirjo Langkah Perwujudan Angan-Angan Yang Gagal, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), h. 112

5 Ibid., h. 112-113

6 Ibid.

Page 68: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

59

pemerintah (Pasal 21 Qanun Asasi). Selain itu, Dewan Syuro juga memiliki fungsi

yang hampir mirip dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

Meskipun dalam kebanyakan peraturan memiliki banyak kemiripan

dengan Undang-Undang Dasar 1945, namun ada sedikit perbedaan terlihat pada

aturan mengenai pengangkatan wakil Imam sementara jika Imam berhalangan

melaksanakan kewajibannya. Dalam Qanun Asasi, menjelaskan mesti adanya

sidang di Dewan Imamah jika amat memaksa untuk mengangkat wakil Imam

sementara (Pasal 13 ayat 3).

Hanya saja dari sekian banyak pengaturan mengenai hak dan wewenang

lembaga-lembaga negara, tidak ada satupun peraturan yang mengatur sirkulasi

elit. Yakni pengaturan mengenai batas masa jabatan dalam suatu lembaga negara

ataupun cara-cara mengisi suatu jabatan dalam suatu lembaga negara. Peraturan

yang ada hanyalah mengenai susunan Majelis Syuro dan Mahkamah Agung yang

di dalam peraturan itu dinyatakan diatur dengan undang-undang. Juga mengatur

masalah susunan Dewan Fatwa dan Dewan Imamah yang anggotanya diangkat

dan diberhentikan oleh Imam. Namun tidak ada satupun aturan yang mengatur

masa jabatan.

Aspek lain yang juga perlu dicermati adalah pemilihan gelar untuk seorang

seorang kepala negara. Dalam hal ini Negara Islam Indonesia berbeda dengan

Hizbut Tahrir yang menggunakan gelar Khalifah. Negara Islam Indonesia

menggunakan gelar Imam untuk kepala negara. Padahal gelar Imam lebih

dominan penggunaannya di kalangan Syi’ah. Sementara di kalangan Sunni lebih

banyak digunakan istilah Khalifah.7

Namun secara praktis lembaga-lembaga negara NII nyaris tidak pernah

berfungsi karena negara itu menyatakan darurat perang sehingga semua peraturan

Negara Islam Indonesia dikeluarkan oleh Komandemen Tertinggi dalam bentuk

maklumat yang ditandatangani oleh Imam dan kemudian dibagikan.8

7 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah Doktrin dan Pemikiran Politik Islam, h. 234

8 Holk H. Dengel, Darul—Islam: Kartosoewirjo Kampf um einen islamischen Staat Indonesien. h. 113-114

Page 69: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

60

Berhubung tidak ada Parlemen, semua peraturan Negara Islam Indonesia dikeluarkan oleh Komandemen

Tertinggi, yaitu Dewan Imamah yang dulu, dalam bentuk Maklumat yang ditandatangani oleh Imam dan kemudian

dibagi-bagikan. Menurut keterangan Kartosoewirjo, Komandemen Tertinggi setelah proklamasi NII pada bulan

Agustus 1949, terdiri dari anggota-anggota sebagai berikut:

Imam dan Panglima Tertinggi-S. M. Kartosoewirjo

Wakil Imam dan Komandan Divisi-Kamran

Madjelis Keuangan-Oedin Kartasasmita, setelah meninggal diganti oleh Soelaiman Purnama

Madjelis Penerangan-Toha Arsjad, setelah meninggal tahun 1952/1953 tidak ada gantinya.

Madjelis Pertahanan-R. Oni setelah meninggal tahun 1952/1953 tidak ada gantinya.

Madjelis Kehakiman –Gozali Tusi, setelah tertawan tidak ada gantinya.

Madjelis Luar Negeri-Sanusi Partawidjaja, setelah dihukum mati, tugas ini diambil alih oleh Kartosoewirjo.

Madjelis Dalam Negeri-Dirangkap oleh Sanusi Partawidjaja, setelah dihukum mati diambil alih oleh

Kartosoewirjo.

Oleh karena itu lembaga negara seperti Dewan Fatwa dan Majelis Syuro

tidak pernah berfungsi, karena selama masa Negara Islam Indonesia memegang

pimpinan politik, begitu juga pimpinan militer, tak mempunyai seorang penasihat

pun atau membolehkan adanya penasihat.9 Bahkan Kartosoewirjo memerintahkan

supaya, “Ahli politik harus dipermiliterkan. Sebaliknya ahli militer harus

diperpolitikkan.”10 Karena keadaan kala itu tidak memungkinkan untuk

berjalannya suatu pemerintahan yang ideal sebab berada dalam keadaan perang.

Karenanya dalam Qanun Asasi dijelaskan cara berputarnya roda pemerintahan

selama masa perang. Cara Berputarnya Roda Pemerintahan:

1. Pada umumnya roda pemerintahan NII berjalan menurut dasar yang ditetapkan Qanun Asasi dan sesuai

dengan Pasal 3 Qanun Asasi tadi, sementara belum ada parlemen (Majlis Syuro), segala Undang-Undang

dalam bentuk maklumat-maklumat yang ditandatangani oleh Imam.

2. Berdasarkan maklumat-maklumat Imam tadi, Majlis-majlis (kementerian-kementerian) menurut pembagian

tugas kewajiban masing-masing, membuat peraturan atau penjelasan untuk memudahkan pelaksanaannya.

3. Juga dasar politik Pemerintah NII ditentukan oleh Dewan Imamah

4. Anggota-anggota dewan imamah pada waktu pembentukannya ialah:

9 Ibid., h. 113

10 Ibid., h. 113-114

Page 70: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

61

S.M. Kartosoewirjo selaku Imam merangkap kepala Majlis Pertahanan

Sanoesi Partawidjaja selaku Kepala Majlis Dalam Negeri dan Keuangan

K.H. Gozali Thusi selaku Kepala Majlis Kehakiman

Thoha Arsyad selaku Kepala Majlis Penerangan

Kamran selaku anggota

R. Oni selaku Anggota

Lain halnya dengan Hizbut Tahrir yang sangat lengkap menjelaskan

wewenang dan fungsi dari lembaga-lembaga negara yang diatur. Wewenang yang

lebih besar diletakkan di tangan kepala negara yakni kekuasaan tertinggi berada di

tangan Khalifah. Khalifah bahkan juga memiliki wewenang yang sangat besar

dalam melegislasi undang-undang. Sedangkan fungsi dari lembaga Majelis Umat

yang oleh Robitul Firdaus menyatakan sebagai lembaga yang memegang

kekuasaan legislatif. Namun pada peraturannya Majelis Umat hanya

menyampaikan pengaduan tentang kedzaliman para penguasa atau penyimpangan

dalam pelaksanaan hukum.

Adapun fungsi Majelis Umat dalam hal legislasi dapat dilihat dalam

“Daulah Islam” yang diterjemahkan oleh Hizbut Tahrir Indonesia, yang di

dalamnya memuat kewenangan Majelis Umat yang di antaranya, “Khalifah boleh

menyampaikan hukum dan perundang-undangan yang ingin dilegislasi kepada

Majelis Umat”.11 Selain itu juga dimuat mengenai aturan jika Khalifah dan

Majelis Umat berselisih dalam hal legislasi, penyelesaiannya diserahkan kepada

Mahkamah Maẕalim. Ini menunjukkan fungsi Majelis Umat yang mirip dengan

fungsi parlemen atau DPR (Indonesia) saat ini. Juga mirip dengan mekanisme

penyelesaian ke Mahkamah Konstitusi terkait undang-undang yang berselisih

paham antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat.

Secara konsep ketatanegaraan, kedua organisasi di atas, yakni, Hizbut

Tahrir dan Negara Islam Indonesia, terlihat adanya usaha untuk menyesuaikan diri

dengan konsep ketatanegaraan yang berlaku di berbagai negara saat ini. Tidak

11 Taqiyuddin al-Nabhani, Al-Daulah Al-Islamiyah, h. 321

Page 71: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

62

nampak adanya suatu ciri khas tertentu yang ditampilkan dalam konsep

ketatanegaraan yang diajukan. Yang menjadi ciri khas untuk membedakannya

hanyalah pada nama-nama lembaga negaranya. Baik Hizbut Tahrir maupun

Negara Islam Indonesia memberikan nama-nama yang berbeda untuk setiap

lembaga negaranya.

2. Pembagian Kekuasaan

Dari paparan di atas mengenai konsep lembaga negara baik itu dari Hizbut

Tahrir maupun dari Negara Islam Indonesia dapatlah kiranya dipetakan mengenai

susunan lembaga-lembaga negara utama, yakni lembaga negara yang memegang

cabang kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif, yang sudah dirancang oleh

kedua organisasi tersebut.

Setelah ditelaah mengenai konsep lembaga negara berdasarkan undang-

undang yang dirancang baik oleh Hizbut Tahrir maupun Qanun Asasi Negara

Islam Indonesia akan didapati beberapa hal yang berbeda. Namun secara umum,

keduanya mengusung konsep ketatanegaraan modern dengan model adanya

pembagian kekuasaan negara ke dalam lembaga-lembaga negara untuk kekuasaan

eksekutif, legislatif dan yudikatif.12 Hal demikian bisa dilihat misalnya Negara

Islam Indonesia meletakkan kekuasaan eksekutif pada Imam, kekuasaan legislatif

dipegang oleh Majelis Syuro dan kekuasaan yudikatif dipegang oleh Mahkamah

Agung, sedangkan Hizbut Tahrir meletakkan peran Khalifah untuk kekuasaan

eksekutif, Majelis Umat memegang kekuasaan legislatif dan Qaḏa memegang

kekuasaan yudikatif.

Aspek lain yang juga perlu dicermati adalah tiadanya sirkulasi pengisian

jabatan. Baik Hizbut Tahrir maupun NII tidak mencantumkan masa jabatan di

dalam undang-undang dasarnya. Sehingga tidak dijumpai batasan masa jabatan

seorang pejabat eksekutif, legislatif dan yudikatif. Ini memungkinkan suatu

jabatan bisa diduduki seumur hidup. Atau baru bisa diberhentikan apabila

12 Robitul Firdaus, “Pemisahan Kekuasaan dan Organisasi Negara Dalam Sistem Pemerintahan Islam: Studi Komparatif terhadap Dustur al-Islamiy Hizbut Tahrir dan Qanun Asasi NII,” h. 221

Page 72: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

63

melakukan penyimpangan yang dianggap sangat parah oleh peraturan perundang-

undangan.

Di sisi yang lain juga tidak didapati kejelasan mengenai proses pengisian

jabatan dalam lembaga legislatif. Tidak dibahas mengenai apakah seseorang yang

hendak memasuki kursi legislatif melalui suatu partai atau melalui utusan

golongan. Ketiadaan aturan mengenai mekanisme pemilihan umum, membuat

pengisian jabatan legislatif bisa dilakukan dengan berbagai cara, atau bahkan

semuanya ditentukan oleh seorang kepala negara. Sebab multitafsirnya mengenai

mekanisme pengisian kursi legislatif. Baik di Negara Islam Indonesia maupun

Hizbut Tahrir hal ini tidak diatur. Hanya saja dalam “Qanun Asasi” NII sedikit

disinggung mengenai utusan golongan yang juga mengisi jabatan di Majelis

Syuro.

Dalam konsep lembaga negara yang diusungnya, Hizbut Tahrir hendak

menekankan bahwa adanya checks and balance antar lembaga negara. Meskipun

wewenang yang sangat besar berada di tangan Khalifah, namun itu bisa

diseimbangkan dengan adanya sebuah lembaga yudikatif yang bernama

Mahkamah Maẕalim. Lembaga yudikatif ini bahkan memiliki wewenang yang

amat strategis, yakni mampu memberhentikan Khalifah.

Hizbut Tahrir secara tidak langsung ingin menyatakan bahwa negara yang

diusungnya nanti adalah negara yang berdasarkan hukum. Sehingga mereka

hendak menyatakan bahwa hukum Islam berada di atas semua lembaga negara.

Namun pada pernyataan aturannya, Khalifah memiliki wewenang yang sangat

besar di bidang legislatif dan yudikatif. Di bidang legislatif, Khalifahlah yang

memiliki wewenang besar dalam melegislasi hukum-hukum dan di bidang

Yudikatif justru Khalifah juga yang memiliki wewenang penuh dalam

mengangkat seorang Qaḏi Quḏat yang membawahi hakim-hakim yang berada di

bawahnya termasuk hakim Maẕalim. Sedikit keanehan sebuah lembaga yang

dibawahi lagi oleh lembaga lain mampu memberhentikan kekuasaan jabatan yang

ada di lembaga di atasnya, yakni hakim Maẕalim bisa memberhentikan seorang

Khalifah yang apabila dilihat secara struktur berada di atasnya. Sebagaimana yang

diketahui dalam konteks ketatanegaraan modern, sebuah jabatan dalam suatu

Page 73: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

64

lembaga negara hanya bisa diberhentikan oleh pejabat yang lembaganya berada

pada posisi setara atau berada di atasnya.

Secara ideal suatu lembaga peradilan hendaknya diberikan kekuasaan yang

besar untuk memutuskan suatu perkara, termasuk di dalam diri Khalifah itu

sendiri. Karena memang sejarah dalam ketatanegaraan Islam, Khalifah tidak lepas

juga dari jeratan hukum. Ini juga yang dijelaskan oleh Inu Kencana dengan

mengutip pendapat Imam Abu Hanifah dan kisah Umar bin Khattab, berikut ini:

“Tentang soal lembaga peradilan (yudikatif) dan kekuasaannya, Imam

Abu Hanifah berpendapat bahwa demi melaksanakan keadilan dengan seksama,

maka lembaga peradilan, tidak saja harus memiliki kebebasan dari segala tekanan

dan ikut campur kekuasaan eksekutif saja, tetapi juga harus diberikan kekuasaan

bagi hakim untuk menjatuhkan putusannya atas diri khalifah sendiri, bilamana ia

melanggar sesuatu di antara hak-hak rakyat. Ini sering kita lihat pada masa

pemerintahan Khulafa al Rasyidun, bagaimana Umar bin Khattab ra. Dituntut oleh

seorang pedagang kuda”.13

Lembaga peradilan setidaknya ditempatkan pada posisi yang sejajar

dengan lambaga negara yang lain. Selain itu, wewenang Khalifah hendaknya

dibatasi sehingga proses check and balance bisa terlaksana. Bila salah satu

lembaga negara memiliki wewenang yang amat besar, terutama melingkupi

wewenang di bidang legislatif dan yudikatif, justru akan membuat mekanisme

check and balance tidak berjalan dengan sempurna. Wewenang yang terlalu luas

yang diberikan oleh undang-undang kepada lembaga eksekutif dikhawatirkan

akan membuat suatu lembaga bertindak sewenang-wenang terhadap lembaga

negara yang lainnya. Ini akan meniadakan mekanisme check and balance.

13 Inu Kencana Syafi’ie, Ilmu Pemerintahan dan Al-Qur’an, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 134

Page 74: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

BAB V

P E N U T U P

A. Kesimpulan

Berdasarkan rumusan masalah dan pembahasan yang telah dipaparkan,

maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Susunan lembaga negara Hizbut Tahrir adalah sebagai berikut:

Khalifah, Mu’awin Tafwiḏ, Mu’awin Tanfidz, Amirul Jihad, Al-

Wulat, Al-Qaḏa, Keamanan dalam Negeri dan Majelis Umat.

Sedangkan susunan lembaga Negara Islam Indonesia adalah sebagai

berikut: Majelis Syuro, Dewan Syuro, Imam, Dewan Fatwa, Dewan

Imamah dan Mahkamah Agung.

2. Hasil analisis perbandingan atas lembaga negara menurut Hizbut

Tahrir dan Negara Islam Indonesia menunjukkan, secara umum,

keduanya sama-sama mengusung konsep ketatanegaraan modern

dengan model adanya pembagian kekuasaan negara ke dalam lembaga-

lembaga negara untuk kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Menurut Hizbut Tahrir: Khalifah (eksekutif), Majelis Umat (legislatif)

dan Al-Qaḏa (yudikatif). Sedangkan menurut Negara Islam Indonesia:

Imam (eksekutif), Majelis Syuro (legislatif) dan Mahkamah Agung

(yudikatif). Sementara itu, perbedaan antara keduanya ketika

membahas tentang lembaga tertinggi negara, menurut Hizbut Tahrir

lembaga tertinggi negara adalah Khalifah, sedangkan menurut Negara

Islam Indonesia lembaga tertinggi negara adalah Majelis Syuro.

B. Saran

Menurut pembahasan yang sudah dilakukan, penulis bisa memberikan

beberapa saran sebagai berikut:

65

Page 75: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

66

1. Kepada pemerintah diharapkan agar melakukan kajian mengenai

lembaga negara Islam, terutama untuk mengcounter gerakan-gerakan

yang mengusung berdirinya negara Islam atau Khilafah dengan cara-

cara yang bertentangan dengan kemanusiaan. Selain itu, kajian itu juga

dapat dijadikan sebagai solusi yang bisa membantu dalam menangani

masalah-masalah yang berhubungan dengan kelembagaan negara.

2. Kepada kampus-kampus untuk memperbanyak literatur-literatur yang

membahas konsep lembaga negara Islam, terutama untuk kampus

Universitas Islam Negeri (UIN).

3. Kepada para mahasiswa yang hendak melakukan penelitian, agar bisa

meneliti tentang kelembagaan negara Islam untuk memperkaya

literatur mengenai lembaga negara Islam.

4. Pembaca atau yang ingin meneliti mengenai konsep negara Islam

terutama tentang lembaga negara Islam yang dirancang oleh

organisasi-organisasi keislaman yang hendak mengusung negara Islam

atau negara Khilafah agar melakukan penelitian yang lebih mendalam

lagi.

Page 76: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Masykuri. Islam dan Dinamika Sosial Politik di Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2011

Ahmadi, Fahmi Muhammad dan Jaenal Arifin, Metode Penelitian Hukum, Ciputat: Lembaga Penelitian Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010

Al-Anshori, Zakaria. “Kampanye Konsep Kenegaraan Hizbut Tahrir Indonesia.” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010

Al-Chaidar, Pengantar Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam Indonesia S.M. Kartosoewirjo, Jakarta: Darul Falah, 1999

Almujahid, A. Thoha Husein dan A. Atho’illah Fathoni Alkhalil. Kamus Akbar Bahasa Arab: Indonesia-Arab. Depok: Gema Insani, 2013

Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Rajawali Pers, 2013

Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2015.

Cresswell, John W. Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. Penerjemah Achmad Fawaid. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010

Daryono, Setyabudi. “Konsep Struktur Khilafah Menurut Taqiyuddin Al-Nabhani.” Tesis S2 Program Pasca Sarjana. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. 2011

Dengel, Holk H. Darul—Islam: Kartosuwirjo Kampf um einen islamischen Staat Indonesien. Penerjemah Tim Pustaka Sinar Harapan. Darul Islam-NII dan Kartosuwirjo Langkah Perwujudan Angan-Angan Yang Gagal. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995

Djazuli, H. A. Fiqh Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-rambu Syariah, Jakarta: Kencana, 2013, Cet 5.

Eddyono, Luthfi Widagdo. “Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi”, Jurnal Konstitusi, Vol. 7, 3, (2010), h., 1-47

67

Page 77: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

68

Ernawati. “Analisis Wacana Konferensi Khilafah Internasional 2007 dalam Majalah Al-Wa’ie No. 85, Tahun VII, 1-30 September 2007.” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010

Fahri, Ahmad. “Darul Islam Aceh: 1953-1962: Telaah Terhadap Akar Masalah Pemberontakan.” Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005

Firdaus, Robitul. “Pemisahan Kekuasaan dan Organisasi Negara Dalam Sistem Pemerintahan Islam: Studi Komparatif terhadap Dustur al-Islamiy Hizbut Tahrir dan Qanun Asasi NII.” Tesis S2 Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010

Gaffar, Janedjri M. “Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Perubahan UUD 1945, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.” Makalah disampaikan pada acara Diklat Kepemimpinan Tk. II Angkatan XXII Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, Jakarta, 22 April Indonesia

Kartosoewirjo, S.M. Haluan Politik Islam. Bandung: Sega Arsy, 2015

Lubis, Erni Sari Dwi Devi dan Ma’arif Jamuin, “Infiltrasi Pemikiran dan Gerakan HTI di Indonesia” Suhuf, Vol. 27, 2 (2015), h., 158-168

Marijan, Kacung. Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca Orde Baru, Jakarta: Kencana, 2011

Maududi, Abul A’la Al. al-Khilafah Wal Mulk. Penerjemah Muhammad al-Baqir. Khilafah Dan Kerajaan. Bandung: Penerbit Karisma, 2007

Mawardi, Al. Al-Ahkam Al-Sulthaniyah, Penerjemah Khalifurrahman Fath dan Fathurrahman, Ahkam Sulthaniyah: Sistem Pemerintahan Khilafah Islam, Jakarta: Qisthi Press, 2015)

Mulkhan, Abdul Munir dan Bilveer Singh. Demokrasi di Bawah Bayangan Mimpi N-11: Dilema Politik Islam dalam Peradaban Modern. Jakarta: Kompas, 2011

Mulhendri, “Perbandingan Sistem Khilafah Antara Taqiyuddin An-Nabhani dan Abu A’la Al-Maududi.” Skripsi S1 Fakultas Adab dan Seni Budaya. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009

Mu’min, Ma’mun. “Pemikiran Hukum Tata Negara Fazlur Rahman.” Yudisia, Vol. 5, 2, (2014), h., 236-257

Nabhani, Taqiyuddin Al. At-Takatul al-Hizbiy, Penerjemah Zakaria dkk, Pembentukan Partai Politik Islam, Jakarta: Hizbut Tahrir Indonesia, 2013, Cet. 6.

Page 78: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

69

--------------. Mafahim Hizbut Tahrir, Penerjemah Abdullah, Mafahim Hizbut Tahrir, Jakarta: Hizbut Tahrir Indonesia, 2007, Cet 3.

--------------. Nizham al-Islam, Penerjemah Abu Amin dkk, Peraturan Hidup Dalam Islam, Jakarta: Hizbut Tahrir Indonesia, 2006

--------------. Ad-Daulah Al-Islamiyah. Penerjemah Umar Faruq dkk. Daulah Islam. Jakarta: HTI-Press, 2009, Cet 4.

Nashir, Haedar. Islam Syariat: Reproduksi Salafiyah Ideologis di Indonesia. Bandung: Penerbit Mizan, 2013

Nurtjahyo, Hendra. “Lembaga, Badan, dan Komisi Negara Independen (State Auxiliary Agencies) di Indonesia: Tinjauan Hukum Tata Negara”, Jurnal Hukum dan Pembangunan, Vol. 35, 3, (2005), h., 275-287

Rafiuddin, Mohamad “Mengenal Hizbut Tahrir: Studi Analisis Ideologi Hizbut Tahrir vis a vis NU”, Islamuna, Vol. 2, 1 (2015), h., 29-55

Ridwan, Juniarso dan Achmad Sodik, Tokoh-tokoh Ahli Pikir Negara dan Hukum dari Zaman Yunani Kuno sampai Abad 20, Bandung: Penerbit Nuansa, 2010

Rohman, Abdul. “Pandangan Nahdhatul Ulama terhadap Wawasan Kebangsaan dan Khilafah Islamiyyah.” Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008

Ruslan, dkk. Mengapa Mereka Memberontak? Dedengkot Negara Islam Indonesia. Yogyakarta: Bio Pustaka, 2008

Santoso, M.H. Budi. Darul Islam Pemberontakan di Jawa Barat. Bandung: PT. Dunia Pustaka Jaya, 2013

Satibi, Iwan. “Perbandingan Sikap Antara Kelompok Hizbut Tahrir Indonesia dengan Kelompok Jaringan Islam Liberal Terhadap Penerapan Syariat Islam di Indonesia.” Skripsi S1 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004

Shobron, Sudarno. “Model Dakwah Hizbut Tahrir Indonesia”, Profetika, Jurnal Studi Islam, Vol. 15, 1 (2014), h., 44-62

Sjadzali, Munawir. Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2011

Solahudin. NII sampai JI Salafy Jihadisme Indonesia. Jakarta: Komunitas Bambu, 2011

Syafi’ie, Inu Kencana. Ilmu Pemerintahan dan Al-Qur’an. Jakarta: Bumi Aksara, 1995

Page 79: KONSEP LEMBAGA NEGARA ISLAM (STUDI KOMPARATIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42969/1/ANGGA...lembaga negara yang dirancang oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam

70

Syarif, Mujar Ibnu dan Khamami Zada. Fiqh Siyasah Doktrin dan Pemikiran Politik Islam. Jakarta: Erlangga, 2008

Topan, Muhammad. “Kekuasaan Menurut Taqiyuddin An-Nabhani dalam Tinjauan Etika Politik”, Jurnal Filsafat, Vol. 23, 2 (2013), h., 147-157

van Dijk, Cornelis. Rebellion Under the Banner of Islam: The Darul Islam in Indonesia. Penerjemah Pustaka Utama Grafiti. Darul Islam Sebuah Pemberontakan, Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 1993

Widianto, Nur. “Sistem Khilafah menurut Taqiyuddin An-Nabhani (1909 M- 1977 M).” Skripsi S1 Fakultas Adab dan Ilmu Budaya. Universitas Islama Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015

Zada, Khamami dan Arief R Arofah. Diskursus Politik Islam. Ciputat: LSIP, 2004