Upload
others
View
41
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
KONSEP TAWAKKAL PERSPEKTIF AL-QUR’AN
(Kajian M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah)
Oleh:
Sumiyati NIM: 1502161893
JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
MATARAM
2019
ii
KONSEP TAWAKKAL PERSPEKTIF AL-QUR’AN
(Kajian M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah)
Skripsi
diajukan kepada Universitas Islam Negeri Mataram untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Sarjana Agama (S,Ag)
Oleh:
Sumiyati NIM: 1502161893
JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
MATARAM
2019
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi oleh: Sumiyati, NIM: 15.02.16.18.93 dengan judul, KONSEP
TAWAKKAL PERSPEKTIF AL-QUR‟AN (Kajian M. Quraish Shihab dalam
Tafsir Al-Misbah), telah memenuhi syarat untuk di setujui untuk di uji.
Disetujui pada tanggal: 5-November-2019
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. H. Maimun, M.pd Husnul Hidayati M.Ag NIP. 1966810051998031002 NIP.197608012006042001
iv
Mataram,
Hal : ujian Skripsi
Yang Terhormat
DEKAN FUSA UIN Mataram
di Mataram
Assalamu‟alaikum, Wr, Wb.
Di sampaikan dengan hormat, setelah melakukan bimbingan,
arahan, dan koreksi maka kami berpendapat bahwa skripsi
saudari:
Nama Mahasiswa : Sumiyati
NIM : 15.02.16.18.93
Jurusan/Prodi : Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir
Judul : KONSEP TAWAKKAL
PERSPEKTIF AL-QUR‟AN (Kajian
M.Quraish Shihab dalam Tafsir
Al-Misbah)
telah memenuhi syarat untuk diajukan dalam sidang
munaqasyah skripsi Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
(FUSA) UIN Mataram. Oleh karena itu, kami berharap agar skripsi
ini dapat segera dimunaqasyahkan.
Wassalamu‟alaikum, Wr, Wb.
Pembimbing I pembimbing II
Dr. H. Maimun, M.pd Husnul Hidayati, M.Ag
NIP. 1966810051998031002 NIP. 1976080120060422001
vi
PENGESAHAN
Skripsi oleh: Sumiyati, NIM: 15.02.16.18.93 dengan judul: KONSEP
TAWAKKAL PERSPEKTIF AL-QUR‟AN (Kajian M. Quraish Shihab dalam
Tafsir Al-Misbah), Telah di pertahankan di depan dewan penguji Jurusan
Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
Universitas Islam Negeri Mataram pada tanggal 5-November-2019.
DewanPenguji
Dr. H. Maimun, M.Pd (KetuaSidang/Pemb. I)
HusnulHidayatiM.Ag (SekretarisSidang/Pemb. II) Dr. Nuruddin, S.Ag., M.Si (DewanPenguji I)
Abdul Rasyid Ridho, M,A (Dewan Penguji II)
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
Dr. H. M. Zaki, S.Ag., M.Pd NIP: 197112311997031005
vii
MOTTO
ا ا خط ع ب ت ا ت ل كافة ي الس ا ف ا ادخل ن ا الذين آم ه ي ا أ ي
ي ب م ك عد إ ل الشيطا
Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu
kedalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turuti
langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang
nyata bagimu”. (QS. Al-Baqarah [2]:208)1
1 Kementrian Agama, RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, Hlm. 32.
viii
PERSEMBAHAN
“Kupersembahkan skripsi ini untuk kedua
orang tuaku bpk ANWAR dan ibuku SUHARMAN
yang selama ini telah membesarkanku tanpa kenal
lelah, yang telah mensuport saya dalam menyusun
skripsi ini, untuk teman-temanku semua terimakasih
untuk dukungan selama ini, dan terakhir untuk
almamaterku tercinta.”
ix
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan Alhamdulillah, puji syukur
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, kekuatan, kesehatan serta kesabaran sehingga
peneliti mampu menyelesaikan karya ilmiah ini. Sholawat serta
salam tidak lupa kita sampaikan kepada junjungan kita Nabi
besar Muhammad SAW yang membawa Ummat manusia dari
alam kebodohan kepada alam penuh dengan ilmu pengetahuan.
Dari alam kegelapan hingga kepada alam yang terang benderang
seperti yang kita rasakan pada saat sekarang ini. Beserta
keluarga dan para sahabat beliau yang seayun langkah dan
seiring bahu demi membantu Rasulullah SAW dalam menegakkan
agama Allah SWT.
Penyelesaian karya ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak baik secara langsung maupun tidak. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan rasa terimakasih
kepada:
1. Peneliti ucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada
ayahanda tercinta ANWAR dan ibunda yang tersayang
SUHARMAN beserta keluarga terimakasih Atas dorongan
dan do‟a restu serta pengorbanan yang tak ternilai kepada
saya sehingga dapat menyelesaikan karya tulis ini.
2. Bpk Dr. H.Maimun,M,Pd selaku pembimbing I dan ibu
Husnul Hidayati M,Ag selaku pembimbing II yang telah
banyak meluangkan waktu untuk membimbing peneliti
dalam menyelesaikan karya tulis ini.
3. H. Zulyadain, MA. Selaku ketua jurusan Ilmu Al-Qur‟an
dan Tafsir (IQT).
4. Dr. H. M. Zaki, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Ushuludin
dan Studi Agama (FUSA).
x
5. Prof. Dr. H. Mutawali, M.Ag. selaku UIN Mataram yang
telah banyak membina dan membimbing selama peneliti
melaksanakan studi di UIN Mataram
6. Pihak Lembaga tempat lokasi penelitian. Semoga amal
kebaikan dari berbagai pihak tersebut mendapat pahala
yang berlipat ganda dari Allah SWT. Dan semoga karya ini
bermanfaat bagi semua pihak Aamiin.
Mataram, 5-november-2019
Peneliti,
Sumiyati
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL . .........................................................................
HALAMAN JUDUL .............................................................................
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .....................................................
PENGESAHAN DEWAN PENGUJI ........................................................
HALAMAN MOTTO ............................................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................
KATA PENGANTAR ...........................................................................
DAFTAR ISI ......................................................................................
ABSTRAK ........................................................................................
BAB IPENDAHULUAN .......................................................................
A. LatarBelakangMasalah ............................................................
B. RumusanMasalah ...................................................................
C. Tujuan Dan ManfaatPenelitian ................................................
D. TelaahPustaka ........................................................................
E. KerangkaTeori ........................................................................
F. MetodePenelitian ....................................................................
G. SistematikaPembahasan .........................................................
BAB IIBIOGRAFI M. QURAISH SHIHAB DAN TAFSIR AL-MISBAH ........
A. RiwayatHidup M. QuraishShihab ............................................
B. Karya-KaryaM.QuraishShihab .................................................
C. NilaiPositif Dan Negative Tafsir Al-MisbahKarya
M.QuraishShihab ...................................................................
D. LatarBelakangPenulisanTafsir Al-Misbah .................................
E. SistematikaPenulisanTafsir Al-Misbah .....................................
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG TAWAKKAL ...............................
1. Pengertian Tawakkal ....................................................................
a. Pengertian tawakkal secara bahasa ........................................
b. Pengertian tawakkal secara istilah ..........................................
2. Tawakkal dalam Al-Qur‟an ...........................................................
3. Hubungan Usaha dengan Tawakkal .............................................
4. Macam-macam tawakkal ..............................................................
xii
5. Tingkatan-tingkatan tawakkal ......................................................
6. Hikmah tawakkal .........................................................................
BAB IV:KONSEP TAWAKKAL DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN TAFSIR AL-
MISBAH ...........................................................................................
A. Tawakkal menurut M. Quraish Shihab ...............................
B. Analisis peneliti terhadap konsep tawakkal dalam tafsir Al-
Misbah ..............................................................................
BAB V: PENUTUP ..............................................................................
A. Kesimpulan........................................................................
B. Saran ................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xiii
xiv
xv
xvi
xvii
KONSEP TAWAKKAL PERSPEKTIF AL-QUR’AN
(Kajian M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah)
Oleh:
Sumiyati
NIM. 15.02.16.18.93.
ABSTRAK
Penelitian ini dilatar belakangi kebanyakan manusia memahami arti tawakal hanya menyerahkan diri kepada Allah SWT tanpa dibarengi dengan usaha semaksimal mungkin terlebih dahulu. Namun tawakal yang dimaksud adalah berserah diri kepada Allah SWT setelah berusaha terlebih dahulu, sehingga dengan sikap tawakal ini diharapkan dapat melahirkan sikap optimis, tenang, dan tentram dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dan adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : (1) Bagaimana konsep tawakkal dalam Al-Qur‟an ? (2) Bagaimana pemikiran M. Quraish Shihab tentang konsep Tawakkal dalam Al-Qur‟an kajian tafsir Al-Misbah ?
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan sumber data primer dan sekunder, Sedangkan metode analisis yang digunakan adalah metode maudhu‟i. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa konsep tawakal dalam Al-Qur‟an adalah berusaha dengan sungguh-sungguh sejauh batas kemampuan manusiawi untuk bisa mewujudkan sesuatu yang diinginkan,
dengan dibarengi berserah diri kepada Allah SWT atas apa yang telah diusahakan. Namun demikian, sebagian para ulama ada yang memahami makna tawakal hanya berserah diri kepada Allah SWT tanpa melakukan usaha terlebih dahulu. Adapun nilai-nilai pendidikan dalam tawakal adalah di mana pendidik dan peserta didik harus melakukan sesuatu terlebih dahulu sehingga bisa meraih kesuksesan dalam belajar dan mengajar yang dibarengi dengan berserah diri kepada Allah SWT atas apa yang telah diusahakan.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur‟an adalah kalam Allah SWT yang diturunkan
kepada Rasulullah Muhammad SAW sebagai petunjuk bagi
seluruh Ummat manusia. Hal ini dinyatakan Allah SWT di dalam
Al-Qur‟an surat Ali-„Imran ayat 3-4 :
ا يه ا ي ي ق ص حق يك ا عجي ي ( 3)اإ ا ي كف ق ا ف ق ه ا
ق ي ا ع ي ا ش ( 4) ع
Artinya: “Dia menurunkan Al kitab (Al Quran) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil, Sebelum (Al Quran), menjadi petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan Al Furqaan. Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh siksa yang berat; dan Allah Maha Perkasa lagi mempunyai Balasan (siksa).”1
Sumber dari segala ilmu pengetahuan tentang ke-Islaman
tidak terlepasdari al-Qur„an. Siapapun yang membaca,
menghayati, dan mengamalkannyatidak akan pernah celaka dan
tersesat dari jalan yang sebenarnya. Al-Qur„an menjadi
pembimbing orang-orang yang ingin mengikuti aturannya. Dan
begitu juga sebaliknya, bagi orang-orang yang tidak ingin
mengikuti ajarannya pasti akan tersesat dan tidak tahu tujuan
1QS. ali-„Imran [3]: 3-4, Kementrian Agama, RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, hlm. 50.
2
hidup yang sebenarnya yang pada akhirnya ia menempuh
perjalanan hidup dengan kekacauan dan kebingungan.2
Tawakal bagian dari perkara yang sangat agung karena
“tawakal merupakan perwujudan dari ketauhidan. Sikap tawakal
tidaklah didapat oleh seseorang dengan tiba-tiba, namun sikap
tawakal akan lahir dari hasil ketauhidan yang telah dipupuk
bertahun-tahun lamanya”. Kenyakinan utama yang mendasari
tawakal adalah “kenyakinan sepenuhnya akan kekuasaan dan
kebesaran Allah SWT, karena itulah tawakal merupakan bukti
nyata dari tauhid. Pohon tauhid yang tumbuh di dalam hati dan
berangsur-angsur besar akhirnya membuahkan sikap tawakal.3
Sikap yang benar mengenai tawakal yaitu “seorang hamba
harus mengambil atau mencari sebab tanpa melupakan bahwa
hati harus disandarkan kepada pembuat sebab, yaitu Allah
SWT”.4
Berbicara tentang manusia adalah berbicara tentang diri
kita sendiri, suatu pembicaraan yang tidak pernah kering dan
berakhir, manusia dalam perspektif Islam berbeda dengan konsep
manusia dalam pandangan agama-agama selain Islam. Al-Qur‟an
telah mengungkapkan dan menjelaskan istilah-istilah tersebut.5
2„Aid bin Abdullah Al-Qarni, „Ala Ma‟idati al-Qur‟an, Grafindo Khazanah Ilmu, (Jakarta:2004), cet. 1, hlm. 15.
3Muhammad Sholikhin, 17 Jalan Menggapai Mahkota Sufi Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, cet. 1, (Yogyakarta: Mutiara Media, 2009), hlm. 310.
4Muhammad Sholikhin, 17 Jalan Menggapai Mahkota Sufi Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, hlm. 311.
5Deden Makbuloh, Pendidikan Agama Islam (arah baru pengemban ilmu dan kepribadian di perguruan tinggi), (Jakarta: PT Rajagrafindo persada, 2012), hlm.
42.
3
Setiap manusia pasti menginginkan kesuksesan dan keba-
hagiaan, Sebagian mereka ada yang berhasil meraih cita-citanya,
namun ada pula yang gagal mencapai apa yang diinginkannya.
Yang berhasil ingin mempertahankan kesuksesannya, sedangkan
yang gagal atau belum sempat meraihnya, berharap kelak akan
mendapatkannya. Banyak faktor yang mempengarui kesuksesan,
ada yang dari faktor proses, strategi dan yang tak kalah
pentingnya adalah faktor keyakinan dan psikologi. Telah terbukti
bahwa image seseorang terhadap diri dan masa depannya sangat
mempengaruhi apa yang akan diperolehnya pada masa
mendatang. Maka dari itu, membangun image yang baik
terhadap diri dan tugas yang di emban maupun masa depan yang
baik, tentu sangat mempengaruhi kesuksesan hidup seseorang.
Kebahagiaan adalah dambaan setiap manusia, dan
tawakkal menduduki salah satu pokok yang membentuk
kebahagiaan. Kebahagiaan dimunculkan oleh ketenangan dan
keyakinan hati terhadap Dzat yang membimbing dan
mendukungnya. Kebahagiaan didukung oleh keyakinan bahwa
seluruh amal dan usaha yang dilakukan apapun hasilnya asal
dilakukan dengan cara dan proses yang benar tidak ada yang
namanya sia-sia, dan inilah yang dimunculkan oleh tawakkal
dalam hati manusia. Tawakal seperti Iman, Takwa dan a‟malul
qulub (amalan hati) lainnya, memerlukan adanya ilmu, dan kiat-
kiat untuk menggapai nya, maka perlu adanya kajian yang
4
lengkap tentang tawakkal, baik dari sudut pandang teori maupun
cara mengimplementasikannya.
Islam sebagai agama yang memuat syariat (hukum) dan
manhaj tidak hanya sekedar memerintahkan tawakkal, melainkan
juga memberikan petunjuk untuk memahami berbagai hal
sehingga tawakkal bisa dipahami dan diamalkan dalam berbagai
ranah kehidupan. Kesuksesan tanpa dilandasi tawakkal kepada
Allah SWT merupakan kesuksesan semu. Karena kesuksesan
tersebut hanya terwujud di sarana.6
Berikut ayat Al-Qur‟an yang mencantumkan deklarasi
perintah Tawakkal.
ك ي ع ف ي فشا ئف ه ا
Artinya:ketika dua golongan dari kalian ingin (mundur) karena
takut, padahal Allah adalah penolong bagi kedua golongan itu. Karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal.7
Tawakkal merupakan manifestasi keyakinan di dalam hati
yang memberi motivasi kepada manusia dengan kuat untuk
menggantungkan harapan kepada Allah SWT dan menjadi ukuran
tingginya iman seseorang kepada Allah SWT. Disamping Islam
mendidik ummatnya untuk berusaha,Islam juga mendidik
umatnya untuk bergantung dan berharap kepada Allah. Dalam
kata lain, mereka menyerahkan iman dan keyakinannya kepada
6M. Mu‟inudinillah, Indahnya Tawakal, (Solo: Indiva Media Kreasi, 2008), hlm. 6-7.
7QS. ali-„Imran [3]: 122, Kementrian Agama, RI, Al-Qur‟an dan terjemahan, hlm. 66.
5
Allah di dalam suatu urusan, maka pada suatu ketika mereka
akan merasai keajaiban tawakkal.
Tanda seseorang yang benar-benar bertawakkal bisa di
lihat dalam realita kehidupan sehari-hari yaitu dengan berserah
diri kepada Allah SWT dan tidak berkeluh kesah dan gelisah
ketika berusaha, namun orang tersebut tetap optimis dan terus
bekerja keras, meskipun tantangan hidupnya penuh dengan
kepahitan. Karena, orang yang bertawakkal mempercayai bahwa
dibalik semua itu ada Hikmahnya. Para Ulama menjelaskan
bahwa Tawakkal harus dibangun atas dua hal pokok, “pertama,
bersandarnya hati kepada Allah SWT dan kedua, mengupayakan
sebabnya, apabila seorang hamba bertawakkal kepada Allah SWT
dengan sebenar-benarnya dan terus mengingat kebesaran Allah
SWT, maka hati dan akalnya serta seluruh kekuatan akan
semakin kuat mendorongnya untuk melakukan semua usaha
tanpa berkeluh kesah dalam menghadapi tantangan dan ujian
yang berat. Tawakkal tidak akan sempurna jika tidak dengan
kekuatan hati dan kekuatan keyakinan secara bersama, karena
dengan keduanyalah hati akan mendapatkan ketenangan. Orang
yang berupaya menempuh saja dan tidak bersandar kepada Allah
SWT berarti cacat imannya. Adapun orang yangbersandar kepada
Allah SWT namun tidak berusaha menempuh sebab maka cacat
akalnya.8
8Abu Isa Abdullah, Mutiara Faidah Kitab Tauhid, cet.4, (Jakarta: Pustaka
Muslim, 2011), hlm. 52.
6
Musibah memang takdirnya adalah sunnatullah dari
kehidupan, para geologi mungkin hanya melihat tsunami di
antaranya akibat benturan lempengan bumi di lautan yang
kemudian melahirkan air bah. Letusan gunung hanyalah akibat
desakan magma yang meluap, banjir mungkin hanyalah air hujan
deras yang kehilangan daerah resapnya hingga meluap ke habitat
manusia. Tapi lebih dari itu, alam semesta dan segala
fenomenanya adalah bagian dari kekuasaan Allah SWT. Seperti
kata fisikawan terkemuka Einstein bahwa, „tuhan tidak bermain-
main dengan alam semesta‟. Musibah adalah pertunjukan
kekuasaan Allah yang mengecilkan kepongahan manusia. Jangan
melawan kekuatan alam semesta, ia bahkan bisa jatuh tak
berdaya setelah di serang seekor nyamuk.9
Tawakkal itu adalah landasan atau tumpuan terakhir
dalam sesuatu usaha atau perjuangan, Baru berserah diri
kepada Allah SWTsetelah menjalankan ikhtiar, Itulah sebabnya
meskipun tawakkal diartikan sebagai penyerahan diri dan ikhtiar
sepenuhnya kepada Allah SWT, namun tidak berarti orang yang
bertawakkal harus meninggalkan semua usaha dan ikhtiar.
Sangat keliru bila orang menganggap Tawakkal dengan
memasrahkan segalanya kepada Allah SWT tanpa diiringi dengan
usaha maksimal. Usaha dan ikhtiar itu harus tetap dilakukan,
sedangkan keputusan terakhir diserahkan kepada Allah SWT.
9M. Rahmat, M. Iwan Januar, Motivasi Nafsiah (Pengokoh Jiwa Nan Gundah), (Bogor: Al-Azhar Fresh Zone Publishing, 2015), hlm. 125.
7
Orang yang bertawakkal kepada Allah SWT tidak akan berkeluh
kesah dan gelisah. la akan selalu berada dalam ketenangan,
ketenteraman, dan kegembiraan. Jika ia memperoleh nikmat dan
karunia dari Allah SWT, ia akan bersyukur dan jika tidak atau
kemudian misalnya mendapat musibah, ia akan bersabar. la
menyerahkan semua keputusan, bahkan dirinya sendiri kepada
Allah SWT. Penyerahan diri itu dilakukan dengan sungguh-
sungguh dan semata-mata karena Allah SWT. Keyakinan utama
yang mendasari Tawakkal ialah keyakinan sepenuhnya akan
kekuasaan dan kemahabesaran Allah SWT, Tawakkal merupakan
bukti nyata dari tauhid di dalam batin seseorang yang
bertawakkal.
Alasan peneliti memilih judul ini pertama, karena adanya
kesenjangan antara teori dan fakta yang terjadi. Tawakkal hanya
diberi makna pasrah diri pada Allah SWT tanpa ada ikhtiar.
Kesenjangan inilah yang perlu di cari jalan keluarnya. Kedua,
problem manusia modern yang sedang mengalami krisis makna
hidup. Penulis tertarik dengan konsep M. Quraish Shihab yang
mengharuskan orang yang bertawakkal untuk meyakini bahwa
Allah SWT yang mewujudkan segala sesuatu yang terjadi di alam
raya, sebagaimana dia harus menjadikan kehendak dan
tindakannya sejalan dengan kehendak dan ketentuan Allah SWT.
Dari uraian diatas merupakan hal yang melatar belakangi
serta mengantar kepada peneliti untuk membahas dalam sebuah
8
karya ilmiah yang berjudul „konsep Tawakkal dalam Al-Qur‟an
(kajian tafsir Al-Misbah)‟.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep tawakkal dalam Al-Qur‟an ?
2. Bagaimana pemikiran M. Quraish Shihab tentang konsep
Tawakkal dalam Al-Qur‟an kajian tafsir Al-Misbah ?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan penelitian
Berdasarkan persoalan yang hendak peneliti teliti, maka
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
a. Untuk mengetahui secara jelas konsep tawakkal dalam Al-
Qur‟an .
b. Untuk mengetahui pemikiran M. Quraish Shihab tentang
konsep tawakkal dalam Al-Qur‟an kajian tafsir Al-Misbah.
2. Manfaat penelitian
a. Untuk mengetahui substansi kajian tafsir Al-Misbah
tentang konsep Tawakkal dalam Al-Qur‟an yang
membentuk konsep sebagai alat yang mengharmoniskan
hubungan vertikal seorang hamba dengan tuhannya,
sehingga menghasilkan penerapan dari bentuk keimanan
yang menghasilkan pemahaman konsep Tawakkal yang
tidak rancu antara pengetahuan dan pengalaman.
9
b. Wawasan yang di hasilkan dari penelitian ini akan
memperkuat dasar iman, mempertajam dasar keagamaan,
kehidupan sosial dan politik, ekonomi serta peradaban
yang berlandaskan pemahaman lebih mendalam
berpedoman pada Al-Qur‟an.
D. Telaah Pustaka
Sebelum penelitian ini, telah terdapat penelitian yang
membahas tentang Tawakkal. Penelitian tersebut di teliti
oleh:
1. Abdul Rozaq yang berasal dari Fakultas Ushuluddin IAIN
Walisongo Semarang, dalam karya ilmiahnya yang berjudul “
Konsep Tawakal MenurutImam Al-Ghazali Dan Hubungannya
Dengan Kesehatan Mental”. Hasil pembahasan menunjukkan
bahwa konsep tawakal Imam al-Ghazali ada dua hal penting
yang bisa diambil dari konsepnya yaitu: (a) tawakkal dapat
teratur dengan ilmu yang menjadi dasar pokok: (b) pintu-pintu
tawakkal adalah Iman dan utamanya yaitu tauhid.
2. Skripsi yang disusun Retno Wahyunigsih (NIM 4197027/AF)
dengan judul: Hubungan Kualitas Antara Tawakkal dan Takdir
dalam perspektif Jabariyah dan Qadariyah. Dalam skripsi ini
menjelaskan bahwa kekeliruan umum orang terhadap tawakal
dan takdir ialah segala nasib baik dan buruk seseorang telah
ditetapkan secara pasti oleh Allah SWT. Manusia adalah ibarat
robot Allah SWT, maka segala kenyataan hidup haruslah
10
diterima apa adanya dengan sabar. Dengan begitu manusia
harus bertawakal dalam arti pasrah diri tanpa reserve.
3. Selanjutnya skripsi yang disusun Mahfudz Yasin (1102106)
Semarang, 2008 dengan judul Analisis Dakwah Terhadap
Konsep Tawakal T.M. Hasbi Ash Shiddiqie. Inti dari konsep Ash
Shiddiqi (2001: 535) yang menempatkan tawakal pada saat
keadaan diluar kemampuan manusia untuk merubahnya dan
tidak diharuskan semasih ada kemungkinan dan kemampuan
untuk merubahnya. Orang-orang yang pasrah dan tidak
berusaha hanya semata-mata menyatakan tawakkal kepada
Allah SWT adalah orang-orang yang dusta.
Adapun perbedaan penelitian terdahulu dengan rencana
penelitian yang akan dilaksanakan yaitu terletak pada objek
permasalahan dan sistematikanya, yaitu pada penelitian
terdahulu yang lebih fokus dengan ilmu yang menjadi dasar
pokok, dan utamanya ketahuidan. Dan juga penelitian
sebelumnya lebih mengacu pada berbagai pandangan aliran-
aliran tertentu. Sedangkan penelitian ini menggunakan jenis
penelitian library research dan lebih di fokuskan pada
bagaimana konsep tawakkal dalam Al-Qur‟an kajian tafsir Al-
Misbah.
11
E. Kerangka Teori
1. Tinjauan tentang tawakkal
a. Pengertian tawakkal
Kata Tawakkal berasal dari bahasa Arab, yaitu - ك -
ك - ي yang artinya “mewakilkan, menyerahkan dan
wakil10. Ungkapan-ungkapan wakil dan tawakkal yang
berasal dari Bahasa Al-Qur‟an ini, telah di pakai dalam
kosa kata Bahasa Indonesia, walaupun belum jelas kenapa
para ahli bahasa dulunya mengambil dua kata dari akar
kata wakila ini, bahkan salah satunya menggunakan
ungkapan kata kerja perintah (fi‟il amr), yaitu tawakkal,
tidak kata benda (masdar) „tawakkul‟ hal ini tentu
berkaitan dengan rasa, karena Bahasa adalah rasa. Dalam
Al-Qur‟an banyak kata yang berasal dari kata dasar wakala
dan wakil ini, paling tidak ada sebanyak 81 kata yang
tercantum dalam berbagai surah dan ayat.11
Tawakkal ialah berserah diri kepada Allah SWT
setelah berusaha, Tawakkal bukan berarti pasrah terhadap
keadaan serta tidak mau berusaha lagi, tetapi Tawakkal itu
berarti kita telah melakukan usaha semaksimal mungkin.
Adapun hasil yang akan kita peroleh, semuanya di
10Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an, 1973), hlm. 505.
11Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Tafsir Al-Qur‟an Tematik, (Jakarta:
kamil Pustaka, 2014) hlm. 208.
12
pasrahkan kepada Allah SWT, karena Allah SWT lah yang
mengatur semua rezki manusia.12
Tawakkal kepada Allah SWT dalam arti menjadikan
Allah SWT sebagai wali, di dalam beberapa ayat di
tegaskan, di antara firman-Nya ialah:
ح ا ف ف ق ا يظ ا ك فظ غا ع ه في ا ف ش غف اس عف ع ك ف ح
ي ك ك ع يح ا ف
Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu
berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu.Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah.Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.13
Tawakkal ialah fitrah manusia. Semua manusia
bertawakkal kepada apa yang diyakini mampu menolongnya, oleh
karena itu ada yang bertawakkal kepada makhluk dan ini
merupakan perbuatan syirik dengan menyekutukan Allah SWT,
dan ada yang bertawakkal kepada Allah SWT. Tawakkal kepada
Allah SWT adalah fardu „ain (wajib) di lakukan oleh seluruh
Ummat Muslim.
Oleh karena itu sekuat dan sepandainya manusia, ia tetap
memiliki sifat keterbatasan, kelemahan dan ketidakmampuan
dalam menghadapi situasi dan kondisi tertentu, jika orang yang
12Rosihon Anwar, Akidah Akhlak, (Bandung: Cv Pustka Setia, 2008), hlm. 45-46.
13QS. ali-„Imran [3]: 159, Kementrian Agama, RI, Al-Qur‟an dan terjemahan hlm. 71.
13
benar-benar bertawakkal akan tabah dengan keadaan yang ada,
sewalaupun memiliki kekurangan dan keterbatasan karena di
sampingnya ada sang khalik yang maha membimbing,
memelihara, dan segala maha lainnya.
Sebagai makhluk yang memiliki segala sifat terbatas harus
menyadari bahwa hidup mereka dalam genggaman Allah SWT,
setiap manusia membutuhkan bimbingan dan pertolongan Allah
SWT, mereka harus berikhtiar dan berdo‟a dan yang menentukan
hasil akhir dari usahanya hanya Allah SWT. Seseorang yang
memiliki Keimanan dan keyakinan yang kuat akan tetap teguh
dengan apa yang ia yakini, dan mereka meyakini bahwa Allah
SWT ialah maha Pencipta yang berkuasa, sedang manusia adalah
makhluk yang tak berdaya dihadapan-Nya. Tawakkal merupakan
simbol keimanan seseorang bahwa Allah SWT adalah tuhan yang
Maha Esa yang menyayangi hamba-Nya. Sebagai Manusia yang
sangat membutuhkan bimbingan dari tuhan-Nya, oleh sebab itu
manusia harus berusaha karena diperintahkan oleh Allah SWT
sebagai tuhan-Nya, tawakkal merupakan simbol keimanan
seorang hamba terhadap kekuasaan tuhan-Nya, dan berserah diri
terhadap ketetapan-Nya, serta berprasangka baik terhadap Allah
SWT.14
Tawakkal merupakan sebagian dari agama, karena agama
terdiri dari ibadah dan isti‟anah (meminta pertolongan), dan
14M. Mu‟inudinillah, Indahnya Tawakal, (Solo: Indiva Media Kreasi, 2008).
hlm. 27-28.
14
Tawakkal adalah bagian yangtak terpisahkan dari isti‟anah.
Sebagaimana tergambar dalam firman-Nya, “iyyaka na‟budu wa
iyyaka nasta‟in”. Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya
kepada-Mu kami meminta pertolongan.
a. Tingkatan tawakkal menurut Syaikh Al-Hawari
Menurut Syaikh Al-Hawari ia membagi tawakkal dalam
beberapa tingkatan sesuai kadar keimanan seseorang, dan tekad
orang yang bertawakkal di lihat dari aspek manusia yang
melewatinya ialah sebagai berikut:15
Pertama, tawakkal di sertai dengan niat dan perintah untuk
melakukan hal-hal yang baik dan menyibukkan diri dengan
memberi manfaat pada makhluk dan meninggalkan dakwaan
yang bukan hanya pada diri sendiri. Kedua tawakkal dengan
menggugurkan kewajiban dan menutup mata dari sebab, sebagai
suatu usaha seseorang untuk lebih fokus terhadap kewajibannya.
Ketiga tawakkal yang di sertai dengan ilmu untuk memebrsihkan
jiwa dari penyakit hati. Tawakkal seperti ini untuk mengetahui
bahwa Allah SWT yang berkuasa terhadap segala sesuatu,
kekuasaa, keperkasaan yang tiada sekutu dengannya.
Tawakkal memiliki hubungan atau pengaruh dengan sifat
dan perilaku keseharian seseorang, bahwa untuk mencapai
kesuksesan memerlukan ikhtiar, usaha dan do‟a, ikhtiar
merupakan sesuatu yang harus menyatu dalam kehidupan yang
beragam bagi orang yang beriman. Apabila seseorang malas dan
15Salma Shulha, La Tahzan, (Bandung: Mizan, 2008), hlm. 71.
15
tidak mau berusaha maka di pandang tidak sejalan dengan
aturan Allah SWT dan aturan Rasul-Nya, artinya ia memaknai
tawakkal hanya dengan menyerrahkan urusannya hanya kepada
Allah SWT tanpa mau berusaha. Oleh sebab itu mereka
memaknai tawakkal berkaitan dengan etos kerja. Ummat Islam
harus menjadi Ummat yang sukses dan mandiri, baik materi
maupun spiritual.16
a. Pengaruh tawakkal bagi kesehatan mental
Apabila diamati, Tawakkal mempunyai pengaruh pada
kesehatan mental, orang yang khawatir atau gelisah
dengan ikhtiarnya pasti akan menjadi beban pikiran,
nantinya akan muncul keraguan dari usahanya. Sehingga
sering kali di hantui oleh rasa cemas, gelisah dan pikiran-
pikiran negativ. Rasa cemas di sertai dengan pikiran
negativ berdampak buruk terhadap kesehatan mental, hal
yang seperti ini dapat menimbulkan depresi pada diri
seseorang. Berbeda dengan orang yang Tawakkal,
kegelisahan atau kekhawatiran itu hilang karena yakin
bahwasanya Allah SWT menyiapkan rencana yang baik,
yang muncul dari pikiran orang yang Tawakkal adalah
husnudzon kepada Allah SWT, tanpa memikirkan hal-hal
yang negativ.17
16Lajnah pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Tafsir Al-Qur‟an Tematik, (Jakarta: kamil Pustaka, 2014) hlm. 224.
17Ibid, hlm. 67
16
b. Indikator Tawakkal
Lebih jauh, jika kekuatan tawakkal kepada Allah SWT
itu dan keimanan akan qadha dan qadhar-Nya begitu kuat
mengakar pada jiwa, maka jiwa otomatis turut menjadi
kuat untuk menjalani sebab-sebab dengan selalu
menyandarkan diri kepada Allah SWT seraya berharap
kepadanya agar sebab-sebab itu tidak malah
mendatangkan mudharat, dengan dasar penyandaraan diri
dan harapan itulah agaknya pintu untuk menjalani sebab-
sebab terbuka lebar, apalagi menyangkut maslahat umum
ataupun khusus yang harus di kerjakan. Tapi hal demikian
hanya bisa dilakukan oleh orang-orang tertentu saja yang
keimanannya sangat kokoh kepada Allah SWT, kepada
Qadha dan kepada Qadhar-Nya, serta Tawakkal dan
kepercayaan-Nya telah mengakar dengan kuat. Sebagai
bandingannya adalah orang yang mempunyai akar
keyakinan dan Tawakkal kuat sehingga berani melintasi
padang tandus yang luas tanpa membawa bekal sedikit
pun.18 Lihatlah burung-burung yang bertawakkal dengan
fitrah yang Allah SWT ciptakan untuk mereka. Mereka
tidak berdiam diri dalam sarang-sarangnya, bahkan mereka
berangkat dan pergi untuk mencari rizki.19
18Ibnu Rajab Al-Hanbaly, (Mahligai Taqwa (Memetik Mutiara Hikmah), (Jaksel: Pustaka Azzam, 2001), hlm. 37-38.
19Dr. Akram Ridha, Tanggung Jawab Wanita Dalam Rumah Tangga, (Jakarta: Amzah, 2005) hlm. 10.
17
c. Tafsir Al-Misbah
a. Latar belakang penulisan tafsir Al-Misbah
tafsir Al-misbah merupakan tafsir Al-Qur‟an lengkap
30 juz yang di tulis oleh ahli tafsir terkemuka yang berasal
dari Indonesia yaitu M. Quraish Shihab, penulis memberi
warna yang menarik dan khas serta sangat relevan untuk
memperkaya wawasan, pemahaman dan penghayatan kita
terhadap rahasia makna ayat-ayat Allah SWT, nama
lengkap tafsir M. Quraish shihab itu adalah tafsir Al-
Misbah (pesan, kesan dan keserasian Al-Qur‟an) yang
terdiri dari lima belas volume. Berbagai problematika
kontemporer mengharuskan Ummat Islam untuk dapat
membumikan bahasa langit ini.
Nama-nama mufassir terus bermunculan pada tiap
masa, di era saat ini, salah satu mufassir dari Indonesia
yang ikut andil dalam upaya merelevansikan Al-Qur‟an
ialah M. Quraish Shihab, Sosoknya juga sering tampil di
berbagai media untuk memberikan siraman rohani.
b. Metode dan corak tafsir Al-Misbah
Dalam tafsir Al-Misbah, metode yang di gunakan
oleh M. Quraish shihab yaitu metode tahlili (analitik), yaitu
metode yang menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Qur‟an
dari berbagai seginya, sesuai dengan pandangan,
kecenderungan dan keinginan mufassirnya, pemilihan
metode tahlili yang di gunakan dalam tafsir Al-Misbah ini di
18
dasarkan pada kesadaran M. Qurasih shihab bahwa
metode maudhu‟i ( mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur‟an )
yang sering di gunakan pada karyanya yang berjudul
„membumikan Al-Qur‟an dan wawasan Al-Qur‟an, selain
mempunyai keunggulan dalam memperkenalkan konsep
Al-Qur‟an tentang tema-tema terntentu secara utuh.
Dalam menggunakan metode maudhu‟i tersebut ada
beberapa langkah-langkah yang harus di lakukan, pertama
mengumpulkan ayat-ayat yang membahas topik yang
samankeduanmengkaji asbab al-Nuzul dan kosakata secara
tuntas dan terinci.
Tafsir Al-Misbah ini lebih cenderung kepada corak
sastra budaya dan kemasyarakatan (al-adabi al-ijtima‟i),
yaitu corak tafsir yang menjelaskan ayat-ayat Al-Qur‟an
berdasarkan ketelitian ungkapan yang di susun dengan
bahasa yang lugas dengan menekankan tujuan pokok di
turunkannya Al-Qur‟an lalu mengaplikasikan dalam
tatanan sosial.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kepustakaan
(library research), karena data yang diteliti berupa kitab-kitab
tafsir, buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan yang
tersedia di khazanah kepustakaan. Penelitian ini juga Untuk
memudahkan suatu penelitian lazimnya ditentukan oleh jenis
19
dan pendekatan penelitian yang dilakukan, sehingga akan
mempermudah langkah peneliti yang lebih rinci, seperti,
penentuan jenis kata yang dibutuhkan, penentuan sumber-
sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis, dan
panduan skripsi yang dipakai.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini, peneliti mengambil
metode penelitian berdasarkan pendekatan literatur (library
research) dan mengambil sumber dari kitab-kitab tafsir, Al-
Qur‟an dan Al-hadits, media internet dan buku-buku yang
mempunyai relevansi dengan pembahasan ini.20
2. Metode penelitian
metode penelitian tafsir yang di gunakan dalam peneliti ini
adalah metode tafsir maudhu‟i (tematik), metode maudhu‟i
ialah merupakan sebuah metode tafsir yang di cetuskan oleh
para ulama untuk memahami makna-makna dalam ayat Al-
Qur‟an kata maudhu‟i dinisbatkan kepada kata al-maudhu;
yang berarti topik atau materi suatu pembicaraan atau
pembahasan, kata maudhu‟i berasal dari bahasa Arab yang
merupaakan isim maf‟ul dan fi‟il madzi yang berarti
meletakkan, menjadikan menghina, mendustakan, dan
membuat-buat.21 Secara semanntik, tafsir maudhu‟i berarti
20Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obur Indonesia, 2004), hlm. 62.
21A. Warson Munawir, kamus Al-Munawir Arab-Indonesia terlengkap, (surabaya: pustaka progesif, 1977), hlm. 1564-1565.
20
menafsirkan Al-Qur‟an menurut tema atau topik tertentu.
Dalam bahasa indonseia biasa di sebut tafsir tematik. 22
3. Sumber Data
Oleh sebab itu di sini peneliti menggunakan jenis penelitian
library research dan dimana data di ambil dari berbagai
referensi atau sumber data tertulis sebagai berikut:
a. Sumber data primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dari
dari data-data sumber itu sendiri, yaitu data utama
yang memuat informasi atau data tersebut. Adapun
sumber primer dari penelitian ini ialah sumber hukum
Islam yanga pertama ialah Al-Qur‟an dan buku
karangan tokoh atau mufassir tersebut yaitu: tafsir Al-
Misbah karya M.Quraish Shihab.
Buku-buku tersebut dipakai sebagai buku primer
atau data utama karena ada kaitan-Nya dangan
masalah (objek) yang sedang dikaji atau diteliti sesuai
dengan judul. Oleh sebab itu dengan digunakannya
sebagai buku primer atau data asli tersebut dapat
diharapkan penelitian ini dapat terselesaikan secara
fokus dan mendalam.
b. Sumber data sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari
sumber bukan asli dan yang memuat data atau
22Usman, Ilmu Tafsir, (yogyakarta: teras, 2009) hlm. 311.
21
informasi tersebut. Data ini berfungsi untuk melengkapi
data primer tersebut. Data sekunder berisi tentang
karya ilmiah yang ada kaitannya dengan materi pokok
yang akan di kaji. Dalam hal ini data sekunder bisa di
dapatkan dari buku-buku yang berkaitan dengan
masalah yang akan di kaji, dari majalah, internet atau
kitab-kitab tafsir lainnya yang di dalamnya ada
pembahasan yang ada kaitannya dengan pembahasan
dan permasalahan dalam skripsi ini.
4. Metode pengumpulan data
Jenis penelitian yang peneliti pake di sini ialah jenis
penelitian kepustakaan (library research), dimana
mengumpulkan data secara teoritis dan sebagai penyajian
ilmiah yang dilkukan dengan memilih referensi yang berkaitan
dengan penelitian ini. Metode ini dipakai untuk menentukan
literature yang memilik hubungan dengan permasalahan yang
akan diteliti, dimana peneliti membaca dan menelaahnya dari
buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi ini, yaitu “
konsep tawwakal dalam Al-Qur‟an ( kajian tafsir Al-Misbah)
Peneliti juga memaparkan ayat-ayat Al-Qur‟an yang ada
kaitannya dengan pembahasan. Yakni, dengan menghimpun
ayat-ayat tersebut dari kitab tafsir Al-Misbah, kemudian
didukung dengan kitab-kitab atau referensi lain yang konten
dalam pembahasan penafsiran tentang Tawakkal, serta
22
peneliti pun mencatat sumber-sumber data tersebut untuk
dapat digunakan dalam studi selanjutnya.
5. Metode analisa data
Metode analisa data ialah merupan proses penyusunan
data agar data tersebut dapat di tafsirkan. Berdasarkan data
yang diperoleh untuk menyusun dan menganalisa data-data
yang terkumpul. Maka metode yang peneliti gunakan disini
ialah metode deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis
merupakan salah satu cara untuk menganalisa masalah yang
akan diteliti. Analisa deskriptif bertujuan untuk memberi
deskripsi mengenai subjek penelitian berdasarkan data yang
diperoleh.
G. Sistematika Pembahasan
Sistematika penulisan skripsi ini merupakan satu hal yang
sangat penting, karena karena memiliki manfaat yang
mengatakan garis besar dari masing-masing bab yang saling
berurutan. Hal ini di lakukan agar tidak terjadi kekeliruan dalam
penyusunannya sehingga terhindar dari salah pemahaman di
dalam menyajikannya. Untuk lebih mudanya skripsi ini, maka
peneliti menyusun sistematika ialah sebagai berikut:
BAB I : Ini berisi latar belakang masalah,
identifikasi pembatasan masalah, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
telaah pustaka, kerangka teori, metode
penelitian, dan sistematika pembahasan.
23
BAB II : Berisi tentang biografi M. Quraish Shihab
BAB III : Landasan teoritis mengenai tinjauan umum
tentang tawakkal, yang terdiri dari pengertian
tawakkal, macam-macam tawakkal,
tingkatan-tingkatan tawakkal dan buah
tawakkal.
BAB IV : Analisis penulis terhadap konsep tawakkal
dalam tafsir Al-Misbah
BAB V : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan
saran.
24
BAB II
BIOGRAFI M. QURAISH SHIHAB
A. Riwayat Hidup M. Quraish Shihab
M. Quraish Shihab lahir pada tanggal 16 Februari 1944 di
Rappang, Sulawesi Selatan. Nama lengkapnya adalah Muhammad
Quraish Shihab bin Abdurrahman Shihab, beliau berasal dari
keluarga keturunan Arab yang terpelajar. M. Quraish Shihab
adalah anak ke empat dari 12 orang bersaudara. Beliau lulusan
dari Jami‟ah al-Khair yakni sebuah lembaga pendidikan Islam
tertua di Indonesia yang guru-gurunya banyak didatangkan dari
luar, di antaranya syaikh Ahmad Soorkati dari Sudan, Afrika.23
M. Quraish Shihab dibesarkan dan di didik oleh lingkungan
keluarga yang berpendidikan dan taat beragama. Dari sejak kecil
pada usia 6 tahun, M.Quraish Shihab telah menjalani
pergumulan dan kecintaan terhadap Al-Qur‟an. Beliau harus
mengikuti pelajaran Al-Qur‟an yang diadakan oleh ayahnya
sendiri.24 Ayahnya bernama Abdurrahman Shihab (1905-1986)
seorang guru besar dalam bidang tafsir pada IAIN Alauddin Ujung
Pandang, ayahnya sering kali mengajak beliau dan saudara-
saudaranya untuk diberikan petuah-petuah keagamaan oleh
23
Abudin Nata, Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 363.
24Muhammad Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran
Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 7.
25
ayahnya. Dari sinilah mulai bersemi benih cinta dalam diri
Muhammad Quraish Shihab terhadap studi Al-Qur‟an.25
Dan adapun nama dari ibu M. Quraish Shihab adalah Asma
Aburisah yang meninggal pada tahun 1984, ibu beliau merupakan
seorang yang taat kepada agama dan sangat berpengaruh
terhadap pendidikan anak-anaknya.
M. Quraish Shihab mengawali pendidikan dasarnya di sekolah
dasar Ujung Pandang dan sekolah menengah di kota Malang. Di
kota tersebut, M. Quraish shihab juga belajar agama yang
bertempat di pesantren Dar al-Hadits al-Fiqhiyyah Pada tahun
1958 Muhammad Quraish Shihab berangkat ke Kairo Mesir, dan
diterima di kelas II Tsanawiyah Al-Azhar. Pada tahun 1967, beliau
meraih gelar Lc (S-1) pada fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir
dan Hadis Universitas Al-Azhar. Kemudian M. Quraish shihab
melanjutkan pendidikannya di Fakultas yang sama, dan pada
tahun 1969 beliau meraih gelar MA untuk spesialisasi bidang
Tafsir Al-Qur‟an dengan tesis berjudul Al-I‟jaz Al-Tasyri‟iy li Al-
Qur‟an Al-Karim.26
Pada tahun 1980, Muhammad Quraish Shihab kembali ke
Kairo dan melanjutkan pendidikan almamaternya yang lama, di
Universitas Al-Azhar. Pada tahun 1982, beliau berhasil meraih
gelar Doktor dalam ilmu-ilmu Al-Qur'an dengan yudisium Summa
Cum Laude disertai penghargaan tingkat pertama di Asia Tenggara
25
Muhammad Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, hlm. 14.
26Muhammad Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi: Hidup Bersama Al-
Qur‟an,Cet.11, (Bandung: Mizan Pustaka, 2007), hlm. 5.
26
yang meraih gelar doktor dalam ilmu-ilmu Al-Qur'an di
Universitas Al-Azhar.27
M. Quraish Shihab dikenal sebagai seorang ahli tafsir ternama
di Indonesia yang pemikirannya banyak dirujuk oleh para
cendikiawan, akademis, dan intelektual muslim Indonesia yang
terkemuka, dalam berbagai latar belakang dan disiplin ilmu yang
mereka miliki untuk mendukung pemikiran-pemikiran mereka
menurut perspektif Al-Qur‟an. M. Quraish Shihab juga dikenal
sebagai penulis yang sangat produktif, lebih dari 20 buku telah
hadir dari tangannya. Diantaranya yang paling lengendaris adalah
“Membumikan Al-Qur‟an” (Mizan, 1994), “Lentera Hati” (Mizan,
1994), “Wawasan Al-Qur‟an” (Mizan, 1996), dan Tafsir Al-Misbah
(15 jilid, Lentera Hati, 2003). Aktivitas utamanya adalah Dosen
Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta dan Direktur
Studi Al-Qur‟an (PSQ) Jakarta. Sosoknya juga sering tampil di
berbagai media untuk memberikan siraman rohani dan
intelektual.28
B. Karya-Karya M.Quraish Shihab
Di tengah kesibukannya beliau masih sempat terlihat dalam
berbagai kegiatan ilmiah, di dalam maupun di luar negeri dan
aktif dalam kegiatan tulis menulis. Di antaranya karya-karya tulis
M. Quraish Shihab yaitu:
27
Muhammad Quraish Shihab, Lentera Al-Qur‟an: Kisah dan Hikmah Kehidupan, Cet.1, (Bandung: Mizan Pustaka, 2008), hlm. 5.
28Muhammad Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi: Hidup Bersama Al-
Qur‟an, Cet.11. hlm. 6.
27
1. Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an
15 Volum, (Jakarta: Lentera Hati, 2003).
2. Lentera Hati (Bandung: Mizan Pustaka, 1996).
3. Secercah Cahaya Ilahi (Bandung: Mizan, 2000).
4. Membumikan Al-Qur‟an (Bandung, Mizan, 1994).
5. Wawasan Al-Qur‟an (Bandung, Mizan, 1994).
6. Tafsir Al-Manar, keistimewaan dan kelemahannya (Ujung
Pandang, IAIN Alauddin, 1984)
7. Menyingkapi Tabir Ilahi, Asma Al-Husna dalam perspektif
Al-Qur‟an (Jakarta:Lentera Hati, 1998)
8. Untaian Permata Buat Anakku (Bandung: Mizan 1998)
9. Penganti Al-Qur‟an (Jakarta:Lentera Hati 1999)
10. Haji bersama Quraish Shihab (Bandung: Mizan, 1999)
11. Sahur Bersama Quraish Shihab (Bandung: Mizan, 1999)
12. Fatwa-fatwa M. Quraish Shihab Seputar Ibadah Mahdah
(Bandung: Mizan, 1999)
13. Anda bertanya, Quraish Shihab Menjawab berbagai
Masalah ke Islaman, (Mizan Pustaka 1999).
14. Satu Islam, sebuah Dilema (Bandung: Mizan, 1987)
15. Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Departemen Agama, 1987)
16. Hidangan Ilahi, Tafsir Ayat-ayat Tahlili (Jakarta: Lentera
Hati, 2000)
17. Logika Agama; Kedudukan Wahyu dan batas-batas Akal
dalam Islam (Jakarta: Lentera Hati, 2005)
28
18. Menabur pesan Ilahi; Al-Qur‟an dan Dinamika Kehidupan
Masyarakat (Jakarta: Lentera Hati, 2006)
19. Rasionalitas Al-Qur‟an; Studi Kritis atas Tafsir Al-Manar
(Jakarta: Lentera hati, 2006)
20. Tafsir Al-Amanah (Jakarta: Pustaka Kartini, 1992)
21. Fatwa-fatwa Seputar Ibadah dan Muamalah (Bandung:
Mizan, 1999)
22. Sejarah dan Ulumul Qur‟an (Bandung: Mizan, 1999)
23. Fatwa-fatwa Seputar Al-Qur‟an dan Hadis (Bandung:
Mizan, 1999)
24. Perempuan (Dari Cinta Sampai seks, dari Nikah Mut‟ah
sampai Nikah Sunnah, dari Bias Lama sampai Bias Baru
(Jakarta: Lentera hati, 2004)
25. Tafsir Al-Qur‟an Al-Karim atas Surat-surat Pendek
Berdasar Urutan Turunnya Wahyu (Bandung: Mizan,
1997Pengantin al-Qur‟an (Jakarta: Lentera Hati, 1999);
26. Shalat Bersama Quraish Shihab (Jakarta: Abdi Bangsa)
27. Jilbab Pakaian Wanita Muslimah; dalam Pandangan Ulama
dan Cendekiawan Kontemporer (Jakarta: Lentera Hati,
2004).
28. Dia di Mana-mana; Tangan Tuhan Di balik Setiap
Fenomena (Jakarta: Lentera Hati, 2004).
29. Perempuan (Jakarta: Lentera Hati, 2005)
29
30. Logika Agama; Kedudukan Wahyu & Batas-Batas Akal
Dalam Islam (Jakarta: Lentera Hati, 2005).29
Dan masih ada karya M. Quraish Shihab yang lain berupa
buku maupun kumpulan makalah dan berbagai karya ilmiah
lainnya.
C. Latar Belakang Penulisan Buku Tafsir Al-Misbah
Adapun yang menjadi latar belakang M. Quraish Shihab dalam
menulis buku Tafsri Al-Misbah ialah karena M. Quraish Shihab
yang ingin memiliki satu karya nyata tentang penafsiran ayat-ayat
Al-Quran secara utuh dan komprehensif yang sengaja
diperuntukkan bagi mereka yang bermaksud mengetahui banyak
tentang Al-Quran.30
Tafsir Al-Misbah di tulis oleh M. Quraish Shihab pada hari
jum‟at, 4 Rabi‟ul Awwal 1420 H/18 Juni 1999 M, tepatnya di kota
Ṡaqar Quraish, di mana beliau saat itu masih menjabat sebagai
Duta Besar RI di Kairo, dan buku tafsir itu selesai di Jakarta, hari
Jum‟at 5 September 2003. Menurut pengakuannya, ia
menyelesaikan tafsirnya itu dalam kurun empat tahun. Sehari
rata-rata beliau menghabiskan waktu tujuh jam untuk
menyelesaikan penulisan tafsirnya itu.31 Meskipun beliau
ditugaskan sebagai Duta Besar di Mesir, pekerjaan ini tidak
29Muchlis M. Hanafi, Berguru Kepada Sang Mahaguru, Catatan Kecil (Seorang murid) Tentang Karya-Karya dan Pemikiran M. Quraish Shihab, (Jakarta: Elha Omni Media, 2015), hlm. 43-51.
30M. Quraish Shihab, Al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pelajaran Dari Surah-surah Al-Quran (Jakarta: Lentera Hati, cet. 1, 2012), hlm.12.
31M. Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi Al-Quran dan Dinamika Kehidupan Masyarakat (Jakarta: Lentera Hati, 2006), hlm. 310.
30
terlalu menyibukkannya sehingga beliau memiliki banyak waktu
untuk menulis. Di negeri seribu menara inilah, Quraish menulis
Tafsir Al-Misbah.32
D. Sistematika Penulisan Tafsir Al-Misbah
M. Quraish Shihab memulai dengan memaparkan tentang
maksud dari Firman Allah SWT, sesuai kemampuan manusia dan
menafsirkan sesuai dengan keberadaan seseorang pada
lingkungan budaya dan kondisi sosial serta perkembangan ilmu
dalam menangkap pesan-pesan Al-Qur‟an. Keagungan firman
Allah SWT dapat menampung segala kemampuan, tingkat,
kecenderungan, dan kondisi yang berbeda-beda itu. Seorang
mufassir dituntut untuk menjelaskan nilai-nilai itu sejalan
dengan perkembangan masyarakatnya, sehingga Al-Qur‟an dapat
benar-benar berfungsi sebagai petunjuk, pemisah antara yang haq
dan bathil serta jalan keluar bagi setiap problema kehidupan yang
dihadapi, Mufassir dituntut pula untuk menghapus kesalah
pahaman terhadap Al-Qur‟an atau kandungan ayat-ayat.
M.Quraish Sihab juga memasukkan pendapat kaum Orientalis
yang mengkiritik tajam sistematika urutan ayat dan surat-surat
Al-Quran, sambil melemparkan kesalahan kepada para penulis
wahyu. Kaum orientalis berpendapat bahwa ada bagian-bagian Al-
Qur‟an yang ditulis pada masa awal karir Nabi Muhammad saw.
Ada beberapa prinsip yang dipegangi oleh M. Quraish Shihab
dalam karya Tafsirnya, baik tahlili maupun mauḍu‟i, di antaranya
32M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Vol. 15 (Jakarta: Lentera Hati,
2004), hlm. 645.
31
bahwa Al-Quran merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Dalam Al-Misbah, beliau tidak pernah luput dari pembahasan
ilmu al-munâsabât.33 yang tercermin dalam enam hal:
1. Kecocokan kata demi kata dalam satu surah.
2. Kecocokan kandungan ayat dengan penutup ayat
(fawâshil).
3. Kecocokan hubungan ayat dengan ayat berikutnya.
4. Kecocokan uraian awal/mukadimah satu surah dengan
penutupnya.
5. Kecocokan penutup surah dengan uraian
awal/mukadimah surah sesudahnya.
6. Kecocokan tema surah dengan nama surah.
Metodologi penulisan kitab Tafsir al-Misbah yang ditempuh
oleh M. Quraish Shihab adalah sebagai berikut:
a. Menjelaskan Nama Surat.
Sebelum memulai pembahasan yang lebih mendalam,
Quraish mengawali penulisannya dengan menjelaskan
nama surat dan menggolongkan ayat-ayat pada
Makkiyah dan Madaniyah.
b. Menjelaskan Isi Kandungan Ayat
Setelah menjelaskan nama surat, kemudian ia
mengulas secara global isi kandungan surat diiringi
dengan riwayat-riwayat dan pendapat-pendapat para
mufassir terkait ayat tersebut.
33Ilmu yang mengaitkan tentang permulaan ayat dengan akhir ayat, lihat-Az-Zarkasyi, al-Burhan fi „Ulum al-Quran (Beirut: Dar al-Ma‟rifah, 1972), hlm. 35-36.
32
c. Mengemukakan Ayat-Ayat di Awal Pembahasan
Setiap memulai pembahasan, Quraish Shihab
mengemukakan satu, dua atau lebih ayat-ayat Al-Quran
yang mengacu pada satu tujuan yang menyatu.
d. Memaparkan maksud dari Ayat secara Global.
e. Kemudian ia memaparkan ayat-ayat secara global,
sehingga sebelum memasuki penafsiran yang menjadi
topik utama, pembaca terlebih dahulu mengetahui
makna ayat-ayat secara umum.
f. Menguraikan Kosa Kata.
g. Selanjutnya, M. Quraish Shihab menjelaskan Makna
dari kata-kata secara bahasa pada kata-kata yang sulit
dipahami oleh pembaca.
h. Menjelaskan Asbab an-nuzul dari Ayat tersebut.
i. Terhadap ayat yang mempunyai asbāb an-nużūl dari
riwayat sahih yang menjadi pegangan para ahli tafsir,
maka Quraish Shihab Menjelaskan lebih dahulu.
j. Memandang Satu Surat Sebagai Satu Kesatuan Ayat-
ayat yang Serasi.
k. Al-Qur‟an merupakan kumpulan ayat-ayat yang pada
hakikatnya adalah simbol atau tanda yang tampak. Tapi
simbol tersebut tidak dapat dipisahkan dari sesuatu
yang lain yang tidak tersurat, tapi tersirat. Hubungan
keduanya terjalin begitu rupa, sehingga bila tanda dan
simbol itu dipahami oleh pikiran maka makna tersirat
33
akan dapat dipahami pula oleh seseorang. Dalam
penanfsirannya, ia sedikit banyak terpengaruh terhadap
pola penafsiran Ibrāhīm al-Biqā‟ī, yaitu seorang ahli
tafsir, pengarang buku Nazm ad-Durar fī Tanāsub al-
Âyāt wa as-Suwar yang berisi tentang keserasian
susunan ayat-ayat Al-Quran.
Tawakkal ialah suatu sikap yang di miliki oleh orang-orang
yang beriman. Di dalam kamus besar bahasa Indonesia, tawakkal
berarti “ berserah diri kepada Allah SWT dengan segenap hati
percaya kepada Allah SWT sesudah berusaha. dan barang siapa
yang bisa meraih sikap tawakkal yang sempurna ini, maka
hidupnya akan merasakan nikmat kebahagiaan di dunia dan
kesejahteraan di akhirat. Ada beberapa pendapat ulama tentang
arti tawakkal yaitu:
a. Ibnu Qayyim mengemukakan bahwa tidak sah tawakkal
kecuali di sertai dengan dengan melakukan sebab-
sebab/usaha terlebih dahulu.34
b. TM. Hasbi Ash-Shiddiqy, tawakkal adalah penyerahan
diri kepada Allah SWT dan berpegang kuat kepada-Nya
setelah berusaha terlebih dahulu sejauh kemampuan
manusiawi. Oleh karena itu tawakkal di haruskan
ketika keadaan di luar kemampuan manusuia
mengubahnya.
34Lajnah pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, tafsir Al-Qur‟an Tematik, (Jakarta: kamil pustaka, 2014), hlm. 210.
34
c. Hamka menjelaskan bahwa tawakkal yaitu
menyerahkan keputusan segala perkara, ikhtiar
dannusaha kepada tuhan.
d. Hamzah Ya‟qub mengatakan bahwa tawakkal yaitu
adalah mempercayai diri kepada Allah SWT dalam
melaksanakn suatu rencana, dengnan bersandar
kepada kekuasaan-Nya pada suatu pekerjaan
Dari sejumlah pengertian yang di jelaskan oleh para ulama
di atas dapat di pahami bahwa tawakkal adalah pasrah diri
terhadap kehendak Allah SWT atas apa yang telah di lakukan
dengan usaha manusiawi terhadap lebih dulu. Kemudian
menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT dengan
melengkapi syarat-syarat-Nya.
Buah dari sikap tawakkal sangat banyak anekanya, namun
dalam hal ini, peneliti hanya mengutip sebagian dari buah
tawakkal menurut pandangan M.Quraish Shihab ialah sebagai
berikut:
1. Lahirnya sikap tawakkal
Kata sabar di artikan sebagai “menahan” di mana
kesabaran menuntut ketabahan dalam menghadapi sesuatu
yang sulit, berat, dan pahit. Orang yang bertawakkal kepada
Allah SWT harus terima dalam menghadapi rintangan hidup
dengan penuh tanggung jawab.35 Sikap sabar merupakan
35M. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Illahi Hidup Bersama Al-Qur‟an, (Bandung: Mizan Pustaka, 2000), hlm.165.
35
salah satu sifat yang menggambarkan kekuatan jiwa
pelakunya, sehingga mampu mengendalikan keinginan
nafsunya. Dari sini tidak heran kalau puasa dinamai “sabar”
karena esensi pokok dari ibadah untuk pengendalian diri yang
berakhir dengan kemenagan.
2. Terwujudnya sikap sakinah dalam hidup
Kata “sakinah” yang berarti ketenangan, atau antonim dari
guncangan, sikap sakinah bias di rasakansebelum terjadinya
situasi yang mencekam, baik karena bahaya yang mengancam
jiwa atau sesuatu yang mengeruhkan pikiran pada masa kini
atau masalalu. Sikap sakinah di kaitkan dengan bala tentara
Allah SWT yang tidak terlihat. Dengan sikap sakinah akan
mengantarkan seseorang untuk selalu berani walaupun
sendirian. Sehingga betapapun mencekam atau mengancam
situasi, dia selalu terlindungi atas izin Allah SWT.36
3. Lahirnya Kasih sayang Allah SWT
Kasih sayang yang menghiasi diri seseorang tidak luput
dari rasa pedih yang di alami oleh jiwa pemiliknya. Rasa itulah
yang mendorong orang yang bertawakkal untuk mencurahkan
kasih sayang kepada yang di rahmati. Kasih sayang yang
dalam pengertian demikian adalah kasih sayang makhluk.
Sedangkan kasih sayang Al-Khaliq (Allah) tidak demikian.
Kasih sayang Allah SWT bersifat sempurna dan kekal
selamanya, dimana setiap kali Allah SWT menghendaki maka
36Ibid, hlm.191.
36
akan tercurahnya kasih sayang yang manusia miliki. Kasih
sayang Allah SWT bersifat menyeluruh serta mencakup semua
aneka macam kasih sayang yang tidak dapat di hitung atau
dinilai sebagaimana yang manusia rasakan dalam
kehidupan.37
37M. Quraish Shihab, Menyingkapi Tabir Ilahi, Asma Al-Husna Dalam perspektif Al-Qur‟an, t.tp, hlm. 20.
37
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG TAWAKKAL
1. Pengertian Tawakkal
a. Pengertian tawakkal secara bahasa
Kata tawakkal berasal dari bahasa Arab, yaitu كل – یكل - كل ,
yang artinya „menyerahkan, mewakilkan, dan wakil‟.38 Di
dalam kamus besar bahasa indonesia, tawakkal berarti
berserah diri kepada kehendak Allah SWT, dengan segenap
hati percaya kepada Allah SWT sesudah berusaha.39
Berdasarkan sejumlah pengertian tawakkal secara bahasa
dapat di pahami, bahwa arti tawakkal yaitu menyerahkan,
mewakilkan, melimpahkan wewenang kepada yang diwakilkan,
penyerahan suatu urusan untuk di selesaikan oleh yang di
wakilkan namun ada juga yang memahami tawakkal sebagai
berserah diri kepada kehendak Allah SWT atas apa yang telah
diusahakan.
b. Pengertian tawakkal secara istilah
Pengertian tawakkal menurut istilah adalah “ menjadikan
Allah SWT sebagai wakil dalam mengurusi suatu urusan, dam
mengandalkan Allah SWT dalam menyelesaikan segala urusan
setelah berusaha semampunya”.40 Di samping itu, ada juga
38Mahmud yunus, kamus Arab Indonseia, (Jakarta: yayasan penyelenggara penterjemah Al-Qur‟an, 1973), hlm. 505.
39Departemen pendidikan dan kebudayaan, kamus besar bahasa indonesia, ( jakarta: balai pustaka, 1990), hlm. 908.
40Mu‟inudinillah Basri, Indahnya Tawakkal , ( Solo: indiva media kreasi,
2008), hlm. 15.
38
yang memahami tawakkal sebagai berserah diri kepada Allah
SWT, tuhan semesta alam secara bulat dan utuh, oleh karena
itu tawakkal yang dimaksud bukan menyerahkan sesuatu
kepada Allah SWT tanpa melakukan usaha. Melainkan
berusaha terelebih dahulu kemudian kemudian menyerahkan
kepada Allah SWT secara bulat dan utuh. 41
2. Tawakkal dalam Al-Qur’an
Tawakkal merupakan salah satu ibadah hati yang paling
utama dan salah satu dari berbagai akhlak Iman yang agung.
Tawakkal bagi orang Islam yang meniti jalan kepada Allah SWT
merupakan keperluan pokok, terutama dalam masalah Rizki.
Maslah ini biasanya menyesakkan pikiran dan hati manusia,
membuat badan menjadi letih, jiwa menjadi kusut dan gelisah
pada waktu malam dan bertungkus-lumuspada waktu siang.
Malah ada kalanya diantara mereka yang sanggup menggadai
marwah diri, melakukan perbuatan yang dilarang oleh Agama
untuk mendapatkan sesuap nasi untuk meneruskan hidup.
Cara untuk melepaskan diri dari melakukan perbuatan
yang terlarang disisi agamaadalah dengan bertawakkal kepada
Allah SWT. Insan yang lebih memerlukan tawakkal ini adalah jika
dia seorang da‟i, penyampai risalah dan orang yang biasa
memberi nasehat. Mereka melihat tawakkal ini seperti sendi yang
kukuh dan benteng yang teguh. Mereka bersandar pada tawakkal
41Abdullah zakiy Al-Kaaf, Membentuk akhlak: mempersiapkan generasi Islam , ( Bandung: Pustaka Setia: 2001), hlm. 209.
39
dalam menghadapi thagut (syaiton), orang kafir, penguasa-
penguasa zalim dan pemimpin-pemimpin yang tidak adil. Mereka
memohon pertolongan dan perlindungan daripada Allah SWT agar
mereka senantiasa berada di bawah perlindungan Allah SWT dan
di pelihara dari melakukan kemungkaran.
Sebagaimana yang telah di jelaskan sebelumnya bahwa
sikap tawakkal itu merupakan penyerahan diri kepada Allah SWT
setelah sebelumnya di dahului oleh usaha serta ikhtiar yang
keras. Dengan kata, tawakkal yang tidak di sertai dengan usaha
dan ikhtiar bukanlah merupakan sikap tawakkal yang
sebenarnya. 42
Berdasarkan informasi yang peneliti dapatkan di dalam
kitab Mu‟jam al-Mufahras Li al-Fadz al-Qur‟an al-Karim, kalimah
„tawakkal‟ dari akar kata „wakala‟ terhitung di dalam al-Qur„an
sebanyak 84 kali dalam 22 surah.43
Perintah bertawakkal dalam al-Qur‟an, terulang dalam
bentuk tunggal (tawakkal) sebanyak sembilan kali, dan dalam
bentuk jamak (tawakkalu) sebanyak dua kali. Kesemuanya dapat
dikatakan, didahului oleh perintah melakukan sesuatu, baru
kemudian disusul dengan perintah bertawakkal.
Bertawakkal tidaklah berarti meninggalkan upaya,
bertawakkal mengharuskan seseorang meyakini bahwa Allah yang
mewujudkan segala sesuatu, sebagaimana ia harus menjadikan
42Mohd Fathi Yakan Bin Zakaria, Konsep Tawakkal Dalam Al-Qur‟an (Kajian Komparatif Antara Tafsir As-Sa‟rawi Dan Tafsir Al-Azhar), t.tp, hlm. 19.
43Arentjan Wensinck, Mu‟jam al-Mufahros li al-Fazh al-Qur‟an al-Karim,
hlm. 762-763.
40
kehendak dan tindakannya sejalan dengan kehendak dan
ketentuan Allah SWT. Seorang muslim dituntut untuk berusaha
tetapi di saat yang sama ia dituntut pula berserah diri kepada
Allah SWT, ia dituntut melaksanakan kewajibannya, kemudian
menanti hasilnya sebagaimana kehendak dan ketentuan Allah.44
Sebagaimana Firman Allah sebagai berikut:
كل علي ه جع أم كل فاعب لي ض أ ا لل غيب السما عمل ب بغافل عما ما
Artinya: “dan milik Allah meliputi rahasia langit dan bumi dan kepada-Nya segala urusan dikembalikan. Maka sembahlah Dia dan bertawakkalah kepada-Nya. Dan tuhanmu tidak akan lengah terhadap apa yang kamu kerjakan. 45
Kepada-Nya semua yang menentukan sesudah hidup dan
mati. Semua akan di hisab di akhirat. Oleh karena itu sembahlah
Allah dan bertawakkal kepadan-Nya yakni rahasia langit dan
bumi serta rahasia diri sendiripun Allah yang menguasainya.
Dengan menghambakan diri dan bertawakkal untuk mengisi jiwa
dengan kekuatan yang baru buat mengisi atau meneruskan.46
Orang yang bertawakkal kepada Allah SWT tidak akan
merasa kehilangan akal jika ada sesuatu yang menngecewakan
dan tidak akan bersombong diri dari apa yang direncanakan
sesuai dengan taufik Allah. Dengan sabar dan tawakkal maka
44M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta:Lentera Hati, 2002, Hlm. 488.
45 QS. Huud: [11]:123. kementrian Agama, RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan hlm. 235.
46 Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz III, hlm. 135.
41
selalu terbawa untuk memperbaiki diri mana yang kurang dan
menyempurnakan mana yang belum sempurna.47
Dari ayat-ayat di atas, dapat diambil suatu kesimpulan
bahwa cara bertwakkal menurut al-Qur‟an adalah melakukan
suatu usaha terlebih dahulu dengan semampu mungkin, baru
kemudian bertawakkal atau menyerahkan. segala urusan pada
Allah. Jika memang hasil yang didapatkan baik, maka berarti
sesuai dengan usaha serta jerih payah yang telah ditempuh, atau
dengan kata lain, sesuai dengan sunnatullah. Namun jika hasil
yang diperoleh bersifat sebaliknya, maka dalam hal ini terdapat
dua kemungkinan:
1. Pertama, hasil yang diperoleh tidak memuaskan karena usaha
yang dilakukan kurang maksimal.
2. Kedua, usaha telah dilakukan semaksimal mungkin, akan
tetapi ketentuan Allah telah menetapkan demikian. Namun
disebalik semua itu, sebenarnya terkandung hikmah besar
yang bisa saja dilihat dengan kasat mata ataupun sebaliknya.
3. Hubungan Usaha dengan Tawakkal
Tawakkal yang diperintahkan dalam al-Qur‟an dan as-
Sunnah tidak menghendaki berhentinya usaha. Karena justru
usaha itu yang akan menjadi sebab terjadinya perubahan.
Allah telah mengatur alam ini dengan hukum sebab-akibat.
Semua yang terjadi di alam ini mengikuti hukum sebab-akibat
47Hamka, Juz XII, hlm. 163.
42
yang telah ditentukan oleh Allah, bahkan peraturan-peraturan
Allah pun sangat berkaitan dengan hukum ini.48
Hadis masyhur yang diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata, Telah datang seorang lelaki yang mengendarai unta kepada Rasulullah, ia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah aku membiarkan unta ini danbertawakkal kepada Allah? Atau melepaskannya dan bertawakkal kepada Allah?” Rasulullah kemudian menjawab, “Tambatlah unta tersebut dan bertawakkallah kepada Allah!”.49
Nash di atas jelas menerangkan pentingnya menjaga dan
tetap berusaha dalam tawakkal, karena usaha tidak
menghapuskan arti tawakkal.
Al-Qur‟an juga memerintahkan sholat khauf ketika dalam
kondisi perang. Al-Qur‟an memerintahkan untuk membagi
tentara menjadi dua bagian: satu bagian yang melakukan solat
dibelakang imam, dan bagian yang lain bersiap siaga
menghadapi musuh. Al-Qur‟an juga mewasiatkan agar selalu
waspada dan memegang senjata, hingga tak ada kesempatan
sedikitpun bagi musuh untuk mencuri kesempatan ketika
mereka sedang sibuk melaksanakan sholat.
Dari berbagai dalil yang telah dikemukakan, Yusuf al-
Qaradhawi membuat kesimpulan bahwa manusia itu jika
dilihat dari usahanya terbagi menjadi empat golongan:50
1. Orang yang sama sekali tidak berusaha
Kelompok pertama adalah orang-orang yang
menolak dan tidak mahu berusaha apapun baik dengan
48Yusuf al-Qaradhawi, hlm. 49. 49Hadis diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dalam Sunan at-Tirmidzi, hlm.
2517. 50Imam Jalaluddin al-Mahalli & Imam Jalaluddin as-Suyuti, Tafsir
Jalalain, Maktabah al-Ashriyyah, (t.t,Beirut, 2003), hlm. 81.
43
jasad ataupun secara batiniyah, dengan alasan
tawakkal kepada Allah. Yusuf al-Qaradhawi
menjelaskan bahwa golongan ini pada saat sekarang ini
tidak lagi dianggap sebagai golongan yang menimbulkan
permasalahan, karena memang keberadaan mereka ini
sudah jarang sekali bahkan tidak ada, kecuali orang-
orang yang mengikuti jejak kaum sufi terdahulu. Tidak
ada ilmu yang dapat diambil dari orang yang seperti ini,
dan juga tidak ada perbuatan yang patut dicontohi.51
2. Orang yang hanya bergantung pada usaha
Kelompok kedua adalah orang-orang yang
bergantung kepada sebab (usaha) dengan anggota
tubuh dan hati mereka, dengan melupaka Yang Maha
Menciptakan sebab itu sendiri. Ia menyerahkan dan
menyandarkan segalanya pada usaha (sebab), seolah-
olah usaha tersebut di mata mereka bagaikan tuhan
yang harus disembah bersama Allah, atau bahkan
usaha itu yang justru mereka sembah, selain Allah.
Sangat disayangkan sekali bahwa golongan kedua ini
adalah golongan yang paling banyak memiliki pengikut.
Hampir-hampir tidak ada seorangpun yang memandang
rezeki itu kecuali hanya berasal dari pekerjaan yang ia
terima hasil gajinya dalam setiap bulan. Atau rezeki itu
berada di dalam rumah mereka setiap saat dapat ia
51Yusuf al-Qaradhawi, hlm. 102.
44
terima. Atau pada seorang ayah yang manafkahi
anaknya. Atau si Fulan yang merupakan seorang
penguasa, menteri atau gubenur, di mana ia
menyandarkan jabatannya kepada mereka, atau yang
membuat kenaikan pangkatnya menjadi mudah.52
Sedikit sekali orang yang mengingati Tuhannya yang
telah menciptakan ini dan itu baginya, dan yang telah
memberikan rezeki kepadanya melalui cara yang dapat
diperkirakannya ataupun melalui jalan yang ia tidak
menduganya sama sekali.53
3. Orang yang mempergunakan usaha untuk kemaksiatan
Kelompok ketiga ini adalah kelompok yang lebih
buruk dari kelompok kedua. Jika kelompok yang kedua
menggantungkan diri mereka kepada usaha dalam hal
yang diperbolehkan, justru kelompok yang ketiga ini
menggunakan usaha untuk perbuatan maksiat. Artinya
mereka menggunakan nikmat berupa kemampuan
berusaha dari Allah untuk melakukan maksiat kepada
Allah. 54
4. Orang yang memadukan usaha dengan sikap tawakkal
Kelompok keempat adalah orang yang berusaha dan
ia tidak melupakan yang menciptakan usaha tersebut.
Ia berusaha dengan seluruh anggota tubuhnya, dan
52Ibid, hlm. 103. 53Ibid, hlm. 104. 54Ibid, hlm. 105.
45
bertawakkal kepada Allah dengan akal dan hatinya.
Sikap seperti inilah yang merupakan sikap tawakkal
yang sebenar.
Orang seperti inilah yang menjaga sunnatullah pada
segala penciptaan-Nya dan segala hukum-hakam dalam
syariat-Nya dengan diiringi keyakinan bahwa Allah lah
yang menciptakan sebab-sebab itu semua. Allah lah
yang memerintahkan untuk menggunakan segala
ciptaan-Nya itu, Dia pula mengatur hasil dari usaha
manusia sesuai dengan takdir dan syariat-Nya.
Golongan inilah yang benar pemahamannya
terhadap Allah dan Rasul-Nya. Ia mengikat untanya dan
kemudian bertawakkal kepada Allah, menanam benih
kemudian bergantung kepada Allah, berjalan di muka
bumi ini untuk mencari rezeki dari Allah. Ia melakukan
aktivitas jual-beli, akan tetapi jual-belinya itu tidak
membuat mereka lalai dari mengingati Allah. Jalan
seperti inilah yang ditempuh oleh para Nabi dan
sahabat yang berjalan menuju jalan Allah.55
4. Macam-Macam Tawakkal
Tawakkal merupakan suatu sikap terpuji yang dimiliki
oleh orang-orang yang beriman. Dimana kehidupan orang-
orang yang bertawakkal akan sejahtera di dunia dan di akhirat
55Ibid., hlm. 107-108.
46
dengan memiliki sikap tersebut. Dalam ajaran Islam sikap
tawakkal terbagi dalam 3 macam yaitu:
a. Tawakkal pada pekerjaan yang mempunyai sebab dan
„illat.
b. Tawakkal dalam urusan yang tidak ber‟illat.
c. Tawakkal dalam meraih apa yang dicintai oleh Allah
SWT berupa Iman.
Tawakkal yang mempunyai sebab dan „illat‟ adalah
mengharuskan manusia berusaha terlebih dahulu sebatas
kemampuan yang dimilikinya, kemudian bertawakkal kepada
Allah SWT. 56 ajaran Islam menganjurkan pemeluknya untuk
berusaha, tetapi pada saat yang sama dituntut juga untuk
berserah diri kepada Allah SWT. 57
Manusia memiliki keterbatasan dalam segala hal.
Sedangkan Allah SWT adalah zat yang Maha kuasa. Oleh karena
itu, perwakilan kepada manusia berbeda dengan perwakilan
kepada Allah SWT. Jika mewakilkan kepada manusia untuk
melaksanakan hal tersebut, di mana yang menyerahkan tidak
perlu lagi melibatkan diri. 58
Seorang Muslim yang bertawakkal sepenuhnya kepada
Allah SWT tentu akan senantiasa mengikuti segala petunjuk Allah
SWT dan Rasul-Nya, dengan demikian tawakkal tidak berarti
pasif. Orang Muslim yang taat mengikuti petunjuk Tuhan dan
56Yunasri Ali, Pilar Tasawuf, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), hlm. 134. 57Gulam Reza Sultani, Hati Yang Bersih: Kunci Ketenangan Jiwa,
(Jakarta: Zahra, 2006), hlm. 155. 58Mu‟inudinillah Basri, Indahnya Tawakkal ..,hlm. 16.
47
Rasul-Nya justru akan menjadi dinamis dan aktif dalam
menjalani hidupnya. Hal ini tidak sedikit Ayat Al-Qur‟an dan
Hadits Nabi SAW , yang menganjurkan orang Muslim senantiasa
berusaha dan berjuang denganpenuh semangat dalam
mengarungi lautan hidup di dunia untuk memenuhi hajat
hidupnya. 59
Selanjutnya bentuk “tawakkal dalam urusan yang tidak
ber‟illat dan tidak bersebab”. Misalnya, “ kematian yang menimpa
anak secara tiba-tiba atau harta benda yang terbakar tiba-tiba. Di
saat seperti ini manusia tidak boleh lemah, berputus asa, tetapi
bersabar” 60
Disaat rintangan tidak ada, semua orang mudah saja
menyebut bahwa pertolongan Allah SWT akan datang. Tetapi, “
apabila kesusahan, kecelakaan dan kegoncangan itu benar-benar
telah datang, seaka-akan tertutuplah segala pintu dan tidaklah
nampak harapan.61 Tetapi harus di ingat, bahwa setiap
kesusahan dan cobaan yang dihadapi akan mendapatkan hasil
yang menyenangkan. Oleh karena itu bersabarlah dalam
menjelajahi kehidupan ini demi mencari Ridha Allah SWT.
Sedangkan yang dimaksud bentuk “tawakkal dalam meraih
apa yang dicintai oleh Allah SWT berupa Iman” adalah seseorang
yang berusaha dengan sebab-sebab tertentu, tanpa hati
59Yunahar ilyas, kuliah Akhlak, (Yogyakarta: pustaka pelajar offset, 2006), hlm. 45.
60Yunasri Ali, Pilar-pilar Tasawuf , (Jakarta: kalam mulia, 2005), hlm. 134.
61Haji Abdul Malik Abdul Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, juz ..., hlm.
174.
48
tergantung kepada sebab tertentu. Serta dia meyakini bahwa itu
semua hanyalah sebab semata, dan Allah SWT yang menakdirkan
dan menentukan hasil dari usahanya. Maka tawakkal semacam
inilah yang di perbolehkan dalam agama Islam. 62
Oleh karena itu, dengan tawakkal semacam ini membuat
beban hidup manusia akan berkurang dan tidak menjadikan
manusia tersebut menjadi stres.
Stres muncul ketika manusia merasa kecewa dengan
keadaan yang ada, misalnya manusia kecewa dengan hasil yang
diperoleh. Hasil besar yang di harapkan ternyata kenyataannya
sangat kecil, maka kekecewaan itulah yang bisa memicu stres. 63
tetatpi bagi orang bertawakkal, mereka tidak akana kecewa.
Orang bertawakkal akan menyikapi keadaan tersebut dengan
tenang, karena bagi mereka hasil usahanya baik besar ataupun
kecil sepenuhnya tergantung atas izin Allah Swt.
5. Tingkatan-tingkatan Tawakkal
Tawakkal memiliki tingkatan menurut kadar keimanan,
tekad orang yang bertawakkal tersebut. Syaikh Al Harawi
menyebutkan tingkatan tingkatan tawakkal di lihat dari aspek
manusia yang melewati sebagai berikut. 64
Pertama, tawakkal di sertai dengan perintah dan
melakukan sebab-sebab dengan niat karena takut menyibukkan
62Nabhani Idris (penyadur), pesan-pesan spiritual, (Jakarta: gema insani press, 1998), hlm. 78.
63 Abu Muhammad Waksito, hidup itu mudah, (Jakarta: Khalifa, 2007), hlm. 113.
64Salman Shulha, , La Tahzan, (Bandung: Mizan, 2008), hlm. 71.
49
diri dengan sebab dan dengan niat hendak memberi manfaat pada
makhluk dan meninggalkan dakwaan yang bukan terhadap diri
sendiri, kedua, tawakkal dengan menggugurkan tuntunan dan
memejamkan mata dari sebab, sebagai usaha untuk
berkonsentrasi memelihara kewajiban. Ketiga, tawakkal disertai
dengan pengetahuan untuk bersih dari penyakit (gangguan)
tawakkal. Tawakkal ini dengan mengetahui kekuasaan Allah SWT
terhadap segala sesuatu adalah kekuasaan, keperkasaan yang
tiada sekutu dengannya.
Dari ketiga tingkatan tawakkal yang di jelaskan oleh Syaikh
Al-Harawi dapat di pahami, bahwa tingkatan tawakkal ada
beberapa tingkat diantaranya tawakkal di sertai dengan perintah
dan melakukan sebab-sebab, dan tawakkal disertai dengan
pengetahuan untuk bersih dari penyakit (gangguan) tawakkal.
Ibnu Qoyyim membagi tingakatan tawakkal dalam
beberapa tingkatan yaitu sebagai berikut:65
1. Mengenal rabb dan sifat-sifatnya, baik itu kemampuan
kekuasaan kecukupan, berakhirnya segala urusan pada
ilmunya, keyakinan pada kecukupan dari
lindungannya, dan kesempurnaan pelaksanaan apa
yang di tugaskan kepadanya bahwasanya makhluk
tidak dapat menduduki posisi itu.
65Abdullah bin Umar ad-Dumaiji, hidup tentram dengan tawakkal, (Jakarta: pustaka Azzam, 2000), hlm. 20.
50
2. Penerapan sebab-sebab, pemeliharaan, dan penerapan
dalam arti kata tawakkal seorang hamba tidak akan
lurus dan benar kecuali dengan menetapkan sebab-
sebab. Karena tawakkal merupakan sebab yang paling
kuat dalam mengantarkan pelakunya untuk sampai
kepadanya.
3. Memantapkan hati pada pijakan tauhid, dalam hal ini
tawakkal seorang hamba dinilai benar sampai
tauhidnya dinilai benar pula. Hakikat tawakkal adalah
tauhid yang ada pada hati.
4. Menyandarkan hati pada Allah SWT, dan merasa tenang
dan tentram serta pecaya sepenuhnya terhadap
pengelolaannya.
Dari beberapa tingkatan tawakkal yang di jelaskan oleh
Ibnu Qoyyim di atas dapat di pahami, bahwa tingkatan tawakkal
itu adalah dengan mengenal Allah SWT dan sifat-sifatnya. Serta
menetapkan sebab-sebab yang memantapkan hati pada pijakan
tauhid dengan menyandarkan hati kepada Allah SWT agar merasa
tenang terhadap apa yang Allah SWT telah kehendaki.
6. Hikmah Tawakkal
Tawakkal merupakan suatu sikap yang hanya dimiliki oleh
orang-orang yang beriman. Dari sikap ini akan membuahkan
hasil yang sangat bermanfaat dan berguna bagi kehidupan orang-
orang yang beriman, diantara hikmah dari tawakkal tersbut
adalah sebagai berikut:
51
a. Terwujudnya Iman
Seringkali dijumpai dalam Firman-Nya, Allah SWT
menyandingkan antara tawakkal dengan orang-orang yang
beriman. Hal ini menandakan bahwa tawakkal merupakan
perkara sangat agung yang tidak dimliki kecuali oleh orang-
orang yang beriman. Tawakkal bagian dari ibadah hati yang
akan membawa pelakunya ke jalan kebahagiaan didunia dan
akhirat. Berdasarkan kebeiringan antara iman dan
tawakkal,maka tidak di ragukan lagi bahwa hikmah dari
tawakkal yang paling agung adalah realisasi iman seorang
hamba.66
Sangat perlu untuk di perhatikan bahwa tidak ada iman
kecuali dengan tawakkal, begitu juga sebaliknya tidak ada
tawakkal keuali dengan iman. Ibnu Abbas‟ menjadikan
tawakkal sebagai “ gabungan Iman”. Dan mengenai hal ini,
sa‟id bin jubair mengatakan, “ tawakkal itu setengah daei
Iman”. 67
Allah SWT berfirman dalam Q.S Al-Maidah ayat 23.
Yang artinya: “ dan hanya kepada Allah hendaknya kalian
bertawakkal, jika kalian benar-benar orang yang beriman.68
Ayat di atas menjelaskan bahwa semua orang yang
beriman bertawakkal kepada Allah SWT. Barang siapa
66Ibnu Qudanah, minhajul Qashidin; jalan orang-orang yang mendapat petunjuk, (terj. Kathur suhardi), (Jakarta: pustaka kautsar, 1997), Hlm. 427
67Abdullah bin Umar ad-Dumaiji, hidup tentram dengan tawakkal, (Jakarta: pustaka Azzam, 2000), hlm. 4.
68Q.S al-Maidah: [5]: 23. kementrian Agama, RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan hlm. 111.
52
bertawakkal kepada Allah SWT, maka Allah akan memelihara
atau mejaganya. Di anatar tugas orang yang bertawakkal
adalah “ menegerjakan segala sesuatu atas apa yang telah di
wajibkan oleh Allah SWT, dan menyediakan segala keperluan
yang bisa membuat kaum mu‟min meperoleh kemenangan,
baik yang berupa bantuan materi atau moral”. 69
Di sebut juga dalam Al-Qur‟an dan Tafsirnya bahwa
surah Al-Maidah ayat 23 menjelaskan bahwa setelah
terungkap sikap kaum Nabi Musa dalam hal memasuki tanah
suci dan berdiam di dalamnya, maka dua orang utusan dari
kaum Nabi Musa yang memang bertawakkal kepada Allah Swt
dan telah di beri kenimatan dan memeperoleh keridhoan-Nya,
menganjurkan kepada teman-temannya agar mereka segera
memasuki pintu batul maqdis. Kedua orang soleh tersebut
adalah yosua bin nur dan kalaeb bin yefuen. Apabila mereka
telah memasukinya pasti mereka akan menang dan dapat
mengusir penduduknya yang kuat itu. Karena kemenangan itu
di peroleh atas pertolongan Allah SWT yang di janjikan dan hal
itu pasti akan di tepatinya. 70
Dari kedua penafsiran surah Al-Maidah di atas dapat di
simpulkan, bahwa di perintahkan kepadaorang yang beriman
untuk bertawakkal kepada Allah SWT dalam segala hal. Agar
memperoleh kemenangan dalam hidupnya, sebab Allah SWT
69Teungku Muhammad Habi Ash-Shiediqi, tafsir Al-Qur‟an Majid An-Nur, (Semarang: pustaka Rizki putra, 2000) hlm. 1679.
70Kementrian agama, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, jilid 11, (Jakarta: Lentera
abadi, 2010), hlm.382.
53
akan menolong hambanya yang bertawakkal dalam
menyediakan segala keperluanyadan ini janji Allah SWT yang
tidak bisa di ragukan lagi.
b. Merasa cukup dalam kehidupan
Ibnu Qayyim mengatakan bahwa Allah SWT memberikan
sesuatu itu tergantung pada orang yang bertawakkal kepadanya,
memberi kecukupan kepada orang yang berlindung kepadanya,
memeberi rasa aman kepada orang yang takut kepadanya,
memeberikan perlindungan kepada orang yang meberi
pertolongan. Oleh karena itu, barang siapa yang berlindung
meminta pertolongan dan bertawakkal kepadanya, maka Allah
SWT akan melindungi dan menjaga serta memelihara dirinya.
Hala ini merupakan balasan yang paling agung, dimana Allah
SWT telah berjanji untuk memberikan balasan sendiri kepada
orang yang bertawakkal. Allah SWT berfirman dalam Q.S At-talaq
ayat 3 yang artinya “ dan barang siapa yang bertawakkal kepada
Allah niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya.”71
Ayat di atas menjelaskan bahwa barangsiapa yang
menyerahkan urusannya kepada Allah dan memasrahkan
kebebasannya kepada Allah SWT, maka dia akan mencukupinya
dalam hal yang menyulitkannya di dunia dan di akhirat.
Maksudnya, hamba itu mengambil sebab-sebab yang di jadikan
Allah, termasuk sunnah-sunnah Allah SWT dalam kehidupan ini,
71Q.S At-Talaq [65]: 3. kementrian Agama, RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan hlm. 558.
54
dan menunaikannya dengan cara yang sebaik-baiknya. Kemudian
menyerahkan urusannya kepada Allah SWT dalam sebab-sebab
yang tidak di ketahuinya dan tidak dapat dia capai
pengetahuanya. 72
Sebagaiman riwayat dari ibnu abbas, “ wahai anakku,
sesungguhnya aku ingin mengajarkan kepada mu beberpa
kalimat, “ ingatlah kepada Allah SWT, maka Allah SWT akan
mengingat mu. Bila engkau meminta, mintalah kepada Allah SWT.
Dan bila engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan
kepada Allah SWT. Dan ketahuilah bahwa seandainya suatu
Ummat bersepakat untuk memberikan kemanfaatan kepada mu,
mereka tidak akan memberikan kepadamu, kecuali apa yang telah
di tuliskan Allah SWT untuk mu. Dan seandainya mereka hendak
menimpakan mudharat kepadamu, maka mereka tidak akan
meneimpakannya kepadamu kecuali atas apa yang telah di
tuliskan Allah SWT untuk mu.
Sesungguhnya Allah SWT pasti melaksanakan hukum-
hukumnya pada makhluk menurut apa yang di kehendaki Allah
SWT. Dan Allah SWT tealah membuat untuk segala sesuatu
ketentuan dan waktu. Maka, janganlah kamu bersedih wahai
orang mukmin, bila kamu ketinggalan sesuatu yang kamu
inginkan atau yang kamu harapkan, karena segala sesuatu itu
72Ahmad Mustafa Al-Marogi, tafsir Al-Maragi, (Semarang: karya toha
putera semarang, 1993), hlm. 229 .
55
tergantung pada waktu dan di tentukan dengan ketentuan yang
khusus. Sebagaiman Firman-Nya dalam Q.S (Ar-ra‟ad, 13:8).
ا ه بمق كل ع
Artinya:dan segala sesuatu pada sisinya ada ukuranny”. 73 c. Lahirnya Kekuatan Hati, Keberanian, Keteguhan, Dan
Perlawanan Terhadap Musuh
Di antara hikmah tawakkal yang paling agung lainnya
adalah bahwa Allah SWT memberikan kekuatan hati, keteguhan,
keberanian yang perlawanan terhadap musuh sekuat apapun
musuh tersebut. Orang yang bertawakkal tidak akan di belenggu
ketergantungan kepada makhluk yang lemah, danorang tersebut
mencukupkan diri kepada Allah SWT yang maha berkuasa karena
keyakinannya terhadap Allah SWT. Maka akan timbul keberanian
yang luar biasa. Hal itu tanpak pada keberanian mujahiddin yang
sering kali jumlah dan kekuatan fisik serta perlengkapan materi
mereka sangat minim di bandingkan dengan apa yang di miliki
musuh. Tapi mereka berhasil tegar dalam menghadapi musuh
mereka, bahkan membuat musuh mereka ketakutan.74 Allah SWT
berfirman dalam Q.S. An-Nisa‟ ayat 81.
ق ك بيت طائف منه غير ال ا من ع ا ب ل طاع ف ق ض عنه بي فأع ب ما ك كيلا الل كفى بالل كل عل الل
Artinya “ dan mereka (orang-orang munafik) mengatakan, “(kewajiban kami hanyalah) taat.” Tetapi, apabila mereka telah pergi dari sisimu (muhammad), sebagian dari mereka mengatur siasat dimalam hari (mengambil keputusan) lain dari yang mereka
73Ahmad mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, hlm.230. 74Ansory Al-Maonsor, cara mendekatkan diri kepada Allah SWT, Taqarrub
ilalla, (Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 120.
56
katakan, Allah mencatat siasat yang mereka atur di malam hari itu,maka berpalinglah dari mereka dan bertawakalah kepada Allah. Maka cukuplah Allah yang menjadi pelindung.75
Ayat di atas menjelaskan bahwa mereka yang di tujukan
kepada orang-orang munafik itu berkata: “taat”, tetapi apabila
mereka telah berpisah daripada engkau Rasul, maka berbisik
segolongan dari mereka itu, berlain dari apa yang mereka
katakan.” Yakni ketika bermuka siang hari dengan Rasul SAW,
semua mengatakan “taat” setia dan patuh. Semuanya serentak
menyatakan ketaatan, namun hal tersebut dengan mulutnya saja
mengaku taat sedangkan hatinya tidak. Kemudian pada malam
hari, mereka yang hatinya tidak taat itu telah berkumpul lagi
memperbisikan dalih mereka yang berbeda sama sekali daripada
apa yang mereka ucapkan siang hari itu, “maka Allah SWT akan
menuliskan apa yang perbisikan malam hari itu.” Tingkah laku
mereka yang tidak jujur itulah tidak terlepas dari catatan Allah
SWT.
Maka berfirman Allah “ lantaran itu, berpalinglah engkau
dari mereka.” Jangan terlalu di hadapkan perhatian sehingga
menyebabkan susah hati karean tingkah laku mereka itu. “ dan
bertawakkalah kepada Allah”. Karena pertolongan Allah bukanlah
akan bergantung ada atau tidak ada orang yang seperti itu.” Dan
75 Q.S An-Nisa [4]: 74. kementrian Agama, RI, Al-Quran dan Terjemahan
hlm. 88.
57
cukuplah dengan Allah sebagai pembela.” Sebab jaminan Allah
tetap ada,dan Allah SWT akan tetap membelamu.76
d. Lahirnya Sikap Sabar dan Ketahanan
Apabila tawakkal mendatangkan sifat sabar, maka
sesunggunhya sabar merupakan sebab terbesar bagi tercapainya
setiap kesempurnaan. Oleh karena itu, makhluk yang paling
sempurnah adalah yang paling sabar dan ia merupakan makam
(kedudukan) iman yang paling besar.77 Jika kesabaran di
sandingkan dengan kepercayaan, maka akan melahirkan imamah
(bersifat kepemimpinan) dalam agama. Allah SWT berfirman
dalam Q.S As-sajadah ayat 24 yang artinya “ dan kami jadikan di
antara mereka pemimpin-pemimpin yang memeberi petunjui
dengan perintah kami ketika mereka sabar, dan mereka
mempercayai ayat-ayat kami.”78
76Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir Al- Azhar, JUZ. V (Jakarta; Pustaka Panjimas, 1983), hlm. 173.
77Damanhuri Basyir, strategi pembentukan manusia berkaraket, (Banda Aceh: lembaga naskah aceh, 2013) hlm. 41.
78Q.S as-Sajadah [32]: 24. Kementrian Agama, RI, Al-Quran dan
Terjemahan, hlm. 417.
58
BAB IV
Analisis Tentang Konsep Tawakkal dalam Al-Qur’an
A. Pengertian Tawakal Menurut M.Quraish Shihab
M. Quraish shihab menjelaskan bahwa tawakal terambil
dari kata لك لكی - yang artinya “menyerahkan, mewakilkan”, dan
dari kata itu terbentuk kata لیك ., 79
Di dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, tawakal berarti “berserah kepada kehendak
Allah SWT dengan segenap hati percaya kepada Allah SWT
sesudah berusaha”.80 Apabila seseorang telah mewakilkan kepada
pihak lain, maka manusia tersebut telah menjadikan pihak lain
tersebut sebagai dirinya sendiri dalam suatu persoalan, sehingga
yang menjadi wakil melaksanakan apa yang dikehendaki oleh
yang menyerahkan kepadanya.81 “Kata wakil juga
diterjemahkan sebaai “pelindung”. Kata tersebut pada hakikatnya
terambil dari kata “wakala-yakilu” artinya mewakilkan”.82
Menjadikan Allah SWT sebagai wakil artinya “menyerahkan
kepada Allah SWT segala persoalan. Allah SWT yang berkehendak
dan bertindak sesuai dengan kehendak manusia yang
menyerahkan perwakilan itu kepada-Nya. Makna ini dapat
79M. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Illahi: hidup bersama Al Quran, (Bandung: Mizan, 2000), hlm. 171.
80Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm. 908.
81M. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Illahi: hidup bersama Al Quran..., hlm. 171.
82M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an: Tafsir Maudhu‟i Atas Berbagai Persoalan Umat, (Jakarta: Mizan Pustaka, 2007), hlm. 263.
59
menimbulkan kesalah pahaman jika tidak dijelaskan lebih
jauh”.83 Oleh karena itu, jika “seseorang yang menjadikan Allah
SWT sebagai wakil, maka manusia dituntut untuk melakukan
sesuatu yang berada dalam batas kemampuannya. Tawakkal
bukan berarti penyerahan secara mutlak kepada AlSWT, akan
tetapi penyerahan tersebut harus didahului dengan usaha
manusia”. 84
Seperti ungkapan dalam sebuah hadis Rasulullah SAW yang artinya: Seorang laki-laki berkata, wahai Rasulullah mana yang benar aku tambatkan (untaku) dan bertawakal atau aku lepaskan ikatannyakemudian aku bertawakal. Rasulullah SAW bersabda, “Tambatlah terlebih dahulu (untamu), kemudian setelah itu bertawakallah.” (Riwayat at-Tirmizi dari Anas bin Malik).
Hadis di atas menjelaskan bahwa Rasul SAW meluruskan
cara berfikir sahabat beliau dengan memberitahukan bahwa
dengan menjadikan Allah SWT sebagai wakil, mengharuskan
seseorang menyakini bahwa Allah SWT yang mewujudkan segala
sesuatu yang terjadi di alam raya. Sebagaimana ia harus
menyesuaikan kehendak dan ketentuan Allah SWT itu dalam
hukum-hukum sebab dan akibat. Namun dalam hal ini, “manusia
yang bertawakal dituntut untuk berusaha, tetapi pada saat yang
sama manusia dituntut jugauntuk berserah diri kepada Allah
SWT. Orang yang benar-benar bertawakal kepada Allah SWT,
akan menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT setelah
83M. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Illahi: hidup bersama Al Quran., hlm. 172.
84M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an: Tafsir Maudhu‟i Atas Berbagai Persoalan umat, hlm.264.
60
melengkapi syarat-syaratnya”. Allah SWT berfirman dalam Al-
Quran sebagai berikut :”
ك ا من ع ا ب ل طاع ف ق ق بيت طائف منه غير ال كيلا كفى بالل كل عل الل ض عنه بي فأع ب ما ك الل
“Dan mereka (orang-orang munafik) mengatakan, “(kewajiban kami hanyalah) taat.” Tetapi, apabila mereka telah pergi dari sisimu (Muhammad), sebagian dari mereka mengatur siasat dimalam hari (mengambil keputusan) lain dari yang telah mereka katakan. Allah mencatat siasat yang mereka atur di malam hari itu, maka berpalinglah dari mereka dan bertawakallah kepada Allah. Maka cukuplah Allah yang menjadi pelindung.”85
Ayat di atas menjelaskan mereka yang ditujukan kepada
orang munafik itu berkata: “Taat”, tetapi apabila mereka telah
berpisah daripada engkau (Rasul), berbisik segolongan dari
mereka itu berlainan dari yang mereka katakan”. Yaknketika di
siang hari dengan Rasulullah SAW, semua mengatakan: “Taat,
setia dan patuh,” Semuanya serentak menyatakan ketaatan.
Namun hal tersebut dengan mulut mereka saja mengaku taat
sedangkan hatinya tidak. Kemudian pada malam hari, mereka
yang hatinya tidak taat itu berkumpul lagi memperbisikkan dalih
mereka yang berbeda sama sekali dari apa yang mereka ucapkan
siang hari itu. “Maka Allah akan menuliskan apa yang mereka
perbisikkan malam hari itu.” Tingkah laku mereka yang tidak
jujur itu tidaklah terlepas dari catatan Allah SWT.
Firman Allah SWT selanjutnya “Lantaran itu, berpalinglah
engkau dari mereka.” Maksudnya, jangan terlalu dihadapkan
perhatian sehingga menyebabkan susah hati karena tingkah laku
85 Q.S An-Nisa :[4]: 81. Kementrian Agama, RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, hlm. 91.
61
mereka itu. “Dan bertawakallah kepada Allah.” Karena
pertolongan Allah bukanlah akan bergantung kepada ada atau
tidaknya orang yang seperti itu. “Dan cukuplah Allah SWT
sebagai pelindung.” Sebab jaminan Allah tetap ada, dan Allah
SWT akan melindungimu. Kata tawakal yang juga berakar kata
sama dengan wakil, bukannya berarti penyerahan secara mutlak
kepada Allah SWT, tetapi penyerahan tersebut harus didahului
dengan usaha manusiawi terlebih dahulu.86
Seorang muslim dituntut agar menimbang dan
memperhitungkan segala segi sebelum melangkahkan kaki. Tetapi
bila pertimbangannya keliru atau perhitungannya meleset, maka
ketika itu akan tampillah dihadapannya Allah SWT yang
dijadikannya wakil.87 Sehingga mereka yang bertawakal tidak
larut dalam kesedihan dan keputus-asannya, karena pada saat
itu mereka yakin bahwa wakilnya telah bertindak dengan sangat
bijaksana dan menetapkan untuknya pilihan yang terbaik.
Mu‟inudinillah mengutip pemikiran Zubaidi dalam kitab
Taajul „Aruus, dengan menjelaskan bahwa tawakal yaitu “percaya
sepenuhnya dengan apa yang ada di sisi Allah SWT, dan memutus
harapan apa yang ada di tangan manusia.88 Dalam arti kata dapat
disimpulkan, bahwa tawakal adalah menyandarkan diri kepada
Allah SWT. Di mana manusia harus melakukan usaha terlebih
86Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir Al Azhar, Juz. V, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), hlm. 173.
87M. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Illahi: hidup bersama Al Quran, hlm. 174.
88Mu‟inudinillah Basri, Indahnya Tawakal, (Solo: Indiva Media Kreasi,
2008), hlm. 16.
62
dahulu, setelah itu menyakini bahwa Allah SWT adalah Dzat yang
Maha memberi rezeki atas apa yang telah diusahakannya. Allah
SWT berfirman dalam Q:S Al-Ahzab ayat 3:
كيل كفى بالل كل عل الل
“Dan bertawakalah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pemelihara.89
Dalam menafsirkan surat Al-Ahzab ayat 3 di atas, di mana
disebutkan kata kerja yaitu “bertawakallah”, M. Quraish Shihab
menjelaskan bahwa, “berserah dirilah kepada Allah SWT, setelah
engkau berupaya sekuat tenaga dan pikiran dalam melakukan
apa yang semestinya engkau lakukan, karena ketika itu Allah
SWT akan membela dan memeliharamu.” Maka cukuplah Allah
SWT sebagai wakil atas apa yang telah kamu usahakan.90 Ayat
ini dapat dipahami, bahwa berserah dirilah kepada Allah SWT
setelah berusaha sekuat tenaga dan fikiran.
Perintah bertawakal kepada Allah SWT “terulang dalam
bentuk tunggal (tawakal) sebanyak sembilan kali, dan dalam
bentuk jamak (tawakkalu) sebanyak dua kali. Kesemuanya dapat
dikatakan, didahului oleh perintah melakukan sesuatu baru
kemudian disusul dengan perintah berserah diri”.91
Agama Islam bukannya menganjurkan dengan perintah
bertawakal atau perintah menjadikan Allah sebagai wakil agar
seseorang tidak berusaha. Namun ajaran Islam menginginkan
89
Q.S al-Ahzab [33]: 3 Kementrian Agama, RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, hlm. 418
90 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misba:Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur‟an,Vol. 11, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 271.
91 M. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Illahi: hidup bersama Al Quran, hlm. 175.
63
agar umatnya hidup dalam realita, realita yang menunjukkan
bahwa tanpa usaha tidak mungkin tercapai harapan, dan tidak
ada gunanya berlarut dalam kesedihan jika realita tersebut tidak
dapat diubah lagi. Menjadikan Allah SWT sebagai wakil, berarti
seseorang harus menyakini bahwa Allah SWT yang mewujudkan
segala sesuatu yang terjadi di alam raya ini dan juga
mengharuskan orang yang mengangkat-Nya sebagai wakil
menjadikan kehendak dan tindakannya sejalan dengan kehendak
dan ketentuan Allah SWT, karena dengan menjadikan-Nya wakil
manusia terlebih dahulu telah sadar bahwa pilihan Allah SWT
adalah pilihan terbaik yang tidak bisa dikalahkan dengan
apapun.92 Oleh karena itu dapat dipahami, bahwa menjadikan
Allah SWT sebagai wakil mengharuskan manusia untuk
berusaha. Karenatanpa usaha tidak mungkin tercapai suatu
harapan.
Dalam menjadikan Allah SWT sebagai wakil, maka
mengharuskan manusia yang bertawakal meyakini bahwa Allah
SWT yang mewujudkan segala sesuatu atas apa yang terjadi di
alam raya, sebagaimana manusia harus menjadikan kehendak
dan tindakannya sejalan dengan ketentuan Allah SWT setelah
berusaha. Dalam hal ini, “seseorang yang beriman dituntut untuk
berusaha, tetapi pada saat yang bersamaan dia dituntut pula
untuk berserah diri kepada Allah SWT”. Manusia dituntut
92 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002),
hlm. 525-527.
64
melaksanakan kewajibannya, kemudian menunggu hasilnya
sesuai dengan kehendak dan ketetapan Allah SWT.93
Syariat Islam memuji orang-orang yang bertawakkal,
pengaruh tawakkal akan tampak dalam gerakan hamba dengan
usahanya untuk menggapai tujuan. Usaha hamba itu bisa berupa
mendatangkan manfaat yang belum didapat, seperti mencari
penghidupan, ataupun menjaga apa yang sudah ada. Dengan
“usaha manusia bisa untuk mengantisipasi bahaya yang datang,
seperti menghindari serangan atau bisa juga menyingkirkan
bahaya yang sudah datang, seperti berobat disaat sakit”.94
Terdapat empat poin terpenting dalam memahami konsep
tawakal menurut M. Quraish Shihab, yaitu sebagai
berikut:Kenyakinan akan ke-esaan Allah SWT yang tidak bisa
disamakan dengan makhluk.
1. Menyadari keterbatasan diri sebagai hamba-Nya.
2. Berusaha melakukan sesuatu sejauh batas
kemampuan.
3. Berserah diri kepada Allah SWT.95
B. Analisa tawakkal dalam tafsir Al-Misbah
على ليهما الل إذ همت طائفتا منك أ تفشا من كل ا الل فليت
Artinya: ketika dua golongan dari (pasukan) kamu terbetik
dalam pikirannya untuk menggagalkan (niatnya) padahal Allah
93M. Quraish Shihab, Muhammad Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui, (Jakarta: Lentera Hati, 2001), hlm. 260.
94Ibnu Qudanah, Minhajul Qashidin; Jalan orang-orang Yang Mendapat Petunjuk (terj. Kathur Suhardi), (Jakarta: pustaka Kautsar, 1997), hlm.426.
95M. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi Hidup Bersama Al-Qur‟an, hlm. 173.
65
Adalah penolong bagi kedua golongan itu. Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang Mukmin bertawakkal.96
Pada ayat ini M.Quraish shihab menjelaskan bahwa uraian
ayat ini masih berkisar pada peristiwa yang terjadi sebelum
berkecamuknya perang. Hanya saja, dalam ayat ini mitra bicara
di tujukan kepada seluruh kaum muslimin, berbeda dengan ayat
yang lalu yang hanya di tujukan kepada Nabi Muhammad SAW.
Ini, karena penekanan dalam ayat ini lebih banyak menunjukan
aktivitas dan niat yang menyertai sebagai pasukan kaum muslim
yang akan terlibat dalam peperangan tersebut. Ketika itu ada dua
golongan dari pasukan kaum, yaitu bani salamah yang
meruapakan segolongan dari suku khazraj dan bani harits dari
suku Aus, yang terbetik dalam pikirannya untuk menggagalkan
(niatnya) berperang karena mereka takut mati setelah mengetahui
bahwa sepertiga pasukan pasukan yang pimpin oleh petinggi yang
munafik, salah satu dari mereka meninggalkan medan perang
yaitu Abdullah ibn Ubay, padahal Allah adalah penolong bagi
kedua golongan itu, di karenakan keduanya terdiri dari mereka
yang beriman dan apa yang ada dalam pikiran mereka itu sangat
manusiawi sehingga Allah SWT mentoleransinya.97
Menurut al-Biqa‟i, Potongan dari ayat ini lebih di pahami
mengandung berita bahwa Allah SWT akan menolong dari kedua
golongan tersebut, di karenakan mereka beriman dan berserah
96
QS. ali-„Imran [3]: 122 Kementrian Agama, RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, hlm. 50.
97 M. Quraish shihab, Tafsir Al-misbah (Pesan,kesan dan keserasian Al-
Quran), Jakarta: lentera Hati, 2000, hlm. 190-191.
66
diri hanya kepada Allah SWT, dan bukan keinginan mereka untuk
mundur dari peperangan tersebut dan tekad mereka sangat kuat.
Mereka bahkan menjadikan Allah SWT sebagai penolong bagi
mereka dan hanya kepada Allah SWT mereka berserah diri guna
mengukuhkan kamu dan menghindarkan kelemahan atas mu,
karena itu hendaklah semua kaum mukmin percaya dan berserah
diri kepada-Nya agar mereka semua pun memperoleh
pertolongan-Nya.
Ada beberapa Ulama juga yang menafsirkan firman-Nya:
padahal Allah adalah penolong bagi kedua golongan itu, ayat
tersebut merupakan peringatan bagi kedua golongan tersebut,
mereka di kecam karena berniat untuk meninggalkan medan
peperangan tersebut, padahal mereka tahu bahwa Allah SWT
akan menolong mereka kalau mereka benar-benar beriman dan
bertawakkal hanya kepada Allah SWT.98
ا من فض ل كنت فظا غليظ القلب ا فبما رحمة من الل لنت له لك فاعف عنه كل على الل ح ذا عزمت فت مر ف ره في شا استغفر له
كلي إ الل يحب ات
Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu
berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.99
98Ibid, hlm.192. 99
QS. ali-„Imran [3]: 122. Kementrian Agama, RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, hlm. 66.
67
Dan pada ayat selanjutnya M. Qurasih shihab menafsirkan
bahwa setelah dalam ayat-ayat yang lalu Allah SWT membimbing
dan menuntut kaum Muslim secara umum, kini tuntutan di
arahkan kepada Nabi Muhammad SAW, sambil menyebutkan
sikap lemah lembut Nabi kepada kaum Muslim, khususnya
mereka yang telah melakukan kesalahan dan pelanggaran dalam
perang uhud itu. Namun demikian, cukup hanya pada bukti yang
menunjukan kelemah lembutan Nabi Muhammad SAW. Beliau
bermusyawarah dengan mereka sebelum memutuskan berperang,
beliau meminta usul mayoritas mereka, walau beliau sendiri
kurang berkenaan, beliau tidak memaki dan mempersalahkan
para pemanah yang meninggalkan markas mereka, tetapi hanya
menegurnya dengan halus.
Firman-Nya: maka di sebabkan rahmat Allah engkau
berlaku lemah lembut terhadap mereka, dapat menjadi salah satu
bukti bahwa Allah SWT sendiri yang mendidik dan membentuk
kepribadian Muhammad SAW, sebagaimana sabda beliau „aku di
didik oleh Tuhan-ku, maka sungguh baik hasil pendidikannya.
Kepribadian beliau di bentuk sehingga bukan hanya pengetahuan
yang Allah SWT limpahkan kepada beliau melalui wahyu-wahyu
Al-Qur‟an, tetapi juga Qalbu beliau di sinari, bahkan totalitas
wujud beliau merupakan rahmat bagi seluruh alam.100
100Ibid. hlm. 242.
68
Firman-Nya: sekiranya engkau bersikap keras lagi berhati
kasar… dan seterusnya, mengandung makna bahwa engkau,
wahai Muhammad, bukanlah seorang yang berhati keras. Ini di
pahami dari kata (lau) yang di terjemahkan „seandainya‟. Kata ini
di gunakan untuk sesuatu yang bersyarat, tetapi syarat tersebut
tidak dapat terwujud.
Firman-Nya: berlaku keras lagi berhati kasar,
menggambarkan sisi dalam dan sisi luar manusia, berlaku keras,
menunjuk ke sisi luar manusia dan berhati kasar, menunjukan ke
sisi dalamnya. Kedua hal itu dinafikan dari Rasulullah SAW.
Perintah ayat ini di sebutkan tiga sifat dan sikap secara berurutan
dan di perintahkan kepada Nabi Muhammad SAW, untuk di
laksanakan sebelum bermusyawarah. Penyebutan ketiga hal itu,
walaupun dari segi konteks turunnya ayat, mempunyai makna
tersendiri yang berkaitan dengan perang uhud, namun dari segi
pelaksanaan dan esensi musyawarah, ia menghiasi diri Nabi
Muhammad SAW. Dan setiap orang yang melakukan
musyawarah. Setelah itu, di sebutkan lagi satu sikap yang harus
di ambil setalah adanya hasil musyawarah dan bulatnya tekada.
Pertama, berlaku lemah lembut, tidak kasar, dan tidak berhati
keras.101
ا د ض غ ه به م ن في قل ال افق ق ا كل عل الل ف من نه (4حالل ع حكي )
Artinya:(Ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya berkata, "Mereka itu
101Ibid, hlm. 243-244.
69
(orang-orang mukmin) ditipu oleh agamanya.” (Allah berfirman), Barang siapa yang tawakal kepada Allah, maka sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana..”102
Ayat ini turun ketika peperangan Badar. Sya‟rawi
menjelaskan bahwa ketika itu terdapat orang-orang munafik dan
orang yang hatinya sakit berkata: “Mereka itu (orang mukmin)
ditipu agama mereka”. Orang-orang munafik ini mereka
sebenarnya ingin keluar berperang. Karena melihat bilangan
tentera musuh yang banyak dan melihat orang mukmin yang
sedikit, mereka merasakan was-was untuk menang. Hal ini
disebabkan oleh lemahnya keyakinan. 103
“Barangsiapa bertawakkal kepada Allah, ketahuilah bahwa
Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana”. Dihujung ayat ini, Allah
menjawab bahwa orang-orang mukmin itu bukanlah ditipu oleh
agama mereka, akan tetapi karena mereka bertawakkal kepada
Allah, dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, maka
cukuplah Allah baginya karena Allah yang Maha Berkuasa dan
Maha Bijaksana yang meletakkan sesuatu pada tempatnya yaitu
meletakkan kekalahan kepada orang kafir dan meletakkan
kemenangan kepada orang mukmin.
Allah SWT menolong orang-orang yang beriman itu dengan
melihat musuh mereka sedikit. Rasulullah menjelaskan kepada
mereka bahwa jika mereka terbunuh dalam peperangan ini, maka
102Q.S al-Anfal [8]: 49. Kementrian Agama, RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, hlm. 183.
103Sya‟rawi, Tafsir as-Sya‟rawi, Jilid 8, hlm. 4741.
70
mereka mendapat syahid, dan itulah kehidupan yang abadi
karena orang-orang yang syahid langsung masuk ke syurga.
Tawakkal kepada Allah adalah menyerahkan segala urusan
kepada-Nya, yaitu urusan percaya dan yakin bahwa Allah saja
yang mampu memberi kemenangan kepada orang-orang yang
beriman, dan di sini lahirlah sebabnya yaitu bantuan dari Allah
SWT dengan memenangkan kaum muslimin seperti perintah Allah
dalam Surah at-Taubah ayat ke 14, “Perangilah mereka, nescaya
Allah akan menyiksa mereka dengan perantaraan tangan kamu”.
ا ب عليك الق ع ك ه خير لك ا ا شيئا ه ك ع أ ه لك ه ك
علم أ ا عل الل لك ه ش ا ا شيئا حب أ
Artinya:Diwajibkan atas kalian berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kalian benci. Boleh jadi kalian membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi kalian; dan boleh jadi (pula) kalian menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagi
kalian. Allah mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahui.104
Dalam tafsir Al- Misbah Ayat ini diberlakukannya perintah
dalam kewajiban berjihad, pada ayat di atas disebutkan kata „asa‟
yang diterjemahkan bisa jadi dan yang mengandung makna
ketidakpastian, tentu saja bukan dari sisi pengetahuan Allah
SWT, karena tiada sesuatu yang tersembunyi atau tidak pasti
bagi-Nya. Ketidakpastian adalah dari sisi manusia, dalam arti bila
seseorang menghadapi perintah Ilahi yang harus ia indahkan atau
ketetapannya yang tidak dapat ia elakkan, sedangkan hal-hal
tersebut tidak menyenangkannya, maka ketika itu manusia
104 Q.S Al-Baqarah: [2]: 216. Kementrian Agama, RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, hlm. 34.
71
hendaknya menanamkan rasa optimisme dalam jiwanya dan
berkata bisa jadi di balik ketetapan yang tidak berkenan di hati
itu ada sesuatu yang baik.
Demikian juga sebaliknya, seseorang yang sedang
menikmati kebahagiaan hidup hendaknya tidak bergembira
sampai pada batas lupa diri”. Karena bisa jadi di balik yang
disenangi itu ada mudharat. Jadi, sikap semacam ini hanya dapat
diraih bila manusia mengingatkan dirinya bahwa bisa jadi di balik
yang disenangi ada sesuatu yang tidak menyenangkan dan
sebaliknya.105 Ayat ini mengingatkan manusia “agar berserah diri
kepada Allah sekaligus mendorongnya untuk hidup seimbang,
tidak kehilangan optimisme ketika ditimpa kesedihan dan
sekaligus tidak larut dalam kegembiraan yang menjadikannya
lupa daratan.
Sedangkan didalam tafsir Ibnu Katsir menafsirkan, Allah
mewajibkan jihad kepada kaum muslim demi mempertahankan
agama Islam dari kejahatan musuh-musuhnya. Az-Zuhri
mengatakan bahwa jihad itu wajib atas setiap orang, baik ia ahli
dalam berperang ataupun tidak. Bagi orang yang tidak biasa
berperang, apabila diminta bantuannya untuk keperluan jihad,
maka ia harus membantu. Dan apabila dimintai pertolongannya,
maka ia harus menolong. Apabila diminta untuk berangkat
105M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan , Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, vol.1, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 460-401.
72
berjihad, maka ia harus berangkat; tetapi jika tidak diperlukan, ia
boleh tinggal (tidak berjihad).106
يه ليك أ ا بسط م أ عمت الل عليك ه ق ا ك ا ا م ن ا أيها ال فكف أ م كل ا عل الل فلي ا الل ق ا ك يه ع
Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kalian akan nikmat Allah (yang diberikan-Nya) kepada kalian, di waktu suatu kaum bermaksud hendak memanjangkan tangannya kepada kalian (untuk berbuat jahat), maka Allah menahan tangan mereka dari kalian. Dan bertakwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu harus bertawakal.107
M. Qurasih Shihab menafsirkan Ganjaran yang dijanjikan
oleh ayat di ayat kepada orang-orang mukmin, antara lain adalah
anugerah keselamatan dari gangguan musuh. Melalui ayat ini
Allah SWT berseru: Hai orang-orang yang beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya ingatlah nikmat Allah yang dianugerahkan-Nya
kepada kamu, sewaktu suatu kaum yang mempunyai kekuatan
dan kemampuan bermaksud dengan sungguh-sungguh hendak
menggerakakan tangan-tangan mereka kepada kamu, yakni untuk
berbuat jahat, membunuh, atau memerangi kamu, maka Allah
menahan tangan-tangan mereka dari kamu. Tanpa nikmat Allah
itu niscaya kamu akan mengalami kesulitan, maka bersyukur dan
bertawakkallah kepada sajalah, tidak kepada selain-Nya, orang-
orang mukmin harus bertawakkal.
Kalau ayat 7 surah ini memerintahkan untuk mengingat
dan merenungkan nikmat Allah, tanpa menyebut nikmat tertentu,
maka kali ini yang diperintahkan adalah mengingat nikmat
106 Tafsir ibnu katsir lengkap 30 juz. 107
Q.S al-Maidah: [5]: 11 Kementrian Agama, RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, hlm. 107.
73
tertentu. Ayat yang ditafsirkan ini mengaitkan nikmat dimaksud
dengan waktu tertenatu, yakni sewaktu satu kaum bermaksud
berbuat jahat terhadap Nabi SAW. Dan Ummat Islam. Apakah dan
kapan hal tersebut terjadi dapat ditarik dari sebab turunnya ayat
ini.108
كيل كفى بالل كل عل الل
Dan bertawakallah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pemelihara.109
Akhir surah yang lalu (surah as-sajdah) memerintahkan
Nabi SAW. Agar berpaling dari kaum musyrikin, tidak
menghiraukan gangguan mereka sambil menanti keputusan Allah
SWT. Itu di sampaikan setelah menyatakan bahwa Al-Qur‟an
adalah wahyu Ilahi yang bersumber dari tuhan seruan Allah itu.
Nah, setelah uraian tersebut surah ini memulai dengan
mengukuhkan kandungan akhir surah tersebut dengan
menyebutkan prinsip dasar yang harus selalu menjadi perhatian,
yakni bertawakkal kepada Allah SWT, tidak patuh kepada ajakan
kaum kafir dan munafik, serta mengikuti secara bersungguh-
sungguh wahyu Al-Qur‟an yang di turunkan
Ayat-ayat di atas menyatakan: Hai Nabi, bertakwalah
kepada Allah yakni pertahankan dan tingkatkanlah ketakwaan
yang selama ini engkau lakukan dengan melaksanakan perintah
Allah dan menjauhi larangan-Nya dan janganlah engkau
108
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan , Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, vol.1, (Jakarta: Lentera Hati, 2001), Hlm. 230
109 Q.S Al-Ahzab: [33]: 3 Kementrian Agama, RI, Al-Qur‟an dan
Terjemahan hlm. 418.
74
mematuhi keinginan orang-orang kafir yang bermaksud
mengalihkanmu dan kaum Muslimin dari ketaatan kepada Allah
dan jangan juga mengikuti kehendak orang-orang munafik yang
hanya mencari keuntungan material tanpa menghiraukan nilai-
nilai agama. Sesungguhnya Allah adalah maha mengetahui segala
sesuatu lagi maha bijaksana, tidak mungkin dia menyampaikan
sesuatu yang salah satu melaksanakan sesuatu yang tidak tepat.
Karena itu, perhatikanlah firman-firman-Nya dan ikutilah secara
sungguh-sungguh apa yang di wahyukan tuhan pemelihara dan
pembimbing mu yang di samapaikan-Nya secara sangat lemah
lembut kepadamu sebagai pertanda kasih-Nya. Sesungguhnya
Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan baik kamu yang
taat, maupun yang durhaka, karena itu tidak usah merisaukan
gangguan kaum kafir dan munafik dan bertwakkallah yakni
berserah dirilah kepada Allah, setelah melakukan upaya
maksimal, karena itu Dia akan membela dan memeliharamu dan
cukuplah Allah sebagai pemelihara dirimu dan semua orang-orang
beriman jangan bagimu hatimu kepada selain-Nya.110
ا ه علي ل ا فقل حسب الل ا ل ف ش العظي ب الع ه كلت
Jika mereka Berpaling (dari keimanan) maka katakanlah “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung.111 kepada Allah SWT bahwa hendaknya dia mengandalkan-
Nya semata, karena dialah penyebab dari segala sebab dan faktor.
110Ibid, Hlm. 215-216 111
Q.S at-Taubah [9]: 129 Kementrian Agama, RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, hlm. 207.
75
Sebab dan faktor selain-Nya adalah sebab-sebab yang tidak
sempurna lagi yang masih membutuhkan Yang Maha Kuasa yang
memiliki kekuasaan adalah pemilik dan pengatur „Arsy itu.
“Siapa yang menghendaki kesuksesan dan kemuliaan maka
sekal-kali janganlah meraihnya melalui kemuliaan yang tidak
langgeng. Jika anda menginginkan kemuliaan yang langgeng.”
Demikian sufi besar Ibnu „Atha‟illah as-Sakandari. Kemuliaan
yang tidak langgeng adalah mengandalkan sebab-sebab dan
melupakan pemilik dan penyebab kemuliaan (Allah), sedang yang
langgeng adalah mengingat dan mengandalkan penyebab, tanpa
melupakan sebab. 112
112Ibid, hlm. 765.
76
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pemaparan materi diatas maka peneliti dapat
menyimpulkan:
1. Di dalam ayat tersebut Allah SWT memerintahkan orang-orang
untuk bertawakkal dalam berperang, dan sebelum berperang
hendaklah Nabi Muhammad SAW bersikap lemah lembut
kepada kaum Muslimin dan bermusyawarah terlebih dahulu
dengan seluruh kaum Muslimin dan setelah itu, kita
bertawakkal hanya kepada Allah SWT setelah kita berusaha
semaksimal mungkin
2. Dari analisa tersebut, dapatlah penulis membuat kesimpulan
bahwa tawakkal itu adalah ibadah hati dengan menyerahkan
kepada Allah SWT segala keputusan setelah berusaha dan
ikhtiar dengan sungguh-sungguh, bergantung dan percaya
hanya kepada Allah SWT.
B. Saran
Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan
rahmat-Nya kepada kita semua, khususnya kepada penulis,
sehingga bisa menyelesaikan penelitian ini. Penulis sadari bahwa
karya yang berjudul “KONSEP TAWAKKAL PERSPEKTIF AL-
QUR‟AN (Kajian M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah)” ini
77
masih jauh dari kesempurnaan, dari itu peneliti mohon kepada
pembaca agar memberi masukan dan saran.
Terakhir, semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis
khususnya dan para pembaca pada umumnya, tidak sekadar
membaca tapi mampu untuk mengaplikasikan tawakkal dalam
kehidupan kita, sehingga kita mampumenjadi hamba-hamba yang
bertaqwa dan mulia disisi-Nya.
78
Daftar Pustaka
Abdullah Bin Umar Ad-Dumaji, Rahasia Tawakal Sebab dan Musabab,Terj. Kamaludin Sa'diatul haramaini, Pustaka Azzam, Jakarta, 2000, hlm. 125
Abudin Nata, Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005).
Achmad Sunarto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya:Utama
Prima,2013). Ainur Rozin, Penfsiran Ayat Musibah Dalam Al-Qur‟an (Studi
AnalisisPenafsiran Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah), Skripsi, Semarang, 2015.
Akram Ridha, Tanggung Jawab Wanita Dalam Rumah Tangga,Jakarta,
Amzah, 2005. Arifka, Konsep Tawakal Dalam Perspektif M. Quraish Shihab (Kajian
Tafsir At-Tarbawi), Skripsi, Ftk, Uin Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh, Banda Aceh 2017.
Deden Makbuloh, Pendidikan Agama Islam (Arah Baru Pengemban Ilmu
Dan Kepribadian Di Perguruan Tinggi), (Jakarta, Pt Raja Grafindo Persada), 2012.
Ibnu RajabAl-Hanbaly, Mahligai Taqwa (Memetic Mutiara Hikmah),Jaksel,
Pustaka Azzam, 2001.
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Tafsir Al-Qur‟an Tematik,Jakarta, Kamil Pustaka, 2014.
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an,Tafsir Al-Qur‟an Tematik,
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2014). M. Mu‟inudinillah, Indahnya Tawakkal, (Solo: Indiva Media Kreasi, 2008.
M. Rahmat, M. Iwan Januar, Motivasi Nafsiah (Pengokooh Jiwa Nan Gundah), Bogor, Al-Azhar Fresh Zone Publishing, 2015.
Mahfudz Yasin, “Analisis Dakwah Terhadap Konsep Tawakal T.M. Hasbi
Ash-Shiddiqie”, (Skripsi, Fakultas Dakwah IAIN Walisongo, 2008. MahmudYunus, Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penterjemah Al-Qur‟an, 1973.
79
Miswar, Konsep Tawakal Dalam Al-Qur‟an,Skripsi, Ftk Uin Su Medan, Medan, 2008.
Muchlis M. Hanafi, Berguru Kepada Sang Mahaguru, Catatan Kecil (Seorang murid) Tentang Karya-Karya dan Pemikiran M. Quraish Shihab, (Jakarta: Elha Omni Media, 2015).
Mufidatul Hasan, Konsep Tawakkal Dalam Al-Qur‟an Dan Implikasinya
Terhadap Kesehatan Mental,Skripsi, Fakultas Ushuluddin Dan Filsafat, Uin Sunan Ampel, Surabaya, 2018.
Qs.Ali-„Imran [3]: 122. Terjemahan Tafsir Kementrian Agama RI
QS: ash-shafaat [37]:[95-98], Terjemahan Tafsir Kementrian Agama RI.
Qs:Ali-„Imran [3]:3-4 Tejemahan Tafsir Kementrian Agama
Qur‟an Surah: Ali-„Imran: [3]:[159] Terjemahan Kementrian Agama
Quraish Shihab, Al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pelajaran Dari Surah-surah Alquran (Jakarta: Lentera Hati, cet. 1, 2012).
Quraish Shihab, hlm.175
Quraish Shihab, Lentera Al-Qur‟an: Kisah dan Hikmah Kehidupan, Cet.1, (Bandung: Mizan Pustaka, 2008.
Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1994). Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi Alquran dan Dinamika Kehidupan
Masyarakat (Jakarta: Lentera Hati, 2006). Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi: Hidup Bersama Al-Qur‟an,
Cet.11, (Bandung: Mizan Pustaka, 2007).
Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi: Hidup Bersama Al-Qur‟an,
Cet.11. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Illahi: hidup bersama Al Quran, (
Bandung: Mizan, 2000).
Quraish Shihab, Secercah Cahaya Illahi: hidup bersama Al Quran,(Bandung: Mizan, 2000).
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Vol. 15 (Jakarta: Lentera Hati, 2004)
Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an: Tafsir Maudhu‟i Atas Berbagai Persoalan Umat.
80
Roni Munandar, Konsep Tawakal Dan Hubungannya Dengan Tujuan Pendidikan Islam (Perbandingan Pemikiran Hamka Dan Hasbi Ash Shiddiqie),Skripsi, Ft Iain Wali Songo, Semarang, 2009.
Rosihon Anwar, Akidah Akhlak,Bandung, Cv Pustka Setia, 2008. Salma Shulha, La Tahzans, Bandung: Mizan, 2008.