Upload
intan-kertiyani
View
41
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
menjelaskan tentang konsep manusia dalam Hindu
Citation preview
Konsepsi Manusia dalam Perspektif Hindu
Konsep Hindu mengatakan bahwa manusia terdiri dari 2 unsur, yaitu jasmani
dan rohani. Jasmaninya adalah badan, tubuh manusia sedangkan rohani
merupakan hakekat Tuhan yang abadi, kekal, yang disebut dengan Atman.
Manusia memiliki 3 lapisan badan yang disebut Tri Sarira yang terdiri dari Stula
Sarira, Suksma Sarira, dan Anta Karana Sarira. Stula Sarira atau raga manusia
dalam konsep Hindu terdiri dari unsur-unsur Panca Maha Bhuta yaitu Pertiwi,
Apah, Teja, Bayu, Akasa. Tubuh manusia merupakan Bhuana Alit atau Bhuana
Sarira. Proses terbentuknya pun sama seperti proses terjadinya Bhuana Agung
atau alam semesta. Sedangkan Suksma Sarira yaitu badan halus yang terdiri 3
unsur yang disebut Tri Antahkarana terdiri dari manas atau alam pikiran, Buddhi
atau kesadaran termasuk didalamnya intuisi dan Ahamkara atau keakuan atau
ego. Dalam Suksma Sarira terdapat unsur halus dari Panca Maha Bhuta yang
disebut Panca Tan Matra yaitu ; Sabda, Sparsa, Rupa, Rasa, Gandha membentuk
berbagai indra ( Panca Buddhindriya dan Panca Karmendriya). Sedangkan Anta
Karana Sarira merupakan unsur rohani yaitu jiwatman sendiri yang sifatnya
sama seperti paramaatman, kekal abadi.
Manusia secara harpiah, berasal dari kata manu yang artinya mahluk yang
berpikir. Jadi manusia merupakan mahluk yang telah dibekali salah satu
kelebihan dibandingkan mahluk lainnya. Dalam Hindu terdapat konsep Tri
Pramana, yang terdiri dari Bayu, Sabda , Idep. Tumbuhan hanya memiliki bayu
atau tenaga untuk tumbuh, sedangkan binatang memiliki bayu dan sabda
dimana binatang memiliki tenaga untuk bertumbuh, berkembang dan
mengeluarkan suara, sedangkan manusia memiliki ketiganya. Pikiran hanya
dimiliki oleh manusia yang telah dibekali sejak dilahirkan. Dengan memiliki
pikiran maka diharapkan manusia mempunyai wiweka mampu membedakan
mana yang baik dan buruk. Pikiran dipakai berpikir terlebih dahulu sebelum
melakukan tindakan. Manusia juga dengan pikirannya diharapkan mengetahui
asal, tujuan dan tugas serta kewajibannya. Dengan mengetahui hal ini maka
pola hidup serta cara pandangnya terhadap kehidupan akan mampu
mengilhami setiap tindakannya sehingga tetap berada pada jalur yang benar,
sesuai etika dan ajaran-ajaran dharma yang telah diungkapkan dalam ajaran
agama. Namun manusia juga termasuk makhluk yang lemah, karena tidak
seperti binatang yang lahir begitu saja langsung bisa berdiri, terbang, berjalan
tanpa memerlukan bantuan dari yang lain. Maka hendaknya ini dipahami
terlebih dahulu untuk mengetahui dan dapat memisahkan esensi dari raga ini
yang terpisah dengan atman yang sejati.
2.2. EKSISTENSI DAN MARTABAT MANUSIA
Kata eksistensi diambil dari bahasa latin existere, yang artinya berdiri keluar
atau muncul sendiri. Yang menjadi masalah bagi eksistensi manusia karena
manusia tidak sempurna sebagai bagian dari alam atau lingkungannya. Manusia
tidak seperti hewan, yang hidup harmonis dengan lingkungan sekitarnya.
Manusia yang memiliki pikiran, manah jarang sekali merasa cukup dan utuh
sebagai bagian dari lingkungan alamnya, selalu gelisah berupaya untuk
memaknai dunia dan dirinya sendiri. Dengan demikian, manusia adalah mahluk
yang unik, yang secara konstan segera mentransendensikan tempat dan waktu
dimana dia hidup melampaui unsur fisik dan kodratinya.
Konsepsi ini dikonkretkan dalam relasi dialektis antara eksistensi manusia dan
pengharapannya, yang merupakan transendensi dari eksistensinya. Dengan
begitu, manusia bisa dilihat dari dua dimensi. Yang pertama adalah dimensi
eksistensinya didunia ini. Yang kedua, manusia adalah mahluk yang
mentransendensikan eksistensinya itu. Dengan kata lain, manusia mampu
‘melampaui’ kediriannya. Pelampauan itulah yang disebut sebagai
pengharapan. Manusia adalah tegangan antara kediriannya dengan
pengharapannya. Permasalahan tentang manusia adalah peristiwa (tegangan)
dirinya akan cita-cita dan harapannya dengan eksistensinya, antara apa
seharusnya dia menjadi atau apa yang diinginkannya terjadi dengan apa yang
sesungguhnya dia menjadi, atau apa yang menjadi realitasnya.
Eksistensi manusia mendahului esensinya. Hal yang menjadi titik tolak utama
bagi eksistensialisme adalah, subyektifitas, yang berarti bertanggung jawab
penuh pada diri sendiri atas keputusan-keputusan yang telah dibuatnya, yang
nantinya juga akan memberikan pengaruh pada orang lain. Manusia adalah
mahluk yang sepenuhnya terlibat dalam proses penciptaan dirinya sendiri dan
dunianya. Proses penciptaan itu dilakukan dengan membuat pilihan-pilihan
dalam tindakan nyata yang kita hadapi sebagai manusia. Proses membuat
pilihan tersebut mengandaikan juga adanya proses pemberian nilai pada
tindakan dan pilihannya tersebut. Di titik inilah bisa dikatakan bahwa manusia
adalah mahluk yang memiliki dimensi transendensi dalam dirinya. Manusia
adalah mahluk yang ada bagi dirinya sendiri karena pengaruh Suksma Sarira.
Nilai manusia terletak pada usahanya untuk memberi tegangan pada paham
yang memandang manusia semata-mata sebagai apa yang telah dicapainya
dalam konteks kepemilikan, atau kekayaan. Konsep manusianya mau
menegaskan bahwa setiap manusia, baik itu yang lemah secara fisik maupun
ekonomis, memiliki nilai pada dirinya sendiri yang harus dihargai, di luar
dimensi kekayaannya. Nilai ini berkembang seiring eksistensinya sebagai
manusia dapat ditrasformasikan dalam setiap tindakan. Pemahaman manusia
yang selalu melihat dan memandang manusia sebagai apa yang dia miliki
sehingga citra nya akan terbentuk oleh apa yang dimilikinya. Sebenarnya
manusia memiliki dimensi intrinsik dalam dirinya melampaui apa yang dia miliki
dan punyai, statusnya, kekayaannya, kemampuannya, dan sebagainya. Dimensi
intrinsik itulah yang disebut sebagai martabat manusia.
Manusia merupakan sebagai salah satu komponen penggerak roda kehidupan.
Di tangan manusia dunia ini bisa menjadi aman, seimbang, ataupun rusak.
Manusia seiring perkembangan maka pola pikiran manusia juga berubah. Juga
semakin bertambahnya jumlah manusia telah menimbulkan persaingan.
Disamping mengorbankan alam untuk dieksplorasi sampai habis-habisan, tidak
menutup kemungkinan juga sampai mengorbankan sesama. Ini telah terjadi dan
sepanjang sejarah terjadi beberapa kali. Sejak dulu sampai tahun 2000 saja
telah terjadi kurang lebih 3000 kali perang yang menelan korban. Sampai
sekarangpun secara tidak langsung akibat persaingan ini masih terjadi
pergolakan dan peperangan di beberapa negara, baik dengan alasan keamanan,
perebutan wilayah, serta berbagai masalah lainnya. Ego manusia yang selalu
ingin mempertahankan apa yang merasa menjadi haknya telah membutakan
mata hati manusia untuk terus mengejar kesenangan diri atau ingin melampaui
apa yang menjadi bagiannya. Nilai diri yang berlebihan akan membawa dampak
penghancuran yang besar bagi eksistensi manusia itu sendiri.
2.3. TUJUAN HIDUP MANUSIA
Setiap kelahiran jika dipahami sesungguhnya manusia membawa perannya
masing-masing. Manusia yang telah melakukan perenungan secara mendalam
dengan pikiran yang jernih akan bertanya, apa sesungguhnya yang menjadi
tujuan hidupnya. Ada 2 macam tujuan hidup manusia yaitu tujuan duniawi dan
spiritual. Tujuan duniawi berupa keinginan untuk mengejar harta, kekayaan dan
keinginan. Sedangkan tujuan spiritual yaitu keinginan untuk bersatu kepada
yang hakekat dan asal yang sesungguhnya. Dalam Hindu, tujuan hidup manusia
terdapat dalam Catur Purusartha. Yang terdiri dari 4 bagian yaitu : Dharma,
Artha, Kama Moksa. Dharma merupakan ajaran kebenaran, sebagai pandangan
hidup, tuntunan hidup manusia. Artha yaitu Kekayaan yang berupa materi.
Kama merupakan keinginan dan Moksa yaitu bersatunya sang diri atau
jiwatman dengan yang lebih tinggi atau paramaatman. Jadi jelas dalam hidup
manusia selalu mengejar artha, kama dan moksa. Namun dalam mengejar artha
dan kama harus berdasarkan dharma, berdasarkan kebajikan, kebenaran bukan
dengan cara-cara yang tidak baik.
Penyatuan kepada yang hakekat merupakan tujuan yang harus dicapai manusia
dengan berdasarkan etika keagamaan dan dharma yang telah ditentukan.
Pembangkitan kesadaran bahwa kita merupakan salah satu bagian dari pada
esensi dunia ini merupakan hal yang harus dicapai agar pikiran dapat terbuka,
menyadari hakekat sang diri. Harapan tersebut dapat terwujud dengan
mengimplementasikan ajaran dharma. Dalam pustaka suci Hindu telah
disebutkan bahwa menjelma menjadi manusia merupakan suatu
keberuntungan dan hal yang utama. Dengan manas atau pikiran yang dimiliki,
maka manusia dapat menolong dirinya sendiri dari keadaan samsara dengan
jalan berkarma yang baik. Kesadaran akan mampu meluruskan pikiran yang
selalu hanya mementingkan kehidupan duniawi.
Dalam Sàrsamuccaya 8 disebutkan ;
Mànusyam durlabham pràpya vidyullasita cañcalam,
bhavakûayem atiá kàyà bhavopakaraóesu ca.
artinya ;
Menjelma menjadi manusia itu, sebentar sifatnya, tidak berbeda dengan
kerdipan petir, sungguh sulit (didapat), karenanya pergunakanlah penjelmaan
itu untuk melaksanakan dharma yang menyebabkan musnahnya penderitaan.
Sorgalah pahalanya.
Tentang tujuan hidup manusia, setiap orang tentunya mempunyai pandangan
masing-masing, dan berdasarkan pandangannya itu mereka mengusahakan
untuk mencarinya. Dalam mewujudkan tujuan hidupnya itu, tidak sedikit orang
yang hanya mementingkan diri, egois merasa benar sendiri dan harus selalu
menang dan mampu mengalahkan yang lain. Pendidikan yang keliru, misalnya
sejak anak-anak telah ditanamkan bahwa orang tuanya berasal dari golongan
yang kaya, derajatnya tinggi, bangsawan dan memandang rendah mereka para
rakyat jelata, para pekerja, buruh, pembantu rumah tangga dan sebagainya,
pada hal belum tentu orang yang dipandang rendah martabatnya, karena lahir
dari keluarga yang dianggap rendah tidak memiliki budhi pekerti yang luhur.
Dalam kehidupan masyarakat, tidak sedikit kita memperhatikan di lingkungan
kita anak-anak yang sejak dini menganggap orang yang karena kelahiran dari
keluarga petani, peternak, buruh, nelayan dan pekerja pada umumnya derajat
dianggap rendah, mengembangkan sifat yang arogan, egostis, tidak peduli
dengan lingkungan dan minta selalu dihormati.
Dalam kehidupan modern dewasa ini, seseorang menghargai orang lain dari
penampilannya, sikapnya yang sopan, lemah lembut, tutur katanya manis dan
ramah dan memancarkan budhi pekerti yang luhur. Orang-orang yang demikian
keadaannya, apalagi sangat giat belajar, giat bekerja, rendah hati dan ramah,
serta memiliki keimanan yang tinggi senantiasa akan mendapatkan
perlindungan Tuhan Yang Maha Esa, karena pada dirinya memancarkan kasih
sayang yang sejati. Ketika seseorang merenung dengan dalam tentang arti dan
tujuan hidupnya, maka bagi mereka yang mendalami ajaran agama Hindu,
tujuan hidup yang pertama adalah mewujudkan Dharma yakni kebajikan,
kebaikan, kebenaran, kasih sayang, taat kepada hukum dan taat kepada ajaran
agama.
2.4. TUGAS DAN KEWAJIBAN MANUSIA
Kecendrungan manusia yang lupa terhadap tujuannya karena pengaruh
kenikmatan duniawi telah merubah prilaku manusia untuk menyimpang dari
ajaran kebenaran. Kenikmatan duniawi tiada berkesudahan ini mempengaruhi
prilaku manusia sehingga jalan apapun terkadang dihalalkan. Sesuai dengan
tujuan yang mesti di capai manusia yaitu suatu penyatuan kepada yang
tertinggi, maka ini dibarengi dengan tindakan yang searah dengan tujuan
tersebut. Tujuan tersebut mustahil akan tercapai jka arah dan jalan yang
ditempuh itu salah. Maka hal pertama yang menjadi tugas manusia adalah
menjalankan Dharma. Menjalankan etika dan ajaran-ajaran yang mulai
dilupakan maka keseimbangan dunia akan terganggu. Manusia memiliki
tanggungjawab untuk menjaga keseimbangan ini. Dengan pikiran yang dimiliki,
manusia mampu membuat kehidupan ini baik maupun hancur. Untuk itulah,
tugas dan kewajiban utama manusia adalah mengamalkan dan melaksanakan
ajaran Dharma kebajikan yang utama. Melaksanakan berbagai yadnya yang
diperuntukan untuk menjaga keseimbangan alam semesta.
Dalam Bhagawad Gita telah banyak dijelaskan tentang 4 jalan yang disebut
Catur Marga Yoga yaitu 4 jalan yang dapat ditempuh untuk mendapatkan
kebahagiaan lahir bhatin yaitu : Bhakti Yoga, Karma Yoga, Jnana Yoga, dan Raja
Yoga. Rahasia kebahagiaan dari ke 4 ajaran Yoga merupakan jalan dari hakekat
kehidupan untuk manusia agar dapat bersatu dengan Tuhan. Apapun kesulitan
kita, hendaknya kita tetap berpegang teguh pada ajaran dharma tanpa ada
keraguan yang akan dapat membuat kita kembali jatuh ke dunia materiil yang
penuh dengan kesenangan sementara. Ikatan keluarga hanya ada pada
kehidupan ini, namun jika kita sudah mengetahui konsepsi sebagai manusia,
maka hal itu tidak akan membuat goyah kesadaran kita. Setiap manusia telah
menentukan sendiri jalan hidupnya sehingga itu bukan alasan untuk berpaling
dari jalan yang telah diyakini. Seseorang tidak bisa ikut campur tangan atas
karma seseorang sehingga kita hendaknya berusaha melepaskan keterikatan
tersebut. Kesenangan duniawi hanya memberikan kebahagiaan sementara bagi
indra-indra manusia. Namun bukan kebahagiaan yang sejati, karena yang sejati
itu tak dapat dilukiskan dengan kata-kata semata.