Upload
ngoduong
View
348
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
KONSERVASI EX SITU TUMBUHAN OBAT DI KEBUN RAYA BOGOR
SYAMSUL HIDAYAT
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2011
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Konservasi Ex situ Tumbuhan Obat di Kebun Raya Bogor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2011
Syamsul Hidayat E 351090021
ABSTRACT SYAMSUL HIDAYAT. Medicinal Plants’ Ex situ Conservation in Bogor Botanic Gardens. Under supervision of ERVIZAL A.M. ZUHUD and DIDIK WIDYATMOKO. Bogor Botanic Gardens (Kebun Raya Bogor) has a long history of medicinal plant conservation. In order to improve the quality of the medicinal plant collections and their uses, Kebun Raya Bogor (KRB) needs to adopt relevant public and visitor expectations and manage key aspects of medicinal plant conservation and utilization. This study aims to establish a management strategy for the KRB medicinal plants collection. A set of questionnaires were used in this study. The data were processed using the Likert scale, set scoring method, and the AHP (analytic hierarchy process). The study suggested a total of 60 species to be given more attention. Of the 60 species assessed 9 species of which were prioritized, including Anaxagorea javanica, Coscinium fenestratum, Eusideroxylon zwageri, Heritiera littoralis, Kadsura scandens, Santalum album, Lunasia amara, Scorodocarpus borneensis, and Terminalia bellirica. Three basic conservation aspects (“tri-stimulus amar”) and the key KRB functions need to be strengthened and should be in line with the public expectations in order to achieve an integrated medicinal plant ex situ conservation.
Key words : public expectations, integrated conservation, Bogor Botanic Gardens
RINGKASAN
SYAMSUL HIDAYAT. Konservasi Ex situ Tumbuhan Obat di Kebun Raya Bogor. Dibimbing oleh ERVIZAL A.M. ZUHUD dan DIDIK WIDYATMOKO.
Kebun Raya Bogor (KRB) memiliki keterikatan sejarah yang kuat dalam
pelestarian tumbuhan obat. Dalam rangka meningkatkan kualitas koleksi tumbuhan berpotensi obat serta pemanfaatannya, maka perlu diadakan pendataan secara detail mengenai jumlah koleksi tumbuhan berpotensi obat dan beberapa aspek konservasinya. Demikian pula agar tercipta kegiatan konservasi tumbuhan obat yang efektif dan efisien perlu menentukan spesies dan aksi konservasi prioritas. Hal ini sangat penting sebagai dasar ilmiah bagi pengembangan program konservasi KRB pada masa yang akan datang. Apa yang diharapkan masyarakat terhadap KRB perlu dijadikan dasar dalam menentukan program dan kebijakan dalam pelestarian tumbuhan obat.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengkaji kondisi terkini koleksi spesies tumbuhan obat di KRB, pemanfaatan,
kategori kelangkaan, dan spesies prioritasnya. 2. Menggali harapan masyarakat terhadap peran KRB dalam konservasi ex situ
tumbuhan obat. 3. Mengkaji apakah program konservasi tumbuhan obat di KRB sudah sesuai
dengan harapan masyarakat dalam rangka penyusunan aksi konservasi pada masa yang akan datang.
Penelitian dilakukan di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. Pengumpulan data dilakukan pada bulan September – Desember 2010, dengan menggunakan seperangkat alat kuisioner. Kuisioner berupa lembar tes pernyataan ditujukan kepada masyarakat umum dan industri, lembar uji penentuan spesies prioritas ditujukan kepada peneliti/praktisi terkait, sedangkan lembar matriks pembandingan berpasangan ditujukan kepada para pengamat/pengawas koleksi KRB. Data diolah dengan menggunakan skala Likert, metode skoring, dan
Berdasarkan hasil inventarisasi tercatat 764 spesies koleksi berpotensi tumbuhan obat dari 465 genera dan 135 famili. Famili dengan spesies tumbuhan obat terbanyak adalah Fabaceae sedangkan habitus terbanyak adalah berupa pohon. Gangguan perut atau pencernaan adalah kelompok penyakit yang paling banyak menggunakan spesies tumbuhan obat. Sembilan spesies yaitu Anaxagorea javanica, Coscinium fenestratum, Eusideroxylon zwageri, Heritiera littoralis, Kadsura scandens, Santalum album, Lunasia amara, Scorodocarpus borneensis, dan Terminalia bellirica ditetapkan sebagai spesies prioritas.
AHP (analytic hierarchy process) dengan software expert choice.
Didorong tri-stimulus amar konservasi, aktivitas KRB dan harapan masyarakat dapat terpadu sempurna. Beberapa kebijakan yang dapat diterapkan antara lain: (1) pembangunan pusat informasi tumbuhan obat dan jaringan komunikasi masyarakat terkait tumbuhan obat, (2) penyelenggaraan program interpretasi, etnomedical tour, wisata kuliner dan kedai sehat, (3) penyelenggaraan pelatihan, pendidikan dan pengembangan budidaya tumbuhan obat, (4) promosi dan penelitian serta pameran tumbuhan obat dan hasil penelitiannya, dan (5) pengembangan taman obat dan pusat plasma tumbuhan obat nusantara.
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebut sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
KONSERVASI EX SITU TUMBUHAN OBAT
DI KEBUN RAYA BOGOR
SYAMSUL HIDAYAT
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr.Ir. Agus Hikmat M.Sc.F
Judul Tesis : Konservasi Ex situ Tumbuhan Obat di Kebun Raya Bogor Nama : Syamsul Hidayat NRP : E 351090021
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof.Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS Ketua Anggota
Dr. Didik Widyatmoko, M.Sc
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Konservasi Biodiversitas Tropika
Dr. Ir. A. Machmud Thohari, DEA Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian: 1 Juni 2011 Tanggal Lulus:
PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan karuniaNya karya tulis ilmiah sebagai tugas akhir dalam rangka program magister sains ini telah selesai dikerjakan. Penelitian dengan judul Konservasi Ex situ Tumbuhan Obat di Kebun Raya Bogor, telah dilaksanakan selama 4 bulan yaitu dari bulan September hingga Desember 2010 di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Kepala Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor Ir. Mustaid Siregar MSi yang telah berkenan memberikan izin belajar kepada penulis. Selanjutnya terima kasih terutama ditujukan untuk Prof.Dr.Ir. Ervizal A.M. Zuhud MS dan Dr. Didik Widyatmoko M.Sc selaku pembimbing serta para dosen di program studi Konservasi Biodiversitas Tropika dimana penulis menimba ilmu. Penghargaan dan terima kasih selayaknya penulis sampaikan kepada para peneliti di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor dan para pengamat/pengawas koleksi tumbuhan KRB yang telah bersedia membantu proses kelancaran penelitian. Demikian pula apresiasi penulis sampaikan kepada rekan peneliti dari Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik- Departemen Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman-Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan,Departemen Kehutanan, Taman Sringanis, Wana Tani, Karya Sari, serta beberapa pihak baik secara individu maupun kelembagaan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Ungkapan terima kasih tak lupa saya sampaikan kepada rekan-rekan sivitas KVT 2009/2010, KVT 2010/2011 dan MEJ 2009/2010 atas dukungannya serta para staf program pascasarjana di DKSHE yang telah membantu kelancaran proses ajar dan penyusunan tesis.
Selanjutnya tidak terlupakan terima kasih kepada keluarga terutama teh Titi Juhaeti, dan istri Siti Rohani serta anak-anak tercinta Syarifah Nesya Agniasari dan Sania Fadhila Rosya yang telah mendukung, membantu dan mendampingi penulis sepenuh hati hingga terselesaikannya tugas akhir ini.
Bogor, Juni 2011
Syamsul Hidayat
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 6 Juli 1968 dari ayah R Iskandar dan ibu R Neneng Dahlia. Penulis adalah putra ke lima dari delapan bersaudara.
Tahun 1987 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bogor dan mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur undangan khusus. Penulis memilih Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan.
Setelah lulus dari IPB sebagai sarjana kehutanan pada tahun 1992, penulis sempat bekerja sebagai konsultan kehutanan untuk melakukan Amdal di bidang vegetasi. Pada tahun 1993 penulis diterima sebagai PNS di Kebun Raya Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Sejak saat itu hingga sekarang penulis bekerja sebagai peneliti bidang Ekologi dan Konservasi tumbuhan khususnya menangani tumbuhan obat.
x
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL …………………………………………………………..xii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………..xiii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………..xiv
DAFTAR SINGKATAN …………………………………………………..xv
1 PENDAHULUAN ……………………………………………………..1
1.1 Latar Belakang …………………………………………….……….1
1.2 Perumusan Masalah ……………………………………………………..4
1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………………..6
1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………………………..6
2 TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………..7
2.1 Kebun Raya Bogor ……………………………………………………. 7
2.2 Tumbuhan Obat ……………………………………………………..9
2.3 Kriteria Kelangkaan dan Prioritas Konservasi ……………………11
2.4 Pengertian Konservasi ……………………………………………14
2.5 Masyarakat Terkait Tumbuhan Obat ……………………………………15
2.5.1 Masyarakat umum ……………………………………………16
2.5.2 Masyarakat industri obat/jamu ……………………………………16
2.5.3 Masyarakat praktisi obat tradisional ……………………………17
2.5.4 Masyarakat peneliti ……………………………………………17
3 METODOLOGI ……………………………………………………………19
3.1 Kerangka Pemikiran ……………………………………………………19
3.2 Metode ……………………………………………………………24
3.2.1 Lokasi dan waktu penelitian ……………………………………24
3.2.2 Alat dan bahan ……………………………………………………24
3.2.3 Metode pengumpulan data ……………………………………25
3.2.4 Pengolahan data ……………………………………………28
4 HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………31
4.1 Koleksi Tumbuhan Obat ……………………………………………31
xi
4.1.1 Jumlah koleksi tumbuhan obat …………………………... 31
4.1.2 Potensi dan prospek pemanfaatan ……………………………33
4.1.3 Kelangkaan koleksi tumbuhan obat ……………………………38
4.2 Kegiatan dan Harapan KRB ……………………………………………40
4.3 Harapan Masyarakat ……………………………………………………43
4.3.1 Masyarakat umum ……………………………………………44
4.3.2 Masyarakat industri obat tradisional ……………………………51
4.3.3 Masyarakat praktisi obat tradisional ……………………………54
4.3.4 Masyarakat peneliti ……………………………………………59
4.4 Rancangan Program Konservasi ……………………………………62
4.4.1 Spesies prioritas ……………………………………………62
4.4.2 Aksi prioritas ……………………………………………………67
5 SIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………75
5.1 Simpulan ……………………………………………………………75
5.2 Saran ……………………………………………………………………76
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………77
LAMPIRAN ……………………………………………………………………84
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Jumlah spesies tumbuhan obat berdasarkan familinya di KRB ……31
2. Sepuluh spesies koleksi tumbuhan obat tertua di KRB ……………35
3. Jumlah spesies koleksi tumbuhan obat yang langka ……………………38
4. Kegiatan KRB yang berkaitan dengan konservasi tumbuhan obat ……41
5. Harapan pegawai KRB dan masyarakat terhadap aktivitas
konservasi tumbuhan obat ……………………………………………43
6. Kelompok masyarakat dan tujuan mengunjungi tumbuhan
koleksi KRB ……………………………………………………………44
7. Skor yang sesuai untuk setiap komponen konservasi tumbuhan
Obat ……………………………………………………………………45
8. Karakteristik pengunjung yang paling sesuai terhadap konservasi
tumbuhan obat di KRB ……………………………………………46
9. Harapan masyarakat umum ……………………………………………47
10. Harapan masyarakat industri obat tradisional ……………………………51
11. Harapan masyarakat praktisi obat tradisional ……………………………55
12. Harapan masyarakat peneliti ……………………………………………59
13. Sembilan spesies prioritas dengan kategori A ……………………63
14. Hasil sintesis spesies prioritas alternatif untuk aksi konservasi
di KRB ……………………………………………………………66
15. Rancangan kebijakan dan aksi konservasi tumbuhan obat di KRB
untuk masyarakat umum ……………………………………………70
16. Rancangan kebijakan dan aksi konservasi tumbuhan obat di KRB
untuk masyarakat industri obat tradisional …………………………... 71
17. Rancangan kebijakan dan aksi konservasi tumbuhan obat di KRB
untuk masyarakat praktisi ……………………………………………72
18. Rancangan kebijakan dan aksi konservasi tumbuhan obat di KRB
untuk masyarakat peneliti ……………………………………………73
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Diagram alir “tri-stimulus amar konservasi”: stimulus, sikap dan
perilaku aksi konservasi ……………………………………………23
2. Konsep skematik solusi konservasi tumbuhan obat berdasarkan harapan
masyarakat dan tupoksi KRB ……………………………………………24
3.
4. Jumlah koleksi KRB berpotensi obat ……………………………………33
Hirarki pembandingan berpasangan untuk spesies prioritas ……………29
5. Asal koleksi tumbuhan berpotensi obat di KRB ……………………35
6. Sepuluh jenis penyakit tertinggi dalam penggunaan spesies di KRB ……36
7. Bagian-bagian tumbuhan yang digunakan sebagai obat ……………38
8. Diagram Venn irisan kegiatan KRB dengan kegiatan yang diharapkan
masyarakat ……………………………………………………………42
9. Irisan antara harapan masyarakat umum dengan aktivitas KRB ……47
10. Harapan masyarakat umum, fungsi KRB dan stimulus alamiah ……48
11. Harapan masyarakat umum, fungsi KRB dan stimulus manfaat ……49
12. Harapan masyarakat umum, fungsi KRB dan stimulus rela-religius ……50
13. Irisan antara harapan masyarakat IOT dengan aktivitas KRB ……51
14. Harapan masyarakat industri, fungsi KRB dan stimulus alamiah ……52
15. Harapan masyarakat industri, fungsi KRB dan stimulus manfaat ……53
16. Harapan masyarakat industri, fungsi KRB dan stimulus rela-religius …..54
17. Irisan antara harapan masyarakat praktisi dengan aktivitas KRB ……55
18. Harapan masyarakat praktisi, fungsi KRB dan stimulus alamiah ……56
19. Harapan masyarakat praktisi, fungsi KRB dan stimulus manfaat ……57
20. Harapan masyarakat praktisi, fungsi KRB dan stimulus rela-religius …..58
21. Irisan antara harapan masyarakat peneliti dengan aktivitas KRB ……59
22. Harapan masyarakat peneliti, fungsi KRB dan stimulus alamiah ……60
23. Harapan masyarakat peneliti, fungsi KRB dan stimulus manfaat ……61
24. Harapan masyarakat peneliti, fungsi KRB dan stimulus rela-religius …..62
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Koleksi tumbuhan KRB yang diketahui berpotensi obat ……………85
2. Daftar tumbuhan obat di KRB yang perlu perhatian dan kategori
kelangkaannya menurut berbagai versi lembaga …………………..126
3. Beberapa contoh spesies liar di KRB yang berpotensi obat …………..128
4. Kuisioner kepada para praktisi dan peneliti tumbuhan obat berupa
pertanyaan terbuka dan lembar uji penentuan spesies prioritas ......129
5. Contoh jawaban kuisioner yang telah diisi responden peneliti …..135
6. Hasil skoring penentuan prioritas untuk konservasi tumbuhan obat …..136
7. Lembar kuisioner kepada masyarakat umum ..........................................138
8. Contoh jawaban kuisioner oleh seorang responden ..............................141
9. Karakteristik pengunjung KRB yang menguntungkan terhadap
komponen perlindungan (save) tumbuhan obat ……………….….144
10. Karakterisitik pengunjung KRB yang menguntungkan terhadap
komponen pengawetan (study) tumbuhan obat ………………..…145
11. Karakteristik pengunjung KRB yang menguntungkan terhadap
komponen pemanfaatan (use) tumbuhan obat …………………..146
12. Karakteristik pengunjung KRB yang menguntungkan terhadap
komponen harapan konservasi tumbuhan obat …………………..147
13. Tingkat kerelaan berkorban pengunjung terhadap konservasi tumbuhan
obat …………………………………………………………………..148
14. Matriks uji pembandingan berpasangan …………………………..149
xv
DAFTAR SINGKATAN
Balittro : Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik AHP : Analytic Hierarchy Process
Bappenas : Badan Perencanaan Pembangunan Nasional BGCI : Botanic Gardens Conservation International BPTO : Balai Penelitian Tanaman Obat CBD : Convention on Biological Diversity CITES : The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora COP : Conference of The Parties CR : Critically Endangered
DIKNAS : Pendidikan Nasional DD : Data Deficient
EN : Endangered EW : Extinct in The Wild
GACP : Good Agricultural and Collection Practices EX : Extinct
GSPC : Global Strategy for Plant Conservation IABGC : International Agenda for Botanic Gardens Conservation IBSAP : Indonesia Biodiversity Strategy and Action Plan IKOT : Industri Kecil Obat Tradisional IOT : Industri Obat Tradisional IPB : Institut Pertanian Bogor IUCN : The International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources KLH : Kementerian Lingkungan Hidup
LIPI : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LC : Least Concern
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat NE : Not Evaluated
PAUD : Pendidikan Anak Usia Dini NT : Near Threatened
PKT KRB : Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor POM : Pengawasan Obat dan Makanan Renstra : Rencana Strategis RPJM : Rencana Pembangunan Jangka Menengah SOP : Standard Operational Procedur TOGA : Tanaman Obat Keluarga
WCMC : World Conservation Monitoring Centre VU : Vulnerable
WHO : World Health Organization WWF : World Wide Fund for Nature
1
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebun Raya Bogor (KRB) memiliki keterikatan sejarah yang kuat dalam
pelestarian tumbuhan obat. Pendiri KRB yaitu Prof. Caspar George Carl
Reinwardt merintis kebun ini dengan menyelidiki berbagai tumbuhan yang
digunakan dalam pengobatan. Tumbuhan ini kemudian dikumpulkan dalam
sebuah kebun botani yang disebut Buitenzorg. Beberapa kebun raya tua di dunia,
awalnya berdiri sebagai upaya dari pelestarian tumbuhan obat. Waylen (2006)
menyebut beberapa contoh kebun raya tua yang dimaksud, yaitu Kebun Raya
Padua (1545), Kebun Raya Chelsea (1673) dan Kebun Raya Kew (1847). Kebun
Raya Padua awalnya merupakan area budidaya herba obat dan sebagai tempat
belajar siswa dalam membedakan dan menggunakan herba obat secara benar.
Kebun Raya Chelsea oleh para apoteker dijadikan tempat untuk melatih
identifikasi tumbuhan dan budidaya tumbuhan eksotik untuk obat. Kebun Raya
Kew oleh direktur pertamanya tidak hanya diperuntukkan bagi para ilmuwan
botani tetapi juga digunakan sebagai tempat pelayanan bagi para pedagang obat
dan bahan kimia.
Tumbuhan obat merupakan sumber daya alam yang sangat berkaitan erat
dengan aspek kesehatan dan kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia sejak
dahulu. Sejumlah spesies tumbuhan yang berguna dan berkembang di masyarakat
Indonesia saat ini berasal dari hasil introduksi tanaman dari luar negeri melalui
KRB. Kelapa sawit adalah salah satu komoditi pertanian dan sumber bahan obat
alami yang diintroduksi pada tahun 1848 dari Afrika Barat ke Indonesia melalui
KRB dan akhirnya menjadi induk kelapa sawit di Asia Tenggara. Tanaman
introduksi lainnya yang tercatat antara lain adalah teh, kayu manis, karet, coklat
dan bahkan kina yang merupakan bahan utama alami untuk pengobatan malaria
memiliki sejarah yang kuat dengan perkembangan KRB. Beberapa spesies
tumbuhan obat ini telah berhasil menyebar di berbagai daerah di Indonesia
sebagai hasil pengembangan dan penelitian yang dilakukan kebun raya saat itu.
Sampai tahun 2001 Laboratorium Konservasi Tumbuhan, Fakultas Kehutanan
IPB, telah mendata berbagai laporan penelitian dan literatur tentang tumbuhan
2
obat (sekitar 2039 spesies) yang berasal dari hutan Indonesia (Zuhud 2009).
Sementara itu Tilaar (2004) menyatakan bahwa lebih dari 8000 spesies
merupakan tanaman yang mempunyai khasiat obat dan baru sekitar 800-1200
spesies yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk obat tradisional atau jamu.
Data dari IBEC (Indonesian Bio-pharmaceutical Exhibition and Congress) yang
disampaikan di Keraton Yogyakarta pada 18 Juli 2004 menunjukkan terdapat
7000 spesies tumbuhan obat di Indonesia, namun baru 465 spesies yang terjaring
dalam daftar industri obat tradisional. Terlepas dari data yang beragam saat ini,
beberapa spesies tumbuhan obat dikabarkan telah termasuk dalam kategori
langka. Dokumen IBSAP (Bappenas 2003) dalam lampirannya menyebutkan 44
spesies tumbuhan obat Indonesia yang dikategorikan langka.
Pelestarian keanekaragaman hayati secara ex situ merupakan hal penting
dalam strategi konservasi keanekaragaman hayati sebagaimana dicanangkan
dalam Agenda 21 Indonesia (KLH 1997). Dalam Agenda 21 disebutkan bahwa
‘upaya pelestarian harus disertai dengan pemeliharaan sistem pengetahuan
tradisional dan pengembangan sistem pemanfaatan keanekaragaman hayati yang
dilandasi oleh pembagian keuntungan yang adil’. KRB sebagai lembaga
konservasi ex-situ tumbuhan tentu memiliki tanggung jawab moral dalam
pelaksanaan pelestarian spesies tumbuhan obat asli Indonesia yang banyak terkait
dengan sistem pengetahuan tradisional yang telah mengalami proses kelangkaan.
Berdasarkan Renstranya (Sari et al. 2005), terdapat 4 misi penting KRB, dua di
antaranya sangat terkait dengan pemanfaatan keanekaragaman hayati, yaitu (1)
pendayagunaan tumbuhan tropika dan (2) peningkatan apresiasi masyarakat
terhadap tumbuhan dan lingkungan. Dua misi konservasi yang mengarah kepada
pemanfaatan sumberdaya tumbuhan secara berkelanjutan ini realisasinya masih
jauh dari harapan. Pendayagunaan tumbuhan tropika seperti halnya kelapa sawit
dan kina pada masa awal perkembangan KRB belum lagi terulang. Sementara
misi lainnya yaitu pelestarian tumbuhan tropika dalam pelaksanaannya masih
terfokus dalam bentuk kebun koleksi.
Terkoleksinya spesies tumbuhan obat serta terdokumentasinya pengetahuan-
pengetahuan tradisional dari berbagai daerah di Nusantara merupakan upaya
penting bagi terciptanya kelestarian spesies tumbuhan obat Indonesia. Hal ini
3
tentu sejalan dengan Target 8 dan 9 GSPC (CBD 2002) di mana 60% spesies
terancam kepunahan dapat dikoleksi secara ex situ dan 70% dari keragaman
tumbuhan pangan yang bernilai ekonomi dapat dikonservasi dan yang
berhubungan dengan pengetahuan lokal dapat dipertahankan. Target 8 GSPC
bahkan telah direvisi dalam COP 10 CBD 2010 di mana persentase tumbuhan
terancam kepunahan yang harus dikoleksikan menjadi 75% (Sharrock and
Oldfield 2011). Menurut Jackson dan Sutherland (2000), tumbuhan obat termasuk
kelompok spesies yang bernilai penting bagi sosial ekonomi masyarakat lokal dan
bersama dengan spesies pangan termasuk dalam prioritas program International
Agenda for Botanic Gardens in Conservation (IABGC). Dalam hal ini taman
koleksi tumbuhan obat dapat dikembangkan oleh kebun raya sebagai taman
penting untuk pameran dan pendidikan yang bernilai penting ekonomi dan
konservasi bagi masyarakat (Leadlay and Greene 1998).
KRB saat ini memiliki koleksi 3411 spesies, dari 1259 genera dan 215
famili tumbuhan, di antaranya adalah spesies tumbuhan obat. Koleksi yang
berasal dari berbagai daerah di Indonesia dan belahan dunia ini memiliki habitus
yang sangat beragam, mulai dari tumbuhan merambat, herba, perdu sampai
pohon-pohon berkayu berukuran besar. Semua spesies koleksi tercatat dengan
baik, termasuk aspek taksonomi dan ekologinya di Bagian Registrasi, namun saat
ini belum tersedia data yang komprehensif mengenai kegunaannya sebagai obat
dari masing-masing spesies koleksi tersebut serta kategori kelangkaannya.
Akurasi data mengenai keberadaan tumbuhan obat dan kategori
kelangkaannya di suatu lembaga sangat mendukung upaya konservasi secara
berkelanjutan (Langpap 2005). Untuk itu dalam rangka meningkatkan kualitas
informasi tentang koleksi, khususnya koleksi tumbuhan berpotensi obat, perlu
diadakan pendataan secara detail mengenai jumlah koleksi tumbuhan berpotensi
obat dan berbagai aspek konservasinya. Hal ini sangat penting sebagai dasar
ilmiah bagi pengembangan program konservasi di KRB pada masa yang akan
datang, yang tidak hanya bertitik tolak dari kepentingan pengelola tetapi juga
berorientasi kepada kebutuhan masyarakat.
4
1.2. Perumusan Masalah
Kebun raya didefinisikan sebagai lembaga yang memiliki koleksi tanaman
hidup yang terdokumentasi untuk keperluan penelitian, konservasi, pameran dan
pendidikan. Karakteristik suatu kebun raya antara lain dicirikan dengan adanya (1)
label yang memadai pada tanaman koleksi, (2) informasi ilmiah untuk koleksi, (3)
dokumentasi koleksi yang baik, (4) komunikasi dan informasi dengan kebun raya
lain, (5) pertukaran biji atau material dengan kebun raya lain, (6) komitmen dan
tanggung jawab untuk memelihara koleksinya, (7) monitoring tanaman
koleksinya, (8) promosi konservasi melalui pendidikan lingkungan, (9) penelitian
terhadap tanaman koleksinya serta (10) terbuka untuk umum (Jackson and
Sutherland 2000). Selanjutnya Ballantyne et al. (2007) menyatakan bahwa kebun
raya adalah tempat yang paling berpotensi untuk kegiatan pendidikan masyarakat
dan untuk memotivasi sikap pro konservasi serta merangsang publik untuk
melakukan upaya-upaya konservasi.
Ironisnya, kebun raya dalam pengertian umum sering diartikan sebagai
kebun kumpulan pepohonan yang ditata rapih, indah dan nyaman untuk rekreasi.
Kemudian kebun raya menjadi kawasan tujuan wisata yang mendatangkan
penghasilan. Pemahaman ini begitu kuat melekat di masyarakat kita hingga fungsi
utamanya sebagai kawasan konservasi, lahan penelitian biologi, sarana pendidikan
lingkungan sekaligus sebagai museum hidup sering terlupakan (Darnaedi 2001).
Demikian yang terjadi saat ini, padahal kebun raya memiliki sejarah panjang dan
peranan besar dalam kegiatan eksplorasi dan dokumentasi keragaman spesies
tumbuhan termasuk di dalamnya pengembangan ilmu pengetahuan sistematika,
hortikultura, dan saat ini bidang filogenetika molekular (Crane et al. 2009).
Salah satu aset penting kebun raya adalah tumbuhan obat. Sejak zaman
kebangkitan di Eropa, beberapa kebun raya di universitas-universitas dunia telah
melakukan dan memperlakukan tanaman koleksinya sebagai sesuatu yang bernilai
secara medis dan farmasi kepada para mahasiswa di bidang kedokteran. Untuk
tujuan ini, spesimen tumbuhan yang dikoleksi dari alam baik oleh para botanis
maupun oleh para pengusaha pengembang tanaman, telah dikirim ke kebun raya,
pada umumnya berupa biji dan dikembangbiakkan di kebun raya (Müller and
Wille 2001). Sejak itu, kegiatan dan penelitian kebun raya diarahkan kepada
5
berbagai kepentingan dasar manusia seperti pengobatan berdasarkan tumbuh-
tumbuhan yang penting. (Donaldson 2009). Dalam perkembangannya
pengetahuan tumbuhan obat saat ini di beberapa kebun raya seringkali diabaikan
(Crane et al. 2009), padahal secara historis tumbuhan obat adalah bagian penting
dari suatu kebun raya (Shan-an and Zhong-ming 1991).
Konservasi tumbuhan obat Indonesia adalah suatu hal yang tidak bisa
ditunda lagi. Sebagai lembaga konservasi ex situ, KRB berkewajiban melestarikan
dan mengembangkan koleksi tumbuhan obatnya. Kompetensi KRB dalam
konservasi tumbuhan secara umum adalah menyiapkan bahan perumusan
kebijakan tentang konservasi ex situ tumbuhan tropika, pengembangan kawasan
konservasi ex situ dan model konservasi tumbuhan langka, pelaksanaan penelitian
konservasi dan pendayagunan tumbuhan, reintroduksi dan pemulihan jenis-jenis
tumbuhan tropika, serta pengembangan pendidikan lingkungan (LIPI 2002). Agar
kompetensi ini dapat terlaksana dengan baik, maka mutlak dibutuhkan data dasar
yang memadai. Dalam hal ini data dasar seperti jumlah koleksi tumbuhan obat
yang dimiliki, informasi khasiat dan bagian tumbuhan yang digunakan dari
koleksi tersebut, serta aspek-aspek konservasi koleksi tumbuhan obat
bersangkutan seharusnya tersedia dengan baik.
Tumbuhan obat tidak sekedar menjadi koleksi yang dilindungi tetapi
seharusnya memberikan manfaat nyata bagi masyarakat. Apa yang diharapkan
masyarakat terhadap KRB tentunya perlu dijadikan dasar dalam menentukan
program dan kebijakannya dalam pelestarian tumbuhan obat. Belum terwujudnya
tujuan konservasi tumbuhan obat di KRB secara kongkrit diduga dikarenakan
belum sejalannya antara program kegiatan KRB dengan harapan masyarakat.
Pendayagunaan koleksi terutama koleksi tumbuhan obat belum optimal
dikarenakan KRB belum memiliki data secara lengkap dan akurat, terutama
mengenai kepastian bahwa suatu koleksi merupakan tumbuhan obat dan
bagaimana kategori kelangkaannya, serta belum menentukan prioritas spesies
tumbuhan obat yang dapat menuntun aksi konservasinya ke arah yang lebih
efektif dan komprehensif sesuai dengan kompetensi KRB dan harapan
masyarakat.
6
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1. Mengkaji kondisi terkini koleksi spesies tumbuhan obat di KRB,
pemanfaatan, kategori kelangkaan, dan spesies prioritasnya.
2. Menggali harapan masyarakat terhadap peran KRB dalam konservasi ex
situ tumbuhan obat.
3. Mengkaji apakah program konservasi tumbuhan obat di KRB sudah
sesuai dengan harapan masyarakat dalam rangka penyusunan aksi
konservasi pada masa yang akan datang.
1.4. Manfaat Penelitian
Keakuratan data dan informasi ilmiah mengenai potensi koleksi tumbuhan
obat yang dimiliki KRB sangat bermanfaat bagi KRB dan masyarakat luas.
Rancangan aksi konservasi tumbuhan obat yang sudah disusun dapat dijadikan
rujukan bagi tindakan konservasi tumbuhan obat di KRB maupun di lembaga
konservasi lainnya pada masa yang akan datang. Rancangan aksi ini juga dapat
diadopsi untuk kelompok tumbuhan lainnya.
7
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kebun Raya Bogor
KRB pada mulanya merupakan bagian dari 'samida' (hutan buatan atau
taman buatan) yang paling tidak telah ada pada pemerintahan Sri Baduga
Maharaja (Prabu Siliwangi, 1474-1513) dari Kerajaan Sunda, sebagaimana tertulis
dalam prasasti Batutulis. Hutan buatan itu ditujukan untuk keperluan menjaga
kelestarian lingkungan sebagai tempat memelihara benih-benih kayu yang langka.
Oleh karenanya sejak Reinwardt tiba di Indonesia pada tahun 1816 dia melihat
setidaknya terdapat satu instansi botani yang sebenarnya sudah berjalan yang
berkedudukan di Bogor (Goss 2004).
Goss (2004) menerangkan ketika Hasskarl datang ke Bogor tahun 1817 dia
melihat kebun sebagai taman yang cantik namun tidak ada sentuhan sains. Sejak
itu Hasskarl mentransformasi kebun raya dari taman kantor gubernur jenderal
menjadi instansi yang didedikasikan untuk menginterpretasikan alam daerah
kolonisasi dan sebagai pusat pengetahuan alam. Reinwardt mendapatkan
wewenang untuk mengurus sains dan pertanian di daerah koloni Belanda ini untuk
segera menjawab tugasnya antara lain mengumpulkan informasi tentang flora
yang memiliki manfaat ekonomi. Sejak awal abad 20 instansi biologi
pemerintahan kolonial Belanda diidentikkan dengan KRB.
KRB saat ini merupakan suatu kawasan konservasi ex situ yang mengoleksi
berbagai spesies tumbuhan yang ditata dalam tatanan arsitektur lanskap.
Tumbuhan koleksinya diutamakan berasal dari Indonesia, yang dimanfaatkan
sebagai tempat penelitian, pendidikan lingkungan dan rekreasi. Koleksi KRB
dicatat di Bagian Registrasi agar menjadi jelas asal usul tumbuhan tersebut
(Yuzammi et al. 2006).
Secara umum masyarakat mengenal kebun raya sebagai tempat rekreasi
alam, namun sebenarnya fungsi kebun raya bukan sekedar tempat rekreasi. Ruang
lingkup tugas dan fungsi Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor (PKT-
KRB), LIPI diuraikan dengan jelas dalam Keputusan Presiden RI Nomor 103
tahun 2001 serta Keputusan Ketua LIPI Nomor 1151/M/2001 (LIPI 2002).
Adapun tugas KRB diuraikan sebagai berikut:
8
Melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan, penyusunan
pedoman, pemberian bimbingan teknis, penyusunan rencana dan program,
pelaksanaan penelitian bidang konservasi ex situ tumbuhan tropika serta evaluasi
dan penyusunan laporan.
Sedangkan fungsi PKT-KRB adalah:
1. Penyiapan bahan perumusan kebijakan bidang konservasi ex situ tumbuhan
tropika.
2. Penyusunan pedoman, pembinaan, dan pemberian bimbingan teknis penelitian
bidang konservasi ex situ tumbuhan tropika.
3. Penyusunan rencana dan program pelaksanaan penelitian bidang konservasi
ex situ tumbuhan tropika.
4. Pemantauan pemanfaatan hasil penelitian bidang konservasi ex situ tumbuhan
tropika.
5. Pelayanan jasa ilmu pengetahuan dan teknologi bidang konservasi ex situ
tumbuhan tropika.
6. Evaluasi dan penyusunan laporan penelitian bidang konservasi ex situ.
7. Pelaksanaan urusan tata usaha.
Sementara itu secara global misi kebun raya di dunia sebenarnya adalah
(International Agenda Botanic Gardens in Conservation):
1. Mencegah kehilangan spesies dan keanekaragaman genetik tumbuhan.
2. Mencegah degradasi lingkungan alam.
3. Meningkatkan pemahaman masyarakat akan nilai penting tumbuhan dan
ancaman yang dihadapinya.
4. Meningkatkan manfaat alam lingkungan.
5. Mempromosikan dan menjamin pemanfaatan sumberdaya alam secara
berkelanjutan.
Dari tugas dan fungsi serta misi secara global di atas maka dapat disimpulkan
pada hakekatnya terdapat 4 fungsi utama dari suatu kebun raya, yaitu:
1. Fungsi konservasi, yaitu melestarikan representasi keanekaragaman tumbuhan
secara ex situ untuk menjadi back up yang penting dan sumber pemulihan
jenis-jenis tumbuhan terancam kepunahan serta lahan-lahan terdegradasi.
9
2. Fungsi penelitian, yaitu melaksanakan dan memfasilitasi berbagai kegiatan
penelitian dan pengembangan di bidang botani, konservasi, hortikultura dan
pemanfaatan tumbuhan.
3. Fungsi pendidikan, yaitu menyajikan informasi yang jelas dan memberikan
kemudahan bagi pengunjung untuk meningkatkan pengetahuan di bidang
botani, konservasi, lingkungan, budidaya dan pemanfaatan tumbuhan, serta
mampu merangsang tumbuh-kembangkan kesadaran, kepedulian,
tanggungjawab dan komitmen masyarakat terhadap pelestarian sumberdaya
hayati.
4. Fungsi rekreasi, yaitu mampu menciptakan suasana yang nyaman, aman,
menyegarkan dan inspiratif untuk mendukung kehidupan sosial
kemasyarakatan yang lebih baik.
2.2. Tumbuhan Obat
Sepanjang sejarah kehidupan manusia, tumbuhan obat merupakan
kebutuhan utama di alam sehingga sangat dekat hubungan antara manusia dengan
pengembangan botani dan pengetahuan tumbuhan obat (Shan-an and Zhong-ming
1991). Tumbuhan obat telah berabad-abad didayagunakan oleh bangsa Indonesia
dalam bentuk jamu untuk memecahkan berbagai masalah kesehatan yang
dihadapinya dan merupakan kekayaan budaya bangsa Indonesia yang perlu
dipelihara dan dilestarikan. Pengetahuan tentang obat tumbuh-tumbuhan asli
Indonesia dan cara pemakaiannya diperoleh hanya dengan melihat dan mendengar
belaka dari orang tuanya. Sementara di luar negeri pengobatan dengan tumbuh-
tumbuhan itu oleh beberapa pihak dianjurkan secara kuat dan meyakinkan
(Sastroamidjojo 1997).
Tumbuhan obat didefinisikan sebagai jenis tanaman yang sebagian, seluruh
tanaman dan atau eksudat tanaman tersebut digunakan sebagai obat, bahan, atau
ramuan obat-obatan. Ahli lain mengelompokkan tumbuhan berkhasiat obat
menjadi tiga kelompok (Siswanto 2004), yaitu:
1. Tumbuhan obat tradisional merupakan spesies tumbuhan yang diketahui atau
dipercayai masyarakat memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai
bahan baku obat tradisional.
10
Pengertian obat tradisional berdasarkan UU RI No.23 tahun 1992 tentang
Kesehatan pasal 1 menyebutkan bahwa: Obat tradisional adalah bahan atau
ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan galenik atau campuran dan bahan-bahan tersebut, yang secara turun
temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
2. Tumbuhan obat modern merupakan spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah
dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan
penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis.
3. Tumbuhan obat potensial merupakan spesies tumbuhan yang diduga
mengandung atau memiliki senyawa atau bahan bioaktif berkhasiat obat tetapi
belum dibuktikan penggunaannya secara ilmiah-medis sebagai bahan obat.
Sedangkan Departemen Kesehatan RI mendefinisikan tanaman obat
Indonesia seperti yang tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan
No.149/SK/Menkes/IV/1978, yaitu:
1. Tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional
atau jamu.
2. Tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan pemula bahan
baku obat (precursor).
3. Tanaman atau bagian tanaman yang diekstraksi dan ekstrak tanaman tersebut
digunakan sebagai obat.
Selanjutnya berdasarkan keputusan Kepala Badan POM RI No.
HK.00.05.4.2411 tentang ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan obat
bahan alam Indonesia, obat tradisional dikelompokkan menjadi tiga yaitu jamu,
obat herbal terstandar, dan fitofarmaka (Suharmiati dan Handayani 2006). Obat
alami didefinisikan sebagai sediaan obat, baik berupa obat tradisional, fitofarmaka
dan farmasetik, berupa simplisia (bahan segar atau yang dikeringkan), ekstrak,
kelompok senyawa atau senyawa murni
Organisasi kesehatan dunia memperkirakan sekitar 400 juta orang di dunia
percaya akan obat herbal dan 25% resep-resep pengobatan didasarkan pada
bahan-bahan obat yang berasal dari tumbuhan (Rai et al. 2000). Sementara itu
saat ini diperkirakan lebih dari 50.000 spesies tumbuhan tingkat tinggi di dunia
digunakan untuk keperluan obat dan 15.000 spesies tumbuhan obat secara global
berasal dari alam (Helmi 2008).
11
mengalami ancaman diakibatkan kehilangan habitat, pemanenan berlebihan untuk
perdagangan, tekanan jenis-jenis invasif dan pencemaran (Hamilton 2008).
Peran tumbuhan obat menurut Schopp-Guth and Fremuth (2001) sangat
penting dalam bidang biologi dan ekologi yaitu sebagai pondasi dimana tumbuhan
obat memberikan akses keterlibatan masyarakat dalam konservasi di habitat
alaminya. Dalam kata lain keterkaitan tumbuhan obat dengan manusia cukup
besar dalam mengatur dan menentukan konservasi serta pemanfaatan tumbuhan
secara berkelanjutan.
2.3. Kriteria Kelangkaan dan Prioritas Konservasi
IUCN telah mengatur kriteria yang tepat untuk mengevaluasi risiko
kepunahan ribuan spesies dan subspesies. Tujuannya adalah untuk menyampaikan
urgensi isu-isu konservasi kepada publik dan pembuat kebijakan, serta membantu
komunitas internasional untuk mencoba mengurangi kepunahan spesies. (IUCN
2010).
1.
Berdasarkan kriteria IUCN tahun 2008 (IUCN 2010) spesies
diklasifikasikan ke dalam sembilan kelompok, didasarkan pada tingkat penurunan
dan ukuran populasi, wilayah distribusi geografis, dan derajat fragmentasi
populasi. Sembilan kriteria tersebut adalah sebagai berikut:
2.
Punah (EX) - tidak ada individu yang tersisa.
3.
Punah di alam (EW) - dikenal hanya untuk bertahan hidup di penangkaran,
atau sebagai populasi naturalisasi di luar jangkauan bersejarah.
4.
Kritis (CR) – resiko kepunahan ekstrim di alam liar dalam waktu dekat.
5.
Genting (EN) - risiko kepunahan sangat tinggi di alam liar.
6.
Rawan (VU) - risiko kepunahan tinggi di alam liar.
7.
Hampir terancam (NT) - kemungkinan menjadi langka dalam waktu dekat.
8.
Risiko rendah (LC) - tidak memenuhi syarat untuk kategori risiko punah. Taksa
menyebar luas dan melimpah termasuk dalam kategori ini.
9.
Data belum mencukupi (DD) - tidak cukup data untuk membuat penilaian
risiko kepunahan.
Belum dievaluasi (NE) - belum dievaluasi terhadap kriteria
12
Berdasarkan kriteria kelangkaan tersebut di atas, Red list IUCN tumbuhan
Indonesia tercatat 740 spesies di antaranya 204 termasuk kategori rawan, 70
genting, dan 112 kritis (IUCN 2010). Kelangkaan menurut versi Nature Serve
Conservation (2010) meliputi ukuran populasi (untuk spesies), luas penguasaan
daerah, luas penghunian, jumlah kemunculan (populasi yang berbeda), jumlah
kemunculan atau persentase area dengan viabilitas yang baik, dan spesifisitas
lingkungan.
Beberapa spesies tumbuhan obat dinyatakan langka serta terancam
kepunahan. Di Indonesia, kegiatan eksploitasi hutan, konversi hutan dan
pemanfaatan lahan hutan oleh masyarakat, serta pengambilan tumbuhan obat
dengan tidak mempertimbangkan aspek kelestarian dapat dipandang sebagai
faktor-faktor yang mempengaruhi kelestarian dan penurunan populasi tumbuhan
obat, sehingga secara tidak disadari kelangkaan spesies tumbuhan obat terus
meningkat (Herlina 2010). Hasil penelitian Hidayat (2006) beberapa sebab
kelangkaan tumbuhan obat di alam antara lain adalah:
Namun demikian untuk menetapkan prioritas konservasi tidak hanya
didasarkan kepada kriteria kelangkaan tetapi juga faktor lainnya seperti ekonomi,
politik, dan sosial (Risna et al. 2010).
1. Penebangan liar
2. Diversifikasi lahan
3. Pemanenan langsung
4. Pemakaian bagian tertentu tumbuhan secara berlebihan
5. Populasi hidup mengelompok
6. Pemanfaatan tumbuhan multiguna
7. Sedikit menghasilkan anakan
8. Struktur populasi tidak seimbang
9. Bencana alam
Meelis et al. (2004) menyatakan bahwa penyebab kelangkaan tumbuhan
obat dapat diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu kelangkaan secara alami dan
kelangkaan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia yang tidak sesuai dengan
kaidah ekologi/lingkungan. Noerdjito dan Maryanto (2005) menyatakan bahwa
penyebab utama kepunahan adalah perburuan dan perdagangan yang tidak
13
terkendali dari spesies langka serta kerusakan habitat yang diakibatkan oleh
kegiatan manusia.
Ironisnya pengetahuan yang tersedia mengenai tumbuhan obat di lembaga-
lembaga konservasi masih sangat kurang. Hal ini merupakan tantangan utama
dalam prioritas kegiatan konservasi dan dalam rangka menjamin pemanfaatan
tumbuhan yang berkelanjutan. Di antara berbagai permasalahan dalam penelitian,
pendugaan keberadaan tumbuhan obat dan ancaman potensialnya butuh perhatian
utama (Dhar et al. 2000). Menurut Hamilton (2008) kajian potensi dan
pemanfaatan berkelanjutan tumbuhan obat saat ini merupakan kunci untuk
pelestarian di seluruh habitatnya. Pernyataan ini mengantisipasi kenyataan banyak
lembaga konservasi di dunia saat ini terfokus pada kegiatan yang berhubungan
dengan sumberdaya genetika tumbuhan khususnya pada tumbuhan pangan dan
tumbuhan obat liar, namun sangat kurang aplikasi pemanfaatannya (Meilleur and
Hodgkin 2004). Dalam kaitan ini Kala (1999) memperkirakan dalam 50 tahun ke
depan hampir 50% spesies tumbuhan tingkat tinggi di dunia akan mengalami
kepunahan.
Diperlukan program pemulihan spesies terancam dan langka diakibatkan
meningkatnya konsumsi terhadap sumberdaya seperti obat-obatan. Bahkan
peningkatan perhatian kehilangan keanekaragaman hayati perlu menjadi trend
dalam program pemulihan spesies (Kerkvlieta and Langpapc 2007). Pada dekade
ini, dengan meningkatnya kepedulian terhadap resiko kepunahan dan kehilangan
variasi genetika, pusat konservasi ex situ dan in situ, secara terwakili telah
berkembang di belahan dunia dengan tujuan umum adalah menyelamatkan
tumbuhan, keanekaragaman gen, dan membuatnya selalu tersedia dan siap untuk
dimanfaatkan (Barazani et al. 2008). Sebagian besar tumbuhan (selain serealia
dan kacang-kacangan) memiliki biji non ortodoks atau berbiak secara vegetatif,
sehingga metode pelestarian yang sesuai adalah kebun koleksi (Leunufna 2007).
2.4. Pengertian Konservasi
Konservasi berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con
(together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya
memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have) secara bijaksana
14
(wise use). Secara tertulis ide ini pertama kali dikemukakan oleh Theodore
Roosevelt (1902) seorang Amerika. Sebenarnya jauh sebelum itu konservasi
dalam pelaksanaannya telah dimulai di Asia. Raja Asoka (252 SM) di India
mengumumkan bahwa perlu dilakukan perlindungan terhadap binatang liar, ikan
dan hutan. Sedangkan di Inggris, Raja William I (1804 M) pada saat itu telah
memerintahkan para pembantunya untuk mempersiapkan sebuah buku berjudul
Doomsday Book yang berisi inventarisasi dari sumber daya alam milik kerajaan
yang digunakan sebagai dasar untuk membuat perencanaan rasional bagi
pengelolaan dan pembangunan negaranya (Mackinnon 1993).
Dalam UU RI No 5 tahun 1990 Konservasi sumber daya alam hayati
didefinisikan sebagai pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya
dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya
dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan
nilainya. Menurut Bari dan Supriatna (1999), konservasi muncul karena adanya
kekhawatiran terjadinya kepunahan. Konservasi ini diartikan oleh para ahli
sebagai kebijaksanaan dan program jangka panjang untuk mempertahankan
komunitas alami dalam kondisi yang memungkinkan berlangsungnya evolusi.
Konservasi tumbuhan mengandung pengertian manajemen penggunaan oleh
manusia atas tumbuhan sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan
keuntungan optimal yang berkelanjutan bagi generasi masa kini pada saat yang
bersamaan harus memelihara potensi-potensinya untuk memenuhi kebutuhan dan
aspirasi generasi mendatang. Konservasi tumbuhan tidak hanya bermakna
perlindungan tumbuhan dari ancaman kepunahan, tetapi juga mengandung
pengertian jaminan keberlanjutan pemanfaatannya bagi peningkatan kesejahteraan
manusia sebagai modal dasar pembangunan (Basuki et al. 1999).
Pikiran yang salah tentang konservasi adalah anggapan bahwa masalah
konservasi adalah masalah teknis/ilmiah semata. Pengalaman Indonesia dan
negara-negara lain menunjukkan bahwa konservasi bukanlah semata-mata
masalah teknis/ilmiah melainkan masalah yang kompleks meliputi masalah teknis,
ilmiah, ekonomi, dan sosial (Suhirman 2001).
Ada dua metode utama untuk mengkonservasi biodiversitas, yaitu
konservasi in situ (dalam habitat alaminya) dan konservasi ex situ (di luar habitat
15
alaminya). Menurut Zuhud et al. (dalam Herlina 2010) tujuan konservasi ex situ
adalah a) untuk diintroduksi kembali ke habitat aslinya, b) untuk kegiatan
pemuliaan dan c) untuk tujuan penelitian dan pendidikan. Prioritas konservasi ex
situ diberikan untuk spesies yang habitatnya telah rusak atau tidak dapat
diamankan lagi. Konservasi ex situ juga harus digunakan untuk meningkatkan
spesies lokal yang hampir punah menjadi tersedia kembali di alam.
Konservasi ex situ tidak selalu secara tegas dapat dipisahkan dari konservasi
in situ. Sebagai contoh adalah konservasi tumbuhan obat yang membutuhkan dua
metode konservasi secara terpadu (integrated). Keterikatan secara khusus
konservasi tumbuhan obat dengan sistem budaya, mata pencaharian dan
perekonomian memberikan peranan penting dalam kehidupan manusia. Berjuta-
juta orang di dunia telah menggunakan herbal obat, sementara berjuta-juta orang
lainnya telah mendapatkan penghasilan dari pemanenan secara alam maupun hasil
budidaya tumbuhan obat, atau terlibat langsung dalam perdagangan dan proses-
prosesnya. Tumbuhan obat secara signifikan telah menjadi lambang kemakmuran
di beberapa sistem budaya, dan seringkali dijadikan sebagai sumber kekuatan.
(Hamilton 2009).
2.5. Masyarakat Terkait Tumbuhan Obat
Penggunaan tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam bidang
pengobatan adalah suatu seni yang sama tuanya dengan sejarah peradaban umat
manusia (Waluyo 2009). Zuhud (2009) bahkan mengatakan ramuan jamu atau
obat tradisional berkembang bukan atas landasan saintifik gaya ilmu farmasi
barat, tetapi sepenuhnya atas dasar empiris yang teruji melalui trial dan error
secara turun menurun. Pengetahuan masyarakat akan tumbuhan obat tertentu juga
dapat ditelusuri dengan nama-nama yang dijadikan nama kampungnya. Di
Kabupaten Bogor tidak kurang dari 20 kecamatan dan 100 desa memakai nama
tumbuhan sebagai nama kampungnya, sebagian di antaranya adalah nama
tumbuhan obat (Hidayat 2009).
16
2.5.1. Masyarakat umum
Meskipun bangsa Indonesia sejak dahulu kala hidup di tengah-tengah
kekayaan sumber daya alam, akan tetapi sejarah juga mencatat bahwa kebanyakan
tanaman perdagangan berasal dari negara lain. Seiring dengan kemajuan zaman
dan toleransi masyarakat terhadap invasi kebudayaan luar menyebabkan secara
perlahan banyak sekali spesies tumbuhan asing yang telah melebur dalam
kehidupan sehari-hari (Waluyo 2009). Terlebih lagi potensi ekonomi cukup besar
di sektor obat herbal ini. Pasar obat herbal Indonesia pada 2003 sebesar Rp 2,5
triliun, dan meningkat menjadi Rp 8 triliun-Rp 10 triliun pada 2010.
Pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat sebenarnya sudah lama seperti
di berbagai daerah dengan tradisinya dan juga adanya TOGA, namun menurut
Damayanti et al. (2009) dengan masuknya program kesehatan dari pemerintah
yang berkiblat ke pengobatan modern, kemandirian masyarakat akan kesehatan
masing-masing semakin menurun. Menurut Suharmiati dan Handayani (2006)
program Toga sebenarnya lebih mengarah kepada self care untuk menjaga
kesehatan anggota keluarga serta untuk menangani penyakit ringan. Meskipun
pengobatan modern berkembang pesat, namun menurut Padua et al. (1999)
tumbuhan obat masih merupakan hasil hutan non kayu yang bernilai penting dan
menjadi prioritas serta isu konservasi di masyarakat.
2.5.2. Masyarakat industri obat/jamu
Pada awalnya tumbuhan obat hanya dikonsumsi langsung dalam bentuk
segar, rebusan, atau racikan. Pada perkembangannya tumbuhan obat dikonsumsi
lebih praktis dalam bentuk pil, kapsul, sirup, atau kaplet dan diproduksi dalam
skala industri yang memiliki teknologi modern (Siswanto 2004). Industri jamu
adalah industri yang memiliki aspek ekonomi, sosial dan budaya. Segala spesies
bahan baku yang digunakan industri jamu 98% berasal dari dalam negeri dan
sisanya saat ini sudah berhasil dibudidayakan. Industri jamu banyak memberi
manfaat karena melibatkan ratusan ribu petani, melibatkan para peneliti di bidang
pertanian, teknologi pangan, bioteknologi, farmakognosi, farmakologi, serta
kimia.
17
Jumlah industri obat tradisional di Indonesia terus mengalami peningkatan.
Pada tahun 1997 baru 449 industri yang terdiri dari 429 industri kecil obat
tradisional (IKOT) dan 20 industri obat tradisional (IOT), sepuluh tahun
kemudian tepatnya pada tahun 2008 telah menjadi 1166 industri terdiri dari 1037
IKOT dan 129 IOT (Balittro 2010). Dengan meningkatnya jumlah industri dan
produksi obat tradisional secara langsung meningkatkan penggunaan bahan baku
tumbuhan obat.
2.5.3. Masyarakat praktisi obat tradisional
Praktisi obat tradisional atau pengobat tradisional merupakan ujung tombak
untuk masyarakat di sekitarnya yang sangat berpengaruh dalam menghadapi
berbagai masalah kesehatan. Pengobat tradisional seperti tertuang dalam Surat
Keputusan Menteri Kesehatan No. 1076 2003 dikelompokkan menjadi empat
yaitu (1) kelompok pengobat tradisional ramuan, (2) pengobat tradisional
keterampilan, (3) pengobat tradisional supranatural, dan (4) pengobat tradisional
berdasar pada kaidah agama (Pudjiastuti 2009).
Pengobat tradisional di Indonesia sering diidentikkan dengan dukun. Pada
umumnya mereka berpendirian bahwa ilmu pengobatan yang suci ini sekali-kali
tidak boleh diumumkan kepada khalayak ramai, sehingga belum pernah disiarkan
karangan tentang pengetahuan mereka yang memenuhi syarat ilmiah
(Sastroamidjojo 1997). Pada kenyataannya di Indonesia dukun memegang peran
penting dalam penanganan kesehatan pertama di berbagai wilayah pedesaan
(Padua et al. 1999).
2.5.4. Masyarakat peneliti
Selain pengobat tradisional secara formal saat ini sudah ada beberapa rumah
sakit di Indonesia yang sudah menggunakan herbal sebagai pengobatan. Beberapa
rumah sakit itu adalah RS Persahabatan Jakarta, Pusat Kanker Nasional Dharmais
Jakarta, RS Sardjito Yogyakarta, RS Karyadi Semarang, RS Hasan Sadikin
Bandung, RS Dr Sutomo Surabaya, RS Syaiful Anwar Malang, RSAL
Mintohardjo Jakarta, RS Pirngadi Medan, RS Kandou Manado, RS Sanglah Bali,
RS Holistic Tourism Hospital Purwakarta dan RS Wahidin Sudirohusodo
18
Makassar. Obat tradisional dari tumbuhan mulai mendapat perhatian yang layak
dari dunia penelitian kedokteran sejak masuknya bala tentara Jepang ke Indonesia
yang menyebabkan persediaan obat menipis (Sastroamidjojo 1997).
Penelitian tumbuhan obat telah berlangsung di Indonesia lebih dari 50
tahun. Penelitian ditekankan pada sample koleksi, inventarisasi, etnobotani,
bioteknologi, agronomi, kandungan kimia, skrining farmakologi dan toksikologi,
standardisasi produksi, formulasi dan konservasi (Padua et al. 1999).
Upaya pendekatan penyelamatan sumberdaya genetika tumbuhan melalui
pola kolaboratif dan partisipatif merupakan alternatif untuk menjawab tantangan
konservasi. Semua ini tentu saja didasarkan pada asumsi bahwa masyarakat
memiliki kepentingan dan keterkaitan dengan sumberdaya alam di sekitarnya. Di
sisi lain, masyarakat cenderung akan mau memberikan komitmen jangka panjang
dalam upaya konservasi sumberdaya genetika tumbuhan di Indonesia. Komitmen
itu tidak saja muncul tanpa adanya kepastian akses manfaat dan akses kepada
proses pengambilan kebijakan dalam upaya penyelamatan tumbuhan pada tataran
teknis/lapangan (Wirasena 2010). Peneliti dari berbagai disiplin ilmu sangat
diperlukan untuk menjembatani upaya konservasi tumbuhan obat dengan
komitmen masyarakat. Di samping penelitian botani, penelitian biokimia harus
dilakukan untuk mengatasi potensi kegunaan tumbuhan. KRB dengan hasil
eksplorasinya yang kaya dapat menyumbangkan material dengan identitas
ilmiahnya serta lokasi dimana material tersebut berada (Suhirman 1999).
19
3. METODOLOGI
3.1. Kerangka Pemikiran
Tumbuhan obat adalah salah satu kekayaan koleksi KRB dan merupakan
kekayaan alam yang dibutuhkan oleh masyarakat dari masa ke masa. Pemenuhan
kebutuhan tumbuhan obat yang hanya bersandarkan keberadaannya di alam tanpa
budidaya akan semakin sulit dan alam pun akan kehabisan stoknya. Hal ini terjadi
di beberapa kawasan hutan seperti di Taman Nasional Ujung Kulon untuk kasus
pule dan di Taman Nasional Meru Betiri untuk kasus kedawung (Hidayat 2006).
Kekayaan dan keanekaragaman spesies tumbuhan obat yang dimiliki bangsa
Indonesia ini ternyata belum memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan
masyarakatnya (Waluyo 2009). Penanganan secara pasif (in situ) tumbuhan obat
yang hidup di kawasan konservasi relatif memadai, akan tetapi bagi spesies
tumbuhan obat liar yang hidup di luar wilayah sistem cagar alam secara teknis
tidak terjamin keamanannya (Djumidi et al. 1999). Dalam hal ini Suhirman
(1999) telah mengingatkan bahwa manusia tidak menyadari betapa pentingnya
tumbuhan tidak hanya untuk kesejahteraan tetapi juga untuk kelangsungan hidup
kita, mereka tidak peduli akan kepunahan spesies. Pelibatan berbagai pemangku
kepentingan dalam mengkaji dan mengembangkan kebijakan, hukum, dan strategi
akan mempengaruhi pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya tumbuhan obat
(WHO-IUCN-WWF 2010).
Dalam rangka menuju pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang tumbuhan obat, maka diperlukan suatu strategi pengembangannya.
Pengembangan tumbuhan obat di Indonesia perlu adanya dukungan penuh
kebijakan pemerintah terutama adanya jaminan terselenggaranya penelitian yang
berkelanjutan. Langkah-langkah yang harus ditempuh antara lain: inventarisasi
dan karakterisasi keanekaragaman spesies tumbuhan obat, kerjasama antar
lembaga penelitian, LSM, dan perusahaan farmasi serta lembaga penelitian
independen lainnya, serta penentuan skala prioritas arah penelitian tumbuhan obat
(Purwanto 2002). Dalam hal ini penentuan prioritas konservasi tumbuhan obat
merupakan salah satu prioritas penelitian yang dinyatakan dalam draft Guidelines
on The Conservation of Medicinal Plants.
20
Penyusunan strategi pengelolaan konservasi tumbuhan didorong oleh
adanya masalah-masalah terkait dengan lingkungan hidup. Untuk dapat mengatasi
masalah-masalah tersebut diperlukan sumberdaya manusia yang mampu
mengelola sumberdaya alam secara bijaksana (Rideng 1999). Sumberdaya
manusia secara mikro mencakup dua aspek yaitu aspek fisik (postur tubuh,
kesehatan, daya tahan, dan sebagainya) dan aspek non fisik (kognitif, afektif dan
psikomotor). Kedua aspek tersebut saling melengkapi sehingga merupakan
kesatuan yang utuh. Kualitas kedua aspek tersebut perlu terus ditingkatkan
melalui pendidikan.
Salah satu bentuk pengelolaan tumbuhan adalah koleksi secara ex situ.
Koleksi ex situ menurut Lascurain et al. (2008) menyediakan bahan untuk
penelitian, reintroduksi, pendidikan, dan peningkatan kepedulian masyarakat.
Pelestarian ex situ tumbuhan obat sebenarnya secara langsung dapat bermanfaat
bagi kehidupan manusia (Diwyanto 2002) dan dapat dilakukan dengan berbagai
cara, antara lain:
1. Penyimpanan dalam kamar-kamar bersuhu dingin.
2. Kebun koleksi.
3. Kebun plasma nutfah.
4. Kebun botani/kebun raya.
KRB sudah lama memiliki koleksi tumbuhan obat baik secara khusus
maupun yang tersebar di pelosok kebun. Saat ini tumbuhan obat koleksi KRB
baru berperan sebagai penghias dan pelengkap taman. Beberapa koleksi
mengalami kematian dan kehilangan baik akibat alami, ulah manusia, maupun
bencana alam (Hidayat et al. 2007). Sesuai kaidah konservasi terutama mengenai
pemanfaatan yang berkelanjutan seharusnya koleksi tumbuhan obat KRB dapat
dirasakan keberadaan dan manfaatnya oleh masyarakat umum. Di sisi lain sebagai
lembaga konservasi flora ex situ skala nasional dan internasional, KRB sangat
diharapkan kiprahnya untuk memenuhi Target 8 dan 9 GSPC (CBD 2002) dimana
60% spesies terancam dapat dikoleksi secara ex situ dan 70% dari keragaman
tumbuhan pangan dan bernilai ekonomi dapat dikonservasi serta yang
berhubungan dengan pengetahuan lokal dapat dipertahankan.
21
Secara historis tumbuhan obat adalah bagian penting dari kebun raya (Shan-
an and Zhong-ming 1991), Kebun raya memerankan secara penuh dalam berbagai
kegiatan mulai dari seleksi, analisis, pendugaan, budidaya, konservasi, dan
perlindungan tumbuhan obat (Akerele 1991). Keberadaan kebun raya sebagai
lembaga konservasi ex situ berperan sangat penting dalam perlindungan,
pengawetan, dan pemanfaatan sumber daya alam seperti tumbuhan obat.
Suhirman (2001) menyatakan ada empat strategi yang perlu dikerjakan
dalam bidang konservasi keanekaragaman tumbuhan:
1. Penggemblengan ahli konservasi menjadi kader konservasi.
2. Penentuan prioritas taksa yang akan dikonservasi.
3. Pendidikan konservasi bagi seluruh lapisan masyarakat.
4. Penegakan hukum.
Selain itu Suhirman (2001) juga menyatakan pentingnya penentuan
ancaman terhadap tumbuhan tertentu, karena tanpa pengetahuan yang benar
tentang faktor-faktor yang mengancam suatu spesies maka tidak mungkin kita
dapat melaksanakan konservasinya secara seksama.
Pada dasarnya konservasi berkaitan erat dengan kebutuhan masyarakat.
Konservasi sering dianggap hanya merupakan beban saja karena menghabiskan
pikiran, dana yang besar, tenaga yang melelahkan dan berkepanjangan.
Pandangan tersebut diduga bahwa upaya konservasi dilihat sebagai suatu
kewajiban dimana tidak tampak adanya kegiatan yang diiringi oleh proses
pemanfaatannya (Diwyanto 2002). Masyarakat di sekitar kebun botani melihat
kebun dari kepentingan masing-masing, sehingga kalau kebun botani tidak
memberi manfaat apapun kepada dirinya mereka tidak akan termotivasi untuk
tidak merusak apalagi memeliharanya. (Ruslan & Sastrapradja 2008).
Di Indonesia pemanfaatan tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat terus dikembangkan, namun rendahnya pengetahuan dasar
pemanfaatan sumberdaya genetika dari tumbuhan menyebabkan ketidakpedulian
masyarakat dalam kegiatan konservasi tumbuhan (Basuki et al. 1999). Penyebab
lain yang lebih mendasar adalah kurangnya informasi tentang konservasi
tumbuhan kepada masyarakat. Tingkat mengetahui, memahami, dan mampu
mengelola sesuai dengan etika konservasi hanya akan terlaksana melalui proses
22
pendidikan baik pendidikan formal maupun pendidikan non formal atau
penyuluhan (Bari dan Supriatna 1999).
Menurut Bari dan Supriatna (1999) upaya pelestarian sumberdaya hayati
tumbuhan harus ditingkatkan melalui pendidikan. Pendidikan konservasi
seharusnya tidak hanya untuk masyarakat umum tetapi juga untuk para politikus
dan pembuat kebijakan (Suhirman 1999). Etika pemanfaatan tumbuhan harus
menjadi kesadaran dan langkah utama umat manusia dalam mengelola
sumberdaya alam hayati. Konservasi adalah salah satu etika pilihan yang disadari
dan akan menjamin kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lain. (Bari dan
Supriatna 1999).
Hal yang penting menurut Amzu (2007) untuk dapat terwujudnya
konservasi seperti apa yang diharapkan adalah prasyarat adanya kerelaan
berkorban untuk konservasi. Kerelaan berkorban sebenarnya adalah suatu sikap
yang timbul dikarenakan adanya nilai obyek yang memenuhi harapan. Nilai dapat
memotivasi individu untuk melakukan suatu tindakan tertentu (Sumitomo 2004).
Azwar (2010) menjelaskan bahwa pengetahuan mengenai proses
terbentuknya sikap individu dan kelompok akan sangat bermanfaat dalam
penanganan masalah-masalah sosial. Penanganan itu antara lain dalam bentuk
pemberian stimulus-stimulus tertentu untuk memperoleh efek perilaku yang
diinginkan. Dalam kaitan konservasi tumbuhan obat Amzu (2007) mengajukan
konsep tri-stimulus amar konservasi sebagai alat untuk mengimplementasikan
pengelolaan kawasan konservasi (Gambar 1). Sukarnya tujuan konservasi
terwujud memuaskan tidak lain penyebabnya adalah terjadi bias pemahaman dan
pengalaman dalam masyarakat antar konteks nilai-nilai alamiah (Bio-ekologi dan
kelangkaan) nilai-nilai manfaat (ekonomi) dan nilai-nilai rela-religius (agama,
keikhlasan, moral dan sosial budidaya).
Nilai alamiah adalah nilai-nilai kebenaran di alam. Tumbuhan obat KRB
memiliki catatan di Bagian Registrasi sehingga nilai kebenaran secara ilmiah dan
historis adalah stimulus utama dalam pelestariannya. Sebagai tumbuhan yang
ditanam di luar habitatnya tumbuhan obat koleksi KRB banyak mengalami
kematian dan gangguan dalam pertumbuhannya. Beberapa spesies langka menjadi
koleksi yang kritis bagi KRB sehingga memerlukan perhatian khusus.
23
Gambar 1 Diagram alir “tri-stimulus amar konservasi”: stimulus, sikap dan perilaku aksi konservasi (Amzu 2007).
Nilai manfaat berkaitan erat dengan pandangan praktis atau pragmatis, yang
bahkan menjadi pegangan banyak orang, terutama apabila dikaitkan dengan
kenyataan dan tujuan yang ingin dicapai baik pada tingkat individu, kelompok
maupun masyarakat (Amzu 2007). Beragam bakteri, kapang, serta makhluk mikro
lainya telah diketahui sebagai kekayaan tersembunyi di antara spesies koleksi
tumbuhan obat. Beragam penyakit dapat diatasi tumbuhan obat mulai dari
gangguan kulit hingga gangguan organ dalam manusia, ini merupakan nilai yang
belum termanfaatkan dari koleksi tumbuhan obat KRB (Hidayat et al. 2006).
Nilai rela, moral dan spiritual bangsa Indonesia yang berkaitan dengan
konservasi tumbuhan sebagai kearifan berbagai suku dan agama yang dianut
bangsa Indonesia dapat disampaikan, yang secara umum ditekankan kepada sikap
harmonis dengan Tuhan, terhadap sesama makhluk dan terhadap alam lingkungan
(Bari dan Supriatna 1999). Kecintaan terhadap alam dan tumbuhan, kesenangan
akan keindahan taman/tumbuhan, kesejukan, ketenangan, kenyamanan dan
keamanan adalah beberapa contoh nilai yang dapat mendorong kerelaan
masyarakat untuk konservasi. Menurut Amzu (2007) stimulus rela-religius sangat
berpengaruh dan efektif mendorong terwujudnya sikap dan perilaku untuk aksi
konservasi.
Tri-Stimulus Amar Konservasi • Stimulus Alamiah Nilai-nilai kebenaran dari alam, kebutuhan keberlanjutan sumberdaya alam hayati sesuai dengan karakter bioekologinya • Stimulus Manfaat Nilai-nilai kepentingan untuk manusia: manfaat ekonomi, manfaat obat, manfaat biologis/ekologis dan lainnya • Stimulus Rela Nilai-nilai kebaikan, terutama ganjaran dari Sang Pencipta Alam, nilai spritual, nilai agama yang universal, pahala, kebahagiaan, kearifan budaya/ tradisional, kepuasan batin dan lainnya
Sikap Konservasi Cognitive persepi, pengetahuan, pengalaman, pandangan, keyakinan Affective emosi, senang- benci, dendam, sayang, cinta dll Overt actions kecenderungan bertindak
Perilaku Aksi Konservasi
Konservasi
24
Selanjutnya berdasarkan pada modifikasi konsep tri stimulus amar
konservasi, skema solusi konservasi tumbuhan obat yang dapat memenuhi
harapan masyarakat dan sesuai fungsi KRB adalah sebagai berikut:
Tri Stimulus amar konservasi
KRBMasya-rakat
Tumbuhan obat
Tupoksi: Konservasi Penelitian Pendidikan Rekreasi
Harapan
Solusi Konservasi : Pemanfaatan TO berkelanjutan, berkeadilan, beradab dan berdaulat
3.2. Metode
3.2.1. Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor.
Pengumpulan data dilakukan pada bulan September – Desember 2010, baik data
primer maupun data sekunder.
3.2.2. Alat dan bahan
Katalog koleksi KRB dan buku-buku tentang tumbuhan obat sebagai alat
utama dalam inventarisasi dan identifikasi koleksi tumbuhan obat. Sebagai bahan
kajian adalah semua koleksi tumbuhan yang terdapat di kebun koleksi dan data-
Gambar 2 Konsep skematik solusi konservasi tumbuhan obat berdasarkan harapan masyarakat dan tupoksi KRB.
25
data koleksi yang terdapat di Bagian Registrasi Koleksi KRB. Berbagai laporan
dan berkas/dokumen koleksi tumbuhan obat di KRB menjadi bahan pendukung.
Seperangkat alat kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas
tiga macam kuisioner:
1. Kuisioner berupa pernyataan-pernyataan yang disusun dalam lembaran tes
yang memuat informasi dan harapan masyarakat terhadap KRB dan koleksi
tumbuhan obat.
Pernyataan-pernyataan dalam kuisioner ini diperoleh dengan melakukan
wawancara pendahuluan terhadap 100 orang pengunjung dan 50 orang pegawai
KRB untuk memperoleh gambaran pendapat dan harapan tentang keberadaan
tumbuhan obat di KRB. Selanjutnya hasil wawancara ini disusun menjadi
beberapa pernyataan dan ditanya ulang kepada 100 orang pengunjung lainnya
untuk mendapatkan respon setuju atau tidak setuju. Dua puluh pernyataan yang
mendapatkan respon setuju paling banyak dipilih sebagai pernyataan pada
kuisioner akhir dengan skala Likert.
2. Kuisioner untuk menentukan spesies prioritas konservasi di kebun, terutama
ditujukan kepada orang atau badan tertentu yang bergerak di bidang tumbuhan
obat. Kuisioner ini berupa lembar uji penentuan spesies prioritas (Lampiran 4).
3. Kuisioner yang ditujukan kepada pengamat/pengawas KRB untuk menentukan
spesies mendesak ditindaklanjuti berupa matriks uji pembandingan
berpasangan (Lampiran 14).
3.2.3. Metode pengumpulan data
Untuk mendapatkan sejumlah data yang pasti dan akurat sesuai tujuan
penelitian maka telah dilakukan tahapan kegiatan sebagai berikut:
1. Dalam rangka mengkaji data terkini koleksi tumbuhan obat di KRB maka
dilakukan:
a. Inventarisasi koleksi baik secara desk study maupun observasi di kebun.
Desk study dengan mengacu kepada katalog koleksi KRB menandai
semua spesies tumbuhan yang diduga bermanfaat sebagai bahan obat
berdasarkan pustaka-pustaka yang telah disiapkan di meja kerja.
26
Observasi dilakukan dengan cara mengecek ke kebun mengenai spesies
yang telah ditandai pada katalog untuk memastikan keberadaannya.
b. Observasi potensi dan kegunaan koleksi dilakukan dengan penggalian
informasi melalui buku kebun dan hasil-hasil penelitian serta pustaka
tumbuhan obat.
c. Kategori kelangkaan dan spesies prioritas dicek berdasarkan dokumen-
dokumen berikut: IUCN red list 2010, WCMC 1997, IBSAP 2003, BGCI
priority 2008 dan CITES 2010.
d. Wawancara terstruktur untuk mendapatkan spesies prioritas dan spesies
yang mendesak ditindaklanjuti. Spesies prioritas dengan menggunakan
lembar uji penentuan spesies prioritas ditujukan kepada para peneliti dan
praktisi tumbuhan obat yang berkaitan di bidangnya. Taksa yang diuji
adalah spesies yang telah dilakukan pengecekan status dan kategori
kelangkaannya. Sejumlah 30 peneliti/praktisi terlibat dalam pengisian
lembar uji ini. Sementara itu lembar uji berupa matriks pembandingan
berpasangan digunakan untuk menentukan spesies prioritas yang perlu
segera ditindaklanjuti aksi konservasinya. Responden untuk matriks ini
dipilih para pengamat/pengawas koleksi KRB yang sehari-hari bekerja di
kebun koleksi.
2. Penggalian harapan masyarakat dilakukan melalui wawancara dan
kuisioner. Wawancara dilakukan baik kepada pengunjung (mewakili masyarakat
umum), praktisi kesehatan/pengobat tradisional, industri obat tradisional dan
peneliti untuk mendapatkan sejumlah informasi mengenai harapan masyarakat
terhadap peran KRB dalam pengelolaan koleksi tumbuhan obat dan aspek-aspek
konservasi lainnya.
Penentuan responden dilakukan sebagai berikut:
Responden masyarakat umum
Responden dipilih dengan metode random sampling. Penentuan jumlah responden
didasarkan pada data pengunjung pada bulan Oktober 2010. Jumlah responden
diambil dengan menggunakan rumus Slovin (Riduwan dan Akdon 2009), yaitu:
27
n= dengan presisi 5% (tingkat kepercayaan 95%), dimana:
n = jumlah sample (responden)
N= jumlah populasi sample, dalam hal ini diambil jumlah rata-rata
pengunjung dalam seminggu setelah dikurangi wisatawan mancanegara dan
dikurangi wisatawan anak-anak, sehingga diperoleh N = 4551 dan n = 368
Selanjutnya pengambilan sampling per hari dilakukan dengan proportionate
random sampling dengan rumus ni = x n, dimana:
ni = jumlah sample menurut hari
Ni = jumlah sample seluruhnya (368)
n = jumlah pengunjung rata-rata dalam hari bersangkutan
N = jumlah pengunjung dalam seminggu (4551)
Dengan demikian diperoleh sample (ni) untuk hari Senin hingga hari Minggu
sebagai berikut:
Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu Total
29 27 35 28 21 92 136 368
Responden praktisi/pengobat, industri dan peneliti dipilih secara acak dari
berbagai lembaga terkait seperti berikut:
a. Mewakili praktisi/pengobat adalah 2 pengobat dari Taman Sringanis, 2
praktisi dari Karyasari, 1 orang dari Wana Tani dan 7 orang perawat/bidan.
b. Mewakili industri obat tradisional adalah 1 orang dari Liza Herbal, 2 orang
dari Kampoeng Djamoe, 1 orang dari Parang Husada dan 1 dari Aneka Sari.
c. Mewakili peneliti adalah 16 orang dari LIPI, 2 orang dari Balitro, 2 orang dari
Litbang Kehutanan, 2 orang dari BPTO, 2 orang dari IPB dan 1 orang LSM.
3. Untuk mengkaji apakah program konservasi tumbuhan obat di KRB sudah
sesuai dengan harapan masyarakat maka dilakukan pengecekan aktivitas KRB
yang berkaitan dengan konservasi tumbuhan obat melalui laporan tahunan KRB
tahun 2000 hingga tahun 2009.
28
3.2.4. Pengolahan data
Hasil inventarisasi dan observasi koleksi ditabulasikan dalam suatu daftar
kegunaan tumbuhan obat sedangkan hasil pengecekan kategori kelangkaan
ditabulasikan dalam daftar koleksi tumbuhan obat yang perlu perhatian lebih.
Daftar koleksi tumbuhan obat yang perlu perhatian lebih dijadikan dasar
dalam pembuatan kuisioner untuk mendapatkan spesies prioritas konservasi.
Spesies prioritas diperoleh dengan total skor yang dihasilkan dari lembar uji
penentuan spesies prioritas untuk setiap taksa yang dinilai. Skor total diperoleh
dengan menjumlahkan skor setiap unsur penilaian, sehingga diperoleh rentang
skor dengan tiga kategori (Risna et al. 2010) yaitu kategori A (memerlukan aksi
konservasi segera) dengan nilai total > 50, kategori B (aksi konservasi bisa
ditunda) dengan nilai total 42-50 dan kategori C ( belum/tidak memerlukan aksi
konservasi secara aktif) dengan nilai total < 42.
Agar pelaksanaan konservasi di KRB lebih efisien dan efektif sesuai dengan
kondisi koleksi terkini maka perlu diadakan uji pembandingan kepentingan antar
spesies koleksi bersangkutan. Pembandingan antar spesies tidak dimaksudkan
untuk menghilangkan spesies dari daftar prioritas konservasi. Pembandingan
lebih menekankan kepada alternatif prioritas berdasarkan kriteria-kriteria yang
dianggap penting pada situasi dan kondisi spesies di kebun saat ini. Kriteria yang
diperbandingkan ditentukan berdasarkan kesepakatan responden terkait yang
dianggap mengetahui kondisi spesies di kebun. Jika dalam penentuan spesies
prioritas tahap pertama menggunakan 17 kriteria yang berlaku secara umum
(Lampiran 4), maka dalam uji pembandingan spesies ini hanya menggunakan tiga
kriteria yang dianggap berhubungan langsung dengan kepentingan
keberlangsungan spesies tersebut di kebun. Tiga kriteria tersebut yaitu (1) status
dan kelangkaan spesies, (2) ancaman keberadaan spesies di kebun dan (3) manfaat
spesies secara langsung bagi masyarakat.
Untuk menentukan koleksi tumbuhan obat yang mana harus segera
ditindaklanjuti aksi konservasinya, maka diambil spesies dengan skor tertinggi
(kategori A) untuk dianalisis lebih lanjut. Dalam hal ini digunakan analisis AHP
(analytic hierarchy process) dengan menggunakan software expert choice. Matrik
pembandingan berpasangan adalah dasar dari analisis ini. Nilai yang ditetapkan
29
setiap sel matriks berada di antara satu sampai dengan sembilan (Dermawan
2009).
Untuk menguji apakah pembandingan yang dilakukan oleh responden sudah
konsisten, maka diuji dengan uji konsistensi. Pembandingan dianggap konsisten
bila nilai inconsistency ratio lebih kecil dari 0,1. Uji konsistensi dilakukan baik
saat pelaksanaan pembandingan kepentingan antar kriteria maupun pembandingan
kepentingan antar spesies. Hirarkinya adalah seperti disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Hirarki pembandingan berpasangan untuk spesies prioritas
(5) Sangat Setuju
Hasil wawancara dengan masyarakat mengenai harapan konservasi
tumbuhan obat di KRB diolah dengan skala Likert (Metode Likert’s Of
Summated Rating) melalui program excel. Nilai skala Likert sebagai berikut:
(4) Setuju
(3) Netral (tidak pasti)
(2) Tidak setuju
(1) Sangat Tidak Setuju
spesies prioritas alternatif
status kelangkaan
spesies pilihan
ancaman keberadaannya
di kebun
spesies pilihan
manfaat langsung
spesies pilihan
Tingkat 1 Tujuan Tingkat 2 Kriteria Tingkat 3 Pilihan
30
Selanjutnya penilaian dilakukan untuk masing-masing komponen
konservasi dengan menggunakan rumus standard skala Likert t-test. Rumusnya
adalah (Azwar 2010):
dimana:
X = Skor responden pada skala Likert yang hendak diubah menjadi skor T
= Mean skor kelompok
s = Standar deviasi kelompok
Responden dengan nilai T di atas 50 dianggap favorable (sesuai atau
menguntungkan) dan persentase favorable diinterpretasikan sebagai berikut
(Riduwan dan Akdon 2009):
0% - 20% sangat lemah
21% - 40% lemah
41% - 60% cukup
61% - 80% kuat
81% - 100% sangat kuat
Harapan masyarakat yang diperoleh dari kuisioner ditabulasikan dalam
suatu tabel harapan. Selanjutnya untuk menyusun aksi konservasi maka dilakukan
pengecekan silang antara harapan masyarakat dengan aktivitas KRB dalam
sepuluh tahun terakhir. Diagram Venn digunakan untuk menggambarkan irisan
antara harapan masing-masing tipologi masyarakat dengan aktivitas KRB.
Harapan masyarakat yang belum terarsir dengan aktivitas KRB dijadikan dasar
dalam menyusun aksi konservasi tumbuhan obat pada masa yang akan datang.
31
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Koleksi Tumbuhan Obat
4.1.1. Jumlah koleksi tumbuhan obat
Berdasarkan hasil pengecekan di kebun dan penelusuran pustaka diperoleh
764 spesies koleksi KRB berpotensi sebagai tumbuhan obat dari 465 genera dan
135 famili. Jumlah spesies terbanyak adalah dari famili Fabaceae yaitu 58 spesies
diikuti oleh Euphorbiaceae, Zingiberaceae dan Apocynaceae masing-masing 57,
31, dan 29 spesies. Secara lengkap jumlah spesies tumbuhan obat di KRB
berdasarkan familinya seperti pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1 Jumlah spesies tumbuhan obat berdasarkan familinya di KRB
No. Famili Jumlah spesies 1. Fabaceae 58 2. Euphorbiaceae 57 3. Zingiberaceae 31 4. Apocynaceae 29 5. Rutaceae 28 6. Verbenaceae 27 7. Moraceae 25 8. Acanthaceae 22 9. Arecaceae 20
10. Rubiaceae 19 11. Lauraceae 16 12. Myrtaceae 15 13. Araceae 15 14. Annonaceae 14 15. Meliaceae 13 16. Menispermaceae 12 17. Sapindaceae 12 18. Poaceae 11 19. Asteraceae 11 20. Sterculiaceae 10 21. Famili lainnya (115 famili) < 10
Berdasarkan data Zuhud (2009) spesies tumbuhan obat di hutan hujan
tropika yang terbanyak adalah dari famili Fabaceae, yaitu sebanyak 110 spesies
diikuti oleh Euphorbiaceae sebanyak 94 spesies. Famili Fabaceae atau polong-
polongan di KRB juga merupakan kelompok terbesar tumbuhan obat dengan total
58 spesies diikuti oleh Euphorbiacea dengan 57 spesies. Dengan demikian data
32
ini sebenarnya memiliki kemiripan dengan komposisi famili tumbuhan obat di
alam. Kondisi ini merupakan satu kekuatan KRB dalam promosi dan
pengembangan koleksi tumbuhan obat. Komposisi famili yang mirip dengan
kondisi di alam akan memudahkan masyarakat dalam mencari bahan obat alam
sekaligus juga mencegah kepunahan bahan obat di alam. Kelompok famili
tumbuhan obat yang terbanyak spesiesnya terwakili di KRB juga merupakan
kelompok famili tumbuhan yang umum digunakan oleh masyarakat dalam
pengobatan tradisional.
Hal yang agak berbeda adalah famili Poaceae dan Asteraceae yang dalam
Zuhud (2009) berada dalam posisi 10 besar dengan jumlah spesies lebih dari 20,
ternyata di KRB dua famili ini hanya memiliki anggota tumbuhan obat 11 spesies
dan tidak termasuk dalam 10 besar famili. Hal ini disebabkan kondisi di KRB
yang tidak bisa mempertahankan beberapa spesies Asteraceae yang pada
umumnya bersifat semusim sebagai koleksi tetap yang teregistrasi.
Ketidakmampuan mempertahankan spesies dari famili Asteraceae di kebun
koleksi adalah kelemahan KRB yang perlu segera diperbaiki. Secara alami
sebenarnya famili Asteraceae dan Poaceae yang berpotensi obat banyak tumbuh
liar di KRB, sehingga memungkinkan kedua famili ini di alam memang sebagai
10 famili terbesar berpotensi obat sebagaimana terdapat dalam data Zuhud (2009).
Beberapa contoh spesies liar dari dua famili tersebut yang tumbuh di KRB di
antaranya adalah Eclipta alba (L.) Hassk., Bidens pilosa L., Ageratum conyzoides
L., Emilia sonchifolia (L.) DC ex Weight., Vernonia cinerea (L.) Less, Paspalum
conjugatum Berg. dan Imperata cylindrica Nees C.E. Hubb.
Asteraceae dan Poaceae adalah dua famili tumbuhan yang cukup penting
dalam pengobatan alami. Banyak spesies dari kedua famili ini merupakan bahan
dasar pengobatan sehingga KRB perlu melengkapi komposisi spesiesnya dengan
spesies dari kedua famili tersebut. Mengingat banyaknya famili Asteraceae dan
Poaceae yang tumbuh liar dan dibutuhkan masyarakat, selayaknya kedua famili
ini termasuk dalam posisi sepuluh besar terwakili spesiesnya di KRB seperti
kondisi di alam.
Jumlah tumbuhan obat yang terkoleksi di KRB sebenarnya masih sedikit
dibandingkan dengan potensi tumbuhan obat Indonesia seperti telah diuraikan
33
pada bab pendahuluan. Berdasarkan pengamatan di lapangan hal ini dikarenakan
beberapa faktor antara lain:
1. Banyak spesies tumbuhan obat liar di kebun yang tidak teregistrasi sebagai
koleksi KRB. Beberapa contoh spesies liar berpotensi obat dapat dilihat
pada Lampiran 3.
2. Pada umumnya spesies tumbuhan obat yang bersifat semusim tidak
ditanam sebagai koleksi.
3. Koleksi tumbuhan obat yang ada di KRB hanya spesies yang adaptif di
daerah dataran rendah basah.
4. Terjadinya kasus-kasus kehilangan spesies tumbuhan obat yang unik,
menarik, dan dikenal luas oleh masyarakat.
5. Tidak intensifnya kegiatan eksplorasi dan pengumpulan spesies tumbuhan
obat dari berbagai daerah Indonesia.
6. Data di atas belum termasuk spesies berpotensi obat yang habitatnya
belum terwakili di KRB seperti hutan bakau (mangrove).
4.1.2. Potensi dan prospek pemanfaatan
Koleksi tumbuhan obat KRB terdiri atas berbagai habitus (Gambar 4), yang
terbanyak adalah berupa pohon berkayu yaitu 311 spesies. Jika dibandingkan
Gambar 4 Jumlah koleksi KRB berpotensi obat.
2 3 5 10
122 132
179
311
0
50
100
150
200
250
300
350
jum
lah
spes
ies
Habitus
34
dengan taman obat atau kebun obat seperti Taman Sringanis, Karyasari, Kampung
Djamoe, maupun kebun-kebun obat milik pemerintah seperti di Balittro dan
BPTO Tawangmangu tentu kondisi ini sangat berbeda. Pada umumnya koleksi
kebun-kebun obat tersebut lebih didominasi spesies berhabitus herba dan
tumbuhan semusim, dikarenakan lahan yang terbatas. Hal ini juga berkaitan erat
dengan kebutuhan produksi suplemen kesehatan yang mereka hasilkan pada
umumnya berasal dari herba dan tumbuhan semusim. Para praktisi pengembang
tumbuhan obat dan industri obat tradisional pada umumnya terfokus kepada
spesies yang berupa herba dan semak dikarenakan juga periode produksinya lebih
cepat dan lebih mudah ditumbuhkembangkan.
KRB saat ini belum mengarah kepada produksi suplemen obat sehingga
belum memperhitungkan faktor produksi tumbuhan. Sehubungan dengan adanya
perbedaan konsep ini, maka seorang peneliti sekaligus praktisi tumbuhan obat
memberi saran agar KRB lebih memfokuskan pengembangan konservasi
tumbuhan obat berhabitus pohon dibandingkan habitus lainnya. Pemikiran ini
didasarkan potensi KRB yang lebih banyak memiliki koleksi berupa pohon
dibandingkan kebun obat secara umum. Selain itu KRB memiliki basis ilmiah
yang cukup memadai sebagai dasar bagi pengembangan tumbuhan obat dan
penentuan status konservasinya.
Tumbuhan obat koleksi KRB ini berasal dari berbagai daerah baik dari
daerah nusantara maupun dari luar negeri. Dari Gambar 5 tampak bahwa koleksi
tumbuhan obat KRB sebagian besar masih berasal dari pulau Jawa, yaitu 305
spesies atau 40% dari total jumlah koleksi. Jumlah total koleksi tumbuhan obat
yang berasal dari dalam negeri adalah 559 spesies yang berarti baru sekitar 27%
dari jumlah 2039 spesies tumbuhan obat di hutan tropis Indonesia. Dengan
demikian masih cukup banyak tumbuhan obat Indonesia yang belum terkoleksi di
KRB terutama tumbuhan yang berasal dari luar Jawa. Dengan koleksi yang
berasal dari berbagai daerah dan berbagai negara ini memungkinkan KRB
memiliki keunggulan bahan dan informasi untuk beberapa tumbuhan obat yang
tidak dimiliki kebun obat atau taman obat komersial. Potensi ini menjadi bekal
bagi prospek penelitian dan pengembangan bahan obat alami pada masa yang
akan datang.
35
Beberapa spesies tumbuhan obat yang terdapat di KRB juga memerlukan
upaya perbanyakan sebagai antisipasi dari kematian spesies tersebut akibat
umurnya yang sudah tua. Kematian spesies tanpa ada generasi pengganti sebagai
hasil perbanyakan dari individu yang sama akan menyebabkan KRB kesulitan
mencari penggantinya dan sekaligus menghilangkan potensi plasma nutfah spesies
yang bersangkutan. Sepuluh spesies koleksi tumbuhan obat tertua di KRB
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Sepuluh spesies koleksi tumbuhan obat tertua di KRB No. Nama spesies Tahun koleksi Asal
1. Altingia excelsa Noronha 1844 Jawa 2. Caesalpinia coriaria (Jacq.) Willd. 1850 India 3. Ficus adenosperma Miq. 1866 Maluku 4. Tectona grandis L. 1866 Jawa 5. Connarus semidecandrus Jack 1870 Bangka 6. Pandanus tectorius Soland. ex Park. 1888 Kep. Pasifik 7. Decaspermum fruticosum J.R. Forst. &
G. Forst. 1891 Maluku
8. Acalypha wilkesiana Mull. Arg. 1894 Malaya 9. Kigelia africana (Lam.) Benth. 1895 India
10. Alpinia malaccensis (Burm. f.) Roscoe 1897 Kalimantan
Gambar 5 Asal koleksi tumbuhan berpotensi obat di KRB.
205
305
7757 44 29 28 19
0
50
100
150
200
250
300
350
Jum
lah
spes
ies
Asal tumbuhan
36
Tumbuhan tua tersebut pada Tabel 2 pada umumnya berupa pohon besar
yang sewaktu-waktu dapat tumbang dan mati akibat alami maupun terjangan
angin. Hal ini telah terjadi pada beberapa spesies tumbuhan obat seperti pala
(Myristica fragrans Houtt.), selungkit (Canthium horridum Blume), dan dodoyo
(Erythroxylum ecarinatum Burck) yang rata-rata umurnya di atas 50 tahun
(Hidayat et al. 2006). Belum adanya upaya perbanyakan baik secara konvensional
maupun melalui kultur jaringan terhadap spesies tersebut mengakibatkan KRB
tidak memiliki lagi spesies ini dikarenakan tidak ada anakan yang berasal dari
individu yang sama. Spesies tersebut mungkin saja masih ada di luar KRB atau di
habitat alamnya namun sejarah spesies tersebut di KRB dan genetikanya adalah
potensi yang berbeda.
Kehilangan spesies tentu akan mengurangi potensi pemanfaatan tumbuhan
obat tertentu pada masa yang akan datang. Setiap spesies memiliki keunikan
dalam pemanfaatannya sebagai bahan obat alami. Beragam penyakit dapat diatasi
oleh tumbuhan obat. Satu spesies bisa saja dimanfaatkan untuk berbagai penyakit.
Dari informasi masyarakat dan berbagai sumber pustaka, banyak penyakit yang
dapat diobati oleh koleksi tumbuhan obat di KRB yang berjumlah 764 spesies.
Sepuluh jenis penyakit tertinggi yang terkait dalam penggunaan 764 spesies
tersebut seperti diperlihatkan pada Gambar 6.
Gambar 6 Sepuluh jenis penyakit tertinggi dalam penggunaan spesies di KRB
192
113 104 9773
55 44 36 32 30
0
50
100
150
200
250
Jum
lah
spes
ies
digu
naka
n
Jenis penyakit/gangguan kesehatan
37
Jumlah spesies tumbuhan obat untuk mengobati gangguan perut atau
pencernaan adalah yang paling banyak. Hal ini sesuai pula dengan data Zuhud
(2009) yang menyatakan kelompok penyakit yang tertinggi dengan jumlah spesies
tumbuhan obatnya adalah penyakit saluran pencernaan (487 spesies tumbuhan
obat). Sementara itu hasil penelitian Solikin (2009) di Kebun Raya Purwodadi
menyatakan pemanfaatan tumbuhan untuk obat penyakit kulit seperti cacar, kudis,
bisul dan kurap adalah paling banyak. Berdasarkan data di atas baik penyakit
yang berhubungan dengan sistem pencernaan maupun yang berhubungan dengan
penyakit kulit tampaknya merupakan dua penyakit yang umum terjadi di
masyarakat Indonesia.
Selain kedua penyakit itu malaria dan flu kerap pula terjadi di Indonesia.
Pada Gambar 6 kedua penyakit ini digabungkan dalam satu jenis gangguan
kesehatan yaitu demam. Adanya beberapa kawasan yang rawan malaria
menyebabkan beberapa masyarakat lokal berusaha mengobatinya secara alami.
Pada umumnya spesies yang memiliki rasa pahit baik daun, batang, atau akarnya
berhubungan dengan pengobatan penyakit ini (Hidayat 2008).
Setiap spesies ada yang memiliki manfaat dari seluruh bagiannya atau hanya
bagian-bagian tertentu saja yang bermanfaat sebagai obat. Dari koleksi tumbuhan
di KRB, daun merupakan bagian tumbuhan terbanyak digunakan (303 spesies)
untuk pengobatan sedangkan umbut paling sedikit digunakan (10 spesies). Hal ini
sesuai pula dengan data Zuhud (2009) yang menyatakan bahwa daun merupakan
bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan sebagai obat, yaitu sebesar 749
spesies (33,50%), sedangkan umbut merupakan bagian tumbuhan yang paling
sedikit digunakan, yaitu sebanyak 8 spesies (0,18%). Demikian pula hasil
penelitian Solikin (2009) di Kebun Raya Purwodadi yang menyatakan bagian
organ tumbuhan yang paling banyak digunakan untuk pengobatan penyakit adalah
daun. Secara lengkap bagian-bagian tumbuhan yang digunakan dan jumlah
spesies yang digunakannya tersaji pada Gambar 7.
38
Selain daun, yang cukup banyak bagian digunakan adalah akar. Akar
menempati posisi kedua terbanyak digunakan sebagai bahan obat. Hal ini perlu
perhatian lebih mengingat akar adalah organ utama penunjang tegaknya sebuah
tumbuhan. Pengambilan akar tumbuhan akan lebih berpengaruh terhadap
kelangsungan tumbuhan dibandingkan pengambilan bagian lainnya. Penggunaan
bagian akar tumbuhan untuk bahan baku obat harus dipertimbangkan karena
secara fisiologis, pengambilan akar tanaman biasanya dilakukan dengan menggali
atau mencabut tumbuhan sehingga dapat mengancam kelangsungan hidup dan
kelestarian spesies tumbuhan (Solikin 2009). Beberapa kasus hilangnya spesies
tumbuhan obat di KRB diakibatkan adanya informasi penggunaan bagian akar
tumbuhan tertentu untuk pengobatan tradisional. Pasak bumi (Eurycoma
longifolia Jack.) dan ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) adalah contoh
spesies yang hilang akibat dicabut akarnya.
4.1.3. Kelangkaan koleksi tumbuhan obat
Kelangkaan menimbulkan berbagai penafsiran, namun secara umum
kategori kelangkaan yang banyak digunakan adalah didasarkan pada kategori
yang dikeluarkan oleh IUCN. Meski demikian beberapa lembaga baik nasional
Gambar 7 Bagian-bagian tumbuhan yang digunakan sebagai obat.
303
12184 81
59 47 46 37 2610
0
50
100
150
200
250
300
350
Jum
lah
spes
ies
Bagian tumbuhan yang digunakan
39
maupun internasional memiliki sedikit perbedaan dalam menentukan langka
tidaknya suatu spesies tumbuhan. Di antara spesies koleksi tumbuhan obat yang
terdata di KRB, beberapa di antaranya dapat digolongkan dalam kategori
tumbuhan langka. Tabel 3 memperlihatkan jumlah spesies koleksi tumbuhan obat
KRB yang langka berdasarkan versi berbagai lembaga terkait.
Tabel 3 Jumlah spesies koleksi tumbuhan obat yang langka Versi lembaga Kategori Jumlah spesies IUCN CR 3
En 1
V 9
Lc 26
NT 1
DD 1
WCMC
2 IBSAP (langka) 26 Renstra TOI 21 BGCI (prioritas) 18 CITES (apendiks) 5
Secara rinci spesies koleksi tumbuhan obat KRB yang termasuk dalam
kategori langka dapat dilihat pada Lampiran 2. Secara keseluruhan diperoleh 66
spesies koleksi tumbuhan obat yang perlu perhatian. Terdapat 41 spesies yang
termasuk dalam kategori IUCN dimana 13 di antaranya termasuk dalam kategori
terancam kepunahan (CR, En, dan Vu). Hal ini berarti 3,37% dari jumlah total
tumbuhan Indonesia yang termasuk dalam kategori terancam kepunahan dan
15,29% dari jumlah koleksi KRB secara keseluruhan yang masuk kategori
terancam kepunahan menurut versi IUCN (2010). Menurut Risna et al. (2010)
tumbuhan Indonesia terancam kepunahan sejumlah 386 spesies dan 85 di
antaranya sudah terkoleksi di KRB. Contoh spesies tumbuhan obat yang terancam
kepunahan menurut IUCN namun belum terkoleksi di antaranya adalah
Calophyllum insularum P.f. Stevens yang termasuk kategori langka (Endangered).
Sementara itu untuk spesies tumbuhan obat Indonesia yang dikategorikan
langka menurut IBSAP (Bappenas 2003) tercatat 44 spesies. KRB saat ini baru
memiliki 26 spesies atau 59% dari spesies langka menurut versi IBSAP. Beberapa
spesies penting yang belum terkoleksi di antaranya adalah sidowayah
40
(Woodfordia floribunda Salisb.) dan bidara laut (Strychnos ligustrina Bl.). Spesies
lainnya pernah dikoleksi namun gagal dipertahankan keberlanjutan hidupnya
dikarenakan berbagai faktor misalnya karena kegagalan beradaptasi di
lapangan/kebun seperti purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) dan kemukus
(Piper cubeba L.) atau karena pencurian seperti pasak bumi (Eurycoma longifolia
Jack) dan tabat barito (Ficus deltoidea Jack). Kehilangan beberapa koleksi
tumbuhan obat di kebun merupakan faktor penting untuk tindak lanjut konservasi
pada masa yang akan datang. Peremajaan beberapa spesies tumbuhan obat masih
belum menjadi perhatian utama dikarenakan keterbatasan stok bibit. Sementara
trend pemanfaatan terhadap beberapa spesies tumbuhan obat langka dan menarik
menyebabkan spesies tersebut popular dan menjadi sasaran pihak tak bertanggung
jawab untuk mencurinya di kebun. Kehilangan spesies tentu merupakan
konsekuensi terbukanya koleksi KRB bagi pengunjung, namun demikian
konsekuensi ini tentunya juga perlu diantisipasi dengan tindakan yang bijak
konservasionis.
Beberapa spesies tumbuhan obat menjadi prioritas tindakan konservasi
menurut BGCI namun hal ini bukan berarti selalu sejalan dengan kepentingan
konservasi di Indonesia. Pada umumnya spesies prioritas menurut BGCI bukan
merupakan spesies prioritas maupun spesies mendesak untuk konservasi di
Indonesia, sebagai contoh adalah papaya (Carica papaya L.) dan bandotan
(Ageratum conyzoides L.). Papaya adalah spesies yang telah banyak dibudidaya
dan belum menjadi masalah dalam kelangsungan hidupnya, demikian pula
bandotan adalah spesies liar yang masih terdapat melimpah di alam. Spesies yang
perlu mendapat perhatian adalah Coscinium fenestratum (Gaertn.) Colebr. yang
tidak termasuk langka pada versi nasional maupun internasional tetapi menjadi
prioritas bagi BGCI. Spesies yang dikenal sebagai akar kuning ini tentunya juga
mengalami degradasi di alam dan perlu perhatian khusus dalam konservasi.
4.2. Kegiatan dan Harapan KRB
Dalam Draft Rencana Kegiatan KRB 2010- 2014 dilaporkan bahwa dalam
kurun waktu 2004-2009 KRB telah melakukan kegiatan yang difokuskan pada
peningkatan mutu koleksi, pengembangan kawasan konservasi ex situ,
41
pemanfaatan tumbuhan untuk tujuan reintroduksi dan rehabilitasi lahan serta
pendayagunaan dan pengembangan potensi tumbuhan untuk pemanfaatan.
Selanjutnya kegiatan KRB saat ini difokuskan kepada pengembangan kawasan
konservasi ex situ dalam bentuk kebun raya daerah.
Berdasarkan penelusuran informasi dari laporan-laporan teknis KRB tahun
2000 sampai tahun 2009, terdapat beberapa kegiatan terkait dengan konservasi
tumbuhan obat (Tabel 4).
Tabel 4 Kegiatan KRB yang berkaitan dengan konservasi tumbuhan obat Kegiatan yang pernah dilakukan KRB
1. Penggalian informasi pemanfaatan tumbuhan obat dari masyarakat 2. Inventarisasi spesies tumbuhan obat 3. Koleksi tumbuhan obat liar 4. Penyuluhan dan sosialisasi pemanfatan pekarangan dan lahan marjinal 5. Pelatihan Perbanyakan tumbuhan obat 6. Budidaya tumbuhan obat di lahan masyarakat 7. Identifikasi tumbuhan koleksi berpotensi obat 8. Perbanyakan spesies tumbuhan obat langka 9. Pendataan populasi dan sebaran tumbuhan obat langka 10. Studi banding ke beberapa kebun tumbuhan obat 11. Workshop dan pameran tumbuhan obat 12. Pengembangan pembibitan khusus tumbuhan obat 13. Pengembangan taman tematik obat 14. Reintroduksi tumbuhan obat langka 15. Pembuatan buku dan poster tumbuhan obat 16. Cerdas cermat konservasi tumbuhan obat
Berdasarkan hasil kuisioner ternyata pengunjung yang mengetahui kegiatan
KRB dalam konservasi tumbuhan obat relatif sedikit. Hanya 23% dari pengunjung
yang mengetahui KRB telah melakukan eksplorasi dan koleksi tumbuhan obat,
sementara 25% pengunjung lainnya mengetahui KRB melakukan upaya
perbanyakan tumbuhan obat. Kegiatan-kegiatan lain seperti reintroduksi,
pameran, dan penelitian relatif tidak diketahui informasinya. Hasil ini mendukung
hasil penelitian Wedelia (2011) yang menyatakan bahwa masyarakat sebagian
besar mengetahui KRB sebagai tempat rekreasi/wisata bukan tempat untuk
menambah ilmu pengetahuan.
Sementara itu sejumlah harapan masyarakat terhadap keberadaan tumbuhan
obat di KRB diperoleh melalui kuisioner. Bila digambarkan dalam diagram Venn
42
maka antara kegiatan KRB saat ini dengan harapan masyarakat seperti tampak
pada Gambar 8.
Gambar 8 Diagram Venn irisan kegiatan KRB dengan kegiatan yang diharapkan masyarakat.
Berdasarkan wawancara dengan 50 orang pegawai yang mewakili berbagai
bagian di KRB pada umumnya setuju bahwa tumbuhan obat terkait erat dengan
sejarah perkembangan KRB, oleh karenanya konservasi tumbuhan obat di KRB
perlu dipertahankan.
Sejumlah harapan pegawai KRB terhadap keberadaan tumbuhan obat dan
harapan berbagai kelompok/tipologi masyarakat disajikan pada Tabel 5. Harapan–
harapan yang tercantum pada Tabel 5 pada dasarnya sejalan dan mendukung
harapan KRB yang tertuang pada Visinya dalam Renstra PKT KRB 2005-2009
(Sari et al. 2005). Dalam Renstra tertulis bahwa Visi KRB adalah menjadi salah
satu kebun raya terbaik di dunia dalam bidang konservasi dan penelitian
tumbuhan tropika, pendidikan lingkungan, dan pariwisata. Untuk mencapai
Visinya dibutuhkan dukungan pemikiran dan sikap positif baik dari pegawai KRB
maupun dari berbagai unsur masyarakat terkait. Harapan pegawai dan masyarakat
merupakan modal terciptanya aktivitas yang sinergis antara kebutuhan KRB dan
kebutuhan atau harapan masyarakat.
Aktivitas yang telah dilakukan KRB
Harapan masyarakat
Kesesuaian aktivitas KRB dan harapan masyarakat
43
Tabel 5 Harapan pegawai KRB dan masyarakat terhadap aktivitas konservasi tumbuhan obat
Harapan KRB MU MI MPr MPe Kebun tumbuhan obat √ √ √ Koleksi spesies asli, langka, endemik √ √ Koleksi berhabitus semak, perdu, liana, dan pohon √ Koleksi sebagai stok produk makanan/minuman kesehatan √ Perbanyakan untuk pengganti yang mati √ Koleksi sebagai stok bahan penelitian √ Eksplorasi tumbuhan obat √ Pameran tumbuhan obat √ √ Pameran produksi obat tradisional √ Bermanfaat bagi pegawai dan pengunjung √ Display simplisia dan jamu √ √ √ Pembibitan dan budidaya tumbuhan obat √ √ √ √ Peraga pendidikan dan studi banding (laboratorium alam) √ √ √ Penjualan makanan kesehatan, cindera mata dan tumbuhan obat
√ √
Leaflet, brosur, buku koleksi tumbuhan obat √ √ √ √ Papan informasi kegunaan tumbuhan dan nama daerah √ Peta petunjuk dan pemanduan ke lokasi tumbuhan obat √ Kelas terbuka khasiat tumbuhan obat √ √ Koleksi luar negeri dan upaya aklimatisasinya √ Perbanyakan koleksi langka √ √ √ Promosi/publikasi hasil penelitian √ √ √ √ Prioritas koleksi bahan baku obat tradisional √ Produksi obat tradisional √ √ Penghubung industri obat tradisional dengan masyarakat √ Koleksi khas nusantara dan medikasi ilmiah √ Sumber plasma nutfah tumbuhan obat Indonesia √ Kandungan biokimia √ Komersialisasi hasil penelitian dan pengembangan √ Gerakan sosial kemanusiaan √ Sarana pendidikan formal dan masuk kurikulum sekolah √ √ Jejaring komunikasi dan pusat informasi √ √ MU: masyarakat umum, MI: masyarakat industri obat tradisional, MPr: masyarakat praktisi, MPe: masyarakat peneliti
4.3. Harapan Masyarakat
Berdasarkan hasil wawancara setidaknya diperoleh beberapa jenis stimulus
yang diungkapkan masyarakat yang dapat merekatkan kepentingan konservasi
tumbuhan obat di KRB dengan harapan masyarakat. Stimulus-stimulus yang
dimaksud adalah stimulus historis, stimulus lanskap, stimulus ilmiah, stimulus
manfaat, stimulus ekonomi, stimulus berbagi pengetahuan, stimulus kenyamanan,
kesenangan dan kerelaan berkorban. Selanjutnya stimulus-stimulus ini dapat
diringkas lagi menjadi tiga stimulus utama yaitu stimulus alamiah (ilmiah-
historis-lanskap), stimulus manfaat (ekonomi–non ekonomi), dan stimulus rela-
44
religius (berbagi pengetahuan-kesenangan-kerelaan berkorban) sesuai dengan
teori yang dikembangkan Amzu (2007) dengan tri-stimulus amar.
Dengan pendekatan tri-stimulus amar maka harapan masyarakat dapat
dijajaki kemungkinan realisasinya dan fungsi KRB dalam konservasi tumbuhan
obat dapat dioptimalkan. Selanjutnya akan diuraikan harapan masyarakat sesuai
dengan tipologi masyarakat yang berkaitan dengan tumbuhan obat yaitu (1)
masyarakat umum, (2) masyarakat praktisi, (3) masyarakat industri obat
tradisional dan (4) masyarakat peneliti.
4.3.1. Masyarakat umum
Masyarakat umum dalam penelitian ini adalah masyarakat pengunjung KRB
yang diasumsikan mewakili masyarakat pengguna tumbuhan obat. Dari 368
responden ternyata hanya 91 orang yang memiliki tujuan untuk mengunjungi
koleksi tumbuhan obat di KRB, detailnya seperti pada Tabel 6.
Tabel 6 Kelompok masyarakat dan tujuan mengunjungi tumbuhan koleksi KRB
Kelompok masyarakat
Jumlah yang mengunjungi koleksi KRB (orang) Koleksi buah
Koleksi hias
Koleksi obat
Koleksi pangan
Koleksi kayu
Tidak jawab total
Ibu RT 1 8 8 0 2 2 21 PNS 4 13 4 0 5 1 27 Buruh 15 36 14 3 11 7 104 Usahawan 6 16 5 1 4 0 32 Guru 7 9 12 0 1 1 30 Mahasiswa 38 67 48 2 14 3 172 Total 71 149 91 6 37 14 368 persentase 19,29 40,48 24,72 1,63 10,0 3,80
Melalui Likert test secara umum pengunjung memiliki kategori cukup
hingga kuat dalam harapan-harapan konservasi tumbuhan obat yang akan datang.
Harapan tertinggi jatuh pada pernyataan “Koleksi tumbuhan obat KRB merupakan
sarana pembelajaran bagi masyarakat” dengan skor rata-rata 4,49. Ini berarti KRB
dituntut untuk mengembangkan aktivitas yang berhubungan dengan peningkatan
informasi dan pengetahuan tumbuhan obat secara umum.
Sementara untuk masing-masing komponen konservasi rata-rata skor
tertinggi adalah sebagai berikut:
45
• komponen perlindungan (save) adalah pernyataan “Koleksi tumbuhan
obat adalah bagian penting dari kebun raya” dengan skor 4,55
• komponen pengawetan (study) adalah pernyataan “Publikasi koleksi
tumbuhan obat berguna bagi pengunjung” dengan skor 4,39 dan
• komponen pemanfaatan (use) adalah pernyataan “Koleksi tumbuhan
obat sebagai bahan penelitian dan pengembangan bahan obat alami”
dengan skor 4,42.
Dengan demikian masyarakat menganggap koleksi tumbuhan obat adalah
bagian yang sangat penting bagi KRB, oleh karenanya perlu dilakukan publikasi
yang berguna bagi pengunjung serta penelitian dan pengembangan tumbuhan obat
sebagai bahan obat alami. Hasil ini sejalan dengan harapan pegawai KRB yang
menganggap tumbuhan obat adalah bagian penting dari KRB dan perlu upaya
perbanyakan serta pembibitan untuk dapat disebarluaskan kepada masyarakat.
Meski harapan terhadap konservasi dalam skala Likert masih tergolong
kategori cukup namun jumlah responden yang sesuai (favorable) sudah melebihi
50% (Tabel 7). Nilai ini cukup signifikan untuk mendukung konservasi tumbuhan
obat.
Tabel 7 Skor yang sesuai untuk setiap komponen konservasi tumbuhan obat Komponen konservasi Skor favorable Jumlah responden yang favorable Perlindungan 20-25 175 orang (47,50%) Pengawetan 21-25 153 orang (41,57%) Pemanfaatan 22-25 178 orang (48,37%) Harapan 21-25 189 orang (51,36%)
Karakteristik pengunjung yang paling sesuai (favorable) terhadap
konservasi secara ringkas seperti terlihat pada Tabel 8 sedangkan secara detail
dapat dilihat pada Lampiran 9-13. Kelompok ibu rumah tangga (ibu rt) dan
kalangan wiraswastawan merupakan kelompok masyarakat yang termasuk
kategori kuat dalam mendukung konservasi tumbuhan obat di KRB. Dengan
demikian kedua kelompok masyarakat ini dapat lebih diandalkan untuk terlibat
dalam aksi-aksi konservasi pada masa yang akan datang dibandingkan kelompok
masyarakat lainnya.
46
Tabel 8 Karakteristik pengunjung yang paling sesuai terhadap konservasi tumbuhan obat di KRB
Komponen konservasi
Karakteristik
Profesi Usia (th)
Jenis kelamin Pendidikan
Peng-hasilan
Tempat tinggal
Perlindungan ibu rt > 40 laki S1 > 3 juta Luar Jabar Pengawetan ibu rt > 40 laki S1-S3 > 3 juta Jakarta Pemanfaatan Wiraswasta > 40 laki S2-S3 > 3 juta Bandung Harapan Wiraswasta > 40 laki D3 1-3 juta Bandung
Dari aspek usia, pendidikan, dan penghasilan tampaknya semakin tinggi
usia, pendidikan, dan penghasilan maka mereka lebih sesuai (favorable) terhadap
konservasi tumbuhan obat. Namun hal ini tidak sejalan dengan komponen harapan
dimana kelompok yang berpenghasilan sedang (1-3 juta) dengan pendidikan D3
tampak lebih sesuai (favorable) dibanding kelompok lain. Harapan identik dengan
kebutuhan, sehingga masyarakat yang kurang penghasilannya lebih membutuhkan
aktivitas konservasi KRB yang memenuhi kebutuhan masyarakat dibandingkan
masyarakat berpenghasilan tinggi.
Pengunjung yang berasal dari luar Bogor tampak lebih sesuai (favorable)
terhadap konservasi tumbuhan obat dibanding pengunjung dari daerah Bogor.
Namun bila dihubungkan dengan kerelaan berkorban untuk konservasi justru
masyarakat Bogor lebih sesuai (favorable) dibanding masyarakat luar Bogor. Hal
ini diduga berkaitan erat dengan ongkos yang relatif lebih sedikit dikeluarkan oleh
masyarakat Bogor dibandingkan masyarakat dari luar Bogor. Semakin tinggi usia,
pendidikan, dan tingkat penghasilan pengunjung tampak semakin kuat dalam
kerelaan berkorban terhadap konservasi tumbuhan obat. Hal ini merupakan isyarat
bahwa konservasi tumbuhan obat berkaitan erat dengan kondisi perekonomian dan
pengetahuan masyarakat baik langsung maupun tidak langsung.
Berdasarkan wawancara diperoleh berbagai harapan masyarakat umum
terkait konservasi dan koleksi tumbuhan obat KRB (Tabel 9). Secara umum
masyarakat mengharapkan adanya aktivitas KRB yang dapat menambah
wawasan/pengetahuan mereka dalam pengembangan tumbuhan obat.
47
Tabel 9 Harapan masyarakat umum No. Harapan-harapan 1. Display simplisia jamu/herbal 2. Peraga pendidikan formal dan studi banding 3. Kebun obat yang bersih, menarik, informatif, nyaman dan menyenangkan 4. Display/papan informasi kegunaan tumbuhan obat dan nama daerahnya 5. Penjualan makanan dan cindera mata dari tumbuhan obat 6. Leaflet, brosur dan buku tentang koleksi tumbuhan obat 7. Peta petunjuk menuju lokasi tumbuhan obat dan pos/pemandu tempat
bertanya 8. Kelas khusus tentang khasiat tumbuhan obat 9. Penjualan tumbuhan obat dengan harga terjangkau masyarakat umum
10. Sosialisasi pembibitan dan budidaya tumbuhan obat
Dari harapan-harapan pada Tabel 9, harapan 3 dan 6 sebenarnya sudah
dilakukan KRB tetapi perlu peningkatan kualitas agar sesuai dengan harapan
masyarakat. Irisan yang terjadi antara harapan masyarakat umum dengan fakta
aktivitas yang terjadi di KRB saat ini seperti tampak pada Gambar 9.
Gambar 9 Irisan antara harapan masyarakat umum dengan aktivitas KRB.
Dalam hal keberadaan kebun dan informasi yang memadai sekitar tumbuhan
obat maka KRB dapat membentuk suatu taman tematik obat yang ilmiah dan
informatif yaitu taman yang dilengkapi dengan display-display informasi yang
menarik dan ragam kegiatan ilmiah yang atraktif. Stimulus yang direspon secara
positif oleh masyarakat adalah stimulus alamiah yang meliputi aspek kepentingan
ilmiah, historis dan lanskap KRB. Stimulus–stimulus ini merupakan modal dasar
bagi KRB untuk dapat mengembangkan potensinya di bidang pendidikan dan
rekreasi.
Secara historis KRB didirikan sebagai kebun botani yang dimaksudkan
untuk mengumpulkan spesies yang bermanfaat bagi tumbuhan obat. Tumbuhan
harapan masyarakat
umum
fakta aktivitas KRB
Harapan 3 dan 6
48
obat merupakan kekayaan asli Indonesia dan sangat terkait dengan kegiatan
konservasi yang dilakukan oleh KRB sejak didirikan hingga saat kini. Stimulus ini
mendapat dukungan dengan tingginya skor rata-rata (4,55) pada pernyataan
komponen konservasi ”Koleksi tumbuhan obat adalah bagian penting dari KRB”.
Secara alamiah lanskap KRB memiliki daya tarik sebagai kebun raya yang
berada di tengah-tengah kota. Namun Sumitomo (2004) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa untuk meningkatkan nilai atau daya tarik pengunjung, KRB
perlu menambah variasi tanaman dan bentuk taman serta jenis kegiatan yang
dapat dilakukan pengunjung. Hal ini sejalan dengan pernyataan masyarakat yang
memiliki respon tinggi yaitu koleksi tumbuhan obat KRB dapat dibentuk sebagai
taman tematik yang memiliki aspek keindahan dan pengetahuan.
Sementara dari aspek ilmiah, KRB memiliki keunggulan dalam informasi
ilmiah koleksi-koleksinya dibandingkan kebun atau taman obat yang dimiliki
pihak pengembang tumbuhan obat. Stimulus ilmiah ini dinyatakan antara lain
sebagai berikut: “ Publikasi koleksi tumbuhan obat berguna bagi pengunjung”.
Secara skematik harapan masyarakat dapat dipadukan dengan fungsi KRB
berdasarkan stimulus alamiahnya (Gambar 10).
Gambar 10 Harapan masyarakat umum, fungsi KRB dan stimulus alamiah.
Dalam hal pengembangan tumbuhan obat dan obat-obatan alami yang
dihasilkan, masyarakat sangat mengharapkan adanya sarana sosial dan komersial
Stimulus alamiah: ilmiah, historis, lanskap
KRBMasya-rakat
Tumbuhan obat
Fungsi terkait: Pendidikan Rekreasi
Harapan terkait: (mengacu Tabel 9) no. 2,3,4,7
Taman tematik obat ilmiah-informatif
49
di KRB terkait pemanfaatan koleksi tumbuhan obat. Stimulus manfaat ekonomi
dari tumbuhan obat baik bagi KRB maupun masyarakat sangat berperan untuk
terlaksananya program konservasi tumbuhan obat sesuai harapan masyarakat.
Adanya harapan sebagian masyarakat terhadap KRB sebagai sarana
pendidikan baik formal maupun non formal khususnya di bidang tumbuhan obat
sangat relevan dengan fungsi Pendidikan KRB. Menurut Bari dan Supriatna
(1999) pendidikan konservasi tumbuhan dapat dilakukan dengan membangun
arboretum di sekitar sekolah, sementara sekolah yang berdekatan dengan kebun
raya dapat memanfaatkan lembaga tersebut sebagai sumberdaya pendidikan.
Harapan lain terkait stimulus manfaat dari tumbuhan obat ini adalah
pengembangan ke arah komersial yaitu KRB dapat menyediakan sarana jual beli
tumbuhan obat maupun makanan/minuman kesehatan dan cindera mata yang
dihasilkan dari tumbuhan obat. Semangat masyarakat untuk kembali ke alam
masih terasa hingga saat ini, sehingga muncul harapan adanya wisata makanan
sehat alami dan jamu khas KRB (Gambar 11).
Gambar 11 Harapan masyarakat umum, fungsi KRB dan stimulus manfaat.
Hubungan harmonis antara KRB sebagai pengelola kebun dengan
masyarakat sebagai penikmat kebun perlu terus dijaga agar terjadi keseimbangan
Stimulus manfaat: ekonomi, non ekonomi
KRBMasya-rakat
Tumbuhan obat
Fungsi terkait: Konservasi Pendidikan Rekreasi
Harapan terkait: (mengacu Tabel 9) no. 1,2,5,8,9
Wisata kuliner sehat alami & outlet souvenir/ jamu
50
antara misi konservasi KRB dengan harapan-harapan masyarakat. Di bidang
konservasi tumbuhan obat stimulus rela-religius dalam hal kerelaan berkorban
untuk mendapatkan kesenangan dan kenyamanan sangat berpengaruh terhadap
kedua pihak. KRB harus meningkatkan fasilitas pelayanan untuk memberi
kenyamanan pengunjung, di pihak lain pengunjung pun harus rela mengeluarkan
dana lebih untuk mendapatkan fasilitas yang diharapkan.
Seperti telah diisyaratkan sebelumnya bahwa konservasi tumbuhan obat
berkaitan erat dengan kondisi perekonomian masyarakat baik langsung maupun
tidak langsung. Namun demikian dengan stimulus hubungan harmonis dan untuk
menyenangkan masyarakat maka KRB perlu memperhatikan harapan-harapan
masyarakat tidak hanya yang berpenghasilan tinggi. Beberapa harapan
masyarakat dalam hal ini menekankan pentingnya fasilitas petunjuk dan
informasi yang dapat mendukung pengenalan koleksi tumbuhan obat. Harapan –
harapan ini setidaknya memiliki relevansi yang kuat dengan fungsi KRB dalam
bidang konservasi, pendidikan, dan rekreasi (Gambar 12).
Gambar 12 Harapan masyarakat umum, fungsi KRB dan stimulus rela-religius.
Stimulus rela-religius: hubungan harmonis, kerelaan berkorban
KRBMasya-rakat
Tumbuhan obat
Fungsi terkait: Konservasi Pendidikan Rekreasi
Harapan terkait: (mengacu Tabel 9) no. 4,6,7,10
Pemanduan dan papan interpretasi khusus tumbuhan obat
51
4.3.2. Masyarakat industri obat tradisional
Konsumsi tumbuhan obat terus berkembang seiring berkembangnya industri
obat tradisional. Produksi industri obat tradisional tidak saja dipasarkan di
Indonesia, tetapi meluas ke mancanegara. Hal ini membangkitkan sebagian
masyarakat untuk berlomba-lomba mengeksplorasi sekaligus mengeksploitasi
sumberdaya alam bahan baku industri obat. Eksploitasi spesies tropika oleh
negara-negara barat sebagai sumber obat-obatan relatif banyak terjadi saat ini,
namun sejauh ini kebun raya belum berperan sebagai bagian penting dari kondisi
demikian (Heywood 1991). Kegiatan eksplorasi sudah banyak dilakukan oleh
berbagai lembaga penelitian dan industri maupun perorangan namun hasilnya
tidak terdokumentasi dengan baik sehingga kita tidak memiliki literatur yang utuh
tentang tumbuhan obat dan ramuan pengobatannya (Hasnam et al. 2000).
Beberapa harapan yang terungkap dari masyarakat industri obat tradisional
(IOT) terhadap KRB adalah seperti pada Tabel 10 berikut:
Tabel 10 Harapan masyarakat industri obat tradisional No. Harapan-harapan 1. Memprioritaskan koleksi tumbuhan obat untuk bahan baku obat tradisional 2. Sebagai ajang pameran produksi obat tradisiona 3. Mendukung produksi obat tradisional melalui penelitian ilmiahnya 4. Sebagai sumber informasi ilmiah bagi industri obat tradisional 5. Menjadi jembatan produksi obat tradisional dengan masyarakat
Selama ini KRB belum melakukan aktivitas seperti yang diharapkan oleh
masyarakat IOT. Pada umumnya aktivitas yang berhubungan dengan IOT terbatas
pada upaya perbanyakan dan budidaya bahan baku jamu di beberapa daerah
penghasil jamu. Irisan antara harapan masyarakat IOT dengan fakta aktivitas KRB
saat ini seperti tampak pada Gambar 13.
Gambar 13 Irisan antara harapan masyarakat IOT dengan aktivitas KRB.
harapan masyarakat
IOT
fakta aktivitas KRB
Belum terjadi irisan
52
Sebagai salah satu lembaga ilmiah, KRB dituntut memberi kontribusi nyata
dalam peningkatan pengetahuan masyarakat. Oleh karena itu harapan masyarakat
industri obat tradisional agar KRB dapat berkiprah dalam penelitian tumbuhan
bahan baku obat perlu ditindaklanjuti. Penelitian bersama KRB-IOT pernah
dilakukan antara tahun 1996-2000 di daerah Cilacap dan Kediri. Pada saat itu
penelitian lebih ditekankan kepada aspek teknik budidaya beberapa bahan baku
obat tradisional. Menurut Djumidi et al. (1999) upaya budidaya merupakan salah
satu usaha konservasi secara ex situ yang strategis bagi pemanfaatan tumbuhan
obat berkelanjutan. Beberapa industri obat tradisional mulai mengembangkan
budidaya tumbuhan obat. Saat ini beberapa industri membutuhkan KRB sebagai
mitra yang mendukung dalam penelitian kandungan bahan obat alami dan kualitas
bahan baku obat yang bersangkutan. Dengan demikian KRB seharusnya mulai
memperkuat dasar penelitian di bidang fitokimia dan farmakologi untuk
mendukung kerjasama dengan pihak industri (Gambar 14).
Gambar 14 Harapan masyarakat industri, fungsi KRB dan stimulus alamiah.
Selain kerjasama penelitian, selama ini KRB belum pernah mengadakan
pameran bertema obat tradisional, sedangkan pameran tumbuhan obat pernah
dilakukan sekali. Dalam sepuluh tahun terakhir ini tidak ada kiprah KRB dalam
pengembangan industri obat tradisional sementara harapan beberapa industri,
Stimulus alamiah-ilmiah
KRBMasya-rakat
Tumbuhan obat
Fungsi terkait: Penelitian Pendidikan
Harapan terkait: (mengacu Tabel 10) no. 3,4
Penelitian bersama KRB-IOT: fitokimia & farmakologi
53
terutama industri kecil obat tradisional adalah KRB dapat berperan sebagai salah
satu bagian promosi produk mereka. Stimulus manfaat pengetahuan tumbuhan
obat dan dalam rangka peningkatan perekonomian masyarakat industri, tumbuhan
obat merupakan pijakan bersama ke arah kegiatan ini (Gambar 15). Melalui
pameran obat tradisional yang berbasis ilmiah, KRB dapat menjalankan fungsi
konservasinya terutama dalam pemanfaaatan sumberdaya hayati secara
berkelanjutan.
Gambar 15 Harapan masyarakat industri, fungsi KRB dan stimulus manfaat.
Selain stimulus alamiah-ilmiah dan stimulus manfaat, kemitraan dengan
industri obat tradisional dapat berpijak pada stimulus rela-religius. Kerelaan KRB
untuk memberi pelayanan dan kemudahan demi pemanfaatan berkelanjutan dan
berkeadilan dalam konservasi tumbuhan obat perlu dibangkitkan. Beberapa
industri mengharapkan informasi yang pasti dari KRB baik tentang kebenaran
material bahan obat alami maupun potensi pasar dari obat tradisional yang
dihasilkan. Kerelaan berkorban pihak industri untuk mendatangi KRB secara
langsung maupun berkomunikasi melalui surat dan telpon merupakan pertanda
bahwa KRB adalah salah satu lembaga yang diandalkan untuk informasi. Oleh
Stimulus manfaat: ekonomi, pengetahuan
KRBMasya-rakat
Tumbuhan obat
Fungsi terkait: Konservasi Penelitian Pendidikan
Harapan terkait: (mengacu Tabel 10) no. 1,2,5
Pameran obat tradisional berbahan baku tumbuh-tumbuhan
54
karenanya pembentukan KRB sebagai sumber informasi bahan baku obat alami
dan pemasaran layak untuk ditindaklanjuti (Gambar 16).
4.3.3. Masyarakat praktisi obat tradisional
Praktisi obat tradisional dalam hal ini adalah para pengobat yang
menggunakan ramuan bahan tumbuh-tumbuhan baik dalam pelayanan kesehatan
formal maupun tradisional. Berdasarkan wawancara dengan praktisi obat
tradisional dan praktisi kesehatan diperoleh beberapa harapan terhadap KRB dan
koleksi tumbuhan obatnya seperti tercantum pada Tabel 11.
Sebagian dari harapan-harapan pada Tabel 11 sebenarnya sudah dilakukan
oleh KRB. KRB memiliki koleksi tumbuhan dari berbagai habitus dan berasal dari
berbagai negara terutama daerah tropis. Koleksi ini tersebar di kebun koleksi yang
penataannya didasarkan persamaan famili, oleh karenanya tumbuhan obat yang
non herba tersebar di berbagai pelosok kebun. Aklimatisasi spesies luar negeri
secara umum juga dilakukan KRB meskipun belum secara khusus untuk spesies
tumbuhan obat.
Stimulus rela-religius: kemudahan dan kebenaran informasi
KRBMasya-rakat
Tumbuhan obat
Fungsi terkait: Konservasi
Harapan terkait: (mengacu Tabel 10) no. 1,4
Sumber bahan baku dan informasi pemasaran
Gambar 16 Harapan masyarakat industri, fungsi KRB dan stimulus rela-religius.
55
Tabel 11 Harapan masyarakat praktisi obat tradisional No. Harapan-harapan
1. Koleksi tumbuhan obat berhabitus semak, perdu, liana, dan pohon 2. Koleksi tumbuhan obat di KRB dapat menjadi stok buat produk
makanan/ minuman kesehatan yang dapat dibeli masyarakat 3. Memperkaya koleksi tumbuhan obat yang berasal dari luar negeri dan
melakukan aklimatisasi di kebun 4. Sarana studi banding pengelolaan tumbuhan obat 5. Sumber untuk melengkapi koleksi tanaman obat para praktisi 6. Pusat studi ilmiah tumbuhan obat modern secara formal 7. Sumber informasi/sosialisasi budidaya serta pengadaan bibit tumbuhan
obat 8. Membentuk jejaring antar pemangku kepentingan dunia tumbuhan obat 9. Menyusun SOP budidaya tumbuhan obat langka untuk menghasilkan
herbal berkualitas dan terstandar 10. Melakukan gerakan sosial kemanusiaan pengembangan tumbuhan obat 11. Melakukan promosi ke luar kota dengan kegiatan yang menarik di bidang
tumbuhan obat 12. Mempublikasikan hasil penelitian tumbuhan obat 13. Membuka kelas khusus pemanfaatan tumbuhan obat
Irisan harapan masyarakat praktisi obat tradisional dengan aktivitas KRB
saat ini seperti tampak pada Gambar 17.
Gambar 17 Irisan antara harapan masyarakat praktisi dengan aktivitas KRB.
Berdasarkan harapan-harapan tersebut pada Tabel 11 pada dasarnya para
praktisi obat tradisional dan kesehatan mengharapkan adanya peningkatan
pengetahuan dari KRB. Budidaya tumbuhan obat merupakan harapan utama para
praktisi mengingat tidak banyak orang melakukan budidaya tumbuhan obat yang
dibutuhkan para praktisi. Menurut Herlina (2010) pengembangan budidaya
harapan masyarakat praktisi
fakta aktivitas
KRB
Harapan 1, 3 dan 12
56
tumbuhan obat didasarkan kepada beberapa pertimbangan antara lain (1)
besarnya potensi tumbuhan obat dan kayanya pengetahuan tradisional masyarakat
akan pemanfaatannya, (2) berkembangnya pasar simplisia/obat tradisional atau
adanya perusahaan jamu di sekitar lokasi, (3) tersedianya lahan yang sesuai baik
secara ekologis maupun aksesibilitas untuk pengembangan budidaya tumbuhan
obat, dan (4) tersedianya sumberdaya manusia (para pakar dibidang biofarmaka
dan petani). Keempat hal tersebut biasanya kurang diantisipasi para praktisi di
bidang tumbuhan obat.
Salah satu jalan untuk menambah kegiatan yang dapat dilakukan KRB
adalah membuka tempat pembibitan (nursery) bagi pengunjung yang akan
menambah pengetahuan mereka dalam bidang budidaya, sehingga menghilangkan
kesan monoton pada obyek demikian menurut penelitian Sumitomo (2004).
Gambar 18 Harapan masyarakat praktisi, fungsi KRB dan stimulus alamiah.
Pembibitan tumbuhan obat dengan prosedur operasional yang baik adalah
kegiatan yang didasarkan atas fungsi KRB dalam konservasi yang didorong oleh
stimulus alamiah (Gambar 18). Dalam hal ini secara historis dan ilmiah KRB
mempunyai potensi untuk menyebarkan pengetahuan teknik budidaya kepada para
praktisi. KRB dapat berperan sebagai pusat pembibitan tumbuhan obat yang
Stimulus alamiah: historis-ilmiah
KRBMasya-rakat
Tumbuhan obat
Fungsi terkait: Konservasi Pendidikan
Harapan terkait: (mengacu Tabel 11) no. 2,3,5,7,9
SOP budidaya tumbuhan obat
57
menyediakan fasilitas bibit serta teknik-teknik pembibitan yang berkualitas.
Sebagai langkah pengembangan budidaya yang membutuhkan lahan luas maka
KRB dapat bekerjasama dengan petani dan pemilik lahan di beberapa kawasan
sekitar KRB.
Selain sebagai sarana pendidikan di bidang budidaya khususnya, para
praktisi berharap KRB juga berperan sebagai sarana sosial sekaligus ajang
komersial bagi pengembangan obat tradisional. Adanya keinginan beberapa pihak
agar KRB menyediakan makanan/minuman kesehatan yang berasal dari tumbuhan
obat merupakan stimulus bagi KRB untuk meningkatkan pengetahuan di bidang
ini. Stimulus manfaat adalah pendorong bagi KRB untuk menyediakan sarana
komersial seperti kedai sehat atau warung sehat bugar di sekitar koleksi tumbuhan
obat (Gambar 19).
Gambar 19 Harapan masyarakat praktisi, fungsi KRB dan stimulus manfaat.
Sebagai lembaga yang banyak dikunjungi masyarakat dari berbagai
kalangan para praktisi berharap KRB tidak terlalu ekslusif komersial. Kegiatan
sosial tetap harus ditonjolkan dalam membangun citra KRB sebagai pusat
pengetahuan dan konservasi tumbuhan obat. Sebagai penyeimbang kegiatan
komersial di bidang makanan/minuman kesehatan maka para praktisi berharap
Stimulus manfaat: ekonomi-pengetahuan
KRBMasya-rakat
Tumbuhan obat
Fungsi terkait: Pendidikan Rekreasi
Harapan terkait: (mengacu Tabel 11) no. 2,4,6,10,13
Kedai sehat alami, kelas pemanfaatan tumbuhan obat
58
adanya berbagi pengetahuan dan pengalaman. Salah satu yang diharapkan adalah
adanya kelas-kelas khusus mengenai pengenalan dan pemanfaatan tumbuhan obat.
Pada umumnya para praktisi tidak memiliki lahan yang luas untuk dapat
menyediakan tumbuhan obat sebagai bahan praktek mereka. Sebagian besar
koleksi tumbuhan obat mereka adalah spesies yang berhabitus kecil yaitu dari
golongan herba yang mudah tersedia dan mudah diperoleh di masyarakat. Selain
itu tumbuhan berhabitus herba relatif tidak terlalu membutuhkan lahan yang luas
dan lebih sering dibutuhkan dalam praktek pengobatan. Oleh karenanya mereka
berharap koleksi KRB lebih memfokuskan kepada tumbuhan obat non herba
sebagai sarana pelengkap kebutuhan mereka. Demikian pula spesies tumbuhan
obat yang berasal dari luar negeri untuk bisa diaklimatisasikan di KRB. Stimulus
kerelaan berkorban demi kelangsungan pengembangan pemanfaatan tumbuhan
obat menjadi pendorong KRB untuk memfasilitasi kebutuhan para praktisi. Agar
terbina kemitraan yang baik antara KRB dengan para praktisi maka perlu
pembentukan suatu jaringan komunikasi (Gambar 20). Jaringan ini berfungsi
sebagai sarana untuk berbagi informasi mengenai kebutuhan spesies tumbuhan
obat oleh para praktisi yang kemudian dapat ditindaklanjuti aksi konservasinya
oleh KRB.
Stimulus rela-religius kerelaan berkorban
KRBMasya-rakat
Tumbuhan obat
Fungsi terkait: Konservasi Penelitian Rekreasi
Harapan terkait: (mengacu Tabel 11) no. 1,3,5,8,11,12
Jejaring komunikasi, promosi, dan publikasi pengobat berbahan tumbuhan
Gambar 20 Harapan masyarakat praktisi, fungsi KRB dan stimulus rela-religius.
59
4.3.4. Masyarakat peneliti
Beberapa harapan peneliti terhadap keberadaan koleksi tumbuhan obat di
KRB di antaranya seperti tercantum pada Tabel 12.
Tabel 12 Harapan masyarakat peneliti No. Harapan-harapan
1. Memprioritaskan koleksi tumbuhan obat langka 2. Memprioritaskan koleksi tumbuhan obat khas pada suku-suku tradisional 3. Meremajakan dan mengadakan spesies tumbuhan obat yang hilang 4. Koleksi tumbuhan obat menjadi stok buat bahan penelitian 5. Sebagai sumber plasma nutfah tumbuhan obat Indonesia 6. Melakukan kegiatan komersial pengembangan khasiat tumbuhan obat 7. Melakukan penelitian kandungan biokimia dan mempublikasikannya 8. Membentuk sebuah taman obat berdasarkan kondisi lokasi, habitat dan
lanskapnya atau berdasarkan pemanfaatannya 9. Memproduksi obat tradisional dan menjual ke pengunjung
10. Mengembangkan tempat medikasi ilmiah dan medikal tour 11. Sebagai sarana peraga pendidikan formal 12. Sebagai pusat informasi bagi lembaga penelitian tumbuhan obat 13. Mengadakan display khusus dan pameran tumbuhan obat secara berkala 14. Membangun taman obat yang edukatif 15. Mengadakan kerjasama dengan kementerian pendidikan nasional untuk
pengadaan kurikulum tumbuhan obat di sekolah-sekolah
Aktivitas terkait tumbuhan obat di KRB saat ini sebenarnya sebagian besar
sudah sesuai dengan harapan peneliti. KRB adalah lembaga penelitian sehingga
sebagian besar aktivitasnya tak terlepas dari kebutuhan dan tujuan peneliti. Pola
pikir peneliti yang ilmiah dan alamiah menjadi dasar pengembangan koleksi
tumbuhan obat di KRB seperti masalah kelangkaan dan keunikan spesies. Irisan
antara harapan masyarakat peneliti dengan aktivitas KRB seperti pada Gambar 21.
Gambar 21 Irisan antara harapan masyarakat peneliti dengan aktivitas KRB.
harapan masyarakat peneliti
fakta aktivitas
KRB
Harapan 1,3,8,11,12,14
60
Harapan-harapan peneliti pada Tabel 12 sesuai dengan karakternya lebih
banyak menekankan aspek ilmiah, namun tidak melupakan unsur pendidikan dan
wisata. Stimulus alamiah berupa kelangkaan dan kekhasan spesies tumbuhan obat
berdasarkan etnis merupakan perhatian utama bagi para peneliti (Gambar 22).
Gambar 22 Harapan masyarakat peneliti, fungsi KRB dan stimulus alamiah.
Keberlangsungan spesies tumbuhan obat di alam semakin terancam dan
banyak mengalami kelangkaan. KRB diharapkan dapat lebih berperan untuk
menyelamatkan spesies langka dan spesies khas dari berbagai etnis di Indonesia.
Harapan ini sangat selaras dengan fungsi konservasi KRB terutama dalam hal
pemulihan jenis-jenis tumbuhan terancam kepunahan. Terkait dengan ini maka
taman koleksi obat harus ditata sedemikian rupa sehingga sesuai dengan karakter
spesies maupun harapan masyarakat agar taman obat disesuaikan dengan kondisi
habitat dan pengelompokan pemanfaatan. Stimulus alami berupa lanskap KRB
yang menunjang dapat menjadi pendorong ke arah aktivitas yang lebih kreatif dan
dinamis seperti rute etnomedical plants atau etnomedical tour (Gambar 22).
Stimulus alamiah: kelangkaan, lanskap
KRBMasya-rakat
Tumbuhan obat
Fungsi terkait: Konservasi Rekreasi
Harapan terkait: (mengacu Tabel 12) no. 1,2,3,5,8,10,14
etnomedical tour
Pusat plasma etnomedical plants
61
Dalam rangka kelancaran penelitiannya, peneliti berharap KRB dapat
menjadi salah satu penyedia tumbuhan obat sebagai bahan penelitian. Koleksi
tumbuhan obat tidak hanya berada di taman display tetapi diharapkan KRB
memiliki kebun khusus sebagai bahan yang dapat digunakan untuk peneliti,
terutama yang berhubungan dengan kandungan biokimia. Sebagai pusat
konservasi tumbuhan maka KRB juga diharap berperan sebagai pusat informasi
tumbuhan obat bagi para peneliti di lembaga lain sekaligus juga sebagai pusat
komersial yang profesional bagi hasil penelitian di bidang tumbuhan obat baik
melalui pameran atau aktivitas menarik lainnya (Gambar 23).
Gambar 23 Harapan masyarakat peneliti, fungsi KRB dan stimulus manfaat.
Dalam hal penyebarluasan pengetahuan tumbuhan obat Indonesia, peneliti
berharap KRB dapat berperan dalam sistem pendidikan nasional. Oleh karenanya
kerjasama dengan pihak pendidikan nasional perlu dijajaki agar tumbuhan obat
masuk menjadi bagian kurikulum di sekolah. Tujuan pendidikan konservasi
adalah untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, keterampilan dan
kemampuan masyarakat dalam mengamankan dan melestarikan sumber daya alam
hayati tumbuhan (Bari dan Supriatna 1999). Pendidikan untuk mengenal
Stimulus manfaat: ekonomi, pengetahuan
KRBMasya-rakat
Tumbuhan obat
Fungsi terkait: Konservasi Penelitian Rekreasi
Harapan terkait: (mengacu Tabel 12) no. 4,6,7,9,12,13
Pameran berkala tumbuhan obat dan hasil penelitiannya
Pusat informasi tumbuhan obat
62
tumbuhan obat tidak harus selalu di kelas atau sekolah-sekolah tetapi dapat
aplikatif di alam. Taman dan pohon pelindung jalan dapat dijadikan sarana
pendidikan konservasi dengan menyediakan informasi tentang spesies tumbuhan
tersebut mulai dari asal-usulnya dan manfaatnya bagi manusia serta bagaimana
perlindungan dan konservasi yang harus dilakukan oleh masyarakat.
Gambar 24 Harapan masyarakat peneliti, fungsi KRB dan stimulus rela-religius
Menurut Rideng (1999) Pendidikan konservasi tumbuhan lebih ditekankan
pada penanaman sikap peduli siswa terhadap konservasi tumbuhan. Dalam hal ini
stimulus berupa kerelaan berbagi ilmu pengetahuan khususnya tentang tumbuhan
obat kepada generasi muda merupakan pendorong bagi KRB dan juga peneliti
untuk bersama-sama menciptakan suatu sistem pendidikan yang mendukung
konservasi tumbuhan obat (Gambar 24).
4.4. Rancangan Program Konservasi
4.4.1. Spesies prioritas
Dalam melakukan aktivitas konservasi maka perlu dilakukan skala prioritas
terhadap spesies yang berkaitan agar pelaksanaannya dapat dilakukan lebih efisien
dan efektif. Spesies prioritas didefinisikan oleh Departemen Kehutanan (2008)
Stimulus rela- religius: berbagi ilmu penget ahuan
KRBMasya-rakat
Tumbuhan obat
Fungsi terkait: Konservasi Pendidikan
Harapan terkait: (mengacu Tabel 12) no. 11,14,15
Kurikulum pendidikan nasional
63
sebagai spesies yang dinilai penting untuk dilakukan konservasi jika dibandingkan
dengan spesies lain.
Berdasarkan kriteria-kriteria kelangkaan dan prioritas konservasi baik secara
nasional maupun internasional maka tercatat 66 spesies koleksi tumbuhan obat
KRB yang perlu mendapat perhatian khusus (daftar tumbuhan secara lengkap
terdapat pada Lampiran 2). Setelah dilakukan uji prioritas spesies dengan lembar
uji penentuan spesies prioritas berdasarkan skoring (Lampiran 4) maka diperoleh
sembilan spesies dengan skor tertinggi (hasil skoring secara lengkap dapat dibaca
pada Lampiran 6). Sembilan spesies prioritas yang dimaksud beserta data
ilmiahnya diuraikan dalam Tabel 13.
Tabel 13 Sembilan spesies prioritas dengan kategori A
No. Nama spesies 1 Anaxagorea javanica Blume
Spesies ini tumbuh di semak-semak dan pinggir kawasan hutan dataran rendah. Keberadaannya di alam semakin terancam akibat banyaknya konversi lahan di habitatnya. Daerah sebarannya meliputi Sumatera, Sulawesi dan Jawa. Dalam dokumen IBSAP spesies ini termasuk dalam daftar tumbuhan obat langka. KRB sudah mengoleksinya sejak tahun 2003 melalui eksplorasi di kawasan hutan Sumatera. Bagian akarnya yang digunakan sebagai tonikum bagi ibu yang baru melahirkan menambah rawan keberlanjutan spesies ini di alam. Lembar uji menghasilkan skor 52.
2 Coscinium fenestratum (Gaertn.) Colebr. KRB mengoleksinya melalui eksplorasi di Lampung pada tahun 1974 tetapi kemudian mati dan dikoleksi lagi dari Bengkulu pada tahun 1993. Akarnya yang digunakan sebagai obat luka menambah kerawanan untuk kelangsungan hidupnya. Meskipun belum termasuk langka menurut IUCN maupun IBSAP, tetapi BGCI memasukannya sebagai spesies prioritas konservasi. Lembar uji menghasilkan skor 52.
3 Eusideroxylon zwageri Teisjm. & Binn. Tumbuh di kawasan hutan dataran rendah dengan daerah sebarannya meliputi Sumatera, Kalimantan hingga kepuauan Filipina. Spesies ini termasuk penghasil kayu yang keras dan tahan lama. Sejak tahun 1869 sudah dikoleksi KRB sebagai pemberian sultan Sambas, sayang kemdian tumbang pada bencana alam tahun 2006. Selain sebagai obat terkena racun kalajengking, spesies ini merupakan kayu perdagangan dunia yang dilindungi. IUCN memasukannya sebagai tumbuhan terancam dengan kategori rawan. Lembar uji menghasilkan skor 52.
4 Heritiera littoralis Dryand. ex W.T. Aiton Spesies ini pernah dikoleksi KRB sejak tahun 1965 namun mengalami kematian. Tahun 2004 melalui eksplorasinya di Sulawesi spesies ini kembali dikoleksi KRB. Meskipun IUCN belum memasukkan kategori terancam namun spesies ini sudah terdaftar sebagai spesies langka menurut IBSAP. Bijinya yang dapat dimakan dan sebagai obat diare ditambah akarnya yang sering digunakan sebagai racun ikan merupakan ancaman kelangsungan hidup di alam. Banyaknya pemanfaatan bagian kayu baik untuk industri kertas maupun sebagai kayu bakar merupakan ancaman serius di beberapa daerah. Sementara dengan sifatnya yang hanya memiliki satu macam bunga yaitu jantan atau betina saja menambah rawannya spesies ini untuk bereproduksi. Lembar uji menghasilkan skor 56.
64
5 Kadsura scandens (Blume) Blume Spesies ini tumbuh di kawasan hutan primer daerah pegunungan. Banyaknya pembukaan lahan menjadi kebun & ladang di beberapa daerah sebarannya, menyebabkan spesies ini terancam. Buahnya yang manis sering dimakan baik oleh satwa maupun manusia yang menemukannya. Sementara akarnya dipercaya ampuh sebagai obat batuk. Spesies ini termasuk dalam daftar tumbuhan obat langka dokumen IBSAP. KRB sudah mengoleksinya sejak tahun 1954 melalui ekspedisinya di Kalimantan. Lembar uji menghasilkan skor 59.
6 Lunasia amara Blanco Spesies ini dikenal sebagai aprodisiak bagi kaum lelaki. IBSAP memasukkannya sebagai tumbuhan obat langka. Tumbuhan ini tumbuh menyebar terutama di Indonesia bagian Timur dan umumnya di dataran rendah pada ketinggian kurang dari 400 mdpl. Perambahan di habitatnya seperti di Sulawesi dan Jawa mengakibatkan spesies ini semakin berkurang di alam. Selain sebagai aprodisiak, kulit batangnya dan daunnya banyak dimanfaatkan untuk mengobati diabetes, penyakit malaria dan terkena racun ular. Penggunaan kulit batang dan daun dapat mengganggu kelangsungan hidup spesies di alam. KRB mengoleksinya sejak tahun 1895 namun mati, kemudian mengoleksi lagi pada tahun 1960 melalui ekspedisinya di Jawa Timur. Lembar uji menghasilkan skor 57.
7 Santalum album L. Spesies ini terutama tumbuh di dataran rendah di Indonesia bagian timur. Tingginya nilai kayu cendana menyebabkan spesies ini banyak dieksploitasi dan mengalami penurunan populasi di habitatnya. Kayunya berwarna putih kekuningan dan berbau harum jika kering, dimanfaatkan untuk bahan kosmetika. IUCN memasukkan ke dalam kategori rawan sementara CITES memasukkannya ke daftar appendiks II. KRB pertama mengoleksi spesies ini tahun 1907 dari pulau Timor. Lembar uji menghasilkan skor 58.
8 Scorodocarpus borneensis (Baill.) Becc. Pohon ini tersebar di Indonesia bagian barat, tumbuh di daratan rendah dan daerah bukit sampai 300 m dpl, terutama pada tanah kering. KRB mengoleksi dari Kalimantan pada tahun 1988. Buah digunakan untuk diabetes dan kulitnya untuk cacingan, kayunya baik sebagai bahan konstruksi ruangan. Meningkatnya perambahan hutan di habitatnya mengancam keberadaan spesies ini, sehingga spesies ini dimasukkan dalam daftar tumuhan obat langka. Lembar uji menghasilkan skor 56.
9 Terminalia bellirica (Gaertn.) Roxb. Di Pulau Jawa pohon ini tumbuh terpencar-pencar di bawah ketinggian 300 m mdpl, terutama di dalam hutan-hutan jati Jawa Tengah dan Timur. Keberadaan di alam semakin berkurang akibat banyaknya perambahan di kawasan ini. IBSAP memasukannya sebagai tumbuhan obat langka. KRB sudah mengoleksi spesies ini sejak tahun 1919 yang berasal dari India sedangkan koleksi dari Jawa tahun 1936. Buahnya dianggap sebagai tonikum mengancam kelangsungan hidupnya di alam. Lembar uji menghasilkan skor 54.
Berdasarkan skor yang diperoleh masing-masing spesies nilainya berkisar
dari 52-59, suatu rentang nilai yang tidak terlalu berjauhan. Pemberian kategori
dengan menggunakan 17 kriteria ini tentu berlaku secara kondisi umum (nasional-
internasional) dikarenakan kriteria-kriteria penilaian skor yang digunakan berlaku
secara umum. Pada kasus tertentu seperti di KRB sembilan spesies ini akan
berada dalam kondisi yang khusus dan mendapatkan perhatian berbeda
berdasarkan pengamatan para perawat/pemelihara koleksi bersangkutan di kebun.
65
Dalam hal ini perlu kriteria lebih lanjut yang bersifat lokal dan kondisional, serta
berhubungan secara langsung dengan kepentingan keberadaan spesies
bersangkutan di kebun. Kriteria ini berbeda dengan kriteria yang digunakan pada
penentuan spesies prioritas dengan skoring, sehingga hasilnya diperoleh bobot
yang berbeda untuk masing-masing spesies yang sama-sama memiliki kategori A
tersebut. Urutan spesies prioritas menjadi berubah karena hanya kriteria yang
berhubungan langsung dengan kepentingan spesies di kebun yang digunakan
dalam uji pembandingan berpasangan ini. Penentuan spesies alternatif ini tidak
menjadikan spesies prioritas lain (kategori A) menjadi tidak prioritas lagi, namun
pelaksanaan upaya konservasi disesuaikan dengan kondisi spesies secara khusus
di KRB. Dalam hal ini bobot ditekankan pada sudut kepentingan keberlangsungan
hidup koleksi di KRB. Hal ini dilakukan agar KRB lebih efektif dan efisien dalam
aktivitas konservasi pada masa yang akan datang.
Berdasarkan informasi dari semua pengamat/pengawas kebun koleksi maka
diperoleh tiga kriteria utama yang khusus dapat diaplikasikan untuk tindakan
konservasi suatu spesies koleksi KRB yaitu (1) status dan kelangkaan spesies, (2)
ancaman keberadaan spesies di kebun dan (3) manfaat spesies secara langsung
bagi masyarakat.
Melalui uji matriks pembandingan berpasangan dari tiga kriteria tersebut di
atas, diperoleh nilai kepentingan seperti berikut:
Status dan kelangkaan spesies sama pentingnya dengan ancaman
keberadaan spesies di kebun tetapi sedikit lebih penting dibandingkan manfaatnya
langsung bagi masyarakat. Sedangkan ancaman keberadaan spesies koleksi di
kebun jelas lebih penting dibandingkan manfaatnya secara langsung bagi
masyarakat.
Selanjutnya dengan bantuan expert choice melalui uji matriks
pembandingan berpasangan diperoleh bobot masing-masing adalah ancaman
keberadaan koleksi di kebun 0,475, status dan kelangkaan 0,376 dan manfaat bagi
masyarakat 0,149 dengan ratio konsistensi 0,05. Angka-angka tersebut
menunjukkan bahwa kriteria ancaman keberadaan koleksi di kebun lebih penting
dibandingkan kriteria lainnya dalam memutuskan tindakan konservasi suatu
spesies koleksi di KRB. Dengan demikian aspek ancaman keberadaan spesies di
66
kebun mendapat perhatian lebih dan prioritas dibandingkan dua kriteria lainnya.
Hal ini sangat wajar mengingat KRB adalah tempat koleksi sehingga ancaman
keberadaannya di kebun lebih utama bagi para pengawas/pengamat kebun. Dari
angka di atas juga terlihat Status dan kelangkaan spesies memiliki bobot lebih
penting dibandingkan manfaat spesies. Hal ini terkait dengan tanggung jawab
KRB dalam pelestarian spesies tumbuhan langka, baik spesies tersebut bermanfaat
atau belum bermanfaat bagi masyarakat. Dengan ratio konsistensi 0,05 berarti
penentuan bobot oleh responden dianggap valid berdasar uji konsistensi. Artinya
responden memiliki kesepakatan dan penilaian yang konsisten terhadap kriteria-
kriteria yang dinilai.
Sintesis prioritas alternatif dengan matriks pembandingan berpasangan
diperoleh hasil bahwa spesies Eusideroxylon zwageri mendapat prioritas
terpenting untuk aksi konservasi di KRB. Selengkapnya nilai prioritas alternatif
disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14 Hasil sintesis spesies prioritas alternatif untuk aksi konservasi di KRB Bobot Kriteria Prioritas
alternatif Alternatif spesies Langka (0,376)
Ancaman (0,475)
Manfaat (0,149)
Anaxagorea javanica Blume 0,180 0,176 0,138 0,172 Coscinium fenestratum (Gaertn.) Colebr.
0,207 0,136 0,111 0,159
Eusideroxylon zwageri Teijsm. & Binn.
0,153 0,194 0,265 0,190
Heritiera littoralis Dryand. ex W.T. Aiton
0,102 0,121 0,127 0,115
Kadsura scandens (Blume) Blume 0,113 0,097 0,112 0,105 Santalum album L. 0,083 0,083 0,069 0,081 Lunasia amara Blanco 0,069 0,092 0,078 0,081 Scorodocarpus borneensis (Baill.) Becc.
0,052 0,052 0,066 0,054
Terminalia bellirica (Gaertn.) Roxb. 0,041 0,048 0,034 0,043
Apabila dipandang manfaat langsung bagi masyarakat bobotnya lebih
penting atau status dan kelangkaan spesies bobotnya lebih penting daripada
kriteria lainnya, maka urutan spesies prioritas terpenting pun akan berubah. Hal
67
yang menarik adalah semakin tinggi bobot manfaat maka Eusideroxylon zwageri
atau ulin memperlihatkan bobot kepentingan semakin tinggi. Semakin kecil bobot
ancaman dan bobot manfaat, semakin tinggi bobot kelangkaan maka posisi
spesies prioritas terpenting akan berubah. Kriteria status dan kelangkaan akan
merubah ulin ke posisi kedua setelah Coscinium fenestratum pada saat bobot ini
bernilai 0,606 dan berubah ke posisi ketiga setelah Anaxagorea javanica pada saat
bobot ini bernilai 0,651.
Fenomena tersebut menunjukkan bahwa aspek status dan kelangkaan suatu
spesies akan sangat berpengaruh terhadap penentuan spesies prioritas terpenting
dibandingkan kriteria lainnya. Kriteria status dan kelangkaan akan sangat
berpengaruh terhadap urutan kepentingan konservasi spesies bila bobotnya
berubah.
4.4.2. Aksi prioritas
Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan KRB, dihubungkan dengan
harapan masyarakat, maka terdapat beberapa harapan kegiatan yang belum
terpenuhi sampai saat ini. Secara ringkas harapan yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
1. Harapan masyarakat umum
Pada umumnya masyarakat berharap adanya kemudahan-kemudahan dalam hal
mendapatkan informasi tentang tumbuhan obat, budidaya dan kegunaannya baik
secara formal melalui kelas-kelas khusus maupun informal melalui display taman
dan papan informasi atau pemanduan. Masyarakat juga berharap dapat
memperoleh simplisia jamu/herbal, makanan dan cindera mata yang berasal dari
tumbuhan obat maupun tumbuhan obatnya sendiri dengan harga terjangkau.
2. Harapan masyarakat industri
Masyarakat industri secara umum berharap KRB dapat berperan sebagai
penghubung masyarakat dengan produksi obat tradisional melalui kegiatan
pameran. Koleksi tumbuhan KRB diharapkan juga menjadi salah satu sumber
bahan baku obat tradisional dan sumber informasi ilmiah bagi industri obat
tradisional.
68
3. Harapan masyarakat praktisi
Masyarakat praktisi pada umumnya kesulitan dalam memperoleh beberapa spesies
tumbuhan sebagai bahan obat dan bahan olahan makanan/minuman kesehatan.
Oleh karenanya KRB diharapkan dapat menjadi sumber pengadaan spesies dan
sarana studi ilmiah pengelolaan serta budidaya tumbuhan obat, terutama untuk
spesies berasal dari luar negeri. Informasi dan komunikasi antara praktisi
diharapkan dapat difasilitasi oleh KRB dengan membentuk jaringan antar
pemangku kepentingan tumbuhan obat sehingga tercipta aktivitas sosial
kemanusiaan secara bersama berlandaskan pengembangan pemanfaatan tumbuhan
obat.
4. Harapan masyarakat peneliti
Pada umumnya peneliti berharap KRB berperan sebagai pusat plasma nutfah
tumbuhan obat terutama tumbuhan khas pada suku-suku tradisional yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan penelitian. Peneliti juga berharap koleksi tumbuhan
obat KRB dapat dikembangkan sebagai tempat medikasi ilmiah dan sarana
pendidikan formal, serta menjadi pusat informasi bagi lembaga-lembaga
penelitian tumbuhan obat. Pengembangan koleksi ke arah pemanfaatan secara
komersial dan profesional berdasarkan kajian ilmiah dapat dilakukan melalui
display khusus maupun pameran berkala hasil para peneliti tumbuhan obat.
Berdasarkan uraian harapan masyarakat di atas maka dapat disusun suatu
rancangan kebijakan dan aksi konservasi terhadap masing-masing tipologi
masyarakat terkait tumbuhan obat.
Selain harapan-harapan yang perlu ditindaklanjuti seperti diuraikan di atas,
beberapa kegiatan yang dilakukan KRB saat ini sebenarnya belum memenuhi
harapan masyarakat. Ketidaksesuaian antara kegiatan dan harapan ini
dimungkinkan karena beberapa hal yang menyangkut perbedaan kepentingan.
KRB sebagai pengelola pada umumnya masih berorientasi pada kegiatan ilmiah
(scientific oriented) sementara masyarakat sebagai pengguna lebih mengharapkan
kegiatan yang bersifat aplikasi pemanfaatan (user oriented). KRB yang memiliki
beban untuk melestarikan tumbuhan tropika masih terpaku kepada kajian-kajian
dasar yang mendukung keberadaan koleksinya. Beberapa kegiatan bersinggungan
dengan aktivitas masyarakat namun belum menyentuh langsung kebutuhan
69
masyarakat. Oleh karenanya kegiatan yang belum memenuhi harapan masyarakat
ini perlu disempurnakan ke arah pemenuhan kebutuhan masyarakat. Upaya
perbanyakan dan penyuluhan tumbuhan obat oleh KRB masih difokuskan kepada
spesies langka, endemik, dan unik secara taksonomi. Di lain pihak masyarakat
membutuhkan kegiatan-kegiatan yang mengarah kepada produksi baik produksi
tumbuhan obat maupun barang atau jasa yang dihasilkan dari tumbuhan obat.
Agar semua aktivitas KRB dapat beririsan secara sempurna dengan harapan
masyarakat maka aksi konservasi ke depan selain didasarkan kepada fungsi
lembaga sebaiknya diprioritaskan kepada spesies yang termasuk kategori penting
untuk segera ditindaklanjuti serta menampung harapan dan kebutuhan masyarakat.
Perbanyakan tumbuhan obat untuk bisa disebarkan ke masyarakat dan sebagai
bahan produksi minuman atau makanan kesehatan adalah saran utama yang
diperoleh dari masyarakat baik masyarakat peneliti, praktisi, maupun masyarakat
umum. Keberadaan taman tematik obat-obatan sangat dibutuhkan masyarakat
sebagai wahana wisata tumbuhan obat sekaligus memperdalam pengetahuan
tumbuhan obat Indonesia. Hal ini sangat diinginkan oleh pengunjung maupun
oleh peneliti dan praktisi. KRB sebagai lembaga konservasi juga dituntut untuk
bisa mensosialisasikan keberadaan koleksi tumbuhan obatnya serta
mendiseminasikan pengetahuan dan keterampilannya mengenai perbanyakan dan
pemanfaatan tumbuhan obat.
Rancangan kebijakan dan aksi konservasi yang dapat diterapkan untuk
memenuhi harapan masyarakat seperti tersebut di atas sekaligus mengoptimalkan
fungsi KRB khususnya dalam konservasi tumbuhan obat adalah sebagai berikut:
a. Aksi prioritas konservasi untuk masyarakat umum
Untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap tugas dan fungsi KRB maka
KRB harus melakukan diseminasi informasi kegiatan yang lebih luas kepada
masyarakat. Melalui diseminasi informasi masyarakat akan mengetahui dan
merasakan peranan penting KRB dalam pelestarian tumbuhan obat. Tabel 15
menyajikan Rancangan kebijakan dan aksi konservasi tumbuhan obat untuk
masyarakat umum.
70
Tabel 15 Rancangan kebijakan dan aksi konservasi tumbuhan obat di KRB untuk masyarakat umum
Harapan masyarakat Kebijakan dan Aksi konservasi Display dan Papan informasi Kebijakan: Program Interpretasi
Aksi: Membangun rute penjelajahan koleksi berpotensi obat dan tumbuhan khas etnis nusantara dengan papan interpretasi yang menarik dan membangkitkan semangat konservasi serta semangat persatuan nasional. Sesuai misi pembangunan nasional dalam menerapkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, dan memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dalam rangka memantapkan landasan spiritual, moral, dan etika pembangunan bangsa (RPJM 2005-2015)
Simplisia jamu/herbal, makanan dan cindera mata yang berasal dari tumbuhan obat
Kebijakan: Medical garden shop dan Wisata kuliner alami Aksi: a. Perbanyakan spesies tumbuhan obat langka baik ditetapkan
secara nasional (IBSAP) maupun secara internasional (IUCN) sebagai bahan simplisia dan herbal
b. Mengemas paket-paket cindera mata yang alami maupun buatan berbasis pengembangan pemanfaatan koleksi tumbuhan obat secara berkelanjutan dalam rangka pemanfaatan sumberdaya ekonomi bersinambungan sesuai misi pembangunan nasional RPJM 2005-2015
Informasi tentang tumbuhan obat, budidaya dan kegunaannya
Kebijakan: Taman obat Aksi: Mengembangkan spesies baik untuk tujuan komersial maupun tujuan sosial ke masyarakat. Komoditas Tanaman Obat unggulan versi Ditjen POM (2001) seperti sambilito, pegagan, jati belanda, tempuyung, temulawak, daun ungu, cabe jawa, sanrego, pasak bumi, pace, daun jinten, dan kencur dikembangkan teknologi budidaya dan pemanfaatannya.
b. Aksi prioritas konservasi untuk masyarakat industri
Kendala-kendala yang dihadapi industri obat tradisional di Indonesia sangat
kompleks mulai dari budidaya, proses produksi, penelitian dan pengembangan
produk maupun pemasarannya (Pramono 2001). KRB dapat berperan melalui
penelitian terkait dengan teknologi budidaya maupun jaringan pengembang dan
pemasaran produk obat tradisional. Dalam usaha pemanfaatan tumbuhan obat
perlu diperhatikan kelestarian spesies tumbuhan tersebut agar tidak punah. Upaya
peningkatan budidaya selain melestarikan sumber bahan obat tradisional
diharapkan dapat mengembangkan produksi tumbuhan obat dalam negeri, dan
selanjutnya diekspor untuk memberikan nilai tambah ekonomi (Muharso 2000).
Menurut Sastrapradja (2000) yang sebenarnya harus kita kembangkan
segera adalah teknologi yang dapat meningkatkan nilai tambah sumber bahan
baku obat tersebut. Pengalaman negara lain untuk menemukan sebuah senyawa
kimia yang nantinya dapat dikembangkan menjadi obat, memerlukan waktu yang
lama dan dana yang tidak sedikit jumlahnya. Penelitian tumbuhan obat di negara-
71
negara maju seperti di Eropa dan Amerika yang telah menghasikan berbagai
produk obat dilakukan dengan cara interdisipliner yang diawali dengan
pengungkapan sistem pengetahuan tradisional suatu kelompok masyarakat yang
selanjutnya dilakukan analisis fitokimia untuk mengetahui kandungan senyawa
bahan aktif yang mungkin bermanfaat sebagai bahan baku obat (Purwanto 2001).
Menurut Sinambela (2002) keanekaragaman plasma nutfah tumbuhan obat
Indonesia sebagai sumber bahan obat selayaknya diteliti secara lebih
komprehensif dengan pemilihan strategi pendekatan bioprospecting yang tepat.
Aksi prioritas konservasi untuk masyarakat industri obat tradisional ringkasnya
tersaji pada Tabel 16.
Tabel 16 Rancangan kebijakan dan aksi konservasi tumbuhan obat di KRB untuk masyarakat industri obat tradisional
Harapan masyarakat Kebijakan dan Aksi konservasi Sumber informasi ilmiah bagi industri obat tradisional.
Kebijakan: Penelitian bersama fitokimia Aksi: Kegiatan bioprospecting KRB dengan berpijak pada kekayaan koleksi dan hasil penelitian etnobotani
Penghubung masyarakat dengan produksi obat tradisional
Kebijakan: Pameran obat tradisional Aksi: Kegiatan berkala pameran produksi obat tradisional berbahan baku tumbuhan obat. Hal ini mendukung RPJM 2010-2014 (Bappenas 2010) yang menekankan terpeliharanya keanekaragaman hayati dan kekhasan sumber daya alam tropis lainnya yang dimanfaatkan untuk mewujudkan nilai tambah, daya saing bangsa, serta modal pembangunan nasional. pada masa yang akan datang.
c. Aksi prioritas konservasi untuk masyarakat praktisi
Sesuai tupoksinya KRB bertugas dalam konservasi tumbuhan tropika baik
tumbuhan berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Dengan demikian
harapan masyarakat praktisi untuk memperoleh spesies luar negeri layak untuk
ditindaklanjuti, meskipun sebenarnya secara umum KRB telah melakukan koleksi
dari luar negeri melalui pertukaran biji (seed exchange). Program seed exchange
yang selama ini dilakukan KRB dapat menjembatani harapan sebagian masyarakat
praktisi untuk mengoleksi tumbuhan obat dari daerah tropika lainnya. Program
lainnya sebagai aksi konservasi untuk memenuhi harapan praktisi antara lain
disajikan pada Tabel 17.
72
Tabel 17 Rancangan kebijakan dan aksi konservasi tumbuhan obat di KRB untuk masyarakat praktisi
Harapan masyarakat Kebijakan dan Aksi konservasi Koleksi tumbuhan obat luar negeri
Kebijakan: Pertukaran materi tumbuhan obat Aksi: a. Membuat data spesies tumbuhan obat dari luar yang
spesifik dan dibutuhkan sebagai bahan obat tradisional namun dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya baik untuk kesehatan (UU RI No. 23 tahun 1992) maupun untuk konservasi (UU RI N0.5 tahun 1990)
b. Jalin komunikasi dengan BGCI c. Melakukan aklimatisasi spesies dari luar negeri sesuai
Renstra KRB dan Renstra LIPI Produksi makanan/minuman obat tradisional
Kebijakan: Kedai sehat alami Aksi: a. Melakukan penelitian kandungan biokimia & farmakologi
untuk menjawab tantangan ke depan isu nasional di bidang pangan dan kesehatan (PN 9) serta untuk melindungi masyarakat dari makanan/minuman yang tidak memenuhi standar kesehatan (UU RI No 23 tahun 1992).
b. Jalin kerjasama dengan perusahaan obat tradisional sebagai transfer informasi di bidang obat tradisional.
Jaringan informasi dan komunikasi
Kebijakan: Pusat informasi tumbuhan obat Aksi: Membentuk jaringan kerjasama dengan para pemegang kepentingan dalam rangka pembangunan ekonomi berkelanjutan sesuai tanggung jawab LIPI (Renstra LIPI)
Herbal kualitas dan terstandar Kebijakan: SOP budidaya tumbuhan obat Aksi: Mengembangkan teknik budidaya dan pemanenan sesuai GACP WHO 2003
Kelas khusus khasiat tumbuhan obat
Kebijakan: Pelatihan tumbuhan obat Aksi: Paket wisata khusus tumbuhan obat dengan meningkatkan unsur-unsur afektif dan kognitif masyarakat agar terbentuk masyarakat yang berwawasan dan peduli terhadap konservasi tumbuhan obat.
d. Aksi prioritas konservasi untuk masyarakat peneliti
Dihubungkan dengan RPJM 2010-2014 (Bappenas 2010) bahwa dalam
kerangka pencapaian pembangunan yang berkelanjutan, pengelolaan sumber daya
alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup makin berkembang melalui
penguatan kelembagaan dan peningkatan kesadaran masyarakat. Adanya
kesadaran sebagian pihak akan perlunya jaringan komunikasi terutama dalam
pengembangan obat tradisional merupakan stimulus yang perlu direspon secara
positif oleh KRB. Melalui potensi kelembagaan, KRB dapat membentuk suatu
forum yang menghubungkan para praktisi obat tradisional dan pengembang
tumbuhan obat agar lebih mengarah kepada pemanfaatan tumbuhan obat secara
berkelanjutan dan berkeadilan.
73
Pemanfaatan berkelanjutan juga merupakan fokus perhatian peneliti.
Melalui kajian ilmiahnya para peneliti berharap hasil-hasil penelitian dapat
dikembangkan baik secara sosial kemasyarakatan maupun secara komersial dan
profesional. Peneliti berharap KRB dengan koleksi tumbuhan obatnya dapat
berperan dalam pendidikan baik formal maupun informal. Pendidikan adalah
salah satu fungsi KRB. Gerakan pengembangan kebun obat di sekolah-sekolah
dapat diselaraskan dengan kegiatan ekstrakurikuler sekolah. Melalui kerjasama
dengan Departemen Pendidikan Nasional, KRB dapat menyumbangkan pemikiran
dalam kurikulum sekolah baik tingkat SD, SLTP, maupun SLTA.
Rancangan kebijakan dan aksi konservasi bagi masyarakat peneliti secara
detail seperti disajikan pada Tabel 18.
Tabel 18 Rancangan kebijakan dan aksi konservasi tumbuhan obat di KRB untuk masyarakat peneliti
Harapan masyarakat Kebijakan dan Aksi konservasi Pendidikan ke sekolah Kebijakan: Kurikulum Diknas
Aksi: a. Jalin kerjasama dengan Diknas sebagai upaya ikut
mencerdaskan bangsa sesuai tanggung jawab LIPI (Renstra LIPI)
b. Siapkan materi sesuai kurikulum DIKNAS & sistem PAUD c. Kembangkan taman obat sekolah sebagai upaya konservasi
spesies tumbuhan khas di lingkungan masing-masing.
Wisata tumbuhan obat Kebijakan: Medical tour Aksi: a. Menyusun paket wisata edukatif sebagai upaya
pengembangan wawasan & gagasan dari berbagai permasalahan kesehatan yang dihadapi masyarakat sesuai tanggung jawab LIPI (Renstra LIPI)
b. Memberikan pelayanan dan fasilitas yang alamiah dan menyegarkan dengan pemanfaatan kebun obat secara serasi antara kegiatan sosial ekonomi dan konservasi sesuai misi pembangunan nasional (RPJM 2005-2025)
Pemanfaatan tumbuhan obat secara komersial dan profesional berdasarkan kajian ilmiah
Kebijakan: Pameran tumbuhan obat Aksi: Agenda tahunan pameran tumbuhan obat dan hasil penelitian para peneliti, industri dan pemerhati tumbuhn obat
Koleksi tumbuhan khas pada suku-suku tradisional
Kebijakan: Pusat plasma etnomedical plant Aksi: a. Eksplorasi tumbuhan obat ke berbagai daerah Nusantara b. Pengumpulan contoh-contoh simplisia dan kemasan obat
tradisional dari berbagai suku Nusantara c. Pengembangan kebun obat Nusantara
74
Fungsi penting lain KRB menurut masyarakat peneliti adalah sebagai
tempat rekreasi yang edukatif dan ilmiah. Hasil penelitian Wedelia (2011)
terhadap 100 orang pengunjung KRB, 78 orang diantaranya menyatakan
bertujuan untuk berekreasi/wisata. Potensi ini tentu perlu lebih diarahkan agar
menjadi rekreasi yang bermanfaat sesuai misi KRB dan juga LIPI untuk ikut
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Selain menyoroti bidang pendidikan dan pemanfaatan secara ilmiah
terhadap spesies tumbuhan obat. Faktor kelangkaan dan kekhasan spesies tertentu
menjadi perhatian masyarakat peneliti. Perlu adanya aktivitas khusus menangani
spesies khas suku-suku tradisional Nusantara agar tidak mengalami kepunahan.
Dengan rancangan kebijakan dan aksi konservasi seperti diuraikan pada
Tabel 15 - Tabel 18, spesies prioritas yang terpilih juga ditetapkan sebagai obyek
utama baik dalam program konservasi, penelitian, pendidikan, maupun rekreasi
pada setiap aksi konservasi tersebut di atas. Pengembangan pemanfaatan spesies
prioritas koleksi tumbuhan obat melalui berbagai alternatif aktivitas tersebut
semua diarahkan sebagai upaya pemanfaatan sumberdaya hayati khususnya
tumbuhan obat secara berkelanjutan, berkeadilan, beradab dan berdaulat.
75
5. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Kebun Raya Bogor memiliki peran penting dalam pelestarian tumbuhan
obat dan menjadi salah satu tumpuan masyarakat dalam meningkatkan
pengetahuannya. Kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Terdapat 764 spesies koleksi berpotensi sebagai tumbuhan obat dari 465
genera dan 135 famili. Komposisi spesies di KRB dan aspek pemanfaatannya
memiliki kemiripan kondisi di alam. Potensi ini merupakan keunggulan KRB
dalam pengembangan pemanfaatan tumbuhan obat. Beberapa spesies
tumbuhan obat langka masih belum terkoleksi KRB, sementara beberapa
spesies langka lainnya mengalami kehilangan dan kematian sehingga perlu
diantisipasi dengan pemanfaatan koleksi secara berkelanjutan. Sembilan
spesies prioritas merupakan arahan dalam aktivitas konservasi tumbuhan obat
di KRB pada masa yang akan datang.
2. Secara umum masyarakat mengharapkan peran KRB yang lebih aktif dalam
pemanfaatan dan pengembangan koleksi berpotensi obat dengan melibatkan
unsur masyarakat terkait. Masyarakat umum mengharapkan adanya
kemudahan informasi di bidang tumbuhan obat dan pemanfaatannya,
masyarakat praktisi lebih berharap adanya jalinan komunikasi yang mengarah
ke peningkatan kualitas pengembangan obat tradisional, masyarakat industri
mengharap adanya dukungan ilmiah dari KRB untuk produksi obatnya,
sedangkan masyarakat peneliti lebih menekankan aspek pendidikan dan
pengembangan pemanfaatan tumbuhan obat dan hasil penelitiannya.
3. Aktivitas konservasi tumbuhan obat oleh KRB sampai saat ini belum
sepenuhnya memenuhi harapan masyarakat. Hal ini dikarenakan adanya
perbedaan kepentingan antara aktivitas KRB dengan harapan masyarakat.
Aktivitas KRB saat ini masih terfokus pada kajian dasar untuk mendukung
kualitas koleksinya, sementara masyarakat lebih berharap aktivitas yang
mengarah ke aplikasi pemanfaatannya. Dua kutub kepentingan ini sebenarnya
bisa menjadi satu kekuatan dan terjadi irisan yang sempurna dengan didorong
76
tri stimulus amar konservasi dan pendekatan fungsi KRB. Irisan sempurna
aktivitas KRB dan harapan masyarakat dapat diwujudkan dengan disusunnya
kebijakan dan aksi konservasi yang terpadu sesuai kebutuhan konservasi dan
kebutuhan atau harapan masyarakat. Beberapa kebijakan yang dapat
diterapkan antara lain: (1) pembangunan pusat informasi tumbuhan obat dan
jaringan komunikasi masyarakat terkait tumbuhan obat, (2) penyelenggaraan
program interpretasi, etnomedical tour, wisata kuliner dan kedai sehat, (3)
penyelenggaraan pelatihan, pendidikan dan pengembangan budidaya
tumbuhan obat, (4) promosi dan penelitian serta pameran tumbuhan obat dan
hasil penelitiannya, dan (5) pengembangan taman obat dan pusat plasma
tumbuhan obat nusantara.
5.2. Saran
Agar semua aktivitas KRB dapat beririsan secara sempurna dengan harapan
masyarakat maka aksi konservasi ke depan selain didasarkan kepada fungsi
lembaga sebaiknya diprioritaskan kepada spesies prioritas serta menampung
aspirasi dan harapan masyarakat. Sebagai contoh, sembilan spesies prioritas yang
dihasilkan dalam penelitian ini memerlukan upaya perbanyakan, sementara
masyarakat berharap adanya perbanyakan spesies tumbuhan obat dan informasi
teknologi budidayanya. Dengan demikian program pelatihan dan pendidikan
budidaya tumbuhan obat untuk masyarakat dapat difokuskan kepada sembilan
spesies prioritas ini di samping tumbuhan obat unggulan lain. Rancangan
kebijakan dan aksi konservasi yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat
dijadikan paket dasar untuk pelaksanaan konservasi ex situ tumbuhan obat yang
berkelanjutan, berkeadilan, beradab dan berdaulat.
77
DAFTAR PUSTAKA Akerele O. 1991. Medicinal plants: policies and priorities. Di dalam:Akerele O,
Heywood V, Synge H, editor. Conservation in Medicinal Plants. Cambridge: Cambridge University Press.
Amzu E. 2007. Sikap Masyarakat Dan Konservasi. Suatu Analisis Kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat, Kasus di Taman Nasional Meru Betiri. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Azwar S. 2010. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ballantyne R, Pocker J, Hughes K. 2007. Environmental awareness, interest and motives of botanic gardens visitors: implication for interpretive practice. Tourism Management 29 (2000): 439-444.
[Balittro] Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. 2010. Wanafarma melestarikan hutan dengan tanaman obat. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol.32/6. Bogor: Balitro.
[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2003. Indonesia biodiversity strategy and action plan. Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia 2003- 2020. Jakarta: Bappenas.
[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2010. Peraturan Presiden Republik Indonesia No.5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014. Buku 1 Prioritas Nasional. Jakarta: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional.
Barazani O, Avi Perevolotsky, Rivka Hadas. 2008. A problem of the rich: prioritizing local plant genetic resources for ex situ conservation in Israel. Biological Conservation 141:596–600.
Bari A dan Supriatna N. 1999. Pemikiran tentang pendidikan konservasi di Indonesia. Di dalam: Darnaedi D, Irawati, Wiriadinata, Abdulhadi R, Suhirman, Puspitaningtyas DM, Asikin D, Hadiah JT, Widyatmoko D, editor. Prosiding Seminar Nasional Konservasi Flora Nusantara; Bogor, 2-3 Jul 1997. Bogor: UPT Balai Pengembangan Kebun Raya-LIPI. hlm 85-90.
Basuki, Bargumono, Lagiman, Nurugaini. 1999. Peran perguruan tinggi dalam meningkatkan pengetahuan konservasi flora. Di dalam: Darnaedi D, Irawati, Wiriadinata, Abdulhadi R, Suhirman, Puspitaningtyas DM, Asikin D, Hadiah JT, Widyatmoko D, editor. Prosiding Seminar Nasional Konservasi Flora Nusantara; Bogor 2-3 Jul 1997. Bogor: UPT Balai Pengembangan Kebun Raya-LIPI. hlm 93-98.
[CBD] The Secretariat of The Convention on Biological Diversity. 2002. Global Strategy for Plant Conservation. Montreal, Quebec: CBD-UNEP.
Chai PK. 2006. Medicinal Plants of Sarawak. Kuching: Lee Miing Press. Chevallier A. 2001. Encyclopedia of Medicinal Plants. London: A Darling
Kindersley Book Crane P.R., Stephen D. Hopper, Peter H. Raven and Dennis W. Stevenson. 2009.
Plant science research in botanic gardens. Trends in Plant Science Vol.14 No.11. Cell Press.
78
Dalimarta S. 2006. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 1-2. Jakarta: Trubus Agriwidya.
Damayanti EK, Zuhud EAM, Sangat HM, Permanasari T. 2009. Pemanfaatan dokumentasi pengetahuan lokal tumbuhan obat untuk mewujudkan masyarakat mandiri kesehatan. Di dalam: Purwanto Y dan Waluyo EB, editor, Keanekaragaman Hayati, Budaya, dan Ilmu Pengetahuan, Prosiding Seminar Nasional Etnobotani IV; Cibinong, 18 Mei 2009. Bogor: Pusat Penelitian Biologi-LIPI. hlm 239-244.
Darnaedi D. 2001. Kebun raya dan peranannya dalam konservasi tumbuhan. Di dalam: Arisoesilaningsih E, Yanuwiadi B, Indriyani S, Yulistyarini T, Ariyanti E, Yulia ND, Soejono, editor. Prosiding Seminar Nasional Konservasi dan Pendayagunaan Keanekaragaman Tumbuhan Lahan Kering; Purwodadi, 30 Jan 2001. Purwodadi: Kebun Raya Purwodadi, LIPI dan Universitas Brawijaya Malang. hlm 19.
[Dephut] Departemen Kehutanan. 2008. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.57/Menhut-II/2008 Tentang Arahan Strategis Konservasi Spesies Nasional 2008 – 2018. Jakarta:Dephut.
Dermawan R. 2009. Model Kuantitatif Pengambilan Keputusan & Perencanaan Strategis. Bandung: Alfabeta.
Dhar U, Ranbeer S, Rawal, Upreti J. 2000. Setting priorities for conservation of medicinal plants, a case study in the Indian Himalaya. Biological Conservation 95: 57-65.
Ditjen POM. 2001. Kebijakan Nasional Pengembangan Obat Tradisional. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Diwyanto K. 2002. Peranan plasma nutfah tumbuhan obat dan aromatik untuk menunjang kesinambungan bahan baku industri. Di dalam: Naiola BP, Chairul, Hoesen DSH, Hartutiningsih, Utami NW, Panggabean G, Praptiwi, Purwanto, Kahono S, Juhaeti T, Jamal Y, Suryasari Y, editor Prosiding Simposium Nasional II Tumbuhan Obat dan Aromatik APINMAP; Bogor, 8-10 Agu 2001. Bogor: Pusat Penelitian Biologi-LIPI. hlm 38-49.
Djumidi, Widiyastuti Y, Sugiarso S, Sutjipto. 1999. Strategi konservasi tumbuhan obat langka di BPTO Tawangmangu. Di dalam: Darnaedi D, Irawati, Wiriadinata, Abdulhadi R, Suhirman, Puspitaningtyas DM, Asikin D, Hadiah JT, Widyatmoko D, editor. Prosiding Seminar Nasional Konservasi Flora Nusantara; Bogor, 2-3 Jul 1997. Bogor: UPT Balai Pengembangan Kebun Raya-LIPI. hlm 12-14.
Donaldson JS. 2009. Botanic gardens science for conservation and global change. Trends in Plant Science Vol.14 No.11. Cell Press.
Eisai. 1986. Medicinal Herb Index in Indonesia. Jakarta: PT Eisai Indonesia. Goh SH, Chuah CH, Mok JSC, Soepadmo R. 1995. Malaysian Medicinal Plants
for The Treatment of Cardiovascular Diseases. Selangor: Pelanduk Publications.
Goss AM. 2004. The Floracrats: Civil Science, Bureaucracy and Institutional Authority in The Netherlands East Indies and Indonesia, 1840-1970. USA: The University of Michigan.
Hamilton A. 2008. Medicinal Plants In Conservation and Development. Case Studies and Lessons Learnt. Salisbury, UK: Plantlife International.
79
Hamilton A. 2009. Medicinal plants, conservation and livelihoods. Biodiversity and Conservation 13: 1477–1517. Netherlands : Kluwer Academic Publishers.
Hartini S. 2005. Jenis-jenis flora berpotensi di Taman Wisata Alam Deleng Lancuk, Sumatera Utara. Ekologia, Jurnal Ilmiah Ilmu Dasar dan Lingkungan Hidup Vol. 5 No.2 Oktober 2005. Bogor: Universitas Pakuan.
Hasnam EA, Hadad, Bermawi N. Sudjindro, Novarianto. 2000. Konservasi Plasma Nutfah Tanaman Industri. Makalah disampaikan pada Pertemuan Komisi Nasional Plasma Nutfah di Puslitbangtri, Bogor tanggal 22-23 November 2000.
Helmi 2008. Pemanfaatan, Potensi Tumbuhan Obat Alami dan Keamanannya. Malang: Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Malang.
Herlina. 2010. Pengembangan Budidaya Tumbuhan Obat Herbal sebagai Komoditas Agribisnis Berbasis Kearifan Lokal dalam Konsep Bioregion. <http://uripsantoso.wordpress.com/2010/04/02/ > akses 16 Maret 2011
Heywood V. 1991.Botanic gardens and the conservation of medicinal plants. Di dalam: Akerele O, Heywood V, Synge H, editor. Conservation in Medicinal Plants. Cambridge: Cambridge University Press.
Hidayat S. 2005. Ramuan Tradisional ala 12 Etnis Indonesia. Jakarta: Penebar Swadaya.
Hidayat S, Putri WU, Isnaini Y, Kusuma YWC. 2006. Koleksi Sayang Koleksi Tumbang Mengenang Bencana Angin Puting Beliung 1 Juni 2006. Jakarta: LIPI Press.
Hidayat S. 2006. Tumbuhan Obat Langka di Pulau Jawa Populasi dan Sebaran. Bogor: Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor.
Hidayat S. 2007. Kajian keberadaan tumbuhan obat liar di kawasan hutan Taman Nasional Meru Betiri. Ekologia, Jurnal Ilmiah Ilmu Dasar dan Lingkungan Hidup Vol.7 No.2 Oktober 2007. Bogor: Universitas Pakuan.
Hidayat S. 2008. Khasiat Herbal Berdasar Warna, Bentuk, Rasa, Aroma dan Sifat. Jakarta: Flona serial.
Hidayat S. 2009. Toponimi Bogor dalam dunia tumbuhan sebagai salah satu kajian dasar etnobotani. Di dalam: Purwanto Y dan Waluyo EB, editor. Keanekaragaman Hayati, Budaya, dan Ilmu Pengetahuan, Prosiding Seminar Nasional Etnobotani IV; Cibinong, 18 Mei 2009. Bogor: Pusat Penelitian Biologi-LIPI. hlm 12-20.
Hidayat S dan Wahyuni S. 2010. Tumbuhan Obat Berpotensi Hias. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Hidayat S. 2010. Laporan Akhir Kegiatan Program Insentif Bagi Peneliti dan Perekayasa. Bogor: Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor.
[IUCN] International Union For the Conservation of Nature and Natural Resources. 2010. IUCN Red List of Threatened Spesies. Version 2010.2. <http://www.iucnredlist.org > akses 18 Agustus 2010.
Jackson PSW and Sutherland LA. 2000. International Agenda for Botanic Gardens Conservation International. UK: BGCI.
Kala CP. 1999. Status and conservation of rare and endangered medicinal plants in the Indian trans-Himalaya. Biological Conservation 93 (2000): 371-379
80
Kerkvlieta J & Langpap C. 2007. Learning from endangered and threatened species recovery programs: A case study using U.S. endangered species act recovery score. Ecological Economic 63:499 – 510.
[KLH] Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. 1997. Ringkasan Agenda 21 Indonesia (Strategi Nasional untuk Pembangunan Berkelanjutan). Jakarta: KLH.
Lasmadiwati E. 2001. Panduan Percontohan Tanaman Obat Taman Sringanis. Bogor: Taman Sringanis.
Langpap C. 2005. Conservation of endangered species: can incentives work for private landowners? Ecological Economics 57:558–572. www.elsevier.com/locate/ecolecon
Lascurain M, Lopez C, Sharrock S. 2008. The role of botanic gardens in supporting the conservation and sustainable use of non-timber forest products. BGjournal. Journal of Botanic Gardens Conservation International Vol.5/1 : 16-19.
Leadlay E and Greene J. 1998. The Darwin Technical Manual for Botanic Gardens. London, UK: Botanic Gardens Conservation International.
Leunufna S. 2007. Kriopreservasi untuk konservasi plasma nutfah tanaman: peluang pemanfaatannya di Indonesia. Jurnal AgroBiogen 3(2):80-88. Bogor: BB Biogen.
[LIPI] Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2002. Keputusan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Nomor 1151/M/2001 Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta: Biro Organisasi dan Kepegawaian, LIPI.
Mackinnon K. 1993. Pengelolaan Kawasan yang Dilindungi di Daerah Tropika. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Meelis P, Rein K, Reier U, Tuvi EL, Roosaluste E, Vellak A, Zobel M. 2004. Grouping and prioritization of vascular plant species for conservation: combining natural rarity and management need. Biological Conservation 123 (2005) 271–278.
Meilleur B and Hodgkin T. 2004. In situ conservation of crop wild relatives: status and trends. Biodiversity and Conservation 13: 663–684.
Muharso. 2000. Kebijakan Pemanfaatan Tumbuhan Obat Indonesia. Makalah seminar “Tumbuhan Obat di Indonesia”, Kerjasama Indonesian Resource Centre for Indigenous Knowledge (INRIK), Universitas Pajajaran dan yayasan Ciungwanara dengan Yayasan KEHATI. 26-27 April 2000.
Müller S and Wille. 2001. Gardens of paradise. Endeavour Vol. 25(2) 2001. Elsevier Science Ltd.
Noerdjito dan Maryanto. 2005. Kriteria Jenis Hayati Yang Harus Dilindungi Oleh dan Untuk Masyarakat Indonesia. Bogor: Pusat Penelitian Biologi,LIPI.
[NSC] Nature Serve Conservation. 2010. Nature Serve Conservation Status. <http://www.natureserve.org/explorer/ranking.htm> akses 6 Agustus 2010.
Padua LS. Bunyapraphatsara N. Lemmens RHMJ. 1999. Plant Resources of South-East Asia No.12(1): Medicinal and Poisonous Plants 1. Leiden: Backhuys Publishers.
Pramono E. 2001. Prospek dan potensi pengembangan komoditas agromedicine di Indonesia. Di dalam: Naiola BP, Chairul, Hoesen DSH, Hartutiningsih, Utami NW, Panggabean G, Praptiwi, Purwanto, Kahono S, Juhaeti T, Jamal
81
Y, Suryasari Y, editor. Prosiding Simposium Nasional II Tumbuhan Obat dan Aromatik APINMAP; Bogor, 8-10 Agu 2001. Bogor: Pusat Penelitian Biologi-LIPI. hlm 31-37.
Pudjiastuti. 2009. Profile penggunaan ramuan tanaman obat oleh pengobat tradisional untuk menanggulangi penyakit rematik di Daerah Istimewa Yogyakarta. Di dalam: Purwanto Y dan Waluyo EB, editor. Keanekaragaman Hayati, Budaya, dan Ilmu Pengetahuan, Prosiding Seminar Nasional Etnobotani IV; Cibinong, 18 Mei 2009. Bogor: Pusat Penelitian Biologi-LIPI. hlm 298-304.
Purwanto Y. 2001. Studi etnomedisinal dan fitofarmakope tradisional di Indonesia. Di dalam: Naiola BP, Chairul, Hoesen DSH, Hartutiningsih, Utami NW, Panggabean G, Praptiwi, Purwanto, Kahono S, Juhaeti T, Jamal Y, Suryasari Y. editor. Prosiding Simposium Nasional II Tumbuhan Obat dan Aromatik APINMAP; Bogor, 8-10 Agu 2001. Bogor: Pusat Penelitian Biologi-LIPI. hlm 96-109.
Purwanto Y dan Waluyo EB. 2010. Keanekaragaman Hayati, Budaya, dan Ilmu Pengetahuan, Prosiding Seminar Nasional Etnobotani IV; Cibinong, 18 Mei 2009. Bogor: Pusat Penelitian Biologi-LIPI.
Rahayu M, Susiarti S, Purwanto Y. 2007. Kajian pemanfaatan tumbuhan hutan non kayu oleh masyarakat lokal di kawasan konservasi PT Wira Karya Sakti Sungai Tapa-Jambi. Biodiversitas, Journal of Biological Diversity Vol.8 No.1. Januari 2007. hal 73-79. Surakarta: Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Sebelas Maret.
Rahayu M dan Rugayah. 2007. Pengetahuan tradisional dan pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat lokal Pulau Wawoni, Sulawesi Tenggara. Berita Biologi, Jurnal Ilmiah Nasional 8 (6) Desember 2007. hal 489-500. Bogor: Pusat Penelitian Biologi, LIPI.
Rahayu M dan Rugayah. 2010. Pengetahuan lokal dan pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat lokal Pulau Kabaena, Sulawesi Tenggara. Berita Biologi, Jurnal Ilmiah Nasional 10 (1) April 2010. hal 67-75. Bogor: Pusat Penelitian Biologi, LIPI.
Rai LK, Prasad P, Sharma E. 2000. Conservation threats to some important medicinal plants of the Sikim Himalaya. Biological Conservation 93: 27-33.
Rideng IM. 1999. Pendidikan konservasi flora melalui pendidikan sekolah: pelaksanaan dan masalahnya. Di dalam: Darnaedi D, Irawati, Wiriadinata, Abdulhadi R, Suhirman, Puspitaningtyas DM, Asikin D, Hadiah JT, Widyatmoko D, editor. Prosiding Seminar Nasional Konservasi Flora Nusantara; Bogor, 2-3 Jul 1997. Bogor: UPT Balai Pengembangan Kebun Raya-LIPI. hlm 99-102.
Riduwan dan Akdon. 2009. Rumus dan Data dalam Analisis Statistika. Bandung: Alfabeta.
Risna RA, Kusuma YWC, Widyatmoko D, Hendrian dan Pribadi DO. 2010. Spesies Prioritas untuk Konservasi Tumbuhan Indonesia. Seri I Araceae, Cyatheaceae, Nepenthaceae, Orchidaceae. Bogor: Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, LIPI.
Rudjiman, Adriyani, Indriyatno, Wiguno, Fauzie L, Nuraida, Saraswati R. 2003. Tumbuhan Obat Indonesia Jilid I-IX. Jakarta: Yayasan Sarana Wanajaya
82
Ruslan J dan Sastrapradja. 2008. Kebun Botani dan Masyarakat. Serpong: Puspiptek.
Said RM. 1972. Pharmacographia Indica. India: Hamdard Institute. Sangat HM, Zuhud EAM, Damayanti EK. 2001. Kamus Tumbuhan Obat
Indonesia (Etnofitomedika 1). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Sari R, Sutrisno, Hendrian, Puspitaningtyas DM, Darwandi, Hidayat S, Yuzammi,
Suhendar. 2005. Renstra PKT-KRB 2005-2009. Planting the Future. Bogor: Pusat Konservasi Tumbuhan-Kebun Raya Bogor.
Sastrapradja SD. 2000. Pengelolaan Sumber Hayati Indonesia. Kasus Khusus Tumbuhan Obat. Makalah seminar “Tumbuhan Obat di Indonesia”, Kerjasama Indonesian Resource Centre for Indigenous Knowledge (INRIK), Universitas Pajajaran dan yayasan Ciungwanara dengan Yayasan KEHATI. 26-27 April 2000.
Sastroamidjojo S. 1997. Obat Asli Indonesia. Jakarta:Dian Rakyat. Schopp-Guth A and Fremuth W. 2001. Sustainable use of medicinal plants and
nature conservation in The Prespa National Park area, Albania. Medicinal Plant Conservation 7: 5–8.
Shan-an H and Zhong-ming C. 1991. The role of Chinese Botanical Gardens in conservation of medicinal plants. Di dalam: Akerele O, Heywood V, Synge H, editor. Conservation in Medicinal Plants. Cambridge: Cambridge University Press.
Sharrock and Oldfield. 2011. The GSPC targets for 2020. BGjournal. Journal of Botanic Gardens Conservation International Volume 8 /1 Januari 2011. UK: BGCI.
Sinambela JM. 2002. Pemanfaatan plasma nutfah dalam industri obat-obatan. Buletin Plasma Nutfah 8(2): 78-83. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Siswanto YW. 2004. Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat Komersial. Jakarta: Penebar Swadaya.
Solikin. 2009. Potensi jenis-jenis herba liar di Kebun Raya Purwodadi sebagai obat. Di dalam: Setiawan, Rahayu S, Rumhayati B, Alghofari AR, Naba A, Maryanto S, Widodo, editor. Proceeding Basic Science National Seminar; Malang, February 21st
Suharmiati dan Handayani L. 2006. Cara Benar Meracik Obat Tradisional. Jakarta: AgroMedia Pustaka.
2009. Malang: Brawijaya University. p VIII-47 -52
Suhirman. 1999. Ex situ conservation management. Di dalam: Darnaedi D, Irawati, Wiriadinata, Abdulhadi R, Suhirman, Puspitaningtyas DM, Asikin D, Hadiah JT, Widyatmoko D, editor. Prosiding Seminar Nasional Konservasi Flora Nusantara; Bogor, 2-3 Juli 1997. Bogor: UPT Balai Pengembangan Kebun Raya-LIPI. hlm 12-14.
Suhirman. 2001. Strategi konservasi keanekaragaman tumbuhan lahan kering. Di dalam: Arisoesilaningsih E, Yanuwiadi B, Indriyani S, Yulistyarini T, Ariyanti E, Yulia ND, Soejono, editor. Prosiding Seminar Nasional Konservasi dan Pendayagunaan Keanekaragaman Tumbuhan Lahan Kering; Purwodadi, 30 Januari 2001. Purwodadi: Kebun Raya Purwodadi, LIPI dan Universitas Brawijaya Malang. hlm 14-18.
83
Sumitomo EH. 2004. Permintaan dan Peramalan Kunjungan Wisatawan di Kebun Raya Bogor. Bogor: Program Agribisnis, Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Tilaar M. 2004. Meraih citra Indonesia sebagai produsen bahan baku berbasis tumbuhan OKA melalui penggalangan potensi anak bangsa. Makalah pada Seminar Tumbuhan Obat, Kosmetika, dan Aromatik. Bogor: Puslit Biologi.
Valkenburg JLCH and Bunyapraphatsara N. 2001. Plant Resources of South-East Asia No.12(2) Medicinal and Poisonous Plants 2. Leiden: Backhuys Publisher.
Waluyo EB. 2009. Etnobotani: memfasilitasi penghayatan, pemutakhiran pengetahuan dan kearifan lokal dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar ilmu pengetahuan. Di dalam: Purwanto Y dan Waluyo EB, editor, Keanekaragaman Hayati, Budaya, dan Ilmu Pengetahuan, Prosiding Seminar Nasional Etnobotani IV; Cibinong, 18 Mei 2009. Bogor: Pusat Penelitian Biologi-LIPI. hlm 12-20.
Wardah. 2005. Pemanfaatan tumbuhan pada masyarakat Kasepuhan desa Cisungsang di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun, Kabupaten Lebak Banten. Berita Biologi, Jurnal Ilmiah Nasional 7 (6) Desember 2005. hal 323-332. Bogor: Pusat Penelitian Biologi, LIPI.
Waylen K. 2006. Botanic gardens: using biodiversity to improve human well-being. Medicinal Plant Conservation Vol.12. IUCN Species Survival Commission. Bonn: Bundesamt fur Naturschutz.
Wedelia L. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kunjungan ke Pusat Konservasi Tumbuhan-Kebun Raya Bogor. Bogor: Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB.
[WHO-IUCN-WWF-TRAFFIC]. 2010. Draft: Guidelines on The Conservation of Medicinal Plants.
Winarto WP. 2007. Tanaman Obat Indonesia untuk Pengobat Herbal. Jakarta: Karyasari
Windadri FI, Rahayu M, Uji T, Rustiami H. 2006. Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan obat oleh masyarakat local suku Muna di Kecamatan Wakarumba, kabupaten Muna, Sulawesi Utara. Biodiversitas, Journal of Biological Diversity, Vol.7 No.4. hal 333-339. Surakarta: Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Sebelas Maret.
Wirasena P. 2010. Peran Kearifan Lokal Dalam Penyelamatan Sumber Daya Genetik Tanaman Hutan di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tananam. Bogor :Balitbang Kehutanan.
Yuzammi, Sutrisno, Sugiarti. 2006. Manual Pembangunan Kebun Raya. Bogor: Pusat Konservasi Tumbuhan-Kebun Raya Bogor, LIPI.
Zuhud EAM. 2009. Potensi hutan tropika Indonesia sebagai penyangga bahan obat alam untuk kesehatan bangsa. Jurnal Bahan Alam Indonesia. Vol. VI No. 6. hal. 45-50. Jakarta: Puslitbang Farmasi, Departemen Kesehatan.
Lampiran 1 Koleksi tumbuhan KRB yang diketahui berpotensi obat
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
1. Abelmoschus manihot (L.) Medik Gedi Malvaceae darah tinggi Daun 2
2. Abelmoschus moschatus Medik. Gandapura Malvaceae penghangat badan Biji 3
3. Abrus precatorius L. 0000000000000 Saga rambat Fabaceae sariawan, batuk, radang tenggorokan Daun 15
4. Acacia concinna (Willd.) DC. 0000 Kate kecil Fabaceae nyeri badan, sakit kepala, demam Daun 6
5. Acacia pennata (L.) Willd Rigot Fabaceae rematik, batuk Akar 6
6. Acacia pluricapitata Steud. ex Benth. Segani Fabaceae sakit kepala, sariawan Daun , batang 6
7. Acacia pseudointsia Miq. Kayap Fabaceae gatal-gatal Buah 6
8. Acalypha grandis Benth. Ekor kucing Euphorbiaceae antidiare Bunga & daun 6
9. Acalypha hispida Burm.f. Ekor kucing Euphorbiaceae perdarahan, peluruh kencing Bunga 2
10. Acalypha wilkesiana Mull. Arg.….. Ekor kucing Euphorbiaceae batuk darah, pegal linu, sariawan Daun 15
11. Acanthus ilicifolius L. …………… Daruju pantai Acanthaceae kanker, luka kena racun, bisul Akar , biji 4
12. Acanthus montanus T. Anderson … Daruju Acanthaceae kanker,bisul, pembersih darah,peluruh dahak Akar 15
13. Acmena acuminatissima (Blume) Merr. & L.M. Perry
Jambu taplok Myrtaceae diare, kencing manis, sakit pinggang Daun 5
14. Acorus calamus L. ………………… Deringau Araceae penenang, gangguan lambung & limpa Rimpang 2
15. Actinorhytis calapparia (Blume) H.A. Wendl. & Drude ex Scheff.
Pinang kelapa Arecaceae lulur kesehatan
6 Buah
16. Adansonia digitata L. Baobab Bombacaceae disentri, bengkak Biji, daun 14
17. Adenanthera pavonina L. Saga pohon Fabaceae bengkak Kulit batang 3
18. Adinandra dumosa Jack . Medang api-api Theaceae bersihkan luka Daun 12
19. Adinandra sarosanthera Miq. Theaceae bersihkan luka Daun 12
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
20. Aegle marmelos (L.) Corr. Maja Rutaceae penyakit dalam Daging buah 1
21. Aerva sanguinolenta (L.) Blume Sambang colok Amaranthaceae kencing darah Semua bagian 15
22. Aganosma marginata (Roxb.) G. Don Akar ara tanah Apocynaceae saluran kencing, demam, anemia Akar & daun 6
23. Agelaea macrophylla (Zoll.) Leenh. Akar tanduk Connaraceae memperkuat tulang Akar 12
24. Ageratum conyzoides L. 000000000 Bandotan Asteraceae radang tenggorokan, sariawan, luka, bisul Daun 15
25. Aglaia argentea Blume Bayur Meliaceae anti kanker Biji 6
26. Aglaia edulis (Roxb.) Wall. Langsatan Meliaceae diare Buah 6
27. Aglaia elliptica Blume
Kayu kasai Meliaceae tumor, luka
6 Kulit batang, daun
28. Aglaia lawii (Wight) Saldanha ex Ramamoorthy
Langsat lutung Meliaceae sakit kepala
6 Daun
29. Aglaia odorata Lour. 000000000000 Pacar cina Meliaceae perut kembung, percepat persalinan Bunga 4
30. Aglaia odoratissima Blume 000000 Pancal kidang Meliaceae darah kotor, kencing nanah 1, sari rapet Daun 23
31. Aglaonema simplex Blume 000000 Sri rejeki Araceae demam, perlancar kelahiran Daun , umbi 1
32. Alangium salvifolium (L. f.) Wangerin
Merlapang Alangiaceae sakit perut Daun 3
33. Albizia procera (Roxb.) Benth. Wangkal Fabaceae sesak nafas Kulit batang 3
34. Alchornea rugosa (Lour.) Mull. Arg. Ki bewok Euphorbiaceae demam, sakit kepala, gatal Daun 1
35. Aleurites moluccana (L.) Willd. 00 Kemiri Euphorbiacee asma, rematik, penyubur rambut Buah 1
36. Allamanda cathartica L. 0000000000 Alamanda Apocynaceae penawar racun, lever, pencahar, batuk Daun 15
37. Allophylus cobbe (L.) Raeusch Cukilan Sapindaceae perut kembung Daun 3
38. Alocasia macrorrhizos (L.) G. Don Sente Araceae batuk Tangkai daun 1
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
39. Aloe vera L. Lidah buaya Asphodeiaceae darah tinggi Daging daun 15
40. Alpinia galanga (L.) Willd. Lengkuas putih Zingiberaceae panu, kurap, eksim Rimpang 2
41. Alpinia katsumadai Hayata 0000000 Makna kecil Zingiberaceae sakit dada, malaria, demam, sakit kepala Rimpang 5
42. Alpinia malaccensis (Burm. f.) Roscoe
Lengkuas malaka Zingiberaceae bisul 15, cacar air Rimpang 17
43. Alpinia nieuwenhuizii Vahl 0000000 Kepalang Zingiberaceae bisul, rambut kotor, muntah-muntah Rimpang 5
44. Alpinia officinarum Hance Laoas Zingiberaceae diare, demam, malaria Rimpang 6
45. Alpinia vitellina (Lindl.) Ridl. Puar minyak Zingiberaceae demam Rimpang 6
46. Alpinia zerumbet (Pers.) B.L. Burtt & R.M. Smith
Lengkuas laki Zingiberaceae demam, diare, malaria
6 Rimpang & daun
47. Alstonia angustiloba Miq. Pulai hitam Apocynaceae sakit gigi Getah 6
48. Alstonia macrophylla Wall. ex G. Don 0
Pulai Apocynaceae tonikum, peluruh haid, malaria Kulit batang 6
49. Alstonia scholaris (L.) R. Br. Pulai Apocynaceae malaria Kulit kayu 16
50. Altingia excelsa Noronha Rasamala Hamamelidaceae mencret 3 Daun 51. Alyxia reinwardtii Blume 00000000 Kayu rapet Apocynaceae demam, sariawan, keputihan Kulit batang 15
52. Amomum aculeatum Roxb. Parahulu Zingiberaceae tetes mata Tangkai daun 6
53. Amomum compactum Roem. & Schult.
Kapulaga Zingiberaceae peluruh dahak Buah 15
54. Amomum maximum Roxb. Hangasa Zingiberaceae sakit kepala Daun 16
55. Amorphophallus variabilis Blume Acung Araceae digigit ular Batang 1
56. Amydrium magnificum (Engl.) Nicolson
Araceae gatal-gatal
8 Daun
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
57. Amydrium zippelianum (Schott) Nicolson
Tombu Araceae batuk, luka terpotong dan bengkak Batang 6
58. Anacardium occidentale L. Jambu monyet Anacardiaceae mencret Kulit kayu 1
59. Anacolosa frutescens Blume 00000 Kopi gunung Olacaceae tenaga ibu setelah melahirkan Akar 12
60. Anadendrum microstachyum Backer & Alderwer
Daun ketam Araceae anti racun, perlancar kelahiran Daun & batang
1
61. Ananas comosus (L.) Merr. Nanas Bromeliaceae gugurkan kandungan Buah muda 15
62. Anaxagorea javanica Blume 00000 Pelir musang Annonaceae penguat tubuh setelah melahirkan Akar 15
63. Ancistrocladus tectorius (Lour.) Merr.
Akar bebulus Ancistrocladaceae disentri, malaria 6, sakit perut Akar 18
64. Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees
Sambiloto Acanthaceae diabetes mellitus
15 Daun
65. Angiopteris evecta (G. Forst.) Hoffm. Paku gajah Marattiaceae tekanan darah tinggi Rimpang 12
66. Annona muricata L. Sirsak Annonaceae hernia, sakit kulit Akar , daun 15
67. Annona squamosa L. Srikaya Annonaceae lumpuh, kejang Akar 1
68. Anodendron candoleanum Wight. Apocynaceae sakit perut Getah 12
69. Antiaris toxicaria (Pers.) Lesch. Upas Moraceae disentri Biji 6
70. Antidesma bunius (L.) Spreng. 0000 Buni Euphorbiaceae darah tinggi , jantung berdebar, anemia Buah 4
71. Antidesma ghaesembilla Gaertn. 000 Ande-ande Euphorbiaceae demam nifas, pelancar ASI , keputihan Daun 4
72. Antidesma montanum Blume Ande-ande Euphorbiaceae sakit gigi Kulit 1
73. Aquilaria malaccensis Lam. Gaharu Thymelaeaceae muntah-muntah Daun, kulit 1
74. Arcangelisia flava (L.) Merr. Kayu kuning Menispermaceae hepatitis Batang 16
75. Archidendron clyperia (Jack.) Benth Kibonteng Fabaceae luka bakar Daun 12
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
76. Archidendron ellipticum (Blume) L.C. Nielsen
Petai burung Fabaceae basmi kutu rambut
12 Daun
77. Ardisia crenata Roxb. Mata ayam Myrsinaceae demam, diare, batuk Daun 5
78. Ardisia elliptica Thunb. Lempeni Myrsinaceae bengkak Daun 12
79. Ardisia fuliginosa Blume Ajag Myrsinaceae infeksi luka, kudis Getah 1
80. Ardisia humilis Vahl Lampeni Myrsinaceae sakit perut Buah 1
81. Ardisia lanceolata Roxb. Lapeni Myrsinaceae demam Ranting 12
82. Areca catechu L. 00000000000000 Jambe Arecaceae penguat gigi & gusi, kudis, difteri Biji 4
83. Areca vestiaria Giseke Pinang merah Arecaceae cacingan Buah 1
84. Arenga pinnata (Wurmb) Merr. Aren Arecaceae sakit pinggang 1, sariawan, TBC Akar , nira 19
85. Arenga undulatifolia Becc. Aren gelora Arecaceae keracunan makanan Umbut 12
86. Aristolochia tagala Cham. Kalayar Aristolochiaceae tonikum, peluruh kentut, peluruh haid Akar 6
87. Artabotrys hexapetalus (L. f.) Bhandari
Kenanga cina Annonaceae kolera
6 Daun
88. Artabotrys suaveolens Blume Pisang-pisang Annonaceae flu, sakit kepala Batang 12
89. Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg
Keluwih Moraceae lumpuh Daun 3
90. Artocarpus anisophyllus Miq. Puan Moraceae luka terpotong Daun 12
91. Artocarpus elasticus Reinw. ex Blume
Terep Moraceae mimisan, disentri,TBC Pucuk daun 1
92. Artocarpus heterophyllus Lam. Nangka Moraceae malaria, pelancar ASI Akar, biji 4
93. Artocarpus integer (Thunb.) Merr. Cempedak Moraceae infeksi luka Kulit batang 12
94. Artocarpus kemando Miq. Cempedak air Moraceae sakit gigi Getah 12
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
95. Asparagus racemosus Willd. Asparagus Asparagaceae diare, rematik,diabetes Seluruh bagian 7
96. Asplenium nidus L. Paku sarang burung Aspleniaceae sakit kepala Daun 12
97. Asystasia nemorum Nees Daun moreto Acanthaceae batuk dan sakit dada Seluruh bagian 6
98. Atalantia ceylanica Oliver 0000000 Jeruk kates Rutaceae pereda sakit, rematik, sakit kepala, batuk Buah 5
99. Averrhoa bilimbi L. 00000000000000 Belimbing wuluh Averrhoaceae jerawat, panu, sariawan, darah tinggi, batuk Buah 15
100. Averrhoa carambola L. 0000000000 Belimbing Averrhoaceae darah tinggi, malaria, sakit kencing-BAB Buah 15
101. Azadirachta indica A. Juss. 000000 Mimba Meliaceae kencing manis, diare, malaria, masuk angin Daun 2
102. Baccaurea lanceolata (Miq.) Mull.Arg.
Limpasu Euphorbiaceae bengkak
12 Buah
103. Baccaurea macrophylla Mull. Arg. Rambai Euphorbiaceae iritasi kulit kena ulat Kuli batang 12
104. Baccaurea motleyana Mull. Arg. Rambai Euphorbiaceae sakit mata Kulit batang 12
105. Baccaurea racemosa (Reinw. ex Blume) Mull. Arg.
Menteng Euphorbiaceae batuk Daun 12
106. Bambusa vulgaris Schrad. ex Wendl. Bambu kuning Poaceae hepatitis Rebung bambu 2
107. Barleria candida Ness Daun landep Acanthaceae sakit gigi Daun & akar 15
108. Barleria cristata L. Landep Acanthaceae peluruh dahak Daun & akar 15
109. Barleria lupulina Lindl. Landik Acanthaceae digigit serangga Daun 15
110. Barringtonia acutangula (L.) Gaertn. Putat Lecythidaceae borok, gatal-gatal Kulit batang 6
111. Barringtonia asiatica (L.) Kurz Keben Lecythidaceae sakit perut, rematik Daun 6
112. Barringtonia macrocarpa Hassk. Songgom Lecythidaceae gatal-gatal, borok Buah, batang 1 000
113. Barringtonia racemosa (L.) Spreng. Songgom penggung Lecythidaceae rematik 6, muntah darah Kulit batang 22
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
114. Bauhinia acuminata L. 0000000000 Kupu-kupu Fabaceae batuk, sakit kepala, darah tinggi Akar, bunga 6
115. Bauhinia fulva Blume ex Korth. Kupu-kupu Fabaceae diare, batuk Akar 6
116. Bauhinia purpurea L. 0000000000 Kupu-kupu Fabaceae kembung, cacingan, penawar racun, diare Kulit batang 6
117. Bauhinia scandens L. Kupu-kupu Fabaceae batuk Daun 11
118. Bauhinia tomentosa L. 00000000000000
Kupu-kupu Fabaceae bisul, peluruh batu ginjal, aprodisiak Daun, buah, biji
6
119. Bauhinia variegata L. Tali kancu Fabaceae penyakit kulit & bisul Kulit batang 6
120. Begonia glabra Aubl. Begonia Begoniaceae luka, gatal-gatal Rimpang 5
121. Begonia popenoei Standl. Cembilung Begoniaceae bibir pecah-pecah Daun 16
122. Belamcanda chinensis (L.) DC. Brojo lintang Iridacee asma, batuk, bau nafas Akar 7
123. Bischofia javanica Blume Gintungan Euphorbiaceae diare, borok Kulit batang 1
124. Bixa orellana L. Kasumba keling Bixaceae disentri Daun 16
125. Blechnum orientale L. Paku Blechnaceae demam Daun tua 12
126. Blumea balsamifera (L.) DC. 0000 Sembung Asteraceae masuk angin, lemah badan Daun 15
127. Boehmeria nivea (L.) Gaud. Rami Urticaceae sakit kepala Daun 3
128. Borassus flabellifer L. Lontar Arecaceae TBC, disentri Nira 11
129. Bouea macrophylla Griff. 00000000 Gandaria Anacardiaceae darah kotor, penambah nafsu makan Buah 11
130. Bougainvillea glabra Choisy 00000 Bugenfil Nyctaginaceae keputihan, haid tak teratur Daun 4
131. Breynia racemosa Mull. Arg. Gembiran Euphorbiaceae cuci kulit gatal Daun 6
132. Bridelia ovata Decne. Langlang belut Euphorbiaceae pencahar Daun 5
133. Bridelia stipularis (L.) Blume Kanyere badak Euphorbiaceae diare Daun 12
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
134. Brucea javanica (L.) Merr. 000000 Buah makasar Simaroubaceae disentri, mencret, malaria Akar 15
135. Brugmansia candida Pers. 0000000 Kecubung gunung Solanaceae asma, penahan rasa sakit Daun 15
136. Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lam. Buah lindur Rhizophoraceae diare Daun 137. Brunfelsia americana L. 000000000 Solanaceae bisul, borok, sakit kepala, kejang perut Daun 15
138. Brunfelsia uniflora (Pohl.) D. Don Melati kosta Solanaceae sakit persendian, bengkak Daun 5
139. Buchanania arborescens (Blume) Blume
Popohan Anacardiaceae luka
1 Daun
140. Butea monosperma (Lam.) Taub. Palasa Fabaceae batuk, digigit serangga, kurap Daun 5
141. Butea superba Roxb.000000000000 Palasa Fabaceae digigit ular / serangga, sakit gigi Kulit batang 6
142. Caesalpinia bonduc (L.) Roxb. 0000 Kemrunggi Fabaceae kembung dan saluran kencing terganggu Daun 6
143. Caesalpinia coriaria (Jacq.) Willd. Dewi Fabaceae demam, luka kronis Akar 6
144. Caesalpinia crista L. 00000000000 Akar kaliki Fabaceae disentri, perangsang muntah Biji 6
145. Caesalpinia pulcherrima (L.) Sw. Kembang merak Fabaceae pencahar, peluruh haid Daun & bunga 6
146. Caesalpinia sappan L. Secang Fabaceae TBC4 , sariawan 15, tonikum Kulit batang 22
147. Calamus caesius Blume Rotan Arecaceae keracunan makanan Umbut 12
148. Calamus ornatus Blume ex Schult.f. Rotan Arecaceae sakit perut Umbut 12
149. Calamus scipionum Lour. Rotan Arecaceae penyakit kulit Batang muda 12
150. Callicarpa candicans (Burm. f.) Hochr.
Meniran kebo Verbenaceae luka, mencegah bengkak Daun 6
151. Callicarpa pedunculata R. Br. Memeniran Verbenaceae bisul Akar 6
152. Calophyllum inophyllum L. 0000 nyamplung Clusiaceae kanker, keputihan, susah BAB Buah 4
153. Calophyllum soulattri Burm.f. 0000 Sulatri Clusiaceae rematik, luka, masalah kulit Akar & biji 6
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
154. Calotropis gigantea (Willd.) Dryand ex W.T. Aiton
Biduri Asclepiadaceae digigit ular, kutu babi
1 Getah
155. Camellia sinensis (L.) O. Kuntze Teh Theaceae mencret, pusing Daun i
156. Campnosperma auriculata Hook f. Tarantang Anacardiaceae luka Kulit batang 12
157. Cananga odorata (Lam.) Hook. f. & Thomson
Kenanga Annonaceae demam
4 Bunga
158. Canarium littorale (Blume) Miq. Martundung Burseraceae gatal-gatal I, kudis Getah 18
159. Canarium vulgare Leenh. 000000000 Kenari Burseraceae mencret, malaria, beri-beri Kulit batang, biji
11
160. Canna indica L. Bunga tasbih Cannaceae kencing batu Daun 15
161. Capparis micracantha DC. 0000000 Kayu tujuh Capparidaceae sakit perut, penguat setelah melahirkan Akar 6
162. Capsicum frutescens L. 0000000000000
Cabe rawit Solanaceae sakit perut, rematik, lumpuh Daun , buah, akar
4
163. Cardiospermum helicacabum L. 00 Pare gunung Sapindaceae pencahar, pelancar kencing Akar 15, 22
164. Carica papaya L. 00000000000000000
Papaya Caricaceae luka bakar, cacing kremi, diare Getah , akar, daun
4
165. Carissa carandas L. Karandan Apocynaceae nyeri lambung Akar 15
166. Carmona retusa (Vahl) Masam. 00 Kinangan Boraginaceae diare, disentri, sakit perut, batuk Daun 6
167. Caryota mitis Lour. Palem saray raja Arecaceae sariawan umbut 12
168. Cassia fistula L. Asam trengguli Fabaceae patah tulang, luka Kulit batang 6
169. Cassia javanica L. 00000000000000 Trengguli Fabaceae susah BAB, darah tinggi, syaraf lemah Buah 4
170. Casuarina equisetifolia J.R.Forster & G.Forster
Cemara Casuarinaceae haid tak teratur, kejang perut, disentri Daun 5
171. Catharanthus roseus (L.) G. Don Tapak dara Apocynaceae diabetes mellitus Daun 15
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
172. Cayratia trifolia (L.) Domin 00000 Kibarela Leeaceae gatal kepala dan ketombe Daun 6
173. Ceiba pentandra (L.) Gaertn. 0000 Randu Bombacaceae asma, batuk, radang amandel, disentri Daun 4
174. Celastrus paniculatus Willd. Sila Celastraceae disentri 6 Daun 175. Celtis philippensis Blanco 0000000 Ulmaceae radang paru-paru, impotensi 6, sakit perut Akar 22
176. Cerbera manghas L. 0000000000 Bintaro Apocynaceae pencahar dan perangsang muntah Daun & buah 6
177. Cestrum nocturnum L. 0000000000 Kembang sedap malam Solanaceae sakit gigi, demam, keputihan Daun & bunga 5
178. Chydenanthus excelsus (Blume) Miers 0
Besole Lecythidaceae anti diare dan perangsang muntah Biji 6
179. Cibotium barometz (L.) J. Smith Paku simpai Cyatheaceae pendarahan Sisik rimpang 16
180. Cinnamomum burmanni Nees ex Blume
Kayu manis Lauraceae nyeri lambung, sakit perut, diare, rematik Kulit batang, daun
2
181. Cinnamomum cassia (L.) Nees ex Blume
Kayu manis cina Lauraceae asma, mual, batuk
5 Kulit batang
182. Cinnamomum grandifolium Cammerl.
Kayu manis Lauraceae sakit perut Akar 12
183. Cinnamomum iners Reinw. ex Blume Kayu manis hutan Lauraceae rematik, mulas Kulit kayu 1
184. Cinnamomum javanicum Blume Kayu kelasa Lauraceae penyakit usus Daun 8
185. Cinnamomum porrectum (Roxb.) Kosterm.
Selasihan Lauraceae darah tinggi
1 Daun
186. Cinnamomum rhynchophyllum Miq. Lauraceae sakit perut Daun 12
187. Cinnamomum verum J. Presl Kayu manis Lauraceae anti bakteri & jamur Kulit batang 13
188. Cissus discolor Blume Sambang Vitaceae gugurkan kandungan Daun 6
189. Cissus hastata (Miq.) Planch. 00000 Akar asam riang Vitaceae peluruh dahak dan muntah Daun, batang & buah
6
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
190. Cissus repens Lam. 000000000000 Mata ketam Vitaceae digigit ular/kalajengking Getah 12
191. Citrus aurantifolia (Christm. & Panz.) Swingle
Jeruk nipis Rutaceae batuk , difteri, jerawat, flu, pelangsing Buah 4
192. Citrus aurantium L. Jeruk nipis Rutaceae malaria Buah 1
193. Citrus hystrix DC. Jeruk purut Rutaceae flu, lelah badan Buah, daun 2
194. Citrus maxima (Burm.) Merr. Jeruk bali Rutaceae sakit jantung Buah 15
195. Citrus medica L. Jeruk bayi Rutaceae pegal linu, rematik Daun 1
196. Clausena excavata (Burm. f.) Hook. & Thomson
Kibaseta Rutaceae sakit kuning
1 Daun
197. Clausena harmandiana Pierre ex Guillaumin
Kasai Rutaceae muntah, mencret
1 Buah
198. Clausena indica Oliver 000000000 Kibaseta Rutaceae sinusitis, demam, mencret Daun 15
199. Clausena lansium (Lour.) Skeels Wampi Rutaceae batuk, asma, hepatitis Daun 6
200. Clerodendrum buchanani (Roxb.) Walp.
Kembang bugang Verbenaceae wasir, susah tidur
Akar /bunga
201. Clerodendrum calamitosum L. 00000 Kembang bugang Verbenaceae disentri, wasir, kencing batu, pendarahan Semua bagian 15
202. Clerodendrum capitatum Schum. & Thouars
Kapitatum Verbenaceae sakit kepala
5 Daun
203. Clerodendrum fragrans Willd. Sewanua Verbenaceae anti sengat Akar 1
204. Clerodendrum indicum (L.) O.K. 0 Rangga dipa Verbenaceae rsakit saluran kencing, sesak nafas Daun 2
205. Clerodendrum japonicum (Thunb.) Sweet
Bunga pagoda Verbenaceae kencing darah, rematik, radang usus, haid Bunga, biji 15
206. Clerodendrum paniculatum L. 0000 Bunga pagoda Verbenaceae anemia, keputihan, wasir Bunga i
207. Clerodendrum serratum (L.) Moon Senggugu Verbenaceae bersih darah dan penawar racun Akar 15
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
208. Clerodendrum thomsonae Balf. f. Nona makan sirih Verbenaceae radang telinga Daun 4
209. Clerodendrum wallichii Merr. Kembang bugang Verbenaceae demam nifas Akar 15
210. Clidemia hirta (L.) D. Don Kadudu batu Melastomataceae batuk 1, bisul Akar , buah 18
211. Clinacanthus nutans (Burm. f.) Lindau 0
Dandang gendis Acanthaceae kencing manis, gangguan ginjal Daun 15
212. Clitoria ternatea L. Kembang telang Fabaceae radang mata merah Bunga 4
213. Cnestis palala (Lour.) Merr. 000000 Andur balimbing Connaraceae sakit perut, saluran kencing, malaria Akar 6
214. Cocculus laurifolius DC. 00000000 Ki pacar Menispermaceae darah tinggi, rematik, sakit kepala,sakit perut Akar & batang 6
215. Cocculus trilobus (Thunb.) DC. 00 Ki pacar Menispermaceae peluruh kencing, epilepsi Batang , akar 6
216. Cocos nucifera L. 000000000 Kelapa Arecaceae keracunan obat, jamur, dan jengkol, cacingan Air buah 4
217. Codiaeum variegatum Blume Puring Euphorbiaceae cacingan Akar 15
218. Coffea arabica L. 000000000000 Kopi Rubiaceae sakit kepala, peluruh lendir, penawar racun Buah 5
219. Coix lacryma-jobi L. Jail Poaceae kencing batu Akar 15
220. Cola acuminata (P. Beauv.) Schott & Endl.
Kola Sterculiaceae Aprodisiak dan sakit kepala Biji
221. Coleus atropurpureus Benth. Jawer kotok Lamiaceae wasir, diabetes, diare Daun 15
222. Colocasia esculenta (L.) Schott Talas Araceae luka Batang 1
223. Combretum nigrescens King Combretaceae luka Daun 12
224. Combretum quadrangulare Kurz 0 Songka Combretaceae gangguan pencernaan Biji 6
225. Combretum sundaicum Miq. Akar gambir Combretaceae sakit kepala Daun 6
226. Combretum trifoliatum Vent. Sonsong Combretaceae disentri, tonikum Biji 6
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
227. Connarus grandis Jack Akar mambu Connaraceae asma dan sakit dada Kulit batang 6
228. Connarus monocarpus L. Ki carang Connaraceae sakit perut,gatal, sipilis Kulit, akar 6
229. Connarus semidecandrus Jack 00 Akar kalat Connaraceae pencahar, peluruh cacing, demam Daun 6
230. Coptosapelta tomentosa (Blume) Valeton ex K. Heyne
Kertupai Rubiaceae cacingan, bisul, demam Akar 6
231. Cordyline fruticosa (L.) A. Chev. 0000
Anjuang Asteliaceae BAB berdarah, TBC, batuk darah, disentri Daun, akar, bunga
4
232. Coscinium fenestratum (Gaertn.) Colebr.
Akar kuning Menispermaceae luka 12, penyakit kuning
18 Akar
233. Cosmos caudatus H.B. & K. Kenikir Asteraceae kurang nafsu makan Daun 2
234. Costus malortieanus H.A. Wendl. Pacing bludru Costaceae bengkak, gatal, eksim, demam Rimpang 5
235. Costus megalobractea K. Schum. 0 Pacing besar Costaceae bengkak, gatal, eksim, demam Rimpang 5
236. Costus mexicanus Liebm. ex Peters. Pacing meksiko Costaceae peluruh air seni, digigit ular berbisa, eksim Rimpang 5
237. Costus speciosus (J.Konig) Sm. var. vulgaris
Pacing Costaceae digigit ular, gatal-gatal, pertumbuhan rambut Batang & daun
2
238. Costus spiralis (Jacq.) Roscoe Pacing spiral Costaceae bengkak, gatal, eksim, demam Rimpang 5
239. Cratoxylum cochinchinense (Lour.) Blume
Mampat Hypericaceae infeksi kulit 12 , luka
18 Daun
240. Cratoxylum formosum (Jack) Dyer Pohon marong Hypericaceae diare Daun 12
241. Crescentia alata H.B. & K. 000000 Tanjung Bignoniaceae pengelat, anti pendarahan, disentri Daun 6
242. Crescentia cujete L. Pohon kalabas Bignoniaceae eksim, gondokan Buah 1
243. Crinum asiaticum L. 0 Bakung Amaryllidaceae peluruh keringat, peluruh muntah Akar 2
244. Croton argyratus Blume Parengpeng Euphorbiaceae kencing batu Daun 1
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
245. Croton caudatus Geisel. Akar mendarong Euphorbiaceae sakit perut Kulit batang 6
246. Croton eluteria Benn. Kaskar Euphorbiaceae pencahar Biji 6
247. Croton tiglium L. Kemalakian Euphorbiaceae pencahar Biji 6
248. Cryptocarya densiflora Blume Pohon wuhar Lauraceae masuk angin Batang 1
249. Cryptocarya massoy (Oken) Kosterm.
Mesoyi Lauraceae cacingan Kulit kayu 1
250. Curculigo capitulata (Lour.) Kuntze Buah congkok Amaryllidaceae disentri Daun 15
251. Curculigo latifolia Dryand. 00 Congkok Amaryllidaceae penambah nafsu makan,batuk Buah , akar 1
252. Curcuma aeruginosa Roxb. Temu hitam Zingiberaceae kudis, rematik Rimpang 15
253. Curcuma heyneana Valeton & Zijp Temu giring Zingiberaceae pembersih darah, penyakit kulit Rimpang 15
254. Curcuma longa L. 000 Kunyit Zingiberaceae rematik, eksim, kudis, disentri, hepatitis Rimpang 15
255. Curcuma mangga Valeton & Zijp Temu mangga Zingiberaceae nyeri perut Rimpang 15
256. Curcuma soloensis Valeton Temu bayi Zingiberaceae gatal, batuk, demam Rimpang 6
257. Curcuma xanthorrhiza Roxb. 0 Temulawak Zingiberaceae malaria, diare, radang lambung, anemia Rimpang 15
258. Curcuma zedoaria (Christm.) Roscoe Temu putih Zingiberaceae nyeri haid, tumor rahim,pelega perut Rimpang 2
259. Cycas revoluta Thunb. ex Murray Penawar jambe Cycadaceae luka, memar, darah tinggi Akar , biji 5
260. Cycas rumphii Miq. Pakis haji Cycadaceae penyakit kulit Buah 12
261. Cyclea barbata Miers 000 Cincau rambat Menispermaceae disentri, darah tinggi, demam Daun 4
262. Cymbopogon nardus (L.) Ridl. 0 Sereh Poaceae nyeri lambung, batuk, pegal-pegal Seluruh bagian 4
263. Cymbopogon winterianus Jowitt 0 Rumput keminjalan Poaceae peluruh air seni, keringat, dahak Akar 15
264. Cynometra cauliflora L. Nam-nam Fabaceae diare, penyegar badan Daun, buah 5
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
265. Cyperus malaccensis Lam. Darengdeng Cyperaceae peluruh air seni Batang 6
266. Cyperus rotundus L. 0000 Teki Cyperaceae peluruh haid dan sehabis melahirkan Umbi 6
267. Cyrtanthera carnea (Lindl.) Bremek. Acanthaceae perut mulas, bisul Daun 5
268. Dacrycarpus imbricatus (Blume) de Laub.
Cemara pandak Podocarpaceae sariawan Daun i 00000
269. Daemonorops sabut Becc. Rotan gelang Arecaceae keracunan makanan Umbut 12
270. Dalbergia ferruginea Roxb. Kayu laka Fabaceae peluruh haid Kayu 6
271. Dasymaschalon blumei Finet & Gagnep
Kenanga hutan Annonaceae disentri, vertigo, demam Akar 6
272. Decaspermum fruticosum J.R. Forst. & G. Forst.
Kayu demang Myrtaceae disentri 1 Daun 000 00
273. Delonix regia (Bojer ex Hook.) Rafin Flamboyan Fabaceae penyakit kulit Daun 274. Dendrocnide stimulans (L. f.) Chew Pulus Urticaceae antihelmintik, mata kuning Daun & akar 6
275. Dendrolobium umbellatum (L.) Benth.
Blanakan Fabaceae tonikum, malaria Daun 6
276. Derris elegans Benth. Akar tuba Fabaceae digigit ular Daun 6
277. Derris elliptica (Roxb.) Benth. Tuba Fabaceae peluruh haid Akar 6
278. Derris scandens (Roxb.) Benth. Bendan Fabaceae peluruh haid, dahak, dan air seni Batang 6
279. Desmos chinensis Lour. 0 Kenanga hutan Annonaceae disentri, vertigo, demam , malaria Akar 6
280. Dianella ensifolia (L.) DC. 000000 Tegari Phormiaceae bisul, borok, gatal, herpes, luka, rematik Akar & daun 15
281. Dictyoneura acuminata Blume Asam-asam Sapindaceae malaria Daun 3
282. Dieffenbachia seguine (Jacq.) Schott Sri rejeki Araceae sakit tenggorokan, sakit mulut Daun 5
283. Dillenia excelsa (Jack) Gilg. Ki segel Dilleniaceae diare Akar 12
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
284. Dillenia indica L. Simpur Dilleniaceae diare Daun 11
285. Dillenia philippinensis Rolfe 0 Sempur Dilleniaceae sariawan, penyegar badan Buah 5
286. Dillenia suffruticosa (Griff.) Martelli Sempur air Dilleniaceae gatal-gatal , luka Kulit batang 12
287. Dinochloa scandens (Blume ex Nees) Kuntze
Bambu cangkore Poaceae perjelas penglihatan Air batang 16 0
288. Dioscorea alata L. Ubi kelapa Dioscoreaceae digigit kalajengking Akar 3
289. Dioscorea bulbifera L. Gembolo Dioscoreaceae bengkak Umbi 5
290. Dioscorea hispida Dennst. Gadung Dioscoreaceae digigit ular Getah 1
291. Dioscorea pentaphylla L. Katak dewot Dioscoreaceae bisul Umbi 5
292. Diospyros buxifolia (Blume) Hiern Kayu hitam Ebenaceae asma Akar 12
293. Diplazium esculentum (Retz.) Sm Paku tanjung Woodsiaceae batuk, bau badan Daun 5
294. Dipteracanthus repens (L.) Hassk. Sekatan Acanthaceae luka, borok, sakit gigi Daun 6
295. Dipterocarpus gracilis Blume Pelalar Dipterocarpaceae aprodisiak Kulit batang i
296. Dipterocarpus retusus Blume Keruing gunung Dipterocarpaceae luka Resin i
297. Dischidia major (Vahl.) Merr. Akar bani Asclepiadaceae batuk Akar 6
298. Dischidia benghalensis Colebr. Asclepiadaceae tonikum Akar 6
299. Dolichandrone spathacea (L. f.) K. Schum.
Kayu jaran Bignoniaceae sariawan Daun 1 000000
300. Donax canaeformis (G. Forst.) K. Schum.
Bamban Marantaceae alergi 16 Batang 000
301. Dracaena fragrans Ker-Gawl. Hanjuang Dracaenaceae gatal-gatal Daun 8
302. Dryobalanops aromatica Gaertn. f. Kayu kamper Dipterocarpaceae rematik Daun 1
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
303. Dryobalanops lanceolata Burck Kayu kamper Dipterocarpaceae menghentikan perdarahan luka Getah batang 12
304. Durio zibethinus Murray Durian Bombacaceae malaria, demam, sakit gigi Daun, batang 1
305. Elaeocarpus angustifolius Blume Jenetri Elaeocarpaceae sakit perut, nyeri dada 6 Daun 306. Elaeocarpus grandiflorus Sm.
000 Anyang-anyang Elaeocarpaceae pelancar air seni, bisul, diare Buah , daun,
getah 2
307. Elaeocarpus sphaericus (Gaertn.) K. Schum.
Ganitri Elaeocarpaceae luka tergores, gatal-gatal, sariawan Daun 3
308. Elatostema repens (Lour.) Hall. f. Sisik naga bukit Urticaceae rematik, bengkak, terkilir Seluruh bagian 6
309. Eleiodoxa conferta (Becc.) Burnet Kelubi Arecaceae malaria Umbut 12
310. Elephantopus scaber L. 0000 Tapak liman Asteraceae radang amandel,diare, radang ginjal, rahim Seluruh bagian 2
311. Eleutherine palmifolia (L.) Merr. 0 Bawang sabrang Iridaceae demam, nifas, sembelit, radang usus Daun, umbi 15
312. Embelia philippinensis A.DC. Kacembang Myrsinaceae sakit mata Batang 12
313. Endospermum moluccanum (Teijsm. & Binn.) Becc.
Kayu raja Euphorbiaceae anti tumor Bunga 1 000000
314. Entada phaseoloides (L.) Merr. Bendoh Fabaceae pegel linu 16, bersihkan ketombe Biji 21
315. Entada rheedii Spreng. 00 Bendoh Fabaceae cuci kepala pengganti sabun, demam Kulit batang, biji
6
316. Epipremnum pinnatum (L.) Engl. Lolo munding Araceae rematik, kanker, tonikum 6, luka Daun 17
317. Eranthemum elegans R. Br. ex Roem. & Schult.
Kimelati gunung Acanthaceae darah tinggi, malaria, pelancar kencing Daun 5
318. Eranthemum pulchellum Andr. Lara wudun Acanthaceae bisul, radang mata Daun 5
319. Eriobotrya japonica (Thunb.) Lindl. Lokwat Rosaceae batuk, asma, mencret Bunga 5
320. Erycibe malaccensis Clarke Kakuwasa Convolvulaceae sakit kepala Daun 6
321. Erycibe rheedii Blume Penawar ganggang Convolvulaceae sakit perut Akar 6
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
322. Eryngium foetidum L. 00 Walangeri Apiaceae perangsang nafsu makan Daun & akar 15
323. Erythrina crista-galli L. 000 Cangkringan Fabaceae beri-beri, memar, gatal-gatal Daun 5
324. Erythrina fusca Lour. 00 Cangkring Fabaceae beri-beri, kencing nanah Daun 5
325. Erythrina variegata L. Dadap ayam Fabaceae rematik Daun 1
326. Erythropalum scandens Blume Olacaceae digigit binatang berbisa, keracunan jamur Akar 12
327. Eucalyptus alba Reinw. ex Blume Kayu putih Myrtaceae panas badan 1 Daun
328. Eugenia uniflora L. Dewandaru Myrtaceae sariawan, gusi berdarah, bibir pecah-pecah Buah 5
329. Euodia hortensis J.r. & G.Forst. 0 Zodiac Rutaceae sakit perut, gangguan haid, demam, malaria Daun 6
330. Euonymus javanicus Blume Awa kudang Celastraceae luka Daun 8
331. Eupatorium triplinerve Vahl 0 Prasman Asteraceae diare, sariawan, sakit kepala, flu Daun 15
332. Euphorbia antiquorum L. 00 Sudu-sudu Euphorbiaceae bengkak dan infeksi kulit Getah 6
333. Euphorbia barnhartii Croizat Sudu-sudu Euphorbiaceae sakit telinga Getah 6
334. Euphorbia neriifolia L. Sesudu Euphorbiaceae sakit telinga Getah daun 6
335. Euphorbia plumerioides Teijsm. ex Hassk.
Sudu-sudu Euphorbiaceae pencahar Kulit batang 15 00000
336. Euphorbia pulcherrima (Grahmen) Willd. ex Klotzsch
Pohon merah Euphorbiaceae disentri, TBC
15 Daun
337. Euphorbia tirucalli L. Kayu urip Euphorbiaceae patah tulang Kulit 15
338. Eusideroxylon zwageri Teijsm. & Binn.
Ulin Lauraceae kena racun kalajengking Kayu 12
339. Excoecaria cochinchinensis Lour. Sambaing darah Euphorbiaceae pendarahan haid Daun 15
340. Fagraea racemosa Jack ex Wall. Tembesu Loganiaceae beri-beri Daun 1
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT BAGIAN
DIGUNAKAN 341. Fibraurea chloroleuca Miers Akar kuning Moraceae sakit kuning 1 Akar 342. Ficus adenosperma Miq. Fangkis Moraceae malaria Akar 6
343. Ficus ampelas Burm. f. Hampelas Moraceae diare Getah 6
344. Ficus annulata Blume Bulu Moraceae demam, lepra Daun, akar 5
345. Ficus benjamina L. beringin Moraceae demam, batuk rejan Akar, daun 5
346. Ficus callosa Willd. Karet kebo Moraceae rematik, mag, bisul Akar 2
347. Ficus dammaropsis Diels. Pohon kapiak Moraceae batuk Getah 6
348. Ficus deltoidea Jack Tabat barito Moraceae aprodisiak wanita Daun 6
349. Ficus elastica Nois. ex Blume Karet kebo Moraceae bisul Getah 5
350. Ficus fistulosa Reinw. ex Blume Beunying Moraceae sariawan Akar 1
351. Ficus microcarpa L. f. Bregat Moraceae luka, sakit gigi Akar & getah 6
352. Ficus racemosa L. var. Gondang Moraceae tenaga ibu melahirkan Daun 12
353. Ficus religiosa L. Bodhi Moraceae kesuburan wanita Akar udara 6
354. Ficus ribes Reinw. ex Blume 00000
Walen Moraceae perlancar ASI, diare, malaria, mencret Getah, kulit batang
5
355. Ficus sagittata Vahl Darandan Moraceae penenang syaraf Daun 6
356. Ficus septica Burm. f. 0000000
Awar-awar Moraceae pencahar dan perangsang muntah Getah, daun & buah
6
357. Flacourtia inermis Roxb. Lobi-lobi Flacourtiaceae bisul, malaria Buah, daun 5
358. Flacourtia rukam Zoll. & Moritzi Rukam Flacourtiaceae tekanan darah tinggi 12, diare Daun , buah 20
359. Flemingia strobilifera (R.Br.) Ait. Apa-apa kebo Fabaceae pelangsing badan Seluruh bagian 3
360. Galearia filiformis (Blume) Pax Ki tako Euphorbiaceae perlancar kelahiran, anti bisa, bisul Daun 1
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
361. Garcinia celebica L. (cf.) Manggis hutan Clusiaceae sakit perut Daun 1
362. Garcinia dulcis Kurz 00 Mundu Clusiaceae perawatan setelah melahirkan Daun 1
363. Garcinia lateriflora Blume Manggis Clusiaceae radang amandel Getah 1
364. Garcinia latissima Miq. Dolo magota Clusiaceae luka Getah kayu i
365. Garcinia mangostana L. 0000 Manggis Clusiaceae maag, perawatan setelah melahirkan Kulit kayu 1
366. Gardenia augusta (L.) Merr. Kaca piring Rubiaceae sariawan Daun 2
367. Garuga floribunda Decne 00000 Kayu kambing Burseraceae setelah melahirkan, luka dalam Kayu 1
368. Geunsia pentandra (Roxb.) Merr. Ambong Verbenaceae mencret Daun 1
369. Gigantochloa apus (Blume ex Schult. f.) Kurz
Bambu apus Poaceae pencegah mual,hentikan perdarahan & kejang Batang 5
370. Gigantochloa verticillata (Willd.) Munro
Bambu jawa Poaceae pencegah mual,hentikan perdarahan & kejang Batang 5
371. Gleditsia fera (Lour.) Merr. Fabaceae pencahar Daun 6
372. Gliricidia maculata H.B. & K. Glirisidia Fabaceae sakit mata Air batang 3
373. Globba pendula Roxb. Pedas kancil Zingiberaceae sakit perut Rimpang 1
374. Globba variabilis Ridl. 00 Puar halia Zingiberaceae perawatan setelah melahirkan Seluruh bagian 6
375. Glochidion rubrum Blume Dempul lelet Euphorbiaceae peluruh dahak Daun 6
376. Gloriosa superba L. Kembang sungsang Liliaceae eksim, kurap, kudis Rimpang 15
377. Glycosmis cochinchinensis Pierre Jeruk gongseng Rutaceae sakit empedu, mulas Daun 5
378. Glycosmis pentaphylla (Retz.) Correa Jerukan Rutaceae gatal-gatal Daun 3
379. Gmelina asiatica L. 0 Bulangan Verbenaceae penyakit kelamin, pembersih darah Akar 6
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
380. Gmelina elliptica (Gaertn.) Moldenke Wareng Verbenaceae tetes telinga Getah daun 6
381. Gomphostemma crinita Wall. Cempaka hutan Lamiacea perawatan setelah kelahiran Akar 6
382. Gomphostemma javanicum (Blume) Benth.
Galipung bulu Lamiacea luka, luka dalam
6 Daun
383. Grammatophyllum speciosum Blume Anggrek Orchidaceae digigit ular atau kalajengking Batang 6
384. Graptophyllum pictum (L.) Griff. Daun wungu Acanthaceae wasir Daun 15
385. Guazuma ulmifolia Lam. Jati belanda Sterculiaceae diare, pelangsing Biji, daun 2
386. Gynochthodes coriacea Blume Akar lempedu Rubiaceae sakit kepala Seluruh bagian 6
387. Gynura procumbens (Lour.) Merr. Sambung nyawa Asteraceae darah tinggi, tumor, liver, diabetes, maag Daun 2
388. Harrisonia brownii A.Juss. Kayu bilis Simaroubaceae malaria Daun 6
389. Harrisonia perforata (Blanco) Merr. Sesepang Simaroubaceae diare, kolera, disentri Kulit akar 390. Haemanthus multiflorus Martyn Bunga desember Amaryllidaceae luka bakar Umbi 5
391. Hedychium coronarium J. Konig Gondasuli Zingiberaceae radang amandel, gangguan haid Bunga 15
392. Hedychium cylindricum Ridl. Tepus Zingiberaceae demam Rimpang 12
393. Hedychium longicommutatum Baker Tepus lada Zingiberaceae sipilis Akar 6
394. Helicia robusta (Roxb.) R. Br. ex Wall.
Hidung anjing Proteaceae perawatan setelah melahirkan Daun 8
395. Heliconia collinsiana Griggs Pisang hias Heliconiaceae mulas perut, sakit pinggang Seluruh bagian 5
396. Helicteres isora L. Kayu ules Sterculiaceae sakit perut/diare Daun 4
397. Helminthostachys zeylanica (L.) Hook.
Jajalakan Ophioglossaceae kencing batu Umbi 1
398. Hemigraphis alternata (Burm. f.) T. Anderson
Sambang getih Acanthaceae disentri, wasir
15 Daun
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
399. Heritiera littoralis Dryand. ex W.T. Aiton
Dungen Sterculiaceae mencret
11 Biji
400. Hernandia peltata Meissn. Kemirau Hernandiaceae penawar racun, muntah darah Akar, batang 5
401. Hevea brasiliensis (Willd. ex A. Juss.) Mull. Arg.
Karet Euphorbiaceae luka bakar
12 Daun
402. Heynea trijuga Sims. Mamak Meliaceae kolera Daun 6
403. Hibiscus mutabilis L. 0000 Waru landak Malvaceae muntah darah, darah haid banyak, bisul Bunga 2
404. Hibiscus rosa-sinensis L. 000 Kembang sepatu Malvaceae demam, batuk, sariawan, TBC Akar , daun 15
405. Hibiscus sabdarifa L. Rosella Malvaceae sakit perut Daun 3
406. Hibiscus tiliaceus L. 00 Waru lengis Malvaceae TBC, batuk, amandel, disentri Daun 4
407. Hiptage benghalensis (L.) Kurz Jaranan Malpighiaceae perawatan setelah melahirkan Akar 1
408. Homalomena cordata Schott Keladi Araceae gatal-gatal Getah 3
409. Horsfieldia glabra (Blume) Warb. Mendarahan Myristicaceae bisul Daun 1
410. Horsfieldia spicata (Roxb.) Sinclair Mendarahan Myristicaceae hepatitis Kulit luar 7
411. Hoya diversifolia Blume Kapalan Asclepiadaceae rematik Daun 6
412. Hoya lacunosa Blume 00 Hoya Asclepiadaceae digigit serangga dan bengkak Seluruh bagian 6
413. Hunteria zeylanica (Retz.) Gardn. ex Thwaites
Gitan obat Apocynaceae luka
1 Daun
414. Hydnocarpus anthelminthica Pierre ex Laness.
Pohon sosis Flacourtiaceae penyakit kulit dan lepra Biji 6
415. Hydnocarpus kurzii (King) Warb. Kulau Flacourtiaceae penyakit kulit & lepra Biji 6
416. Hyptis brevipes Poit. Boborongan Lamiaceae disentri Daun 1
417. Ilex cymosa Blume Timah-timah Aquifoliaceae gatal-gatal Daun 12
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
418. Indorouchera griffithiana (Planch.) Hall. f.
Akar tanduk Linaceae sakit kepala
6 Daun & bunga
419. Inocarpus fagiferus (Park.) Fosb.
Gayam Fabaceae diabetes
8 Kulit batang & getah
420. Intsia bijuga (Colebr.) Kuntze Kayu besi Fabaceae malaria Kulit kayu 1
421. Ipomoea digitata L. 000 Akar keremak Convolvulaceae aprodisiak, tonikum, demam, bronchitis Akar 6
422. Irisine herbstii Hook. Bayam merah Amaranthaceae sakit kepala Daun 2
423. Irvingia malayana Oliv. ex Benn. Pauh kijang Irvingiaceae anti malaria Kulit batang i
424. Ixora barbata Roxb. 00 Siantan putih Rubiaceae haid tak teratur, luka, darah tinggi Bunga 5
425. Ixora chinensis Lam. Soka Rubiaceae tekanan darah tinggi Bunga 6
426. Ixora coccinea L. Soka merah Rubiaceae disentri, bronchitis Bunga 6
427. Ixora grandifolia Zoll. & Moritzi Sikatan Rubiaceae sakit perut Daun 6
428. Ixora javanica (Blume) DC. Soka jawa Rubiaceae antitumor Seluruh bagian 15
429. Ixora longifolia Sm. Jarong-jarong Rubiaceae sakit gigi Akar 6
430. Jasminum elongatum (Bergius) Willd.
Pancasuda Oleaceae demam, batu ginjal Daun 6
431. Jasminum multiflorum (Burm. f.) Andrews
Melati bintang Oleaceae peluruh haid, perangsang muntah Akar 6
432. Jasminum sambac (L.) W.T. Aiton Melati Oleaceae hentikan ASI, digigit serangga Bunga 4
433. Jatropha curcas L. 000000
Jarak pagar Euphorbiaceae pembersih darah, rematik, gusi berdarah Daun, biji, getah
15
434. Jatropha gossypifolia L. Jarak kosta merah Euphorbiaceae pencahar Biji 15
435. Jatropha multifida L. Jarak cina Euphorbiaceae susah BAB Daun 15
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
436. Jatropha podagrica Hook. f. 0 Jarak bali Euphorbiaceae bengkak terpukul, demam, digigit ular Getah 5
437. Justicia gendarussa Burm.f. Gandarusa Acanthaceae sakit kepala, rematik Daun 15
438. Kadsura scandens (Blume) Blume Hunyur buut Schisandraceae demam, batuk Akar & batang 16
439. Kaempferia angustifolia Roscoe Kunci pepet Zingiberaceae mulas perut Rimpang 2
440. Kaempferia galanga L. 0 Kencur Zingiberaceae batuk, muntah-muntah, tetanus Rimpang 2
441. Kalanchoe integra (Medikus) O. Kuntze x kirkii N.E. Br.
Cocor bebek Crassulaceae keracunan makanan Akar 3 0
442. Kalanchoe laciniata (L.) DC. Cocor bebek Crassulaceae sakit kepala, bisul Daun 6
443. Kalanchoe mortagei Raym. -Hamet & H. Perrier
Cocor bebek Crassulaceae demam
3 Daun
444. Kalanchoe pinnata (Lam.) Pers. Cocor bebek Crassulaceae nyeri lambung, rematik, wasir Daun 15
445. Kibatalia arborea (Blume) G.Don Kayu santen Apocynaceae antelmintik Getah 446. Kigelia africana (Lam.) Benth. Pohon sosis Bignoniaceae sipilis, rematik Buah 6
447. Knema cinerea (Poir.) Warb. Kayu jelema Myristicaceae sakit persendian Kulit batang 12
448. Knema laurina (Blume) Warb. Mendarahan Myristicacea sakit gigi Getah 1
449. Koordersiodendron pinnatum Merr. Rao Anacardiaceae anti pacet Kulit kayu 1
450. Kopsia fruticosa (Ker) A. DC. Kilutung Apocynaceae disentri Buah 15
451. Labisia pumila (Blume) F.Vill. 00 Mata pelanduk Myrsinaceae segarkan badan setelah melahirkan Daun 1
452. Lagerstroemia indica L. Bungur siam Lythraceae batuk berdarah, disentri, hepatitis Akar & daun 5
453. Lagerstroemia loudonii Teijsm. & Binn.
Bungur Lythraceae batuk, muntah darah, hepatitis, disentri Akar 4
454. Lagerstroemia speciosa (L.) Pers. Bungur Lythraceae luka Daun 1
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
455. Languas galanga (L.) Stuntz 0 Lengkuas Zingiberaceae disentri, penawar racun, batuk, bronchitis Rimpang 1
456. Lansium domesticum Corr. 0 Dukuh Meliacea maag, rematik, darah tinggi Kulit buah biji 1
457. Lantana camara L. 000 Tembelekan Verbenaceae rematik, melonggarkan nafas, pereda nyeri Akar, daun 4
458. Laportea decumana (Roxb.) Wedd. Daun pulus Urticaceae nyeri badan, sakit perut, sakit kepala, demam Daun 6
459. Lasia spinosa (L.) Thwaites Sambang Araceae batuk gatal Daun 1
460. Lawsonia inermis L. Pacar jawa Lythraceae jari kejang, keputihan Daun 4
461. Leea aculeata Blume ex Spreng. Mali-mali Leeaceae luka Kulit batang 12
462. Leea angulata Korth. ex Miq. Sulangkar Leeaceae luka , cacar air Kulit batang 16
463. Leea indica (Burm. f.) Merr. Girang Leeaceae anti racun ular 1, melemaskan payudara Kulit batang 17
464. Lepionurus sylvestris Blume Pelir kambing Opiliaceae nyeri otot Akar 6
465. Lepisanthes amoena (Hassk.) Leenh. Kayu matahari Sapindaceae sakit lambung Akar 12
466. Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit
Petai cina Fabaceae infeksi jamur kulit Kulit batang 12
467. Limnocharis flava (L.) Buch. Genjer Limnocharitaceae keracunan jengkol Daun 3
468. Limonia acidissima L. Kawista Rutaceae epilepsi Seluruh bagian 14
469. Litchi chinensis Sonn. Leci Sapindaceae mencret, susah BAB Daun 5
470. Litsea garciae Vidal Kangkala Lauraceae beri-beri Daun 12
471. Litsea grandis Hook. Medang Lauraceae sakit perut Kulit kayu 12
472. Litsea noronhae Blume Medang Lauraceae diare Daun 1
473. Litsea odorifera Valeton Brawas Lauraceae sakit pinggang Daun 1
474. Lodoicea maldivica (Gmel.) Pers. Kelapa afrika Arecaceae sakit gula, aprodisiak Buah I
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
475. Lunasia amara Blanco 0000
Sanrego Rutaceae bengkak, sakit kulit, sakit perut, tonikum Kulit batang & daun
15
476. Luvunga sarmentosa (Blume) Kurz Ki racun Rutaceae jerawat Akar 1
477. Lygodium circinnatum (Burm. f.) Sw. Paku ata Schizaeaceae korengan Aka r 16
478. Macaranga conifera Mull. Arg. Mesepat Euphorbiaceae malaria Daun & akar 6
479. Macaranga gigantea Müll.Arg. Biruwak Euphorbiaceae sariawan Getah batang 1
480. Macaranga hypoleuca Mull. Arg. Mahang kapur Euphorbiaceae membantu persalinan Akar 1
481. Macaranga pruinosa Müll.Arg. Mahang Euphorbiaceae untuk kesehatan kulit Daun 12
482. Macaranga triloba (Reinw. ex Blume) Müll.Arg.
Mahang abu Euphorbiaceae sakit pinggang, diare Daun, kulit batang
1
483. Maclura cochinchinensis (Lour.) Corner
Kayu tegeran Moraceae malaria
Akar
484. Maesa perlarius (Lour.) Merr. Kayu nasi Myrsinaceae sakit kuning Akar 3
485. Mallotus floribundus (Blume) Mull. Arg.
Tapen Euphorbiaceae demam
1 Bunga
486. Mallotus peltatus (Geisel.) Mull. Arg. Balik angin Euphorbiaceae patah tulang Kulit batang 487. Mallotus philippensis (Lam.) Mull.
Arg. Kapasan Euphorbiaceae cacingan, herpes Buah 6 000
488. Mallotus repandus (Willd.) Mull.
Arg. Akar carek putih Euphorbiaceae batuk, liver Akar 6
489. Mangifera foetida Lour. 0000 Bacang Anacardiaceae diare, perut mulas, cacingan, nafsu makan Buah 5
490. Mangifera indica L. Mangga Anacardiaceae gusi berdarah,cacingan Buah, biji 4
491. Manihot esculenta Crantz Singkong Euphorbiaceae kanker payudara Kulit & umbi 15
492. Manilkara hexandra (Roxb.) Duby Sawo alas Sapotaceae disentri, mencret, panas dalam Buah 5
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
493. Manilkara kauki (L.) Duby 0 Sawo kecik Sapotaceae disentri, mencret, panas dalam Buah 5
494. Mapania cuspidata (Miq.) Uittien Selingsingan Cyperaceae gatal kena ulat Daun 12
495. Maranta arundinacea L. Arairut Marantaceae diare, radang usus Umbi 15
496. Marsdenia tinctoria R. Br. Tarum akar Asclepiadaceae penyubur rambut, sakit perut Akar 5
497. Matthaea sancta Blume Poko Monimiaceae sakit kepala Daun 6
498. Medinilla radicans (Blume) Blume Medinela Melastomataceae disentri Daun 6
499. Melaleuca cayuputi Powell Gelam Myrtaceae digigit serangga Daun 8
500. Melanolepis multiglandulosa Reich.f. Daun kapur Euphorbiaceae batuk, berbagai penyakit kulit daun 6
501. Melastoma malabathricum L. 00 Senduduk Melastomataceae sakit gigi, diare, disentri, tonikum Akar, daun 15
502. Melia azedarach L. 000000 Mindi Meliaceae cacingan, nyeri lambung, darah tinggi Buah, daun 15
503. Melicope denhamii (Seemem) T.g. Hartley
Sampang Rutaceae penyakit kulit
6 Daun & kulit batang
504. Melicope glabra (Blume) T.G. Hartley
Sampang Rutaceae maag Daun 3
505. Melicope lunu-ankeda (Gaertn.) T.G.Hartley
Sampang Rutaceae malaria Getah kulit kayu
6
506. Merremia mammosa (Lour.)Hallier f. Bidara upas Convolvulaceae radang usus buntu, amandel bengkak Umbi 15
507. Merremia peltata (L.) Merr. Carayun Convolvulaceae menghentikan perdarahan luka Daun 12
508. Mesua ferrea L. Nagasari Clusiaceae diare Biji 15
509. Metroxylon sagu Rottb. Sagu Arecaceae herpes Getah 12
510. Michelia alba DC. Cempaka putih Magnoliaceae keputihan, demam Bunga 4
511. Michelia champaca L. Cempaka Magnoliaceae sakit gigi Getah 1
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
512. Michelia figo (Lour.) Spreng. Cempaka mulya Magnoliaceae malaria Daun 5
513. Micromelum minutum Wight. & Arn. Ki mangkok Rutaceae iritasi kulit Daun 6
514. Millettia sericea (Vent.) Wight & Arn. ex Hassk.
Akar tuba Fabaceae gigi berlubang, sakit mata Daun 6
515. Mimusops elengi L. Tanjung Sapotaceae demam, sesak nafas Daun 5
516. Mirabilis jalapa L. Bunga pukul empat Nyctaginaceae diabetes, aprodisiak, Biji, daun 15
517. Moghania involucrata (Benth.) Kuntze 0
Kacang mas Fabaceae keracunan jengkol, lancarkan ASI Daun 5
518. Moghania macrophylla (Willd.) Kuntze
Apa-apa Fabaceae sakit perut, bisul/borok Saluruh bagian 15
519. Moghania strobilifera Jaume St.Hil. Hahapaan Fabaceae rematik, sakit tulang, epilepsi Seluruh bagian 15
520. Morinda citrifolia L. 00000 Mengkudu Rubiaceae darah tinggi, hepatitis, demam, batuk Buah 15
521. Moringa pterygosperma Gaertn. 00000
Kelor Moringaceae beri-beri, lumpuh, sariawan, sakit kepala Kulit batang/akar
15
522. Morus alba L. 000 Murbei Moraceae kencing manis, darah tinggi, radang sendi Daun, buah 15
523. Murraya exotica L 000000
Kemuning Rutaceae infeksi saluran kencing, keputihan, sakit gigi Daun, ranting & akar
15
524. Murraya koenigii Spreng 00000
Kemuning cina Rutaceae pelangsing tubuh dan penghalus kulit Kulit, batang & akar
5
525. Murraya paniculata (L.) Jack 0000 Kemuning Rutaceae bisul, rematik, memar, infeksi saluran kencing Akar 2
526. Mussaenda frondosa L. Nusa indah Rubiaceae sakit kepala Daun 1
527. Mussaenda pubescens Aiton 000 Nusa indah Rubiaceae flu, radang amandel dan tenggorokan Batang & daun 15
528. Myristica fatua Houtt. 0000 Pala laki Myristicaceae aprodisiak, pelancar peredaran darah Buah 5
529. Myristica iners Blume Penarahan Myristicaceae eksim Getah
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
530. Myxopyrum nervosum Blume Ki kupu Oleaceae peluruh cacing, gangguan pencernaan Daun, batang, akar
6
531. Nauclea subdita (Korth.) Steud. Gempol Rubiaceae sakit perut Akar 12
532. Nephelium lappaceum L. Rambutan Sapindaceae demam Kulit, daun 533. Nervilia aragoana Gaud. Anggrek Orchidaceae TBC, batuk, bengkak Seluruh bagian 6
534. Nyctanthes arbor-tristis L. 00000
Srigading Oleaceae TBC, demam nifas, gangguan haid Kulit batang, buah
15
535. Nymphaea lotus L. Tunjung Nymphaeaceae bisul, borok, tbc Bunga 5
536. Nypa fruticans Wurmb Nipah Arecaceae herpes Getah 1
537. Octomeles sumatranus Miq. Benuang Datiscaceae sakit perut Daun 1
538. Oroxylum indicum (L.) Vent. Kayu pedang Bignoniaceae aprodisiak Akar 16
539. Orthosiphon aristatus (Blume) Miq. Kumis kucing Lamiaceae infeksi ginjal, kencing batu, peluruh air seni Daun 15
540. Oryza sativa L. Padi Poaceae penyubur rambut Biji 3
541. Pachystachys coccinea (Aubl.) Nees Bunga merah Acanthaceae penahan rasa sakit Daun 15
542. Paederia foetida L. 00000 Sembukan Rubiaceae sakit kuning, bronchitis, rematik, perut mulas Seluruh bagian 2
543. Pandanus affinis Kurz 000 Pandan Pandanaceae penguat setelah melahirkan Daun 6
544. Pandanus amaryllifolius Roxb. Pandan wangi Pandanaceae rematik Daun 15
545. Pandanus conoideus Thou. 00 Buah merah Pandanaceae tumor otak, kanker hati, diabetes, darah tinggi Buah 2
546. Pandanus furcatus Roxb. Pandan kowang Pandanaceae melancarkan ASI Umbut 1
547. Pandanus polycephalus Lam. Pandan kecil Pandanaceae gusi berdarah Daun 5
548. Pandanus tectorius Soland. ex Park. Pandan darat Pandanaceae sakit perut, disentri Tunas daun 1
549. Pangium edule Reinw. 00 Picung Flacourtiaceae luka, bisul, dan penyakit kulit Daun & buah 6
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
550. Parameria laevigata (Juss.) Moldenke
Kayu rapet Apocynaceae nyeri rahim Kulit batang 15
551. Paranephelium macrophyllum King Mata kucing Sapindaceae penyakit kulit Biji 7
552. Pararuellia napifera (Zoll.) Bremek Gempur batu Acanthaceae batu ginjal Daun 6
553. Parkia speciosa Hassk. Petai Fabaceae kencing manis,disentri Buah 1
554. Parkia timoriana (DC.) Merr. Kedawung Fabaceae penyakit kulit & bisul Biji 16
555. Passiflora edulis Sims Markisa Passifloraceae sariawan 7 Buah 556. Pavetta axillaris Bremek Soka hutan Rubiaceae TBC, muntah-muntah akar 12
557. Pedilanthus tithymaloides (L.) Poit. Patah tulang Euphorbiaceae penyakit kulit, penawar racun kalajengking Getah 15
558. Peltophorum pterocarpum (DC.) K.Heyne
Flamboyan kuning Fabaceae luka terpotong
12 Daun
559. Pentaspadon motleyi Hook. f. Kedondong tunjuk Anacardiaceae kudis &penyakit kulit Kulit batang 12
560. Peronema canescens Jack 00 Sungkai Verbenaceae malaria, demam, gatal-gatal Daun 1
561. Persea americana Mill. 00 Alpukat Lauraceae kencing batu, darah tinggi, sakit kepala Daun 4
562. Phaleria capitata Jack Kayu susuan Thymelaeaceae penyakit kulit Biji 11
563. Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. Mahkota dewa Thymelaeaceae pelelap tidur Buah & daun 16
564. Phyllanthus acidus (L.) Schult. Cereme Euphorbiaceae peluruh dahak, pencahar Daun, buah 15
565. Phyllanthus emblica L. Malaka Euphorbiaceae diare, demam Buah 6
566. Phyllanthus oxyphyllus Miq. 00 Asin-asin Euphorbiaceae menjaga kesehatan setelah melahirkan Daun 6
567. Phyllanthus reticulatus Poir. Cungcung belut Euphorbiaceae asma, radang tenggorokan Daun 6
568. Picrasma javanica Blume Ki pahit Simaroubaceae malaria Kulit batang 3
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
569. Pinanga coronata (Blume ex Martelli) Blume
Bingbin Arecaceae tetes mata Daun 16 0000
570. Pinus merkusii Jungh. & de Vriese Pinus Pinaceae kudis, eksim, gatal-gatal Resin 4
571. Piper aduncum L. Sirihan Piperaceae diare Daun 1
572. Piper betle L. 00000 Sirih Piperaceae pendarahan gusi dan hidung (mimisan) Daun 15
573. Piper concinnum DC. Sirih hutan Piperaceae sesak nafas Daun 8
574. Piper majusculum Blume Sirih hutan Piperaceae luka baru, bengkak Daun 8
575. Piper muricatum Blume Lagan-lagan Piperaceae bisul Daun 1
576. Piper nigrum L. 00 Lada Piperaceae peluruh kentut, sesak nafas Akar dan biji 2
577. Piper porphyrophyllum N.E. Br. Sirih merah Piperaceae sakit perut Daun 8
578. Piper retrofractum Vahl 00 Cabe jawa Piperaceae diare, kembung, sakit gigi, tonikum Daun, buah 15
579. Piper sarmentosum Roxb. ex Hunter Karuk Piperaceae batuk, asma, nyeri gigi 2, TBC Akar 23
580. Pisonia grandis R. Br. 0 Kol banda Nyctaginaceae asma, bengkak, bisul, sakit kuning Daun 2
581. Pisonia longirostris Teijsm. & Binn. Nyctaginaceae luka baru Kulit batang 6
582. Pisonia umbellifera (Forst.) Seem. Angkola Nyctaginaceae rematik Daun 6
583. Pittosporum moluccanum (Lam.) Miq.
Giramong Pittosporaceae sakit perut
3 Kulit batang
584. Planchonia valida (Blume) Blume Putat Lecythidaceae malaria Kulit kayu 16
585. Plantago major L. 0000 Daun urat Plantaginaceae batuk, kencing batu, cacingan, wasir, luka Daun 15
586. Plectocomia elongata Martelli ex Blume
Rotan bubuay Arecaceae bengkak
16 Daun
587. Pleomele angustifolia (Roxb.) N.E. Br.
Daun suji Agavaceae beri-beri Daun 15
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT BAGIAN
DIGUNAKAN 588. Pleomele elliptica (Thunb.) N.E.Br. Hanjuang Agavaceae batuk, asma Daun 589. Pluchea indica (L.) Lees. Beluntas Asteraceae demam, bau badan Daun 15
590. Plumbago scandens L. 0000 Ceraka Plumbaginaceae rematik, memar, keseleo, kanker darah Seluruh bagian 15
591. Plumbago zeylanica L. Daun encok Plumbaginaceae rematik , sakit kepala kedinginan Daun 4
592. Plumeria rubra L. 0000 Kamboja Apocynaceae kencing nanah, kaki bengkak pecah-pecah Kulit batang 4
593. Podocarpus neriifolius D.Don Kiputri Podocarpaceae rematik Kulit kayu i
594. Pogostemon cablin (Blanco) Benth. Nilam Lamiaceae penghangat badan, rematik Daun 595. Poikilospermum suaveolens (Blume)
Merr. Leksa Cecropiaceae asma
1 Batang
596. Polyalthia beccarii King Annonaceae penyakit kulit Daun 6
597. Polyalthia longifolia (Sonn.) Thwaites
Glodogan Annonaceae febrifuge Kulit batang 6
598. Polyalthia suberosa (Roxb.) Thwaites
Annonaceae penggugur kandungan Akar
599. Polyscias fruticosa (L.) Harms Kedondong laut Araliaceae batu ginjal,bau badan Daun & akar 15
600. Polyscias scutellarium (Burm. f.) Fosb.
Mangkokan Araliaceae pelancar kencing
15 Akar
601. Pometia pinnata J.R. Forst. & G. Forst.
Matoa Sapindaceae tonikum
5 Buah
602. Pongamia pinnata (L.) Pierre Bangkongan Fabaceae sakit perut Kulit 1
603. Pouteria firma (Miq.) Baehni Kayu sama-sama Sapotaceae sariawan 7 Kulit batang 604. Premna oblongata Miq. 00 Cincau Verbenaceae batuk ,demam, masuk angin, bronchitis Daun 15
605. Premna serratifolia L. Ki pahang Verbenaceae rematik, sakit kepala, batuk, demam Daun 6
606. Protium javanicum Burm. f. Tenggulun Burseraceae batuk Daun 16, 23
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
607. Prunus arborea (Blume) Kalkman Urubara Rosaceae diare, muntah Akar 12
608. Prunus javanica (Teijsm. & Binn.) Miq.
Kayu tampui nasi Rosaceae haid tak teratur, gatal-gatal, bengkak Bunga 5
609. Pseuderanthemum bicolor (Schrank) Radlk. ex Lindau
Pospor Acanthaceae luka, borok
6 Akar & daun
610. Psidium guajava L. 00000 Jambu biji Myrtaceae diabetes, mag, diare Buah, daun 15
611. Psychotria curviflora Wall. Ki kores wungu Rubiaceae malaria, batuk, ibu melahirkan Akar 6
612. Psychotria viridiflora Reinw. ex Blume
Halan Rubiaceae kena gigitan ular dan serangga 6 , luka Daun 18
613. Pterocarpus indicus Willd. Angsana Fabaceae peluruh air seni, diare , sariawan Daun 5
614. Pterospermum javanicum Jungh. Bayur Sterculiaceae luka, berak darah Kulit batang 1
615. Punica granatum L. 0000 Delima Punicaceae cacingan, sariawan, darah tinggi, rematik Buah 15
616. Pycnarrhena cauliflora (Miers) Diels Sengkubak Menispermaceae sakit kepala Daun 1
617. Quassia amara L. 0000000 Kicongcorang Simaroubaceae gangguan usus, hati dan ginjal Kayu 15
618. Quisqualis indica L. Ceguk/wudani Combretaceae cacingan Biji 15
619. Rauvolfia serpentina (L.) Benth. ex Kurz
Pule pandak Apocynaceae darah tinggi, malaria
15 Akar
620. Reissantia indica (Willd.) N. Halle Mangender Celastraceae rematik, merawat setelah melahirkan Daun 6
621. Rhaphidophora korthalsii Schott Ekor naga Araceae kanker & penyakit kulit Daun 622. Rhinacanthus nasutus (L.) Kurz Tarebak Acanthaceae kurap, kudis Akar & daun 15
623. Rhodamnia cinerea Jack Andong Myrtaceae diare Kulit batang 1
624. Rhoeo spathacea (Swartz) W.T. Stearn
Nanas kerang Commelinaceae TBC, disentri Daun & bunga 15
625. Ricinus communis L. var. specious Jarak kaliki Euphorbiaceae borok, hernia, bengkak Biji 4
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
626. Rinorea anguifera Kuntze Rambutan pacat Violaceae luka, batuk Daun 1
627. Rinorea lanceolata (Wall.) Kuntze Inai kecil Violaceae demam Akar 6
628. Saccharum officinarum L. Tebu wulung Poaceae jantung berdebar, panas, batuk Batang 15
629. Salacca zalacca (Gaertn.) Voss. & Vilm.
Salak Arecaceae mencret berdarah
1 Pucuk
630. Salacia macrophylla Blume Mempedal Hippocrateaceae sakit perut Daun 11
631. Sandoricum koetjape (Burm. f.) Merr.
Kecapi Meliaceae tonikum Kulit kayu 16
632. Sansevieria cylindrica Bojer 0 Lidah mertua bulat Agavaceae perangsang tumbuh rambut Batang 15
633. Sansevieria trifasciata Prain 000 Nanas belanda Agavaceae penyubur rambut, digigit ular, batuk Daun, rimpang 5
634. Santalum album L. Cendana Santalaceae patah tulang, demam Kayu 1
635. Sapindus rarak DC. 0000 Lerak Sapindaceae jerawat, encok, kudis, kutu kepala Resin 5
636. Sapindus saponaria L. Buah sabun Sapindaceae peluruh dahak Buah, biji 6
637. Sapindus trifoliatus L. Sapindaceae diare , kolera Buah 14
638. Saraca declinata (Jack) Miq. Bunga sapu tangan Fabaceae diare Kulit batang 12
639. Sauropus androgynus (L.) Merr. Katuk Euphorbiaceae pelancar ASI Daun 15
640. Schefflera elliptica Harms Pulowaras Araliaceae sakit gigi Kayu 6
641. Schima wallichii (DC.) Korth. Puspa Theaceae iritasi kulit Kulit batang 14
642. Schizostachyum blumei Nees Bambu tamiang Poaceae sakit mata Air batang 3
643. Schleichera oleosa (Lour.) Oken Kesambi Sapindaceae diare, lambung bengkak Pucuk daun 1
644. Scindapsus hederaceus (Zoll. & Moritzi) Miq.
Akar ular Araceae aprodisiak, diare,asma Buah 6 0
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
645. Scorodocarpus borneensis (Baill.) Becc.
Kulim Olacaceae diabetes
12 Daun & ranting
646. Selaginella daederleinii Hieron 0 Cakar ayam Selaginellaceae kanker paru, hepatitis, infeksi urinaria Seluruh bagian 15
647. Selaginella willdenovii (Desv. ex Poir.) Baker
Paku rane Selaginellaceae luka, obat gosok, menstruasi, kebugaran Seluruh bagian 8
648. Semecarpus anacardium L. f. Anacardiaceae stimulan Buah 14
649. Senna alata (L.) Roxb. 00 Ketepeng cina Fabaceae penyakit kulit, cacing gelang, pencahar Daun 6
650. Senna siamea (Lam.) Irwin & Barneby
Johar Fabaceae malaria Daun 16, 23
651. Serenoa repens (Bartram) Small Palmetto Arecaceae pelancar air seni Buah 13
652. Sericocalyx crispus (L.) Bremek Pecah beling Acanthaceae luka Daun 15
653. Shorea palembanica Miq. Tengkawang majau Dipterocarpaceae penyakit kuning Kulit batang 12
654. Siegesbeckia orientalis L. 00 Jabung Asteraceae berbagai penyakit kulit & sipilis Getah 6
655. Smilax blumei A. DC. Canar Smilacaceae rematik Akar 6
656. Smilax china L. 0000 Gadung cina Smilacaceae kanker,keputihan, rematik Akar 2
657. Smilax leucophylla Blume 000 Canar bokor Smilacaceae luka hidung, bersihkan darah, sipilis Akar 6
658. Smilax zeylanica L. Canar Smilacaceae penyakit kulit, rematik Akar 6
659. Solanum torvum Swartz 00000 Takokak Solanaceae darah tinggi, nafsu makan, nyeri jantung Buah, daun 15
660. Sonchus arvensis L. 00000 Tempuyung Asteraceae darah tinggi, bisul, kencing batu Daun 2
661. Sonneratia caseolaris (L.) Engl. Pidada Sonneratiaceae sakit kulit Daun 12
662. Soulamea amara Lamk. Penawar pipis Simaroubaceae kejang perut, batuk rejan, sesak nafas Akar 15
663. Spatholobus ferrugineus (Zoll. & Moritzi) Benth.
Akar berbat Fabaceae demam, diare Air batang 1
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
664. Spatholobus littoralis Hassk. Menyirihan Fabaceae pegal, luka baru Kulit, getah 1
665. Stachytarpheta cayennensis (L.C.Rich.) Vahl
Pecut kuda Verbenaceae disentri
15 Daun
666. Stelechocarpus burahol (Blume) Hook. f. & Thomson
Kepel Annonaceae penghalus kulit
16, 23 Buah
667. Stenochlaena palustris (Burm.f.) Bedd.
Pakis bang, miding Blechnaceae haid tak teratur
1 Akar
668. Stephania japonica (Thunb. ex Murr) Miers
Camcau minyak Menispermacea disentri, sakit perut, demam, hepatitis Umbi 6
669. Sterculia macrophylla Vent. Tapak gajah Sterculiaceae aprodisiak Biji 1
670. Sterculia coccinea Jack Hantap Sterculiaceae bisul Biji 1
671. Sterculia foetida L. Kepuh Sterculiaceae kencing nanah Buah 1
672. Sterculia urens Roxb. Sterculiaceae penykit kulit Getah i
673. Streblus asper Lour. Serut Moraceae pelancar ASI Daun 16, 23
674. Strobilanthes laevigatus Clarke Pecah beling Acanthaceae kencing manis Daun 15
675. Strombosia ceylanica Gardn. Daru-daru Olacaceae rematik Daun 12
676. Strophanthus caudatus (Burm. f.) Kurz.
Apocynaceae perangsang jantung
6 Biji
677. Strophanthus divaricatus (Lour.) Hook. & Arn.
Apocynaceae rematik, luka digigit serangga, scabies 6 Biji
678. Strophanthus gratus Baill. 0 Oleander rambat Apocynaceae sipilis dan berbagai tumor Seluruh bagian 6
679. Strophanthus kombe Oliv. Apocynaceae jantung dan pelancar air seni Biji 13
680. Strychnos colubrina L. Bidara laut Loganiaceae aprodisiak Kayu 681. Strychnos lucida R.Br. 0 Bidara laut Loganiaceae demam , digigit ular, luka, eksim Akar & kayu 6
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
682. Strychnos nux-vomica L. 0 Bidara laut Loganiaceae perangsang sistem syaraf Biji 13
683. Styrax benzoin Dryand Menyan Styracaceae luka,borok, antiseptik Getah 13
684. Suregada glomerulata (Blume) Baill. Limau-limau Euphorbiaceae demam 6 Akar
685. Swietenia macrophylla King Mahoni Meliaceae malaria 3 Biji 686. Swietenia mahagoni (L.) Jacq. Mahoni Meliaceae malaria 3 Biji 687. Swinglea glutinosa Merr. Tabog Rutaceae penyakit kulit Buah 6
688. Synedrella nodiflora (L.) Gaertn. Jotang kuda Asteraceae rematik dan terkilir Daun 6
689. Syzygium aqueum (Burm. f.) Alston Jambu air Myrtaceae mulas Kulit batang 1
690. Syzygium cumini (L.) Skeels Duwet Myrtaceae amandel, ginjal Buah 1
691. Syzygium jambos (L.) Alston 00 Jambu mawar Myrtaceae sariawan, panas dalam, flu, demam Buah 5
692. Syzygium malaccense (L.) Merr. & L.M. Perry
Jambu bol Myrtaceae lemah lambung,peluruh kencing, tonikum Buah 5
693. Syzygium paucipunctatum (Koord. & Valeton) Merr. & L.M. Perry
Myrtaceae penyakit kulit
12 Daun
694. Syzygium polyanthum (Wight) Walp Salam Myrtaceae diare, kencing manis, mag, gatal-gatal Daun 2
695. Syzygium polycephalum (Miq.) Merr. & L.M. Perry
Gowok Myrtaceae disentri, diare, sakit pinggang, keseleo Buah 5
696. Syzygium pycnanthum Merr. & L.M. Perry
Kupa Myrtaceae sakit gigi, muntah darah Buah 5
697. Syzygium zeylanicum (L.) DC. Tabati Myrtaceae demam, batuk Daun 12
698. Tabernaemontana aurantiaca Gaudich
Cembirit Apocynaceae luka Getah
699. Tabernaemontana divaricata (L.) R.Br. ex Roem. & Schult.
Mondo kaki Apocynaceae luka dan bengkak
15 Getah
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
700. Tabernaemontana macrocarpa Jack Cembirit Apocynaceae sakit gigi Buah 6
701. Tabernaemontana pandacaqui Poir. Jelutung badak Apocynaceae malaria Kulit batang 3
702. Tabernaemontana sphaerocarpa Blume
Gembirit Apocynaceae demam
6 Kulit batang
703. Tacca chantrieri Andre Taka Taccaceae rematik, demam Rimpang 6
704. Tacca palmatifida Baker Gadung tikus Taccaceae digigit hewan berbisa Umbi 4
705. Tadehagi triquetrum (L.) H.Ohashi Daun duduk Fabaceae gagal ginjal 6 Akar 706. Talinum paniculatum (Jacq.) Gaertn. Som jawa Portulacaceae aprodisiak Akar umbi 15
707. Tamarindus indica L. 0 Asam jawa Fabaceae batuk, radang payudara, bisul, luka, demam Buah, daun 2
708. Tapeinocheilos ananassae K. Schum. Bunga kasturi Costaceae digigit ular, luka Akar & daun 6
709. Tecoma stans (L.) Juss. ex H.B. & K. Tetulang Bignoniaceae gangguan pencernaan, ginjal Daun 6
710. Tectona grandis L. f. Jati Verbenaceae kolera, sakit kencing Daun 1
711. Teijsmanniodendron pteropodum (Miq.) Bakh.
Verbenaceae sakit pinggang
1 Kulit batang, daun
712. Terminalia arjuna (Roxb.) Wight & Am
Arjuna Combretaceae penguat jantung, pengurang kolesterol Kulit batang 13
713. Terminalia bellirica (Gaertn.) Roxb. Joho Combretaceae ambeien, cacingan, tonikum Buah 5
714. Terminalia catappa L. Ketapang Combretaceae sakit kencing,beri-beri Akar 1
715. Terminalia chebula Retz. Majakan keling Combretaceae diare, disentri Buah 13
716. Tetracera sarmentosa (L.) Vahl mempelas Dilleniaceae diare Daun 6
717. Tetracera scandens (L.) Merr. Kiasahan Dilleniaceae peluruh dahak Daun 4
718. Tetrastigma lanceolarium (Roxb.) Planch.
Ki barera Vitaceae luka, keluarkan kotoran telinga Air batang 1
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
719. Theobroma cacao L. 000 Coklat Sterculiaceae ambeien, cacing kremi, darah rendah Biji 5
720. Thespesia populnea (L.) Soland. ex Correvon
Waru laut Malvaceae tekanan darah tinggi
12 Daun
721. Thevetia peruviana (Pers.) Merr. Ginje Apocynaceae racun panah Getah 15
722. Thottea tomentosa (Blume) Ding Hou Singa depa Aristolochiaceae tonikum Akar 15
723. Thuja orientalis L. Cemara kipas Cupressaceae demam, batuk,mencret Daun 5
724. Thunbergia affinis S. Moore Acanthaceae sakit kepala Daun 15
725. Timonius timon (Spreng.) Merr. Berombong Rubiaceae malaria , darah tinggi Kayu, daun 1
726. Tinomiscium petiolare Hook. & Thomson
Ki koneng Menispermaceae sariawan, demam, rematik Getah & akar 6
727. Tinomiscium phytocrenoides Kurz Seriawan susu Menispermaceae sariawan, cacingan Air batang 1
728. Tinospora crispa (L.) Miers ex Hook. f. & Thomson
Brotowali Menispermaceae luka infeksi, kudis, malaria, sakit kuning Batang & daun 4
729. Tinospora glabra (Burm.f.) Merr. Pancasona Menispermaceae kencing manis Batang 1
730. Toddalia asiatica L. Akar kucing Rutaceae malaria,rematik,disentri Daun
731. Trevesia burckii Boerl. Tapak harimau Araliaceae bisul Daun 1
732. Trevesia sundaica Miq. Ponggang Araliaceae nafsu makan Daun 5
733. Trigonostemon longifolius Baill. Euphorbiaceae demam, disengat lebah Akar 6
734. Triphasia trifolia (Burm.f.) A.Wilson Jeruk kingkit Rutaceae batuk, sakit perut Buah, daun 15
735. Turpinia sphaerocarpa Hassk. Kibangkong Staphyleaceae gatal-gatal Daun 12
736. Tylophora tenuis Blume Akar saput tunggal Asclepiadaceae keracunan arsenik Akar 6
737. Typha angustifolia L. Ekor kucing Typhaceae hentikan perdarahan Polen 13
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
738. Uraria crinite Desv. Ekor anjing Fabaceae disentri Akar
739. Urena lobata L. Pulutan Malvaceae darah tinggi Daun &ranting 15
740. Uvaria purpurea Blume Kalak Annonaceae sakit perut, sakit kulit Daun 6
741. Uvaria rufa Blume 00 Kalak Annonaceae demam, tenaga setelah melahirkan Akar, kayu 6
742. Ventilago madraspatana Gaertn. Lian Rhamnaceae gatal & penyakit kulit Kulit batang 6
743. Vetiveria zizanioides (L.) Nash. ex Small
Akar wangi Poaceae bau mulut, bau badan, encok, pegal-pegal Akar 15
744. Vitex cannabifolia Sieber & Zucc. Verbenaceae cacingan Buah 15
745. Vitex glabrata R. Br. 00 Bihbul Verbenaceae peluruh cacingan dan gangguan pencernaan Kulit batang 6
746. Vitex negundo L. 0 Lagungi laut Verbenaceae diare, kolera, gangguan hati Bunga 6
747. Vitex quinata (Lour.) F.N. William Gofasa Verbenaceae perangsang nafsu makan, tonikum Kulit batang 6
748. Vitex trifolia L. 00000 Legundi Verbenaceae batuk, kudis,luka, beri-beri, demam Daun 15
749. Vitis geniculata Miq. Kibarera Vitaceae radang tenggorokan Buah 11
750. Voacanga grandifolia (Miq.) Rolfe Kalak kambing Apocynaceae cacingan, diare 6, gatal Daun 23
751. Wedelia biflora (L.) DC. Seruni laut Asteraceae pelancar air seni Daun 15
752. Willughbeia angustifolia (Miq.) Mark.
Akar karet Apocynaceae penyakit syaraf 12, penyakit dalam
18 Getah
753. Wrightia antidysenterica J. Grah. Bintaos Apocynaceae disentri Daun 754. Xanthosoma nigrum (Vell.) Mansf. Kimpul Araceae kena racun serangga Getah 15
755. Zanthoxylum rhetsa (Roxb.) DC. Kayu lemah Rutaceae sakit perut, nyeri dada 6 Kulit batang 756. Zebrina pendula Schnizl 00 Rumput belang Commelinaceae batuk darah, disentri, keputihan, bisul Seluruh bagian 2
757. Zingiber amaricans Blume Lempuyang emprit Zingiberaceae pusing sebelah, diare Rimpang 4
Lanjutan
N0. NAMA SPESIES
NAMA LOKAL
FAMILI KEGUNAAN OBAT
BAGIAN DIGUNAKAN
758. Zingiber aromaticum Valeton 0 Lempuyang wangi Zingiberaceae kurang nafsu makan, batuk, sakit empedu Rimpang 2
759. Zingiber littorale Valeton Lempuyang emprit Zingiberaceae obesitas Rimpang 760. Zingiber officinale Roxb. 00000 Jahe Zingiberaceae sakit kepala, sakit perut, keseleo, bengkak Rimpang 15
761. Zingiber ottensii Valeton 0 Bunglai hantu Zingiberaceae kejang-kejang, sembelit, sakit kepala Rimpang 5
762. Zingiber zerumbet (L.) J. Sm. 00 Lempuyang gajah Zingiberaceae sakit empedu, badan lemah, diare Rimpang 2
763. Ziziphus angustifolius (Miq.) Hatus ex Steen.
Bidara Rhamnaceae kontrasepsi
6 Akar
764. Ziziphus jujuba Mill. Jojoba Rhamnaceae panu, kadas Seluruh bagian 1
Sumber : 1. Sangat H, Damayanti, Zuhud (2001); 2. Winarto WP (2003); 3. Hidayat S (2005); 4. Lasmadiwati E (2001); 5. Rudjiman et al. (2003); 6. Valkenburg JLCH and Bunyapraphatsa N (2001); 7. Hidayat S dan Wahyuni S (2010); 8. Purwanto Y dan Waluyo EB (2010); 9. Dalimarta S (2006); 10. Goh SH et al. (1995); 11. PT Eisai (1986); 12. Chai PK (2006); 13. Chevallier A (2001); 14. Said RM (1972); 15. Hidayat S (2010); 16. Hidayat S (2006); 17. Windadri et al. (2006); 18. Rahayu et al. (2007); 19. Wardah (2005); 20. Hartini S (2005); 21. Rahayu M dan Rugayah (2007); 22. Rahayu M dan Rugayah (2010); 23. Hidayat S (2007)