Upload
vuhanh
View
253
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
KONSTRUKSI DAN PENGUJIAN PERALATAN EKSPERIMEN PERPINDAHAN PANAS PADA CELAH SEMPIT ANULUS
Mulya Juarsa*, Efrizon Umar**, Andang Widi Harto
* Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir ** Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri
*** JurusanTeknik Fisika FT-UGM KONSTRUKSI DAN PENGUJIAN PERALATAN EKSPERIMEN PERPINDAHAN PANAS PADA CELAH SEMPIT ANULUS. Tahapan untuk lebih memahami kompleksitas pendidihan pada celah sempit yang terjadi dalam kecelakaan parah di PLTN telah dilakukan melalui penelitian eksperimental. Penelitian bertujuan untuk memperoleh korelasi yang terkait dengan proses perpindahan panas pendidihan pada celah sempit anulus. Langkah awal adalah dengan mendesain dan menkonstruksi alat eksperimen untuk memenuhi kebutuhan penelitian ini, kemudian pengujian dilakukan untuk memastikan rancangan fungsi alat dapat tercapai. Pengujian telah dilakukan dengan memanaskan bagian uji HeaTiNG-01 hingga mencapai temperatur awal batang 850oC, kemudain didinginkan secara radiasi maupun pendinginan oleh air bertemperatur saturasi. Hasil pengujian menunjukkan kemampuan alat telah memenuhi rancangan, kurva pendidihan sesuai kurva pendidihan Nukiyama. Fluks kalor kritis yang dicapai adalah 264,94 kW/m2. Integritas bagian uji, terutama tabung gelas kuarsa, telah memuhi kebutuhan eksperimen. Kata kunci : kecelakaan parah, anulus, perpindahan panas CONSTRUCTION AND TESTING OF EXPERIMENT APPARATUS FOR HEAT TRANSFER IN ANNULUS NARROW GAP. A phase to make more understanding of boiling complexity in narrow gap during severe accident in NPP was done by experimental research. Research was aimed to receive a correlation related to boiling heat transfer in annulus narrow gap. First step is designing and constructing an experiment apparatus to fulfill a research needed, then a sequent of testing was done to ensure the design of apparatus function has achieved. Testing was done by heated up HeaTiNG-01 test section until initial temperature 850oC was reached, then cooling down by radiation and by water cooling with saturate temperature. The result of this testing shows the capability of apparatus has achieve the design, also boiling curve is almost similar with Nukiyama’s boiling curve. Critical heat flux occurs at 269.94 kW/m2. The integrity of test section, mainly the part of quartz glass tube, it was fulfilled experiment needed. Keyword : severe accident, annulus, heat transfer
2
PENDAHULUAN
Kecelakaan parah (Severe Accident, SA) pada reaktor air ringan (Light Water
Reactor, LWR) merupakan subyek penelitian yang dilakukan secara intensif sejak
kejadian kecelakaan pada PLTN jenis PWR, Three Mile Island unit 2 (TMI 2) di Amerika
pada tahun 1979[1]. Kecelakan parah tersebut seringkali didefiniskan sebagai kecelakaan
yang mengakibatkan pelelehan teras reaktor. Klasifikasi fase dalam peristiwa SA[2] adalah
fase in-vessel dan fase ex-vessel yang melibatkan kondisi ekstrim dan temperatur yang
tinggi. Penelitian terkait konsekuensi dari peristiwa SA mensyaratkan eksperiment terskala
dan simulasi numerik yang bertujuan untuk menjelaskan dan mengkaji proses kompleks
yang terlibat pada tahapan kecelakaan tersebut. Sehingga pengetahuan dan pemahaman
terhadap proses tersebut diperlukan sebagai metode pelengkap untuk pencegahan dan
memitigasi kosekuensi yang ditimbulkannya sebagai dasar manajemen kecelakaan.
Pertahahan dalam sistem keselamatan PLTN, jika telah terjadi pelepasan bahan
bakar dari kelongsong (leleh misalnya) saat terjadi kecelakaan adalah bejana tekan reaktor
(Reactor Pressure Vessel, RPV). Selama terjadinya pelelehan teras, RPV telah mengalami
gangguan termal (thermal attack) selama proses gerakan lelehan teras dari bagian atas ke
bagian terbawah RPV, yang merupakan fase in-vessel retention. Saat lelehan teras (debris)
bergerak ke arah bawah, pada skenario TMI 2, bagian bawah RPV dianggap masih
menyimpan air. Ketika debris bersentuhan dengan air, penguapan terjadi secara ekstrim
dan terjadi pengurangan kuantitas air, kemudian sebagian volume air dipindahakan oleh
volume debris. Namun pada peristiwa TMI 2, volume air yang terdorong ke arah berlawan
dengan arah gerak debris kembali lagi ke arah bawah dan memunculkan fenomena
penggenangan ulang pada bagian celah yang terbentuk antara debris dan RPV. Gambar 1
memperlihatkan skema gerakan air yang pada awalnya naik ke atas (Gambar 1a) kemudian
kembali ke arah bawah (Gambar 1b).
Gambar 1. Skema gerakan air saat debris bergerak ke bawah dan terhenti
3
Gambar 1a menjelaskan gerakan air ke arah atas karena adanya pergantian volume.
Sedangkan Gambar 1b menjelaskan ketika debris terhenti dan membentuk celah karena
adanya pendidihan yang cukup kuat menahan debris untuk tidak bergerak dan kemudian
didinginkan oleh air yang kembali turun karena gravitasi. Proses pendinginan oleh air yang
diindikasikan dengan pendidihan merupakan proses yang kompleks dan melibatkan
fenomena fasa-ganda (air dan uap). Pendinginan berlangsung dengan lambat dan
menjadikan debris mengalami pengerasan, yang dimulai dari bagian luar hingga ke bagian
dalam. Celah yang terbentuk[3], bervariasi dari 0,3 mm hingga 2,0 mm dan dirata-ratakan
menjadi sekitar 1,0 mm.
Keadaan yang ekstrim yang diprediksikan dapat terjadi adalah kurangnya kuantitas
air yang dapat mendinginkan debris dan akan berakibat terjadinya sentuhan antara debris
dan dinding RPV sehingga perpindahan panas akan terjadi secara cepat yang serta merta
akan melelehkan (sebagaian) dinding RPV dan kebocoran radioaktif tingkat tinggi
menunju basement containment tidak dapat dihindari. Peristiwa SA pada TMI 2 telah
memberikan contoh konkrit, bahwa integritas reaktor dapat terjaga dengan baik. Selain
menunjukkan bahwa jumlah volume air yang tersisa ketika sistem pendingin teras darurat
gagal mendinginkan teras, kondisi tersebut telah menjadi parameter kunci dalam proses
pendinginan debris. Penelitian terkait SA, khususnya perpindahan panas pada celah sempit
telah memberikan kontribusi pada pengetahuan akan karakteristik rejim pendidihan yang
terbentuk selama pendinginan pada celah sempit, yang banyak dilakukan oleh peneliti
lain[4,5,6,7,8] yang tercakup dalam makalah terdahulu[9], sehingga kekurangan yang ada akan
diperbaiki dan ditingkatkan dengan penelitian sejenis.
Penelitian perpindahan panas pada celah sempit untuk geometri anulus merupakan
tahap awal dalam rangkaian penelitian sejenis dengan geometri berbeda (pelat dan
setengah bola) selama kurun waktu 2007 hingga 2009, yang dibiayai melalui DIPA KNRT.
Tahun 2007 telah difokuskan penelitian perpindahan panas pada celah sempit anulus,
melalui konstruksi alat eksperimen dan pengujian eksperimen awal. PTRKN telah
membuat alat eksperimen untuk penelitian tersebut, dan dinamakan HeaTiNG-01 (Heat
Transfer in Narrow Gap). Tulisan ini akan menjelaskan konstruksi dan pengujian bagian
uji HeaTiNG-01.
4
TEORI
Kategori proses pendinginan yang menimbulkan pendidihan pada peristiwa SA
dapat dimasukkan ke dalam jenis pendidihan kolam (pool boiling), meski selama
pendinginan telah terjadi aliran air yang diakibatkan gaya gravitasi. Analisis terkait
peristiwa pendidihan dilakukan berdasarkan kurva pendidihan (boiling curve) yang
diperoleh dari hasil perhitungan fluks kalor menggunakan data temperatur transien yang
terukur selama eksperimen.
a. Kurva Pendidihan
Kurva didih (boiling curve) dapat dijadikan dasar untuk mempelajari watak
perpindahan panas pada celah sempit. Rejim pendidihan telah didefiniskan oleh
Nukiyama[10] berdasarkan eksperimen pada pendidihan kolam (pool boiling) yang
diperlihatkan pada Gambar 2. Perpindahan panas pendidihan didefinisikan sebagai model
perpindahan panas yang terjadi dengan melibatkan perubahan fasa dari fasa cair menjadi
fasa uap. Bentuk fungsinya yang menunjukkan fluks kalor yang dipindahkan dari
permukaan panas menuju pendingin versus panas lanjut ke arah dinding yang dikenal
sebagai kurva didih. Eksperimen Nukiyama dilakukan pada kondisi tunak.
DidihFilm
DidihTransisi
DidihInti
Konveksibebas
FKK
Didih filmminimum
A
B
C
D
E
q (W
/m2 )
Ts (K)
Kolomterisolasi
qmak
qmin
Gambar 2. Kurva pendidihan pada didih kolam [11]
b. Rejim Didih Film
Perhitungan fluks panas pada rejim didih film menggunakan korelasi perpindahan
panas pada celah anulus, untuk aliran uap laminer dengan angka Nusselt, Nu = 4,0 (untuk
celah anulus), sebagai berikut:
5
. gs
h
kq Nu T
D
(1)
Bromley[12] melakukan eksperimen didih kolam dengan menggunakan pelat vertikal panas
untuk memahami perpindahan panas didih film dan menghasilkan korelasi, sebagai berikut
1
43g g f g fg
Bg s e
k g Hh C
T L
(2)
untuk pelat vertikal C = 0,667 – 0,943
c. Rejim Didih Transisi dan Didih Inti
Pada rejim ini, korelasi Kutateladze (1952) dimodifikasi oleh Murase et al.[7], 1 2
n nf sH
s f g fg f
k Tq L PLCT k h
(3)
dengan menggunakan nila-nilai C, n1 and n2 bedasarkan data Henry and Hammersley[13]
untuk ukuran celah 2,0 mm, sbb :
Didih inti (nucleate boiling) : Untuk air panas lanjut rendah C = 1,1; n1= 0,3; n2= 0,32 Untuk air panas lanjut tinggi C = 2,2; n1= -0,1; n2= 0,32
Didih transisi (transition boiling) : C = 1,2x1014, n1= -5,5, n2= 0,32
d. Klasifikasi Ukuran Celah Sempit
Sedangkan klasifikasi ukuran celah telah dikemukan oleh Kandlikar[14], meskipun pada
kenyataannya efek yang muncul pada celah akan bergantung kepada sifat-sifat fluida,
temperatur dan tekanannya. Klasifikasi ukuran celah adalah sebagai berikut:
Celah konvensional > 3 mm Celah mini 3 mm Dh > 0,2 mm Celah mikro 0,2 mm Dh > 0,01 mm Celah transisional 0,01 mm Dh > 0,0001 mm Celah mikro transisional 0,01 mm Dh > 0,001 mm Celah nano transisional 0,001 mm Dh > 0,0001 mm Celah nano molekular 0,0001 mm Dh
Definisi celah sempit sendiri merupakan celah yang mencakup ukuran celah mikro, celah
mini dan celah konvensional dalam hal ini interval ukuran celahnya dimulai dari 0,02
hingga 3 mm. Kandlikar menganalisa perpindahan panas dan koefisien perpindahan panas
6
selama didih aliran pada celah mikro yang terkait dengan aliran fluida dengan
menggunakan angka Nusselt.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental yang dimulai
dengan mendesain dan menkonstruksi alat penelitian. Kemudian dilakukan pengujian
sebagai eksperimen pendahuluan untuk menguji alat yang telah dikonstruksi.
a. Desain dan Konstruksi Alat
Desain alat eksperimen telah dibuat dan konstruksi alat eksperimen telah dilakukan.
Gambar lengkap desain alat eksperimen yang diberi nama : bagian uji HeaTiNG-01 dapat
dilihat pada Gambar 3.
Plenum atas
Batang dipanaskan& tabung gelas kuarsa
Keramik pemanas
Plenum bawah
Kabel termokopel (14 bh)
support
Kabel listrik
Plenum atas
Batang dipanaskan& tabung gelas kuarsa
Keramik pemanas
Plenum bawah
Kabel termokopel (14 bh)
support
Kabel listrik
Gambar 3. Foto bagian uji HeaTiNG-01
Komponen Utama (Bagian Uji HeaTiNG-1) :
- Plenum atas (tempat menampung air)
- Tabung gelas kuarsa (p=1000 mm, OD=45mm, ID=41 mm)
- Batang pemanas yang merupakan simulasi debris untuk geometri anulus, material yang
digunakan adalah SS316 dengan panjang 1100 mm (heated length = 800 mm).
7
Tabel 1. Konfigurasi ukuran batang pemanas berdasarkan ukuran celahnya
Ukuran celah [mm]
ID tabung quartz [mm]
OD tabung pemanas SS304 [mm]
0,5 41 40 1,0 41 39 2,0 41 37
Kemudian 14 buah termokopel tipe K dipasang pada permukaan bagian luar batang
pemanas yang digunakan untuk mengukur perubahan temperatur permukaan batang
pemanas selama pendidihan berlangsung. Gambar 4 menyajikan posisi termokopel yang
telah telah dipasang.
1 termokopel (puncak)
1 termokopel
1 termokopel (puncak)
3 termokopel (radial)
1 termokopel
1 termokopel
1 termokopel
1 termokopel
1 termokopel
3 termokopel (radial)
3 posisi radial
1 termokopel (puncak)
1 termokopel
1 termokopel (puncak)
3 termokopel (radial)
1 termokopel
1 termokopel
1 termokopel
1 termokopel
1 termokopel
3 termokopel (radial)
3 posisi radial3 posisi radial
1 termokopel (puncak)
1 termokopel
1 termokopel (puncak)
3 termokopel (radial)
1 termokopel
1 termokopel
1 termokopel
1 termokopel
1 termokopel
3 termokopel (radial)
3 posisi radial
1 termokopel (puncak)
1 termokopel
1 termokopel (puncak)
3 termokopel (radial)
1 termokopel
1 termokopel
1 termokopel
1 termokopel
1 termokopel
3 termokopel (radial)
3 posisi radial3 posisi radial
Gambar 4. Posisi 14 termokopel pada batang pemanas
Kompenen lainnya adalah flange-flange dan material pengikat antara tabung gelas kuarsa
dengan batang pemanas.
8
Komponen Pendukung
1. Komponen Listrik
Bagian uji HeaTiNG-1 dipanaskan secara radiasi oleh 2 pasang semi-silinder keramik
heater dengan daya total 20.000 watt. Selain itu heater pemanas untuk air dipasang
pada plenum atas untuk air pendingin yang akan dimasukkan ke dalam celah sempit.
Slide regulator voltage dengan daya maksimal 25.000 watt digunakan untuk mengatur
masukan tegangan selama pemanasan berlangsung. Gradual kenaikan daya diperlukan
agar distribusi panas dapat merata bagian uji dan dapat menghindari thermal shock
pada tabung gelas kuarsa.
2. Komponen Instrumentasi
Dalam eksperimen ini yang digunakan adalah DAS yang dimiliki Laboratorium
Termohidrolika (Dataq Instruments, USA) , dengan laju perekaman data 5 data/detik
untuk setiap kanal dari 24 kanal yang diterpasang.
3. Komponen lainnya
Kamera video digital jenis NTSC dengan kecepatan film 30 fps (frame per-secon)
dipergunakan untuk merekam video dan memfoto proses pelaksanaan eksperimen pada
keadaan-keadaan yang dianggap penting selama eksperimen berlangsung. Selain itu
penopang kamera yang digerakkan dengan motor digunakan untuk mejaga kestabilan
gambar dan konsistensi jarak antara kamera dengan objek yang direkam.
b. Pengujian
Rencana pelaksanaan eksperimen untuk penelitian eksperimental perpindahan panas
pada celah sempit anulus terbagi berdasarkan urutan kegiatannya (lihat Gambar 5).
Gambar 5. Diagram tahapan eksperimen perpindahan panas pada celah sempit
9
Tahap 1 : Pemanasan Awal
Tahap pemanasan awal terbagi dalam tiga langkah, yaitu :
1. Langkah persiapan pemanasan
Langkah 1a, persiapan pemanasan dimulai dengan ditutupnya keramik heater hingga
heater dinyalakan. Langkah ini berlangsung hingga t = 0 (t menyatakan waktu). Pada
Langkah 1a ini, temperatur dinding keramik heater masih sama dengan temperatur
awalnya.
2. Langkah pemanasan
Langkah 1b, pemanasan berlangsung mulai t = 0, yaitu saat heater dinyalakan hingga
heater dimatikan, pada saat t = th.
3. Langkah persiapan pembukaan keramik heater
Langkah 1c, persiapan pembukaan keramik heater berlangsung pada saat heater telah
dimatikan, yaitu saat t = th hingga keramik heater dibuka yaitu pada saat t = to.
Tahap 2 : Pendinginan Radiasi
Tahap pendinginan radiasi dimulai sejak t = to yaitu sejak dibukanya keramik heater
hingga saat t = tin yaitu saat air mulai dimasukkan dari atas (falling film)ke dalam celah
sempit .
Tahap 3 : Eksperimen
Tahap eksperimen dimuali sejak t = tin yaitu saat pertamakali air dimasukkan dari atas ke
celah sempit hingga eksperimen berakhir, yaitu saat t = tf.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengujian Pemanasan dan Karakterisasi Daya
Pengujian pemanasan dilakukan untuk menentukan kemampuan pemanasan semi-
silinder keramik dan kemampuan struktur bagian uji HeaTiNG-01. Uji pemanasan
dilakukan dengan memanaskan batang pemanas secara radiasi hingga temperatur tertinggi
pada batang pemanas mencapai 850oC. Foto hasil pengujian diperlihatkan pada Gambar 6.
10
Gambar 6. Foto saat batang pemanas mencapai temperatur 850oC
Dengan memasukkan data perubahan tegangan terhadap daya, diperoleh kurva
karakterisasi daya terhadap perubahan tegangannya yang diperlihatkan pada Gambar 7.
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 2200
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
18000
20000
Day
a, P
[wat
t]
Tegangan, V [volt]
Data perhitungan daya karakterisasi daya
P(V) = 0,386V2 - 0,136V
Gambar 7. Kurva karakterisasi daya terhadap tegangan
Hasil pengujian pemanasan dan pendinginan secara radiasi telah dilakukan sebagai proses
pengujian terhadap kekuatan struktur dari bagian uji HeaTiNG-01 dan tahapan untuk
memperoleh data pemanasan dan pendinginan radiasi. Gambar 8 memperlihatkan kurva
proses tahapan kenaikan temperatur pemanasan terhadap waktu.
Pemanasan dilakukan setiap 15 menit dengan menaikkan tegangan 20 volt,
sedangkan pada Gambar 8 terlihat titik kenaikan tegangan setiap 15 menit yang
11
diindikasikan dengan kenaikan temperatur batang dipanaskan tidak terlihat. Hal ini
menunjukkan kenaikan tegangan setiap 15 menit telah cukup untuk pencapaian temperatur
yang stabil. Kurva kenaikan temperatur batang dipanaskan pada Gambar 8 cenderung
memiliki garis kenaikan secara eksponesial yang merata.
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 70000
50100150200250300350400450500550600650700750800850900
Tem
pera
tur,
T [o C
]
waktu, t [detik]
TC1 TC2 TC3 TC4 TC5 TC6 TC7
V = 160 voltI = 60,7 AP = 9,85 kWatt
listrik dimatikantemp. puncak = 845oCt = 7185 detik
Kurva temperatur pemanasan
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 70000
50100150200250300350400450500550600650700750800850900
Tem
pera
tur,
T [o C
]
waktu, t [detik]
TC1 TC2 TC3 TC4 TC5 TC6 TC7
V = 160 voltI = 60,7 AP = 9,85 kWatt
listrik dimatikantemp. puncak = 845oCt = 7185 detik
Kurva temperatur pemanasan
Gambar 8. Kurva kenaikan temperatur batang dipanaskan terhadap waktu
Tahapan pemanasan berlangsung selama 7000 detik. Tahap uji pemanasan ini hanya 8 titik
termokpel saja yang digunakan, dengan pertimbangan hanya bagian yang dipanaskan
(heated length) saja yang datanya direkam.
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 90000
100
200
300
400
500
600
700
800
900
Tem
pera
tur B
atan
g D
ipan
aska
n, T
[o C]
Waktu, t [detik]
Data TC-1 Data TC-2 Data TC-3 Data TC-5 Data TC-6 Data TC-7 Data TC-8
Tpuncak = 850oC
Kurva Penurunan Temperatur Transien (Radiasi)
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 90000
100
200
300
400
500
600
700
800
900
Tem
pera
tur B
atan
g D
ipan
aska
n, T
[o C]
Waktu, t [detik]
Data TC-1 Data TC-2 Data TC-3 Data TC-5 Data TC-6 Data TC-7 Data TC-8
Tpuncak = 850oC
Kurva Penurunan Temperatur Transien (Radiasi)
Gambar 9. Kurva penurunan temperatur batang dipanaskan terhadap waktu
12
Gambar 9 menunjukkan kurva penurunan temperatur batang dipanaskan terhadap waktu
yang didinginkan secara radiasi (tanpa pendinginan air), pada proses pendinginan radiasi
ini, pemahaman terhadap karakteristik pendingian radiasi sangat diperlukan untuk
mengetahui berapa lama pendinginan radiasi berlangsung dan bagaiamana bentuk kurva
penutunan temperatur transiennya. Berdasarkan Gambar 9, meskipun temperatur awal titik
termokopel yang terpasang sepanjang batang dipanaskan memilki temperatur yang berbeda,
namun pada detik ke 9000 (2 jam, 30 menit) temperatur pada setiap titik termokopel
hampir sama (sekitar 50oC). Korelasi yang bisa mendekati kurva penurunan temperaturnya
diperoleh dengan memfitting kurva pada Gambar 9, sehingga diperoleh korelasi sebagai
berikut:
TC-1 : 8,766/2,2921/ 7,3852,4214,41)( tt eetT
TC-2 : 2,771/2,2921/ 1,3852,4252,41)( tt eetT
TC-3 : 3,779/2,2945/ 1,3651,4350,41)( tt eetT
TC-5 : 5,749/2,2960/ 8,3553,4489,41)( tt eetT
TC-6 : 8,732/82,2942/ 3,3272,4634,38)( tt eetT
TC-7 : 6,8497/4,1826/ 2,1196,3393,8)( tt eetT
TC-8 : 1,904/4,3051/ 5,2813,3808,36)( tt eetT
Hasil Pengujian Pendinginan dengan Air
Pengujian terakhir yang merupakan langkah penting adalah melakukan pemanasan
batang pemanas hingga mencapai temperatur 850oC, kemudian menggelontorkan air yang
bertemperatur saturasi (mendidih) ke dalam celah sempit anulus. Gambar 10 menunjukan
kurva penurunan temperatur secara transien selama proses pendinginan berlangsung.
Pendinginan disertai dengan golakan air pada bagian atas batang pemanas, dan timbulnya
penetrasi air yang tertahan oleh uap. Uap terbentuk pada bagian bawah, mengingat air
mengalir melalui dinding bagian dalam kuarsa tanpa menyentuh batang pemanas.
Pertemuan muka air terjadi ditengah-tengah batang pemanas, dan pendidihan diakhiri
ketika permukaan air yang berlawanan arah bertemu.
Gambar 10 memperlihatkan pola penurunan temperatur, dimana garis penurunan
temperatur untuk 3 termokopel yang sama posisi vertikalnya namun berbeda posisi
radialnya ternyata nyaris berhimpit. Kondisi ini menunjukkan bahwa celah anulus dapat
dikatakan hampir sama di sekeliling bagian. Pola yang menunjukkan adanya perbedaan
penurunan temperatur akibat perubahan rejim pendidihan juga diperlihatkan melalui
13
Gambar 10. Analisis mendalam belum dilakukan mengingat pengujian ini hanya untuk
memastikan kemampuan bagain uji terhadap proses pendinginan oleh air.
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 10000
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
posisi radial TC2
Ti = 850oC
Tem
pera
tur T
C, T
w [o C
]
waktu, t [detik]
TC1 TC2a TC2b TC2c TC3 TC4 TC5 TC6 TC7 TC8 TC9a TC9b TC9c TC10
= 2,0 mm
posisi radial TC9
Gambar 10. Kurva temperatur transien untuk ukuran celah 2,0 mm dan Ti=850oC
Kemudian, data temperatur transien dari Gambar 10, dalam hal ini data temperatur pada
posisis termokopel TC6 digunakan untuk menghitung fluks kalor. Hasil perhitungan dibuat
dalam kurva pendidihan, yaitu fluks kalor versus selisih temperatur pengukuran dengan
temperatur saturasi air (wall superheat). Gambar 11 merupakan kurva pendidihan yang
dihasilkan berdasarkan perhitungan.
Kurva pendidihan (Gambar 11) menunjukkan secara jelas adanya pembagian rejim
pendidihan. Fluks kalor kritis (FKK) yang tercapai adalah 264,94 kW/m2. Daerah didih
film sejajar dengan korelasi aliran uap laminar untuk angka Nusselt = 4,0. Sedangkan didih
film berada di bawah garis Bromley, yang memperjelas bahwa peristiwa perpindahan
panas pendidihan pada celah sempit merupakan bukan peristiwa didih kolam murni.
Korelasi Murase, baik untuk daerah didih inti dan didih transisi tidak mendekati hasil
eksperimen. Sehingga ini memperjelas bahwa daerah didih transisi dan didih inti belum
memiliki patokan korelasi yang sempurna.
Daerah didih film memperlihatkan keadaan yang mirip noise, namun pola noise
tetap teratur dan mengikuti garis korelasi aliran uap laminar. Keadaan mirip noise bisa
disebakan oleh keadaan yang berlangsung selama eksperimen dimana terjadi osilasi
gerakan ke atas dan ke bawah dari uap dan air, hal ini tidak ditemukan pada kasus batang
14
pemanas yang panjangnya hanya 300 mm (seperti yang dilakukan terdahulu). Fenomena
ini muncul untuk batang pemanas yang memiliki panjang 1100 mm. Instabilitas Taylor
menjadi hal yang akan lebih menarik untuk dianalisis, terkait efek hambatan batasan aliran
berlawan (Counter Cuurent Flow Limitation, CCFL) pengaruhnya semakin kuat.
1 10 100 10001
10
100
1000
Murase untuk TB
Laminar v
apor flow, N
u=4.0Bromley
Fluk
s Kal
or, q
[kW
/m2 ]
Wall Superheat, Twall [oC]
Tinitial= 850oC, TC6
qCHF = 264.93 kW/m2
= 2,0 mm
Murase
untuk
NB
Gambar 11. Kurva pendidihan TC6 untuk ukuran celah 2,0 mm dan Ti=850oC
Hasil eksperimen ini telah memenuhi rencana yang telah dibuat di awal kegiatan,
kondis bagian uji HeaTiNG-01 cukup kuat untuk menerima kondisi ekstrim selama
eksperimen, seperti termal schock, gangguan temperatur tinggi, dan pendingin batang
pemanas dengan air tidak menimbulkan letupan air yang berlebih.
KESIMPULAN
Telah didesain dan dikonstruksi bagaian uji HeaTiNG-01 yang mampu memenuhi
tuntutan penelitian secara eksperimental untuk temperatur tinggi (850oC). Ekspansi termal
yang terjadi telah diperkirakan dengan baik, sehingga kondisi tabung gelas kuarsa tetap
terjaga. Pengujian yang dilakukan terhadap bagian uji baik dengan mendinginkannya
melalui proses radiasi dan pendinginan dengan air (eksperimen awal) telah dilakukan.
Kemampuan pemanasan terhadap batang pemanas oleh heater telah dikarakterisasi.
Sedangkan pendinginan dengan menggelontorkan air bertemperatur saturasi telah
dilakukan dan menghasilkan data temperatur serta perhitungan fluks kalor yang dituangkan
dalam kurva pendidihan. Terdapat tiga rejim pendidihan yang terbentuk, yang dimulai dari
didih film, didih transisi dan didih inti dengan nilai FKK, 264,94 kW/m2.
15
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapakan terimakasih kepada Ka.PTRKN, dan Ka. BOFa atas
dukungan moril dan pembinaan yang telah diterima. Kepada tim teknis dan kesekretariatan,
ucapan terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya. Ucapan terimakasih atas dukungan
dana melalui DIPA KNRT tahun anggaran 2007 (SK. Menristek No. 126/M/Kp/XI/2006
tanggal 17 Nopember 2006, perihal Program Insetif Riset Dasar KNRT 2007).
DAFTAR PUSTAKA
[1] U.S. NRC, The Accident At Three Mile Island, http://www.nrc.gov/reading-rm/doc- collections/fact-sheets/3mile-isle.pdf, USA, 2007.
[2] BROUGHTON, J.M. et al., “A Scenario on The Three Mile Island Unit 2 Accident,” Nuclear Technology, Vol. 87, No. 1, USA, 1989.
[3] SEHGAL, B. R. et al., “Investigation on Melt-Structure-Water Interaction (MSWI) During Severe Accident”, SKI Report 99 :42, Stockholm, 1999.
[4] MONDE, M., KUSUDA, H. and UEHARA, H., “Critical Heat Flux During Natural Convective Boiling in Vertical Rectangular Channels Submerged in Saturated Liquid", Transactions of the ASME, Vol. 104, pp. 300-303, 1982.
[5] CHANG, Y. and YAO, S. C., “Critical Heat Flux of Narrow Vertical Annuli with Closed Bottoms”, Trans of ASME, Vol. 105, pp.192-195, 1983.
[6] OHTAKE, H., KOIZUMI, Y. and TAKAHASHI, A., “Study on Rewetting of Vertical-Hot-Thick Surface by a Falling Film”, JSME, Vol.64, No. 624, pp181-189, 1998.
[7] MURASE, M., KOHRIYAMA, T., KAWABE, Y., YOSHIDA, T. and OKANO, Y., “Heat Transfer Models in Narrow Gap”, Proceeding of ICONE-9, Nice, France, Apr. 8-12, 2001.
[8] TANAKA, F., JUARSA, M., MISHIMA, K., “Experimental Study on Transient Boiling Heat Transfer in an Annulus with a Narrow Gap”, 11th International Conference on Nuclear Engineering, Tokyo, Japan, April 20-23, ICONE11-36177, 2003.
[9] JUARSA, M., “Study on Boiling Heat Transfer under Transient Cooling in an Annulus with a Narrow Gap”, Master Thesis, Graduate School of Energy Science, Kyoto University, 2003.
[10] NUKIYAMA, S., “Maximum and Minimum Values of Heat Transmitted from Metal to Boiling Water under Atmospheric Pressure”, Journal of the Japanese Society of Mechanical Engineering, 37, p.367, 1934.
[11] KANDLIKAR, S.G. et al., “Handbook of Phase Change: Boiling and Condensation, Taylor and Francis”, p.64, 1999.
[12] BROMLEY, L.A., Heat Transfer in Stable Film Boiling, Chemical Engineering Program, Vol.46, pp.221, 1950.
[13] Henry, R.E. and Hammersley, R.J., Quenching of Metal Surfaces in a Narrow Annular Gap, 5th International Conference on Methods in Nuclear Engineering, Montréal, September 8 – 11, 1999.
[14] Satish G. Kandlikar, Heat Transfer Mechanisms during Flow Boiling in Microchannels, Journal of Heat Transfer, No.8, Vol.126, February, 2002.