Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No.2, Mei 2021
Kontradiksi Penyelenggaraan Resepsi Pernikahan Di Tengah Wabah Virus Corona Perspektif Hukum Islam
131
KONTRADIKSI PENYELENGGARAAN RESEPSI PERNIKAHAN DI
TENGAH WABAH VIRUS CORONA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Adri Latif
1, Hasanuddin Muhammad
1, Muhammad Rusfi
1
1Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung, [email protected],
1Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung, [email protected],
1Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung, [email protected],
Corresponding author: [email protected]
Received: 28th
May 2021, Revised: 29th
May 2021, Accepted: 30th
May 2021
Abstract
Marriage reception is something that is commonplace in Indonesian society after carrying out the procession of
the marriage contract, especially for Muslims. This is based on the recommendation to carry out a wedding
reception in order to notify family, friends and neighbors that a marriage contract has been carried out and to
avoid slander in the future. The sample of the wedding reception research was in Sukabumi District, Bandar
Lampung City, Lampung Province. In conducting research, researchers used a qualitative research method.
The conclusion of the study is that it is more important to avoid harm than future benefit to avoid the spread of
the corona virus.
Keywords: Wedding Party, Corona Virus, Pandemic
Abstrak
Resepsi pernikahan adalah suatu hal yang sudah lumrah dilakukan oleh masyarakat Indonesia setelah
melakukan prosesi akad nikah terutama bagi warga muslim. Hal ini didasari karena dianjurkannya untuk
melaksanakan resepsi pernikahan guna memberitahukan kepada keluarga, teman dan tetangga bahwa telah
dilangsungkan akad nikah dan untuk menghindari terjadinya fitnah di kemudian hari. Sampel penelitian resepsi
pernikahan ada di Kecamatan Sukabumi Kota Bandar Lampung Provinsi Lampung. Dalam melakukan
penelitian, peneliti menggunakan metode qualitative research. Kesimpulan dari penelitian adalah bahwa lebih
utama menghindari kemudharatan dari pada mendatang kemaslahatan untuk menghindari terjadinya
penyebaran virus corona.
Kata Kunci : Resepsi pernikahan, Masa Pandemi, Virus Corona
I. PENDAHULUAN
Resepsi pernikahan adalah suatu anjuran Rasulullah SAW dalam rangkaian acara
pernikahan. Sebagaimana sabda-Nya: “Adakanlah walimah walau hanya menyembelih
seekor kambing.”1 Secara tekstual, hadis ini mengandung anjuran yang sangat ditekankan.
Kata ‘walau hanya’ mengandung makna suatu hal yang sangat diinginkan untuk diwudkan.
Menyaksikan upacara pernikahan pengantin muslim adalah suatu hal yang mulia.
Sebab akan memperluas persaudaraan dan membina kasih sayang sesama umat manusia.
Dengan demikian akan terwujud persatuan dan kesatuan yang kokoh.
1Imam Muslim, Shahih Muslim Juz V, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1994, hlm. 75.
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No.2, Mei 2021
Kontradiksi Penyelenggaraan Resepsi Pernikahan Di Tengah Wabah Virus Corona Perspektif Hukum Islam
132
Besarnya hikmah menyelenggarakan resepsi pernikahan, yaitu untuk memberitahukan
kepada khalayak ramai termasuk keluarga, teman dan tetangga bahwa telah dilangsungkan
akad nikah serta untuk mencegah terjadinya fitnah dikemudian hari menjadi landasan
dianjurkannya melaksanakan resepsi pernikahan.
Namun hal ini sedikit berbeda penerapannya dengan mengingat kondisi di tengah
pandemi Corona yang sedang terjadi saat ini. Virus Corona yang menyebar begitu cepat
seketika mengubah sistem sosial masyarakat termasuk diberlakukannya pembatasan sosial
oleh pemerintah guna memutus mata rantai penyebaran virus Corona. Seperti yang kita
ketahui, bahwa lumrahnya ketika diadakan resepsi pernikahan maka akan dihadiri oleh
banyak orang. Mulai dari kerabat, teman dan juga tetangga. Hal ini mengakibatkan bertolak
belakangnya anjuran untuk melaksanakan resepsi pernikahan dengan larangan
mengumpulkan banyak orang yang termaktub dalam maklumat Kapolri akibat adanya virus
Corona.2
II. METODE PENELITIAN
Peneliti turun langsung ke lapangan menggunakan teknik wawancara guna
mendapatkan data. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan pendekatan
deskriptif, di mana peneliti menjelaskan kronologis peristiwa yang terjadi di lapangan.
Dalam melakukan penelitian, peneliti menggunakan metode qualitative research.
III. HASIL PENELITIAN
3.1. Resepsi Pernikahan Menurut Hukum Islam
Walimah atau resepsi berasal dari kata al-walam yang berarti sebuah pertemuan yang
diselenggarakan untuk jamuan makan dalam rangka merayakan kegembiraan yang terjadi,
baik berupa perkawinan atau lainnya. Secara popular walimah digunakan untuk merayakan
kegembiraan pengantin. Tetapi bisa juga digunakan untuk acara lainnya seperti walimah
khitan, walimah tasmiyah dan lainnya.3
Pada sumber lain, kata Walimah -berasal dari bahasa Arab yang artinya al (الوليمة )
jam’u ( الجمع ) yang berarti berkumpul, sebab-sebab antara suami istri berkumpul, bahkan
para tetangga. Walimah ( الوليمة) juga berasal dari kata al-walima ( الولم) yang berarti
2Maklumat Kapolri Nomor: Mak/2/III/2020 tentang Kepatuhan Terhadap Kebijakan Pemerintah dalam
Penanganan Penyebaran Virus Corona (Covid-19). 3 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan Hukum adat, Hukum
Agama, Mandar Maju, Bandung, 2007, hlm 90.
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No.2, Mei 2021
Kontradiksi Penyelenggaraan Resepsi Pernikahan Di Tengah Wabah Virus Corona Perspektif Hukum Islam
133
makanan yang disediakan khusus dalam acara pesta perkawinan bisa juga diartikan sebagai
makanan untuk tamu undangan atau lainnya.4
Dalam kitab al-Muhazzab, Walimah diartikan sebagai “makanan yang diperjamukan
untuk manusia ada enam, yaitu penjamuan dalam pernikahan, penjamuan setelah melahirkan,
penjamuan ketika menyunatkan anak, penjamuan ketika membangun rumah, penjamuan
ketika datang dari bepergian dan penjamuan karena tidak ada sebab”.5 Kemudian Nabi
Muhammad SAW menetapkan sebagian dari kebiasaan-kebiasaan tersebut menjadi syariat
Islam, diantaranya adalah pada waktu penyembelihan aqiqah, penyembelihan hewan qurban
dan pada saat pernikahan.6 Sementara Ibnu Atsir dalam kitabnya an-Nihayah mengemukakan
bahwa walimah adalah “Makanan yang dibuat untuk pesta perkawinan.”7
Kata walimah dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai penjamuan kawin.8 Imam
Syafi’I dalam kitab al-Umm menyebutkan bahwa walimah adalah tiap-tiap jamuan
merayakan pernikahan, kelahiran anak, khitanan atau peristiwa menggembirakan lainnya
yang mengundang banyak orang maka dinamakan walimah.9 Sementara makna walimah
secara umum adalah seluruh bentuk perayaan yang melibatkan orang banyak. Sedangkan
makna secara khusus disebut walimatul ‘urs yang mengandung arti peresmian perkawinan
yang tujuannya untuk memberitahukan khalayak ramai bahwa kedua mempelai telah resmi
menikah dan resmi menjadi pasangan suami istri, sekaligus sebagai ungkapan rasa syukur
kedua belah pihak keluarga atas dilangsungkannya perkawinan tersebut.10
Menurut Imam Marsudi, Walimah adalah “jamuan makan pernikahan yang bertujuan
memberitahukan akan berlangsungnya pernikahan dan sebagai rasa syukur atas karunia Allah
SWT, yang dianugerahkan kepada kedua mempelai sehingga menjadi syiar Islam di tengah
masyarakat agar tergugah keinginan bagi para pemuda untuk dapat melangsungkan
pernikahan”.11
Secara literal, walimah berarti makanan atau minuman yang disuguhkan hanya dalam
pesta perkawinan.12
Jika dikatakan secara mutlak, walimah digunakan dalam istilah
pernikahan, sedangkan undangan khitan disebut ‘adzar, undangan membangun rumah
4 Tihami, H.M.A. dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, Raja Grafindo, Jakarta, 2013, hlm 131.
5 Al-Syairazi, Al-Muhazzab, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, hlm. 476.
6 Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam di Indonesia, Anda Utama, Jakarta, 1993, hlm. 1286
7Slamet Abidin dan Amindudin, Fiqih Munakahat, Pustaka Setia, Bandung, 1999, hlm. 149.
8 Kamus Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2008, hlm. 1615
9 Al-Syafi’I, Al-Umm, Juz VII, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, hlm. 476.
10 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1996, hlm. 1917.
11 Imam Marsudi, Bingkisan Pernikahan, Cet. 1, Lintas Pustaka, Jakarta, 2006, hlm. 76.
12 Kamal bin As-Sayyid salim, Fiqih Sunnah Wanita, Tiga Pilar, Jakarta, 2007, hlm. 191.
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No.2, Mei 2021
Kontradiksi Penyelenggaraan Resepsi Pernikahan Di Tengah Wabah Virus Corona Perspektif Hukum Islam
134
disebut wakirah, undangan karena musibah disebut wadhimah dan yang diadakan tanpa
sebab disebut makdubah.13
Dari beberapa pengertian telah penulis uraikan di atas, maka penulis menarik
kesimpulan bahwa resepsi pernikahan (walimatul ‘urs) adalah suatu jamuan makan sebagai
wujud rasa syukur kepada Allah SWT karena telah dilangsungkannya prosesi akad nikah,
dan sebagai sarana untuk mengumumkan kepada sanak saudara dan tetangga bahwa kedua
mempelai telah resmi menikah agar tidak ada fitnah dikemudian hari.
3.2. Praktik Resepsi Pernikahan Menurut Syari’at Islam
Sesuai dengan tujuan diadakannya resepsi pernikahan yaitu untuk memberitahukan
kepada sanak saudara, teman dan tetangga bahwa telah dilangsungkannya akad nikah, maka
sahib al-hajat wajib untuk mengundang sanak keluarga, teman dan tetangga tersebut tanpa
membedakan suku dan juga status sosial. Rasulullah SAW bersabda:
“Makanan yang paling buruk adalah makanan walimah yang hanya mengundang
orang-orang kaya tanpa mengundang orang-orang miskin, dan barangsiapa yang tidak
menghadiri undangan maka ia telah menyalahi Allah dan Rasul-Nya.” (H.R Muslim
dan Bayhaqi)14
Tak hanya memberikan anjuran kepada sahib al-hajat saja untuk mengundang sanak
keluarga, teman dan tetangga. Namun orang yang diundang pun juga memiliki kewajiban
yaitu memenuhi undangan yang diberikan kepadanya. Menurut ulama Hanafiah menghadiri
undangan resepsi pernikahan adalah sunnah. Sedangkan jumhur ulama mengatakan bahwa
menghadiri undangan resepsi pernikahan adalah wajib. Tidak ada alasan untuk tidak
memenuhi undangan tersebut seperti kedinginan, kepanasan dan sibuk.15
Bila tidak ada udzur
syar’i seperti ada hal yang tidak bisa ditingalkan atau jaraknya terlampau jauh maka wajib
hukumnya bagi orang yang menerima undangan walimah untuk menghadiri undangan
tersebut.16
Rasulullah SAW bersabda:
Dari Ibn Umar bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: “Apabila salah seorang dari
kalian diundang ke walimah, maka datanglah.” (HR. Bukhori)17
Kemudian menurut Imam
13
Imam Taqiyuddin Abubakar bin Muhammad Alhusaini, Kifayatul Ahyar, Bina Iman, Surabaya,
1993, hlm. 144. 14
Ibid, hlm. 89. 15
Haris Hidayatullah, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tradisi Pamoghi Dalam Resepsi Perkawinan
(Studi Kasus Di Desa Kembang Kecamatan Tlogosari Kabupaten Bondowoso), Jurnal Hukum Keluarga Islam,
Vol. 4,No. 1 2019, hlm. 10. 16
Syaikhul Arif, Resepsi Pernikahan Dalam Islam, Jurnal Aktualia, Vol 9 No 1, 2018.
hlm. 94. 17
Imam Muslim, Shahih Muslim Juz 5, Beirut ; Dar Al-Kutub Al-Imlah, 1994, hlm. 75.
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No.2, Mei 2021
Kontradiksi Penyelenggaraan Resepsi Pernikahan Di Tengah Wabah Virus Corona Perspektif Hukum Islam
135
Ibnu hajar dalam kitab Fathul Bari, undangan walimah itu wajib dihadiri apabila memenuhi
syarat-syarat berikut :
1) Pengundangnya sudah mukallaf, merdeka dan berakal
2) Undangan tidak dikhususkan untuk orang-orang kaya saja
3) Undangan tidak ditujukan kepada orang-orang yang disenangi dan dihormati saja
4) Pengundang adalah orang Islam (menurut pendapat shahih)
5) Undangan khusus hari pertama (Menurut pendapat yang mashur)
6) Belum didahului oleh undangan lain (apabila waktunya bersamaan), maka yang wajib
dihadiri adalah yang pertama
7) Tidak ada kemungkaran (walimah dibuat sedemikian rupa sehingga ada perbuatan
munkar, seperti pesta minuman keras dan lain-lain
8) Dan yang diundang tidak memiliki udzur atau halangan.18
Terkait pelaksanaannya, pada dasarnya tidak ada ketentuan yang mengatur secara
mutlak kapan seharusnya resepsi pernikahan ini dilaksanakan. Waktu walimah adalah waktu
kapan dilaksanakan walimah atau saat-saat melakukan walimah, sebelum akad nikah atau
sesudahnya, atau ketika hari perkawinan atau sesudahnya. Hal ini tergantung dengan
kebiasaan masyarakat setempat.19
Ulama madzhab Syafi’i berpendapat bahwa waktu pelaksanaan resepsi pernikahan
yang utama adalah mulai dari dilangsungkannya akad nikah sampai selang waktu yang tidak
ditentukan, dan waktu yang paling utama adalah setelah malam pertama. Hal serupa
disampaikan oleh ulama madzhab Hanbali.20
Sementara ulama madzhab Maliki berpendapat
bahwa resepsi pernikahan dilaksanakan baik sebelum maupun sesudah malam pertama.21
Biasa terjadi pada masyarakat Indonesia, resepsi pernikahan biasa dilaksanakan
setelah akad nikah sebelum malam pertama (qabla dukhul). Namun tidak menutup
kemungkinan resepsi pernikahan dilaksanakan jauh hari setelah dilaksankannya akad nikah.
Namun hal terpenting dalam melaksanakan walimah adalah disesuaikan dengan kemampuan,
tidak terjadi pemborosan dan tidak ada maksud lain seperti ingin membanggakan diri,
memamerkan kekayaan dll.
18
Gus Arifin, Menikah Untuk Bahagia Fiqih Pernikahan dan Kemasutra Islami, Cet ke-4, PT
Gramedia, Jakarta, 2013, hlm.141-142. 19
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Terjemah Moh Tolib), PT al-Ma’arif, Bandung, hlm. 185-186. 20
Syaikhul Arif, Resepsi Pernikahan Dalam Islam, Jurnal Aktualia, Vol 9 No 1, 2018, hlm. 97 21
Ibid.
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No.2, Mei 2021
Kontradiksi Penyelenggaraan Resepsi Pernikahan Di Tengah Wabah Virus Corona Perspektif Hukum Islam
136
Para ulama sepakat tidak ada batas maksimal dan minimal dalam resepsi pernikahan
yang harus dilakukan. Hidangan apapun baik makanan atau minuman yang disajikan itu
sudah cukup untuk memenuhi kriteria sunnah. Biaya resepsi pernikahan sebaiknya
disesuaikan dengan kondisi suami. Jika kondisi suami berkecukupan maka sebaiknya tidak
kurang dari seekor kambing dan jika mampu dalam menghidangkan lebih dari seekor
kambing. Namun jika suami tidak mampu maka tidak ada kewajiban baginya untuk
menghidangkan seekor kambing, jamuan dapat disesuaikan dengan kemampuannya.22
Melihat pelaksanaan walimah yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, jelas
bahwa Rasulullah Saw melaksanakan walimah dengan jamuan biasa dan sederhana tanpa
menghidangkan beragam macam makanan yang nantinya akan mendekati
mubazir/pemborosan. Hal ini menunjukkan bahwa walimah diadakan sesuai kemampuan dan
tidak boleh dipaksakan dalam pengadaannya.
3.3. Kedudukan Maklumat Kapolri dalam Sistem Tata Hukum Indonesia
Indonesia sebagai negara hukum dan berdaulat tentu memiliki aturan dalam
menjalankan sistem pemerintahannya. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 adalah sebagai konstitusi tertinggi di negara ini. Selain memiliki Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai konstitusi tertinggi, Indonesia juga
memiliki berbagai peraturan perundang-undangan lainnya yang tersusun dalam hierarki
peraturan perundang-undangan..
Secara teoritik, tata urutan peraturan perundang-undangan dapat diakitkan dengan
ajaran Hans Kalsen mengenai Stufenbau des Recht atau The Hierarchy of Law yang intinya
adalah kaidah hukum merupakan suatu susunan berjenjang dan setiap kaidah hukum yang
lebih rendah bersumber dari kaidah yang lebih tinggi.23
Hans Kalsen juga mengatakan bahwa
hukum adalah sistem norma yang dinamik. Karena hukum itu selalu dibentuk dan dihapus
oleh lembaga-lembaga otoritas yang berwenang membentuknya.24
Beberapa peraturan yang
mengatur tentang hierarki peraturan perundang-undang diantaranya adalah:
Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 menyebutkan bahwa tata urutan peraturan
perundang-undangan Republik Indonesia ialah sebagai berikut:25
22
Ibid. hlm. 96. 23
Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, Cetakan kedua, FH UII Press, Yogyakarta, 2004, hlm.
201. 24
Ibid. hlm. 203. 25
Pasal 2 Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan.
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No.2, Mei 2021
Kontradiksi Penyelenggaraan Resepsi Pernikahan Di Tengah Wabah Virus Corona Perspektif Hukum Islam
137
a. Undang-undang Dasar 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;
c. Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu);
e. Peraturan Pemerintah
f. Peraturan Presiden;
g. Peraturan Daerah.
Serta pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019 perubahan
atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan. Pasal 7 ayat (1) mengatakan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan
terdiri atas:26
a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi, dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Berdasarkan ketetapan MPR No. III/MPR/2000, peraturan perundang-undangan yang
tersusun secara hierarkis tersebut memiliki konsekuensi bahwa suatu peraturan perundang-
undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan aturan hukum yang lebih
tinggi.27
Hal ini selaras dengan asas hukum lex superior derogate legi inferiori (hukum yang
lebih tinggi mengesampingkan hukum yang lebih rendah).28
Beberapa prinsip tentang tata
urutan peraturan perundang-undangan adalah:29
a. Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya dapat dijadikan
landasan atau dasar hukum bagi peraturan perundang-undangan yang lebih rendah atau
berada di bawahnya;
26
Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan. 27
Pasal 4 ayat (1) Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2020 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan
Peraturan Perundang-undangan. 28
Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-undang, Rajawali Press, Jakarta, 2010, hlm. 393. 29
Rosjidi Ranggawidjaja, Pedoman Teknik Perencanaan Peraturan Perundang-undangan, Cita Bhakti
Akademika, Bandung, 1996, hlm. 19.
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No.2, Mei 2021
Kontradiksi Penyelenggaraan Resepsi Pernikahan Di Tengah Wabah Virus Corona Perspektif Hukum Islam
138
b. Peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah harus bersumber atau memiliki
dasar hukum dari suatu peraturan perundang-undangan tingkat lebih tinggi;
c. Isi atau muatan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh
menyimpangi atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi tingkatannya;
d. Suatu peraturan perundang-undangan hanya dapat dicabut atau diganti atau diubah
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau paling tidak dengan yang
sederajat;
e. Peraturan perundang-undangan yang sejenis apabila mengatur materi yang sama, maka
peraturan yang terbaru harus diberlakukan, walaupun tidak secara tegas dinyatakan
bahwa peraturan yang lama itu dicabut. Selain itu, peraturan yang mengatur materi
yang lebih khusus harus diutamakan dari peraturan perundang-undangan yang lebih
umum.
Saat ini seluruh dunia termasuk Indonesia sedang dilanda bencana non-alam yaitu
adanya Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Hal ini tentu berimbas pada beberapa sektor
termasuk sektor hukum. Regulasi khusus secara cepat dilakukan oleh pemerintah dalam
menyikapi hal ini. Dibuktikan dengan dikeluarkannya berbagai peraturan seperti Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/Menkes/328/2020 tentang Panduan
Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease (Covid-19) di Tempat Kerja
Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha Pada Situasi Pandemi,
Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 18 Tahun 2020 tentang
Pengendalian Transportasi dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease
(Covid-19), dan juga Maklumat Kapolri Nomor: Mak/2/III/2020 tentang Kepatuhan
Terhadap Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona (Covid-19).
Hal ini menjadi sebuah pertanyaan mengapa suatu maklumat memiliki peranan
penting dalam regulasi hukum? Karena pada hierarki peraturan perundang-undangan yang
telah penulis paparkan di atas tidak menyebutkan adanya maklumat masuk ke salah satu
tingkatan peraturan perundang-undangan.
Maklumat atau pemberitahuan; pengumuman30
memang tidak dikenal dalam sistem
perundang-undangan nasional sebagaimana diatur dalam UU No 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Akan tetapi dalam ilmu perundang-undangan
30
Kamus Bahasa Indonesia, Op. Cit., hlm. 186.
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No.2, Mei 2021
Kontradiksi Penyelenggaraan Resepsi Pernikahan Di Tengah Wabah Virus Corona Perspektif Hukum Islam
139
Maklmumat dikenal sebagai Peraturan Kebijakan. Menurut Jimly Asshiddiqie, di samping
peraturan perundang-undangan, dapat ditemukan pula beberapa hal mengenai peraturan
kebijakan (Policy Rules).31
Di sebut Police Rules karena memang Maklumat tidak dapat
dikatakan sebagai peraturan perundang-undangan, tetapi isinya bersifat mengatur.
Dikeluarkannya Maklumat Kapolri Nomor : Mak/2/III/2020 tentang Kepatuhan
Terhadap Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona (Covid-19)
tentu memiliki dasar hukum yang kuat. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa dasar hukum
yang digunakannya. Jika merujuk pada Pasal 10 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018
tentang Karantina Kesehatan, maka pemerintah pusat dapat menetapkan status kedaruratan
Kesehatan masyarakat yang termanifestasikan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus
Disease 2019 (Covid-19) sebagai bentuk respon negara dalam menyikapi pandemi ini.
Karena sebagai negara hukum dan berdaulat, Indonesia wajib untuk melindungi rakyatnya.32
Dalam rangka implementasi peraturan tersebut, negara harus membuat dan
menetapkan regulasi kebijakan kesehatan. Sebuah kebijakan publik harus lahir dan
dihadirkan sebagai bentuk nyata peran negara dalam memberikan perlindungan. Kerena pada
hakikatnya negara hadir untuk menjamin perlindungan dan kepastian.33
Pasal 152 ayat (1)
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan “Pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat bertangung jawab melakukan upaya pencegahan,
pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular serta akibat yang ditimbulkannya.34
Kemudian Pasal 2 undang-undang tersebut mengatakan “Upaya pencegahan,
pengendalian dan pemberantasan penyakit menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan untuk melindungi masyarakat dari tertularnya penyakit, menurunkan jumlah yang
sakit, cacat dan/atau meninggal dunia, serta untuk mengurangi dampak sosial dan ekonomi
akibat penyakit menular.35
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan
mengharuskan adanya pembatasan-pembatasan ketika terjadi kedaruratan kesehatan.
31
Jimly Asshidiqie, Perihal Undang-undang, Op.Cit, hlm. 202 32
Simanjuntak, Yoan Nursari, Hak Desain Industri (Sebuah Realitas Hukum dan Sosial), Srikandi,
Surabaya, 2005, hlm. 214. 33
Resky Panji Perdana Martua Hasibuan, Anisa Ashari, “Optimalisasi Peran Negara Menghadapi
Pandemi Corona Virus Disease 2019 dalam Perspektif Gukum Tata Negara Darurat”. Jurnal Salam, Vol. 7 No.
7, Juni 2020, hlm. 596. 34
Pasal 152 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 35
Ibid.
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No.2, Mei 2021
Kontradiksi Penyelenggaraan Resepsi Pernikahan Di Tengah Wabah Virus Corona Perspektif Hukum Islam
140
Ancaman hukum bagi pelanggar pembatasan tersebut diatur dalam Pasal 93 “Setiap orang
yang tidak mematuhi penyelanggaraan Kekerantinaan Kesehatan36
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat 1 dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekerantinaan
Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00
(seratus juta rupiah).37
Oleh karena itu, Maklumat Kapolri Nomor: Mak/2/III/2020 tentang
Kepatuhan Terhadap Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona
(Covid-19) dapat dikatakan sebagai suatau peraturan kebijakan (Policy Rules) yaitu suatau
pengumuman yang dikeluarkan oleh Kapolri dalam keadaan mendesak atau darurat dengan
tujuan menertibkan masyarakat demi mewujudkan keselamatan rakyat. Karena pada
prinsipnya keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi (Salus Populi Suprema Lex Esto).
3.4. Analisis Pelaksanaan Resepsi Pernikahan di Tengah Wabah Virus Corona
Sebagai bentuk syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa, sahib al-hajat
mengundang keluarga, teman dan tetangga tanpa membedakan kedudukan guna turut serta
mendoakan kedua mempelai yang baru saja diakad-nikahkan, semoga kedua mempelai dapat
menjalani bahtera rumah tangga dan menjalani keluarga yang sakinah, mawadah wa rahmah.
Dengan dilaksanakannya resepsi pernikahan sesuai syari’at Islam maka hikmah dan tujuan
dilaksanakannnya resepsi pernikahan (walimatul ‘urs) dapat terwujud. Sementara bagi
mereka yang menerima undangan resepsi pernikahan maka wajib baginya untuk menghadiri
undangan tersebut jika tidak ada udzur syar’i (menurut jumhur ulama).
Pada masa pandemi ini, bagi masyarakat yang memiliki hajat dihadapkan dengan dua
pilihan. Pertama, tetap mewujudkan hajatnya; atau Kedua, menaati aturan yang telah
ditetapkan pemerintah. Satu sisi ia memiliki hak untuk melakukan apa saja yang ingin
diperbuat, namun di sisi lain ia harus memperhatikan kondisi sekitarnya salah satunya
memperhatikan keselamatan jiwa.
Kebijakan akad nikah yang hanya dapat dihadiri oleh maksimal 10 orang menjadi
salah satu langkah untuk mencegah penyebaran virus Corona namun tetap memberikan hak
bagi calon pengantin yang akan melaksanakan akad nikah. Kebijakan ini dimaksudkan agar
masyarakat tidak melakukan perkumpulan yang melibatkan banyak orang termask resepsi
pernikahan. Seperti yang kita ketahui, biasanya resepsi pernikahan akan dihadiri oleh banyak
36
Kekarantinaan kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya pemyakit
dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. 37
Pasal 93 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No.2, Mei 2021
Kontradiksi Penyelenggaraan Resepsi Pernikahan Di Tengah Wabah Virus Corona Perspektif Hukum Islam
141
tamu undangan. Hal ini bertolak belakang dengan keadaan saat ini, di mana virus Corona
atau Covid-19 dengan mudahnya menyebar kapan saja dan di mana saja terlebih pada
kerumuman masa.
Atas dasar itu larangan untuk mengumpulkan banyak orang termasuk resepsi
pernikahan diberlakukan. Larangan ini tercantum dalam Maklumat Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia Nomor: Mak/2/III/2020 tentang Kepatuhan Terhadap Kebijakan
Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona (Covid-19) Pasal 2 huruf a
tertanggal 19 Maret 2020.
Resepsi pernikahan menjadi salah satu tempat berkumpulnya banyak orang. Maka
acara ini pun tak luput dari perhatian pemerintah. Hal ini dibuktikan dengan dkeluarkannya
berbagai aturan dan himbauan bagai masyarakat dalam rangka memutus mata rantai
persebaran virus Corona. Dengan tidak mengunjungi tempat keramaian, maka diharapkan
persebaran virus Corona akan terputus.
Masyarakat yang menerima undangan resepsi pernikahan pun pasti akan dibuat
dilema olehnya. Satu sisi ia memiliki kewajiban untuk menghadiri undangan resepsi
pernikhan, namun di sisi lain ia juga harus memperhatikan keselamatan jiwanya (Hifzhun
Nafs). Penerapan salah satu aspek Maqashid syari’ah yaitu Hifzhun Nafs tidak ada alternatif
lainnya atau tidak dapat tergantikan.
Pada kaidah ushul fiqih disebutkan: هااعظم من نفعها نهي كل عبادةكان ضرر
Setiap ibadah yang mudharatnya lebih besar daripada manfaatnya, maka ibadah) عنها
tersebut dilarang).38
Kaidah diatas secara tegas menyatakan larangan melaksanakan suatu ibadah jika
dalam melaksanakan suatu ibadah tersebut nilai mudharat lebih besar daripada manfaatnya.
Karena pada dasarnya kemudharatan harus dicegah sebisa mungkin ( ي دفع رر الض
مكان 39.( بقدرال
Menunda untuk menyelenggarakan resepsi pernikahan dengan pertimbangan masih
merebaknya virus Corona adalah sebuah alasan yang dapat diterima. Pada dasarnya, tidak
ada waktu khusus yang disyari’atkan untuk menyelenggarakan resepsi pernikahan, hanya
saja ada waktu yang dianjurkan. Menurut penulis, resepsi pernikahan dapat ditunda
38
Duski Ibrahim, Al-Qawaid Al-Fiqhiyah (Kaidah-kaidah Fiqih), CV. Amanah, Palembang, 2019,
hlm. 82. 39
Ibid.
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No.2, Mei 2021
Kontradiksi Penyelenggaraan Resepsi Pernikahan Di Tengah Wabah Virus Corona Perspektif Hukum Islam
142
pelaksanannya untuk sementara waktu. Menyelenggarakan resepsi pernikahan pada waktu
yang tidak dianjurkan bukanlah menjadi penghalang atau menjadi sebab berkurangnya
hikmah dan tujuan diadakannya resepsi pernikahan.
Tujuan diadakannya resepsi pernikahan adalah untuk memberitahukan kepada
keluarga, teman dan tetangga bahwa telah dilangsungkan akad nikah sehingga tidak
menimbulkan fitnah dikemudian hari. Di era globalisasi seperti sekarang ini, penyampaian
informasi sangat mudah dilakukan. Media sosial dapat dijadikan sarana untuk
memberitahukan kepada keluarga, teman dan tetangga bahwa telah dilangsungkan akad
nikah.
Tujuan kemaslahatan diadakannya resepsi pernikahan di tengah wabah virus Corona
akan bertolak belakang dengan kaidah fiqih درءا لمفاسد مقدم على جلب المصالح (Menghindari
kemudharatan lebih diutamakan daripada mendatangkan kemashlahatan). Karena dengan
berkumpulnya banyak orang dapat menjadi salah satu cara penyebaran virus Corona.
Kaidah di atas dengan tegas mengatakan bahwa jika dihadapkan pada dua pilihan,
pertama adalah mendatangkan kemashlahatan dan yang kedua adalah menghindari
kemudharatan. Maka wajib hukumnya untuk mendahulukan menghindari kemudharatan.
IV. SIMPULAN
Resepsi pernikahan sebagai anjuran Rasulullah SAW dalam rangkaian acara
pernikahan menjadi kontras hukumnya ketika dihadapkan dengan kondisi saat ini. Sebuah
anjuran mengumpulkan banyak orang bertolak belakang dengan larangan mengumpulkan
banyak orang. Sebaiknya penyelenggaraan resepsi ditunda sesuai kaidah bahwa lebih utama
menghindari kemudharatan dari pada mendatang kemaslahatan untuk menghindari
terjadinya penyebaran virus corona.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1996.
Abidin, Slamet dan Amindudin, Fiqih Munakahat, Pustaka Setia, Bandung 1999.
Abi Husain Muslim, Imam, Al-Jami’us Shahih Muslim,
Alhusaini, Imam Taqiyuddin Abubakar bin Muhammad, Kifayatul Ahyar, Bina Iman,
Surabaya, 1993.
Al-Syafi’I, Al-Umm, Juz VII, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut,
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No.2, Mei 2021
Kontradiksi Penyelenggaraan Resepsi Pernikahan Di Tengah Wabah Virus Corona Perspektif Hukum Islam
143
Al-Syairazi, Al-Muhazzab, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut
Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, Cetakan kedua, FH UII Press, Yogyakarta, 2004.
Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam di Indonesia, Anda Utama, Jakarta 1993.
Gus Arifin, Menikah Untuk Bahagia Fiqih Pernikahan dan Kemasutra Islami, Cet ke-4, PT.
Gramedia, Jakarta 2013.
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan Hukum adat,
Hukum Agama, Mandar Maju, Bandung 2007.
Ibrahim, Duski, Al-Qawaid Al-Fiqhiyah (Kaidah-kaidah Fiqih), CV. Amanah, Palembang,
2019.
Imam Marsudi Bingkisan Pernikahan, Cet. 1, Lintas Pustaka, Jakarta 2006.
Imam Muslim, Shahih Muslim Juz V, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1994.
Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-undang, Rajawali Press, Jakarta, 2010.
Kamus Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2008.
Ranggawidjaja, Rosjidi, Pedoman Teknik Perencanaan Peraturan Perundang-undangan,
Cita Bhakti Akademika, Bandung 1996.
Salim, Kamal bin As-Sayyid, Fiqih Sunnah Wanita, Tiga Pilar, Jakarta 2007.
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Terjemah Moh Tolib), PT al-Ma’arif, Bandung
Simanjuntak, Yoan Nursari, Hak Desain Industri (Sebuah Realitas Hukum dan Sosial),
Srikandi, Surabaya 2005.
Tihami, H.M.H., Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, PT. Raja Grafindo, Jakarta 2013.
B. Jurnal
Haris Hidayatullah, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tradisi Pamoghi Dalam Resepsi
Perkawinan (Studi Kasus Di Desa Kembang Kecamatan Tlogosari Kabupaten
Bondowoso), Jurnal Hukum Keluarga Islam, Vol. 4,No. 1 2019
Panji Perdana Martua Hasibuan, Resky, Anisa Ashari, “Optimalisasi Peran Negara
Menghadapi Pandemi Corona Virus Disease 2019 dalam Perspektif Gukum Tata
Negara Darurat”. Jurnal Salam, Vol. 7 No. 7, Juni 2020.
Syaikhul Arif, Resepsi Pernikahan Dalam Islam, Jurnal Aktualia, Vol 9 No 1, 2018.
C. Peraturan Perundang-undangan
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No.2, Mei 2021
Kontradiksi Penyelenggaraan Resepsi Pernikahan Di Tengah Wabah Virus Corona Perspektif Hukum Islam
144
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan.
Maklumat Kapolri Nomor: Mak/2/III/2020 tentang Kepatuhan Terhadap Kebijakan
Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona (Covid-19).