109
KONVERSI SELULOSA DARI LIMBAH KULIT PISANG MENJADI GULA ALKOHOL DENGAN KATALIS Ni (1-x) Fe 2 Cu x O 4 (Tesis) Oleh SION PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

KONVERSI SELULOSA DARI LIMBAH KULIT PISANG MENJADI GULA ...digilib.unila.ac.id/31432/9/TESIS FULL.pdf · konversi katalitik yang mengakibatkan terbentuknya berbagai jenis gula alkohol

Embed Size (px)

Citation preview

KONVERSI SELULOSA DARI LIMBAH KULIT PISANG MENJADIGULA ALKOHOL DENGAN KATALIS Ni(1-x)Fe2CuxO4

(Tesis)

Oleh

SION

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG

2018

ABSTRACT

CONVERSION OF CELLULOSE EXTRACTED FROM BANANA PEELINTO SUGAR ALCOHOL USING Ni(1- x)Fe2CuxO4 CATALYST

By

SION

Currently, sugar alcohols are food commodity with progressive production since this group ofcompounds does not cause diabetics, therefore they are better than table sugar. Industrially,sugar alcohols are derived from cellulose through catalytic conversion process, resulted information of different types of sugar alcohol. In this research, production of sugar alcohols fromcellulose extracted from banana peel was investigated. Conversion experiments were carried outusing synthesized Ni(1- x)Fe2CuxO4 ( variable x = 0.1 – 0.3) as catalyst under UV irradiation andone of the products was analyzed using HPLC technique. The cellulose and catalyst werecharacterized using XRD , TEM, FTIR, and UV-DRS. Calculation of particle size from XRDdata using Scherrer equation revealed that the particle size of the cellulose is around 3.17 nm andthe catalysts in the range of 6 - 10 nm, while according to TEM analyses, the particle size of thecellulose is 3.67 nm and those of the catalysts ranging from 9 to 18 nm. The FTIRcharacterization indicate the presence of Bronsted Lowry and Lewis acid sites, and the band gapenergy of three catalysts are 0.8 ; 1.4 and 1.2 eV. The HPLC analyses indicated that theNi0.9Fe2Cu0.1O4 exhibit catalytic activity to cellulose from the banana peel into xylitol .

Keyword: cellulose, band gap energy, UV irradiation, xylitol

ABSTRAK

KONVERSI SELULOSA DARI LIMBAH KULIT PISANG MENJADI GULAALKOHOL DENGAN KATALIS Ni(1- x)Fe2CuxO4

Oleh

SION

Salah satu kelompok komoditas yang produksinya terus berkembang sekarang ini adalah gulaalkohol, kelompok senyawa ini aman bagi penderita diabetes, oleh karena itu gula alkohol lebihbaik dari pada sukrosa. Secara industri, gula alkohol diperoleh dari selulosa melalui proseskonversi katalitik yang mengakibatkan terbentuknya berbagai jenis gula alkohol. Dalampenelitian ini, produksi gula alkohol berasal dari selulosa yang diekstrak dari kulit pisang.Secara eksperimen, konversi dilakukan dengan menggunakan Ni(1 - x )Fe2Cu xO4 (variabel x = 0,1- 0,3) sebagai katalisator di bawah iradiasi sinar UV dan salah satu produk dianalisis denganmenggunakan HPLC. Selulosa dan katalis dikarakterisasi menggunakan XRD, TEM, FTIR, danUV-DRS. Perhitungan ukuran partikel dari data XRD menggunakan persamaan Scherrermenunjukkan bahwa ukuran partikel selulosa sekitar 3,17 nm dan katalis dalam kisaran 6 - 10nm, sedangkan analisis TEM, ukuran partikel selulosa adalah 3,67 nm dan katalis pada rentang9 sampai 18 nm. Karakterisasi FTIR menunjukkan adanya situs asam Bronsted-Lowry danLewis, dan energi senjang dari tiga katalis adalah 0,8; 1,4 dan 1,2 eV. Analisis HPLCmenunjukkan bahwa Ni0,9Fe2Cu0,1O4 aktif dalam mengkonversi selulosa dari kulit pisangmenjadi xylitol .

Kata kunci: selulosa, energi senjang, penyinaran UV, xyilitol

KONVERSI SELULOSA DARI LIMBAH KULIT PISANG MENJADI

GULA ALKOHOL DENGAN KATALIS Ni(1-x)Fe2CuxO4

Oleh

SION

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

MAGISTER SAINS

Pada

Program Studi Magister Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

Atas Kasih Tuhan kupersembahkan karya Sederhana initeruntuk......

Bapak dan Mama tersayang sebagai wujud tanggung jawabku atas cinta, kasih dan sayang yang telah diberikanpadaku selama ini.

Abangku, Dapot Silalahi, Firman I. G. R. J Silalahi dankakakku, Emanasi Yuliana Silalahi, atas motivasi dan doauntuk kesuksessanku.

Suamiku tercinta , kedua anakku Albert Casio Purba danKessya Casio Purba yang dengan sabar mendoakan danmenantikan keberhasilanku.

Ponakanku, Christine Silalahi, Revo Silalahi, Alvin Silalahi,Andrew Silalahi, Tanasya Silalahi, Ani Purba, Hotler Purba,S.H, Jesriani Purba, atas semua doa untuk keberhasilanku.

Almamater tercinta.

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 3 Mei 1974 sebagai putri bungsu yang

merupakan buah hati dari pasangan Bapak Tarianus Silalahi dan Mama Lenora

Unerista Pasaribu.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 2 Wonomarto

Lampung Utara pada tahun 1986, sekolah menengah pertama di SMP Hangtuah

Prokimal Lampung Utara pada tahun 1989 dan pendidikan sekolah menengah atas

di SMA Prokimal Lampung Utara pada tahun 1992. Pada tahun 1992, penulis

diterima sebagai mahasiswa Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui jalur SMPTN.

Didasari kecintaannya terhadap ilmu kimia, penulis melanjutkan pendidikan pada

Program Studi Magister Kimia Universitas Lampung pada tahun 2015.

Pengalaman mengajar dimulai sebagai guru matematika di SMAN 1 Sungkai

Selatan pada tahun 1998 -1999. Guru Fisika pada SMPN 1 Sungkai Selatan

tahun 1999- 2003. Sebagai Guru Kontrak World Bank mengajar mata pelajaran

Biologi pada SMPN 4 Sungkai Selatan pada tahun 2000-2003. Sebagai

kepala laboratorium dan guru kimia di SMA PGRI 1 Kotabumi pada tahun 2005-

sekarang, guru kimia di SMAN 1 Kotabumi tahun 1999- 2003. Pada tahun 2003

diangkat sebagai guru perbantuan sementara di SMAN 1 Kotabumi dari tahun

2003 –2006.

Pada tahun 2006 penulis diangkat menjadi PNS pada SMAN 1 Kotabumi sampai

sekarang.

MOTTO

“Hanya orang yang berpengetahuan yang mampu berkatabahwa limbah itu berharga” (My Riset)

“Rejoicing in hope, patient in tribulation, continuing instantin prayer ” (Romans 12:12)

“Getaran kata-kata yang baik berdampak positif padadunia, sedangkan getaran kata-kata negatif mempunyai daya

menghancurkan” (Masaru Emoto)

SANWACANA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan, karena berkat kasih dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Konversi

Selulosa dari Limbah Kulit Pisang menjadi Gula Alkohol dengan Katalis

Ni(1-x)Fe2CuxO4” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister

Sains pada Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Lampung.

Dalam pelaksanaan dan penulisan tesis ini penulis menyadari telah banyak

menerima bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:

1. Tuhan Yesus yang senantiasa memberikan kasih, setiaNya dan selalu

mendengarkan doa selama penulis menuntut ilmu.

2 Prof. Warsito, D.E.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

3 Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T., selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

4 Dr. Rudy T. M. Situmeang, M.Sc., selaku Pembimbing Utama. Terimakasih

telah banyak membimbing penulis, memberikan ilmu pengetahuan, arahan,

dan nasehat kepada penulis dengan sabar, sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis ini.

5. Prof. Wasinton Simanjuntak, Ph.D., selaku Pembimbing Kedua yang telah

banyak memberikan ilmu pengetahuan, arahan, bimbingan, saran, serta

nasehat dalam menyelesaikan tesis ini.

6. Dr. Zipora Sembiring, M.S., selaku Pembahas I yang telah memberikan

kritik, saran dan nasehat kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

7. Dr .Noviani, M. Si., selaku Pembahas II yang telah memberikan kritik, saran

dan nasehat kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

8. Dr, Agung Abadi Kiswandono, M. Sc., selaku Pembahas III yang telah

memberikan kritik, saran dan nasehat kepada penulis dalam menyelesaikan

tesis ini.

9. Seluruh dosen dan staf administrasi (special Pak Gani) di Jurusan Kimia

FMIPA Universitas Lampung yang telah memberikan banyak ilmu

pengetahuan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

10. Laboran kimia Anorganik Fisik, mbak Liza, laboran Organik, mbak Wiwit,

analis Freeze dry, mas Wagiran, terima kasih atas bantuan selama penulis

melakukan penelitian.

11. Keluargaku tersayang, Bapak, Mama, Kakak dan Abang- abangku terima

kasih banyak untuk kasih sayang, nasehat, dan doa demi kelancaran dan

kesuksesan penulis dalam menuntut ilmu.

12. Suamiku tercinta, tersayang dan tersabar serta dua buah hatiku Albert Casio

Purba dan boru pudan hasian Mama Kessya Casio Purba, atas doa-doa yang

kalian panjatkan untuk Mama setiap saat teduh.

13 Rekan-rekan magister kimia 2015, Hanif, Ridho, Gege cantik, Bu Arum, Bu

Anisa, Bu Emma, Bu Eka, Bu Mira, Dilla dan Ria terimakasih atas keceriaan,

bantuan dan motivasi bagi penulis, semoga persahabatan kita tetap terjaga,

Amin.

14. Kakak tingkatku, Kak Septian terimakasih atas pengetahuan, motivasi dan

saran kepada penulis selama penelitian.

15. Rekan-rekan angkatan 2013: Renita, Dewi, Nabilla, Esti, Dona dan Nita,

terimakasih atas bantuan, motivasi, dan keceriaan untuk kebersamaan kita

selama penelitian.

16. Special untuk sahabatku Magister kimia 2016, Dr. Dwi May, terima kasih

atas doa, semangat dan motivasi kepada penulis, takkan pernah terlupakan

keakrapan persahabatan kita selama di Thailand.

17. Sahabat-sahabat sejatiku Emmi Triana dan Tri Winarti, terima kasih atas doa,

motivasi, keceriaan dan kebersamaan kita, aku selalu merindukan kalian.

18. Adik tingkatku Magister kimia, 2017, Tria, terima kasih atas doa dan

motivasi kepada penulis.

19. Teman-teman group Kimia Fisik, Yudha, Agustina, Tiur, terimakasih untuk

bantuan dan dukungan kepada penulis.

20. Semua pihak yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan tesis ini yang

tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan,

mohon maaf bila masih terdapat kesalahan dan kekeliruan dan semoga tesis ini

berguna serta bermanfaat untuk kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Maret 2018

Penulis

Sion

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI........................................................................................................ i

DAFTAR TABEL ............................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iii

I. PENDAHULUAN.................................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................................... 1

B. Permasalahan Yang Diteliti................................................................. 3

C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 4

D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 6

A. Gula Alkohol ....................................................................................... 6

B. Selulosa................................................................................................ 11

C. Metode Preparasi Katalis..................................................................... 13

D. Pektin ................................................................................................... 16

E. Kulit Pisang ......................................................................................... 18

F. Pemanfaatan Sinar UV ........................................................................ 20

G. Fotokatalis ........................................................................................... 22

H. Karakterisasi Katalis............................................................................ 24

III. METODELOGI PENELITIAN................................................................. 34

A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 34

B. Alat dan Bahan .................................................................................... 34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................... 45

A. Isolasi Selulosa dari Kulit Pisang Kepok Kuning ........................................... 45

B. PreparasiNanokatalis Ni(1-x) CuxFe2O4 ............................................................. 47

7. Analisis dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT/HPLC) ............................................................................. 42

C. Prosedur Penelitian.............................................................................. 35 1. Pembuatan Ekstrak Kulit Pisang Kepok Kuning.............................. 35 2. Pembuatan Nanoselulosa Kulit Pisang Kepok Kuning.................... 36 3. Pembuatan Nanokatalis .................................................................... 36 4. Karakterisasi Katalis......................................................................... 37 a. Analisis Struktur Kristal Katalis .................................................. 37 b. Analisis Kuantitatif Kristal Katalis.............................................. 37 c. Analisis Ukuran Katalis................................................................ 38 d. Analisis Kondisi Optimum........................................................... 39 5. Uji Aktivitas Fotokatalitik................................................................ 39 6. Analisis Gula Reduksi ...................................................................... 40 a. Analisis kualitatif.......................................................................... 40 b. Analisis kuantitatif ....................................................................... 41

C. Karakterisasi Nanoselulosa Kulit Pisang dan NanokatalisNi(1-x)Fe2CuxO4 ................................................................................................ 491. Analisis Struktur Kristal Nanoselulosa Kulit Pisang ................................. 492. Analisa Struktur Kristal Nanokatalis Ni(1-x)Fe2CuxO4............................... 533. Analisis ukuran partikel dengan menggunakan TEM................................ 564. Analisis situs asam dengan FTIR............................................................... 575. Analisis energi – senjang (Band Gab Energy) ........................................... 59

D. Uji aktivitas fotokatalitik Ni(1-x)Fe2CuxO4................................................. 62

V. SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 77

A. Simpulan .................................................................................................... 77

B. Saran .......................................................................................................... 77

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 79

LAMPIRAN

E. Analisis gula pereduksi................................................................................ 64 1. Analisis kualitatif .................................................................................... 64 2. Analisis kuantitatif .................................................................................. 64

F. Analisis Hasil Uji Aktivitas Katalis dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi............................................................................................. 67

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Beberapa tanaman holtikultura yang berpotensi sebagai sumber selulosa 12

2. Katalis terpreparasi melalui metode sol gel dan proses kalsinasi ............. 16

3. Kandungan senyawa dalam pisang kepok ................................................ 18

4. Ukuran partikel nanoselulosa kulit pisang kepok kuning ......................... 51

5. Puncak representative hasil analisis XRD................................................. 56

6. Data Hasil Konversi Nanoselulosa pada Katalis (a) Ni0,9Fe2Cu0,1O4

(b) Ni0,8Fe2Cu0,2O4(c) Ni0,7Fe2Cu0,3O4...................................................... 63

7. Konsentrasi glukosa standar...................................................................... 65

8. Hasil produk dari konversi selulosa kulit pisang kepok kuning dengan

katalis Ni(1-x)Fe2CuxO4(variabel x = 0,1 – 0,3)......................................... 70

9. Persentase standar glukosa dan gula alkohol ............................................ 71

10. Hasil produk dari konversi glukosa murni dengan katalis Ni(1-x)Fe2CuxO4

(variabel x = 0,1 – 0,3) .............................................................................. 75

11. Hasil Analisis Kadar Glukosa …………………………………………… 93

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Konversi katalitik selulosa menjadi gula alkohol .................................... 7

2. D-Glukosa (aldoheksosa) dan D - dan L - Fruktosa (ketoheksosa) .......... 8

3. A. manitol B. sorbitol C. xilytol ............................................................... 8

4. Reaksi hidrogenasi glukosa....................................................................... 9

5. Penambahan gas hidrogen yang dikatalis dengan logam Ni..................... 10

6. Hidrogenasi xylosa dengan katalis Ni....................................................... 10

7. Struktur molekul selulosa ......................................................................... 11

8. (a) Asam α – galakturonat (b) Metil α- galakturonat (c) pektin................ 17

9. Persentase buah di Indonesia tahun 2014……… ..................................... 19

10. Buah dan kulit pisang kepok kuning ….................................................... 19

11. Skema ilustrasi pemisahan muatan fotokatalis diiduksi dengan sinar UV. 21

12. Prinsip kerja FTIR…................................................................................. 26

13. Skema alat XRD…………… ................................................................... 29

14. Proses pembentukan puncak XRD............................................................ 29

15. Skema kerja KCKT................................................................................... 33

16. Reaktor Fotokatalitik ............................................................................... 40

17. Kromatogram standar dari campuran 6 gula alkohol................................ 42

18. Padatan putih selulosa kulit pisang kepok kuning .................................... 46

19. Nanoselulosa kulit pisang kepok kuning hasil freezer-dry ...................... 47

20. Gel Prekursor yang membentuk kristalin dari Ni(1-x)Fe2CuxO4 ................ 48

21. Serbuk Prekursor Ni(1-x)CuxFe2O4 setelah Freeze dry dan kalsinasi…… 49

22. Hasil XRD nano selulosa kulit pisang kepok kuning …………………. 50

23. Hasil TEM nanoselulosa kulit pisang kepok kuning… ............................ 52

24. Hasil XRD nanokatalis Ni(1-x)Fe2CuxO4 (variabel x = 0,1- 0,3) .............. 53

25. Hasil pencocokan difraktogram hasil preparasi dengan menggunakan

program Match Crystal Impact (a) Ni0,9Fe2Cu0,1O4 (b) Ni0,8Fe2Cu0,2O4

(c) Ni0,7Fe2Cu0,3O4 ……… ....................................................................... 55

26. Hasil analisis TEM (a dan b) Ni0,9Fe2Cu0,1O4 (c dan d) Ni0,8Fe2Cu0,2O4

(e dan f) Ni0,7Fe2Cu0,3O4 , masing – masing dengan skala 20 dan 50 nm 57

27. Hasil analisis FTIR katalis Ni(1-x)Fe2CuxO4 ( variabel x = 0,1 – 0,3) ...... 58

28. Hasil analisis UV- DRS pada katalis (a)Ni0,9Fe2Cu0,1O4,

( b) Ni0,8Fe2Cu0,2O4 (c) Ni0,7Fe2Cu0,3O4 ….............................................. 61

29. Uji fehling a. Ni0,9Fe2Cu0,1O4 b. Ni0,8Fe2Cu0,2O4 c. Ni0,7Fe2Cu0.3O4

dengan variasi waktu 30’, 45’dan 60’ ...................................................... 64

30. Grafik kurva glukosa standar……………………………………………. 66

31. Diagram kadar glukosa sampel pada masing masing katalis dengan

variasi waktu (30 menit, 45 menit dan 60 menit)……………………….. 67

32. ( a) Kromatogram standar, (b) Kromatogram sampel A, (c) Kromatogram

sampel B, dan (d) Kromatogram sampel C……………………………….. 69

33. Grafik kurva standar glukosa dan xylitol………………………………… 72

34. Diagram standar persentase dan luas area glukosa dan gula alkohol…….. 72

35. Hasil uji gula reduksi glukosa murni……………………………………... 73

36. Konversi glukosa murni dengan ketiga katalis Ni(1-x)Fe2CuxO4

( variabel x = 0,1 – 0,3)…………………………………………………… 75

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Ukuran rata-rata partikel selulosa dari limbah kulit pisang kepok kuning…………. 89

2. Perhitungan Ukuran Partikel Katalis dengan Persamaan Scherrer………………… 90

3. Perhitungan persentase konversi nanoselulosa dengan katalis…………………….. 93

4. Hasil Analisis Kadar Glukosa ………………………………………………….. 94

5. Analisis HPLC standar campuran ………………………………………………. 95

6. Analisis HPLC sampel 4 ………………………………………………………… . 96

7. Analisis HPLC sampel 5 ………………………………………………………..... 96

8. Analisis HPLC sampel 6 ………………………………………………………… 97

9. Standar konsentrasi glukosa, xylitol, manitol dan sorbitol ……………………… 98

10. Perhitungan kadar glukosa dan xylitol pada beberapa sampel…………………….. 98

11. Analisis HPLC sampel 11…………………………………………………………… 101

12. Analisis HPLC sampel 12………………………………………………………….. 102

13. Analisis HPLC sampel 13………………………………………………………….. 103

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu kelompok komoditas yang produksinya terus berkembang sekarang ini

adalah gula alkohol. Golongan senyawa ini banyak dimanfaatkan sebagai

pemanis karena mempunyai rasa dan kemanisan yang sama dengan sukrosa atau

gula pasir bahkan beberapa jenis lebih manis. Selain itu, jenis gula tersebut

mempunyai beberapa keunggulan seperti aman bagi penderita diabetes,

stabilisator suplemen dan makanan, memiliki nilai ekonomis tinggi, menghambat

pembentukan karies dan plak pada gigi, dan mempercepat proses pembentukan

mineral gigi (Zumbe et al., 2001). Gula alkohol tersebut dihasilkan dari reduksi

glukosa atauyang memiliki tiga atau lebih kelompok hidroksil atau alkohol

polihidrat (Goldberg, 1994). Senyawa gula alkohol diantaranya manitol, sorbitol,

dan xilitol yang merupakan turunan monosakarida dari glukosa (Wolever and

Mehling, 2002).

Salah satu bahan alam yang potensial untukdimanfaatkan sebagai penghasil gula

alkohol adalah selulosa. Senyawa ini melimpah dan dapat diperbaharui serta

penyedia kalori bagi makhluk hidup. Bahan baku tersebut dapat diperoleh dari

hasil residu pertanian dan perkebunan atau agroindustri seperti jerami, kulit

pisang, tongkol jagung, onggok, bagas tebu, dan lainnya. Residu berbahan

2

selulosa per tahun mencapai 2,61 x 106 Ton (Dirjen Perkebunan, 2014) sehingga

pemanfaatannya menjadi sangat menantang.

Provinsi Lampung pada khususnya, sebagai sentra penghasil produk agroindustri

seperti pisang, mangga, nenas, jeruk dan lainnya. Dalam konsumsinya

menghasilkan residu berupa limbah, pemanfaatan residu agroindustri menjadi

bahan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi seperti gula alkohol menjadi

sesuatu yang penting untuk dilaksanakan. Berdasarkan penelitian sebelumnya

limbah kulit pisang banyak dimanfatkansebagai absorben logam berat (Hewwet et

al., 2011). Pada penelitian ini sumber selulosa yang akan dikaji berasal dari

limbah kulit pisang kepok kuning mengingat pemanfaatan residu agroindustri

keripik pisang kepok kuning masih konvesional seperti makanan ternak.

Konversi selulosa menjadi gula alkohol memerlukan katalis dengan bantuan

energi termal atau sinar UV. Beberapa jenis senyawa katalis dengan bantuan

energi termal, berdasarkan tinjauan literatur, telah memberikan hasil yang sangat

menjanjikan bahkan sudah dipatenkan meskipun tidak menggunakan metode

fotokatalis. Pada konversi selulosa menjadi asam glikolat dengan hasil 30% dan

waktu 0,8 jam menggunakan katalis asam hetero-poli, HwAxMoyOz dengan A = P,

As, Si, Ge, Ce, Th, Mn, Ni, Te, I, Co, Ga, atau Fe (Han et al., 2014). Konversi

selulosa menjadi bahan bakar hidrokarbon dengan hasil 28% dan waktu 0,5 jam

menggunakan katalis Pd/Nb2O5 dan CeZrO2 (Dumesic et al., 2010). Konversi

selulosa menjadi alkohol tinggi seperti hexitol dengan hasil 97 % dengan waktu

0,8 jam menggunakan katalis logam ruthenium (Ru), nikel (Ni), kobalt (Co), dan

tembaga (Cu) yang diimpregnasikan ke pendukung karbon (C), dan zeolit(Jacobs

3

and Hinnekens, 1990). Konversi ligno-selulosa menjadi senyawa furan dengan

hasil 68 % dan waktu 0,5 jam sebagai bahan bakar menggunakan katalis RuCl3

(Sen and Yang, 2014).Konversi selulosa menjadi hidrokarbon dengan hasil 100%

dan waktu 0,5 jam menggunakan katalis Pt-Mo/MWCNT (Delgass et al., 2015).

Selanjutnya, konversi selulosa menjadi gula alkohol menggunakan katalis 5%

Ru/C, tekanan H2 40 – 50 bar, temperatur reaksi 160oC, waktu reaksi 2 jam

dengan hasil 90,1% (sorbitol dan manitol), 4,6% xylitol, 4,1% sorbitol, dan 0,9%

senyawa lain (Schuth et al., 2015).

Pada penelitian ini akan diteliti penggunaan metode sol gel dan irradiasi sinar UV

dalam konversi selulosa dari limbah kulit pisang kepok kuning menjadi gula

alkohol dengan nanofotokatalis Ni(1-x)Fe2CuxO4.Variabel yang diteliti meliputi:

variasi waktu reaksi(0,5 - 1 jam),variasi kadar Cu (0,1 – 0,3) dalam nano

fotokatalis Ni(1-x)Fe2CuxO4 serta analisis gula alkohol dan sebarannya dengan

KCKT.

B. Permasalahan yang diteliti

Bagaimana sinar UV mampu menstimulus nanofotokatalis Ni(1-x)Fe2CuxO4dimana

x= 0,1 – 0,3) yang dipreparasi dengan menggunakan sol – gel dalam

mengkonversi nano- selulosa menjadi gula alkohol. Permasalahan tersebut dapat

dijabarkan sebagai berikut:

a. Apakah metode sol gel mampu menghasilkan nanokatalis Ni(1-x)Fe2CuxO4?

b. Apakah metode sol gel mampu mengkonversi selulosa menjadi

nanoselulosa ?

4

c. Apakah sinar UV mampu menstimulus nanofotokatalis Ni(1x)Fe2CuxO4

dalam mengkonversi nanoselulosa menjadi gula alkohol?

d. Bagaimana pengaruh lama reaksi tersebut terhadap sebaran hasil konversi?

e. Bagaimana kondisi optimum reaksi untuk menghasilkan gula alkohol dari

variasi x = 0,1 – 0,3 dalam nanofotokatalis Ni(1-x)Fe2CuxO4 dengan radiasi

sinar UV?

f. Bagaimana distribusi gula alkohol yang dihasilkan (xylitol, manitol,

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendapatkan nanokatalis Ni(1-x)Fe2CuxO4 dengan metode solgel.

2. Mengetahui kesesuaian metode sol gel dalam menghasilkan katalis

Ni(1-x)Fe2CuxO4 yang berukuran nano.

3. Mengetahui aktivitas dari nanofotokatalis Ni(1-x)Fe2CuxO4 terhadap

konversi selulosa dari limbah kulit pisang kepok kuning menjadi gula

alkohol.

D. Manfaat Penelitian

diaplikasikan pada:

1. Pemanfaatan limbah rumah tangga dan industri kripik pisang yang banyak

mengandung selulosa untuk diolah menjadi gula alkohol yang memiliki

nilai jual tinggi.

Manfaat dari penelitian ini yaitu nanokatalis Ni(1-x)Fe2CuxO4 diharapkan dapat

sorbitol dan lainnya)?

5

2. Memberi informasi kepada para pembaca tentang pentingnya

mengkonsumsi gula alkohol sebagai pemanis alami yang aman dan

bermanfaat untuk kesehatan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Gula Alkohol

Gula alkohol didefinisikan sebagai turunan sakarida yang gugus keton

atau aldehidnya diganti dengan gugus hidroksil. Gula alkohol tersebut merupakan

pemanis bebas gula karena bukan gula dan juga bukan alkohol. Pemanis ini

memiliki rasa manis yang sama dengan sukrosa (gula tebu), dan merupakan

produk turunan selulosa yang penting karena memiliki manfaat yang beragam,

antara lain sebagaipengganti sukrosa yang aman terutama untuk penderita diabetes

yang tidak mampu memproduksi insulin, stabilisator pada suplemen dan

makanan, menjaga kesehatan gigi dengan cara menghambat pembentukan karies

dan plak pada gigi, menekan keasaman plak serta mempercepat proses

pembentukan mineral gigi (Zumbe et al., 2001). Gula alkohol yang dimanfaatkan

ini biasanya dalam bentuk sorbitol, manitol dan xylitol (Hansen et al., 2006).

Senyawa-senyawa tersebut dapat dihasilkan melaluipenguraian selulosa dengan

bantuan katalis. Selulosa terdiri dari unit D‐glukosa yang dihubungkan oleh ikatan

β‐1,4‐glikosidik. Struktur ini mirip dengan gula alkohol. Oleh karena itu, konversi

langsung selulosa menjadi gula alkohol memiliki nilai ekonomi dan energi yang

efisien (Jie et al., 2013).

7

Konversi selulosa menjadi gula alkohol terdiri dari dua tahapan, yang meliputi

hidrolisis selulosa menjadi gula alkohol sebagai tahap satu dan dilanjutkan

hidrogenasi gula menjadi gula alkohol sebagai tahap dua (Gambar 1).

Gambar 1. Konversi katalitik selulosa menjadi gula alkohol.

Fukuoka, 2011 melaporkan bahwa selulosa dapat dikonversi menjadi gula

alkohol dengan bantuan katalis logam, dan diperoleh rendemen gula alkohol 31%

menggunakan katalis Pt/Al2O3 dengan kondisi reaksi pada 190 °C dan 5 MPa H2,

selama 24 jam. Konversi selulosa diawali dengan reaksi hidrolisis untuk

menghasilkan glukosa menggunakan bantuan situs asam dan gas H2. Kemudian

hidrogenasi turunan glukosa menggunakan katalis logam Pt (Fukuoka, 2006).

Pada reaksi katalitik selulosa, sebelum diubah menjadi gula alkohol, selulosa akan

diubah menjadi glukosa dengan bantuan katalis (Fukuoka et al., 2011). Glukosa

adalah monosakarida yang paling berlimpah di alam dan memiliki rumus molekul

C6H12O6. Glukosa merupakan aldehida polihidroksi, sedangkan fruktosa yang

memiliki rumus molekul sama seperti glukosa, merupakan ketosa polihidroksi.

Gula yang ditemukan dalam berbagai jenis buah-buahan dan sayuran, juga

digunakan secara komersial sebagai aditif untuk meningkatkan rasa makanan dan

8

minuman olahan (Miesfeld, 2008). Struktur glukosa dan fruktosa ditunjukkan

pada Gambar 2 berikut:

Gambar 2. D-Glukosa (Aldoheksosa), dan D- dan L- Fruktosa(Ketoheksosa).

Karena selulosa merupakanpolimer glukosa maka hasil reaksi katalitiknya akan

memberikan monosakarida,disakarida, dan turunan lainnya (Goldberg, 1994).

Salahsatu turunan monosakarida adalah gula alkohol seperti manitol, sorbitol, dan

xilitolyang merupakan turunan monosakarida dari glukosa (Wolever and Mehling,

2002). Struktur manitol, sorbitol dan xilitol ditunjukkan pada Gambar 3 berikut.

Gambar 3. A. Manitol, B. Sorbitol, C. xilitol.

9

Manitol memiliki rumus kimia C6H14O6 dengan berat molekul 182,17 g/mol dan

digunakan dalam pembuatan tablet kunyah dan serbuk granular sebagai eksipien.

Secara alami manitol banyak ditemukan pada bahan alam seperti alga, manna,

rumput laut dan zaitun (Kuusito et al., 2005). Produksi manitol skala industri

dilakukan dengan reaksi hidrogenasi fruktosa, sukrosa, atau sirup glukosa-

fruktosa. Untuk mendapatkan hasil manitol yang tinggi disarankan menggunakan

sirup dengan kadar fruktosa yang lebih tinggi. Saat reaksi hidrogenasi, β-fruktosa

akan menjadi manitol sedangkan α-fruktosa akan menjadi sorbitol (Toukoniitty et

al., 2005). Berikut reaksi hidrogenasi glukosa menjadi sorbitol bawah ini:

Gambar 4. Reaksi hidrogenasi glukosa.

Sorbitol atau juga dikenal dengan heksitol memiliki rumus kimia C6H14O6 dengan

berat molekul 182,17 g/mol dan umumnya digunakan sebagai bahan baku industri

dan makanan seperti industri farmasi, kosmetik, pasta gigi, permen, vitamin C,

dan termasuk industri tekstil dan kulit (Othmer and Gerhard, 1960). Di Indonesia

sorbitol diproduksi dari umbi tanaman singkong. Sorbitol dapat dibuat dari

glukosa dengan proses katalitik bertekanan tinggi. Penambahan hidrogen yang

dikatalis dengan logam (platinum, palladium, nikel dan rhodium) akan

meningkatkan suhu kamar sehingga produk yangdihasilkan lebih banyak (Robert

and Francis., 2002). Reaksinya adalah sebagai berikut:

10

Gambar 5. Penambahan gas hidrogen yang dikatalis dengan logam Ni

Xilitol adalah gula alkohol jenis pentitol dengan rumus umum C5H12O5 dengan

berat molekul 152,15 g/mol dan banyak ditemukanpada buah-buahan dan sayuran

seperti strawberry, wortel, bayam, selada dan bunga kol. Sedangkan untuk

produksi skala besar, dilakukan melalui proses kimiawi dan bioteknologi. Proses

kimia dilakukan dengan hidrogenasi xilosa menggunakan larutan asam. Reaksinya

adalah sebagai berikut:

Gambar 6. Hidrogenasi xylosa dengan katalis Ni.

Reaksi konversi selulosa menjadi sorbitol, manitol dan xylitol menggunakan

katalis anorganik sudah banyak dilakukan dengan hasil yang menjanjikan seperti

penggunaan katalis Ru/AC-SO3H dengan perolehan rendemen sebesar 71,1 %

pada temperatur reaksi 165 °C (Han and Lee., 2012). Selanjutnya dengan

penggunaan katalis logam Pt(N)/BP2000 menghasilkan sorbitol sebesar 39% dan

manitol sebesar 4% (Fukuoka et al., 2011) dengan waktu 24 jam pada temperatur

reaksi 190 °C. Konversi selulosa menjadi manitol dengan rendemen sebesar

68,07% diperoleh melalui penggunaan katalis Ni4.63Cu1Al1.82Fe0.79 pada

11

temperatur reaksi 215 °C (Zhang et al., 2016). Kemudian, konversi selulosa

menjadi xylitol melalui penggunaan katalis Ru/C pada suasana asam (H2SO4)

selama 3 jam pada temperatur reaksi 160 °C berhasil dengan perolehan 11,3%

(Palkovits et al., 2011).

B. Selulosa

Selulosa adalah senyawa organik dengan rumus umun (C6H10O5)n, dan merupakan

polisakarida yangterdiri dari rantai linear beberapa ratus hingga lebih dari sepuluh

ribumelalui ikatan β – (1,4) glikosidik di antara unit glukosa. Struktur molekul

selulosa tidak melingkar serta tidak bercabang, dan bersifat sedikit kaku.

Gambar 7. Struktur molekul selulosa.

Senyawa selulosa ditemukan sangat melimpah pada tanaman dan produk

hortikultura seperti tanaman pisang, nenas, padi, jagung, tebu, singkong dan

kelapa sawit serta lainnya (Akgul dan Kirey, 2009). Secara umum, kandungan

selulosa dari beberapa tanaman hortikultura dipaparkan dalam Tabel 1 berikut ini.

Selanjutnya, struktur molekul selulosa dapat dilihat pada Gambar 7 berikut.

12

Tabel 1. Beberapa tanaman holtikultura yang berpotensi sebagai sumber selulosa

No Jenis Tanaman holtikultura Produksi pertahun(106 ton)

KandunganResidu selulosa(106 ton)

1 Pisang 1,88 0,5642 Jagung 20,22 8,093 Tebu 2,7284 0,8194 Kelapa Sawit 6,1898 3,7145 Nanas 2,25 0,675

Sumber: Dirjen Perkebunan Indonesia, 2014

Melihat jumlah residu selulosa pada Tabel 1 di atas, potensi pemanfaatannya

menjadi tantangan bagi para peneliti.

Karakteristik selulosa didasarkan atas derajat polimerisasi (DP) dan kelarutannya

dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5%, maka selulosa dapat

dibedakan atas tiga jenis, yaitu: Selulosaα(alpha cellulose) adalah selulosa

berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat

dengan DP 600–1500. Selulosaαdipakai sebagai penduga dan/atau penentu

tingkat kemurnian selulosa. Selanjutnya, selulosaβ(betha cellulose) yang

merupakan selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa

kuat dengan DP 15 – 90, dan dapat mengendap bila dinetralkan. Kemudian,

selulosa Ɣ (gamma cellulose) adalah sama dengan selulosaβ, tetapi DP kurang

dari 15. Selain itu ada yang disebut hemiselulosa (polisakarida yang bukan

selulosa, jika dihidrolisis akan menghasilkan manova, galaktosa, xylosa, arabinosa

dan asam uranat) dan holoselulosa (bagian dari serat yang bebas dari sari serta

lignin, terdiri dari campuran semua selulosa dan hemiselulosa) (SNI-0444, 2009).

Aplikasi selulosa dalam skala industri adalah sebagai bahan baku serat untuk

13

pembuatan kertas, karton dan serat tekstil. Lebih lanjut, selulosa dikonversi

menjadi beberapa produk, seperti mikrokristalin selulosa, karboksimetil selulosa,

metil selulosa dan hidroksipropil metil selulosa. Produk tersebut dimanfaatkan

sebagai bahan anti-koagulan, pengemulsi, stabilisator, pendispersi, pengental, dan

penggelasi (Ioelovich., 2012). Dalam skala kecil, selulosa ini dipergunakan

sebagai bahan untuk menghasilkan produk derivatif seperti selofan dan rayon.

Selain itu, selulosa ini juga dapat dikonversi secara katalitik menjadi gula alkohol

seperti xylitol, sorbitol, manitol dan biofuel seperti cellulosic ethanol sebagai

alternatif sumber bahan bakar.

C. Metode Preparasi Katalis

Metode preparasi katalis telah banyak dihasilkan seperti presipitasi (Maulijn et al.,

1993), ko-presipitasi (Deraz et al., 2013), sol-gel (Gul and Masqood., 2008), dan

hidrotermal (Giri et al., 2005). Hal terpenting yang diperhatikan pada penggunaan

metode preparasi katalis adalah mendapatkan bahan katalis yang memiliki

struktur definit, kestabilan baik, luas permukaan yang besar dan situs aktif yang

lebih terbuka serta ukuran yang kecil serta distribusi yang merata. Maka

pemilihan metode preparasi dan proses kalsinasi prekursor katalis akan sangat

berperan dalam menghasilkan bahan yang memiliki karakteristik aktif seperti

yang diharapkan.

Salah satu metode yang dapat menghasilkan bahan katalis dengan karakteristik di

atas adalah metode solgel. Metode ini merupakan proses menghasilkan suspensi

14

partikel koloid dari prekursor yang digunakan dalam pelarut air dan selanjutnya

digelasikan melalui pengaturan pH dan proses pemanasan atau pengadukan dalam

interval waktu tertentu (Ismunandar., 2006). Proses sol gel melibatkan transisi

pada sistem dari fasa sol menjadi fasa gel yang didasarkan pada kemudahan

memasukkan satu atau dua logam aktif secara bersamaan dalam struktur pelarut

yang digunakan biasanya senyawa organik.

Dalam preparasi bahan katalis, metode sol gel memiliki beberapa keunggulan,

seperti : (a) Dispersi yang tinggi dari spesi aktif yang tersebar secara homogen;

(b) Permukaan yang homogen dan luas permukaan yang besar; dan (c) Tekstur

porinya memberikan kemudahan difusi reaktan untuk masuk kedalam rongga

menuju situs aktif; serta (d) Stabilitas termal yang meningkat (Lecloux and

Pirarad, 1998; Lambert and Gonzalez, 1998)

Selanjutnya dalam metode sol gel, gel yang dihasilkan harus melalui proses

penghilangan pelarut yang digunakan sebelum proses kalsinasi bahan prekursor

menjadi katalis. Proses penghilangan pelarut juga merupakan kunci keberhasilan

untuk mendapatkan keunggulan yang dijelaskan di atas. Salah satu proses

penghilangan pelarut air adalah freeze – drying ( Liapis and Bruttini, 1994) tanpa

merusak jaringan prekursor yang sudah terbentuk. Prinsip kerja proses ini, sampel

dibekukan selanjutnya tekanan diturunkan mendekati nol atmosfer atau ultra

vakum dan selanjutnya pelarut air akan menguap sesuai hukum gas ideal, p.V = n.

R . T

Secara umum, proses penghilangan bahan pelarut air, telah lebih dulu dikenal

dalam bidang biologi, farmasi, dan makanan untuk mengurangi kadar air

15

terkandung sehingga proses pembusukan oleh mikroorganisme tertunda dan

kualitas produknya terjaga. Beberapa keunggulan metode pengeringan beku

dibandingkan dengan metode lainnya antara lain adalah: (a) Dapat

mempertahankan stabilitas produk ; (b) Dapat mempertahankan stabilitas ukuran

bahan ; dan (c) Dapat meningkatkan daya rehidrasi karena bahan berongga dan

liofilik.

Tahap selanjutnya dalam preparasi bahan katalis adalah kalsinasi. Proses kalsinasi

merupakan tahap pembentukan senyawa definit dari bahan katalis melalui proses

thermal. Umumnya, gel yang telah dikeringkan melalui proses freeze-drying dari

pelarut air, selanjutnya di kalsinasi melalui beberapa tahapan kalsinasi seperti

penghilangan air tersisa atau terperangkap dalam jaringan prekursor dilakukan

pada temperatur 100 – 130 ºC, penguraian bahan prekursor yang mengandung

nitrat, sulfonat, karbonat dan asetat dapat dilakukan pada temperatur 300– 400 °C

dan proses penggabungan beberapa oksida logam yang diinginkan dalam

persenyawaan dilakukan pada temperatur di atas 400 ºC (Pinna, 1998; Anggela

dan Suminar Pratapa, 2012). Dalam tahapan kalsinasi umumnya disertai dengan

pengabsorpsian panas (endothermis) atau pelepasan panas (eksothermis).

Beberapa contoh bahan katalis yang dipreparasi melalui metode sol-gel dan proses

kalsinasinya dipaparkan pada Tabel 2.

16

Tabel 2. Katalis terpreparasi melalui metode sol-gel dan proses kalsinasi

No Bahan Katalis SuhuKalsinasi (°C)

Jenis Kalor(endo/ekso)term

UkuranPartikel

Referensi

1 NiFe2O4 600 Eksoterm 50 µm Situmeang et al, 20102 Ni0,2Co0,2Fe0,6O4 600 - 800 Eksoterm 92 nm Septanto., 20113 Ni0,2Cu0,1Fe0,7O4 600 Eksoterm 85 nm Sulistiyo., 2013

D. Pektin

Dalam industri makanan, umumnya, pektin digunakan sebagai pengemulsi

sehingga campuran bahan makanan dapat terdistribusi merata sebelum menjadi

gel dan mestabilkan protein (Hariyati, 2006). Dalam pembuatan bahan katalis,

pengemulsi diperlukan agar supaya prekursor dapat menyebar merata sebelum

terbentuk gel. Terdistribusinya kation dari oksida logam pada larutan pektin

memudahkan proses pembentukan senyawa katalis yang diinginkan.

Pektin merupakan polisakarida kompleks dan tersusun atas polimer asam α-D-

galakturonat yang terikat melalui ikatan α 1,4-glikosidik. Pada tanaman, pektin

terkandung di dalam dinding sel primer yaitu diantara selulosa dan hemiselulosa

(Nelson et al., 1977). Kandungan pektin kurang lebih sepertiga berat kering

dinding sel tanaman. Struktur pektin ditunjukkan pada Gambar 8.

17

Gambar 8. (a) Asam α-galakturonat (b) Metil α-galakturonat (c) pektin.

Penyusun utama pektin adalah asam α- galakturonat dan metil α- galakturonat

yang memiliki gugus karboksil yang terikat dengan α-1,4-glikosidik. Asam

galakturonatmemiliki gugus karboksil yang dapat berikatan dengan ion Mg2+ atau

Ca2+ sehinggga berkas-berkas polimer berlekatan satu sama lain dan inilah yang

menyebabkan rasa lengket pada kulit. Tampa kehadiran ion ini pektin dapat larut

dalam air. Garam-garam pektin dapat membentuk gel, karena ikatan tersebut

berstruktur amorf (tak berbentuk pasti) yang dapat mengembang jika molekul air

terjerat diantara ruang-ruang ikatan tersebut. Kandungan metoksi pada pektin

mempengaruhi kelarutannya. Pektin dengan kadar β-metoksi tinggi (7-9%) akan

mudah larut di dalam air sedangkan pektin dengan kadar β-metoksi rendah (3-6%)

mudah larut di dalam alkali dan asam oksalat. Pektin tidak larut di dalam alkohol

dan aseton. Kadar metoksi merupakan jumlah metanol di dalam 100 mol asam

galakturonat. Kadar metoksi berperan dalam menentukan sifat fungsional dan

mempengaruhi struktur serta tekstur dari gel pektin. Pembentukan gel pada pektin

terjadi melalui ikatan hidrogen antara gugus karbonil bebas dengan gugus

hidroksil. Pektin dengan kandungan metoksi tinggi membentuk gel dengan gula

18

dan asam pada konsentrasi gula 58-70% sedangkan pektin dengan metoksi rendah

tidak mampu membentuk gel dengan asam dan gula tetapi dapat membentuk gel

dengan adanya ion-ion kalsium. Sumber pektin komersil paling utama yaitu pada

buah-buahan seperti kulit jeruk (25-30%), kulit apel kering (15-18%), bunga

matahari (15-25%), bit gula (10-25%) (Ridley et al., 2001), dan kulit pisang

(17,05%) (Castillo et al., 2015).

E. Kulit Pisang

Selain manfaat kandungan buah pisang seperti protein, vitamin dan mineral

(Dewati, 2008), ternyata kulit pisang juga masih dapat bermanfaat melalui

pengolahan kandungan yang ada, seperti terlihat pada Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Kandungan senyawa dalam kulit pisang kepok

No. Kandungan % berat (g/100g berat kering)

1 Protein 8,62 Lemak 13,13 Pati 12,14 Serat 50,35 Abu 15,3

Sumber: Yosephine dkk., 2012

Kandungan serat yang tinggi tentunya berpotensi untuk diolah menjadi produk

yang lebih bermanfaat seperti gula alkohol, energi bahan bakar dan lainnya

(Seftian, dkk., 2012) dibandingkan hanya sebagai makanan ternak atau pupuk

cair.

Provinsi Lampung sebagai penghasil budidaya pisang sebesar 21,59% skala

nasional dan persentase produksi di Indonesia. Tanaman pisang tak kenal musim

19

dan buah pisang termasuk yang terbesar dari tanaman buah yang lain seperti

terlihat pada Gambar 9 berikut:

Gambar 9. Persentase buah di Indonesia tahun 2014 (BPS, 2014).

Buah pisang terutama pisang kepok yang buahnya dibuat menjadi keripik-pisang

tentunya memberikan residu kulit pisang yang melimpah dan bernilai ekonomi

tinggi jika diolah menjadi produk-produk lain, seperti gula alkohol. Jenis pisang

kepok yang banyak dibuat untuk kripik pisang adalah pisang kepok kuning.

Bentuk fisik buah dan kulit tanaman pisang kepok kuning dipaparkan pada

Gambar 10 di bawah ini.

Gambar 10. Buah dan kulit pisang kepok kuning.

Kulit pisang juga merupakan sumber yang baik mengandung lignin (6-12%),

pektin (10-21%), selulosa (7,6-9,6%), hemiselulosa (6,4-9,4%) dan asam

20

Galakturonat (Mohapatra et al., 2010). Pektin yang diekstrak dari kulit pisang

juga mengandung glukosa, galaktosa, arabinosa, rhamnosa, dan xilosa. Kulit

pisang juga dapat digunakan dalam minuman anggur, produksi etanol, sebagai

substrat untuk produksi biogas dan sebagai bahan dasar untuk ekstraksi pektin

(Mohapatra et al., 2010).

F. Pemanfaatan sinar UV

Sinar ultra-lembayung (UV) merupakan sinar yang terdapat dalam cahaya

matahari meskipun jumlahnya relatif kecil dibandingkan dengan sinar cahaya

tampak. Secara umum,cahaya UV mempunyai rentang panjang gelombang 100 –

400 nm atau 3,1 – 12,4 eV. Menurut American Cancer Society (2001),

berdasarkan panjang gelombang atau energinya, sinar UV dikelompokan atas tiga

jenis sinar UV, yaitu : UV-A (λ =320-400 nm), sinar UV-B (λ =290-320 nm) dan

sinar UV-C (λ =200-290 nm). Dalam prakteknya, sinar UV-A dan UV-B atau

8,37 eV digunakan untuk foto-dekomposisi senyawa zat warna maupun reaksi

fotokatalitik senyawa lainnya (Lestari, dkk., 2015) berdasarkan pertimbangan

energi yang dimiliki.

Jumlah energi yang dimiliki sinar UV cukup besar untuk memutusan ikatan β –

1,4 – glikosidik pada selulosa yang memiliki energi sebesar 2 – 14 kJ mol-1

(Bekham et al., 2011; Sorensen et al., 2015). Maka energi yang dibutuhkan untuk

memutus satu ikatan glikosidik (per dua molekul glukosa) tersebut sebesar

0,03151 – 0,1103 eV. Hal ini terbukti dengan menggunakan fotokatalis TiO2 dan

terdopannya mampu memberikan konversi selulosa ~100% (Zhang et al., 2016;

Kawai and Sakata.,1980) karena energi band- gap untuk TiO2 anatase dan rutile

21

masing masing 3,22 dan 3,03 eV (Yamamoto et al., 2001). Kenyataannya,

pemanfaatan sinar UV pada fotodegradasi polutan hanya memberikan efisiensi

kuantum yang rendah, yaitu hanya 1% foton sinar UV yang mampu memberikan

tahap oksidasi-reduksi (Colmenares et al., 2009). Efisiensi kuantum dapat

ditingkatkan salah satunya melalui pemilihan nanokatalis yang mengabsorbsi

energi UV lebih banyak. Perancangan reaktor sehingga berkas sinar UV lebih

banyak yang mengenai sampel juga dapat meningkatkan efisiensi kuantum. Hal

senada dapat terjadi padapemilihan substrat (nano selulosa) supaya lebih

terdispersi dalam larutan dan lebih mudah energi terserap dan mengarah pada

ikatan β-1,4- glikosidik, posisi sinar UV sehingga tidak terpantul keluar reaktor,

dan lama kontak untuk terjadinya reaksi. Proses reaksi konversi nanoselulosa

dengan adanya gas hidrogen dipaparkan pada skema berikut:

H2

H.&H-

ElektronPita Hantaran

Nanoselulosa Jurang pita

Lubang Pita valensiGlukosa

Sorbitol,manitol dan xylitolNanofotokatalis

Sinar UV

Gambar 11. Skema ilustrasi pemisahan muatan fotokatalis diinduksi sinar UV.

Pemanfaatan sinar UV (ultra-lembayung) dalam mengkonversi biomassa ternyata

sudah berlangsung cukup lama, seperti konversi karbohidrat menjadi bahan bakar

hidrogen dengan lampu Xe 500W (sinar UV dengan = 320 nm) mampu

mendekomposisi sampel sukrosa yang dilarutkan dalam akuades, diaerasi dan

22

dicampur dengan katalis RuO2 – TiO2 – Pt (10:100:5, g/g ), menjadi gas hidrogen

sebanyak 70 µmol dan CO2 dalam waktu 18 jam pada temperatur ruang (Kawai

and Sakata, 1980). Selanjutnya, konversi fruktosa dan xylosa menjadi asam

organik menggunakan lampu UV 400W, = 365 nm selama 120 menit pada

temperatur 30 ºC dengan konversi sebesar 50 – 70% (Puttipat et al., 2014).

Sampel yang digunakan terdiri dari larutan fruktosa 500 mL, dengan konsentrasi 1

g/L dicampur dengan larutan air – asetonitril (10:90, v/v) dan katalis TiO2 (1 g/L)

serta diaduk. Kelompok riset di Inggris juga mengkonversi selulosa dalam bentuk

nano yang ditempelkan pada TiO2 dan TiO2 – Pt, disuspensi dalam akuades dan

diaerasi serta reaksi berlangsung 6 jam untuk 1 siklus dan proses berlangsung

hingga 7 siklus serta irradiasi sinar UV berasal dari lampu Fe-halida (Zhang et al.,

2016). Konversi selulosa tersebut memberikan hasil bahan bakar hidrogen,

sebesar 90%. Secara umum, sinar UV yang digunakan dipasang secara vertikal

terhadap sampel yang difotokatalisis dan selulosa yang digunakan adalah

mikrokristalin (Colmenares et al., 2011; Zhang et al., 2016 ; Kawai and Sakata.,

1980). Berdasarkan kajian literatur tersebut, ternyata bahan katalisnya harus

bersifat semikonduktor. Secara umum, logam – logam transisi memiliki

karakteristik tersebut.

G. Fotokatalis

Katalis, pertama kali dikemukakan oleh Ostwald, yaitu suatu zat yang mengubah

laju suatu reaksi kimia tanpa mengubah besarnya energi yang menyertai reaksi

tersebut. Definisi dan jenis katalis cukup banyak kita temui dalam literatur (Yoon

et al., 2003; Steven et al., 2005). Salah satunya, katalis yang didasarkan atas fasa

23

katalis dan fasa reaktannya. Jika fasa katalis sama dengan reaktannya maka

disebut katalis homogen. Sebaliknya, jika fasa katalis dengan reaktannya berbeda

disebut katalis heterogen.

Dalam aktivasi katalis, biasanya digunakan energi thermal. Jika dalam aktivasinya

digunakan energi yang berasal dari sinar matahari, seperti UV dan cahaya tampak

atau menggunakan sinar laser atau sinar radioaktif, seperti sinar , sinar , dan

sinar maka katalisnya disebut fotokatalitis.

Senyawa kimia yang dapat berfungsi sebagai fotokatalis adalah senyawa yang

berasal dari logam transisi yang bersifat semikonduktor dalam persenyawaannya.

Aktivasi fotokatalis dapat dilakukan dengan bantuan oksidator seperti ozon atau

hidrogen peroksida dan disebut fotokatalitik homogen. Sedangkan aktivasi

fotokatalis dengan bantuan irradiasi sinar UV atau sinar lainnya disebut

fotokatalitik heterogen (Qodri, 2011). Mekanisme reaksi yang terjadi antara

reaktan dengan katalis yang di-irradiasi sinar UV atau sinar lainnya, dapat

dijelaskan melalui teori pita energi. Tingkat pita energi terdiri atas pita valensi

(VB) dan pita hantaran (CB) serta dipisahkan oleh pita larangan (Eg) atau jurang

energi (Hoffmann et al., 1995; Maeda, 2011).

Selanjutnya, elektron yang berada pada orbital di pita valensi (HOMO) akan dapat

menyeberangi jurang energi (Eg) ke orbital kosong pada pita hantaran (LUMO)

jika energi terkuanta yang diberikan melalui sinar UV atau sinar lainnya cukup.

Maka tersedia elektron bebas dan lubang di pita hantaran yang kontak dengan

reaktan guna membentuk suatu produk (Noqueira et al., 1993)

24

H. Karakterisasi Katalis

Karakterisasi katalis meliputi sifat fisik dan sifat kimia. Karakterisasi fisik antara

lain adalah keasaman katalis, diameter pori, morfologi permukaan, struktur definit

katalis dan distribusi partikel. Tujuan dari karakterisasi adalah untuk mengontrol

kualitas katalis setelah preparasi.

1. Keasaman katalis

Analisis keasaman katalis dilakukan untuk mengetahui jumlah dan jenis situs

asam. Jumlah situs asam ditentukan melalui metode gravimetri melalui adsorpsi

basa dalam fasa gas pada permukaan katalis (ASTM, 2005). Jenis situs asam yang

terikat pada katalis dapat ditentukan dengan menggunakan FTIR dari katalis yang

telah mengadsorpsi suatu basa (Seddigi, 2003).

a. Metode Gravimetri

Keasaman suatu katalis adalah jumlah asam, kekuatan asam, serta gugus asam

Lewisdan asam Bronsted Lowry dari katalis. Menurut Lewis asam adalah spesies

yang dapat menerima elektron (akseptor elektron) dan basa adalah spesies yang

dapat menyumbangkan elektron, Sedangkan asam menurut Bronsted Lowry

adalah spesies yang dapat menyumbangkan proton (donor proton) dan basa adalah

spesies yang menerima proton atau akseptor proton.

Dengan metode gravimetri dapat diukur jumlah gas yang teradsorbsi pada

permukaan katalis. Jumlah asam dalam suatu padatan dapat diperoleh dengan

mengukur jumlah basa yang teradsorbsi secara kimia dalam fase gas. Basa yang

25

biasa digunakan yaitu amoniak, piridin, piperidin, quinolin, trimetil amin dan pirol

yang teradsorbsi pada situs asam dengan kekuatan adsorbsi yang proporsional

dengan kekuatan asam (Richarson, 1989). Dalam penentuan jumlah keasaman

atau kebasaan suatu padatan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu adsorpsi

NH3 dan adsorpsi piridin (pKa = + 4,8 dan + 5,2) pada bahan katalis. Banyaknya

basa yang teradsorpsi pada situs asam menyatakan kekuatan asam dari suatu

sampel padatan. Prosedur pengerjaan dilakukan pada temperatur tertentu atau

pada rentang temperatur tertentu dengan menggunakan metode gravimetri

(Richardson., 1989). Pada penentuan jumlah situs asam menggunakan piridin

sebagai basa teradsorpsi merupakan penentuan jumlah situs asam yang terdapat

pada permukaan katalis, dengan asumsi bahwa ukuran molekul piridin yang relatif

besar sehingga hanya dapat teradsorpsi pada permukaan katalis. Penentuan

penggunaan basa teradsorpsi pada bahan katalis disesuaikan dengan molekul

reaktan yang akan digunakan dalam reaksi katalitik, jika berat molekul reaktan

kecil maka digunakan basa NH3 sebagai adsorbat. Sebaliknya, jika reaktan yang

akan digunakan berat molekulnya besar maka digunakan piridin sebagai basa

adsorbatnya.

Banyaknya mol basa yang teradsorpsi dapat dihitung dengan rumus:Keasaman = (w3−w2)/ (w2−w1) BM ×1000 mmol/g………….. (1)

Dimana: w1 = Massa wadah kosong (g)

w2 = Massa wadah + cuplikan (g)

w3 = Massa wadah + cuplikan yang telah mengadsorpsi piridin (g)

BM = Massa molekul piridin (g/mol)

26

b. Spektroskopi inframerah (FTIR)

Spektroskopi inframerah adalah metode analisis yang didasarkan pada absorpsi

radiasi inframerah oleh sampel yang akan menghasilkan perubahan keadaan

vibrasi dan rotasi dari molekul sampel. Spektrofotometri IR adalah spektroskopi

yang memanfaatkan sinar IR dekat, yakni sinar yang berada pada jangkauan

panjang gelombang 2,5–25 μm atau jangkauan frekuensi 400–4000 cm-1 untuk

melihat vibrasi dari ikatan yang ada pada molekul. Skema lengkap dari

instrumentasi FTIR ditunjukan pada Gambar 12 berikut. Prinsip kerja

spektrofotometer IR adalah sebagai berikut, pertama sinar dari sumber laser

dipantulkan melewati plat pemecah sinar, sementara sumber dari sumber IR

dipantulkan melalui cermin kembali melewati plat pemecah berkas, kedua sumber

ini dipantulkan kembali melewati cermin dan berkas cahaya diteruskan melalui

lintasan optik sebelum dipantulkan dengan cermin, kemudian berkas melewati

sampel, dipantulkan dan dilakukan pembacaan pada detektor yang mengubah

energi panas menjadi energi listrik.

Gambar 12. Prinsip kerja FTIR.

27

Instumen FTIR menggunakan sistem yang disebut dengan interferometer untuk

mengumpulkan spektrum. Interferometer terdiri atas sumber radiasi, pemisah

berkas, dua buah cermin, laser dan detektor.

Dari FTIR dihasilkan puncak –puncak serapan yang dapat diketahui jenis situs

asam. Pada penggunaan basa piridin sebagai basa teradsorpsi, situs asam basa

Bronsted Lowry akan ditandai dengan puncak serapan pada bilangan bilangan

gelombang 1485 – 1500 cm-1, 1620 cm-1, dan 1640 cm-1. Sedangkan untuk

situs asam Lewis ditandai dengan puncak-puncak serapan pada bilangan-bilangan

gelombang 1447-1460 cm-1, 1488- 1503 cm-1, 1580 cm-1 dan 1600 – 1633 cm-1

(Tanabe, 1981)

2. Analisis Morfologi Permukaan Katalis

Untuk mengamati bentuk struktur serta distribusi pori padatan digunakan adalah

TEM. Prinsip kerja TEM sama dengan proyektor slide dimana elektron

ditransmisikan kedalam objek pengamatan dan hasilnya diamati melalui layar.

Mekanisme kerja dari TEM yaitu pistol elektron berupa lampu tungsten

dihubungkan dengan tegangan tinggi (100-300 kV) ditransmisikan pada sampel

yang tipis, pistol akan memancarkan elektron secara termionik maupun emisi

medan magnet ke sistem vakum. Interaksi antar elektron dengan medan magnet

menyebabkan elektron bergerak sesuai aturan tangan kanan sehingga

memungkinkan elektromagnet memanipulasi berkas elektron.

Penggunaan medan magnet akan membentuk sebuah lensa magnetik dapat

menyebabkan elektron direfleksikan melalui sudut yang konstan. Dua pasang

28

refleksi yang berlawanan arah dengan intermediet tegap akan membentuk arah

elektron yang menuju lensa yang selanjutnya dapat diamati melalui layar fosfor

(Jie et al., 2013)

3. Karakterisasi Fotokatalis

Karakterisasi fotokatalis bertujuan untuk mengetahui data-data dari fotokatalis

seperti band gap, ukuran kristal, dan struktur kristal dari katalis yang digunakan.

Karakterisasi ini menggunakan XRD( X-Ray Diffraction) untuk mengetahui

struktur dan ukuran kristal. DR UV-Vis (Diffuse Reflectance UV Vis) untuk

mengetahui band gap dari katalis yang digunakan.

3.1. Penentuan struktur kristal dan ukuran kristal dengan XRD

Karakteristik struktur dan fasa partikel dapat ditentukan dengan alat XRD. Metode

XRD didasarkan pada fakta bahwa pola difraksi sinar X untuk masing-masing

dapat dilakukan antara pola difraksi sinar X dari sampel yang tidak diketahui

dengan sampel yang telah diketahui, maka identitas dari sampel yang tidak

diketahui itu dapat diketahui (Skoog and Leary, 1992). Ketika berkas sinar itu

berinteraksi dengan lapisan permukaan kristal, sebagian sinar X ditransmisikan,

diserap, direfleksikan dan sebagian lagi dihamburkan serta didifraksikan. Pola

difraksi yang dihasilkan analog dengan pola difraksi cahaya pada permukaan air

yang menghasilkan adalah dengan menggunakan kelompok pembiasan. Skema

alat XRD ditunjukkan pada Gambar 13.

29

Detektor

sinar-x terdifraksi

sinar -X

sampel

Gambar 13. Skema alat XRD.

Proses terjadinya pembentukan puncak pada XRD ditunjukkan pada Gambar 14

d

d sin Gambar 14. Proses pembentukan puncak XRD.

Dasar dari penggunaan XRD untuk mempelajari kisi kristal berdasarkan

persamaan Bragg (Bragg et al., 1993):

2 d. sin = n ………………………..……………..(2)

dimana d adalah jarak antara dua bidang kisi (nm), adalah sudut antara sinar

datang dan bidang normal dan adalah panjang gelombang yang digunakan

(nm).

Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-x dijatuhkan pada sampel

kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-x yang memiliki panjang

gelombang yang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang

dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai puncak

difraksi. Semakin banyak bidang kristal yang sama terdapat dalam sampel,

30

semakin kuat intesitas pembiasan yang dihasilkan. Tiap puncak yang muncul pada

pola XRD mewakili 1 puncak bidang kristal yang memiliki orientasi dalam sumbu

3 dimensi (Bayliss, 1976). Selanjutnya suatu kristal mineral dapat ditentukan

strukturnya secara kualitatif dengan cara membandingkan pola difraksi yang

dihasilkan dengan pola difraksi mineral acuan atau baku. Dari hasil difraksi dapat

diperoleh nilai full width at half maximum (FWHM), selanjutnya FWHM dapat

dimasukan ke persamaan scherrer, untuk memperoleh ukuran partikel

(Culity,1978). Adapun persamaan scherrer dapat dituliskan sebagai berikut :

D =.

…………………………………….. (3)

Dimana : D = ukuran kristal k= 0,94, =1,54 ºA, β = FWHM (radian) serta

= sudut Bragg (º)

3.2. Penentuan Energi Gap Diffuse Reflectance UV Vis

Besarnya energi gap dari fotokatalis dilakukan dengan menggunakan Diffuse

Reflectance UV Vis . Metode ini didasarkan pada intensitas UV Vis yang

direfleksikan oleh sampel. Reflektansi yang terukur menggunakan reflektansi

standar dan dinyatakan dalam persamaan (4).

R(Sampel)R'∞ = ……………………………….……. (4)

R(Standar)

Nilai ini akan digunakan untuk mengetahui persamaan Kubelta Munk:

(1 - R'∞)2

F(R'∞) = …………………………………….. (5)2 R'∞

Persamaan ini memiliki hubungan dengan parameter k ( koefisien absorbansi) dan

s (koefisien hamburan reflektansi difusi). F(R'∞) = k/s sehingga persamaan (5)

31

dapat ditulis

k (1 - R'∞)2 ……………………………………… (6)s 2 R'∞

Spektrum UV-Vis Difusi Reflektansi berupa kurva hubungan antara k/s melawan

panjang gelombang (λ) atau absorbansi (A) melawan panjang gelombang (λ)

(Morales., 2007). Hubungan absorbansi (A) dengan reflektansi dinyatakan dalam

persamaan (7) dibawah ini:

log 1 A …………………………………… (7)R'∞

Perhitungan dilakukan pada setiap sampel dengan menggunakan metode Kubelta

Munk dimana energi gap diperoleh dari hubungan antara hv (ev) vs (F(R’)hv)½.

Panjang gelombang yang digunakan dalam penentuan band gap adalah 200 – 800

nm. Energi gap semikonduktor adalah besarnya hν pada saat (F(R'∞)hν)1/2 = 0,

yang diperoleh dari persamaan regresi linier kurva tersebut(Abdullah, 2010).

4. Analisis Morfologi Permukaan Katalis

Untuk mengamati bentuk struktur serta distribusi pori padatan digunakan adalah

TEM. Prinsip kerja TEM sama dengan proyektor slide dimana elektron

ditransmisikan kedalam objek pengamatan dan hasilnya diamati melalui layar.

Mekanisme kerja dari TEM yaitu pistol elektron berupa lampu tungsten

dihubungkan dengan tegangan tinggi (100-300 kV) ditransmisikan pada sampel

yang tipis, pistol akan memancarkan elekkron secara termionik maupun emisi

medan magnet ke sistem vakum. Interaksi anatar elektron dengan medan magnet

menyebabkan elektron bergerak sesuai aturan tangan kanan sehingga

memungkinkan elektromagnet memanipulasi berkas elektron.

32

Penggunaan medan magnet akan membentuk sebuah lensa magnetik dapat

menyebabkan elektron di defleksikan melalui sudut yang konstan. Dua pasang

defleksi yang berlawanan arah dengan intermediate gap akan membentuk arah

elektron yang menuju lensa yang selanjutnya dapat diamati melalui layar pospor

(Jie et al., 2013)

5. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

Prinsip dasar dari KCKT adalah pemisahan analit berdasarkan kepolaranya.

Adapun prinsip kerja KCKT adalah setiap suatu sampel yang akan diuji

diinjeksikan ke dalam kolom maka sampel tersebut akan terurai dan terpisah

menjadi senyawa-senyawa kimia (analit) sesuai dengan perbedaanafinitasnya.

Hasil pemisahan tersebut akan dideteksi oleh detektor pada panjang gelombang

tertentu, hasil yang muncul dari detektor tersebut selanjutnya dicatat oleh recorder

yang biasanya dapat ditampilkan menggunakan integrator atau menggunakan

personal computer (PC) yangterhubung online dengan alat KCKT tersebut. Yang

membedakan KCKT dengan kromatografi lainnya adalah pada KCKT digunakan

tegangan tinggi untuk mendorong fasa gerak. Campuran analit akan terpisah

berdsasarkan kepolarannya dan kecepatan untuk sampai kedetektor (waktu

retensinya) akan berbeda, hal ini akan teramati pada spektrum yang puncak-

puncaknya terpisah. Ukuran skala prioritas: golongan fluorokarbon < golongan

hidrokarbon < senyawa terhalogenasi < golongan eter < golongan ester <

golongan keton < golongan alkohol < golongan asam.

33

Gambar 15. Skema kerja KCKT.

III. METODELOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kimia Anorganik dan Kimia Fisika,

FMIPA UNILA, dari bulan Mei 2017 sampai dengan November 2017. Analisis

struktur kristal dilakukan diLaboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir

(PTBIN) Batan Serpong, analisis ukuran partikel dilakukan di laboratorium

jurusan kimia FMIPA UGM, uji FTIR dilaboratorium terpadu UII Yokyakarta,

Uji band gap di laboratorium UI-Chem kimia UI, uji aktivitas katalis dilakukan

di Laboratorium Kimia Anorganik dan Kimia Fisik UNILA, dan analisis hasil uji

aktivitas katalis dilakukan laboratorium Politeknik AKA Bogor.

B. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain termometer, pengaduk

magnetik, hot platemagnetic stirrer, neraca analitik, blender, oven, ice-bath ,

freezer dry, refluks, ultrasonofikasi, sentrifius, Transmission electron microscopy,

Particle size analyzer, DR UV-Vis (Diffuse Reflectance UV Vis), X-Ray

diffraction, reaktor Fotokatalitik, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dan

peralatan gelas laboratorium.

35

Bahan- bahan digunakan dalam penelitian ini antara lain: kulit pisang, ferit nitrat

Fe(NO3)3.9 H2O (Merck, 99%), nikel nitrat Ni(NO3).6H2O (Merck, 99%),

tembaga nirat Cu(NO3)2.6H2O (Merck, 99%), pektin, gas hidrogen (BOC

99,99%), larutan fehling A dan B, larutan NaOH 4%, larutan dari 1,7% NaClO2,

HNO3 35% buffer asetat, akuades dan kertas indikator universal.

C. Prosedur Penelitian

1. Pembuatan Ekstraksi Kulit Pisang Kepok Kuning

Isolasi selulosa dari kulit pisang kepok kuning diawali dengan pencucian kulit

pisang kepok kuning dengan air mengalir kemudian dikeringkan dibawah panas

matahari selama 5 hari. Selanjutnya, kulit pisang kepok kuning dihaluskan

dengan menggunakan dry-blender lalu diayak dengan ayakan berukuran 100

mesh. Bubuk kulit pisang tersebut diambil sebanyak 75 gr dimasukkan dalam

labu bulat dan ditambahkan larutan NaOH 5%. Kemudian disaring dan dicuci

dengan air mengalir beberapa kali untuk memisahkan selulosa dari lignin. Proses

delignifikasi tersebut dilakukan selama 4 jam pada suhu 100 -130 ºC. Setelah

proses delignifikasi dilakukan, lignin yang terdegradasi ditunjukkan dengan

adanya warna hitam pada larutan NaOH 5% yang digunakan. Kemudian, proses

bleaching dilakukan dengan cara memasukkan bubuk selulosa hasil perlakukan

sebelumnya kedalam labu bulat dan ditambahkan 400 ml larutan dari 1,7%

NaClO2 dan buffer asetat 5 ml. Kemudian didinginkan dan dicuci dengan air

mengalir hingga padatan putih selulosa diperoleh (Zain et al., 2014; Shankar dan

Rhim, 2016) selanjutnya dikeringkan dengan oven pada temperatur 80 °C.

36

2. Pembuatan Nanoselulosa Kulit Pisang Kepok Kuning

10 gram sampel selulosa kulit pisang kepok kuning di masukkan kedalam labu

bundar 1 L dan ditambahkan 200 ml larutan HNO3 35 % di ultrasonofikasi selama

4 jam dan kemudian direfluks selama 5 jam dengan suhu 60 ºC sambil diaduk.

Selanjutnya ditambahkan 200 mL akuades dan didinginkan. Sampel yang sudah

didinginkan disentrifius selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm.

Mengulangi pencucian hingga pH cairan mendekati 7. Lalu suspensi koloid di

ultrasonofikasi selama 60 menit dengan kecepatan dalam ice-bath dan

dihilangkan pelarut tersisa dengan freezer-dry. Nanoselulosa kulit pisang

disimpan pada suhu 4 ºC sebelum digunakan (Zain et al., 2014; Shankar dan

Rhim, 2016)

3. Pembuatan Nanokatalis

Preparasi nanofotokatalis yang dilakukan adalah Ni(1-x)Fe2CuxO4 ( variabel x = 0,1

– 0,3) menggunakan metode sol gel dengan pengemulsi pektin (Situmeang et al.,

2017) dilakukan dengan cara melarutkan 8 gr pektin dalam 400 ml akuades.

Larutan kemudian diaduk dengan menggunakan pengaduk magnet pada suhu

ruang (25 ºC ) sampai diperoleh larutan yang homogen selama 2 jam. Agar

pengikatan logam dapat terjadi dengan baik maka ammonia ditambahkan

sebanyak 30 ml kedalam larutan pektin hingga pH menjadi basa yaitu 11.

Kemudian ditambahkan secara bersamaan dan perlahan dalam larutan pektin

2,2286 gr Ni(NO3)2.6H2O dalam 130 ml akuades, 0,2057 gr Cu(NO3)2.3H20

dalam 35 mL akuades dan 6,8775 gr Fe(NO3)3.9H2O 400 mL akuades sambil

diaduk menggunakan pengaduk magnet sampai diperoleh larutan yang homogen.

37

Selanjutnya campuran dipanaskan menggunakan hot plate magnetic stirrer pada

suhu 80 ºC, proses ini dihentikan hingga volume campuran mencapai 200 ml dan

sampai terbentuk gel prekursor Ni0,9 Fe2Cu0,1O4, perlakuan ini untuk membuat

katalis dengan x =0,1.Selanjutnya dilakukan freeze-drying dankalsinasi pada

suhu 600 ºC yang ditahan selama 3 jam. Perlakuan yang sama juga dilakukan

untuk katalis Ni(1-x)Fe2CuxO4 (variabel x =0,2 dan 0,3) dan suhu kalsinasi 600 ºC.

a. Analisis Struktur Kristal

Analisis struktur kristal dilakukan menggunakan instrumentasi difraksi sinar X

yaitu untuk mengetahui fasa kristalin, TEM untuk mengetahui ukuran nano,

struktur dan ukuran butiran katalis dan selulosa. Kemudian nanofotokatalis

Ni(1-x)Fe2CuxO4 dikarakterisasi dengan XRD untuk mengetahui fasa kristalin

yang terbentuk dan ukuran butiran kristal katalis dan selulosa, FTIR untuk

mengetahui situs asam Bronsted Lowry dan Lewis dari katalis, DR UV-VIS untuk

mengetahui band gap nano fotokatalis Ni(1-x)Fe2CuxO4.

b. Analisis Kuantitatif Kristal

Analisis kuantitatif kristal dilakukan denganmenggunakan metode penghalusan

data XRD. Menggunakan software riedvield dengan menggunakan program

bernama retica, dengan langkah-langkah program sebagai berikut:

Menyiapkan 3 buah file dengan baik yakni: file data (hasil data XRD),

file input (program dibuat sendiri) berisi panjang gelombang yang

digunakan XRD, pengambilan sudut difraksi 2 dan file output.

4. Karakterisasi katalis

38

Menjalankan software retica untuk menghitung data kalkulasi

Mendapatkan hasil olahan data dari retica dengan analisis jika ƛ2 ≥ 4

maka file input yang dibuat dikatakan cukup berhasil.

c. Analisis Ukuran Katalis

1. Analisis ukuran kristalin.

Dari data XRD dapat diketahui struktur kristal berdasarkan

perhitungan dengan persamaan Scherrer ditinjau dari perubahan

nilai Full With at Half Maximum (FWHM) puncak intensitas

difraksi sinar X untuk bidang orientasi tertentu dan perubahan

ukuran butir Kristal. Nilai FWHM dihitung dengan soft ware dan

rata- rata ukuran butir kristal dihitung dengan menggunakan

formula Scherrer

= ……………………………………. ( 8)

Dimana:D = Rata – rata ukuran butir kristalK = 0,94 = panjang gelombang radiasi sinar-X (0,15406 nm)β = nilai FWHM dalam satuan radianθ = sudut difraksi Bragg

39

d. Analisis kondisi optimum

Analisis kondisi optimum metode irradiasi sinar UV dilakukan untuk

mencapai efisiensi dan efektivitas energi irradiasi sinar UV yang

terserap, eksperimen dirancang dengan mengatur beberapa variabel

yaitu:

Posisi lampu sinar UV (eksternal dan internal),jika eksternal

permukaan reaktor (Manurung et al., 2015) dan jika internal

maka posisi lampu UV dicelupkan kedalam reaktor .

Waktu lamanya irradiasi sinar UV (30, 45 dan 60 menit),dan

5. Uji aktivitas fotokatalitik Ni(1-x)Fe2CuxO4

Selulosa dari kulit pisang ditimbang sebanyak 0,005 g, dilarutkan dengan akuades

dalam labu 1000 mL dan didapatkan konsentrasi larutan 5 ppm. Larutan tersebut

diambil 20 mL dan ditambahkan 0,02 g nanokatalis Ni(1-x)Fe2CuxO4. Campuran

tersebut kemudian disinari di bawah lampu UV dengan variasi lama waktu

penyinaran 30, 45 dan 60 menit. Setelah dilakukan penyinaran,campuran

dipisahkan dari katalis dan diukur serapan larutan dengan menggunakan

spektrofotometer UV-Vis. Hal yang sama dilakukan untuk nanokatalis Ni(1-x)Fe2

CuxO4. Untuk larutan tanpa katalis, 20 mL larutan kulit pisang 5 ppm disinari

dibawah sinar lampu UVdengan variasi lama penyinaran 30, 45 dan 60 menit

Rasio nanoselulosa terhadap nanofotokatalis (5/1)

maka posisi lampu UV vertikal dengan jarak 15 cm dari

Kekuatan energi lampu UV 125 W.

40

lalu diukur serapan larutan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis untuk

mengetahui banyaknya kulit pisang yang terdegradasi. Berikut gambar reaktor

untuk uji fotokatalitik:

Gambar 16. Reaktor Fotokatalitik

6. Analisis kadar gula pereduksi

Dalam penelitian ini, gula reduksi dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif.

a. Analisis kualitatif

Analisis kualitatif dilakukan dengan metode Fehling.Untuk tujuan ini ke dalam

sebuah tabung reaksi dimasukkan larutan Fehling A dan Fehling B masing-

masing sebanyak 1 mL. Ke dalam tabung kemudian ditambahkan 2 mL sampel

dan dipanaskan dalam penangas air mendidih selama 10 menit. Adanya gula

reduksi ditunjukkan dengan terbentuknya endapan Cu2O berwarna merah bata.

41

b. Analisis kuantitatif

1. Pembuatan reagen DNS

Sebanyak 1 gram asam 3,5-dinitrosalisilat dilarutkan dalam 20 mL akuades,

dimasukkan dalam labu ukur 100 mL, lalu dihomogenkan dan ke dalam labu ukur

ditambahkan 1 gram NaOH; 0,2 gram fenol; 0,05 gram Na2SO3, dan 1 mL Na-K

tartarat 40%, kemudian ditambahkan akuades sampai batas miniskus dan

dihomogenkan.

2. Pembuatan kurva standar

Pembuatan kurva standar dilakukan menggunakan larutan glukosa dengan

konsentrasi 0,2; 0,4; dan 0,6 mg/mL dari larutan stok 1 mg/mL. Absorbansi dari

masing- masing larutan standar diukur pada panjang gelombang 540 nm.

Kemudian nilai absorbansi tersebut diplot terhadap konsentrasi untuk

mendapatkan kurva standar dan persamaan garis yang menunjukkan hubungan

antara absorbansi dengan konsentrasi glukosa.

3. Penentuan gula reduksi dalam sampel

Untuk menentukan kadar gula reduksi dalam sampel, sebanyak 0,5 mL sampel

dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 0,5 mL akuades dan

2 mL reagen DNS. Tabung reaksi ditutup dengan alumunium foil dan dipanaskan

dalam water bath selama 10 menit pada suhu 100 ºC. Sampel kemudian

didinginkan hingga suhu kamar, lalu ditambahkan akuades sebanyak 12 mL dan

dihomogenkan. Sampel lalu dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis untuk

42

mendapatkan absorbansi pada panjang gelombang 540 nm. Kadar gula reduksi

dalam sampel dihitung menggunakan persamaan garis yang didapatkan dari kurva

standar, yaitu y = a + bx, dimana y adalah absorbansi sampel (nm), x konsentrasi

sampel (g/L), a merupakan intersep, dan b adalah slope.

7. Analisis Hasil Uji Aktivitas Katalis dengan Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi

Katalis yang menunjukkan hasil positif gula alkohol Ni(1-x)Fe2CuxO4 (endapan

merah bata), dianalisis menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

dengan parameter fasa gerak acetonitril : akuabides, kolom Carbohydrate High

Performance (4,6 x 250 mm), detektor indeks refraksi, laju alir 1,4 mL/ menit, dan

suhu kolom 35 ºC. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kandungan gula alkohol

yang terkandung dalam senyawa tersebut. Kandungan 6 gula alkohol standar

digambarkan pada gambar 17.

Gambar 17. Kromatogram standar dari campuran 6 gula alkohol(Shimazu Excellence in Science no: L481)

43

Analisa kualitaif dilakukan dengan membandingkan waktu retensi puncak yang

muncul dari sampel dengan puncak gula alkohol standar yang digunakan (sorbitol,

manitol dan xylitol) analisis kuantitatif dilakukan dengan membuat kurva standar

dengan luas area dengan konsentrasi deret standar kemudian memasukan nilai

luas area yang didapat dari sampel ke dalam kurva standar tersebut hingga didapat

konsentrasi gula alkohol dalam sampel.

Larutan baku (sorbitol, manitol, dan xilitol) serta larutan sampel diinjeksikan ke

KCKT dilakukan dengan waktu analisis 15 menit.Untuk mengidentifikasi

selulosa yang terkonversi menjadi gula alkohol, akan terlihat berupa data luas area

puncak yang diambil dari kromatogram hasilpengukuran tiap larutan. Dari data

tersebut, dibuat plot grafik antara luas area puncak (sumbu y) larutan baku

terhadap konsentrasi larutan baku (sumbu x), kemudian dibuat persamaan garis

linier dari plot menggunakan metode least square. Bentuk persamaan linier :

Dimana:Y = luas area puncak dari larutan bakuX = konsentrasi tiap larutan baku (ppm)a,b = intersep dan slope dari persamaan least square

Nilai luas area puncak larutan sampel dibandingkan dengan persamaan least

Square yang didapat untuk mendapatkan nilai konsentrasi larutan sampel. Jika

dilakukan pengenceran larutan sampel maka nilai konsentrasi larutan sampel

dikalikan dengan faktor pengenceran. Perhitungan konsentrasi sampel :

b

(Area – a)C = x fp ……………………………………… (10)

Y = bx a …………………………………………… (9)

44

Dimana:C = konsentrasi selulosa dalam sampel (ppm)Area = luas area puncak untuk larutan sampela = intersepb = slopef = faktor pengenceran (Amalia dan Situmeang, 2013).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Isolasi Selulosa dari Kulit Pisang Kepok Kuning

Isolasi selulosa dari kulit pisang kepok kuning diawali dengan pencucian kulit pisang

Dengan air mengalir kemudian dikeringkan dibawah panas matahari selama 5 hari.

Selanjutnya, kulit pisang kepok kuning dihaluskan dengan menggunakan dry-blender

lalu diayak dengan ayakan berukuran 100 mesh. Bubuk kulit pisang kepok kuning

tersebut diambil sebanyak 75 gr dimasukkan dalam labu bulat dan ditambahkan

larutan NaOH 5%. Kemudian disaring dan dicuci dengan air mengalir beberapa kali

untuk memisahkan selulosa dari lignin. Proses delignifikasi tersebut dilakukan selama

4 jam pada suhu 100 -130 °C. Setelah proses delignifikasi dilakukan, lignin yang

terdegradasi ditunjukkan dengan adanya warna hitam pada larutan NaOH 5% yang

digunakan. Kemudian, proses bleaching dilakukan dengan cara memasukkan bubuk

selulosa hasil perlakukan sebelumnya kedalam labu bulat dan ditambahkan 400 ml

larutan dari 1,7% NaClO2 dan buffer asetat 5 ml. Tujuan proses bleaching adalah

untuk menghilangkan lignin yang masih tersisa dari proses delignifikasi terdahulu.

Kemudian didinginkan dan dicuci dengan air mengalir hingga padatan putih selulosa

diperoleh (Zain et al., 2014; Shankar dan Rhim., 2016) seperti terlihat pada Gambar

18.

46

Gambar 18. Padatan putih selulosa kulit pisang kepok kuning

Untuk mendapatkan nanoselulosa kulit pisang, 10 gram sampel selulosa kulit pisang

kepok kuning dari proses sebelumnya, dimasukkan kedalam labu bundar 1 L dan

ditambahkan 200 ml larutan HNO3 35 % dan diultrasonofikasi selama 4 jam. Proses

ultrasonifikasi ini diperlukan untuk meningkatkan tekanan mekanik berupa

gangguan partikel pada selulosa kulit pisang kepok kuning yang menyebabkan

terbentuknya rongga dalam selulosa, kemudian direfluks selama 5 jam pada suhu

60 °C sambil diaduk. Selanjutnya, setelah proses hidrolisis, sampel suspensi selulosa

disentrifius untuk pemisahan selulosa dengan pelarut dan asam. Kemudian pada

sampel padatan selulosa ditambahkan 200 mL akuabidest dan didinginkan. Sampel

yang sudah didinginkan, disentrifius selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm

untuk memisahkan asam yang masih melekat pada padatan selulosa. Pencucian

dengan akuabidest diulangi hingga pH cairan mendekati 7, dan suspensi koloid yang

sudah netral diultrasonofikasi kembali selama 60 menit serta dikeringkan dengan

freezer-dry. Pengeringan dengan menggunakan freezer- dry tidak akan

47

mengakibatkan rusaknya struktur dan jaringan yang telah terbentuk sebelumnya,

sehingga kualitas produk nanoselulosa kulit pisang kepok kuning dapat terjaga.

Padatan nano-selulosa kulit pisang kepok kuning yang dihasilkan terlihat pada

Gambar 19. Sebelum digunakan untuk konversi, nanoselulosa kulit pisang disimpan

pada suhu 4 °C .

B. Preparasi Nanokatalis Ni(1-x) CuxFe2O4 dengan Metode Sol Gel

Preparasi nanokatalis Ni0,9Fe2Cu0,1O4 dilakukan dengan cara melarutkan 8 gr pektin

dalam 400 ml akuades. Larutan kemudian diaduk dengan menggunakan pengaduk

magnet pada suhu ruang (25 oC) sampai diperoleh larutan yang homogen selama dua

jam. Agar pengikatan logam dapat terjadi dengan baik maka amonia ditambahkan

sebanyak 30 ml kedalam larutan pektin hingga pH menjadi basa yaitu 11. Kemudian

ditambahkan secara bersamaan dan perlahan dalam larutan pektin, nikel nitrat 2,2286

gr dalam 130 mL akuades, tembaga nitrat 0,2057 g dalam 35 mL akuades dan larutan

fero nitrat 6,8775 gr dalam 400 mL akuades sambil diadukmenggunakan pengaduk

Gambar 19. Nanoselulosa kulit pisang kepok kuning hasil freezer-dry

48

magnet sampai diperoleh larutan yang homogen. Selanjutnya campuran dipanaskan

menggunakan hot plate magnetic stirrer pada suhu 80 oC sampai terbentuk gel

prekursor Ni0,9Fe2Cu0,1O4. Pada tahap ini, Fe- nitrat, Ni- nitrat dan Cu-nitrat akan

terhidrolisis secara perlahan, sesuai reaksi berikut :

Fe(NO3)2 + H2O Fe2+(aq) + 2 NO3

-(aq)

Ni(NO3)2 + H2O Ni2+(aq) + 2 NO3

-(aq)

Cu(NO3)2 + H2O Cu2+(aq) + 2 NO3

-(aq)

dan selanjutnya kation-kation Fe2+, Ni2+, Cu2+ diikat oleh molekul pektin dalam

larutan. Proses hidrolisis ini menghasilkan sol, suatu koloid dimana padatan

terdisipersi dalam larutan. Sol yang terbentuk kemudian melalui pemanasan pada

80 C akan terbentuk gel dapat dilihat pada Gambar 20. Proses pembuatan katalis

Ni(1-x)Fe2CuxO4 untuk x = 0,2 dan 0,3 mengikuti prosedur tersebut dengan

perbandingan bahan baku yang berbeda.

Gambar 20. Gel Prekursor yang membentuk kristalin dari Ni(1-x)Fe2CuxO4

Lalu gel di freeze drying untuk menghilangkan sisa air yang hingga terbentuk serbuk

49

Ni(1-x)Fe2CuxO4. Kalsinasi bertujuan untuk mendekomposisi prekursor yang terdiri

dari pelarut air dan pektin serta kation dan anion yang ada sehingga terbentuk

komposit spinel Ni(1-x)Fe2CuxO4 melalui pembentukan ikatan Ni-O-Fe dan Cu-O-

beserta produk molekul kecil dalam fasa gas yang terbentuk selama proses kalsinasi

seperti NO2, H2O, dan CO2 (Pinna, 1998). Produk hasil kalsinasi ditunjukkan pada

Gambar 21.

Gambar 21. Serbuk Prekursor Ni(1-x)CuxFe2O4 setelah Freeze dry dan kalsinasi

C. Karakterisasi Nanoselulosa Kulit Pisang dan Nanokatalis Ni(1-x)Fe2CuxO4

1. Analisis Struktur Kristal Nanoselulosa Kulit Pisang

Pada pembuatan nanoselulosa kulit pisang beberapa perlakuan kimiawi diberikan

yaitu perlakuan dengan penambahan alkali dalam hal ini NaOH yang dapat

menghilangkan pati, hemiselulosa dan pektin sedangkan bleaching dengan NaClO2

dapat mereduksi lignin, sehingga lebih mudah larut dalam larutan alkali (Abe dan

Yano, 2009). Perlakuan kimiawi diarahkan untuk menghilangkan hemiselulosa,

yang berwarna coklat. Setelah freeze dry tahap selanjutnya adalah kalsinasi pada

suhu 600 oC selama 3 jam yang merupakan proses pembentukan bahan katalis

50

lignin, pektin, yang merupakan komponen serat yang berkontribusi terhadap bagian

amorf serat (Morán et al., 2008). Bagian amorf lebih mudah terhidrolisis

dibandingkan dengan bagian kristalin, sehingga perlakuan hidrolisis menyebabkan

serat menjadi lebih kristalin (Elanthikkal et al., 2010). Struktur kristalin terbentuk

akibat adanya interaksi ikatan hidrogen melalui gugus hidroksil intra-molekular dan

ekstra-molekuler pada selulosa yang berdekatan (Sheltami et al., 2012). Peningkatan

kristalinitas ini disebabkan oleh penurunan komposisi serat yang bersifat amorf akibat

perlakuan kimiawi. Analisis struktur kristal nanoselulosa kulit pisang kepok kuning

dilakukan menggunakan instrumentasi difraksi sinar-X (XRD) untuk mengetahui

fasa kristalin yang terbentuk.Analisis difraksi sinar-X ini menghasilkan difraktogram

nanoselulosakulit pisang kepok kuning seperti ditunjukkan pada Gambar 22.

Gambar 22.Hasil XRD nano selulosa kulit pisang kepok kuning

51

Berdasarkan Gambar 22 tampak bahwa puncak yang dihasilkan menunjukkan

adanya struktur selulosa tipe I seperti ditunjukkan oleh Wu, et al., 2009. Kristalinitas

dari nanoselulosa yang terbentuk dapat dihitung menggunakan persamaan Segal

(Segal, et al., 1959) pada 2 = 22,6° dan puncak minimum bidang amorf pada 2 =

18° sebagai berikut :

Derajat Kristalinitas CrI (%) = [(I002 - Iam) / I002 ]x 100

= [(100- 20) / 100] x 100

= 80%

Berdasarkan persamaan diatas didapatkan bahwa derajat kristalinitas dari

nanoselulosa kulit pisang kepok kuning sebesar 80%, dan daerah amorf dari

nanoselulosa kepok kuning sebesar 20%. Hal ini menandakan bahwa nanoselulosa

kulit pisang kepok kuning yang dibuat dominan dalam fase kristalin.

Kristalinitas yang cukup tinggi ini mencirikan susunan rantai polimer dalam bahan

tersusun secara teratur (Lu dan Hsieh., 2010). Selanjutnya, menggunakan formula

Scherrer, ukuran butir kristal serat selulosa dapat dihitung, seperti tampak pada

Tabel 4.

Tabel 4. Ukuran partikel nanoselulosa kulit pisang kepok kuning

Posisi(2) Tinggi [cts] FWHM(2) jarak spasi [Å] Intensitas [%] D (nm)

15,63 393,21 2,6755 5,66423 34,58 3,1421,91 1137,16 2,6578 4,05263 100,00 3,1921,96 568,58 2,6578 4,05263 50,00 3,19

Berdasarkan data pada Tabel 4 diperoleh ukuran partikel sampel kulit pisang kepok

kuning rata-rata = 3,17 nm, dan ukuran sampel selulosa kulit pisang kepok kuning

52

tersebut ternyata sudah berskala nano. Ukuran partikel selulosa yang berskala nano

mencirikan luas permukaan yang lebar dan hal ini sangat diperlukan karena untuk

mengefektifkan kerja katalis ketika proses konversi berlangsung ketika diiradiasi

dengan sinar UV pada reaktor fotokatalitik. Untuk memperkuat hasil analisa XRD

tentang ukuran kristalin serat nanoselulosa kulit pisang kepok kuning, dilakukan

analisis TEM seperti ditunjukkan pada Gambar 23.

Gambar 23. Hasil TEM nanoselulosa kulit pisang kepok kuning

Hasil analisis TEM menunjukkan ukuran kristal serat selulosa kulit pisang kepok

kuning adalah sebesar 3,67 nm tidak jauh berbeda dengan hasil data perhitungan

ukuran kristal hasil XRD yaitu rata-rata 3,17 nm.

53

2. Analisa Struktur Kristal Nanokatalis Ni(1-x)Fe2CuxO4

Karakterisasi fasa kristalin yang terbentuk pada sampel katalis Ni(1-x)Fe2CuxO4

dilakukan menggunakan difraksi sinar-X (XRD). Difraktogram hasil analisis katalis

Ni(1-x)CuxFe2O4 dengan x= 0,1- 0,3 ditunjukkan pada Gambar 24.

Gambar 24. Hasil XRD nanokatalis Ni(1-x)Fe2CuxO4 (variabel x = 0,1- 0,3)

Puncak-puncak difraktogram kemudian diidentifikasi dengan menggunakan metode

search match melalui program Match Crystal Impact. Data standar yang digunakan

mengacu pada Internationnal Center for Difraction Data (ICDD) tertanggal 7 januari

2015 (Putz et al., 2001). Hasil pencocokan difraktogram sampel dengan data standar

ditampilkan pada Gambar 25.

54

(a)

(b)

55

(c)Gambar 25. Hasil pencocokan difraktogram hasil preparasi dengan menggunakan

program Match Crystal Impact (a) Ni0,9Fe2Cu0,1O4 (b) Ni0,8Fe2Cu0,2O4

(c) Ni0,7Fe2Cu0,3O4

Berdasarkan Gambar 25. hasil difraktogram tersebut menunjukkan bahwa fasa

kristalin yang terbentuk dari katalis Ni0,9Fe2Cu0,1O4 adalah NiFe2O4 56,1 % dan

CuFe2O4 43,9 %, pada katalis Ni0,8Fe2Cu0,2O4 adalah NiFe2O4 12,6 % dan

CuFe2O4 87,4%, pada katalis Ni0,7Fe2Cu0,3O4 adalah Ni1,43 Fe1,7O4 89,8% dan

CuFe2O4 10,2%. Dari hasil pola difraksi sinar X dengan menggunakan program

Match Crystal Impact diperoleh nilai FWHM (Full Width at Half Maximum) yang

dapat dijadikan indikator untuk menghitung ukuran kristal dengan menggunakan

persamaan Scherrer (Cullity, 1978). Selanjutnya, hasil identifikasi puncak

representatif dari sampel dan ukuran kristal bahan katalis terpreparasi menggunakan

perhitungan Scherrer ditampilkan pada Tabel 5 berikut ini.

56

Tabel 5. Puncak representatif hasil analisis XRD

Katalis Fasa Kristal(2)

Intensitas(%)

FWHM D(nm)

Ni0,9Fe2Cu0,1O4 35,80 100,00 1,3693 6,3863,16 50,53 1,5891 6,1430,36 30,63 1,1554 7,46

Ni0,8Fe2Cu0,2O4 35,74 100,00 1,3693 8,8562,98 43,60 1,5891 5,6157,41 31,63 1,1554 7,03

Ni0,7Fe2Cu0,3O4 35,65 100,00 0,8999 9,7263,07 40,31 1,0046 9,7243,43 31,02 0,9530 9,40

Pada Tabel 5 terlihat bahwa kenaikan jumlah kation Cu2+ dalam katalis akan

meningkatkan ukuran kristal Ni(1-x)Fe2CuxO4.Dengan perkataan lain, semakin banyak

jumlah kation Cu2+ditambahkan dalam struktur spinel Ni(1-x)Fe2CuxO4 semakin

besar ukuran satuan selnya sehingga luas permukaan yang dimiliki semakin kecil.

3. Analisis ukuran partikel dengan menggunakan TEM

Hasil pengukuran TEM memberikan informasi ukuran butiran dan bentuk kristal dari

katalis Ni(1-x)Fe2CuxO4 ( variabel x = 0,1 – 0,3) ditunjukkan pada Gambar 26.

57

Gambar 26. Hasil analisis TEM (a dan b) Ni0,9Fe2Cu0,1O4 (c dan d) Ni0,8Fe2Cu0,2O4

(e dan f) Ni0,7Fe2Cu0,3O4, dengan skala 20 dan 50 nm

Pada Gambar 26 terlihat bahwa ukuran butiran pada katalis Ni0,9Fe2Cu0,1O4 rata- rata

=14,8 nm, Ni0,8Fe2Cu0,2O4 = 9,8 nmdan Ni0,7Fe2Cu0,3O4 =17,2 nm, yang berarti

bahwa katalis Ni(1-x)Fe2CuxO4 ( variabel x = 0,1 – 0,3) yang terbuat telah berskala

nanometer

4. Analisis situs asam dengan FTIR

Spektroskopi inframerah dapat digunakan untuk menentukan jenis situs asam yang

dimiliki suatu katalis. Penentuan jenis situs asam tersebut dapat dilihat berdasarkan

58

serapan basa piridin yang terikat pada situs aktif katalis. Keberadaan basa piridin

yang terikat pada situs aktif bahan katalis dapat menentukan jenis situs asam

Bronsted-Lowry atau situs asam Lewis. Hasil spektroskopi FTIR untuk ketiga katalis

ditunjukkan pada Gambar 27 berikut ini.

Gambar 27. Hasil analisis FTIR katalis Ni(1-x)Fe2CuxO4 ( variabel x = 0,1 – 0,3)

Berdasarkan spektrum inframerah nanokatalis Ni(1-x)Fe2CuxO4 (variabel x = 0,1 – 0,3)

yaitu Ni0,9Fe2Cu0,1O4, Ni0,8Fe2Cu0,2O4 , dan Ni0,7Fe2Cu0,3O4 yang telah mengadsorpsi

59

basa piridin dapat diketahui melalui puncak serapan pada daerah bilangan gelombang,

berturut turut 591,45; 579,69 dan584,74 cm-1 yang menunjukkan adanya serapan

antara oksida logam dari katalis yang saling tumpang tindih, berupa serapan vibrasi

ulur Fe-O, dan serapan vibrasi tekuk Ni-O serta Cu-O. Umumnya puncak serapan

oksida logam ditunjukkan pada rentang bilangan gelombang 600-400 cm-1 (Kim et

al., 2007).

Menurut Tanabe (1981), puncak serapan interaksi piridin dengan situs asam

Bronsted muncul pada daerah bilangan gelombang 1485-1500, 1540, ~1620, dan

~1640 cm-1, interaksi piridin dengan situs asam Lewis muncul di 1447-1460, 1488-

1503, ~1580, dan 1600-1633 cm-1 dan interaksi piridin dalam bentuk ikatan hidrogen,

muncul di 1400-1447, 1485-1490 dan 1580-1600 cm-1. Berdasarkan spektra FTIR

yang terdapat pada bilangan gelombang 1635,58 dan 1634,97 cm-1 yang menandai

adanya interaksi piridin dengan situs asam Bronsted – Lowry, sementara pada puncak

serapan pada daerah bilangan gelombang 1630,03 cm-1 menunjukkan adanya

interaksi piridin dengan situs asam Lewis. Sedangkan, adanya puncak pada 3430,86;

3433,87; dan 3425,69 cm-1 menunjukkkan adanya perenggangan ikatan grup O-H

(Silvester., 2005).

5. Analisis energi – senjang (Band Gap Energy)

Analisis energiband gap dengan instrument UV-Diffuse Reflectance Spectroscopy

(DRS) adalah teknik standar untuk memperkirakan energi – senjang (band gap).

60

Analisis spektrum DRS adalah suatu cara untuk memahami adanya energi senjang

elektron antara tingkat HOMO – LUMO dari bahan kristal dan nonkristalin.

Penentuan energi – senjang tidak dapat langsung ditentukan dari spektrum reflektan

atau absorbansinya. Nilai energi – senjang untuk spinel Ni1-xFe2CuxO4 didapatkan

dari koefisien absorpsi (α) menggunakan persamaan Tauc (Daniyati, dkk., 2015) :

(αhυ)1/n = A (hυ –Eg)

dimana A adalah konstanta yang tergantung pada struktur pita dan indeks bias dari

material, h adalah konstanta Planck, υ adalah frekuensi n adalah eksponen dalam hal

ini = 2 dan Eg adalah energi – senjang. Dengan melakukan plotting (αυ)2 dengan

energi (hυ), energi – senjang dapat ditentukan dengan cara ektrapolasi, seperti

terlihat pada Gambar 28 (a, b, dan c) berikut.

61

Gambar 28. Hasil analisis UV- DRS pada katalis (a) Ni0,9Fe2Cu0,1O4,( b) Ni0,8Fe2Cu0,2O4, (c) Ni0,7Fe2Cu0,3O4

Berdasarkan ekstrapolasi pada Gambar 28, energi – senjang untuk masing-masing

katalis dari Ni0,9Fe2Cu0,104 , Ni0,8Fe2Cu0,204 , dan Ni0,7Fe2Cu0,304 adalah 0,8 ; 1,4;

dan 1,2 eV. Hal ini menunjukkan bahwa pemindahan elektron dari pita valensi

(HOMO) ke pita konduksi (LUMO) memerlukan energi permolekul 0,8;1,4 dan

1,8 ev (Goetzberger., 1998). Maka, nanokatalis Ni0,9Fe2Cu0,104 dengan nilai energi –

senjang terkecil tampaknya dapat bekerja pada spektrum cahaya tampak (Ginting,

dkk., 2013, Rissa, dkk., 2012). Secara umum, besarnya energi – senjang dapat

menentukan apakah suatu material juga termasuk konduktor, semikonduktor atau

62

isolator. Sehingga nilai energi – senjang dari ketiga katalis yang dibuat menunjukkan

bahwa bahan katalis tersebut termasuk dalam kategori semikonduktor karena energi –

senjangnya < 3 eV (Dharma and Pisal., 2009). Kemampuan aktivitas fotokatalitik

sebuah semikonduktor bergantung pada posisi energi senjang semikonduktor

tersebut dan potensial reduksi dan oksidasi (redoks) dari spesi akseptor yang berada

di bawah pita konduksi dari semikonduktor yang digunakan (lebih positif). Di sisi

lain, potensial redoks dari spesi donor harus berada di atas pita valensi agar terjadi

donasi elektron ke lubang kosong yang ditinggalkannya (lebih negatif). Hasil energi –

senjang nanokatalis Ni(1-x)CuxFe2O4 (variabel x = 0,1 - 0,3) lebih kecil daripada hasil

yang dilaporkan Kar et al.,2017, pada NiCuFe2O4 yaitu sebesar 1,72 eV.

D. Uji Aktivitas Fotokatalitik Ni(1-x)Fe2CuxO4

Selulosa dari kulit pisang kepok kuning ditimbang sebanyak 0,5 g, dilarutkan dengan

akuades dalam labu 100 mL dan ditambahkan 0,1g nanokatalis Ni(1-x)Fe2CuxO4.

Campuran tersebut kemudian disinari di bawah lampu UV pada reaktor fotokatalitik

dengan variasi lama waktu penyinaran 30, 40 dan 60 menit. Hal yang sama

dilakukan untuk nanokatalis Ni(1-x)Fe2CuxO4. (x = 0,2 dan x= 0,3).Untuk larutan tanpa

katalis, 0,5 gr kulit pisang ditambahkan 0,1 gr nanokatalis Ni(1-x)Fe2CuxO4 dilakukan

penyinaran dengan lampu UV dengan kekuatan energi 125 W pada reaktor

fotokatalitik dengan variasi lama waktu penyinaran 30, 45 dan 60 menit.

Hasil % konversi nanoselulosa dihitung berdasarkan berat sebelum reaksi dan

sesudah reaksi, seperti ditunjukkan pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6, berturut–

turut konversi selulosa pada perlakuan 30 menit, 45 menit dan 60 menit, kondisi

63

optimum diperoleh pada perlakuan reaksi konversi di waktu 45 menit yaitu berturut

turut mencapai 68%, 64% dan 68% (Tabel 6). Kemudian pada kondisi optimum

inilah sampel diuji kualiatif dan kuantitatif sebelum analisis KCKT.

Tabel 6. Data Hasil Konversi Nanoselulosa pada Katalis (a) Ni0,9Fe2Cu0,1O4

(b) Ni0,8Fe2Cu0,2O4 (c) Ni0,7 Fe2Cu0,3O4

Waktu Katalis A(g)

B(g)

A+B(g)

C(g)

D(g)

D-C(g)

%Konversi

30 Ni0,9Fe2Cu0,1O4 0,1 0,5 0,6 0,68 1,16 0,48 24Ni0,8Fe2Cu0,2O4 0,1 0,5 0,6 0,68 1,17 0,49 22Ni0,7Fe2Cu0,3O4 0,1 0,5 0,6 0,68 1,15 0,47 26

45 Ni0,9Fe2Cu0,1O4 0,1 0,5 0,6 0,68 0,94 0,24 68Ni0,8Fe2Cu0,2O4 0,1 0,5 0,6 0,70 0,98 0,28 64Ni0,7Fe2Cu0,3O4 0,1 0,5 0,6 0,70 0,96 0,26 68

60 Ni0,9Fe2Cu0,1O4 0,1 0,5 0,6 0,70 1,13 0,43 34Ni0,8Fe2Cu0,2O4 0,1 0,5 0,6 0,70 1,19 0,49 22Ni0,7Fe2Cu0,3O4 0,1 0,5 0,6 0,70 1,10 0,42 36

Keterangan: A = Berat KatalisB = Berat NanoselulosaC = Berat Kertas SaringD = Berat Kertas Saring + Endapan

Hasil konversi nanoselulosa diuji dengan larutan fehling sebagai uji kualitatif dan uji

kuantitatif dengan DNS untuk mengetahui seberapa banyak terbentuknya gula

reduksi, dan hasil terbaik selanjutnya dianalisis dengan KCKT. Kromatografi

berkinerja tinggi (KCKT) yang digunakan bermerk SHIMADZU dengan fasa gerak

asetonitril dan akuabides, yang laju alirnya 1,4 mL /menit serta suhu kolom 35 °C,

dan fase diam Carbohydrate High Performance(4,6 x 250 mm) serta detektor indeks

refraksi.

64

E. Analisis gula pereduksi

Dalam penelitian ini, gula pereduksi dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif.

Analisis kualitatif dilakukan dengan metode Fehling. Untuk tujuan ini ke dalam

sebuah tabung reaksi dimasukkan larutan Fehling A dan Fehling B masing- masing

sebanyak 1 mL. Ke dalam tabung kemudian ditambahkan 2 mL sampel dan

dipanaskan dalam penangas air mendidih selama 10 menit. Adanya gula reduksi

ditunjukkan dengan terbentuknya endapan Cu2O berwarna merah bata.

Gambar 29. Uji fehling a. Ni0,9Fe2Cu0,1O4 b. Ni0,8Fe2Cu0,2O4

c. Ni0,7Fe2Cu0.3O4 dengan variasi waktu 30´,45´dan 60´

Sebanyak 1 gram asam 3,5-dinitrosalisilat dilarutkan dalam 20 mL akuades,

dimasukkan dalam labu ukur 100 mL, lalu dihomogenkan dan ke dalam labu ukur

ditambahkan 1 gram NaOH; 0,2 gram fenol; 0,05 gram Na2SO3, dan 1 mL Na-K

tartarat 40%, kemudian ditambahkan akuades sampai batas miniskus dan

1. Analisis kualitatif

2. Analisis kuantitatif

2.1. Pembuatan reagen DNS

65

dihomogenkan.

Pembuatan kurva standar dilakukan menggunakan larutan glukosa dengan

konsentrasi 0,2; 0,4; dan 0,6 mg/mL dari larutan stok 1 mg/mL. Absorbansi dari

masing- masing larutan standar diukur pada panjang gelombang 540 nm, seperti

ditunjukkan pada tabel 7.

Tabel 7. Konsentrasi glukosa standar

KonsentrasiGlukosa(mg/mL)

A 540 A540 terkoreksi

0,2 0,310 0,1910,4 0,916 0,7970,6 1,498 1,3790,8 1,961 1,8421,0 2,455 2,336

Kemudian nilai absorbansi tersebut diplot terhadap konsentrasi untuk mendapatkan

kurva standar dan persamaan garis yang menunjukkan hubungan antara absorbansi

dengan konsentrasi glukosa, yang ditampilkan pada Gambar 30 berikut.

2.2. Pembuatan kurva standar

66

Gambar 30. Grafik kurva standar glukosa

Kadar gula reduksi dalam sampel ditentukan dengan cara, sebanyak 0,5 mL sampel

dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 0,5 mL akuades dan 2

mL reagen DNS. Tabung reaksi ditutup dengan alumunium foil dan dipanaskan

dalam water bath selama 10 menit pada suhu 100 oC. Sampel kemudian didinginkan

hingga suhu kamar, lalu ditambahkan akuades sebanyak 12 mL dan dihomogenkan.

Sampel lalu dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis untuk mendapatkan

absorbansi pada panjang gelombang 540 nm. Kadar gula reduksi dalam sampel

dihitung menggunakan persamaan garis yang didapatkan dari kurva standar, yaitu

y = a + bx, dimana y adalah absorbansi sampel (nm), x konsentrasi sampel (ppm),

a merupakan intersep, dan b adalah slope. Hasil perhitungan kadar gula reduksi dalam

hal ini glukosa selanjutnya ditampilkan pada Gambar 31 di bawah ini.

2.3. Penentuan gula reduksi dalam sampel

67

Gambar 31. Diagram kadar glukosa sampel pada masing masing katalis denganvariasi waktu (30 menit, 45 menit dan 60 menit).

Berdasarkan hasil konversi pada Gambar 31, kadar glukosa terbesar terjadi pada

reaksi dengan katalis Ni0,7Fe2Cu0,3O4 dan Ni0,9Fe2Cu0,1O4 selama 45 menit yaitu 121

ppm (0,0121%). Selanjutnya, hasil konversi pada perlakuan waktu pada 45 menit ini

dianalisis kadar gula alkohol dengan KCKT.

F. Analisis Hasil Uji Aktivitas Katalis dengan Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi

Katalis yang menunjukkan hasil positif gula alkohol Ni(1-x)Fe2CuxO4 (endapan merah

bata), dianalisis menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan

parameter fasa gerak acetonitril : akuabides, kolom Carbohydrate High Performance

(4,6 x 250 mm), detektor indeks refraksi, laju alir 1,4 mL/menit, dan suhu kolom

35°C. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kandungan gula alkohol yang terkandung

68

dalam senyawa tersebut. Berikut hasil kromatogram hasil KCKT tertera pada

Gambar 32.

(a)

(b)

69

(c)

(d)Gambar 32. ( a) Kromatogram standar, (b) Kromatogram sampel A,

(c) Kromatogram sampel B, dan (d) Kromatogram sampel C

70

Berdasarkan kromatogram standar untuk waktu retensi berturut turut 8 ,13 dan 21

menit yaitu: glukosa, xylitol dan manitol maka hasil produk konversi selulosa

didapatkan hasil uji positif produk gula alkohol yang ditunjukkan pada Tabel 8

berikut ini.

No NamaSampel

Glukosa Tidakdiketahui

ProdukXylitol Manitol sorbitol

Konversi(%)

1 A - + + - - 68

2 B - + - - - 64

3 C + - - - - 68

Keterangan:A = Sampel nanoselulosa kulit pisang + katalis Ni0,9Fe2Cu0,1O4

B = Sampel nanoselulosa kulit pisang + katalis Ni0,8Fe2Cu0,2O4

C = Sampel nanoselulosa kulit pisang + katalis Ni0,7Fe2Cu0,3O4

Bedasarkan analisis hasil produk KCKT tersebut dilakukan perhitungan dengan

standar glukosa dan gula alkohol dari Politeknik AKA Bogor sebagai berikut.

Tabel. 8. Hasil produk dari konversi selulosa kulit pisang kepok kuning dengankatalisNi(1x)Fe2CuxO4(variabel x = 0,1 – 0,3)

71

Tabel 9. Persentase standar glukosa dan gula alkohol

Luas Area

% Glukosa Xylitol Manitol Sorbitol

0,1 138304 323526 93755 49871

0,2 260967 656448 270889 194938

0,3 443523 1024813 430094 393010

0,4 616447 1361041 516883 504777

r 0,993 0,999 0,979 0,989

a -39436 -28770,5 -29242 -105048,5

b 1616985 3480910 1428589 1562790

(a)

72

(b)

Gambar 33. Grafik kurva standar glukosa dan xylitol

Gambar 34. Diagram standar persentase dan luas area glukosa & gula alkohol

Pada Tabel 8, produk gula alkohol yang didapatkan hanya pada sampel A dengan

kadar 0,03% xylitol atau bila dikonversi ke dalam ppm = 300 ppm (perhitungan pada

73

lampiran 10) dari persentasi konversi nanoselulosa sebesar 68%. Senyawa xylitol ini

merupakan gula alkohol berkarbon lima yang banyak digunakan di bidang farmasi,

kesehatan, dan pangan, karena mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan xylitol

mempunyai harga tinggi bahkan lebih mahal dari sorbitol dan manitol. Pada sampel

A diperoleh xylitol karena nilai energi senjang katalis Ni0,9Fe2Cu0,1O4 pada sampel A

lebih kecil dari katalis pada sampel B dan C ( kadar glukosa 0,03 % atau 300 ppm)

sehingga memudahkan loncatan elektron dari pita valensi ke pita konduksi (Rissa et

al., 2012) dan proses konversi dapat lebih aktif bekerja pada reaktor fotokatalitik.

Tetapi persentase konversi yang besar tidak dapat menghasilkan gula alkohol yang

sebanding, maka perlu dikaji apakah nanofotokatalis Ni1-xFe2CuxO4 mampu

mengkonversi glukosa sehingga simpulan yang benar tentang uji fotokatalitik dari

Ni1-xFe2CuxO4 terhadap konversi nanoselulosa Ni0,9Fe2Cu0,1O4 dapat diberikan.

Katalis Ni(1-x)Fe2CuxO4 yang aktif juga di uji secara kualitatif dengan reagen fehling

untuk glukosa murni sebagai pembanding. Berikut hasil uji Fehling pada glukosa

murni terlihat pada Gambar 35.

Gambar 35. Hasil uji gula reduksi glukosa murni

74

Selanjutnya, hasil eksperimen konversi glukosa murni dengan KCKT ditampilkan

pada Gambar 36 dan Tabel 10 berikut ini.

(a)

(b)

75

(c)

Gambar 36. Konversi Glukosa murni dengan ketiga katalisNi(1-x)Fe2CuxO4

(variabel x = 0,1 – 0,3)

Tabel 10. Hasil produk dari konversi glukosa murni dengan katalis Ni(1-x)Fe2CuxO4

(variabel x = 0,1 – 0,3)

No Sampel Produk KonversiGlukosamurni

Glukosa Tidakdiketahui

Xylitol Manitol Sorbitol (%)

1 D + - - - - 65

2 E + + - - - 76

3 F + + + - - 78

Keterangan:D = Sampel glukosa murni + katalis Ni0,9Fe2Cu0,1O4

E = Sampel glukosa murni + katalis Ni0,8Fe2Cu0,2O4

F = Sampel glukosa murni + katalis Ni0,7Fe2Cu0,3O4

76

Berdasarkan kromatogram pada Gambar 36 dan hasil uji positif produk yang

dihasilkan dan diperlihatkan pada Tabel 10 dapat dikatakan bahwa nanofotokatalis

aktif mengkonversi glukosa. Hasil analisis yang didasarkan atas perhitungan dengan

persamaan y= a + bx (lampiran 10) diperoleh kadar xylitol sebesar 0,03% (konversi

dalam ppm = 300 ppm) dari sampel F dan glukosa yang sisa sebesar 0,12% ( 1200

ppm). Sedangkan pada sampel E dan D tidak memberikan hasil xylitol tetapi kadar

glukosa sisa sebesar 0,05% ( 500 ppm).

Berdasarkan kedua eksperimen konversi nanoselulosa kulit pisang kepok kuning dan

glukosa murni, dapat dikatakan bahwa katalis aktif dalam rentang cahaya UV. Hasil

persentase xylitol yang kecil dari nanoselulosa dikarenakan energi senjang yang kecil

dari nanokatalis Ni1-xFe2CuxO4 mampu mengoksidasi lanjut glukosa yang terbentuk

sehingga glukosa dan xylitol yang terbentuk menjadi sedikit.

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa :

1. Metode sol gel menggunakan pektin sebagai agen pengemulsi dapat

menghasilkan katalis Ni(1-x) Fe2CuxO4 (variabel x= 0,1 - 0,3) dengan

ukuran partikel skala nano.

2. Hasil analisis difraksi sinar-X (XRD) menunjukan terbentuknya struktur

dengan fasa kristalin NiFe2O4, CuFe2O4 dan Ni1,7Fe1,43O4 pada katalis

Ni(1-x)Fe2CuxO4 (variabel x= 0,1 - 0,3) dengan fasa ukuran rerata partikel

berturut-turut 6,66 nm, 7,14 nm dan 9,61 nm

3. Katalis Ni0,9Fe2Cu0,1O4 aktif dalam mengkonversi selulosa dari limbah

kulit pisang kepok kuning menjadi gula akohol berupa xylitol pada waktu 45

menit dengan pesentase konversi 68%.

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka pada penelitian selanjutnya

disarankan untuk :

78

1. Mencari metode untuk menghasilkan nanoselulosa dengan indeks kristalinitas

rendah.

2. Melakukan uji fotokatalitik dengan menggunakan lampu sinar tampak.

3. Melakukan uji fotokatalitik dengan mengoptimalkan aliran gas H2 dan

meningkatkan variasi ratio perbandingan nanoselulosa dan katalis pada saat

konversiberlangsung agar hasil konversi gula alkohol yang di dapatkan lebih

optimal.

4. Melakukan uji GC- MS pada produk hasil uji aktivitas untuk mengetahui

produk yang belum teridentifikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M.,Virgus, Y., Nirmin dan Khairurrijal. 2010.Sintesis Nanomaterial.

Jurnal Nanosains dan Nanoteknologi. Vol. 1, Pp. 33 - 57

Abe, K dan Yano, H. 2009.Comparison of the Characteristics of Cellulose

Microfibril Aggregates of Wood, Rice Straw and PotatoTuber.

Cellulose.Vol.16, Pp. 1017-1023.

Akgul, M. and Kirey, K. 2009. An Organosolv (Ethanol-Water) Pulping of Poplar

Wood. Jurnal Environmental Biology.Vol. 30(5), Pp.735 - 740.

Amalia, R dan Situmeang, R. 2013. Studi Pendahuluan Konversi Selulosa

Menjadi Gula Alkohol Dengan Katalis NixFe2-xO4 Dengan Variabel x=0,5;

0,8 dan 1.(Skripsi tidak diterbitkan). Universitas Lampung. Hal.47 - 49.

Angela, R dan Pratapa, S. 2012. Sintesis MgTiO3 dengan Variasi Temperatur

Kalsinasi Menggunakan Metode Pencampuran Larutan. Jurnal Sains dan

Seni ITS .Vol. 1, Hal. 2.

American Cancer Society, 2001, Skin Cancer Fact Sheet,

http://www.aad.org/skincancernews/ Whatisskincancer/scancerfacts.html,

diaksestanggal 31 Juli 2001.

ASTMF.2005-5. 2015.Standar Terminology for Nickel- Titanium Shape Memory

Aloys. ASTM International.West Conshohochen.

Bayliss, M. T. andAli, S. Y. 1976.ArchievesInternational Physiology.

Biochemical. Vol. 84, Pp. 11.

BPS.2014. ProduksiPisang di Lampung. Lampung.

BSN (Badan Standarisasi Nasional). 2009. Cara Uji Kadar Selulosa dalam Pulp.

SNI 14-0444-2009. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

Bekham, G. T. Matthew, J. F. Peters, B. Bomble, Y. J. Himmel.,M E., and

Crowley. M. F. 2011. Molecular Level Originins of Biomass Recalcitrance

80

Decrystallization Free Energiesfor Four Common Celulose Polymorphs,

Journal of Physical Chemistry.Vol. 115, Pp. 4118 - 4127.

Bragg, R.R., Coetzee, L. and Verschoor, J.A. 1993. Plasmid encoded NAD

independence in some South African isolates of Haemophilus Paragal

Jinarum.Onderstepoort Journal of Veterinary Research.Vol. 60, Pp. 147-

152.

Castillo-Israel, K.A.T., Baguio, S.F., Diasanta, M.D.B., Lizardo, R.C.M., Dizon,

E.I. and Mejico, M.I.F. B. 2015.Extractionand Characterization of Pektin

from Saba Banana (MasaAcuminatta x Musa Balbisiana) Peel Waste a

Preliminary Study. International Food Research Journal.Vol. 22,

Pp. 202 - 207.

Colmenares, J. C. Luque, R., Campelo, J.M. Colmenares, F. Karpinski, Z.,

Romeo, A. A., 2009. Nanostructure Photocatalyst and Their Aplication in

The Photocatalytic Transformation of Lignocellulosic Biomass: An

Overview. Materials. Vol. 2, Pp. 2228 - 2258.

Colmenares, J.C., Magdziarz, A., Bielejewska, A. 2011.High-Value Chemical

Obtained From Selective Photo-Oxidation of Glucose In The Presence Of

Nanostructured Titanium Photocatalysts. Bioresource Technology.Vol.

102 (24), Pp.11254 - 11257.

Cullity, B. D. 1978. Element of X-ray Diffraction 2nd

edition. Addison-Wesley

Publishing Company, Inc. Philippines. Pp 397 - 398

Daniyati, R.,Zharvan, V., Ichsan, Nur.,Pramono, Y.H., danYudoyono,G. 2015.

Penentuan Energi Celah Pita Optik Film TiO2 Menggunakan Metode Tauc

Plot. Prosiding Seminar Sains danTeknologi. Hal. 3.

Dharma, J., and Pisal, A. 2009. Simple Method of Measuring The Band Gab

Energy Value of TiO2 in the Powder fromUsing a UV/Vis/NIR

Spectrometer.Application Note’ Perkin Elmer, Inc

( https://www.perkinelmer.com/lab solutions/resources/docs/

APP_UV/VIS/NIRMeasureBandGapEnergyValue).

Delglass. N. W. Agrawal, R. Ribeiro, F. H., Yohe, S. L., Abu-Omar, M. Parsell,

T., Dietrich, P.J., Klein, I.M. 2015. Procedes de Conversion

Cataliqued’une Boimasse Catalyseur et Leur Procedes de Fabrication.

WO Panent no. 201561802A1.

Deraz, N. M., Ahmed, A. Abdeltawab, M .M. Selim, O. El-Shafey, A. A. El-

Asmy, Salem S. and Al-Deyab. 2013. Precipitation-deposition Assisted

Fabrication and Characterization of Nanosized Zink Manganite. Journal of

Industrial and Engineering Chemistry, Vol. 4, P. 226.

Dewati, R. 2008. Limbah Kulit Pisang Kepok Sebagai Bahan Baku Pembuatan

81

Etanol. Skripsi. Surabaya. UPN Press.Vol.52. Hal. 6

Dirjen Perkebunan Indonesia. 2014. Statistik Produksi Holtikultura Indonesia.

Jakarta. Hal. 29.

Dumesic, J.A,Serrano-Ruiz J. C., and West, R.M. 2010. Catalytic Conversion of

Renewable Biomass Resources to Fuels and Chemicals. Annual Reviews of

Chemical and Biomoleculer Engineering. Vol, 1, Pp.

79 - 100.

Elanthikkal, S., Panicker, U. G. K., Varghese, S., and Guthrie, J.T. 2010.

Cellulose Microfibers Produced from Banana Plant Wastes: Isolation

And Characterization. Carbohydrate Polymers.Vol. 80, Pp. 852 - 859.

Fukuoka, A., dan Dhepe, P. L. 2006. Catalytic Conversion of Cellulose into Sugar

Alkohol. Angewandte Chemie International Edition, Vol. 45,

Pp. 5161 - 5163.

Fukuoka, A. H., Kobayashi,Y. Ito, T. Komanoya,Y.,Hosaka, P. L., Dhepe, K.

Kasaiand K. Hara. 2011. Synthesis of sugar alcohols by hydrolytic

hydrogenation of cellulose over supported metal catalysts. Green

Chemistry.Vol.13, Pp 326 - 333.

Ginting, L.Y.,Agusta, M. K., dan Dipojono, H. K. 2014. Fotokatalis TiO2 Anatase

dengan Pengotor Cr dan Fe: Investigasi DFT + U pada Pita Energi.

Research and Development on Nanotechnology in Indonesia. Vol. 1,

Pp. 95 - 98.

Giri J., T. Sriharsa and Bahadur, D. 2005. Optimization of Parameter for the

Synthesis of Nanosized Co1-xZnxFe2O4 (x = 0,1) by Microwave Refluxing.

Journal of Materials Chemistry.14, Pp. 875 - 880.

Goetzberger., Adolf., Hoffman., and Uwe, V. 1998. Photovoltaic Solar Energy

Generation. Physics of Solar Cells. Pp. 1 - 10.

Goldberg, I. 1994. Functional Foods.Chapmann. New York. Pp. 571.

Gul, I. H., and Masqood, A. 2008. Structural, Magnetic and Electrical Properties

of Cobalt Ferrites Prepared by the Sol - Gel Route. Journal of Alloys

Compounds.Vol. 465, Pp. 227 - 231.

Han, J. W., and Lee, H. 2012. Direct Conversion of Cellulose into Sorbitol Using

Dual-Functionalized Catalyst in Neutral Aquaeus Solution. Catalysis

Communication. Vol. 19. Pp. 115 - 118.

Hansen, J., Sato M,Ruedy R, Nazarenko L, Lacis A, Schmidt, G. A, Russell G,

Aleinov I, Bauer M, Bell N. 2006. Journal of Geophysical Research.

110:10.10292005JD005776.

82

Hariyati, M. N. 2006. Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin dari Limbah Proses

Pengolahan Jeruk Pontianak (Citrus nobilisvar Microcarpa). Skripsi

FakultasTeknologi Pertanian. IPB, Bogor. Hal. 4.

Hewwet, Emma., Stem A and Mrs. Wildfong. 2011. Banana Pell Heahy Metal

Water Fiter.http://users.wpi.edu

Hoffman, M. R.,.Martin, W. Choi, and D. W. Bahnemann. 1995. Environmental

Aplication of Semiconductor Photocatalysis. Chemical Reviews. Vol. 95,

Pp. 69 - 96.

Ioelovich, M. 2012. Optimal Condition for Isolation of Nanocrystalline Cellulose

Particles. Journal Nanoscience and Nanotechnology. Vol. 2, Pp. 9 - 13

Ismunandar. 2006. Padatan Oksida Logam: Struktur, Sintesis dan Sifat-sifatnya.

Penerbit Institut Teknologi Bandung. Hal. 8 – 23.

Jacobs, P., and Hinnekens, H. 1990. Single –Step Catalytic Process for the Direct

Conversion of Polysaccharides to Polyhydric Alcohol. US Patent

no.4950812A

Jie, Wei, Li Yubao. 2013. Tissue Engeneering Scaffold Material of Nano-apatite

Crystal and Polyamid Composite. European Polymer Journal.

Vol. 40,Pp.509 - 515.

Kar, M. K. A., Manteghi, F., and Ghahari, M. 2017. Nickel Ferrite

Nanoparticle as a Magnetic Catalyst: Synthesis and Dye Degradation.

Proceeding of the The 21 st

International Electronic Conference on

Synthetic.Organic Chemistry.Vol. 21. Doi: 10.3390 /ecsoc-21-0567.

Kawai, T and Sakata, T. 1980.Conversion of Carbohyrate into Hydrogen Fuel by

a Photocatalytic Process. Nature, Vol. 286, Pp. 474 - 476.

Kim, K. D., Kim, S.S., Choa. Y., and Kim, H. T. 2007. Formation and Surface

Modification of Fe3O4 Nanoparticles by Co-Precipitation and Sol - Gel

Method. Journal Industrial Enggeneering Chemistry. Vol. 13,

Pp. 1337 - 1141.

Kuusisto, J., Mikkola, J.-P., Casal, P. P., Karhu, H., Vayrynen, J., and Salmi, T.

2005. Kinetics of the Catalytic Hidrogenation of D-Fructose over a

CuOZnO Catalyst.Chemical Engineering Journal. Vol. 115, Pp. 93 - 102.

Lambert C. K.,and Gonzalez, R. D. 1998. The Importance of Measurimg the

Metal Content of Suported Metal Catalyst Prepared by The Sol - Gel

Method. Applied Catalyst A: General.Vol.172, Pp. 233 - 239

Lecloux, A. J., and Pirarad, J.P. 1998.Hight Temperature Catalyst Throught Sol

Gel Syintetis. Journal of Non-Crystalline Solids.Vol. 225, Pp. 146 - 152.

83

Lestari, Y. D., Wardhani, S., and Khunur, M. M. 2015. Degradasi Methylen Blue

Menggunakan Fotokatalis TiO2-N/Zeolit dengan Sinar Matahari. Chemistry

Student Journal. Vol. 1, Pp. 592 - 598.

Liapis A. I. and Bruttini, R. 1994. A. Theory for the Primary and Secondary

Drying Stages of the Freeze Drying of Pharmaceutical Crystaline and

Amorphous Solutes: Comparison between Experimental Data and Theory.

International Journal of Heat and Mass Transfer.Vol.48, Pp. 1675 - 1687.

Lu, P and Hsieh, Y. L. 2010. Preparation and Properties of Cellulose

Nanocrystals: Rods, Spheres, and Network. Carbohydrate Polymers.

Vol. 82, Pp. 329 - 336.

Maeda, K. 2011. Photocatalytic Water Splitting Using Semiconduktor Particles

History And Recent Developments. Journal of Photochemistry and

Photobiology C: Photochemistry Reviews. Vol. 12, Pp. 237 - 268.

Maensiri,S., Masingboon,C., Bonochom, B. and Seraphin, S.2007. A Simple

Route To Synthesize Nikel Ferrite (NiFe2O4) Nanoparticles Using Egg

White. Scripta Material. Vol.56,Pp. 797 - 800.

Manurung, P., Situmeang, R., Ginting, E., and Pardede, I. 2015. Syntesis and

Characterization of Titania-Rice Husk Silica Composites as Photocatalyst.

Indonesian Journal of Chemistry. Vol. 15. Pp. 36 - 42.

Mashur. 2011. Manfaat Kulit Pisang. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Maulijn, J. A., Leewen, P. W. N. M., and Santen, R. A. V. 1993.Catalysis: An

Integrated to Homogeneous, Heterogeneous and Industrial Catalysis.

Amsterdam, Elsevier. http://site.ebary.com/id/10259028.

May, C. D. 1990. Industrial Pectins: Source Production and Aplication.

Carbohydrate Polymers.Vol.12,Pp.79 - 84.

Miesfild. 2008. Lecture 31. Carbohydrate Structure. Biochemical. Pp. 1 - 12.

Mohapatra, D., Mishra, S. and Sutar, N. 2010. Banana and its by-product

utilization: an overview. Journal Scientific & Industrial Research, Vol. 69,

Pp. 323 - 329.

Morales, J and Saraly , A. 2007. The Role of the Natural Resource Curse in

Preventing Development in Politically Unstable Countries: Case Studies of

Angola and Bolivia. Development Research Working Paper Series.Vol.

45, Pp.106 - 110.

Morán JI, Alvarez VA, Cyraz VP, Vázquez A. 2008. Extraction of Cellulose and

Preparation of Nanocellulose from Sisal Fibers.Cellulose. Vol. 15,

Pp 149 - 159.

84

Navarro, R.M,. Sanchez-Sanchez, M.C., Alvarez-Galvan, M.C., del Valle, F., and

Fierrro, J.L.G. 2009. Hydrogen Production from Renewable Saurce;

Biomass and Photocatalytic Opportunities, Energy Environment.Vol. 2,

Pp. 35 - 54.

Nelson, D. B., C.J.B. Smith and Wiles. 1977. Commercially important pectic

substance in food colloids. Avi Publishing Co.Westport. P. 418.

Noqueira,R. F. P., and Jardim, W. F. 1993. PhotodegradationofMethylen Blue

Using Solar Light and Semiconductor (TiO2). Journal of Chemical

Education.Vol.70, Pp. 861 - 862.

Othmer, D. F and Gerhard J, Frohlich. 1960. Correlating Vapor Pressures Heatsof

Solution for the Ammonium Nitrate - Water System an

EnthalpyConcentration Diagram.AIChE Journal. Vol. 6,Pp. 210 - 214

Palkovits,S. Lasta, M., Schmidl, D., Boltz, A, Told, R. Kaya, S.Garhöfer, G and

, Schmetterer, L.2011. Effect of Orally Administered Moxaverine on Ocular

Haemodynamics. BMC Pharmacology.Vol.11, P. 45.

Pinna, F. 1998.Supported Metal Catalyst Preparation. CatalystToday.Vol.41, Pp.

129 - 137.

Puttipat, N., Paormhorm J., Chiarakorn, S., Laosiripojana, N., and Chuangchote,

S. 2014. Conversion of Sugar to Organic Acids Using TiO2 Photocathalys

Syntesized by Hyhrotermal Process. 3 rd

International Conference on

Environment Energy and Biotechnology, IPCBEE. Vol. 70, Pp. 119 - 122.

Putz, H., Schon, J. C., and Jansen, M. 2001.Combined Method for an Initio

Structure Solution from Powder DiffrationData.Journal of Applied

Crystallography. Vol. 32, Pp. 864 - 870.

Qodry, A.A. 2011.FotodegradasiZatWarnaRemazol Yellow FG

denganFotokatalisKomposit TiO2/SiO2.SkripsiUniversitasSebelasMaret

Surakarta.Hal. 7 - 8.

Rawle, A. 2010.Basic Principles of Particle Size Analysis – Technical Paper of

Malvern Instruments.Worcesstershire, United Kingdom.

Richarson, T. James. 1989. Principles of Catalyst Development. Plenum Press

New York and London. P. 171.

Ridley, B.L.,Malkom A. O’Neill and Debra Mohnen. 2001. Pectins: Structure,

Biosyntethesis and Oligogalacturonide-Related Signaling. Phytochemistry.

Vol.57, Pp.929 - 967.

85

Rissa, L.V., Priatmoko, S., dan Harjito.2012. Sintesis Lapis Tipis Berbasis

Nanopartikel TitaniaTermodifikasi Silika Secara Sol- Gel Sebagai Bahan

Antifogging. Jurnal FMIPA UNS. Vol. 35, Hal. 63.

Robert, H. Creecy, Abowd, John M and Francis Kramarz. 2002. Computing

Person and Firm Effects Using Linked Longitudinal Employer-Employee

Data. Cornell University. Pp. 4 -18.

Schuth, S., Shollenberger, O. R., Brennecka, G. A and Weyer, S . 2015. Iron

Isotope Systematic of Refractory Inclusion and the Search for the Source

of Nucleosynthetic Anomalies. Journalof Chemical Geology. Vol. 392,

P. 74.

Seddigi, Z. S. 2003. Acidic Properties of HZSM-5 Using Acetonylacetone, TPD

Amoniaand FTIR of Adsorbed Pyridine. The Arabian Journal for Science

Engineering, Vol. 27, Pp. 149 - 156.

Segal, L., Creely, J. J., Martin Jr, A. E., and Conrad, C. M. 1959. An Empiritical

Method for Estimating the Degree of Crystalinity of Native Celulose

Using the X-Ray Diffractometer. Textile Research Journal. Vol. 29. Pp.

786 -794.

Sen, and Yang, W. 2014. One Step Catalytic Conversion of Biomass-

Derived Carbohydrates to Liquid Fuel; US Patent no.8,674,150 B2.

Septanto, M. 2011. Studi Pendahuluan Pembuatandan Karakterisasi Nanokatalis

NiyCoxFe(1-x-y)O4 serta Uji Aktivitas pada Konversi (CO2 + H2O). Skripsi.

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.Universitas Lampung.

Indonesia. Pp. 35 - 50.

Septian, D., Faizal, M., Ferdinand, A. (2012).Pembuatan Etanol dari Kulit Pisang

Menggunakan Metode Hidrolisis Enzimatik dan Fermentasi. Jurnal

Teknik Kimia. Vol. 18, hal. 10 - 16.

Shankar, S., and Rhim, J.W. 2016.Preparation of nanocellulose from micro-

crystalline cellulose: The effect on the Performance and Properties of

Agar - Based composite films. Carbohydrate Polymers. Vol. 135,

Pp. 18 - 26

Sheltami RM, Abdullah I, Ahmad I, Dufresne A, Kargarzadeh H. 2012. Extraction

of Cellulose Nanocrystals fromMengkuang Leaves (Pandanustectorius).

Carbohydrate Polymer . Vol. 88,Pp.772 - 779.

Silvester, R. M., Webster, F. , and Kimble, D. 2005. Spectrometric Identification

of Organic Compounds 7th

Edition. State University of New York.

Pp. 12 - 13

86

Situmeang, R., Supriyanto, Sukmawibowo, Fitri J., and Sarah A. 2010.

Fe(1-x)N xO3 Catalyst for Converting CO2/H2 to Alcohol Compaunds.

Proceding of the International Conference of Material Science and

Technology. Batan, Serpong. Indonesia. Oktober 19 – 23, 2010.

Pp. 173 - 179.

Situmeang, R., Supryanto, R., Kahar, Lolita, N.A., Sukartiningsih, L.

A.,Simanjuntak, W., and Sembiring, S. 2017. Characteristics of Nano-Size

LaCrO3 Prepared Through Sol-Gel Route Using Pectin as Emulsifying

Agen. Oriental Journal of Chemistry. Vol. 33, pp. 1705 - 1713.

Skoog, Leary J, (1992), “Principles of Instrumental Analysis”, Fourth Edition,

Saunder College Publishing, New York.Pp. 700.

SNI- 0444.2009.Pulp – Cara Uji KadarSelulosa Alfa, Beta dan Gamma. Badan

Standardisasi Nasional Senayan. Jakarta. Hal. 1- 7.

Sorensen, T.H., Cruys-Bagger, N., Borch, K., and Westh, P. 2015. Free Energy

Diagram for the Heterogenous Enzymatic of Glycosidic Bonds in

Cellulose. Journal of Biological Chemistry.Vol.290, Pp. 22203 - 22211.

Steven, C., Erwin.,Ju, L., Haftel, M. I., Efros, A.L., Kennedy, T. A., and Norris,

D. J. 2005. Doping Semiconductor Nanocrystals. Nature.Vol. 436,

Pp. 91 - 94.

Sulistiyo, S.T.2013. Studi Pendahuluan Pembuatan dan Karakterisasi

Nanokatalis NiyCuxFe(1-x-y)O4 serta Uji Aktivitas pada Konversi (CO2+

H2). Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.Universitas

Lampung, Pp. 40 - 55.

Tanabe, K. J. R. Anderson and M. Boudart. 1981. Solid Acid and Base Catalyst

in Catalyst Science and Tecnology. Journal of Science and Technology.

Vol. 2, Pp. 231-273.

Tombs, M. P. and Harding, S. E. 1998. An Introduction to Polysaccharide

Biotechnology. Biochemistry and Molecular Biology Education. Vol. 26,

Pp. 329 - 332.

Toukoniitty, B., J. Kuusisto, J.P. Mikkola, T. Salmi and D.Y. Murzin. 2005.

Effect of Ultrasound on Catalytic Hydrogenation of D-fructose to D-

Mannitol. Industrial and Engineering Chemistry Research.Vol. 44, Pp.

9370 - 9375.

Walter, R. H. 1991. The Chemistry and Technology of Pectin. Chap.1. Academic

Press. New York. Vol.2, Pp. 16 - 17.

Wolever, T.M. S., and Mehling, C. 2002. Hight - Carbohidrate–Low - Glycaemic

Glukose Tolerance. British Journal of Nutrition.Vol.87, Pp.477 - 487.

87

Wu, Y., Suharsini, A. N., and Brosh Jr, K. M. 2009. Like Helicases to the Block

of Genome Stability Maintenance Proteins. Celular and Molecular Life

Sciences. Vol. 66, Pp. 1209 - 1222.

Yamamoto, S., Sumita, T. Sugiharuto., Miyashita, A. and Naramoto, H. 2001.

Preparation of Epitaxial TiO2 Film by Pulsed Laser Deposition

Technicque. Thin Solid Film.Vol. 401, Pp. 88 - 93.

Yoon, S. K., Song J.Y, Lee, G. M. 2003. Effect of Low Culture Temperature on

Specific Productivity,Transcription Level, and Heterogeneity of

Erythropoietin in Chinese Hamster Ovary Cells. Journal of Biotechnology

and Bioengineering. Vol. 82, Pp. 289 - 298.

Yosephine A., Gala, V., Ayucitra, A dan Retnoningyas, E. S. 2012. Pemanfaatan

Ampas Tebu dan Kulit Pisang dalam Pembuatan Kertas Serat Campuran.

Jurnal Teknik Kimia Indonesia, Vol. 11, Hal. 94 -100.

Zain, Nor F. M. Yusop, Salma M., and Ahmad, I. 2014. Preparation and

Caracterzation of Cellulose and Nanocellulose from Pomelo (Citrus

Grandis) Albedo. Journal of Nutrition and Food Sciences. Vol. 5,

Pp. 334 - 337.

Zhang, G.,Ni, C., Huang, X., Welgamage, A., Lawton, L.A.,Robertson,Peter K.J.,

and Irvine,Jhon, T. S.2016. Simultaneous Cellulose Conversion and

Hydrogen Production Asssisted by Cellulose Decomposition Under UV

Light Photocatalysts. Chemical Communication. Vol. 52, Pp. 1673 - 1676.

Zhang, P., Whistler, R. L., BeMiller, J. N., &Hamaker, B. R. 2005.Banana Starch:

Production, Physico Chemical Properties and Digestibility – a Review.

Carbohydrate Polymers. Vol. 59, Pp. 443–458.

Zhang, J dan Li, X. 2009. Facile HydrothermalSynthesis of Sodium

Tantalate(NaTaO3)Nanocubes and High Photocatalytic Properties. The

Journal of Physical Chemistry.Vol.113, Pp. 19411-19418.

Zhang ,Tao., M. Zheng, J. Pang and A. Wang. 2014. One Pot Catalytic

Conversion of Cellulose to Ethylene Glycol and Other Chemicals: From

Fundamental Discovery to Potential Commercialization. Chinese Journal

of Catalysis.Vol. 35, Pp. 602 - 613.

Zumbe A., Lee A., and Storey D. 2001. Polyols in Confectionery: The Route to

Sugar-free, Reduced Sugar and Reduced Calorie Confectionery. British

Journal of Nutrition.Vol. 85, Suppl. S31 - S45.