Upload
others
View
22
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
73
KOSAKATA BAHASA MELAYU JAMBI DALAM PENAMAAN RUPABUMI
The Vocabulary of Jambi Malay Language Used for Naming Topography.
Ristanto, Sarwono
Kantor Bahasa Jambi
Jalan Arif Rahman Hakim No. 101, Telanaipura, Jambi
Pos-el: [email protected], [email protected]
(Diterima, 17 Mei, Disetujui, 10 Juni 2018)
AbstrakPenelitian ini bertujuan mendeskripsikan kosakata bahasa Melayu Jambi yang digunakan untuk penamaan rupabumi. Masalah dalam penelitian ini adalah “Kosakata bahasa Melayu Jambi apa saja yang digunakan dalam penamaan rupabumi?” Metode yang digunakan yaitu deskriptif. Sumber data berupa bahasa Melayu Jambi lisan dan tulisan. Metode pengambilan data menggunakan metode simak. Hasil penelitian ini berupa penamaan taman, kebun, hotel, perumahan, restoran, toko, dan kantor dapat menggunakan kosakata bahasa Melayu Jambi. Penamaan taman dan kebun dapat menggunakan kosakata bahasa Melayu Jambi seperti taman, kebon, rimbo, ilok ‘indah atau cantik’, jeramba ‘jembatan’, payo ‘rawa’, pematang ‘sungai’, roban ‘kandang’,talang ‘kebun’, nio ‘kelapa’, dan buluh ‘bambu’. Penamaan hotel dapat menggunakan kata serambi ‘kamar’, tengganai ‘ruang pertemuan’, penteh ‘loteng’, gaho ‘dapur’, dan masinding ‘tempat pertemuan’. Penamaan perumahan dapat menggunakan kata jelutung, telanaipura, buluran, dan selincah. Penggunaan nama tokoh cerita seperti Tapah Malenggang, si Guntang, dan Sati Menggung. Penamaan restoran, toko, dan kantor dapat menggunakan kata tepek, nio, tekuyung, ibat, kawo, pudu, dan lempok. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemanfaatan kosakata daerah untuk penamaan rupabumi dapat mengembangkan dan melestarikan bahasa Melayu Jambi. Selain itu, pemanfaatan kosakata daerah dapat menumbuhkan kecintaan terhadap budaya dan tradisi lokal, sehingga akan melahirkan perilaku santun, arif, dan bermartabat.
Kata Kunci: kosakata, bahasa, Jambi, rupabumi
AbstractThis study aims to describe the vocabulary of Jambi Malay language used for naming topography. The problem in this study is “What kind of Malay Jambi vocabulary used in naming topography?” The method used is descriptive. The data source is Malay Jambi oral and written language. Data of this research collected by using listening methods. The results of this research are the naming of parks, gardens, hotels, housing, restaurants, shops, and offices can use the Malay Jambi language vocabulary. Naming parks and gardens can use Malay Jambi language vocabulary, such as taman (park), kebon (garden), rimbo (jungle), ilok (pretty or beautiful or beautiful), jeramba (bridge), payo (swamp), pematang (embankment), roban (cage), talang (garden), nio (coconut),
74
Mlangun Jurnal Ilmiah Kebahasaan & KesastraanVolume 15, Nomor 1, Juni 2018
and buluh (bamboo). The naming of hotels can use the word ‘serambi’ (bedroom), tengganai (meeting room), penteh (attic), gaho (kitchen), and masinding (meeting place). The namingof housing can use the word jelutung, telanaipura, buluran, and selincah. It is also used for the names of the story’s characters, such as Tapah Malenggang, si Guntang, and Sati Menggung. The naming of restaurants, shops, and offices can also use the word tepek, nio, tekuyung, ibat, kawo, pudu, and lempok. The conclusion of this research is the utilization of local vocabulary for naming topography can develop and preserve Jambi Malay language. In addition, the utilization of local vocabulary is able to foster the sense of belonging and love toward local culture and traditions so that it will bear the behavior of polite, wise, and dignified.
Keywords: vocabulary, language, Jambi, topography
I. PENDAHULUAN
Kosakata adalah himpunan kata yang
diketahui oleh seseorang atau kelompok.
Kosakata juga berarti perbendaharaan.
Pendapat ini dikemukakan oleh Alwi (2003)
yang mengemukakan bahwa kosakata
adalah perbendaharaan kata. Sementara itu,
Kridalaksana(1992) berpendapat kosakata
adalah kekayaan kata yang dimiliki oleh
seseorang. Jadi pada dasarnya kosakata adalah
perbendaharaan kata yang terdapat pada suatu
bahasa. Kosakata bahasa Melayu Jambi berati
kumpulan kata-kata yang digunakan secara
turun-temurun oleh masyarakat Melayu Jambi.
Kosakata sangat penting pada suatu bahasa
karena berfungsi sebagai daya ungkap dalam
mengemukakan pikiran. Suatu bahasa akan
mempunyai peran penting jika bahasa tersebut
mampu menjadi alat untuk mengungkapkan
ide dan pikiran terutama pada bidang ilmu
pengetahuan, teknologi, ekonomi, seni, budaya,
dan politik.
Istilah rupabumi digunakan pada Peraturan
Presiden Nomor 112 Tahun 2006 tentang
Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi.
Rupabumi adalah bagian dari permukaan bumi
yang dapat dikenal identitasnya sebagai unsur
alam dan unsur buatan manusia, misalnya
sungai, danau, gunung, tanjung, desa, dan
bendungan. Nama rupabumi adalah nama yang
diberikan pada bagian-bagian rupabumi baik
yang bersifat alamiah maupun yang bersifat
buatan. Nama rupabumi yang bersifat alami
seperti gunung, pegunungan, bukit, daratan,
lembah, danau, sungai, muara, selat, laut, dan
pulau. Nama rupabumi unsur buatan separti
dam, gedung, taman, kampung, kantor, pasar,
waduk, jalan, jembatan, kota, hotel, bandara,
pelabuhan, bendungan, kawasan administrasi
(provinsi, kabupaten, kecamatan, kota, desa),
kawasan cagar alam, kawasan konservasi,
taman nasional, dan kawasan permukiman.
Nama rupabumi unsur buatan seperti gedung,
kantor, dan hotel di dalamnya termasuk nama
ruangan dan kamar.
Nama pada dasarnya adalah identitas
yang berguna untuk memudahkan manusia
dalam berinteraksi . Nama rupabumi
merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari kehidupan manusia. Pembuatan nama
rupabumi akan terus berkembang seiring
dengan perkembangan kebutuhan manusia.
Pemberian nama rupabumi ini penting karena
dapat dipakai sebagai acuan bagi pemerintah,
masyarakat, media massa, buku pelajaran
sekolah, perencana, dan pembuat peta.
Nama rupabumi yang ada di Provinsi
Jambi akan menunjukkan identitas masyarakat
75
Kosakata Bahasa Melayu...Ristanto, Sarwono
Jambi. Sebuah nama rupabumi mengandung
makna sejarah dan mencerminkan peradaban
masyarakatnya. Aspek budaya juga bisa
memengaruhi pemberian nama rupabumi.
Pemberian nama rupabumi tidak boleh
dilakukan secara sembarangan karena dapat
menghilangkan identitas dan sejarah suatu
tempat. Penamaan yang keliru, misalnya
menggunakan istilah asing juga dapat
merugikan jati diri daerah. Oleh sebab itu, penting menggunakan nama-nama daerah
(lokal) agar tidak mengubah ikatan sejarah dan
mengaburkan identitas.
Pemberian nama rupabumi pada dasarnya
berdasarkan keadaan lingkungan setempat,
terutama berdasarkan penglihatan. Pemberian
nama berdasarkan apa yang dilihat seperti,
Kecamatan Nipahpanjang, Kelurahan
Rengascondong, Desa Sungaibuluh, dan Desa
Teluk Kijing. Pemberian nama juga diciptakan
berdasarkan legenda seperti Telanaipura,
Sungaiputri, dan Mayangmangurai.
M a s y a r a k a t s e h a r u s n y a d a p a t
memanfaatkan kosakata bahasa Melayu
Jambi dalam memberikan nama rupabumi
khususnya nama rupabumi yang bersifat
buatan seperti nama jalan, jembatan, gedung,
taman, permukiman, kampung, kantor, pasar,
dan bangunan. Pemberian nama ini diharapkan
dapat memperkuat jati diri daerah Jambi.
Untuk itu, jangan sampai nama-nama asing
menggantikan nama-nama lokal.
Masalah dalam penelitian ini yaitu (1)
kosakata bahasa Melayu Jambi apa saja yang
dapat digunakan dalam penamaan taman dan
hotel?, (2) kosakata bahasa Melayu Jambi apa
saja yang dapat digunakan dalam penamaan
perumahan?, (3) kosakata bahasa Melayu
Jambi apa saja yang dapat digunakan dalam
penamaan peusat perbelanjaan dan restoran?
Tujuan pene l i t i an in i ya i tu (1 )
mendeskripsikan kosakata bahasa Melayu
Jambi yang dapat digunakan dalam penamaan
taman dan hotel, (2) mendeskripsikan
kosakata bahasa Melayu Jambi yang dapat
digunakan dalam penamaan perumahan, (3)
mendeskripsikan kosakata bahasa Melayu
Jambi yang dapat digunakan dalam penamaan
pusat perbelanjaan dan restoran.
Kajian tentang penamaan rupabumi
telah dilakukan di antaranya, Cerita Rakyat Penamaan Desa di Kerinci (Irzal Amin dkk., 2013, hlm. 31—41). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penamaan desa-desa di
Kabupaten Kerinci banyak didasarkan pada
cerita rakyat yang berkembang di daerah
tersebut.
Sementara itu, penelitian yang berjudul
Nama Tempat yang Berhubungan dengan Air: Tinjauan Antropolinguistik (Umi Kalsum,
dkk.) mengungkapkan bahwa nama-nama
tempat, terutama kompleks perumahan, banyak
yang terasa asing dan banyak istilah-istilah
asing yang dipakai yang menyertai nama-
nama tersebut, seperti estate, garden, graha, regency, resort, vi/a, dan walk. Padahal, nenek-
moyang kita sudah memberi contoh yang baik
tentang penamaan daerahnya yang didasarkan
pada ciri geografis, sejarah, kehidupan sosial dan budaya. Ciri nama yang didasarkan pada
hal tersebut tercermin dalam nama tempat di
Kota Bandung yang berhubungan dengan air.
Berdasarkan penelitian terdahulu,
penelitian terkait penamaan rupabumi
telah banyak dilakukan. Penelitian tersebut
berpusat pada penamaan tempat. Namun
demikian, penelitian terkait kosakata bahasa
Melayu Jambi dalam penamaan rupabumi,
76
Mlangun Jurnal Ilmiah Kebahasaan & KesastraanVolume 15, Nomor 1, Juni 2018
sepengetahuan peneliti belum dilakukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang
berhubungan dengan permassalahan tersebut.
Kerangka Teori
Penamaan rupabumi dapat digunakan
untuk mempelajari aspek budaya setempat
s eh ingga s anga t d ipe r lukan un tuk
melestarikan warisan budaya bangsa. Bahasa
yang digunakan dalam penamaan rupabumi
menunjukkan kekayaan budaya suatu bangsa.
Penamaan suatu daerah itu bersifat arbitrer,
tetapi ada makna dibalik nama tempat tersebut.
Penamaan rupabumi mengandung nilai-
nilai kehidupan atau filosofis yang menjadi ciri khas bahasa dan masyarakat daerah.
Ada dua pengalaman yang dipertimbangkan
untuk nama tempat. Pertama, pertimbangan
yang dihasilkan oleh proses-proses alam dan
nama dari hasil rekayasa manusia. Kedua,
pemberian nama tempat mungkin didasarkan
pada gagasan, harapan, cita-cita, dan citra
rasa manusia terhadap tempat tersebut. Hal
ini dimaksudkan agar sesuai dengan apa yang
dikehendakinya. Nama merupakan sebuah
simbol dari sebuah kebudayaan (Prihadi,
2015). Nama merupakan kata yang menjadi
label bagi setiap makhluk, benda, aktivitas,
dan peristiwa di dunia. Nama muncul dalam
kehidupan manusia yang kompleks dan
beragam. Ketika manusia mendiami suatu
wilayah, mereka cenderung memberi nama
pada semua unsur rupabumi, seperti nama
sungai, gunung, lembah, pulau, teluk, atau
selat yang berada di wilayahnya. Bahkan,
manusia juga cenderung memberi nama
pada daerah yang ditempatinya, seperti nama
permukiman, nama desa, nama kampung,
nama hutan, dan nama kota. Tujuan
pemberian nama pada unsur rupabumi itu
ialah untuk diidentifikasi, dijadikan patokan, atau dijadikan sebagai sarana komunikasi
antarsesama manusia.
Nama rupabumi dapat mengacu pada
setiap tempat, unsur atau area di atas muka
bumi. Menurut Sudaryat (2009) penamaan
tempat atau rupabumi memiliki tiga aspek,
yaitu (1) aspek perwujudan; (2) aspek
kemasyarakatan; dan (3) aspek kebudayaan.
Ketiga aspek tersebut sangat berpengaruh
terhadap cara penamaan tempat dalam
kehidupan masyarakat. Aspek wujudiah
atau perwujudan (fisikal) berkaitan dengan
kehidupan manusia yang cenderung menyatu
dengan bumi sebagai tempat berpijak dan
lingkungan alam sebagai tempat hidupnya
(Sudaryat, 2009). Dalam kaitannya dengan
penamaan kampung, masyarakat memberi
nama kampung berdasarkan aspek lingkungan
alam yang dapat dilihat. Sudaryat membagi
lingkungan alam tersebut ke dalam tiga
kelompok, yaitu (1) latar perarian (hidrologis);
(2) latar rupabumi (geomorfologis); (3)
latar lingkungan alam (biologis-ekologis).
Ruspandi dan Mulyadi (2014) menyatakan
bahwa penamaan pupabumi dilatarbelakangi
aspek fisikal, aspek sosial, dan aspek kultural. Aspek fisikal meliputi (1) unsur biologis; (2) unsur hidrologis; dan (3) unsur geomorfologis.
Aspek sosial meliputi (1) tempat spesifik;
(2) aktivitas masa lampau; (3) harapan; (4)
nama bangunan bersejarah; dan (5) nama
tokoh. Aspek kultural yaitu legenda/cerita
rakyat. Saerheim (2014) dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa penamaan tempat
disesuaikan dengan tradisi budaya lokal
setempat. Penamaan juga dapat berdasarkan
tradisi lisan dari mitos ceritarakyat yang
77
Kosakata Bahasa Melayu...Ristanto, Sarwono
sudah secara turun temurun diwariskan nenek
moyang.
Pengalaman manusia terhadap tempat
menjadi sangat bermakna, sehingga manusia
menamai tempat sesuai dengan pengalaman
yang dirasakan. Nama yang telah diberikan
terhadap tempat diturunkan secara horizontal
dan selanjutnya secara vertikal dari generasi ke
generasi. Penurunan informasi antargenerasi
membuat penamaan tempat memiliki
nilai kultural. Mempertahankan nama
tempat dari waktu ke waktu membutuhkan
kekuatan kearifan lokal yang tinggi, karena
mempertimbangkan nilai historis daripada
dinamika ruang. Penamaan rupabumi suatu
tempat merupakan sebagai hasil budaya
secara historis dan simbolis. Menurut
Liliweri (2014, hlm. 7-8) “budaya secara
historis adalah bawaan sosial atau tradisi
yang melewati generasi yang lalu ke generasi
masa depan dan budaya secara simbolis
adalah pendasaran makna yang ditetapkan
bersama oleh masyarakat”. Penamaan suatu
tempat merupakan kesepakatan bersama dan
diturunkan antargenerasi. Sehingga untuk
mengetahui makna dari sebuah nama tempat
membutuhkan kajian budaya secara historis
dan simbolis. Halini selaras dengan pandangan
Danandjaja (1994), bahwa salah satu fungsi
folklor berkaitan dengan toponimi ini adalah
sebagai sistem proyeksi (projective system)
yakni sebagai alat perncerminan angan-angan
suatu kolektif. Selain itu toponimi juga sangat
dipengaruhi oleh faktor geografis (hidrologis, morfologis, biologis, dankondisi fisik alam lainnya), sehingga penamaan tempat dapat
dikatakan berdasarkan kondisi geografis, nilai historis, dan simbolis.
Metode Penelitian
Penelitian Kosakata Bahasa Melayu
Jambi dalam Penamaan Rupabumi pada
dasarnya menggunakan metode deskriptif.
Metode deskriptif dipahami sebagai metode
yang menekankan pada kualitas data alami.
Maksudnya, metode yang digunakan semata-
mata berdasarkan fakta kebahasaan yang
ada. Metode ini menggambarkan fenomena
yang terjadi pada masyarakat penuturnya
secara empiris. Hal ini sesuai dengan pendapat
Djajasudarma (1993) mengatakan bahwa data
yang digunakan bersifat akurat dan alamiah.
Data yang dihasilkan berupa deskripsi
yang tidak mempertimbangkan benar-salah
penggunaan bahasa oleh penuturnya, dalam hal
ini bahasa Melayu Jambi. Selain itu, Penelitian
deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang
ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-
fenomena yang ada, baik fenomena alamiah
maupun fenomena buatan manusia. Menurut
Sukmadinata (2006, hlm. 72) fenomena itu
dapat berupa bentuk, aktivitas, karakteristik,
perubahan, hubungan, kesamaan dan perbedaan
antara fenomena yang satu dengan fenomena
yang lainnya. Penelitian deskriptif merupakan
penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan
menginterpretasi sesuatu, misalnya kondisi
atau hubungan yang ada, pendapat yang
berkembang, proses yang sedang berlangsung,
akibat atau efek yang terjadi, atau tentang
kecenderungan yang tengah berlangsung.
Langkah-langkah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut. Pertama, melakukan
studi pustaka berhubungan dengan teori dan
konsep kajian. Kemudian dilanjutkan dengan
pengumpulan data dari berbagai sumber baik
lisan maupun tulisan. Selanjutnya, setelah
data terkumpul, penulis mencatat data
78
Mlangun Jurnal Ilmiah Kebahasaan & KesastraanVolume 15, Nomor 1, Juni 2018
yang sekiranya diperlukan atau dianggap
penting sebagai sumber informasi. Langkah
selanjutnya adalah menelaah data, termasuk
di dalamnya mereduksi data yang tidak
diperlukan. Setelah itu data disusun dan
dianalisis. Langkah terakhir adalah membuat
simpulan terhadap penelitian tersebut.
Data merupakan sumber informasi yang
didapatkan oleh penulis melalui penelitian
yang dilakukan. Data yang diperoleh nantinya
akan diolah sehingga menjadi informasi baru
yang dapat dimanfaatkan oleh pembacanya.
Dalam penelitian ini, data diperoleh
melalui dua sumber yaitu data primer dan
data sekunder. Data primer yaitu data yang
diperoleh secara langsung dari informan.
Dalam penulisan ini, data primer diperoleh
melalui hasil wawancara dengan informan.
Penetapan informan dengan menggunakan
purposive sampling atau sampel bertujuan.
Wawancara dilakukan dengan sebelas
orang enam orang laki-laki dan lima orang
perempuan. Wawancara dilengkapi dengan
cacatan tertulis dan menggunakan alat bantu
rekam telepon seluler. Data sekunder yaitu data
yang diperoleh penulis untuk mendukung data
primer. Data sekunder ini seperti buku-buku
mengenai teori-teori bahasa, budaya Jambi,
dan buku-buku lain sejenis yang berhubungan
dengan masyarakat Jambi. Data yang dijadikan
sumber dalam penelitian ini ialah bahasa
Melayu Jambi lisan dan tulisan. Data tulis
diperoleh dari koran daerah, tabloid, majalah,
internet, dan juga monografi yang memuat
informasi yang diperlukan. Sumber data
tertulis perlu digunakan karena beberapa nama
telah sering dipublikasikan, terutama nama
kecamatan, kelurahan, dan nama kampung.
Data lisan diperoleh dari informan-informan
yang mengetahui nama dan maknanya melalui
diskusi dan wawancara. Ragam lisan ini
lebih diutamakan karena merupakan data
primer. Kriteria dalam menentukan informan
berdasarkan teori Djajasudarma. Kriteria
informan tersebut antara lain: (1) keturunan
orang Melayu Jambi dan berbahasa ibu bahasa
Melayu Jambi, (2) menguasai bahasa Melayu
Jambi dan bahasa Indonesia, (3) memiliki alat
artikulasi yang baik, (4) sudah dewasa, dan (5)
bertempat tinggal di Provinsi Jambi. Jumlah
informan dalam penelitian ini sebanyak
sebelas orang. Informan tersebut berasal dari
sembilan kabupaten dan dua kota madya.
Metode pengambilan data dalam penelitian
ini menggunakan metode simak. Metode
simak merupakan metode untuk menyimak
penggunaan bahasa. Di dalam metode simak
digunakan teknik simak. Sudaryanto (1988)
mengatakan bahwa teknik merupakan cara
melaksanakan metode. Teknik-teknik yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
pancing dan teknik catat. Teknik pancing
digunakan untuk memancing munculnya
data yang diinginkan peneliti. Teknik catat
digunakan untuk mencatat data pada ‘kartu
data’. Setelah dilakukan pencatatan dan
pengartuan, kemudian dilanjutkan dengan
klasifikasi data dan analisis data.Metode pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ialah metode wawancara
(interview method) dan studi pustaka. Pada
prinsipnya, metode wawancara adalah metode
penyediaan data dengan cara tanya jawab antara
peneliti dengan informan secara langsung.
Penulis dalam penelitian ini menggunakan
teknik wawancara terstruktur yaitu wawancara
menggunakan daftar pertanyaannya yang telah
disusun sebelumnya. Penulis menggunakan
79
Kosakata Bahasa Melayu...Ristanto, Sarwono
wawancara terstruktur agar pertanyaan lebih
terfokus, sehingga data yang diperoleh tidak
akan melenceng dari pokok permasalahan.
Studi pustaka merupakan metode pengumpulan
data yang diarahkan kepada pencarian data
dan informasi melalui dokumen-dokumen,
baik dokumen tertulis, foto-foto, gambar,
maupun dokumen elektronik yang dapat
mendukung dalam proses penulisan. ”Hasil
penelitian juga akan semakin kredibel apabila
didukung foto-foto atau karya tulis akademik
dan seni yang telah ada. ”(Sugiyono, 2012,
hlm. 83). Studi pustaka merupakan langkah
awal dalam metode pengumpulan data. Studi
pustaka merupakan metode pengumpulan data
yang diarahkan kepada pencarian data dan
informasi melalui dokumen-dokumen, baik
dokumen tertulis, foto-foto, gambar, maupun
dokumen elektronik yang dapat mendukung
dalam proses penulisan.”Hasil penelitian juga
akan semakin kredibel apabila didukung foto-
foto atau karya tulis akademik dan seni yang
telah ada.”(Sugiyono,2012, hlm. 83).
Observasi merupakan langkah kedua dalam melakukan pengumpulan data setelah
penulis melakukan studi pustaka. Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan
cara melakukan pengamatan tentang keadaan
yang ada di lapangan. Dengan melakukan
observasi, penulis menjadi lebih memahami
tentang subjek dan objek yang sedang diteliti.
Wawancara merupakan langkah yang diambil
selanjutnya setelah observasi dilakukan.
Wawancara atau interviu merupakan teknik
pengumpulandata dengan cara bertatap muka
secara langsung antara pewawancara dengan
informan. Wawancara dilakukan jika data yang
diperoleh melalui observasi kurang mendalam.
Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan
(Sugiyono,2012, hlm. 72) bahwa “wawancara
digunakan sebagai teknik pengumpulan data
apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari
informan yang lebih mendalam”.
Adapun langkah pengumpulan data
adalahmencatat semua nama rupabumi
di wilayah Jambi, terkait dengan proses
penamaan. Pada tahap analisis data,
penelitian ini dianalisis secara kuantitatif
dengan cara mengelompokan nama–nama
wilayahperkampungan di ProvinsiJambi
kemudian mengklasifikasikanya serta
memetakan sejarah penamaan perkampungan
tersebut. Hasil penelitian ini akan disajikan
secara deskriptif.
II. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penamaan Taman dan Hotel
Saat ini sedang marak munculnya
penamaan rupabumi yang menggunakan
bahasa asing. Penamaan taman misalnya
ada nama Pedestrian Jomblo, Jambi Garden City, dan Jambi Paradise. Penamaan tersebut
dapat menggunakan kosakata daerah Jambi
seperti menggunakan kata taman, kebon,
rimbo, dan ilok ‘indah atau cantik’. Kita dapat
menggali kembali penggunaan kosakata yang
berhubungan dengan alam. Kosakata seperti
jeramba ‘jembatan’, payo ‘rawa’, pematang
‘sungai’, roban ‘kandang’, talang ‘kebun’, nio
‘kelapa’, dan buluh ‘bambu’ sangat menarik
digunakan untuk nama taman, kebun, dan
rumah makan.
Penamaan hotel masih didominasi oleh
bahasa asing seperti Grand Hotel, Golden Harvest Hotel, Aston Jambi Hotel, Swiss-Belhotel Jambi, Abadi Suite Hotel, dan
Wiltop Hotel Jambi. Penamaan hotel yang
menggunakan ciri daerah Jambi juga ada
80
Mlangun Jurnal Ilmiah Kebahasaan & KesastraanVolume 15, Nomor 1, Juni 2018
seperti Hotel Tepian Angso, Hotel Bungo
Kincai, Hotel Putri Pinang Masak, dan Hotel
Tepian Batanghari tetapi penamaan seperti itu
masih terbatas. Kosakata yang berhubungan
dengan rumah terasa sangat unik. Bagian-
bagian rumah yang dapat dimanfaatkan untuk
penamaan seperti larik ‘rumah orang Kerinci’,
buncu ‘sudut atau pojok’, kejang lako ‘rumah
adat suku Batin’, jogan ‘tempat istirahat dan
meletakkan air’, serambi ‘kamar’, pelamban
‘ruang untuk mencuci piring, menjemur
pakaian, dan menyimpan peralatan’, laren
‘tempat menerima tamu’, garang ‘ruangan
untuk menumbuk padi’, tengganai ‘ruang
pertemuan’, penteh ‘loteng’, gaho ‘dapur’,
dan masinding ‘ tempat pertemuan’,
bakholek ‘penganten’, bungo ‘bunga’, dan
balumbun ‘banyak’. Kosakata tersebut dapat
dimanfaatkan untuk nama hotel dan bagian-
bagian dari hotel seperti kamar, dapur, dan
ruangan.
Penamaan Perumahan
Penamaan nama perumahan banyak yang
menggunakan kosakata asing. Hal ini jika
tidak segera ditangani, tentu akan mengancam
keberadaan bahasa daerah Jambi. Penggunaan
istilah asing juga dapat mereduksi budaya
daerah. Perumahan menggunakan nama-
nama asing seperti Citra Raya City Mendalo, Lazio Residence, Green Golf Residence, Argentina Residence, Parma Residence, Monaco Residence, Arsenal Estate, Liverpool Estate, Aston Regency, Barcelona Regency, dan Atalanta Regency. Nama wilayah seperti
nama kabupaten, kecamatan, dan kelurahan
dapat dimanfaatkan sebagai nama perumahan.
Kosakata seperti jambi, mayang, kenali,
selincah, telanaipura, buluran, aurduri, dan
masurai dapat menunjukkan identitas daerah
atau wilayah.
Penggunaan nama-nama pahlawan sebagai
nama perumahan dapat menjadi pilihan.
Nama-nama pahlawan yang bisa dijadikan
nama perumahan seperti nama Sultan Thaha
Syaifuddin, Kolonel Abunjani, Depati Parbo,
Raden MatTahir, H. Abdul Manap, Makallam,
Mayjen A. Thalib, Letnan Kolonel Teuku
Mohd Isya, Mayor H. Syamsuddin Uban,
Orang Kayo Hitam, Putri Pinang Masak, Raden Pamuk, Raden Perang, OrangKayo Pingai, dan Sersan Zuraida. Selama ini nama-
nama pahlawan lebih banyak digunakan
sebagai nama jalan. Nama pahlawan yang
digunakan pada penamaan rumah sakit,
sekolah, universitas, masjid, dan gedung
masih belum optimal. Nama perumahan juga
dapat menggunakan nama pahlawan, tokoh
kerajaan, dan tokoh cerita yang ada di daerah.
Pahlawan dari daerah yang dapat dimanfaatkan
untuk nama perumahan seperti Letnan Satu
Lebay Hasan, Nurdin Hamzah, K.H.M.
Daud Arief, Prof. DR.H.M. Chatib Quzwain,
Ahmad Ripin, dan H. Hanafie. Tokoh-tokoh kerajaan seperti Datuk Paduko Berhalo, Putri
Mayang Mangurai, Temenggung Merah Mato,
Datuk Darah Putih, Datuk Temenggung Rajo
Api, Datuk Lengkui, Orang Kayo Kadataran, Orang Kayo Gemuk, Raden Ahmad, Raden Kusen, dan Panglima Betung Besalai (Raden
Saman). Tokoh-tokoh cerita rakyat Jambi
yang selama ini belum dikenal secara luas juga
dapat digunakan seperti Tapah Malenggang, si
Guntang, si Gombok, Tapa Malenggang, Tapa
Kudung, Tapa Tima, dan Sati Menggung. Nama
perumahan juga dapat menggunakan kata
griya, gerha, puri, hunian, bumi, pondok, vila,
atau kediaman.Nama-nama perumahan yang
81
Kosakata Bahasa Melayu...Ristanto, Sarwono
memanfaatkan kosakata daerah Jambi seperti
Perumahan Puri Masurai, Puri Mayang, Griya
Kenali Asri, Perumahan Selincah Permai, dan
Perumahan Aurduri Permai. Nama perumahan
yang memanfaatkan kosakata lokal seperti itu
akan mempertahankan identitas daerah Jambi.
Penamaan Pusat Perbelanjaan dan
Restoran
Nama-nama pusat perbelanjaan yang
menggunakan kosakata asing seperti Jambi Town Square (Jamtos), Jambi Prima Mall, Wiltop Trade Center (WTC), dan Batanghari Business Center (BBC). Pusat-pusat
perbelanjaan tersebut dapat menggunakan
kosakata lokal seperti Simpang Tiga Kota
Jambi untuk Jambi Town Square (Jamtos),
Mal Prima Jambi untuk Jambi Prima Mall, Pusat Perbelanjaan Wiltop Jambi untuk
Wiltop Trade Center (WTC), dan Pusat Bisnis
Batanghari untuk Batanghari Business Center
(BBC).
Nama-nama restoran masih banyak
yang menggunakan istilah asing terutama
penggunaan kata restaurant (belum
diindonesiakan). Kata restaurant dapat
dipadankan menjadi restoran. Penggunaan
nama asing pada nama restoran seperti,
Restaurant Happy Family, Jump Bee Squce, Restaurant Hollywood, Restaurant Jumbo, Restaurant Holala, Restaurant Lucky Star, Restaurant Hongkong, dan Restaurant Shanghay . Penggunaan nama as ing
pada restoran cepat saji seperti Kentucky Fried Chicken, Texas Fried Chicken, dan
California Fried Chicken. Pusat jajanan yang
menggunakan istilah asing seperti WTC Food Court, Dast Ramayana Food Court, dan
Matahari Food Bazaar termasuk toko roti
seperti Saimen Bakery, Christine Bakery, Shinta Bakery, dan Bread One. Penamaan
restoran, toko roti, dan pusat jajanan dapat
menggunakan kosakata daerah Jambi
sepertikata tepek, nio, tekuyung, ibat, kawo, pudu, dan lempok. Istilah tepek merujuk pada
gulai tepek ikan yaitu makanan khas daerah
Jambi yang berbahan dasar ikan gabus atau
ikan tenggiri. Kata nio ‘kelapa’ berasal dari
sambal nio yaitu sambal yang terbuat dari
parutan kelapa, sambal ini adalah sambal
khas Dusun Rantau Embacang, Kecamatan
Tanah sepenggal lintas, Kabupaten Bungo.
Begitu juga istilah tekuyung ‘siput sungai‘
berasal dari gulai tekuyung. Istilah ibat berasal
dari nasi ibat, yaitu nasi khas Desa Semabu,
Kabupaten Tebo. Nasi ibat mampu bertahan
tiga hari walaupun tanpa pengawet. Kata kawo
berasal dari air kawo yaitu air yang berasal dari
tunas muda pohon kopi. Air kawo merupakan
minuman khas dari Kabupaten Kerinci. Kata
pudu berasal dari pudu ikan yaitu masakan
yang bahan utamanya ikan kelemak. Masakan
ini merupakan makanan khas orang Batin dan
Penghulu yang ada di Kabupaten Sarolangun.
Kata lempok berasal dari lempok durian yaitu
jajanan khas daerah Jambi.
Selain dari Kabupaten Kerinci, daerah
la in sepert i Kabupaten Sarolangun,
Kabupaten Merangin, Kabupaten Bungo,
Kabupaten Tanjungjabung Timur, Kabupaten
Muarojambi, Kabupaten Batanghari ,
Kabupaten Tebo, Kabupaten Merangin,
Kabupaten Tanjungjabung Barat, dan Kota
Madya Jambi juga memiliki seni, budaya,
dan tradisi yang kaya.Kabupaten Sarolangun
mempunyai tari liang asak, kisan, dan
mangkurberentak, tradisi lisannya seperti
kijang salai, anak imau, dan mantau. Tari
82
Mlangun Jurnal Ilmiah Kebahasaan & KesastraanVolume 15, Nomor 1, Juni 2018
liang asak ‘lubang kecil tempat menabur
benih’ adalah tari yang menggambarkan
proses menugal dan menanam padi. Tari kisan adalah tari yang menggambarkan masyarakat
dalam mengolah padi menjadi beras. Tari
mangkurberentak ‘mencangkul dan bergerak’
adalah tarian yang menggambarkan kebiasaan
masyarakat dalam menggarap lahan pertanian
dengan mencangkul dan menimbulkan
bunyi. Kabupaten Merangin mempunyai
tari burung daro, skin, dan lenggang kipas layang, dan ketalang petang. Tari burung daro ‘burung merpati’ adalah tari muda-mudi.
Tari skin ‘senjata tajam’ adalah tari yang
menggambarkan semangat kepahlawanan
dalam menghadapi musuh. Tari lenggang kipas layang adalah tari muda-mudi yang
menceritakan kegembiraan setelah bekerja.
Tari ketalang petang ‘ke ladang pada sore
hari’ adalah tari yang menggambarkan orang
yang akan bekerja ke ladang pada sore hari
dengan mengajak para bujang dan gadis.
Nama-nama tersebut dapat dimanfaatkan
untuk nama kamar, ruangan, dan bangunan.
Kabupaten Bungo mempunyai tari dan tradisi
lisan seperti tari tauh dan klik elang. Tradisi
lisannya seperti krinok, rampi-rampo, anak imau, dan dideng. Kabupaten Tanjungjabung
Timur mempunyai tari inai dan tradisi lisannya
kelintang perunggu. Kabupaten Muarojambi
mempunyai tradisi lisan zikir bardah dan
senandung jolo. Kabupaten Batanghari
mempunyai tradisi lisan bakohak dan dadung.
Kabupaten Tebo mempunyai tradisi lisan
seperti gandai, badudu,dan doak. Kabupaten
Merangin mempunyai tradisi lisan ketalang petang. Kabupaten Tanjungjabung Barat
mempunyai tradisi lisan musik piul tantang badendang. Kota Madya Jambi mempunyai
tradisi lisan kulintang anak. Tarian dari
Provinsi Jambi seperti tari sekapur sirih, selampit delapan, sekato, kelintang kayu, dan
serengkuh dayung. Nama-nama tarian dan
tradisi lisan tersebut belum dimanfaatkan,
bahkan masih banyak yang belum dikenal
oleh masyarakat. Penggunaan kosakata daerah
dapat melestarikan seni dan tradisi yang di
dalamnya banyak terdapat kearifan lokal.
Pemanfaatan kosakata daerah Jambi
dapat menggunakan nama-nama yang
berhubungan dengan Candi Muarojambi.
Kosakata yang berhubungan dengan candi
seperti kotomahligai, kedaton, gedong satu, gedong dua, gumpung, tinggi, kembar batu, astano, teluk satu, teluk dua, menapo
‘gundukan tanah’, kelari ‘nama kanal’, telago, prajnaparamita, dwarapala, gajahsimha, umpakbatu, lumpang, lesung batu, sengalo, dan bukit perak. Kosakata tersebut menarik
untuk digunakan sebagai nama ruangan,
toko, dan kamar. Penggunaan kosakata yang
berhubungan dengan candi dapat menarik
wisatawan untuk berkunjung ke Candi
Muarojambi.
Orang Kubu juga mempunyai kosakata yang menarik. Kosakata orang Kubu seperti
sialong ‘kayu kruing’, sentubung, tenggeris, jernang, tengganas, pedeho ‘lengkeng’,
mencong ‘mangga’, akokobu (embilia coreacea), akar satolu (pericamphylus glaucus), bungaron ‘hutan lebat’, moyang segayo, maalau sesat, beranjau ‘berjalan-
jalan’, kujur ‘tombak’, nangku ‘babi hutan’,
merapah, malim ‘pemimpin upacara’, sesap, belukor, benuaron ‘sumber makanan’, kenoan biso (tetrastigms lanceolaris), melangun ‘pindah’, hompongan ‘batas’, besale
‘memanggil dewa’, tumenggung, mangku,
83
Kosakata Bahasa Melayu...Ristanto, Sarwono
menti, piawang, sanak ‘saudara’ dan jenang. Kosakata tersebut belum dimanfaatkan secara
maksimal sebagai nama di Provinsi Jambi.
Penggunaan kosakata orang Kubu dapat
melestarikan tradisi dan budaya mereka.
Bahasa sering dianggap sebagai simbol
identitas kesukuan atau identitas kebangsaan.
Jadi, ketika seseorang kehilangan bahasanya,
itu berarti ia telah kehilangan identitas
etnis atau identitas kebangsaannya. Kata
mutur misalnya, kata ini digunakan untuk
mengungkapkan makan di antara waktu
sarapan dan waktu makan siang, biasanya
yang dimakan berupa ketan tumis atau ketupat
sayur. Istilah cuci kampung dapat digunakan
untuk memberi hukuman pada pasangan
muda-mudi yang berbuat zina yaitu dengan
membayar uang denda. Istilah cuci kampung
dapat juga digunakan untuk penggantian
para pejabat yang tidak berkualitas dengan
pejabat yang berkualitas secara massal. Kata
kompangan digunakan untuk nama gendang
pipih bundar, dibuat dari tabung kayu pendek,
ujungnya agak lebar, satu ujungnya diberi
tutup kulit.
III. SIMPULAN
Penamaan taman dan kebun dapat
menggunakan kosakata bahasa Melayu Jambi
seperti taman, kebon, rimbo, ilok ‘indah atau
cantik’, jeramba ‘jembatan’, payo ‘rawa’,
pematang ‘sungai’, roban ‘kandang’, talang
‘kebun’, nio ‘kelapa’, dan buluh ‘bambu’.
Penamaan hotel dan bagian-bagian dari hotel
seperti kamar, dapur, dan ruangan dapat
menggunakan kata seperti larik ‘rumah
orang Kerinci’, buncu ‘sudut atau pojok’,
kejang lako ‘rumah adat suku Batin’, jogan ‘tempat istirahat dan meletakkan air’, serambi
‘kamar’, pelamban ‘ruang untuk mencuci
piring, menjemur pakaian, dan menyimpan
peralatan’, laren ‘tempat menerima tamu’,
garang ‘ruangan untuk menumbuk padi’,
tengganai ‘ruang pertemuan’, penteh ‘loteng’,
gaho ‘dapur’, dan masinding ‘tempat
pertemuan’, bakholek ‘penganten’, bungo
‘bunga’, dan balumbun ‘banyak’.
Penamaan perumahan dapat menggunakan
kosakata bahasa Melayu Jambi seperti
nama kecamatan, kelurahan, pahlawan, dan
tokoh cerita. Penggunaan nama kecamatan
seperti jelutung, telanaipura dan kotabaru.
Penggunaan nama kelurahan seperti buluran,
kenali, dan selincah. Penggunaan nama
pahlawan seperti Sultan Thaha Syaifuddin,
Kolonel Abunjani, Depati Parbo, dan H. Abdul
Manap. Penggunaan nama tokoh cerita seperti
Tapah Malenggang, si Guntang, dan Sati
Menggung. Penamaan restoran, toko roti, dan
pusat jajanan dapat menggunakan kosakata
daerah Jambi seperti kata tepek, nio, tekuyung, ibat, kawo, pudu, dan lempok.
Pemanfaatan kosakata daerah terutama
kosakata daerah Jambi harus terus dilakukan
dalam usaha pengembangan dan pelestarian
bahasa daerah Jambi. Kosakata bahasa daerah
Jambi ternyata mempunyai keunikan dan
berisi nilai-nilai kearifan lokal yang tidak
dijumpai pada bahasa lain.Kosakata bahasa
daerah merupakan sumber dan benih kearifan
lokal. Oleh karena itu, kepunahan yang terjadi pada bahasa daerah berarti juga hilangnya
kearifan lokal yang ada pada budaya daerah.
Tradisi dan budaya lokal pada dasarnya adalah
cara berpikir dan berekspresi yang merupakan
warisan yang tak ternilai. Pemanfaatan kosakata
daerah Jambi dalam penamaan rupabumi
merupakan bentuk kecintaan terhadap budaya
84
Mlangun Jurnal Ilmiah Kebahasaan & KesastraanVolume 15, Nomor 1, Juni 2018
dan tradisi lokal. Melestarikan budaya, tradisi,
dan kearifan lokal akan melahirkan perilaku
santun, arif, dan bermartabat.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan dkk. (2003). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
______________. (2003). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi III, cetakan VI.
Jakarta: Balai Pustaka.
Amin, Irzal. (2013) “Cerita Rakyat Penamaan
Desa Di Kerinci: Kategori Dan Fungsi
Sosial Teks”. Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajaran 1( 1), 31—41.
Danandjaja, J. (1994). Folklor Indonesia (Ilmu Gosip, Dongeng dan lain-lain). Jakarta:Grafiti.
Djajasudarma, T. F. (1993). Semantik 2 Pemahaman Ilmu Makna. Bandung:
Eresco.
Kulsum, Umi dkk.. (2008). Nama Tempat yang Berhubungan dengan Air: Tiniauan Antropolinguistik. Bandung: Balai Bahasa
Bandung.
Kridalaksana, Harimurti. (1992). Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta:
Gramedia.
Liliweri, Alo. (2014). Pengantar Studi Kebudayaan. Nusa Media: Bandung.
Mutakin, A. (1999). Suatu Strategi dan Implikasi Pembelajaran Nama Tempat pada Pembelajaran Geografi. Bandung:
Jurusan Pendidikan Geografi FPIPS UPI.Prihadi. (2015). The Linguistic Structure
o f Toponim Sys tem o f Hamle ts /Villagesin Yogyakarta Special Province (Anantropolinguistic Study)(1-16).
European Journal of Engineering and
Technologi.
Republik Indonesia. (2015). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia No. 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Kepala Biro Hukum dan
Organisasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
________________. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara,ser ta Lagu Kebangsaan .
Sekretariat Negara. Jakarta
________________. (2006). Undang-Undang No. 112 Tahun 2006 tentang Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi. Sekretariat
Negara. Jakarta.
Ruspandi, J., & Mulyadi. (2014). “Fenomena Geografis di Balik Makna Toponimi di Kota Cirebon”. Jurnal Geografi Gea, 1—13.
Saerheim, I. (2014). Place Names in Oraltradition: Sources of Local Language and Cultural History (25-29 August 2014.
pp. 285-292). Proceedings of the 25 th
International Congress of Onomastic Sciences Glasgow.
Sudaryanto. (1988). Metode Linguistik:
Bagian Pertama. ke Arah Memahami Metode Linguistik.Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.
Sudaryat, Yayat. (2009). Toponimi Jawa Barat (Berdasarkan Cerita Rakyat). Bandung:
Disbudar Jawa Barat.
Sudjana, T. D. (2001). Kamus Bahasa Cirebon.
Bandung: Humaniora Utama Press.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. Alfabeta: Bandung.
S u k m a d i n a t a . ( 2 0 0 6 ) . M e t o d e PenelitianPendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.