10
Kriteria Pemimpin yang Baik dalam Islam Bagaimana kriteria pemimpin yang baik menurut islam?. Sebentar lagi kan pemilu, biar kita gak salah pilih. Trim’s Jawab: Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du, Terdapat keterangan yang bagus yang dijelaskan Syaikhul Islam dalam karyanya as-Siyasah as-Syar’iyah tentang kriteria pemimpin yang baik. Beliau menjelaskan, ة مان والأ وة ق ل : ا ان ن ك ها ر ل ة ولأن ل ا ن ا ف ب ص ن م ل ك ي ف ح صل الأ رف ع ي ن ا ي غ ب ن ي و”Selayaknya untuk diketahui siapakah orang yang paling layak untuk posisi setiap jabatan. Karena kepemimpinan yang ideal, itu memilikidua sifat dasar: kuat (mampu) dan amanah.” Kemudian beliau menyitir beberapa firman Allah, ُ ن يِ م8 أْ الُ ّ يِ و8 قْ ل ا8 تْ ر8 جْ ا8 نْ س اِ ن8 م8 رْ ي8 خ8 ّ نِ ا“Sesungguhnya manusia terbaik yang anda tunjuk untuk bekerja adalah orang yang kuat dan amanah.” (QS. Al-Qashas: 26). Dalil lainnya, pujian yang diberikan oleh penguasa Mesir kepada Nabi Yusuf, ٌ ن يِ م8 اٌ ن يِ ك8 م ا8 نْ ي8 د8 ل8 مْ و8 يْ ل ا8 L ك8 ّ يِ ا“Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi (kuat secara posisi) lagi dipercayai pada sisi kami”. (QS. Yusuf: 54). Demikian pula karakter Jibril yang Allah amanahi menyampaikan wahyu kepada para rasul-Nya, karakter Jibril yang Allah puji dalam al-Quran, ٍ ن يِ م8 ا8 ّ م8 Q ثٍ اع8 طُ م) ( ٍ ن يِ ك8 مِ Q شْ ر8 عْ ل ا يِ ذَ دْ نِ عٍ ة8 ّ وُ ق يِ ذ) ( ٍ م ثِ ر8 كٍ ولُ س8 رُ لْ و8 ق8 لُ ة8 ّ نِ اSesungguhnya Al Qur’aan itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), ( ) yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi

Kriteria Pemimpin Yang Baik Dalam Islam

Embed Size (px)

DESCRIPTION

cuman share

Citation preview

Kriteria Pemimpin yang Baik dalam IslamBagaimana kriteria pemimpin yang baik menurut islam?. Sebentar lagi kan pemilu, biar kita gak salah pilih. TrimsJawab:Bismillah was shalatu was salamu ala rasulillah, amma badu,Terdapat keterangan yang bagus yang dijelaskan Syaikhul Islam dalam karyanya as-Siyasah as-Syariyah tentang kriteria pemimpin yang baik. Beliau menjelaskan, : Selayaknya untuk diketahui siapakah orang yang paling layak untuk posisi setiap jabatan. Karena kepemimpinan yang ideal, itu memilikidua sifat dasar: kuat (mampu) dan amanah.Kemudian beliau menyitir beberapa firman Allah, Sesungguhnya manusia terbaik yang anda tunjuk untuk bekerja adalah orang yang kuat dan amanah. (QS. Al-Qashas: 26).Dalil lainnya, pujian yang diberikan oleh penguasa Mesir kepada Nabi Yusuf, Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi (kuat secara posisi) lagi dipercayai pada sisi kami. (QS. Yusuf: 54).Demikian pula karakter Jibril yang Allah amanahi menyampaikan wahyu kepada para rasul-Nya, karakter Jibril yang Allah puji dalam al-Quran, ( ) ( ) Sesungguhnya Al Quraan itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), ( ) yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai Arsy, ( ) yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi amanah. (QS. At-Takwir: 19 21).Demikianlah kriteria pemimpin ideal yang Allah sebutkan dalam al-Quran. Kuat dalam arti mampu secara profesional dan amanah.Kemudian, Syaikhul Islam menjelaskan batasan kuat (mampu) dan batasan amanah, Sifat kuat (profesional) untuk setiap pemimpin, tergantung dari medannya. Kuat dalam memimpin perang kembali kepada keberanian jiwa dan kelihaian dalam berperang dan mengatur strategi. Karena inti perang adalah strategi. Demikian pula kembali kepada kemampuan dalam menggunakan senjata perangSementara kuat dalam menetapkan hukum di tengah masyarakat kembali kepada tingkat keilmuannya memahami keadaan yang diajarkan al-Quran dan sunah, sekaligus kemampuan untuk menerapkan hukum itu.Selanjutnya, beliau menjelaskan kriteria amanah Sifat amanah, itu kembali kepada kesungguhan orang untuk takut kepada Allah, tidak memperjual belikan ayat Allah untuk kepentingan dunia, dan tidak takut dengan ancaman manusia. Tiga kriteria inilah yang Allah jadikan standar bagi setiap orang yang menjadi penentu hukum bagi masyarakat.Kemudian beliau mengutip firman Allah, Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS. Al-Maidah: 44)Mampu (Profesional) dan Amanah, Mana Prioritas?Anda semua tentu menyadari, untuk mendapatkan pemimpin yang memiliki dua kriteria ini sekaligus, sangat sulit untuk ditemukan. Hingga Syaikhul Islam di halaman lain dalam buku itu menyatakan, - - : Kemampuan dan amanah jarang bersatu pada diri seseorang. Karena itu, Umar bin Khatab radhiyallahu anhu pernah mengadu kepada Allah, Ya Allah, aku mengadu kepada-Mu: orang fasik yang kuat (mampu) dan orang amanah yang lemah.Di sinilah Syaikhul Islam menyarankan untuk menerapkan skala prioritas. Mana karakter yang lebih dibutuhkan masyarakat, itulah yang dikedepankan.Dalam posisi tertentu, sifat amanah lebih dikedepankan. Namun di posisi lain, sifat mampu dan profesional lebih dikedepankan.Syaikhul Islam membawakan riwayat dari Imam Ahmad, ketika beliau ditanya,Jika ada dua calon pemimpin untuk memimpin perang, yang satu profesional tapi fasik, dan yang satu soleh tapi lemah. Mana yang lebih layak dipilih?Jawab Imam Ahmad, . Orang fasik yang profesional, maka kemampuannya menguntungkan kaum muslimin. Sementara sifat fasiknya merugikan dirinya sendiri. Sedangkan orang soleh yang tidak profesional, maka kesolehannya hanya untuk dirinya, sementara ketidak mampuannya merugikan kaum muslimin. Dipilih perang bersama pemimpin yang profesional meskipun fasik.Sebaliknya, jika dalam posisi jabatan itu lebih membutuhkan sifat amanah, maka didahulukan yang lebih amanah, sekalipun kurang profesional. Syaikhul Islam menyebutkan, Jika dalam kepemimpinan itu lebih membutuhkan sifat amanah, maka didahulukan yang memiliki sifat amanah, seperti bendahara atau semacamnya.Kemudian, beliau memberikan kesimpulan dalam menentukan pemimpin, Diutamakan yang lebih menguntungkan untuk jabatan itu, dan yang lebih sedikit dampak buruknya.DemikianDisimpulkan dari as-Siyasah as-Syariyah, Syaikhul Islam, cet. Kementrian Agama Saudi, th. 1418 H. hlm. 13 17.Nasehat PemiluAnda yang akan menyalurkan hak pilihnya, saat ini kita lebih membutuhkan amanah dan profesional. Ingatlah bahwa hak pilih kita termasuk amanah, dan persaksian di hadapan Allah. Yang semua itu nantinya akan kita pertanggung jawabkan di hadapan-Nya. Jangan digunakan sembarangan dan jangan mengedepankan hawa nafsu. Allah mengingatkan kita, Takutlah kalian terhadap hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. kemudian masing-masing diri diberi Balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak didzalimi. (QS. Al-Baqarah: 281).Allahu alamDijawab oleh ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)Etika Terhadap PemimpinSuatu masyarakat haruslah ada pemimpinnya, baik itu seorang yang pantas maupun tidak pantas untuk memimpin, hal itu karena adanya pemimpin akan sangat berpengaruh kepada keamanan rakyat dan stabilitas negara. Jika bangsa aman, maka rakyat akan dapat beribadah dengan tenang. Oleh karenanya, para salaf mengatakan, Tujuh puluh tahun berada dibawah pemimpin yang zalim lebih baik daripada satu malam tanpa pemimpin.Namun sering kali jika yang memimpin tidak sesuai dengan kehendak, kemudia terasa berat untuk mentaatinya, sekalipun dalam hal yang maruf. Maka sikap ini tidaklah sesuai dengan etika islam. Karena itu hendaknya setiap muslim mengetahui adab terhadap pemimpin agar menjadi rakyat yang diridhai Allah Subhanahu wa Taala. Diantara adab tersebut adalah:1. Mendoakan pemimpinImam Al-Barahari berkata, Jika engkau melihat seseorang mendoakan kejelekan bagi penguasa maka ia adalah pengikut hawa nafsu, dan bila engkau melihat seseorang mendoakan kebaikan bagi penguasa, maka ketahuilah bahwa ia adalah pengikut sunnah. (Syarhus Sunnah, hal. 328)Imam Ahmad mengatakan, Saya selalu mendoakan penguasa siang dan malam agar diberikan kelurusan dan taufik, karena saya menganggap itu suatu kewajiban. (As-Sunna Al-Khallal, hal 82-83)0. Menghormati dan memuliakannyaRasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Penguasa adalah naungan Allah di bumi. Barangsiapa yang memuliakannya maka Allah akan memuliakan orang itu, dan barangsiapa yang menghinakannya, maka Allah akan menghinakan orang tersebut. (HR. Ahmad 5/42, At-Tirmidzi: 2225, As-Shahihah 5/376)Sahl bin Abdullah At-Tusturi berkata, Senantiasa manusia dalam kebaikan selama mereka memuliakan penguasa dan ulama, karena jika dua orang ini dimuliakan maka akan baik dunia dan akhirat mereka, dan jika keduanya diremehkan maka akan rusak dunia dan akhirat mereka. (Al-Jami li Ahkamil Quran, Al-Qurthubi 5/260)Thawus mengatakan, Termasuk sunnah, memuliakan empat orang: orang alim, orang yang sudah tua, penguasa dan kedua orang tua. (Syarhus sunnah, Al-Baghawi 13/41)0. Mendengar dan taatPerintah untuk menaati pemimpin sangat banyak, sekalipun pemimpin tersebut sewenang-wenang, Diantaranya hadis Abdullah bin Ummar, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Wajib bagi seorang muslim untuk mendengar dan taat tatkala senang maupun benci. Jika disuruh kepada maksiat, maka tidak boleh mendengar dan taat. (Muttafaq Alaih)Umar bin Khattab mengatakan, Tidak ada Islam kecuali dengan jamaah, tidak ada jamaah kecuali dengan pemimpin, dan tidak ada pemimpin kecuali harus ditaati. (Jami Bayanil Ilmi, Ibnu Abdil Barr 1/62)0. Menasehati dan meluruskan pemimpin dengan rahasiaEtika ini hendaknya diperhatikan bagi yang ingin menasehati pemimpin, sebagaimana Rasulullah bersabda, Barangsiapa yang ingin menasejati pemimpin maka janganlah ia memulai dengan terang-terangan, namun hendaknya ia ambil tangannya, kemudia bicara empat mata. Jika diterima maka itulah (yang diharapkan), jika tidak maka ia telah melaksanakan kewajibannya. (HR. Ahmad 3/303. Ath-Thabrani 17/367, dishahihkan oleh Al-Albani)Imam Malik mengatakan, Merupakan kewajiban bagi seorang muslim yang telah diberikan Ilmu oleh Allah dan pemahaman untuk menemui penguasa, menyuruh mereka dengan kebaikan, mencegahnya dari kemungkaran, dan menasehatinya. Sebab, seorang alim menemui penguasa hany untuk menasehatinya, dan jika itu telah dilakukan maka termasuk keutamaan di atas keutamaan. (Al-Adab asy-Syariyyah fi Bayani Haqqi ar-Rai war Raiyyah, hal. 66)Tapi janganlah ia menceritakan kepada khalayak bahwa ia telah menasehati pemimpin, karena itu termasuk ciri-ciri riya dan lemahnya iman. (A-Riyadhun Nadhirah 49-50)0. MembantunyaRakyat wajib membantu pemimpinnnya dalam kebaikan, sekalipun haknya dikurangi. Karena menolongnya akan membuat agama dan kaum muslimin menjadi kuat, lebih-lebih kalau ada sebagian rakyat yang ingin meneror dan memberontak kepadanya. Rasulullah bersabda, Barangsiapa yang mendatangi kalian, ingin mematahkan kekuatan kalian atau memecah belah kalian, sedangkan kalian mempunyai pemimpin, maka bunuhlah. (HR. Muslim: 1852)0. Banyak beristighfar tatkala diberikan pemimpin tidak baikKetahuilah, bahwa urusan kekuasaan, kedudukan, dan kerajaan adalah milik Allah. (QS. Ali Imran: 26) Allah juga menyebutkan, bahwa keadaan rakyat itulah yang menentukan siapa pemimpin mereka. Dia Subhanahu wa Taala berfirman yang artinya,Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa. (QS. An-Nur: 55)Rahasia dari semua itu, bahwa baik atau tidaknya pemimpin, tergantung sejauh mana rakyatnya berpegang kepada syariat Islam. Muhammad Haqqi menjelaskan dalam tafsirnya, Jika kalian adalah ahli ketaatan, maka kalian akan dipimpin oleh orang yang penuh rahmat. Jika kalian adalah ahli maksiat, kalian akan dipimpin oleh orang yang suka menindas.Kondisi rakyat yang rusak agama dan akhlaknya sangat berpengaruh kepada keadaan penguasanya. Ubadah bin Shamit radhiallahu anhuberkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam keluar untuk memberitahukan orang-orang tentang Lailatul Qadar, kemudian ada dua muslim bertengkar. Nabi bersabda, Saya keluar untuk memberitahukan tentang Lailatul Qadar, kemudian si fulan dan fulan bertengkar. Dan ilmu tentang itu sudah diangkat, dan bisa jadi itu baik bagi kalian. (HR. Al-Bukhori: 1919)Dari seseorang yang pernah ikut shalat Shubuh bersama Rasulullah, lalu beliau ragu-ragu pada suatu ayat. Setelah salam beliau bersabda, Sesunguhnya telah dirancukan kepadaku Al-Quran, karena da beberapa orang di antara kalian yang ikut shalat bersama kita tidak menyempurnakan wudhunya. (HR. Ahmad: 15914, dihasankan oleh Al-Albani dalam shahih At-Targhib: 222)Perhatikanlah, bagaimana Nabi dilupakan oleh Allah shallallahu alaihi wa sallam suatu ilmu yang sangat agung, yaitu tentang Lailatul Qadar gara-gara ada sahabat yang bertengkar, beliaupun kacau bacaannya sebab makmumnya ada yang tidak menyempurnakan wudhu!Bagiamana lagi jika rakyat akidahnya rusak, ibadahnya jauh dari sunnah, kemudian rakyat ingin pemimpin yang shalih?! Bukankah bani Israil diubah menjadi kera ketika dipimpin oleh manusia terbaik (Nabi Musa) dan belum dikutuk tatkala dipimpin oleh Firaun?!Di satu sisi, itulah hukuman bagi mereka. Sedangkan bagi rakyat yang shalih itu termasuk dalam firman Allah shallallahu alaihi wa sallam yang artinya,Dan peliharalah dirimu dar sikwaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (QS. Al-Anfal: 25)Jika mereka bersabar maka itu akan menghapus dosa yang telah lalu. Al-Baji (Al-Muntaqa Syarh Al-Muwaththa: 615) mengatakan, Terkadang sekelompok orang melakukan perbuatan dosa yang hukumannya akan merembes di dunia kepada orang lain yang tidak melakukan dosa tersebut. Adapun di akhirat, seseorang tidak akan menanggung dosa orang lain.Wallahul mustaanSumber: Ustadz Abu Bakar dalam Majalah Al-Mawaddah, Vol. 79, Muharram 1436 HVoting Memilih PemimpinTanya:Apa hukum mengikuti voting dalam pemilihan ketua, misalnya ketua organisasi sekolah atau di masyarakat. NuwunJawab:Bismillah was shalatu was salamu ala rasulillah, amma badu,Disebutkan dalam riwayat Bukhari,Ketika Khalifah Umar bin Khatab mendekati ajalnya, beliau menunjukkan 6 orang yang bertanggung jawab memilih penggantinya. Beliau mengatakan, Saya tidak menjumpai orang yang lebih berhak untuk memegang tampuk kekhalifahan ini, selain sekelompok orang ini, yaitu orang-orang yang ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam wafat, beliau ridha kepada mereka.Kemudian Umar menyebut beberapa nama, diantaranya,Ali, Utsman, az-Zubair, Thalhah, Sad bin Abi Waqqash, dan Abdurrahman bin Auf.Usai pemakaman jenazah Umar radhiyallahu anhu, enam orang ini berkumpul. Abdurrahman memimpin rapat. Beliau mengatakan, Limpahkan wewenang kepemimpinan kepada 3 orang diantara kalian.Artinya, kerucutkan calon khalifah menjadi 3 orang.Az-Zubair mengatakan, Aku limpahkan urusan ini kepada AliThalhah mengatakan, Aku limpahkan urusan ini kepada UtsmanSementara Sad melimpahkan urusannya kepada Abdurrahman bin Auf.Seketika, Abdurrahman mengarahkan kepemimpinan kepada Ali dan Utsman, Siapa diantara kalian yang menyatakan tidak bersedia menjadi khalifah, akan aku pilih sebagai khalifah. Allah akan menjadi saksi dan islam menjadi hukum sesuai yang dia putuskan. Silahkan renungkan masing-masing.Mendengar ini, dua sahabat mulia Ali & Utsman terdiam. (HR. Bukhari 3700).Dr. Utsman al-Khamis menjelaskan bahwa Abdurrahman bin Auf tidak langsung menunjuk salah satu calon khalifah, antara Ali & Utsman, di rapat itu. Namun beliau tunda penentuannya selama 3 hari.Selama rentang 3 hari ini, Abdurrahman bin Auf keliling ke setiap rumah di Madinah, menanyakan ke setiap penduduknya, siapakah diantara dua orang ini yang layak untuk menjadi khalifah. Abdurrahman bin Auf radhiyallahu anhu mengatakan, Demi Allah, tidaklah aku meninggalkan satu rumah milik kaum Muhajirin dan Anshar, kecuali aku tanya kepada mereka. Dan aku tidak menemukan seorangpun yang tidak setuju dengan Utsman. (Huqbah min at-Tarikh, hlm. 79).Anda bisa perhatikan, dalam hadis di atas, Abdurrahman bin Auf radhiyallahu anhu melakukan jajak pendapat, keliling kota Madinah, untuk menentukan siapa yang lebih layak menjadi khalifah. Dan penduduk Madinah, tidak ada yang tidak setuju jika Utsman yang menjadi khalifah.Ini menunjukkan bahwa semata memilih calon pemimpin yang baik, yang menurut kita lebih mendukung islam, dan tidak berpotensi merugikan masyarakat, insyaaAllah tidak masalah.Allahu alamDijawab oleh ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)