Upload
tomy-kosasih
View
96
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kti, makalah, papper, jurnal dll
Citation preview
PROPOSAL
PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK YANG DIRAWAT
DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDANTAHUN 2012
OLEH :
IIN WAHYUNI LUBISNIM : 09.07.022
[[[
AKADEMI ANALIS KESEHATANSARI MUTIARA
MEDAN2012
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah kegagalan fungsi ginjal untuk
mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat dekstruksi
struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit didalam
darah (Muttaqin A dan Sari K, 2011).
Setiap penderita yang mengalami Gagal Ginjal Kronik biasanya dikarenakan faal
ginjalnya yang rusak. Kerusakan pada faal ginjal disebabkan oleh berbagai macam hal,
yang disebut dengan uremia. Tapi sekarang kita menyadari bahwa gagal ginjal tidak
hanya disebabkan karna retensi urea yang terdapat dalam darah, tapi bisa disebakan oleh
obstruksi saluran kemih, hipertnsi, dan lainnya (Naga, S., 2012).
Penyakit Gagal Ginjal Kronik merupakan penyakit yang diderita oleh satu dari
sepuluh orang dewasa. Tanpa pengendalian yang tepat dan cepat. Pada tahun 2015
penyakit ginjal diperkirakan bisa menyebabkan kematian hingga 36 juta penduduk dunia
( Naga, S., 2012).
Gagal Ginjal Kronik sering berhubungan dengan anemia. Anemia pada GGK
muncul ketika klirens kreatinin turun kira-kira 40 ml/mnt/1,73m2. Anemia akan menjadi
lebih berat lagi apabila fungsi ginjal lebih buruk lagi, tetapi apabila penyakit ginjal telah
mencapai stadium akhir, anemia akan secara relatif menetap. Anemia pada GGK
terutama diakibatkan oleh berkurangnya eritropeitin. Anemia merupakan kendala yang
2
3
cukup besar bagi upaya mempertahankan kualitas hidup pasien GGK (O’Callaghan,
2007).
Pada GGK, keadaan anemia dan adanya inflamasi dapat menyebabkan Laju
Endap Darah (LED) meningkat (Jamaluddin A, 2011).
Laju endap darah (LED) atau ESR (Erythrocyte Sedimentation Rate) atau BSR
(Blood Sedimentation Rate) merupakan salah satu pemeriksaan rutin untuk darah dan
untuk mengetahui tingkat peradangan dalam tubuh seseorang. Proses pemeriksaan
sedimentasi darah ini diukur dengan memasukan darah kedalam tabung khusus LED
dalam posisi tegak lurus selama satu jam. Semakin banyak sel darah merah yang
mengendap maka makin tinggi laju endap darahnya, laju endap darah mengukur derajat
endap eritrosit dalam suatu sampel darah selama periode waktu tertentu (Jamaluddin A,
2011).
LED adalah uji yang sensitif tapi tidak spesifik namun sering menjadi indikator
paling awal dari penyakit apabila tanda-tanda kimia atau fisik normal. LED biasanya
meningkat secara bermakna pada penyakit inflamasi yang menyebar luas, peninggian
mungkin berlangsung lama pada penyakit inflamasi yang terlokalisir dan keganasan atau
penyakit kronik (Jamaluddin A, 2011).
Darah normal mempunyai LED relatif kecil karena pengendapan eritrosit akibat
tarikan gravitasi diimbangi oleh tekanan keatas akibat perpindahan. Bila viskositas
plasma tinggi tekanan keatas mungkin dapat menetralisasi tarikan kebawa terhadap setiap
sel atau gumpalan sel. Sebaliknya setiap keadaan yang meningkatkan penggumpalan atau
perlekatan satu dengan yang lain akan meningkatkan LED (Jamaluddin A, 2011).
4
Penentuan nilai LED secara umum telah digunakan dalam pengobatan klinik, dan
memantau perjalana penyakit seperti tuberkulosa dan rematik. Peningkatan kecepatan
pengendapan berhubungan langsung dengan beratnya penyakit (Jamaluddin A, 2011).
Atas dasar inilah dilakukan penelitian untuk identifikasi Laju Endap Darah pada
penderita Gagal Ginjal Kronik.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang diambil adalah
bagaimanakah Gambaran LED pada penderita Gagal Ginjal Kronik.
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan pada uji LED terhadap penyakit
Gagal Ginjal Kronik.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi rumah sakit, klinisi/dokter untuk penanganan pasien
GGK dengan LED meningkat.
2. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ginjal
Ginjal merupakan bagian dari tubuh yang memiliki fungsi vital bagi manusia,
ginjal merupakan organ ekskresi yang berbentuk seperti kacang (Nursalam dkk, 2006).
2.1.1. Anatomi Ginjal
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, setinggi daerah lumbal,
terletak dibelakang peritoneum di bawah diafragma kedudukan ginjal kira-kira bagian
atas sejajar puncak columna veretbra thorakalis 12 bagian bawah sampai ke Lumbal 3
setinggi pusar. Kedua ginjal dilindungi dari posterior oleh costae dan otot costae, dari
depan oleh bantalan usus yang tebal. Panjang ginjal lebih kurang 10 cm, lebar lebih
kurang 5 – 6 cm, tebal lebih kurang 2,5cm, berat ginjal : ♂± 125 – 170 gram, ♀± 115 –
155 gram (Nursalam dkk, 2006).
Setiap ginjal diselubungi oleh kapsul tipis dari jaringan fibros dan membentuk
pembungkus yang halus didalamny terdpat struktur ginjal berwarna ungu tua yang terdiri
atas korteks disebelah luar dan medula disebelah dalam (Nursalam dkk, 2006).
6
Gambar anatomi ginjal berdasar letaknya di tubuh
2.1.2. Fungsi Ginjal
Fungsi utama ginjal adalah mengekskresikan bahan-bahan yang tidak lagi di
butuhkan oleh tubuh ke dalam urine. Maka jika mengukur kapasitas maksimal ginjal dari
banyaknya bahan-bahan yang di ekskresikan, selain itu juga ginjal memiliki fungsi
sebagai berikut :
1. Sebagai tempat mengatur air
2. Sebagai tempat mengatur konsentrasi garam dalam darah
7
3. Sebagai tempat mengatur keseimbangan asam basa darah
4. Mengatur keseimbagan elektrolit dan tekanan osmotik cairan tubuh
5. Berperan dalam fungsi normal (Nursalam dkk, 2006).
2.2. Gagal Ginjal Kronik (GGK)
Gagal Ginjal Kronik adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan
ditandai dengan uremia (urea, limbah nitrogen, ureum, kreatinin, asam urat dan amoniak
yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau
transplantasi ginjal) (Nursalam dkk, 2006).
Secara ringkas Gagal Ginjal Kronis dimulai pada fase awal gangguan
keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat-zat sisa dan bergantung
pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal,
manifestasi klinis Gagal Ginjal Kronik mungkin terjadi karena nefron-nefron sisa yang
sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan
kecepatan filtrasi, reabsorbsi, dan sekresinya, serta mengalami hipertrofi (Muttaqin A dan
Sari K, 2011).
Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang tersisa
menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan
akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan
pada nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein. Pada saat
penyusutan progresif nefron-nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah
ginjal akan berkurang (Muttaqin A dan Sari K, 2011).
8
2.2.1. Etiologi GGK
Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya Gagal Ginjal
Kronis. Akan tetapi apapun sebabnya respon yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal
secara progresif, kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa
disebabkan dari ginjal sendiri dan di luar ginjal (Muttaqin A dan Sari K, 2011).
1. Penyakit dari ginjal
Adapun penyakit dari ginjal yaitu akibat factor-faktor sebagai berikut :
glomerulonefritis, Infeksi kuman, Batu ginjal, Kista di ginjal, trauma langsung
pada ginjal, keganasan pada ginjal, dan sumbatan (Muttaqin A dan Sari K, 2011).
2. Penyakit umum di luar ginjal
Adapun penyakit diluar ginjal disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut :
Penyakit sistemik, Dislipidemia, SLE (Sistemik Lupus erithematosus), dan Infeksi
di tubuh (Muttaqin A dan Sari K, 2011).
2.2.2. Patofisiologis GGK
Fungsi renal menurun karena terjadi penumpukan produk akhir metabolisme
protein dalam darah, sehingga mengakibatkan terjadinya uremia dan mempengaruhi
seluruh sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produksi sampah maka gejala semakin
berat (Nursalam dkk, 2009).
Pada umumnya, gagal ginjal tidak dapat diketahui secara dini. Baru setelah
kecepatan filtrasi glomeruler (KFG/ glomeruler filtration rate) menurun sampai 10% dari
normal dan timbul gejala-gejala dari penyakit ini (Muttaqin A dan Sari K, 2011).
9
Bila kecepatan filtrasi glomeruler masih diatas 25ml/menit, ekskresi zat terlarut
tidak berkurang. Apabila klirens kreatinin berkurang 5-25ml/menit ekskresi zat terlarut
berkurang, walaupun kesehatan penderita masih terpelihara. Namun, apabila klirens
kreatinin menurun sampai kurang dari 5ml/menit, maka keadan ini disebut dengan Gagal
Ginjal Kronik berat, yang kemudian membutuhkan penanggulangan dan pengobatan yang
khusus (Naga, S., 2012).
2.2.3. Stadium GGK
Gagal Ginjal Kronik selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium-
stadium GGK didasarkan pada tingkat GFR yang tersisa dan meliputi hal-hal berikut :
1. Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun 50% dari normal.
2. Insufisiensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35% dari normal
nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena
beratnya beban yang mereka terima.
3. Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal. Semakin banyak
nefron yang mati.
4. Gagal ginjal terminal, yang terjadi apabila GFR menjadi kurang 5% dari normal
Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa, Pada seluruh ginjal ditemukan jaringan
parut (Muttaqin A dan Sari K dkk, 2011).
2.2.4. Respon Gangguan Pada GGK
a. Ketidak seimbangan cairan
b. Ketidak seimbangan kalium
10
c. Ketidak seimbangan asam basa
d. Ketidak seimbangan fosfor
e. Anemia (Muttaqin A dan Sari K, 2011).
2.2.5. Manifestasi GGK
1. Gastrointestinal : Ulserasi saluran pencernaan dan perdarahan.
2. Kardiovaskuler : Hipertensi, perubahan elektrolit kardiografi (EKG).
3. Respirasi : Edema parupleuritis.
4. Neuromuskular : Lemah, gangguan tidur, sakit kepala.
5. Metabolik / endokrin : intiglukosa, hiperlipidemia, gangguan hormon seks
menyebabkan penurunan libido, impoten (Nursalam dkk, 2009).
2.2.6. Gambaran Klinis GGK
Gagal Ginjal Kronis sesuai dengan defenisinya berkembang lambat dan biasanya
seperti : anoreksia, mual, impotensi, menstruasi tidak teratur, dan hilangnya fertilitas
adalah keluhan yang umum pada pasien dengan usia lebih muda. Pada uremia berat
terdapat bau amis yang khas, cegukan, muntah, prurimentasi kulit (Rubenstein D dkk,
2005).
2.2.7. Eritropoietin dan GGK
Lokasi utama pembentukan eritropoietin pada orang dewasa adalah ginjal,
sebahagian kecil juga dihasilkan oleh hati. Di ginjal, eritropoietin dibuat di sel
fibroblastoid.
Terjadinya kegagalan fungi ginjal, sehingga mengakibatkan pembentukan
eritropoeitin menjadi terhambat atau berkurang dalam jumlah yang cukup dan
11
mengakibatkan kadar eritropoietin rendah, sehingga terjadi anemia. Faktor-faktor
lainya disebabkan oleh adanya penyakit inflamasi, keganasan, dan kelaparan
(O’Callaghan, 2007).
2.2.8. Pemeriksaan Laboratorium Untuk Diagnosa GGK
Pemeriksaan secara biokimiawi darah yaitu : ureum, kreatinin plasma, asam urat,
dan Kreatinin klirens memberikan petunjuk keparahan gagal ginjal (Rubenstein dkk,
2005).
a. Ureum
Ureum bersifat toksik, ureum merupakan komponen bernitrogen paling melimpah
yang menumpuk pada gagal ginjal. Komponen ini merupakan proses akhir
metabolisme protein dan terutama di sintesis di hati. Di filtrasi dengan bebas dari
glomerulus, tetapi sekitar 50% di reabsorpsi sehingga klirens ureum lebih sedikit dari
pada laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate/GFR) (Muttaqin A dan Sari
K, 2011).
b. Kreatinin
Kreatinin adalah produk akhir dari kreatin yang disintesa dihati, ginjal, dan juga
terdapat diotot. Kreatinin dilepaskan kedalam plasma pada kecepatan relatif konstan
dan konsentrasi dalam plasma tetap stabil, kadar kreatinin dalam serum dipengaruhi
oleh sekresi kreatinin dalam ginjal. Kreatinin dalam urine berasal dari sekresi tubulus
maka dapat digunakan untuk menghitung GFR, apabila kadar kreatinin tinggi maka
fungsi ginjal sudah turun (Muttaqin A dan Sari K, 2011).
12
c. Asam Urat
Asam urat merupakan produk akhir dari purine dan hampir ditemukan dalam seluruh
jaringan tubuh. Secara normal asam urat diproduksi oleh tubuh sehingga ditemukan
dalam darah dan urine, asam urat relatif tidak larut dalam air. Sehingga
meningkatnya produksi asam urat dan berkurangnya ekskresi dari ginjal dapat
menyebabkan adanya batu asam urat didalam saluran kemih atau ginjal (Muttaqin A
dan Sari K, 2011).
d. Kreatinin Klirens
Kreatini Klirens adalah fungsi ginjal yang didasarkan pada kecepatan ekskresi
kreatinin oleh ginjal. Jumlah kreatinin yang dihasilkan secara metabolik relatif
konstan, jumlah yang ada dalam urine tergantung pada ekskresi ginjal (Muttaqin A
dan Sari K, 2011).
2.2.9. Pemeriksaan Penunjang pada Gagal ginjal kronik
Di bawah ini adalah pemeriksaan-pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk
pemeriksaan penunjang pada GGK yaitu :
1. Pemeriksaan laboratorium : urinalisa, kreatinin darah, sedimen urin, elektrolit.
2. Pemeriksaan darah lengkap (Mutaqqin A dan Sari K,2011).
2.3. Darah
Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang darah terutama komponen-
komponennya. Pemeriksaan hematologi atas indikasi yaitu : pemeriksaan laju endap
13
darah (LED), hematokrit, jumlah eritrosit, jumlah trombosit, dan jumlah retikulosit
(Mehta A dan Hoffbrand V, 2006).
Darah merupakan cairan yang sangat penting bagi menusia karena darahlah yang
mengedarkan berbagai zat dan oksigen yang sangat dibutuhkan oleh sel-sel tubuh. Tanpa
darah yang cukup, manusia akan mengalami gangguan kesehatan dan bahkan kematian
(Kosasih E.N dan Kosasih A.S, 2008).
Komposisi darah pada manusia adalah 55% cairan darah dan sisanya adalah sel-
sel darah (darah padat) yang secara keseluruhan pada orang dewasa sebanyak 4-5 liter.
Fungsi dari darah pada manusia antara lain sebagai berikut :
1. Alat pengangkut air dan diedarkan kesemua bagian tubuh.
2. Alat pengangkut oksigen.
3. Alat pengangkut sari-sari makanan.
4. Alat pengangkut hasil oksidasi untuk dibuang melalui alat ekskresi (ginjal).
5. Menjaga suhu / temperatur tubuh.
6. Menjaga terjadinya infeksi dengan sel darah putih(lekosit).
7. Menjaga keseimbangan asam basa pada tubuh (Kosasi E.N dan Kosasi E.S,
2008).
Darah juga mengandung plasma darah, yang didalamnya terkandung :
1. Gas oksigen, nitrogen dan karbon dioksida.
2. Protein.
3. Enzim.
14
4. Anti bodi.
5. Hormon.
6. Urea.
7. Asam urat.
8. Sari makanan dan mineral (Kosasih E.N dan Kosasih A.S, 2008).
2.4. Laju Endap Darah (LED)
Laju endap darah (LED) adalah kecepatan mengendapnya eritrosit dalam suatu
sampel darah yang diperiksa dalam suatu alat tertentu yang dinyatakan dalam mm / jam
(Jamaluddin A, 2011).
Laju endap darah mengukur kecepatan pembentukan reuleaux dan pengendapan
sel darah merah jangka waktu 1 jam. Laju endap darah menggambarkan komposisi
plasma dan perbandingan antara plasma eritrosit darah dengan antikoagulan, yang
kemudian dimasukkan kedalam pipet westergren dan diletakkan tegak lurus yang akan
menghasilkan pengendapan eritrosit dengan kecepatan tertentu (jamaluddin A, 2011).
Manfaat pemeriksaan LED yaitu : mengukur respon fase akut yang merupakan
indikator yang membantu menyatakan adanya reaksi radang, mengikuti perjalanan
penyakit serta membatu menegakkan diagnosis atau diagnosa banding, misalnya
membedakan antara TBC dengan demam Typhoid, hepatitis dan malaria. Adanya
nekrosis jaringan (Karsinoma) dan alergi (jamaluddin A, 2011).
15
2.4.1. Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Hasil LED
1. Faktor Kimia Fisika
a. Pengaruh dari eritrosit
b. Jumlah eritrosit
c. Muatan eritrosit
d. Bentuk dari eritrosit
e. Pengaruh dari protein plasma
f. Pengaruh dari visikositas plasma (Jamaluddin A, 2011).
2. Faktor teknis
a. Posisi dari pipet
b. Penggunaan antikoagulan
c. Akibat dari temperatur
d. Getaran (Jamaluddin A, 2011).
3. Faktor fisiologi
a. Anemia
b. Penyakit kronik
c. TBC (Tuber Culosis)
d. Rhematik
e. Peradangan (inflamasi)
f. Tumor
g. Kehamilan (Jamaluddin A, 2011).
16
2.4.2. Jenis Pemeriksaan LED
Di laboratorium cara untuk pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) yang sering
dipakai adalah cara Westergren dan cara Wintrobe
Metode pemeriksaan secara Westergren yaitu :
1. Memakai pipet westergren secara tegak lurus
2. Menggunakan antikoagulan natrium citrate
3. Dilihat dan catat waktu selama satu jam (GandaSubrata R, 2007).
Metode pemeriksaan secara Wintrobe dilakukan dengan cara :
1. Memakai tabung wintrobe secara tegak lurus
2. Memakai antikoagulan oxalate atau EDTA
3. Dilihat dan catat waktu selama satu jam (GandaSubrata R, 2007).
2.4.3. Perbedaan Metode westergren dan Metode Wintrobe
Perbedaan Westergren Wintrobe
Antikoagulan Sodium sitrat 0,109M Oxalat seimbang, EDTA
Pengenceran darah 5/4 kali Tidak ada pengenceran
Panjang alat 300 mm 110 mm
Skala/garis tanda 0-200 0-100
Diameter alat 2,5 mm 2,5 mm
Nilai normal Pria : 0-10 mm/jam
Wanita : 0-15 mm/jam
Pria : 0-10 mm/jam
Wanita : 0-20 mm/jam
17
2.4.4 Kelebihan dan kekurangan pemeriksaan LED dengan metode Westergren
Kelebihan dari metode westergren didapat nilai yang lebih tinggi hal ini
disebabkan karna pipet westergren yang hampir dua kali panjang pipet wintrobe.
Klemahan dari westergren yaitu pada upaya mengisap darah dengan mulut kedalam pipet
westergren ada bahaya terjadi infeksi kepada pelaku tindakan (GandaSubrata R, 2007).
2.5. Hubungan LED Dengan GGK
Pada kasus GGK ditemui Laju Endap Darah yang meninggi, yaitu disebabkan
oleh adanya penyakit kronik dan peradangan (inflamasi) (Muttaqin A dan Sari K, 2011).
Laju Endap Darah meninggi disebabkan terjadinya pembentukan reuleaux yatiu
sel-sel eritrosit mengadakan penempelan atau perlekatan satu dengan yang lain sehingga
mempengaruhi kecepatan pengendapan eritrosit dan menghasilkan LED yang tinggi (O’
Callaghan, 2007).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan yaitu secara Deskriptif Crossectional dengan
pemeriksaan LED dengan metode Westergren.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik RSUP. H. Adam Malik
Medan pada bulan April-Juli 2012.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang telah didiagnosa menderita gagal
ginjal kronik yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan.
3.3.2. Sampel
Jumlah Sampel dalam penelitian ini adalah 20 sampel yaitu pasien yang
terdiagnosa menderita Gagal Ginjal Kronik di RSUP H. Adam Malik Medan.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan penelitian secara langsung terhadap pasien
penderita penyakit GGK dengan melihat data (Medical Record).
3.5. Metode Pemeriksaan
Metode Westergren yaitu dengan tabung tegak lurus selama satu jam.
18
19
3.5.1. Bahan
Darah EDTA (Etilen Diamin Tetra Acetat)
3.5.2. Alat
1. Tabung westergren
2. Rak tabung
3. Tabung reaksi
4. Spuit 3 ml
5. Torniquet
3.5.3. Reagensia
Natrium Citrat 3,8%.
3. 5.4. Prinsip Pemeriksaan
Darah – antikoagulan dimasukkan dari tabung kedalam pipet yang diletakkan
tegak lurus. Setelah 1 jam dibaca dan catat kecepatan mengendapnya sel-sel darah
(Kosasih E.N dan Kosasih A.S, 2008).
3.5.5. Cara Pengambilan Darah
Darah yang digunakan merupakan darah vena. Proses pengambilan darah vena
yaitu :
1. Torniquiet dipasang pada lengan atas yang yang berjarak tiga jari dari vena sasaran.
2. Raba dahulu bagian vena yang akan diambil darahnya, kemudian desinfeksi dengan
alkohol 70%.
3. Tegangkan kulit vena sasaran dngan tangan kiri supaya vena tidak bergerak.
20
4. Dengan lubang jarum yang menghadap keatas vena ditusuk perlahan-lahan
diletakkan hingga darah keluar pada ujung nald.
5. Lepaskan torniquet, kemudian perlahan-lahan tarik penghisap spuit dan dihentikan
sampai jumlah darah yang dibutuhkan 3 ml didapat.
6. Letakkan kapas alkohol diatas jarum dan kemudian cabut spuit.
7. Masukkan darah dari spuit kedalam tabung yang berisi antikoagulan EDTA.
3.5.6. Prosedur Pemeriksaan
a. Darah vena diencerkan dengan larutan natrium sitrat dengan perbandingan 4 : 1 (1,6
ml darah vena dengan 0,4 ml sitrat)
b. Isi pipet westergren dengan darah tersebut sampai garis 0
c. Letakkan pipet tegak lurus pada rak yang tersedia pada suhu kamar
d. Setelah 1 jam, catat tingginya laju endap darah pada skala tabung (Priyana A, 2007)
21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
Hasil yang didapat setelah dilakukan penelitian terhadap 20 pasien yang telah
didiagnosa menderita Gagal Ginjal Kronik yang diperiksa di RSUP. H. Adam Malik
Medan 2012 didapatkan hasil sebagai berikut :
4.1.1 Tabel hasil pemeriksaan Laju Endap Darah Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik
N0 Kode Sampel JK (P/L)
Umur (thn) LED (mm/jam) Keterangan
1 S1 P 57 15 Normal2 S2 P 51 25 Meningkat3 S3 L 23 45 Meningkat4 S4 P 55 15 Normal5 S5 L 59 90 Meningkat6 S6 L 49 38 Meningkat7 S7 L 46 50 Meningkat8 S8 P 50 20 Meningkat9 S9 P 39 70 Meningkat10 S10 L 58 23 Meningkat11 S11 L 43 55 Meningkat12 S12 L 19 65 Meningkat13 S13 L 44 28 Meningkat14 S14 L 21 37 Meningkat15 S15 P 32 35 Meningkat16 S16 P 46 35 Meningkat17 S17 P 34 26 Meningkat18 S18 L 53 25 Meningkat19 S19 P 44 48 Meningkat20 S20 L 69. 37 Meningkat
22
4.1.2. Tabel Hasil Pemeriksaan LED Yang Meningkat Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik
N0 Kode sampel JK (P/L) Umur (thn) LED (mm/jam) Keterangan
1 S2 P 51 25 Meningkat2 S3 L 23 45 Meningkat3 S5 L 59 90 Meningkat4 S6 L 49 38 Meningkat5 S7 L 46 50 Meningkat6 S8 P 50 20 Meningkat7 S9 P 39 70 Meningkat8 S10 L 58 23 Meningkat9 S11 L 43 55 Meningkat10 S12 L 19 65 Meningkat11 S13 L 44 28 Meningkat12 S14 L 21 37 Meningkat13 S15 P 32 35 Meningkat14 S16 P 46 30 Meningkat15 S17 P 34 26 Meningkat16 S18 L 53 25 Meningkat17 S19 P 44 48 Meningkat18 S20 L 69 37 Meningkat
Pada table diatas didapat hasil pemeriksaan LED yang meningkat sebanyak 18
pasien dari total keseluruhan sampel pasien yang diperiksa. Jadi, hasil persentasi hasil
peningkatan LED pada pasien Gagal Ginjal kronik adalah sebagai berikut :
persentase= Jumlah sampel yangmeningkatJumlah sampel keseluruhan
x 100%
persentase=1820
x100 %
23
persentase=90 %
Maka, persentasi hasil LED yang meningkat pada pasien Gagal Ginjal Kronik
adalah 90%.
4.1.3 Tabel Hasil Pemeriksaan LED Yang Normal Pada Pasien Gagal Ginjal
Kronik
N0 Kode Sampel JK (P/L) Umur (thn) LED (mm/jam) Keterangan
1 S1 P 57 15 Normal
2 S4 P 23 15 Normal
Dari hasil pemeriksaan yang di peroleh dari table diatas didapatkan hasil LED yang
normal pada pasien Gagal Ginjal Kronik sebanyak 2 pasien dari total keseluruhan sampel
pasien yang diperiksa. Jadi, hasil persentasi jumlah LED yang normal yaitu :
persentase= Jumlah sampel yangnormaljumlah sampel keseluruhan
x 100 %
persentasi= 220
x 100 %
Persentasi = 10%
Maka, ppersentasi hasil LED yang normal pada pasien Gagal Ginjal kronik adalah
10%.
24
Dari tabel di atas didapat persentase peningkatan LED antara laki-laki dan
perempuan sebagai berikut :
Julah sampel yang meningkat pada perempuan :
persentase ( PR )= jumlahsampel yangmeningkatjumlah sampelkeseluruhan
x 100 %
persentase ( PR )= 720
x100 %
persentasi (PR )=35 %
Maka, persentasi hasil peningkatan LED pada perempuan adalah 35%.
Jumlah sampel yang meningkat pada laki-laki :
persentase ( LK )= Jumlah sampel yang meningkatJumlah sampelkeseluruhan
x100 %
persentase ( LK )=1120
x100 %
persentase ( LK )=55%
Maka, persentasi hasil peningkatan LED pada laki-laki adalah 55%.
4.1.4. Pembahasan
Gagal Ginjal kronik adalah penyakit yang disebabkan oleh kerusakan ginjal secara
progresif atau hilangnya fungsi ginjal, sehingga menyebabkan terjadinya uremia
(penumpukan sisa-sisa metabolit seperti urea, ureum, kreatinin, limbah nitrogen, dan
amoniak yang beredar dalam darah). Akibat kerusakan ginjal yang progresif, sehingga
25
produksi eritropoietin di ginjal menjadi terhambat dan tidak mampu menghasilkan
eritropoietin dalam jumlah yang cukup (Muttaqin A dan Sari K, 2011).
Hal ini dapat mempengaruhi proses pembentukan eritrosit muda pada darah perifer,
yang mengakibatkan terjadinya pembentukan reuleaux yaitu dimana eritrosit mengadakan
perlekatan satu dengan yang lain sehingga mempengaruhi kecepatan mengendap eritrosit
dalam waku tertentu dan menghasilkan LED yang meningkat (O’ Callaghan, 2007).
Hasil pemeriksaan yang diperoleh dari pasien Gagal Ginjal Kronik dengan jumlah
pasien 20 orang dan Pemeriksaan ini menunjukkan LED meningkat pada 18 pasien
(90%), dan kadar LED yang normal pada 2 orang pasien (10%).
Dari hasil pemeriksaan dilihat peningkatan LED berdasarkan jenis kelamin
persentase hasil peningkatan pada perempuan sebanyak 7 pasien (35%), dan pada
peningkatan LED pada laki-laki didapat 11 pasien (55%). Melihat persentasi dari
peningkatan LED diatas maka pada Gagal Ginjal Kronik rata-rata didapatkan LED yang
meninggi jauh diatas nilai normal baik pada laki-laki maupun perempuan ().
26
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan terhadap 20 sampel
pasien Gagal Ginjal Kronik yang diperiksa, didapatkan hasil LED yang meningkat dari nilai
normal sebanyak 18 pasien (90%) dan hasil LED yang normal sebanyak 2 pasien (10%). Dan
pada pasien perempuan didapat hasil peningkatan LED pada 7 pasien (35%) dan peningkatan
LED pada laki-laki 11 pasien (55%). Dengan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa
peningkatan LED pada penderita Gagal Ginjal Kronik baik perempuan ataupun laki-laki tidak
hanya disebabkan oleh adanya penyakit kronik. Tetapi juga disebabkan oleh banyaknya faktor
beberapa diantaranya yaitu faktor kimia fisika, faktor teknis, dan faktor fisiologis.
5.2 Saran
1. Untuk melihat lebih lanjut perjalanan suatu penyakit khususnya pada asien Gagal Ginjal
Kronik apakah terjadi peradangan atau infeksi pada ginjal, pasien dapat dianjurkan
melakukan pemeriksaan laboratorium darah lengkap khususnya LED.
2. Jika LED meningkat maka nilai peningkatan ini sangat berarti pada pasien Gagal Ginjal
Kronik sehingga dapat diatasi dan dideteksi sejauh mana tingkat infeksi atau peradangan
itu terjadi terhadap ginjal yang sakit.
27
Lampiran I
Tabel Hasil Pemeriksaan hasil LED pada pasien Gagal Ginjal Kronik
NO Kode Sampel Jenis kelamin Usia Pemeriksaan Laboratorium
LED (mm/jam) Ureum (mg/dl) Kreatinin (mg/dl)
1 S1 P 57 25 140,00 11,02
2 S2 P 51 35 186,40 10,80
3 S3 L 23 33 294,20 13,25
4 S4 P 55 20 53,10 7,15
5 S5 L 59 32 130,40 10,09
6 S6 L 49 31 93,70 8,77
7 S7 L 46 37 60,20 9,13
8 S8 P 50 33 150,30 5,19
9 S9 P 39 39 165,80 15,10
10 S10 L 58 22 184,30 12,87
11 S11 L 43 30 179,50 12,34
12 S12 L 19 35 200,60 17,07
13 S13 L 44 32 168,50 13,79
14 S14 L 21 40 116,90 13,33
15 S15 P 32 36 73,60 8,24
16 S16 P 46 35 177,30 11,37
17 S17 P 34 31 74,10 8,65
18 S18 L 53 25 153,70 10,23
19 S19 P 44 55 154,40 17,32
20 S20 L 69 45 143,20 15,23
Lampiran II
28
Table hasil pemeriksaan LED yang menngkat berdasarkan jenis kelamin yaitu sebagai berikut :
Table hasil pemeriksaan LED yang meningkat pada perempuam
N0 Kode Sampel JK (P)
Umur (thn) LED (mm/jam) Keterangan
1 S1 P 51 25 Meningkat2 S2 P 50 50 Meningkat3 S3 P 39 20 Meningkat4 S4 P 32 70 Meningkat5 S5 P 46 35 Meningkat6 S6 P 34 30 Meningkat7 S7 P 44 26 Meningkat
Tabel hasil pemeriksaan LED yang meningkat pada laki—laki
N0 Kode sampel JK (L) Umur (thn) LED (mm/jam) Keterangan
1 S2 L 23 45 Meningkat2 S3 L 59 90 Meningkat3 S5 L 49 38 Meningkat4 S6 L 46 50 Meningkat5 S7 L 58 23 Meningkat6 S8 L 43 55 Meningkat7 S9 L 19 65 Meningkat8 S10 L 44 28 Meningkat9 S11 L 21 37 Meningkat10 S12 L 53 25 Meningkat11 S13 L 69 37 Meningkat
29
DAFTAR PUSTAKA
Adi Priyana, 2007. Patologi Klinik. Jakarta : Universitas Trisakti
Gandasoebrata R, 2007. Penuntun Laboratorium Klinik. Edisi pertama. Jakarta : Dian Rakyat
Hoffbrand. DKK, 2005. Hematologi. Cetakan pertama. Jakarta : ECG
Holmes Nancy H. DKK, 2009. Uji Diagnostik. Edisi ketiga. Jakarta : Buku Kedokteran
Jamaluddin Anas. 2011. Perbedaan-Hasil-Pemeriksaan-Laju-Endap Darah. Makasar
Kosasih E. N dan Kosasih A.S, 2008. Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik. Edisi kedua.Tangerang : Karisma Publishing Group
Mehta Atul dan Hoffbrand Victor, 2006. At a Glance Hematologi. Edisi kedua. Jakarta : Erlangga
Muttaqin Arif dan Sari kumala, 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem perkemihan. Jakarta : Salemba Medika
Naga,S. Naga,2012. Buku Panduan Lengkap ilmu Penyakit Dalam. Cetakan pertama, Jogjakarta : Diva Press
Nursalam. DKK, 2006. Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba medika
O’callaghan C. A, 2007. At a Galance Sistem Ginjal. Edisi kedua. Jakarta : Erlangga
Rubenstein David. DKK, 2005. Kdokteran Klinis. Edisi keenam. Jakarta : Erlangga
30
LEMBAR PENGESAHAN
PEMERIKSAAN KADAR HDL PADA PENDERITADIABETES MELITUS YANG DIRAWAT
DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDANTAHUN 2012
OLEH :FRANSISKA ELFRIN SAOTA
NIM : 09.07.018
Karya Tulis Ilmiah ini Telah DipertahankanDi Depan Tim Penguji pada Tanggal
Tim Penguji
(dr.Jenny Ria Sihombing, SpPK) (Erlan Aritonang, M.Si)Penguji I Penguji II
(dr.Denrison Purba, SpPK)Penguji III
Diketahui,Direktur Akademi Analis Kesehatan
Sari Mutiara Medan
(Dr.Dra.Ivan Elisabeth Purba, M.Kes)
31
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan berkat-Nya telah
memberikan kesempatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah yang berjudul : ”PEMERIKSAAN KADAR HDL PADA PENDERITA DIABETES
MELITUS YANG DIRAWAT DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012”.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis menyadari bahwa masih jauh dari
kesempurnaan dan banyak kekurangan, baik dari segi susunan, bahasa, maupun isi. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca.
Terwujudnya Karya Tulis Ilmiah ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak secara langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. W. Purba selaku Ketua Yayasan Sari Mutiara Medan.
2. Ibu Dr.Dra. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes selaku Direktur Akademi Analis Kesehatan Sari
Mutiara Medan.
3. Bapak dr.Denrison Purba, SpPK selaku pembimbing materi yang telah banyak
membimbing dan meluangkan waktu, tenaga serta pikirannya dalam penyusunan Karya
Tulis Ilmiah ini.
4. Ayah dan Ibu tercinta yang telah memberikan dukungan baik secara materi, motivasi dan
senantiasa mencurahkan perhatian, doa serta kasih sayang yang tiada hentinya kepada
penulis hingga selesainya penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
32
5. Teman mahasiswa/i seperjuangan yang turut serta dalam memberikan dukungan dan
motivasi serta saran dan bantuan dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, semoga Karya Tulis Ilmiah ini
bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Agustus 2012
Penulis
33