Upload
dolien
View
254
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KUMPULAN ABSTRAK
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN
23 Maret 2019
Aula Rektorat Lantai 1 Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin
2019
KUMPULAN ABSTRAK SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN Penguatan Pendidikan Fisika Berbasis Local Wisdom Dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0
Editor:
Misbah, M. Pd
Dewi Dewantara, M. Pd
Saiyidah Mahtari, M. Pd
Reviewer:
Dr. Mustika Wati, S. Pd., M. Sc
Drs. Zainuddin, M. Pd
Dr. Suyidno, M. Pd
Lay out: Muhammad Ikhwan Rasyidi
Diterbitkan oleh:
Lambung Mangkurat University Press, 2019
d/a Pusat Pengelolaan Jurnal dan Penerbitan Unlam
Jl. H. Hasan Basry, Kayu Tangi, Banjarmasin 70123
Gedung Rektorat Unlam Lt 2, Telp/Faks. 0511-3305195
Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang.
Dilarang memperbanyak Buku ini sebagian atau seluruhnya, dalam bentuk dan cara
apa pun, baik secara mekanik maupun elektronik, termasuk fotocopi, rekaman dan
lain-lain tanpa izin tertulis dari penerbit
Cetakan pertama, Maret 2019
Penyelenggara :
Progam Studi Pendidikan Fisika Jurusan PMIPA FKIP
Universitas Lambung Mangkurat
Jl. Bridgjen Hasan Basri Kayutangi Banjarmasin
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, Kumpulan abstrak Seminar Nasional Pendidikan 2019 yang
mengangkat tema “Penguatan Pendidikan Fisika Berbasis Local Wisdom Dalam
Menghadapi Revolusi Industri 4.0” dapat diterbitkan. Kumpulan abstrak ini memuat
beberapa hasil penelitian yang dipresentasikan di Seminar Nasional Pendidikan 2019.
Adapun judul-judul penelitian yang dipresentasikan merupakan hasil-hasil penelitian dan
kajian pustaka para peneliti dari Universitas dan Instansi terkait.
Melalui kegiatan Seminar Nasional Pendidikan 2019, hasil-hasil penelitian dan kajian
putaka dipublikasikan secara luas, sehingga dapat menjadi alternatif solusi dari
permasalahan yang sedang dihadapi Bangsa Indonesia saat ini. Hal ini berkaitan dengan
tugas utama masyarakat pendidikan untuk memberikan solusi alternatif yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah terhadap masalah-masalah nyata baik bersifat lokal,
regional maupun nasional yang terjadi saat ini.
Tiada gading yang tak retak. Tiada yang sempurna kecuali Yang Maha Sempurna.
Kritik dan saran senantiasa kami harapkan demi perbaikan di masa mendatang. Semoga
kumpulan abstrak ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam menambah ilmu pengetahuan.
Akhir kata kepada semua pihak yang telah membantu, kami ucapkan terima kasih.
Banjarmasin, Maret 2019
Tim Penyusun
Susunan Kepanitian Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Lambung Mangkurat
Pelindung : Prof. Dr. H. Sutarto Hadi, M. Si., M. Sc
Penasehat : Prof. Dr. H. Wahyu, MS
Penanggung Jawab : Dr. Mustika Wati, M. Sc
Ketua Pelaksana : Misbah, M. Pd
Sekretaris : Saiyidah Mahtari, M. Pd
Bendahara : Sri Hartini, M. Sc
Seksi Acara : Drs. Zainuddin, M. Pd
Anggota:
1. Misna
2. Siti Noor Kholisah
3. Ida Rusmawti
4. Muhammad Rizki
5. Eka Rosanti
6. Nita Purnama Hidayah
7. Ema Hainun Hadhiedae
8. Lili Rahmawati
Seksi Konsumsi : Dr. Eko Susilowati, M. Si
Anggota:
1. Shofia Rihtazkia Saputri
2. Selviy Noraini
3. Sulastri Wulan Dari
4. Siti Aisyah
5. Suci Rahma Daniati
6. Deffara Talitha Izzatia
7. Ayu Nanda Mustika
Seksi Perlengkapan : Mastuang, M. Pd
Anggota:
1. Panji Rahmatullah
2. Muhammad Hafiz Ridho
3. Muhammad Choirul Hadi Santoso
4. Nida Supiati
5. Nurhalimah
6. Aulia Ahmad Fauzi Noor
Seksi Kesekretariatan : Dewi Dewantara, M. Pd
Anggota :
1. Anggita Nur Hidayah
2. Ayu Nur Islamiah
3. Alisya Rizka Milenia Putri
4. Bunga Lili Anissa
5. Zakiah Arsyad
6. Silva Almayardila
7. Aulia Astrid Prameswari Seksi Dokumentasi : Herru Soepriyanto, S. SE
Anggota:
1. Arif Riswandi
2. Nana Fitriani
3. Arlin Dwi Yani
4. Syah Warunadwipa A.
5. Khairunnisa Maharani
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul i
Susunan Kepanitiaan iii
Kata Pengantar v
Daftar Isi vi
Artikel Pembicara
Pendidikan Fisika Pada Era Revolusi Industri 4.0 di Indonesia (Ketang
Wiyono dan Sri Zakiyah) 1
Potensi Kearifan Lokal Pada Pembelajaran Fisika (Mustika Wati) 15
Integrasi Kearifan Lokal dalam Pembelajaran Fisika dalam Rangka
Menyiapkan Sumber Daya Manusia Berkarakter Kuat Menyongsong
Era Revolusi Industri 4.0 (I Wayan Suastra )
20
Abstrak
1 Deeper Learning in Energy: Relating Concepts and Practices
Though STEM (Nurul Fitriyah Sulaeman, Yoshisuke Kumano)
32
2 Pengaruh Model Pembelajaran Just In Time Teaching Berbasis
Schoology Terhadap Prestasi Belajar Siswa Ditinjau Dari Motivasi
Belajar (Alvina Fauziyah Barikna, Sholikhan, Hena Dian Ayu)
33
3 Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning dalam
Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Prestasi Siswa
(Anita Irmayani Suryati, Nurul Ain, Chandra Sundaygara)
34
4 Penerapan Model PjBL Berbasis Alat Peraga Sederhana untuk
Meningkatkan HOTS Peserta Didik Kelas X IPA 2 SMA YPK
Oikoumene Manokwari pada Materi Usaha dan Energi (Febiyanti
C.V Sambite, Mujasam, Sri Wahyu Widyaningsih, Irfan
Yusuf)
35
5 Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap
Pemahaman Konsep Fisika Ditinjau Dari Motivasi Belajar Siswa
(Dedi Setiawan*, Sholikhan, Akhmad Jufriadi)
36
6 Pengaruh Model Pembelajaran Process Oriented Guided Inquiry
Learning (POGIL) Terhadap Keterampilan Proses Sains dan
Penguasaan Konsep Fisika Siswa Kelas VII SMP Negeri 1
Lawang (Elfrida Toyo, Sudi Dul Aji, Chandra Sundaygara)
37
Halaman
7 Pengembangan Video Pembelajaran Berbasis Permainan
Tradisional pada Materi Gerak Melingkar (Zulherman*, Abidin
Pasaribu, Ketang Wiyono, Saparini, Winda Oktori)
38
8 Penerapan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan
Motivasi dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi
Suhu, Pemuaian dan Kalor Kelas VII-E SMP Negeri 2 Wagir
(Helena Jelita Igut* , Nurul Ain, Hestiningtyas Yuli Pratiwi)
39
9 Pengaruh Modelpembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap
Pemahaman Konsep Fisika Ditinjau dari Kemampuan Awal Siswa
(Intan Kurnia Pertiwi Sukma, Sholikhan, Akhmad Jufriadi)
40
10 Pengembangan Media Pembelajaran Virtual Berbasis Algodoo
v.2.1.0 pada Pokok Bahasan Hukum Archimedes (Faiz Hasyim,
Indrawati Wilujeng, Ari Krismandana)
41
11 Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbasis
Demonstrasi Terhadap Motivasi Belajar dan Pemahaman Konsep
Fisika Siswa (Ansilina Delima, Sudi Dul Aji, Hestiningtyas Yuli
Pratiwi)
42
12 Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL) Terhadap
Motivasi dan Kemampuan Analisis Siswa Kelas VIII SMP Negeri
2 Kepanjen (Liliana Yulia Asril, Nurul Ain, Hestiningtyas Y.
Pratiwi)
43
13 Pengembangan Buku Sains Model Science Technology Society
and Religious (STSR) untuk Siswa SD (Panji Hidayat)
44
14 Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan Berfikir
Kritis Ditinjau dari Motivasi Berprestasi (Linda Wiji Lestari,
Sholikhan, Akhmad Jufriadi)
45
15 Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan Inkuiri
Bebas Terhadap Pemahaman Konsep Fisika Ditinjau dari Motivasi
Belajar (Nur Azizah Septiana Wulandari, Sholikhan, Akhmad
Jufriadi)
46
16 Analisis Gaya Belajar Mahasiswa Teknik Elektro dalam
Mendukung Pengembangan Media Pembelajaran Fisika Terapan
Berbasis Pemantapan Pendidikan Karakter di Era 4.0 (Qamariah,
Wardiani Hiliadi)
47
17 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbasis
Demonstrasi untuk Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar
Siswa (P. Sulastri, H. Yuli. Pratiwi, S.Dul. Aji)
48
Halaman
18 Pengaruh Model Pembelajaran Thinking Aloud Pair Prolem
Solving (TAPPS) Terhadap Motivasi dan Prestasi Belajar Siswa
(Rizka Aulia Wardhani, Nurul Ain, Hena Dian Ayu)
49
19 Pembangunan Nilai Karakter Pada Praktikum Fisika Dasar (Eko
Wahyu Nur Sofianto, Ratna Kartika Irawati)
50
20 Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)
Berbasis PhET Terhadap Motivasi dan Prestasi Belajar (Lexi
Mansula Batukh, Nurul Ain, Hena Dian Ayu)
51
21 Pengaruh Model Pembelajaran Guide Inquiry Berbantuan Mind
Mapping Terhadap Literasi Sains Ditinjau dari Motivasi Belajar
Siswa (Siska Apriliana, Chandra Sundaygara, Hena Dian
Ayu)
52
22 Efektivitas moPhyDict untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemahaman Konsep Fisika Siswa Tingkat SMA (Betti Ses Eka
Polonia, Lia Yuliati)
53
23 Pengaruh Model Pembelajaran Learning Cycle 7E Berbasis
Asesmen Kinerja Terhadap Kemampuan Kerja Ilmiah Siswa dan
Pemhaman Konsep Fisika Siswa Kelas XI SMA Negeri 1
Sumberpucung (Theodorus Abdiandy Janggur, Nurul Ain,
Kurriawan B. Pranata)
54
24 Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5e Berbasis
Eksperimen untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan
Mereduksi Miskonsepsi Pada Materi Getaran Harmonis Sederhana
Kelas XI IPA SMA Nasional Malang Tahun Pelajaran 2018/2019
(Vivi Proyanti Bere, Kurriawan Budi Pranata, Akhmad
Jufriadi)
55
25 Pengaruh MEA Terhadap Penentuan Lulusan Mahasiswa Fisika
Pada Kurikulum KKNI dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0
(Sitti Rahmasari)
56
26 Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan
Keterampilan Proses Sains Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis
Siswa SMP PGRI 6 Malang (Yohana Salwati, Sudi Dul Aji’, Hestiningtyas Yuli Pratiwi)
57
27 Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Pada Siswa SMP
Negeri 2 Wagir (Yulia Sastri Selama, Nurul ain, Hena Diana
Ayu)
58
Halaman
28 Validitas dan Reliabilitas Angket Kreativitas Mencipta Produk
Media Pembelajaran Fisika (Wiwik Agustinaningsih)
59
29 Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk
Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Fisika Siswa di SMP
PGRI 02 Singosari (Klaudius Briantoro Jarut, Nurul Ain,
Chandra Sundaygara)
60
30 Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Melalui Pendekatan Multirepresentasi Terhadap Minat Belajar dan
Pemahaman Konsep Fisika (Yosefina Suryanti , Sudi Dul Aji,
Muhammad Nur Hudha)
61
31 Pemanfaatan Aplikasi Android dalam meningkatkan Minat
Belajar Mahasiswa Pendidikan IPA (Ellyna Hafizah, Farida
Hayati )
62
32 Pemanfaatan Produk Radar Cuaca dan Satelit untuk
Mengidentifikasi Sebaran Abu Vulkanik (Studi Kasus Letusan
Gunung Agung Tanggal 26 November 2018 (Audia Azizah
Azani, Christine Natalia Sanda Tata, Kuntinah, Imma Redha
Nugraheni, Abdullah Ali)
63
33 Analisis Dinamika Atmosfer Saat Kejadian Angin Puting Beliung
di Banjarmasin (Studi Kasus : 11 Januari 2019) (Sri Noviati,
Rezky Yunita, Uli Mahanani)
64
34 Pengaruh Variasi Komposisi Campuran dan Tekanan Pada
Kualitas Pembakaran Briket Berbahan Cangkang Biji Karet
dan Abu Dasar Batubara (Ninis Hadi Haryanti, Rijali Noor, Dwi
Aprilia)
65
35 Sistem Eigen Operator Matriks Hermitian Dengan Metode
Analitik (Nur Aida, Bambang Supriadi, Yushardi)
66
36 Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) Berbasis Mind Mapping terhadap Hasil Belajar
Siswa Kelas XI PIS pada Konsep Sistem Peredaran Darah
Manusia (Riya Irianti, Noorhidayati, Dita Sifa Febriyanti )
67
37 Memperbaiki Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA melalui
Pembelajaran Biologi Berbasis Inkuiri pada Konsep Animalia
(Norhasanah, Muhammad Hasan, Muhammad Zaini)
68
38 Kualitas Lembar Kerja Peserta Didik Konsep Protista Berbasis
Keterampilan Berpikir Kritis (Suatu Penelitian Berbasis Desain)
(Muhammad Arsyad, Muhammad Zaini, Khairunnisa Aziati)
69
Halaman
39 Pengukuran Kualitas Udara Ambien Dan Kebisingan di Area dan
Sekitar Area Pelabuhan Khusus Batubara PT. Adiapratama Coal
Desa Serongga Kabupaten Kotabaru (Bunda Halang,
Muhammad Zaini, Riya Irianti)
70
40 Metode Pembelajaran IMPROVE sebagai Alternatif untuk
Mengembangkan Kemampuan Siswa dalam Mengatasi
Permasalahan Kimia (Rahmat Eko Sanjaya, Restu Prayogi,
Almubarak)
71
41 Students’ Multiple Intelligence Profile as a Guidelines for Enhancement of Chemistry Teaching and Learning Quality
(Almubarak, Restu Prayogi, Rahmat Eko Sanjaya)
72
42 Service-Learning sebagai Alternatif Metode Pembelajaran
Mahasiswa dalam Pengabdian kepada Masyarakat (Studi Kasus :
IFSTS-L Yogyakarta, Halmahera Utara, dan Sumba Tengah)
(Paulus Bawole, Kristian Oentoro)
73
43 Pengintegrasian Kearifan Lokal Kalimantan Selatan dalam
Pembelajaran Fisika (Misbah, Zainal Fuad)
74
44 Kreativitas Ilmiah Mahasiswa dalam Mendesain Rangkaian
Listrik Sederhana melalui Creative Responsibility Based
Learning (Suyidno, Eko Susilowati, Mohamad Nur, Leny
Yuanita, Titin Sunarti)
75
45 Eksplorasi Dimensi Kreativitas Siswa melalui Integrasi
Pengetahuan Science Technology Engineering and Mathematics
(STEM) (Eko Susilowati, Suyidno)
76
46 Implementasi Pembelajaran Biologi Melalui TPS Pada Siswa
Homeschooling untuk Mengembangkan Kemampuan
Berkomunikasi dan Aktivitas Siswa (Nurul Hidayati Utami)
77
47 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Think Pair Share
(TPS) Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Dan Hasil Belajar
Fisika Pada Materi Pokok Pengukuran Di SMA Negeri 2 Palangka
Raya (Marsaulina Demiaty)
78
48 Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Perumahan Dengan
Metode AHP Menggunakan Expert Choice (Surdiyanto)
79
49 Pengembangan Perangkat Pembelajaran Fisika Dengan Metode
Problem Solving Pada Materi Listrik Dinamis Untuk Melatihkan
Keterampilan Pemecahan Masalah (Sinar Meisura Asyifa,
Mastuang, dan Syubhan Annur)
80
Halaman
50 Pengembangan Bahan Ajar Getaran Harmonis Melalui Model
Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Untuk Melatihkan Kemampuan
5M (Pina Ayu Imanah, Mustika Wati, dan Abdul Salam M)
81
51 Penerapan Model Quantum Teaching untuk Meningkatkan
Keterampilan Proses Sains dan Hasil Belajar Peserta Didik
(Atikah, Muhammad Arifuddin, Sarah Miriam)
82
52 Meningkatkan Aktivitas Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Paminggir
Melalui Model Quantum Teaching (Muhammad Said, Sri
Hartini, Misbah, Dewi Dewantara)
83
53 Pengembangan Perangkat Model Pembelajaran Generatif untuk
Melatihkan Pemahaman Konsep Fisika pada Materi Teori Kinetik
Gas (Nor Hasanah, Zainuddin, Suyidno)
83
1
Pendidikan Fisika Pada Era Revolusi Industri 4.0 di Indonesia
Ketang Wiyono*, Sri Zakiyah
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Sriwijaya
Sumatera Selatan, Indonesia, 30662
Abstrak
Revolusi industri 4.0 menjadi tantangan berat tersendiri bagi bidang-bidang ilmu
pendidikan untuk dapat menciptakan lulusan yang memiliki kompetensi yang
dibutuhkan saat di dunia kerja. Istilah revolusi industri 4.0 mendorong adanya
sebutan revolusi pendidikan 4.0 yang mengaplikasikan kemajuan teknologi pada
kegiatan pembelajaran. Sebagai hasil dari perkembangan yang terjadi secara simultan
dan merupakan hasil kolaborasi berbagai cabang ilmu pengetahuan, tentunya sistem
pembelajaran fisika ditingkat pendidikan perlu diintegrasikan dengan bidang ilmu
lain. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan lulusan yang memiliki kemampuan
pengetahuan bersifat transdiscipliner yang mampu menggunakan pengetahuannya
serta menerapkannya pada kehidupan nyata.
Kata Kunci: pendidikan fisika, revolusi industry 4.0
PENDAHULUAN
Revolusi industri merupakan
sejarah perkembangan terpenting dalam
kehidupan manusia selama tiga abad
terakhir yang bersifat berkelanjutan
dalam membangun kehidupan dunia
modern (Stearns, 2013). Istilah revolusi
industri telah lama digunakan untuk
menjelaskan perubahan aspek general di
bidang industri yang saling berkaitan
seperti teknologi dasar yang digunakan
di pabrik, mesin-mesin yang dibangun
dari teknologi tersebut, serta rutinitas
buruh yang bekerja (Cowan, 2012;
Frader, 2006). Revolusi industri dibagi
ke dalam beberapa generasi yaitu;
industri 1.0 pertama kali dimulai sekitar
abad ke-18 dengan adanya penemuan
mesin uap dan turbin air; generasi kedua
dikembangkan setelah ditemukannya
energi listrik yang menyebabkan mesin
pabrik berbasis mesin bertenaga listrik;
revolusi industri ketiga mengintegrasi
teknologi informasi pada manajemen
sistem; dan revolusi industri generasi ke
empat yang sedang berlangsung saat ini
(Agrawal, Schaefer, & Funke, 2018).
Era industri ke-4 atau yang lebih dikenal
sebagai industri 4.0 merupakan hasil
kombinasi yang telah ada dan penemuan
terbarukan. Hal ini mengakibatkan
adanya perubahan yang sangat
signifikan seperti; perubahan sosial, tata
laksana organisasi industri, ekonomi
makro, dan teknologi yang digunakan
(JONES, 1984; Deane, 2003; Halili,
2019).
Laju perkembangan teknologi
yang terjadi pada era revolusi industri
mempengaruhi pola gaya hidup
masyarakat global. Perbedaan kondisi
sosial ekonomi di masing-masing era
mendesak adanya ketersediaan sumber
daya manusia yang spesifik dan terampil
(Puncreobutr, 2016). Adapun tugas
untuk mengembangkan keterampilan
yang diperlukan bergantung pada
individu itu sendiri; kemampuan
manajemen pembelajaran untuk
menggabungkan pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat
(Puncreobutr, 2016).
Pendidikan 4.0 merupakan cara
untuk melengkapi fenomena integrasi
digital dalam kehidupan sehari-hari di
mana manusia dan mesin berinteraksi
untuk memecahkan masalah dan
2
menemukan teori inovasi baru. Dalam
pendidikan 4.0, akses informasi tidak
terbatas ruang dan waktu serta proses
belajar mengajar telah menjadi dinamis.
Masa depan pendidikan 4.0 dapat
mengubah pemanfaatan informasi
dengan cara yang praktis dan berbasis
digital. Untuk mengatasi kebutuhan
revolusi industri 4.0 dalam pendidikan,
lembaga pendidikan harus terus
mengintegrasikan metode inovatif untuk
meningkatkan proses belajar mengajar
(Halili, 2019).
SEJARAH REVOLUSI INDUSTRI
(1.0, 2.0, 3.0)
Industri revolusi generasi pertama
kali terjadi di Britania Raya pada akhir
abad ke-17 yang terjadi secara spontan
tanpa adanya dorongan dari pemerintah
dan merupakan generasi yang paling
signifikan perubahannya dalam
rangkaian generasi revolusi industri; dari
konvensional menjadi berbasis teknologi
(Deane, 2003;Savić, 2018). Sebelumnya
di tahun 1760 sistem industri masih
berbentuk industri rumah tangga dengan
ciri khusus yaitu menggabungkan
pertanian dan kegiatan industri dengan
memperkerjakan dan melatih satu atau
beberapa orang pekerja. Lahirnya
penemuan mesin uap dan alat tenun
listrik menjadi titik awal industri 1.0
yang merupakan zaman mesin industri
pertama (Hartwell, 2017)(Peters, 2017).
Industri 2.0 merupakan hasil
upgrade dari industri 1.0 dimana sistem
produksi pabrik telah menerapkan
elektromagnetik dan memproduksi
secara massal menggunakan sistem
assembly lines (Zhou, Zhou, & Liu,
2015). Revolusi industri kedua ini
distimulasi oleh teori Faraday dan
Maxwell yang mengkombinasikan gaya
magnet dan gaya listrik. Kedua teori
tersebut kemudian melahirkan
pembangkit listrik dan motor listrik yang
berperan penting dalam lini perakitan
(assembly line) untuk produksi massal
(Xing & Marwala, 2006; Ravasoo,
2014).
Gambar 1 Sejarah Perkembangan Revolusi Industri
Sumber: (Wahlster, 2016)(Zhou et al., 2015)
Tingkat
kompleksitas Perkembangan dari industri 1.0 ke industri 4.0
Revolusi industri
pertama: berbasis energi
tenaga uap
Mesin tenun
bertenaga uap
pertama (1784)
Revolusi industri
kedua: berbasis
energi tenaga listrik
Sistem lini produksi
pertama di rumah
pemotongan hewan di
Cincinnati, Ohio
(1870)
Revolusi industri
ketiga: berbasis
sistem informasi
Kontrol logika
terprogram
pertama
(programmable
logic controller/
PLC) pada
tahun 1969
Revolusi industri
keempat: berbasis
Cyber Physical
Systems (CPS)
Pada tahun 2013, konsep
industri 4.0 secara resmi
diperkenalkan
Periode 1800 1900 2000 2013
3
Meskipun terdapat perbedaan
yang signifikan antara karakteristik
industri 1.0 dan industri 2.0, terdapat
kesamaan antara kedua era revolusi
industri ini yaitu penemuan teknologi
baru yang mengubah tata cara sistem
produksi di banyak pabrik. Demikian di
era industri 3.0 dimana internet
merupakan inovasi yang dikembangkan
dengan kemajuan teknologi yang
memudahkan perusahaan untuk saling
berkomunikasi melalui perangkat keras,
jaringan perangkat lunak komputer, dan
sistem telekomunikasi (Smith, 2000).
Industri 4.0, yang sedang
berlangsung saat ini, mengacu pada
kemajuan teknologi modern di mana
internet dan teknologi pendukung
(seperti embbeded system/ sistem
tertanam) berperan sebagai pusat
pengoperasian integrasi sistem produksi.
Konsep-konsep seperti Internet of
Things (IoT), internet industri,
komputasi awan (Cloud-based
Manufactoring), dan Smart
Manufacturing merupakan aspek
penting dari konsep visioner revolusi
industri keempat (Schumacher, Erol, &
Sihn, 2016). Gambar 1.0
mengilustrasikan perkembangan
keempat generasi revolusi industri.
ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0
DAN 5.0
Industri 4.0 dan IoT (Internet of Things)
Istilah industri 4.0 pertama kali
dikenalkan pada tahun 2011 pada acara
Hannover Fair di Jerman (Chung &
Kim, 2016). Bahkan gagasan industri
5.0 sudah mulai muncul di beberapa
publikasi yang menekankan pada
implikasi material-material biologis
sebagai sumber daya berkelanjutan
(Sachsenmeier, 2016). Konsep industri
4.0 didasarkan pada teknologi kompleks
yang meliputi cyber-physical systems,
Internet of Things (IoT), komputasi
awan (cloud computing), big data dan
kemajuan teknik analisis (Zhou et al.,
2015).
Aspek CPS (cyber-physical
systems) merupakan dasar dari adanya
Internet of Things (IoT). Sistem ini yang
membangun teknologi-teknologi inovasi
yang terdiri dari banyak fungsi kerja dan
memudarkan batas antara definisi maya
dan nyata (Ungurean, Gaitan, & Gaitan,
2014). Internet of Things (IoT) sendiri
merupakan inovasi yang
menggabungkan komponen fisik dan
digital untuk menciptakan produk-
produk baru (Wortmann & Flüchter,
2015). Istilah things pada Internet of
Things merujuk pada berbagai elemen
fisik seperti perangkat portabel (seperti:
smartphone, tablet, dan kamera digital)
dan elemen lingkungan (seperti: rumah,
mobil, dan kantor) yang setiap perangkat
(things) dilengkapi dengan alat
identifikasi frekuensi radio sehingga
saling terhubung (Ungurean et al.,
2014) (Zhou et al., 2015).
Kemajuan di era industri 4.0
memberikan banyak manfaat dan
kemudahan terutama di sektor produksi
dan bisnis (Berawi, 2018) melalui
peningkatkan fleksibilitas dan kecepatan
produksi (Pai Zheng et al., 2017),
bersifat otomatisasi (Lasi, Peter, Hans-
Georg, Thomas, & Michael, 2014),
virtualiasi (menghasilkan salinan virtual
melalui data sensor) (Stock, Obenaus,
Kunz, & Kohl, 2018), pemrosesan data
dan komunikasi secara real time (Wan,
2015). Kemajuan teknologi ini tidak
hanya mengubah sistem produksi pabrik
namun juga kebutuhan dan gaya hidup
masyarakat global. Seperti penggunaan
media sosial telah digunakan oleh
hampir 30% dari populasi dunia untuk
saling terhubung, belajar, dan mencari
sumber informasi (Prisecar, 2016).
4
Gambar 2. Jumlah device yang terhubung IoT dalam skala global
Gambar 3. Persentase populasi dunia yang mengakses internet
5
Gambar 4. Perbandingan jumlah pengguna internet di Indonesia dan negara lain
Berdasarkan data survey IHS (IHS,
2016), jumlah perangkat elektronik yang
terhubung dengan internet selalu
meningkat setiap tahunnya (Gambar 2).
Pada tahun 2018, sebanyak 23,14 milyar
orang yang menggunakan alat elektronik
berbasis internet dan diperkirakan akan
selalu meningkat hingga berkisar sekitar
75 milyar orang (kenaikan sebesar
200%) pada tahun 2025. Sejalan dengan
data hasil survey menurut World Bank
(Group, 2017a), pada tahun 1993
dimana telah memasuki era industri 3.0
yang telah menggunakan sistem
informasi berbasis internet, jumlah
pengguna terus meningkat secara
bertahap dari persentase terkecil sebesar
0,252% hingga 45,794% pada tahun
2017 yang hampir mencapai setengah
dari keseluruhan persentase populasi
dunia (Gambar 3). Negara Indonesia
sendiri juga mengalami peningkatan
untuk jumlah pengguna internet hingga
sebesar 32,3% pada tahun 2017 dari
persentase dibawah 1% di tahun 1995
(Group, 2017a). Menariknya, beberapa
negara berkembang lainnya seperti
Filipina dan Vietnam, memiliki
persentase lebih rendah dibandingkan
Indonesia pada tahun 1995, akan tetapi
jumlah pengguna mengalami kenaikan
yang lebih signifikan dengan jumlah
persentase pengguna di tahun 2000
sebesar 55,5% dan 46,5% masing-
masing untuk negara Filipina dan
Vietnam, sedangkan Indonesia hanya
sebesar 25,5% pada periode tahun yang
sama (Group, 2017b). Sedangkan pada
negara maju seperi Amerika Serikat dan
Jerman, persentase pengguna internet
terus bertambah secara signifikan,
sejalan dengan jumlah kepemilikan
6
smartphone di negara maju yang terus
meningkat di setiap tahunnya; sejumlah
68% pada tahun 2015 (Poushter, 2016).
Secara umum berdasarkan data pada
Gambar 2, 3, dan 4 menunjukkan bahwa
adanya mobile device yang terintegrasi
dengan internet, mengubah gaya hidup
masyarakat global; revolusi industri juga
menyebabkan revolusi kehidupan sosial
dengan adanya keberadaan IoT yang
menyediakan kemudahan layanan
bersifat instan dan smart-based (Guo,
Daqing, & Zhu, 2011).
Adanya kemajuan teknologi di era
revolusi industri saat ini tidak dipungkiri
juga membawa tantangan sebagai
konsekuensi dari industri 4.0 terutama
untuk para tenaga kerja diantaranya:
kompleksitas sistem pada perangkat
yang digunakan; sistem berperan
sebagai intelligent assistance;
peningkatan kebutuhan tenaga kerja
terampil; dampak pada organisasi kerja
dan keseimbangan kehidupan kerja; dan
cybersecurity (Ras, Wild, Stahl, &
Baudet, 2017; Arnold, 2016).
Berikut ini kompetensi inti yang
dibutuhkan untuk menghadapi tantangan
dari industri 4.0 (Hecklau, Galeitzke,
Flachs, & Kohl, 2016).
Tabel 1 Kategori kompetensi era industri 4.0
Kategori Kompetensi yang dibutuhkan
Kompetensi teknikal
Pengetahuan terbarukan
Kemampuan teknikal
Kemampuan pemahaman yang cepat
Kemampuan menggunakan media
Kemampuan coding dan pemrograman
Memahami sistem keamanan IT
Kompetensi
metodologis
Kreativitas
Berjiwa entrepreneur
Problem solving
Conflict solving
Kemampuan memilih keputusan
Kemampuan analitis
Research skills
Berorientasi efisien
Kompetensi sosial Kemampuan adaptasi antar budaya
Kemampuan berbahasa
Kemampuan berkomunikasi
Kemampuan membangun jaringan
Kemampuan bekerja sama dalam tim
Kemampuan mentransfer pengetahuan
Kemampuan memimpin
Kompetensi personal Fleksibilitas
Kemampuan bertoleransi/adaptasi
Motivasi untuk belajar
Mampu bekerja di bawah tekanan
Memiliki inisiatif
Mudah menyesuaikan dengan kemajuan teknologi
7
PENDIDIKAN FISIKA PADA ERA
REVOLUSI INDUSTRI 4.0
Adanya revolusi industri 4.0
mempengaruhi landasan terciptanya
inovasi-inovasi di bidang pendidikan.
Cepatnya laju revolusi pada era ini yang
berfokus pada kecerdasan artifisial,
perlahan menyebabkan adanya model-
model pembelajaran baru yang sesuai di
masa depan—istilah untuk education 4.0
(pendidikan 4.0) (D’Souza & Kamaruddin, 2016). Banyak pendidikan
tinggi yang tidak hanya mengajarkan
sebatas teori terkait bidang kajian ilmu
tertentu, namun juga melatih
kemampuan peserta didik untuk dapat
beradaptasi dan bersaing secara global
dalam menghadapi industri 4.0 (Singh,
Al-Mutawaly, & Wanyama, 2017).
Salah satunya adalah melalui
pendekatan pembelajaran aktif berbasis
industrial project sesuai dengan
kurikulum pada program studi (Baena,
Guarin, Mora, Sauza, & Retat, 2017).
Pendidikan fisika di era
pembelajaran konvensial masih bersifat
teacher-oriented learning; sesi tanya
jawab singkat di akhir pembelajaran
dengan pemberian pekerjaan rumah;
serta menghadapi ujian akhir dengan
pola masalah yang sama di setiap
semesternya (Wieman & Perkins, 2005).
Sistem pembelajaran seperti ini yang
kemudian menyebabkan hampir seluruh
peserta didik di bidang fisika memiliki
pola pikir dan karakteristik yang sama
(Wieman & Perkins, 2005; McDermott
& C., 1990). Sehingga para pendidik di
bidang sains diharapkan untuk dapat
megembangkan pendidikan fisika
menjadi lebih efektif dan relevan sesuai
dengan tuntutan kebutuhan global
(Wieman & Perkins, 2005). Dengan
adanya kemajuan di bidang teknologi,
media-media pembelajaran dan sumber
belajar terus mengalami inovasi,
sehingga mendorong siswa untuk dapat
belajar secara mandiri dan mampu
menyelesaikan masalah yang bersifat
abstrak dengan pendekatan ilmiah
(Neeman, 1988; Eijkelhof & Kortland,
1988).
Peserta didik diharapkan berhasil
dalam menghadapi lingkungan kerja
yang semakin mengglobal,
terotomatisasi, tervirtualisasi, berjejaring
dan fleksibel menyebabkan keterampilan
yang dibutuhkan bukan hanya sekedar
pengetahuan kognitif belaka, melainkan
kemampuan berpikir secara non-linear,
keterampilan sosial dan antar budaya,
manajemen diri, dan kompetensi diri
(Wallner & Wagner, 2016). Beberapa
fakta nyata yang muncul di lingkungan
akademik dalam kehidupan sehari-hari
menimbulkan adanya kompleksitas yang
mempengaruhi kegiatan pembelajaran
seperti: tingkat keberagaman siswa
semakin meningkat, kehadiran
perangkat seluler dan sosial media yang
mudah ditemui, perkembangan program-
program pembelajaran; beragam
pengaturan, format, dan teknologi yang
tersedia (seperti e-learning, blended
learning, kelas yang di rolling, peer
teaching, dan sebagainya), tuntutan
kemampuan belajar siswa yang terus
meningkat, kemajuan pesat di beragam
bidang disiplin ilmu yang terus menerus
menghasilkan pengetahuan baru, dan
mudahnya akses setiap informasi secara
real time (Wallner & Wagner, 2016).
Beragamnya tantangan global
yang diakibatkan oleh arus industri 4.0
menyebabkan peningkatan kebutuhan
sumber daya manusia yang mampu
mengintegrasi pengetahuan saintifik
beserta aplikasinya (Kelley & Knowles,
2016). Hal ini yang kemudian
menggarisbawahi pentingnya
kemampuan di bidang sains dan
terapannya bagi masyarakat global di
abad ke-21 untuk meningkatkan
kompetensi di bidang STEM (Science,
Technology, Engineering, and
Mathematics) (English, 2016;
Marginson, Simon; Tyler, Russell;
Freeman, Brigid; Roberts, 2013;
Zakiyah, Akhsan, & Wiyono, 2019).
8
Konsep pendidikan STEM di
dunia modern merupakan integrasi
bermakna dari beragam cabang ilmu
yang digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan di dunia nyata (Labov,
Singer, George, Schweingruber, &
Hilton, 2009; Sanders, 2009). Beberapa
aspek yang dapat dikembangkan melalui
integrasi pembelajaran sains dan
terapannya merupakan kapabilitas
lulusan pendidikan STEM yang
meliputi: skills (riset, belajar dan
menyelidiki; problem solving, technical
skills dan observasi, melakukan
eksperimen, dan menyajikan presentasi);
ways of thinking (analitis, logis, berfikir
kritis, sistematis, terstruktur;
kemampuan bertanya, mengevaluasi,
mandiri; memberikan alasan, objectif,
berbasis fakta, rasional; open-minded;
inovatif, kreatif, dan berfikir
lateral/berbagai sudut pandang); dan
knowledge (metode saintifik, sains
sebagai proses; pembelajaran
terintegrasi STEM; pengetahuan dan
kosakata berbasis pengetahuan STEM)
(West, 2012). Aspek kemampuan
tersebut linear terhadap kualifikasi
kebutuhan tenaga kerja di era industri
4.0 sesuai dengan Tabel 1. Oleh karena
itu, sangat penting untuk
mengembangkan pembelajaran tidak
hanya terorientasi hanya untuk satu
cabang ilmu tertentu (disciplinary),
melainkan bersifat transdisiplin
sehingga pengetahuan dan keahlian yang
diperoleh dari berbagai sumber ilmu
mampu diaplikasikan pada real-world
problems dan meningkatkan pengalaman
belajar peserta didik (English, 2016).
PERAN PENDIDIKAN FISIKA
UNTUK MENGHADAPI ERA
REVOLUSI INDUSTRI 4.0
Semakin berkembangnya
generasi, sumber daya manusia harus
mampu beradaptasi, berkolaborasi, dan
berinovasi menggunakan teknologi-
teknologi terbarukan, mengidentifikasi
dan mengaktualisasikan beberapa
cabang disiplin ilmu (Atlass, Patricia;
Wiebe, 2017). Seiring waktu, trend
penelitian kolaborasi riset
interdisiplineritas dengan sub-bidang
fisika semakin meningkat yang terus
menghasilkan teknologi-teknologi
terbarukan (Pan, Sinha, Kaski, &
Saramäki, 2012). Hal ini mengakibatkan
meningkatnya permintaan sumber daya
manusia yang terkualifikasi untuk
mampu bersaing di dunia global.
Sehingga untuk menciptakan lulusan
yang terampil terutama di era industri
4.0 saat ini perlu memperhatikan
beberapa hal sebagai berikut (Wallner &
Wagner, 2016):
Memberikan gambaran struktural
ilmu fisika kepada peserta didik
Tantangan yang ada di masa
depan menitikberatkan pada kemampuan
interdisipliner dan transdisipliner.
Seperti mesin-mesin robotik yang
digunakan di bidang kedokteran,
perangkat radio dan smart assistance
yang terdapat pada mobil dan perangkat
seluler. Sehingga pembelajaran yang
hanya berfokus pada satu bidang ilmu
tanpa ada relasi dengan cabang ilmu
yang lain menjadi semakin kuno. Apa
yang dibutuhkan oleh siswa untuk
kehidupan di masa depan adalah
gambaran struktural pada tiap-tiap
bidang ilmu pengetahuannya untuk
dapat diintegrasikan dengan
pengetahuan lain yang telah diperoleh.
Memberikan kesempatan siswa
menggali ilmu dari beragam sumber
Informasi-informasi yang
dibutuhkan oleh siswa berjumlah tak
terbatas dan tersedia di berbagai sumber
(buku, artikel, search engine, blog, dan
lain sebagainya). Guru bukanlah sebagai
ahli di bidang ilmu yang diampu, saat
pembelajaran berlangsung setiap siswa
memiliki pendapat ilmiahnya masing-
masing.
9
Pembelajaran STEM terintegrasi
Banyak penelitian yang
menunjukkan dengan mengaplikasikan
kurikulum berbasis interdisipliner
(kurikulum terintegrasi) menciptakan
kesempatan bagi siswa untuk
pengalaman yang lebih relevan,
pembelajaran yang minim
terfragmentasi (setiap materi saling
terhubung), dan memberikan stimulus
bagi peserta didik (Furner & Kumar,
2007). Adapun manfaat lain yang secara
spesifik ditemukan melalui pendidikan
STEM terintegrasi adalah
mengembangkan peserta didik menjadi
pemecah masalah yang lebih baik,
inovator, penemu, mandiri, logis, serta
melek teknologi (Morrison, 2006). Tabel
2 meringkas beberapa fokus yang perlu
diperhatikan dalam mengintegrasi
pembelajaran fisika melalui
pembelajaran STEM terintegrasi
(Stohlmann, Moore, & Roehrig, 2012).
Tabel 2. Model S.T.E.M. dalam pembelajaran STEM terintegrasi
Support (Pendukung)
• Adanya kerjasama dengan universitas atau sekolah lain
• Menghadirkan profesional bidang pengembangan
• Adanya kolaborasi guru bidang studi
• Pelatihan dan pengembangan kurikulum
Teaching (Sistem pembelajaran)
Lesson Planning (rencana pembelajaran) Classroom practices (kegiatan kelas)
• Berfokus pada keterkaitan antar bidang
ilmu
• Terjemahan dari representasi
• Memahami miskonsepsi siswa
• Memahami kapabilitas siswa
• Berbasis problem solving
• Student centered
• Membangun pengetahuan sebelumnya
• Berfokus pada ide dan konsep
• Mengintegrasi teknologi
• Relevansi pada dunia nyata dan budaya
• Mengajukan pertanyaan dan membuat
hipotesis
• Pemikiran berbasis ilmiah
• Kemampuan menulis ilmiah
• Fokus pada pola pemahaman
• Menggunakan penilaian (assessment)
sebagai bagian dari instruksi
pembelajaran
• Pembelajaran cooperative
• Media pembelajaran yang efektiv
• Inkuiri
Efficacy (Tingkat keberhasilan)
• Content knowledge dan pedagogical knowledge berkontribusi untuk membangun self-
efficacy yang positif
• Komitmen yang tinggi
• Perencanaan dan pengorganisasian sangat penting
Materials (Fasilitas pendukung)
• Sumber-sumber teknologi
• Wawasan teknologi
• Materials kits untuk aktivitas belajar (contoh pada kegiatan laboratorium)
• Ruang penyimpanan kit pembelajaran
• Meja-meja untuk kegiatan belajar berkelompok
E-learning to we-learning
e-learning saat ini dianggap
sebagai model pembelajaran yang
kurang mendukung. Pembelajaran fisika
juga perlu diarahkan untuk
mengembangkan kemampuan sosial
peserta didik. Contoh umum yang dapat
dilakukan adalah dengan cara
mengundang siswa luar atau kunjungan
ilmiah untuk melakukan diskusi maupun
10
observasi ilmiah. Hal ini diperlukan
berkaitan dengan kemampuan individu
saat bekerja di dunia nyata dan melihat
secara langsung fenomena real. Selain
itu, pengembangan pengalaman belajar
siswa juga dapat dilakukan dengan
melalui implikasi teknologi seperti
pengembangan multimedia interaktif.
Media pembelajaran ini sangat baik
dalam mengembangkan kemampuan
skills, identifikasi masalah, organisasi,
analisis, evaluasi, dan kemampuan
penyampaian informasi (Wiyono,
Setiawan, Paulus, & Liliasari, 2012).
Multimedia interaktif dalam
pembelajaran fisika juga dapat
memudahkan pendidik dalam
menyampaikan materi dengan konsep-
konsep abstrak yang sukar dipahami
siswa—seperti teori relativitas (Wiyono
et al., 2019); dan menyediakan kegiatan
praktikum melalui laboratorium virtual
bagi peserta didik sehingga efektivitas
pembelajaran dapat ditingkatkan dan
memberikan siswa pengalaman belajar
yang bermakna (Wiyono, Setiawan, &
Suhadi, 2009).
SIMPULAN
Industri 4.0 membawa tantangan
yang nyata terutama bagi para pendidik
untuk menciptakan generasi yang
mampu berdaya saing pada tingkat
global. Dengan adanya kemajuan
teknologi yang muncul akibat dampak
dari industri 4.0, dapat dimanfaatkan
oleh para pendidik dan pemerhati
pendidikan untuk mengembangkan dan
mengintegrasi ilmu dalam suatu
pembelajaran sehingga tidak hanya
mengembangkan kemampuan kognitif
peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Agrawal, A., Schaefer, S., & Funke, T.
(2018). Incorporating Industry 4.0
in Corporate Strategy, (October),
161–176.
https://doi.org/10.4018/978-1-
5225-3468-6.ch009
Arnold, G. (2016). Viewpoint:
Intelligent Systems: A New
Industrial Revolution. IEEE
Electrification Magazine, 4(1),
63–64.
https://doi.org/10.1109/MELE.20
15.2509904
Atlass, Patricia; Wiebe, S. (2017). Re-
imagining Education Policy and
Practice in the Digital Era.
Journal of the Canadian
Association for Curriculum
Studies (JCACS), 15(2), 48–63.
Baena, F., Guarin, A., Mora, J., Sauza,
J., & Retat, S. (2017). Learning
Factory: The Path to Industry 4.0.
Procedia Manufacturing, 9, 73–80.
https://doi.org/10.1016/j.promfg.2
017.04.022
Berawi, M. A. (2018). Utilizing Big
Data in Industry 4.0: Managing
Competitive Advantages and
Business Ethics. International
Journal of Technology, 9(3), 430.
https://doi.org/10.14716/ijtech.v9i
3.1948
Chung, M., & Kim, J. (2016). The
internet information and
technology research directions
based on the fourth industrial
revolution. KSII Transactions on
Internet and Information Systems,
10(3), 1311–1320.
https://doi.org/10.3837/tiis.2016.0
3.020
Cowan, R. S. (2012). The “Industrial Revolution” in the Home: Household Technology and Social
Change in the 20th Century.
Domestic Ideology and Domestic
Work, 17(1), 375–397.
https://doi.org/10.1515/97831109
68842.375
D’Souza, U., & Kamaruddin, M. (2016). Industrial Revolution 4 . 0 : Role of Universities, 8(9), 2–3.
https://doi.org/10.6007/IJARBSS/
v8-i9/4593
Deane, P. (2003). The First Industrial
11
Revolution (2nd ed.). United
Kingdom: Cambridge University
Press.
Eijkelhof, H. M. C., & Kortland, K.
(1988). Broadening the aims of
physics education. Development
and Dilemmas in Science
Education, (December 1970),
282–305.
English, L. D. (2016). STEM education
K-12: perspectives on integration.
International Journal of STEM
Education, 3(1), 1–8.
https://doi.org/10.1186/s40594-
016-0036-1
Frader, L. L. (2006). The Industrial
Revolution. New York: Oxford
Unive.
Furner, J., & Kumar, D. (2007). The
mathematics and science
integration argument: a stand for
teacher educatio. Eurasia Journal
of Mathematics, Science and
Technology, 3(3), 185–189.
Group, W. B. (2017a). Individuals using
the Internet (% of population).
Retrieved from
https://data.worldbank.org/indicat
or/IT.NET.USER.ZS?end=2017&
start=1960&view=chart
Group, W. B. (2017b). Indonesia
compared to other developed
countries and developing countris.
Retrieved from
https://databank.worldbank.org/da
ta/Indonesia-compared-to-other-
developed-countries-and-
developing-countries-in-term-of-
internet-users/id/6aec1e80
Guo, B., Daqing, Z., & Zhu, W. (2011).
Living with internet of things:
The emergence of embedded
intelligence. Proceedings - 2011
IEEE International Conferences
on Internet of Things and Cyber,
Physical and Social Computing,
IThings/CPSCom 2011, 297–304.
https://doi.org/10.1109/iThings/C
PSCom.2011.11
Halili, S. H. (2019). Technological
advancements in education 4 . 0,
7(1), 63–69.
Hartwell, R. M. (2017). The Causes of
The Industrial Revolution in
England. Routledge.
Hecklau, F., Galeitzke, M., Flachs, S., &
Kohl, H. (2016). Holistic
Approach for Human Resource
Management in Industry 4.0.
Procedia CIRP, 54, 1–6.
https://doi.org/10.1016/j.procir.20
16.05.102
IHS. (2016). IHS: IoT Platforms -
Enabling the Internet of Things.
Retrieved March 3, 2019, from
https://www.ihs.com/Info/0416/in
ternet-of-things.html
JONES, F. S. (1984). The New
Economic History and the
Industrial Revolution. South
African Journal of Economics,
52(2), 77–88.
https://doi.org/10.1111/j.1813-
6982.1984.tb00825.x
Kelley, T. R., & Knowles, J. G. (2016).
A conceptual framework for
integrated STEM education.
International Journal of STEM
Education, 3(1).
https://doi.org/10.1186/s40594-
016-0046-z
Labov, J., Singer, S., George, M.,
Schweingruber, H., & Hilton, M.
(2009). Effective Practices in
Undergraduate STEM Education
Part 1: Examining the Evidence.
CBE Life Sciences Education, 8,
157–161.
https://doi.org/10.1187/cbe.09
Lasi, H., Peter, F., Hans-Georg, K.,
Thomas, F., & Michael, H.
(2014). Industry 4.0. Business &
Information Systems Engineering,
6(4), 239–242.
Marginson, Simon; Tyler, Russell;
Freeman, Brigid; Roberts, K.
(2013). STEM : Country Comparisons. Australian Council
of Learned Academies (ACOLA).
https://doi.org/ISBN 978 0
12
9875798 0 5
McDermott, & C., L. (1990). A
perspective on teacher preparation
in physics and other sciences: The
need for special science courses
for teachers. American Journal of
Physics, 58(8), 734--742.
Morrison, J. (2006). TIES STEM
education monograph series,
Attributes of STEM education.
Baltimore: MD: TIES.
Neeman, Y. (1988). Computers in
physics. Physics Today, 41(3),
130–132.
https://doi.org/10.1063/1.2811370
Pai Zheng, Honghui Wang, Zhiqian
Sang, Ray Y. Zhong, Yongkui
Liu, Chao Liu, … Xun Xu. (2017). Smart manufacturing
systems for Industry 4.0: a
conceptual framework, scenarios
and future perspectives. Frontiers
of Mechanical Engineering, 1–16.
https://doi.org/10.1007/s11465-
000-0000-0
Pan, R. K., Sinha, S., Kaski, K., &
Saramäki, J. (2012). The
evolution of interdisciplinarity in
physics research. Scientific
Reports, 2, 1–8.
https://doi.org/10.1038/srep00551
Peters, M. A. (2017). Technological
unemployment: Educating for the
fourth industrial revolution.
Educational Philosophy and
Theory, 49(1), 1–6.
https://doi.org/10.1080/00131857.
2016.1177412
Poushter, J. (2016). Smartphone
Ownership and Internet Usage
Continues to Climb in Emerging
Economies: But advanced
economies still have higher rates
of technology use. Pew Research
Center, 1–5. Retrieved from
http://www.pewglobal.org/2016/0
2/22/smartphone-ownership-and-
internet-usage-continues-to-
climb-in-emerging-economies/
Prisecar, P. (2016). Challenges of the
Fourth Industrial Revolution.
Knowledge Horizons -
Economics, 8(1), 57–62.
https://doi.org/10.1016/B978-0-
7506-7247-4.50007-0
Puncreobutr, V. (2016). Education 4.0:
New Challenge of Learning.
Humanitarian and Socio-
Economic Sciences, 2(2), 92–97.
Retrieved from
http://scopuseu.com/scopus/index.
php/hum-se-sc/article/view/188
Ras, E., Wild, F., Stahl, C., & Baudet,
A. (2017). Bridging the Skills
Gap of Workers in Industry 4.0 by
Human Performance
Augmentation Tools, 428–432.
https://doi.org/10.1145/3056540.3
076192
Ravasoo, A. (2014). Interaction of bursts
in exponentially graded materials
characterized by parametric plots.
Wave Motion, 51(5), 758–767.
https://doi.org/10.1016/j.wavemot
i.2014.01.006
Sachsenmeier, P. (2016). Industry 5.0—The Relevance and Implications
of Bionics and Synthetic Biology.
Engineering.
https://doi.org/10.1016/J.ENG.20
16.02.015
Sanders, M. (2009). STEM, STEM
education, STEMmania. The
Technology Teacher, 68(4), 20–26.
Savić, D. (2018). Rethinking the role of grey literature in the fourth
industrial revolution. Grey
Journal, 14(Special Winter Issue),
7–14.
https://doi.org/10.1111/ijmr.1210
2/full
Schumacher, A., Erol, S., & Sihn, W.
(2016). A Maturity Model for
Assessing Industry 4.0 Readiness
and Maturity of Manufacturing
Enterprises. Procedia CIRP, 52,
161–166.
https://doi.org/10.1016/j.procir.20
16.07.040
13
Singh, I., Al-Mutawaly, N., &
Wanyama, T. (2017). Teaching
Network Technologies That
Support Industry 4.0. Proceedings
of the Canadian Engineering
Education Association, 1–5.
https://doi.org/10.24908/pceea.v0i
0.5712
Smith, B. R. L. S. (2000). The third
industrial revolution:
Policymaking for the internet
bradford, 229(1985).
Stearns, P. N. (2013). The Industrial
Revolution in World History (4th
ed.). USA: Westview Press.
Stock, T., Obenaus, M., Kunz, S., &
Kohl, H. (2018). Industry 4.0 as
enabler for a sustainable
development: A qualitative
assessment of its ecological and
social potential. Process Safety
and Environmental Protection,
118, 254–267.
Stohlmann, M., Moore, T., & Roehrig,
G. (2012). Considerations for
Teaching Integrated STEM
Education. Journal of Pre-College
Engineering Education Research,
2(1), 28–34.
https://doi.org/10.5703/12882843
14653
Ungurean, I., Gaitan, N. C., & Gaitan,
V. G. (2014). An IoT architecture
for things from industrial
environment. IEEE International
Conference on Communications,
(May).
https://doi.org/10.1109/ICComm.
2014.6866713
Wahlster, W. (2016). Industrie 4.0:
Cyber-Physical Production
Systems for Mass Customization.
The Internet of Things to Smart
Factories,P6, 49(681). Retrieved
from
http://www.dfki.de/~wahlster
Wallner, T., & Wagner, G. (2016).
Academic Education 4.0. In
International Conference on
Education and New Development.
Wan, J. (2015). Industrie 4 . 0 : Enabling Technologies.
West, M. (2012). Chief scientist SteM
educatiOn and the wOrkPlace,
(4), 1–4.
Wieman, C., & Perkins, K. (2005).
Transforming Physics Education
By using the tools of physics in
their teaching , instructors can
move students from mindless
memorization to understanding
and appreciation . Physics Today,
(November 2005), 36–41.
Wiyono, K., Ismet, I., Noprianti, N.,
Permawati, H., Saparini, S., &
Zakiyah, S. (2019). Interactive
multimedia using multiple-
intelligences-based in the lesson
of thermodynamics for high
school. Journal of Physics:
Conference Series, 1166, 012014.
https://doi.org/10.1088/1742-
6596/1166/1/012014
Wiyono, K., Setiawan, A., Paulus, C., &
Liliasari, L. (2012). Model
Multimedia Interaktif Berbasis
Gaya Belajar Untuk
Meningkatkan Penguasaan
Konsep Pendahuluan Fisika Zat
Padat. Jurnal Pendidikan Fisika
Indonesia, 8, 74–82.
Wiyono, K., Setiawan, A., & Suhadi, A.
(2009). Model pembelajaran
multimedia interaktif relativitas
khusus untuk meningkatkan
Keterampilan generik sains siswa
SMA. Jurnal Penelitian
Pendidikan IPA, 3(1), 21–30.
Wortmann, F., & Flüchter, K. (2015).
Internet of Things: Technology
and Value Added. Business and
Information Systems Engineering,
57(3), 221–224.
https://doi.org/10.1007/s12599-
015-0383-3
Xing, B., & Marwala, T. (2006).
Implications of the Fourth
Industrial Age on Higher
Education Bo Xing and Tshilidzi
Marwala. ArXiv Preprint ArXiv.
14
Zakiyah, S., Akhsan, H., & Wiyono, K.
(2019). Developing introduction
to quantum physics textbook in
the syllabus of spin particles
based on science, technology,
engineering, and mathematics
(STEM). Journal of Physics:
Conference Series, 1166, 012015.
https://doi.org/10.1088/1742-
6596/1166/1/012015
Zhou, keliang, Zhou, L., & Liu, T.
(2015). Industry 4.0: Towards
Future Industrial Opportunities
and Challenges: FSKD 2015 : 15-
17 August, Zhangjiajie, China.
12th International Conference on
Fuzzy Systems and Knowledge
Discovery, 0–5.
https://doi.org/10.1109/FSKD.201
5.7382284
15
Potensi Kearifan Lokal Pada Pembelajaran Fisika
Mustika Wati Pendidikan Fisika FKIP Universitas Lambung Mangkurat
KONDISI PENDIDIKAN FISIKA DI
INDONESIA
Pemerintah Indonesia merintis
sebuah perubahan kurikulum yang
berlaku secara nasional pada Tahun
2013. Kurikulum ini disebut sebagai
Kurikulum 2013 (K-13) dengan
branding 5M (Mengamati, Menanya,
Mengumpulkan informasi/ Mencoba,
Mengasosiasi dan Mengkomunikasikan).
Berdasarkan hasil evaluasi Kurikulum
2013 diketahui; sebagian guru
menganggap metode pembelajaran
dengan proses berpikir 5M bersifat
prosedural dan mekanistik, sehingga
membelenggu ruang kreatif dengan
menganggap bahwa metode tersebut
satu-satunya pendekatan dalam
pembelajaran (Biro Komunikasi dan
Layanan Masyarakat, 2016). Kepala
Balitbang Kemendikbud, Totok
Suprayitno (Biro Komunikasi dan
Layanan Masyarakat, 2016)
mengatakan; perbaikan kurikulum akan
dilakukan secara terus-menerus, salah
satunya adalah pemberian ruang kreatif
kepada guru untuk mengembangkan
cara mencapai kompetensi dasar (KD)
yang telah ditetapkan pada kurikulum.
Penelitian yang dilakukan
Organisation for Economic Cooperation
and Development (OECD) dengan
menggunakan Programme
Internationale for Student Assesment
(PISA) tahun 2015, Indonesia
menduduki peringkat 69 dari 76 negara
yang mengikuti tes PISA. Tes PISA
yang dilakukan untuk mengukur
kemampuan berpikir tingkat tinggi
peserta didik, yaitu meliputi kemampuan
berkomunikasi, kreatif dan berpikir
kritis. Peringkat 69 yang di raih oleh
Indonesia masih sangat jauh dari yang
diharapkan. Peringkat ini juga
menunjukkan bahwa kemampuan
berpikir tingkat tinggi peserta didik di
Indoinesia masih sangat rendah. Maka
dari itu, diperlukan pembelajaran yang
sesuai agar mampu melatihkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi
peserta didik yang erat kaitannya dengan
keterampilan pemecahan masalah
peserta didik.
Mata pelajaran fisika merupakan
salah satu subjek yang terdampak
penerapan K-13. Perubahan utamanya
terjadi pada tata urutan (sequence) serta
kompetensi yang diharapkan dapat
dicapai oleh peserta didik
(Kemendikbud, 2018). Kurikulum 2013
menghendaki peserta didik memiliki
keterampilan abad 21, yang meliputi: 1)
keterampilan belajar dan berinovasi
yang meliputi berpikir kritis dan mampu
menyelesaikan masalah, kreatif dan
inovatif, serta mampu berkomunikasi
dan berkolaborasi; 2) terampil untuk
menggunakan media, teknologi,
informasi dan komunikasi (TIK); 3)
kemampuan untuk menjalani kehidupan
dan karir, meliputi kemampuan
beradaptasi, luwes, berinisiatif, mampu
mengembangkan diri, memiliki
kemampuan sosial dan budaya,
produktif, dapat dipercaya, memiliki
jiwa kepemimpinan, dan tanggung
jawab (Kemendikbud, 2018). Menyikapi
hal tersebut seorang guru fisika
hendaknya mampu secara kreatif
memilih cara-cara pembelajaran yang
tepat sehingga tujuan pembelajaran
dapat tercapai.
Apa saja cara-cara yang
dimaksud? Antara lain: 1) pemilihan
pendekatan/ strategi/ model/ metode
pembelajaran yang mampu melatihkan
16
Higher Order Thinking Skills (HOTS),
2) pemilihan media pembelajaran
mengikuti perkembangan revolusi
industri 4.0, serta 3) penanaman nilai-
nilai karakter sesuai dengan kepribadian
bangsa yang unggul dan berdaya saing.
Oleh karena itu, saat ini Program Studi
Pendidikan Fisika PMIPA FKIP ULM
cenderung mengorientasikan skripsi
mahasiswa sebagai calon guru pada
penelitian dan pengembangan (Research
and development/ R&D). Sehingga pada
saatnya nanti, guru-guru alumni
pendidikan fisika FKIP ULM menjadi
pendidik yang unggul, berdaya saing
dan berkarakter, khususnya di
lingkungan lahan basah. Hal ini sejalan
dengan visi misi Program Studi
Pendidikan Fisika FKIP ULM Tahun
2014-2023.
KETERKAITAN PEMBELAJARAN
FISIKA DENGAN KEARIFAN
LOKAL
Fisika merupakan salah satu
cabang ilmu pengetahuan (science), oleh
karena itu metode ilmiah (scientific
method) merupakan salah satu cara
untuk memperoleh prinsip-prinsip dasar
yang mengatur tentang cahaya dan
materi serta menemukan implikasi
hukum-hukum yang berkaitan dengan
hal tersebut (Wati, 2016). Fisika
merupakan salah satu ranah etnosains
yang mentransformasikan antara sains
asli masyarakat (kearifan lokal) dengan
sains ilmiah (Novitasari, dkk, 2017).
Lahirnya etnosains tidak terlepas dari
pengetahuan yang ditemukan secara
coba-coba dan belum adanya
kemampuan untuk menerjemahkan hasil
temuannya ke dalam pengetahuan
ilmiah. Dari pemaparan ini terlihat
keterkaitan antara kearifan lokal,
kemampuan pemecahan masalah, dan
pembelajaran fisika. Permasalahan
dalam Fisika tidak sekedar perhitungan
matematis seperti yang selama ini
banyak dilatihkan oleh guru. Namun
lebih jauh, aplikasi Fisika dalam
kehidupan sehari-hari merupakan salah
satu bagian yang penting dalam berfikir
kritis, kreatif serta menemukan
pemecahan masalah otentik (Wati,
2016).
Istilah local wisdom, local genius,
kearifan lokal, yang kemudian
kemendikbud menyebutnya keunggulan
lokal sering kali tumpang tindih
pengertiannya. Pengertian local wisdom,
dalam pengertian kamus, terdiri dari dua
kata: kearifan (wisdom) dan lokal
(local). Kamus Inggris Indonesia John
M. Echols dan Hassan Syadily, local
berarti setempat, sedangkan wisdom
(kearifan) sama dengan kebijaksanaan.
Secara umum maka local wisdom
(kearifan setempat) dapat dipahami
sebagai gagasan-gagasan setempat
(local) yang bersifat bijaksana, penuh
kearifan, bernilai baik, yang tertanam
dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Kearifan lokal merupakan bentuk
kekayaan setempat berupa lingkungan,
kepercayaan, pengetahuan, norma,
kebudayaan, adat istiadat, dan wawasan
yang diwariskan serta dipertahankan
sehingga menjadi sebuah identitas dan
pandangan hidup (Kun, 2013). Kearifan
lokal secara substansial merupakan
norma yang berlaku dalam suatu
masyarakat yang diyakini kebenarannya
dan menjadi acuan dalam bertindak dan
berperilaku sehari-hari (Suastra, 2013).
Secara umum kearifan lokal muncul
melalui proses internalisasi yang
panjang dan berlangsung turun-temurun
sebagai akibat interaksi antara manusia
dengan lingkungannya. Hal ini
diwujudkan dalam aktivitas masyarakat
lokal untuk menjawab berbagai masalah
pemenuhan kebutuhan secara tepat
(Fajarini, 2014, Utari, dkk, 2016 dalam
Wati, dkk, 2017).
Seiring kemajuan zaman dan
perkembangan teknologi, pengetahuan
pun harus berkembang. Upaya
pengembangan pengetahuan bukan saja
dilakukan para ilmuwan dan pakar-pakar
yang ahli di bidangnya. Lebih dari itu,
17
hal terpenting yang perlu diterapkan
adalah penggalian potensi pengetahuan
sains pada budaya yang berkembang di
masyarakat. Pembelajaran fisika yang
berintegrasi dengan kearifan lokal
menjadi penting dalam upaya menjaga
kekayaan warisan budaya serta
mengimplementasikan pembelajaran
berwawasan lingkungan (kontekstual).
Keberadaan kearifan lokal dapat
memicu siswa untuk mengkaji dan
menelaah berbagai fenomena yang
terjadi dalam kearifan lokal secara
ilmiah, sehingga kesadaran untuk
melestarikan budaya tumbuh dalam diri
siswa. Penerapan pembelajaran sains
dengan pendekatan etnosains
memerlukan kemampuan guru dalam
menggabungkan antara pengetahuan asli
dengan pengetahuan ilmiah.
PENGEMBANGAN
PEMBELAJARAN FISIKA
BERBASIS KEARIFAN LOKAL
Pendidikan Berbasis Kearifan
Lokal merupakan usaha sadar yang
terencana melalui penggalian dan
pemanfaatan potensi daerah setempat
secara arif dalam upaya mewujudkan
suasana belajar dan proses
pembelajaran, agar peserta didik aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki keahlian, pengetahuan dan
sikap dalam upaya ikut serta
membangun bangsa dan Negara.
Langkah-langkah untuk
mengembangkan pembelajaran fisika
berbasis kearifan lokal, yaitu:
inventarisasi aspek potensi kearifan
lokal, analisis kondisi internal sekolah,
analisis lingkungan eksternal sekolah,
dan strategi penyelenggaraan
pembelajaran. Inventarisasi aspek
potensi kearifan lokal, dilakukan
dengan:
• Mengidentifikasi semua potensi
keunggulan daerah pada setiap
aspek potensi (SDA, SDM,
Geografi, Sejarah, Budaya)
• Memperhatikan potensi kearifan
lokal di kabupaten/kota yang
merupakan keunggulan kompetitif
dan komparatif.
• Mengidentifikasi dan
mengumpulkan informasi melalui
dokumentasi, observasi,
wawancara, atau literatur.
• Mengelompokkan hasil identifikasi
setiap aspek kearifan lokal yang
saling terkait.
Setelah melakukan inventarisasi aspek
potensi keunggulan lokal dilakukan
langkah kedua, yaitu menganalisis
kondisi internal sekolah, yaitu:
• Mengidentifikasi data riil internal
sekolah meliputi peserta didik,
karakteristik materi ajar, sarana
prasarana, pembiayaan dan
program sekolah.
• Mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan sekolah yang dapat
mendukung pengembangan potensi
kearifan lokal yang telah
diidentifikasi.
Langkah ketiga dalam penentuan klokal
adalah dengan melakukan analisis
lingkungan eksternal sekolah, yaitu:
• Mengidentifikasi peluang dan
tantangan yang ada dalam
pengembangan potensi
pembelajaran berbasis kearifan
lokal yang telah diidentifikasi.
Langkah keempat dalam penentuan jenis
keunggulan lokal adalah dengan
melakukan strategi penyelenggaraan
pembelajaran, yaitu bahwa yang menjadi
acuan dalam menentukan strategi
penyelenggaraan pembelajaran adalah:
• Untuk kompetensi pada ranah sikap
dapat dilakukan dengan cara
Pengembangan Diri
• Untuk kompetensi pada ranah
pengetahuan maka strateginya
adalah dengan cara
mengintegrasikan pada materi ajar
yang relevan.
• Untuk kompetensi pada ranah
keterampilan maka strateginya
18
adalah dengan mengintegrasikan
saat proses pembelajaran
Mengacu pada 3 (tiga)
keterampilan abad 21 sebagaimana yang
diinginkan kurikulum 2013 pada
pemaparan sebelumnya, pengembangan
pembelajaran fisika berbasis kearifan
lokal dapat diklasifikasikan menjadi: 1)
Pengembangan pendekatan/ strategi/
model/ metode pembelajaran fisika, 2)
Pengembangan media pembelajaran
fisika, 3) Pengembangan pembelajaran
fisika untuk melatihkan karakter lokal
masyarakat. Pengembangan pendekatan/
strategi/ model/ metode pembelajaran,
salah satunya dengan menggunakan
pendekatan kontekstual. Misalnya,
peserta didik diajak untuk mencermati
proses pembuatan dodol (kearifan lokal
Kota Kandangan, Kalimantan Selatan)
dan mengaitkannya dengan pokok
bahasan suhu dan kalor (Wati, dkk,
2017). Pengembangan modul,
pengembangan alat peraga dan
pengembangan media lain berbasis
kearifan lokal, misalnya, pengembangan
alat peraga berbahan dasar kayu yang
banyak terdapat di daerah Banjarmasin,
pada materi usaha dan energi (Maharani,
dkk, 2017).
CONTOH KEARIFAN LOKAL
YANG DAPAT DIKAITKAN
DENGAN PEMBELAJARAN
FISIKA
Indonesia sebagai negara kesatuan
dengan ragam budaya yang tersebar di
berbagai penjuru wilayah tidak akan
kekurangan referensi pembelajaran
berbasis budaya. Sebagai contoh budaya
masyarakat pesisir yang identik dengan
ritual mappanretasi seperti halnya tradisi
sedekah laut di Tanag Bumbu.
Kemudian budaya yang dikemas dalam
bentuk kesenian seperti Reog Ponorogo,
serta perpaduan antara unsur seni dan
olahraga seperti semi bela diri pencak
silat di Madiun. Permainan tradisional
seperti balogo dan bagasing yang
mengaplikasikan konsep impuls dan
momentum. Tradisi Baayun Maulid
yang mengaplikasikan konsep gaya dan
getaran. Sebagai cara melestarikan
kearifan lokal suatu daerah maka perlu
diskenariokan dalam proses
pembelajaran. Berikut beberapa hasil
penelitian yang mengaitkan kearifan
lokal dengan pembelajaran fisika:
• Pengembangan Modul Fisika
Berintegrasi Kearifan Lokal Hulu
Sungai Selatan (Wati dkk., 2017)
• Developing a Physics Module
Based on The Local Wisdom of
Hulu Sungai Tengah Regency to
Train The Murakata Character
(Hartini dkk., 2018)
• Pengembangan Modul Fisika
Berintegrasi Kearifan Lokal
Membuat Minyak Lala Untuk
Melatih Karakter Sanggam
(Oktaviana dkk., 2017)
• The Development of Physics
Teaching Materials Based on Local
Wisdom to Train Saraba Kawa
Character (Hartini dkk., 2018)
• Model Pembelajaran Fisika Untuk
Mengembangkan Kreativitas
Berpikir dan Karakter Bangsa
Berbasis Kearifan Lokal Bali
(Suastra, 2013)
• Developing The Physics Module
Containing Quranic Verses to Train
The Local Wisdom Character
(Mastuang dkk., 2019)
DAFTAR PUSTAKA
Biro Komunikasi dan Layanan
Masyarakat. (2016). JENDELA
Pendidikan dan Kebudayaan,
Edisi III. Kemendikbud: Jakarta.
Hartini, S., Isnanda, M. F., Wati, M.,
Misbah, M., An’nur, S., & Mahtari, S. (2018, September).
Developing a physics module
based on the local wisdom of
Hulu Sungai Tengah regency to
train the murakata character. In
Journal of Physics: Conference
19
Series (Vol. 1088, No. 1, p.
012045). IOP Publishing.
Hartini, S., Firdausi, S., Misbah, M., &
Sulaeman, N. F. (2018). The
Development of Physics Teaching
Materials Based on Local
Wisdom to Train Saraba Kawa
Character. Jurnal Pendidikan IPA
Indonesia, 7(2), 130-137.
Kemendikbud RI. (2018). Silabus Mata
Pelajaran Fisika Sekolah
Menengah Atas/ Madrasah
Aliyah (SMA/ MA).
http://www.arsipguru.web.id/2018
/01/silabus-fisika-smama-k13-
revisi-terbaru.html. Diakses
Tanggal 18 Maret 2019.
Kun, P. Z. (2013, September).
Pembelajaran Sains Berbasis
Kearifan Lokal. In Prosiding:
Seminar Nasional Fisika dan
Pendidikan Fisika (Vol. 4, No. 1).
Mastuang, M., Misbah, M., Yahya, A.,
& Mahtari, S. (2019, February).
Developing The Physics Module
Containing Quranic Verses To
Train The Local Wisdom
Character. In Journal of Physics:
Conference Series (Vol. 1171,
No. 1, p. 012018). IOP
Publishing.
Novitasari, L., Agustina, P. A., Sukesti,
R., Nazri, M. F., & Handhika, J.
(2017, August). Fisika, etnosains,
dan kearifan lokal dalam
pembelajaran sains. In Prosiding
SNPF (Seminar Nasional
Pendidikan Fisika) (pp. 81-88).
Oktaviana, D., Hartini, S., & Misbah, M.
(2017). Pengembangan Modul
Fisika Berintegrasi Kearifan
Lokal Membuat Minyak Lala
Untuk Melatih Karakter Sanggam.
Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika,
5(3), 272-285.
Suastra, W. (2013). Model pembelajaran
fisika untuk mengembangkan
kreativitas berpikir dan karakter
bangsa berbasis kearifan lokal
Bali. JPI (Jurnal Pendidikan
Indonesia), 2(2).
Wati, Mustika. (2016). Pengaruh Model
Pembelajaran dan Jenis Asesmen
terhadap Kemampuan Pemecahan
Masalah Fisika setelah
Mengontrol Pengetahuan Awal
Siswa (Eksperimen di SMAN 7
Banjarmasin). Disertasi tidak
dipublikasikan. Jakarta:
Universitas Negeri Jakarta.
Wati, M., Hartini, S., Misbah, M., &
Resy, R. (2017). Pengembangan
Modul Fisika Berintegrasi
Kearifan Lokal Hulu Sungai
Selatan. Jurnal Inovasi Dan
Pembelajaran Fisika, 4(2).
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
20
Integrasi Kearifan Lokal dalam Pembelajaran Fisika dalam Rangka
Menyiapkan Sumber Daya Manusia Berkarakter Kuat Menyongsong
Era Revolusi Industri 4.0
I Wayan Suastra
Universitas Pendidikan Ganesha
Act Locally Thinks Globally
PENDAHULUAN
Era revolusi industri 4.0
merupakan abad yang sering disebut era
disruption (kekacauan/disrupsi), penuh
dengan kompleksitas dan ketidakpastian
serta menghasilkan generasi milenia
yang antara lain memiliki ciri-ciri:
kecanduan internet (sebagian besar
waktunya untuk internet/sosial media),
suka bekerja, suka bermain, bersenang-
senang, hidupnya konsumtif, dan kurang
perhatian.
Gardner (2007) menyatakan
bahwa untuk menghadapi tantangan
masa depan yang begitu kompleks dan
cepat ini adalah dengan menguasai lima
pikiran untuk masa depan (five minds for
the future) yang meliputi: pikiran
terdisiplin, pikiran menyintesis, pikiran
mencipta, pikiran merespek, dan pikiran
etis. Artinya, selain sumber daya
manusia itu cerdas (smart), juga
diperlukan pikiran dan perilaku etis
(karakter baik/good character).
Saat ini berbagai persoalan
dialami bangsa Indonesia, seperti
maraknya intoleransi, radikalisme,
terorisme, fitnah di media sosial (Hoak),
korupsi, pemerasan/kekerasan
(bullying), penggunaan narkoba (Badan
Narkotika Nasional menyatakan ada
lebih dari 3,6 juta penduduk pecandu
narkoba di Indonesia tahun 2010),
rapuhnya rasa kebangsaan baik dari
kalangan masyarakat biasa sampai yang
berpendidikan tinggi, serta adanya
sekelompok masyarakat yang ingin
mengganti dasar negara kita Pancasila
yang berlandaskan kebhinekaan dengan
ideologi lain. Persoalan ini tidak bisa
dibiarkan begitu saja karena akan
berakibat pada runtuhnya tatanan
kebangsaan kita. Salah satu yang diduga
sebagai penyebab persolan ini adalah
kurang ditanamkannya secara baik
karakter kebangsaan dalam proses
pendidikan di sekolah. Hal ini sesuai
dengan pendapatnya Zamroni (2000:1)
yang mengatakan bahwa dewasa ini,
pendidikan cenderung menjadi sarana
"stratifikasi sosial" dan sistem
persekolahan yang hanya mentransfer
kepada peserta didik apa yang disebut
sebagai dead knowledge, yaitu
pengetahuan yang terlalu bersifat
hafalan (textbookish), sehingga
bagaikan sudah diceraikan dari akar
budayanya. Lebih lanjut, Suastra (2017)
menyatakan bahwa nilai-nilai kearifan
lokal yang ada di masyarakat kurang
mendapat perhatian dalam proses
pembelajaran di sekolah, padahal nilai-
nilai tersebut masih sangat relevan
diterapkan dalam kehidupan
bermasyarat dan dapat menjaga
keutuhan banga Indonesia. Fenomena ini
mengindikasikan kegagalan dalam
bidang dalam mengembangkan
pendidikan nilai. Lebih lanjut, Widja
(2016) mengatakan bahwa carut-
marutnya bangsa ini disebabkan karena
adanya disfungsi sekolah dalam
pendidikan budi pekerti (moral). Kurang
baiknya moral siswa berakibat pada
rendahnya karakter siswa adalah
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
21
indikator kegagalan guru dalam
mengintegrasikan pengetahuan tentang
nilai menjadi tindakan yang positif
(Lickona, 1999; Lopes, et al, 2013; Abu,
et al, 2014; Aisah, 2014). Sudah
saatnya segera dibangun kembali
kesadaran akan pentingnya pembinaan
karakter bagi insan Indonesia melalui
pendidikan yang bermutu. Sesuai
dengan pendapatnya Elmubarok (2008)
yaitu, mengumpulkan yang terserak,
menyambung yang terputus, dan
menyatukan yang tercerai.
Berkenaan dengan tuntutan
kebutuhan dunia kerja di masa depan,
National Association College Employers
(NACE) tahun 2015 menguraikan
bahwa 5 teratas keterampilan-
keterampilan yang dibutuhkan dunia
usaha adalah 1) kemampuan bekerja
dalam tim (4,55), 2) kemampuan
mengambil keputusan yang tepat dan
pemecahan masalah (4,50), 3)
merencanakan, mengorganisasi, dan
memprioritaskan pekerjaan (4,48), 4)
kemampuan memperoleh informasi dan
memproses informasi (4,48), serta 5)
kemampuan menganalisis data
kuantitatif (4,37) dengan skor maksimal.
Artinya, untuk mengantisipasi
perkembangan dunia yang begitu cepat
dan kompleks ini diperlukan sumber
daya manusia yang berkualitas dan
berdaya saing tinggi dengan
menekankan pada karakter (kecerdasan
sosial, kecerdasan emosiaonal, dan
kecerdasan spiritual).
Rendahnya kualitas pendidikan
tidak bisa lepas dari peran guru dalam
proses pendidikan. Perhatian utama
dalam upaya meningkatkan kualitas
pendidikan adalah meningkatkan
kualitas guru. Jadi, gurulah yang
memegang peranan sentral dalam proses
pendidikan, di samping faktor-faktor
lainnya seperti: kurikulum, serta sarana
dan prasarana pendukung lainnya. Guru
merupakan unsur penentu terciptanya
mutu pelayanan dan hasil pendidikan
(Zamroni, 2001). Oleh karena itu,
bangsa Indonesia memerlukan guru
yang cerdas, arif, dan berkarakter
Indonesia agar mampu menghasilkan
sumber daya manusia yang kompeten,
cerdas, dan berkarakter bangsa
Indonesia yang kuat.
ASPEK BUDAYA PADA
PEMBELAJARAN FISIKA
Untuk mempelajari proses
pembelajaran fisika di sekolah, selain
memakai teori psikologi yang berakar
pada konstruktivisme individu (personal
constructivism) dan perspektif sosiologi
yang bertumpu pada konstruktivisme
sosial (social constructivism), para
peneliti dan ahli pendidikan sains saat
ini mencoba untuk menggunakan kajian
teori anthropologi (anthropological
perspective). Yang terakhir ini mencoba
melihat proses pembelajaran fisika di
sekolah pada setting budaya masyarakat
sekitar (Suastra, 2005; Cobern dan
Aikenhead, 1996). Menurut perspektif
antropologi, pembelajaran fisika
dianggap sebagai transmisi budaya
(cultural transmission) dan
pembelajaran fisika sebagai
"penguasaan" budaya (cultural
acquisition). Dengan demikian, proses
belajar mengajar fisika di kelas dapat
diibaratkan sebagai proses pemindahan
dan perolehan budaya dari guru dan oleh
murid. Untuk pembatasan, kata budaya
(culture) yang dimaksud di sini adalah
suatu sistem atau tatanan tentang simbol
dan arti yang berlaku pada interaksi
sosial suatu masyarakat (Geertz, 1992).
Berdasarkan batasan ini, fisika dapat
dianggap sebagai subbudaya
kebudayaan Barat (Euro-Amerika). Oleh
karena itu, sains asli (budaya lokal) dari
suatu komunitas di Indonesia (non-
Barat) adalah subbudaya dari
kebudayaan komunitas tersebut.
Pengaruh sains barat sangat kuat
pada pembelajaran fisika (sains) di
sekolah yang tujuan utamanya adalah
transmisi budaya dari budaya negara
yang dominan (Stanley dan Brickhouse,
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
22
2001). Pentransmisian subkultur sains
dapat mendorong dan dapat
menghancurkan atau memisahkan. Jika
subkultur sains pada umumnya harmonis
dengan budaya sehari-hari siswa,
pembelajaran sains akan memiliki
kecenderungan untuk memperkuat
pandangan siswa terhadap alam semesta,
dan hasilnya adalah inkulturasi
(Hawkins dan Pea, 1987). Jika
inkulturasi terjadi, maka berpikir ilmiah
siswa tentang kehidupan sehari-hari
akan meningkat. Tetapi jika subkultur
sains berbeda dengan budaya sehari-hari
siswa tentang alam semesta, seperti yang
terjadi pada kebanyakan siswa (Costa,
1995; Ogawa, 2002), maka
pembelajaran sains akan memiliki
kecenderungan untuk menghancurkan
atau memisahkan pandangan siswa
terhadap alam sehingga siswa akan
meninggalkan atau meminggirkan cara
asli mereka. Hasilnya adalah asimilasi
(Jegede & Aikenhead, 2000) yang
konotasinya sangat negatif sebagai
bukti adanya “hegemoni pendidikan” atau “imperialisme budaya” (Battiste dalam Cobern & Aikenhead, 1996:5).
Siswa akan berjuang menegosiasi untuk
menembus batas antara subkultur yang
asli dan subkultur sains. Tetapi, dalam
kenyataannya, siswa sering menolak
aspek-aspek penting budayanya sendiri.
Sebagai contoh, dalam penelitian yang
berseri dari tahun 1972 sampai tahun
1980 di Papua New Guenia telah
ditemukan pengaruh tersembunyi yang
signifikan terhadap terjadi pemisahan
siswa dari budaya tradisionalnya. Pada
sekolah-sekolah yang lebih formal,
siswanya lebih menerima alienisasi.
Untuk kasus di Bali, hal itu dapat dilihat
dari makin banyaknya kerusakan
lingkungan alam seperti rusaknya hutan
lindung, terleklamasinya pantai untuk
kepentingan hotel, rusaknya terumbu
karang di berbagai tempat, makin
sedikitnya hutan, serta makin
berkurangnya binatang langka yang ada
di Bali (burung jalak Bali, Penyu hijau,
burung kokokan), serta makin
berkurangnya bangunan-bangunan
tradisional Bali yang penuh dengan
nilai-nilai kearifan tradisional.
KESULITAN SISWA
(MASYARAKAT TIMUR) DALAM
BELAJAR SAINS (FISIKA)
Para ahli yang berkecimpung
dalam penelitian tentang keterlibatan
nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh
siswa dalam proses pembelajaran sains
menggunakan sebuah metafora atau
pengkiasan yang diberi nama "metafora
sang pelintas batas” (border crossing
methaphor) untuk menjelaskan proses
pembelajaran sains dari perspektif
antropologi (Jegede & Aikenhead, 2000;
Wahyudi, 2003:7). Menurut metafora
ini, siswa dianggap sebagai sang pelintas
batas antara dua budaya, yaitu nilai-nilai
budaya keseharian mereka dengan nilai-
nilai budaya sains di sekolah yang pada
dasarnya didominasi oleh budaya sains
Barat. Kata "batas" di sini adalah "batas
imajiner" yaitu batas yang ada dalam
pikiran, bukan batasan secara material.
Menggunakan metafora ini, Costa
(1995) mengelompokkan siswa ke
dalam lima kategori berdasarkan cara
mereka masuk ke dalam budaya sains di
kelas dari budaya keseharian mereka,
seperti digambarkan dalam gambar 1
berikut.
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
23
Gambar 1 Proses Usaha Kelima Kelompok Siswa dalam Melintasi "Batas" Budaya
Keterangan :
CB = cultural border (batas budaya)
IDKS = Idon’t know students
PS = potential scientist student
OS = Outsider students
OSK = other smart kids
Kelompok pertama disebut
dengan “Potential Scientist ” (PS). Siswa dalam kelompok ini dapat dengan
mudah melintasi batas kedua budaya
(CB) yaitu budaya sekolah sains dan
budaya keseharian mereka secara alami,
seolah-olah batas tersebut tidak ada bagi
mereka. Kelompok kedua disebut
dengan “Other Smart Kids” (OSK), yaitu kelompok siswa yang dapat
melewati batas dengan baik, namun
mereka masih menganggap dan
mengakui sains sebagai sebuah budaya
asing. Siswa dalam kelompok ini
kebanyakan suka menggunakan cara
“cerdas" untuk berhasil dalam
pembelajaran sains. Mereka dapat
membangun konstruks pengetahuan
sains di dalam skemata mental mereka
dan menyimpannya dalam memori
jangka panjang yang hanya dapat
diakses lagi ketika diperlukan pada saat
ujian. Kelompok ketiga adalah “I Don’t
Know Students” (IDKS), yaitu suatu
kelompok yang menghadapi masalah
serius dalam melintasi batas kedua
budaya tersebut, tetapi mau belajar
untuk mengatasinya, dan berhasil
menggunakan cara Fatima’s Rule secara
terus menerus. Kelompok ini mungkin
berhasil di dalam ujian pelajaran sains,
namun mereka tidak memahami konsep
sains secara komprehensif. Mereka
cenderung menghafal konsep, bukan
memahaminya. Kelompok keempat
adalah “Outsider” (OS), yaitu kelompok siswa yang cenderung terasing selama
proses pembelajaran sains berlangsung.
Kelompok ini menghadapi masalah
besar dalam usaha melintasi batas
budaya. Kelompok siswa ini hampir
tidak mungkin dapat melintasi batas
tersebut. Hal ini disebabkan oleh begitu
kuatnya pengaruh nilai kebudayaan
keseharian mereka, dibandingkan
dengan konsep-konsep sains yang
mereka pelajari di kelas. Kelompok
terakhir adalah “Inside Outsider” yaitu suatu kelompok yang merasakan
diskrimasi budaya oleh sains modern
sehingga mereka merasakan tidak
mungkin dapat menembus batas kedua
budaya tersebut. Kelompok ini
School’s Culture
School Science Culture
PS
CB
Student Prior Beliefs
OS
OSK & IDKS
IOS
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
24
sebenarnya memiliki keinginan yang
besar, namun menjadi asing di
kelas/sekolah karena kelas/sekolah
tidak menyediakan tempat untuk nilai-
nilai budaya siswa (student’s prior belief). Akibatnya, mereka merasa
terpinggirkan (teralienisasi) sehingga
tidak mendapatkan pengetahuan sains
yang bermakna bagi hidup mereka.
Ogunniyi (Aikenhead, 2000:8)
menjelaskan bahwa “pandangan asli
yang bertentangan dengan pemikiran
sains Barat tidak menghalangi
pemahaman sains siswa dan bahkan
pandangan asli dan pandangan ilmiah
tentang dunia dimungkinkan untuk
diajarkan secara silmultan”. George
(2001:3) menyatakan dua hal (1) Pada
belajar kolateral paralel (parallel
collateral learning), siswa dapat
memiliki kedua skemata yang hanya
sedikit persamaannya (sains aslinya
belum dapat dijelaskan sains Barat), dan
akan menerima skemata yang terbaik
dan cocok dengan situasi yang
dimilikinya. (2) Melalui belajar
kolateral yang menguatkan (secured
collateral learning), siswa dapat dengan
mudah menyelesaikan konflik
skematanya karena hanya sedikit
perbedaan. Siswa mungkin akan
memperoleh pemahaman yang lebih
baik tentang kedua skemata karena
sedikit perbedaan (sains aslinya dapat
dijelaskan dengan sains Barat).
Berdasarkan uraian tersebut,
jelas bahwa siswa dalam konteks
masyarakat tradisional (Timur termasuk
Indonesia) akan mengalami kesulitan
yang lebih besar dibandingkan dengan
siswa dari negara Barat dalam
mengkonstruksi sains dan sikap-sikap
ilmiah. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan konsep, pemaknaan
(epistemologi), dan cara memperoleh
pengetahuan mereka. Oleh karena itu,
dalam pembelajaran sains di sekolah,
perlu adanya bridging gap agar terjadi
keharmonisan budaya yang datang dari
Barat dengan budaya yang mereka
miliki sebagai warisan leluhur mereka
dan bagian dari kehidupan keseharian
mereka. Dengan demikian, budaya yang
dimiliki siswa dalam masyarakat
tradisional tidak begitu saja hilang
dengan datangnya budaya sains Barat,
tetapi dapat berjalan secara paralel dan
bahkan dapat menguatkan budaya yang
telah ada sebelumnya (inkulturasi).
PENTINGNYA PENDIDIKAN
KARAKTER BERBASIS
KEARIFAN LOKAL DI DALAM
PEMBELAJARAN
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2008), karakter merupakan
sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi
pekerti yang membedakan seseorang
dengan yang lain. Dengan demikian,
karakter adalah nilai-nilai yang unik-
baik yang terpatri dalam diri dan
terejawantahkan dalam perilaku. Lebih
lanjut diuraikan dalam Disain Induk
Pembangunan Karakter Bangsa 2010-
2015 dimaknai sebagai tahu nilai
kebaikan, mau berbuat baik, dan nyata
berkehidupan baik. Jadi, karakter dalam
tulisan ini adalah seperti yang
dinyatakan terakhir. Sebagai identitas
atau jati diri suatu bangsa, karakter
merupakan nilai dasar perilaku yang
menjadi acuan tata nilai interaksi antara
manusia. Secara universal karakter
dirumuskan sebagai nilai hidup bersama
berdasarkan atas pilar: kedamaian
(peace), menghargai (respect), kerja
sama (cooperation), kebebasan
(freedom), kebahagiaan (happiness),
kejujuran (honesty), kerendahan hati
(humility), kasih sayang (love), tanggung
jawab (responsibility), kesederhanaan
(simplicity), toleransi (tolerance), dan
persatuan (unity) (Samani & Hariyanto,
2011).
Pendidikan karakter adalah
upaya sadar dan sungguh-sungguh dari
seorang guru untuk mengajarkan nilai-
nilai kepada para siswanya (Winston,
2010). Pendidikan karakter telah
menjadi sebuah pergerakan pendidikan
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
25
yang mendukung pengembangan sosial,
pengembangan emosional, dan
pengembangan etik para siswanya.
Dengan demikian, pendidikan karakter
adalah merupakan upaya sadar dan
sistematis baik oleh sekolah maupun
pemerintah untuk membantu siswa
mengembangkan nilai-nilai pokok (core
vaule) nilai-nilai etik dan nilai-nilai
kinerja, seperti kepedulian, kejujuran,
kerajinan, fairness, keuletan, dan
ketabahan (fortitude). Lebih lanjut
Burke (2001) mengatakan bahwa
pendidikan karakter merupakan bagian
dari pembelajaran yang baik dan
merupakan bagian fundamental dari
pendidikan yang baik atau dapat juga
dikatakan sebagai pengembangan
karakter yang mulia (good character).
Karakter adalah sesuatu yang
sangat penting dan vital bagi tercapainya
tujuan hidup. Karakter merupakan
dorongan pilihan untuk menentukan
yang terbaik dalam hidup. Sebagai
bangsa Indonesia setiap dorongan
pilihan itu harus dilandasi oleh
Pancasila. Sementara itu sudah menjadi
fitrah bangsa Indonesia untuk menjadi
bangsa yang multi suku, multi ras, multi
bahasa, multi adat, dan tradisi. Untuk
tetap menegakkan Negara Kesatuan
Republik Indonesia maka kesadaran
untuk menjunjung tinggi Bhineka
Tunggal Ika merupakan siatu condisio
sine quanon, syarat mutlak yang tidak
dapat ditawar-tawar lagi, karena pilihan
lainnya adalah runtuhnya negara ini.
Karakter yang berlandaskan Pancasila
adalah karakter yang dijiwai oleh kelima
sila Pancasila secara utuh dan
komprehensif yaitu: bangsa yang
berketuhanan Yang Maha Esa, bangsa
yang menjunjung tinggi kemanusiaan
yang adil dan beradab, bangsa yang
mengedepankan persatuan dan kesatuan
bangsa, dan bangsa yang demokratis dan
menjunjung tinggi hukum dan hak
hasasi manusia, serta bangsa yang
mengedepankan keadilan dan
kesejahteraan. Begitu pentingnya
karakter dalam konteks universal
sehingga Wiliam Franklin Graham,Jr
mengatakan sebagai berikut.
When wealth is lost, nothing is lost
When health is lost, something is lost
When character is lost, everything is lost
(Bila harta benda yang hilang, tidak ada
sesuatu berarti yang hilang
Bila kesehatan hilang, ada sesuatu yang
hilang
Bila karakter yang hilang, segala
sesuatunya hilang)
Berkenaan karakter berbasis nilai
kearifan lokal Bali yang dapat
dikembangkan dalam pembelajaran
fisika telah ditemukan Suastra (2017b),
yaitu seperti yang tertuang pada Tabel 1
berikut ini.
No Aspek Karakter Indikator
1 Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam
melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya
Mengagumi kebesaran Tuhan atas
fenomena-fenomena fisika (gejala alam)
yang menakjubkan dan tersembunyi
Merasakan kebesaran Tuhan dengan
keberagaman yang ada di dunia
2 Berkata Benar Dan Berbuat Jujur
Perilaku yang menyatukan pikiran,
perkataan, dan tindakan yang benar
(Tri Kaya Parisudha)
Mau mengemukakan sesuatu yang
diyakinininya benar
Jujur dalam mengerjakan tugas atau tes
fisika
Terbuka dalam mengungkapkan kesulitan
belajarnya baik kepada teman maupun
guru
3 Toleransi (Tattwamasi, Menyama Tidak membedakan suku, ras, agama
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
26
Braya)
Sikap persaudaraan tanpa membedakan
agama, suku, etnis, sosial ekonomi,
dan jenis kelamin
dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah
Mau menerima pendapat yang berbeda
dari teman lainnya bila diyakininya benar
4 Tanggung Jawab (Sesana Atau
Swadharma)
Rasa dan sikap tanggung jawab
terhadap tugas dan kewajibannya
Menggunakan waktu secara efektif untuk
menyelesaikan tugas-tugas di kelas dan di
luar kelas
Mengerjakan tugas fisika dengan teliti
dan rapi serta mengumpulkannya tepat
waktu
Selalu berusaha untuk mencari informasi
tentang materi pelajaran fisika dari
berbagai sumber
5. Rasa Ingin Tahu (Sekadi Nyampat
(Menyapu), Hilang Luhu Buke
Katah)
Bertanya,mendiskusikan, dan ingin
menyelidiki/mengetahui berbagai
peristiwa yang ada di alam
Selalu membaca buku keilmuan,sains,
teknologi, dan budaya
Selalu ingin mencoba melakukan
penyelidikan terkait fenomena alam yang
berhubungan dengan fisika
Selalu ingin mencari tahu jawaban lain
dari permasalahan fisika yang
dipecahkannya
6 Jengah
Sikap dan perilaku malu jika gagal atau
tidak bisa menyelesaikan tugas
maupun kewajibannya
Malu bila tidak bisa menyelesaikan tugas-
tugas yang diberikan oleh guru
Malu ketahuan menyontek dalam
ulangan/ujian fisika
Malu jika tidak bisa berkontribusi dalam
setiap kegiatan pembelajaran
7 Suka Bekerja Keras Dan Dermawan
Melakukan pekerjaan sampai
memperoleh hasil yang memuaskan
dan bermanfaat bagi diri dan orang lain
Atharwaveda XX.18.3
Atharwaveda III.24.5
Tekun mengikuti pembelajaran untuk
memperoleh hasil yang memuaskan
Suka menolong atau membantu teman
yang memerlukan bantuan
8 Peduli Dan Bersahabat Dengan
Alam(Sekadi Manik Ring Cacupu)
Sikap dan tindakan yang selalu
berupaya menjaga dan melestarikan
lingkungan alam di sekitarnya
Atharwaveda IX.10.12
Merencanakan dan melaksanakan
berbagai kegiatan pencegahan kerusakan
lingkungan
Mampu mengambil keputusan yang tepat
dalam mencegah maupun mengatasi
kerusakan lingkungan
9 Merefleksi Diri (Mulat Sarira)
Sikap dan tindakan yang selalu
melakukan perenungan terhadap
pikiran, perkataan, dan tindakan yang
telah dilakukan untuk perbaikan di
masa depan
Selalu merenungkan perbuatan yang telah
dilakukannya dan memperbaiki yang
salah
Tidak suka mencari-cari kesalahan orang
lain bila mengalami permasalahan atau
kegagalan atas dirinya
Tabel 1 menunjukkan bahwa ada
9 aspek karakter baik/positif dari budaya
lokal/kearifan lokal Bali yang bisa
dikembangkan dalam pembelajaran
fisika di sekolah, yaitu: religius, berkata
benar dan berbuat jujur, toleransi,
bertanggung jawab, rasa ingin tahu,
jengah, dan merefleksi diri (mulat
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
27
sarira). Aspek-aspek karakter berbasis
kearifan lokal Bali ini digali dari sikap
dan perilaku masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari yang dijiwai dari
kitab suci Hindu seperti Begawad gita,
Regveda, Atharwa veda, Silakramaning
Aguron-guron, dan Tri Kaya Parisudha.
Sumber lainnya juga diperoleh dari
filosofi yang berkembang dalam
masyarakat Bali yaitu Tri Hita Karana,
yang berarti keharmonisan antara
manusia dengan Tuhan (religius),
manusia dengan sesama manusia
lainnya, dan manusia dengan butha/alam
semesta. Suja (2000:56-57) mengatakan
bahwa hubungan manusia (Prajah)
dengan Tuhan (Prajapati) didasarkan
atas konsep Kawula Gusti, dalam artian
Tuhan adalah Gusti (penguasa),
sedangkan manusia adalah pelayan-
pelayan Tuhan dengan bhaktinya yang
tulus. Hubungan manusia dengan
sesama manusia didasarkan pada konsep
Tat Twam Asi, yang mengajarkan bahwa
sesama manusia adalah sama. Kita
semua (tanpa dibatasi oleh label apapun)
adalah bersaudara, va suduiva kutum
bhakam. Sebagai sesama manusia kita
harus saling menyayangi, saling
menghormati, dan saling melayani.
“Perlakukan orang lain, sebagaimana engkau inginkan diperlakukan orang lain
kepada dirimu”. Keserasian hubungan
manusia dengan alam mengambil
perumpamaan “kadi manik ring
cecupu”. Manusia diumpamakan sebagai manik (janin), sedangkan alam sebagai
cecupu (rahim). Konsep ini mengandung
makna bahwa manusia harus hidup
dilingkupi oleh alam, dan dari alamlah
manusia memperoleh makanan atau
sarana untuk hidup. Dalam posisi ini
jelas tampak bahwa manusia hidup
bebas dalam keterikatan dengan alam.
Manusia bebas mengambil apa saja dari
alam, tetapi dia wajib menjaga
kelestariannya. Jika alam rusak, maka
manusia pasti akan hancur. Atas dasar
itu, manusia sudah selayaknya harus
hormat terhadap alam. Pustaka suci
Weda menyatakan, “Bumi ini adalah ibu kita, kita adalah putra-putranya
(Atharwaveda, XII:1.12), serta “Bumi adalah ibu, dan langit adalah ayah kita
(Yayurveda XXV:17). Semua karakter
berbasis nilai kearifan lokal tersebut
pada dasarnya diilhami dari pandangan
alam semesta masyarakat Bali seperti
yang diungkapkan Suastra (2017) yang
menyatakan bahwa spiritualitas terdapat
di dalam unsur-unsur kosmos (bhuwana
agung/makrokosmos) dan manusia
sebagai unsur mikrokosmos (buana alit)
serta manusia bertanggung jawab untuk
menjaga keharmonisan hubungan
dengan Tuhan, manusia, dan alam di
mana mereka berada. Temuan lainnya,
seperti rasa jengah (perasaan malu kalau
tidak berhasil) merupakan kata sehari-
hari yang dipesankan orang tua jika
mengerjakan sesuatu pekerjaan.
Hendaknya dikerjakan secara
bersungguh-sungguh dan bertanggung
jawab sehingga tidak menimbulkan rasa
malu bagi diri sendiri, keluarga, dan
masyarakat (desa). Rasa ingin tahu,
diambil dari konsep nyanyian sebagai
pesan dari para tetua (ayah, ibu, nenek,
kakek) kepada anak-cucunya, de ngaden
awak bisa depang anake ngadanin,
geginane buka nyampat, ilang luhu
buke katah, wiadin ririh enu liu
pelajahan. Artinya, jangan sombong
kalau bisa, seperti halnya menyapu,
hilang sampah maka debu akan datang
lagi. Biarpun pintar masih banyak yang
harus dipelajari karena ilmu itu tidak ada
habis-habisnya. Jangan cepat puas
terhadap ilmu yang dimiliki. Dengan
demikian, pesan utamanya sebenarnya
adalah belajarlah sepanjang hayat.
MENERAPKAN MODEL
PEMBELAJARAN FISIKA
BERBASIS BUDAYA LOKAL DI
SEKOLAH
Suastra (2017) menelaskan
langkah-langkah pembelajaran fisika
berbasis budaya untuk mengembangkan
kompetensi dasar fisika dan karakter
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
28
berbasis budaya lokal seperti Gambar 1
berikut. Ada 5 tahapan pokok dalam
pembelajaran meliputi 1) kegiatan awal ,
2) fase penyelidikan dari berbagai
perspektif, 3) fase aplikasi konsep, dan
4) kegiatan akhir.
Gambar 2. Langkah pembelajaran fisika berbasis budaya (Suastra, 2010)
Beberapa prinsip yang harus
diperhatikan oleh guru dalam
mengembangkan pembelajaran sains
berbasis budaya lokal sebagai berikut.
(1) Memberi kesempatan kepada siswa
untuk mengekspresikan pikiran-
pikirannya, untuk mengakomodasi
konsep-konsep atau keyakinan yang
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
29
dimiliki siswa yang berakar pada
budaya lokal. Misalnya:
mengangkat topik bangunan rumah
tradisional Bali (angkul-angkul,
rumah bertiang, bale kulkul, meru
bertumpang), kegiatan pengabenan
dengan bade yang tinggi, instrumen
gamelan, pembuatan gamelan, dan
sebagainya.
(2) Menyajikan kepada siswa contoh-
contoh keganjilan (discrepant
events) yang sebenarnya hal biasa
menurut konsep-konsep sains
Barat.
(3) Berperan untuk mengidentifikasi
batas budaya yang akan dilewatkan
serta menuntun siswa melintasi
batas budaya sehingga membuat
masuk akal bila terjadi konflik
budaya yang muncul. Guru dapat
menggunakan teori belajar kolateral
dalam mengatasi persolan
perbedaan pandangan asli siswa
dengan teori sains (Barat).
(4) Mendorong siswa untuk aktif
bertanya, berdiskusi, dan
melakukan pengujian dari berbagai
perspektif: sejarah, budaya lokal,
maupun secara ilmiah (metode
ilmiah).
(5) Memotivasi siswa agar menyadari
akan pengaruh positif dan negatif
sains Barat dan teknologi bagi
kehidupan dalam dunianya (bukan
pada kontribusi sains Barat dan
teknologi untuk menjadikan mono-
kultural dari elit yang memiliki hak
istimewa).
(6) Pada saat tertentu lakukan
persentasi dengan penjelasan lebih
dari satu teori tentang fenomena
melalui diskusi kelas.
SIMPULAN
Integrasi nilai kearifan lokal
dalam pembelajaran fisika akan mampu
menumbuhkembangkan tidak hanya
pemahaman dan aplikasi konsepnya
meningkat, tetapi karakter kebangsaan
siswa juga akan tumbuh baik. Yang
terpenting adalah bagaimana guru fisika
mampu mengelola kearifan lokalnya
sebagai sumber belajar yang efektif dan
mampu memfasilitasi belajar siswa
secara arif menjembatani budaya lokal
siswa menuju budaya ilmiah (cultural
border). Dengan demikian,
pembelajaran fisika di sekolah tidak lagi
menjadi pelajaran eksklusif yang hanya
dipahami sekelompok orang, melainkan
akan benar-benar menjadi science for
daily living, science for the future, dan
science for all.
DAFTAR PUSTAKA
Abu, L., Mockhtar,M, Hassan, Z, Suhan,
S.Z.D. (2015). How to Develop
Character Education of Madrassa
Students in Indonesia. Journal of
Education and Learning.
Vol.9(1), pp.79-86.
Aikenhead.G. (2000). Renegotiating the
Culture of School Science. In
Improving Science
Education : The Contribution of
Research. Robin Miller, et al
(eds).
http://www.usask.ca/education/pe
ople/aikenhead/renegotiation.htm.
Aisah, A.R. (2014). The Implementation
of Character Education Through
Contextual Teaching and
Learning at Personality
Development Unit in The
Sriwijaya University Palembang.
International Journal of
Education and Reserach. Vol.2
No.10, Oktober 2014. 203-214.
Baker et al (1995). The Effect of Culture
on the Learning of Science in non-
WesternCountries: The Results of
a Integrated Research Review.
International Journal Science
Education. Vol.17.
Cobern,W.W & Aikenhead,G.S. (1996).
Cultural Aspects of Learning
Science. SLCSP Working
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
30
Paper#121.http:www.wmich.edu/s
lcsp/121.htm/Des 2017.
Costa,V.B. (1995). When science is
“Another World”: Relationship between Worlds of Family,
Friend, School, and Science.
Science Education. 79(3).p.313-
333.
Elmubarok, Z. (2008). Membumikan
Pendidikan Nilai. Jakarta: Penerbit
Alpabeta.
Gardner,H. (2007) Five Minds for The
Future (Alih Bahasa Tome Beka).
Gramedia Pustaka
George.J. (2001). Culture and Science
Education: Developing World
http://www.id21.org/education/e3j
g1g2.html.(2001).
Geertz, C. (1992) Kebudayaan dan
Agama. Yogyakarta: Kanisius
Press.
Gonzales,P.Williams,T,Jocelyn,L.Roey,
S,Kastberg,D&Brenwald,S.
(2008).Higlights from TIMSS
2007: Mathematics and Science
Achievement of U.S.Fourth and
Eighth Grade Students in an
International Context.
Washington DC:Institute of
Education Sciences.
Jegede,O.J & Aikenhead,G.S. (2000).
Trancending Cultural Border:
Implications for Science
Teaching.
http:[email protected].
June 2005.
Koesoema A. D. (2009). Pendidikan
Karakter di Zaman Keblinger
Mengembangkan Visi Guru
sebagai Pelaku Perubahan dan
Pendidikan Karakter. Jakarta: PT
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Lickona,T. (1999). Character Education:
Seven Crusial Issue. Action in
Teacher Education. 20(4):77-84.
Lopes,J.Oliveira,C.Reed,L &
Gable,R.A.(2013). Character
Education in Portugal. Chilhood
Education. 89(5):286-289.
Ogawa.M.(2002). Sceinec as the Culture
of Scientist: How to Cope with
Scientism? http://sce6938-
01.fsu.edu/ogawa.html.
Rose,C &Nicholl,M.J. (2002)
Accelerated Learning for The 21st
Century. P.12. Editor: Purwanto.
Penerbit Nuansa.
Samani, M & Hariyanto. (2012). Konsep
dan Model Pendidikan Karakter.
Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya.
Suastra,I.W. (2012).Model
Pembelajaran Fisika untuk
Pengembangan Kreativitas
Berpikir dan Karakter Bangsa
Berbasis Kearifan Lokal Bali.
Makalah. Disajikan pada
Konvensi Nasional Pendidikan
(Konaspi) ke-8 pada tanggal 30
Oktober s.d 4 Nopember 2012 di
Yogyakarta.
Suastra,I.W. (2015). Guru Sains
Profesional dan Berkarakter
Indonesia. Makalah. Disajikan
pada Konvensi Nasional
Pendidikan (Konaspi) ke-9 pada
tanggal 12 – 15 Oktober 2016 di
Jakarta.
Suastra,I.W. (2017). Balinese Local
Wisdom and their Implications in
Science Education at School.
International Research Journal of
Management, IT & Social
Sciences (IRJMIS). 4(2), 42-50.
Suastra, I.W et al (2017b). Developing
Balinese Local Wisdom – Based
Characters in Physics Instruction
at Senior High School. Jurnal
Pendidikan IPA Indonesia (JPII)
terindeks Scopus. Volume 6 (2),
2017, p. 16-22.
Stanley,W.B.& Brickhouse,N.W.
(2001). The Multicultural
Question Revisited. Science
Education. Vol 85 (1).p.35-48.
Suja, I.W (2000). Titik Temu IPTEK dan
Agama Hindu. Surabaya: Pustaka
Manik Geni.
Tilaar, H.A.R. (2012).Pengembangan
Kreativitas dan Enterpreneurship
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
31
dalam Pendidikan Nasional.
Jakarta: Penerbit Kompas.
Widja. I.G. (2016). Pendidikan Nasional
antara Harapan dan Realitas.
Jakarta: Krishna Anadi Printing.
Winston, S. (2010). Character
Education: Implication for
Critical Democracy. International
Critical Chilhood Policy Studies.
Vol 1 (I).
Zamroni. (2001) Peran Kolaborasi
Sekolah-Universitas dalam
Meningkatkan Mutu Pendidikan
Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam di Indonesia.
Makalah. Disampaikan pada
National Seminar on Science
Education Faculty of Science and
Mathematic Education on
Collaboration with Japan
International Cooperation Agency
and Directorate General of Higher
Education. Bandung August 21,
2001.
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
32
Deeper Learning in Energy: Relating Concepts and Practices Though STEM
Nurul Fitriyah Sulaeman1,2, Yoshisuke Kumano1 1Dept. of Science Education, Graduate School of Science Informatics and Technology,
Shizuoka University, Japan 2Dept. Physics Education, Faculty of Teacher Training and Education,
Mulawarman University, Indonesia
Abstrak
Nowadays, the complexity of energy education proceeds various changing aspects
such as resources, environmental, social and technology. This situation makes deeper
learning in energy is needed. This article will discuss deeper learning specifically in
energy topic and how this idea strongly related to bridging energy concepts and
practices through STEM. This research was conducted with integrative and
systematic literature review. From the analysis, the 21stcentury skills and deeper
learning support important influence on energy education. From the understanding of
cognitive architecture, energy learning should facilitate memorization system and
problem-solving to prepare students for their future needs that relate to energy. The
match between this theoretical framework with STEM education is strongly visible
during this research. Therefore, STEM is one of a promising alternative approach to
deepen and relate concepts and practices in energy.
Kata Kunci: deeper learning; STEM; energy.
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
33
Pengaruh Model Pembelajaran Just In Time Teaching Berbasis Schoology
Terhadap Prestasi Belajar Siswa Ditinjau Dari Motivasi Belajar
Alvina Fauziyah Barikna*, Sholikhan, Hena Dian Ayu
Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Kanjurhan Malang
Abstrak
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Just In Time
Teaching berbasis Schoology dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar siswa.
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Malang. Rancangan penelitian adalah quasi
experiment. Populasi penelitian adalah siswa kelas VIII, dengan teknik purposive
sampling. Teknik pengambilan data menggunakan tes prestasi belajar dan lembar
observasi motivasi belajar. Analisis data menggunakan analisis anova dua jalur. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa; (1) Ada perbedaan prestasi belajar Fisika antara
siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran Just In Time Teaching berbasis
Schoology dengan siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran
konvensional, (2) Ada perbedaan prestasi belajar Fisika antara siswa yang memiliki
motivasi belajar tinggi dengan siswa yang memiliki motivasi belajar rendah, (3)
Tidak ada pengaruh interaksi penggunaan model pembelajaran Just In Time Teaching
berbasis Schoology dengan motivasi belajar terhadap prestasi belajar. Berdasarkan
hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa siswa yang belajar dengan model
pembelajaran Just In Time Teaching berbasis Schoology dan siswa yang memiliki
motivasi tinggi dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Kata Kunci: just in time teaching, schoology, prestasi, motivasi
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
34
Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning dalam Meningkatkan
Keterampilan Proses Sains dan Prestasi Siswa
Anita Irmayani Suryati*, Nurul Ain, Chandra Sundaygara
Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Kanjuruhan Malang,
Jawa Timur, Indonesia
Abstrak
Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran,
meningkatkan keterampilan proses sains siswa dan untuk meningkatkan prestasi
siswa dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning. Subyek
penelitian adalah Siswa kelas XI MIPA 2 SMA Negeri 6 Malang. Penelitian tindakan
kelas ini menggunakan model Kemmis dan Mc Taggart yang terdiri dari 2 siklus.
Instrumen yang digunakan adalah keterlaksanaan model pembelajaran, keterampilan
proses sains dan prestasi siswa. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) penerapan
model Discovery Learning dapat meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran,
(2) penerapan model Discovery Learning dapat meningkatkan keterampilan proses
sains siswa, (3) penerapan model Discovery Learning dapat meningkatkan prestasi
siswa.
Kata Kunci: Discovery learning, keterampilan proses sains, prestasi.
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
35
Penerapan Model PjBL Berbasis Alat Peraga Sederhana untuk
Meningkatkan HOTS Peserta Didik Kelas X IPA 2 SMA YPK Oikoumene
Manokwari pada Materi Usaha dan Energi
Febiyanti C.V Sambite, Mujasam, Sri Wahyu Widyaningsih*, Irfan Yusuf
Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP, Universitas Papua
Abstract
The reasearch is a Classroom Action Research (CAR). This research is aims to
improve the HOTS of students at High School YPK Oikoumene Manokwari on Work
and Energy materials in class X IPA 2 which amounted to 14 learns through PjBL
model. This research is based on simple visual which is done much as 2 cycle. The
result showed thad the average value of pretest in cycle I is 30,86 and posttest 54,93,
in cycle II increases with the average value of pretest 42,36 and posttest 68,86. The
average value of HOTS in cycle I 61,96 increases to 71,49in cycle II. While the
precentage of KBK in cycle I is 42,86% and cycle II increases to 71,43. This
indicates that there is an increasing in HOTS. Based on the results of this research
then it was concluded that Project Based Learning based on simple visual can
improve the HOTS of studentd in class X IPA 2 at High School YPK Oikoumene
Manokwari.
Keywords: HOTS, PjBL, simple visual
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
36
Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Pemahaman
Konsep Fisika Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa
Dedi Setiawan*, Sholikhan, Akhmad Jufriadi
Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Kanjuruhan Malang
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Inkuiri
Terbimbing dan motivasi belajar terhadap pemahaman konsep fisika siswa. jenis
penelitian kuasi eksperimen dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah
posttets only control group design. Penelitian dilaksanakan disalah satu SMA di
Kabupaten Malang. Populasi penelitian adalah siswa kelas X MIPA, dengan teknik
pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Teknik pengambilan data
menggunakan tes pemahaman konsep dan angket motivasi belajar. Analisis data
menggunakan analisis varian anova dua jalur. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa;
(1) Ada perbedaan pemahaman konsep fisika, antara siswa yang belajar
menggunakan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan model pembelajaran
konvensional. Dengan taraf signifikan 0,019 < 0,05. (2) Ada perbedaan pemahaman
konsep fisika, antara siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dengan rendah.
Dengan taraf signifikan 0,000 < 0,05. (3) Tidak ada pengaruh interaksi antara
penggunaan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan motivasi terhadap
pemahaman konsep fisika. Dengan taraf signifikan 0,126 > 0,05.
Kata Kunci: Inkuiri terbimbing, motivasi belajar, pemahaman konsep
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
37
Pengaruh Model Pembelajaran Process Oriented Guided Inquiry Learning
(POGIL) Terhadap Keterampilan Proses Sains dan Penguasaan Konsep
Fisika Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Lawang
Elfrida Toyo, Sudi Dul Aji, Chandra Sundaygara
Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Kanjuruhan Malang
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan model Process Oriented Guided
Inquiry Learning terhadap keterampilan proses sains dan penguasaan konsep fisika
pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Lawang. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan desain penelitian only-posttest control
group design (POGIL) yang melibatkan 64 siswa sebagai sampel. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada perbedaan keterampilan proses sains antara siswa yang
belajar menggunakan model POGIL dan siswa yang belajar menggunakan model
direct interaction dengan nilai sebesar 10, 207. Ada perbedaan penguasaan
konsep antara siswa yang belajar menggunakan model POGIL dan siswa yang belajar
menggunakan model direct interaction dengan nilai sebesar 17, 771. Terdapat
interaksi antara model POGIL dan keterampilan proses sains terhadap penguasaan
konsep dengan nilai sebesar 5,660.
Kata Kunci: Model Pembelajaran POGIL, keterampilan proses sains, penguasaan
konsep fisika
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
38
Pengembangan Video Pembelajaran Berbasis Permainan Tradisional pada
Materi Gerak Melingkar
Zulherman*, Abidin Pasaribu, Ketang Wiyono, Saparini, Winda Oktori
Pendidikan Fisika, FKIP Universitas Sriwijaya
Abstrak
Telah berhasil dikembangkan video pembelajaran pada materi gerak melingkar
berbasis permainan tradisional untuk siswa SMA yang valid dan praktis. Metode
penelitian yang digunakan adalah penelitian pengembangan dengan menggunakan
model pengembangan Rowntree yang terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap perencanaan,
tahap pengembangan dan tahap evaluasi. Tahap evaluasi menggunakan teknik
evaluasi Tessmer yang terdiri dari self-evaluation, expert review, one-to-one
evaluation, dan small group evaluation. Teknik pengumpulan data menggunakan
lembar validasi ahli dan angket. Berdasarkan hasil expert review dari dua aspek
penilaian diperoleh rata-rata penilaian para ahli sebesar 88,92% dengan kriteria
sangat valid. Berdasarkan hasil one-to-one evaluation diperoleh rata-rata tanggapan
siswa terhadap penggunaan video pembelajaran sebesar 83,75% dengan kriteria
praktis dan mengalami peningkatan pada tahap small group evaluation dengan
diperoleh rata-rata tanggapan siswa terhadap penggunaan video pembelajaran sebesar
85% dengan kriteria praktis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa video
pembelajaran yang dikembangkan valid dan praktis sehingga diperoleh kesimpulan
bahwa video pembelajaran fisika pada gerak melingkar berbasis permainan
tradisional yang dikembangkan peneliti layak untuk digunakan sebagai media
pembelajaran fisika di tingkat SMA.
Kata Kunci: video pembelajaran, gerak melingkar, permainan tradisional
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
39
Penerapan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan Motivasi
dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Suhu, Pemuaian dan
Kalor Kelas VII-E SMP Negeri 2 Wagir
Helena Jelita Igut* , Nurul Ain, Hestiningtyas Yuli Pratiwi Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Kanjuruhan Malang
Abstrak
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kualitas proses pembelajaran dengan model
PBL, Mengetahui peningkatan motivasi belajar siswa serta untuk mengetahui
peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa melalui model PBL. Penelitian ini
merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan dalam dua siklus dengan
pokok bahasana Suhu, Pemuaian dan Kalor. Penelitian ini dilakukan pada semester
genap tahun ajaran 2018/20019 dikelas VII-E SMP Negeri 2 Wagir. Subjek dalam
penelitian ini berjumlah 34 orang. Berdasarkan analisis data digunakan
keterlaksanaan pembelajaran model PBL pada siklus I sebesar 72,9% tergolong
dalam kualifikasi baik dan pada siklus II sebesar 91,2% tergolong dalam kualifikasi
sangat baik. Analisis motivasi belajar siswa pada siklus I sebesar 67,2 tergolong
dalam kualifikasi cukup baik, sedangkan pada siklus II sebesar 87,2 tergolong dalam
kualifikasi baik. Analisis rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus I
sebesar 76,4 tergolong dalam kualifikasi cukup baik, sedangkah pada siklus II sebesar
88,4 tergolong dalam kualifikasi baik. Hal ini dapat disimpulkan bahwa penerapan
model problem based learning (PBL) dapat meningkatan motivasi belajara siswa dan
kemampuan berpikir kritis siswa kelas VII-E SMP Negeri 2 Wagir.
Kata Kunci: Problem based learning, motivasi, berpikir kritis
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
40
Pengaruh Modelpembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Pemahaman
Konsep Fisika Ditinjau dari Kemampuan Awal Siswa
Intan Kurnia Pertiwi Sukma*, Sholikhan, Akhmad Jufriadi
Program Studi Pendidikan Fisika, Sains dan Teknologi, Universitas Kanjuruhan Malang
Jl. S Supriyadi No. 48 Sukun, Malang
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) perbedaan kemampuan awal antara
model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan konvensional (2) perbedaan
pemahaman konsep antara siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi dan
kemampuan awal rendah (3) interaksi model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
kemampuan awal siswa. Jenis penelitian ini adalah Quasi Eksperimen dengan
rancangan penelitian yang digunakan adalah Pretest-Posttest Only Control Grup
Design. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Nasional Malang pada semester ganjil
tahun ajaran 2018/2019. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VII, dengan
jumlah 56 siswa yang terbagi dalam satu kelompok kelas eksperimen dan satu
kelompok kelas kontrol. Teknik pengambilan data menggunakan tes pemahaman
konsep. Analisis data menggunakan analisis varian anova dua jalur (two way anova).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) ada perbedaan pemahaman konsep
fisika antara siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing
dengan siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional. Dengan
taraf signifikansi 0,003 < 0,05. (2) ada perbedaan pemahaman konsep fisika, antara
siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi dengan siswa yang memiliki
kemampuan awal rendah. Dengan taraf signifikan 0,000 < 0,05. (3) tidak ada
pengaruh interaksi antara penggunaan model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
kemampuan awal terhadap pemahaman konsep. Dengan taraf signifikan 0,266 > 0,05.
Kata Kunci: inkuiri terbimbing, kemampuan awal, pemahaman konsep
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
41
Pengembangan Media Pembelajaran Virtual Berbasis Algodoo v.2.1.0 pada
Pokok Bahasan Hukum Archimedes
Faiz Hasyim1, Indrawati Wilujeng2, Ari Krismandana3 1,2,3 STKIP Al Hikmah Surabaya
1 [email protected] 2 [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengembangkan media pembelajaran virtual berbasis
algodoo v.2.1.0 pada pokok bahasan hukum Archimedes. Penelitian ini merupakan
penelitian research & development. Prosedur pengembangan media pembelajaran
virtual berbasis algodoo v.2.1.0 pokok bahasan hukum Archimedes menggunakan
metode pengembangan yang diadaptasi dari 4D. Dalam tahap pengembangan media
pembelajaran virtual berbasis algodoo v.2.1. pokok bahasan hukum Archimedes,
dilakukan expert judgement oleh ahli media dan ahli materi serta uji coba terbatas
media yang dilakukan terhadap 25 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tersusunnya media media pembelajaran virtual berbasis algodoo v.2.1.0 pada pokok
bahasan hukum Archimedes memiliki tingkat kelayakan berdasarkan penilaian ahli
materi diperoleh prosentase sebesar 78 % termasuk dalam kategori baik. Sedangkan
hasil penilaian ahli media diperoleh prosentase sebesar 81 % termasuk dalam kategori
sangat baik. Hasil uji coba terbatas diperoleh prosentase sebesar 82 %, sehingga dapat
dikategorikan dalam kriteria sangat baik.
Kata Kunci: pengembangan, algodoo, hukum archimedes
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
42
Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbasis Demonstrasi
Terhadap Motivasi Belajar dan Pemahaman Konsep Fisika Siswa
Ansilina Delima*, Sudi Dul Aji, Hestiningtyas Yuli Pratiwi
Pendidikan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Kanjuruhan
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif
tipe STAD berbasis demonstrasi terhadap motivasi belajar dan pemahaman konsep
fisika siswa serta interaksi antara model pembelajaran dengan motivasi dan
pemahaman konsep fisika siswa. Desain penelitian menggunakan quasi experimental
design dengan rancangan posttest control group design. Teknik pengambilan sampel
yaitu purposive sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah soal tes dan
angket. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan anova dua jalur. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa, (1) ada perbedaan motivasi belajar antara siswa yang
diajar menggunakan model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbasis
Demonstrasi dengan siswa yang diajar menggunakan model discovery learning; (2)
ada perbedaan pemahaman konsep fisika antara siswa yang diajar menggunakan
model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbasis Demonstrasi dengan siswa yang
diajar menggunakan model discovery learning; (3) ada interaksi antara model
pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbasis Demonstrasi dengan motivasi belajar
siswa dan pemahaman konsep fisika siswa.
Kata Kunci: Kooperatif tipe STAD, demonstrasi, motivasi belajar, pemahaman
konsep fisika
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
43
Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL) Terhadap Motivasi dan
Kemampuan Analisis Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Kepanjen
Liliana Yulia Asril*, Nurul Ain, Hestiningtyas Y. Pratiwi Universitas Kanjuruhan Malang
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan motivasi antara siswa yang
menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dengan siswa yang
menggunakan model konvensional. Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen
dengan rancangan posttest only control design group. Populasi pada penelitian ini
adalah kelas VIII dengan sampel penelitian diambil dari kelas VIII A sebagai kelas
eksperimen dan kelas VIII B sebagai kelas kontrol. Masing-masing kelas terdiri dari
30 orang siswa dengan teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive
sampling. Data motivasi siswa dikumpulkan melalui observasi dan data kemampuan
analisis dikumpulkan melalui tes pilihan ganda. Data dianalisis menggunakan uji
anova dua jalur dengan bantuan Microsoft Excel 2010. Hasil penelitian membuktikan
terdapat perbedaan motivasi dan kemampuan analisis antara siswa yang
menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dengan siswa yang
menggunakan model konvensional serta terdapat interaksi antara model Problem
Based Learning (PBL) terhadap motivasi dan kemampuan analisis. Berdasarkan
pemaparan diatas dapat disimpukan bahwa model Problem Based Learning (PBL)
berpengaruh terhadap motivasi dan kemampuan analsis siswa dalam proses
pembelajaran.
Kata Kunci: problem based learning (PBL), motivasi, kemampuan analisis
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
44
Pengembangan Buku Sains Model Science Technology Society and Religious
(STSR) untuk Siswa SD
Panji Hidayat
PGSD UAD
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menghasilkan buku sains dengan model STSR
yang layak digunakan pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) untuk siswa
SD, dan (2) mengetahui keefektifan bahan ajar hasil pengembangan dalam
meningkatkan pemahaman konsep pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan (Research and Development,
R&D) yang mencakup 8 (delapan) langkah kegiatan, yaitu: mengumpulkan informasi
dan penelitian pendahuluan, perencanaan, pengembangan produk awal, uji coba
terbatas, revisi produk uji coba terbatas, uji coba lapangan, revisi produk uji coba
lapangan, produk akhir. Subjek coba dalam penelitian ini adalah siswa kelas 4 MI
Muhammadiyah Pepe, Ngawen Klaten yang berjumlah 30 siswa dengan rincian: 5
siswa untuk uji coba terbatas, 10 siswa untuk uji coba lapangan dan 15 siswa untuk
kelompok pembanding yang menggunakan buku paket Sains. Kelayakan produk
divalidasi oleh 2 orang ahli materi dan 2 orang ahli media. Uji efektifitas dilakukan
dengan membandingan skor postes antara kelompok yang menggunakan bahan ajar
buku sains dengan model STSR dengan kelompok yang menggunakan buku paket
IPA. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket dan tes. Hasil
penelitian adalah sebagi berikut: (1) menghasilkan buku sains model STSR siswa
SD/MI yang dikemas dalam bentuk buku dengan materi “Sains SD dengan Model STSR”. Produk yang dihasilkan layak digunakan untuk pembelajaran berdasarkan
validasi dari ahli materi, ahli media, uji coba terbatas, serta uji coba lapangan.
Kelayakan produk berdasarkan validasi ahli materi I dengan hasil 3,28 (sangat baik)
dan ahli materi II dengan hasil 2,84 (baik), sedangkan untuk kelayakan produk
berdasarkan validasi ahli media I dengan hasil 3,68 (sangat baik) dan ahli media II
dengan hasil 3,12 (baik), uji coba terbatas dengan hasil 3,52 (sangat baik), dan uji
coba lapangan dengan hasil 3,46 (sangat baik). (2) Bahan ajar hasil pengembangan
untuk siswa kelas IV di MI Muhammadiyah Pepe Ngawen Klaten ini efektif
digunakan untuk pembelajaran Sains untuk siswa MI yang terintegrasi dalam
pembelajaran agama. Hal ini ditunjukan dari hasil analisis pretes dan postes.
Peningkatan skor postes pada kelas yang menggunakan buku sains model STSR
sebesar 13,88% dengan nilai gain score 0,45 dan ketuntasan siswa 100%. Sedangkan
kelas yang menggunakan buku paket paket dengan peningkatan skor postes sebesar
10,25% dengan nilai gain score 0,35 dan ketuntasan siswa 87,1%.
Kata Kunci: STSR, buku sains, SD, pembelajaran
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
45
Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan Berfikir Kritis
Ditinjau dari Motivasi Berprestasi
Linda Wiji Lestari*, Sholikhan, Akhmad Jufriadi Program Studi Pendidikan Fisika, Sains dan Teknologi, Universitas Kanjuruhan Malang
Jl. S Supriyadi No. 48 Sukun, Malang
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) perbedaan berfikir kritis antara model
pembelajaran inkuiri terbimbing dengan konvensional (2) perbedaan peningkatan
berfikir kritis antara siswa yang memiliki motivasi prestasi tinggi dan motivasi
prestasi rendah (3) interaksi model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan motivasi
prestasi terhadap peningkatan berfikir kritis. Jenis penelitian ini adalah Quasi
Eksperimen dengan rancangan Posttest Only Groub Design. Penelitian ini
dilaksanakan di salah satu SMP di Kab. Malang pada semester ganjil tahun ajaran
2018/2019. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VII, dengan jumlah 52 siswa
yang terbagi dalam satu kelompok kelas eksperimen dan kelas kontrol. Teknik
pengambilan data menggunakan tes berfikir kritis dan angket (kuesioner) motivasi
berprestasi. Analisa data menggunakan analisis varian anova dua jalur (two way
anova ). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa (1) ada perbedaan berfikir kritis antra
model indkuiri terbimbing dengan konvensional, dengan taraf signifikasi 0,000 <
0,05, (2) ada perbedaan peningkatan berfikir kritis antara siswa yang memiliki
motivasi prestasi tinggi dan motivasi prestasi rendah, dengan taraf signifikansi (0,000
< 0,05), dan (3) tidak ada pengaruh model pembelajaran dengan motivasi terhada
berfikir kritis, dengan taraf signifikansi ( 0,374 > 0,05 ).
Kata Kunci: inkuiri terbimbing, motivasi berprestasi, berfikir kritis
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
46
Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan Inkuiri Bebas
Terhadap Pemahaman Konsep Fisika Ditinjau dari Motivasi Belajar
Nur Azizah Septiana Wulandari*, Sholikhan, Akhmad Jufriadi Program studi Pendidikan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Kanjuruhan Malang
Jl. S Supriyadi No 48 Sukun, Malang
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Inkuiri
Terbimbing dan Inkuiri Bebas terhadap pemahamn konsep fisika ditinjau dari
motivasi belajar siswa. Penelitian ini menggunkan jenis penelitian quasi experiment
dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah posstes only group design.
Penelitian dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 10 Turen pada semester ganjil tahun
ajaran 2018/2019. Populasi dalam penelitian ini adalah kelas VII, dengan teknik
pengambilan sample menggunakan purposive sampling. Teknik pengambilan data
menggunakan tes pemahaman konsep dan angket (kuesioner) motivasi belajar.
Analisis data menggunakan analisis varian Anova Dua Jalur (two way anova). Hasil
peneitian menunjukkan bahwa : 1) ada perbedaan pemahaman konsep fisika, antara
siswa yang belajar fisika menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing
dengan siswa yang belajar fisika menggunkan inkuiri bebas, 2) ada perbedaan
pemahaman konsep fisika, antara siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dengan
siswa yang memiliki motivasi rendah, dan 3) tidak ada pengaruh interaksi
penggunaan model pembelajaran inkuiri dengan motivasi motivasi belajar terhadap
pemahamn konsep fisika.
Kata Kunci: Inkuiri terbimbing, inkuiri bebas, pemahaman konsep fisika, motivasi
belajar
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
47
Analisis Gaya Belajar Mahasiswa Teknik Elektro dalam Mendukung
Pengembangan Media Pembelajaran Fisika Terapan Berbasis Pemantapan
Pendidikan Karakter di Era 4.0
Qamariah1, Wardiani Hiliadi2 1,2 Program Studi Teknik Listrik, Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Banjarmasin
1 [email protected] 2 [email protected]
Abstrak
Terdapat beberapa cara yang biasanya digunakan pendidik dalam memaksimalkan
pencapaian tujuan pembelajaran, salah satunya adalah dengan menganalisis gaya
belajar peserta didik, yang kemudian dilanjutkan dengan merancang atau
merencanakan metode pembelajaran yang tepat. Secara umum, ada tiga macam gaya
belajar yaitu gaya belajar visual, auditori dan kinestetik. Adapun tujuan dari penulisan
artikel ini adalah untuk mendeskripsikan gaya belajar serta mendeskripsikan
rancangan media pembelajaran fisika terapan bagi mahasiswa Teknik Elektro,
Politeknik Negeri Banjarmasin yang merupakan generasi z atau lebih dikenal dengan
istilah digital natives. Artikel ini merupakan studi pendahuluan dari penelitian
pengembangan (R&D) terhadap media pembelajaran fisika terapan dengan
menggunakan model pengembangan ADDIE. Populasi dari penelitian ini adalah
mahasiswa Teknik Elektro dengan sampel yang digunakan sebanyak 101 mahasiswa
yang mendapatkan materi perkuliahan fisika terapan. Instrumen pengumpulan data
yang digunakan pada studi pendahuluan ini berupa pedoman wawancara dan angket.
Berdasarkan hasil observasi diperoleh bahwa mahasiswa Teknik Elektro sebanyak:
29,9% memiliki gaya belajar visual, 36,4% memiliki gaya belajar auditori, dan 33,7
memiliki gaya belajar kinestetik. Hasil observasi lebih lanjut menunjukkan bahwa
semua mahasiwa sudah tidak asing lagi dengan penggunaan smartphone. Dengan
demikian, pembelajaran fisika terapan dirancang dengan memanfaatkan smartphone
sebagai salah satu media pembelajaran. Media pembelajaran yang dibuat merupakan
e-book yang terdiri dari beberapa bagian yaitu: pendahuluan sebagai motivasi awal,
penjelasan materi, pemantapan, dan latihan soal. Pada setiap bagian tersebut
disisipkan beberapa kegiatan yang mendukung pemantapan nilai-nilai karakter yang
dimiliki oleh mahasiswa, diantaranya adalah disiplin, kreatif, semangat kebangsaan,
cinta tanah air, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.
Kata Kunci: gaya belajar, media pembelajaran, digital natives, dan pendidikan
karakter
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
48
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbasis
Demonstrasi untuk Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Siswa
P. Sulastri*, H. Yuli. Pratiwi, S.Dul. Aji
Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Kanjuruhan Malang
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas keterlaksanaan pembelajaran
kooperatif tipe STAD berbasis Demonstrasi dan apakah penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis Demonstrasi dapat meningkatkan
motivasi dan prestasi belajar siswa. Jenis penelitian ini adalah (PTK) penelitian
tindakan kelas dengan rancangan penelitian dilakukan melalui dua siklus yang terdiri
dari 4 tahap. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIIIC SMP PGRI 6
Malang sebanyak 35 orang. Data dianalisis dengan mereduksi data, penyajian data
dan membuat kesimpulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan
pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis demonstrasi pada siklus I sebesar
79,5% dan siklus II 85,53%, motivasi belajar pada siklus I sebesar 77,04% dan pada
siklus II 90,03%, dan prestasi belajar siswa pra siklus sebesar 71,4, siklus I sebesar
74,4 dan siklus II sebesar 80. Dengan temuan penelitian tersebut dapat diketahui
bahwa kualitas keterlaksanaan pembelajaran dengan model STAD berbasis
demonstrasi dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa.
Kata Kunci: Koopertaif tipe STAD, motivasi, prestasi
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
49
Pengaruh Model Pembelajaran Thinking Aloud Pair Prolem Solving (TAPPS)
Terhadap Motivasi dan Prestasi Belajar Siswa
Rizka Aulia Wardhani*, Nurul Ain, Hena Dian Ayu
Pendidikan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Kanjuruhan Malang
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Thingking
Aloud Pair Problem Solving terhadap motivasi terhadap prestasi belajar Fisika siswa
yang dilakukan di SMA Negeri 1 Grati pada tahun pelajaran 2018/2019. Jenis
penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan rancangan posttest only control design
group. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI MIPA dan sampel
penelitian terdiri dari 33 siswa kelas XI MIPA 4 sebagai kelas eksperimen dan 35
siswa kelas XI MIPA 2 sebagai kelas kontrol. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah purposive sampling. Data dikumpulkan melalui observasi dan tes
prestasi belajar siswa kemudian dianalisis menggunakan uji Anova dua jalur. Dengan
demikan, disimpulkan bahwa pengunaan model pembelajaran Thingking Aloud Pair
Problem Solving memberikan dampak positif terhadap motivasi dan prestasi belajar
Fisika siswa yaitu motivasi dan prestasi belajar fisika siswa lebih tinggi dibandingkan
siswa yang menggunakan model pembelajaran konvesional. Model pembelajaran
TAPSS terbukti mampu meningkatkan motivasi dan prestasi belajar Fisika siswa.
Oleh karena itu, sekiranya dapat digunakan dalam pembelajaran fisika sehingga
tujuan pembelajaran fisika dapat dicapai dengan optimal.
Kata Kunci: Thingking aloud pair problem solving, motivasi belajar, prestasi belajar
fisika
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
50
Pembangunan Nilai Karakter Pada Praktikum Fisika Dasar
Eko Wahyu Nur Sofianto1, Ratna Kartika Irawati1 1Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai karakter pada mahasiswa Tadris
Fisika UIN Antasari Banjarmasin. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif.
Dengan pengambilan data berupa observasi dan wawancara pada mahasiswa yang
telah melaksanakan Praktikum Fisika Dasar. Melalui Praktikum Fisika Dasar yang
dilaksanakan oleh mahasiswa Prodi Tadris Fisika dapat ditemukan nilai-nilai
karakter. Nilai-nilai karakter yang didapatkan oleh mahasiswa adalah kejujuran, kerja
keras, kerja sama, teliti, toleransi dan saling menghargai perbedaan demi tercapainya
tujuan dari pelaksanaan Praktikum Fisika Dasar. Pelaksanaan Praktikum Fisika Dasar
yang berkelompok dan bersama-sama dapat membangun nilai-nilai karakter pada
mahasiswa Prodi Tadris Fisika.
Kata Kunci: nilai karakter; praktikum fisika dasar
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
51
Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Berbasis
PhET Terhadap Motivasi dan Prestasi Belajar
Lexi Mansula Batukh, Nurul Ain*, Hena Dian Ayu
Program Studi Pendidikan Fisika, Universitas Kanjuruhan Malang
Abstrak
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Creative
Problem Solving (CPS) berbasis PhET terhadap motivasi dan prestasi belajar siswa
dan mengetahui adanya interaksi antara model pembelajaran CPS berbasis PhET
dengan motivasi dan prestasi belajar siswa. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa kelas X SMK Negeri 10 Malang. Teknik penentukan sampel
menggunakan simple random sampling, diperoleh kelas X TKJ2 sebagai kelas
eksperimen dan kelas X MM4 sebagai kelas kontrol. Metode penelitian adalah
eksperimen semu (quasi Experimental Design), dengan rancangan only-posttest
control group design. Data motivasi dikumpulkan melalui observasi dan data prestasi
dikumpulkan melalui test. Data yang terkumpul dianalisis dengan uji Anova Dua
Jalur (Two Way Anova) menggunakan bantuan program SPSS 16.0. Hasil penelitian
menunjukkan adanya perbedaan motivasi dan prestasi belajar antara penerapan model
pembelajaran CPS berbasis PhET dengan pembelajaran konvensional. Hal ini
diperkuat oleh nilai motivasi dan prestasi yang lebih tinggi dengan penerapan model
pembelajaran CPS berbasis PhET dibandingkan pembelajaran konvensional. Hasil
penelitian juga menunjukkan adanya interaksi antara model pembelajaran CPS
berbasis PhET terhadap motivasi dan prestasi belajar siswa. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa model CPS berbasis PhET lebih berpengaruh terhadap motivasi
dan prestasi belajar siswa.
Kata Kunci: Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS), PhET, Motivasi
Belajar, Prestasi Belajar
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
52
Pengaruh Model Pembelajaran Guide Inquiry Berbantuan Mind Mapping
Terhadap Literasi Sains Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa
Siska Apriliana*, Chandra Sundaygara, Hena Dian Ayu
Program Studi Pendidikan Fisika, Universitas Kanjuruhan Malang *[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Guide
Inquiry berbantuan mind mapping terhadap literasi sains ditinjau dari motivasi belajar
siswa. Metode penelitian yaitu quasi experiment dengan desain Post-test Only
Control Group Design. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive
sampling dan pengumpulan data melalui post-tes literasi sains serta angket motivasi
belajar. Pengujian hipotesis menggunakan Annova 2 Jalur. Hasil penelitian
menunjukkan: 1) ada perbedaan literasi sains siswa yang belajar menggunakan
pembelajaran Guide Inquiry berbantuan mind mapping dengan siswa yang belajar
menggunakan pembelajaran konvensional. 2) Ada perbedaan literasi sains siswa yang
memiliki motivasi belajar tinggi dengan siswa yang memiliki motivasi belajar rendah.
3) Tidak ada interaksi antara model pebelajaran Guide Inquiry berbantuan mind
mapping dengan motivasi belajar terhadap literasi sains siswa. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa literasi sains siswa yang belajar dengan pembelajaran Guide
Inquiry berbantuan mind mapping lebih tinggi dari pembelajaran konvensional, serta
siswa dengan motivasi belajar tinggi memiliki kemampuan literasi sains lebih tinggi
dari siswa dengan motivasi belajar rendah.
Kata Kunci: guide inquiry, mind mapping, literasi sains, motivasi belajar
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
53
Efektivitas moPhyDict untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman
Konsep Fisika Siswa Tingkat SMA
Betti Ses Eka Polonia1, Lia Yuliati2 1Politeknik Negeri Ketapang 2Universitas Negeri Malang 1 [email protected]
Abstrak
Permasalahan yang timbul saat pembelajaran fisika adalah kurangnya pemahaman
konsep dalam pembelajaran yang bersifat kontekstual. Permasalahan tersebut
dikarenakan tidak adanya sumber belajar inovatif dan kreatif yang bisa digunakan
siswa untuk belajar. Salah satu sumber belajar yang dapat digunakan siswa adalah
kamus. moPhyDict (mobile physics dictionary) merupakan kamus berisi penjelasan
konsep dan ilustrasi (gambar, video, animasi) dengan bahasa yang mudah dipahami
siswa. moPhyDict termasuk dalam jenis kamus elektronik, dimana memiliki
keunggulan dalam hal portabilitasnya. Keunggulan lain dari moPhyDict dapat
dioperasikan melalui perangkat seluler yang dimiliki oleh masing-masing siswa.
Efektivitas penggunaan moPhyDict dalam pembelajaran didapatkan nilai gain-score
sebesar 0,6.
Kata Kunci: moPhyDict; pemahaman konsep fisika, mobile learning
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
54
Pengaruh Model Pembelajaran Learning Cycle 7E Berbasis Asesmen
Kinerja Terhadap Kemampuan Kerja Ilmiah Siswa dan Pemhaman Konsep
Fisika Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Sumberpucung
Theodorus Abdiandy Janggur*, Nurul Ain, Kurriawan B. Pranata
Pendidkan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Kanjuruhan
*abdijanggur @gmail.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan kemampuam kerja
ilmiah dan pemahaman konsep fisika antara siswa yang belajar menggunakan model
pembelajaran Learning Cycle 7E berbasis asesmen kinerja dengan siswa yang belajar
menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 7E. Desain penelitian
menggunakan quasi experimental design dengan menggunakan rancangan posttest
control group design. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI
MIPA SMA Negeri 1 Sumberpucung dan sampel penelitian terdiri dari 36 siswa
kelas XI MIPA 4 sebgaia kelas eksperimen dan 36 siswa kelas XI MIPA 5 sebagai
kelas kontrol. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik Purposive Sampling.
Pengambilan data menggunakan lembar observasi dan tes pemahaman konsep fisika
kemudian dianalisis menggunakan uji anova dua jalur. Hasil penelitian menunjukan
bahwa,1) Terdapat perbedaan kemampuan kerja ilmiah siswa yang belajar
menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 7E berbasis asesmen kinerja
dengan menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 7E; 2) Terdapat
perbedaan pemahaman konsep fisika antara siswa yang belajar menggunakan model
pembelajaran Learning Cycle 7E berbasis asesmen kinerja dengan model
pembelajaran Learning Cycle 7E; dan 3) Terdapat interaksi antara model
pembelajaran Learning Cycle 7E berbasis asesmen kinerja dan kemampuan kerja
ilmiah terhadap pemahaman konsep fisika. Dengan demikian, disimpulkan bahwa
pengunaan model pembelajran learning cycle 7E berbasis asesmen kinerja
memberikan dampak positif terhadap kemampuan kerja ilmiah siswa dan pemahaman
konsep fisika dari pada menggunakan model learning cycle 7E. Model pembelajaran
learning cycle 7E berbasis aesmen kinerja terbukti mampu meningkatkan
kemampuan kerja ilmiah siswa dan pemahaman konsep fisika. Oleh karena itu,
sekiranya dapat digunakan dalam pembelajaran fisika sehingga tujuan pembelajaran
fisika dapat dicapai secara optimal.
Kata Kunci: Model Pembelajaran Learning Cycle 7E Berbasis Asesmen Kinerja,
Kemampuan Kerja Ilmiah, Pemahaman Konsep
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
55
Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5e Berbasis Eksperimen
untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Mereduksi Miskonsepsi Pada
Materi Getaran Harmonis Sederhana Kelas XI IPA SMA Nasional Malang
Tahun Pelajaran 2018/2019
Vivi Proyanti Bere1, Kurriawan Budi Pranata2, Akhmad Jufriadi3
1,2,3Program Studi Pendidikan Fisika, Universitas Kanjuruhan Malang [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Penelitian bertujuan untuk mengetahui penerapan model pembelajaran Learning
Cycle 5E meningkatkan pemahaman konsep siswa dan mereduksi miskonsepsi.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian adalah quasi experiment. Populasi
penelitian adalah siswa kelas XI IPA di SMA Nasional Malang. Instrumen yang
digunakan untuk mengukur pemahaman konsep adalah soal uraian post test,
sedangkan untuk mengukur miskonsepsi adalah soal objektif kontekstual pre test –
post test. Teknik untuk menguji hipotesis adalah dengan menggunakan uji Anova
Dua Jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) ada perbedaan pemahaman
konsep siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran learning cycle 5e, dan
siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran konvensional, 2) ada perbedaan
miskonsepsi siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran learning cycle 5e,
dan siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran konvensional, 3) ada
interaksi antara model pembelajaran learning cycle 5e terhadap miskonsepsi dan
pemahaman konsep siswa. Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh kesimpulan
bahwa siswa yang belajar dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E
pemahaman konsepnya lebih tinggi daripada siswa yang belajar dengan model
pembelajaran konvensional, dan miskonsepsi siswa yang belajar dengan model
pembelajaran Learning Cycle 5E lebih rendah daripada siswa yang belajar dengan
model pembelajaran konvensional.
Kata Kunci: Learning Cycle 5E, pemahaman konsep, miskonsepsi
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
56
Pengaruh MEA Terhadap Penentuan Lulusan Mahasiswa Fisika Pada
Kurikulum KKNI dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0
Sitti Rahmasari
Program Studi Tadris Fisika, FTK, Universitas Islam Negeri Antasari
Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk membahas mengenai pengaruh MEA (Masyarakat
Ekonomi ASEAN) terhadap penentuan profil lulusan mahasiswa pendidikan fisika
pada kurikulum berbasis KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia) dalam
menghadapi revolusi industri 4.0. Kurikulum yang disusun oleh suatu program studi
dipengaruhi oleh profil lulusan yang telah ditetapkan sebelumnya agar dapat menjadi
sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kualitas. Pada era Mayarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) membuat persaingan ekonomi dan sosial semakin ketat. Ditengah
persaingan yang semakin ketat ini bangsa Indonesia harus mengejar ketertinggalan
kualitas SDM yang belum sebaik negara anggota ASEAN lain. Perlu pengembangan
pada sektor-sektor strategis supaya bangsa ini dapat bergerak cepat mengejar
ketertinggalan. Dilihat dari kualitas SDM bangsa Indonesia yang tergolong rendah
maka salah satu solusinya adalah pada sektor pendidikan. Pendidikan fisika
merupakan salah satu program studi pada tingkat perguruan tinggi yang mencetak
lulusan mahasiswa pendidikan fisika. Kurikulum program studi saat ini mengacu
pada KKNI yang dapat menyandingkan, menyetarakan dan mengintegrasikan antara
bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka
pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan diberbagai
sektor. Artikel ini mengupas mengenai bagaimana menentukan profil lulusan
mahasiswa pendidikan fisika pada kurikulum berbasis KKNI yang dipengaruhi oleh
MEA. Dengan penentuan profil lulusan mahasiswa pendidikan fisika berdasarkan
kurikulum berbasis KKNI, lulusan mahasiswa pendidikan fisika dapat menjadi SDM
yang mampu bersaing di dunia kerja baik di Indonesia maupun di negara anggota
ASEAN lainnya di era revolusi industri 4.0.
Kata Kunci: KKNI, MEA, Fisika, Revolusi Industri 4.0
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
57
Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan Keterampilan
Proses Sains Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP PGRI 6
Malang
Yohana Salwati*, Sudi Dul Aji’, Hestiningtyas Yuli Pratiwi
Universitas Kanjuruhan Malang
Abstrak
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran inkuiri
terbimbing dan keterampilan proses sains terhadap kemampuan berpikir kritis, serta
kolerasi antara model pembelajaran dan keterampilan proses sains terhadap
kemampuan berpikir kritis. Penelitian ini dilakukan di SMP PGRI 6 Malang di kelas
VIIB sebagai kelas eksperimen dan kelas VIIC sebagai Kelas Kontrol. Rancangan
Penelitian Yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi
Experimetal Design), dengan menggunakan only-posttest control group design. Dari
hasil penelitiandiketahui bahwa ketuntasan keterampilan proses sains dan
kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.
Selanjutnya diperoleh data bahwa terdapat interaksi antara model pembelajaran
inkuiri terbimbing dan keterampilan proses sains terhadap kemampuan berpikir kritis
siswa kelas VII SMP PGRI 6 Malang tahun ajaran 2018/2019.
Kata Kunci: Model inkuiri terbimbing, keterampilan proses sains, kemampuan
berpikir kritis
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
58
Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) untuk
Meningkatkan Hasil Belajar IPA Pada Siswa SMP Negeri 2 Wagir
Yulia Sastri Selama*, Nurul ain, Hena Diana Ayu
Pendidikan Fisika, Fakultas Sains Dan Teknologi, Universitas Kanjuruan
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa
kelas VIII-D di SMP Negeri 2 wagir. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan
kelas dengan rancangan penelitian kemampuan tinggi. . Subjek dari penelitian ini
adalah siswa kelas VIII-D SMP Negeri 2 Wagir sebanyak 26 orang siswa. Teknik
pengambilan data pada ranah afektif dan psikomototik melalui instrumen penilaian
observer dan pada ranah kognitif melalui tes dengan jumlah 10 soal persiklus,
kemudian data yang diperoleh dianalisis menggunakan excel. Berdasarkan
pembelajaran yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penggunaan model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar IPA
siswa.
Kata Kunci: Problem based learning, hasil belajar afektif, kognitf, psikomotorik
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
59
Validitas dan Reliabilitas Angket Kreativitas Mencipta Produk Media
Pembelajaran Fisika
Wiwik Agustinaningsih Program Studi Tadris Fisika, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Antasari
Abstrak
Daya kreativitas menjadi fokus pendidikan dewasa ini yang mengarah pada
penggalian potensi individu untuk mampu beradaptasi dengan lingkungannya yang
terus berubah. Sebagaimana yang dikatakan oleh para ahli pendidikan sebelumnya
bahwa kreativitas menjadi daya seseorang untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan sebuah bentuk instrumen penilaian diri
dalam hal kreativitas bagi mahasiswa Tadris Fisika semester III UIN Antasari
Banjarmasin yang menempuh mata kuliah Media Pembelajaran Fisika. Instrumen
berupa angket dikembangkan mulai dari penentuan aspek kreativitas, pengembangan
indikator, hingga merumuskan pertanyaan angket. Aspek yang digunakan adalah
tinjauan proses berpikir kreatif yang meliputi fluency (kelancaran berpikir), flexibility
(berpikir luwes), originality (berpikir orisinil/asli), dan elaboration (berpikir detail).
Penilaian diri dipengaruhi oleh proses perkuliahan pengembangan media belajar
fisika sederhana yang dibuat sesuai dengan gaya belajar kelompok mahasiswa.
Validasi oleh ahli memberikan penilaian 3,54 pada skala 4 dengan kategori baik
bahkan mendekati sangat baik untuk validitas isi, konstruksi, keterbacaan, dan
prosedur penskoran. Reliabilitas stabil angket sangat tinggi yaitu 0,943 dilihat dari
derajat kesalahan 5%. Penentuan reliabilitas ini diperoleh dari hasil pengulangan tes
terhadap mahasiswa yang sama pada waktu yang berbeda (dua minggu setelah tes I).
Berdasarkan hasil penilaian tersebut dapat disimpulkan angket kreativitas mencipta
produk media pembelajaran fisika bersifat valid dan layak digunakan dalam penilaian
kreativitas diri bagi mahasiswa yang menempuh mata kuliah Media Pembelajaran
Fisika.
Kata Kunci: Instrumen, berpikir kreatif, gaya belajar, kurikulum
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
60
Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan
Motivasi dan Prestasi Belajar Fisika Siswa di SMP PGRI 02 Singosari
Klaudius Briantoro Jarut*, Nurul Ain, Chandra Sundaygara
Pendidikan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Kanjuruhan
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas keterlaksanaan proses
pembelajaran, meningkatkan motivasi dan prestasi siswa kelas VIII A Di SMP PGRI
02 Singosari menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing. Penelitian Ini
merupakan penelitian tindakan kelas dengan rancangan model Kemmis & McTaggart
yang terdiri dari dua siklus. Subyek penelitian adalah siswa kelas VIII A SMP PGRI
02 Singosari dengan jumlah siswa 20 yang terdiri dari 8 siswa laki-laki dan 12 siswa
perempuan dengan kemampuan akademik yang berbeda-beda atau heterogen.
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini meliputi lembar motivasi belajar dan
prestasi belajar.Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran
inkuiri terbimbing dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar dengan
peningkatan sebesar 86,36%.
Kata Kunci: inkuiri terbimbing, motivasi, prestasi belajar siswa
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
61
Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Melalui
Pendekatan Multirepresentasi Terhadap Minat Belajar dan Pemahaman
Konsep Fisika
Yosefina Suryanti* , Sudi Dul Aji, MuhammadNur Hudha
Pendidikan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Kanjuruhan
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran problem
based learning (PBL) melalui pendekatan multirepresentasi terhadap minat belajar
dan pemahaman konsep fisika serta interaksi antara model pembelajaran dengan
minat dan pemahaman konsep fisika. Penelitian menggunakan quasi eksperimen
dengan rancanagn penelitian Posstest only control design group. Teknik pengambilan
sampel yaitu porposive sampling. Instrumen yang di gunkan dalam penelitian ini soal
tes dan angket minat belajar siswa. Data yang di proleh dalam penelitian ini hasil uji
anova dua jalur menunjukan bahwa: (1) ada perbedaan minat belajar antara siswa
yang belajar menggunakan model pembelajaran problem based learning melalui
pendekatan multirepresentasi, (2) ada perbedaan pemahaman konsep fisika antara
siswa yang belajar menggunkan model PBL melalui pendekatan multirepresentasi,
dan (3) ada interaksi antara model pembelajaran problem based learning melalui
pendekatan multirepresentasi dengan minat belajar siswa dan pemahaman konsep
fisika.
Kata Kunci: PBL, multirepresentasi, minat belajar, pemahaman konsep fisika
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
62
Pemanfaatan Aplikasi Android dalam meningkatkan Minat Belajar
Mahasiswa Pendidikan IPA
Ellyna Hafizah*, Farida Hayati Pendidikan IPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lambung Mangkurat
Abstrak
Pendidikan di abad 21 adalah pendidikan berbasis teknologi. Pendidikan berbasis
teknologi ditunjang dengan media pembelajaran berbasis teknologi. Tujuan dari riset
ini adalah untuk mengkaji pemanfaatan aplikasi android dalam meningkatkan minat
belajar mahasiswa Pendidikan IPA FKIP ULM. Metode yang digunakan adalah studi
literatur. Analisis data menggunakan analisis kuantitatif berupa statistik deskriptif,
dan kualitatif dalam penjabaran hasil data. Hasil penelitian menunjukan bahwa
aplikasi android digunakan untuk membantu penyelesaian tugas mahasiswa.
Penggunaan aplikasi android juga mampu dalam meningkatkan minat belajar
mahasiswa. Riset ini sebagai dasar dari riset selanjutnya berupa pengembangan media
ajar berbasis aplikasi android.
Kata Kunci: Media ajar, aplikasi android, minat belajar
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
63
Pemanfaatan Produk Radar Cuaca dan Satelit untuk Mengidentifikasi
Sebaran Abu Vulkanik (Studi Kasus Letusan Gunung Agung Tanggal 26
November 2018)
Audia Azizah Azani1, Christine Natalia Sanda Tata2, Kuntinah3, Imma Redha
Nugraheni4, Abdullah Ali5
1,2,3,4Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 5Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
1 [email protected] 2 [email protected] 3 [email protected] 4 [email protected] 5 [email protected]
Abstrak
Radar cuaca dan satelit merupakan instrumen penginderaan jauh yang digunakan
untuk memindai kondisi atmosfer. Objek yang dapat ditangkap oleh instrumen
tersebut salah satunya adalah abu vulkanik. Pada tanggal 26 November 2017, Gunung
Agung, yang terletak di Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali, meletus
hingga mengeluarkan abu vulkanik. Sebaran abu vulkanik tersebut dapat
membahayakan kesehatan hingga keselamatan penerbangan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasi sebaran abu vulkanik tersebut dengan memanfaatkan produk
radar dan satelit. Produk radar yang dipakai dalam penelitian ini adalah MAX,
VCUT, CAPPI V, dan VVP. Sementara produk satelit yang dipakai adalah satelit
Himawari 8 dengan pengaturan RGB. Berdasarkan analisis produk tersebut
didapatkan bahwa reflektivitas maksimum yang didapat sebesar 36 dBZ. Ketinggian
erupsi mencapai 12-14 km. Material yang terdeteksi berupa material padat jenis
coarse ash di lapisan bawah hingga fine ash di lapisan atas. Pergerakan abu vulkanik
mendekati radar ke arah selatan hingga tenggara.
Kata Kunci: radar cuaca, satelit, abu vulkanik.
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
64
Analisis Dinamika Atmosfer Saat Kejadian Angin Puting Beliung di
Banjarmasin (Studi Kasus : 11 Januari 2019)
Sri Noviati1, Rezky Yunita2, Uli Mahanani3 1,2 Puslitbang Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
3 Stasiun Meteorologi Syamsudin Noor Banjarmasin 1 [email protected]
2 [email protected] 3 [email protected]
Abstrak
Pada tanggal 11 Januari 2019 telah terjadi fenomena angin puting beliung di
Kecamatan Gambut Kabupaten Banjar yang mengakibatkan kerusakan rumah warga.
Penelitian ini dilakukan untuk meninjau kondisi fisis atmosfer saat terjadinya
fenomena tersebut. Adapun analisis yang dilakukan dengan menggunakan data citra
satelit Himawari-8, citra radar cuaca serta data pengamatan sinoptik dan udara atas
Stasiun Meteorologi Banjarmasin, yang kemudian dianalisa secara deskriptif. Hasil
pengamatan citra satelit Himawari-8 menunjukan adanya masa udara basah yang
berkumpul di wilayah Kabupaten Banjar dan sekitarnya dan terus berkembang hingga
membentuk awan-awan konvektif yang bergerak dari arah barat. Hasil pengamatan
radar cuaca juga menunjukan nilai reflektifitas tinggi yang menunjukkan adanya
awan Cumulonimbus dan pola hook echo yang menjadi ciri khusus kejadian puting
beliung. Hasil analisis Indeks labilitas udara menunjukan nilai Lifted Indeks (LI) 3.0,
K-Indeks sebesar 35.9 dan CAPE memiliki nilai 1255 J/Kg yang mengindikasikan
potensi yang cukup untuk pembentukan awan-awan konvektif. Hasil observasi
permukaan menunjukan adanya peningkatan kecepatan angin hingga 27.8 km/jam
saat kejadian, disertai dengan penurunan suhu udara menjadi 28.6 °C dan
peningkatan kelembaban udara hingga 87%.
Kata Kunci: Puting beliung, Awan Cumulonimbus, Banjarmasin
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
65
Pengaruh Variasi Komposisi Campuran dan Tekanan Pada Kualitas
Pembakaran Briket Berbahan Cangkang Biji Karet dan Abu Dasar
Batubara
Ninis Hadi Haryanti1, Rijali Noor2, Dwi Aprilia3 1 Prodi Fisika FMIPA ULM
2,3 Prodi Teknik Lingkungan FT ULM 1 [email protected]
Abstrak
Telah dilakukan penelitian tentang pembuatan briket yang diharapkan dapat sebagai
sumber energi terbarukan dan bahan bakar alternatif. Briket berbahan campuran
cangkang biji karet dan abu dasar batubara dengan menggunakan perekat tepung
tapioka melalui proses karbonisasi serta dilakukan uji kualitas pembakarannya. Abu
dasar batubara berasal dari PLTU Asam asam Kab. Tanah Laut yang dicampur
dengan biomassa cangkang biji karet yang berasal dari Desa Pengaron Kab. Banjar.
Cangkang biji karet dan abu dasar yang telah dibuat serbuk, selanjutnya dilakukan
proses kompaksi dengan tekanan kompaksi bervariasi 100 kg/cm2; 150 kg/cm2; 200
kg/cm2. Komposisi cangkang biji karet dan abu dasar terdiri 70%:30% dan 60%:40%
serta perekat tepung tapioka 5% dalam persen berat. Kualitas pembakaran briket yang
dihasilkan adalah waktu penyalaan awal yang diperlukan (10.35-12.21) menit; durasi
pembakaran yang diperlukan dalam membakar briket (80.56-94.22) menit; kecepatan
pembakaran briket (0,53-0,62) gram/menit. Hasil penelitian menunjukkan semakin
banyak komposisi campuran cangkang biji karet dan semakin sedikit abu dasar
batubara yang digunakan maka waktu penyalaan awal dan durasi pembakaran
menjadi lebih lama sedangkan kecepatan pembakaran tetap. Semakin besar tekanan
yang diberikan, waktu penyalaan awal dan durasi pembakaran briket semakin lama,
sedangkan kecepatan pembakaran semakin cepat.
Kata Kunci: briket, kualitas pembakaran, cangkang biji karet, abu dasar batubara.
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
66
Sistem Eigen Operator Matriks Hermitian Dengan Metode Analitik
Nur Aida, Bambang Supriadi, Yushardi
Physics education, FKIP, University of Jember [email protected]
[email protected] [email protected]
Abstrak
Operator matriks Hermitian merupakan sebuah operator atau instruksi berupa matriks
yang mempunyai sifat Hermitian. Salah satu syarat dari operator matriks Hermitian
adalah operator matriks yang digunakan berupa matriks bujur sangkar (matriks
dengan ordo n × n) yang mempunyai nilai determinan yang sama dengan nol. Untuk
sistem eigen sendiri merupakan suatu bentuk penyelesaian akhir berupa kumpulan
dari beberapa macam komponen variabel, diantaranya terdapat operator matriks
Hermitian, nilai Eigen, dan fungsi Eigen. Tujuan utama dari penelitian ini adalah
menentukan solusi lengkap sistem eigen operator matriks Hermitian ordo n × n,
dengan 2 ≤ n ≥ 4 yang merupakan bilangan riil rasional menggunakan metode
analitik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode analitik
didapatkan solusi lengkap sistem Eigen dari operator matriks ordo 2 × 2, 3 × 3, dan
ordo 4 × 4, baik nilai Eigen maupun fungsi Eigen berupa bilangan yang riil. Semakin
banyak jumlah ordo yang digunakan maka perhitungan untuk menyelesaikan sistem
Eigen menggunakan metode analitik mempunyai langkah penyelesaian yang lebih
panjang dan rumit. Hal ini dapat direfleksikan bahwa semakin banyak ordo dalam
menentukan sistem Eigen, maka manfaat dalam bidang teknologi akan semakin
bagus, misal pencacahan data akan semakin kompleks dan tingkat penyadapan
informasi akan semakin sulit.
Kata Kunci: hermite; determinan; sistem eigen
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
67
Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Berbasis Mind Mapping terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas XI PIS pada
Konsep Sistem Peredaran Darah Manusia
Riya Irianti*, Noorhidayati, Dita Sifa Febriyanti
Program Studi Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Lambung Mangkurat
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan aktivitas belajar dan menguji
pengaruh penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) berbasis
Mind Mapping terhadap hasil belajar siswa kelas XI PIS SMAN 9 Banjarmasin tahun
ajaran 2018/2019 pada konsep Sistem Peredaran Darah Manusia melalui kuasi
eksperimen. Hasil belajar siswa diperoleh melalui pretest dan posttest sedangkan
kognitif proses, afektif dan psikomotor diamati menggunakan rubrik observasi
aktivitas siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model PBL berbasis Mind
Mapping tidak berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar kognitif produk
yang terlihat dari nilai Pr>F = 0,423 yang berarti lebih besar dari 0.05. Selain itu nilai
F = 0,87, nilai C.V yaitu 7,399, dan nilai R-Square sebesar 0,027 yang berarti 2,7%
pembelajaran dipengaruhi oleh penerapan model pembelajaran PBL berbasis Mind
Mapping, hal ini diduga karena adanya faktor internal dan eksternal yang
mempengaruhi hasil belajar siswa. Pada kelas perlakuan mendapat hasil kognitif
proses dan hasil belajar afektif pada perilaku berkarakter siswa dengan kategori amat
baik serta pada hasil belajar afektif perilaku sosial dan hasil belajar psikomotor
dengan kategori baik.
Kata Kunci: model pembelajaran, Problem Based Learning (PBL), Mind Mapping,
hasil belajar
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
68
Memperbaiki Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA melalui
Pembelajaran Biologi Berbasis Inkuiri pada Konsep Animalia
Norhasanah1*, Muhammad Hasan2, Muhammad Zaini3 1,2SMAN 4 Barabai
3Program Studi Pendidikan Biologi FKIP ULM Banjarmasin * [email protected]
Abstrak
Penelitian deskriptif ini bertujuan memperbaiki keterampilan berpikir kritis siswa
SMA melalui pembelajaran biologi berbasis inkuiri pada konsep Animalia. Subyek
penelitian adalah siswa SMA Negeri 4 Barabai kelas X MIA 3 tahun pelajaran
2018/2019. Penelitian ini dilakukan Januari-Februari tahun 2019. Jenis data meliputi
a) keterampilan merumuskan pertanyaan, b) keterampilan merumuskan hipotesis, c)
keterampilan mengumpulkan data, d) keterampilan menganalisis data, dan e)
keterampilan membuat kesimpulan. Data dikumpulkan dari jawaban LKS 1 dan LKS
2 berbasis inkuiri dengan menggunakan rubrik keterampilan berpikir kritis,
selanjutnya diberi skor dan dinyatakan dengan %, dirujuk dengan kategori 85,01-
100% (sangat baik), 70,01-85,00% (baik), 50,01-70,00% (cukup), dan 01,00-50,00%
(kurang). Hasil penelitian diperoleh keterampilan merumuskan masalah, keterampilan
merumuskkan hipotesis, keterampilan mengumpulkan data, dan keterampilan
membuat kesimpulan mengalami perbaikan dari kategori cukup menjadi baik,
sedangkan keterampilan menganalisis data belum mengalami perbaikan dengan
kategori cukup.
Kata Kunci: Keterampilan berpikir kritis, biologi, pembelajaran berbasis inkuiri
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
69
Kualitas Lembar Kerja Peserta Didik Konsep Protista Berbasis
Keterampilan Berpikir Kritis
(Suatu Penelitian Berbasis Desain)
Muhammad Arsyad*, Muhammad Zaini, Khairunnisa Aziati Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin,
Jl. Brigjend H. Hasan Basri, Banjarmasin, Indonesia
Abstrak
Lembar kerja peserta didik adalah bagian dari perangkat pembelajaran yang berperan
penting dalam menggali keterampilan berpikir kritis peserta didik. LKPD yang
berkualitas susah diperoleh kecuali melalui penelitian berbasis desain. Penelitian ini
bertujuan mengevaluasi kualitas LKPD berbasis keterampilan berpikir kritis sehingga
dihasilkan LKPD yang valid, praktis, dan efektif. Penelitian berbasis desain
(penelitian pengembangan) menggunakan desain Tessmer, dengan tahapan expert
review, one to one evaluation, small group evaluation, dan field test evaluation.
Didalam pelaksanaannya diakhiri sampai small group evaluation. Subjek expert
review adalah dua orang akademisi dan satu orang praktisi (guru biologi). Subjek one
to one evaluation adalah tiga orang peserta didik. Subjek small group evaluation
adalah enam orang peserta didik. Data validitas melalui expert review, kepraktisan isi
diperoleh dari one to one evaluation, dan kepraktisan harapan bersamaan dengan
keefektivan harapan diperoleh melalui small group evaluation. Data validitas dan
kepraktisan isi dikumpulkan menggunakan teknik Delphi dengan ketetapan skor
capaian akhir 4. Data kepraktisan harapan diperoleh dari respon peserta didik
menggunakan lembar instrumen berupa angket dinyatakan dengan %. Keefektivan
harapan berdasarkan skor keterampilan berpikir kritis peserta didik dalam
mengerjakan LKPD. Hasil penelitian menunjukkan LKPD sangat valid menurut
expert review, mudah digunakan karena praktis baik isi maupun harapan. Efektif
digunakan karena keefektivan harapan juga sangat baik.
Kata Kunci: Penelitian pengembangan, kualitas, LKPD, protista, keterampilan
berpikir kritis
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
70
Pengukuran Kualitas Udara Ambien Dan Kebisingan di Area dan Sekitar
Area Pelabuhan Khusus Batubara PT. Adiapratama Coal Desa Serongga
Kabupaten Kotabaru
Bunda Halang*, Muhammad Zaini, Riya Irianti
ULM, Jl.Brigjen H.Hasan Basry, Banjarmasin
Abstrak
Aktivitas Pelabuhan Khusus (Pelsus) batubara PT.Adiapratama Coal di tepian Sungai
Serongga menghasilkan bahan buangan berupa polutan udara di area dan sekitar
perusahaan tersebut. Bahan polutan udara tersebut ketika konsentrasinya di udara
tinggi, kemungkinan dapat mengganggu kehidupan makhluk hidup termasuk
manusia. Tujuan penelitian adalah menentukan kualitas udara ambien dan kebisingan
di area dan sekitar area Pelsus batubara PT. Adiapratama Coal Desa Serongga
Kabupaten Kotabaru. Metode penelitian yang digunakan adalah metode sampling
lapangan yang terdiri dari 3 titik sampling, yakni : (1) Pada area sekitar hopper
Pelsus batubara PT. Adiapratama Coal, (2) pada area stockpile dekat ruang crusher
Pelsus batubara PT. Adiapratama Coal, dan (3) pada area Road Acces Pelsus batu
bara PT. Adiapratama Coal Serongga. Data kualitas udara di analisis menggunakan
metode filtrasi (untuk sampel debu) dan metode gravimetrik (untuk sampel udara
lainnya). Hasilnya dibandingkan dengan baku mutu udara ambien dan tingkat
kebisingan no. 053 tahun 2007. Data kebisingan juga dianalisis dan
membandingkannya dengan baku mutu yang dipersyaratkan tersebut. Hasil penelitian
ini menunjukkan hasil pengamatan titik 1 (debu 26,47 µg/m3, SO2 72,48 µg/m3,
NO2 21,37 µg/m3, CO 946, 11 µg/m3); titik 2 (debu 12,48 µg/m3, SO2 49,5 µg/m3,
NO2 15,34, CO µg/m3, CO 525,44 µg/m3); dan titik 3 (debu 40,77 µg/m3, SO2
161,28 µg/m3, NO2 53,67 µg/m3, CO 1451,52 µg/m3) masih aman untuk makhluk
hidup dan manusia karena nilainya masih jauh berada di bawah nilai baku mutu yang
dipersyaratkan. Hasil pengukuran kebisingan untuk pengukuran pada pengamatan
titik 1 (57,6 dBA) dan titik 2 (53,1dBA) masih berada dalam kisaran di bawah baku
tingkat kebisingan maksimum (85 dBA), sedangkan pada pengamatan titik 3 (Road
Acces =58,14 dBA) sudah melebihi nilai ambang batas yang dipersyaratkan (55
dBA) sebagaimana ditetapkan oleh Baku mutu tingkat kebisingan menurut Peraturan
Gubernur Kalimantan Selatan No: 053 tahun 2007.
Kata Kunci: udara ambien, kebisingan, pelabuhan khusus, tepian Sungai Serongga
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
71
Metode Pembelajaran IMPROVE sebagai Alternatif untuk Mengembangkan
Kemampuan Siswa dalam Mengatasi Permasalahan Kimia
Rahmat Eko Sanjaya*, Restu Prayogi, Almubarak
Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lambung Mangkurat
Abstrak
Pembelajaran yang menggunakan permasalahan sebagai basis pembelajaran,
memiliki kemampuan untuk meningkatkan hasil belajar, motivasi dan keterampilan
siswa. Pembelajaran yang berdasarkan pada masalah, memerlukan sebuah metode
khusus untuk mengatasi permasalahan tersebut. Metode pembelajaran IMPROVE
merupakan metode alternatif yang bersifat multidimensional dan dapat menjadi
alternatif untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam mengatasi permasalahan
yang disajikan dalam pembelajaran kimia. Metode ini berdasarkan pada teori kognitif
sosial dan metakognisi serta terdiri atas tiga kompenen yang saling berkaitan, yaitu
peer interactions, metacognitive questionings, feedback-corrective-enrichment.
Langkah dalam penerapan metode ini merupakan uraian dari kata IMPROVE, yaitu
Introducing new concepts, Metacognitive questioning, Practicing, Reviewing and
reducing difficulties, Obtaining mastery, Verification, Enrichment. Penelitian terbaru
atas penerapan metode ini menunjukkan bahwa metode IMPROVE memberikan
respon kognitif yang baik serta meningkatkan hasil belajar dan kemampuan
metakognitif siswa.
Kata Kunci: IMPROVE, kemampuan mengatasi masalah, permasalahan kimia
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
72
Students’ Multiple Intelligence Profile as a Guidelines for Enhancement of Chemistry Teaching and Learning Quality
Almubarak*, Restu Prayogi, Rahmat Eko Sanjaya
Pendidikan Kimia FKIP ULM
Abstrak
Perbedaan jenis kecerdasan mahasiswa merupakan bagian yang sangat
mempengaruhi proses pengajaran dan pembelajaran di kelas. Di sisi lain, sebagian
besar mahasiswa mengalami kesulitan dalam memahami materi kimia baik secara
makroskopis atau multi representasi, sehingga pengajar butuh acuan dalam
mendesain suatu konsep pembelajaran yang cocok. Studi ini bertujuan untuk
mengetahui profil jenis kecerdasan mahasiswa berbasis multiple intelligence
(kecerdasan majemuk). Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian
deskriptif dengan pendekatan kuantitatif agar memperoleh gambaran isu yang ingin
diidentifikasi. Sampel studi yakni seluruh mahasiswa pendidikan kimia angkatan
2014, 2015, 2016, dan 2017. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik angket.
Hasil studi menunjukkan bahwa jenis multiple intelligence (kecerdasan majemuk)
mahasiswa yang paling dominan yakni kinestetik (14.15%), interpersonal (14.94%),
intrapersonal (17.13%), dan naturalis (13.69%). Secara tidak langsung, data
menunjukkan bahwa rata-rata mahasiswa pendidikan kimia memiliki potensi dan
minat belajar yang baik meskipun belajar kimia butuh kecerdasan spasial agar
memudahkan mereka paham konten materi. Kesimpulan yang dapat diambil adalah
pengidentifikasian profil mahasiswa dalam konteks pembelajaran merupakan unsur
penting bagi setiap pengajar, artinya profil tersebut menjadi pedoman dalam
meningkatkan kualitas pengajaran dan pembelajaran kimia di kelas..
Kata Kunci: kecerdasan majemuk; pengajaran dan pembelajaran kimia, profil
mahasiswa
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
73
Service-Learning sebagai Alternatif Metode Pembelajaran Mahasiswa dalam
Pengabdian kepada Masyarakat
Studi Kasus : IFSTS-L Yogyakarta, Halmahera Utara, dan Sumba Tengah
Paulus Bawole, Kristian Oentoro
Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta
Abstrak
Salah satu Tri dharma perguruan tinggi yang wajib dilaksanakan oleh civitas
academika adalah Pengabdian kepada masyarakat. Ada banyak metode yang
diterapkan terkait dengan pengabdian masyarakat. Service–learning adalah salah satu
metode pemberdayaan masyarakat yang mengitegrasikan kegiatan akademis pada
pemberdayaan masyarakat yang pada akhirnya memberikan kesempatan mahasiswa
melakukan refleksi tentang apa yang sudah mereka implementasikan. Paper ini
merupakan hasil penelitian aksi yang membagikan pengalaman melakukan
pengabdian pada masyarakat. Metode yang diterapkan adalah metode studi multi-
kasus dengan terlibat langsung pada beberapa aktivitas yang sudah dilakukan.
Kata Kunci: Service-learning, pemberdayaan, pengabdian
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
74
Pengintegrasian Kearifan Lokal Kalimantan Selatan
dalam Pembelajaran Fisika
Misbah1 , Zainal Fuad2
1Pendidikan Fisika FKIP Universitas Lambung Mangkurat 2Madrasah Tsanawiyah Negeri 5 Hulu Sungai Utara
[email protected] , [email protected]
Abstrak
Penulisan artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengintegrasian kearifan lokal Kalimantan
Selatan dalam proses pembelajaran Fisika kelas XI. Metode yang digunakan berupa studi literatur.
Berdasarkan pandangan teori belajar Sosiokultural, proses pembelajaran harus didasarkan pada
fenomena yang terjadi di lingkungan sekitar tempat tinggal peserta didik. Kearifan lokal
Kalimantan Selatan sangat cocok untuk diintegrasikan dalam pembelajaran fisika kelas XI agar
tercipta pembelajaran yang lebih bermakna. Berbagai materi fisika kelas XI yang dapat
diintegrasikan dengan kearifan lokal Kalimantan Selatan di antaranya permainan basumpitan
diintegrasikan dengan materi elastisitas, rumah lanting untuk materi fluida statis, pasar terapung
untuk materi fluida dinamis, gula batu itik untuk materi suhu dan kalor, serta alat musik panting
untuk materi gelombang bunyi. Pengintegrasian Kearifan Lokal ini dapat membantu siswa untuk
memahami materi pembelajaran sehingga tercipta pembelajaran fisika menjadi menyenangkan dan
bermakna.
Kata Kunci: Kearifan Lokal, Kalimantan Selatan
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
75
Kreativitas Ilmiah Mahasiswa dalam Mendesain Rangkaian Listrik
Sederhana melalui Creative Responsibility Based Learning
Suyidno1, Eko Susilowati1, Mohamad Nur2, Leny Yuanita2, Titin Sunarti3 1Prodi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Lambung Mangkurat
2Prodi S3 Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya 3Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Surabaya
Abstrak
Mendesain rangkaian listrik sederhana termasuk salah satu kreativitas mahasiswa dalam inkuiri
ilmiah maupun penyelesaian masalah kelistrikan; namun hambatan kreativitas sering menjadikan
desain kreatif mahasiswa kurang mempertimbangkan aspek ilmiahnya. Oleh karena itu, tujuan
penelitian ini adalah mendeskripsikan peningkatan kreativitas ilmiah mahasiswa dalam mendesain
rangkaian listrik sederhana melalui Creative Responsibility Based Learning (CRBL). Penelitian ini
termasuk bagian dari desain penelitian pendidikan; yaitu pada tahapan pengembangan prototipe.
Uji coba penelitian menggunakan one group pre-test post-test design pada 30 mahasiswa prodi
pendidikan fisika FKIP Universitas Lambung Mangkurat. Pengumpulan data menggunakan
Instrumen Tes Mendesain Rangkaian Sederhana yang diadaptasi dari Carson and Hu’Scientific
Creativity Assesment, serta wawancara kepada beberapa mahasiswa. Teknik analisis data secara
deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Ditinjau dari aspek kreativitas mahasiswa, ada peningkatan
jumlah desain rangkaian listrik sederhana dari 132 rangkaian menjadi 292 rangkaian. Sedangkan
ditinjau dari aspek ilmiah, mahasiswa yang mampu mendesain rangkaian dengan benar yang
semula hanya 1 mahasiswa menjadi 20 mahasiswa; meskipun masih ditemukan ada 10 mahasiswa
yang desain gambar/simbol lampu dan baterai dalam rangkaian kurang tepat. Dengan demikian,
CRBL dapat digunakan untuk menggali kreativitas ilmiah mahasiswa dalam mendesain rangkaian
listrik sederhana. Implikasi hasil penelitian ini adalah CBSL dapat menjadi model alternatif untuk
memaksimalkan kreativitas ilmiah mahasiswa dalam mendesain alat peraga sains maupun produk
teknologi yang bermanfaat.
Kata Kunci: Creative Responsibility Based Learning, Kreativitas Ilmiah, Mendesain
Rangkaian Listrik Sederhana
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
76
Eksplorasi Dimensi Kreativitas Siswa melalui Integrasi Pengetahuan Science
Technology Engineering and Mathematics (STEM)
Eko Susilowati, Suyidno
Prodi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Lambung Mangkurat [email protected]
Abstrak
Kreativitas merupakan kompetensi penting yang harus dimiliki siswa berdasar standar kompetitif
di abad ke-21 dalam memasuki era informasi dan teknologi. Hal ini memerlukan generasi kreatif
yang mampu berinovasi untuk menjawab tantangan yang semakin meningkat dengan kebutuhan
yang semakin kompleks. Penelitian ini menguji tingkat kreativitas mahasiswa dengan
mengintegrasikan pengetahuan Science Technology Engineering and Mathematics (STEM) untuk
membuat produk yang kreatif dengan tema energi terbarukan. Total responden dalam penelitian ini
adalah 46 mahasiswa yang mengambil matakuliah fisika terapan. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif dan kuantitatif dengan mengacu pada dimensi kreativitas untuk menilai tingkat
kreativitas mahasiswa. Hasil penelitian menunjukkan dimensi kreativitas mahasiswa dipengaruhi
oleh pengetahuan STEM yang dapat mendukung kreativitas mahasiswa dengan
mengkolaborasikan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan untuk menyelesaikan masalah
dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan STEM.
Kata Kunci: eksplorasi, kreativitas, STEM
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
77
Implementasi Pembelajaran Biologi Melalui TPS Pada Siswa Homeschooling
untuk Mengembangkan Kemampuan Berkomunikasi dan Aktivitas Siswa
Nurul Hidayati Utami
Program studi pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Lambung Mangkurat
Email [email protected]
Abstrak
Pembelajaran Homeschooling tidak berbeda dengan pembelajaran yang dilakukan
secara klasikal di kelas. Pembelajaran tetap didampingi oleh guru (tutor) bersama
orangtua. Fokus pada pembelajaran bukan hanya mendapatkan kecakapan akademik
sehingga pembelajaran Biologi menggunakan model Think-Pair-Share pada siswa
homeschooling bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan
aktivitas siswa. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dianalisis secara
kuantitatif dan kualitatif, Adapun hasil penelitian adalah (1) kemampuan
berkomunikasi pada siswa homeschooling berkembang dengan baik. (2) aktivitas
siswa yang terkait pembelajaran biologi sangat baik.
Kata Kunci: Homeschooling, Think-Pair-Share-Biologi
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
78
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Think Pair Share (TPS) untuk
Meningkatkan Aktivitas Belajar dan Hasil Belajar Fisika Pada Materi
Pokok Pengukuran Di SMA Negeri 2 Palangka Raya
Marsaulina Demiaty SMA Negeri 2 Palangka Raya
Abstrak
Model pembelajaran kooperatif Think Pair Share (TPS) dipilih sebagai salah satu
strategi untuk meningkatkan aktivitas belajar sekaligus hasil belajar Fisika pada siswa
kelas X yang didasarkan pada rendahnya partisipasi siswa dalam proses pembelajaran
fisika. Tujuan penelitian ini adalah : (1) untuk mengetahui peningkatan aktivitas
belajar peserta didik dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif Think
Pair Share (TPS) pada materi pokok Pengukuran, (2) Mengetahui hasil belajar
kognitif peserta didik melalui penerapan model Pembelajaran Kooperatif Think Pair
Share (TPS) pada materi pokok Pengukuran di kelas X SMA Negeri 2 Palangka
Raya. Penerapan model pembelajaran TPS ini dilakukan secara pra eksperimental
model one group pretest – postest design yaitu eksperimen yang dilakukan pada satu
kelompok saja tanpa kelompok pembanding. Populasi penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Think Pair Share (TPS) ini adalah seluruh siswa kelas X
MIPA SMA Negeri 2 Palangka Raya yang terdiri dari 8 kelas MIPA atau sebanyak
359 siswa MIPA pada semester I tahun ajaran 2017/2018. Sampel sebanyak satu
kelas, diambil dengan menggunakan teknik random sampling. Kelas yang terpilih
sebagai sampel penelitian adalah kelas X MIPA 1 dengan jumlah peserta didik 40
orang. Intrumen yang digunakan dalam kelas eksperimen ini adalah soal pemahaman
konsep dan tes hasil belajar kognitif berbentuk uraian objektif sebanyak 10 soal aspek
C2 dan C3. Hasil analisis data menunjukkan bahwa dari 40 siswa yang mengikuti test
hasil belajar terdapat 27 siswa yang tuntas dan 13 siswa yang masih belum tuntas.
Berdasarkan ketuntasan individu yang diisyaratkan sekolah ≥ 75% . Ketuntasan
klasikal siswa sebesar 67,5%, berarti secara klasikal pembelajaran tidak tuntas karena
belum mencapai standar kriteria ketuntasan klasikal yang ditetapkan 75% tuntas..
Kata Kunci: Model Pembelajaran Kooperatif Think Pair Share, Aktivitas belajar dan
Pengukuran
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
79
Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Perumahan Dengan Metode AHP
Menggunakan Expert Choice
Surdiyanto MTI IBI Darmajaya
Abstrak
Penentuan perumahan mana yang harus dipilih oleh konsumen dipengaruhi oleh
banyak faktor, diantaranya harga, lokasi, fasilitas umum, perijinan, desain rumah, dan
kedibilitas dari developer. Paper ini bertujuan untuk mencari kriteria-kriteria yang
digunakan didalam pemilihan perumahan oleh konsumen. Kriteria-kriteria tersebut
dianalisis menggunakan metode AHP menggunakan software Expert Choice. Hasil
analisis yang didapat kriteria tertinggi adalah perijinan legal tidaknya kepemilikan
atas tanah dan bangunannya.
Kata Kunci: SPK, Perumahan, AHP, Expert Choice
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
80
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Fisika dengan Metode Problem
Solving Pada Materi Listrik Dinamis Untuk Melatihkan Keterampilan
Pemecahan Masalah
Sinar Meisura Asyifa*, Mastuang, Syubhan Annur
Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin
Abstrak
Kemampuan pemecahan masalah siswa masih rendah dan belum ada perangkat
pembelajaran yang mendukung untuk melatihkan kemampuan pemecahan masalah
siswa. Untuk itu, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan
kelayakan pada perangkat pembelajaran fisika dengan metode problem solving pada
materi listrik dinamis berdasarkan (1) validitas, (2) kepraktisan, (3) efektivitas, dan
(4) pencapaian kemampuan pemecahan masalah siswa. Instrumen penelitian ini
adalah lembar validasi RPP, lembar validasi materi ajar, lembar validasi LKS, lembar
validasi THB, lembar pengamatan untuk keterlaksanaan RPP dan THB. Model
pengembangan yang digunakan adalah model ADDIE. Subjek uji coba penelitian ini
adalah kelas X-1 SMA PGRI 4 Banjarmasin sebanyak 26 siswa. Hasil penelitiannya
menunjukan (1) validitas perangkat pembelajaran berkategori valid dengan persentase
89,92 (2) kepraktisan perangkat pembelajaran berkategori baik dengan rata-rata 3,34
(3) efektivitas perangkat pembelajaran berkategori sedang berdasarkan hasil belajar
siswa dengan N-gain 0,4 (4) pencapaian kemampuan pemecahan masalah siswa
berkategori cukup. Diperoleh simpulan bahwa perangkat pembelajaran fisika dengan
metode problem solving pada materi listrik dinamis yang dikembangkan layak
dipergunakan pada pembelajaran.
Kata Kunci: Listrik dinamis, metode problem solving
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
81
Pengembangan Bahan Ajar Getaran Harmonis Melalui Model Pembelajaran
Inkuiri Terbimbing Untuk Melatihkan Kemampuan 5M
Pina Ayu Imanah*, Mustika Wati, Abdul Salam M
Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Lambung Mangkurat
Abstrak
Belum tersedianya bahan ajar yang secara khusus melatihkan kemampuan 5M peserta
didik di SMAN 5 Banjarmasin melatarbelakangi dilakukan penelitian dan
pengembangan bahan ajar fisika SMA topik getaran harmonis melalui pembelajaran
inkuiri terbimbing. Tujuan penelitian ini menghasilkan bahan ajar serta kelayakan
penggunaannya, sehingga secara khusus dapat dirumuskan tujuan
yaitu.mendeskripsikan:.(1) validitas bahan ajar, (2) kepraktisan bahan ajar, dan (3)
efektivitas bahan ajar. Metode yang digunakan pada kegiatan ini adalah penelitian
dan pengembangan (R&D) dengan model ADDIE. Data diperoleh melalui validasi
bahan ajar, lembar pengamatan keterlaksanaan RPP, dan lembar pengamatan
kemampuan 5M. Subjek uji coba adalah siswa kelas .X MIA 4 SMA Negeri 5
Banjarmasin. Hasil penelitian. menunjukkan bahwa (1) validitas bahan ajar meliputi
RPP, materi ajar, LKPD, dan THB berkategori baik, (2).kepraktisan bahan ajar
berdasarkan keterlaksanaan RPP berkategori sangat baik, (3) efektivitas bahan ajar
berdasarkan kemampuan 5M berkategori sangat baik. Simpulan penelitian yaitu
bahan ajar fisika SMA topik getaran harmonis melalui pembelajaran inkuiri
terbimbing untuk melatihkan kemampuan 5M yang.dikembangkan layak untuk
digunakan.
Kata Kunci: Bahan.ajar, model inkuiri terbimbing, kemampuan 5M, R & D
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
82
Penerapan Model Quantum Teaching untuk Meningkatkan Keterampilan
Proses Sains dan Hasil Belajar Peserta Didik
Atikah*, Muhammad Arifuddin, Sarah Miriam
Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Lambung Mangkurat
Abstrak
Rendahnya keterampilan proses sains berakibat rendahnya hasil belajar peserta didik
kelas X C Multimedia SMKN 1 Banjarmasin. Maka dari itu, dilaksanakan penelitian
yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan hasil belajar
peserta kelas X C SMKN 1 Banjarmasin menggunakan model quantum teaching.
Tujuan khusus penelitian ini adalah mendeskripsikan: (1) Keterlaksanaan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran, (2) keterampilan proses sains, dan (3) hasil belajar.
Penelitian ini memakai jenis penelitian tindakan kelas model Kemmis dan Mc
Taggart dengan 2 siklus, setiap siklus mencakup perencanaan, pelaksanaan/
pengamatan, dan refleksi. Subjek penelitian ini peserta didik kelas X C Multimedia
SMKN 1 Banjarmasin yang terdiri dari 28 peserta didik. Data didapat melalui
pengamatan dan tes. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Hasil
penelitian memperlihatkan: (1) Keterlaksanaan RPP secara keseluruhan pada siklus I
dan siklus II memperoleh kriteria sangat baik dengan persentase 82,50% dan 97,00%;
(2) Keterampilan proses sains peserta dodik pada siklus I ke siklus II dengan kategori
baik menjadi sangat baik dengan persentase 66,00% dan 90,22%; (3) Adanya
peningkatan hasil belajar peserta didik dari siklus I yang tuntas sejumlah 53,57%
menjadi 82,14% pada siklus II, maka bisa dikatakan tuntas secara klasikal. Didapat
simpulan bahwa keterampilan proses sains dan hasil belajar peserta didik kelas X C
Multimedia SMKN 1 Banjarmasin meningkat dengan menerapkan model quantum
teaching.
Kata Kunci: Hasil belajar, keterampilan proses sains, quantum teaching
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
83
Meningkatkan Aktivitas Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Paminggir Melalui
Model Quantum Teaching
Muhammad Said, Sri Hartini, Misbah, Dewi Dewantara
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Lambung Mangkurat
Abstrak
Penerapan model dan metode kurang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran
fisika berdampak terhadap rendahnya aktivitas siswa. Oleh karena itu, dilakukan
penelitian dengan tujuan secara umum untuk mendekripsikan cara meningkatkan
aktivitas siswa melalui model quantum teaching pada pembelajaran usaha dan energi
kelas XI IPA SMAN 1 Paminggir. Tujuan penelitian ini yaitu untuk
mendeskripsikan: (1) keterlaksanaan RPP, (2) aktivitas siswa, dan (3) hasil belajar
siswa. Penelitian ini menggunkan PTK model Hopskin terdiri dari dua siklus dan
setiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan. Data diperoleh melalui tes, observasi,
dan dokumentasi. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Perangkat
dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah RPP, handout, LKS, dan
THB. Subjek penelitian siswa SMA Negeri 1 Paminggir. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa: (1) keterlaksanaan RPP meningkat dari 3,13 pada siklus I
menjadi 3,95 pada siklus II dengan kategori baik (2) aktivitas siswa meningkat dari 3,
16 pada siklus Imenjadi 3,44 siklus II kategori aktif, (3) hasil belajar siswa meningkat
dari meningkat dari 33,00% siklus I menjadi 87,00% pada siklus II dengan kategori
tuntas. Diperoleh kesimpulan yaitu dapat meningkat aktivits siswa kelas XI IPA
SMAN 1 Paminggir malalui model quantum teaching pada materi usaha dan energi.
Kata Kunci: aktivitas, hasil belajar, quantum teaching
Seminar Nasional Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM
Banjarmasin, 23 Maret 2019
84
Pengembangan Perangkat Model Pembelajaran Generatif untuk Melatihkan
Pemahaman Konsep Fisika pada Materi Teori Kinetik Gas
Nor Hasanah*, Zainuddin, Suyidno
Pendidikan Fisika FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin
Abstrak
Rendahnya pemahaman konsep fisika dan aktivitas siswa masih menjadi
permasalahan pendidikan di kelas XI SMA Negeri 10 Banjarmasin. Oleh karena itu,
tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan kelayakan perangkat model
pembelajaran generatif untuk melatihkan pemahaman konsep fisika pada materi teori
kinetik gas ditinjau dari validitas, kepraktisan, dan keefektifannya. Penelitian ini
termasuk penelitian pengembangan yang menggunakan model ADDIE (analyze,
design, development, implementation, evaluation). Perangkat pembelajaran yang
dikembangkan terdiri dari rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), materi ajar,
lembar kerja siswa (LKS), dan tes hasil belajar (THB). Subjek uji coba adalah 25
siswa kelas XI IPA 2 SMA Negeri 10 Banjarmasin. Instrumen yang digunakan
meliputi lembar validasi, lembar pengamatan keterlaksanaan RPP, lembar tes
pemahaman konsep, dan lembar pengamatan aktivitas siswa. Data dianalisis secara
deskriptif, kualitatif, dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1)
validitas perangkat pembelajaran meliputi RPP, materi ajar, LKS, dan THB yang
dikembangkan mendapat kriteria valid; (2) kepraktisan perangkat pembelajaran
ditinjau dari keterlaksanaan komponen RPP dengan kriteria sangat praktis; (3)
keefektifan perangkat pembelajaran ditinjau dari peningkatan pemahaman konsep
dengan kriteria sedang (<g>= 0,60) dan aktivitas siswa dengan kriteria aktif.
Diperoleh simpulan bahwa perangkat model pembelajaran generatif pada materi teori
kinetik gas yang dikembangkan layak digunakan dalam pembelajaran fisika.
Kata Kunci: Pembelajaran generatif, pemahaman konsep, teori kinetik gas