22
LAPORAN PRAKTIKUM PEGENDALIAN VEKTOR DAN BINATANG PENGGANGGU-B (PVBP-B) “KUNJUNGAN KE LABORATORIUM ZOONOSIS NONGKOJAJAR” DISUSUN OLEH : KELOMPOK B/ KELAS A D3 SEMESTER IV KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

Kunjungan Ke Lab. Zoonosis Nongkojajar

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pengendalian Vektor Penyakit PES dan Leptospirosis

Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM

PEGENDALIAN VEKTOR DAN BINATANG PENGGANGGU-B (PVBP-B)

KUNJUNGAN KE LABORATORIUM ZOONOSIS NONGKOJAJAR

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK B/ KELAS A

D3 SEMESTER IV

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI DIII KAMPUS SURABAYA

2015Nama Anggota Kelompok :

1. Yulistra Naftali Eka Putra

P27833113040

2. Vebrina Arvianti

P27833113010

3. Nurfarida Safitri

P27833113018

4. Safitri Praneliani

P27833113027

5. Sella Puspita

P27833113042

6. Yulia Kartika Sari

P27833113001

7. Nirza Ameilia

P27833113016

8. Levy Karunia Putri

P27833113030

9. Enggrit Ariana Sari

P27833113037

10. Wahyu Sulistyorini W.

P27833113041

11. Ratna Dewi Lailatul A.

P27833113002

12. Zenita

P27833113013

13. Lestari Dwi Utami

P27833113021

14. Windri Kusuma W.

P27833113031

15. Nur MasUla

P27833112007

BAB I PENDAHULUANA. Latar belakangPenyakit pes merupakan penyakit yang menular dan dapat mengakibatkan kematian. Tikus merupakan reservoir dan pinjal merupakan vektor penularnya, sehingga penularan ke manusia dapat terjadi melalui gigitan pinjal atau kontak langsung dengan tikus yang terinfeksi bakteri Yersinia pestis (Jawetz dkk, 2005:409). Sebagai penyakit menular, vektor penularan penyakit Pes sangat terkait dengan kondisi lingkungan dan kehidupan vektor (BBTKLPP, 2012).Sejak epidemi pertama yang tercatat di abad ke-6 Masehi, di belahan dunia ini wabah. Pes diperkirakan telah merenggut hampir 200 juta jiwa manusia. Berdasarkan gambaran sebarannnya (World Distribution Plague, 1980) penyakit Pes tersebar di hampir seluruh muka bumi. Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dengan kasus endemik terjadi di Eropa dan Asia (Kemenkes, 2012; Widoyono, 2011). Pemerintah Indonesia maupun dunia sudah menetapkan penyakit pes menjadi salah satu penyakit karatina dan tercatat dalam Internasional Health Regulation. Penyakit ini juga termasuk dalam Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) atau Kedaruratan Kesehatan yang Meresahkan Dunia. Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) adalah KLB yang dapat merupakan ancaman kesehatan bagi negara lain dan kemungkinan membutuhkan koordinasi internasional dalam penanggulangannya (Sub Direktorat Zoonosis, 2008).

Indikator Kejadian Luar Biasa (KLB) pes yaitu apabila terjadi peningkatan empat kali lipat pemerikasaan spesimen secara serokonversi, Flea Indek (FI) umum lebih besar atau sama dengan 2 dan Flea Indek (FI) khusus lebih besar atau sama dengan 1, ditemukan bakteri Yersenia pestis dari pinjal, tikus, tanah, sarang tikus, bahan organik lain, dan manusia hidup maupun mati. Untuk mengendalikan KLB pes ini, maka perlu dilakukan survailens pada daerah epizootic pes (Sub Direktorat Zoonosis, 2008).

Kegiatan survailens merupakan salah satu program pemberantasan penyakit pes yang dapat dilakukan yaitu surveilans terhadap tikus dan pinjal. Kegiatan surveilans terhadap tikus dan pinjal meliputi :

1. Daerah fokus, merupakan daerah yang diamati sepanjang tahun yaitu satu bulan sekali selama lima hari berturut-turut. 2. Daerah terancam, merupakan daerah yang diamati secara periodik, yaitu empat kali dalam satu tahun dengan kurun waktu tiga bulan sekali selama lima hari berturut-turut. 3. Daerah bekas fokus, merupakan daerah yang diamati selama satu tahun sekali atau dua tahun sekali selama lima hari berturut-turut (Sub Direktorat Zoonosis, 2008:8)Kegiatan surveilans pada daerah epizootic pes bertujuan untuk mengendalikan penyakit pes, yaitu untuk mempertahankan kasusnya agar selalu nol, mencegah penularan dari daerah fokus ke daerah sekitar, memantau agar tidak terjadi relaps, dan mencegah masuknya pes dari luar negeri (Sub Direktorat Zoonosis, 2008:9). Di Indonesia sendiri terdapat empat propinsi yang menjadi daerah pengawasan pes, yaitu di Ciwidey Kabupaten Bandung (Jawa Barat), Cangkringan Kabupaten Sleman (Yogyakarta), di Kecamatan Tutur, Tosari, Puspo, dan Pasrepan Kabupaten Pasuruan (Jawa Timur), dan di Kabupaten Boyolali di Kecamatan Selo dan Cepogo, (Jawa Tengah) (Sub Direktorat Zoonosis, 2008). Akhir tahun 1986 terjadi wabah Pes di wilayah Nongkojajar tepatnya di dusun Surorowo desa Kayukebek Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan Jawa Timur. Diawali adanya laporan beberapa kematian di dusun Surorowo. Setelah dilakukan surveylance dan trapping dari Kemenkes ternyata didapatkan tikus dengan serum positif Pes. Atas dasar ini ditetapkan telah terjadi outbreak Pes di dusun Surorowo, dari 24 orang penderita didapatkan 20 orang meninggal pada periode bulan Februari hingga April. Tahun 1987 masih ditemukan 224 orang penderita diantaranya meninggal 1 orang (Kasnodiharjo,et,al, 2005; Depkes, 1999). Akhirnya sejak tahun 1987 wilayah Nongkojajar Pasuruan ditetapkan sebagai daerah fokus Pes. Penyelenggaraan Program Pengendalian Penyakit Pes dilakukan secara terintegrasi oleh Dinas Kabupaten Pasuruan, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, BBLK Surabaya dan BBTKLPP Surabaya.Leptospirosis adalah penyakit manusia dan hewan dari kuman dan disebabkan kuman Leptospira yang ditemukan dalam air seni dan sel-sel hewan yang terkena. B. Tujuan1) Untuk mengetahui didirikannya laboratorium zoonosis nongkojajar2) Untuk mengetahui cara penangkapan tikus dengan menggunakan trap di lapangan guna penggendalian vektor penyakit pes3) Untuk mengetahui jenis-jenis tikus dan pinjal4) Untuk mengetahui cara pengambilan darah tikus

B. ManfaatManfaat dari kunjungan ini yaitu menambah wawasan mengenai penyakit Pes dan Leptospirosis serta survei tikus dan pengendalian tikus dalam upaya pencegahan penyebaran penyakit menularBAB IIPEMBAHASANA. Profil Laboratorium Zoonosis Nongkojajar

Laboratorium Zoonosis di Desa Nongkojajar, Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan, akan dikembangkan menjadi Pusat Diklat dan Studi Tikus se-Asia, oleh Kementrian Kesehatan dengan anggaran APBN Rp 1,2 miliar yang mulai dikerjakan akhir 2014.Tanah dan bangunan seluas 5.220 m2 yang berada di Desa Wonosari Kecamatan Tutur tersebut akan dibangun menjadi satu-satunya laboratorium pengendalian penyakit pes dan zoonosis pertama tak hanya di Indonesia, tapi juga dalam skala regional Asia bahkan dunia. Pengembangan dimulai dengan memperluas lahan menjadi 390 m2, lalu dibangun laboratorium penyakit pes lengkap dengan fasilitasnya. Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI, Untung Suseno Sutarjo, saat di Pendopo Nyawiji Ngesti Wenganing Gusti Pemkab Pasuruan, mengungkapkan bahwa laboratorium ini dapat digunakan untuk mengamati penyakit-penyakit apa saja yang bisa menyerang binatang, maupun penyakit binatang yang dapat menular dan membahayakan manusia. Terutama penyakit yang disebabkan tikus yakni pes, atau penyakit yang bisa menyerang tikus dan menular pada manusia (9/10/2014).Dikatakannya, Pemkab Pasuruan hanya menyediakan lahan sedangkan pembangunan laboratorium seluruhnya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. "Kami sudah menandatangani berita acara serah terima hibah asset tanah dan bangunan laboratorium, khususnya laboratorium pes atau tikus. Pada awalnya laboratorium di Tutur adalah milik kementerian kesehatan, kemudian pada masa reformasi dihibahkan kepada Pemkab Pasuruan. Kami melihat ini perlu dikembangkan dengan APBN, sehingga dikembalikan lagi kepada pemerintah pusat," kata Untung.Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pasuruan, Drg Loembini Pedjati Lajoeng menambahkan bahwasanya Laboratorium Zoonosis di Nongkojajar pernah menjadi pusat pengamatan terhadap kasus 200 lebih warga Wonosari Kecamatan Tutur yang terserang penyakit pes, sekitar tahun 1987. Para staf laboratorium pada waktu itu kewalahan menyelidiki banyaknya warga yang terserang pes, yang menewaskan 23 warga. Karena pada saat itu, penyakit pes ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Beberapa tahun kemudian hingga saat ini tidak ada lagi kasus pes di Tutur maupun daerah sekitar.Bupati Pasuruan Irsyad Yusuf menyatakan, akan memberikan dukungan penuh terhadap rencana tersebut. Selain dijadikan pusat penelitian, ia berharap keberadaan laboratorium tersebut bisa lebih memperkenalkan Kabupaten Pasuruan di kalangan Asia.

Program pengendalian pes dan zoonosis telah dilakukan di Nongkojajar sejak tahun 1986, setelah dinyatakan terjadi outbreak penyakit yang disebabkan oleh pinjal tikus yang mengandung bakteri Yersinia pestis tersebut. Ada tiga tempat di Indonesia yang menjadi lokasi pengamatan pes, yaitu Ciwidey Jawa Barat, Kecamatan Selo dan Cepogo di Kabupaten Boyolali Jawa Tengah, dan Nongkojajar, Jawa Timur. BBTKLPP Surabaya berperan aktif dalam program pengendalian penyakit pes dan zoonosis melalui dukungan laboratorium, logistik, dan pengendalian pes. (Humas BBTKLPP Surabaya). Wilayah pengamatan Pes di Pasuruan yaitu meliputi Nongkojajar (7 daerah fokus, 9 daerah terancam, dan 2 daerah tambahan), Sumberpitu (4 daerah terancam), Pasrepan (3 daerah terancam), Puspo (7 daerah terancam dan 1 daerah tambahan) dan Tosari (11 daerah fokus dan 3 daerah terancam)

Kegiatan Laboratorium Zoonosis Nongkojajar.

Laboratorium lapangan: Trapping Tikus, Identifikasi Rodent dan Pinjal, Pooling pinjal, dan Pengambilan spesimen serum. Lab. Stasioner : BLK Surabaya, BBTKLPP Surabaya: Pemeriksaan Serologi, Pemeriksaan Bakteriologi, dan Inokulasi pinjal.B. Penangkapan TikusDalam upaya pengendalian vektor dan pencegahan penyakit menular, di laboratorium ini dilakukan penangkapan, identifikasi tikus maupun pinjal, uji bakteriologi dan juga uji serologi.Penjebakan/ pemerangkapan di lapangan merupakan cara baik untuk mendapatkan sampel tikus. Kegiatan menangkap atau mengendalikan sering mengalami kendala karena tikus merupakan binatang yang mempunyai mobilitas dan daya jelajah yang relatif luas.Diantara berbagai bentuk dasar perangkap tersebut, live trap yang paling sering digunakan untuk keperluan penelitian di bidang kesehatan. Untuk penangkapan di dalam rumah, diperlukan minimal dua perangkap. Untuk penangkapan di luar rumah, tiap area luasnya 10 m2 cukup dipasang 2 perangkap dengan mulut perangkap saling bertolak belakang atau satu perangkap dengan kedua sisi terbuka sebagai mulut perangkap. Tetapi penangkapan tikus di luar rumah, seperti kebun, sawah atau ladang dapat digunakan linier trap barrier system (multy trap). Peletakan perangkap yang tepat juga penting untuk memperoleh hasil maksimal. Pada dasarnya perangkap diletakkan di tempat yang diperkirakan sering dikunjungi tikus, misalnya dengan melihat bekas telapak kaki, kotoran, rambut yang rontok. Di lingkungan permukiman, perangkap dapat diletakkan di gudang, dapur, atap rumah, dan sebagainya. Sedikitnya jumlah tikus yang didapat dengan jumlah pinjal yang banyak menjadikan kewaspadaan terulangnya Kejadian Luar Biasa (KLB), maka perlu dilakukan pengendalian agar angka kejadian pes selalu nol dan tidak terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) pes. Pencegahan KLB pes dilakukan survey lapangan dengan memasang live trap setiap lima hari berturut-turut dalam satu bulan sesuai ketentuan pedoman penanggulangan pes pada daerah fokus. Jumlah perangkap yang digunakan minimal 100-200 buah. Dalam survailens ini partisipasi warga sangat dibutuhkan, dengan partisipasi ini masyarakat diharapkan mampu berperan aktif dalam kegiatan survailens. Menurut AP Hadi (2009) Partisipasi adalah bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela, baik karena alasan-alasan dari dalam dirinya (intrinsik) maupun dari luar dirinya (ekstrinsik) dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan.C. Identifikasi TikusSetelah melakukan penangkapan, tikus kemudian diidentifikasi, diamati secara fisik. Berikut beberapa jenis tikus:1. Rattus norvegicusTikus jenis ini banyak dijumpai di saluran air/ got di daerah pemukiman kota dan pasar. Tikus jenis ini memiliki ciri-ciri panjang ujung kepala sampai ekor 300-400 mm, ekor 170-230 mm, warna rambut badan atas coklat kelabu, rambut bagian perut kelabu.2. Rattus rattus diardii

Tikus jenis ini banyak dijumpai di atap/ plafon rumah. Makanan utamanya yaitu kabel dan kayu pada atap rumah. Warna abu-abu kecoklatan sampai kehitam-hitaman dibagian punggung. Memiliki panjang tubuh 100 190 mm, dan memiliki panjang ekor lebih panjang atau sama dengan panjang tubuh (Suparjan 1994).3. Rattus argentiventerTikus jenis ini memiliki ciri-ciri panjang ujung kepala sampai ekor 270-370 mm, ekor 130-192 mm, warna rambut badan atas cokelat muda berbintik-bintik putih, rambut bagian perut putih atau cokelat pucat; biasanya terdapat di sawah atau padang alang-alang. Makanan utamanya serangga, anai-anai, belalang dan biji-bijian padi.4. Rattus tiomanicusTikus jenis ini memiliki ciri-ciri panjang ujung kepala sampai ekor 245-397 mm, ekor 123-225 mm, warna rambut badan atas cokelat kelabu, rambut bagian perut putih krem, biasanya terdapat di semak-semak dan kebun.5. Mus musculusCiri-ciri panjang kepala sampai ekor kurang dari 175 mm, ekor 81-108 mm, warna rambut badan atas dan bawah coklat kelabu, tikus jenis ini biasanya terdapat dalam rumah; dalam almari dan tempat penyimpanan barang lainnya.6. Rattus exulans Memiliki ciri-ciri tekstur rambut lembut dan halus, warna badan bagian punggung coklat kelabu, warna badan bagian perut putih kelabu, Panjang kepala sampai badan 80-150 mm, Panjang ekor 110-180 mm. Tikus ini berhabitat di ladang.Identifikasi tikus biasanya dengan cara membius atau memingsankan tikus terlebih dahulu. Tikus dalam kantong kain dipingsankan dengan dibius kloroform. Cara ini dapat diganti dengan melemaskan tikus.

D. Pencatatan Dan PelabelanSelanjutnya perangkap yang telah berisi tikus diberi label yang mencamtumkan tanggal, bulan, tahun, tempat (atap, dapur, kebun, jenis pohon, dan sebagainya) serta kode lokasi penangkapan. Setiap perangkap kemudian dimasukkan ke dalam sebuah kantong kain yang cukup kuat, agar ektoparasit yang lepas dari tubuh tidak banyak yang hilang (tetap berada dalam kantong). Kantong kemudian dibawa ke laboratorium untuk diproses tikusnya.Sampel tikus yang tertangkap merupakan data penting yang perlu dikoleksi sebagai spesimen, terutama dari daerah/habitat yang berbeda. Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam mengkoleksi yaitu; label/etikat harus dibuat dengan kertas kaku atau tebal, tulisan dengan huruf balok dan ditulis dengan tinta yang tidak dapat terhapus. Hal penting yang perlu dicatat adalah;1. Nama jenis2. Lokasi/ habitat3. Tangal (hari, bulan, tahun)4. Berat badan (gram)5. Panjang kepala dan badan (mm)6. Panjang ekor (mm)7. Panjang kaki belakang (mm)8. Lebar telinga (mm)9. Jenis kelamin10. Organ reproduksi, seperti testis, seminal vesikel, uterus, dan embrio11. Rumus mamae12. KolektorE. Pembuatan Specimen Awetan Meskipun materi ini tidak diberikan pada saat kunjungan, hal ini juga penting untuk diketahui.Spesimen awetan tikus merupakan bukti ilmiah jenis tikus yang berhasil ditangkap di suatu lokasi penelitian, sehingga pembuatan specimen awetan tikus merupakan kegiatan yang harus dilakukan. Spesimen awetan bermanfaat untuk koleksi dan referensi dan bahan konfirmasi jenis tikus ke lembaga ilmiah lain apabila identifikasi mengalami kendala.F. Teknik Pengambilan Darah TikusSetelah tikus dalam kantong kain telah dipingsankan atau dilemaskan. Kapas beralkohol 70% dioleskan di bagian dada, selanjutnya jarum suntik ditusukkan di bawah tulang pedang-pedangan (tulang rusuk) sampai masuk lebih kurang 50 75 % panjang jarum. Posisi jarum membentuk sudut 450 terhadap badan tikus yang dipegang tegak lurus. Setelah posisi jarum tepat mengenai jantung, secara hati-hati darah dihisap diusahakan alat suntik terisi penuh. Pengambilan darah dari jantung tikus dapat diulang maksimal 2 kali, karena apabila lebih dari 2 kali biasanya darah mengalami hemolisis.Penanganan darah tikus untuk pemeriksaan bakteriologi atau serologi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu filter strip dan pengambilan serum darah. Penggunaan filter strip, diawali dengan darah dalam alat suntik diteteskan pada filter strip (kertas Nobuto) sebanyak lebih kurang 3 tetes atau dimasukkan ke dalam tabung hampa udara yang telah diberi label sesuai dengan kode sampel tikus. Filter strip yang telah ditetesi darah dikeringkan pada suhu kamar dan diletakan pada rak khusus. Untuk mencegah kerusakan, kertas ini dihindarkan dari sinar matahari secara langsung atau panas api. Filter strip yang telah kering ditempelkan sedemikian rupa pada karton 5 x 10 cm, dimasukkan ke dalam amplop dan disimpan di dalam almari es sebelum pemeriksaan serologi. Pengambilan serum darah, yaitu darah dalam jarum suntik dimasukkan dalam tabung atau tabung hampa udara, maka didiamkan terlebih dahulu selama 2 3 jam, atau disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Cara lain adalah jarum suntik berisi darah diletakkan secara terbalik dan di diamkan selama 5 jam maka serum akan terpisah dengan sel darah. Serum yang telah terpisah dari darah dihisap dengan pipet yang telah disucihamakan, kemudian dimasukkan ke dalam tabung serum yang telah berlabel, disimpan di dalam termos es atau almari es (freezer) sebelum pemeriksaan selanjutnya (serologi)G. Teknik Pengambilan PinjalTikus atau mencit yang telah lemas atau diambil darahnya, disikat atau disisir di atas nampan/ timba putih. Ektoparasit yang terkumpul dalam wadah diseleksi jenisnya, dihitung dan dicatat di tabel yang tersedia. Di letakkan pada tabung khusus penampung pinjal yang berisi cairan NaCl, per tabung maksimal berisi 25 ekor pinjal. Pengumpulan di tabung ini dibedakan berdasarkan tempat ditemukannya tikus dan species pinjal. Spesies pinjal yang sering ditemukan adalah Xenopsylla cheopis.H. Tentang Penyakit LeptospirosisLeptospirosis adalah penyakit manusia dan hewan dari kuman dan disebabkan kuman Leptospira yang ditemukan dalam air seni dan sel-sel hewan yang terkena. Hewan yang sering menyebarkan penyakit ini adalah tikus jenis Rattus norvegicus dan Bendicota indica.Gejala dini Leptospirosis umumnya adalah demam, sakit kepala parah, nyeri otot, gerah, muntah dan mata merah. Ada penderita Leptospirosis yang lebih lanjut mendapat penyakit parah, termasuk penyakit Weil yakni kegagalan ginjal, sakit kuning (menguningnya kulit yang menandakan penyakit hati) dan perdarahan masuk ke kulit dan selaput lendir. Pembengkakan selaput otak atau Meningitis dan perdarahan di paru-paru pun dapat terjadi. Kebanyakan penderita yang sakit parah memerlukan rawat inap dan Leptospirosis yang parah malah ada kalanya merenggut nyawa.Kuman Leptospira biasanya memasuki tubuh lewat luka atau lecet kulit, dan kadang-kadang lewat selaput di dalam mulut, hidung dan mata. Berbagai jenis binatang bisa mengidap kuman Leptospira di dalam ginjalnya. Tanah, lumpur atau air yang dicemari air kencing hewan pun dapat menjadi sumber infeksi. Untuk mencegah penyebaran penyakit leptospirosisi ini yaitu dengan pengendalian tikus yang kemudian diperiksa urin tikus tersebut.BAB III PENUTUPA. KesimpulanLaboratorium zoonosis nongkojajar merupakan unit pelaksana teknis dibawah naungan Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Menular Surabaya (BBTKL PPM Surabaya). Laboratorium ini didirikan guna pengamatan penyakit-penyakit apa saja yang bisa menyerang binatang, maupun penyakit binatang yang dapat menular dan membahayakan manusia. Terutama penyakit yang disebabkan tikus yakni pes, atau penyakit yang bisa menyerang tikus dan menular pada manusia.Dalam upaya pengendalian vektor dan pencegahan penyakit menular, di laboratorium ini dilakukan penangkapan, identifikasi tikus maupun pinjal, uji bakteriologi dan juga uji serologi. Diantara berbagai bentuk dasar perangkap tersebut, live trap yang paling sering digunakan untuk keperluan penelitian di bidang kesehatan. Pencegahan KLB pes dilakukan survey lapangan dengan memasang live trap setiap lima hari berturut-turut dalam satu bulan sesuai ketentuan pedoman penanggulangan pes pada daerah fokus. Jumlah perangkap yang digunakan minimal 100-200 buah. Identifikasi tikus dan pinjal menjadi hal yang sangat penting dalam pengendalian tikus dalam upaya pencegahan penyebaran penyakit menular, karena dapat mengetahui tikus dan pinjal yang dominan menularkan/ menyebabkan penyakit di daerah tersebut serta menentukan cara pengendaliannya.Dalam pengambilan darah tikus ada beberapa dasar yang harus diperhatikan yaitu jarum suntik ditusukkan di bawah tulang pedang-pedangan (tulang rusuk) sampai masuk lebih kurang 50 75 % panjang jarum. Posisi jarum membentuk sudut 450 terhadap badan tikus yang dipegang tegak lurus. Setelah posisi jarum tepat mengenai jantung, secara hati-hati darah dihisap diusahakan alat suntik terisi penuh.B. SaranBagi mahasiswa, sebaiknya mempelajari lebih lanjut lagi mengenai surveilans epidemiologi, karakteristik tikus dan pinjal, etiologi penyakit pes dan leptospirosis sebagai dasar kerja lapangan.

Bagi laboratorium zoonosis, sebaiknya lebih ditingkatkan lagi mengenai tindakan pengendalian terhadap tikus agar tidak ada kasus yang parah, bahkan sampai terjadinya KLB. Dan juga sebaiknya lebih meningkatkan pemahaman terhadap masyarakat akan bahanya penyakit pes dan leptospirosis, serta pentingnya pengendalian tikus.DAFTAR PUSTAKAhttp://www.btklsby.go.id/2014/10/mimpi-jadi-nyata-peletakan-batu-pertama-pengembangan-laboratorium-zoonosis-nongkojajar.php, diakses pada tanggal 25 April pukul 2:58

http://www.btklsby.go.id/2014/10/mimpi-jadi-nyata-peletakan-batu-pertama-pengembangan-laboratorium-zoonosis-nongkojajar.php, diakses pada tanggal 25 April pukul 2:58 https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=10&ved=0CDoQFjAJ&url=http%3A%2F%2Fadln.lib.unair.ac.id%2Ffiles%2Fdisk1%2F736%2Fgdlhub-gdl-s2-2014-riharustam-36759-6.-bab-1n.pdf&rct=j&q=laboratorium%20zoonosis%20di%20desa%20tutur%2C%20pasuruan&ei=BZ46VeziFYrauQSXi4GoAg&usg=AFQjCNHIkJHtR9vEO6gHLcJvIyQih3Y1cA , diakses pada tanggal 25 April pukul 3:15

https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=13&ved=0CCAQFjACOAo&url=http%3A%2F%2Fjournal.unnes.ac.id%2Fsju%2Findex.php%2Fujph%2Farticle%2FviewFile%2F3024%2F2797&rct=j&q=laboratorium%20zoonosis%20di%20desa%20tutur%2C%20pasuruan&ei=p6Y6VZmYLIKKuwTHhIHYCg&usg=AFQjCNFB_pXM175MCG-Bc_hL2cKIqHNH1A&bvm=bv.91665533,d.c2E , diakses pada tanggal 25 April pukul 3:31http://www.mhcs.health.nsw.gov.au/publicationsandresources/pdf/publication-pdfs/7140/doh-7140-ind.pdf Diakses pada tangga 30 April 2015 Pukul 08:14 LAMPIRAN

Gambar 1 Perangakap live trap tikus

Gambar 3 Memasukkan tikus ke dalam kantong

Gambar 2 Peralatan identifikasi tikus dan pengambilan darah tikus

Gambar 4 Melemaskan tikus dengan cara di tarik tulangnya

Gambar 5 Mengambil sampel darah tikus

Gambar 6 Menuangkan darah ke tabung tempat darah tikus

Gambar 7 Menyisiri tikus untuk mendapatkan pinjal

Gambar 8 Pinjal yang tertampung pada ember

Gambar 9 Menimbang tikus

Gambar 10 Mengukur tikus

Gambar 11 Mengukur panjang dan lebar telinga

Gambar 12 Hasil awetan tikus