Labio Palato

Embed Size (px)

DESCRIPTION

labio palato

Citation preview

Nama: I Komang Botha WikramaNPM: 10700093

REFERAT LABIO PALATOKSISIS

A.DefinisiLabio palatochizis berasal dari tiga kata yaitu labio (bibir), palato (langit - langit) dan schizis (celah). Labioschizis adalah celah pada bibir sedangkan palatoschizis adalah celah pada palatum atau langit-langit terjadi karena kelainan kongenital yang pada masa embriologi semester pertama. Labio palatoschizis atau sumbing langitan adalah cacat bawaan berupa celah pada bibir atas. Gusi, rahang, dan langit-langit (Fitri Purwanto 2011).Labio palatoschizis merupakan suatu kelainan kongenital abnomaly yang berupa adanya kelainan bentuk pada wajah. Palatokschizis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu. Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya propsuesus nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan embriotik. (Wong, Donna L. 2007). B.Etiologia. Faktor Herediter Dimana material genetic dalam kromosom yang mempengaruhi. Dimana dapat terjadi karena adaya adanya mutasi gen ataupun kelainan kromosom (agen atau faktor yang menimbulkan cacat pada masa embrio)Kawin antar kerabat sebagai faktor yang sudah dipastikan. Gilarsi : 75% dari faktor keturunan resesif dan 25% bersifat dominan. Pada setiap sel yang normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom non-sex ( kromosom 1 s/d 22 ) dan 1 pasang kromosom sex ( kromosom X dan Y ) yang menentukan jenis kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau Sindroma Patau dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total kromosom pada tiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan gangguan berat pada perkembangan otak, jantung, dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir. b. Faktor Eksternal 1. Faktor usia ibu2. Obat-obatan. Asetosal, Aspirin (SCHARDEIN-1985) Rifampisin, Fenasetin, Sulfonamid, Aminoglikosid, Indometasin, Asam Flufetamat, Ibuprofen, Penisilamin, Antihistamin dapat menyebabkan celah langit- langit. Antineoplastik, Kortikosteroid 3. Nutrisi (kekurangan zat seperti vitamin B6 dan B kompleks, asam folat)d. Penyakit infeksi Sifilis, virus rubella e. Radiasif. Stres emosional g. Trauma, (trimester pertama). (Wong, Donna L. 2003).C.AnatomiRongga mulut merupakan sebuah bagian tubuh yang terdiri dari : lidah bagian oral (dua pertiga bagian anterior dari lidah), palatum durum (palatum keras), dasar dari mulut, trigonum retromolar, bibir, mukosa bukal, alveolar ridge, dan gingiva. Tulang mandibula dan maksila adalah bagian tulang yang membatasi rongga mulut. Rongga mulut yang disebut juga rongga bukal, dibentuk secara anatomis oleh pipi, palatum keras, palatum lunak, dan lidah. Pipi membentuk dinding bagian lateral masing-masing sisi dari rongga mulut. Pada bagian eksternal dari pipi, pipi dilapisi oleh kulit. Sedangkan pada bagian internalnya, pipi dilapisi oleh membran mukosa, yang terdiri dari epitel pipih berlapis yang tidak terkeratinasi. Otot-otot businator (otot yang menyusun dinding pipi) dan jaringan ikat tersusun di antara kulit dan membran mukosa dari pipi. Bagian anterior dari pipi berakhir pada bagian bibir. D.Klasifikasi1) Berdasarkan organ yang terlibat :a. Celah di bibir (labioskizis)b. Celah di gusi (gnatoskizis)c. Celah di langit (palatoskizis)d. Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalnya terjadi di bibir dan langit-langit (labiopalatoskizis)2) Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk.Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Beberapa jenis bibir sumbing :a. Unilateral Incomplete ; Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.b. Unilateral complete ; Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan memanjang hingga ke hidung.c. Bilateral complete ; Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.

(A) Celah bibir unilateral tidak komplit, (B) Celah bibir unilateral (C) Celah bibir bilateral dengan celah langit-langit dan tulang alveolar, (D) Celah langit-langitE.PatofisiologiCacat bibir sumbing terjadi pada trimester pertama kehamilan karena tidak terbentuknya suatu jaringan di daerah tersebut. Semua yang mengganggu pembelahan sel pada masa kehamilan bisa menyebabkan kelainan tersebut, misal kekurangan zat besi, obat-obat tertentu, radiasi. Tak heran kelainan bibir sumbing sering ditemukan di desa terpencil dengan kondisi ibu hamil tanpa perawatan kehamilan yang baik serta gizi yang buruk.Bayi-bayi yang bibirnya sumbing akan mengalami gangguan fungsi berupa kesulitan menghisap ASI, terutama jika kelainannya mencapai langit-langit mulut. Jika demikian, ASI dari ibu harus dipompa dulu untuk kemudian diberikan dengan sendok atau dengan botol berlubang besar pada bayi yang posisinya tubuhnya ditegakkan. Posisi bayi yang tegak sangat membantu masuknya air susu hingga ke kerongkongan. Jika tidak tegak, sangat mungkin air susu akan masuk ke saluran napas mengingat refleks pembukaan katup epiglotis( katup penghubung mulut dengan kerongkongan) mesti dirangsang dengan gerakkan lidah, langit-langit, serta kelenjar liur.Bibir sumbing juga menyebabkan mudah terjadinya infeksi di rongga hidung, tenggorokan dan tuba eustachius (saluran penghubung telinga dan tenggorokan) sebagai akibat mudahnya terjadi iritasi akibat air susu atau air yang masuk ke rongga hidung dari celah sumbingnya.1. Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang selama fase embrio pada trimester I.2. Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nosal medial dan maksilaris untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-8 minggu.3. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palatum yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palatum pada masa kehamilan 7-12 minggu.4. Penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu masa kehamilan. F. Manifestasi KlinisPada labioskisis : a. Distorsi pada hidungb. Tampak sebagian atau keduanya c. Adanya celah pada bibir Pada palatoskisis: a. Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan keras dan atau foramen incisiveb. Adanya rongga pada hidung c. Distorsi hidung d. Teraba celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jarie. Kesukaran dalam menghisap atau makanG.Pemeriksaan Penunjang1. Tespendengaran, bicara dan evaluasi.2. Laboratorium untuk persiapan operasi; Hb, Ht, leuko, BT, CT.3. Evaluasi ortodental dan prostontal dari mulai posisi gigi dan perubahan struktur dari orkumaxilaris.4. Konsultasi bedah plastik, ahli anak, ahli THT, ortodentisist, spech therapi.5. MRI untuk evaluasi abnormal6. Foto rontgen7. Pemeriksaan fisik8. USG sebagai persiapan mental bagi calon orang tua. Sehingga setelah bayi lahir, orang tua sudah siap dengan keadaan anak dan penanganan khusus yang diperlukan dalam perawatan bayi.H.PenatalaksanaanPenanganan kelainan celah bibir dan celah langitan memerlukan penanganan yang multidisiplin karena merupakan masalah yang kompleks, variatif dan memerlukan waktu yang lama serta membutuhkan beberapa ilmu dan tenaga ahli, diantaranya dokter anak, dokter bedah plastik, dokter bedah mulut, pediatric dentists, orthodontist, prosthodontist, ahli THT (otolaryngologist), speech pathologist, geneticist dan psikiater atau psikolog untuk menangani masalah psikologis pasien (SM, 2007)Sebelum melakukan operasi, orangtua diharapkan melakukan konseling. Hal ini untuk membantu mengurangi kecemasan orangtua pasien dan memberikan informasi mengenai operasi yang akan dilakukan dan bagaimana tampilan anak mereka setelah dilakukan operasi. Konseling juga dilakukan bagi si anak agar saat bertambah besar mereka tidak terganggu secara psikologis (SM, 2007)Anak yang memiliki celah bibir dan atau celah langit-langit memiliki masalah dalam proses makan karena itu dibutuhkan metode agar anak tetap mendapat asupan gizi. Pemberian makan pada anak dengan celah langit-langit lebih sulit dibanding anak dengan celah bibir karena pada celah langit-langit, anak cenderung mengalami kesulitan menghisap atau menelan. Untuk mengatasinya, dapat digunakan dot khusus dengan nipple yang kecil agar aliran air susu bisa kontinu dan terkontrol. Berbeda dengan penderita celah bibir saja yang masih bisa diberi susu dengan botol atau dot biasa (SM, 2007)Beberapa praktisi merekomendasikan penggunaan obturator (plastic plate) untuk menutup celah selama anak sedang makan. Plate ini membutuhkan modifikasi agar selalu pas atau fit sejalan dengan perkembangan pertumbuhan langitan anak. Namun pada beberapa kasus celah langitan, bayi bisa diberi asupan makan tanpa menggunakan obturator yaitu bila orangtua bisa mengikuti instruksi pemberian makan yang benar. Posisi pemberian air susu kepada anak diperhatikan, posisi untuk anak yang menderita celah bibir dengan langit-langit atau celah langit-langit saja diusahakan lebih tegak (upright position) agar tidak mudah tersedak. Orangtua dapat menggendong bayinya pada 35-45 terhadap lantai. Dengan memberikan informasi dan pelatihan, bayi bisa diberi makan dengan menggunakan preemie nipple yaitu nipple yang sifatnya lebih lembut dan mudah disesuaikan dengan cleft atau dengan menggunakan nipple khusus seperti Mead-Johnson cross cut nipple dimana aliran susu dapat disesuaikan. Dapat juga merekomendasikan jenis dot khusus untuk anak dengan celah yaitu dot yang memiliki nipple yang panjang atau bersayap dimana susu yang keluar bisa langsung menuju ke faring (SM, 2007)Perbaikan secara bedah melibatkan beberapa prosedur primer dan sekunder. Prosedur pembedahan dan waktu pelaksanaannya bervariasi, tergantung dari tingkat keparahan defeknya dan keputusan dari dokter bedahnya (SM,2007)Waktu yang tepat untuk dilakukan operasi perbaikan masih diperdebatkan. Namun biasanya dokter bedah memilih waktu antara 24 jam sampai 12 bulan setelah kelahiran, ada juga beberapa dokter bedah yang menunda sampai beberapa bulan untuk menunggu bayi lebih besar dan lebih kuat. Jika tidak ada kontraindikasi medis, bisa diikuti rule of ten, yaitu dapat dilakukan operasi bila pasien berusia 10 minggu, berat badan 10 pon dan hemoglobin setidaknya 10 g/dl. Namun jika terdapat kondisi medis yang membahayakan kesehatan bayi, operasi ditunda sampai resiko medis minimal (SM, 2007).Penutupan bibir awal (primary lip adhesion) dilakukan selama beberapa bulan pertama lalu dilanjutkan dengan perbaikan langitan. Tujuan dari penutupan bibir awal ini adalah untuk mendapatkan penampilan yang lebih baik, mengurangi insiden penyakit saluran pernafasan dan untuk mengizinkan perbaikan definitif tanpa halangan berupa jaringan scar yang berlebihan. Prostetik dan orthopedic appliances dapat digunakan untuk mencetak atau memperluas segmen maksila sebelum penutupan defek langitan. Selanjutnya, autogenus bone graft dapat ditempatkan pada daerah defek tulang alveolar (SM, 2007)Prosedur perbaikan sekunder jaringan lunak dan prosedur ortognatik dapat dilakukan untuk meningkatkan fungsi dan tampilan estetik. Teknik yang digunakan dalam penutupan celah bibir yang baik, selain berorientasi pada kesimetrisan dan patokan anatomi bibir juga memperhitungkan koreksi kelainan yang sering dijumpai bersamaan, misalnya hidung, baik pada saat yang bersamaan dengan labioplasty maupun pada kesempatan yang telah direncanakan kemudian hal ini untuk mempersiapkan jaringan dan menghindari parut atau scar yang berlebihan. Prosedur yang mungkin dilakukan antara lain seperti perbaikan konfigurasi anatomi bibir, hidung, langitan durum, langitan molle dan alveolus. Penggunaan alat ortodontik juga dapat dilakukan untuk mendapatkan susunan gigi geligi yang baik didalam lengkung rahang dan memiliki hubungan fungsional yang baik pula. 1. Labioplasty Operasi labioplasty dilakukan pada usia kurang lebih 3 bulan dan mengikuti ketentuan rule of tens yaitu (SM, 2007 & Anik, 2010).1. Berat bayi minimal 10 pounds 2. Hemoglobin lebih atau sama dengan 10 gr/dl dan 3. lekosit maksimal 10.000 /dl. Tujuan utama labioplasty adalah menciptakan bibir dan hidung yang seimbang dan simetris dengan jaringan parut minimal dan menciptakan bibir yang berfungsi baik dengan mengurangi pengaruh operasi terhadap pertumbuhan dan perkembangan lengkung maksila (SM, 2007 & Anik, 2010).Untuk tujuan tersebut maka setiap elemen celah bibir dan hidung harus dibentuk seanatomis mungkin (kartilago, kulit, otot dan mukosa nasal) dengan memperhatikan pengambilan jaringan minimal untuk mencegah kurangnya volume bibir dan hidung. Penanganan tepi insisi yang baik juga harus dilakukan untuk mengurangi jaringan parut pasca operasi (SM, 2007 & Anik, 2010).

A) menandai daerah yang akan di triangular cleft lip repair. B) penampakan selama operasi triangular repair. C) perbaikan komplit. 2. Palatoplasty Tujuan palatoplasty adalah memisahkan rongga mulut dan rongga hidung, membentuk katup velofaringeal yang kedap air dan kedap udara dan memperoleh tumbuh kembang maksilofasial yang mendekati normal. Tantangan daripada palatoplasty dewasa ini bukanlah hanya bagaimana menutup defek celah langit-langit namun juga bagaimana didapatkan fungsi bicara yang optimal tanpa mengganggu pertumbuhan maksilofasial (SM, 2007 & Anik, 2010).Waktu yang paling tepat untuk dilakukannya palatoplasty masih tetap menjadi kontroversi. Sebagian ahli bedah mendukung waktu palatoplasty sebelum usia 12 bulan karena lebih menguntungkan perkembangan bicara pasien sebab proses belajar bicara dimulai pada usia 12 bulan (SM, 2007 & Anik, 2010).Penundaan palatoplasty lebih menguntungkan untuk perkembangan maksilofasial namun lebih merugikan untuk perkembangan bicara pasien. Waktu yang paling optimal untuk palatoplasty sampai sejauh ini secara ilmiah belum terbukti namun sebagian besar ahli bedah sepakat bahwa palatoplasty harus dilakukan sebelum usia 2 tahun (SM, 2007 & Anik, 2010).Terdapat berbagai jenis teknik palatoplaty namun yang paling sering dipakai adalah teknik von langenbeck dan V-Y push back (Veau- Wardill-Kilner). Kedua teknik ini memiliki kelebihan dan kekurangan 3. Von langenbeck Palatoplasty Teknik von langenbeck menggunakan mukoperiosteal flap bipedikel pada palatum durum dan palatum molle untuk menutup defek celah langit-langit. Basis anterior dan posterior bipedikel flap didekatkan kearah medial untuk menutup celah langit-langit (SM, 2007 & Anik, 2010). Keuntungan : Teknik mudah dikerjakan Waktu operasi cepat Kekurangan : Tidak mampu memanjangkan palatum ke posterior sehingga kemungkinan terjadinya velopharingeal incompetence lebih tinggi. Fungsi bicara tidak optimal

A) marking desain flap B) Bipedikel mucoperiosteal flap dielevasi dari lateral relaxing incision ke margin celah langit-langit dilanjutkan dengan penutupan lapisan mucoperiosteum nasal. flap mucoperiosteum rongga mulut komplit (SM, 2007 & Anik, 2010).4. V-Y Pushback ( Veau- Wardill Kilner) palatoplasty

A) penentuan marking insisi. B) mukoperiosteal flap oral dielevasi dengan mempertahankan neurovascular bundle palatinus mayus pada kedua sisi dilanjutkan retroposisi dan repair m. levator velli palatine setelah penutupan mukoperiosteal nasal. C) penjahitan mukoperiousteum oral (SM, 2007 & Anik, 2010). Keuntungan : (SM, 2007 & Anik, 2010).1. Memperpanjang palatum ke posterior 2. Meningkatkan fungsi bicara sebagai akibat palatum yang bisa diperpanjang lebih ke posterior Kekurangan :1. Kemungkinan timbul fistula pada daerah antara palatum durum dan palatum molle karena mukoperiosteum yang tipis didaerah tersebut. 2. Meninggalkan tulang terbuka / denuded bone yang lebar pada tepi lateral celah langit-langit. Daerah ini kemudian membentuk jaringan parut yang berperan pada konstriksi lengkung maksila. 3. Waktu operasi lebih lamaI.Komplikasi (SM, 2007 & Anik, 2010)a.Obstruksi jalan nafas Pascabedah obstruksi jalan napas adalah komplikasi yang paling penting dalam periode pasca-operasi langsung. Situasi ini biasanya hasil dari prolaps dari lidah ke orofaring sementara pasien tetap dibius dari anestasi. Intraoperative penempatan lidah tarikan jahitan membantu dalam pengelolaann situasi ini. Obstruksi jalan napas juga dapat menjadi masalah berkepanjangan karena perubahan pada saluran napas dinamika, terutama pada anak-anak dengan rahang kecil.b. Pendarahan Selama pembedahan perdarahan adalah komplikasi yang sering terjadi pada langit-langit karena terdapat banyak pembuluh darahnya. Ini dapat berbahaya pada bayi karena kekurangan volume darah. Sebelum pembedahan penilaian tingkat haemoglobin dan platelet adalah penting.c. PeradanganKomplikasi yang lain dapat terjadi antara lain adalah peradangan, injuri terhadap saraf, pembengkakan dan fistula. Odem setelah operasi adalah normal dan fisilogis. Kemungkinan perangan dapat diminimalisasi dengan terapi antibiotik, teknik pembedahan yang baik, dan memperhatikan syarat-syarat asepsisJ.PrognosisKelainan labioschisis merupakan kelainan bawaan yang dapat dimodifikasi/ disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi ini memerlukan operasi saat usia masih dini, dan hal ini sangat memperbaiki penampilan wajah secara signifikan. Dengan adanya teknik pembedahan yang makin berkembang, 80% anak dengan labioschisis yang telah ditangani mempunyai perkembangan kemampuan bicara yang baik. Terapi bicara yang berkesinambungan menunjukkan hasil peningkatan yang baik pada masalah-masalah berbicara pada anak labioschisis.

DAFTAR PUSTAKAHidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : SalembaNelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak bagian 2. Jakarta: Fajar InterpratamaNgastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGCWong, Dona L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pedriatik. Jakarta : EECAnil K. Lalwani. 2010. Current diagnosis & treatment in otolaryngology. Head & Neck Surgery. New York: A Lange Medical book H: 323-38. SM. 2007. Textbook of oral & maxillofacial surgery. New Delhi: Elsevier. H: 493-514.