Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LABORATORIUM
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJIILMU PEMERINTAHAN
ProfilLABORATORIUM
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJII L M U P E M E R I N T A H A N
Jl. Raya Dompak, Gedung FISP UMRAH Lt 2, Telp : (0771) 8038666; Fax : (0771) 4500093 Website : http://ip.fisip.umrah.ac.id / E-mail : [email protected] Nara hubung: Yudhanto (+6281261636405), Handrisal (+6285263864875) Nazaki (+6281268058855)
Lab - Ilmu PemerintahanUniversitas Maritim Raja Ali Haji
Tiada satupun pemerintah dari suatu negara dengan wilayah yang luas dapat melaksanakan kebijaksanaan dan program-programnya secara efektif dan efisien melalui sistem sentralisasi (Browman dan Hampton, 1983).
1
alam ilmu sosial, pembahasan soal peran dan nilai emosi seperti harapan dalam kehidupan publik, memang belum banyak yang mengkajinya, tetapi, esai yang di edit oleh Valerie Braithwaite dari Australian National D
University tentang Hope, Power, and Governance cukup meyakinkan ilmuwan sosial bahwa tema harapan adalah topik yang layak mendapat perhatian serius secara akademik.
Politik harapan pada dasarnya adalah sebuah visi politik yang disokong oleh keyakinan yang kuat bahwa masa depan dapat lebih baik dan karenanya sebagai individu maupun komunitas, kita mempunyai kekuatan untuk mengubah sesuatu dan melakukan atau membuat perubahan itu sekarang. Bila dimaknai secara tepat, politik harapan pada dasarnya adalah sebuah kekuatan yang dapat menjadi motor penggerak terciptanya perubahan sosial.
All Politics is Local, menjadi anti-tesa terhadap eksperimen Politik dan Pemerintahan yang selama 32 tahun menjadikan Jakarta sebagai ruang pencarian solusi bagi segala persoalan. Reformasi 1998, membawa salah satu mandat dasar ialah penerapan desentralisasi dan otonomi daerah. Pengalaman dari banyak Negara mengungkapkan pemberian otonomi secara luas kepada daerah-daerah merupakan salah satu resep politik penting untuk mencapai stabilitas sistem dan sekaligus membuka kemungkinan demokratisasi yang pada gilirannya semakin mengukuhkan stabilitas sistem secara keseluruhan, karena format yang ada dapat mengakomodasi empat hal paling sensitif dalam dunia politik: sharing of power, sharing of revenue, empowering lokalitas serta pengakuan dan penghormatan terhadap identitas kedaerahan. Pengalaman Indonesia, empat area inilah yang menjadi area paling sensitif yang selalu menjadi ganjalan hubungan pusat-daerah yang berakibat pada instabilitas sistem secara makro(lay,2006)
Lab - Ilmu PemerintahanUniversitas Maritim Raja Ali Haji
Prolog
o
Kesejahteraan dan
Pembangunan Daerah
Tujuan Akhir
Tata Kelola
o
Demokratisasi
dan Perbaikan Layanan Publik
o
Penguatan Daya Saing
o
Penataan Teritorial
o
Pembagian Urusan
o
Desain Kelembagaan
o
SDM Aparatur
o
Keuangan Daerah
o
Perencanaan dan
Sektor
o
Kepala Daerah dan DPRD
o
Monitoring danEvaluasi
Elemen Desentralisasi
o
Kepemimpinan &
Manajemen
o
Kerangka Kebijakan
o
Kapasitas Lokal(berotonomi)
o
Kapasitas Korbinwas
Prakondisi
Sejarah panjang penerapan kebijakan desentralisasi di Indonesia dapat ditilik pada ragam kebijakan yang pernah diterapkan, yakni; Desentraliatie Wet 1903, UU 1 tahun 1945, UU 22 tahun 1948, Penetapan Presiden 06 tahun 1959, UU 18 tahun 1965, UU 05 tahun 1974, UU 22 tahun 1999, UU 32 tahun 2004, dan UU 23 tahun 2014.
UU no 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang diundangkan pada tanggal 2 Oktober 2014 merubah wajah hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah ditetapkan untuk mengganti UU 32 Tahun 2004 yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Otonomi daerah yang dijalankan selama ini semata-mata hanya dipahami sebagai perpindahan kewajiban pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mayarakat. Padahal substansi penting dari otonomi daerah adalah pelimpahan kewenangan dari pusat ke daerah secara politik dan ekonomi agar pembangunan dan pertumbuhan ekonomi berlangsung secara adil dan merata di daerah. Sehingga konsep otonomi daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia ini yang ditekankan lebih tajam dalam UU No 23 tahun 2014.
Hadirnya desentralisasi dan otonomi daerah kerap dibalut suatu narasi besar: suatu keyakinan akan jalan ideal memperkuat demokrasi lokal bahkan nasional (Smith, 1985), meningkatkan efektivitas layanan publik dan kapasitas teknokrasi negara (governability), mendorong realokasi ulang nilai, kuasa dan sumber daya (ekonomi), serta mengakselerasi laju pembangunan yang lebih bermutu. Ringkasnya, otonomi acap dipercaya sebagai rute alternatif bagi penguatan negara di satu sisi, serta keberdayaan dan kesejahteraan rakyat pada sisi lain.
2
Dalam pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan Undang-udang Dasar 1945 terdapat dua nilai yang dikembangkan yakni; nilai unitaris dan nilai desentralisasi, dua nilai dasar konstitusi tersebut, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia terkait erat dengan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hal ini karena dalam penyelenggaraan desentralisasi selalu terdapat dua elemen penting, yakni; pembentukan daerah otonom dan penyerahan kewenangan secara hukum antara pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus bagian-bagian tertentu urusan pemerintahan.
Dengan diberlakukannya UU Pemerintahan Daerah no 23 tahun 2014, setidaknya memuat sisi lain dari otonomi daerah yakni meletakkan posisi Provinsi sebagai kepanjangan tangan dari pemerintahan pusat, sebagaimana diutarakan oleh Robert Endi Jaweng, yakni ;
1. UU Pemda lebih memberikan penekanan pada garis akuntabilitas Daerah kepada Pusat. Selama ini kita hanya menuntut perluasan kewenangan dan fiskal dari Pusat ke Daerah namun lemah dalama kuntabilitas kinerja (yang ada hanya akuntabilitas prosedural) dari daerah ke Pusat. Bahkan, dalam UU Pemda dikenalkan sanksi pemberhentian kepada Kepala Daerah, meski pada level PP masih perlu dijabarkan lebih detil kriteria dan mekanismenya agar menghindari potensi politisasi oleh Pusat kepada Kepala Daerah.
2. Penarikan sejumlah urusan (pertambangan, kehutanan, kelautan dan perikanan) yang saat ini di urus Kabupaten/Kota ke Propinsi. Pada satu sisi ini memang dilematis lantaran prinsip otonomi untuk mendekatkan jarak antara birokrasi dengan masyarakat dan memperpendek rentang kendalipemerintahan jelas diabaikan. Mengingat praktik buruk di daerah selama ini dan kebutuhan skala ekonomi, pertimbangan eksternalitas urusan-urusan Yang berbasis lahan luas, penarikan kembali urusan tersebut diharapkan bias menjamin efisiensi dan kepastian business-process(perijinan hingga pengendalian/pengawasan) oleh pemerintah kepada pelaku usaha.
3. Penguatan Propinsi, khususnya Gubernur sebagai Wakil Pusat di daerah, dalam menjalankan fungsi korbinawas (koordinasi, pembinaan, pengawasan)atas Kab/Kota. Bahkan, kalau sebelumnya Perda dibatalkan Presiden, ke depan Gubernur berwenang membatalkan Perda Kab/kota dan Mendagri membatalkan Perda Propinsi. Pergeseran otoritas pembatalan Perda ini diharapkan segera dilapisi dengan penguatan kapasitas (kelembagaan/personil) agar proses review Perda yang saat ini banyak bermasalah bisa dilakukan secara efektif.
4. Perubahan mekanisme pemekaran dan pembentukan daerah otonom baru (DOB) merupakan terobosan penting dalam UU Pemda yang baru. Pertama, pintu usulan hanya melalui Kemendagri (pintu usulan DPR dan DPD ditutup). Dijadikannya pemerintah sebagai titik akses tunggal dalam pintu usulan pemekaran diharapkan bisa menghindari politisasi pemekaran sejak di hulu(fase usulan) sebagaimana yang ditengarai selama ini. Kedua, konsep daerah persiapan di mana daerah baru tidak langsung berstatus sebagai daerah otonom namun mesti melewati proses sebagai daerah persiapan selama 3 tahun dengan dasar pembentukannya adalah PP.
3
ernyataan tersebut memuat makna, betapa desa merupakan entitas social yang memiliki tempat penting bagi kemajuan suatu bangsa dan Negara, dalam hal ini ialah Indonesia. Terdapat 3 simpul pemikiran yang terjadi P
pada saat pendiri bangsa menyusun dasar-dasar dan bentuk Negara sepanjang sidang-sidang BPUPKI, dan sidang-sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan (PPKI).
Pertama, Jelaslah bahwa Indonesia yang hendak didirikan itu tidaklah berpijak pada pengetahuan tentang jawa saja, melainkan meliputi wilayah yang saat ini di sebut Nusantara. Dalam salah satu sidang Mr. M. Yamin mengatakan "…. Negara Indonesia tidaklah dapat didudukkan diatas hasil penyelidikan bahan-bahan yang didapat di Pulau Jawa saja, karena keadaan itu boleh saja menyesatkan pemandangan dan sedikit mungkin melanggar pendirian kita. Sejak dari sekarang hendaklah meliputi seluruh keadaan-keadaan di segala Pulau Indonesia. Kita mendirikan Negara Indonesia atas keinsafan akan pengetahuan yang luas dan lebar tentang seluruh Indonesia."
Posisi dan relasi Baru Desa.
"….. Kalau desa kita memang mulai bergerak maju atas kekuatannya sendiri, barulah seluruh masyarakat kita akan pula naiktingkatan serta kemajuannya didalam segala lapangan,…" Sutan Sjahrir
Kedua, pada masa-masa awal berdirinya Indonesia itu, ada kesepahaman yang amat kuat tentang yang kehendak bahwa Negara baru yang ingin dibangun itu adalah sebuah Negara bangsa Indonesia yang baru sama sekali. Dipahami pula bahwa Negara-bangsa Indonesia yang baru itu tidak dapat dilandaskan pada kebesaran-kebesaran kerajaan Nusantara yang pernah ada, karena menurut Mr. M. Yamin, kesemuanya masih bersifat etats patrimonies-negara berdasarkan keturunan- ataupun etats puissances -negara atas dasar kekuasaan semata-. Sebagai alternatifnya, yang menjadi topik penting yang ketiga adalah soal di pilihnya desa-dan adat- sebagai pondasi pendirian Negara bangsa Indonesia itu. "…. Kita tidak mabuk dengan hiburan menyembah kerajaa-kerajaan seribu satu malam atau bertanam Pohon beringin diatas awan, melainkan melihat kepada peradaban yang memberi tenaga yang nyata dan kekuatan yang maha dahsyat untuk menyusun Negara bagian bawah.
4
Dari peradaban rakyat zaman sekarang, dan dari susunan Negara Hukum Adat bagian bawahan, dari sanalah kita mengumpulkan dan mengumpulkan sari-sari tata Negara yang sebetul-betulnya dapat menjadi Negara," Ujar Mr. M. Yamin.
Ada banyak cara pandang terhadap desa, namun setidaknya terdapat tiga cara pandang mainstream tentang desa, yakni :
1. Cara pandang yang melihat desa sebagai kampung halamannya, baik melalui jalur transmigrasi, urbanisasi atau mobilitas social.
2. Cara pandang pemerintahan yang melihat desa sebagai wilayah administrasi dan organisasi pemerintahan paling kecil, paling bawah dan paling rendah dalam hierarkhi pemerintahan di Indonesia.
3. Cara pandang libertarian yang memandang desa sebagai masyarakat tanpa pemerintahan. Cara pandang ini yang melahirkan program-program pemberdayaan masuk ke desa dengan membawa Bantuan Langsung Mandiri yang diberikan kepada kelompok-kelompok masyarakat, seraya meminggirkan dan mengabaikan institusi desa.
Sebelum UU Desa tersebut ditetapkan, sejak Indonesia merdeka, telah ditetapkan pula beberapa Undang-Undang yang secara ekslusif maupun mandiri mengatur tentang desa. Undang-undang itu antara lain : UU No. 22 Tahun 1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah, UU No. 1 tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, UU No. 19 tahun 1965 tentang Desa Praja, UU No. 5 Tahun 1974tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah, UU No. 5Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, UU No. 22 Tahun1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan terakhir (hingga sebelum 15 Januari 2014) adalah UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sepanjang menyangkut Desamulai dari Pasal 200 s/d Pasal 216.
Wajah baru desa menjadi harapan mengiringi UU Desa dengan posisi, peran dan kewenangan desa yang baru. Karena pada peraturan perundang-undangan sebelumnya, kewenangan desa hanya bersifat target, dan dengan UU Desa ini kewenangan desa bersifat mandat. Kedudukan desa menjadi pemerintahan masyarakat, hybrid antara self governing community dan local self government, bukan sebagai organisasi pemerintahan yang berada dalam sistem pemerintahan kabupaten/kota (local state government).
Desa mempunyai posisi dan peran yang lebih berdaulat, posisi dan peran yang sangat besar dan luas dalam mengatur dan mengurus desa. Model pembangunan yang dulunya bersistem Government driven development atau community driven development, sekarang bersistem Village driven development.
5
Sejak Orde Baru Negara memilih cara modernisasi-integrasi-korporatisasi ketimbang rekognisi (pengakuan dan penghormatan). UU No. 5/1979, UU No 22/1999, maupun UU No 32/2004 sama sekali tidak menguraikan dan menegaskan asas pengakuan dan penghormatan terhadap desa atau yang disebut dengan nama lain, kecuali hanya mengakui daerah-daerah khusus dan istimewa. Banyak pihak mengatakan bahwa desentralisasi hanya berhenti di kabupaten/kota, dan kemudian desa merupakan residu kabupaten/kota. Pasal 200 ayat (1) menegaskan:
"Dalam pemerintahan daerah kabupaten/kota dibentuk pemerintahan desa yang terdiri dari pemerintahan desa dan badan permusyawaratan desa".
Ini secara langsung menempatkan bahwasanya desa hanya direduksi menjadi pemerintahan semata, dan desa dalam system pemerintahan kabupaten/kota. Bupati/walikota memiliki cek kosong untuk mengatur dan mengurus desa secara luas. Pengaturan mengenai peneyerahan sebagian urusan kabupaten/kota ke desa, secara jelas menerapkan asas residualitas, selain tidak dibenarkan oleh teori desentralisasi dan hukum tata Negara.
Kedudukan desa menjadi pemerintahan masyarakat, hybrid antara self governing community dan local self government, bukan sebagai organisasi pemerintahan yang berada dalam sistem pemerintahan kabupaten/kota (local state government). Desa mempunyai posisi dan peran yang lebih berdaulat, posisi dan peran yang sangat besar dan luas dalam mengatur dan mengurus desa. Model pembangunan yang dulunya bersistem Government driven development atau community driven development, sekarang bersistem Village driven development. Kedudukan desa pada UU NO.32/2004 menjadi organisasi pemerintahan yang berada dalam sistem pemerintahan kabupaten kota. Namun pada UU No 6/2014 Desa, Desa dinyatakan sebagai sebagai pemerintahan masyarakat atau masyarakat yang berpemerintahan, berada dalam wilayah kabupaten/kota.
Terjadi perubahan pengaturan tentang kewenangan desa antara UU NO.32/2004 dengan UU No. 6/2014. Pertama, UU No. 32/2004 menegaskan urusan pemerintah yang sudah ada berdasarkan asal usul desa, sedangkan UU No 6/2014 berdasarkan hak asal usul. Pada dasarnya kedua pengaturan ini mengandung isi yang sama, hanya saja UU No 32/2004 secara tersurat membatasi pada urusan pemerintahan, kedua, UU No 32/2004 menyatakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, sedangkan UU No 6/2014 menegaskan kewenangan local beerskala desa. Jenis kewenangan kedua inilah yang membedakan secara tegas dan jelas antara kedua UU tersebut.
6
Dengan dua azas utama "rekognisi" dan "subdidiaritas" UU Desa mempunyai semangat revolusioner, berbeda dengan azas "desentralisasi" dan "residualitas". Dengan mendasarkan pada azas desentralisasi dan residualitas desa hanya menjadi bagian dari daerah, sebab desentralisasi hanya berhenti di kabupaten/kota. Disamping itu, desa hanya menerima pelimpahan sebagian kewenangan dari kabupaten/kota. Sehingga desa hanya menerima sisa-sisa lebihan daerah, baik sisa kewenangan maupun sisa keuangan dalam bentuk Alokasi Dana Desa.
Kombinasi antara azas rekognisi dan subsidiaritas UU Desa menghasilkan definisi desa yang berbeda dengan definisi-definisi sebelumnya. Desa didefinisikan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam system pemerintahan NKRI.
7
D e sa Lam a D es a B aru
P a yu ng
H uk um
U U N o 32/20 04 d a n P P N o.
72 /2005
U U N o . 6 /2014 , P P d e sa
43 /2014 . PP 60 /20 14 d a n a
d e sa .
A s as U ta m a D e s en tra lisa si- re sid u ali ta s R e ko g n is i- su b sid ia r itas
K e d u d u kan S e b a g ai o rg a nis asi
P e m e rin ta ha n y an g b e ra d a
d a lam sis i te m pe m e rinta ha n
k ab u p ate n /ko ta (Lo cal S ta te
G o ve rnm e nt)
S e b ag a i p e m erin tah a n
m as yara ka t, H y brid ata ra
S e lf G o ve rning C o m m u nity
d a n Lo cal S e lf Go ve rn m e n t
P o sis i d a n
P e ran
K a b /K o ta
K a b up a te n/K o ta
m e m p un yaik e w e n an g an
y an g b e sa r d an lua s d ala m
m e ng a tur d e sa
K a b up a te n / k o ta
m e m p u nya i k ew e na nn g a n
ya ng te rb a ta s d a n st rate g is
d a lam m e n g atur d a n
m e ng uru s d e sa ; te rm a su k
m e ng a tu r d an m en g u ru s
b id a ng u rus an d e sa ya ng
t id ak p e rlu d ita n g a ni
la ng su n g o le h p u sa t
D e liv e ry
k e w e n an g an
d a n P ro g ram
targ e t M a nd a t
P o lit ik T e m p at Lo k as i :
d e sa S e ba g a i lo kas i p ro y ek
d a r i ata s
A re na : d e sa se b ag a i A re n a
b a g i o ra ng d e sa u ntu k
m e nye le n g ga ra ka n
p e m e rin ta h an ,
p e m b a n gu n an ,
p e m b e rd a yaa n d a n
ke m as yara ka tan
P o sis i d a la m
P e m b a n g un a n
O b je k S u b jek
M o d e l
P e m b a n g un a n
G o ve rnm e nt D rive n
D e ve lo p m e nt a ta u
C o m m u nity D rive n
V illag e D rive n Co m m un ity
Perspektif Desa(Desa lama Vs Desa Baru)
aboratorium Ilmu Pemerintahan (sebelumnya merupakan Pusat Kajian Politik dan Pembagunan dan PusatKajian Perbatasan) adalah lembaga yang Lberada dibawah koordinasi Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji yang menyelenggarakan program/kegiatan: Penelitian, Pelatihan, Pemberdayaan masyarakat dan Publikasi ilmiah.
Penyusunan program/kegiatan tersebut, keseluruhan diarahkan dan diselaraskan bagi percepatan pembangunan program studi dalam merealisasikan capaian-capainnya, seluar dimensi administratif program studi.
Asas dan Nilai OrganisasiLaboratorium Ilmu Pemerintahan dengan berbekal perspektif kritis-emansipatoris, memuat tata nilai: otonomi, keterbukaan, demokrasi, civility, kesetaraan, keadailan sosial dan anti diskriminasi.
Visi dan Misi a. Visi
Menjadi lembaga yang berperan aktif dalam memproduksi pengetahuan kritis
guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang demokratis
b. Misi
1. Mengembangkan kapasitas kelembagaan yang mampu menghasilkan
kajian ilmiah untuk mendorong pembaharuan tata kelola
pemerintahan
2. Menyelenggarakan penelitian, pelatihan, workshop dan seminar untuk
meningkatkan kapasitas pengetahuan masyarakat, stakeholder dan
penyelenggara pemerintahan
3. Menghasilkan model-model perencanaan dan kebijakan pembangunan
yang inovatif melembaga, dan bersifat interdisipliner baik di tingkat
makro maupun mikro
8
Lab - Ilmu PemerintahanUniversitas Maritim Raja Ali Haji
Alim Bathoro. M.SiS1 Ilmu Ekonomi STIE KerjasamaS2 Ilmu Pemerintahan UNPADS3 Ilmu Politik UIRiset Area: Ekonomi Politik & Pemerintahan
Deputi Dokumentasi & Publikasi
Deputi Pelatihan, Penelitian & Pemberdayaan Masyarakat
Nur A. Dwi Putri. M.SiS1 Ilmu Pemerintahan URS2 Ilmu Pemerintahan URRiset Area; Civil Servants
Tegus Setiandika. M.SiS1 Sosiologi URS2 Sosiologi UR
Riset Area; Indigenous People, Urban Culture
Afrizal. M,SiS1 Ilmu Pemerintahan URS2 Ilmu Pemerintahan UR
Riset Area; Pemerintah Daerah
Kustiawan. Mpol.ScS1 Ilmu Sejarah UGM
S2 Ilmu Politik Kokushikan UnivRiset Area;Pemerintah Desa
Struktur Laboratorium Ilmu Pemerintahan
Deputi Administrasi & KeuUlly Sophia., M.Si
S1 Ilmu Komunikasi STTNASS2 Ilmu Komunikasi UNPAD
Riset Area; Komunikasi Pem-an
Kepala Lab Ilmu Pemerintahan Yudhanto Satyagraha. A
S1 Ilmu Pemerintahan UMYS2 Sosiologi UGM
Riset Area: Politik Identitas, Ekonomi Politik
Program Manajer
S1 Ilmu Pemerintahan UIRS2 Ilmu Pemerintahan UIRRiset Area: Penataan dan
PemerkaranWilayah
Handrisal., M.Si
Pr
en
eliti
La
bo
rato
ium
Ilm
u P
em
eri
nta
ha
n
Sayed Fauzan Riyadi., IMASS1 Ilmu Hub Internasional UI
S2 Asean Studies UKMRiset Area; Border Studies
Imam Yudi Prasetya. M.APS1 Ilmu Pemerintahan UMYS2 Administrasi Publik UGM
Riset Area; Pembangunan Daerah, Partai Politik
Bismar Arianto. M,SiS1 Ilmu Pemerintahan URS2 Ilmu Pemerintahan UR
Riset Area; Penataan Daerah, Budgeting
Eki Darmawan. M.IPS1 Ilmu Pemerintahan UMRAHS2 Ilmu Pemerintahan UMYRiset Area; Kemaritiman, Kebijakan Publik
Nazaki., M.SiS1 Ilmu Pemerintahan UIRS2 Ilmu Pemerintahan UIR
Riset Area; Pemerintah Daerah, Kebijakan Publik
Tenaga AdmisiRyan Anggria Pratama. S.SosS1 Ilmu Pemerintahan UMRAH
en
Pa
aD
wa
k
r
Laboratorium Ilmu Pemerintahan (sebelumnya merupakan Pusat Kajian Politik dan Pembagunan dan Pusat Kajian Perbatasan), guna mencapai misi maka lab IP mendesain tiga aktivitas utama; Pertama, menyelenggarakan workshop, diskusi rutin bulanan bagi mahasiswa dan dosen(Dompak Discussion Club) dan pengabdian kepada masyarakat. Kedua menjalin kerjasama kelembagaan antar pihak, dan ketiga publikasi, yang mengetengahkan/menghimpun pemikiran-pemikiran kedalam terbitan berkala yakni Jurnal Kemudi.
Dalam rentang waktu 2012 hingga 2016 Laboratorium Ilmu Pemerintahan telah menjalin kerjasama dengan berbagai pihak
2012Generasi Muda Badan Pekerja Pembentukan Kabupaten Kundur
Kepri Research CenterQiuck Count Pilwako Tanjungpinang
Pemerintah Kota TanjungpinangPenyusunan Profil Pencapaian Pembangunan Priode 2002-2007
Bapeda Kabupaten LinggaKajian Pendidikan Islam di Kabupaten Lingga
2015KPU Kota TanjungpinangPendekatan Politik Oleh Calon KandidatMelalui Mobilisasi Massa Pemilu 2014
BP2T Kota TanjungpinangPenyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat
2013Sekretariat Daerah Kab BintanEvaluasi Peraturan Daerah Kabupaten Bintan
2016KPU Prov Kepulaua Riau
Ketidakhadiran Pemilih di TPSPada Pemilu Presiden & Wakil
di Prov Kepulauan Riau
Sekretariat Daerah Kabupaten LinggaPenyusunan Naskah Akademik Perda SOTK Kabupaten Lingga
Sekretariat Daerah Kabupaten LinggaPenyusunan Naskah Akademik
Perbup SOTK Kabupaten Lingga
Dinas Pariwisata Kota TanjungpinangPenyusunan Naskah Akademik
Pengelolaan Kawasan Wiasta Budaya Cagar Budaya Pulau Penyengat
Kota Tanjungpinang
2014BP2T Kota Tanjungpinang
Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat
Kerjasama Lembaga
Paradigma Baru Birokrasi Pemerintahandalam Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik
Pemberantasan Korupsi dalam Reformasi Birokrasidi Vietnam
Konsepsi Trust yang dibangun Etnis Tionghoa dalam Politik di Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau
Demokratisasi Media Massa : Relasi Kuasa Negara,Masyarakat dan Pemilik Media (Kajian Terhadap PeranKomisi Penyiaran Indonesia)
Afrizal. M.Si
Alim Bathoro. M.Si
Eki Darmawan. M.IP
Jamhur Poti. M.Si
Kepuasan Masyarakat terhadap Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Absolut di Daerah
Dinamika Reformasi Birokrasi IndonesiaNur Assalamaturrahmah D.P. M.Si
Hubungan Kerja Lembaga Kemasyarakatan dengan Pemerintah Kelurahan Pada PemerintahaDaerah Kota Pekanbaru
Dinamika Demokrasi Elektoral: Studi TentangSentimen Anti-Partai di Era Reformasi
Nazaki. M.Si
Dr. Rahayunir Rauf. M.Si
Imam Yudhi Prasetya. M.PA dan Yudhanto. S.A
KEMUDIJurnal Ilmu Pemerintahan
ISSN 2528-558011
Vol. 1 No.1Agustus 2016
P U B L I K A S ILab - Ilmu PemerintahanUniversitas Maritim Raja Ali Haji