Upload
tiara
View
40
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
mata kuliah pengembangan kurikulum
Citation preview
LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat strategis dal am seluruh
aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan dan dalam
perkembangan kehidupan manusia, maka dalam penyusunan kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa menggunakan
landasan yang kokoh dan kuat.
Mungkin Anda dapat membayangkan andaikata sebuah bangunan rumah yang dibangun tidak
menggunakan landasan (fondasi) yang kokoh, maka ketika terjadi goncangan atau diterpa oleh angin sedikit saja
rumah tersebut akan mudah rubuh. Demikian halnya dengan kurikulum, jika dikembangkan tidak didasarkan pada
landasan yang tepat dan kuat, maka kurikulum tersebut tidak bisa bertahan lama, dan bahkan dengan mudah
dapat ditinggalkan oleh para pemakainya.
Bila bangunan rumah rubuh yang diakibatkan tidak menggunakan landasan (fondasi) yang kuat, kerugian
tidak akan terlalu besar hanya sebanding dengan harga rumah yang dibangun, dan jika kondisi keuangan
memungkinkan maka dengan segera akan mudah dibangun kembali. Tapi bila yang roboh itu kurikulum sebagai
alat untuk mempersiapkan manusia, maka kerugiannya bersifat fatal dan tidak bisa diukur dengan materi karena
menyangkut dengan upaya memanusiakan manusia.
Dengan demikian dalam mengembangkan kurikulum, terlebih dahulu harus diidentifikasi dan dikaji secara
selektif, akurat, mendalam dan menyeluruh landasan apa saja yang harus dijadikan pijakan dalam merancang,
mengembangkan, dan mengimplementasikan kurikulum.
Dengan landasan yang kokoh kurikulum yang dihasilkan akan kuat, yaitu program pendidikan yang
dihasilkan akan dapat menghasilkan manusia terdidik sesuai dengan hakikat kemanusiannya, baik untuk
kehidupan masa kini maupun menyongsong kehidupan jauh ke masa yang akan datang.
Penggunaan landasan yang tepat dan kuat dalam mengembangkan kurikulum tidak hanya diperlukan oleh
para penyusun kurikulum ditingkat pusat (makro), akan tetapi terutama harus dipahami dan dijadikan dasar
pertimbangan oleh para pengembang kurikulum ditingkat operasional (satuan pendidikan), yaitu para guru, kepala
sekolah, pengawas pendidikan (supervisor) dewan sekolah atau komite pendidikan dan para guru serta pihak-
pihak lain yang terkait (stacke holder).
Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang memiliki kedudukan cukup sentral dalam
perkembangan pendidikan, oleh sebab itu dibutuhkan landasan yang kuat dalam pengembangan kurikulum agar
pendidikan dapat menghasilkan manusia-manusia yang berkualitas. Adapun yang menjadi landasan dalam
pengembangan kurikulum yaitu:
1) LandasanFilosofis
Landasan Filosofis dalam pengembangan kurikulum, yaitu akan membahas dan mengidentifikasi landasan
filsafat dan ilmplikasinya dalam mengembangkan kurikulum. Filsafat membahas segala permasalahan manusia,
termasuk pendidikan, yang disebut filsafat pendidikan. Filsafatmemberikan arah dan metodologi terhadap
praktik-praktik pendidikan, sedangkan praktik- praktik pendidikan memberikan bahan-bahan bagi
pertimbangan filosofis. Keduanya sangat berkaitan erat. Hal inilah yang menyebabkan landasan filosofis menjadi
landasan penting dalam pengembangan kurikulum. Dalam penyusunan kurikulum di Indonesia yang harus diacu
adalah Filsafat pendidikan pancasila. Filsafat pendidikan dijadikan dasar dan arah sedangkan pelaksanaanya
melalui pendidikan.
2) Landasan Psikologis
1
Landasan Psikologis dalam pengembangan kurikulum, yaitu akan membahas dan mengidentifikasi
landasan psikologis dan ilmplikasinya dalam mengembangkan kurikulum. Dalam proses pendidikan yang tejadi
adalah proses interaksi antar individu. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya karena kondisi psikologisnya.
Kondisi psikologis sebenarnya merupakan karakter psiko- fisik seseorang sebagai individu yang dinyatakan
dalam berbagai bentuk perilaku interaksi dengan lingkungannya. Dalam pengembangan kurikulum, minimal ada
dua landasan psikologi yang mempengaruhinya, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Terdapat
Sembilan aspek psikologi yang kompleks tetapi satu yang dikembangkan dengan perantara berbagai mata pelajaran
yang tercantum dalam kurikulum.
Ø Aspek Ketakwaan Dikembangkan dengan kelompok bidang agama.
Ø Aspek Cipta Dikembangkan dengan kelompok bidang studi eksata, sosial,bahasa,filsafat.
Ø Aspek Rasa Dikembangkan dengan kelompok bidang studi seni.
Ø Aspek Karsa Dikembangkan dengan kelompok bidang studi etika, budi pekerti,agama, PMP, PPKN.
Ø Aspek Karya(kreatif) Dikembangkan melalui kegiatan penelitian, independent studi, pengembangan bakat.
Ø Aspek Karya(keprigelan) Dikembangkan dengan berbagai mata pelajaran keterampilan.
Ø Aspek Kesehatan Dikembangkan dengan kelompok bidang studi kesehatan,olahraga.
Ø Aspek Sosial Dikembangkan melalui kegiatan praktik lapangan, gotong royong, kerja bakti, KKN, PPL, dan
sebagainya.
Ø Aspek Individu Dikembangkan melalui pembinaan bakat, kerja mandiri.
3) LandasanSosial Budaya
Kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Dengan pendidikan diharapkan muncul
masyarakat-masyarakat yang tidak asing dengan masyarakat. Dengan pendidikan diharapkan lahir manusia-
manusia yangbermutu, mengerti, dan mampu membangun masyarakat. Oleh sebab itu tujuan, isi, maupun proses
pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan masyarakat.
4) Landasan teknologi
Ilmu pengetahuan dan teknologi satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Kurikulum tidak boleh
meninggalkan kemajuan teknologi pendidikan. Peningkatan penggunaan teknologi pendidikan akan menyebabkan
naiknya tingkat efektifitas dan efisiensi proses belajar mengajar, dan selalu menonjolkan peranan guru terutama
dalam memilih bahan ajar dan cara penyampaiannya. Sekarang perananguru dapat digantikan dengan media
instruksional baik yang berupa media cetak maupun non cetak terutama media elektronik, misalnya computer,
internet, satelit komunikasi, rekaman video dan sebagainya.
C. PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM
Dalam proses pengembangan kurikulum, selain harus memiliki landasan yang kuat juga harus memiliki
prinsip-prinsip yang jelas. Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada
dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan
kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru
menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga
pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di
lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu
pengembangan kurikulum.
Menurut Oliva(1991:24-25), Prinsip-prinsip dasar pengembangan kurikulum berkedudukan sebagai
petunjuk langsung dalam kegiatan pendidikan dan dalam bidang-bidang lainnya. Prinsip-prinsip tersebut
2
bersumber pada:
hasil data empiric, hasil ide/gagasan masyarakat, sikap dan kepercayaan ,berdasarkan akal sehat.
Pada perkembangan pengetahuan dan teknologi hasil penelitian adalah factor utama yang dijadikan
landasan utama untuk memantapkan prinsip- prinsip dasar tersebut.
Selain hal tersebut diatas, ada jenis-jenis prinsip dasar dalam pengembangan kurikulum, Prinsip dasari ni
dipandang sebagai pandangan dasar yang benar dalam pengembangan kurikulum. Jenis-jenis prinsip ini
dibedakan oleh tingkat keefektifannya yang diketahui lewat tingkat resikonya. Pemahaman akan perbedaan
ini sangat penting sebelum menetapkan prinsip-prinsip dasar untuk pengembangan sebuah kurikulum. Dalam
Oliva (1991:29-30) jenis-jenis prinsip dasar dalam pengembangan kurikulumadalah:
1. Kebenaran Keseluruhan
Kebenaran Keseluruhan adalah kebenaran yang jelas atau terbukti lewat eksperimen atau uji coba, dan
alasan tersebut diterima tanpa hambatan. Sebagai contoh, pembahasan yang berarti dapat membantu siswa untuk
mengetahui aturan-aturan dan mengalami kemajuan dengan mengerti keterampilan-keterampilan sebagai syarat
mutlak dari pemahaman yang mendasar akan menghadirkan latihan-latihan yang bermakna.
2. Kebenaran Bagian
Kebenaran bagian ini maksudnya adalah kebenaran beerdasarkan data yang terbatas dan bisa diaplikasikan
pada situasi tertentu dan tidak bersifat umum. Seperti ada sebagian tenaga-tenaga pengajar berpendapat bahwa
pencapaian prestasi siswa akan lebih tinggi ketika siswa itu dikelompokkan pada jenjang yang sama dalam proses
pembelajaran.
3. Dugaan
Sebagian prinsip-prinsip dasar tidak semuanya benar, bisa juga merupakan dugaan atau uji coba,
sementara ide-ide atau dugaan-dugaan tersebut menjadi dasar keputusan dalam pengembangan kurikulum.
Dalam Nana Syaodih (1997 : 150-155) prinsip-prinsip pengembangan kurikulum dibagi menjadi dua
bagian, yaitu:
1) Prinsip Umum
Ada beberapa prinsip umum dalam pengembangan kurikulum. Seperti juga yang disampaikan oleh
Subandijah, prinsip umum ini meliputi:
§ Prinsip relevansi
Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen
kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-
komponen tersebut memiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis),
tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat
(relevansi sosilogis).
§ Prinsip fleksibilitas
Kurikulum hendaknya memiliki sifat lentur dan fleksibel. Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan
kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya,
memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu
berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
§ Prinsip kontinuitas
Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungan dalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun
secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan
3
kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan
dengan jenis pekerjaan.
§ Prinsip praktis
Prinsip praktis; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan
waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
Prinsip ini juga disebut prinsip efisiensi
§ Prinsip efektivitas
Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan
tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas. Efektivitas dalam kegiatan berkenaan dengan
sejauh mana apa yang direncanakan dan diinginkan dapat dilaksanakan atau dapat dicapai.
2) Prinsip Khusus
Ada beberapa prinsip yang lebih khusus dalam pengembangan kurikulum, prinsip-prinsip ini
berkenaan dengan:
§ Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan pusat dan arah semua kegiatan pendidikan sehingga perumusan komponen
pendidikan harus selalu mengacu pada tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Tujuan ini bersifat umum atau
jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. Perumusan tujuan pendidikan bersumber pada ketentuan dan
kebijakan pemerintah, survey mengenai persepsi orang tua/ masyarakat tentang kebutuhan mereka, survey tentang
pandangan para ahli dalam bidang-bidang tertentu dan penelitian.
§ Pemilihan isi pendidikan
Dalam perencanaan kurikulum perlu mempertimbangkan beberapa hal, yaitu perlunya penjabaran tujuan
pendidikan kedalam bentuk perbuatan hasil belajar yang khusus dan sederhana, isi bahan pelajaran harus meliputi
segi pengetahuan, sikap, dan keterampilan serta unit-unit kurikulum harus disusun dalam urutan yang logis dan
sistematis.
§ Pemilihan Proses belajar-mengajar
Pemilihan proses belajar-mengajar hendaknya mempertimbangkan beberapa hal, yaitu apakah metode yang
digunakan cocok, apakah dengan metode tersebut mampu memberikan urutan kegiatan yang bertingkat-tingkat,
apakah penggunaan metode tersebut dapat mencapai tujuan kognitif, afektif dan psikomotor, apakah metode
tersebut lebih mengaktifkan siswa, apakah metode tersebut mendorong berkembangnya kemampuan baru, apakah
metode tersebut dapat menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah dan rumah sekaligus mendorong
penggunaan sumber belajar di rumah dan di masyarakat, serta perlunya kegiatan belajar yang menekankan learning
by doing, bukan hanya learning by seeing and knowing.
§ Pemilihan media dan alat pengajaran
Proses belajar mengajar perlu didukung oleh penggunaan media dan alat-alat bantu pegajaran yang tepat.
Untuk itu perlu diperhatikan beberapa hal berikut, yaitu alat/media apa yang dibutuhkan, bila belum ada, apa
penggantinya, bagaiman pembuatannya, siapa yang membuatnya, bagaimana pembiayaannya, dan kapan
dibuatnya, bagaimna pengorganisasiannya dalam seluruh kegiatan belajar, serta adanya pemahaman bahwa hasil
terbaik akan diperoleh dengan menggunakan multimedia.
§ Pemilihan kegiatan penilaian
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan kegiatan penilaian meliputi kegiatan penyusunan
alat penilaian harus mengikuti beberapa prosedur mulai dari perumusan tujuan umum, menguraikan dalam bentuk
4
tingkah laku siswa yang diamati, menghubungkan dengan bahan pelajaran, dan menulis butir-butir tes. Selain itu,
terdapat beberapa hal yang perlu dicermati dalam perencanaan penilaian yang meliputi bagaimana kelas, usia, dan
tingkat kemampuan siswa yang dites, apakah tes berbentuk uraian atau objektiv, berapa banyak butir tes yang perlu
disusun, dan apakah tes diadministrasikan gutu atau murid. Dalam kegiatan pengolahan hasil penilaian juga perlu
mempertimbangkan beberapa hal yaitu norma apa yang digunakan dalam pengolahan hasil tes, apakah digunakan
formula guessing, bagaimana pengubahan skor menjadi skor masak, skor standar apa yang digunakan serta untuk
apa hasil tersebut digunakan.
A. Pengertian model-model pengembangan kurikulum
Menurut Good (1972) dan Travers (1973), model adalah abstraksi dunia nyata atau representasi peristiwa
kompleks atau sistem, dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta lambang-lambang lainnya. Model bukanlah
realitas, akan tetapi merupakan representasi realitas yang dikembangkan dari keadaan. Dengan demikian, model
pada dasarnya berkaitan dengan rancangan yang dapat digunakan untuk menerjemahkan sesuatu sarana untuk
mempermudah berkomunikasi, atau sebagai petunjuk yang bersifat perspektif untuk mengambil keputusan, atau
sebagai petunjuk perencanaan untuk kegiatan pengelolaan.
Model atau konstruksi merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar (Zainal Abidin (2012: 137).
Dalam pengembangan kurikulum, model dapat merupakan ulasan teoritis tentang suatu proses kurikulum secara
menyeluruh atau dapat pula merupakan ulasan tentang salah satu bagian kurikulum. Sedangkan menurut (Kamus
Besar Bahasa Indonesia) model adalah pola, contoh, acuan, ragam dari sesuatu yang akan dihasilkan. Dikaitkan
dengan model pengembangan kurikulum berarti merupakan suatu pola, contoh dari suatu bentuk kurikulum yang
akan menjadi acuan pelaksanaan pendidikan/pembelajaran.
Model pengembangan kurikulum adalah model yang digunakan untuk mengembangkan suatu kurikulum,
dimana pengembangan kurikulum dibutuhkan untuk memperbaiki atau menyempurnakan kurikulum yang dibuat
untuk dikembangkan sendiri baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah atau sekolah.
Nadler (1988) menjelaskan bahwa model yang baik adalah model yang dapat menolong si pengguna untuk
mengerti dan memahami suatu proses secara mendasar dan menyeluruh. Selanjutnya ia menjelaskan manfaat
model adalah model dapat menjelaskan beberapa aspek perilaku dan interaksi manusia, model dapat
mengintegrasikan seluruh pengetahuan hasil observasi dan penelitian, model dapat menyederhanakan suatu proses
yang bersifat kompleks, dan model dapat digunakan sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan.
Untuk melakukan pengembangan kurikulum ada berbagai model pengembangan kurikulum yang dapat
dijadikan acuan atau diterapkan sepenuhnya. Secara umum, pemilihan model pengembangan kurikulum dilakukan
dengan cara menyesuaikan sistem pendidikan yang dianut dan model konsep yang digunakan. Terdapat banyak
model pengembangan kurikulum yang dikembangkan oleh para ahli. Sukmadinata (2005:161) menyebutkan
delapan model pengembangan kurikulum yaitu: the administrative ( line staff ), the grass roots, Bechamp’s
system, The demonstration, Taba’s inverted model, Rogers interpersonal relations,Systematic action, dan
Emerging technical model. Idi (2007:50) mengklasifikasikan model-model ini ke dalam dua grup besar model
pengembangan kurikulum yaitu model Zais dan model Roger. Masing-masing kelompok memuat beberapa model
yang telah diklasifikasikan oleh Sukmadinata di atas. Marilah kita ikuti uraian berikut untuk memahami model
pengembangan kurikulum.
Model yang dipergunakan dalam pengembangan kurikulum
I. Model Zais
5
Robert S. Zais adalah ahli kurikulum yang banyak melontarkan ide-idenya sekitar tahun 1976. Berikut
beberapa model pengembangan yang dapat dikategorikan dalam model Zais.
1 . The Administrative (line-staf) Model / Model administrasi
Model administrasi merupakan model pengembangan kurikulum paling lama yang sering juga disebut
sebagai model garis dan staf. Pemberian nama inidibuat berdasarkan gagasan pengembangan kurikulum yang
banyak muncul daripejabat yang berwenang (administrator pendidikan). Pada umumnya administratorpendidikan
ini terdiri dari pengawas, kepala sekolah, dan staf pengajar inti.Tugas para administrator tersebut adalah
merumuskan konsep-konsepdasar, landasan-landasan, kebijaksanaan dan strategi utama dalam
pengembangankurikulum (Sukmadinata, 2005:162). Selanjutnya tim membentuk kelompok kerjayang menyusun
tujuan khusus pendidikan, garis besar bahan pengajaran, dankegiatan belajar (Ahmad, 1998:54). Hasil kerja
kelompok selanjutnya dikaji ulangoleh panitia pengarah yang telah dibentuk sebelumnya dan para ahli lain
dibidangnya. Langkah selanjutnya adalah mengkaji ulang dengan cara melakukan ujicoba untuk mengetahui
keefektifan dan kelayakannya. Dengan cara-cara dan urutansemacam ini terlihat bahwa dari sisi kebijakan model
ini lebih bersifat sentralistik.Dalam pelaksanaannya, kurikulum ini memerlukan kegiatan pantauan danbimbingan
di lapangan. Setelah berjalan dalam kurun waktu yang ditetapkan, perludilakukan evaluasi untuk menentukan
validitas komponen-komponen yang adadalam kurikulum. Hasil penilaian tersebut merupakan umpan balik bagi
semua unsurterkait, khususnya instansi pendidikan di tingkat pusat, daerah, dan sekolah.
2. The Grass-Roots Model / Model Grass-Roots
Model ini merupakan lawan dari model sebelumnya. Model ini dikenal jugasebagai model desentralisasi
karena inisiatif dan upaya pengembangan kurikulumbukan berasal dari atas, melainkan dari bawah yaitu guru dan
sekolah. Model bisaberangkat dari sekelompok guru yang mengadakan pengembangan kurikulum.Pengembangan
itu sendiri dapat hanya berupa bagian dari komponen kurikulum,beberapa bidang studi, ataupun keseluruhan
komponen kurikulum. Guru merupakanperencana, pelaksana, dan sekaligus penilai pengajaran di sekolah. Kepala
sekolahsebagai pimpinan tim administrasi, juga bisa membantu guru dalam membantupengembangan kurikulum
model ini. Dari sini terlihat bahwa pengembangan model ini sangat tergantung pada kerja sama guru-guru, guru-
kepala sekolah, bahkan jugaantarsekolah.Pengembangan kurikulum model demokratis ini memungkinkan
terjadinyakompetisi antarsekolah, kelompok sekolah, bahkan sampai pada tingkat daerah.Kreativitas orang-orang
yang mempunyai peranan penting di dunia pendidikan akanbesar pengaruhnya dalam memberikan warna pada
model kurikulum yang dihasilkan.
3. Taba’s Inverted Model / Model Terbalik
Secara umum model kurikulum dikembangkan secara deduktif. Tetapi,kurikulum yang dikembangkan oleh
Taba menggunakan cara pengembanganinduktif. Oleh karena itu dinamakan model terbalik. Pengembangan model
inidiawali dengan melakukan percobaan dan penyusunan teori serta diikuti dengantahapan implemen-tasi. Hal
dilakukan guna mempertemukan teori dan praktek.Sukmadinata (2005:166) dan Ahmad (1998: 57) merangkum
lima langkahyang menjadi dasar dalam pengembangan kurikulum model Taba.
a. Mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru
Penyusunan unit diawali dengan mendiagnosis kebutuhan serta dilanjutkandengan merumuskan tujuan. Kegiatan
ini juga mempertimbangkan keseimbanganantara kedalaman serta keluasan materi pelajaran yang akan disusun.
b. Menguji unit eksperimen
6
Setelah unit-unit dibuat, langkah selanjutnya adalah mengujicobakan unittersebut. Tujuan dari uji coba unit untuk
melihat kelayakan serta validitas unit-unitdalam pengajaran. Dari hasil ini dapat diketahui layak atau tidak suatu
unitdiimplementasikan.
c. Mengadakan revisi dan konsolidasi
Langkah ini dilakukan jika hasil pada langkah kedua menunjukkan perlunyaperbaikan dan penyempurnaan unit-
unit yang telah disusun..
d. Mengembangkan keseluruhan kerangka kurikulum
Apabila proses penyempurnaan telah dilakukan secara menyeluruh makalangkah berikutnya mengkaji kerangka
kurikulum yang dilakukan oleh para ahlikurikulum dan profesional lainnya.
e. Melakukan implementasi dan desiminasi
Langkah ini merupakan langkah terakhir yang berarti kurikulum telah siappakai untuk wilayah yang lebih luas
(desiminasi).
4. The Systematic Action-Reserach Model / Model Pemecahan Masalah
Model ini dikenal juga dengan nama action research model. Dari sisi proses, kurikulum model ini sudah
melibatkan seluruh komponen pendidikan yang meliputi siswa, orang tua, guru serta sistem sekolah. Kurikulum
dikembangkandalam rangka memenuhi kebutuhan para pemangku kepentingan (stakeholder) yang meliputi orang
tua siswa, masyarakat, dan lain-lain. Penyusunan kurikulumdilakukan dengan mengikuti prosedur action research.
Sukmadinata (2005:169) menyebutkan ada dua langkah dalam penyusunankurikulum jenis ini.
Pertama, melakukan kajian tentang data-data yang dikumpulkan sebagai bahan penyusunan kurikulum.
Data (informasi) yang dikumpulkan hendaknya valid dan reliabel sehingga dapat digunakan sebagai dasar yang
kuat dalam pengambilan keputusan penyusunan kurikulum. Data yang lemah akan mengakibatkan kesalahan dalam
pengambilan keputusan. Berdasarkan keputusan ini,disusunlah rencana yang menyeluruh (komprehensif) tentang
cara-cara mengatasimasalah yang ada.
Kedua, melakukan implementasi atas keputusan yang dihasilkan padalangkah pertama. Dari proses ini akan
diperoleh data-data (informasi) baru yangselanjutnya dimanfaatkan untuk mengevaluasi masalah-masalah yang
muncul dilapangan sebagai upaya tindak lanjut untuk memodifikasi/memperbaiki kurikulum.
5. The Demonstration Model / Model Demonstrasi
Model demonstrasi pada dasarnya bersifat grass-roots, datang dari bawah. Model ini diprakarsai oleeh
sekelompok guru atau sekelompok guru bekerja sama dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan
kurikulum. Model ini umumnya bersekala kecil, hanya mencakup satu atau beberapa sekolah, satu komponen
kurikulum atau mencakup keseluruhan komponen kurikulum.
Menurut Smith, Stanley, dan Shores ada dua variasi model demonstrasi ini:
1. Sekelompok guru dari satu sekolah atau beberapa sekolah ditunjuk untuk melaksanakan suatu percobaan
tentang pengembangan kurikulum.
2. Bentuk kedua ini kurang bersifat formal. Beberapa guru yang merasa kurang puas dengan kurikulum yang ada,
mencoba mengembangkan penelitian dan mengembangkan sendiri. Mereka mencoba menggunakan hal-hal yang
lain yang berbeda dengan yang berlaku.
6. Beauchamp’s System Model / Model Beauchamp
Pengembangan kurikulum dengan menggunakan metode beauchamp memiliki lima memiliki lima bagian
pembuat keputusan. Lima tahap tersebut adalah:
7
1. Memutuskan arena pengembangan kurikulum, suatu keputusan yang menjabarkan ruang lingkup upaya
pengembangan.
2. Menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa sajakah yang ikut terlibat dalam pengembangan kurikulum.
3. Organisasi dan prosedur pengembangn kurikulum. Langkah ini berkenaan dengan prosedur yang harus ditempuh
dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan
evaluasi, dan dalam menentukan keseluruhandesain kurikulum.
4. Implementasi kurikulum, yakni kegiatan untuk menerapkan kurikulum seperti yang sudah diputuskan dalam
ruang lingkup pengembangan kurikulum.
5. Evaluasi kurikulum.
7. Roger’s Interpersonal Relation Model / Model Roger’s
Carl Rogers adalah seorang ahli psikologi yang berpandangan bahwa manusia dalam proses perubahan
mempunyai kekuatan dan potensi untuk berkembangsendiri. Berdasarkan pandangan tentang manusia maka rogers
mengemukakan model pengembangan kurikulum yang disebut dengan model Relasi Interpersonal Rogers.
Ada empat langkah pengembangan kurikulum model rogers diantaranya adalah:
1. Pemilihan satu sistem pendidikan sasaran
2. Pengalaman kelompok yang intensif bagi guru
3. Pengembangan satu pengalaman kelompok yang intensif bagi satu kelas atau unit pelajaran.
4. Melibatkan orangtua dalam pengalaman kelompok yang intensif.
Rogers lebih mementingkan kegiatan pengembangan kurikulum daripada rencana pengembangan kurikulum
tertulis, yakni melalui aktivitas dan interaksi dalam pengembangan kelompok intensif yang terpilih.
8. Emerging Technical Models
Perkembangan bidang teknologi dan ilmu pengetahuan seerta nilai-nilai efisiensi dan efektivitas dalam
bisnis, juga mempengaruhi perkembangan model kurikulum. Tumbuh kecenderungan baru yang didasarkan atas
hal itu, diantaranya :
1) The Behavioral Analysis Model. Menekankan penguasaan perilaku atau kemampuan. Suatu perilaku /
kemampuan yang kompleks diuraikan menjadi perilaku yang sederhana yang tersusun secara hirarkis.
2) The System Analysis Model. Berasal dari gerakan efisiensi bisnis. Langkah pertama model ini adalah
menentukan spesifikasi perangkat hasil belajar yang harus dikuasi siswa. Langkah kedua menyusun instrumen
untuk menilai ketercapaian hasil belajar tersebut. Langkah ketiga mengidentifikasi tahap-tahap hasil yang dicapai
serta perkiraan biaya yang diperlukan. Langkah keempat membandingkan biaya dan keuntungan dari beberapa
program pendidikan.
3) The Computer-Based Model. Suatu pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan komputer.
Pengembangannya dimulai dengan mengidentifikasi seluruh unit kurikulum, tiap unit kurikulum telah memiliki
rumusan tentang hasil yang diharapkan. Kepada para siswa dan guru diminta untuk melengkapi pertanyaan tentang
unit kurikulum tersebut. Stelah diadakan pengolahan disesuaikan dengan kemampuan dan hasil belajar siswa
disimpan dalam komputer.
I I . Mode l Rogers
Roger, seorang ahli psikologi, memberikan warna yang cukup kuat dalam pengembangan model kurikulum. Ada
empat model yang dikembangkan oleh Roger. Model yang satu merupakan perbaikan dari model sebelumnya.
1. Mode l I
8
Model pertama merupakan model yang paling sederhana. Kesederhanaan model ini dapat dilihat dari
kegiatan yang ditawarkan, yaitu pembelajaran (pemberian informasi) dan ujian. Model ini dikembangkan
berdasarkan asumsi bahwa pendidikan merupakan kegiatan penyampaian informasi yang diakhiri dengan kegiatan
evaluasi. Oleh sebab itu, banyak pengembang menyebut model ini sebagai model tradisional. Namun demikian,
pada awal pengembanganya, model yang sederhana ini banyak sekali digunakan.
Jika Anda menggunakan model ini, maka sesuai dengan sifatnya, Anda harus bias menjawab dua
pertanyaan mendasar berikut.
a. Mengapa Anda mengajar mata pelajaran ini?
b. Bagaimana Anda bisa mengukur keberhasilan pengajaran yang anda ajarkan?
Dari pertanyaan di atas terlihat bahwa kegiatan pendidikan semata-mata terdiri dari kegiatan memberikan
informasi (isi pelajaran) dan ujian. Asumsi yang dipakaid alam model ini adalah pendidikan adalah evaluasi, dan
evaluasi adalah pendidikan.Model ni menganggap siswa sebagai obyek yang pasif, sedangkan guru
merupakansubyek yang aktif, yang mempunyai peran lebih dominan. Metode pembelajaranbelum terlalu
dipentingkan. Kesistematisan organisasi materi juga belum menjadiperhatian. Secara skematis, model ini dapat
digambarkan sebagai berikut.
Sejumlah kelemahan yang terdapat dalam model ini mendorong Roger untuk mendesain model 2.
2. Model II
Model pengembangan kurikulum ini beranjak dari dua pertanyaansebelumnya dan dua pertanyaaan
tambahan berikut.
a. Metode apa yang Anda gunakan dalam mengajarkan mata pelajaran?
b. Bagaimana Anda mengorganisasikan bahan pelajaran?
Dengan menambahkan komponen metode mengajar dan organisasi bahanmaka terlihat bahwa model
pengembangan kurikulum II semakin baik dan lengkap.Metode yang efektif dan penataan bahan pelajaran
sistematis (dari mudah ke yanglebih sukar, dari konkret ke abstrak, dst.) telah dilakukan. Jika digambarkan, maka
sosok model II ini adalah sebagai berikut.
3. Model III
Tidak puas dengan model kedua ini, Roger pun memunculkan model IIIdengan menambahkan dua hal yaitu
tentang dukungan bahan ajar yang meliputibuku-buku dan media pengajaran. Dengan demikian pengaplikasian
model ketiga inidapat dilakukan jika Anda sebagai guru mampu mengimplementasikan duapertanyaan tambahan
berikut di sekolah.
a. Buku pelajaran apa yang Anda gunakan dalam suatu pelajaran?
b. Media pengajaran apa yang Anda gunakan dalam mendukung kegiatanpembelajaran?
Model II ini dapat digambarkan sebagai berikut.
4. Model IV
Di samping pelbagai komponen kurikulum pada model I hingga model III,pada model IV ini disertakan
pula komponen penting dalam keseluruhan pendidikan,yaitu tujuan. Tujuan ini menjadi arah pendidikan dan
pengajaran ini yang mengikatsemua komponen yang telah disebutkan sebelumnya, termasuk teknologi yang
akandigunakan. Secara lengkap gambaran model yang dikembangkan Roger dapatdisajikan sebagai berikut.
MODEL SAYLOR, ALEXANDER, DAN LEWIS
9
Model ini membentuk curriculum planning process (proses perencanaan kurikulum).Untuk
mengerti model ini, kita harus menganalisa konsep kurikulum dan konsep rencana kurikulum mereka.
Kurikulum menurut mereka adalah "a plan for providing sets of learning opportunities for persons to
be educated" ; sebuah rencana yang menyediakan kesempatan belajar bagi orang yang akan dididik.
Namun, rencana kurikulum tidak dapat dimengerti sebagai sebuah dokumen tetapi lebih sebagai beberapa
rencana yang lebih kecil untuk porsi atau bagian kurikulum tertentu.
A. Tujuan, Sasaran dan Bidang Kegiatan
Model ini menunjukkan bahwa perencana kurikulum mulai dengan menentukan atau menetapkan tujuan
sasaran pendidikan yang khusus dan utama yang akan mereka capai. Saylor, Alexander dan Lewis,
mengklasifikasi serangkaian tujuan ke dalam empat (4) bidang kegiatan dimana pembelajaran
terjadi, yaitu : perkembangan pribadi, kompetensi social, ketrampilan yang berkelanjutan dan
spesialisasi. Setelah tujuan dan sasarn serta bidang kegiatan ditetapkan, perencana memulai proses
merancang kurikulum. Diputuskan kesempatan belajar yang tepat bagi masing-masing bidang kegiatan
dan bagaimana serta kapan kesempatan ini akan disediakan.
B. Cara Pengajaran
Setelah rancangan dibuat (mungkin lebih dari satu rancangan), guru-guru yang menjadi bagian dari
rencana kurikulum, harus membuat rencana pengajaran. Mereka memilih metode bagaimana kurikulum
dapat dihubungkan dengan pelajar. Guru pada tahap ini harus dikenalkan dengan istilah tujuan pengajaran.
Sehingga guru dapat memerinci tujuan pengajaran sebelum memilih strategi atau cara presentasi.
C. Evaluasi
Akhirnya perencana kurikulum dan guru terlibat dalam evaluasi. Mereka harus memilih teknik
evaluasi yang akan digunakan. Saylor, Alexander dan Lewis mengajukan suatu rancangan yang
mengijinkan : (1) evaluasi dari seluruh program pendidikan sekolah, termasuk tujuan, subtujuan, dan
sasaran; keefektifan pengajaran akan pencapaian siswa dalam bagian tertentu dari program, juga (2)
evaluasi dari program evaluasi itu sendiri. Proses evaluasi memungkinkan perencana kurikulum
menetapkan apakah tujuan sekolah dan tujuan pengajaran telah tercapai.
3. MODEL TYLER
Model Tyler adalah model yang paling dikenal bagi perkembangan kurikulum dengan perhatian
khusus pada fase perencanaan, dalam bukunya Basic Principles of Curriculum and Instruction. The Tyler
Rationale, suatu proses pemilihan tujuan pendidikan, dikenal luas dan dipraktekkan dalam lingkungan
kurikulum. Walaupun Tyler mengajukan suatu model yang komprehensif bagi perkembangan kurikulum, bagian
pertarna dari model Tyler, pemilihan tujuan, mendapat banyak perhatian dari pendidik lain.
Tyler menyarankan perencana kurikulurn (1) mengidentifikasi tujuan umurn dengan
mengumpulkan data dari tige sumber, yaitu pelajar, kehidupan diluar sekolah dan mata pelajaran.
Setelah mengidentifikasi beberapa tujuan umurn, perencana (2) memperbaiki tujuan-tujuan ini dengan
menyaring melalui dua saringan, yaitu filsalat pendidikan dan filsafat sosial di sekolah, dan pembelajaran
psikologis. (3) tujuan umum yang lolos saringan menjadi tujuan-tujuan pengajaran.
Sumber data yang dimaksud Tyler adalah (a) kebutuhan dan minat siswa; dengan meneliti
kebutuhan dan minat siswa, pengembang kurikulum mengidentifikasi serangkaian tujuan yang
potensial. (b) analisa kehidupan kontemporer di lingkungan lokal dan masyarakat pada skala besar
10
merupakan iangkah selanjutnya dalam proses merumuskan tujuan-tujuan umurn; dari kebutuhan masyarakat
mengalir banyak tujuan pendidikan yang potensial. (c) mata pelajaran.
Dari ketiga sumber di atas diperoleh tujuan yang luas dan umum yang masih kurang tepat,
sehingga Oliva menyebutnya tujuan pengajaran.
Apabila rangkaian tujuan yang mungkin diterapkan telah ditentukan, diperlukan proses
penyaringan untuk rnenghilangkan tujuan yang tidak penting dan bertentangan.
(a) Saringan Filsafat; Tyler menyarankan guru untuk membuat garis besar nilai yang merupakan komitmen
sekolah.
(b) Saringan Psikologis; untuk menerapkan saringan psikologis, guru harus mengklarifikasi prinsip-
prinsip pembelajaran yang tepat. Psikologi pembelajaran tidak hanya mencakup temuan-temuan khusus
dan jelas tetapi juga melibatkan rumusan dari teori pembelajaran yang membantu menggarisbawahi
asal usul proses pembelajaran, bagaimana proses itu terjadi, pada kondisi seperti apa, bagaimana
mekanismenya dan sebagainya.
4. MODEL OLIVA
Model perkembangan kurikulurn menurut Oliva terdiri dari tiga kriteria, yaitu : simple,
komprehensif dan sistematis. Walaupun model ini mewakili komponen-komponen paling penting, namun
model ini dapat diperluas menjadi model yang menyediakan detil tambahan dan menunjukkan beberapa proses
yang diasumsikan oleh model yang lebih sederhana.
Model perkembangan kurikulurn dari Oliva 1976 mempunyai 6 komponen yaitu:
1) Statement of philosophy
2) Statement of goals
3) Statement of objectives
4) Design of plan
5) Implementation
6) evaluation
Dan dalam perkembangannnya menjadi 12 komponen.
Kegunaan dari perkembangan model Oliva.
Model dapat digunakan dalam berbagai cara:
1. Model mengusulkan sebuah proses untuk pengembangan secara menyeluruh dari kurikulum sekolah.
2. Sebuah Sekolah/Fakultas boleh memfokuskan pada komponen dari model (komponen 1-5 dan 12) untuk
memutuskan program.
3. Sekolah/Fakultas boleh memusatkan pada komponen pembelajaran(komponen 6-11).
Saran dari 12 langkah perkembangan kurikulum diatas yaitu: langkah 1 – 5 dan 12 merupakan submodel
dari sebuah kurikulum, langkah 6 – 11 sub model pembelajaran.
Pengertian Implementasi
Impelentasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang
dan terperinci. Implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaaan sudah dianggap fix. berikat ane akan sedikit
info tentang pengertian implentasi menurut para ahli. semoga info tentang pengertian implementasi menurut para
ahli bisa bermanfaat.
Secara sederhana implementasi bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan. Majone dan Wildavsky (dalam
Nurdin dan Usman, 2002), mengemukakan implementasi sebagai evaluasi. Browne dan Wildavsky (dalam Nurdin
11
dan Usman, 2004:70) mengemukakan bahwa ”implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan”.
Pengertian implementasi sebagai aktivitas yang saling menyesuaikan juga dikemukakan oleh Mclaughin (dalam
Nurdin dan Usman, 2004). Adapun Schubert (dalam Nurdin dan Usman, 2002:70) mengemukakan bahwa
”implementasi adalah sistem rekayasa.”
Pengertian-pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata implementasi bermuara pada aktivitas, adanya
aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan
sekadar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan
norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu, implementasi tidak berdiri sendiri tetapi
dipengaruhi oleh obyek berikutnya yaitu kurikulum.
Dalam kenyataannya, implementasi kurikulum menurut Fullan merupakan proses untuk melaksanakan ide,
program atau seperangkat aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat menerima dan melakukan perubahan.
Dalam konteks implementasi kurikulum pendekatan-pendekatan yang telah dikemukakan di atas
memberikan tekanan pada proses. Esensinya implementasi adalah suatu proses, suatu aktivitas yang digunakan
untuk mentransfer ide/gagasan, program atau harapan-harapan yang dituangkan dalam bentuk kurikulum desain
(tertulis) agar dilaksanakan sesuai dengan desain tersebut. Masing-masing pendekatan itu mencerminkan tingkat
pelaksanaan yang berbeda.
Dalam kaitannya dengan pendekatan yang dimaksud, Nurdin dan Usman (2004) menjelaskan bahwa
pendekatan pertama, menggambarkan implementasi itu dilakukan sebelum penyebaran (desiminasi) kurikulum
desain. Kata proses dalam pendekatan ini adalah aktivitas yang berkaitan dengan penjelasan tujuan program,
mendeskripsikan sumber-sumber baru dan mendemosntrasikan metode pengajaran yang diugunakan.
Pendekatan kedua, menurut Nurdin dan Usman (2002) menekankan pada fase penyempurnaan. Kata proses
dalam pendekatan ini lebih menekankan pada interaksi antara pengembang dan guru (praktisi pendidikan).
Pengembang melakukan pemeriksaan pada program baru yang direncanakan, sumber-sumber baru, dan
memasukan isi/materi baru ke program yang sudah ada berdasarkan hasil uji coba di lapangan dan pengalaman-
pengalaman guru. Interaksi antara pengembang dan guru terjadi dalam rangka penyempurnaan program,
pengembang mengadakan lokakarya atau diskusi-diskusi dengan guru-guru untuk memperoleh masukan.
Implementasi dianggap selesai manakala proses penyempurnaan program baru dipandang sudah lengkap.
Sedangkan pendekatan ketiga, Nurdin dan Usman (2002) memandang implementasi sebagai bagian dari
program kurikulum. Proses implementasi dilakukan dengan mengikuti perkembangan dan megadopsi program-
program yang sudah direncanakan dan sudah diorganisasikan dalam bentuk kurikulum desain (dokumentasi).
Implementasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pelaksanaan atau penerapan. Artinya
yang dilaksanakan dan diterapkan adalah kurikulum yang telah dirancang/didesain untuk kemudian dijalankan
sepenuhnya. Kalau diibaratkan dengan sebuah rancangan bangunan yang dibuat oleh seorangInsinyur bangunan
tentang rancangan sebuah rumah pada kertas kalkirnya maka implementasi yang dilakukan oleh para tukang adalah
rancangan yang telah dibuattadi dan sangat tidak mungkin atau mustahil akan melenceng atau tidak sesuai
denganrancangan, apabila yang dilakukan oleh para tukang tidak sama dengan hasil rancangan akan terjadi
masalah besar dengan bangunan yang telah di buat karenarancangan adalah sebuah proses yang panjang, rumit,
sulit dan telah sempurna darisisi perancang dan rancangan itu. Maka implementasi kurikulum juga dituntut untuk
melaksanakan sepenuhnya apa yang telah direncanakan dalam kurikulumnya untuk dijalankan dengan segenap hati
dan keinginan kuat, permasalahan besar akan terjadiapabila yang dilaksanakan bertolak belakang atau menyimpang
dari yang telahdirancang maka terjadilah kesia-sian antara rancangan dengan implementasi. Rancangan kurikulum
12
dan impelemntasi kurikulum adalah sebuah sistem danmembentuk sebuah garis lurus dalam hubungannya (konsep
linearitas) dalam artiimpementasi mencerminkan rancangan, maka sangat penting sekali pemahaman guruserta
aktor lapangan lain yang terlibat dalam proses belajar mengajar sebagai inti kurikulum untuk memahami
perancangan kurikulum dengan baik dan benar.
Implementasi Kurikulum
Kurikulum satuan pendidikan (kurikulum sekolah) dengan berbagai model kurikulum di dalamnya, pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah umum diarahkan pada peningkatan mutu pendidikan. Mutu pendidikan
mencakup mutu hasil, yaitu kompetensi siswa dan lulusan, dan mutu proses pendidikan, khususnya proses
pembelajaran. Mutu hasil pendidikan baik pada siswa yang masih belajar maupun lulusan diarahkan pada
penguasaan kemampuan atau kompetensi berpikir (kognitif) tahap menengah dan tinggi, dan juga pengembangan
segi-segi afektif dan psikomotor tahap menengah dan tinggi.
Pengembangan kemampuan-kemampuan demikian membutuhkan proses pembelajaran yang kaya,
dilaksanakan secara efisien dan efektif. Pelaksanaan kurikulum membutuhkan pembelajaran yang menempatkan
siswa sebagai subjek pembelajaran, memberikan pengalaman yang merangsang dan menantang, dengan kegiatan
yang bervariasi, kesempatan berinteraksi dengan berbagai sumber, dan menggunakan berbagai media belajar, serta
mendapatkan evaluasi dan umpan balik yang intensif.
Banyak pendekatan, model dan metode pembelajaran yang dapat dipilih dan digunakan untuk mencapai
tujuan tersebut. Pembelajara-pembelajaran tersebut, diantaranya pembelajaran kontekstual, pembelajaran
bermakna, pembelajaran diskeveri, pembelajaran berbasis pengelaman, pembelajaran kooperatif, pembelajaran
berbuat (seperti pembelajaran: kelompok, pengamatan, percobaan, penelitian, pemecahan masalah), dan
pembelajaran praktik di kelas, luar kelas dan luar sekolah.
Pendekatan , model dan metode-metode pembelajaran tersebut umumnya sudah dikenal dan dikuasai oleh
guru-guru. Beberapa mungkin belum begitu akrab, tetapi banyak literatur yang bisa ditemukan, salah satunya
adalah buku sukmadinata, Nana Sy. (2004), ”Kurikulum dan Pembelajaran kompetensi”.
Kesiapan Guru
Sebagus apapun desain atau rancangan kurikulum yang dimiliki, tetapi keberhasilannya sangat tergantung
pada guru. Kurikulum yang sederhanapun apabila gurunya memiliki kemampuan, semangat dan dedikaasi yang
tinggi, hasilnya akan lebih baik daripada desain kurikulum yang hebat tetapi kemampuan, semangat dan dedikasi
gurunya rendah. Guru adalah kunci utama keberhasilan pendidikan. Sumber daya pendidikan yang lainpun seperti
sarana dan prasarana, biaya, organisasi, lingkungan, juga kunci keberhasilan pendidikan, tetapi kunci utamanya
adalah guru. Dengan sarana, prasarana dan biaya terbatas, guru yang kratif dan berdedikasi tinggi, dapat
mengembangakan program, kegiatan dan alat bantu pembelajaran yang inovatif.
Kemampuan apa yang harus dikuasai dalam implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan?
Pertama, konsep yang tepat tentang kompetensi akademis, seperti yang telah dijelaskan dimuka. Kedua,
kemamapuan untuk menjabarkan kompetensi-kompetensi yang telah dirumuskan oleh BSNP (Depdiknas), yaitu
standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi indikator (performansi). Ketiga, kemamapuan guru untuk
menterjemahkan kompetensi menjadi kegiatan pembelajaran. Komptensi menunjukkan kecakapan, keterampilan,
”ke-bisa-an” (ableness), oleh karena itu model atau metode pembelajaran yang digunakan, adalah model-model
atau metode yang menekankan siswa aktif. Aktif dalam mengaplikasikan konsep, menganalisis dan mengevaluasi
13
suatu keadaan atau kegiatan, memecahkan masalah yang dihadapi di dalam kehidupan, mencari, menemukan dan
mengembangkan hal baru.
Kemamapuan-kemampuan tersebut mungkin sudah dikuasai oleh guru-guru, tetapi mungkin juga baru
sebagian yang dikuasai dan mengusainya. Untuk meningkatkan kamampuan guru dalam penguasaan, kemampuan-
kemampuan tersebut selain dapat dilakukan melalaui pelatihan, penataran, penataran dan lokakarya, juga dengan
mengefektifkan kegiatan KKG dan MGMP. Untuk jenjang sekolah menengah selain MGMP se-kota/kabupaten
atau se-rayon, bisa juga MGMP satu sekolah. Guru-guru mata pelajaran sejenis di satu sekolah mengadakan
pertemuan berkala seminggu sekali atau dua minggu sekali untuk menjabarkan kompetensi dan merumuskan
kegiatan pembelajaran. Bila diperlukan dapat mendatangkan guru inti ataupun pakar bidang studi.
Peningkatan kemampuan yang cukup ampuh tanpa biaya yang besar, adalah dengan menerapkan
pemberdayaan diri secara kolaboratif. Guru-guru mata pelajaran sejenis berkelompok, minimal berpasangan untuk
melakukan pembinaan atau pemberdayaan diri. Peleksanaan pemberdayaannya dilakukan melalui kegiatan
”penelitian tindakan kelas’. Pada waktu seorang guru melakukan kegiatan pembelajaran, pasangan atau anggota
kelompoknya mengadakan pengamatan, monitoring:mencatat hal-hal yang sudah baik dan kekurangan atau
kesalahan yang dilakukan. Selesai pembelajaran guru yang diamati dan yang mengamati mengadakan pertemuan,
untuk menyampaikan catatan hasil pengamatan tadi, kemudian diadakan tukar pikiran. Untuk hal-hal sudah baik,
perlu terus dipelihara atau kalau perlua mungkin ditingkatkan, untuk hal-hal yang belum baik dicari perbaikannya.
Pada hari atau jam yang lain bertukar peran guru yang diamati menjadi pengamat, dan yang mengamati menjadi
yang diamati.
Pengorganisasian Kurikulum
Salah satu prinsip dasar dalam penngembangan kurikulum adalah fleksibilitas, yaitu kelenturan kurikulum
melayani perbedaan kemampuan, minat dan kebutuhan peserta didik dan pengguna. Fleksibilitas ini diwujudkan
dalam bentuk pengorganisasian kurikulum. Suatu kurikulum yang fleksibel, adalah kurikulum yang memberikan
alternatif yang luas sehingga siswa bisa memilih program, mata pelajaran, model pembelajaran dan latihan yang
sesuai dengan kemampuan minat, kebutuhan dan kondisi siswa.
Dalam implementasi kurikulum di SMA, fleksibilitas kurikulum lebih luas dibandingkan dengan kurikulum
sebelumnya. Hal itu dapat dilihat dari model pilihan jurusan atau sekarang diberi nama Program Studi. Selain
digunaka model blok atau model pengkhususan seperti model lama, dengan tiga program studi yaitu Program
Studi Ilmu Alam, Ilmu Sosial dan Bahasa, juga ada model pilihan bebas yang disebutnya sebagai Struktur
Kurikulum Non Pengkhususan Program Studi. Dalam model blok, siswa dalam program studi yang sama
mengikuti kurikulum yang sama. Dalam model non pengkhususan, para siswa hanya mengikuti kurikulum yang
sama dalam 4 mata pelajaran atau 8 jam pelajaran saja. Sisanya yaitu 7 mata pelajaran atau 28 jam pelajaran di
kelas XI, dan 6 mata pelajaran atau 24 jam pelajaran di kelas 12 siswa bebas memilih mata pelajaran yang disukai
dan dibutuhkannya, dari 20 mata pelajaran atau 80 jam pelajaran yang disediakan.
Model pengorganisasian kurikulum seperti ini sangat bagus dan merupakan hal baru. Pengorganisasian
seperti itu dapat melayani keragaman kemampuan, kebutuhan dan minat siswa, tetapi pengelolaannya lebih rumit.
Kalau tidak ada pembatasan akan terbentuk jumlah rombongan belajar yang banyak, dengan jumlah siswa pada
setiap rombongan belajar sedikit. Hal itu akan meminta lebih banyak ruangan, fasilitas belajar dan juga honorarium
guru. Selain pengorganisasian kurikulum berkenaan dengan penjurusan atau pilihan program studi, juga ada
pengorganisasian yang berkaitan dengan isi kurikulum atau bahan ajaran. Dalam implementasi kurikulum juga
14
dikembangkan model pengorganisasian yang berkaitan dengan isi kurikulum yanng dikelompokkan berdasarkan
mata pelajaran atau biasa disebut Separated Subject Curriculum, dan model kurikulum kompetensi lintas
kurikulum. Para siswa memperlajari kompetensi yang substansi isi bahan ajarannya merangkum beberapa mata
pelajaran. Kompetensi yang dikembangkan lebih komprehensif, berkenaan dengan kegiatan, program,
pengembangan atau penyelesaian masalah tertentu. Pengorganisasian ini kurikulumnya disebut model kurikulum
terpadu atau Integrated Curriculum.
Keterpaduan kurikulum tersebut bervariasi, ada yang fokusnya dalam salah satu mata pelajaran tetapi terkait
dengan mata-mata pelajaran lain (Correlated Curruculum), terpadu dalam satu rumpun bidang studi (Broad field
curriculum), terpadu dari banyak mata pelajaran tetapi unsur mata pelajarannya masih nampak (Fusion
curriculum), dan ada pula yang terpadu penuh, tidak nampak lain mata pelajaran yang dipadukannya (integrated
curriculum).
Model rumpun bidang studi sudah diterapkann dalam kurikulum kita sejak kurikulum 1975 dalam bentuk
mata-mata pelajaran IPS, IPS, Bahasa terutama untuk jenjang sekolah dasar. Kurikulum terpadu lainnya juga dapat
diterapkan dalam kurikulum saat ini, dan kurikulum yang akan datang, tetapii sifatnya tidak menyeluruh, hanya
untuk topik-topik atau bahan ajaran tertentu.
1. Hakekat implementasi KTSP
Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan
praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap.
Berdasarkan definisi implementasi tersebut, implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)
dapat didefinisikan sebagai suatu proses penerapan ide, konsep, dan kebijakan kurikulum (kurikulum potensial)
suatu aktifitas pembelajaran sehingga peserta didik menguasai seperangkat kompetensi tertentu sebagai hasil
interaksi dengan lingkungan.
Implementasi kurikulum juga dapat diartikan sebagai aktualisasi kurikulum tertulis (written curriculum)
dalam bentuk pembelajaran.
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa implementassi kurikulum adalah operasionalisi konsep kurikulum
yang masih bersifat potensial (tertulis) menjadi aktual dalam bentuk kegiatan pembelajaran.
Implementassi kurikulum setidaknya dipengaruhi oleh tiga faktor berikut,
a. Karakteristik kurikulum, yang mencakup ruang lingkup ide baru suatu kurikulum dan kejelasannya bagi
pengguna di lapangan.
b. Strategi implementasi, yaitu strategi yang digunakan dalam implementasi.
c. Karakteristik pengguna kurikulum, yang meliputi pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap guru terhadap
kurikulum, serta kemampuannya untuk merealisasikan kurikulum (curriculum planning) dalam pembelajaran.
Berdasarkan definisi implementasi tersebut, implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)
dapat didefinisikan sebagai suatu proses penerapan ide, konsep, dan kebijakan kurikulum (kurikulum potensial)
suatu aktifitas pembelajaran sehingga peserta didik menguasai seperangkat kompetensi tertentu sebagai hasil
interaksi dengan lingkungan.
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kurikulum
Implementasi Kurikulum dipengaruhi oleh tiga faktor berikut.
a. Karakteristik kurikulum; yang mencakup ruang lingkup ide baru suatu kurikulum dan kejelasaanya bagi
pengguna di lapangan.
15
b. Strategi implementasi: yaitu strategi yang digunakan dalam implementasi, seperti diskusi profesi, seminar,
penataran, loka karya, penyediaan buku kurikulum, dan kegiatan-kegiatan yang dapat mendorong penggunaan
kurikulum di lapangan.
c. Karakteristik pengguna kurikulumyang meliputi pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap guru terhadap
kurikulum, serta kemempuanya untuk merealisasikan kurikulum dalam pembelajaran.
Sejalan dengan uraian di atas, Mars (1998) mengemukakan tiga faktor yang mempengaruhi implementasi
kurikulum, yaitu dukungan kepala sekolah, dukungan rekan sejawat guru, dan dukungan internal yang datang
dalam diri guru sendiri. Dari beberapa faktor tersebut guru merupakan faktor penentu di samping faktor-faktor
yang lain. 1[6]
Pengertian Manajemen Kurikulum
Manajemen kurikulum berasal dari dua kata yaitu manajemen dan kurikulum keduanya memiliki pengertian
yang berbeda.
1. Definisi manajemen
Manajemen berasal dari kata to manage yang berarti mengelola. Pengelolaan dilakukan melalui proses dan
dikelola berdasarkan urutan dan fungsi-fungsi manajemen itu sendiri. Manajemen adalah melakukan pengelolaan
sumber daya yang di miliki oleh sekolah atau organisasi yang di antaranya adalah manusia, uang, metode, material,
mesin dan pemasaran yang dilakukan dengan sistematis dalam suatu proses1.
Manajemen adalah proses merencana, mengorganisasi, memimpin dan mengendalikan upaya organisasi
dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.
Manajemen diartikan sebagai ilmu, kiat, dan profesi. Dikatakan sebagai ilmu oleh Luther Gulick karena
manajemen dipandang sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan
bagimana orang bekerja sama. Dikatakan sebagai kiat oleh Follet karena manajemen mencapai sasaran melalui
cara-cara dengan mengatur orang lain menjalankan dalam tugas. Dipandang sebagai profesi karena manajemen
dilandasi oleh keahllian khusus untuk mencapai suatu prestasi manajer, dan para profesional dituntun oleh suatu
kode etik2.
2. Definisi manajemen menurut para ahli3
Menurut Hasibuan, manajemen sebagai ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia
dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Stoner, seperti yang dikutip Fachruddin mendefinisikan manajemen sebagai suatu proses perencanaan,
pengorganisasian, memimpin dan mengawasi pekerjaan organisasi dan untuk menggunakan semua sumber daya
organisasi yang tersedia untuk mencapai tujuan organisasi yang dinyatakan dengan jelas.
Gordon (1976) dalam Bafadal (2004:39), menyatakan bahwa manajemen merupakan metode yang
digunakan administrator untuk melakukan tugas-tugas tertentu atau mencapai tujuan tertentu.
Menurut Mary Parker Follet, manajemen adalah sebagai seni untuk melaksanakan pekerjaan melalui orang-
orang (The art getting things done through people)4.
Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efisien.
Harold Koontz & O’Donnel dalam bukunya yang berjudul “Principles of Management” mengemukakan,
manajemen adalah berhubungan dengan pencapaian sesuatu tujuan yang dilakukan melalui dan dengan orang-
orang lain.
116
3. Definisi kurikulum
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu5. Kurikulum adalah program pendidikan (sekolah) bagi siswa berdasarkan program pendidikan tersebut
siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga mendorong perkembangan dan pertumbuhannya sesuai
dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan6.
4. Definisi kurikulum menurut para ahli
Menurut Saylor, Alexander, dan Lewis (1974) kurikulum merupakan segala upaya sekolah untuk
memengaruhi siswa agar dapat belajar, baik dalam ruangan kelas maupun di luar sekolah.
Menurut pendapat dari Harold B. Alberty (1965) memandang bahwa kurikulum sebagai seluruh kegiatan
yang diberikan kepada siswa dibawah tanggung jawab sekolah (all the activities that are provided of the students
by the school)7.
Menurut Oemar Hamalik, Kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh murid
untuk memperoleh ijazah.
Menurut Supandi, Kurikulum adalah sebagai suatu perangkat pelbagai mata pelajaran yang harus dipelajari
siswa, batasan ini nampak jelas pada kurikulum 1968 Dikdasmen.
Romine, “Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities and experiences which
pupils have under the direction of the school, wether in the classroom or not.” Kegiatan kurikuler tidak terbatas
dalam ruangan kelas saja, melainkan mancakup juga kegiatan di luar kelas. Karena itu menurut pandangan modern
kegiatan intra kulikuler dan ekstra kulikuler tidak ada pemisahan yang tegas, semua kegiatan yang bertujuan
memberikan pengalaman pendidikan bagi siswa adalah kurikulum.
Alice Miel, “Curriculum in composed of the experiences children undergo, it fallows as a corolary that the
curriculum is the result of interaction of a complexity of factors, including the physical environment and the
desires, beliefs, knowledge attitudes, and skill of the person served by and serving the school, namely, the learners,
community adults, and educators (not forgetting the custodians, clerks, secretaries and other non teaching
amployees of the school)8.
Kurikulum adalah rencana tertulis tentang kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan standar nasional,
materi yang perlu dipelajari dan pengalaman belajar yang harus dijalani untuk mencapai kemampuan tersebut, dan
evaluasi yang perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pencapaian kemampuan peserta didik, serta seperangkat
peraturan yang berkenaan dengan pengalaman belajar peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya pada
satuan pendidikan tertentu9.
5. Definisi manajemen kurikulum
Manajemen kurikulum ialah sebagai suatu sistem pengelolaan kurikulum yang kooperatif, komprehenshif,
sistemik, dalam rangka mewujudkan ketercapaian tujuan kurikulum. Otonomi yang diberikan pada lembaga
pendidikan atau sekolah dalam mengelola kurikulum secara mandiri dengan memprioritaskan kebutuhan dan
ketercapaian sasaran dalam visi dan misi lembaga pendidikan atau sekolah tidak mengabaikan kebijakan nasional
yang telah ditetapkan10.
Manajemen Kurikulum adalah segenap proses usaha bersama untuk memperlancar pencapaian tujuan
pembelajaran dengan dititik beratkan pada usaha, meningkatkan kualitas interaksi belajar mengajar.
Manajemen Kurikulum adalah proses kerjasama dalam pengolahan kurikulum agar berguna bagi lembaga
untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
17
Manajemen Kurikulum merupakan suatu sistem kurikulum yang berorientasi pada produktivitas dimana
kurikulum tersebut beriorientasi pada peserta didik, kurikulum dibuat sebagaimana dapat membuat peserta didik
dapat mencapai tujuan hasil belajar.
Manajemen Kurikulum adalah pemberdayaan dan pendayagunaan manusia, materi, uang, informasi, dan
rekayasa untuk dapat mengantarkan anak didik menjadi kompeten dalam berbagai kehidupan yang dipelajarinya.
Manajemen Kurikulum adalah upaya untuk mengurus, mengatur, dan mengelola perangkat mata pelajaran
yang akan diajarkan pada lembaga pendidikan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu11.
Keterlibatan masyarakat dalam menajemen kurikulum di maksudkan agar dapat memahami, membantu,
dan mengontrol implementasi kurikulum, sehingga lembaga pendidikan atau sekolah selain dituntut kooperatif juga
mampu mandiri dalam mengdentifikasikan kebutuhan kurikulum, mendesain kurikulum, menentukan prioritas
kurikulum, melaksanakan pembelajaran, menilai kurikulum, mengendalikan serta melaporkan sumber dan hasil
kurikulum, baik kepada masyarakat maupun pada pemerintah12.
B. Ruang lingkup manajemen kurikulum
Manajemen kurikulum merupakan bagian integral dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Lingkup Manajemen Kurikulum meliputi perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum. Pada tingkat satuan pendidikan kegiatan kurikulum lebih mengutamakan
untuk merealisasikan dan merelevansikan antara kurikulum nasional (standar kompetensi/ kompetensi dasar)
dengan kebutuhan daerah dan kondisi sekolah yang bersangkutan, sehingga kurikulum tersebut merupakan
kurikulum yang integritas dengan peserta didik maupun dengan lingkungan di mana sekolah itu berada13.
Studi manajemen kurikulum adalah bagian integral dari studi kurikulum. Pokok kegiatan utama studi
manajemen kurikulum adalah meliputi bidang perencanaan dan pengembangan, pelaksanaan, dan perbaikan
kurikulum. Studi manajemen pengembangan kurikulum pada dasarnya eratkaitan dengan studi administrasi
pendidikan, dimana fungsi supervise telah tercangkup di dalamnya14.
Beberapa ruang lingkup studi yang dikembangkan15, yaitu:
a. Manajemen perencanaan dan pengembangan kurikulum, di dalam manajemen ini akan dipelajari masalah
perencanaan kurikulum dan pengembangan selanjutnya penting mandapat perhatian, karena terkait erat dengan
faktor-faktor mandasar, peran berbagai pihak dan metedologi pengembangan itu sendiri, sehingga merupakan suatu
proses keseluruhan kegiatan dan pengembangan kurikulum
b. Manajemen pelaksanaan kurikulum. Bidang ini mempelajari sebab erat kaitannya dengan keterlaksanaan
kurikulum disekolah atau lembaga pendidikan dan latihan. Peran administrator (kepala sekolah) dan guru mendapat
sorotan lebih tajam, dalam artian asministratif.
c. Supervise pelaksanaan kurikulum. Bidang ini membahas lebih mendasar dan meluas, sebagai erat kaitannya
dengan upaya pembinaan dan pengembangan kemampuan personal sekolah, yang mendapat tanggung jawab dalam
proses pelaksanaan kurikulum, dan dengan cara bagaimanamereka seharusnya dipersiapkan agar mampu bertindak
sebagai supervisor.
d. Pemantauan dan penilaian kurikulum. Peranan dan fungsinya sangat penting dalam rangka pengembangan,
pelaksanaan, supervisi dan perbaikan kurikulum.
e. Perbaikan kurikulum. Bidang ini harusnya mendapatkan perhatian yang lebih oleh sebab erat kaitannya dengan
upaya membina relevansi pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan sejalan dengan perkembangan masyarakat
secara menyeluruh, yang ada akhirnya dengan dikembangkan suatu kurikulum yang lebih baik.
18
f. Desentralisasi dan sentralisasi pengembangan kurikulum, perlu dikaji secara lebih lanjut berkaitan dengan
desentralisasi pengelolaan pendidikan oleh pemerintah daerah.
g. Masalah ketenagaan dalam pengembangan kurikulum serta model kepemimpinan yang serasi pada konteks
masyarakat yang berkembang dinamis dewasa ini.
C. Prinsip Manajemen Kurikulum
Terdapat lima prinsip16 yang harus diperhatikan dalam melaksanakan manajemen kurikulum, yaitu sebagai berikut:
1. Produktivitas, hasil yang akan diperoleh dalam kegiatan kurikulum merupakan aspek yang harus
dipertimbangkan dalam manajemen kurikulum. Pertimbangan bagaimana agar peserta didik dapat mencapai hasil
belajar sesuai dengan tujuan kurikulum harus menjadi sasaran dalam manajemen kurikulum.
2. Demokratisasi, pelaksanaan manajemen kurikulum harus berasaskan demokrasi yang menempatkan pengelola,
pelaksana dan subjek didik pada posisi yang seharusnya dalam melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab
untuk mencapai tujuan kurikulum.
3. Kooperatif, untuk memperoleh hasil yang di harapkan dalam kegiatan manajemen kurikulum perlu adanya kerja
sama yang positif dari berbagai pihak yang terlibat.
4. Efektivitas dan efesiensi, rangkaian kegiatan manajemen kurikulum harus mempertimbangkan efektivitas dan
efesiensi untuk mencapai tujuan kurikulum sehingga kegiatan manajemen kurikulum tersebut memberikan hasil
yang berguna dengan biaya, tenaga, dan waktu yang relatif singkat.
5. Mengarahkan visi, misi dan tujuan yang ditetapkan dalam kurikulum, proses manajemen kurikulum harus dapat
memperkuat dan mengarahkan visi, misi, dan tujuan kurikulum.
D. Fungsi Manajemen Kurikulum
Dalam proses pendidikan perlu dilaksanakan manajemen kurikulum agar perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
kurikulum berjalan lebih efektif, efesien, dan optimal dalam memberdayakan berbagai sumber belajar, pengalaman
belajar, maupun komponen kurikulum. Ada beberapa fungsi manajemen kurikulum17 di antaranya sebagai berikut:
1. Meningkatkan efesiensi pemanfaatan sumber daya kurikulum, pemberdayaan sumber maupun komponen
kurikulum dapat ditingkatkan melalui pengelolaan yang terencana dan efektif.
2. Meningkatkan keadilan (equity) dan kesempatan pada siswa untuk mencapa hasil yang maksimal, kemampuan
yang maksimal dapat dicapai peserta didik tidak hanya melalui kegiatan intrakurikuler, tetapi juga perlu melalui
kegiatan ekstra dan kokurikuler yang dikelola secara integritas dalam mencapai tujuan kurikulum.
3. Meningkatkan relevansi dan efektivitas pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik maupun lingkungan
sekitar peserta didik, kurikulum yang dikelola secara efektif dapat memberikan kesempatan dan hasil yang relevan
dengan kebutuhan peserta didik maupun lingkungan sekitar.
4. Meningkatkan efektivitas kinerja guru maupun aktivitas siswa dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Pengelolaan kurikulum yang professional, efektif, dan terpadu dapat memberikan motivasi pada
kinerja guru maupun aktivitas siswa dalam belajar.
5. Meningkatkan efesiensi dan efektivitas proses belajar mengajar, proses pembelajaran selalu dipantau dalam
rangka melihat konsistensi antara desain yang telah direncanakan dengan pelaksanaan pembelajaran. Dengan
demikian, ketidaksesuaian antara desain dengan implementasi dapat dihindarkan. Di samping itu, guru maupun
siswa selalu termotivasi untuk melaksanakan pembelajaran yang efektif dan efesien karena adanya dukungan
kondisi positif yang diciptakan dalam kegiatan pengelolaan kurikulum.
19
6. Meningkatkan partisipasi masyarakat untuk membantu mengembangkan kurikulum, kurikuum yang dikelola
secara profesional akan melibatkan masyarakat, khususnya dalam mengisi bahan ajar atau sumber belajar perlu
disesuaikan dengan cirik khas dan kebutuhan pembangunan daerah setempat.
E. Konsep Manajemen Kurikulum
Kurikulum di sekolah merupakan penentu utama kegiatan sekolah. Segala aktivitas siswa mengacu pada
kurikulum yang ada. Berdasarkan hal tersebut kurikulum harus tepat dirumuskan secara perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum tersebut.
Program pendidikan/ kurikuler tersebut, sekolah/ lembaga pendidikan berusaha mendorong siswa agar
berkembang dan tumbuh secara tepat sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Keterlibatan masyarakatpun ikut andil mengambil bagian penting dalam manajemen kurikulum
dimaksudkan agar dapat memahami, membantu, dan mengontrol implementasi kurikulum, mendesain kurikulum,
menentukan prioritas kurikulum, melaksanakan pembelajaran, menilai kurikulum, mengendalikan serta
melaporkan sumber dan hasil kurikulum, baik kepada masyarakat maupun pemerintah18.
Kurikulum yang dirumuskan harus sesuai dengan filsafat dan cita-cita bangsa, perkembangan siswa,
tuntutan dan kemajuan masyarakat. Pemahaman tentang konsep dasar manajemen kurikulum merupakan hal yang
penting bagi para kepala sekolah yang kemudian merupakan modal untuk membuat keputusan dalam implementasi
kurikulum yang akan dilakukan oleh guru19.
Manajemen Kurikulum membicarakan pengorganisasian sumber-sumber yang ada di sekolah sehingga
kegiatan manajemen kurikulum ini dapat dilakukan dengan efektif dan efisien.
Perkembangan kurikulum di Republik Indonesia sampai saat ini telah melahirkan Undang-Undang nomor
20 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Badan Standar
Pendidikan Nasional, disusul dengan Permendiknas 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, kemudian disusul dengan
Permendiknas 23 tentang Standar Kompetensi Kelulusan dan Undang-Undang nomor 24 tentang Pelaksanaan
Permendiknas Nomor 22 dan 23.
Pembakuan Undang-Undang dan Permendiknas itu menjadi kekuatan hukum bagi penyelenggara
pendidikan untuk menata kurikulum dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia sehingga dengan demikian
undang-undang dan peraturan menteri pendidikan nasional itu perlu dibaca dan dipahami.
PERBANDINGAN KURIKULUM YANG DIGUNAKAN DI INDONESIA
Kurikulum merupakan segala aktivitas yang dilakukan sekolah dalam rangka mempengaruhi anak dalam belajar
untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Disamping pengertian diatas ada juga yang mengartikan kurikulum sebagai seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai isi bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman untuk menggunakan aktivitas belajar
mengajar.
Dunia pendidikan di Indonesia sudah berkali-kali melakukan perubahan kurikulum hal ini dilakukan dalam rangka
menyempurnakan system pendidikan di Indonesia yang dinilai sangat buruk dikawasan asia. Perjalanan kurikulum
pendidikan di Indonesia meliputi:
20
a. Kurikulum 1947
Kurikulum yang pertama kali diberlakukan di sekolah Indonesia pada awal kemerdekaan ialah kurikulum 1947
yang dimaksudkan untuk melayani kepentingan bangsa Indonesia. Penerbitan UU No. 4 tahun 1950 merumuskan
pula tujuan kurikulum menurut jenjang pendidikan. Sekolah mengharuskan menyempurnakan kurikulum 1947 agar
lebih disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan bangsa Indonesia. Berikut ini ciri-ciri Kurikulum 1947 :
1. sifat kurikulum Separated Subject Curriculum (1946-1947),
2. menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di sekolah,
3. jumlah mata pelajaran : Sekolah Rakyat (SR) – 16 bidang studi, SMP-17 bidang studi dan SMA jurusan B-19
bidang studi
b. Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 ditandai dengan pendekatan peng-organisasian materi pelajaran dengan pengelompokan suatu
pelajaran yang berbeda, yang dilakukan secara korelasional (correlated subject curriculum), yaitu mata pelajaran
yang satu dikorelasikan dengan mata pelajaran yang lain, walaupun batas demokrasi antar mata pelajaran masih
terlihat jelas. Muatan materi masing-masing mata pelajaran masih bersifat teoritis dan belum terikat erat dengan
keadaan nyata dalam lingkungan sekitar. Pengorganisasian mata pelajaran secara korelasional itu berangsur-angsur
mengarah kepada pendekatan pelajaran yang sudah terpisah-pisah berdasarkan disiplin ilmu pada sekolah-sekolah
yang lebih tinggi.
Berikut ciri-ciri kurikulum 1968 :
1. sifat kurikulum correlated subject,
2. jumlah mata pelajaran SD-10 bidang studi, SMP-18 bidang studi (Bahasa Indonesia dibedakan atas Bahasa
Indonesia I dan II), SMA jurusan A-18 bidang studi,
3. penjurusan di SMA dilakukan di kelas II, dan disederhanakan menjadi dua jurusan, yaitu Sastra Sosial Budaya
dan Ilmu Pasti Pengetahuan Alam (PASPAL).
c. Kurikulum 1975
Di dalam kurikulum 1975, pada setiap bidang studi dicantumkan tujuan kurikulum, sedangkan pada setiap pokok
bahasan diberikan tujuan instruksional umum yang dijabarkan lebih lanjut dalam berbagai satuan bahasan yang
memiliki tujuan instruksional khusus. Dalam proses pembelajaran, guru harus berusaha agar tujuan instruksional
khusus dapat dicapai oleh peserta didik, setelah mata pelajaran atau pokok bahasan tertentu disajikan oleh guru.
Metode penyampaian satun bahasa ini disebut prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Melalui PPSI
ini dibuat satuan pelajaran yang berupa rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Ciri-ciri kurikulum 1975:
1. Berorientasi pada tujuan
2. Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang
kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
3. Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
4. Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional
(PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan
dalam bentuk tingkah laku siswa.
5. Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan
(drill).
21
d. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 pada hakikatnya merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1975. Asumsi yang mendasari
penyempurnaan kurikulum 1975 ini adalah bahwa kurikulum merupakan wadah atau tempat proses belajar
mengajar berlangsung yang secara dinamis, perlu senantiasa dinilai dan dikembangkan secara terus menerus sesuai
dengan kondisi dan perkembangan masyarakat..
Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Berorientasi kepada tujuan instruksional.
2. Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA). CBSA adalah
pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental,
intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam
ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
3. Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan
dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan
jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan.
4. Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus
didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat
peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
5. Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi pelajaran berdasarkan
tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret,
semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke
kesimpulan. Dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks.
6. Menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses adalah pendekatan belajar mengajar yang
memberi tekanan kepada proses pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan
perolehannya. Pendekatan keterampilan proses diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien dalam mencapai
tujuan pelajaran.
g. Kurikulum 1994
Dengan mendasarkan kepada seluruh proses penyusunan kurikulum pada ketentuan-ketentuan yuridis dan
akademis di atas, maka diharapkan kurikulum 1994 telah mampu menjembatani semua kesenjangan yang terdapat
dalam dunia pendidikan di sekolah. Namun, harapan itu sepertinya tidak terwujud sebagaimana diperlihatkan oleh
sedemikian banyak dan gencarnya keluhan pengelola pendidikan mengenai berbagai kelemahan dan kekurangan
kurikulum 1994. Adapun ciri-ciri kurikulum 1994 adalah sebagai berikut :
1. Sifat kurikulum objective based curriculum,
2. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan
3. Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi
pelajaran/isi)
4. Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di
seluruh Indonesia.
5. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara
mental, fisik, dan sosial
22
6. Nama SMP dan SLTP kejuruan diganti menjadi SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama),dan SMA diganti
SMU (Sekolah Menengah Umum)
7. Penjurusan di SMU dilakukan di kelas II, f) penjurusan dibagi atas tiga jurusan, yaitu jurusan IPA, IPS, dan
Bahasa,
8. SMK memperkenalkan program pendidikan sistem ganda (PSG)
Aspek yang dikedepankan dalam kurikulum 1994 ialah terlalu padat, sehingga sangat membebani siswa yang
berpengaruh pada merosotnya semangat belajar siswa, sehingga mutu pendidikan pun semakin terpuruk. Akibatnya
adalah siswa enggan belajar lama di sekolah. Jika sejak awal siswa dicemaskan dengan mata pelajaran yang
menjadi momok di sekolah, maka mereka akan menjadi bosan dan kegiatan belajar mengajar menjadi
menyebalkan.
Selain itu, penetapan target kurikulum 1994 dinilai dan dikecam berbagai pihak antara lain sebagai dosa teramat
besar dari departemen pendidikan dan kebudayaan yang mengakibatkan kemerosotan kualitas pendidikan secara
berkesinambungan tanpa henti , bahwa adanya target kurikulum telah menjadi salah satu factor pemicu untuk
penggantian kurikulum baru. Kurikulum 1994 yang padat dengan beban yang telah menghambat diberlakukannya
paradigma baru pendidikan dari siswa kepada guru, yang menuntut banyak waktu untuk menyampaikan pandangan
dalam rangka pengelolaan pendidikan. Kurikulum yang padat juga melanggengkan konsep pengajaran satu arah,
dari guru murid, karena apabila murid diberikan kebebasan mengajukan pendapat, maka diperlukan banyak waktu,
sehingga target kurikulum sulit untuk tercapai.
h. Kurikulum Berbasis Kompetensi
Harapan masyarakat terhadap kurikulum pendidikan di Indonesia, pada hakikatnya adalah adanya komunikasi dua
arah yang memungkinkan kegiatan belajar mengajar menjadi interaktif dan menyenangkan, baik bagi siswa
maupun bagi guru. Belajar menyenangkan itulah sebenarnya konsep pendidikan yang dapat membawa peserta
didik (siswa) untuk menguasai kompetensi akademik, kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian. Harapan-
harapan inilah yang seharusnya diakomodasi di dalam penyusunan kurikulum.
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang hanya berlaku sampai tahun 2006 di sekolah-sekolah pada dasarnya
adalah merupakan gagasan dari Kurikulum Berbasis Kemampuan Dasar (KBKD) yang memfokuskan pada wujud
pertumbuhan dan perkembangan potensi peserta didik. KBK merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang
kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai oleh siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan
pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah.
Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
2. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
4. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Berhubung kurikulum 2004 yang memfokuskan aspek kompetensi siswa, maka prinsip pembelajaran adalah
berpusat pada siswa dan menggunakan pendekatan menyeluruh dan kemitraan, serta mengutamakan proses
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (contextual teaching and learning atau CTL)
Dalam pelaksanaan kurikulum yang memegang peranan penting adalah guru. Guru diibaratkan manusia dibalik
senjata kosong yang tidak berpeluru. Oleh karena itu, diperlukan kreativitas guru untuk mengisi senjata itu dan
23
membidiknya dengan cermat dan tepat mengenai sasaran. Keberhasilan kurikulum lebih banyak ditentukan oleh
kualitas dan kompetensi guru. Oleh karenanya, tidak berlebihan apabila dalam diskusi mengenai “Potret
Pendidikan di Indonesia dan Peran Guru Swasta”, J. Drost (2002) menegaskan bahwa materi kurikulum, terutama
untuk mata pelajaran dasar, di seluruh dunia pada dasarnya sama. Yang membedakannya adalah cara guru
mengajar di depan kelas.
Inti dari KBK adalah terletak pada empat aspek utama, yaitu :
1) kurikulum dan hasil belajar,
2) pengelolaan kurikulum berbasis sekolah,
3) kegiatan belajar mengajar, dan
4) evaluasi dengan penilaian berbasis kelas.
Kurikulum dan hasil belajar memuat perencanaan pengembangan kompetensi peserta didik yang perlu dicapai
secara keseluruhan sejak lahir sampai usia 18 tahun. Kurikulum dan hasil belajar ini memuat kompetensi, hasil
belajar dan indikator dari TK (Taman Kanak-kanak) dan Raudhatul Athfal (RA) sampai dengan kelas XII (kelas III
SMA). Penilaian berbasis kelas memuat prinsip, sasaran dan pelaksanaan penilaian berkelanjutan yang lebih akurat
dan konsisten sebagai akuntabilitas publik melalui identifikasi kompetensi atau hasil belajar yang telah dicapai,
pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai, serta peta kemajuan belajar siswa dan
pelaporan. Kegiatan belajar mengajar memuat gagasan pokok tentang pembelajaran dan pengajaran untuk
mencapai kompetensi yang ditetapkan, serta gagasan-gagasan pedagogis dan andragogis yang mengelola
pembelajaran agar tidak mekanistik. Pengelolaan kurikulum berbasis sekolah memuat berbagai pola pemberdayaan
tenaga kependidikan dan sumber daya lain untuk meningkatkan mutu hasil belajar. Pola ini dilengkapi pula dengan
gagasan pembentukan jaringan kurikulum (curriculum council), pengembangan perangkat kurikulum, antara lain
silabus, pembinaan professional tenaga kependidikan, dan pengembangan sistem informasi kurikulum.
Peran dan tanggung jawab dalam pengelolaan kurikulum berbasis sekolah diberikan kepada sekolah. Dinas
Pendidikan Kabupaten / Kota, Dinas Pendidikan Provinsi dan Tingkat Pusat. Peran dan tanggung jawab sekolah
untuk meningkatkan komunikasi dengan berbagai pihak untuk mensosialisasikan konsep KBK, menetapkan tahap
dan administrasi KBK, menata ulang KBK penempatan guru pada kelas secara optimal, memberdayakan semua
sumber daya dan dana sekolah, termasuk dalam melibatkan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah untuk
pelaksanaan kurikulum secara bermutu
i. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Kurikulum 2006 atau yang dikenal dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan
kurikulum operasional pendidikan yang disusun dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan yang
berlaku dewasa ini di Indonesia. KTSP diberlakukan mulai tahun ajaran 2006/2007 yang menggantikan kurikulum
2004 (KBK). Kurikulum ini lahir seiring dengan pemberlakuan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem pendidikan Nasional serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan. Salah satu perbedaan KTSP dibandingkan dengan kurikulum yang pernah berlaku sebelumnya di
Indonesia adalah terletak pada sistem pengembangannya. Pengembangan kurikulum sebelum KTSP dilakukan
secara terpusat (sentralistik), sedangkan KTSP merupakan kurikulum operasional yang dikembangkan oleh satuan
pendidikan dengan memperhatikan karakteristik dan perbedaan daerah (desentralistik).
KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum, kalender
pendidikan, dan silabus. Secara substantive, pemberlakuan kurikulum 2006 merupakan implementasi regulasi yang
24
telah dikeluarkan yaitu PP no 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Akan tetapi, esensi isi dan arah
pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi (Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar) dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter.
Dengan demikian, kurikulum 2006 memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa, baik secara individual, maupun klasikal.
2. Berorientasi pada hasil belajar (learning out comes) dan keberagaman.
3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
4. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsure edukatif.
5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Sebagai kurikulum operasional di tingkat satuan pendidikan, KTSP memiliki peluang untuk dikembangkan oleh
satuan pendidikan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip:
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
2. Beragam dan terpadu.
3. Tanggap terhadap perkembangan Iptek .
4. Relevan dengan kebutuhan masa kini dan masa datang.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan
6. Belajar sepanjang hayat
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan daerah.
Pada hakikatnya KTSP merupakan kelanjutan dari kurikulum 2004. Sebab tidak banyak perubahan berarti yang
dilakukan. Yang tampak jelas berubah adalah penentuan mata pelajaran masing-masing bidang studi dengan
penjabaran aspek-aspeknya. Persoalan baru itulah yang dirasakan oleh guru menjadi beban berat. Belum lagi soal
kerepotan dan kerumitan nilai dalam proses evaluasi belajarnya.
Dengan dasar Permendiknas Nomor 22, 23 dan 24 tentang Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
serta peraturan pelaksanaannya, maka kurikulum 2006 diberlakukan untuk menyempurnakan kurikulum
sebelumnya yang baru berusia dua tahun.
Dalam pelaksanaannya kurikulum terbaru tersebut mengalami berbagai kendala. Terutama persoalan minimnya
sosialisasi dan kesiapan sarana dan prasarana pendukung pendidikan dan terutama sekali kesiapan guru dan
sekolah untuk menyusun dan mengembangkan kurikulum sendiri. Namun oleh Depdiknas persoalan itu diantisipasi
dengan diluncurkannya panduan KTSP yang disusun oleh BSNP. Kenyataannya sampai saat ini kurikulum 2006
itu terkesan masih dijalankan dengan setengah hati karena berbagai kebijakan dan landasan yuridisnya belum
dipenuhi secara konsekuen oleh pemerintah.
Disamping masalah itu juga ada masalah lain dari kurikulum ini yaitu karena jam pelajaran dikurangi maka para
guru honorer akan berkurang penghasilannya. Hal ini juga harus diperhatikan demi kesejahteraan guru dan demi
kelancaran proses pengajaran.
Perbedaan mendasar yang terdapat dalam kurikulum 2006 dibandingkan kurikulum sebelumnya adalah kurikulum
2006 bersifat desentralistik artinya sekolah diberi kewenangan secara penuh untuk menyusun rencana pendidikan
dengan mengacu pada standar yang telah ditetapkan (SI dan SKL) mulai dari tujuan, visi dan misi, struktur dan
muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan, hingga pengembangan silabusnya. Namun, kewenangan
dan kebebasan sekolah tersebut dalam penyelenggaraan program pendidikannya tetap harus disesuaikan dengan (1)
Kondisi lingkungan sekolah, (2) kemampuan peserta didik, (3) sumber belajar yang tersedia, dan (4) kekhasan
25
daerah. Dalam pelaksanaannya, orang tua dan masyarakat dapat berperan dan terlibat secara aktif sebagai mitra
sekolah dalam mengembangkan program pendidikannya.
26