Upload
truongkiet
View
231
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
12
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1. Audit
II.1.1. Pengertian Audit
Untuk memahami lebih jauh mengenai audit operasional, ada baiknya
terlebih dahulu memahami apa itu audit. Dalam menguraikan definisi-definisi
dari audit, setiap pengarang pastinya memiliki penafsiran yang berbeda-beda
tergantung dari jenis pendekatan yang digunakan setiap pengarang tersebut. Di
bawah ini akan diuraikan beberapa definisi dari beberapa pengarang mengenai
audit:
Pengertian audit menurut Mulyadi (2002:9) adalah:
Proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti mengenai pernyataan kejadian ekonomi, dengan tujuan menyesuaikan antara pernyataan tersebut dan kriteria yang ditetapkan serta menyampaikan hasil kepada pemakai.
Pengertian auditing menurut Alvin A. Arens, at all (2008:4) yang diterjemahkan
oleh Gina Gania adalah:
Pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu dengan kriteria yang telah ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.
Dari beberapa definisi beberapa pengarang di atas, dapat penulis simpulkan
bahwa audit merupakan suatu proses sistematik dalam mengumpulkan dan
mengevaluasi informasi oleh pihak-pihak yang independen yang didapat dalam
suatu entitas yang bertujuan untuk menentukan dan melaporkan kesesuaian
13
infromasi terserbut dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh entitas dan
menyampaikan hasilnya kepada pihak yang berkepentingan.
II.1.2. Tujuan Audit
Tujuan dari audit menurut Sukrisno Agoes (2004:222) adalah:
membantu semua pimpinan perusahaan (manajemen) dalam melaksanakan tanggungjawabnya dengan memberikan analisa, penilaian, saran dan komentar mengenai kegiatan yang diperiksanya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, auditor harus melakukan kegiatan-kegiatan berikut:
a. Menelaah dan menilai kebaikan, memadai tidaknya dan penerapan dari sistem pengendalian manajemen, pengendalian internal dan pengendalian operasional lainnya serta mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang tidak terlalu mahal,
b. Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen,
c. Memastikan seberapa jauh harta perusahaan dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari kemungkinan terjadinya segala bentuk pencurian, kecurangan dan penyalahgunaan,
d. Memastikan bahwa pengelolaan data yang dikembangkan dalam organisasi dapat dipercaya,
e. Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh manajemen,
f. Menyarankan perbaikan-perbaikan operasional dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas.
Dari beberapa tujuan audit di atas, dapat penulis simpulkan bahwa tujuan audit
yaitu memberikan manajemen perusahaan analisa, penilaian, saran, dan komentar
atas sistem pengendalian manajemen, ketaatan atas kebijakaan,
pertanggungjawaban harta perusahaan.
14
II.1.3. Manfaat Audit
Menurut Nurharyanto (2009:26) manfaat audit digolongkan menjadi dua bagian
yaitu:
Audit eksternal bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan untuk mengetahui bagaimana manajemen mengelola aset yang dipercayakan kepadanya. Sedangkan manfaat audit internal adalah membantu anggota organisasi dalam menjalankan tanggung jawabnya secara efektif. Setelah melaksanakan audit, auditor menyampaikan laporan hasil audit yang berisi pendapat atau simpulan dan rekomendasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Dari pemaparan manfaat audit di atas, dapat penulis simpulkan bahwa
manfaat audit yaitu untuk membantu pihak internal dalam mengelola aset
perusahaan dan menjalankan tanggungjawabnya secara efektif untuk
dilaporkan kepada pihak yang berkepentingan.
II.1.4. Jenis-jenis Audit
Jenis audit pada umumnya dibagi menjadi 3 (tiga) golongan menurut Siti Kurnia
Rahayu dan Ely (2010:4), yaitu:
1. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit) Suatu pemeriksaan yang bertujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan telah disajikan wajar, sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu,
2. Audit Kepatuhan (Compliance Audit) Pemeriksaan yang berupa penentuan apakah pelaksaan akuntansi telah mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh perusahaan, peninjauan upah untuk menentukan kesesuaian peraturan UMR, pemeriksaan surat perjanjian dengan kreditur dan memastikan bahwa perusahaan memenuhi ketenteuan hukum yang berlaku,
3. Audit Operasional (Operational Audit) Pemeriksaan audit yang bertujuan untuk membantu manajemen dalam mengendalian operasional perusahaan.
15
Dari penjabaran jenis audit di atas, dapat penulis simpulkan bahwa jenis audit
dapat dibagi menjadi tiga sesuai dengan apa hal yang akan diaudit yaitu audit
laporan keuangan, audit kepatuhan, dan audit operasional.
II.2. Audit Operasional
II.2.1. Pengertian Audit Operasional
Pengertian dari audit operasional menurut Boynton, Johnson, dan Kell
(2003:489) yaitu:
Audit yang sistematis dengan tujuan untuk memulai dan melaporkan apakah sumber daya dan dana digunakan secara ekonomis dan efisien, apakah tujuan kegiatan, program dan fungsi yang telah direncanakan dapat dicapai dengan baik.
Sedangkan pengertian audit operasional menurut Arens, Elder (2008:501) yang
diterjemahkan oleh Gina G. yaitu:
“Kaji ulang dari suatu organisasi mengenai efisiensi dan
efektivitas dari aktifitas yang ada di dalam perusahaannya.”
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa audit
operasional adalah prosedur yang sistematis untuk mengevaluasi efisiensi dan
efektivitas kegiatan suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi tersebut,
dan keekonomisan operasi organisasi yang berada dalam pengendalian
manjemen serta melaporkan kepada orang-orang yang tepat atas hasil-hasil
evaluasi tersebut beserta rekomendasi untuk perbaikan.
II.2.2. Tujuan Audit Operasional
Beberapa tujuan dari audit operasional menurut Tunggal (2000:40) adalah
sebagai berikut :
16
1. Objek dari audit operasional adalah mengungkapkan kekurangan dan ketidakberesan dalam setiap unsur yang diuji oleh auditor operasional dan untuk menunjukkan perbaikan apa yang dimungkinkan untuk memperoleh hasil yang terbaik dari operasi yang bersangkutan.
2. Untuk membantu manajemen mencapai administrasi operasi yang paling efisien.
3. Untuk menyusulkan kepada manajemen cara–cara dan alat–alat untuk mencapai tujuan apabila manajemen organisasi sendiri kurang pengetahuan tentang pengelolaan yang efisien.
4. Audit operasional bertujuan untuk mencapai efisiensi dari pengelolaan.
5. Untuk membantu manajemen, auditor operasional berhubungan dengan setiap fase dari aktivitas usaha yang dapat merupakan dasar pelayanan kepada manajemen.
6. Untuk membantu manajemen pada setiap tingkat dalam pelaksanaan yang efektif dan efisien dari tujuan dan tanggung jawab mereka.
Dari beberapa tujuan audit operasional di atas, dapat penulis simpulkan bahwa
tujuan audit operasional yaitu untuk membantu manajemen untuk mengungkap
kekurangan dalam aktivitas perusahaan untuk mencapai efisiensi dari operasional
perusahaan.
II.2.3. Manfaat Audit Operasional
Manfaat dari audit operasional menurut Tunggal (2000:42) adalah:
1. Memberi informasi operasi yang relevan dan tepat waktu untuk pengambilan keputusan
2. Membantu manajemen dalam mengevaluasi catatan, laporan-laporan dan pengendalian
3. Memastikan ketaatan terhadap kebijakan manajerial yang ditetapkan, rencana-rencana, prosedur serta persyaratan peraturan pemerintah
4. Mengidentifikasi area masalah potensial pada tahap dini untuk menentukan tindakan preventif yang akan diambil
5. Menilai ekonomisasi dan efisiensi penggunaan sumber daya termasuk memperkecil pemborosan
6. Menilai efektivitas dalam mencapai tujuan dan sasaran perusahaan yang telah ditetapkan
17
7. Menyediakan tempat pelatihan untuk personil dalam seluruh fase operasi perusahaan.
Dari beberapa manfaat audit operasional di atas, dapat penulis simpulkan bahwa
manfaat audit operasional yaitu untuk membantu manajemen dalam memberikan
informasi yang relevan atas keadaan perusahaan agar pihak manajemen dapat
mengambil keputusan secara tepat.
II.2.4. Jenis-jenis Audit Operasional
Jenis audit operasional terbagi menjadi tiga kategori menurut Gondodiyoto dan
Hendarti (2007:20) yaitu:
1. Functional Audit (Audit Fungsional) Audit operasional lazim dilakukan berdasarkan unit atau fungsi organisasi, misalnya audit departemen produksi, pemasaran, atau personalia,
2. Organizatinal Audit (Audit Organisasional) Audit dilakukan berdasarkan struktur organisasi, pusat, divisi, cabang, maupun subsidiary company. Tekanannya pada baik atau tidaknya koordinasi,
3. Special Assignment (Penugasan Khusus) Audit dapat dilaksanakan secara khusus, misalnya evaluasi mengenai baik atau tidaknya suatu divisi, bagaimana mengurangi biaya produksi, atau khusus mengenai komputerisasi suatu organisasi, pengadaan barang (procurement), dan sebagainya.
Dari pemaparan jenis audit operasional di atas, dapat penulis simpulkan
bahwa audit operasional dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan
aktivitasnya, yaitu berdasarkan unit fungsi organisasi, berdasarkan
struktur organisasi, dan dilaksanakan secara khusus.
18
II.2.5. Teknik Audit Operasional
Teknik audit adalah metode yang digunakan oleh auditor untuk mengumpulkan
bukti audit. Menurut Arens (2000:55), teknik audit ada tujuh, yaitu:
1. Physical examination Physical examination adalah suatu proses pemeriksaan atau inspeksi yang dilakukan oleh auditor atas aset-aset yang tangible. Teknik ini digunakan untuk melakukan verifikasi apakah aset perusahaan benar-benar ada.
2. Confirmation
Confirmation adalah suatu aktivitas meminta respon atau pendapat dari pihak ketiga, baik secara tertulis maupun lisan, untuk melakukan verifikasi atas keakuratan informasi yang diminta oleh auditor.
3. Documentation
Documentation adalah suatu proses pemeriksaan atas dokumen-dokumen dan catatan yang dimiliki oleh klien, untuk meyakinkan apakah informasi yang diperoleh harus dicantumkan dalam laporan keuangan atau tidak.
4. Analytical procedures
Analytical procedures adalah suatu teknik untuk menilai apakah saldo akun atau data lain dalam laporan keuangan telah disajikan secara wajar.
5. Inquiries of the client
Inquiries of the client adalah suatu teknik untuk memperoleh informasi dari klien, baik secara lisan maupun tulisan, atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh auditor.
6. Reperformance
Reperformance diterapkan dalam pelaksanaan audit dengan melakukan pengecekan ulang atas informasi dan metode-metode yang digunakan oleh klien selama periode audit.
7. Observation
Observation diterapkan dalam pelaksanaan audit dengan melakukan pemeriksaan langsung ke perusahaan untuk memperoleh informasi umum mengenai aktivitas klien.
Dari pemaparan teknik audit operasional di atas, dapat penulis simpulkan bahwa
teknik audit dapat dibagi menjadi tujuh berdasarkan proses yang dilakukan oleh
19
auditor, yaitu physical examination, confirmation, documentation, analylical
procedures, inquiries of the clien, reperformance, dan observation.
II.2.6. Tahap-tahap Audit Operasional
Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam audit operasional.
Secara garis besar dapat dikelompokan manjadi 5 (lima) menurut IBK
Bayangkara (2008:21), menyebutkan 5 (lima) tahapan audit operasional, yaitu :
1. Audit Pendahuluan. Audit pendahuluan dilakukan untuk memperdalam pemahaman auditor terhadap objek audit, menentukan tujuan audit dan ruang lingkup, melakukan penelaahan terhadap berbagai peraturan, ketentuan dan kebijakan berkaitan dengan aktivitas yang diaudit, mengembangkan kriteria awal dalam audit.
2. Review dan Pengujian Pengendalian Manajemen. Suatu sistem pengendalian harus dapat menjamin bahwa perusahaan telah melaksanakan strateginya dengan efektif dan efisien. Karakteristik sistem pengendalian yang baik mencakup hal-hal berikut: a. Pertanyaan tujuan dari perusahaan b. Rencana perusahaan yang digunakan untuk mencapai tujuan c. Kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia yang sesuai
dengan tanggung jawab yang dipikul dan adanya pemisahaan fungsi yang memadai
d. Sistem pembuatan kebijakan dan praktik yang sehat pada masing-masing unit organisasi
e. Sistem review yang efektif atas pengendalian internal perusahaan
Unsur-unsur yang harus diperhatikan dalam pengendalian internal ini yaitu: a) Lingkungan Pengendalian
Merupakan alat untuk menciptakan suasana pengendalian dalam suatu organisasi.
b) Penaksiran Resiko Bertujuan untuk identifikasi, analisis, dan pengelolaan, resiko entitas yang berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan, sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
20
c) Informasi dan Komunikasi Kualitas informasi yang dihasilkan oleh sistem berdampak kemampuan manajemen untuk mengambil keputusan yang tepat.
d) Aktivitas Pengendalian Merupakan kebijakan dan prosedur yang dibuat untuk dilaksanakan sehingga resiko dalam mencapai tujuan dapat diminimalkan.
e) Pemantauan Merupakan proses penilaian kualitas kinerja struktur pengendalian internal yang diterapkan untuk mencapai tujuan.
3. Audit Terinci
Pada tahap ini auditor melakukan pengumpulan bukti yang cukup dan kompeten untuk mendukung tujuan audit, dilakukan pengembangan temuan untuk mencari keterkaitan antara satu temuan dengan temuan yang lain dalam menguji permasalahan yang berkaitan dengan tujuan audit. Temuan yang cukup, relevan, dan kompeten dalam tahap ini disajikan dalam suatu kertas kerja audit (KKA).
4. Pelaporan. Tahapan ini bertujuan untuk mengomunikasikan hasil audit termasuk rekomendasi yang diberikan kepada berbagai pihak yang berkepentingan. Laporan disajikan dalam bentuk komprehensif (menyajikan temuan-temuan penting hasil audit untuk mendukung kesimpulan audit dan rekomendasi).
5. Tindak lanjut Rekomendasi yang disajikan dalam laporan audit seharusnya sudah merupakan hasil diskusi dengan berbagai pihak yang berkepentingan dengan tindakan perbaikan tersebut.
Dari pemaparan tahapan audit operasional di atas, dapat penulis simpulkan
bahwa terdapat lima tahap utama dalam tahap audit operasional yang wajib
dilaksanakan yaitu audit pendahuluan, review dan pengujian pengendalian
manajemen, audit terinci, pelaporan, dan tindak lanjut.
21
II.2.7. Temuan Audit Operasional
Dalam mengganggapi atas audit operasional, Tunggal (2000:186) menulis:
sesuatu yang penting dalam audit adalah pengembangan temuan-temuan untuk dikomumikasikan kepada pihak-pihak lain. Kata temuan atau finding diartikan sebagai himpunan informasi-infromasi mengenai kegiatan, organisasi, kondisi atau hal-hal lain yang telah dianalisa atau dinilai serta diperkirakan akan menarik. Penyusunan temuan yang baik harus mencakup: a. Kondisi
Harus memuat uraian tentang hal-hal yang ditemukan oleh auditor di lapangan dan mengungkapkan hal-hal yang sesungguhnya terjadi.
b. Kriteria Harus menguraikan kriteria atau ketentuan yang dianggap dilanggar atau tidak dipenuhi oleh kondisi yang diuraikan pada butir a.
c. Sebab Harus dapat menjelaskan unsur yang menjadi penyebab perbedaan antara kondisi dan kriteria.
d. Akibat atau Dampak Harus dapat menjelaskan adanya akibat atau dampak yang ditimbulkan akibat perbedaan antara kondisi dan kriteria.
e. Rekomendasi Harus memuat suatu saran yang dapat dilakukan (dan dapatditerapkan) oleh pihak auditan untuk memperbaiki kesalahan yang terjadi.
Dari penjabaran temuan audit operasional di atas, dapat penulis simpulkan
bahwa hal yang terpenting dalam melaksanakan audit operasional adalah
pengembangan temuan kepada pihak yang berkepentingan dan di dalamnya
harus tercantum kondisi, kriteria, sebab, akibat, dan rekomendasi.
22
II.3. Persediaan
II.3.1. Pengertian Persediaan
Pengertian persediaan menurut Stice dan Skousen (2009:1571) adalah:
Istilah yang diberikan untuk aktiva yang akan dijual dalam kegiatan normal perusahaan atau aktiva yang dimasukkan secara langsung atau tidak langsung ke dalam barang yang akan diproduksi dan kemudian dijual.
Sedangkan pengertian persediaan menurut Prasetyo (2006:65) adalah:
Suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam satu periode usaha yang normal, termasuk barang dalam pengerjaan atau proses produksi menunggu masa penggunaannya pada proses produksi.
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa
persediaan adalah aktiva atau barang-barang jadi atau barang dalam proses milik
perusahaan yang akan dijual dalam kegiatan normal perusahaan dalam satu
periode usaha normal.
II.3.2. Jenis-jenis Persediaan
Persediaan pada setiap perusahaan berbeda dengan kegiatan bisnisnya. Jenis-
jenis persediaan menurut Eko Indrajit dan Djokopranoto (2007:8) dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Persediaan barang dagang Barang yang ada digudang dibeli oleh pengecer atau perusahaan dagang untuk dijual kembali. Barang yang diperoleh untuk dijual kembali diperoleh secara fisik tidak diubah kembali.
2. Persediaan manufaktur Persediaan manufaktur terdiri dari: a. Persediaan bahan baku
Barang berwujud yang dibeli atau diperoleh dengan cara lain (misalnya dengan menambang) dan disimpan untuk
23
penggunaan langsung dalam membuat barang untuk dijual kembali.
b. Persediaan barang dalam proses Merupakan bagian dari produk akhir tetapi masih dalam proses pengerjaan karena masih menunggu item yang lain untuk diproses; barang yang membutuhkan proses lebih lanjut sebelum penyelesaian.
c. Barang jadi Persediaan produk akhir yang siap untuk dijual, didistribusikan atau disimpan yang menjadi inti proses dari perusahaan; barang yang sudah selesai diproses dan siap untuk dijual.
3. Persediaan rupa-rupa
Barang seperti perlengkapan kantor kebersihan dan pengiriman, persediaan ini biasanya dicatat sebagai beban penjualan umum.
Dari penjabaran jenis-jenis persediaan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa
persediaan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu persediaan
barang dagang, persediaan manufaktur, dan persediaan rupa-rupa.
II.3.3. Metode Pengelolaan Persediaan
Metode dalam pengelolaan persediaan menurut Rangkuti (2007:28), antara lain
sebagai berikut:
1. Model Economic Order Quantity (EOQ) adalah suatu rumusan untuk menentukan kuantitas pesanan yang akan meminimumkan biaya persediaan. Asumsi: a. Kecepatan permintaan tetap dan terus menerus. b. Waktu antara pemesanan sampai dengan pesanan (lead time)
harus tetap. c. Tidak pernah ada kejadian persediaan habis atau stock out. d. Material dipesan dalam paket atau lot dan pesanan pada waktu
yang bersamaan dan tetap dalam bentuk paket. e. Harga per unit tetap dan tidak ada pengurangan harga
walaupun pembelian dalam jumlah volume yang besar. f. Besar carrying cost tergantung secara garis lurus dengan rata-
rata jumlah persediaan.
24
g. Besar ordering cost atau set up cost tetap untuk setiap lot yang dipesan dan tidak tergantung pada jumlah item pada setiap lot.
h. Item adalah produk satu macam dan tidak ada hubungan dengan produk lain. Rumusnya adalah
Dimana: A = Permintaan barang selama periode tertentu Cp = Biaya pemesanan Ch = Biaya penyimpanan per unit
2. Persediaan Optimum
Persediaan optimum merupakan batas jumlah persediaan yang paling besar yang sebaiknya dapat diadakan oleh perusahaan. Agar tingkat persediaan optimal dapat dicapai, maka diperlukan adanya pertimbangan yang berkenaan dengan: 1. Berapa jumlah persediaan yang harus dipesan agar pemesanan tersebut ekonomis; 2. Kapan dan berapa bahan itu dibeli; 3. Kapan akan mengadakan pembelian kembali. Untuk mengatasi hal tersebut maka dapat menggunakan dua cara yang dapat dilakukan dalam pemesanan yaitu : a. Order Point System, pemesanan dilakukan pada waktu
persediaan yang ada mencapai tingkat yang telah ditetapkan, maka jarak waktu antara pemesanan yang satu dengan yang lain tidaklah sama.
b. Order Cycle System yaitu suatu sistem atau cara pemesanan bahan dimana jarak atau interval waktu dari pemesanan tetap, sedangkan jumlah bahan setiap kali pesan selalu berfluktuasi tergantung pada besarnya pemakaian bahan.
3. Persediaan Penyelamat (Safety Stock)
Persediaan penyelamat adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (Stock-Out) yang disebabkan karena penggunaan bahan baku yang lebih besar daripada perkiraan atau keterlambatan dalam penerimaan bahan baku yang dipesan.
4. Tingkat Pemesanan Kembali (Reorder Point) Reorder Point terjadi apabila jumlah persediaan yang terdapat didalam stock berkurang terus sehingga harus menentukan berapa banyak batas minimal tingkat persediaan yang harus dipertimbangkan sehingga tidak terjadi kekurangan persediaan.
25
Dalam penentuan atau penetapan “Reorder Point” haruslah memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut : a. Penggunaan material selama tenggang waktu mendapatkan
barang (procurement leadtime), b. Besarnya Safety Stock. Jadi tingkat pemesanan kembali dapat
ditentukan dengan menghitung jumlahpenggunaan bahan selama Lead Time (waktu tunggu) ditambah dengan penggunaanselama periode tertentu sebagai Safety Stock.
Dari pemaparan mengenai metode pengelolaan persediaan di atas, dapat penulis
simpulkan metode pengelolaan persediaan dapat dibagi menjadi 4 (empat)
kelompok besar yaitu model Economic Order Quantity (EOQ), persediaan
optimum, persediaan penyelamat, dan tingkat pemesanan kembali.
II.4. Pembelian
II.4.1. Pengertian Pembelian
Pembelian adalah suatu transaksi yang dilakukan oleh suatu perusahaan
untuk mengadakan barang-barang yang dapat dijual kepada konsumen guna
mendapatkan keuntungan.
Pengertian pembelian menurut Render and Heizer yang diterjemahkan
oleh Ariyoto, K. (2001:414) yaitu:
Perolehan barang dan jasa. Tujuan dari pengendalian terhadap aktivitas pembelian yaitu untuk: a. membantu identifikasi produk dan jasa yang dapat diperoleh
secara eksternal b. mengembangkan, mengevaluasi, dan menetukan pemasok,
harga, dan pengiriman yang terbaik bagi barang dan jasa tersebut.
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa
pembelian adalah suatu transaksi untuk memperoleh barang dan jasa yang
dilakukan oleh perusahaan untuk memenuhi persediaan barang dagang
perusahaan yang akan dijual kembali kepada konsumen.
26
II.4.2. Prosedur Aktivitas Pembelian
Prosedur aktivitas pembelian menurut Mulyadi (2001:300), tahapan-tahapannya
adalah sebagai berikut:
1. Prosedur permintaan pembelian (Purchase Requisition) Dalam prosedur ini fungsi gudang mengajukan permintaan pembelian dalam formulir surat penerimaan pembelian kepada fungsi pembelian.
2. Prosedur permintaan penawaran harga pemilihan pemasok Fungsi pembelian mengirimkan surat penawaran harga kepada para pemasok untuk memperoleh informasi mengenai harga barang dan untuk melakukan pemilihan pemasok yang akan ditujuk sebagai pemasok barang yang diperlukan oleh perusahaan.
3. Prosedur order pembelian Dalam prosedur ini fungsi pembelian mengirimkan surat order pembelian kepada pemasok yang dipilih dan memberitahukan kepada unit-unit organisasi lain dalam perusahaan (misalnya fungsi penerimaan, fungsi yang meminta barang dan fungsi pencatat utang) mengenai order pembelian yang sudah dikeluarkan oleh perusahaan.
4. Prosedur penerimaan barang Dalam prosedur ini fungsi penerimaan melakukan pemeriksaan mengenai jenis, kualitas, dan mutu barang yang diterima dari pemasok dan kemudian membuat laporan penerimaan barang untuk menyatakan barang dari pemasok tersebut.
5. Prosedur pencatatan utang Dalam prosedur ini fungsi akuntansi memeriksa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan pembelian (surat order pembelian, laporan penerimaan barang, dan faktur dari pemasok).
6. Prosedur distribusi pembelian
Prosedur ini meliputi distribusi rekening yang didebet dari transaksi pembelian untuk kepentingan pembuatan laporan manajemen.
Dari penjabaran prosedur aktivitas pembelian di atas, dapat penulis simpulkan
bahwa terdapat 6 (enam) langkah penting dalam melakukan prosedur pembelian
agar tidak terjadi kecurangan. Prosedur tersebut harus dilaksanakan oleh
perusahaan secara berurutan.
27
II.4.3. Tujuan Audit Aktivitas Pembelian
Tujuan dari dilaksanakannya audit aktivitas pembelian menurut Agoes, S.
(2004:117) yaitu:
1. Menilai ketaatan kegiatan pembelian terhadap prosedur dan kebijakan peruahaan yang berlaku
2. Menilai efektivitas kegiatan pembelian dalam penyediaan bahan baku dan bahan pembantu yang dibutuhkan
3. Menilai efisiensi kegiatan pembelian yang dapat dilihat dari biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan dan memelihara bahan baku dan bahan pembantu yang dibeli
4. Memberikan saran-saran dan rekomendasi yang diperlukan.
Dari penjabaran tujuan dilaksanakannya audit atas aktivitas pembelian, dapat
penulis simpulkan bahwa tujuan utama dari audit pembelian yaitu menilai
efektivitas dan efisiensi atas kegiatan pembelian dan menilai ketaatan atas
prosedur yang telah ditentukan.
II.4.4. Pengendalian Internal atas Aktivitas Pembelian
Terdapat 3 (tiga) unsur pokok pengendalian internal akuntansi yang diterapkan
dalam sistem akuntansi pembelian yang harus diperhatikan. Unsur-unsur pokok
tersebut menurut Mulyadi (2001:313) adalah:
1. Organisasi Perancangan organisasi dalam sistem akuntansi Pembelian harus didasarkan pada unsur pokok sistem pengendalian internal berikut: a. Fungsi pembelian harus terpisah dari fungsi penerimaan, b. Fungsi pembelian harus terpisah dari fungsi akuntansi, c. Fungsi penerimaan harus terpisah dari fungsi penyimpanan
barang, d. Transaksi harus dilaksanakan oleh lebih dari satu orang atau
lebih dari satu fungsi.
2. Sistem Otorisasi dan prosedur Pencatatan Otorisasi terjadinya transaksi dilakukan dengan pembubuhan tanda tangan oleh manajer yang memiliki wewenang untuk itu. Beberapa dokumen yang harus diotorisasi adalah sebagai berikut:
28
a. Surat permintaan pembelian diotorisasi oleh fungsi gudang, untuk barang yang disimpan dalam gudang atau kepala fungsi pemakai barang, untuk barang yang langsung dipakai,
b. Surat order pembelian diotorisasi oleh fungsi pembelian atau pejabat yang lebih tinggi,
c. Laporan penerimaan barang diotorisasi oleh fungsi penerimaan,
d. Bukti kas keluar diotorisasi oleh fungsi akuntansi atau pejabat yang lebih tinggi.
3. Praktek yang Sehat
a. Penggunaan formulir bernomor urut tercetak, b. Pemasok dipilih berdasarkan jawaban penawaran harga
bersaing dari berbagai pemasok, c. Barang hanya diperiksa dan diterima oleh fungsi penerimaan.
Jika fungsi ini telah menerima tembusan surat order pembelian dari fungsi pembelian,
d. Fungsi penerimaan melakukan pemeriksaan barang yang diterima dari pemasok dengan cara menghitung barang tersebut dan mernbandingkannya dengan tembusan surat order pembelian,
e. Terdapat pengecekan harga, syarat pembelian dan ketelitian perkalian dalam faktur dari pemasok sebelum faktur tersebut diproses untuk dibayar,
f. Bukti kas keluar beserta dokumen pendukungnya dicap “Lunas” oleh fungsi pengeluaran kas setelah cek dikirimkan kepada pemasok.
Dari penjabaran mengenai pengendalian internal terhadap aktivitas pembelian,
dapat penulis simpulkan bahwa terdapat 3 (tiga) unsur pokok pengendalian
internal yang harus diperhatikan yang diterapkan dalam sistem akuntansi
pembelian agar tidak terjadi kecurangan dalam melakukan aktivitas pembelian
dan tujuan perusahaan dapat tercapai.
29
II.5. Penjualan
II.5.1. Pengertian Penjualan
Pengertian penjualan menurut IAI dalam Standar Akuntansi Keuangan (2009:23)
yaitu:
Barang yang diproduksi perusahaan untuk dijual dan barang yang dibeli untuk dijual kembali, seperti barang dagang yang dibeli pengecer atau tanah dan properti lain yang dibeli untuk dijual kembali.
Sedangkan pengertian penjualan menurut Syahrul dan Muhammad Afdi Nizar
(2000:716) adalah:
Pendapatan yang diterima dari pertukaran barang atau jasa yang dicatat untuk satu periode akuntansi tertentu, baik berdasarkan kas (sebagaimana diterima) atau berdasarkan akrual (sebagaimana diperoleh).
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa
penjualan adalah suatu proses untuk memperoleh pendapatan dalam jumlah kotor
atas pertukaran barang atau jasa yang dapat dicatat berdasar kas dan berdasar
akrual.
II.5.2. Prosedur Aktivitas Penjualan
Prosedur dari aktivitas penjualan menurut Mulyadi (2001:469) adalah sebagai
berikut:
1. Prosedur order penjualan. Bagian penjual menerima order dari pembeli dan menambahkan informasi penting pada surat order dari pembeli. Bagian penjualan kemudian membuat faktur penjulan dan mengirimkannya kepada bagian yang lain untuk memungkinkan bagian tersebut memberikan kontribusi dalam melayani order dari pembeli.
30
2. Prosedur Pengiriman. Dalam prosedur ini bagian gudang menyiapkan barang yang diperlukan oleh pembeli dan bagian pengiriman mengirimkan barang kepada pembeli sesuai dengan informasi yang tercantum dalam faktur penjualan.
3. Prosedur Pencatatan Piutang. Dalam Prosedur ini bagian akuntansi mencatat teembusan faktur penjualan kedalam kartu piutang.
4. Prosedur Penagihan. Dalam prosedur ini bagian pengihan menerima faktur penjulan dan mengarsipkannya menurut abjad. Secara periodik bagian penagihan membuat surat tagihan dan mengirimkannya kepada pembeli tadi yang dilampiri dengan faktur penjulan.
5. Prosedur Pencatatan Penjualan Dalam prosedur ini bagian akuntansi mancatat transaksi penjualan kedalam jurnal penjualan.
Dari pemaparan prosedur aktivitas penjualan di atas, dapat penulis simpulkan
bahwa terdapat 5 (lima) langkah penting yang harus diperhatikan oleh
perusahaan dalam melakukan penjualan agar aktivitas penjualan dapat berjalan
dengan lancar.
II.5.3. Tujuan Audit Aktivitas Penjualan
Tujuan audit operasional terkait dengan transaksi penjualan menurut Arens dan
Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf A.A. (2006:363), antara lain :
1. Penjualan tercatat adalah untuk pengiriman aktual yang dilakukan kepada pelanggan non fiktif (keberadaan).
2. Penjualan yang ada telah dicatat (kelengkapan). 3. Penjualan yang dicatat adalah untuk jumlah barang yang
dikirim dan ditagih serta dicatat dengan benar (akurasi). 4. Transaksi penjualan diklasifikasikan dengan pantas
(klasifikasi). 5. Penjualan dicatat dalam waktu yang tepat (tepat waktu). 6. Transaksi penjualan dimasukkan dengan pantas dalam
berkas induk dan diikthisarkan dengan benar (posting dan pengikhtisaran).
31
Dari pemaparan tujuan audit aktivitas penjualan di atas, dapat penulis
simpulkan bahwa tujuan utama dari audit operasional atas penjualan
adalah memastikan setiap transaksi penjualan sudah berjalan dan tercatat
dengan benar sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.
II.5.4. Pengendalian Internal atas Aktivitas Penjualan
Menurut Mulyadi (2001:222) untuk merancang unsur-unsur pengendalian
internal yang diterapkan dalam sistem penjualan kredit, unsur pokok
pengendalian internal yang terdiri dari organisasi, sistem otorisasi dan prosedur
pencatatan, praktik yang sehat dirinci lebih lanjut.
1. Organisasi. a. Fungsi penjualan harus terpisah dari fungsi kredit. b. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi penjualan dan
fungsi kredit. c. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi kas d. Transaksi penjualan kredit harus dilaksanakan oleh fungsi
penjualan, fungsi kredit, fungsi pengiriman, fungsi penagihan, dan fungsi akuntansi. Tidak ada transaksi penjualan kredit yang dilaksanakan secara lengkap hanya oleh satu fungsi tersebut.
2. Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan.
a. Penerimaan order dari pembeli diotorisasi oleh fungsi penjualan dengan menggunakan formulir surat order pengiriman.
b. Persetujuan pemberian kredit diberikan oleh fungsi kredit dengan membubuhkan tanda tangan pada credit copy (yang merupakan tembusan surat order pengiriman).
c. Pengiriman barang kepada pelanggan diotorisasi oleh fungsi pengiriman dengan cara menandatangani dan membubuhkan cap “sudah dikirim” pada copy surat order pengiriman.
d. Penetapan harga jual, syarat penjualan, syarat pengangkutan barang, dan potongan penjualan berada di tangan Direktur Pemasaran dengan penerbitan surat keputusan mengenai hal tersebut.
e. Terjadinya piutang diotorisasi oleh fungsi penagihan dengan membubuhkan tanda tangan pada faktur penjualan.
32
f. Pencatatan ke dalam kartu piutang dan ke dalam jurnal penjualan, jurnal penerimaan kas, dan jurnal umum diotorisasi oleh fungsi akuntansi dengan cara memberikan tanda tangan pada dokumen sumber (faktur penjualan, bukti kas masuk, dan memo kredit).
g. Pencatatan terjadinya piutang didasarkan pada faktur penjualan yang didukung dengan surat order pengiriman dan surat muat.
3. Praktik yang sehat.
a. Surat order pengiriman bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi penjualan.
b. Faktur penjualan bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi penjualan.
c. Secara periodik fungsi akuntansi mengirim pernyataan (account receivable statement) kepada setiap debitur untuk menguji ketelitian catatan piutang yang diselenggarakan oleh fungsi tersebut.
d. Secara periodik diadakan rekonsiliasi kartu piutang dengan rekening kontrol piutang dalam buku besar.
Dari pemaparan pengendalian internal atas aktivitas penjualan di atas,
dapat penulis simpulkan bahwa terdapat 3 (tiga) unsur pokok pengendalian
internal yang harus diperhatikan yang diterapkan dalam sistem akuntansi
penjualan agar tidak terjadi kecurangan dalam melakukan aktivitas
penjualan dan tujuan perusahaan dapat tercapai.
II.6. Penelitian Terdahulu
Dalam melakukan penelitian, penulis perlu mengadakan review hasil
penelitian terdahulu. Review hasil penelitian terdahulu dilakukan untuk
mengetahui masalah apa saja yang dibahas pada penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan tema yang akan diangkat oleh penulis.
Penelitian terdahulu yang dijadikan acuan bagi penulis yaitu penelitian
yang dilakukan oleh Angeline Marzuki (2011) yang berjudul Audit Operasional
atas Fungsi Pembelian dan Pengelolaan Persediaan pada PT Multi Megah
33
Mandiri, menyatakan bahwa penerapan audit operasional atas fungsi pembelian
dan pengelolaan persediaan akan dapat membantu perusahaan untuk mengetahui
kelemahan-kelemahan yang ada dalam kedua fungsi tersebut dan kemudian
melakukan tindakan perbaikan atas kelemahan yang ada sehingga dapat tercapai
suatu kegiatan pembelian dan pengelolaan barang yang efektif, efisien, dan
ekonomis.
Yang membedakan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah tujuan
dari penelitian. Tujuan peneliti terdahulu yaitu untuk mengevaluasi sejauh mana
fungsi pembelian dan pengelolaan persediaan diterapkan secara efektif dan
efisien sedangkan tujuan dari penulis yaitu mengevaluasi aktivitas pembelian,
penyimpanan, dan penjualan barang dagang, pengendalian internal pada sistem
operasional atas pengelolaan barang dagang, evaluasi temuan audit yang
diperoleh atas audit operasional pada pengadaan barang dagang dan memberikan
rekomendasi kepada manajemen. Ruang lingkup peneliti terdahulu yaitu meliputi
pengadaan persediaan bahan baku dan prosedur pembelian mulai dari perolehan
informasi untuk pengadaan bahan baku sampai bahan baku tersebut tiba di
gudang dan melakukan pengujian atas sistem pengendalian internal perusahaan,
sedangkan ruang lingkup penulis yaitu meliputi seluruh prosedur dari proses
pemesanan barang dagang sampai barang dagang tersebut terjual ke konsumen.