19
Praktikum Farmakologi Eksperimen-Eksperimen Dasar 1 LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI Eksperimen-Eksperimen DasarLaboratorium Farmakologi, Selasa, 26 Maret 2013 Disusun Oleh : Kelompok 5 - Farmasi IV D Nova Sari Aulia 1111102000098 M. A. W. Kharurrijal 1111102000102 Putri Nur Handayani 1111102000104 Ahmad Fauzi 1111102000105 Ana Yuliana 1111102000109 Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2013 DAFTAR ISI

Lap. 1 Eksperimen2 Dasar

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Lap. 1 Eksperimen2 Dasar

Praktikum Farmakologi

Eksperimen-Eksperimen Dasar 1

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

“Eksperimen-Eksperimen Dasar”

Laboratorium Farmakologi, Selasa, 26 Maret 2013

Disusun Oleh :

Kelompok 5 - Farmasi IV D

Nova Sari Aulia 1111102000098

M. A. W. Kharurrijal 1111102000102

Putri Nur Handayani 1111102000104

Ahmad Fauzi 1111102000105

Ana Yuliana 1111102000109

Program Studi Farmasi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2013

DAFTAR ISI

Page 2: Lap. 1 Eksperimen2 Dasar

Praktikum Farmakologi

Eksperimen-Eksperimen Dasar i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………....... i

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................... 1

1.2 Tujuan Praktikum ……………………………………………………………................... 2

1.4 Manfaat Praktikum ……………………………………………………………................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori ……………………………………………………...............................… 3

BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Judul Praktikum................................................................................................................. 10

3.2 Waktu dan Tempat ……………………………………………....…………...........…… 11

3.3 Alat dan Bahan ………………………………………………………....................……. 11

3.4 Cara Kerja ……………………………………………………………................………. 11

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil ……………………………………………………………...................………....... 12

4.2 Pembahasan ……………………………………………….....................………………. 12

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan …………………………………………………….............…………….…. 15

5.2 Saran …………………………………………………………………………...........….. 16

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………........……… 17

Page 3: Lap. 1 Eksperimen2 Dasar

Praktikum Farmakologi

Eksperimen-Eksperimen Dasar 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tindakan pemberian obat menjadi salah satu tindakan penting seorang

farmasis dalam menjalankan peran kolaborasinya.Saat memberikan obat pada pasien

perawat perlu memperhatikan aspek enam tepat yang meliputi: tepat pasien (right

client), tepat obat (right drug), tepat dosis (right dosis), tepat waktu (right time), tepat

cara (right route) dan tepat dokumentasi (right documentation). Rute pemeberian obat

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek obat. Terdapat berbagai rute

pemberian yaitu, oral, subkutan, intravena, intraperitoneal, intramuskular, rektal, dan

topikal. Rute pemberian dipilih berdasarkan efek yang diinginkan.

Praktikum kali ini yaitu praktikum Eksperimen-Eksperimen Dasar merupakan

praktikum yang mempelajari cara-cara pemberian obat melalui beberapa rute

pemberian dengan menggunakan obat dizepam. Penting untuk farmasis mengetahui

cara pemberian obat melalui beberapa rute pemberian. Terutama untuk menguji

bagaimana efektivitas suatu obat apabila ingin diuji ke hewan uji contohnya mencit.

Contohnya diazepam, yang merupakan sedatif atau penenang efeknya dapat beragam

bergantung rute pemberiannya. Bila pemberian intravena tidak hati-hati dapat

mengakibatkan shock dan depresi pernafasan.

Oleh karena itu, penting bagi seorang mahasiswa farmasi untuk mempelajari

berbagai rute pemberian tersebut, terkait dengan pentingnya rute pemberian obat

karena apabila ingin menguji suatu sediaan ke hewan uji, kita harus mengetahui

berbagai rute pemberian tersebut dan itu sangat penting didalam bidang farmasi,

contohnya pada penelitian, pembuatan sediaan, dan lain-lain yang berhubungan

dengan uji efektivitas sediaan farmasi.

Page 4: Lap. 1 Eksperimen2 Dasar

Praktikum Farmakologi

Eksperimen-Eksperimen Dasar 2

1.2 Tujuan Praktikum

Mengenal teknik-teknik pemberian obat melalui berbagai rute pemberian obat

Menyadari berbagai pengaruh rute pemberian obat terhadap efeknya

Dapat menyatakan beberapa konsekuensi praktis dari pengaruh rute pemberian

obat terhadap efeknya

Mengenal manifestasi berbagai obat yang diberikan

1.3 Manfaat Praktikum

Praktikum kali ini dapat memberikan pengetahuan mengenai berbagai rute

pemberian, pengaruh rute pemberian, dan manifestasi berbagai obat yang diberikan

dalam berbagai rute pemberian.

Page 5: Lap. 1 Eksperimen2 Dasar

Praktikum Farmakologi

Eksperimen-Eksperimen Dasar 3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Ditinjau dari segi isitem pengelolaannya atau cara pemeliharaannya, di mana

faktor keturunan dan lingkungan berhubungan dengan sifat biologis yang

terlihat/karakteristik hewan percobaan, maka ada 4 golongan hewan yaitu :

1. Hewan liar.

2. Hewan yang konvensional, yaitu hewan yang dipelihara secara terbuka.

3. Hewan yang bebas kuman spesifik pathogen, yaitu hewan yang dipelihara dengan

system barrier (tertutup).

4. Hewan yang bebas sama sekali dari benih kuman, yaitu hewan yang dipelihara

dengan system isolator sudah barang tetntuu penggunaan hewan percobaan

tersebut diatas disesuaikan dengan macam percobaan biomedis yang akan

dilakukan. Dengan demikian, apabila sustu percobaan dilakukan terhadap hewan

percobaan yang liar, hasilnya akan berbeda bila menggunakan hewan percobaan

konvensional ilmiah maupun hewan yang bebas kuman (Sulaksonono, M.E.,

1987)

Obat mempunyai waktu absorpsi, waktu distribusi, dan eliminasi yang berbeda.

Untuk menhasilkan efek yang spesifik, suatu obat harus tersedia dalam konsentrasi

yang tepat di tempat kerjanya.

Absorpsi menerangkan laju obat ketika meninggalkan tempat pemberiannya

dan jumlahnya. Namun, klinisi terutama mementingkan suatu parameter yang dikenal

sebagai ketersediaan hayati, dibanding absorbsi. Ketersediaan hayati adalah sitilah

yang digunakan untuk menunjukkan jumlah fraksi suatu dosis obat yang mencapai

tempat kerjanya atau cairan tubuh yang akan dilewati obat sebelum mencapai tempat

kerjanya. Sebagai contoh, obat yang diberikan secara oral, harus diabsorbsi pertama

kali dari lambung dan usus tetapi mungkin hal ini dibatasi oleh sifat-sifat bentuk

sediaan dan sifat fisikokimia obat. Selanjutnya obat akan melalui hati, tempat

metabolisme dan ekskresi empedu dapat terjadi sebelum obat mencapai sirkulasi

Page 6: Lap. 1 Eksperimen2 Dasar

Praktikum Farmakologi

Eksperimen-Eksperimen Dasar 4

sistemik. Dengan demikian, sejumlah fraksi dosis yang diberikan dan diabsorbsi akan

mengalami inaktivasi atau penguraian sebelum obat dapat mecapai sirkulasi darah dan

terdistribusi sampai ke tempat kerjanya. Jika kapasitas metabolik dan ekskresi hati

untuk obat tersebut besar, ketersediaan hayati obat tersebut akan berkurang (first past

effect).

Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya

obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek

terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat member efek obat secara local atau sistemik.

Efek sistemik diperoleh jika obat beredar keseluruh tubuh melalui peredaran darah,

sedang efek lokal adalah efek obat yang berkerja setempat semisalnya salep (Anief,

1990 ).

Efek sistemik dapat diperoleh dengan cara :

a. Oral melalui saluran gastrointestinal atau rectal.

b. Parenteral dengan cara intravena, intra muskuler dan subkutan.

c. Inhalasi langsung ke dalam paru – paru.

Efek lokal dapat diperoleh dengan cara :

a. Intraokular, intranasal, aural, dengan jalan diteteskan ada mata, hidung, telinga.

b. Intrarespiratoral, berupa gas masuk paru – paru.

c. Rectal, uretral dan vaginal, dengan jalan dimasukan ke dalam dubur, saluran

kencing dan kemaluan wanita, obat meleleh atau larut pada keringat badan atau

larut dalam cairan badan.

Pilihan rute pemberian obat harus didasarkan atas beberapa faktor yaitu faktor

anatomis, fisiologis, patologis, dan lain-lain. Rute pemberian yang umum digunakan

adalah oral dan parenteral. Penggunaan oral merupakan cara yang paling umum

digunakan dalam pemberian obat karena rute ini paling aman, nyaman, dan murah.

Kerugian rute oral antara lain terbatasnya absorpsi beberapa obat karena sifat fisik,

muntah sebagai akibat iritasi pada mukosa saluran pencernaan, terurainya obat oleh

enzim pencernaan atau pH lambung yang rendah, absorpsi obat yang tidak teratur atau

terganggu dengan adanya makanan atau obat lain, dan diperlukannya kerjasama

dengan pasien. Sedangkan sediaan parenteral umum digunakan biasanya bila ingin

Page 7: Lap. 1 Eksperimen2 Dasar

Praktikum Farmakologi

Eksperimen-Eksperimen Dasar 5

mendapatkan efek terapeutik yang cepat, karena dalam pemberian parenteral efek

terapeutik yang dihasilkan jauh lebih cepat daripada pemberian oral. Sediaan injeksi

parenteral memiliki kelebihan tersendiri jika dibandingkan dengan sediaan oral.

Pemberian parenteral penting untuk obat yang dihantarkan dalam bentuk aktif. Oleh

karena itu, dosis efektif dapat diberikan dengan lebih akurat.

A. Pemberian Oral

Absorpsi dari saluran pencernaan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti luas

permukaan tempat absorpsi, aliran darah ke tempat absorpsi, keadaan fisik obat

(larutan, suspensi, atau bentuk sediaan padat), kelarutannya dalam air, dan

konsentrasi di tempat absorpsi. Untuk obat yang diberikan dalam bentuk sediaan

padat, laju disolusi dapat menjadi faktor pembatas dalam proses absorpsi., terutama

jika obat memiliki kelarutan yang rendah dalam air. Karena sebagian besar absorpsi

obat melalui saluran pencernaan terjadi melalui proses transpor pasif, absorpsi lebih

mudah terjadi jika obat dalam bentuk tidak terionisasi dan lebih lipofil.

Obat yang dirusak oleh cairan lambung atau yang menyebabkan iritasi lambung,

kadang-kadang diberikan dalam bentuk disalut yang dapat mencegah terlarutnya

sediaan di dalam cairan lambung yang bersifat asam.

B.Pemberian Sublingual

Pemberian sublingual biasanya diberikan jika tempat absorpsi obat yang diinginkan

adalah mukosa oral. Contohnya nitrogliserin, obat ini efektif jika diberikan secara

sublingual, karena sifatnya non-ionik dan memiliki kelarutan dalam lipida yang

sangat tinggi. Oleh karena itu, obat akan diabsorpsi dengan sangat cepat. Obat yang

diabsorpsi melalui mukosa oral dari vena mulut menuju vena cava superior, obat

akan terhindar dari metabolisme lintas-pertama yang cepat di hati, yang cukup

mencegah adanya molekul aktif nitrogliserin di dalam sirkulasi sistemik jika tablet

sublingual tertelan.

C.Pemberian Rektal

Pemberian obat dengan rute rektal sangat berguna jika pemberian oral tidak dapat

dilakukan karena pasien tidak sadar atau muntah, biasanya digunakan pada anak-

Page 8: Lap. 1 Eksperimen2 Dasar

Praktikum Farmakologi

Eksperimen-Eksperimen Dasar 6

anak. Sekitar 50% obat yang diabsorpsi melalui rektum tidak akan melewati hati

karena kemungkinan terjadinya first past effect di hati lebih kecil dibandingkan

dengan rute oral. Kerugiannya adalah banyak obat yang dapat menyebabkan iritasi

terhadap mukosa rektum.

D. Injeksi Parenteral

Pemberian obat rute parenteral yang utama adalah intravena, subkutan, dan

intramuskular. Absorbsi subkutan dan intramuskular terjadi melalui difusi sederhana

mengikuti gradien dari depot obat ke dalam plasma. Laju absorpsinya dibatasi oleh

luas membran kapiler di tempat absorpsi dan kelarutan obat di dalam cairan

intestinal.

1. Intravena

Penghantaran obat pada pemberian intravena dikontrol dan dicapai secara

akurat dan cepat, hal yang tidak mungkin dicapai oleh rute pemberian lain.

Larutan tertentu yang bersifat iritan dapat diberikan dengan rute intravena,

karena dinding pembuluh darah relatif tidak sensitif dan obat jika

diinjeksikan secara perlahan akan terencerkan oleh darah. Selain keuntungan,

rute intravena juga memiliki kekurangan yaitu reaksi yang tidak diharapkan

kemungkinan dapat terjadi, karena obat dengan konsentrasi tinggi cepat

tercapai dalam plasma dan jaringan. Karena itu sebaiknya sediaan diberikan

secara lambat atau perlahan, tidak diberikan melalui injeksi segera, disertai

pemantauan ketat terhadap respons pasien.

2. Subkutan

Obat yang diberikan secara subkutan biasanya obat yang tidak iritan terhadap

jaringan. Obat yang bersifat iritan dapat menyebabkan nyeri, nekrosis, dan

kerusakan jaringan. Laju absorpsi setelah pemberian obat secara subkutan

biasanya cukup konstan dan lambat sehingga memungkinkan timbulnya efek

yang tertunda. Contoh obat yang menggunakan rute pemberian subkutan

adalah sediaan suspensi insulin dan beberapa hormon dapat diberikan lebih

efektif dengan rute pemberian ini.

Page 9: Lap. 1 Eksperimen2 Dasar

Praktikum Farmakologi

Eksperimen-Eksperimen Dasar 7

3. Intramuskular

Obat dalam larutan berair diabsorpsi sangat cepat setelah di berikan secara

injeksi intramuskular dan tergantung pada laju aliran darah di daerah

pemberian injeksi. Laju absorpsi sangat lambat dan konstan setelah

pemberian intramuskular jika obat yang diberikan dibuat dalam larutan

minyak atau disuspensikan dengan pembawa depo. Obat-obat yang bersifat

sangat iritan dengan pemberian subkutan dapat diberikan dengan rute

intramuskular.

4. Intraarteri

Obat diberikan langsung melalui injeksi ke dalam saluran arteri ditujukan

untuk melokalisasi efek obat dalam jaringan atau organ tertentu. Contohnya

pada pengobatan tumor hati atau kanker di kepala/leher. Zat-zat diagnostik

diberikan dengan cara ini.

5. Intratekal

Sawar darah-otak dan sawar darah-cairan serebrospinal sering kali menahan

atau memperlambat masuknya obat ke dalam SSP. Oleh karena itu, jika efek

obat diharapkan bersifat lokal dan cepat pada selaput otak atau aksis

serebrospinal seperti pada anestesia spinal atau infeksi akut pada SSP, obat

kadang-kadang diinjeksikan langsung ke dalam ruang spinl subaraknoid.

E. Absorpsi Pulmonal

Obat yang tidak menyebabkan iritasi, mengandung gas dan mudah menguap dapat

terhidap dan terabsorpsi melalui epitel paru-paru dan melalui membran muka saluran

pernafasan. Dengan rute pulmonal, obat lebih mudah memasuki aliran darah karen

luas permukaan paru-paru sangat besar. Selain itu, larutan obat dapat diatomisasi

dan tetesan halus di udara (aerosol) dihirup. Keuntungan rute ini adalah absorpsi

yang cepat ke dalam darah, dapat terhindar dari kehilangan akibat first past effect di

hati.

Page 10: Lap. 1 Eksperimen2 Dasar

Praktikum Farmakologi

Eksperimen-Eksperimen Dasar 8

F. Pemakaian Topikal

Pemakaian topikal ditujukan untuk pemakaian luar. Ada beberapa tempat pemakaian

topikal, namun tempat yang sering digunakan adalah kulit.

1. Membran Mukosa

Obat yang digunakan pada membran mukosa konjungtiva, nasofaring,

orofaring, vagina, usus besar, uretra, dan saluran urin biasanya untuk efek

lokal. Absorpsi melalui membran mukosa mudah terjadi.

2. Kulit

Absorpsi melalui kuit dipengaruhi oleh luas permukaan tempat obat

dioleskan, dan kelarutannya di dalam lipid, karena epidermis berlaku sebagai

sawar lipid. Absorpsi melalui kulit dapat ditingkatkan dengan membuat

suspensi obat di dalam pembawa minyak dan menggosok sediaan tersebut

diatas kulit.

3. Mata

Pemakaian topikal pada mata bertujuan untuk memberikan efek lokal.

Absorpsi sistemik yang dihasilka akibat adanya aliran melalui saluran

nasolakrimal umumnya tidak dikehendaki. Namun biasanya dapat terjadi,

contohnya pada pemberian antagonis -adenergik.

Diazepam

Terapi medikamentosa untuk gangguan tidur (hipnotik) dan keadaan ansietas

akut (ansiolitik) didominasi oleh benzodiazepin (diazepam dan lorazepam). Secara

umum, obat-obat ini akan menginduksi tidur bila diberikan dalam dosis tinggi pada

malam hari dan akan diberikan sedasi serta mengurangi ansietas bila diberikan dalam

dosis rendah yang terbagi pada siang hari. Benzodiazepin mempunyai efek ansiolitik,

hipnotik, relaksan oto, antikonvulsan, dan amnesik, yang diduga disebabkan terutama

oleh penguat inhibisi yang diperantarai asam -aminobutirat (GABA) pada sistem

saraf pusat. GABA yang dilepaskan dari terminal saraf terikat pada reseptor GABAA,

aktivasi reseptor ini meningkatkan konduktansi Cl- neuron. Kompleks kanal Cl--

Page 11: Lap. 1 Eksperimen2 Dasar

Praktikum Farmakologi

Eksperimen-Eksperimen Dasar 9

GABA juga mempunyai tempat reseptor yang memodulasi benzodiazepin. Hal ini

meningkatkan afinitas ikatan GABA dan memperkuat aksi GABA pada konduktansi

Cl- membran neuron. Barbiturat berperan pada tempat ikatan lain dan dengan cara

yang sama memperkuat aksi GABA. Dalam keadaan tidak ada GABA, benzodiazepin

dan barbiturat dosis rendah tidak mempengaruhi konduktansi Cl-.

Benzodiazepin banyak digunakan karena toksisitasnya yang tampaknya

rendah, tapi pada penggunaan terus menerus atau kronis dapat menyebabkan

gangguan kognitif, toleransi, dan ketergantungan. Untuk alasan ini, benzodiazepin

sebaiknya hanya digunakan selama 2-4 minggu untuk terapi ansietas berat dan

insomnia.

Page 12: Lap. 1 Eksperimen2 Dasar

Praktikum Farmakologi

Eksperimen-Eksperimen Dasar 10

BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Judul Praktikum

Eksperimen-Eksperimen Dasar

3.2 Waktu dan Tempat

Waktu dan Tanggal : Pukul 14:00 – 16:00, Hari Selasa/ 26 Maret 2013

Tempat : Ruang Bahan Lt. 1

3.3 Alat dan Bahan

Alat :

Alat suntik Timbangan hewan Stopwatch

Bahan :

Diazepam dosis 5 mg/kg BB Mencit

3.4 Cara Kerja

1. Siapkan mencit yang menjadi bahan eksperimen.

2. Hitung berat badan mencit tersebut.

3. Hitung dosis diazepam yang akan diberikan untuk mencit dengan rumus VAO.

4. Siapkan alat suntik yang berisi diazepam sesuai dosis dengan konsentrasi yang

ditentukan.

5. Suntikkan diazepam tersebut kepada objek percobaan secara SC, IV, IP, dan

IM.

6. Amati efek.yang terjadi pada mencit saat 15 menit, 30 menit, dan 45 menit

berikutnya.

7. Catat dan bandingkan hasilnya dengan rute pemberian lainnya.

Page 13: Lap. 1 Eksperimen2 Dasar

Praktikum Farmakologi

Eksperimen-Eksperimen Dasar 11

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

Tabel Data Hasil Percobaan

No.

Berat

Mencit

(kg)

VAO

(mL)

Rute

Pemberian

Mulai Efek

(menit ke-)

Righting

Reflex

(detik)

Kecepatan Pernafasan

( x /30 detik)

15’ 30’ 40’

1. 0,0230 0,0230 SC 7’ 00” 3 80 65 50

2. 0,0215 0,0215 IV 1’ 06” 3 87 90 89

3. 0,0240 0,0240 IP 1’ 46” < 1 70 54 74

4. 0,0278 0,0278 IP 9’ 53” < 1 65 88 75

5. 0,0252 0,0252 IM 22’ 21” < 1 65 60 67

6. 0,0270 0,0270 IM 3’ 20” < 1 77 63 70

** Ket :

S C : Sub Cutanous

I V : Intra Vena

I P : Intra Peritonial

I M : Intra Muscular

Hasil Perhitungan Dosis Diazepam untuk Mencit

Diket : Berat mencit = 0.0252 kg

Dosis diazepam = 5 mg/ kg BB

Konsentrasi diazepam = 5 mg/ ml

Page 14: Lap. 1 Eksperimen2 Dasar

Praktikum Farmakologi

Eksperimen-Eksperimen Dasar 12

Perhitungan :

5.2 Pembahasan

Percobaan pada praktikum kali ini untuk mengenal teknik pemberian obat melalui

berbagai rute pemberian, serta menyadari efek yang ditimbulkan obat dari berbagai

macam rute pemberian terhadap hewan uji. Rute pemberian yang dimaksud yaitu

intravena, intramuskular, intraperitoneal, dan subkutan. Hewan uji yang digunakan

yaitu mencit dan obat yang digunakan yaitu diazepam yang termasuk golongan

hipnotik-sedativ.

Hal yang pertama dilakukan yaitu menghitung dosis diazepam yang akan

diberikan ke hewan uji, dimana dosis yang diberikan harus sesuai dengan bobot

Page 15: Lap. 1 Eksperimen2 Dasar

Praktikum Farmakologi

Eksperimen-Eksperimen Dasar 13

hewan uji tersebut. Selanjutnya memberikan obat tersebut dengan berbagai macam

rute pemberian pada hewan uji yang berbeda.

Dari data hasil percobaan, dapat dilihat efek tercepat atau respon sensitivitas

tercepat yang terjadi pada hewan uji yaitu dengan rute pemberian intravena. Dan jika

diurutkan berdasarkan durasi paling cepat hingga paling rendah dari data didapatkan:

IV > IP > SC > IM. Hal ini dikarenakan dalam rute pemberian intravena, obat

langsung masuk ke jaringan sistemik yaitu langsung terdistribusi dan dibawa oleh

darah dalam pembuluh darah tanpa melewati barier atau membran-membran tertentu

seperti pada rute pemberian lainnya. Oleh karena itu, perbedaan cara pemberian obat

ke dalam tubuh akan mempengaruhi onset dan durasi dari obat serta menimbulkan

efek yang yang berbeda-beda. Pada pemberian secara intramuskular akan memberikan

onset paling lambat karena melalui membran atau barier dahulu sebelum masuk ke

dalam darah. Selain itu banyak faktor yang dapat mempengaruhi bioavaibilitas obat

sehingga mempengaruhi efek yang ditimbulkan seperti sifat fisikokimia obat, jumlah

obat atau dosis yang diberikan, jenis kelamin, berat tubuh, dan keadaan fisik hewan

uji tersebut.

Salah satu yang mempengaruhi sifat fisikokimia obat yaitu kelarutannya.

Kelarutan obat dalam air menentukan kecepatan dan kelengkapan absorpsi. Obat yang

larut dalam air diserap cukup berat, tergantung dari aliran darah di tempat suntikan.

Obat yang sukar larut dalam air pada pH fisiologik akan mengendap di tempat

suntikan sehingga absorpsinya berjalan lambat, tidak lengkap, dan tidak teratur. Obat-

obat dalam larutan minyak atau bentuk suspensi akan diabsorpsi dengan sangat

lambat dan konstan.

Pada percobaan kali ini kami juga mengamati righting effect yaitu gerak reflek

mencit untuk bangun kembali setelah diterlentangkan. Pada mencit yang diberikan

suntikan intramuskular memberikan righting effect kurang dari satu menit, itu

menunjukkan bahwa onset obat dalam darah konstan. Sedangkan yang diberikan

secara intravena memberikan righting effect 3 menit, lebih lama karena kadar obat

diazepam dalam darah tinggi, menyebabkan efek yang lebih besar daripada pemberian

intramuskular.

Pada percobaan, kecepatan pernafasan mencit menurun setelah 30 menit dan

kembali normal setelah 40 menit. Penurunan kecepatan pernafasan setelah 30 menit

Page 16: Lap. 1 Eksperimen2 Dasar

Praktikum Farmakologi

Eksperimen-Eksperimen Dasar 14

menunjukkan efek yang ditimbulkan oleh diazepam. Sedangkan setelah 40 menit,

kecepatan pernafasan mencit kembali ke keadaan semula yaitu menunjukkan kadar

diazepam di dalam darah sudah berkurang atau habis.

Pada percobaan ini terdapat penyimpangan yang terjadi, seperti terdapat mencit

yang ternyata resisten terhadap Diazepam yang diberikan. Adanya penyimpangan

tersebut mungkin disebabkan kesalahan yang dilakukan dalam percobaan. Adapun

kesalahan-kesalahan yang dapat terjadi antara lain :

1) Penentuan dosis yang tidak tepat. Hal ini bisa disebabkan kesalahan pada

proses penimbangan hewan uji atau pembuatan larutan diazepam. Hewan uji

yang terlalu aktif sangat sukar untuk ditimbang sehingga mengakibatkan

kesalahan pengukuran bobot. Akibatnya dosis yang diberikan bisa saja

berlebih atau kurang dari yang seharusnya. Begitu juga apabila terjadi

kesalahan penimbangan uretan dan pencukupan volumnya bisa menjadikan

penyimpangan kesalahan menjadi lebih besar.

2) Mekanisme injeksi yang kurang benar. Hal ini dikarenakan setiap hewan uji

diperlakukan oleh praktikan yang berbeda-beda dengan skill dan pengalaman

yang berbeda-beda pula. Injeksi yang salah dapat mengakibatkan obat

terakumulasi dalam jaringan yang salah sehingga absorbsi dan distribusi obat

menjadi berbeda dari yang seharusnya. Injeksi yang salah juga bisa

mengakibatkan dosis obat yang masuk tidak sesuai dengan yang diharapkan

atau bahkan obat tidak masuk ke sirkualsi sistemik.

3) Tingkat resistensi dari hewan percobaan yang berbeda-beda. Hewan

percobaan yang lebih resisten tentu mengakibatkan onset dan durasi obat

menjadi lebih cepat dari pada seharusnya atau tidak timbul efek pada hewan

percobaan walaupun diberikan injeksi sesuai dosis yang telah ditentukan.

4) Kondisi hewan uji. Distribusi dan efek kerja diazepam dipengaruhi juga oleh

kondisi psikis dan raga hewan uji. Hewan uji yang banyak mendapatkan

perlakukan yang tidak sesuai bisa mengakibatkan stress sehingga kinerja

diazepam terganggu atau efek menjadi berkurang. Begitu pula juga dengan

kondisi kesehatan, kualitas genetik, serta nutrisi hewan uji.

Page 17: Lap. 1 Eksperimen2 Dasar

Praktikum Farmakologi

Eksperimen-Eksperimen Dasar 15

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari data hasil percobaan, dapat dilihat efek tercepat atau respon sensitivitas

tercepat yang terjadi pada hewan uji yaitu dengan rute pemberian intravena

(IV).

Perbedaan cara pemberian obat ke dalam tubuh akan mempengaruhi onset dan

durasi dari obat serta menimbulkan efek yang yang berbeda-beda.

Berdasarkan percobaan, pemberian intramuskular (IM) yang paling lambat

menimbulkan efek pada mencit kami.

Pada percobaan kami, terdapat mencit yang ternyata resisten terhadap

Diazepam yang diberikan.

Kecepatan pernafasan mencit menurun pada saat kada

Kesalahan-kesalahan yang dapat terjadi pada percobaan ini:

o Penentuan dosis yang tidak tepat, dikarenakan mencit yang kami

gunakan sangat hiperaktif sehingga sulit untuk ditimbang.

o Mekanisme injeksi yang kurang benar.

o Tingkat resistensi dari hewan percobaan, pada praktikum kali ini

mencit, yang berbeda-beda.

o Kondisi hewan uji. Kemungkinan stress pada mencit kami sangat besar

karena kurang terampilnya kami dalam memegang dan

memperlakukan mencit tersebut dan juga akibat adanya cahaya, karena

mencit fotophobia.

Page 18: Lap. 1 Eksperimen2 Dasar

Praktikum Farmakologi

Eksperimen-Eksperimen Dasar 16

5.2 Saran

Sebaiknya mencit tidak terlalu banyak dipegang-pegang karena dapat membuat

mencit tersebut stress. Lalu pada saat penyuntikkan usahakan berhati-hati agar tidak

terjadi kesalahan yang dapat menyebabkan kematian pada hewan uji.

Page 19: Lap. 1 Eksperimen2 Dasar

Praktikum Farmakologi

Eksperimen-Eksperimen Dasar 17

DAFTAR PUSTAKA

Goodman dan Gilman. 2012. Dasar Farmakologi Terapi Ed. 10. Jakarta: EGC

Mycek, Mary J. dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Ed. 2. Jakarta: Widya Medika

Neal, Michael J. 2006. Farmakologi Medis Ed. 5. Jakarta: Erlangga

Schmitz, Gary dkk. 2008. Farmakologi dan Toksikologi Ed. 3. Jakarta: EGC