Upload
razwell-heal-arlaf
View
243
Download
13
Embed Size (px)
DESCRIPTION
asadas
Citation preview
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN BANDUNG
BIDANG PENGUJIAN PRODUK TERAPEUTIK, NARKOTIKA, OBAT TRADISIONAL, KOSMETIKA, DAN PRODUK KOMPLEMEN
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu SyaratMenempuh Ujian Profesi Apoteker Jurusan FarmasiFakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Jenderal Achmad Yani
Ratna Cahaya Puri, S.Farm3351121005
PROGRAM PROFESI APOTEKERJURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek
Kerja Profesi Apoteker di Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan Bandung.
Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Ujian Profesi
Apoteker di Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Jenderal Achmad Yani.
Pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapak Bambang SutjiatmoProf. DR. MT., selaku Rektor Universitas Jenderal
Achmad Yani.
2. Bapak Hernandi Sujono, S.Si, M.Si., selaku Dekan Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jenderal Achmad Yani.
3. Ibu Afifah B. Sutjiatmo, DR., MS., selaku Ketua Program Profesi Apoteker,
Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Jenderal Achmad Yani.
4. Ibu Budi Astuti, Apt. Selaku pembimbing Praktek Kerja Profesi Apoteker di
BBPOM
5. Bapak Made Pasek Narendra, Apt. selaku pembimbing Praktek Kerja Profesi
Apoteker Universitas Jenderal Achmad Yani.
6. Segenap staf dan karyawan BBPOM, atas segala bantuan dan perhatiannya.
7. Segenap staf pengajar dan karyawan Program Profesi Apoteker, Jurusan
Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Jenderal Achmad Yani.
8. Kedua orang tua dan adik yang selalu dan tak pernah berhenti memberikan
doa, dorongan semangat dan dukungan kasih sayang.
9. Rekan-rekan Program Profesi Apoteker angkatan duabelas, Jurusan Farmasi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jenderal
i
ii
Achmad Yani yang telah bersama-sama berjuang menyelesaikan program
Profesi Apoteker.
Akhir kata, penulis berharap semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi
kita semua dan semoga kerjasama yang telah terjalin antara Jurusan Farmasi
UNJANI dengan BBPOM Bandung dapat terus terjalin dengan baik.
Cimahi, Mei 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................v
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................vi
DAFTAR TABEL..................................................................................................vii
BAB
I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Praktek Kerja Profesi Apoteker................................................1
1.2 Tujuan Kerja Profesi Apoteker.............................................................................2
II TINJAUAN UMUM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN...........3
2.1 Visi dan Misi Badan POM.....................................................................................3
2.2 Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan.....................................................3
2.3 Budaya Organisasi Badan POM...........................................................................4
2.4 Prinsip Dasar Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM)..................4
2.5 Kerangka Konsep SISPOM...................................................................................5
2.6 Target Kinerja Badan POM...................................................................................6
2.7 Organisasi yang Solid.............................................................................................6
2.8 Unit Pelaksana Teknis Badan POM.....................................................................7
III TINJAUAN KHUSUS BIDANG TERANOKOKO.........................................10
3.1 Tugas Pokok dan Fungsi Bidang Teranokoko..................................................10
3.2 Struktur Organisasi...............................................................................................10
3.3 Fasilitas...................................................................................................................11
3.4 Pengujian di Bidang Teranokoko.......................................................................12
IV TUGAS KHUSUS............................................................................................20
4.1 Laboratorium Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen.....................20
4.2 Kegiatan dan Hasil Pengujian Obat Tradisional......................................................21
4.3 Hasil Pengujian Mutu Obat Tradisional...................................................................31
4.4Pembahasan Pengujian Obat Tradisional......................................................33
V PEMBAHASAN................................................................................................37
iv
VI KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................................40
6.1 Kesimpulan......................................................................................................40
6.2 Saran..................................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................42
LAMPIRAN...........................................................................................................43
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN Halaman
1 STRUKTUR ORGANISASI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANANREPUBLIK INDONESIA.........................................................43
2 FUNGSI DAN TUGAS BBPOM (PENGAWASAN OMKABA).................44
3 STRUKTUR ORGANISASI BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN BANDUNG...............................................................................45
v
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
III.1 Alur Sampel dan Alur Pelaporan...................................................................18
vi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Persyaratan Uji Keseragaman Bobot...............................................................30
4.2 Persyaratan Batas Waktu Hancur Sediaan.......................................................31
4.3 Hasil Pengujian Sampel Jamu Lancar Haid dan Jamu Gatal..........................32
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Praktek Kerja Profesi Apoteker
Seiring dengan majunya teknologi dan ilmu pengetahuan, perkembangan
industri farmasi di Indonesia dalam menghasilkan produk-produk baru dalam
skala besaryang inovatif, seperti obat, makanan dan minuman, suplemen,
kosmetika, obat tradisional, serta perbekalan farmasi pun semakin pesat.
Kemajuan sistem transportasi mengakibatkan produk-produk tersebut dalam
waktu yang relatif singkat dapat menyebar ke berbagai daerah di Indonesia dan
negara lain. Jaringan distribusi yang luas ini dapat dengan mudah menjangkau
seluruh lapisan masyarakat dan mendorong konsumen untuk mengkonsumsi
produk-produk tersebut. Namun, hal ini tidak diimbangi dengan pengetahuan
masyarakat yang memadai untuk memilih dan menggunakan produk secara tepat,
benar, dan aman. Sehingga dapat berisiko menimbulkan berbagai permasalahan
yang merugikan masyarakat terutama permasalahan kesehatan.
Untuk melindungi konsumen dari kompetisi industri dalam penyediaan
produk maka pemerintah Indonesia harus memiliki Sistem Pengawasan Obat dan
Makanan (SISPOM) yang efektif dan efisien yang mampu mendeteksi, mencegah
dan mengawasi produk-produk termasuk untuk melindungi keamanan,
keselamatan, dan kesehatan konsumen baik di dalam maupun di luar negeri.
Maka, dibentuklah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang memiliki
jaringan nasional dan internasional serta kewenangan penegakan hukum dan
memiliki inisiatif, serta kredibilitas profesional yang tinggi.
BPOM merupakan salah satu Lembaga Pemerintah Non Departemen
(LPND) yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintah tertentu dari
presiden sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BPOM berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada presiden.
BPOM mempunyai tugas melaksanakan pengawasan obat dan makanan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaksanaan
pengawasan, pemeriksaan dan pengujian obat dan makanan dilakukan oleh
1
2
sumber daya manusia yang unggul berupa tenaga profesional yang berkualitas.
Salah satu tenaga profesional yang berperan adalah apoteker.
Kegiatan pengawasan obat dan makanan memerlukan apoteker yang
handal sehingga dapat beradaptasi terhadap kemajuan IPTEK. Sehubungan
dengan hal tersebut Fakultas MIPA Jurusan Farmasi Profesi Apoteker UNJANI
bekerja sama dengan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (Balai Besar
POM) menyelenggarakan PKPA yang bertempat di BBPOM di Bandung.
Kegiatan tersebut diharapkan dapat menjadikan calon Apoteker mengetahui tugas,
fungsi, kegiatan serta permasalahan yang dihadapi BBPOM khususnya di Bidang
Pengujian Produk Terapetik, Narkotika, Obat Tradisional, Kosmetika, dan Produk
Komplemen (Teranokoko).
1.2 Tujuan Kerja Profesi Apoteker
Dengan dilaksanakannya PKPA Apoteker di BBPOM diharapkan calon apoteker
dapat:
1. Mengetahui tugas, fungsi, kedudukan dan program kerja serta kegiatan
dalam bidang pengawasan obat dan makanan yang dilaksanakan oleh
pemerintah melalui BBPOM.
2. Mempelajari dan melaksanakan fungsi pengawasan di Balai Besar POM
terutama di Bidang Pengujian Produk Terapetik, Narkotika, Obat
Tradisional, Kosmetika, dan Produk Komplemen.
3. Memiliki pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman praktis untuk
melakukan kegiatan di BBPOM.
4. Memahami gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian
di BBPOM terutama pada Bidang Pengujian Produk Terapetik, Narkotika,
Obat Tradisional, Kosmetika, dan Produk Komplemen.
5. Melakukan pengujian mutu atau kontrol kualitas terhadap beberapa sampel
post marketing produk terapetik, narkotika, obat tradisional, kosmetika,
dan produk komplemen.
6. Menjadi apoteker yang handal dan siap memasuki dunia kerja sebagai
tenaga farmasi yang profesional.
BAB II
TINJAUAN UMUM
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
1
2
2.1 Visi dan Misi Badan POM
Terkait dengan tugas yang harus dilaksanakan, BPOM selalu mengarahkan
diri pada visi dan misi yang dimiliki. Visi dari BPOM adalah menjadi institusi
pengawas obat dan makanan yang inovatif, kredibel dan diakui secara
internasional untuk melindungi masyarakat, sedangkan misinya adalah:
1. Melakukan pengawasan pre-market dan post-market berstandar internasional.
2.Menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten.
3.Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan diberbagai lini.
4.Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan
makanan yang berisiko terhadap kesehatan.
5.Membangun organisasi pembelajar (Learning Organization).
2.2 Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan
Badan POM adalah lembaga pemerintah non departemen yang dibentuk
untuk melaksanakan tugas pemerintah tertentu dari presiden.Badan POM berada
di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.Badan POM mempunyai tugas
melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam melaksanakan tugasnya, Badan POM menyelenggarakan fungsi
sebagai berikut:
1. Pengaturan, regulasi dan standardisasi
2. Lisensi dan sertifikasi industri di bidang farmasi berdasarkan CPOB
3. Evaluasi produk sebelum diizinkan beredar
4. Post Marketing Vigiliance: termasuk sampling dan pengujian contoh,
pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, penyidikan dan penegakan hukum
5. Pre-audit dan pasca-audit iklan dan promosi produk
3
4
6. Riset terhadap pelaksanaan kebijakan pengawasan obat dan makanan
7. Komunikasi informasi edukasi publik termasuk peringatan publik.
Dalam menyelenggarakan fungsinya tersebut Badan POM mempunyai
kewenangan:
1. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang pengawasan obat dan
makanan.
2. Perumusan kebijakan di bidang pengawasan obat dan makanan. Untuk
mendukung pembangunan secara makro.
3. Penetapan sistem informasi di bidang pengawasan obat dan makanan.
4. Penetapan persyaratan penggunaan bahan makanan tambahan (zat aditif)
tertentu untuk makanan dan penetapan pedoman pengemasan peredaran obat
dan makanan.
5. Pemberian izin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan industri
farmasi.
6. Penetapan pedoman penggunaan, konservasi, pengembangan, dan
pengembangan tanaman obat.
2.3 Budaya Organisasi Badan POM
Untuk membangun organisasi yang efektif dan efisien, budaya organisasi
Badan POM dikembangkan dengan nilai-nilai dasar sebagai berikut:
1. Profesionalisme
Menegakkan profesionalisme dengan integritas, obyektivitas, ketekunan dan
komitmen yang tinggi.
2. Kredibilitas
Memiliki kredibilitas yang diakui oleh masyarakat luas, nasional dan
internasional.
3. Kecepatan
Tanggap dan cepat dalam bertindak mengatasi masalah.
4. Kerja sama
Mengutamakan kerja sama tim.
2.4 Prinsip Dasar Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM)
5
Prinsip dasar dari SISPOM adalah sebagai berikut:
1. Tindakan pengamanan cepat, tepat, akurat dan profesional.
2. Tindakan dilakukan berdasarkan atas tingkat risiko dan berbasis bukti-bukti
ilmiah.
3. Lingkup pengawasan bersifat menyeluruh, mencakup seluruh siklus proses.
4. Berskala nasional/ lintas propinsi, dengan jaringan kerja internasional.
5. Otoritas yang menunjang penegakan supremasi hukum.
6. Memiliki jaringan laboratorium nasional yang kohesif dan kuat yang
berkolaborasi dengan jaringan global.
7. Memiliki jaringan sistem informasi keamanan dan mutu produk.
2.5 Kerangka Konsep SISPOM
Pengawasan Obat dan Makanan memiliki aspek permasalahan berdimensi
luas dan kompleks. Oleh karena itu diperlukan sistem pengawasan yang
komprehensif, semenjak awal proses suatu produk hingga produk tersebut beredar
di tengah masyarakat.
Untuk menekan sekecil mungkin risiko yang bisa terjadi, dilakukan
SISPOM tiga lapis yakni:
1. Sub-sistem pengawasan produsen
Sistem pengawasan internal oleh produsen melalui pelaksanaan cara-cara
produksi yang baik atau good manufacturing practices agar setiap bentuk
penyimpangan dari standar mutu dapat dideteksi sejak awal.
Secara hukum produsen bertanggung jawab atas mutu dan keamanan produk
yang dihasilkannya.Apabila terjadi penyimpangan dan pelanggaran terhadap
standar yang telah ditetapkan maka produsen dikenakan sanksi, baik
administratif maupun pro-justisia.
2. Sub-sistem pengawasan konsumen
Sistem pengawasan oleh masyarakat konsumen sendiri melalui peningkatan
kesadaran dan peningkatan pengetahuan mengenai kualitas produk yang
digunakannya dan cara-cara penggunaan produk yang rasional.
6
Pengawasan oleh masyarakat sendiri sangat penting dilakukan karena pada
akhirnya masyarakatlah yang mengambil keputusan untuk membeli dan
menggunakan suatu produk.
Konsumen dengan kesadaran dan tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap
mutu dan kegunaan suatu produk, di satu sisi dapat membentengi dirinya
sendiri terhadap penggunaan produk-produk yang tidak memenuhi syarat
dan tidak dibutuhkan, sedangkan pada sisi lain akan mendorong produsen
untuk lebih hati-hati dalam menjaga kualitasnya.
3. Sub-sistem pengawasan Pemerintah/ Badan POM
Sistem pengawasan oleh pemerintah melalui pengaturan dan standardisasi;
penilaian keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum diizinkan beredar di
Indonesia; inspeksi, pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk
yang beredar serta peringatan kepada publik yang didukung penegakan
hukum.Untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat
konsumen terhadap mutu, khasiat dan keamanan produk maka pemerintah
juga melaksanakan kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi.
2.6 Target Kinerja Badan POM
1. Terkendalinya penyaluran produk terapetik dan narkotik, psikotropik dan
zat adiktif
2. Terkendalinya mutu, khasiat dan keamanan produk obat dan makanan
termasuk klaim pada label dan iklan di peredaran
3. Tercegahnya resiko penggunaan bahan kimia berbahaya sebagai akibat
pengelolaan yang tidak memenuhi syarat
4. Penurunan kasus pencemaran pangan
5. Peningkatan kapasitas organisasi yang didukung dengan kompetensi dan
keterampilan personil yang memadai
6. Terwujudnya komunikasi yang efektif dan saling menghargai antar sesama
dan pihak terkait.
2.7 Organisasi yang Solid
7
Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) ditetapkan sebagai
Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang bertanggung jawab kepada
Presiden yang dikoordinasikan dengan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan
Sosial.
Struktur organisasi Badan POM terdiri atas:
a. Sekretariat Umum
b. Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapeutika dan NAPZA
c. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetika dan
Produk Komplemen
d. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan
Berbahaya
e. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional
f. Pusat Penyidikan Obat dan Makanan
g. Pusat Riset Obat dan Makanan
h. Pusat Informasi Obat dan Makanan
2.8 Unit Pelaksana Teknis Badan POM
Unit Pelaksana Teknis Badan POM adalah unit pelaksana teknis Badan
POM di bidang pengawasan obat dan makanan, yang berada dibawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala Badan, dalam pelaksanaan tugas secara teknis
dibina oleh para Deputi dan secara administrasi dibina oleh Sekretaris Utama
Badan. Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan POM dipimpin oleh seorang
Kepala Unit Pelaksana Teknis yang mempunyai tugas melaksanakan kebijakan
dibidang pengawasan produk terapetik, narkotik, psikotropik dan zat adiktif lain,
obat tradisional, kosmetik, produk komplimen, keamanan pangan dan bahan
berbahaya.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut diatas, Unit Pelaksana
Teknis di lingkungan Badan POM menyelenggarakan fungsi, yaitu:
1. Penyusun rencana dan program pengawasan obat dan makanan.
2. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian
mutu produk terapetik, narkotik, psikotropik dan zat adiktif lain, obat
tradisional, kosmetik, produk komplimen, pangan dan bahan berbahaya.
8
3. Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu
produk secara mikrobiologi.
4. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan
pada sarana produksi dan distribusi.
5. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum.
6. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu
yang ditetapkan oleh kepala badan.
7. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen.
8. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan.
9. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.
Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh kepala badan, sesuai dengan
bidang tugasnya.
Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan POM terdiri dari:
1. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Tipe A
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Tipe A, terdiri dari:
a. Bidang Pengujian Produk Terapetik, Narkotik, Obat Tradisional, Kosmetik
dan Produk Komplemen
b. Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya
c. Bidang Pengujian Mikrobiologi
d. Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan
e. Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen
f. Sub Bagian Tata Usaha
g. Kelompok Jabatan Fungsional
2. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Tipe B
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Tipe B, terdiri dari:
a. Bidang Pengujian Produk Terapetik, Narkotik, Obat Tradisional, Kosmetik
dan Produk Komplemen
b. Bidang Pengujian Pangan, Bahan Berbahaya dan Mikrobiologi
c. Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan
d. Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen
e. Sub Bagian Tata Usaha
f. Kelompok Jabatan Fungsional
9
3. Balai Pengawas Obat dan Makanan Tipe A
Balai Pengawas Obat dan Makanan Tipe A, terdiri dari:
a. Seksi Pengujian Produk Terapetik, Narkotik, Obat Tradisional, Kosmetik
dan Produk Komplemen
b. Seksi Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya
c. Seksi Pengujian Mikrobiologi
d. Seksi Pemeriksaan dan Penyidikan
e. Seksi Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen
f. Sub Bagian Tata Usaha
g. Kelompok Jabatan Fungsional
4. Balai Pengawas Obat dan Makanan Tipe B
Balai Pengawas Obat dan Makanan Tipe B, terdiri dari:
a. Seksi Pengujian Produk Terapetik, Narkotik, Obat Tradisional, Kosmetik
dan Produk Komplemen
b. Seksi Pengujian Pangan, Bahan Berbahaya dan Mikrobiologi
c. Seksi Pemeriksaan, Penyidikan, Sertifikasi dan Layanan Informasi
Konsumen
d. Sub Bagian Tata Usaha
e. Kelompok Jabatan Fungsional
BAB III
TINJAUAN KHUSUS BIDANG TERANOKOKO
BBPOM di Bandung sebagai unit pelaksana teknis BPOM melakukan
fungsi pengawasan mutu serta keamanan obat melalui salah satu bidangnya yaitu
Bidang Pengujian Terapetik, Narkotik, Obat Tradisional, Kosmetika, dan Produk
Komplemen (Teranokoko).
Bidang Teranokoko didukung oleh laboratorium yang telah terakreditasi
oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) Indonesia sebagai laboratorium penguji
sesuai dengan SNI-19-17025-2000 dengan nomor akreditasi LP-173-IDN sejak 25
Juli 2003 dan sudah di reakreditasi pada bulan Maret 2007. Selain itu, kegiatan
pengujian dilakukan berdasarkan metode yang telah tervalidasi, tenaga yang
terlatih, dan peralatan yang terkalibrasi. Hal ini dapat menjamin bahwa hasil
pengujian dapat diandalkan.
3.1 Tugas Pokok dan Fungsi Bidang Teranokoko(1)
Tugas pokok dan fungsi Bidang Teranokoko sesuai SK Kepala BPOM
No. 5018/SK/KBPOM, tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT di Lingkungan
BPOM, adalah melaksanakan :
a. Penyusunan rencana & program pengawasanproduk terapetik, narkotika,
obat tradisional, kosmetik, perbekalan kesehatan rumah tangga,dan produk
komplemen (teranokoko).
b. Pengujian & penilaian mutu produk teranokoko secara laboratorium.
c. Evaluasi & penyusunan laporan pengujian produk teranokoko.
d. Tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan POM, sesuai dengan
bidang tugasnya
3.2 Struktur Organisasi
Pada bidang teranokoko dikepalai oleh kepala bidang teranokoko yang merupakan
apoteker, dibawah kepala bidang terdapat penyelia, penyelia dibagi menjadi tiga
yaitu penyelia terapeutik, penyelia obat tradisional dan kosmetik, dan penyelia
10
11
perbekalan kesehatan rumah tangga dan alat kesehatan.Kemudian di bawah
supervisor masing-masing terdapat penguji dan operator alat.
3.3 Fasilitas
1. Bangunan
a. Luas area : 410 m2 dari total 3830 m2
b. Area laboratorium :
a) 3 ruang preparasi : produk terapetik, NAPZA P-3, produk OTKOS
b) 2 ruang instrumen
c) Ruang penyimpanan tabung gas
d) Ruang penyimpanan pereaksi
e) Ruang penyimpanan baku pembanding
f) Ruang timbang
g) Ruang uji disolusi
c. Area Penunjang (R. Kabid,R. Penyelia R. Staf, R. makan, dapur, toilet,
mushola, dll)
2. Peralatan Laboratorium
a. AAS
b. Alat Uji Disolusi
c. Tanur
d. Karlfisher
e. Kromatografi gas
f. HPLC
g. Oven
h. Polarimeter
i. Potensiometer
j. Spektrofluorometer
k. Spektrofotodensitometer
l. Spektrofometer UV/Vis
m. Timbangan
n. Ultrasonografi
12
3.4 Pengujian di Bidang Teranokoko
Produk yang diuji : terapetik, obat tradisional, kosmetik, suplemen makanan,
alatkesehatan, perbekalan kesehatan rumah tangga.
Sumber sampel: Intern : hasil sampling Bidang Pemdik, ada sampel rutin dan
kasus
Ekstern : permintaan dari pihak ke 3. Bisa dari kepolisian,
industri, bidang Serlik, instansi lain, perorangan
3.4.1 Sampling
1. Tujuan sampling
a. Melindungi masyarakat dari penggunaan produk yang tidak memenuhi
syarat mutu dan keamanan
b. Menjamin konsistensi mutu produk pasca pemasaran
c. Untuk mendeteksi sedini mungkin produk palsu di peredaran/produk
ilegal/tidak terdaftar
2. Strategi Sampling
a. Sampling Compliance
Sampling untuk mengetahui pemenuhan persyaratan mutu yang ditetapkan
b. Sampling Surveilan
Sampling dalam rangka kecurigaan kemungkinan dini obat palsu/ilegal
3. Kriteria produk yang disampling
Ditetapkan berdasarkan profil obat yang beredar di wilayah BBPOM dengan
mempertimbangkan;
a. Obat yang banyak beredar
b. Bentuk sediaan yang beresiko
c. Obat essensial
d. Obat program
e. Obat TMS tahun sebelumnya
f. Obat yang sering dipalsukan
g. Obat yang sering digunakan sebagai bahan kimia obat dalam obat
tradisional
13
h. Narkotik, psikotropik dan obat yang mengandung senyawa yang
digunakan sebagai prekursor yang rawan didiversikan
Kriteria sampling obat tradisional:
1. Survailance
Sampling yang bertujuan untuk mendeteksi secara dini produk obat
tradisional yang diduga mengandung BKO. Parameter pengujian hanya
identifikasi BKO antara lain untuk :
a. OT dengan produksi produsen/importir baru
b. OT dengan klaim khasiat stamina/sehat pria/sex
c. OT dengan klaim khasiat pelangsing/penurun kadar lemak/singset/diet
d. OT dengan klaim khasiat/kegunaan pegal linu/encok/rematik/sakit
pinggang/asam urat
2. Compliance
Sampling yang bertujuan untuk mengetahui apakah produk OT yang
beredar konsisten memenuhi persyaratan keamanan, manfaat dan mutu
seperti yang disetujui pada saat pendaftaran, misalnya :
a. OT impor
b. OT dalam negeri
c. Sampling di sarana produksi
d. OT yang produsennya telah mendapatkan sertifikat CPOTB
Kriteria sampling kosmetik
1. Surveilance
Untuk mendeteksi secara dini produk kosmetik yang diduga mengandung
bahan berbahaya/dilarang
a. Kosmetik beresiko tinggi
b. Kosmetik diproduksi/diimpor oleh perusahaan yang pernah melakukan
pelanggaran keamanan, manfaat dan mutu (track record)
14
2. Sampling Compliance
Untuk mengetahui kepatuhan industri/importir/distributor kosmetika untuk
selalu memproduksi dan mengedarkan kosmetika yang memenuhi
persyaratan keamanan, manfaat dan mutu.
Kriteria sampling suplemen makanan
1. Survailance
Untuk mendeteksi secara dini produk Suplemen Makanan yang diduga
mengandung bahan kimia obat
a. Suplemen makanan produksi produsen/importir dengan track record
buruk
b. Suplemen makanan produksi produsen/importir baru
c. Suplemen makanan dengan klaim khasiat stamina/sehat pria/sex
d. Suplemen makanan dengan klaim khasiat pelangsing/penurun kadar
lemak/singset/diet
2. Compliance
Sampling yang bertujuan untuk mengetahui apakah produk Suplemen
makanan yang beredar konsisten memenuhi persyaratan keamanan,
manfaat dan mutu seperti yang disetujui pada saat pendaftaran
a. Suplemen makanan yang banyak diiklankan dengan klaim
khasiat/kegunaan selain klaim yang tercantum pada sampling survailan
b. Suplemen makanan yang diproduksi atau diimpor oleh Industri Obat
Tradisional/Fasilitas bersama atau sarana produksi di wilayah BBPOM
Kriteria sampling rokok:
1. Memiliki pita cukai dari Ditjen Bea dan Cukai
2. Rokok putih dan rokok kretek
3. Sering diiklankan
4. Banyak di peredaran
15
3.4.2 Parameter uji
Pengujian dilakukan sesuai dengan parameter uji yang tercantum dalam pustaka
acuan
1. Produk terapetik;
a. Farmakope Indonesia, Supplemen FI
b. USP
c. BP
d. Buku standar resmi lainnya
e. Metode Analisis PPOMN
2. Produk obat tradisional :
a. Standar Nasional Indonesia
b. Materia Medika
c. Metoda Analisis PPOMN
d. Peraturan Perundang – Undangan di Bidang Obat Tradisional, Obat Herbal
Terstandar dan Fitofarmaka, BPOM RI – 2005
e. Peraturan Perundang - Undangan di Bidang Obat Tradisional, DITJEN
POM - DEPKES RI terbitan 1996 & 1999
3. Produk kosmetik dll :
a. Standar Nasional Indonesia
b. Kodeks Kosmetika
c. Metoda Analisis PPOMN
d. Peraturan Perundang - Undangan di Bidang Kosmetik (BPOM 2004)
e. Kumpulan Peraturan Perundang – Undangan Bidang Kosmetika, Alat
Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, DITJEN POM –
DEPKES RI, 1997
f. Peraturan Perundang –Undangan di Bidang Suplemen Makanan, BPOM
RI, 2005
Parameter Uji Terapetik, NAPZA:
Diuji sesuai dengan monografi yang tertera pada pustaka acuan
a. Uji identifikasi
b. Penetapan kadar
c. Uji disolusi
16
d. Uji keragaman bobot / keseragaman kandungan
e. pH
f. Uji volume terpindahkan
g. Uji senyawa sejenis
h. Uji parameter lain sesuai monografi (termasuk pengujian secara
mikrobiologi ; uji pirogen, uji toksisitas, endotoksin bakteri, uji vaksin (di
Bidang Pengujian MIKROBIOLOGI), uji identifikasi DNA babi dirujuk
ke PPOMN)
Parameter uji obat tradisional
a. Identifikasi BKO (Bahan Kimia Obat)
b. Persyaratan farmasetik ; waktu hancur, kadar air, kadar pengawet, kadar
etanol dan metanol
c. Uji parameter mikrobiologi (di Bidang Pengujian MIKROBIOLOGI)
Parameter uji kosmetika
a. Parameter uji yang diuji dalam rangka sampling survailan difokuskan
terhadap pengujian identifikasi bahan yang dilarang, misalnya
merkuri,pewarna jingga K1, merah K10
b. Parameter yang harus diuji dalam rangka sampling compliance adalah
parameter uji mikrobiolgi (di Bidang Pengujian Mikrobiologi) dan
kesesuaian terhadap parameter uji kimia fisika
c. Parameter uji kimia fisika antara lain;
- Identifikasi bahan dilarang
- Kadar bahan aktif dibatasi
- Kadar bahan pengawet
- Identifikasi pewarna
- Kadar bahan tabir surya
- Kadar metanol dan etanol
- Cemaran logam berat
17
Parameter uji suplemen makanan
Parameter yang harus diuji adalah antara lain;
a. Identifikasi bahan kimia obat
b. Identifikasi dan penetapan kadar vitamin
c. Identifikasi dan penetapan kadar kofein
Parameter uji perbekalan kesehatan rumah tangga
a. Volume / bobot isi
b. Fluoresensi
c. Daya serap
d. pH
e. Koefisien fenol
Uji parameter lain sesuai ketentuan termasuk pengujian secara mikrobiologi
yang dilakukan di Bidang Pengujian MIKROBIOLOGI
Parameter uji alat kesehatan:
a. Volume / bobot isi
b. Fluoresensi
c. Daya serap
d. pH
e. Koefisien fenol
Uji parameter lain sesuai ketentuan termasuk pengujian secara mikrobiologi
yang dilakukan di Bidang Pengujian MIKROBIOLOGI
18
3.4.3 Alur Sampel dan Alur Pelaporan
Gambar III.1 Alur Sampel dan Alur Pelaporan
Sampel yang diperoleh dari customer diserahkan ke bagian Manajemen
Administrasi (MA), kemudian dilanjutkan ke Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan
(Pemdik), atau sampel dapat juga diperoleh dari hasil sampling Bidang Pemdik.
Kemudian Bidang Pemdik melakukan pemeriksaan penandaan dan pemberian
kode sampel serta membuat surat permintaan pengujian. Selanjutnya, sampel
diserahkan ke penerima sampel.Oleh penyelia dibuat surat perintah uji ke penguji.
Penguji melakukan pengisian Catatan Pengujian (CP), kemudian melakukan
pengujian sesuai dengan surat perintah pengujian. Setelah pengujian selesai,
dilakukan pengisian Lampiran Catatan Pengujian (LCP) dan Laporan Hasil
Pengujian (LHP).Laporan ini kemudian diserahkan ke Penyelia untuk dilakukan
pemeriksaan dan penetapan kesimpulan.Laporan kemudian diserahkan ke Kepala
Bidang (Kabid), selanjutnya oleh Kepala Bidang diserahkan ke Kepala BBPOM
dan MA. Oleh bagian MA, laporan diserahkan ke Bidang Pemeriksaan dan
Penyidikan, customer, PPOMN dan Deputi terkait di Badan POM.
Pelaporan
1. Sampel rutin :
a. PPOMN (Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional)
b. Deputi bidang terkait :
terapetik dan NAPZA Deputi I
19
obat tradisional, kosmetik, PKRT, produk komplemen Deputi II
2. Sampel NAPZA dari Kepolisian :
a. Pemohon
b. Deputi I
c. PPOM (Pusat Penyidikan Obat dan Makanan)
BAB IV
TUGAS KHUSUS
4.1 Laboratorium Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen
Pengawasan bidang obat tradisional, kosmetik, dan produk komplemen
bertujuan untuk melindungi kesehatan masyarakat dari bahaya akibat penggunaan
obat tradisional, kosmetik, dan produk komplemen yang tidak memenuhi
persyaratan keamanan, mutu, dan khasiat. Kegiatan pengawasan obat tradisional,
kosmetik, dan produk komplemen meliputi kegiatan penyusunan standar dan
peraturan, penilaian produk, sertifikasi sarana, monitoring efek samping obat,
pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, sampling dan pengujian, pengawasan
iklan, dan penyidikan.
Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman.Pengujian obat tradisional yang beredar bertujuan untuk
melindungi masyarakat dari obat tradisional yang tidak memenuhi syarat
kesehatan dan keamanan. Oleh karena itu, pengujian terhadap obat tradisional
lebih ditekankan pada segi keamanannya seperti kandungan bahan kimia obat
yang mungkin ditambahkan ke dalamnya, bukan pada kesesuaian dengan
komposisi yang tertera pada kemasan atau brosur.Parameter yang diuji meliputi
pemerian, keragaman bobot, kadar air, waktu hancur (untuk sediaan tablet, kapsul
dan kaplet), penetapan kadar pengawet dan analisis kualitatif bahan kimia obat
yang diduga biasanya ditambahkan ke dalam jamu.
Kosmetika menurut Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor
HK.03.1.23.08.11.007517 tahun 2011 adalah bahan atau sediaan yang
dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis,
rambut, kuku, bibir, dan organ gentital bagian luar) atau gigi, dan
membranmukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah
penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara
tubuh pada kondisi baik.
20
21
Pada umumnya sediaan kosmetika terdiri dari:
1. Zat berkhasiat
Zat berkhasiat adalah zat yang mempunyai khasiat tertentu yang bekerja
terhadap kulit. Zat berkhasiat yang banyak digunakan adalah vitamin, hormon,
antiseptik, antibiotika, emollient, dan sebagainya.
2. Zat tambahan atau zat pembantu
Zat tambahan atau zat pembantu yaitu zat yang sangat diperlukan dalam
pembuatan suatu sediaan kosmetika sehingga sediaan tersebut mudah
digunakan, mempunyai bau dan warna yang menarik serta tahan
selamapenyimpanan. Zat tambahan yang paling sering digunakan adalah zat
pembawa, zat pelarut, zat pengawet, zat pewarna, zat pewangi, dan
sebagainya.
Pemeriksaan terhadap kosmetika yang beredar bertujuan untuk melindungi
masyarakat dari kosmetika yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan keamanan.
Pengujian terhadap sampel kosmetika lebih diarahkan pada keamanannya
sehingga pengujian diutamakan terhadap bahan-bahan kimia yang tidak boleh
ditambahkan pada sediaan kosmetika dan bahan-bahan kimia yang boleh
digunakan dengan batas kadar tertentu.Parameter pengujian kosmetika meliputi
pemerian, identifikasi pewarna yang dilarang, dan uji pengawet.
4.2 Kegiatan dan Hasil Pengujian Obat Tradisional
Kegiatan selama PKPA di Laboratorium Teranokoko adalah melakukan
pengujian terhadap obat tradisional dan kosmetik yang bertujuan untuk
mengetahui apakah produk-produk tersebut yang beredar di pasaran memenuhi
persyaratan keamanan, mutu dan khasiat.
4.2.1 Penandaan
Penandaan pengujian yang dilakukan dimulai dari uji penandaan pada
kemasan yaitu: pencantuman nama produk atau nama dagang, bentuk
sediaan, jenis kemasan, indikasi, kontra indikasi (bila ada), netto,
nomor batch atau kode produksi, nomor registrasi, komposisi, tanggal
daluwarsa, nama dan alamat pabrik ( untuk obat tradisional lisensi
harus mencantukan nama dan alamat industri pemberi lisensi).
22
4.2.2 Parameter Pengujian
Pengujian dilakukan seuai dengan parameter uji yang tertera pada
surat perintah uji, yaitu pengujian pemerian sediaan meliputi pengecekan
bentuk, warna, bau, dan konsistensi sediaan obat tradisional. Bentuk
sediaan terdiri dari sediaan tablet, kapsul, pil dan serbuk.Warna sediaan
disesuaikan dengan warna tablet, serbuk, pil dan cangkang kapsul (bila
sediaan merupakan kapsul).Bau sampel obat tradisional biasanya aromatis
atau khas dengan konsistensi padat. Parameter uji lainnya seperti
penandaan, keseragaman bobot, kadar air, waktu hancur (untuk sediaan
tablet, kapsul dan kaplet), analisis kualitatif bahan kimia obat yang diduga
biasanya ditambahkan ke dalam jamu.
Sampel yang didapatkan berasal dari bidang pemeriksaan dan
penyidikan yang diambil di sarana distribusi tertentu, antara lain jamu
lancar haid dan jamu gatal. Sampel jamu lancar haid pada umumnya
ditambahkan BKO antalgin, asam mefenamat, progesteron.Untuk sampel
jamu gatal pada umumnya ditambahkan prednison, dexametason,
siproheptadin, dan CTM. Sebelum dilakukan pemeriksaan ada atau
tidaknya BKO dalam sampel uji, dilakukan pengujian mutu antara lain
keseragaman bobot, waktu hancur, dan kadar air.
Identifikasi bahan kimia obat dilakukan menggunakan metode
kromatografi lapis tipis (KLT) dan kromatografi cair kinerja tinggi
(KCKT).KLT digunakan untuk pemisahan senyawa secara cepat dengan
menggunakan zat penjerap berupa serbuk halus yang dilapiskan pada
lempeng kaca, plastik, atau logam secara merata.Prinsip pemisahan
tergantung dari polaritas dan ukuran partikel senyawa yang
bersangkutan.Keunggulan KLT diantaranya sederhana dan relatif lebih
murah dibandingkan dengan KCKT, dan KLT merupakan salah satu
teknik analisis yang dapat digunakan untuk menganalisis berbagai
campuran senyawa secara serempak.Sedangkan metode KCKT merupakan
23
metode dengan resolusi tinggi yang dapat mengidentifikasi serta
menetapkan secara kuantitatif zat dalam jumlah yang sangat kecil.
A. Identifikasi Deksametason
Pustaka : MA PPOM 63/OT/95
Syarat : Deksametason tidak boleh ada dalam obat tradisional.
Prosedur :
Larutan A.
Satu dosis jamu yang telah diserbuk halus dimasukkan ke dalam erlenmeyer
125 mL, disari dengan 15 mL campuran kloroform : metanol (9:1), dikocok
selama 30 menit kemudian disaring. Sari diuapkan diatas tangas air 70oC
sampai kering. Sisa penguapan dilarutkan dalam 5 mL metanol.
Larutan B.
Satu dosis jamu yang telah diserbuk halus dimasukkan ke dalam erlenmeyer
125 mL, ditambah dengan 5 mg deksametason dan disari dengan 15 mL
campuran kloroform : metanol (9:1), dikocok selama 30 menit kemudian
disaring. Sari diuapkan diatas tangas air 70oC sampai kering. Sisa penguapan
dilarutkan dalam 5 mL metanol.
Larutan C.
Baku deksametason 0.1% b/v dalam methanol.
Cara Kromatografi Lapis Tipis :
Larutan A, B, dan C ditotol terpisah.
Fase diam : silika gel GF 254
Fase gerak : i. dikloretan - dietil eter - metanol - air (77:15:8:1,2)
ii. metanol - amonia (100:1,5)
iii. sikloheksan - etil asetat - air (25:75:1)
iv. kloroform - aseton (4:1)
Penjenuhan : dengan kertas saring
Vol. penotolan : larutan A, B dan C masing-masing 15 μl.
Jarak rambat : 15 cm
Penampak bercak : cahaya UV 254 nm, peredaman warna ungu.
24
B. Identifikasi Prednison
Pustaka : MA PPOM 64/OT/95
Syarat : Prednison tidak boleh ada dalam obat tradisional.
Prosedur :
Larutan A.
Satu dosis jamu yang telah diserbuk halus dimasukkan ke dalam erlenmeyer
125 mL, disari dengan 15 mL campuran kloroform : metanol (9:1), dikocok
selama 30 menit kemudian disaring. Sari diuapkan diatas tangas air 70oC
sampai kering. Sisa penguapan dilarutkan dalam 5 mL metanol.
Larutan B.
Satu dosis jamu yang telah diserbuk halus dimasukkan ke dalam erlenmeyer
125 mL, ditambah dengan 5 mg prednison dan disari dengan 15 mL campuran
kloroform : metanol (9:1), dikocok selama 30 menit kemudian disaring. Sari
diuapkan diatas tangas air 70oC sampai kering. Sisa penguapan dilarutkan
dalam 5 mL metanol.
Larutan C. Baku prednison 0.1% b/v dalam metanol
Cara Kromatografi Lapis Tipis :
Larutan A, B, dan C ditotol terpisah.
Fase diam : silika gel GF 254
Fase gerak : i. dikloretan - dietil eter - metanol - air (77:15:8:1,2)
ii. metanol - amonia (100:1,5)
iii. sikloheksan - etil asetat - air (25:75:1)
iv. kloroform - aseton (4:1)
Penjenuhan : dengan kertas saring
Vol. penotolan : larutan A, B dan C masing-masing 15 μl.
Jarak rambat : 15 cm
Penampak bercak : cahaya UV 254 nm, peredaman warna ungu.
25
C. Identifikasi Antalgin
Pustaka : MA PPOM 32/OT/89, 28/OT/98
Syarat : Antalgin tidak boleh ada dalam obat tradisional.
Prosedur :
Larutan A.
Satu dosis jamu yang telah ditimbang, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, disari
dengan 100 mL eter minyak tanah kemudian disaring.Ampas disari dengan 50
mL etanol. Filtrat diuapkan pada penangas air hingga 5 mL.
Larutan B.
Satu dosis jamu yang telah ditimbang, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer,
ditambah 25 mg Antalgin dan disari dengan 100 mL eter minyak tanah
kemudian disaring. Ampas disari dengan 50 mL etanol. Filtrat diuapkan pada
penangas air hingga 5 mL.
Larutan C.
Baku antalgin 0.1% b/v dalam etanol
Cara Kromatografi Lapis Tipis :
Larutan A, B, dan C ditotol terpisah.
Fase diam : silika gel GF 254
Fase gerak : i. sikloheksan - kloroform - metanol - dietil amin
(60:30:5:5)
ii. toluol - etanol - asam asetat glasial (50:40:10)
iii. as. asetat glasial - aseton - benzen - metanol
(5:5:70:20)
Vol. penotolan : larutan A dan B, masing-masing 20 μl, larutan C 15 μl.
Jarak rambat : 15 cm
Penampak bercak : i. cahaya UV 254 nm.
ii. uap iodium, bercak berwarna coklat
26
D. Identifikasi Asam Mefenamat
Pustaka : MA PPOM 09/OT/08
Syarat : Asam mefenamat tidak boleh ada dalam obat tradisional.
Prosedur :
Larutan A.
Satu dosis jamu yang telah diserbuk halus, dimasukkan ke dalam erlenmeyer
125 mL, ditambahkan 50 mL air, dibasakan dengan NaOH 1N sampai pH 10-
11, dikocok 30 menit, lalu disaring. Filtrat diasamkan dengan HCl 1N sampai
pH 2, disari dengan 50 mL eter sebanyak tiga kali. Kemudian sari eter
diuapkan dan sisa penguapan dilarutkan dalam 5 mL etanol.
Larutan B.
Satu dosis jamu yang telah diserbuk halus, dimasukkan ke dalam erlenmeyer
125 mL, ditambahkan 10 mg asam mefenamat, kemudian ditambahkan 50 mL
air, dibasakan dengan NaOH 1N sampai pH 10-11, dikocok 30 menit, lalu
disaring. Filtrat diasamkan dengan HCl 1N sampai pH 2, disari dengan 50 mL
eter sebanyak tiga kali. Kemudian sari eter diuapkan dan sisa penguapan
dilarutkan dalam 5 mL etanol.
Larutan C.
Baku asam mefenamat 0,1% b/v dalam etanol.
Cara Kromatografi Lapis Tipis:
Larutan A, B, dan C ditotol secara terpisah.
Fasa diam : silika gel GF 254
Fasa gerak : i. etil asetat - metanol - amonia (80:10:10)
ii. kloroform - metanol (9:1)
iii. sikloheksan- kloroform - metanol - asam asetat
glasial (60:30:5:5)
Penjenuhan : dengan kertas saring
Volume penotolan : Larutan A, B, dan C masing-masing 30 µl
Jarak rambat : 15 cm
Penampak bercak : cahaya UV 254 nm
27
Cara Spektrofotometri :
Bercak baku dan bercak senyawa dengan Rf sama dikerok. Hasil kerokan
ditambah 5 mL metanol, kemudian disaring.Serapan filtrat diukur pada panjang
gelombang antara 225-325 nm.Dan memberikan serapan maksimum pada
panjang gelombang 288 nm.
Interpretasi hasil : Larutan A tidak boleh memberikan pola spektra yang sama
dengan larutan B dan C
E. Identifikasi Progesteron
Pustaka : MA PPOM 30/OT/94
Syarat : Progesteron tidak boleh ada dalam obat tradisional
Prosedur
Satu dosis jamu yang telah diserbuk halus dimasukkan ke dalam erlenmeyer,
ditambah 25 ml air, dikocok selama 30 menit kemudian disaring. Filtrat
ditampung ke dalam corong pisah 125 ml, diasamkan dengan HCl 1 N hingga pH
3, kemudian disari 3 kali tiap kali dengan 15 ml eter. Sari eter diuapkan di atas
tangas air sampai kering. Sisa dilarutkan dalam 5 mL etanol (A). Dengan cara
yang sama disari satu dosis jamu yang telah ditambah 5 mg progesteron (B).
Dibuat larutan baku progesteron 0,1% dalam etanol (C).
Identifikasi :
Cara KLT
Larutan A, B dan C ditotol secara terpisah dan dilakukan KLT
Fasa diam : Silika gel GF 254
Fasa gerak : i. Toluena:asam asetat (80:20)
ii. Heksana:etil asetat (70:30)
Penjenuhan : Dengan kertas saring
Volume penotolan : Larutan A, B dan C masing-masing 15 µl
Jarak rambat : 15 cm
Penampak bercak : Cahaya UV pada 254 nm terjadi peredaman fluoresensi
28
F. Identifikasi Siproheptadin HCl
Pustaka : MA PPOM 35/OT/92
Syarat : Siproheptadin tidak boleh ada dalam obat tradisional
Prosedur :
Larutan A.
Satu dosis jamu yang telah diserbuk halus, dimasukkan ke dalam erlenmeyer
125 mL, ditambahkan 30 mLmetanol, dikocok 30 menit, lalu disaring. Filtrat
diuapkan hingga kering, ditambahkan 50 mL air, dikocok selama 30 menit, lalu
disaring. Filtrat ditampung dalam corong pisah dan dibasakan dengan natrium
hidroksida 1N sampai pH 9.Filtrat diekstraksi dengan 25 mL eter sebanyak tiga
kali.Kemudian sari eter diuapkan hingga kering dan sisa penguapan dilarutkan
dalam 5 mLmetanol.
Larutan B.
Satu dosis jamu yang telah diserbuk halus, dimasukkan ke dalam erlenmeyer
125 mL, ditambahkan 20 mg siproheptadin dan 30 mLmetanol, dikocok 30
menit, lalu disaring. Filtrat diuapkan hingga kering, ditambahkan 50 mL air,
dikocok selama 30 menit, lalu disaring. Filtrat ditampung dalam corong pisah
dan dibasakan dengan natrium hidroksida 1N sampai pH 9.Filtrat diekstraksi
dengan 25 mL eter sebanyak tiga kali.Kemudian sari eter diuapkan hingga
kering dan sisa penguapan dilarutkan dalam 5 mLmetanol.
Larutan C.
Baku siproheptadin 0,1% b/v dalam metanol.
Cara Kromatografi Lapis Tipis
Fasa Diam : Silika Gel GF 254
Fasa Gerak : i. metanol - n-butanol (60:40)
ii. sikloheksan - toluena - etanol – amonia (75:15:8:2)
penjenuhan : dengan kertas saring
Volume Penotolan : Larutan A, B, dan C masing-masing 15 µl
Jarak Rambat : 15 cm
Penampak bercak : cahaya UV 254 nm
29
G. Identifikasi CTM
Pustaka : MA PPOM 37/OT/93
Syarat : CTM tidak boleh ada dalam obat tradicional
Prosedur : satu dosis jamu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250mL, kemudian
ditambahkan 50mL air, dikocok selama kurang lebih 30 menit, disaring lalu
dibasakan menggunakan NaOH 0,1N sampai mencapai pH 10. Kemudian disari
4kali, setiap disari menggunakan 25mL kloroform. Sari klorform dikumpulkan
dan diuapkan, kemudian sisa penguapan dilarutkan dalam 5mL etanol
Cara Kromatografi Lapis Tipis
Fase Diam : Silika Gel GF 254
Fase Gerak : i. etil asetat : metanol : amonia pekat (85:10:5)
Ii benzena : dioksan : amonia pekat (65:30:5)
Iii metanol : amonia pekat (100:1,5)
Penjenuhan : kertas saring
Jarak rambat : 15 cm
Volumen penotolan : 25 µl
Penampak bercak : cahaya UV 254 nm
H. Uji Keseragaman Bobot
Pustaka : Kepmenkes No. 661/Menkes/SK/VII/1994
Prosedur :
Serbuk : timbang isi 20 bungkus satu per satu, campur ke 20 bungkus tadi dan
timbang sekaligus, kemudian hitung bobot isi rata-rata.
Pil : timbang 20 pil satu per satu, kemudian timbang ke 20 pil sekaligus,
hitung bobot isi rata-rata.
Kapsul : timbang 1 kapsul, keluarkan isi kapsul, timbang bagian cangkang-
nya, hitung bobot isi kapsul. Ulangi penetapan terhadap 19 kapsul
lain, dan hitung bobot rata-rata isi 20 kapsul.
Tablet : timbang 20 tablet satu per satu, kemudian timbang 20 tablet sekaligus,
hitung bobot isi rata-rata.
30
Adapun syarat untuk Keseragaman Bobot :
Tabel 4.1 Persyaratan Uji Keseragaman Bobot
Bobot rata-rata isiPenyimpangan terhadap bobot isi rata-rata
A (%) B (%)
Serbuk 5-10 g 8 10
Pil100-250 mg 10 20
251-500 mg 7,5 15
Kapsul< 120 mg 10 20
> 120 mg 7,5 15
Tablet
< 25 mg 15 30
26-150 mg 10 20
151-300 mg 7,5 15
> 300 mg 5 10
I. Uji Kadar Air
Pustaka : Farmakope Indonesia Edisi IV
Syarat : Kadar air tidak boleh lebih dari 10%.
Kadar air ditetapkan dengan metode titrimetri berdasarkan reaksi kuantitatif antara
ion H+ dalam air dengan pereaksi Karl Fischer yaitu larutan anhidrat belerang
dioksida dan iodium yang dilarutkan dalam piridin dan metanol.
Titrasi dilakukan secara titrasi kembali, yaitu sejumlah pereaksi berlebih
ditambahkan pada zat uji, dibiarkan beberapa lama sampai reaksi sempurna dan
kelebihan pereaksi dititrasi kembali dengan larutan baku air dalam pelarut
metanol. Metode titrasi kembali lebih sering digunakan, karena dapat mengatasi
kesulitan yang mungkin terjadi pada titrasi langsung akibat zat melepaskan airnya
perlahan-lahan.
Prosedur penetapan kadar air dilakukan dengan titrasi Karl Fischer adalah sebagai
berikut:
31
Sebanyak 25 ml metanol P. dimasukkan ke dalam labu titrasi, kemudian dititrasi
dengan pereaksi Karl Fischer hingga titik akhir secara elektrometrik. Kemudian
kurang lebih 25 mg sampel yang ditimbang seksama ditambahkan ke dalam labu
titrasi, dilanjutkan titrasi sampai titik akhir secara elektrometrik.
J. Uji Waktu Hancur
Pustaka : Farmakope Indonesia Edisi IV
Prosedur :
1. Masukkan 1 tablet/kapsul/pil pada masing-masing tabung dari keranjang.
2. Masukkan 1 cakram pada tiap tabung.
3. Gunakan air bersuhu 37 + 2o C sebagai media, kecuali dinyatakan lain
dalam monografi.
4. Jalankan alat, atur kecepatan turun-naik keranjang antara 29-32 kali tiap
menit.
5. Pada batas waktu yang tertera dalam persyaratan, angkat keranjang dan
amati sisa sampel uji.
6. Tablet harus hancur sempurna, bila 1 atau 2 tablet tidak hancur sempurna,
maka ulangi pengujian dengan menggunakan 12 tablet lainnya, tidak
kurang 16 dari 18 tablet yang diuji hancur sempurna.
Adapun persyaratan batas maksimal (waktu hancur maksimal) yang tertera
pada FI IV untuk setiap jenis produk, yaitu:
Tabel 4.2 Persyaratan Batas Waktu Hancur Sediaan
Jenis produk Batas maksimal (menit)
Serbuk -Pil < 60
Kapsul < 15
Tablet < 20, tanpa salut< 60, bersalut
4.3 Hasil Pengujian Mutu Obat Tradisional
Berikut adalah tabel hasil pemeriksaan penandaan, pengujian farmasetik,
dan pengujian kandungan kimia obat dari sampel jamu Lancar Haid dan Jamu
Gatal.
32
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Sampel Jamu Lancar Haid dan Jamu Gatal
Keterangan Kode Sampel Jamu
Pegujian Penandaan 0413-0146 OT 0413-0156 OT 0413-0145 OT 0413-0154 OTNama Dagang Ada Ada Ada AdaBentuk Sediaan Tablet kapsul tablet KapsulNomor Pendaftaran Ada Ada Ada AdaNama & Alamat Pabrik
Ada Ada Ada Ada
Nomor Batch/Kode Produksi
Ada Ada Ada Ada
Tanggal Daluarsa Ada Ada Ada AdaBobot 700 mg 550 mg 700 mg 350 mgKomposisi Ada Ada Ada AdaIndikasi/Khasiat Ada Ada Ada AdaKemasan Dus
Isi 12 tabletDus
isi 12 kapsulDus
Isi 12 tabletBotol
Isi 12kapsulKeterangan Produksi
Ada Ada Ada Ada
Persyaratan Etiket Lain
Ada Ada Ada Ada
Pemerian : Bentuk Warna
BauKonsistensi
TabletCoklat
AromatikPadat
KapsulCangkang :
MerahEkstrak : hijau
AromatikPadat
TabletCoklat muda
AromatikPadat
KapsulCangkang :
jinggaSerbuk : Kuning
AromatikPadat
Identifikasi;a.Antalginb. Asam
mefenanatc.Progesterond. Siproheptadi
n e.CTMf. Prednisong. Dexametaso
n
NegativeNegativeNegative
NegativeNegativeNegative
NegativeNegativeNegativeNegative
NegativeNegativeNegativeNegative
Keseragaman Bobota.Simpangan maks.
b. Simpangan min.
2,9 %MS
3,615 %MS
4,315 %MS
7,985 %MS
3,99 %MS
3,285 %MS
5,5 %MS
10,055 %MS
Kadar Air 7,6378 %MS
7,1195 %MS
6,7106 %MS
9,2091 %MS
Keterangan:
33
MS = Memenuhi Syarat
TMS = Tidak Memenuhi Syarat
4.4 Pembahasan Pengujian Obat Tradisional
Pengambilan sampel yang dilakukan oleh Balai Besar atau Balai POM
tidak dilakukan sembarangan.Sebelum melakukan sampling, dilakukan
penyelarasan program yang dilakukan bersama-sama kepala bidang
masing-masing. Pembicaraan ini dilakukan dengan mengacu pada target
sampel dan prioritas sampel yang harus diuji. Biasanya setiap tahun Balai
Besar atau Balai POM diberikan target sampling oleh Badan POM.
Sedangkan untuk prioritas sampling yang harus diuji mengacu pada isu-isu
yang berkembang di masyarakat, hasil temuan tahun sebelumnya dan
dugaan-dugaan.Untuk Balai Besar POM Bandung prioritas sampling
ditambahkan dengan produk-produk yang banyak beredar di Jawa Barat
dan produk-produk dari pabrik yang berada di Jawa Barat.
Pemeriksaan pada sampel obat tradisional meliputi pemeriksaan
penandaan, pemeriksaan kandungan bahan kimia obat, pemeriksaan
kualitas sediaan.
Penandaan obat tradisional bertujuan untuk membantu konsumen dan
produsen. Untuk konsumen penandaan pada obat tradisional berguna
untuk membantu agar konsumen memperoleh kejelasan tentang produk
yang akan digunakan. Sedangkan untuk produsen berguna dalam arsip
sehingga apabila terjadi kasus atau masalah pada produk tersebut maka
dapat mempermudah dilakukan pelacakan dan penarikan terhadap produk
tersebut. Salah satu pemeriksaan penandaan yang dilakukan di Balai Besar
POM adalah penandaan nomor batch (bets) atau kode produksi. Bets atau
kode produksi dilakukan sebagai alat pengawasan terhadap produk yang
telah beredar di pasaran. Apabila ada produk yang bermasalah di pasaran
maka nomor bets tersebut dapat dilakukan pelacakan dan penarikan
produk tersebut sehingga produsen tidak harus menarik semua produknya
dari pasar.
Pemeriksaan penandaan yang lainnya adalah nomor registrasi.
Pemeriksaan ini berfungsi untuk mengetahui bahwa produk tersebut telah
34
terdaftar secara resmi di Departemen Kesehatan dan atau Badan POM.Hal
ini dilakukan untuk melindungi masyarakat dari produk yang tidak resmi
yang kualitasnya diragukan dan membahayakan kesehatan masyarakat.
Persyaratan kelengkapan etiket lainnya untuk obat tradisional adalah
keterangan mengenai cara pemakaian, tanda peringatan, dosis, waktu
daluarsa dan khasiat obat tradisional tersebut. Kelengkapan etiket ini
berguna untuk menjamin keamanan penggunaan obat tradisional
tersebut.Khusus untuk obat tradisional rematik tidak boleh menjanjikan
kesembuhan penyakit rematik.
Pencantuman waktu kadaluarsa sangat penting dilakukan karena
komposisi obat tradisional terdiri dari bahan-bahan alam yang
mengandung air.Sedangkan air merupakan media terbaik untuk terjadinya
pertumbuhan mikroba.
Pemeriksaan kandungan bahan kimia obat dilakukan untuk menghindari
penambahan bahan kima obat ke dalam obat tradisional.Penambahan
bahan kimia obat ke dalam obat tradisional dilarang oleh Peraturan
Menteri Kesehatan No.246/Menkes/Per/1990. Bahan kimia obat dapat
membahayakan kesehatan konsumen karena dapat berinteraksi dengan
bahan alam yang terdapat di dalam obat tradisonal atau jamu sehingga
menimbulkan efek yang tidak diinginkan.Larangan ini dilakukan karena
bahan kimia obat (BKO), adalah kategori obat keras. Biasanya, di dalam
obat ada takaran atau dosisnya, karena obat-obat yang jumlahnya melebihi
dari dosisnya, maka akan berdampak pada kesehatan. Namun sering kali
BKO yang dicampur ke dalam obat tradisional tidak diketahui jumlahnnya,
bahkan dosis bahan kimianya bisa lebih tinggi dari obat biasa dan bila
masyarakat mengonsumsi obat tradisional atau jamu yang mengandung
BKO tersebut, akan mengalami risiko gangguan kesehatan serius, terutama
pada lambung, lever, ginjal, dan hati. Bahkan, bisa berujung pada
kematian.Oleh sebab itu Badan POM melarang penggunaan bahan kimia
obat (BKO) pada obat tradisional.
Untuk setiap jamu atau obat tradisional, pemeriksaan bahan kimia obat
yang dilakukan berbeda-beda.Pemilihan bahan kimia obat yang diperiksa
35
tergantung pada adanya kemiripan indikasi antara obat tradisional dengan
bahan kimia obat tersebut. Sebagai contohnya untuk obat-obat lancar haid
maka ada kemungkinan ditambahkan zat-zat antinyeri ke dalamnya, bahan
kimia obat tersebut di pasaran.Apabila bahan kimia obat tersebut langka di
pasaran maka kemungkinan kecil bahan kimia obat tersebut dimasukkan
ke dalam sediaan obat tradisional atau jamu. Pemeriksaan bahan kimia
obat yang terkandung di dalam obat tradisional juga dilakukan dengan
menggunakan KLT, apabila terdapat sampel obat tradisional yang diduga
positif mengandung BKO, maka perlu dilakukan pengujian KLT kembali
dengan menggunakan pengembang yang berbeda. Apabila ternyata dengan
menggunakan pengembang kedua hasilnya positif, maka pengujian
dilanjutkan dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis. Apabila hasil
pengujian dengan spektrofotometri ternyata positif, maka untuk
mengkonfirmasi benar atau tidaknya bercak tersebut adalah BKO,
dilakukan pengujian dengan menggunakan KCKT.
Pada pengujian BKO dalam sampel jamu lancar haid dan jamu gatal,
semua sampel menunjukkan hasil tidak mengandung BKO seperti
antalgin, asam mefenamat, progesterone, prednison, dexametason,
siproheptadin, dan CTM, ini dapat dibuktikan dengan tidak adanya bercak
dengan nilai Rf yang sama dengan baku.
Pada pengujian Waktu Hancur, semua sampel yang diuji (jamu lancar haid
dan jamu gatal) memenuhi persyaratan.Hal ini dapat dibuktikan dari hasil
yang didapat bahwa tidak ada satupun sampel yang tersisa setelah waktu
maksimal pengujian.
Pengujian Keseragaman Bobot dilakukan untuk menguji mutu obat
tradisional.Keseragaman bobot perlu dilakukan karena bobot sediaan
berhubungan dengan khasiat dan dosis sediaan. Persyaratan keseragaman
bobot sering tidak memenuhi syarat karena masih banyak industri obat
tradisional yang masih berupa home industry sehingga proses
pengemasannya masih sederhana semua sampel yang diuji memenuhi
persyaratan. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil yang didapat bahwa tidak
satupun sampel yang menyimpang.
36
Pada pengujian Kadar Air, semua sampel yang diuji (jamu lancar haid dan
gatal) memenuhi persyaratan. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil yang
didapat bahwa tidak satupun sampel jamu yang memiliki kadar air diatas
10%. Pengujian ini dilakukan karena kadar air dalam sediaan obat
tradisional diatas 10% dapat berpotensi untuk tumbuhnya mikroorganisme.
BAB V
PEMBAHASAN
Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) merupakan lembaga
pemerintah non departemen (LPND) yang bertanggung jawab langsung kepada
Presiden dan dikoordinasikan oleh Menteri Kesehatan.Balai Besar POM Bandung
adalah salah satu Unit Pelaksana Teknis Badan POM yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala Badan. Balai Besar POM di Bandung dipimpin
oleh seorang Kepala Balai dan merupakan Balai Besar tipe A.Balai Besar POM
(BBPOM) di Bandung bertugas melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan
produk terapetik, narkotik, psikotropik dan zat adiktif lain, obat tradisional,
kosmetik, produk komplemen, serta keamanan pangan dan bahan berbahaya.
Salah satu bidang yang berada di bawah BBPOM di Bandung
adalahBidang Pengujian Produk Teranokoko (terapetik, narkotik, obat tradisional,
kosmetik, dan produk komplemen)yang dikepalai oleh seorang apoteker sebagai
Kepala Bidang yang dibantu tiga orang penyelia, yaitu penyelia pengujian produk
terapetik, penyelia obat tradisional dan kosmetik, serta penyelia alat kesehatan dan
perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT). Bidang Pengujian Produk
Teranokoko (terapetik, narkotik, obat tradisional, kosmetik, dan produk
komplemen) bertugas melaksanakan penyusunan rencana dan program serta
evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pengujian secara laboratorium
(fisika dan kimia), serta penilaian mutu produk-produk, yaitu terapetik, narkotika,
obat tradisional, kosmetik, alat kesehatan, perbekalan kesehatan rumah tangga dan
produk komplemen.tugas lainnya yaitu melakukan pengujian permintaan dari
pihak ketiga.
Dengan adanya pengawasan diharapkan masyarakat terlindungi dari produk-
produk yang TMS (Tidak Memenuhi Syarat) yang beredar dipasaran.Namun tidak
semua obat yang beredar dapat diperiksa karena keterbatasan waktu, sumber daya
manusia, dan fasilitas sehingga ditetapkan prioritas sampling obat yang akan diuji.
Karena itu Badan POM membuat suatu acuan untuk prioritas sampling sehingga
hasil yang diperoleh sesuai dengan target waktu dan memberikan hasil yang
optimal. Secara umum prioritas obat yang diuji adalah obat yang mempunyai
37
38
probabilitas yang tinggi akan resiko efek samping yang tidak diinginkan, produk
yang luas penggunaannya, dan obat yang sering ditemukan tidak memenuhi syarat
pada tahun sebelumnya.
Sampel untuk pengujian berasal dari pengambilan sampel (sampling) yang
dilakukan oleh bagian pemeriksaan, yaitu pengambilan sampel rutin yang telah
direncanakan tiap tahunnya, pengambilan sampel khusus (karena kasus tertentu)
dan sampeldari permintaan pihak ketiga. Sampel-sampel permintaan pihak
ketigadiperoleh dari berbagai sumber, seperti dari polisi, perusahaan, perorangan,
atau instansi tertentu.
Sampel yang diperoleh dari bagian pemeriksaan dibawa ke bagian
administrasi untuk dilakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen terhadap sampel
yang akan diuji. Sampel selanjutnya diserahkan ke Laboratorium Pengujian
Produk Terapetik, Narkotik, Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplemen/Teranokoko yang disertai form tanda terima sampel yang akan diuji
dan diperiksa kelengkapannya. Sampel diuji sesuai dengan dan parameter
pengujian yang tertera pada monografi seperti kadar zat aktif, keseragaman
sediaan, dan disolusi, kecuali untuk obat-obat permintaan, parameter pengujian
yang dilaksanakan disesuaikan dengan permintaan. Hasil pengujian dilaporkan
kepada penyelia lalu dilanjutkan kepada kepala bidang, kemudian dari kepala
bidang diserahkan keAdministrasi Pengujian (Manajemen Administrasi) dan
kepala Balai Besar POM, dari Manajemen Administrasi dilaporkan ke Badan
POM atas hasil persetujuan dari kepala Balai Besar POM. Berdasarkan hasil
pengujian yang dilaporkan tersebut, Badan POM akan menetapkan tindak lanjut
terhadap produk yang TMS, apakah produsen harus diberi peringatan, produk
harus ditarik dan lain-lain.
Dalam penetapan standar mutu obat, Farmakope Indonesia IV digunakan
sebagai standar persyaratan mutu obat. Bila monografinya belum tercantum dalam
Farmakope Indonesia, digunakan farmakope dari Negara lain seperti United States
Pharmacopeia, British Pharmacopeia (BP), Farmakope Jepang, Farmakope Cina,
atau pedoman lain serta Metode Analisis PPOMN (MA PPOMN), persyaratannya
mengikuti buku resmi yang digunakan.
39
Parameter pengujian yang harus dilakukan tergantung dari masing-masing
jenis sediaan (tablet, kapsul, sirup, injeksi, dan lain-lain) antara lain meliputi
pemerian, identifikasi, kadar air, disolusi, keseragaman sediaan, waktu hancur,
penetapan kadar, isi minimum, volume terpindahkan. Sebelum melakukan
pengujian, prosedur pengujian dari masing-masing parameter harus diperhatikan
untuk memastikan apakah prosedur telah sesuai dengan jenis sediaan yang diuji
seperti yang tertera pada etiket/brosur, berapa jumlah sampel yang digunakan
untuk pengujian, kebenaran pereaksi yang digunakan (kadar, normalitas, dan lain-
lain), persyaratan, kriteria penerimaan serta interpretasi hasil pengujian. Seluruh
hasil pengujian akan didokumentasikan yang dicatat dalam lembar Catatan
Pengujian (CP).
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari Praktek Kerja Profesi Apoteker yang telah dilakukan di Bidang
Pengujian Produk Terapetik, Narkotik, Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk
Komplemen Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan, dapat disimpulkan:
1. Balai Besar POM Bandung merupakan unit pelaksana teknis di bidang
pemeriksaan obat dan makanan yang bertanggung jawab secara teknis
kepada Kepala Badan POM. Balai Besar POM Bandung terdiri dari
Bidang Pengujian Produk Terapetik, Narkotika dan psikotropika, Obat
tradisional, Kosmetika dan Produk Komplemen; Bidang Pengujian
Pangan dan Bahan Berbahaya; Bidang Pengujian Mikrobiologi;
Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan; Bidang Sertifikasi dan Layanan
Informasi Konsumen; Sub Bagian Tata Usaha dan Kelompok Jabatan
Fungsional.
2. Sasaran pengawasan Badan POM mencakup pelaksanaan pemeriksaan
setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan sarana produksi,
distribusi dan instansi kesehatan di bidang produk terapetik, narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik dan produk
komplemen yang berada di daerah cakupan kerja Balai Besar POM
Bandung.
3. Pengujian mutu obat merupakan salah satu bentuk pengawasan yang
dilakukan oleh Balai Besar POM yang dilakukan oleh Bidang
I,pengujian produk terapetika, narkotika, obat tradisional, kosmetik
dan produk komplemen (teranokoko). Pengujian obat difokuskan pada
segi mutu produk.
4. Di Bidang Pengujian Teranokoko, pengujian mutu terhadap parameter-
parameter dalam pemenuhan persyaratan masing-masing zat uji atau
sampel merupakan salah satu bentuk nyata pengawasan Balai Besar
POM untuk memastikan bahwa produk yang beredar di masyarakat
merupakan produk yang aman, bermutu, dan berkhasiat.
40
41
5. Berdasarkan hasil pengujian di Laboratorium Pengujian Produk
Terapetik terhadap mutu produk allopurinol, amlodipin, asetosal dan
parasetamol, diketahui bahwa produk yang diuji telah memenuhi
syarat.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil kerja praktek kerja profesi apoteker di Balai Besar POM
Bandung maka penulis menyarankan beberapa hal sebagai pertimbangan demi
peningkatan kinerja di Bidang Pengujian Produk Terapetik, Narkotika, Obat
Tradisional, Kosmetika, dan Produk Kompemen.
Hal-hal tersebut, yaitu:
a. Melengkapi, menambah kuantitas, dan memperbaiki sistem penyimpanan
peralatan laboratorium.
b. Memperbaharui daftar nama-nama zat yang terdapat pada penyimpanan bahan
baku.
c. Menambah kuantitas sumber daya manusia (penguji) di laboratorium.
d. Hasil pemeriksaan produk obat dan makanan perlu diinformasikan kepada
masyarakat terutama produkyang tidak memenuhi syarat,sehingga masyarakat
dapat terhindar dari produk-produk yang mutu dan keamanannya tidak
terjamin.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2001. Keputusan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Nomor 05018/SK/KBPOM tentang Organisasi dan Tata
Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan
Makanan. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi
IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Obat dan Makanan Nomor 05018/SK/KBPOM tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2001. Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan.Balai Besar POM. Bandung.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2009.Suplemen Farmakope Indonesia IV.Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.661/Menkes/ SK/VII/1994 tentang Persyaratan Obat Tradisional.
Keputusan Presiden No. 3 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga PemerintahNon Departemen.
42
KEPALABADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
INSPEKTORAT
BALAI/BALAI BESAR POM
LAMPIRAN 1
STRUKTUR ORGANISASI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANANREPUBLIK INDONESIA
43
SEKRETARIAT UTAMABiro Perencanaan dan Keuangan
Biro Kerjasama Luar Negeri
Biro Hukum dan Humas
Biro Umum
Pusat Penyidikan Obat dan Makanan
Pusat Riset
Obat dan Makanan
Pusat Informasi Obat dan Makanan
Deputi IBidang Pengawasan
Produk Terapeutik dan Napza
Dit Penilaian Obat dan Produk Biologi
Dit Standardisasi Produk Teurapetik dan PKRT
Dit. Pengawasan Produk Terapeutik dan PKRT
Dit. Pengawasan Distribusi Produk Terapeutik dan PKRT
Dit. Pengawasan Narkotika, Psikotropika, dan Zat aditif
Kel. Jabatan Fungsional
Deputi IIBidang Pengawasan Obat
Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen
Dit. Penilaian OT, Suplemen Makanan, dan Kosmetik
Dit. Standardisasi OT, Kosmetik dan Produk Komplemen
Dit. Inspeksi dan Sertifikasi OT, Kosmetik dan Produk Komplemen
Direktorat Obat Asli Indonesia
Deputi IIIBidang Pengawasan
Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Dit. Penilaian Keamanan Pangan
Dit. Standardisasi Produk Pangan
Dit. Inspeksi dan Sertifikasi Produk Pangan
Dit. Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan
Dit. Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya
Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional
44
LAMPIRAN 2
FUNGSI DAN TUGAS BBPOM (PENGAWASAN OMKABA)
44
LAMPIRAN 3
STRUKTUR ORGANISASI BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN BANDUNG
45
BIDANG PENGUJIAN PRODUK TERAPETIK, NARKOTIK, OBAT
TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLIMEN
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
SUB BAGIAN TATA USAHA
BIDANG PENGUJIAN PANGAN DAN BAHAN
BERBAHAYA
BIDANG PENGUJIAN
MIKROBIOLOGI
BIDANG PEMERIKSAAN
DAN PENYIDIKAN
BIDANG SERTIFIKASI DAN LAYANAN
INFORMASI KONSUMEN
SEKSI PEMERIKSAAN
SEKSI SERTIFIKASI
SEKSI PENYIDIKAN
SEKSI LAYANAN INFORMASI KONSUMEN