7

Click here to load reader

lap1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: lap1

1

PENGARUH RANGSANG BERKUMUR DAN MENGUNYAH

TERHADAP SEKRESI SALIVA

Juwita Raditya Ningsih

(07/252184/KG/8196)

Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

_____________________________________________________________

ABSTRACT

Saliva have many important role in the mouth. One of them is its ability in self

cleansing and its capability as buffer agent to neutralized acidity or alkalis condition.

The main purpose in this experiment is in order to understand the effect of gurgling,

masticate, and acid in stimulated flow rate of the saliva.There were 7 probandus. All of

them doing secrete saliva without stimulation, gurgling stimulation, masticate dan

acidity stimulation. This secretion is then measure in pH and volume. After analyzed,

known that saliva flow rate without secretion follow cardian rhythm. Gurgling, masticate

and acidity will increase saliva flow rate. In mastication stimulation show that soft food

stimulate saliva more than hard food.

Keyword : saliva, flow rate, pH

___________________________________________________

A. PENDAHULUAN

Saliva memiliki peran yang sangat penting di dalam rongga mulut, diantaranya

berperan untuk membantu melumatkan makanan. Saliva mengandung musin, suatu

glikoprotein yang berfungsi untuk melumaskan makanan (Ganong, 1995). Dalam proses

pencernaan secara kimiawi, saliva juga memiliki peranan. Saliva mengandung 2 enzim

pencernaan: lipase lingualis yang disekresikan oleh kelenjar pada lidah dan ptialin, yang

disekresi oleh glandula salivarius (Ganong, 1995). Kedua enzim ini membantu proses

pemecahan lemak dan karbohidrat menjadi bentuk yang lebih sederhana. Saliva

membantu proses berbicara dengan memfasilitasi gerakan bibir dan lidah serta menjaga

mulut dan gigi bersih (Ganong, 1995). Mekanisme pembersihan yang dilakukan oleh

saliva dikenal sebagai self cleansing. Saliva juga bertindak sebagai pelarut bagi molekul

yang merangsang kuncup pengecapan (Ganong, 1995). Karenanya nasi yang dikunyah

agak lama, sampai benar-benar lumat akan memberikan rasa manis pada lidah. Sebagai

pertahanan di dalam rongga mulut saliva memiliki sejumlah kerja antibakteri (Ganong,

1995). Saliva membantu mengatur dan meningkatkan sistem pertahanan tubuh utama

dalam melindungi jaringan rongga mulut (Harris, 2004).

Mekanisme sekresi saliva dimulai dengan adanya stimulus (rangsang) yang akan

diterima oleh mukosa rongga mulut sehingga mengaktifkan serabut saraf sensorik untuk

di teruskan ke sistem saraf pusat, yakni otak dimana stimulus akan diolah untuk

Page 2: lap1

2

menentukan respon, yang akan dikirim melalui serabut saraf motorik menuju ke efektor

dalam hal ini adalah glandula salivarius sehingga menimbulkan respon berupa sekresi

saliva.

Menurut Guyton (1995) dikatakan bahwa kelenjar utama saliva adalah glandula

parotidea, submandibularis, dan sublingualis, disamping glandula bukalis yang kecil.

Sekresi saliva setiap hari dalam keadaan normal berkisar antara 1000-1500 ml. Saliva

mempunyai pH antara 6,0 – 7,4, suatu batas yang baik sekali untuk kerja pencernaan

enzim ptialin. Volume dan pH saliva dapat mengalami perubahan dari kondisi normalnya

apabila terdapat suatu stimulus baik stimulus mekanis, khemis, olfaktorius, neural.

Kondisi yang tidak normal dari sistem tubuh baik secara fisik dan fisiologis juga dapat

berpengaruh pada perubahan volume dan pH saliva. Makanan dalam mulut

menyebabkan sekresi refleks bagi saliva dan juga rangsangan serabut aferen vagus pada

ujung lambung dari esofagus (Ganong,1995).

Penurunan fungsi kelenjar saliva dan saliva itu sendiri, menurut Jornet (2006)

dikatakan bahwa apabila terjadi hipofungsi dari kelenjar saliva, biasanya akan diikuti

perubahan dalam fungsi oral, termasuk kesulitan untuk makan, menelan atau bicara, dan

bahkan perubahan sensasi rasa.

Pengaruh lokal akibat penurunan volume sekresi saliva akan mampu

mengakibatkan mulut kering. Pasien defisiensi saliva (xerostomia) mempunyai insidens

karies dentis lebih tinggi dari normal (Ganong,1995). Mulut kering yang juga dapat

berdampak pada bau mulut akibat peranan saliva sebagai self cleansing tidak berjalan

dengan semestinya. Kekakuan mukosa rongga mulut yang akan berdampak pada ulkus

juga sering terjadi pada penderita xerostomia. Sedangkan pengaruh sistemis hipofungsi

kelenjar saliva maupun penurunan volume atau kapasitas saliva dapat pada sistem

pencernaan dan sistem imun.

Salah satu tujuan penting dilakukannya praktikum ini adalah untuk memahami

pengaruh rangsang berkumur dan mengunyah terhadap sekresi saliva.

B. BAHAN DAN CARA

Alat yang digunakan pada praktikum Pengaruh Rangsang Berkumur dan

Mengunyah terhadap Sekresi Saliva yaitu pot untuk menampung saliva, pH meter,

syringe with needle, stopwatch, dan kertas tisu Sedangkan bahan yang digunakan yaitu

bahan kumur aquabides atau double distilled water, makanan lunak yaitu pisang, serta

makanan yang keras yaitu apel.

Page 3: lap1

3

Praktikum dilakukan untuk mengetahui perbedaan volume dan pH dari saliva

setelah diperlakukan dengan berbagai stimulasi, dan berdasarkan stimulasi mengunyah,

probandus dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang mengunyah makanan

keras berupa apel, dan makanan lunak berupa pisang. Pada dasarnya, semua probandus

melakukan empat percobaan yaitu

a. Tanpa Stimulasi

Percobaan pertama untuk mengukur volume dan pH saliva tanpa stimulasi,

probandus berdiri tegak lurus terhadap lantai dan mengumpulkan saliva selama 5

menit, lalu saliva tersebut ditampung dalam pot saliva, kemudian saliva di aspirasi

dengan syringe with needle untuk mengetahui volumenya, saliva tersebut dikembalikan

kedalam pot saliva untuk diukur pH-nya menggunakan pH meter.

b. Stimulasi Berkumur

Lima belas menit kemudian dilakukan percobaan untuk mengukur volume dan

pH saliva dengan stimulasi berkumur, probandus berdiri tegak dan berkumur dengan

10 ml aquabides selama 1 menit, setelah itu saliva dikumpulkan selama 10 detik untuk

kemudian ditampung di pot saliva untuk pengukuran volume dan pH.

c. Stimulasi Mengunyah

Lima belas menit kemudian dilakukan percobaan untuk mengukur volume dan

pH saliva dengan stimulasi mengunyah (kelompok pertama mengunyah apel dan

kelompok kedua mengunyah pisang) selama 5 menit. Probandus berdiri tegak lurus

terhadap lantai dan mengumpulkan saliva selama 10 detik untuk kemudian ditampung

di pot saliva, dan selanjutnya saliva di aspirasi dengan syringe with needle untuk

mengetahui volumenya, kemudian dikembalikan ke pot saliva untuk diukur pH-nya

d. Stimulasi Asam Sitrun

Lima belas menit kemudian dilakukan percobaan untuk mengukur volume dan

pH saliva dengan stimulasi asam sitrun, dimana probandus berkumur dengan 10 ml

aquabides selama 1 menit, setelah itu lidah ditetesi asam sitrun sampai timbul persepsi

pengecapan kemudian saliva dibuang. Probandus berdiri tegak dengan lantai dan

mengumpulkan saliva selama 10 detik untuk kemudian ditampung di pot saliva, dan

selanjutnya saliva di aspirasi dengan syringe with needle untuk mengetahui volumenya,

dan dikembalikan ke pot saliva untuk diukur pH-nya.

C. HASIL PENGAMATAN

Page 4: lap1

4

Berdasarkan hasil pengukuran volume dan pH saliva pada praktikum Pengaruh

Rangsang Berkumur dan Mengunyah terhadap Sekresi Saliva, didapatkan hasil seperti di

bawah ini:

Tabel 1. Rata-rata volume dan pH saliva pada probandus yang mengunyah makanan

keras (apel)

A B C1 C2 D

Ph 7,68 7,79 8,48 7,82 7,65

Volume (ml)

per menit

0,56 0,3 0,14 0,32 0,28

Keterangan:

A = Tanpa stimulasi C2 = Stimulasi pengunyahan (lunak)

B = Stimulasi berkumur D = Stimulasi Asam Sitrun

C1 = Stimulasi pengunyahan (keras)

D. PEMBAHASAN

Dari hasil percobaan didapatkan bahwa volume saliva tanpa stimulasi sebesar

0,56 ml/menit. Hal ini sesuai dengan teori Guyton (1995) yang mengungkapkan bahwa

dalam keadaan basal, 0,5-1 ml/ menit saliva disekresi , yang bersifat mukosa sehingga

hampir disekresi setiap saat.

Stimulasi berkumur menimbulkan laju sekresi saliva sebesar 0,3 ml/menit.

Berkumur merupakan stimulasi mekanis yang mampu meningkatkan laju sekresi saliva

normal. Menurut Harris (2004) dikatakan bahwa laju saliva yang disekresi dari kelenjar

saliva secara normal mengikuti ritme circadian, dengan laju tertinggi pada tengah hari

dan terendah sekitar jam empat pagi.

Volume saliva yang diukur setelah stimulasi mengunyah apel , laju sekresi saliva

sebesar 0,14ml/ menit, dan 0,32 ml/ menit untuk stimulasi mengunyah apel. Pada

kelompok yang memakan makanan yang lunak (pisang) saliva lebih banyak keluar

daripada kelompok yang memakan makanan yang keras (apel). Guyton (1995)

menyatakan bahwa rangsang taktil tertentu, seperti adanya objek yang halus dalam mulut

menyebabkan salivasi yang nyata, sedangkan objek yang kasar menyebabkan salivasi

yang lebih sedikit dan malahan kadang-kadang menghambat sekresi saliva (Guyton,

1995). Hal ini menunjukkan kesesuaian antara hasil praktikum dengan teori.

Untuk jumlah volume saliva dengan stimulasi asam sitrun, didapatkan jumlah

volume yang besar yakni 0,28 , hal ini sesuai dengan teori Guyton (1995) bahwa

Page 5: lap1

5

sebagian besar rangsang kecap, khususnya rasa asam, menimbulkan sekresi saliva dalam

jumlah besar.

Dari hasil percobaan diketahui bahwa laju sekresi saliva tanpa stimulasi justru

paling tinggi dibandingkan yang terstimulasi. Alasan yang paling tepat untuk hasil ini

adalah karena pada perlakuan tersebut sekresi dilakukan selama 5 menit sedangkan yang

lain hanya 1 menit. Sekresi saliva selama 5 menit akan membuat saliva terkumpul di

dalam rongga mulut lebih lama. Terdapatnya kumpulan saliva di dalam rongga mulut

bisa jadi juga merupakan suatu stimulasi sehingga mendorong saliva disekresi lebih

banyak lagi.

Menurut Greenberg (2003) dikatakan bahwa laju aliran saliva dipengaruhi oleh

banyak faktor. Posisi, hidrasi, variasi diurnal, dan waktu sejak stimulasi bisa

mempengaruhi aliran saliva. Sekresi saliva juga lebih besar ketika berdiri daripada ketika

duduk, dan lebih besar lagi ketika berbaring telentang, dengan perubahan postural ini

pararel dengan perubahan di dalam tekanan darah sistemik (Harris, 2004).

Hasil pengukuran pH pada percobaan di atas berturut-turut 7,65 (stimulasi asam

sitrun), 7,68 (tanpa stimulasi), 7,79 (stimulasi berkumur), 7,82 (stimulasi makanan keras)

dan 8,48 (stimulasi makanan lunak). Konsentrasi berbagai komponen saliva yang

dikeluarkan oleh kelenjar berhubungan erat dengan laju sekresi. Rangsangan laju sekresi

oleh stimulan meningkatkan konsentrasi dari beberapa unsur dan berkurang untuk yang

lainnya. Stimulasi dari kelenjar parotis menyebabkan peningkatan kalsium, natrium,

klorid, bikarbonat, dan pH (Harris, 2004). Meskipun terdapat berbagai stimulasi sekresi

saliva, dapat dilihat bahwa pH saliva yang terukur berada dalam rentang netral, meski

terdapat sedikit perbedaan. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa saliva

berfungsi menetralkan dan sebagai bufer yang sangat efektif untuk mengurangi sifat

kariogenik makanan (Amerongen, 1992). Sebaliknya jika terjadi kelainan fungsi kelenjar

saliva yang mengakibatkan kapasitas buffer saliva berkurang akan meempercepat

pembentukkan kalkulus jika saliva masih bertahan dalam kondisi basa. Menurut

Ismiyatin (2003), pH saliva ditentukan oleh perbandingan antara asam dan konjugasi

basa. Kapasitas bufer saliva terutama ditentukan oleh kandungan bikarbonat. Sedangkan

fosfat, protein, amoniak dan urea merupakan tambahan sekunder pada kapasitas bufer.

E. KESIMPULAN

Pada praktikum Pengaruh Rangsang Berkumur dan Mengunyah terhadap Sekresi

Saliva, dapat disimpulkan bahwa:

Page 6: lap1

6

1. Laju aliran saliva dan pH pada saat tidak distimulasi memiliki jumlah tertentu, dan

mengikuti ritme cardian, yang jumlahnya lebih rendah dibanding saliva dengan

adanya stimulasi.

2. Sekresi saliva yang terstimulasi dengan pengunyahan makanan lunak, volume

sekresinya lebih besar dari sekresi yang terstimulasi oleh makan keras.

3. Stimulasi khemis berupa asam dapat meningkatkan volume sekresi saliva.

4. Saliva memiliki kapasitas buffer yang mampu mempertahankan pH saliva dalam

rentang netral

DAFTAR PUSTAKA

Amerongen A.V.N., Michels L.F.E., Poukema P.A., Veerman E.C., l992, Ludah dan

Kelenjar Ludah arti bagi kesehatan gigi, Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta.

Ganong, W.F., 1995, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta.

Guyton, A.C., 1995, Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, EGC, Jakarta.

Harris, N.O., & Godoy, F.G., 2004, Primary Preventive Dentistry, 6th

ed, Pearson

Education Inc., New Jersey

Ismiyatin, K., 2003, Perbedaan Efektivitas Buffer Saliva Penderita Karis Rendah dan

Tinggi Sebelum dan Setelah Penumpatan, Jurnal Penelitian Medika Eksakta,

Vol. 4 (1): 7−16.

Jornet P.L., Alonso, F.C., & Fenoll, A.B., 2006, A simple test for salivary gland

hypofunction using Oral Schirmer’s test. J Oral Pathol Med, 35: 244–8.

Page 7: lap1

7

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOLOGI MULUT III

PENGARUH RANGSANG BERKUMUR DAN MENGUNYAH

TERHADAP SEKRESI SALIVA

Disusun oleh :

Nama : Juwita Raditya Ningsih

N I M : 07/252184/KG/08196

Kelompok : C3

Hari/tanggal : Kamis, 3 Maret 2010

BAGIAN BIOLOGI MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2010