Upload
wulan-ulan-dari
View
261
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
anak
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang1,2
Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-
mata di sebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.
Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan
oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal
pembuluh darah otak yang
menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang
mengalami oklusi. Munculnya tanda dan gejala fokal atau global pada stroke
disebabkan oleh penurunan aliran darah otak. Oklusi dapat berupa trombus,
embolus, atau tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada salah
satu daerah percabangan pembuluh darah di otak tersebut. Stroke hemoragik dapat
berupa perdarahan intraserebral atau perdarahan subrakhnoid.
Menurut taksiran WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit
stroke tahun 2011. Dari jumlahtersebut 5,5 juta jiwa telah meninggal dunia.
Penyakit darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di
dunia. Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan
kanker. Sebanyak 28,5% penderita meninggal dunia dan sisanya menderita
kelumpuhan sebagian atau total. Hanya15% saja yang dapat sembuh total dari
serangan stroke dan kecacatan.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Stroke2
Stroke berdasarkan definisi WHO adalah suatu tanda klinis yang
berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-
gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.3 Sebagian
besar stroke disebabkan tersumbatnya aliran darah otak yang menyebabkan
iskemiknya jaringan otak, hanya sekitar 13% penderita stroke termasuk
dalam kategori stroke hemoragik.
Terdapat 2 jenis stroke hemoragik, perdarahan intraserebral dan
perdarahan subarachnoid. Perdarahan pada otak lainnya, epidural hematom
dan subdural hematom. Namun perdarahan otak ini disebabkan trauma
kapitis.
2.2. Epidemiologi Stroke1,6
Menurut WHO, 15 juta orang menderita stroke setiap tahun. 5 juta
dari penderita tersebut meninggal, dan 5 juta lainnya mengalami disabilitas
permanen. Stroke merupakan penyebab kematian keempat di Amerika. Sejak
tahun 2001 hingga 2011, angka kematian stroke menurun 21,2%. Hal ini
disebabkan usaha usaha yang dilakukan untuk menurunkan tekanan darah
dan merokok. Akan tetapi, angka stroke secara keseluruhan masih tinggi
disebabkan populasi usia yang semakin meningkat usianya.
Setiap tahun di Amerika Serikat, 795.000 orang mengalami stroke
baru dan rekuren. Pada tahun 2011, setiap 1 dari 20 kematian disebabkan
oleh stroke. Setiap 40 detik, 1 orang mengalami stroke, dan setiap 4 detik, 1
orang meninggal akibat stroke.
2
Pada survey tahun 2005, 93% responden mengetahui bahwa rasa
kebas pada sebagian tubuh secara tiba-tiba merupakan salah satu gejala
stroke. Hanya 38% yang menyadari semua gejala stroke dan mencari
pertolongan pertama. Telah diketahui bahwa pasien yang tiba di ruang gawat
darurat dalam waktu 3 jam sejak gejala pertama cenderung untuk mempunyai
lebih sedikit disabilitas dalam 3 bulan daripada yang menerima pertolongan
lebih lambat. Di Indonesia, prevalensi stroke meningkat dari 8,3 per 1.000
penduduk (tahun 2007) menjadi 12,1 per 1.000 penduduk (2013). Prevalensi
stroke pada pria sama banyaknya dengan wanita. Prevalensi penyakit stroke
pada kelompok tertinggi pada usia di atas 75 tahun (43,1‰).
2.3. Faktor Risiko Stroke Hemoragik2,4
2.3.1.Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi
Usia, jenis kelamin, ras, etnis, dan keturunan diketahui merupakan
pertanda risiko stroke. Walaupun faktor risiko ini tidak dapat dimodifikasi,
apabila diketahui adanya faktor risiko ini, memungkinkan untuk diidentifikasinya
pasien dengan risiko yang tinggi, sehingga dapat dilakukan terapi yang lebih cepat
terhadap faktor risiko yang dapat dimodifikasi.
Usia merupakan faktor risiko tunggal yang berperan pada penyakit stroke.
Setiap kenaikan 10 tahun setelah usia 55 tahun, risiko stroke meningkat dua kali
pada pria dan wanita. Insidens stroke ditemukan 1,25 lebih banyak pada pria.
Peningkatan insidens stroke dalam keluarga disebabkan karena beberapa
hal, antara lain, kecenderungan genetik, dan paparan lingkungan atau gaya hidup
yang mirip. Pada penelitian Framingham, menunjukkan bahwa riwayat dari ayah
dan ibu berhubungan dengan peningkatan risiko stroke. Risiko stroke juga
meningkat apabila ditemukan saudara derajat satu mempunyai penyakit jantung
koroner atau stroke sebelum usia 55 tahun (laki-laki) atau 65 tahun (wanita).
Riwayat seseorang pernah mengalami gejala stroke (TIA/Transient
ischemic attack) meningkatkan risiko 10 kali dibandingkan seseorang yang tidak
3
memiliki riwayat stroke. Riwayat penyakit jantung sebelumnya juga memiliki
risiko yang sama.
Pada usia tua, salah satu faktor risiko yang paling penting adalah adanya
amiloid angiopati. Amiloid angiopati serebral (CAA) disebabkan karena mutasi
pada protein prekursor amiloid atau gen protein sistatin C yang diturunkan dengan
pola autosomal dominan. Amiloid angiopati sering asimptomatik, tetapi
merupakan penyebab penting terjadinya perdarahan intraserebral lobaris pada
pasien usia tua.
2.3.2. Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi lainnya yang diketahui
menyebabkan ICH adalah hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, penggunaan
kronik alkohol, kokain, antikoagulan, dan terapi trombolitik. Adanya malformasi
vaskular, aneurisma, vaskulitis, dan keganasan intrakranial juga merupakan faktor
risiko terjadinya stroke hemoragik.
Hipertensi adalah faktor risiko yang paling kuat dan sering memicu ICH.
Lebih dari 12,7 juta penderita stroke juga menderita hipertensi. Pada kasus stroke
hemoragik, sekitar 60% kasus ICH menderita hipertensi. Risiko ICH diketahui
meningkat berhubungan dengan tingkat tekanan darah sistolik. Hipertrofi
ventrikel kiri juga berhubungan dengan peningkatan stroke hemoragik sebanyak
dua sampai tujuh kali.
Rendahnya sosioekonomi, penyakit mental, dan stres psikososial juga
merupakan faktor risiko stroke. Sosioekonomi rendah diketahui berhubungan
dengan peningkatan risiko stroke. Depresi, adanya stres hidup kronik, dan
gangguan panik meningkatkan risiko terjadinya stroke. Obat-obatan lain seperti
kontrasepsi oral dan terapi pengganti hormon juga meningkatkan risiko stroke.
Faktor risiko lainnya, yaitu konsumsi alkohol, diketahui apabila konsumsi alkohol
satu hinggadua gelas per hari dapat menurunkan risiko sebanyak 30%. Namun,
peminum berat dapat merusak miokardium.
4
Koagulopati yang menyebabkan perdarahan disebabkan karena kurangnya
faktor pembekuan atau adanya kelainan pada hepar. Koagulopati yang
menyebabkan ICH biasanya terjadi karena penggunaan antikoagulan, antagonist
platelet, dan obat lainnya yang bersifat antikoagulan. Tingginya kadar kolesterol
total, LDL, dan trigliserida, dan rendahnya kadar kolesterol HDL meningkatkan
risiko stroke. Hal yang sama juga terjadi pada merokok. Merokok secara pasif
merupakan faktor risiko tambahan untuk stroke. Kurangnya aktivitas fisik akan
meningkatkan risiko stroke dan PJK sebanyak 50%.
2.4. Patofisiologi Stroke Hemoragik.11,12,14
Aneurisma intrakranial merupakan lesi yang didapatkan pada 1-6%
pemeriksaan postmortem. Sebagian besar aneurisma ini tidak ruptur dan tetap
tidak terdiagnosis. Sekitar 27.000 kasus perdarahan subarakhnoid baru akibat
rupture aneurisma terjadi setiap tahun (sekitar 5-15%). Rupturnya aneurisma ini
tidak diketahui secara jelas, namun berhubungan dengan hipertensi dan merokok.
Merokok dan hipertensi diketahui menyebabkan defek struktural dengan
menginduksi perubahan endovaskular, terutama di bagian tunika media, yang
menyebabkan kelemahan fokal pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan
aneurysmal ballooning pada bifurkasio arteri.
5
Lokasi paling sering terjadinya aneurisma serebri pada daerah sekitar arteri
kommunikans anterior dan arteri serebri anterior, pada percabangan dekat arteri
serebri media dan percabangan antara arteri basiler dan arteri serebri posterior.
Terjadinya perdarahan parenkim otak pada aneurisma tersebut merupakan
perdarahan intraserebral. Perdarahan intraserebral terdiri dari tiga fase, (1)
perdarahan awal, (2) ekspansi hematoma, dan (3) edema perihematom.
Perdarahan awal terjadi karena ruptur arteri serebri yang disebabkan faktor
risiko yang telah disebutkan sebelumnya. Ekspansi hematoma terjadi beberapa
jam setelah gejala awal terjadi dimana terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
Ekspansi ini akan berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam. Ekspansi
hematoma juga akan mengganggu integritas jaringan lokal (cedera otak primer
yang diakibatkan dari efek masa hematom).
Cedera otak sekunder, sebagian besar, menyebabkan perdarahan
intraparenkim otak dan terjadi melalui beberapa mekanisme, seperti (1)
sitotoksisitas darah, (2) hipermetabolisme, (3) eksitotoksisitas, (4) penyebaran
6
tekanan, dan (5) stress oksidatif dan inflamasi. Keseluruhan hal ini pada akhirnya
menyebabkan gangguan ireversibel neurovaskular dan diikuti dengan gangguan
sawar darah otak, dan edema yang diikuti kematian sel otak secara masif. Selain
itu, gangguan aliran keluar vena yang terobstruksi akan menginduksi pelepasan
tromboplastin, yang menyebabkan koagulopati.
Lebih dari sepertiga pasien, terjadi ekspansi hematom yang disebabkan
hiperglikemia, hipertensi, dan antikoagulan. Ukuran awal hematom dan kecepatan
penyebaran hematom merupakan salah satu faktor prognostik untuk menentukan
perburukan neurologis. Ukuran hematoma > 30 ml berhubungan dengan tingginya
mortalitas. Diikuti penyebaran hematoma, edema serebri terbentuk sekitar
hematoma yang disebabkan inflamasi dan gangguan sawar darah otak. Edema
peri-hematoma ini merupakan penyebab utama terjadi perburukan neurologis dan
terus berkembang hingga beberapa hari sejak perdarahan awal.
Perdarahan intraserebral mempunyai daerah predileksi pada otak seperti
talamus, putamen, serebelum, dan batang otak. Selain daerah otak yang rusak
karena perdarahan, otak sekeliling dapat rusak karena tekanan yang disebabkan
efek masa hematom. Peningkatan tekanan intrakranial dapat terjadi.
Pada sekitar 40% kasus ICH, perdarahan menyebar sampai ventrikel
serebri menyebabkan perdarahan intraventrikel. Perdarahan intraventrikel dapat
menyebabkan hidrosefalus obstruksi dan memperburuk prognosis. ICH dan
edema yang terjadi dapat mengganggu dan menekan jaringan sekitar. Hal ini yang
menyebabkan gangguan neurologis.36 Tergesernya parenkim otak dapat
meningkatkan tekanan darah intrakranial dengan menyebabkan sindroma herniasi.
Patofisiologi Perdarahan Subarakhnoid
Proses patologis yang terjadi pada PSA adalah terjadi pecahnya darah
arteri secara tiba-tiba yang terjadi pada ruang subarakhnoid atau ke bagian otak.
Pada perdarahan subarakhnoid, perdarahan disebabkan dari aneurisma Berry pada
salah satu arteri pada dasar otak, sekitar sirkulus Willis.
7
Sebagian besar kasus disebabkan oleh pecahnya aneurisma pada
percabangan arteri-arteri besar. Penyebab lain adalah malformasi arterivena atau
tumor. Efek patologis dari perdarahan subarakhnoid bersifat multifokal. Pada
PSA, terjadi iritasi meningens yang mengakibatkan peningkatan TIK dan
mengganggu autoregulasi serebri. Gangguan ini dapat terjadi dengan adanya
vasokonstriksi akut, agregasi platelet mikrovaskular, dan hilangnya perfusi
mikrovaskular serebri yang menyebabkan penurunan aliran darah otak dan
iskemik serebri.
2.5. Diagnosis Stroke Hemoragik9,13,14
Perdarahan intraserebral merupakan kegawatdaruratan. Diagnosis dan
manajemen yang cepat diperlukan karena perburukan terjadi pada beberapa jam
setelah onset serangan. Lebih dari 20% pasien akan mengalami penurunan GCS >
2 poin sebelum tiba pada pelayanan kesehatan gawat darurat dan penilaian awal
pada ruang gawat darurat. Apabila terjadi penurunan kesadaran sebanyak 6 poin
pada pasien prehospital, telah diketahui angka mortalitasnya > 75%.18 Hal yang
perlu dilakukan adalah menentukan apakah stroke yang diderita adalah stroke
infark atau hemoragik. Pembuatan diagnosis stroke iskemik atauperdarahan di
8
pusat neurologis tidak sulit karena adanya CT-Scan, tetapi karena alat ini hanya
dijumpai pada kota besar, maka diagnosis harus dibuat berdasarkan pemeriksaan
klinis.
2.5.1. Anamnesis
Hal yang harus diketahui adalah mengenai onset gejala, apakah gejala
dialami pada saat pasien sedang beraktivitas, bagaimana perjalanan gejala, faktor
risiko yang ada pada pasien, berapa kali serangan telah dialami oleh penderita.
Apakah serangan disertai nyeri kepala, mual dan muntah. Hal lain yang perlu
ditanyakan juga adalah apakah pasien mengalami kesemutan separuh badan,
gangguan penglihatan, apakah terjadi penurunan intelektualitas, dan riwayat
pemakaian obat sebelumnya. Riwayat trauma juga perlu ditanyakan.
2.5.2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi tanda vital, pemeriksaan umum
meliputi kepala, jantung, paru, abdomen, dan ekstremitas. Pemeriksaan kepala dan
leher (cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit karotis, dan tanda distensi vena
jugular pada gagal jantung kongestif.)
Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis
terutama pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap
dan cara jalan, refleks koordinasi, sensorik, dan fungsi kognitif. Skala stroke yang
digunakan adalah NIHSS (National Institutes of Heart Stroke Scale). Hipertensi
(tekanan darah sistolik di atas 220 mmHg) biasanya ditemukan pada stroke
hemoragik. Tekanan darah awal yg tinggi berhubungan dengan kerusakan
neurologis dini. Hal yang sama juga berlaku pada demam.
Onset akut defisit neurologis, perubahan kesadaran atau status mental
lebih sering ditemukan pada stroke hemoragik. Hal ini disebabkan karena
peningkatan tekanan intrakranial. Meningismus dapat juga terjadi karena darah
pada ruang subarakhnoid.
9
Defisit Fokal Neurologis
Defisit neurologis yang terjadi tergantung daerah otak yang terlibat.
Apabila terkena pada hemisfer yang kiri, sindroma berikut dapat terjadi:
1. Hemiparesis kanan
2. Kehilangan sensorik pada bagian kanan tubuh
3. Kecenderungan melihat pada sebelah kiri
4. Kehilangan lapangan pandang sebelah kanan
5. Afasia
- Apabila terjadi pada hemisfer sebelah kanan, terjadi hal sebaliknya dari yang telah
disebutkan di atas.
- Apabila perdarahan terjadi pada serebellum, pasien berisiko tinggi terjadi herniasi
dan kompresi batang otak. Herniasi akan menyebabkan penurunankesadaran
yang cepat dan mengakibatkan apnea dan kematian.
- Tanda lain dari perdarahan pada serebelum atau batang otak dapat berupa ataxia,
vertigo atau tinitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis,
kehilangan fungsi sensorik sebagian tubuh atau keempat ekstremitas,
gangguan sensorik pada separuh tubuh atau keempat ekstremitas, kelemahan
orofaringeal atau disfagia, crossed signs (wajah ipsilateral dan badan
kontralateral).
Sindrome stroke lainnya berhubungan dengan perdarahan intraserebral,
bervariasi mulai dari nyeri kepala ringan sampai gangguan neurologis. Perdarahan
serebri pada onset awal dapat menimbulkan kejang.
Tabel 2.1. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Iskemik
Gejala Stroke hemoragik Stroke iskemik
Permulaan Sangat akut Sub akut
Waktu serangan Aktifitas Bangun pagi
10
Peringatan sebelumnya - ++
Nyeri kepala ++ -
Muntah ++ -
Kejang ++ -
Penurunan kesadaran ++ +/-
Bradikardi +++ (dari hari I) + (hari ke 4)
Perdarahan di retina ++ -
Papiledema + -
Kaku kuduk, kerning,
brudzinsky
++ -
Ptosis ++ -
Lokasi Subkortik Kortik/subkortik
Tabel 2.2. Perbedaan Perdarahan Intraserebral dan Perdarahan Subarakhnoid
Gejala Perdarahan intraserebral Perdarahan subarachnoid
Nyeri kepala ++ +++
Kaku kuduk + +++
Kerning + +++
Gangguan N. III dan
N.IV
+ (bila besar ) +++
Kelumpuhan Biasanya hemiplegi Hemiparesis
Cairan serebrospinal Eritrosit >1000 Eritrosit >2500
11
Hipertensi ++ -
2.5.3. Pemeriksaan Penunjang
Gejala stroke yang ditandai dengan nyeri kepala hebat, muntah, tekanan
darah sistolik > 220 mmHg, defisit neurologis fokal, gangguan kesadaran, dan
onset secara tiba-tiba diasumsikan merupakan stroke hemoragik. Untuk
membedakan perdarahan atau iskemik dan penyebab gangguan neurologis yang
lain, pemeriksaan neuroimaging stroke yang merupakan gold standard adalah
CTScan atau MRI.
Tingginya angka perburukan neurologis setelah ICH untuk mengetahui
apakah perdarahan aktif dapat berlanjut selama beberapa jam setelah onset. CT-
Scan dapat memberikan informasi mengenai lokasi, ukuran infark atau
perdarahan, apakah perdarahan dapat menyebar ke ruang intraventrikular, serta
membantu perencanaan operasi. Di antara pasien yang diperiksa head CT dalam 3
jam setelah onset ICH, 28-38% mengalami ekspansi hematoma. Ekspansi
hematom diketahui merupakan perburukan klinis dan peningkatan morbiditas
danmortalitas.
Pemeriksaan MRI dapat menunjukkan infark pada fase akut dalam
beberapa saat setelah serangan yang dengan pemeriksaan CT-Scan belum terlihat.
Sedangkan pemeriksaan MRI pada perdarahan intraserebral baru dapat terdeteksi
setelah beberapa jam pertama perdarahan. Pemeriksaan ini rumit serta
memerlukan waktu lama sehingga kurang digunakan pada stroke perdarahan akut.
Angiografi dilakukan pada kasus yang selektif terutama pada perdarahan
intraserebral non hipertensi, perdarahan yang letaknya atipis. Untuk mencari
kemungkinan AVM, aneurisma atau tumor sebagai penyebab perdarahan
intraserebral.
Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan adalah darah lengkap,
elektrolit, kadar ureum, kadar kreatinin, dan glukosa. Kadar kreatinin yang tinggi
berhubungan dengan adanya ekspansi hematom. Kadar glukosa yang tinggi juga
12
menunjukkan adanya ekspansi hematoma dan prognosis yang lebih buruk.
Pemeriksaan darah lengkap diperlukan untuk menentukan keadaan hematologi
yang mempengaruhi stroke, misalnya anemia atau polisitemia. Selain itu, kadar
gula darah diperiksa untuk mengetahui adanya DM. Tingginya kadar gula darah
berkaitan dengan angka kecacatan dan kematian. Kadar gula darah diperiksa juga
untuk menyingkirkan hipoglikemia yang memberikan gambaran klinik
menyerupai stroke.
Pemeriksaan elektrolit serum untuk memeriksa osmolaritas serum yang
berkaitan dengan dehidrasi dan pemberian osmoterapi pada penderita stroke
dengan peningkatan tekanan intrakranial. Faal hemostasis seperti jumlah
trombosit, waktu protrombin, dan tromboplastin (aPTT) diperlukan untuk
pemakaian obat antikoagulan dan trombolitik.
Pemeriksaan elektrokardiografi untuk mengetahui adanya iskemik dan
aritmia jantung atau penyakit jantung lainnya untuk menilai fungsi jantung. Foto
toraks digunakan untuk menilai besar jantung ataupun adanya edema paru.
Pemeriksaan lain yang diperlukan pada keadaan tertentu seperti tes faal hati,
saturasi oksigen, analisa gas darah, toksikologi, kadar alkohol dalam darah, pungsi
lumbal (apabila dugaan kuat perdarahan subarakhnoid, tetapi gambaran CT scan
normal), elektroensefalografi (terutama pada paralisis Todd).
Untuk membedakan stroke iskemik akut dan stroke perdarahan, jika sarana
tidak memungkinkan, dapat menggunakan sistem skoring Siriraj Stroke Score.
Rumus Siriraj Stroke Score
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan
darah diastolik) – (3 x tanda ateroma) – 12
Skor < -1 menunjukkan kemungkinan stroke iskemik
Skor > 1 menunjukkan kemungkinan stroke perdarahan
Catatan:
Derajat kesadaran: sadar = 0
13
Mengantuk/stupor = 2
Koma/semikoma = 2
Nyeri kepala: Tidak ada nyeri kepala = 0
Nyeri kepala = 1
Tanda ateroma: Tidak ada tanda ateroma = 0
Tanda ateroma
(diabetes, angina, penyakit arteri perifer) = 1
2.6. Diagnosis Banding2,3,8
Diagnosis banding stroke hemoragik adalah stroke iskemik. Perbedaan klinisnya
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Kejang lebih sering ditemukan pada stroke iskemik dan terjadi pada 28%
stroke hemoragik. Pada perdarahan subarakhnoid perdarahan mengiritasi
meningens. Hal ini menyebabkan gejala nyeri kepala hebat yang tiba-tiba dan
14
kaku kuduk. Sering juga dijumpai adanya kehilangan kesadaran sementara pada
saat perdarahan terjadi. Onset yang terjadi secara tiba-tiba ini yang membedakan
perdarahan subarakhnoid dari nyeri kepala dan kaku kuduk dari meningitis, yang
terjadi dalam beberapa jam. Migren terkadang dapat menyebabkan nyeri kepala
hebat secara tiba-tiba tetapi tanpa kaku kuduk.
Perdarahan intraserebral pada bagian kapsula interna akan menyebabkan
gangguan berat pada motorik, sensorik, dan gangguan penglihatan pada sisi
kontralateral tubuh (hemiplegia, hemianestesi, dan hemianopia homonim). Pada
pons, kehilangan fungsi motorik dan sensorik pada keempat ekstremitas,
berhubungan dengan gangguan fungsi batang otak. Perdarahan pada pons
merupakan perdarahan dengan tingkat mortalitas yang sangat tinggi. Perdarahan
pada sistem ventrikular, baik berasal dari perdarahan subarakhnoid atau
intraserebral, merupakan pertanda prognosis yang buruk. Apabila terjadi,
perdarahan ini sering menyebabkan kematian dalam waktu beberapa jam setelah
perdarahan.
2. 11 Penatalaksanaan Stroke Hemoragik8,9,14
A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
2. Terapi umum (suportif)
a. stabilisai jalan napas dan pernapasan
b. stabilisasi hemodinamik/sirkulasi
c. pemeriksaan awal fisik umum
d. pengendalian peninggian TIK
e. penanganan transformasi hemoragik
f. pengendalian kejang
g. pengendalian suhu tubuh
h. pemeriksaan penunjang
B. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Terapi medik pada PIS akut:
a. Terapi hemostatik 1
15
Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat
haemostasis yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten
terhadap pengobatan faktor VIII replacement dan juga bermanfaat
untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang normal.
Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan.
Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-
significant, tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah
lebih dari 3 jam.
b. Reversal of anticoagulation 1
Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan
fresh frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin
K.
Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K
dependent coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR
lebih cepat dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah
sehingga aman untuk jantung dan ginjal.
Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90µg/kg pada pasien PIS yang
memakai warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit.
Pemberian obat ini harus tetap diikuti dengan coagulation-factor
replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa jam.
Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer
weight heparin diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan
trombositopenia atau adanya gangguan fungsi platelet dapat diberikan
dosis tunggal Desmopressin, transfusi platelet, atau keduanya.
Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka
pemberian obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya
perdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap
kontroversial.
Tidak dioperasi bila: 1
16
Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis
minimal.
Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan
perdarahan intraserebral disertai kompresi batang otak masih
mungkin untuk life saving.
Dioperasi bila: 1
Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan
klinis atau kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi
ventrikel harus secepatnya dibedah.
PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau
angioma cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome
yang baik dan lesi strukturnya terjangkau.
Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang
memburuk.
Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia
muda dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih
menguntungkan.
B. Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid
1. Pedoman Tatalaksana 1
a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):
Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk
untuk upaya menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan
dengan lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan
O2 2-3 L/menit.
Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.
Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-
kelainan neurologi yang timbul.
b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih
intensif: 1
17
Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di
ruang gawat darurat.
Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin
jalang nafas yang adekuat.
Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.
Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan
penilaian status neurologi.
2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA 1
a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan
antihipertensi saja tidak direkomendasikan untuk mencegah perdarahan
ulang setelah terjadi PSA, namun kedua hal tersebut sering dipakai dalam
pengobatan pasien dengan PSA.
b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan
pada keadaan klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk
terjadinya vasospasme atau memberikan efek yang bermanfaat pada
operasi yang ditunda.
c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.
d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.
3. Operasi pada aneurisma yang rupture 1
a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan
ulang setelah rupture aneurisma pada PSA.
b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang
setelah PSA, banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan
hasil akhir tidak berbeda dengan operasi yang ditunda. Operasi yang
segera dianjurkan pada pasien dengan grade yang lebih baik serta lokasi
aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan klinis lain, operasi yang
segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi klinik
khusus.
c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi
untuk perdarahan ulang.
4. Tatalaksana pencegahan vasospasme 1
18
a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3
atau secara oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin
oral terbukti memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh
vasospasme. Calcium antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau
intravena tidak bermakna.
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H
yaitu hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan
mempertahankan “cerebral perfusion pressure” sehingga dapat
mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat vasospasme. Hati-hati
terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien yang tidak
dilakukan embolisasi atau clipping.
c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu
bermakna.
d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada
pasien-pasien yang gagal dengan terapi konvensional.
e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
Pencegahan vasospasme:
Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.
Jaga keseimbangan cairan.
Delayed vasospasm:
Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge
pressure 12-14 mmHg.
Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
Berikan Dobutamine 2-15 µg/kg/menit.
5. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat
yang sering dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau
tranexamid acid dengan dosis 6-12g/hari.1
6. Antihipertensi 1
19
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah
sistolik (TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90
mmHg (sebelum tindakan operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan
TDD lebih dari 90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2
mg/menit sampai mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse
dosisnya 50-200 mcg/kg/menit. Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan
karena menyebabkan vasodilatasi dan memberikan efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan menurun (di bawah 120 mmHg) dapat
diberikan vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik
penumbra yang mungkin terjadi akibat vasospasme.
7. Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila
perlu diberikan NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat
terkoreksi 0,5-1 mEq/L/jam dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam
pertama.1
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau
0,4 mg dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya
dihindari karena menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan
untuk pengobatan hiponatremi.1
8. Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan
tidak direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien
yang mungkin timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma
arteri serebri media, kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk
menghindari risiko perdarahan ulang yang disebabkan kejang, diberikan anti
konvulsan sebagai profilaksis.1
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV.
Initial dosis 100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400
mg/oral/hari dengan dosis terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk
menghentikan kejang1.
20
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada
penderita yang tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada
penderita yang mempunyai faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya,
hematom, infark, atau aneurisma pada arteri serebri media1.
9. Hidrosefalus1
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.
Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi
(atau drainase eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya
dapat terjadi perdarahan ulang dan infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara
temporer atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.
10. Terapi Tambahan 1
a. Laksansia (pencahar) diperlukan untuk melembekkan feses secara regular.
Mencegah trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau
pneumatic compression devices.
b. Analgesik:
Asetaminofen ½-1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
Tylanol dengan kodein.
Hindari asetosal.
Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:
Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.
Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.
Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.
Propofol 3-10 mg/kg/jam.
Cegah terjadinya “stress ulcer” dengan memberikan:
Antagonis H2
Antasida
Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.
21
Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali
sehari.
Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.
2. 12 Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang
paling ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering
mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga
berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut
adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada
pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran
dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal
yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas
permanen.2
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi
serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah
berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi.
Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume
hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat
buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa
meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan
antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga
memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.2
2. 13 Pencegahan Stroke Hemoragik
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan
mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun
kelompok risiko tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa
pencegahan yang dapat dilakukan adalah:1
Mengatur pola makan yang sehat
Melakukan olah raga yang teratur
Menghentikan rokok
Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
22
Memelihara berat badan yang layak
Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah
pengendalian faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor
risiko yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA,
dislipidemia, dan sebagainya.1
BAB III
LAPORAN KASUS
23
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Umur : 65 Tahun
Alamat : Pulau Jambu
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
No. RM : 12-31-86
Tanggal Masuk : 25/10/2015
Ruang/Kelas : ICU
B. ANAMNESIS : Allo -anamnesa
I. Keluhan Utama: Pasien datang dengan penurunan kesadaran
II. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran 2 jam
SMRS. Pasien ditemukan tergeletak ditempat tidur setelah
habis sarapan. Pasien tidak mengalami fase sadar meskipun
sudah diberikan rangsangan dengan suara maupun dengan
rangsangan nyeri. Oleh keluarga pasien langsung dibawa ke
puskesmas setempat kemudian baru dirujuk ke RSUD
Bangkinag. sebelum pasien dibawa ke Puskesmas pasien
mengalami muntah sebanyak 2x dan mengorok.
Pada malam harinya pasien mengeluhkan nyeri kepala, namun
pasien masih beraktifitas seperti biasa. Setelah bangun tidur
pasien masih mengeluhkan nyeri kepala, tetapi Pasien tidak
mengkonsumsi obat untuk menghilangkan nyeri kepalanya
tersebut.
III. Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat diabetes melitus (+)
- Riwayat hipertensi (+)
24
- Riwayat alergi obat/makanan disangkal.
- Riwayat serangan stroke sebelumnya disangkal.
- Riwayat penyakit jantung disangkal.
- Riwayat trauma (-)
IV. Riwayat Penyakit Keluarga:
- Ayah pasien tidak pernah mengalami sakit yang sama dengan
pasien.
V. Riwayat Pribadi dan Sosial:
- Pasien dahulu sehari-hari bekerja sebagai petani.
C. PEMERIKSAAN FISIK
I. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit berat
Kesadaran : soporokoma
Tinggi badan : 150 cm
Berat badan : 48 kg
Tanda Vital
- Tekanan darah : 203/74 mmHg
- Frekuensi nadi : 76 x/menit, reguler.
- Frekuensi Pernafasan : 42 x/menit
- Suhu : 36.1 oC
Rambut : Warna hitam dan putih, panjang
Kelenjar Getah Bening
- Leher : tidak ada pembesaran
- Aksila : tidak ada pembesaran
- Inguinal : tidak ada pembesaran
Kepala
Mata : Seklera tidak kuning, konjungtiva tidak pucat, refleks
pupil berkurang.
Hidung : Sekret tidak ada, deviasi septum tidak ada.
Mulut : Bibir kering (-).
Telinga : Serumen (+)
Leher : DBN
25
Thoraks
a. Paru-paru
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga tidak ada.
Palpasi : Fremitus suara +/+, simetris kanan dan kiri.
Perkusi : Sonor kedua lapang paru.
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, Ronkhi tidak ada, wheezing ada.
b. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Ictus cordis teraba. Thrill tidak ada.
Perkusi :
- Batas jantung kanan: SIC IV linea parasternalis dekstra.
- Batas jantung kiri : SIC V 1 jari medio linea midclavicula
sinistra.
Auskultasi : Bunyi jantung I & II, reguler, gallop tidak ada, Murmur
tidak ada.
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar, ascites tidak ada.
Auskultasi : Bising usus positif
Palpasi :DBN.
Perkusi : DBN
Ekstremitas
Superior : Akral hangat, edema(-), sianosis(-), kelemahan lengan kanan,
hanya bergerak jika diberi rangsangan nyeri.
Inferior : Akral hangat, edema (-), sianosis (-), kelemahan tungkai
kanan, hanya bergerak jika diberikan rangsangan nyeri.
Status Neurologis
A. Tanda Rangsang Selaput Otak:
Kaku Kuduk : Negatif
26
Brudzinski I : Negatif
Brudzinski II : Negatif
Kernig Sign : Negatif
B. Tanda Peningkatan Tekanan intrakranial:
Pupil : Anisokor, diameter pupil kanan 3 mm, kiri 2 mm.
Refleks cahaya : -/+
C. Pemeriksaan Saraf Kranial:
N.I (N. Olfaktorius)
Penciuman Kanan Kiri
Subyektif TDL TDL
Obyektif dengan bahan TDL TDL
N. II (N. Opticus )
Pengelihatan Kanan Kiri
Tajam pengelihatan TDL TDL
Lapangan pandang TDL TDL
Melihat warna TDL TDL
Funduskopi TDL TDL
N. III (N. Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola mata Normal Normal
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Gerakan bola mata Normal Normal
Strabismus Tidak ada Tidak ada
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
Ekso/Endophtalmus Tidak ada Tidak ada
Pupil :
Bentuk
Refleks cahaya
Normal
Negatif
Normal
Positif
27
Refleks akomodasi
Refleks konvergensi
Normal
Normal
Normal
Normal
N. IV (N. Trochlearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata
kebawah
Normal Normal
Sikap bulbus Normal Normal
Diplopia TDL TDL
N. V (N. Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik :
Membuka mulut
Menggerakkan rahang
Menggigit
Menguyah
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sensorik :
Divisi Optalmika
- Reflek kornea
- Sensibilitas
Divisi Maksila
- Reflek masseter
- Sensibilitas
Divisi Mandibula
- Sensibilitas
Normal
Tidak dinilai
Sulit dinilai
Tidak dinilai
Tidak dinilai
Normal
Tidak dinilai
Sulit dinilai
Tidak dinilai
Tidak dinilai
N. VI (N. Abducen)
Kanan Kiri
Gerakan mata lateral Normal Normal
Sikap bulbus Normal Normal
Diplopia Sulit dinilai Sulit dinilai
28
N. VII (N. Facialis)
Kanan Kiri
Raut wajah Normal Normal
Sekresi air mata Sulit dinilai Sulit dinilai
Fisura palpebra Normal Normal
Menggerakkan dahi Sulit dinilai Sulit dinilai
Menutup mata Sulit dinilai Sulit dinilai
Mencibir/bersiul Sulit dinilai Sulit dinilai
Memperlihatkan gigi Sulit dinilai Sulit dinilai
Sensasi lidah 2/3 depan Sulit dinilai Sulit dinilai
Hiperakusis Sulit dinilai Sulit dinilai
N.VIII (N. Vestibulochoclearis)
Kanan Kiri
Suara berbisik TDL TDL
Detik arloji TDL TDL
Renne test TDL TDL
Scwabach test TDL TDL
Webber test :
Memanjang
Memendek
TDL
TDL
TDL
TDL
Nistagmus
Pendular
Vertikal
Siklikal
TDL
TDL
TDL
TDL
TDL
TDL
Pengaruh posisi kepala Sulit dinilai Sulit dinilai
N..IX (N. Glossofaringeus)
29
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang TDL TDL
Reflek muntah/gangguan
reflek
TDL TDL
N. X (N. Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Sulit dinilai Sulit dinilai
Uvula Sulit dinilai Sulit dinilai
Menelan Sulit dinilai Sulit dinilai
Artikulasi Sulit dinilai Sulit dinilai
Suara Sulit dinilai Sulit dinilai
Nadi 76 x/menit 76x/menit
N. XI (N. Assesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan Normal Normal
Menoleh ke kiri Normal Normal
Mengangkat bahu ke kanan
Sulit dinilai Sulit dinilai
Mengangkat bahu ke kiri Sulit dinilai Sulit dinilai
N. XII (N. Hipoglossus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah di dalam TDL TDL
Kedudukan lidah dijulurkan
TDL TDL
Tremor Fasikulasi Atrofi
TDL TDL
D. Pemeriksaan Koordinasi dan keseimbangan
Cara berjalan TDL Tes tumit lutut TDL
30
Romberg test TDL Disgrafia TDL
Ataksia TDL Supinasi-pronasi TDL
Rebound phenomen TDL Tes jari-hidung TDL
Tandem walking tes TDL Tes jari-jari TDL
Steping tes TDL Tes hidung-hidung
TDL
E. Pemeriksaan Fungsi Motorik
A. Berdiri dan Berjalan Kanan Kiri
Gerakan spontan TDL TDL
Tremor TDL TDL
Atetosis TDL TDL
Mioklonik TDL TDL
Khorea TDL TDL
B. Ekstremitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai
Kekuatan Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai
Trofi Normotrofi Normotrofi Normotrofi Normotrofi
Tonus Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai
F. Pemeriksaan SensibilitasSensibilitas taktil Tidak dinilai
Sensibilitas nyeri Os merespon ketika diberikan rangsangan nyeri kuat
31
Sensibilitas termis Tidak dinilai
Sensibilitas kortikal Tidak dinilai
Stereognosis Tidak dinilai
Pengenalan 2 titik TDL
Pengenalan rabaan TDL
G. Sistem RefleksRefleks Fisiologis Kanan Kiri
Kornea Normal Normal
Berbangkis Normal Normal
Laring Tidak dinilai Tidak dinilai
Masseter Normal Normal
Dinding perut Normal Normal
Atas Normal Normal
Bawah Normal Normal
Tengah Normal Normal
Biseps Sulit dinilai Sulit dinilai
Triseps Sulit dinilai Sulit dinilai
APR +2 +2
KPR +2 +2
Bulbokavernosus - -
Kremaster -
Sfingter Normal
Refleks Patologis Kanan Kiri
32
Lengan
Hoffman-Tromner Negatif Negatif
Tungkai
Babinski Negatif Positif
Chaddoks Negatif Negatif
Oppenheim Negatif Negatif
Gordon Negatif Negatif
Schaeffer Negatif Negatif
Klonus kaki Negatif Negatif
3. Fungsi Otonom Miksi : Normal Defekasi : Normal Sekresi keringat : Normal
4. Fungsi LuhurKesadaran Tanda Demensia
Reaksi bicara TDL Reflek glabella TDL
Fungsi intelek TDL Reflek snout TDL
Reaksi emosi TDL Reflek menghisap TDL
Reflek memegang TDL
Refleks palmomental TDL
B. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah rutin: Hb: 12,7 gr/dl Ureum : 25 mg/dl
Trombosit : 287 mm3 Creatinin : 0.5 mg/dl
33
Leukosit : 21,9 mm3
GDS: 251 mg/dl
RENCANA PEMERIKSAAN TAMBAHAN
1. CT Scan
2. MRI
C. MASALAH
Diagnosis
Diagnosis Klinis : Penurunan kesadaran + Hemiparese dextra
+ Parese N VII + N XII
Diagnosis Topik : Subkortek serebri sinistra
Diagnosis Etiologi : Perdarahan intraserebral
Diagnosis Sekunder : Hipertensi grade II
D. PEMECAHAN MASALAH
Terapi Umum:
- Pembebasan jalan nafas dengan suction
- Oksigenasi jika diperlukan untuk mencegah hipoksia
- Pengendalian sirkulasi darah agar tidak terjadi penurunan perfusi ke
jaringan otak
- Manajemen cairan dan elektrolit
- Mengatur posisi kepala lebih tinggi 15-30°, sehingga memperbaiki venous
return
- Mengatasi kejang
- Mengatasi rasa nyeri
- Menjaga suhu tubuh normal <37,5°C
- Menghilangkan rasa cemas
Terapi Khusus
- IVFD Ringer laktat 20 tpm
- Manitol 20% 4x125 tappering
- Inj. Citicoline (golongan Neuroprotektan) 500 mg 2 x 1
34
- Inj. Asam tranexamat 500 mg 2×1
- Amlodipin tab 5 mg 1x1
- Ranitidine 2x1 amp
BAB IV
DISKUSI KASUS
35
Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 2 jam sebelum
masuk rumah sakit. Hal ini menunjukkan kemungkinan besar adanya defisit
neurologis pada pasien tersebut. Maka, harus dipertimbangkan pada setiap pasien
yang mengalami defisit neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan
tingkat kesadaran merupakan gambaran klinis dari stroke.
Pada pasien ini didapatkan muntah sebanyak 2x saat di rumah sebelum
dibawa ke Puskesmas menuju rumah sakit. Pada malam harinya pasien
mengeluhkan nyeri kepala namun tidak diobati dan pasien tetap beraktifitas
seperti biasa. Pada pasien didapatkan Riwayat Hipertensi (+) dan riwayat diabetes
mellitus (+).
Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu
tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global)
dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.3
Sedangkan definisi stroke hemorogik sendiri adalah pecahnya pembuluh
darah otak menyebabkan keluarnya darah ke jaringan parenkim otak, ruang cairan
serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut
menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak dan
juga oleh hematom yang menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya.
Peningkatan tekanan intrakranial pada gilirannya akan menimbulkan herniasi
jaringan otak dan menekan batang otak13.
Pada pasien ini di diagnosa sebagai stroke hemoragik, karena :
- Terjadi penurunan kesadaran secara mendadak ketika pasien sedang
beraktivitas.
- Sebelum tidak sadar pasien mengeluh nyeri kepala
- Riwayat muntah proyektil 2x ketika masih dirumah
- Pasien memiliki riwayat hipertensi
- Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus
- pada pemeriksaan fisik, TD : 203/74 mmHg
- Keadaan umum tampak sakit berat, Kesadaran soporokoma dengan
GCS=6 E2M2V2. Status motorik pada pasien ini sulit dinilai namun
36
memberikan kesan adanya hemiparese dextra karena ketika
dirangsang dengan nyeri tungkai dan tangan kiri dapat bergerak aktif
namun tangan dan tungkai kanan tidak memberikan reaksi. Reflex
cahaya berkurang, pupil bulat anisokor dengan diameter 3mm/2mm,
refleks patologis ditemukan babinski pada tungkai kanan (+).
- Berdasarkan Algoritma Stroke Gajah Mada
- Berdasarkan Skor Sirriraj
(2,5 x Kesadaran) + (2 x Vomitus) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x
diastole) – (3 x n Ateroma) – 12
= (2,5 x 2) + (2 x 1) + (2 x 1) + (0,1 x 74) – (3 x 1) – 12
= (5 + 2 + 2 + 7,4 - 0) -12
= 16,4 – 12
= 4,4
Berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan Algoritmna Stroke
Gajah Mada dan Skor Stroke Sirriraj, maka pasien ini masuk ke dalam
kategori Stoke Hemoragik.
37
Terapi umum pada pasien ini adalah bed rest, O2 5 liter/ menit
untuk mengingkatkan sirkulasi oksigen bagi otak, IVFD RL 20 tpm
untuk pengendalian sirkulasi darah agar tidak terjadi penurunan perfusi
ke jaringan otak, pemasangan NGT agar pasien tetap dapat asupan
nutrisi makanan, pemasangan kateter urin sebagai kontrol cairan dan
pembuangan urin, diet rendah garam untuk mencegah semakin
tingginya tekanan darah pasien.
Terapi khusus adalah pemberian manitol 20% 4x125 cc drip karena
pada pasien ini didapatkan tanda-tanda peningkatan TIK, injeksi
citicholin 2x500 mg sebagai vasodilator perifer dan aktivator serebral,
injeksi asam tranexamat 500 mg 2x1 sebagai anti fibrinolitik, injeksi
ranitidin 2x1 ampul sebagai antagonis H2, serta Amlodipin 10 mg 1x1
tab sebagai antihipertensi.
DAFTAR PUSTAKA
38
1. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia.Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.
2. World Health Organization (WHO). 2004. Atlas Country Resources for Neurological Disorders 2004. Department of Mental Health and Substance Abuse, World Health Organization. Available from: http://www.who.int/mental_health/neurology/epidemiology/en/index.html. [Accessed 15 March 2015].
3. Sjahrir H. 2003. Stroke Iskemik. Medan: Yandira Agung;4. Lipska K, Sylaja PN, Sarma PS, Thankappan KR, Kutty VR, Vasan RS, et
al. 2007. Risk Factors for Acute Ischaemic Stroke in Young Adults in South India. J Neurol Neurosurg Psychiatry, 78(9): 959-963.
5. Langhome P, Denis M. 1998. Stroke Units: An Evidence Based Approach. BMJ publishing group.
6. American Stroke Association. 2013. Hemorrhagic Stroke. Available from: http://www.strokeassociation.org/STROKEORG/AboutStroke/TypesofStro 31 ke/HemorrhagicBleeds/Hemorrhagic-Strokes- Bleeds_UCM_310940_Article.jsp. [Accessed 16 March 2015].
7. WHO. 2003. Risk Factors. Available from:
http://www.who.int/cardiovascular_diseases/en/cvd_atlas_03_risk_factors.
pdf . [Accessed 15 March 2015].
8. Mullins ME, Lev MH, Schellingerhout D, Gonzalez RG, Schaefer PW.
Intracranial hemorrhage complicating acute stroke: how common is
hemorrhagic stroke on initial head CT scan and how often is initial clinical
diagnosis of acute stroke eventually confirmed?. AJNR Am J Neuroradiol.
Oct 2005;26(9):2207-12.
9. Liebeskind DS, Oconnor RE, Huff JS, Kirshner HS, Krause RS,
LutsepHL. 2015. Hemorrhagic Stroke. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1916662-overview#showall.
[Accessed 13 March 2015].
10. Auer RN, Sutherland GR. Primary intracerebral hemorrhage:
pathophysiology. Can J Neurol Sci. Dec 2005;32 Suppl 2:S3-12.
11. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010.
Available at: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview.
39
12. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
ed.6.EGC, Jakarta. 2006
13. Sotirios AT. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York. Thieme Stuttgart. 2000
14. Mahar Mardjono. Neurologi Klinis Dasar. Cetakan ke-11. Jakarta. 2006.
PT. Dian rakyat
40