60
BAB I PENDAHULUAN Displasia skeletal adalah kelompok kondisi yang heterogen dan kompleks yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tulang panjang dan menyebabkan berbagai kelainan dalam bentuk dan ukuran skeletal. 1 Osteochondrodisplasia atau displasia skeletal merupakan kelompok heterogen secara genetik yang terdiri dari lebih dari 350 penyakit yang berbeda, dan banyak di antaranya yang dapat muncul pada periode pralahir sebagaimana ditunjukkan dengan ultrasonografi. Prevalensi displasia ini pada neonatus diperkirakan sekitar 3-4 per 10.000 dan frekuensi displasia skeletal secara keseluruhan pada kematian perinatal sekitar 9 per 1.000. Namun perlu ditegaskan bahwa analisa kelainan tulang membutuhkan keahlian dan pengetahuan yang tidak sedikit tentang ciri-ciri pascalahir dan bahwa meskipun dengan adanya kemajuan-kemajuan belakangan ini dalam pencitraan, displasia skeletal janin tetap sulit didiagnosa. Membedakan penyakit-penyakit ini pada periode pralahir dapat menantang karena jarang dan banyak temuan ultrasonografi tidak selalu pathognomonik untuk suatu penyakit spesifik. Akan tetapi, membedakan penyakit mematikan yang telah diketahui dari penyakit non-mematikan, memberikan diagnosis banding sebelum kelahiran, menentukan rencana penanganan pascalahir dan akhirnya menentukan risiko kekambuhan yang akurat untuk pasangan berisiko meningkatkan perawatan pasien. 2,3,4 Setelah konsepsi, embryo terus menerus membelah diri dan akhirnya tiga jenis jaringan berkembang. Jaringan ini disebut endoderm, mesoderm dan ektoderm. Endoderm pada dasarnya membentuk organ-organ internal, ektoderm melibatkan kulit dan jaringan syaraf dan mesoderm membentuk tulang-tulang dan otot-otot. Salah satu sel yang berkembang pada mesoderm adalah osteoblast, yang memproduksi tulang. Tulang-tulang panjang mulai sebagai tulang rawan yang pada akhirnya

lapkas 4 clh

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: lapkas 4 clh

BAB I

PENDAHULUAN

Displasia skeletal adalah kelompok kondisi yang heterogen dan kompleks yang mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan tulang panjang dan menyebabkan berbagai kelainan dalam bentuk

dan ukuran skeletal.1 Osteochondrodisplasia atau displasia skeletal merupakan kelompok heterogen

secara genetik yang terdiri dari lebih dari 350 penyakit yang berbeda, dan banyak di antaranya yang

dapat muncul pada periode pralahir sebagaimana ditunjukkan dengan ultrasonografi. Prevalensi

displasia ini pada neonatus diperkirakan sekitar 3-4 per 10.000 dan frekuensi displasia skeletal

secara keseluruhan pada kematian perinatal sekitar 9 per 1.000. Namun perlu ditegaskan bahwa

analisa kelainan tulang membutuhkan keahlian dan pengetahuan yang tidak sedikit tentang ciri-ciri

pascalahir dan bahwa meskipun dengan adanya kemajuan-kemajuan belakangan ini dalam

pencitraan, displasia skeletal janin tetap sulit didiagnosa. Membedakan penyakit-penyakit ini pada

periode pralahir dapat menantang karena jarang dan banyak temuan ultrasonografi tidak selalu

pathognomonik untuk suatu penyakit spesifik. Akan tetapi, membedakan penyakit mematikan yang

telah diketahui dari penyakit non-mematikan, memberikan diagnosis banding sebelum kelahiran,

menentukan rencana penanganan pascalahir dan akhirnya menentukan risiko kekambuhan yang

akurat untuk pasangan berisiko meningkatkan perawatan pasien. 2,3,4

Setelah konsepsi, embryo terus menerus membelah diri dan akhirnya tiga jenis jaringan

berkembang. Jaringan ini disebut endoderm, mesoderm dan ektoderm. Endoderm pada dasarnya

membentuk organ-organ internal, ektoderm melibatkan kulit dan jaringan syaraf dan mesoderm

membentuk tulang-tulang dan otot-otot. Salah satu sel yang berkembang pada mesoderm adalah

osteoblast, yang memproduksi tulang. Tulang-tulang panjang mulai sebagai tulang rawan yang pada

akhirnya berubah menjadi tulang, sementara tulang-tulang pipih berkembang secara langsung

menjadi tulang. Tulang panjang mempunyai dua pusat osifikasi. Pusat primer berkembang lebih

dahulu dan disebut diaphysis. Di masing-masing ujung diaphysis, ada zona pertumbuhan yang

disebut metaphysis. Pusat sekunder osifikasi (yang terbentuk belakangan, yang dimulai pada

trimester ketiga dan terus berlanjut setelah lahir) adalah cakram epiphyseal yang ditemukan di salah

satu ujung tulang panjang. Pada orang dewasa, cakram epiphyseal bergabung dengan bagian

metaphysis dari diaphysis untuk membentuk satu tulang.5,6

Page 2: lapkas 4 clh

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Displasia skeletal adalah kelompok kondisi yang heterogen dan kompleks yang mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan tulang panjang dan menyebabkan berbagai kelainan dalam bentuk

dan ukuran skeletal. Osteochondrodisplasia, atau displasia skeletal, berkenaan dengan penyakit

dengan kelainan menyeluruh pada skeletal, sementara disostosis adalah penyakit yang mempunyai

tulang abnormal tunggal atau kelompok tulang abnormal. Akan tetapi, dengan semakin banyaknya

diketahui tentang semua penyakit ini, perbedaan antara osteochondrodisplasia dan dysostosis

semakin kabur. Pada sebagian besar osteochondrodisplasia, ada kelainan menyeluruh pada

pertumbuhan skeletal linier dan pada sebagian penyakit ada kelainan bersamaan pada sistem organ

selain dari skeletal. Displasia skeletal dapat diturunkan sebagai autosomal dominan, autosomal

resesif atau penyakit terkait-X, dan sebagian penyakit yang terjadi akibat dari kesalahan pencetakan,

mosaic somatik dan keterpaparan teratogen.1,2

Skeletal janin berkembang relatif dini dalam periode janin dan, dengan demikian, diagnosis

pralahir dari penyakit ini dimungkinkan. Skeletal appendicular dan aksial mengalami pola osifikasi

endochondral yang sudah terprogram, sementara calvaria dan bagian-bagian klavikula dan pubis

mengalami osifikasi melalui osifikasi membran. Osifikasi terjadi pada usia kehamilan relatif dini pada

manusia: klavikula dan rahang bawah pada 8 minggu usia kehamilan; skeletal appendicular, ileum

dan scapula pada 12 minggu usia kehamilan; dan metacarpal dan metatarsal mengalami osifikasi

pada 12-16 minggu usia kehamilan. Titik pusat osifikasi sekunder (epiphyseal) tampak melalui

radiografi pada kira-kira 20 minggu usia kehamilan dan pada periode waktu serupa dengan

ultrasonografi.2,3

2.2. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi kelahiran dari displasia skeletal, tidak termasuk amputasi anggota gerak, yang

bisa diketahui pada masa neonatal diperkirakan mencapai 2,4/10.000 kelahiran. Dalam sebuah studi

besar, 23% bayi penderita lahir mati, dan 32% mati selama minggu pertama kehidupan. Frekuensi

displasia skeletal secara keseluruhan dari antara kematian perinatal adalah 9,1/1.000.7

Page 3: lapkas 4 clh

Gambar 1. Frekuensi relatif dari displasia skeletal janin7

Ke empat displasia skeletal yang paling umum ditemukan adalah displasia thanatophorik,

achondroplasia, osteogenesis imperfecta dan achondrogenesis. Displasia thanatophorik dan

achondrogenesis menyebabkan 62% dari semua displasia skeletal mematikan. Displasia skeletal non

lethal yang paling umum adalah achondroplasia. Dalam studi besar lainnya, yang melaporkan

prevalensi dan klasifikasi displasia skeletal neonatus mematikan di West Scotland, prevalensi adalah

1,1/10.000 kelahiran, dan kondisi yang paling sering didiagnosa adalah displasia thanatophorik

(0,24:10.000), osteogenesis imperfecta (0,18:10.000), chondrodisplasia rhizomelic punctata

(0,12:10.000), sindrom campomelic (0,1/10.000) dan achondrogenesis (0,1/10.000).5,6,7

2.3 KLASIFIKASI DISPLASIA SKELETAL

Dalam usaha untuk menghasilkan keteraturan, International Nomenclature for Skeletal Displasias

diajukan oleh sebuah kelompok ahli di Paris pada tahun 1977. Klasifikasi ini direvisi di Jerman pada

tahun 1992 dan baru-baru ini di Los Angeles pada tahun 1998. Versi sekarang ini diganti namanya

menjadi “Tatanama Internasional Penyakit-penyakit Dasar Tulang”. Ke-5 kategori awal dimekarkan

menjadi 32 kelompok.7,8,9

Tabel 1. Kelainan Skeletal yang Diidentifikasi Pada Periode Prenatal 2

Page 4: lapkas 4 clh

Displasia Skeletal yang Mematikan:5

Page 5: lapkas 4 clh

Thanatophoric Dysplasia

Achondrogenesis

Osteogenesis Imperfecta type II

Asphyxiating Thoracic Dystrophy (70% sampai 80% kasus mematikan)

Camptomelic Dysplasia (90% kasus mematikan)

Chondroectodermal Dysplasia (50% kasus mematikan)

Chondrodysplasia Punctata (tipe rhizomelic)

Short-Rib Polydactyly Syndrome types I, II, and III

Homozygous Achondroplasia (dua gen dominan autosomal dan bukan satu)

Hypophosphatasia (bentuk neonatal atau bawaan)

Fibrochondrogenesis

Atelosteogenesis

(Diastrophic Dysplasia –– hanya sekitar 10% sampai 20% kasus mematikan)

2.3.1 Thanatophoric Dysplasia

Kata thanatophorik berarti kekerdilan “pencari-kematian”. Inilah displasia skeletal

yang paling umum dan mematikan. Temuan-temuan ultrasonografi menunjukkan anggota

gerak rhizomelic berat dengan kepala besar dan thoraks sempit. Ada dua tipe diajukan – tipe I

mempunyai femur bengkok dan tidak ada tengkorak dan tipe II mempunyai femur lurus

dengan tengkorak. Tulang belakang rata dan polyhydramnios yang signifikan ditemukan pada

70% kasus. Penurunan tidak sepenuhnya dipahami. Sebagian besar kasus hanya bersifat

sporadis, kasus lainnya tampaknya resesif autosomal atau mutasi baru.5,8

Page 6: lapkas 4 clh

Gambar 3. Gambar USG 3-D fetus dengan gambaran wajah abnormal pada displasia thanatoporik,

achondrogenesis II dan achondroplasia. (A). Fetus dengan displasia thanatoporik ditunjukkan dengan

tulang nasal datar yang berat dan bentuk wajah yang distorsi karena kraniosinostosis. (B). profil fetus

dengan displasia thanatoporik ditunjukkan dengan tulang nasal datar yang berat dan konfigurasi

trident tangan (brachydactyly). (C) fetus dengan achondrogenesis II ditunjukkan dengan septum

nasal datar tetapi tanpa distorsi bentuk wajah. (D) fetus dengan achondroplasia ditunjukkan dengan

septum nasal datar yang ringan tetapi tidak seberat displasia thanatoporik.

2.3.2 Achondroplastic Dysplasia

Ini merupakan penyakit paling umum kedua tetapi merupakan kekerdilan non-mematikan

paling umum. Penurunannya biasanya autosomal dominan sebagai mutasi baru. Bentuk homozygot

(di mana anak menerima gen dominan dari kedua orangtua) mematikan. Temuan-temuan

ultrasonografi adalah anggota gerak rhizomelic yang bengkok dengan kepala besar. Akan tetapi,

ukuran dada normal bila dibandingkan dengan perut. Hydrocephalus bisa ditemukan pada sebagian

kasus. Kesulitan dengan penyakit ini adalah bahwa sebagian besar penurunan pertumbuhan anggota

gerak terjadi setelah 20 sampai 24 minggu kehamilan. Karena itu, diagnosis pralahir dini sulit.

Sebagian besar diagnosis terjadi pada trimester ketiga.5,6

2.3.3 Achondrogenesis

Ini adalah displasia mematikan yang diturunkan sebagai penyakit autosomal resesif.

Temuan-temuan ultrasonografi menunjukkan micromelia yang sangat berat, torso pendek dengan

kepala besar dan terjadi osifikasi yang buruk. Ada dua tipe yang dibandingkan di bawah ini.5,10

Tulang Tipe I (Parenti-Fraccaro) Tipe II (Langer-Saldino)

Anggota gerak micromelia mikromelia

Iga tipis denganfraktur pendek/gemuk tanpa fraktur

Tulang belakang tanpa osifikasi lumbar tanpa osifikasi

Tengkorak dengan osifikasi buruk biasanya osifikasi baik

Iliac dengan osifikasi buruk biasanya osifikasi baik

Sacrum/Pubis tidak ada dengan osifikasi buruk

Kelainan-kelainan terkait yang dilaporkan meliputi hydrocephalus, hygroma kista, bibir dan

langit-langit sumbing, kelainan jantung dan kelainan ginjal. Hipoplasia paru berat biasanya terjadi.5,10

Page 7: lapkas 4 clh

2.3.4 Osteogenesis Imperfecta

Ini adalah kelompok penyakit collagen dengan tulang rapuh dan sclera biru. Ada empat tipe

dengan Tipe II mematikan. Tipe I adalah dominan autosomal dan mempunyai tiga-seskeletali sclera

biru, tulang rapuh (tetapi biasanya tidak fraktur di dalam kandungan) dan tuli. Tipe II adalah resesif

autosomal dan sayangnya merupakan yang paling umum. Atas ultrasonografi, tulang panjang

memendek dan mengalami fraktur dengan tampilan “kerisut”. Tengkorak mengalami osifikasi buruk,

fraktur iga umum ditemukan dan thoraks bisa pendek. Tipe III tampaknya diturunkan sebagai resesif

maupun dominan autosomal. Sekali lagi, tulang rapuh tetapi fraktur terjadi pada tahap lanjut

kehamilan, menjelang kelahiran atau setelah kelahiran. Sklera berwarna biru tetapi kemudian bisa

berubah menjadi putih. Tipe IV merupakan yang paling ringan dan dominan autosomal. Tulang

panjang bisabengkok tetapi tidak terjadi fraktur. Sklera berwarna biru tetapi kemudian berubah

menjadi putih.5,6,9

Tabel 2. Gambaran Variasi Tipe Osteogenesis Imperfecta4

2.3.5 Asphyxiating Thoracic Dystrophy

Penyakit ini adalah resesif autosomal dan juga disebut sindrom Jeune. Penyakit ini biasanya

mematikan tetapi tidak secara merata dan yang selamat ada dilaporkan. Temuan-temuan

ultrasonografi menunjukkan thoraks berbentuk-lonceng sempit dengan iga horizontal tetapi anggota

gerak tidak begitu berpengaruh. Tulang panjang sedikit memendek atau normal. Polydactyly, bibir

dan langit-langit sumbing, dan kelainan ginjal juga ada dilaporkan.5

2.3.6 Chondrodysplasia Punctata

Chondrodysplasia punctata mencakup kelompok penyakit yang bervariasi di mana terjadi penyisipan

kalsifik epiphysis, yang umumnya diidentifikasi pada radiografi konvensional. Chondrodysplasia

punctata rhizomelic dan tipe nonrhizomelic (sindrom Conradi-Hunermann) awalnya dilaporkan

Page 8: lapkas 4 clh

masing-masing dengan kelainan resesif dan dominan terkait-X, tetapi tipe resesif terkait-X juga ada

ditemukan. Chondrodysplasia punctata rhizomelic dengan autosomal resesif adalah disebabkan

perubahan dalam metabolisme perioxisomal, sementara tipe dominan terkait-X adalah akibat dari

mutasi pada enzym sterol isomerase delta 8, yang menyebabkan biosintesa kolesterol abnormal.

Bentuk lainnya dengan penurunan yang berbeda-beda juga ada dilaporkan. Temuan-temuan dapat

meliputi dismorfisma craniofacial, kelainan ocular, kelainan kulit, pemendekan asimetris anggota

gerak, dan kontraktur sendi. Prognosis sangat buruk, dengan keterbelakangan mental berat,

tetraplegia spastik dan instabilitas pengaturan panas. Ciri-ciri radiologik meliputi humerus sangat

pendek dan femur relatip pendek dengan perenggangan epiphysis. Kalsifikasi punctat epiphysis di

ujung tulang panjang ada dan mungkin ditemukan pada masa pralahir. Ciri-ciri wajah meliputi wajah

rata dengan hidung “pelana” kecil. Terjadi kontraktur ganda. Ascites dan polyhydramnios ada

dilaporkan. Temuan radiologik penitikan kalsifik epiphysis difus bisa ditemukan pada sejumlah

penyakit turunan dan penyakit didapat, seperti keterpaparan pada obat (warfarin, hydantoin);

penyakit lysosomal, peroxisomal dan metabolik; dan trisomy 18 dan 21. Fibroblast yang dikultur

dikirimkan untuk pengujian, di mana hasilnya mengesampingkan penyakit peroxisomal, terutama

chondrodysplasia punctata PEX7-rhizomelic (tipe 1) dan penyakit oksidasi asam lemak peroxisomal.

Akan tetapi, kuantifikasi sterol menunjukkan peningkatan ratio kolesterol/ratio kolesterol, sesuai

dengan diagnosis defisiensi isomerase delta 8 sterol, atau chondrodysplasia punctata tipe 2 (CDPX2)

(sindrom Conradi-Hunermann).8

2.3.7 Camptomelic Dysplasia

Penyakit ini biasanya bersifat autosomal resesif atau sporadis dalam penurunannya.

Sebagian besar kasus mematikan tetapi sedikit yang selamat ada dilaporkan. Camptomelic berarti

“anggota gerak bengkok”. Karena itu, temuan karakteristik adalah bengkok tulang panjang, terutama

femur dan tibia. Panjang dari tulang panjang mungkin normal. Sering ada kelainan terkait yang

meliputi langit-langit sumbing, mycrocephaly, micrognathia, hydrocephalus, cacat jantung bawaan

dan hydronephrosis.5

2.3.8 Chondroectodermal Dysplasia

Penyakit ini juga bersifat resesif autosomal dan disebut sindrom Ellis-Van Creveld. Anggota

gerak biasanya mempunyai tampilan mesomelic dan ada polydactyly postaxial (sisi ulnar). Dada bisa

kecil dan 50% atau lebih mengalami cacat jantung bawaan. Displasia ectodermal berarti gigi dan

kuku tidak ada. Sekitar setengah kasus mematikan.5

Page 9: lapkas 4 clh

2.3.9 Atelosteogenesis

Genetika penyakit ini adalah sporadis atau autosomal resesif. Anggota gerak mengalami

micromelia berat – sering tebal di ujung proksimal dan tipis di ujung distal yang menjadikannya

tampak berbentuk-pentungan. Displasia ini juga mematikan. Dada sering sempit dan mungkin terjadi

osifikasi buruk tulang belakang thoracic, humerus dan femur.5

2.3.10 Short-Rib Polydactyly Syndrome

Ini adalah kelompok penyakit autosomal resesif yang mematikan dan semuanya terdiri dari

anggota gerak pendek, thoraks menyempit dan polydactyly postaxial. Tipe-tipe pada pokoknya

bervariasi dalam kelainan terkaitnya. Tipe I (sindrom Saldino-Noonan) mempunyai tulang panjang

tipis, femur dengan ujung tajam, dan bisa mengalami kelainan ginjal, gastrointestinal dan jantung.

Tipe II (sindrom Majewski) mempunyai tibia sangat pendek, dan bisa mengalami bibir dan langit-

langit sumbung, kelainan jantung dan ginjal polikista. Tipe III (sindrom Naumoff) mempunyai

metaphysis lebar dan kelainan ginjal umum ditemukan. Tipe IV (sindrom Beemer-Langer) bisa

mengalami bibir dan langit-langit sumbing, hernia pusar dengan perut menonjol, kelainan

gastrointestinal dan kelainan ganjil.5

2.3.11 Hypophosphatasia

Ini adalah penyakit resesif autosomal yang bisa muncul sebagai empat tipe yang didasarkan

pada presentasi. Tipe neonatal atau bentuk bawaan mematikan. Bentuk lainnya adalah penyakit

anak-anak, dewasa dan laten. Masalah ini dicirikan oleh demineralisasi tulang tengkorak dan tulang

panjang. Karena itu, tulang panjang mungkin bengkok dan bahkan fraktur. Darah juga menunjukkan

kadar rendah enzym alkalin phosphatase.5

2.3.12 Diastrophic Dysplasia

Penyakit ini bersifat autosomal resesif dan gen abnormal berlokasi pada kromosom nomor 5.

Diastrophik berarti “berpilin”. Anggota gerak biasanya menunjukkan micromelia bersama-sama

dengan kontraktur sendi ganda, micrognathia dan langit-langit sumbing. Cacat tangan juga umum

terjadi dengan jempol lurus yang memberikan tampilan “jempol hitchhiker”. Kaki pekuk berat dan

kyphoscoliosis juga bisa ditemukan. Akan tetapi, sedikit kasus yang mematikan, sebagian besar yang

selamat dan cerdas biasanya tidak terpengaruh.5

Page 10: lapkas 4 clh

2.3.13 Fibrochondrogenesis

Penyakit ini bersifat resesif autosomal dan mematikan. Anggota gerak mengalami rhizomelia

berat tetapi metaphysis sering melar yang menghasilkan tampilan berbentuk lonceng.5

Tabel 3. Gambaran Tipikal Displasia Skeletal3

2.4 ETIOLOGI

Displasia skeletal adalah penyakit tulang. Penyakit ini bisa terjadi akibat dari

kelainan:7

1. Pertumbuhan: menyebabkan bentuk dan ukuran abnormal skeletal.

2. Jumlah: berkurang atau bertambah.

3. Tekstur: penurunan atau peningkatan aktivitas proses pemodelan-ulang dan deposisi

mineral.

Pemendekan ekstremitas bisa melibatkan anggota gerak secara keseluruhan

(micromelia), segmen proksimal (rhizomelia), segmen antara (mesomelia) atau segmen distal

(acromelia).5,7

Page 11: lapkas 4 clh

Gambar 4. Pemendekan ekstremitas dapat melibatkan seluruh kaki (mikromelia), segmen

proksimal (rhizomelia), segmen tengah (mesomelia), atau segmen distal (akromelia), jari-jari

ekstra pada ulna atau fibula disebut preaksial atau postaksial berlokasi pada daerah radial atau

tibial.7

Diagnosis rhizomelia atau mesomelia mengharuskan perbandingan ukuran dari tulang

tungkai dan lengan bawah dengan tulang paha dan lengan.5,7

Acromelia bisa disebabkan beberapa kelainan tangan dan kaki. Polidaktili berkenaan

dengan keberadaan lebih dari lima jari. Ini diklasifikasikan sebagai post-axial jika jari tambah

berada pada sisi ulnar atau fibular dan preaxial jika jari tambah berlokasi pada sisi radial atau

tibial. Yang paling umum jari tambah adalah etiket kulit sederhana, yang sulit dilihat dengan

ultrasonografi, tetapi kadang-kadang tulang bisa juga ada.6,7

Page 12: lapkas 4 clh

Gambar 5. Polidaktili berkenaan dengan keberadaan lebih dari lima jari. Umumnya jari yang

berlebih merupakan suatu kulit tersisa, sulit untuk dilihat dengan ultrasonografi, tetapi tulang

atau duplikasi lengkap tetapi jari tidak fungsional juga ada. Pada gambar ini merupakan

ilustrasi polidaktili post-aksial.7

Sindaktili berkenaan dengan jaringan lunak atau penyatuan tulang jari-jari yang

berdekatan dan sulit diketahui dalam bentuk yang leih ringan.7

Gambar 6. Tulang pada sindaktili7

Klinodaktili terdiri dari penyimpangan jari. Ini bisa terjadi akibat dari phalanx ke-5 tengah abnormal

seperti pada brachymesophalangia.7

Gambar 7. Kiri: phalanx ke- 5 tengah abnormal disebut dengan klinodaktili.7

Penggandaan tangan sangat mengisyaratkan kelainan “radial-ray”. Kelainan ini mulai

dari jempol abnormal (kadang-kadang triphalangeal seperti pada sindrom Holt-Oram) hingga

hypoplasia atau ketiadaan jempol dan kadang-kadang ketiadaan radius atau bahkan radius

Page 13: lapkas 4 clh

dan tangan. Tiga diagnosis paling mungkin meliputi sindrom Holt-Oram, sindrom radius

ketiadaan-thrombocytopenia (TAR) dan trisomy 18.5,

Gambar 8. Anomali “Radial-ray” dari jempol yang abnormal hingga hipoplasia atau

ketiadaan jempol dan kadang-kadang ketiadaan radius atau bahkan radius dan tangan.7

Panjang kaki sangat mendekati panjang femur dan bisa digunakan untuk

membandingkan keduanya. Pada level kaki, kaki rocker-bottom (posisi vertikal abnormal

talus dan calcaneus) atau kaki pekuk juga haruslah dicari.7

Gambar 9. Posisi vertical abnormal dari talus dan kalkaneus penyebab rockerbottom foot.7

Pada level kepala, penyimpangan dari bentuk normal kepala haruslah diamati. Ini

meliputi brachycephaly, scaphocephaly dan craniosynostosis.7

Gambar 10. Gambaran normal tulang tengkorak pada potongan lintang (gambar tengah)

dibandingkan dengan scaphocephaly (pendtaran lateral, gambar pertama) dan brachycephaly

( pemendekan antero-posterior, gambar kanan).7

Page 14: lapkas 4 clh

Brachycephaly terjadi pada banyak acrocephalopolysyndactyly. Scaphocephaly lebih

umum dan terkait dengan ruptur membran prematur, keterbatasan pertumbuhan, crowding

dalam kandungan dan displasia acromesomelic.7

Craniosynostosis terjadi akibat dari fusi prematur sutura. Otak yang membesar

menyebabkan cacat pada tulang-tulang di dekatnya yang menyebabkan kelainan spesifik.

Salah satu kelainan yang umum adalah bentuk daun-semanggi (atau kleeblattschadel) yang

terjadi pada displasia thanatophorik Tipe II. Kondisi lainnya dengan craniosynostosis adalah

sindrom Carpenter, hypophosphatasia, acrocephalosyndactyly, Crouzon – Aperts,

acrodysostosis, skeletalian trimethadone dan banyak lagi lainnya.5,7

Gambar 11. Craniosynostosis merupakan keadaan akibat dari fusi premature sutura.7

Frontal bossing adalah cacat kening yang mungkin terkait dengan achondroplasia dan

craniosynostosis tetapi juga disebabkan peningkatan ukuran intracranial dengan

hydrocephalus besar. Diagnosis sering dicurigai pada penampang bibir janin (penampang

yang digunakan untuk menilai keberadaan bibir sumbing) dan ditetapkan atau ditegaskan

pada penampang wajah sagital. Dalam waktu yang bersamaan perhadikan bridge hidung

rendah.7

Gambar 12. Potongan yang digunakan untuk menilai adanya bibir sumbing dimana

mendekati bagian depan kening (kanan atas). Frontal bossing (tengah) mengenai potongan,

dan frontal yang menjauhi potongan (slanting) (kiri).7

Page 15: lapkas 4 clh

Tulang-tulang wormian (Wormian bones) adalah tulang-tulang kecil di dalam

fontanella dan ini mungkin terkait dengan displasia cleidocranial, osteogenesis imperfecta,

trisomy 21, hypothyroidisma, pycknodysostosis dan progreria.7

Gambar 13. Wormian bones merupakan tulang-tulang kecil pada fontanela.7

Sewaktu melihat kepala, perhatikan jarak antar-mata. Penurunan jarak (hypotelorism)

atau peningkatan jarak (hypertelorism) juga bisa ada pada displasia skeletal. Rahang yang

lebih kecil (micrognathia) juga harus dicari pada waktu pemeriksaan ini.7

Gambar 14. Micrognathia merupakan keadaan mandibula lebih kecil dari normal dan

berhubungan dengan banyak kondisi.7

Pada level dada, perhatikan ukuran iga abnormal yang menyebabkan dada terlalu

sempit. Ini merupakan temuan khas pada sebagian besar displasia skeletal mematikan.

Kondisi-kondisi ini tidak mematikan karena tulang-tulang abnormal, tetapi karena iga terlalu

pendek dan karenanya mencegah pertumbuhan paru-paru normal. Hypoplasia paru yang

diakibatkannyalah yang mematikan. Di dalam praktek kita tidak perlu mengukur dada atau

iga. Cukup diketahui bahwa diameter dada haruslah antara 80-100% diameter normal.

Kelainan tulang belakang yang paling umum ditemukan pada displasia skeletal adalah

platyspondyly, yang terdiri dari perataan tulang belakang. Tanda ini merupakan ciri dari

displasia thanatophorik. Diagnosis pralahir dari hemivertebra bawaan juga ada dilaporkan.

Kyphois dan scoliosis juga bisa diidentifikasi dalam kandungan.7

Page 16: lapkas 4 clh

2.5 KEHAMILAN DAN CARA KELAHIRAN

Dengan peningkatan dalam perawatan obstetrik ibu dan bayi, perlu dipertimbangan

cara kelahiran individu yang mengalami displasia skeletal. Little People of America and the

Osteogenesis Imperfecta Foundation melihat semakin meningkatnya jumlah ibu hamil yang

mengalami displasia skeletal dengan komplikasi yang minimal, yang mengubah banyak

opini profesional tentang keluaran kehamilan pada orang yang bertubuh pendek. Isu-isu

seputar kehamilan pada wanita bertubuh pendek meliputi janin berisiko untuk homozygositas

atau heterozygositas campuran, terlepas dari apakah ibu mengidap dysplasia skeletal tubuh-

panjang versus tubuh-pendek, dibutuhkan persalinan secara operatif pada sebagian besar

kasus, anesthesia regional versus umum, dan waktu optimal untuk kelahiran.

Pada wanita dengan tinggi badan rata-rata yang janinnya mengidap displasia skeletal

ada isu ganda dan perlu diatasi sebelum kelahiran. Banyak individu dengan janin yang

mengalami penyakit genetik atau malformasi yang signifikan memilih untuk tidak

melanjutkan kehamilan hingga aterm. Sangatlah penting bahwa janin yang diduga mengidap

displasia skeletal yang dilahirkan sebelum bertahan hidup menjalani evaluasi postmortem,

sehingga konseling selanjutnya dapat berdasarkan pada informasi yang akurat. Bagi mereka

yang memilih melanjutkan kehamilan hingga aterm, sangatlah penting menilai janin untuk

tanda-tanda kematian yang mungkin (penurunan ratio panjang femur dengan lingkar perut,

keberadaan hydrops fetalis, polyhydramnios berat, kelainan visceral) versus janin yang

tampak mengalami displasia skeletal yang biasanya tidak terkait dengan kematian. Konsultasi

pralahir dan pengembangan rencana kelahiran dan resusitasi dengan ahli genetika klinik, ahli

neonatologi, dokter kandungan dan ahli anesthesia meningkatkan penanganan pascalahir

untuk janin ini. Banyak janin dengan displasia skeletal yang tidak mematikan dapat

mengalami gawat pernapasan pada periode pascalahir segera. Oleh karena itu, dokter

kandungan hendaknya menyadari bahwa banyak janin dengan displasia skeletal mematikan

dan nonmematikan yang dilahirkan aterm atau mendekati aterm dengan manifestasi

macrocephaly relatif dan persalinan pervaginam mungkin tidak mudah diwujudkan.

3. DIAGNOSIS PRENATAL DISPLASIA SKELETAL JANIN

3.1 EVALUASI ULTRASONOGRAFI

Evaluasi ultrasonografi trimester kedua janin untuk deteksi kelainan bawaan sudah

menjadi standar perawatan di banyak komunitas. Skeletal janin mudah divisualisasikan

Page 17: lapkas 4 clh

dengan ultrasonografi dua-dimensi pada 14 minggu usia kehamilan, dan pengukuran femur

dan humerus janin dianggap merupakan bagian dari evaluasi ultrasonografi tengah-trimester

dasar. Setiap janin yang menunjukkan pengukuran panjang femur atau humerus lebih kecil

dari sentil ke-5 atau -2SD dari rata-rata (mean) pada trimester kedua (< 24 minggu usia

kehamilan) hendaknya dievaluasi di pusat perawatan kesehatan yang mempunyai keahlian

dalam mengevaluasi skeletal janin secara keseluruhan dan mempunyai kemampuan untuk

memberikan konseling genetik. Parameter-parameter ultrasonografi janin berikut haruslah

divisualisasikan dan digambarkan grafiknya terhadap nilai-nilai normatif bila janin diduga

memanifestasikan displasia skeletal ; kranium janin (diameter biparietal, diameter occipital-

frontal dan lingkar kepala), lingkar perut, rahang bawah, clavicle, scapula, lingkar dada dan

semua tulang panjang janin. Perbandingan panjang relatif dari semua tulang panjang dan

terhadap nilai-nilai normatif akan memastikan apakah ada rhizomelia mesomelia atau bahwa

kedua segmen terlibat. Satu ratio yang membantu adalah ratio femur dengan kaki, yang

mendekati 1,0 sepanjang kehamilan. Banyak displasia skeletal menunjukkan disproporsi yang

didasarkan pada parameter-parameter ini. Sebagai contoh misalnya, penyakit pada pada

pokoknya muncul dengan rhizomelia pada periode pralahir akan menunjukkan perubahan

ratio femur dengan kaki (< 1). Selain evaluasi tulang panjang, ada prameter ultrasonografi

lainnya yang harus dievaluasi dan bisa membantu dalam pembedaan penyakit ini . Ini

meliputi profil facial janin (glabellar bossing, bridge nasal rata, micrognathia), keberadaan

dan bentuk ruas-ruas tulang belakang, dan tampilan relatif tangan dan kaki (jari ekstra, hilang

atau cacat). Banyak displasia skeletal serangan-awal pralahir yang terkait dengan

brachydactyly relatif dan equinovarus. Janin dengan pengukuran tulang panjang lebih dari 3D

di bawah rata-rata hendaknya dicurigai kuat mengalami displasia skeletal, terutama jika

lingkar kepala lebih besar daripada sentil ke-75. Sebagian besar displasia skeletal serangan-

awal pralahir muncul dengan disproporsi relatif pengukuran skeletal bila dibandingkan

dengan pengukuran kranium. Selain itu, perhatian yang cermat haruslah diberikan pada

bentuk dan pola mineralisasi calvarium dan skeletal janin (mineralisasi buruk atau ektopik).

Menentukan elemen-elemen skeletal yang abnormal, dipadu dengan temuan-temuan tentang

mineralisasi dan bentuk tulang bisa membantu dalam diagnosis. Konsultasi yang tepat dengan

ahli genetik atau penasehat genetik direkomendasikan untuk menilai skeletalian kelainan-

kelainan dan menentukan diagnosis banding paling mungkin. Prognosis dan riwayat alami

kemudian bisa didiskusikan dengan menggunakan diagnosis paling mungkin sebagai dasar

diskusi.3,4,12,13

Page 18: lapkas 4 clh

Salah satu faktor paling penting yang harus ditegaskan dengan ultrasonografi adalah

faktor kematian neonatus atau bayi. Definisi dari kematian bisa menjadi definisi yang sulit.

Kematian terjadi pada sebagian besar displasia skeletal sebagai akibat dari lingkar dada kecil

dan hipoplasia paru yang diakibatkannya. Akan tetapi, tidak semua displasia skeletal yang

terkait dengan lingkar thoraks kecil terkait dengan kematian segera. Dengan menggunakan

kriteria ultrasonografi untuk kematian, ratio lingkar dada-dengan-perut < 0,6 dan ratio

panjang femur-dengan-lingkar perut < 0,16 mengisyaratkan dengan kuat kematian. Bila

kelainan bersamaan pada sistem organ lainnya tervisualisasikan, maka terjadi peningkatan

morbiditas dan mortalitas pada penyakit ini. Perlu dicatat bahwa akurasi diagnosis pralahir

dari displasia skeletal dengan menggunakan ultrasonografi rutin mendekati 40% dan

misdiagnosis bisa menghasilkan informasi risiko kekambuhan yang tidak akurat dan

penanganan pasien yang tidak optimal. Dengan demikian, semua kasus displasia skeletal

yang didiagnosa sebelum lahir hendaknya mempunyai diagnosis akhir yang ditetapkan

dengan evaluasi klinik dan radiologik ahli. Bila ada tersedia, juga ada peran untuk otopsi dan

analisa histomorfik pelat pertumbuhan tulang rawan, terutama dalam kasus displasia skeletal

yang sangat jarang. Sangat penting mengkonseling keluarga dan dokter mereka untuk

mempertimbangkan mendapatkan dan menyimpan jaringan dan/atau DNA, terutama karena

banyak displasia skeletal terkait dengan risiko kekambuhan yang signifikan.1,2,3,11,12,13,

Tabel 4. Parameter standard ultrasonografi pada displasia skeletal2

Page 19: lapkas 4 clh

Tulang Panjang

Tulang panjang pada semua ekstremitas haruslah diukur. Jika pemendekan anggota

gerak ada, maka segmen-segmen yang terlibat haruslah dipastikan. Pemeriksaan rinci tentang

tulang-tulang yang terlibat diperlukan untuk mengesampingkan ketiadaan, hypoplasia dan

malformasi tulang. Tulang-tulang haruslah dinilai atas keberadaan, kelengkungan, tingkat

mineralisasi dan fraktur. Ratio panjang femur dengan lingkar perut (< 0,16 mengisyaratkan

hypoplasia paru) dan ratio panjang femur dengan panjang kaki (normal = 1, < 1

mengisyaratkan displasia skeletal) haruslah dihitung.4,13

Thoraks

Ratio lingkar dada dan cardiothoraks haruslah diukur pada level pandangan empat-

bilik jantung. Lingkar dada lebih kecil dari persentil ke-5 untuk usia kehamilan (8-10)

diajukan sebagai indikator hypoplasia paru. Parameter yang digunakan lainnya adalah ratio

lingkar dada dengan lingkar perut lebih kecil dari persentil ke-5, luas dada, ratio luas jantung

dengan luas dada lebih kecil dari persentil ke-5, ratio panjang dada dengan torso lebih kecil

dari 0,32, dan ratio panjang femur dengan lingkar perut lebih kecil dari 0,16. Thoraks

hypoplastik terjadi pada banyak displasia skeletal seperti displasia thanatophorik,

achondrogenesis, hypophosphotasia, displasia camptomelic, displasia chondroectodermal,

osteogenesis imperfecta dan polydactyly iga-pendek dan bisa menyebabkan hypoplasia paru,

yang merupakan penyebab utama dari kematian bayi pada banyak displasia skeletal janin.

Bentuk dan integritas thoraks haruslah dicatat. Ukuran dan konfigurai iga abnormal juga

ditemukan pada pasien pengidap displasia skeletal janin. Klavikula haruslah diukur, karena

ketiadaan hypoplasia clavicle ditemukan pada displasia cleidocranial. Keberadaan scapula

juga haruslah dicatat, karena ketiadaannya merupakan ciri penentu yang berguna dari

displasia camptomelic.1,3,8

Gambar 15 . Diagram Ilustrasi Suatu Algoritme Diagnostik Janin dengan Kemungkinan

Displasia Skeletal dan Kelainan Thoraks. OI= Osteogenesis Imperfecta.4

Tangan dan Kaki

Page 20: lapkas 4 clh

Tangan dan kaki haruslah dievaluasi untuk mengesampingkan keberadaan (a)

polydactyly preaxial atau postaxial (keberadaan lebih dari lima jari; preaxial jika jari tambah

berlokasi pada sisi radial atau tibial dan postaxial jika berlokasi pada sisi ulnar atau fibular);

(b) syndactyly (penyatuan jaringan lunak atau tulang dari jari-jari yang berdekatan); (c)

clinodactyly (penyimpangan jari); dan (d) cacat lainnya.4,15

Panjang kaki haruslah diukur dan setiap tulang yang tidak ada dievaluasi. Cacat

postural seperti “jempol hitchhiker”, kaki “rocker-bottom” dan kaki atau tangan pekuk juga

haruslah dievaluasi. Pekuk tangan mengisyaratkan spektrum kelainan-kelainan “pancaran

radial”, yang mencakup jempol abnormal (sindrom Holt-Oram), hypoplasia dan ketiadaan

jempol, dan kadang-kadang, ketiadaan radius atau ketiadaan radius dan tangan.4

Gambar 16. Diagram Ilustrasi Suatu Algoritme Diagnostik Janin dengan Pemendekan

Anggota Gerak yang berat dan Mineralisasi normal . OI= Osteogenesis Imperfecta.4

Page 21: lapkas 4 clh

Gambar 17. Diagram Ilustrasi Suatu Algoritme Diagnostik Janin dengan Pemendekan

Anggota Gerak yang sedang (moderat) dan Mineralisasi normal. OI= Osteogenesis

Imperfecta.4

Gambar 18. Diagram Ilustrasi Suatu Algoritme Diagnostik Janin dengan Pemendekan

Anggota Gerak yang normal dan Mineralisasi normal dan pada janin dengan agenesis

anggota gerak yang parsial atau lengkap. OI= Osteogenesis Imperfecta.4

Page 22: lapkas 4 clh

Gambar 19. Diagram Ilustrasi Suatu Algoritme Diagnostik Janin dengan Anggota Gerak yang

normal atau pendek dan Mineralisasi yang kurang. OI= Osteogenesis Imperfecta.4

Tengkorak

Lingkar kepala dan diameter biparietal haruslah diukur untuk mengesampingkan

macrocephaly. Bentuk, mineralisasi dan tingkat osifikasi tengkorak haruslah dievaluasi. Jarak

antar-orbit haruslah diukur dengan menggunakan diameter binocular dan diameter antar-

ocular untuk mengesampingkan hypertelorisma atau hypotelorisma. Ciri-ciri lainnya seperti

micrognathia, bibir atas pendek, bentuk telinga abnormal, frontal bossing dan tekngkorak

daun-semanggi harulah dinilai. Penyimpangan dari bentuk kepala normal, yang meliputi

brachycephaly (pemendekan anteroposterior kepala), scapocephaly (perataan lateral kepala),

dan craniosynostosis (penyatuan prematur jahitan), haruslah dicatat.4

Gambar 20. Diagram Ilustrasi Suatu Algoritme Diagnostik Janin dengan Kemungkinan

Displasia Skeletal dan Kelainan Tengkorak. OI= Osteogenesis Imperfecta.4

Page 23: lapkas 4 clh

Gambar 21. Diagram Ilustrasi Suatu Algoritme Diagnostik Janin dengan Kemungkinan

Displasia Skeletal dan Kelainan Muka. OI= Osteogenesis Imperfecta.4

Tulang Belakang

Tulang belakang haruslah diambil citranya dengan cermat untuk menilai panjang total

relatip dan keberadaan kelengkungan untuk mengesampingkan scoliosis. Mineralisasi tulang

belakang dan busur syaraf haruslah dievaluasi. Tinggi tulang belakang haruslah dievaluasi

secara subjektif untuk platyspondyly (bentuk tulang belakang rata dengan penurunan jarak

antar-pelat ujung), yang biasanya ditemukan pada displasia thanatophorik. Akan tetapi,

platyspondyly mungkin sulit diidentifikasi bahkan untuk operator US yang

berpengalaman.4,16,17

Pelvis

Bentuk pelvis bisa penting pada displasia dan dysostosis tertentu, seperti hypoplasia

anggota gerak-pelvis; sindrom hypoplasia femur-wajah tak biasa (acetabulae hypoplastik,

konstriksi dasar iliac dengan axis ischial vertikal, dan obturator foramina besar);

achondroplasia (tulang iliac bulat rata dengan bagian belakang ilial melar; margin acetabular

superior lebar horizontal; dan takik-takik sacrosciatic kecil); dan lain sebagainya. Bentuk

pelvis mungkin sulit dievaluasi atas US rutin, dan US tiga-dimensi (3D) mungkin diperlukan.

Penilaian janin dengan US 3D terbukti meningkatkan akurasi diagnostik, karena ciri-

ciri fenotipe tambahan yang tidak bisa terdeteksi atas US dua-dimensi bisa diidentifikasi.

Sebagai contoh misalnya, Garjian et al dan Krakow et al melaporkan diagnosis kelainan

wajah dan scapula tambahan dan pola kalsifikasi abnormal pada janin pengidap displasia

skeletal atas US 3D.4,18,19

Tabel 5. Kriteria yang digunakan untuk mendiagnosa displasia skeletal lethal.3

Page 24: lapkas 4 clh

Tabel 6. Temuan-temuan USG abnormal yang umum serta diagnosa banding (tidak termasuk

semua gangguan dengan temuan tersebut)2

Page 25: lapkas 4 clh

Tabel 6. Temuan-temuan USG abnormal yang umum serta diagnosa banding (tidak termasuk

semua gangguan dengan temuan tersebut)….(Lanjutan)2

Page 26: lapkas 4 clh

Gambar 22. Osteogenesis Imperfecta Tipe IIB f = femur,t = tibia, fb = fibula. a)

Ultrasonografi 2D prenatal. b) CT 3D Prenatal; anggota gerak bawah yang mengalami

pemendekan dan tulang lumbal yang normal (arah panah). c) bayi baru lahir dengan club

foot. d) Pemeriksaan radiologi postnatal.15

3.2 CT SCAN

Setelah 30 minggu kehamilan, radiograf ortogonal standar perut ibu bisa membantu

memvisualisasikan skeletal janin dan mengidentifikasi kelainan yang mungkin dalam bentuk

dan ukuran tulang. Akan tetapi, superposisi tulang-tulang janin dan ibu sering menimbulkan

kesulitan. CT memungkinkan visualisasi lengkap skeletal janin tanpa superposisi tulang ibu.

Ini mempunyai sensitivitas yang lebih baik daripada US 2-D untuk diagnosis dan pencirian

pralahir displasia skeletal. Dalam sebuah studi baru-baru ini yang mencakup 6 kasus,

diagnosis yang tepat ditetapkan pada semua kasus dengan CT 3-D dan hanya pada 4/6 kasus

dengan US 2-D. Selain itu, CT 3-D mengidentifikasi lebih banyak kelainan secara signifikan

daripada US 2-D. Penulis menyimpulkan bahwa CT 3-D lebih akurat untuk diagnosis pralahir

kelainan tulang janin.1,2,3,20

Page 27: lapkas 4 clh

Analisa citra

Irisan-irisan CT 2-D dibengkokkan dengan cermat untuk memvisualisasikan setiap

segmen skeletal dan untuk memberikan pandangan struktur tulang yang tepat (ratio tulang

cortical/medullar), cacat metaphyseal dan fraktur yang mungkin. Rekonstruksi 3-D dianalisa

pada waktu akuisisi dengan menggerakkan janin dalam ruang 3-D untuk memeriksa proporsi

global dan cacat morfologik (tulang bengkok, iga pendek, pemendekan tulang belakang,

luksasi, dll.). Menurut pengalaman kami, CT 3-D menunjukkan temuan-temuan skeletal

tambahan, tetapi juga temuan-temuan skeletal spesifik yang bisa terabaikan dengan

Ultrasonografi. Karena itu ini membantu menetapkan diagnosis yang tepat. Cacat skeletal

spesifik ini sebagian besar mempengaruhi vertebral column, tulang-tulang pelvis dan pusat-

pusat osifikasi. CT 3-D lebih tepat dalam menggambarkan morfologi tulang belakang (bentuk

badan tulang belakang, platyspondyly), tulang-tulang pelvis dan synostosis tulang. Kelainan-

kelainan ini sering tidak mencolok pada Ultrasonografi, tetapi mungkin sangat penting dalam

menetapkan diagnosis yang tepat (misalnya, achondroplasia). Akan tetapi, haruslah

ditegaskan bahwa CT 3-D sekarang tidak cukup akurat untuk analisa cacat metaphyseal dan

untuk penilaian kepadatan tulang. Inilah yang paling penting dari irisan-irisan 2-D asli atau

rekonstruksi yang harus dianalisa dengan cermat. Kelainan metaphyseal atau kelainan

diaphyseal subtil lebih mencolok pada irisan-irisan rekonstruksi 2-D. Selain itu, sebagian

kelainan wajah (telinga dalam) hanya bisa tampak pada irisan-irisan 2-D. Sekarang ini tidak

ada data tentang kepadatan tulang janin yang dikorelasikan dengan usia kehamilan.

Pengukuran sedemikian akan membantu dalam diagnosis penyakit tulang yang

mempengaruhi mineralisasi seperti osteopetrosis atau osteogenesis imperfekta untuk mana

diagnosis aktual atas pencitraan sebagian besar mengandalkan fraktur tulang, yang tidak

selalu ada.1,2,3,20,21

Indikasi

Penggunaan CT dalam pencitraan skeletal janin jelas harus dibatasi pada kasus untuk

mana US dan data genetik tidak konklusif, yaitu untuk mendiagnosa atau mengesampingkan

dugaan displasia skeletal. Kasus yang dirujuk haruslah dibatasi pada situasi di mana

diagnosis mungkin berdampak pada tindak lanjut kehamilan (pengakhiran) atau pemeriksaan

neonat. Indikasi yang paling sering ditemukan dalam praktek klinik adalah pemendekan

tulang panjang (haruslah ada keterlambatan setidaknya 5 minggu dalam GA). Haruslah

dicamkan bahwa sebagian besar janin dengan tulang-tulang panjang yang sedikit memendek

tidak mengalami displasia skeletal dengan pengukuran tulang abnormal yang terkait dengan

Page 28: lapkas 4 clh

IUGR atau sebagai suatu varian. Pada janin tersebut, seperti yang disebutkan di atas,

penyelidikan komplementer tidak perlu.Cacat tulang panjang (kelengkungan, fraktur), cacat

tengkorak (clover leaf skull), dan bengkokan tulang belakang (kelainan segmentasi) adalah

indikasi yang baik untuk CT.1,2,3

Menurut Ruano et al. Bahwa USG 3D dan helical computer tomography (HCT) 3D dapat

berguna dapat berguna menjadi metode USG 2D dan dapat meningkatkan akurasi diagnosis

prenatal kelainan skeletal.17

Limitasi

Teknik ini membutuhkan radiasi ionisasi; karena itu teknik ini dibatasi pada kasus

yang dieleksi dan hanya selama trimester ketiga. Kadang-kadang kami melaksanakannya

lebih dini (dari 26 minggu usia kehamilan) dalam kasus dengan pengakhiran kehamilan yang

mungkin. Selain itu, kualitas citra tergantung pada mineralisasi tulang (lebih baik setelah 30

minggu usia kehamilan) dan immobilitas janin. Citra cacat atau faktur skeletal palsu bisa

sekunder terhadap gerakan-gerakan janin.1

CT tetap sering tidak memadai dalam visualisasi yang tepat dan lengkap dari

ekstremitas janin (tangan dan kaki) dan, seperti yang disebutkan di atas, dalam pemeriksaan

mineralisasi tulang. Selain itu, teknik ini berkenaan entitas yang jarang dan kompleks yang

paling tering terungkap pada trimester ketiga; yang melemahkan peranan diagnosis pralahir.1

Page 29: lapkas 4 clh

Gambar 23. Diagnosa Prenatal Achondroplasia pada usia kehamilan 32 minggu dengan

kombinasi USG (2D-US and 3D-US) and three-dimensional helical computer tomography

(3D-HCT).17

Gambar 24. Prenatal diagnosis chondrodysplasia punctata dengan kombinasi USG (2D-US

and 3D-US) and three-dimensional helical computer tomography (3D-HCT). 17

3.3 EVALUASI MOLEKULER

Kelainan molekuler diidentifikasi pada hampir setengah displasia skeletal yang sudah

dipastikan dengan jelas. Akan tetapi, aplikasi temuan-temuan ini pada perawatan pasien

langsung belum dimungkinkan untuk banyak penyakit ini. Bagi keluarga yang mempunyai

anak penderita sebelumnya dengan diagnosis yang ditegaskan secara molekuler dan yang

berisiko untuk kekambuhan, analisa molekuler DNA yang diperoleh dari sel-sel villus

khorionik atau amniocyt mungkin ada tersedia,, dengan analisa mutasi langsung atau dengan

analisa hubungan. Satu isu kontroversial adalah apakah pasien yang mempunyai anak

penderita dengan penyakit dominan baru harus ditawari pengujian pralahir invasif untuk

risiko mosaicisma germline yang relatif rendah.2,5,6,7

Tabel 7. Kelainan Genetik Pada Skeletal.3

Page 30: lapkas 4 clh

Satu aplikasi langsung dari pengujian molekuler adalah pada kasus kehamilan di

mana dua orangtua penderita mengidap displasia skeletal dominan autosomal yang sama atau

berbeda (nonassortative mating). Ini menjadikan janin berisiko untuk homozygositas atau

heterozygositas campuran yang sering terkait dengan kematian, walaupun ada pengecualian.

Jika kedua orangtua achondroplasia,, maka pengujian kehamilan untuk homozygositas atau

heterozygositas campuran untuk mutasi pada FGFR3 mudah tersedia, karena 97% pasien

dengan achondroplasia mengalami mutasi yang diketahui bisa diidentifikasi. Jika kedua

orangtua mengalami displasia skeletal yang terkait dengan mutasi pribadi, mereka hendaknya

dianjurkan dengan sangat untuk menjalani pengujian molekuler yang dilaksanakan sebelum

kehamilan, karena waktu yang diperlukan untuk diagnosis DNA bisa lama dan tidak semua

mutasi bisa diidentifikasi, dan pertimbangan untuk analisa hubungan mungkin diperlukan.2,7

Peranan pengujian molekuler pada displasia skeletal yang terjadi secara sporadis pada

kehamilan yang sedang berlangsung masih kontroversial. Lama waktu dari pengujian invasif

hingga diagnosis bisa lama dan mungkin tidak mengubah hasil kehamilan, terutama jika

tampilan ultrasonografi dada mengisyaratkan kematian. Hasil positif akan memberikan

jawaban dan bisa mempengaruhi perawatan pada waktu kanker leher rahim; akan tetapi,

kegagalan mengidentifikasi mutasi tidak membatalkan temuan-temuan ultrasonografi.1,6,7

Tabel 8. Beberapa gen yang dapat diskrining atau didiagnosa di dalam Uterus4,22

Page 31: lapkas 4 clh

Keterangan: COL1A1: Collagen Type1 Alpah 1, COL1A2: collagen type 1 alpha 2,

COL2A1: collagen type 2 alpha 1, COL9A1: collagen type IX alpha 1, COL9A2: collagen

type IX alpha 2, COL9A3: collagen type IX alpha 3, COMP: cartilage oligomeric matrix

protein gene, EVC: Ellis-van Creveld, DTDST (SLC26A2): diastrophic dysplasia sulfate

transporter (solute carrier family 26[sulfate transporter] member 2), MATN3: matrilin 3,

RUNX2: runt-related transcription factor 2, FGFR: fibroblast growth factor receptor,

SADDAN: severe achondroplasia with developmental delay and acanthosis nigricans.

Daftar Pustaka

Page 32: lapkas 4 clh

1. Cassart M. Suspected fetal skeletal malformations or bone diseases: how to explore. Pediatr

Radiol (2010) 40:1046–1051.

2. Krakow D, Lachman RS, Rimoin DL. Guidelines for the prenatal diagnosis of fetal skeletal

displasias. Genet Med. 2009 February ; 11(2): 127–133.

3. Teele RL. A guide to the recognition of skeletal disorders in the fetus. Pediatr Radiol (2006)

36: 473–484.

4. Dighe M, Fligner C, Cheng E, et al. Fetal Skeletal Displasia: An Approach to Diagnosis with

Illustrative Cases. RadioGraphic 2008: 28(4):1061-1077.

5. Towers CV. Fetal Skeletal Displasias. Department of Obstetrics and Gynecology at the

University of California, Irvine

6. Savarirayan R, Rimoin DL. Skeletal Displasia. Advances in Pediatrics 2004:51: 1-21.

7. Jeanty P, Valero G. The assessment of the fetus with a skeletal displasia. Women’s Health Alliance,USA.

8. Dighe M, Fligner C, Cheng E, et al. Fetal Skeletal Displasia: An Approach to Diagnosis with Illustrative Cases. RadioGraphic 2008: 28(4):1061-1077.

9. Liboi E, Lievens P.M-J. Thanatophoric displasia. Orphanet encyclopedia. September 2004. Available from: http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-Thanatophoric-displasia.pdf.

10. Taner MZ, Kurdoglu M, Taskiran C. Prenatal diagnosis of achondrogenesis type I: a case

report. Cases Journal 2008, 1:406. Available from:

http://www.casesjournal.com/content/1/1/406

11. Chudleigh T, Thilanaganathan B. Obstetric Ultrasound :How, Why and When. Elsevier.

3rdEdition .2004.p 172-175.

12. Schramm T, Gloning KP, Minderer S, et al. Prenatal sonographic diagnosis of skeletal

displasias. Ultrasound Obstet Gynecol 2009; 34: 160–170.

13. Krakow D, Alanay Y, Rimoin LP, et al. Evaluation of Prenatal-Onset Osteochondrodisplasias

by Ultrasonography: A Retrospective and Prospective Analysis. Am J Med Genet A. 2008

August 1; 146A(15): 1917–1924.

14. Bae DS, Barnewolt CE, Jennings RW. Prenatal Diagnosis and Treatment of

Congenital Differences of the Hand and Upper Limb. J Bone Joint Surg Am.

2009;91:31-39

15. Ulla M, Aiello H, Cobos MP, et al. Prenatal Diagnosis of Skeletal Displasias: Contribution of Three-Dimensional Computed Tomography. Fetal Diagn Ther 2011;29:238–247.

16. Golcaves LF, Espinoza J, Mazor M, et al. Newer imaging modalities in the prenatal diagnosis

of skeletal displasias. Ultrasound Obstet Gynecol 2004; 24: 115–120.

Page 33: lapkas 4 clh

17. Ruano R, Molho M, Roume J, et al. Prenatal diagnosis of fetal skeletal displasias by

combining two-dimensional and three-dimensional ultrasound and intrauterine three-

dimensional helical computer tomography. Ultrasound Obstet Gynecol 2004; 24: 134–140.

18. Bowerman RA. Anomalies of the fetal skeletal: sonographic findings. AJR 1995: 164: 973-979.

19. Krakow D, Williams III J, Poehl M, et al. Use of three-dimensional ultrasound imaging in the

diagnosis of prenatal-onset skeletal displasias. Ultrasound Obstet Gynecol 2003; 21: 467–

472.

20. Khalil A, Pajkrt E, Chitty LS. Early prenatal diagnosis of skeletal anomalies. Prenat Diagn 2011;

31: 115–124.

21. Parilla BV, Leeth EA, Kambich MP, et al. Antenatal Detection of Skeletal Displasias. J

Ultrasound Med 2003:22:255–258.

22. Kim JM, Kim NY, Kim JY, et al. Prenatal detection of skeletal dysplasia using ultrasound and

molecular diagnosis. Korean Journal of Obstetrics and Gynecology2010;53:489-496.

Page 34: lapkas 4 clh

STATUS ORANG SAKIT

ANAMNESA Ny. L, 30 tahun, G7P3A3, Islam ,Jawa, SMP,Petani, i/d Tn T, 43 Tahun, Islam,Jawa, KU : Tekanan Darah Tinggi T : Hal ini dialami os sejak 4 hari ini, tekanan darah tinggi dikehamilan sebelumnya(-), Riwayat tekanan darah tinggi sebelum hamil (-), riwayat pandangan kabur (-), riwayat mual dan muntah (-), riwayat nyeri ulu hati (-), riwayat mules mules mau melahirkan (-), riwayat keluar lendir darah(-) riwayat keluar air air dari kemaluan (-), riwayat keluarga bertubuh pendek (-), riwayat terpapar radiasi (-), riwayat trauma (-), riwayat minum jamu-jamuan (-), pasien merupakan rujukan dari Rumah sakit luar dengan diagnosa: Gravida+PEB+ Hidrocephalus BAK (+)N, BAB (+)N.

RPT : Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), Jantung (-), Hypertiroid (-) RPO : (-)HPHT : 1 April 2013TTP : 8 Januari 2014 ANC : Bidan 8x, SpOG 1x

Riwayat Persalinan1. Abortus (thn : 2002) 2. Abortus (thn : 2004)3. Abortus (thn : 2008)4. ♀, aterm, 3200 gr, PSP, Bidan, Rumah, 11 thn, sehat 5. ♀, aterm, 3600 gr, PSP, Bidan, Rumah, 9 thn, sehat 6. ♀, aterm, 5000 gr, PSP, Bidan, Rumah, 5thn, sehat 7. Hamil ini

Status Present Kesadaran : Compos Mentis Anemis : (-)TD : 140/90 mmHg Ikterik : (-) Frek.Nadi : 80x/I Sianosis: (-)Frek.Nafas : 20 x/I Dispnoe : (-) Temp : 36,7 0 Edema : (-) Proteinuria : (+) 1

Status Obstetrikus Abdomen : Membesar asimetrisTFU : 4 jari bpx (34 cm) Teregang : kananTerbawah : KepalaGerak : (+)His : (-)Djj : 142 x/I, reguler EBW : 3200 – 3400 gram

Page 35: lapkas 4 clh

LABORATORIUM• Hb : 13,30 gr/dl D dimer : 390• Ht : 37,7 % LDH : 361• Leukosit : 12.110 /mm3• Trombosit : 284.000/mm3 PT : 12,7 (C:14)• Ur/Cr : 16,3/0,38 INR : 0,90• Na/K/Cl : 136/3,6/109 mEq/L APTT : 25,8 (C:32,0)• KGD adR : 149 mg/dl TT : 14,9 (C:17,0)

GAMBARAN USG TAS

USG TAS• JT, LK, AH • FM(+), FHR (+) • BPD 11,48 mm• Fl 4,45 cm (24 w 5d)• AC 34,97 cm (38 w 6d) • HC 37.56 cm• Plasenta corpus anterior, grd. 2• Tampak pembesaran ventrikel lateral • EFW 3073 gr

Kesan : IUP (36-37) mgg + PK + AH + Hidrochepalus + multiple kongenital anomali ?

Page 36: lapkas 4 clh

Diagnosa :PER + GMG + KDR ( 36-37) minggu + AH + Hidrocephalus + multiple congenital anomali?

Terapi : Nifedipine tab 4 x 10 mg, bila TD ≥ 180 /110 mmHg, Nifedipine 10mg / 30 menit

Rencana : Awasi VS, His, Djj , dan tanda – tanda progresifitas PE USG Konfirmasi

FOLLOW UP PASIEN TGL 13 Desember 2013Ku : (-)STATUS PRESENT Sens : Compos mentis Anemia : (-)TD : 130/90 mmHg Ikterus : (-)HR : 80 x/i, reguler Dispnoe : (-)RR : 22 x/I Sianosis : (-)Temperatur: 36,8 ºc Oedem : (-) Protein urin : (-)

STATUS OBSTRETIKUS• Gerak : (+)• His : (-)• DJJ : 140 x/i

Dx :PER + GMG + KDR ( 36-37) minggu + AH + Hidrocephalus + multiple congenital anomali?

Terapi : Nifedipine tab 4 x 10 mg, bila TD ≥ 180 /110 mmHg, Nifedipine 10mg / 30 menit

Rencan : USG supervisor

GAMBARAN USG TAS

Page 37: lapkas 4 clh

Hasil USG TAS• JT, AH, LK (kesan Holopronsencephaly type Alobar)• FM(+), FHR (+) • BPD tidak terukur • Fl 5,6 cm (26 w 3d)• AC 310 cm (38 w 6d) • Plasenta corpus anterior, grd. 2• AFI : cukup • EFW 3300 gr

Kesan : Holopronsencephaly type Alobar + IUP (25-26) mgg + PK + AH

FOLLOW UP PASIEN TGL 14 Desember 2013Ku : (-)STATUS PRESENT Sens : Compos mentis Anemia : (-)TD : 140/90 mmH Ikterus : (-)HR : 88 x/i, reguler Dispnoe : (-)RR : 20 x/I Sianosis : (-)Temperatur : 36,7 ºc Oedem : (-) Proteinuria : (-)

STATUS OBSTRETIKUS• Gerak : (+)• His : (-)• DJJ : 140 x/i

Dx : PER + GMG + KDR ( 36-37) minggu + AH + Holopronsencephaly type Alobar + multiple congenital anomali?

Terapi: Nifedipine tab 4 x 10 mg, bila TD ≥ 180 /110 mmHg, Nifedipine 10mg / 30 menit

Rencana : USG supervisor

FOLLOW UP PASIEN TGL 15 Desember 2013Ku : (-)STATUS PRESENT Sens : Compos mentis Anemia : (-)TD : 120/70 mmHg Ikterus : (-)HR : 94 x/i, reguler Dispnoe : (-)RR : 20 x/I Sianosis : (-)Temperatur : 36,4 ºc Oedem : (-) Proteinuria : (-)

Page 38: lapkas 4 clh

STATUS OBSTRETIKUS• Gerak : (+)• His : (-)• DJJ : 136 x/i

Dx : PER + GMG + KDR ( 36-37) minggu + AH + Holopronsencephaly type Alobar + multiple congenital anomali?

Rencana : USG supervisor

FOLLOW UP PASIEN TGL 16 Desember 2013Ku : (-)STATUS PRESENT Sens : Compos mentis Anemia : (-)TD : 130/80 mmHg Ikterus : (-)HR : 90 x/i, reguler Dispnoe : (-)RR : 20 x/I Sianosis : (-)Temperatur : 36,2 ºc Oedem : (-) Protein urin : (-)

STATUS OBSTRETIKUS• Gerak : (-)• His : (-)• DJJ : (-)

Dx : PER + GMG + KDR ( 36-37) minggu + KJDK + Hidrocephalus + multiple congenital anomali?

Rencana : USG supervisorGAMBARAN USG TAS

Page 39: lapkas 4 clh

USG TAS- Janin tunggal, exitus,- FM (-), FHR (-)- BPD : 11,11 cm kesan Hidrosefalus- HC : 37,74 cm- AC : 34,96 cm - Plasenta corpus posterior- AFI cukup- Extremitas superior : terjadi pemendekan tulang-tulang

humerus, radius dan ulna- Extremitas inferior : terjadi pemendekkan femur, tibia,

fibula Kesan : Skeletal displasia + Hidrosefalus + KJDK Diagnosa : Skeletal Displasia + Hidrosefalus+ PER + GMG + KDR (34-36 mgg) + KJDK

Rencana : SC

Laporan SC a/I Hidrosefalus + Skeletal dysplasia + Post Sterilisasi PoomeroyLahir bayi ♀,Bb 2900 gr, PB 33 cm, A/S 0/0 Anus (+)

- Ibu dibaringkan di meja operasi dengan infus dan keteter terpasang dengan baik.- Dilakukan tindakan aseptik dengan larutan betadine dan alkohol 70 % pada dinding

abdomen lalu ditutup dengan doek steril kecuali lapangan operasi.- Dibawah spinal anastesi dilakukan insisi pfannenstiel mulai dari kutis, subkutis sampai facia - Dengan menyisipkan pinset anatomis dibawahnya, fascia digunting ke kanan dan ke kiri, otot

dikuakkan secara tumpul.- Peritonium dijepit dengan klem, diangkat lalu digunting ke atas dan ke bawah, kemudian

dipasang hack blast.- Tampak uterus gravidarum sesuai usia kehamilan, identifikasi SBR dan Lig. Rotundum.- Plika vesikouterina digunting ke kiri dan ke kanan dan disisihkan ke bawah arah blast

secukupnya.- Dinding uterus diinsisi secara konkaf sampai menembus subendometrium. Kemudian

endometrium ditembus secara tumpul dan diperlebar sesuai arah sayatan- Dengan meluksir kepala maka:Lahir bayi ♀, BB 2900 gr, PB 33cm, A/S 0/0, Anus (+)- Tali pusat diklem pada 2 tempat dan digunting di antaranya, plesenta dilahirkan dgn PTT .

Kesan : lengkap. - Kedua sudut kiri dan kanan tepi luka insisi dijepit dengan oval klem. - Kavum uteri dibersihkan dari sisa-sisa selaput ketuban dengan kasa steril terbuka sampai

tidak ada sisa selaput/plasenta yang tertinggal. Kesan : bersih- Dilakukan penjahitan hemostatis figure eight pada kedua ujung robekan uterus dengan

benang chromic cat gut no. 2, dinding uterus dijahit lapis demi lapis jelujur terkunci lalu dilakukan over hecting. Evaluasi tidak ada perdarahan. Reperitonealisasi dengan plain cat gut no 1.0.

- Klem peritonium dipasang lalu kavum abdomen dibersihkan dari bekuan darah dan cairan ketuban. Kesan : bersih.

- Evaluasi tuba kanan-kiri dilakukan sterilisasi poomeroy

Page 40: lapkas 4 clh

- Lalu peritoneum dijahit dengan plain cat gut no. 00, lalu dilakukan jahitan aproksimal otot dinding abdomen dengan plain cat gut no. 00 secara simple hecting.

- Kedua ujung fascia dijepit dengan kocher, dijahit secara jelujur dengan vicryl no 2/0.- Subcutis dijahit secara simple suture dengan plain cat gut no. 00.- Kutis dijahit secara subcutikuler dengan vicryl no 2/0.- Luka operasi ditutup dengan kasa steril + betadin solusio.- Liang vagina dibersihkan dari sisa-sisa darah dengan kapas sublimat hingga bersih.- KU ibu post operasi : stabil

Instruksi pasca operasi:1. Awasi vital sign, kontraksi, dan tanda-tanda perdarahan2. Cek HB 2 jam post SC, jika < 8 gr% transfusi PRC sesuai kebutuhan

FOLLOW UP TGL 17 DESEMBER 2013Ku : nyeri luka operasiSTATUS PRESENT Sens : Compos mentis Anemia : (-)TD : 130/70 mmHg Ikterus : (-)HR : 94 x/i, reguler Dispnoe : (-)RR : 20 x/I Sianosis : (-)Temperatur : 36,8 ºc Oedem : (-) Protein urin : (-)

STATUS OBSTRETIKUSAbdomen : Soepel, peristaltik (+)NTFU : 2 jari bawah pusat Kontraksi : (+) BaikL/O : tertutup verband kesan keringP/V : (-), lokia rubraBAK : (+) Via Kateter UOP ± 50 cc/jam, kuning jernihBAB : (-) Flatus (+)

Dx : Post SC a/I Hidrosefalus + Skeletal displasia + post sterilisasi poomeroy + NH1

Th/ : - IVFD RL 20 gtt/i - Inj. Ceftriaxon 1 gr / 12 jam - Metronidazole drip 500 mg/ 8 jam - Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam - Inj. Ranitidin 1 amp/ 12 jam

R/ : Mobilisasi bertahap

LABORATORIUM• Hb : 12,10 gr/dl D dimer : 1940• Ht : 34,60 % LDH : 420• Leukosit : 18.750 /mm3

Page 41: lapkas 4 clh

• Trombosit : 238.000/mm3• Ur/Cr : 7,90/0,41 • Na/K/Cl : 135/3,6/106 mEq/L• KGD adR : 178,30 mg/dl• PT : 14,5 (C:13.00)• INR : 1,13• APTT : 26,0 (C:32,0)• TT : 14,9 (C:16,8)

FOLLOW UP TGL 18 DESEMBER 2013Ku : (-)STATUS PRESENT Sens : Compos mentis Anemia : (-)TD : 130/90 mmHg Ikterus : (-)HR : 88 x/i, regule r Dispnoe : (-)RR : 20 x/I Sianosis : (-)Temperatur : 36,8 ºc Oedem : (-) Protein urin : (-)

STATUS OBSTRETIKUSAbdomen : Soepel, peristaltik (+)NTFU : 2 jari bawah pusat Kontraksi : (+) BaikL/O : tertutup verband kesan keringP/V : (-), lokia rubraBAK : (+) Via Kateter UOP ± 60 cc/jam, kuning jernihBAB : (-) Flatus (+)

Dx : Post SC a/I Hidrosefalus + Skeletal Displasia + post sterilisasi poomeroy + NH2

Th/ : - Cefadroxil 2 x 500 mg - Paracetamol 3 x 500 mg - Vit B com 2 x1

R/ : Aff Infus & kateter Terapi oral

FOLLOW UP TGL 19 DESEMBER 2013Ku : (-)STATUS PRESENT Sens : Compos mentis Anemia : (-)

Page 42: lapkas 4 clh

TD : 120/70 mmHg Ikterus : (-)HR : 89 x/i, regule r Dispnoe : (-)RR : 20 x/I Sianosis : (-)Temperatur : 36,5 ºc Oedem : (-) Protein urin : (-)

STATUS OBSTRETIKUSAbdomen : Soepel, peristaltik (+)NTFU : 2 jari bawah pusat Kontraksi : (+) BaikL/O : tertutup verband kesan keringP/V : (-), lokia rubra (+)BAK : (+) NBAB : (-) Flatus (+)

Dx : Post SC a/I Hidrosefalus + Skeletal Displasia + post sterilisasi poomeroy + NH3

Th/ : - Cefadroxil 2 x 500 mg - Paracetamol 3 x 500 mg - Vit B com 2 x1

R/ : GV kering PBJ

ANALISA KASUSTelah dilaporkan suatu kasus Skeletal Displasia + Hidrosefalus + PER + GMG + KDR (34-36 mgg) + KJDK. Ny. L, 30 tahun, G7P3A3, Islam ,Jawa, SMP, Petani, i/d Tn T, 43 Tahun,

Page 43: lapkas 4 clh

Islam,Jawa, datang ke RSHAM tanggal 12 Desember 2013 dengan keluhan tekanan darah tinggi hal ini dialami os sejak 4 hari yang lalu ketika os kontrol ke bidan. Riw. Tekanan darah tinggi sebelum hamil (-), Riw. Tekanan darah tinggi pada hamil sebelumnya (-). Riw.Nyeri kepala (-). Riw. Pandangan kabur (-), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-). Riw. Kejang (-). Mules-mules mau melahirkan (-), keluar lendir darah (-), keluar air-air dari kemaluan (-). Riw. Keluarga yang tubuhnya pendek (-). Riw. minum jamu-jamuan (-). Riw. terpapar radiasi (-). Riw. trauma (-). Os adalah pasien rujukan dari RS luar dengan diagnosa Gravida + PEB + Hidrocephalus Dari pemeriksaan klinis, didapati di jumpai tekanan darah 140/90 mmHg, Pada pemeriksaan urine didapati proteinuria (+1) tidak di jumpai adanya edema. Kemudian dilakukan pemeriksaan kesejahteraan janin dengan Dapthone, dimana di jumpai detak jantung janin : 140x/i maupun dengan USG di dapati : IUP (25-26mgg) + Skeletal Displasia + Hidrosefalus. Pada tanggal 16 Desember 2013 dilakukan USG ulang dan DJJ tidak ditemukan, kesan Skeletal displasia + Hidrosefalus + KJDK Dan pasien ini di diagnosa dengan Skeletal Displasia + Hidrosefalus+ PER + GMG + KDR (34-36 mgg) + KJDK, dan segera dilakukan SC

Pada tanggal 16-12-2013 dengan SC lahir bayi perempuan, BB 2900 gr, PB 33 cm, A/S 0/0 , Anus (+). Setelah dirawat 3 hari os di pulangkan dan control ke poli 3 hari kemudian.

PERMASALAHAN1. ?

Lampiran

Page 44: lapkas 4 clh
Page 45: lapkas 4 clh