Upload
dian-primadia-putri
View
49
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
STROKE ISKEMIK DENGAN
TRANFORMASI HEMORAGIK
DISUSUN OLEH:
QARINA HASYALA PUTRI 080100367
DIAN PRIMADIA PUTRI 100100013
AULIA SUCI MAURINDA 100100034
ROMULUS P. SIANIPAR 100100180
ACHMAD RIFQY RUPAWAN 100100225
PEMBIMBING:
Dr. dr. Rr. Suzy Indharty, M.Kes, Sp.BS
DEPARTEMEN BEDAH SARAF
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
karena atas rahmat dan kurnia-Nya , penulisan laporan kasus dengan judul Stroke
Iskemik dengan Transformasi Hemoragik dapat diselesaikan. Makalah ini
diajukan untuk melengkapi tugas pada Kepaniteraan Klinik Departemen Bedah
Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Meskipun penulisan makalah ini banyak mengalami hambatan, kesulitan
dan kendala, namun karena adanya bimbingan, petunjuk, nasihat dan motivasi dari
berbagai pihak, penulisan makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu.
Namun demikian, karena keterbatasan pengalaman, pengetahuan,
kepustakaan dan waktu, laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk
ini, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan untuk
menyempurnakan makalah ini.
Medan,15 Maret 2015
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang...........................................................................................1
1.2. Tujuan........................................................................................................1
1.3. Manfaat......................................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi.....................................................................................................27
2.2. Epidemiologi............................................................................................27
2.3. Patofisiologi.............................................................................................29
2.4. Klasifikasi................................................................................................31
2.5. Manifestasi Klinik....................................................................................31
2.6. Prosedur Diagnostik.................................................................................32
2.8. Diagnosis Banding...................................................................................36
2.9. Penatalaksanaan.......................................................................................36
2.10.Komplikasi..............................................................................................40
BAB 3 KESIMPULAN................................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................46
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Stroke adalah tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fokal (atau
global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Gangguan
peredaran darah otak berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh
darah di otak. Otak seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan jadi
terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan memunculkan kematian sel saraf
(neuron). Gangguan fungsi otak ini akan memunculkan gejala stroke (Junaidi, 2011).
Sekitar 80-85% stroke adalah stroke iskemik, yang dapat disebabkan oleh thrombosis
dan emboli. 20% sisanya adalah stroke hemoragik yang disebabkan oleh pendarahan
intraserebrum hipertensif, perdarahan subaraknoid akibat pecahnya aneurisma ataupun
rupturnya malformasi arteriovena (MAV). Faktor risiko dari stroke adalah penyakit
jantung aterosklerotik, diabetes melitus, dislipidemia, merokok, obesitas dan hipertensi
kronik. (Prince, 1995)
Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung
dan kanker . Menurut survey tahun 2004, stroke merupakan pembunuh nomor satu di RS
pemerintah seluruh Indonesia. Diperkirakan sejumlah 500.000 kasus stroke pada tahun
tersebut. Dari jumlah tersebut sepertiganya dapat pulih kembali, sepertiga lainnya
mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang dan sepertiganya sisanya
mengalami gangguan fungsional berat. (Depkes RI, 2004)
Transformasi hemoragik merupakan salah satu komplikasi yang
ditimbulkan oleh stroke iskemik dan dapat memperburuk prognosis
penderita.Transformasi hemoragik dapat didefinisikan baik secara klinis maupun
radiologis. Transformasi hemoragik mencakup suatu spektrum luas perdarahan
sekunder, yang berkisar mulai dari perdarahan petekie area kecil sampai
hematoma masif yang memenuhi ruang.
1
1.2 Tujuan
Tujuan penyusunan laporan kasus ini adalah memahami aspek teori dari stroke
iskemik serta mengaplikasikan pada kasus di lapangan. Penyusunan laporan kasus ini
sekaligus untuk memenuhi persyaratan kegiatan program pendidikan profesi dokter
(P3D) di Departemen Bedah Saraf RSUP Haji Adam Malik Medan.
1.3 Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan penulis
maupun pembaca khususnya peserta P3D untuk mengintegrasikan teori yang ada
dengan aplikasi kasus yang dijumpai di lapangan.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Berdasarkan defenisi WHO (World Health Organization), stroke adalah
gangguan fungsi serebral yang terjadi baik fokal maupun global yang terjadi
mendadak dan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau meninggal disebabkan
oleh gangguan pembuluh darah (WHO, 2006).
Berdasarkan Bustan, stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut
yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak terjadi secara mendadak
dan menimbulkan gejala atau tanda sesuai dengan daerah otak yang terganggu
(Bustan 2007, dalam Nastiti 2012).
Stroke iskemik merupakan tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan
otak yang disebabkan berkurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu
kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Sjahrir, 2003).
Definisi menurut World Health Organization (2006) tersebut
mengeksklusikan:
1) Transient Ischemic Attack (TIA), dimana juga merupakan gejala
neurologis fokal tetapi berlangsung kurang dari 24 jam
2) Perdarahan subdural
3) Perdarahan epidural
4) Keracunan
5) Gejala-gejala yang disebabkan trauma
2.2 EPIDEMIOLOGI
3
Menurut WHO (2011), penyakit serebrovaskular termasuk stroke adalah
pembunuh nomor 2 di dunia. WHO memperkirakan 5,7 juta kematian terjadi
akibat stroke pada tahun 2005 dan itu sama dengan 9,9 % dari seluruh kematian.
Angka kematian akibat stroke lebih tinggi pada wanita (11%) dari pada pria
(8,4%) pada tahun 2004.
Insiden stroke pada pria lebih tinggi daripada wanita, pada usia muda,
namun tidak pada usia tua. Rasio insiden pria dan wanita adalah 1.25 pada
kelompok usia 55-64 tahun, 1.50 pada kelompok usia 65-74 tahun, 1.07 pada
kelompok usia 75-84 tahun dan 0.76 pada kelompok usia diatas 85 tahun ( Lloyd
dkk, 2009).
Di Indonesia, berdasarkan penelitian Machfoed, di peroleh hasil bahwa
dari 1.397 pasien stroke terdapat 808 pria, 589 wanita, dan 1001 orang dengan
stroke iskemik (Machfoed , 2003).
Insidensi terjadinya stroke di Amerika Serikat lebih dari 700.000 orang per
tahun, dimana 20% darinya akan mati pada tahun pertama. Jumlah ini
diperkirakan akan meningkat menjadi 1 juta per tahun pada tahun 2050 (Becker,
dkk, 2010). Sedangkan di Indonesia dari data Departemen Kesehatan R.I. (2009),
prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1.000 penduduk. Daerah yang memiliki
prevalensi stroke tertinggi adalah Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000
penduduk) dan yang terendah adalah Papua (3,8 per 1.000 penduduk). Di
Indonesia, data nasional epidemiologi stroke belum ada, tetapi dari data sporadik
di rumah sakit terlihat adanya tren kenaikan angka morbiditas stroke, yang seiring
dengan semakin panjangnya life expentancy dan gaya hidup yang berubah (Modul
Neurovaskular PERDOSSI, 2009).
2.3 FAKTOR RISIKO
Menurut World Health Organization (WHO, 2006), faktor resiko stroke
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1) Faktor risiko mayor
4
a) Bisa dimodifikasi, meliputi:
(1) Peningkatan tekanan darah
(2) Merokok
(3) Aktivitas fisik yang kurang
(4) Diet (konsumsi sayuran dan buah-buahan yang kurang)
(5) Konsumsi alkohol yang berlebih
(6) Kelebihan berat badan
(7) Diabetes
b) Lingkungan, meliputi:
(1) Perokok pasif
(2) Akses terhadap terapi kesehatan
c) Tidak bisa dimodifikasi, meliputi:
(1) Umur (peningkatan resiko pada usia lanjut)
(2) Jenis kelamin(peningkatan resiko pada jenis kelamin laki-laki)
(3) Genetik
2) Faktor risiko minor
Pada negara berkembang, diabetes mellitus, fibrilasi atrium, dan beberapa
penyakit jantung lainnya merupakan faktor resiko stroke iskemik yang bisa
dimodifikasi. Hiperkolesterolemia juga merupakan faktor resiko kejadian stroke.
2.4 PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan fisiologis, jumlah darah yang mengalir ke otak adalah 50–
60 ml per 100 gram otak per menit. Jadi jumlah darah untuk seluruh otak, yang
5
kira-kira beratnya antara 1200-1400 gram adalah 700-840 ml per menit. Dari
jumlah darah itu, satu pertiganya disalurkan melalui tiap arteri karotis interna dan
satu pertiga sisanya disalurkan melalui susunan vertebrobasilar. Daerah otak tidak
berfungsi bisa karena secara tiba-tiba tidak menerima suplai darah lagi karena
arteri yang memperdarahi daerah tersebut putus atau tersumbat. Penyumbatan itu
bisa terjadi secara mendadak atau secara berangsur-angsur (Mardjono, 2008).
Oklusi akut pembuluh darah intrakranial menyebabkan penurunan aliran
darah ke regio otak sesuai dengan kebutuhannya. Penurunan aliran ini akan
berpengaruh pada aliran darah kolateral dan ini sangat tergantung pada anatomi
vaskular individual dan lokasi oklusi. Apabila aliran darah serebral tidak ada sama
sekali, akan terjadi kematian pada jaringan otak dalam 4 hingga 10 menit. Apabila
aliran darah ke otak kurang dari 16-18 ml/ 100 gram jaringan otak per menit maka
akan menyebabkan infark dalam satu jam. Apabila kurang dari 20 ml/ 100 gram
jaringan otak per menit menyebabkan iskemik tanpa infark kecuali jika
berlangsung selama beberapa jam atau hari. Jika aliran darah dikembalikan
dengan cepat sesuai dengan kebutuhannya, sehingga jaringan otak dapat pulih
penuh dan simptom pada pasien hanya transien dan ini disebut transient ischemic
attack (TIA). Tanda dan gejala TIA biasanya berlangsung dalam 5-15 menit tetapi
secara defenisi harus kurang dari 24 jam.
Kematian sel pada otak terjadi melalui dua jalur yaitu: (1) jalur nekrosis di
mana pemecahan sitoskletal seluler berlangsung cepat yang berakibat pada
kegagalan energi sel, dan (2) jalur apoptosis di mana sel terprogram untuk mati.
Iskemik menyebabkan nekrosis karena sel-sel neuron mengalami kekurangan
glukosa yang berakibat pada kegagalan mitokondria dalam menghasilkan ATP.
Tanpa ATP, pompa ion pada membran akan berhenti berfungsi dan neuron
mengalami depolarisasi dan disertai dengan peningkatan kalsium intraselular.
Depolarisasi selular juga menyebabkan pelepasan glutamat dari terminal sinapsis
(Kasper, 2005). Di samping itu, penurunan ATP akan menyebabkan penumpukan
asam laktat dan menyebabkan terjadinya asidosis selular (Ropper, 2005). Radikal
bebas juga dihasilkan oleh degradasi membran lipid dan mitokondria yang
mengalami disfungsi. Radikal bebas ini menyebabkan kerusakan pada membran
6
dan fungsi vital lain sel. Di samping itu, demam akan memperparah iskemik
begitu juga dengan hiperglikemia, oleh karena itu demam dan hiperglikemia harus
diatasi dan jika bisa dicegah (Kasper, 2005). Penurunan suhu setidaknya 2 – 3 oC
dapat menurunkan kebutuhan metabolik neuron dan meningkatkan toleransi
terhadap hipoksia sebesar 25-30 % (Ropper, 2005).
2.5 KLASIFIKASI
Stroke iskemik disebabkan berkurangnya perfusi pada jaringan otak.
Iskemik pada otak dapat disebabkan oleh tiga mekanisme yaitu thrombosis,
emboli, dan pengurangan perfusi sistemik umum. Pengurangan perfusi sistemik
umum disebabkan oleh adanya kegeglan perfusi secara global yang dapat dipicu
oleh cardiac arrest, shock, dan hipotensi berat. Sementara emboli dan thrombosis
menyebabkan iskemik cerebral focal. (Cotran, 2010)
Trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment (TOAST)
mengklasifikasikan stroke sesuai dengan profil faktor resikonya, gambaran klinik,
7
penemuan hasil imaging otak (CT-scan, MRI) gambaran kardiologis, gambaran
ganda arteri ekstrakranial, arteriografi, dan pemeriksaan laboratorium stroke
iskemik dibagi menjadi :
1. Arteroskleoris arteri besar (embolus/ thrombosis)*
2. Kardioemboli (resiko tinggi/ resiko sedang)*
3. Oklusi arteri kecil (lacunar)
4. Stroke dari penyebab lain yang menentukan
5. Stroke akibat penyebab lain yang tidak menentukan
a. Ada 2 atau lebih penyebab yang teridentifikasi
b. Tidak ada evaluasi
c. Evaluasi tidak komplet (TOAST)
2.6 MANIFESTASI KLINIK
Secara umum gejala yang timbul dari stroke iskemi adalah kelemahan
pada anggota gerak (hemiparesis, mono paresis, atau kadang-kadang
quadriparesis), ganguan sensoris atau hemisensoris,hilang pengelihatan sebelah
atau kedua mata, gangguan lapangan pandang, pandangan berganda (diploplia),
disartria, wajah yang tidak simetris, ataxia, vertigo, afasia, dan penurunan
kesadaran (Jauch, 2014).
Sementara berdasarkan letak lesi dan jenis stroke gejala yang muncul
dapat bervariasi lokasinya. Stroke akibat thrombus pada arteri besar cenderung
menyebabkan gangguan kortikal. Gangguan kortikal dapat berupa hemiplegia,
afasia, unilateral neglect,dan gejala lainnya. Selain gejala kortikal, gangguan
fungsi batang otak dan gangguan serebelum juga dapat ditemui (TOAST).
Lacunae terletak pada bagian dalam central hemisfer white matter.Pada
stroke iskemik lacunar gejala yang dapat ditemui adalah pure motorhemiplegia,
pure sensory stroke, clumsy hand-dysartria, ipsilateral hemiparesis-ataxia.
Apabila lesi terjadi pada kapsula interna dan corona radiate akan terjadi pure
motor hemiplegia yang bersifat kontalateral lesi pada wajah, tangan, dan kaki
(Ropper, 2009).
8
2.7 PROSEDUR DIAGNOSTIK
1. Fisik Diagnostik
Gejala defisit neurologik yang sudah jelas mudah dikenali. Terutama
hemiparesis yang sudah jelas, setiap dokter pasti mengenalnya. Juga tanda-
tanda yang mengiringi hemiparesis mudah diingat. Adapun tanda-tanda
tersebut, yang dinamakan tanda-tanda gangguan upper motor neuron
(UMN):
Tonus otot pada sisi yang lumpuh meningkat.
Refleks tendon meningkat pada sisi yang lumpuh
Refleks patologik positif pada sisi yang lumpuh.
Manifestasi stroke yang paling ringan sering berupa gangguan
ketangkasan gerakan. Maka dari itu, susunan periksaan motorik harus sebagai
berikut:
a. Pemeriksaan ketangkasan gerakan
Adakan observasi sewaktu orang sakit berjalan. Tungkai yang sudah
memperlihatkan gaya jalan sirkumduksi masih dapat bertenaga besar
jika dinilai pada waktu orang sakit berbaring dan disuruh menendang.
Untuk menilai lengan sewaktu orang sakit berjalan harus diperhatikan
cara orang sakit berlenggan. Sering kali dialami penulis, bahwa tenaga
lengan untuk fleksi, ekstensi lengan di siku, dan tenaga tangan sewaktu
mengepal masih normal, tetapi cara orang sakit melenggankan lengan
sewaktu berjalan sudah tampak kurang lincah.
Konfirmasi selanjutnya dapat diberikan oleh tes di mana orang sakit
diperintahkan untuk membuka dan menutup kancing bajunya dan
kemudian melepas dan memakai sandalnya. Gangguan ringan
ketangkasan gerakan jari-jari tangan dan kaki dapat dinilai dengan cara
tersebut di atas.
b. Penilaian tonus otot
Penilaian tonus otot dilakukan dengan jalan menggerak-gerakkan otot
secara pasif pada sendi siku/ lutut. Adanya hipertonia ringan sesisi
9
tidak akan diketahui bila mana penilaian tonus otot dilakukan pada
anggota secara sendiri-sendiri. Tetapi dengan menggerakkan kedua
lengan secara simultan namun berselingan dalam hal fleksi dan
ekstensi, perbedaan ringan derajat tonus otot antara kedua lengan dapat
diketahui. Pada penilaian tonus otot tungkai dengan cara simultan
diperlukan bantuan orang lain. Perawat dapat melakukan gerakan
fleksi dan ekstensi tungakai kiri penderita sedangkan dokter
melakukan tindakan yang serupa pada sisi kanan dan menilai tonus
tungkai kanan. Kemudian perawat berganti tempat dan menggerakkan
tungkai kanan dan dokter menilai tonus tungkai kiri orang sakit.
c. Penilaian refleks tendon
Hiper-refleksia pada sisi hemiparetik tidak selalu dijumpai. Jika
terdapat lesi di tingkat korteks, maka beberapa hari sampai minggu
setelah hemiparesis menjadi kenyataan hiper-refleksia ada kalanya
masih belum didapati. Juga dapat penderita DM yang mengidap stroke
tidak didapat hiper-refleksia tendon lutut, walaupun pada umumnya
masih terdapat hiper-refleksia tendon bisep. Dalam hal itu, kedua
refleks tendon lutut hilang karena neuropatia diabetika yang sudah ada
jauh sebelum orang sakit mendapatkan hemiparesis.
Kecermatan dalam penilaian refleks tendon ditentukan oleh teknik
membangkitkan releks tendon. Sering dilupakan bahwa penilaian
refleks tendon bersifat penilaian banding. Maka sikap anggota gerak
kedua sisi harus sama dan pengetukan tendon sebagai stimulasi harus
berintensitas yang sama pula apabila dikehendaki hasil perbandingan
yang bidsa dipercaya.
d. Refleks patologik
Pada sisi hemiparetik, dapat dijumpai refleks patologik. Refleks
patologik yang dapat dibangkitkan pada tangan ialah: refleks Tromner-
Hoffmann, Leri dan Mayer. Refleks Tromner-Hoffmann yang positif
tidak selalu menunjukkan pada gangguan jaras piramidalis. Pada
10
orang-orang sehat pun dapat dijumpai refleks Tromner-Hoffmann yang
positif.
Refleks patologik yang dibangkitkan di kaki ialah refleks Babinski,
Chadock, Oppenheim, Gordon, Schaefer, Gonda. Bila refleks Babinski
dan chadock sudah terbukti ada maka tidak perlu untuk melakukan
tindakan pemeriksaan untuk membangkitkan refleks patologik lainnya.
Refleks Babinski dan Chadock merupakan refleks yang dapat
dipercaya penuh (Sidharta, 2008).
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang penting untuk mendiagnosis secara tepat stroke
dan subtipenya, untuk menidentifikasi penyebaba utamanya dan penyakit
terkait lain, untuk menentukan terapi dan strategi pengelolaan terbaik,
serta untuk memantau kemajuan pengobatan. Pemeriksaan yang dilakukan
akan berbeda dari pasien ke pasien.
a. CT dan MRI
Pemeriksaan paling penting untuk mendiagnosis subtipe dari sroke
adalah Computerised Topography (CT) dan Magnetic Resonance
Imaging (MRI) pada kepala. Mesin CT dan MRI masing-masing
merekam citra sinar X atau resonansi magnet. Setiap citra individual
memperlihatkan irisan melintang otak, mengungkapkan daerah
abnormal yang ada di dalamnya.
Pada CT, pasien diberi sinar X dalam dosis sangat rendah yang
digunakan menembus kepala. Sinar X yang digunakan serupa dengan
pada pemeriksaan dada, tetapi dengan panjang ke radiasi yang jauh
lebih rendah. Pemeriksaan memerlukan waktu 15 – 20 menit, tidak
nyeri, dan menimbulkan resiko radiasi minimal keculi pada wanita
hamil. CT sangat handal mendeteksi perdarahan intrakranium, tetapi
kurang peka untuk mendeteksi stroke iskemik ringan, terutama pada
tahap paling awal. CT dapat memberi hasil negatif-semu (yaitu, tidak
memperlihatkan adanya kerusakan) hingga separuh dari semua kasus
stroke iskemik.
11
Mesin MRI menggunakan medan magnetik kuat untuk menghasilkan
dan mengukur interaksi antara gelombang-gelombang magnet dan
nukleus di atom yang bersangkutan (misalnya nukleus Hidrogen) di
dalam jaringan kepala. Pemindaian dengan MRI biasanya berlangsung
sekitar 30 menit. Alat ini tidak dapat digunakan jika terdapat alat pacu
jantung atau alat logam lainnya di dalam tubuh. Selain itu, orang
bertubuh besar mungkin tidak dapat masuk ke dalam mesin MRI,
sementara sebagian lagi merasakan ketakutan dalam ruangan tertutup
dan tidak tahan menjalani prosedur meski sudah mendapat obat
penenang. Pemeriksaan MRI aman, tidak invasif, dan tidak
menimbulkan nyeri. MRI lebih sensitif dibandingkan CT dalam
mendeteksi stroke iskemik, bahkan pad stadium dini. Alat ini kurang
peka dibandingkan CT dalam mendeteksi perdarahan intrakranium
ringan.
b. Ultrasonografi
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan menggunakan gelombang
suara untuk menciptakan citra. Pendaian ini digunakan untuk mencari
kemungkinan penyempitan arteri atau pembekuan di arteri utama.
Prosedur ini aman, tidak menimbulkan nyeri, dan relatif cepat (sekitar
20-30 menit).
c. Angiografi otak
Angiografi otak adalah penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam
citra sinar-X kedalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X
kemudian dapat memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah di kepala
dan leher. Angiografi otak menghasilkan gambar paling akurat
mengenai arteri dan vena dan digunakan untuk mencari penyempitan
atau perubahan patologis lain, misalnya aneurisma. Namun, tindakan
ini memiliki resiko kematian pada satu dari setiap 200 orang yang
diperiksa.
d. Pungsi lumbal
12
Pungsi lumbal kadang dilakukan jika diagnosa stroke belum jelas.
Sebagai contoh, tindakan ini dapat dilakukan untuk menyingkirkan
infeksi susunan saraf pusat serta cara ini juga dilakukan untuk
mendiagnosa perdarahan subaraknoid. Prosedur ini memerlukan waktu
sekitar 10-20 menit dan dilakukan di bawah pembiusan lokal.
e. EKG
EKG digunakan untuk mencari tanda-tanda kelainan irama jantung
atau penyakit jantung sebagai kemungkinan penyebab stroke. Prosedur
EKG biasanya membutuhkan waktu hanya beberapa menit serta aman
dan tidak menimbulkan nyeri.
f. Foto toraks
Foto sinar-X toraks adalah proses standar yang digunakan untuk
mencari kelainan dada, termasuk penyakit jantung dan paru. Bagi
pasien stroke, cara ini juga dapat memberikan petunjuk mengenai
penyebab setiap perburukan keadaan pasien. Prosedur ini cepat dan
tidak menimbulkan nyeri, tetapi memerlukan kehati-hatian khusus
untuk melindungi pasien dari pajanan radiasi yang tidak diperlukan
(Feigin, 2009).
g. Pemeriksaan darah dan urine
Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin untuk mendeteksi penyebab
stroke dan untuk menyingkirkan penyakit lain yang mirip stroke.
Pemeriksaan yang direkomendasikan:
Hitung darah lengkap untuk melihat penyebab stroke seperti
trombositosis, trombositopenia, polisitemia, anemia (termasuk sikle
cell disease).
Laju endap darah untuk medeteksi terjadinya giant cell arteritis
atau vaskulitis lainnya.
Serologi untuk sifilis.
Glukosa darah untuk melihat DM, hipoglikemia, atau
hiperglikemia.
Lipid serum untuk melihat faktor risiko stroke (Greenberg, 2002).
13
Analisis urine mencakup penghitungan sel dan kimia urine untuk
mengidentifikasi infeksi dan penyakit ginjal (Feigin, 2009).
2.8 DIAGNOSA BANDING
Bell Palsy
Brain Neoplasms
Conversion Disorder in Emergency Medicine
Hemorrhagic Stroke
Hypoglycemia
Migraine Headache
Seizure Assessment in the Emergency Department
Emergent Management of Subarachnoid Hemorrhage
Syncope
Transient Global Amnesia (Jauch, 2014)
2.9 PENATALAKSANAAN
Obat antiplatelet telah direkomendasikan untuk pengobatan stroke dan
transient ischemic attack untuk mengurangi resiko stroke berulang dan kejadian
vaskular lainnya. Berdasarkan prosedur penatalaksanaan pemberian obat
antiplatelet sebagai pilihan dapat digunakan aspirin, clopidogrel, dipyridamole
dengan aspirin. Aspirin merupakan obat antiplatelet yang Pertama digunakan
untuk mencegah stroke. Akan tetapi dua dekade terakhir beberapa jenis obat
antiplatelet lainnya dan kombinasi antara obat antiplatelet telah dievaluasi untuk
digunakan dalam memperbaiki keefektifan dan keamanan dari penggunaan
aspirin.
Beberapa percobaan penelitian telah dilakukan untuk menilai efikasi dari
pengobatan dengan antiplatelet, terutama penggunaan aspirin untuk mencegah
kejadian vaskular. The Antiplatelet Trialists Collaboration (APTC) termasuk
dalam meta-analisis untuk menentukan efek dari obat antiplatelet dengan berbagai
jenis obat antiplatelet pada populasi dengan resiko vaskular. Berdasarkan 17
percobaan penelitian ditemukan pengobatan dengan antiplatelet mengurangi
14
kejadian stroke, infark miokard dan kematian akibat gangguan vaskular (Sacco
dkk, 2000).
1. ASPIRIN
1.1. Kimia
Aspirin merupakan prototipe dari prostaglandin tromboxane A2 yang
memproduksi arakhidonat sehingga mengakibatkan perubahan bentuk dari platelet
untuk mengeluarkan granul dan melakukan agregasi (Katzung, 2003).
1.1.1. Farmakokinetik
Aspirin diabsorbsi sebanyak 100 % dengan bioavailabilitasnya 68 %.
Waktu paruh aspirin selama 15 menit dan dieliminasi di ginjal bergantung pada
pH. Ikatan protein plasma 50-80 %, makin tinggi dosis, makin rendah ikatan
protein plasma (Sigit, J.I, 2003).
1.1.2. Cara Kerja
Aspirin menghambat sintesis tromboxane A2 (TXA2) di dalam trombosit
dan prostacyclin (PGI2) di pembuluh darah dengan menghambat secara
ireversibel enzim siklooksigenase. Penghambatan enzim siklooksigenase terjadi
karena aspirin mengasetilasi enzim tersebut (Katzung, 2003), (Blann, A.D dkk,
2003), (Dewoto, 2007). Dikarenakan platelet tidak dapat melakukan regenerasi
terhadap siklo-oksigenase, efek daripada aspirin sepanjang jangka hidup dari
platelet (secara umum selama 10 hari) (Katzung, 2003), (Blann, A.D dkk , 2003).
1.1.3. Penggunaan dan Dosis Terapeutik
Aspirin merupakan satu-satunya obat antiplatelet yang diberikan pada
stroke iskemik akut dan direkomendasikan untuk diberikan segera dengan dosis
160-325 mg per hari (Lip, G.Y.H dkk, 2003). Sedangkan Food and Drug
Administration (FDA) menyetujui pemberian aspirin 325 mg per hari untuk
profilaksis primer infark miokard (Katzung, 2003). Dosis yang digunakan pada
15
beberapa percobaan klinis bervariasi, dimulai dari dosis kurang dari 50 mg sampai
>1200 mg per hari (Blann, A.D dkk, 2003).
Aspirin dosis kecil hanya dapat menekan pembentukan TXA2, sebagai
akibatnya terjadi pengurangan agregasi trombosit. Dosis yang lebih tinggi selain
meningkatkan toksisitas (terutama perdarahan) juga menjadi kurang efektif karena
selain menghambat TXA2 juga menghambat pembentukan prostasiklin (Dewoto,
2007).
1.1.4. Efek Samping
Efek samping dari penggunaan aspirin adalah rasa tidak enak di perut,
mual dan perdarahan saluran cerna, ruam kulit, purpura dan alopesia (Blann, A.D
dkk, 2003), (Dewoto, 2007).
1.1.5. Kontraindikasi
Kontraindikasi pemberian aspirin dibagi menjadi dua yaitu absolut pada
kondisi ulkus gastrointestinal yang aktif, hipersensitivitas dan trombositopenia.
Sedangkan yang relatif yaitu adanya riwayat ulkus atau dispepsia, penyakit
dengan perdarahan dan pemberian warfarin (Blann, A.D dkk, 2003).
2. CILOSTAZOL
2.1. Kimia
Cilostazol merupakan 6-[4-(1-cyclohexyl-1H-tetrazol-5-yl)butoxy]-3, 4-
dihydro-2-(1H)-quinolinone dapat meningkatkan siklik AMP intraselular dengan
menghambat hidrolisis phospodiesterase tipe IIII (Lee dkk, 2003).
2.2. Farmakokinetik
Cilostazol secara cepat diabsorbsi dan mencapai puncak konsentrasi
plasma dalam waktu 2,4 jam setelah pemberian secara oral. Dan kebanyakan
cilostazol berikatan dengan protein 95-98%, yang paling utama adalah albumin.
16
Berdasarkan studi in vitro pada sitokrom P450, cilostazol di metabolisme di hati
melalui sitokrom P450. (Yoo dkk, 2010).
2.3. Cara Kerja
Cilostazol menghambat phospodiesterase 3, meningkatkan konsentrasi
cAMP dan akibatnya adalah menghambat agregasi platelet. Obat ini juga memiliki
efek vasodilator yang menghambat proliferasi otot polos vaskular dan melindungi
dinding vaskular serta endothelium (Shinohara dkk, 2010). Dan yang terbaru
cilostazol juga menghambat lipopolisakarida yang dapat menginduksi apoptosis
pada sel endothelium. Berdasarkan hasil observasi cilostazol memiliki efek
neuroproteksi ( Lee dkk, 2003
2.4. Penggunaan Dosis dan Terapeutik
Pemberian cilostazol yang direkomendasikan adalah 100 mg sebanyak dua
kali sehari atau 50 mg sebanyak dua kali sehari. Pasien biasanya respon selama
dua atau empat minggu setelah pemberian terapi (Lee dkk, 2003) (Katzung,
2003).
2.5. Efek Samping
Efek samping yang muncul adalah nyeri kepala, dizzines dan takikardia
(Furie, 2010).
2.6. Kontraindikasi
Pada kondisi gagal jantung, kelainan hemostasis atau pasien yang
mengalami perdarahan seperti perdarahan lambung dan perdarahan intrakranial
(Lee dkk , 2003).
3. CLOPIDOGREL
3.1. Kimia
Clopidogrel merupakan turunan dari derivat thienopyridine yang
menghambat agregasi platelet (Katzung, 2003).
17
3.2. Farmakokinetik
Clopidogrel dengan waktu paruh obat selama 8 jam dan biasanya
dieliminasi melalui feses atau ginjal (Sigit, J.I, 2003).
3.3. Cara Kerja
Clopidogrel secara kompetitif dan ireversibel menghambat adenosine
diphospate (ADP) P2Y12 reseptor. Adenosine diphosphate yang berikatan dengan
PY1 reseptor menginduksi perubahan ukuran platelet dan kelemahan serta
agregasi platelet yang sementara (Nguyen, 2005). Tidak seperti aspirin obat ini
tidak memiliki efek terhadap metabolisme prostaglandin (Katzung, 2003).
3.4. Penggunaan Dosis dan Terapeutik
Pada beberapa percobaan dilaporkan efikasi penggunaan clopidogrel
dalam pencegahan transient ischemic attack, stroke dan unstable angina pectoris.
Efek antithrombotik dari clopidogrel tergantung kepada dosis, didalam 5 jam
setelah pemberian secara oral dosis awal clopidogrel 300 mg, aktivitas platelet
sebanyak 80% dapat dihambat. Dosis 75 mg merupakan maintenance dose ,
dimana dapat mencapai inhibisi platelet maksimum. Durasi efek antiplatelet 7-10
hari (Katzung, 2003).
3.5. Efek Samping
Memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan ticlopidine
yaitu supresi sumsum tulang belakang yaitu neutropenia (Katzung, 2003) (Blann,
A.D. dkk, 2003) dan thrombotic thrombocytopenia purpura pada beberapa kasus
(Katzung, 2003).
3.6. Kontraindikasi
Clopidogrel kontraindikasi diberikan pada gangguan hati berat,
kecenderungan perdarahan dan pada wanita hamil (Sigit, J.I, 2003).
3.10 KOMPLIKASI
18
1.Komplikasi Medis Umum
DVT
Infeksi sistemik
Gangguan Neuropsikiatri
2. Komplikasi Neurologis
Edema Serebral
Peningkatan Tekanan Intrakranial
Kejang (Widyanto, 2000)
3. Transformasi Hemoragik
Transformasi hemoragik merupakan salah satu komplikasi yang
ditimbulkan oleh stroke iskemik dan dapat memperburuk prognosis
penderita.Transformasi hemoragik dapat didefinisikan baik secara klinis
maupun radiologis. Transformasi hemoragik mencakup suatu spektrum luas
perdarahan sekunder, yang berkisar mulai dari perdarahan petekie area kecil
sampai hematoma masif yang memenuhi ruang.
Perdarahan di area infark iskemik terjadi apabila darah
mengalami ekstravasasi melalui dinding pembuluh darah yang cedera oleh
iskemia. Mekanisme stroke kardioembolik, infark besar, oklusi batang arteri
serebral tengah, tidak adanya aliran kolateral, hiperglikemia, dan
pendeteksian perubahan hipodensitas dini pada CT dapat meramalkan
transformasi hemoragik (Broderick et al 1995;Hackle 1995;Alexandrof et al
1997;Gorter et al 1997;Molina et al 2001).
BAB 3
KESIMPULAN
19
Stroke iskemik merupakan tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan
otak yang disebabkan berkurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu
kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Sjahrir, 2003).
Menurut WHO (2011), penyakit serebrovaskular termasuk stroke adalah
pembunuh nomor 2 di dunia. WHO memperkirakan 5,7 juta kematian terjadi
akibat stroke pada tahun 2005 dan itu sama dengan 9,9 % dari seluruh kematian.
Angka kematian akibat stroke lebih tinggi pada wanita (11%) dari pada pria
(8,4%) pada tahun 2004.
Transformasi hemoragik merupakan salah satu komplikasi yang ditimbulkan
oleh stroke iskemik dan dapat memperburuk prognosis penderita.Transformasi
hemoragik dapat didefinisikan baik secara klinis maupun radiologis. Transformasi
hemoragik mencakup suatu spektrum luas perdarahan sekunder, yang berkisar
mulai dari perdarahan petekie area kecil sampai hematoma masif yang memenuhi
ruang.
20
DAFTAR PUSTAKA
Adams and Victor, 2005. Cerebrovascular Diseases. In: Adams and Victor, eds.
Principles of Neurology. USA: McGraw-Hill, 660-746.
Cotran R, Kumar V, Robbins S. Pathologic basis of disease. 1st ed. Philadelphia,
Pa: Saunders/Elsevier; 2010.
Feigin, V. 2009. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan
Pemulihan. Jakarta: BIP. 2, 85-92.
Greenberg, D. A., Aminoff, M. J., Simon, R. P. 2002. Clinical Neurology. 5th
edition. USA: McGraw-Hill. 188-190.
Jauch E, Stettler B. Medscape: Medscape Access [Internet].
Emedicine.medscape.com. 2014 [20 May 2014]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1916852-clinical
Jauch,E.C,.2014.Ischemi Stroke Differential Diagnosis.Medscape. Available from
: http://emedicine.medscape.com/article/1916852-differential [Accessed
20 May 2014]
Kasper, D. L., Fauci, A. S., Longo, D. L., Braunwald, E., Hauser, S. L., Jameson,
J. L. 2005. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th edition. USA:
McGraw-Hill. 2372-2376.
Lioyd J D, Adams R, Carnethon M, Simone G, Fergusson B, Flegal K. Heart
Disease and Stroke Statistics Update : a Report from The American Hearth
Association Universitas Sumatera UtaraStatistic Committee and Stroke
Statistic Subcommitte. Circulation. 2009 ; 119 : e21 – e 181
Mardjono, M., Sidharta, P. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Edisi 13. Jakarta: Dian
Rakyat. 270-274.
21
Nastiti, D.2012. Gambaran Faktor Risiko kejadian Stroke pada Pasien Stroke
Rawat Inap di Rumah Sakit Krakatau Medica tahun 2011.
Ncbi.nlm.nih.gov. Classification of subtype of acute ischemic stroke. D... [Stroke.
1993] - PubMed - NCBI [Internet]. 2014 [8 May 2014]. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/7678184
Ropper, A. H., Brown, R. H. 2005. Adam and Victor’s Principles of Neurology.
8th edition. USA: McGraw-Hill. 660-664.
Sidharta, P. 2008. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Edisi 6. Jakarta: Dian
Rakyat. 267-272.
Sjahrir, H., 2003. Stroke Iskemik. Medan: Yandira Agung
Widyanto.S,.2000.Komplikasi Stroke Iskemik
World Health Organization, 2011. Global Atlas on Cardiovascular Disease
Prevention and Control. Available from:
http://whqlibdoc.who.int/publications/2011/97892415 64373_eng.pdf
[Accessed 20 May 2014]
World Health Organization. 2006. Neurological Disorders Public Health
Challenges. WHO. 151-155.
22