48
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi, pesawat mengalami beberapa perubahan baik dari bentuk, kecepatan terbang, maupun fungsi pesawat tersebut. Ide manusia agar dapat terbang dan melakukan perpindahan posisi secara cepat pun berkembang menjadi banyak tujuan, baik untuk sekedar transportasi, pengangkatan barang, sampai pada tujuan keamanan suatu negara atau perang. Dimulai dari Perang Dunia I, perkembangan pesawat khususnya untuk kebutuhan militansi tampak sangat signifikan. Berbagai jenis pesawat tempur diproduksi untuk kebutuhan negara-negara dalam bidang keamanan dan pertahanan. Hingga saat ini, perkembangan pesawat jenis ini terus dilakukan dengan fungsi- fungsi mutakhir seperti kemampuan stealth dan supercruise. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki kebutuhan akan keamanan negara terutama dari segi kemiliterannya sudah sepantasnya memiliki infrastruktur dan perlengkapan tempur handal, salah satunya adalah pesawat tempur. Dengan pesawat ini, Indonesia dapat meningkatkan kemampuan pertahanan negara khususnya dari segi zona udara. Adanya kerja sama dengan negara konsorsium diharapkan pengembangan pesawat tempur negara dapat dilaksanakan dengan

Laporan 1 Perancangan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan 1 Perancangan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan teknologi, pesawat mengalami beberapa perubahan baik

dari bentuk, kecepatan terbang, maupun fungsi pesawat tersebut. Ide manusia agar

dapat terbang dan melakukan perpindahan posisi secara cepat pun berkembang

menjadi banyak tujuan, baik untuk sekedar transportasi, pengangkatan barang, sampai

pada tujuan keamanan suatu negara atau perang.

Dimulai dari Perang Dunia I, perkembangan pesawat khususnya untuk kebutuhan

militansi tampak sangat signifikan. Berbagai jenis pesawat tempur diproduksi untuk

kebutuhan negara-negara dalam bidang keamanan dan pertahanan. Hingga saat ini,

perkembangan pesawat jenis ini terus dilakukan dengan fungsi-fungsi mutakhir seperti

kemampuan stealth dan supercruise.

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki kebutuhan akan

keamanan negara terutama dari segi kemiliterannya sudah sepantasnya memiliki

infrastruktur dan perlengkapan tempur handal, salah satunya adalah pesawat tempur.

Dengan pesawat ini, Indonesia dapat meningkatkan kemampuan pertahanan negara

khususnya dari segi zona udara. Adanya kerja sama dengan negara konsorsium

diharapkan pengembangan pesawat tempur negara dapat dilaksanakan dengan

teknologi yang lebih baik, seperti pada persenjataan dan kemampuan terbangnya. Tidak

lupa pula, aspek biaya yang dianggarkan tidak terlalu besar dengan proses produksi

yang mudah untuk dilaksanakan mengingat faktor perekonomian Indonesia yang tidak

begitu baik.

Keterbatasan kemampuan setiap pesawat tempur dalam melaksanakan suatu misi

tertentu mengakibatkan pengaturan sistem pertahanan udara menjadi sangat

kompleks. Oleh sebab itu, dibutuhkan pesawat tempur yang modern dengan multi

fungsi yang dapat melakukan serangan udara dan serangan darat.

Page 2: Laporan 1 Perancangan

1.2. Persyaratan dan Sasaran Perancangan

2.1.1 Umum

1. Sasaran perancangan utama adalah mendapatkan pesawat tempur multi-role

dengan teknologi generasi 4.5;

2. Pesawat tempur harus didesain untuk dapat menahan beban sebesar +9/-3;

3. Meski tidak dirancang khusus sebagai pesawat stealth, namun fitur-fitur yang

dapat mengurangi keterdeteksian radar harus menjadi pertimbangan;

4. Pesawat diharapkan dapat dirancang dan diproduksi bersama oleh negara

konsorsium dengan pembagian poporsi kerja sesuai dengan kontribusi masing-

masing negara.

2.1.2 Susunan Internal

1. Kabin dan Instrumentasi

Flight deck dirancang untuk satu awak penerbang (pilot) sebagai standar,

dengan kemungkinan pengembangan untuk versi tandem;

Peralatan instrumentasi harus dirancang untuk memungkinkan penggunaan

teknologi radar Active Electronically Scanned Array (ASEA), Forward Looking

Infra Red (FLIR), dan electronic counter measure system.

2. Pesenjataan dan Payload

Pesawat harus dirancang untuk mampu membawa hingga 7000 kg

persenjataan/bahan bakar eksternal. Hard point dapat berada di bagian

fuselage maupun sayap.

3. Prestasi

Pesawat yang dirancang harus mampu melakukan misi dengan hanya

menggunakan internal fuel tank;

Misi tipikal adalah misi dengan combat radius 500 nm dan loiter selama

20 menit. Dalam misi tipikal ini, persenjataan yang dibawa adalah seberat

Page 3: Laporan 1 Perancangan

200 kg dan kecepatan terbang sebesar 0.7 Mach pada ketinggian 30.000

ft;

Kecepatan maksimum tidak kurang dari 2.0 Mach pada ketinggian

terbang 30.000 ft dan tidak kurang dari 1.2 Mach pada ketinggian muka

laut;

Ketinggian terbang jelajah maksimum (service ceiling) tidak kurang dari

60.000 ft;

Jarak take-off ground run untuk berat total take-off maksimum tidak

melebihi 6.000 ft pada kondisi permukaan laut, ISA+20oC;

Jarak landing run pada kondisi berat mendarat maksimum tidak boleh

melebihi 6.000 ft pada kondisi permukaan laut, ISA+20oC;

Rate of climb minimum pada kondisi permukaan laut adalah 50.000

ft/min.

4. Basis Sertifikasi

Pesawat akan diproduksi dan disertifikasi sebagai multi-role fighter

aircraft

Basis sertifikasi menggunakan USAF Military Specification (MIL-SPECS)

1.3. Pertimbangan Perancangan Secara Umum

1. Memenuhi persyaratan dan sasaran dari perancangan tersebut;

2. Produksi berkemungkinan dapat dilaksanakan dengan proses produksi yang

tidak rumit;

3. Tersedianya data dan informasi beberapa jenis pesawat pembanding setipe

yang dapat memberikan pertimbangan desain yang sesuai;

4. Konfigurasi didesain berdasarkan fungsi dan perkembangan teknologi saat

ini namun tetap memenuhi persyaratan perancangan.

Page 4: Laporan 1 Perancangan

BAB II

STUDI PERBANDINGAN SPESIFIKASI DAN KONFIGURASI

Untuk menentukan rancangan pesawat yang akan dibuat, maka dibutuhkan suatu acuan

atau rujukan untuk menjadikan pesawat rancangan ini sesuai dengan Design

Requirements dan Objectives yang telah diberikan. Maka, dengan spesifikasi DR&O, telah

dipilih beberapa pesawat yang menjadi acuan awal pesawat Tempur Sari ini yang

memiliki spesifikasi DR&O sejenis.

Dari hasil studi perbandingan pesawat sejenis ini, kemudian ditentukan konfigurasi

awal pesawat Tempur Sari yang akan dirancang. Studi perbandingan ini akan dilakukan

dalam 3 hal, yaitu perbandingan spesifikasi, perbandingan konfigurasi, dan

perbandingan sistem propulsi. Perbandingan spesifikasi dan sistem akan menjadi acuan

initial sizing dan ukuran serta berat dari pesawat Tempur Sari, perbandingan

konfigurasi akan menjadi acuan bagaimana bentuk dan struktur serta konfigurasi dasar,

dan setelah berat dan jumlah gaya dorong yang diperlukan diketahui maka akan

dilakukan perbandingan sistem propulsi yang digunakan oleh pesawat pesawat sejenis.

2.1 Perbandingan spesifikasi

Spesifikasi dan konfigurasi pesawat multirole fighter yang kini sudah banyak di

produksi oleh Negara-negara di dunia hampir sama dengan DR&O pesawat Tempur Sari

yang akan dibuat. Untuk memperoleh kecenderungan spesifikasi yang hampir sama,

maka di ambil data dari beberapa pesawat pembanding sebagai berikut :

2.1.1 Rafale

Dassault Rafale adalah pesawat 4,5th-generation jet fighter bermesin ganda Perancis

dengan delta wing. Didesain dan dibuat oleh Dassault Aviation. Pertama kali

diperkenalkan pada tahun 2000, Rafale diproduksi untuk memenuhi kebutuhan Land-

base aircraft dari French Air Force dan Carrier-based dari French Navy. Dari tabel

spesifikasi di atas, Rafale merupakan pesawat pembanding yang memiliki DR&O

maximum speed, service ceiling, dan rate of climb yang hampir sama dengan DR&O yang

dibutuhkan.

Page 5: Laporan 1 Perancangan

2.1.2 F-15 Fighting Falcon

F-15 Fighting Falcon adalah jet tempur Multi-role yang dikembangkan oleh General

Dynamics di Amerika Serikat. Pesawat ini awalnya dirancang sebagai pesawat tempur

ringan, dan akhirnya berevolusi menjadi pesawat tempur multi-role yang sangat

populer. Kemampuan F-15 yang bisa dipakai untuk segala macam misi inilah yang

membuatnya sangat sukses di pasar ekspor. F-15 dikenal memiliki kemampuan tempur

di udara yang sangat baik, dengan inovasi seperti kokpit tanpa frame yang memperjelas

penglihatan, gagang pengendali samping untuk memudahkan kontrol pada kecepatan

tinggi, dan kursi kokpit yang dirancang untuk mengurangi efek g-force pada pilot,

pesawat ini juga merupakan pesawat tempur pertama yang dibuat untuk menahan

belokan pada percepatan 9g. Pada dasarnya, profil misi yang akan dirancang untuk

Tempur Sari hampir sama dengan profil misi F-15.

2.1.3 Chengdu J-10

Chengdu J-10 adalah pesawat tempur multi-role yang dirancang dan diproduksi oleh

Chengdu Aircraft Industri Corporation untuk Angkatan Udara Tiongkok, didesain

sebagai pesawat tempur dan pesawat pengebom ringan segala cuaca. Sistem kokpit

pada pesawat Chengdu J-10 memiliki karakter bisa dikembangkan menjadi 2 crew

untuk keperluan training.

2.1.4 F/A-18E/F Super Hornet

Pesawat tempur yang merupakan varian lebih besar dan lebih maju dari F/A-18C/D

Hornet ini memiliki sistem jaringan terpadu yang memberikan peningkatan

interopebilitas. Jet tempur buatan Boeing setelah di merger dari McDonnell Douglas

tersebut memiliki radar APG-79 AESA dan bentuk intake persegi yang berfungsi untuk

mengurangi RCS (Radar Cross Section) yang menjadi salah satu DR&O pesawat yang

akan di rancang. Pesawat F/A-18 E/F menggunakan twin-Engines F414-GE-400

turbofan dari General Electric yang memiliki thrust 22.000 lb dengan afterburner

dengan kecepatan maksimum lebih dari 1.8 Mach.

2.1.5 F-22 Raptor

F22 Raptor adalah pesawat tempur buatan Amerika Serikat yang direncanakan untuk

menjadi pesawat tempur superioritas udara yang digunakan menghadapi pesawat

tempur Uni Soviet. Pesawat tempur dengan dua engine Pratt &Whitney F119-PW-100

turbofans tersebut memiliki kecepatan maksimum 2.25 Mach, mirip dengan DR&O

Page 6: Laporan 1 Perancangan

dengan pesawat yang akan dibuat. F22 memiliki kemampuan yang sangat baik dalam

bermanuver pada kecepatan supersonic maupun subsonic. Penggunaan pengarah daya

dorong membuatnya memiliki kelebihan dalam berbelok secara tajam dan melakukan

manuver ekstrim seperti Manuver Herbst, Kobra Pugachev, dan Kubit.

2.1.6 Eurofighter Typhoon

Pesawat tempur yang merupakan rancangan konsorsium tiga perusahaan yaitu Alenia

Aeronautica, BAE System dan EADS ini memiliki dua engine Eurojet EJ200 afterburning

turbofan dengan kecepatan maksimum 2 Mach. Dengan menggunakan EJ200 yang baru

dikembangkan dan dikombinasikan dengan aerodinamis pesawat Typhoon memiliki

kemungkinan untuk pelayaran supersonically tanpa re-heat dalam waktu lama bahkan

saat pesawat membawa beban senjata normal.

Berikut ini tabel spesifikasi pesawat multirole fighter yang sejenis

Tabel 1. Perbandingan Spesifikasi Pesawat Sejenis

Jenis Pesawat Type Seats Length (m)

Height (m)

Wing Span (m)

Wing Area (m)

Dassault Rafale

multi role 4,5th-

generation

1-2 15.3 5.34 10.8 45.7

McDonnel Douglas F-15

Tactical Fighter

1 19.43 5.63 13.05 56.5

F/A 18 E/F Super Hornet

Multi-role attack and

fighter aircraft

1-2 18.31 4.88 13.62 46.45

F-22 Raptor Air superiority

fighter

1 18.9 5.08 13.56 78.04

Chengdu J-10 Multi-role fighter

and bomber aircraft

1-2 15.5 4.78 9.7 39

Lanjutan 1 Tabel 1. Perbandingan Spesifikasi Pesawat Sejenis

Page 7: Laporan 1 Perancangan

Jenis Pesawat Empty Weight

(Kg)

Fuel Weight (Standart,

Kg)

Fuel Weight (Extended

Range Option, Kg)

Wing Loading (Kg/m²)

MTOW (Kg)

Dassault Rafale

9500 4500 7500 326 24500

McDonnel Douglas F-15

12700 5260 5395 358 30845

F/A 18 E/F Super Hornet

13900 6145 7430 453 29900

F-22 Raptor 19700 8200 11900 375 38000Chengdu J-10 9730 4500 6665 355 19227

Lanjutan 2 Tabel 1. Perbandingan Spesifikasi Pesawat Sejenis

Jenis Pesawat Maximum Level Speed

(Mach)

Rate of Climb (m/s)

Service Ceiling

(m)

Range (Km)

Thrust/ weight

Dassault Rafale

1,8 304,8 16800 3700 1,13

McDonnel Douglas F-15

2,5 254 20000 3930 1,12

F/A 18 E/F Super Hornet

1,8 254 15240 3055 0,93

F-22 Raptor 1,82 350 19812 2960 1,08Chengdu J-10 2,2 305 18000 0,98

Lanjutan 3 Tabel 1. Perbandingan Spesifikasi Pesawat Sejenis

Jenis Pesawat Engine Dry Thrust (each, kN)

Thrust with afterburner

Dassault Rafale 2x Snecma M88-2 turbofans 50,04 75,62McDonnel

Douglas F-152x Pratt & Whitney F 100 after

burner72,62 97,9

F/A 18 E/F Super Hornet

2x General Electric F414-GE-400 turbofans

62,3 97,9

F-22 Raptor 2x Pratt & Whitney F119-PW-100 turbofans

104 156

Chengdu J-10 1x Saturn-Lyulka Al-31FN atau WS-10A Taihang Turbofan

89,17 132

Page 8: Laporan 1 Perancangan

2.2 Perbandingan Konfigurasi

Dalam pembuatan konfigurasi pesawat Tempur Sari, diperlukan studi mengenai

konfigurasi pesawat sejenis. Dengan mempelajari kekurangan dan kelebihan dari

masing-masing pesawat pembanding, Tempur Sari diharapkan menjadi pesawat yang

memiliki banyak kelebihan dibanding dengan pesawat sejenis lainnya. Pembahasan

mengenai konfigurasi pesawat sejenis sebagai berikut :

2.2.1 Rafale

Gambar 1. Gambar 3 Pandangan pesawat Rafale

Dassault Rafale memiliki konfigurasi sayap delta wing yang efektif untuk pesawat

dengan kecepatan di atas Mach 2, delta wing ini pula bisa mengalihfungsikan horizontal

tail, sehingga pesawat ini tidak memerlukan horizontal tail. Keuntungan lainnya dari

sayap delta ini adalah dari sisi aerodinamika yaitu delta wing design menyebabkan

leading edge sayap selalu berada di belakang shock wave yang ditimbulkan oleh hidung

pesawat ketika terbang dalam kecepatan supersonic. Desain seperti ini pula merupakan

”true of highly swept wing”, planform delta mampu untuk membawa beban dan seluruh

pesawat yang menanggung bebannya, sehingga lebih kuat dibandingkan dengan swept

wing, juga spar yang terletak di seluruh bagian pesawat di depan pusat gravitasi, secara

Page 9: Laporan 1 Perancangan

umum, sayap delta juga bisa memperbesar internal volume untuk bahan bakar dan

penyimpanan lainnya.

2.2.2 F-15 Fighting Falcon

Gambar 2. Gambar 3 Pandangan F-15

McDonnel Douglas F-15 Eagle murni didesain sebagai Air Superiority Fighter. Terbang

pertama pada tahun 1972, pesawat ini merupakan pesawat paling canggih dan ditakuti

pada masa itu. Pesawat ini menjadi Combat Air Patrol andalan United States Air Force

dengan desain airframe yang kuat sekaligus konfigurasi sayap blended, memberikan

kemampuan manuver yang baik.

F-15 memiliki konfigurasi sayap swept back, twin tail, dan standart horizontal tail, inlet

yang berada di bawah sayap menyebabkan wake dari nose tidak terlalu mengganggu

efektifitas inlet. Swept back memberikan kerugian bagi pesawat itu sendiri, pesawat

dengan sayap swept back tidak sebagus performanya dengan sayap delta. Perbaikan

tersembunyi yang dilakukan meliputi pelapisan dan pemeliharaan pada pesawat.

Dengan tambahan keunggulan pada tangki bahan bakar konformal / Conformal Fuel

Tank (CFT) yang dirancang ulang untuk bisa mengangkut senjata internal Silent Eagle

menjadi pesawat tempur yang menarik bagi pelanggan internasional Boeing Company.

Bergantung pada msi tertentu, pelanggan dapat menggunakan CFT yang dirancang

untuk pengangkut internal atau mengubahnya kembali menjadi CFT tradisional untuk

Page 10: Laporan 1 Perancangan

optimalisai kapasitas bahan bakar dan pengangkut senjata eksternal. Silent Eagle akan

mampu membawa secara internal misil air-to-air seperti AIM-9 dan AIM-120 dan

senjata air-to-ground seperti Joint Direct Attack Munition (JDAM) dan Small Diameter

Bomb (SDB). Pemuat senjata standar yang dipakai pada versi F-15 saat ini tersedia

dengan instalasi CFT tradisional.

Ekor pesawat yang miring tegak lurus meningkatkan efisiensi aerodinamis,

menyediakan daya angkat dan mengurangi berat airframe. Perbaikan aerodinamis

lainnya terdapat pada Digital Flight Control System yang meningkatkan reliabilitas

pesawat dan mengurangi berat airframe. Perbaikan daya tahan juga meliputi BAES

Digital Electronic Warfare System (DEWS) yang bekerja selaras dengan radar Raytheon

Advanced Electronis Scanning Array (AESA).

2.2.3 Chengdu J-10

Gambar 3. Gambar 3 Pandangan Chengdu J-10

Page 11: Laporan 1 Perancangan

Pesawat Chengdu J-10 dibuat dari logam paduan dan bahan komposit untuk kekuatan

tinggi dan massa rendah, tata letak aerodinamik dari badan pesawat yang mengadopsi

konfigurasi “tail less-canard delta wing”. Konfigurasi dengan sayap delta di pertengahan

sambungan sampai arah belakang pesawat, sementara sepasang canards atau foreplanes

dipasang lebih tinggi di bagian depan pesawat. Konfigurasi seperti ini memberikan

kelincahan yang tinggi terutama pada saat kecepatan tinggi. Sebuah vertical tail pada

bagian belakang pesawat untuk memberikan kestabilan lebih. Konstruksi menggunakan

bahan komposit serta logam yang lebih konvensional. Konfigurasi pada kokpit juga

menyediakan cakupan 360 derajat untuk pilot. Sistem kemudi pada pesawat ini sesuai

dengan DR&O yang diminta untuk pesawat Tempur Sari, dengan control stick

konvensional dan throttle stick yang berada di sebelah kiri pilot.

2.2.4 F/A 18E/F Superhornet

Gambar 4. Gambar 3 Pandangan F/A 18E/F Superhornet

Konfigurasi pesawat tempur superhornet menggunakan twin tail dan swept wing. Sama

dengan F22, Superhornet juga menggunakan twin tail. Dengan memisahkan permukaan

control karena menggunakan twin tail, daerah kemudi yang digunakanpun memilihi

Page 12: Laporan 1 Perancangan

tambahan. Pesawat tempur yang merupakan peningkatan dari pesawat F/A 18 C/D

Hornet tersebut memiliki twin tail yang memiliki kelebihan jika salah satu dari vertical

tail rusak, vertical tail yang lain dapat menggantikan fungsinya. Pesawat tempur dengan

fleksibilitas yang baik membuat pesawat tersebut lebih mudah untuk bermanuver.

Konfigurasi swept back pesawat superhornet memberikan kerugian terhadap pesawat

itu sendiri.

2.2.5 F22- Raptor

Gambar 5. Gambar 3 Pandangan F22-Raptor

Pesawat tempur F22-Raptor didesain dengan twin tail, trapesium wing, dan butterfly

horizontal tail. Dengan desain tail tersebut dapat mengurangi cross section radar yang

menjadikan F22 menjadi pesawat stealth. Keseluruhan dari horizontal tail F22 dapat

difungsikan sebagai control surfaces sehingga mempermudah dalam manuver pesawat.

Namun, horizontal tail dari pesawat tempur tersebut memiliki kekurangan yaitu

pembebanan yang terjadi pada horizontal tail tersebut akan merusak tail itu sendiri jika

Page 13: Laporan 1 Perancangan

terjadi beban yang sangat besar. Vertikal tail dari pesawat F22 merupakan twin tail

yang lebih kecil dari one tail. Jika salah satu vertical tail rusak saat bermanuver, maka

vertical tail yang lain akan menggantikan fungsi vertical tail yang rusak.

Tempat penyimpanan peluru kendali air-to-air tersimpan secara internal di dalam

pesawat agar tidak mengurangi stealth pesawat tempur yang menjadi pesawat paling

terkemuka saat pertama kali diluncurkan pada tahun 2004. 36% Titanium, 24%

composites dan lain lain adalah material yang digunakan F22 sehingga menjadi pesawat

stealth.

2.2.6 Eurofighter Typhoon

Gambar 6. Gambar 3 Pandangan Eurofighter Typhoon

Page 14: Laporan 1 Perancangan

Eurofighter Typhoon adalah pesawat bermesin ganda dengan delta-canard dengan

kemampuan supercruise. Delta wing yang dimiliki typhoon efektif untuk pesawat

dengan kecepatan diatas Mach 2. Pesawat konsorsium beberapa Negara tersebut

menggunakan delta wing dan tidak menggunakan horizontal tail. Delta wing tersebut

dapat mengambil alih fungsi horizontal tail sehingga memiliki keuntungan dalam aspek

aerodinamika karena menyebabkan leading edge pesawat selalu berada di belakang

shock wave yang dihasilkan oleh nose pesawat ketika terbang dalam kecepatan

supersonic. Walaupun hal tersebut juga berlaku pada pesawat swept wing, delta wing

memungkinkan untuk pembuatan yang jauh lebih kuat dibandingkan swept wing. Spar

yang dimiliki oleh delta wing lebih banyak dibandingkan swept wing, sehingga struktur

dari delta wing lebih kuat. Delta wing pada Eurofighter Typhoon memiliki volume

internal untuk bahan bakar lebih besar dibandingkan dengan swept wing.

Canard pada konfigurasi yang dimiliki pesawat tempur Eurofighter Typhoon

merupakan Control-Canard. Sebagian besar dari berat pesawat dibawa oleh sayap

utama, sedangkan canard digunakan untuk control longitudinal selama manuver.

Control-Canard pada Typhoon bekerja pada Angle of attack sebesar nol derajat dan

didorong oleh sebuah sistem control penerbangan yang terkomputerisasi. Dengan

menggunakan canard pesawat Typhoon memiliki karakteristik stealth yang lemah,

karena permukaan sudut yang mencerminkan sinyal radar cukup besar. Oleh karena itu,

untuk mengurangi radar cross section pesawat tempur Typhoon menggunakan sistem

software control.

Page 15: Laporan 1 Perancangan

BAB III

PENYUSUNAN PERTIMBANGAN PERANCANGAN

3.1 Kriteria yang Harus Terpenuhi

Berkaitan dengan konfigurasi yang hendak dipilih, maka beberapa kriteria yang

mendasari pemilihan konfigurasi terutama konfigurasi geometri pesawat adalah:

Pesawat tempur harus didesain untuk dapat menahan beban sebesar +9/-3;

Fitur-fitur yang dapat mengurangi keterdeteksian radar harus menjadi

pertimbangan (memiliki fungsi stealth);

Pesawat harus dirancang untuk mampu membawa hingga 7000 kg

persenjataan/bahan bakar eksternal. Hard point dapat berada di bagian fuselage

maupun sayap;

Pesawat yang dirancang harus mampu melakukan misi dengan hanya

menggunakan internal fuel tank;

Kecepatan maksimum tidak kurang dari 2.0 Mach pada ketinggian terbang

30.000 ft dan tidak kurang dari 1.2 Mach pada ketinggian muka laut;

Pesawat akan diproduksi dan disertifikasi sebagai multi-role fighter aircraft

Konfigurasi didesain berdasarkan fungsi dan perkembangan teknologi saat ini

namun tetap memenuhi persyaratan perancangan.

Pesawat tempur harus memiliki kemampuan untuk menyerang berbagai sasaran

hingga sasaran dengan kecepatan terbang rendah.

Pesawat harus memiliki kelincahan dalam rezim terbang subsonic dan supersonic

agar dapat memenangkan pertempuran udara dalam jarak dekat, menengah,

hingga pertempuran dalam jarak jauh.

Page 16: Laporan 1 Perancangan

Pesawat tempur harus memiliki kemampuan manuver yang baik, dengan rate of

climb yang mampu mengubah posisi ketinggian dan mencapai suatu ketinggian

tertentu dalam waktu singkat.

Pesawat harus mampu memiliki kemampuan bermanuver saat kecepatan belok

dan radius belok yang tinggi.

Pesawat harus mampu mencapai kecepatan maksimum dalam waktu singkat.

Pesawat harus menggunakan dua engine propulsi untuk mencukupi jumlah gaya

dorong yang dibutuhkan, serta menambah factor keselamatan apabila terjadi

kerusakan pada salah satu engine.

3.2 Spesifikasi Awal dan Pertimbangan Konfigurasi

Tipe sayap yang dipilih adalah trapesium. Sayap trapesium biasanya berupa

sayap tipis sehingga dapat dipilih airfoil yang dapat menghasilkan shock wave

kecil saat kecepatan tinggi sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan

tinggi. Aspect ratio untuk sayap jenis ini tidak tinggi, sehingga dapat

menghasilkan lift maksimum yang lebih besar daripada jenis lainnya;

Sayap juga diberi efek swept agar aliran udara dapat diproyeksikan tegak lurus

terhadap bidang sayapnya sehingga kecepatan aliran udara berkurang. Dengan

demikian, shock wave dapat ditunda kemunculannya sehingga mengurangi

jumlah drag yang mungkin akan dialami pesawat;

Tipe ekor yang dipilih adalah twin tail, terdiri dari sepasang vertical tail dan

sepasang horizontal tail. Tujuan adanya dua vertical tail adalah untuk

mengurangi kebutuhan total tinggi vertical tail, tetapi beratnya akan lebih besar.

Masalah berat dapat dioptimasi dengan menggunakan material komposit.

Dengan menggunakan dua buah vertical tail, maka apabila saat manuver terjadi

kegagalan fungsi oleh salah satu tail, maka masih ada satu tail yang berfungsi.

Posisi rudder tail ini cenderung menjauhi centerline fuselage sehingga saat

kecepatan tinggi pun aliran udara yang mengalir melewati fuselage tidak

memberikan gangguan ke tail. Vertical tail dipasang dengan sudut tertentu untuk

mengurangi cross section radar, sehingga dapat meningkatkan kemampuan

stealth;

Page 17: Laporan 1 Perancangan

Engine yang digunakan berjumlah dua buah. Sehingga apabila salah satu engine

tidak dapat berfungsi, maka masih ada satu engine yang dapat digunakan.

Penggunaan dua engine juga berfungsi untuk mengurangi pengeluaran heat yang

besar sehingga dapat mengurangi kemungkinan dapat terdeteksi oleh

pendeteksi panas;

Badan dan sayap dirancang menyatu, tidak ada lengkungan, dan datar. Hal ini

bertujuan untuk mengurangi cross section radar sehingga dapat memperbesar

efek stealth;

Posisi wing adalah middle wing. Middle wing memiliki stabilitas netral sehingga

usaha yang dibutuhkan untuk melakukan manuver tidak terlalu besar. Desain

middle wing ini akan bermasalah saat joining ke fuselage. Akan tetapi, masalah ini

diharapkan dapat diatasi saat analisis struktur;

Material yang digunakan adalah 50% komposit dan 50% logam. Logam

bertujuan agar pesawat tetap kuat dalam menahan beban statik dan beban

dinamik, terutama pada bagian-bagian pesawat yang membutuhkan kekuatan

lebih dalam menahan beban misalnya menahan beban berat engine atau untuk

mengantisipasi gangguan pada bagian joning wing-fuselage. Komposit bertujuan

mengurangi berat pesawat dan meningkatkan kemampuan stealth karena

beberapa komposit bersifat mampu menyerap radar;

Inlet berada di armpit, bertujuan untuk mengurangi foreign object damage. Posisi

armpit yang berada di zona fuselage berarti tidak memberikan gangguan

terhadap wing apabila terjadi getaran pada daerah inlet akibat efek penyerapan

udara luar, sehingga tidak mengganggu performa wing dalam mencapai lift

maksimum;

Konfigurasi tata letak senjata diharapkan mendekati tata letak senjata F-22

raptor, dimana senjata disimpan di dalam pesawat sehingga saat pesawat

diharuskan beroperasi pada kecepatan tinggi, senjata-senjata ini tidak

memberikan kontribusi drag. Persenjataan yang disimpan didalam badan

pesawat juga mampu mengurangi cross section radar sehingga mampu

meningkatkan kemampuan stealth;

Page 18: Laporan 1 Perancangan

Dikarenakan kebutuhan pesawat yang difokuskan untuk hanya menggunakan

fuel internal selama misi dilaksanakan, sehingga kebutuhan akan fuel eksternal

tidak terlalu dipertimbangkan. Maka, ditetapkan bahwa pada payload tambahan

akan lebih diutamakan pada penggunaan persenjataan. Dimana perbandingan

antara penggunaan senjata dan bahan bakar eksternal adalah 5:2;

Page 19: Laporan 1 Perancangan

BAB IV

PENENTUAN UKURAN AWAL DAN PEMILIHAN SISTEM PROPULSI

4.1 Profil Misi Pesawat Tempur Sari

Profile Mission (Profil Misi) merupakan misi yang dilakukan oleh pesawat selama

beroperasi. Profil misi ini digunakan untuk menentukan fraksi bahan bakar (fuel

fraction) yang pada tahap selanjutnya akan digunakan untuk menentukan berat

pesawat dan berat bahan bakar. Setiap jenis pesawat memiliki profil misi yang berbeda-

beda tergantung tipe dan misi pesawat tersebut. Berikut ini adalah profil misi pesawat

Tempur Sari yang dirancang:

Warm up – Taxi – Take Off – Climb – Cruise – Loiter – Cruise – Descent – Landing

Gambar 7. Profil Misi Pesawat Tempur Sari

Keterangan:

1 = Warm Up

2 = Taxi

3 = Take Off

4 = Climb

5 = Cruise sejauh 500 nm

6 = Loiter 20 min / Fighter

6 7

8

9

5

31

2

4

Page 20: Laporan 1 Perancangan

7 = Cruise sejauh 500 nm

8 = Descent

9 = Landing & Shut Down

4.2 Estimasi Berat Awal Pesawat Tempur sari

Setelah profil misi ditentukan, berat awal pesawat rancangan mulai dihitung.

Perhitungan tersebut dapat dilakukan melalui beberapa tahap sebagai berikut:

4.2.1 Take off-Weight Built Up

Desain take off gross weight (W0) adalah total berat pesawat saat akan memulai misi

(take off). Yang termasuk berat total awal pesawat adalah berat kosong pesawat (We) ,

berat bahan bakar (Wf), berat payload (Wpayload) dan berat crew (Wcrew).

W0 = W crew + W payload + W fuel + W e (4.1)

W0 = W crew + W payload +( WfW 0 ) W0 + ( WeW 0 ) W0 (4.2)

W0 = W crew+W payload

1−( WfW 0 )−(wewo

)

(4.3)

Jadi, W0 dapat diperoleh jika (Wf/W0) dan (We/W0) diketahui.

4.2.2 Estimasi berat kosong pesawat

Untuk memperoleh nilai W0 , rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

WeW 0

= A W0C Kvs (4.4)

Dari buku “Aircraft Design: A Conceptual Approach” karangan Daniel P. Raymer, nilai A

dan C untuk pesawat tipe jet fighter adalah sebagai berikut:

A = 2.34

C = -0.13

K vs = 1 (tipe fix sweep)

Page 21: Laporan 1 Perancangan

4.2.3 Mission Segmen Weight Fractions

Sebelum menentukan mission segmen weight fraction ada beberapa variabel yang harus

diketahui seperti bentuk dan ukuran geometri awal. Besar geometri awal pesawat

Tempur Sari ini adalah hasil reduksi 30% dari geometri pesawat F 22.

Gambar 8. Layout awal pesawat Tempur Sari

Berikut ini adalah data-data geometri pesawat Tempur Sari:

Tabel 2. Data-data geometri pesawat Tempur Sari

Data Nilai Keterangan

R 500 nm 3038000 ft Range cruise

V 0.7 M 696.096 ft/s Kecepatan Cruise

C cruise 0.5 0.000138 1/s SFC Cruise

C loiter 0.4 0.00011 1/s SFC Loiter

E loiter 20 min 1200 s

S reference 411.6 ft2 30 % dari S ref F 22

S wetted 1666 ft2 30% dari S ref F 22

Span 31.14 ft2 30 % dari S ref F 22

Swet/ Sref 4.05

2.82 m

3.4 m

1.44 m

2.18 m

2.73 m4.55 m

3.822 m

9.56 m

2.8 m

2.42 m

4.8 m

1.44 m

Page 22: Laporan 1 Perancangan

wetted AR 0.58 S wetted / S ref

L/D max cruise 9.093 0.866 L/D loiter

L/D max loiter 10.5

Payload 7000 kg 15.650 lb Payload Max

Pesawat Tempur Sari mampu membawa maximum payload sebesar 7000 kg, sedangkan

untuk mission tipical hanya mampu membawa payload sebanyak 2000 kg. Untuk

perhitungan fuel fraction, digunakan beban maksimum sebesar 7000 kg karena untuk

mengetahui berat maksimal dari pesawat Tempur sari.

Fuel fraction dihitung berdasarkan fase yang dilalui oleh pesawat sesuai profil misi.

Berikut ini adalah perhitungan fuel fraction pesawat Tempur Sari:

Fase 1 : Engine Start dan Taxi

Saat warm up dan taxi dimulai berat pesawat adalah WTO, sedangkan berat pesawat

setelah warm up dan taxi selesai adalah W1. Untuk pesawat jenis fighter, rasio W1/WTO

adalah 0.990.

Fase 2 : Taxi

Pada saat mulai taxi berat pesawat adalah W1, sedangkan berat setelah taxi dan sebelum

take off adalah W2. Rasio berat setelah dan sebelum taxi adalah W2/W1 = 0.995.

Fase 3 : Take Off

Pada saat mulai take off berat pesawat adalah W2, sedangkan berat setelah take off

adalah W3. Rasio berat setelah dan sebelum take off adalah W3/W2 = 0.995.

Fase 4 : Climb

Setelah take off, selanjutnya adalah climb dengan berat awal W3 dan berat akhir W4

dengan rasio bahan bakar W4/W3 untuk pesawat fighter adalah 0.985.

Fase 5 : Cruise

Perhitungan fuel fraction untuk cruise dilakukan dengan menggunakan rumus di bawah

ini:

Page 23: Laporan 1 Perancangan

W 5

W 4

=e

(−R. C

V .LD

)

(4.5)

W5 adalah berat setelah cruise dan W4 adalah berat sebelum cruise. Besarnya variabel

yang dibutuhkan dapat dilihat pada tabel d iatas. Hasil perhitungan menunjukkan nilai

W5/W4 adalah 0.936.

Fase 6 : Loiter

Pada fase loiter, nilai fuel fraction sebelum dan setelah loiter didapatkan dengan

menggunakan rumus di bawah ini:

W 7

W 6

=e

(−E.CLD

)

(4.6)

Hasil perhitungan menunjukkan nilai W7/W6 = 0.987.

Fase 7 : Cruise

Nilai fraksi bahan bakar pada cruise yang kedua ini sama dengan nilai fraksi bahan

bakar pada cruise pertama yaitu W8/W7 = 0.936

Fase 8 : Descent

Pada fase ini tidak terdapat perubahan jumlah bahan bakar.

Fase 9 : Landing

Pada fase landing, rasio fraksi bahan bakar adalah W9/W8 = 0.995

Dengan mengetahui rasio fraksi bahan bakar setiap fase, maka fraksi bahan bakar

sebelum take off dan setelah landing dapat diketahui dengan menggunakan persamaan

dibawah ini:

M f=W 9

W 8

W 8

W 7

W 7

W 6

W 6

W 5

W 5

W 4

W 4

W 3

W 3

W 2

W 2

W 1

W 1

W ¿(4.7)

Mf = W9/WTO = 0.82

Page 24: Laporan 1 Perancangan

4.2.4 Menentukan berat awal, berat bahan bakar, dan berat kosong pesawat

Dengan asumsi cadangan bahan bakar sebesar 6%, maka besarnya Wf/W0 adalah:

Wf/W0 = 1.06 (1-W9/WTO) (4.8)

= 1.06 (1 – 0.82)

= 0.1833

Kemudian We/Wo dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut ini:

WeW 0

= A W0C Kvs (4.9)

WeW 0

= 2.34 W0-0.13

W0 = W crew+W payload

1−( WfW 0 )−(wewo

) (4.10)

W0 = 220+15532

1−(0.1833 )−(2.34W 0−0.13)

Kemudian W0 diperkirakan untuk mendapatkan We/Wo. Lalu We/W0 dimasukkan ke

persamaan Wo di atas untuk mendapatkan nilai Wo calculated. Nilai Wo guess = Wo

Calculated artinya berat tersebut adalah berat take off pesawat. Hasil iterasi Wo dapat

dilihat pada perhitungan berikut ini:

Tabel 3. Estimasi berat total awal dengan material logam

Wo Guess We/Wo Wo Calculated

60700 0.55898

7

60616

60690 0.55899

8

60619

60680 0.55901 60622

60670 0.55902 60625

Page 25: Laporan 1 Perancangan

2

60660 0.55903

4

60628

60650 0.55904

6

60630

60640 0.55905

8

60633

60630 0.55907 60636

60620 0.55908

2

60639

60610 0.55909

4

60642

60600 0.55910

6

60644

60590 0.55911

8

60647

60580 0.55913 60650

Hasil perolehan: W0 estimasi awal sebesar 60.630 lb

Jika material yang digunakan adalah material komposit, maka persamaan untuk We/Wo

berubah menjadi 0.95*(2.34 W0-0.13). Kemudian iterasi berat dengan menggunakan

komposit adalah:

Tabel 4. Estimasi berat total awal dengan material komposit

Wo guess We/Wo Wo Calculated

52000 0.51330

8

51505

51900 0.51343

6

51527

51800 0.51356

5

51549

51700 0.51369 51571

Page 26: Laporan 1 Perancangan

4

51600 0.51382

3

51593

51500 0.51395

3

51615

51400 0.51408

3

51637

51300 0.51421

3

51659

51200 0.51434

4

51681

51100 0.51447

4

51704

51000 0.51460

5

51726

50900 0.51473

7

51748

50800 0.51486

8

51771

Jika menggunakan material komposit maka estimasi berat awal adalah 51.600 lb

Spesifikasi berat untuk berat awal 60.600 lb

W take off = 60.630 lb

W fuel = 11.088 lb

W crew = 220 lb

W payload = 15.432 lb

W empty = 33.890 lb

Spesifikasi berat untuk berat awal dengan struktur komposit 51.600 lb

W take off = 51.600 lb

Page 27: Laporan 1 Perancangan

W fuel = 9450 lb

W crew = 220 lb

W payload = 15.432 lb

W empty = 26.498 lb

Spesifikasi berat untuk berat awal dengan struktur 50 %komposit dan 50%

Logam

Perhitungan berat pesawat dengan komposisi material 50% Logam dengan 50%

Komposit dengan mengasumsikan berat logam dan komposit memiliki perbandingan

yang linear. Berikut ini adalah spesifikasi berat pesawatnya:

W take off = 56.095 lb

W fuel = 10.269 lb

W crew = 220 lb

W payload = 15.432 lb

W empty = 30.194 lb

4.3 Perhitungan Wing Loading dan Power Loading

Estimasi Nilai T/W dan W/S

Pada pemilihan (T/W)TO dan (W/S)TO dilakukan dengan memperhitungkan kebutuhan

(T/W)TO dan (W/S)TO pada fase-fase berikut ini:

1. Take Off

2. Landing

3. Subsonic Cruise pada sea level

4. Climb pada sea level

Page 28: Laporan 1 Perancangan

Setelah perhitungan didapatkan, maka hasilnya akan digunakan untuk mendapatkan

pemilihan nilai (T/W)TO dan (W/S)TO.

4.3.1 Perhitungan Take Off

Untuk mendapatkan (T/W)TO dan (W/S)TO pada fase take off dipergunakan rumus

dibawah ini:

STOG = K 1(WS )¿ ¿

ρ(CLmaxT O(K2( TW )¿−µ g)−0.72CDo¿)¿

(4.11)

Dengan nilai

STOG = 1500 ft

K1 = 0.0447

𝝆 = 0.002224 slug/ft3 (kerapatan udara pada ketinggian sea level

dengan suhu 20o C)

K2 = 0.75 (5+λ)(4+λ) dengan 𝝀=by pass rasio = 0.3

= 0.924419

µg = 0.025

CDo = 0.012142

CL max TO = 1.4 – 2 (untuk pesawat fighter)

Kemudian data-data tersebut dimasukkan kedalam persamaan dan diperoleh:

1500 = 0.047 (WS )¿ ¿

0.002224 (CLmax ¿(0.924419( TW )¿−0.025)−0.72∗0.012142¿)¿

Berdasarkan perhitungan di atas, didapat variasi T/W terhadap W/S untuk beberapa CL

max sebagai berikut:

Tabel 5. Variasi Wing loading dan Power Loading terhadap CL max saat Take Off

Page 29: Laporan 1 Perancangan

W/S TO

T/W

Cl max To

1.4 1.6 1.8 2

50 0.55147

1

0.48591

8

0.48591

8

0.43493

2

60 0.65500

6

0.57651

1

0.57651

1

0.51545

9

70 0.75854 0.66710

3

0.66710

3

0.59598

5

80 0.86207

5

0.75769

6

0.75769

6

0.67651

2

90 0.96560

9

0.84828

8

0.84828

8

0.75703

9

100 1.06914

3

0.93888

1

0.93888

1

0.83756

6

110 1.17267

8

1.02947

4

1.02947

4

0.91809

3

120 1.27621

2

1.12006

6

1.12006

6

0.99861

9

4.3.2 Perhitungan Landing Distance

Perhitungan dimulai dengan memghitung SL yang diperoleh dengan rumus

SL = 1.9 x S LG

= 1.9 x 1500 ft

= 2850 ft

S FL = SL / 0.6

= 2850 / 0.6

= 4750 ft

Page 30: Laporan 1 Perancangan

Lalu dengan nilai S FL 4750 didapatkan nilai Va2 = 15000 (Roskam Aircraft Design

halaman 112)

Untuk pesawat fighter Va = 1.2 VSL, sedangkan untuk FAR 25 Va = 1.3 VSL. Untuk

mendapatkan nilai Va yang sebenarnya, maka dilakukan perhitungan perbandingan

sebagai berikut:

Va = (15000 (1.3/1.2)2)1/2

= 132 kts

V SL = Va/1.2

= 132/1.2

= 110.5 kts = 186 fps

Setelah didapatkan VSL, variasi W/S terhadap CL Max L dapat dihitung dengan persamaan

di bawah ini:

V SL = (2 (W/S)L /𝝆 CL Max L) (4.12)

186 = 2 * (W/S)L / 0.02224 * CL Max L)

Berikut ini adalah tabel perbandingan (W/S)L dan (W/S)TO dengan CL Max L

Tabel 6. Perbandingan (W/S)L dan (W/S)TO dengan CL Max L saat landing

CL max L 1.6 1.8 2 2.2 2.4 2.6

(W/S)

L

61.5227

6

69.2131

1

76.9034

5

84.5938 92.2841

5

99.9744

9

(W/S)

TO

74.4902

8

83.8015

7

93.1128

5

102.424

1

111.735

4

121.046

7

Nilai (W/S)L = 0.825 (W/S)TO (0.825 adalah perubahan fraksi bahan bakar saat sebelum

take off dibanding dengan setelah landing)

4.3.3 Perhitungan Climb

Untuk perhitungan pada saat climb, digunakan persamaan berikut ini:

Page 31: Laporan 1 Perancangan

RC = V ((T/W)- 1/(L/D)max , RC = 50.000 ft/min = 833.3 ft/s (4.13)

Dengan:

V = ( 2(W/S) / (𝝆 (CDo A e )π 1/2)1/2 (4.14)

Untuk mendapatkan nilai dari V, diperlukan nilai dari A = 2.35e = 0.8. Kemudian

perbandingan nilai T/W dan W/S dapat diperoleh dan ditampilkan pada table berikut

ini:

Tabel 7. Perbandingan T/W dan W/S saat climb

(W/S) TO V RC/V 1/L/D (T/W) TO

50 409.54

46

2.0347

81

0.0952

38

1.9395

42

60 448.63

36

1.8574

92

0.0952

38

1.7622

54

70 484.57

97

1.7197

03

0.0952

38

1.6244

65

80 518.03

75

1.6086

35

0.0952

38

1.5133

97

90 549.46

17

1.5166

36

0.0952

38

1.4213

98

100 579.18

35

1.4388

07

0.0952

38

1.3435

69

110 607.45

28

1.3718

49

0.0952

38

1.2766

11

120 634.46

37

1.3134

45

0.0952

38

1.2182

07

Page 32: Laporan 1 Perancangan

4.3.4 Perhitungan Subsonic Cruise Pada Sea Level

Asumsi yang digunakan untuk memenuhi perhitungan ini adalah terbang pada

ketinggian sea level dengan suhu 20oC pada kecepatan 0.7 M. Persamaan yang

digunakan pada kondisi cruise adalah sebagai berikut:

(T/W)req = CDo q /(W/S) + (W/S)/q. .A.eπ (4.15)

Dengan nilai q = 656.431 , A = 2.35 , CDo = 0.012142 dan e=0.8

Lalu didapatkan perbandingan nilai T/W dan W/S sebagai berikut ini:

Tabel 8 . Perbandingan T/W dan W/S saat Subsonic Cruise

W/S

TO

T/W T/W TO

50 0.2392

07

0.3683

78

60 0.2141

56

0.3298

70 0.1985

71

0.3058

80 0.1889

03

0.2909

11

90 0.1831

8

0.2820

97

100 0.1802

18

0.2775

35

110 0.1792

63

0.2760

66

120 0.1798

15

0.2769

15

Page 33: Laporan 1 Perancangan

4.4 Pemilihan Titik Desain

60 80100

120140

0

0.5

1

1.5

2

2.5

Matching Chart

Cl max TO 1,4 Linear (Cl max TO 1,4)Cl max TO 1,6 Linear (Cl max TO 1,6)Cl max TO 1,8 Linear (Cl max TO 1,8)Cl max TO 2 Linear (Cl max TO 2)Thrust/weight TO Sea Level Cruise Linear (Thrust/weight TO Sea Level

Cruise)thrust/weight TO climb sizing Linear (thrust/weight TO climb

sizing)Cl max Landing 1,6 Linear (Cl max Landing 1,6)Cl max Landing 1,8 Linear (Cl max Landing 1,8)Cl max Landing 2 Linear (Cl max Landing 2)Cl max Landing 2,2 Linear (Cl max Landing 2,2)Cl max Landing 2,4 Linear (Cl max Landing 2,4)Cl max Landing 2,6 Linear (Cl max Landing 2,6)

Weight per Area

Thru

st p

er W

eigh

t

Gambar 9. Matching Chart

Berdasarkan grafik matching chart di atas dipilih titik desain dengan (T/W)TO dan

(W/S)TO . berikut ini adalah

Weight = 56.095 lb

(T/W)TO = 1,1

Thrust = 61.700 lb

(W/S)TO = 110

Sref = 500 ft2

AR = 2.35

L/D Max = 10.5

Page 34: Laporan 1 Perancangan

CL Max TO = 2.4

CL Max L = 1.6

CL Max Cruise = 1.2

Setelah melakukan perhitungan berdasarkan berat, maka diperoleh data data seperti

thrust per weight, weight per area, semuanya diperhitungkan dalam kondisi koefisien

gaya angkat yang berbeda. Matching chart merupakan gabungan dari berbagai grafik

perhitungan dimana grafik tersebut saling berkaitan dengan axis Weight per Area dan

ordinat Thrust per Weight dalam berbagai kondisi.

Dari grafik ini akan diperoleh design point yang akan menjadi dasar perhitungan

selanjutnya untuk pesawat Tempur Sari. Design point untuk pesawat Tempur Sari

berada pada Thrust per Weight 1,1 dan Weight per Area 110. Design point ini

menunjukkan hal yang hampir sama pada pesawat pembanding, karena rata-rata thrust

per weight untuk pesawat sejenis berada di angka 1,1 - 1,2. Thrust per weight ini pada

akhirnya akan mempengaruhi pemilihan system propulsi.

4.5 Ukuran Awal dan Pemilihan Propulsi

Gambar 10. F404-GE-402

Setelah menganalisis profil misi dari pesawat Tempur Sari dan mengetahui berapa

berat, gaya dorong yang dibutuhkan, serta thrust per weightnya, maka pesawat Tempur

Sari menggunakan sistem propulsi turbofans 2 engine General Electric F404.

Pemilihan sistem propulsi ini karena dari perbandingan pesawat sejenis yang

menggunakan, memiliki profil misi yang hampir sama, dengan tujuan, dan DR&O yang

setipe, yaitu F-18 super hornets, F404-GE-402 memiliki kemampuan dry thrust 62,3 kN

dan jika menggunakan afterburner mencapai 97,9 kN.

Page 35: Laporan 1 Perancangan

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kegiatan membandingkan pesawat – pesawat tempur “multirole” yang sejak awal

dilakukan dengan mengacu kepada DRO yang ada memberikan hasil yang cukup

merepresentasikan pesawat yang hendak dirancang pada kuliah perancangan ini.

Dalam membandingkan berbagai jenis pesawat – pesawat tersebut, F-16 dan F–22 yang

diproduksi oleh lockheed martin menjadi dua pesawat pembanding yang memiliki

spesifikasi paling sesuai dengan pesawat tempur sari, pesawat yang direncanakan akan

dirancang pada perkuliahan ini.

Dengan beberapa pertimbangan yang ada (tersedia pada bab III), maka disimpulkan

bahwa untuk pemilihan model awal pesawat tempur sari ini, dapat dihampiri bentuk

dari pesawat ini dengan bentuk pesawat F–16 dengan catatan spesifikasi pesawat yang

ditingkatkan atau dengan pesawat F-22 dengan spesifikasi geometri dasar yang

Page 36: Laporan 1 Perancangan

disederhanakan. Hal ini didasari bahwa pesawat rancangan ini dianggap merupakan

gabungan perkembangan teknologi dan kemampuan pemenuhan penyelesaian misi

seperti F-16 dan F-22.

Setelah melakukan diskusi lanjutan terkait pemilihan model awal ini, diputuskan untuk

dipilihnya pesawat F – 22 sebagai model, dimana double engine yang menjadi

pendorong pesawat ini lebih sesuai dengan DRO yang menyatakan bahwa fighter 4.5th

generation menggunakan double engine, dibandingkan dengan F – 16 yang hanya

menggunakan single engine.

Dari segi konfigurasi pesawat yang telah dipelajari dan bandingkan, bentuk sayap

trapesium, dan kemampuan horizontal tail pada pesawat F – 22 yang membuat pesawat

dapat melakukan manuver dalam tingkatan yang tinggi, juga vertical tail yang memberi

tambahan durabilitas dalam melakukan manuver tersebut, menjadi pilihan yang sesuai

untuk dijadikan model awal konfigurasi pesawat tempur sari.

Selain itu dari hasil perhitungan marching chart didapat nilai t/w sebesar 1,1 dan nilai

w/s sebesar 110. Dari data tersebut, ditetapkanlah Turbo – Union RB 199 sebagai sistem

propulsi ganda yang digunakan untuk pesawat ini, yang memiliki bentuk awal sama

dengan fighter F – 22 raptor dengan dibeberapa bagian pentingnya mengalami

pengecilan dimensi sebesar 30%.

Pertimbangan perancangan pada laporan pertama ini menghasilkan poin – poin awal

penentuan spesifikasi pesawat tempur sari baik dari segi bentuk sayap, ekor, dan

beberapa hal lain seperti jumlah engine, yang dalam keberjalanan kedepannya mungkin

saja dapat mengalami perubahan setelah nantinya mengalami perhitungan lebih detail

seperti analisa aerodinamika, struktur, prestasi terbang, dsb. Secara umum, dalam

laporan kali telah ditentukan pesawat F–22 sebagai pesawat yang dijadikan model awal

pesawat tempur sari yang merupakan pesawat multirole fighter 4.5th generation.

5.2 Saran

Jumlah pesawat yang disediakan sebagai objek tudi spesifikasi sebenarnya sudah cukup

untuk memberikan gambaran awal mengenai bentuk pesawat seperti apa yang akan

dirancang pada perkuliahan ini. Namun, saat ini studi spesifikasi yang ada tidak

memiliki detail informasi yang baik dan terperinci, sehingga data yang diperoleh hanya

data-data umum pesawat saja. Hal ini menyulitkan saat hendak dilakukannya

Page 37: Laporan 1 Perancangan

perhitungan seperti estimasi berat awal dan pemilihan sistem propulsi. Oleh sebab itu,

dibutuhkan informasi terperinci dan juga spesifikasi dan teknik khusus yang

diinformasikan kepada para perancang mengenai jenis pesawat yang hendak dirancang.

Contohnya, apabila ditentukan bahwa jenis pesawat yang harus dirancang adalah

pesawat fighter, maka seluruh informasi yang diberikan (termasuk materi perkuliahan)

dikhususkan tentang bagaimana cara merancang pesawat tipe ini.

Sumber informasi yang tersedia sudah cukup baik. Secara pustaka tertulis (buku

referensi) sudah tersedia namun seperti Roskam part I tidak tersedia sehingga sumber

informasi menjadi sedikit berkurang. Informasi via dunia maya juga cukup banyak

tersedia, namun karena tidak ada referensi pasti yang ditentukan diawal kuliah, maka

terlalu banyak informasi yang harus dikelola. Oleh sebab itu diharapkan dapat

disediakannya referensi yang pasti saat awal perancangan pesawat dilaksanakan.

DAFTAR PUSTAKA

D.P Raymer, “Aircraft Design : A Conceptual Approach”, AIAA Education Series, 1989

J.Roskam, “Airplane Design”, part I, Roskam Aviation & Engineering Corp,1986

Jane’s All Aircraft In The World 2004-2005