Upload
rizky-f-utomo
View
326
Download
12
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan teknologi, pesawat mengalami beberapa perubahan baik
dari bentuk, kecepatan terbang, maupun fungsi pesawat tersebut. Ide manusia agar
dapat terbang dan melakukan perpindahan posisi secara cepat pun berkembang
menjadi banyak tujuan, baik untuk sekedar transportasi, pengangkatan barang, sampai
pada tujuan keamanan suatu negara atau perang.
Dimulai dari Perang Dunia I, perkembangan pesawat khususnya untuk kebutuhan
militansi tampak sangat signifikan. Berbagai jenis pesawat tempur diproduksi untuk
kebutuhan negara-negara dalam bidang keamanan dan pertahanan. Hingga saat ini,
perkembangan pesawat jenis ini terus dilakukan dengan fungsi-fungsi mutakhir seperti
kemampuan stealth dan supercruise.
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki kebutuhan akan
keamanan negara terutama dari segi kemiliterannya sudah sepantasnya memiliki
infrastruktur dan perlengkapan tempur handal, salah satunya adalah pesawat tempur.
Dengan pesawat ini, Indonesia dapat meningkatkan kemampuan pertahanan negara
khususnya dari segi zona udara. Adanya kerja sama dengan negara konsorsium
diharapkan pengembangan pesawat tempur negara dapat dilaksanakan dengan
teknologi yang lebih baik, seperti pada persenjataan dan kemampuan terbangnya. Tidak
lupa pula, aspek biaya yang dianggarkan tidak terlalu besar dengan proses produksi
yang mudah untuk dilaksanakan mengingat faktor perekonomian Indonesia yang tidak
begitu baik.
Keterbatasan kemampuan setiap pesawat tempur dalam melaksanakan suatu misi
tertentu mengakibatkan pengaturan sistem pertahanan udara menjadi sangat
kompleks. Oleh sebab itu, dibutuhkan pesawat tempur yang modern dengan multi
fungsi yang dapat melakukan serangan udara dan serangan darat.
1.2. Persyaratan dan Sasaran Perancangan
2.1.1 Umum
1. Sasaran perancangan utama adalah mendapatkan pesawat tempur multi-role
dengan teknologi generasi 4.5;
2. Pesawat tempur harus didesain untuk dapat menahan beban sebesar +9/-3;
3. Meski tidak dirancang khusus sebagai pesawat stealth, namun fitur-fitur yang
dapat mengurangi keterdeteksian radar harus menjadi pertimbangan;
4. Pesawat diharapkan dapat dirancang dan diproduksi bersama oleh negara
konsorsium dengan pembagian poporsi kerja sesuai dengan kontribusi masing-
masing negara.
2.1.2 Susunan Internal
1. Kabin dan Instrumentasi
Flight deck dirancang untuk satu awak penerbang (pilot) sebagai standar,
dengan kemungkinan pengembangan untuk versi tandem;
Peralatan instrumentasi harus dirancang untuk memungkinkan penggunaan
teknologi radar Active Electronically Scanned Array (ASEA), Forward Looking
Infra Red (FLIR), dan electronic counter measure system.
2. Pesenjataan dan Payload
Pesawat harus dirancang untuk mampu membawa hingga 7000 kg
persenjataan/bahan bakar eksternal. Hard point dapat berada di bagian
fuselage maupun sayap.
3. Prestasi
Pesawat yang dirancang harus mampu melakukan misi dengan hanya
menggunakan internal fuel tank;
Misi tipikal adalah misi dengan combat radius 500 nm dan loiter selama
20 menit. Dalam misi tipikal ini, persenjataan yang dibawa adalah seberat
200 kg dan kecepatan terbang sebesar 0.7 Mach pada ketinggian 30.000
ft;
Kecepatan maksimum tidak kurang dari 2.0 Mach pada ketinggian
terbang 30.000 ft dan tidak kurang dari 1.2 Mach pada ketinggian muka
laut;
Ketinggian terbang jelajah maksimum (service ceiling) tidak kurang dari
60.000 ft;
Jarak take-off ground run untuk berat total take-off maksimum tidak
melebihi 6.000 ft pada kondisi permukaan laut, ISA+20oC;
Jarak landing run pada kondisi berat mendarat maksimum tidak boleh
melebihi 6.000 ft pada kondisi permukaan laut, ISA+20oC;
Rate of climb minimum pada kondisi permukaan laut adalah 50.000
ft/min.
4. Basis Sertifikasi
Pesawat akan diproduksi dan disertifikasi sebagai multi-role fighter
aircraft
Basis sertifikasi menggunakan USAF Military Specification (MIL-SPECS)
1.3. Pertimbangan Perancangan Secara Umum
1. Memenuhi persyaratan dan sasaran dari perancangan tersebut;
2. Produksi berkemungkinan dapat dilaksanakan dengan proses produksi yang
tidak rumit;
3. Tersedianya data dan informasi beberapa jenis pesawat pembanding setipe
yang dapat memberikan pertimbangan desain yang sesuai;
4. Konfigurasi didesain berdasarkan fungsi dan perkembangan teknologi saat
ini namun tetap memenuhi persyaratan perancangan.
BAB II
STUDI PERBANDINGAN SPESIFIKASI DAN KONFIGURASI
Untuk menentukan rancangan pesawat yang akan dibuat, maka dibutuhkan suatu acuan
atau rujukan untuk menjadikan pesawat rancangan ini sesuai dengan Design
Requirements dan Objectives yang telah diberikan. Maka, dengan spesifikasi DR&O, telah
dipilih beberapa pesawat yang menjadi acuan awal pesawat Tempur Sari ini yang
memiliki spesifikasi DR&O sejenis.
Dari hasil studi perbandingan pesawat sejenis ini, kemudian ditentukan konfigurasi
awal pesawat Tempur Sari yang akan dirancang. Studi perbandingan ini akan dilakukan
dalam 3 hal, yaitu perbandingan spesifikasi, perbandingan konfigurasi, dan
perbandingan sistem propulsi. Perbandingan spesifikasi dan sistem akan menjadi acuan
initial sizing dan ukuran serta berat dari pesawat Tempur Sari, perbandingan
konfigurasi akan menjadi acuan bagaimana bentuk dan struktur serta konfigurasi dasar,
dan setelah berat dan jumlah gaya dorong yang diperlukan diketahui maka akan
dilakukan perbandingan sistem propulsi yang digunakan oleh pesawat pesawat sejenis.
2.1 Perbandingan spesifikasi
Spesifikasi dan konfigurasi pesawat multirole fighter yang kini sudah banyak di
produksi oleh Negara-negara di dunia hampir sama dengan DR&O pesawat Tempur Sari
yang akan dibuat. Untuk memperoleh kecenderungan spesifikasi yang hampir sama,
maka di ambil data dari beberapa pesawat pembanding sebagai berikut :
2.1.1 Rafale
Dassault Rafale adalah pesawat 4,5th-generation jet fighter bermesin ganda Perancis
dengan delta wing. Didesain dan dibuat oleh Dassault Aviation. Pertama kali
diperkenalkan pada tahun 2000, Rafale diproduksi untuk memenuhi kebutuhan Land-
base aircraft dari French Air Force dan Carrier-based dari French Navy. Dari tabel
spesifikasi di atas, Rafale merupakan pesawat pembanding yang memiliki DR&O
maximum speed, service ceiling, dan rate of climb yang hampir sama dengan DR&O yang
dibutuhkan.
2.1.2 F-15 Fighting Falcon
F-15 Fighting Falcon adalah jet tempur Multi-role yang dikembangkan oleh General
Dynamics di Amerika Serikat. Pesawat ini awalnya dirancang sebagai pesawat tempur
ringan, dan akhirnya berevolusi menjadi pesawat tempur multi-role yang sangat
populer. Kemampuan F-15 yang bisa dipakai untuk segala macam misi inilah yang
membuatnya sangat sukses di pasar ekspor. F-15 dikenal memiliki kemampuan tempur
di udara yang sangat baik, dengan inovasi seperti kokpit tanpa frame yang memperjelas
penglihatan, gagang pengendali samping untuk memudahkan kontrol pada kecepatan
tinggi, dan kursi kokpit yang dirancang untuk mengurangi efek g-force pada pilot,
pesawat ini juga merupakan pesawat tempur pertama yang dibuat untuk menahan
belokan pada percepatan 9g. Pada dasarnya, profil misi yang akan dirancang untuk
Tempur Sari hampir sama dengan profil misi F-15.
2.1.3 Chengdu J-10
Chengdu J-10 adalah pesawat tempur multi-role yang dirancang dan diproduksi oleh
Chengdu Aircraft Industri Corporation untuk Angkatan Udara Tiongkok, didesain
sebagai pesawat tempur dan pesawat pengebom ringan segala cuaca. Sistem kokpit
pada pesawat Chengdu J-10 memiliki karakter bisa dikembangkan menjadi 2 crew
untuk keperluan training.
2.1.4 F/A-18E/F Super Hornet
Pesawat tempur yang merupakan varian lebih besar dan lebih maju dari F/A-18C/D
Hornet ini memiliki sistem jaringan terpadu yang memberikan peningkatan
interopebilitas. Jet tempur buatan Boeing setelah di merger dari McDonnell Douglas
tersebut memiliki radar APG-79 AESA dan bentuk intake persegi yang berfungsi untuk
mengurangi RCS (Radar Cross Section) yang menjadi salah satu DR&O pesawat yang
akan di rancang. Pesawat F/A-18 E/F menggunakan twin-Engines F414-GE-400
turbofan dari General Electric yang memiliki thrust 22.000 lb dengan afterburner
dengan kecepatan maksimum lebih dari 1.8 Mach.
2.1.5 F-22 Raptor
F22 Raptor adalah pesawat tempur buatan Amerika Serikat yang direncanakan untuk
menjadi pesawat tempur superioritas udara yang digunakan menghadapi pesawat
tempur Uni Soviet. Pesawat tempur dengan dua engine Pratt &Whitney F119-PW-100
turbofans tersebut memiliki kecepatan maksimum 2.25 Mach, mirip dengan DR&O
dengan pesawat yang akan dibuat. F22 memiliki kemampuan yang sangat baik dalam
bermanuver pada kecepatan supersonic maupun subsonic. Penggunaan pengarah daya
dorong membuatnya memiliki kelebihan dalam berbelok secara tajam dan melakukan
manuver ekstrim seperti Manuver Herbst, Kobra Pugachev, dan Kubit.
2.1.6 Eurofighter Typhoon
Pesawat tempur yang merupakan rancangan konsorsium tiga perusahaan yaitu Alenia
Aeronautica, BAE System dan EADS ini memiliki dua engine Eurojet EJ200 afterburning
turbofan dengan kecepatan maksimum 2 Mach. Dengan menggunakan EJ200 yang baru
dikembangkan dan dikombinasikan dengan aerodinamis pesawat Typhoon memiliki
kemungkinan untuk pelayaran supersonically tanpa re-heat dalam waktu lama bahkan
saat pesawat membawa beban senjata normal.
Berikut ini tabel spesifikasi pesawat multirole fighter yang sejenis
Tabel 1. Perbandingan Spesifikasi Pesawat Sejenis
Jenis Pesawat Type Seats Length (m)
Height (m)
Wing Span (m)
Wing Area (m)
Dassault Rafale
multi role 4,5th-
generation
1-2 15.3 5.34 10.8 45.7
McDonnel Douglas F-15
Tactical Fighter
1 19.43 5.63 13.05 56.5
F/A 18 E/F Super Hornet
Multi-role attack and
fighter aircraft
1-2 18.31 4.88 13.62 46.45
F-22 Raptor Air superiority
fighter
1 18.9 5.08 13.56 78.04
Chengdu J-10 Multi-role fighter
and bomber aircraft
1-2 15.5 4.78 9.7 39
Lanjutan 1 Tabel 1. Perbandingan Spesifikasi Pesawat Sejenis
Jenis Pesawat Empty Weight
(Kg)
Fuel Weight (Standart,
Kg)
Fuel Weight (Extended
Range Option, Kg)
Wing Loading (Kg/m²)
MTOW (Kg)
Dassault Rafale
9500 4500 7500 326 24500
McDonnel Douglas F-15
12700 5260 5395 358 30845
F/A 18 E/F Super Hornet
13900 6145 7430 453 29900
F-22 Raptor 19700 8200 11900 375 38000Chengdu J-10 9730 4500 6665 355 19227
Lanjutan 2 Tabel 1. Perbandingan Spesifikasi Pesawat Sejenis
Jenis Pesawat Maximum Level Speed
(Mach)
Rate of Climb (m/s)
Service Ceiling
(m)
Range (Km)
Thrust/ weight
Dassault Rafale
1,8 304,8 16800 3700 1,13
McDonnel Douglas F-15
2,5 254 20000 3930 1,12
F/A 18 E/F Super Hornet
1,8 254 15240 3055 0,93
F-22 Raptor 1,82 350 19812 2960 1,08Chengdu J-10 2,2 305 18000 0,98
Lanjutan 3 Tabel 1. Perbandingan Spesifikasi Pesawat Sejenis
Jenis Pesawat Engine Dry Thrust (each, kN)
Thrust with afterburner
Dassault Rafale 2x Snecma M88-2 turbofans 50,04 75,62McDonnel
Douglas F-152x Pratt & Whitney F 100 after
burner72,62 97,9
F/A 18 E/F Super Hornet
2x General Electric F414-GE-400 turbofans
62,3 97,9
F-22 Raptor 2x Pratt & Whitney F119-PW-100 turbofans
104 156
Chengdu J-10 1x Saturn-Lyulka Al-31FN atau WS-10A Taihang Turbofan
89,17 132
2.2 Perbandingan Konfigurasi
Dalam pembuatan konfigurasi pesawat Tempur Sari, diperlukan studi mengenai
konfigurasi pesawat sejenis. Dengan mempelajari kekurangan dan kelebihan dari
masing-masing pesawat pembanding, Tempur Sari diharapkan menjadi pesawat yang
memiliki banyak kelebihan dibanding dengan pesawat sejenis lainnya. Pembahasan
mengenai konfigurasi pesawat sejenis sebagai berikut :
2.2.1 Rafale
Gambar 1. Gambar 3 Pandangan pesawat Rafale
Dassault Rafale memiliki konfigurasi sayap delta wing yang efektif untuk pesawat
dengan kecepatan di atas Mach 2, delta wing ini pula bisa mengalihfungsikan horizontal
tail, sehingga pesawat ini tidak memerlukan horizontal tail. Keuntungan lainnya dari
sayap delta ini adalah dari sisi aerodinamika yaitu delta wing design menyebabkan
leading edge sayap selalu berada di belakang shock wave yang ditimbulkan oleh hidung
pesawat ketika terbang dalam kecepatan supersonic. Desain seperti ini pula merupakan
”true of highly swept wing”, planform delta mampu untuk membawa beban dan seluruh
pesawat yang menanggung bebannya, sehingga lebih kuat dibandingkan dengan swept
wing, juga spar yang terletak di seluruh bagian pesawat di depan pusat gravitasi, secara
umum, sayap delta juga bisa memperbesar internal volume untuk bahan bakar dan
penyimpanan lainnya.
2.2.2 F-15 Fighting Falcon
Gambar 2. Gambar 3 Pandangan F-15
McDonnel Douglas F-15 Eagle murni didesain sebagai Air Superiority Fighter. Terbang
pertama pada tahun 1972, pesawat ini merupakan pesawat paling canggih dan ditakuti
pada masa itu. Pesawat ini menjadi Combat Air Patrol andalan United States Air Force
dengan desain airframe yang kuat sekaligus konfigurasi sayap blended, memberikan
kemampuan manuver yang baik.
F-15 memiliki konfigurasi sayap swept back, twin tail, dan standart horizontal tail, inlet
yang berada di bawah sayap menyebabkan wake dari nose tidak terlalu mengganggu
efektifitas inlet. Swept back memberikan kerugian bagi pesawat itu sendiri, pesawat
dengan sayap swept back tidak sebagus performanya dengan sayap delta. Perbaikan
tersembunyi yang dilakukan meliputi pelapisan dan pemeliharaan pada pesawat.
Dengan tambahan keunggulan pada tangki bahan bakar konformal / Conformal Fuel
Tank (CFT) yang dirancang ulang untuk bisa mengangkut senjata internal Silent Eagle
menjadi pesawat tempur yang menarik bagi pelanggan internasional Boeing Company.
Bergantung pada msi tertentu, pelanggan dapat menggunakan CFT yang dirancang
untuk pengangkut internal atau mengubahnya kembali menjadi CFT tradisional untuk
optimalisai kapasitas bahan bakar dan pengangkut senjata eksternal. Silent Eagle akan
mampu membawa secara internal misil air-to-air seperti AIM-9 dan AIM-120 dan
senjata air-to-ground seperti Joint Direct Attack Munition (JDAM) dan Small Diameter
Bomb (SDB). Pemuat senjata standar yang dipakai pada versi F-15 saat ini tersedia
dengan instalasi CFT tradisional.
Ekor pesawat yang miring tegak lurus meningkatkan efisiensi aerodinamis,
menyediakan daya angkat dan mengurangi berat airframe. Perbaikan aerodinamis
lainnya terdapat pada Digital Flight Control System yang meningkatkan reliabilitas
pesawat dan mengurangi berat airframe. Perbaikan daya tahan juga meliputi BAES
Digital Electronic Warfare System (DEWS) yang bekerja selaras dengan radar Raytheon
Advanced Electronis Scanning Array (AESA).
2.2.3 Chengdu J-10
Gambar 3. Gambar 3 Pandangan Chengdu J-10
Pesawat Chengdu J-10 dibuat dari logam paduan dan bahan komposit untuk kekuatan
tinggi dan massa rendah, tata letak aerodinamik dari badan pesawat yang mengadopsi
konfigurasi “tail less-canard delta wing”. Konfigurasi dengan sayap delta di pertengahan
sambungan sampai arah belakang pesawat, sementara sepasang canards atau foreplanes
dipasang lebih tinggi di bagian depan pesawat. Konfigurasi seperti ini memberikan
kelincahan yang tinggi terutama pada saat kecepatan tinggi. Sebuah vertical tail pada
bagian belakang pesawat untuk memberikan kestabilan lebih. Konstruksi menggunakan
bahan komposit serta logam yang lebih konvensional. Konfigurasi pada kokpit juga
menyediakan cakupan 360 derajat untuk pilot. Sistem kemudi pada pesawat ini sesuai
dengan DR&O yang diminta untuk pesawat Tempur Sari, dengan control stick
konvensional dan throttle stick yang berada di sebelah kiri pilot.
2.2.4 F/A 18E/F Superhornet
Gambar 4. Gambar 3 Pandangan F/A 18E/F Superhornet
Konfigurasi pesawat tempur superhornet menggunakan twin tail dan swept wing. Sama
dengan F22, Superhornet juga menggunakan twin tail. Dengan memisahkan permukaan
control karena menggunakan twin tail, daerah kemudi yang digunakanpun memilihi
tambahan. Pesawat tempur yang merupakan peningkatan dari pesawat F/A 18 C/D
Hornet tersebut memiliki twin tail yang memiliki kelebihan jika salah satu dari vertical
tail rusak, vertical tail yang lain dapat menggantikan fungsinya. Pesawat tempur dengan
fleksibilitas yang baik membuat pesawat tersebut lebih mudah untuk bermanuver.
Konfigurasi swept back pesawat superhornet memberikan kerugian terhadap pesawat
itu sendiri.
2.2.5 F22- Raptor
Gambar 5. Gambar 3 Pandangan F22-Raptor
Pesawat tempur F22-Raptor didesain dengan twin tail, trapesium wing, dan butterfly
horizontal tail. Dengan desain tail tersebut dapat mengurangi cross section radar yang
menjadikan F22 menjadi pesawat stealth. Keseluruhan dari horizontal tail F22 dapat
difungsikan sebagai control surfaces sehingga mempermudah dalam manuver pesawat.
Namun, horizontal tail dari pesawat tempur tersebut memiliki kekurangan yaitu
pembebanan yang terjadi pada horizontal tail tersebut akan merusak tail itu sendiri jika
terjadi beban yang sangat besar. Vertikal tail dari pesawat F22 merupakan twin tail
yang lebih kecil dari one tail. Jika salah satu vertical tail rusak saat bermanuver, maka
vertical tail yang lain akan menggantikan fungsi vertical tail yang rusak.
Tempat penyimpanan peluru kendali air-to-air tersimpan secara internal di dalam
pesawat agar tidak mengurangi stealth pesawat tempur yang menjadi pesawat paling
terkemuka saat pertama kali diluncurkan pada tahun 2004. 36% Titanium, 24%
composites dan lain lain adalah material yang digunakan F22 sehingga menjadi pesawat
stealth.
2.2.6 Eurofighter Typhoon
Gambar 6. Gambar 3 Pandangan Eurofighter Typhoon
Eurofighter Typhoon adalah pesawat bermesin ganda dengan delta-canard dengan
kemampuan supercruise. Delta wing yang dimiliki typhoon efektif untuk pesawat
dengan kecepatan diatas Mach 2. Pesawat konsorsium beberapa Negara tersebut
menggunakan delta wing dan tidak menggunakan horizontal tail. Delta wing tersebut
dapat mengambil alih fungsi horizontal tail sehingga memiliki keuntungan dalam aspek
aerodinamika karena menyebabkan leading edge pesawat selalu berada di belakang
shock wave yang dihasilkan oleh nose pesawat ketika terbang dalam kecepatan
supersonic. Walaupun hal tersebut juga berlaku pada pesawat swept wing, delta wing
memungkinkan untuk pembuatan yang jauh lebih kuat dibandingkan swept wing. Spar
yang dimiliki oleh delta wing lebih banyak dibandingkan swept wing, sehingga struktur
dari delta wing lebih kuat. Delta wing pada Eurofighter Typhoon memiliki volume
internal untuk bahan bakar lebih besar dibandingkan dengan swept wing.
Canard pada konfigurasi yang dimiliki pesawat tempur Eurofighter Typhoon
merupakan Control-Canard. Sebagian besar dari berat pesawat dibawa oleh sayap
utama, sedangkan canard digunakan untuk control longitudinal selama manuver.
Control-Canard pada Typhoon bekerja pada Angle of attack sebesar nol derajat dan
didorong oleh sebuah sistem control penerbangan yang terkomputerisasi. Dengan
menggunakan canard pesawat Typhoon memiliki karakteristik stealth yang lemah,
karena permukaan sudut yang mencerminkan sinyal radar cukup besar. Oleh karena itu,
untuk mengurangi radar cross section pesawat tempur Typhoon menggunakan sistem
software control.
BAB III
PENYUSUNAN PERTIMBANGAN PERANCANGAN
3.1 Kriteria yang Harus Terpenuhi
Berkaitan dengan konfigurasi yang hendak dipilih, maka beberapa kriteria yang
mendasari pemilihan konfigurasi terutama konfigurasi geometri pesawat adalah:
Pesawat tempur harus didesain untuk dapat menahan beban sebesar +9/-3;
Fitur-fitur yang dapat mengurangi keterdeteksian radar harus menjadi
pertimbangan (memiliki fungsi stealth);
Pesawat harus dirancang untuk mampu membawa hingga 7000 kg
persenjataan/bahan bakar eksternal. Hard point dapat berada di bagian fuselage
maupun sayap;
Pesawat yang dirancang harus mampu melakukan misi dengan hanya
menggunakan internal fuel tank;
Kecepatan maksimum tidak kurang dari 2.0 Mach pada ketinggian terbang
30.000 ft dan tidak kurang dari 1.2 Mach pada ketinggian muka laut;
Pesawat akan diproduksi dan disertifikasi sebagai multi-role fighter aircraft
Konfigurasi didesain berdasarkan fungsi dan perkembangan teknologi saat ini
namun tetap memenuhi persyaratan perancangan.
Pesawat tempur harus memiliki kemampuan untuk menyerang berbagai sasaran
hingga sasaran dengan kecepatan terbang rendah.
Pesawat harus memiliki kelincahan dalam rezim terbang subsonic dan supersonic
agar dapat memenangkan pertempuran udara dalam jarak dekat, menengah,
hingga pertempuran dalam jarak jauh.
Pesawat tempur harus memiliki kemampuan manuver yang baik, dengan rate of
climb yang mampu mengubah posisi ketinggian dan mencapai suatu ketinggian
tertentu dalam waktu singkat.
Pesawat harus mampu memiliki kemampuan bermanuver saat kecepatan belok
dan radius belok yang tinggi.
Pesawat harus mampu mencapai kecepatan maksimum dalam waktu singkat.
Pesawat harus menggunakan dua engine propulsi untuk mencukupi jumlah gaya
dorong yang dibutuhkan, serta menambah factor keselamatan apabila terjadi
kerusakan pada salah satu engine.
3.2 Spesifikasi Awal dan Pertimbangan Konfigurasi
Tipe sayap yang dipilih adalah trapesium. Sayap trapesium biasanya berupa
sayap tipis sehingga dapat dipilih airfoil yang dapat menghasilkan shock wave
kecil saat kecepatan tinggi sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan
tinggi. Aspect ratio untuk sayap jenis ini tidak tinggi, sehingga dapat
menghasilkan lift maksimum yang lebih besar daripada jenis lainnya;
Sayap juga diberi efek swept agar aliran udara dapat diproyeksikan tegak lurus
terhadap bidang sayapnya sehingga kecepatan aliran udara berkurang. Dengan
demikian, shock wave dapat ditunda kemunculannya sehingga mengurangi
jumlah drag yang mungkin akan dialami pesawat;
Tipe ekor yang dipilih adalah twin tail, terdiri dari sepasang vertical tail dan
sepasang horizontal tail. Tujuan adanya dua vertical tail adalah untuk
mengurangi kebutuhan total tinggi vertical tail, tetapi beratnya akan lebih besar.
Masalah berat dapat dioptimasi dengan menggunakan material komposit.
Dengan menggunakan dua buah vertical tail, maka apabila saat manuver terjadi
kegagalan fungsi oleh salah satu tail, maka masih ada satu tail yang berfungsi.
Posisi rudder tail ini cenderung menjauhi centerline fuselage sehingga saat
kecepatan tinggi pun aliran udara yang mengalir melewati fuselage tidak
memberikan gangguan ke tail. Vertical tail dipasang dengan sudut tertentu untuk
mengurangi cross section radar, sehingga dapat meningkatkan kemampuan
stealth;
Engine yang digunakan berjumlah dua buah. Sehingga apabila salah satu engine
tidak dapat berfungsi, maka masih ada satu engine yang dapat digunakan.
Penggunaan dua engine juga berfungsi untuk mengurangi pengeluaran heat yang
besar sehingga dapat mengurangi kemungkinan dapat terdeteksi oleh
pendeteksi panas;
Badan dan sayap dirancang menyatu, tidak ada lengkungan, dan datar. Hal ini
bertujuan untuk mengurangi cross section radar sehingga dapat memperbesar
efek stealth;
Posisi wing adalah middle wing. Middle wing memiliki stabilitas netral sehingga
usaha yang dibutuhkan untuk melakukan manuver tidak terlalu besar. Desain
middle wing ini akan bermasalah saat joining ke fuselage. Akan tetapi, masalah ini
diharapkan dapat diatasi saat analisis struktur;
Material yang digunakan adalah 50% komposit dan 50% logam. Logam
bertujuan agar pesawat tetap kuat dalam menahan beban statik dan beban
dinamik, terutama pada bagian-bagian pesawat yang membutuhkan kekuatan
lebih dalam menahan beban misalnya menahan beban berat engine atau untuk
mengantisipasi gangguan pada bagian joning wing-fuselage. Komposit bertujuan
mengurangi berat pesawat dan meningkatkan kemampuan stealth karena
beberapa komposit bersifat mampu menyerap radar;
Inlet berada di armpit, bertujuan untuk mengurangi foreign object damage. Posisi
armpit yang berada di zona fuselage berarti tidak memberikan gangguan
terhadap wing apabila terjadi getaran pada daerah inlet akibat efek penyerapan
udara luar, sehingga tidak mengganggu performa wing dalam mencapai lift
maksimum;
Konfigurasi tata letak senjata diharapkan mendekati tata letak senjata F-22
raptor, dimana senjata disimpan di dalam pesawat sehingga saat pesawat
diharuskan beroperasi pada kecepatan tinggi, senjata-senjata ini tidak
memberikan kontribusi drag. Persenjataan yang disimpan didalam badan
pesawat juga mampu mengurangi cross section radar sehingga mampu
meningkatkan kemampuan stealth;
Dikarenakan kebutuhan pesawat yang difokuskan untuk hanya menggunakan
fuel internal selama misi dilaksanakan, sehingga kebutuhan akan fuel eksternal
tidak terlalu dipertimbangkan. Maka, ditetapkan bahwa pada payload tambahan
akan lebih diutamakan pada penggunaan persenjataan. Dimana perbandingan
antara penggunaan senjata dan bahan bakar eksternal adalah 5:2;
BAB IV
PENENTUAN UKURAN AWAL DAN PEMILIHAN SISTEM PROPULSI
4.1 Profil Misi Pesawat Tempur Sari
Profile Mission (Profil Misi) merupakan misi yang dilakukan oleh pesawat selama
beroperasi. Profil misi ini digunakan untuk menentukan fraksi bahan bakar (fuel
fraction) yang pada tahap selanjutnya akan digunakan untuk menentukan berat
pesawat dan berat bahan bakar. Setiap jenis pesawat memiliki profil misi yang berbeda-
beda tergantung tipe dan misi pesawat tersebut. Berikut ini adalah profil misi pesawat
Tempur Sari yang dirancang:
Warm up – Taxi – Take Off – Climb – Cruise – Loiter – Cruise – Descent – Landing
Gambar 7. Profil Misi Pesawat Tempur Sari
Keterangan:
1 = Warm Up
2 = Taxi
3 = Take Off
4 = Climb
5 = Cruise sejauh 500 nm
6 = Loiter 20 min / Fighter
6 7
8
9
5
31
2
4
7 = Cruise sejauh 500 nm
8 = Descent
9 = Landing & Shut Down
4.2 Estimasi Berat Awal Pesawat Tempur sari
Setelah profil misi ditentukan, berat awal pesawat rancangan mulai dihitung.
Perhitungan tersebut dapat dilakukan melalui beberapa tahap sebagai berikut:
4.2.1 Take off-Weight Built Up
Desain take off gross weight (W0) adalah total berat pesawat saat akan memulai misi
(take off). Yang termasuk berat total awal pesawat adalah berat kosong pesawat (We) ,
berat bahan bakar (Wf), berat payload (Wpayload) dan berat crew (Wcrew).
W0 = W crew + W payload + W fuel + W e (4.1)
W0 = W crew + W payload +( WfW 0 ) W0 + ( WeW 0 ) W0 (4.2)
W0 = W crew+W payload
1−( WfW 0 )−(wewo
)
(4.3)
Jadi, W0 dapat diperoleh jika (Wf/W0) dan (We/W0) diketahui.
4.2.2 Estimasi berat kosong pesawat
Untuk memperoleh nilai W0 , rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
WeW 0
= A W0C Kvs (4.4)
Dari buku “Aircraft Design: A Conceptual Approach” karangan Daniel P. Raymer, nilai A
dan C untuk pesawat tipe jet fighter adalah sebagai berikut:
A = 2.34
C = -0.13
K vs = 1 (tipe fix sweep)
4.2.3 Mission Segmen Weight Fractions
Sebelum menentukan mission segmen weight fraction ada beberapa variabel yang harus
diketahui seperti bentuk dan ukuran geometri awal. Besar geometri awal pesawat
Tempur Sari ini adalah hasil reduksi 30% dari geometri pesawat F 22.
Gambar 8. Layout awal pesawat Tempur Sari
Berikut ini adalah data-data geometri pesawat Tempur Sari:
Tabel 2. Data-data geometri pesawat Tempur Sari
Data Nilai Keterangan
R 500 nm 3038000 ft Range cruise
V 0.7 M 696.096 ft/s Kecepatan Cruise
C cruise 0.5 0.000138 1/s SFC Cruise
C loiter 0.4 0.00011 1/s SFC Loiter
E loiter 20 min 1200 s
S reference 411.6 ft2 30 % dari S ref F 22
S wetted 1666 ft2 30% dari S ref F 22
Span 31.14 ft2 30 % dari S ref F 22
Swet/ Sref 4.05
2.82 m
3.4 m
1.44 m
2.18 m
2.73 m4.55 m
3.822 m
9.56 m
2.8 m
2.42 m
4.8 m
1.44 m
wetted AR 0.58 S wetted / S ref
L/D max cruise 9.093 0.866 L/D loiter
L/D max loiter 10.5
Payload 7000 kg 15.650 lb Payload Max
Pesawat Tempur Sari mampu membawa maximum payload sebesar 7000 kg, sedangkan
untuk mission tipical hanya mampu membawa payload sebanyak 2000 kg. Untuk
perhitungan fuel fraction, digunakan beban maksimum sebesar 7000 kg karena untuk
mengetahui berat maksimal dari pesawat Tempur sari.
Fuel fraction dihitung berdasarkan fase yang dilalui oleh pesawat sesuai profil misi.
Berikut ini adalah perhitungan fuel fraction pesawat Tempur Sari:
Fase 1 : Engine Start dan Taxi
Saat warm up dan taxi dimulai berat pesawat adalah WTO, sedangkan berat pesawat
setelah warm up dan taxi selesai adalah W1. Untuk pesawat jenis fighter, rasio W1/WTO
adalah 0.990.
Fase 2 : Taxi
Pada saat mulai taxi berat pesawat adalah W1, sedangkan berat setelah taxi dan sebelum
take off adalah W2. Rasio berat setelah dan sebelum taxi adalah W2/W1 = 0.995.
Fase 3 : Take Off
Pada saat mulai take off berat pesawat adalah W2, sedangkan berat setelah take off
adalah W3. Rasio berat setelah dan sebelum take off adalah W3/W2 = 0.995.
Fase 4 : Climb
Setelah take off, selanjutnya adalah climb dengan berat awal W3 dan berat akhir W4
dengan rasio bahan bakar W4/W3 untuk pesawat fighter adalah 0.985.
Fase 5 : Cruise
Perhitungan fuel fraction untuk cruise dilakukan dengan menggunakan rumus di bawah
ini:
W 5
W 4
=e
(−R. C
V .LD
)
(4.5)
W5 adalah berat setelah cruise dan W4 adalah berat sebelum cruise. Besarnya variabel
yang dibutuhkan dapat dilihat pada tabel d iatas. Hasil perhitungan menunjukkan nilai
W5/W4 adalah 0.936.
Fase 6 : Loiter
Pada fase loiter, nilai fuel fraction sebelum dan setelah loiter didapatkan dengan
menggunakan rumus di bawah ini:
W 7
W 6
=e
(−E.CLD
)
(4.6)
Hasil perhitungan menunjukkan nilai W7/W6 = 0.987.
Fase 7 : Cruise
Nilai fraksi bahan bakar pada cruise yang kedua ini sama dengan nilai fraksi bahan
bakar pada cruise pertama yaitu W8/W7 = 0.936
Fase 8 : Descent
Pada fase ini tidak terdapat perubahan jumlah bahan bakar.
Fase 9 : Landing
Pada fase landing, rasio fraksi bahan bakar adalah W9/W8 = 0.995
Dengan mengetahui rasio fraksi bahan bakar setiap fase, maka fraksi bahan bakar
sebelum take off dan setelah landing dapat diketahui dengan menggunakan persamaan
dibawah ini:
M f=W 9
W 8
W 8
W 7
W 7
W 6
W 6
W 5
W 5
W 4
W 4
W 3
W 3
W 2
W 2
W 1
W 1
W ¿(4.7)
Mf = W9/WTO = 0.82
4.2.4 Menentukan berat awal, berat bahan bakar, dan berat kosong pesawat
Dengan asumsi cadangan bahan bakar sebesar 6%, maka besarnya Wf/W0 adalah:
Wf/W0 = 1.06 (1-W9/WTO) (4.8)
= 1.06 (1 – 0.82)
= 0.1833
Kemudian We/Wo dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut ini:
WeW 0
= A W0C Kvs (4.9)
WeW 0
= 2.34 W0-0.13
W0 = W crew+W payload
1−( WfW 0 )−(wewo
) (4.10)
W0 = 220+15532
1−(0.1833 )−(2.34W 0−0.13)
Kemudian W0 diperkirakan untuk mendapatkan We/Wo. Lalu We/W0 dimasukkan ke
persamaan Wo di atas untuk mendapatkan nilai Wo calculated. Nilai Wo guess = Wo
Calculated artinya berat tersebut adalah berat take off pesawat. Hasil iterasi Wo dapat
dilihat pada perhitungan berikut ini:
Tabel 3. Estimasi berat total awal dengan material logam
Wo Guess We/Wo Wo Calculated
60700 0.55898
7
60616
60690 0.55899
8
60619
60680 0.55901 60622
60670 0.55902 60625
2
60660 0.55903
4
60628
60650 0.55904
6
60630
60640 0.55905
8
60633
60630 0.55907 60636
60620 0.55908
2
60639
60610 0.55909
4
60642
60600 0.55910
6
60644
60590 0.55911
8
60647
60580 0.55913 60650
Hasil perolehan: W0 estimasi awal sebesar 60.630 lb
Jika material yang digunakan adalah material komposit, maka persamaan untuk We/Wo
berubah menjadi 0.95*(2.34 W0-0.13). Kemudian iterasi berat dengan menggunakan
komposit adalah:
Tabel 4. Estimasi berat total awal dengan material komposit
Wo guess We/Wo Wo Calculated
52000 0.51330
8
51505
51900 0.51343
6
51527
51800 0.51356
5
51549
51700 0.51369 51571
4
51600 0.51382
3
51593
51500 0.51395
3
51615
51400 0.51408
3
51637
51300 0.51421
3
51659
51200 0.51434
4
51681
51100 0.51447
4
51704
51000 0.51460
5
51726
50900 0.51473
7
51748
50800 0.51486
8
51771
Jika menggunakan material komposit maka estimasi berat awal adalah 51.600 lb
Spesifikasi berat untuk berat awal 60.600 lb
W take off = 60.630 lb
W fuel = 11.088 lb
W crew = 220 lb
W payload = 15.432 lb
W empty = 33.890 lb
Spesifikasi berat untuk berat awal dengan struktur komposit 51.600 lb
W take off = 51.600 lb
W fuel = 9450 lb
W crew = 220 lb
W payload = 15.432 lb
W empty = 26.498 lb
Spesifikasi berat untuk berat awal dengan struktur 50 %komposit dan 50%
Logam
Perhitungan berat pesawat dengan komposisi material 50% Logam dengan 50%
Komposit dengan mengasumsikan berat logam dan komposit memiliki perbandingan
yang linear. Berikut ini adalah spesifikasi berat pesawatnya:
W take off = 56.095 lb
W fuel = 10.269 lb
W crew = 220 lb
W payload = 15.432 lb
W empty = 30.194 lb
4.3 Perhitungan Wing Loading dan Power Loading
Estimasi Nilai T/W dan W/S
Pada pemilihan (T/W)TO dan (W/S)TO dilakukan dengan memperhitungkan kebutuhan
(T/W)TO dan (W/S)TO pada fase-fase berikut ini:
1. Take Off
2. Landing
3. Subsonic Cruise pada sea level
4. Climb pada sea level
Setelah perhitungan didapatkan, maka hasilnya akan digunakan untuk mendapatkan
pemilihan nilai (T/W)TO dan (W/S)TO.
4.3.1 Perhitungan Take Off
Untuk mendapatkan (T/W)TO dan (W/S)TO pada fase take off dipergunakan rumus
dibawah ini:
STOG = K 1(WS )¿ ¿
ρ(CLmaxT O(K2( TW )¿−µ g)−0.72CDo¿)¿
(4.11)
Dengan nilai
STOG = 1500 ft
K1 = 0.0447
𝝆 = 0.002224 slug/ft3 (kerapatan udara pada ketinggian sea level
dengan suhu 20o C)
K2 = 0.75 (5+λ)(4+λ) dengan 𝝀=by pass rasio = 0.3
= 0.924419
µg = 0.025
CDo = 0.012142
CL max TO = 1.4 – 2 (untuk pesawat fighter)
Kemudian data-data tersebut dimasukkan kedalam persamaan dan diperoleh:
1500 = 0.047 (WS )¿ ¿
0.002224 (CLmax ¿(0.924419( TW )¿−0.025)−0.72∗0.012142¿)¿
Berdasarkan perhitungan di atas, didapat variasi T/W terhadap W/S untuk beberapa CL
max sebagai berikut:
Tabel 5. Variasi Wing loading dan Power Loading terhadap CL max saat Take Off
W/S TO
T/W
Cl max To
1.4 1.6 1.8 2
50 0.55147
1
0.48591
8
0.48591
8
0.43493
2
60 0.65500
6
0.57651
1
0.57651
1
0.51545
9
70 0.75854 0.66710
3
0.66710
3
0.59598
5
80 0.86207
5
0.75769
6
0.75769
6
0.67651
2
90 0.96560
9
0.84828
8
0.84828
8
0.75703
9
100 1.06914
3
0.93888
1
0.93888
1
0.83756
6
110 1.17267
8
1.02947
4
1.02947
4
0.91809
3
120 1.27621
2
1.12006
6
1.12006
6
0.99861
9
4.3.2 Perhitungan Landing Distance
Perhitungan dimulai dengan memghitung SL yang diperoleh dengan rumus
SL = 1.9 x S LG
= 1.9 x 1500 ft
= 2850 ft
S FL = SL / 0.6
= 2850 / 0.6
= 4750 ft
Lalu dengan nilai S FL 4750 didapatkan nilai Va2 = 15000 (Roskam Aircraft Design
halaman 112)
Untuk pesawat fighter Va = 1.2 VSL, sedangkan untuk FAR 25 Va = 1.3 VSL. Untuk
mendapatkan nilai Va yang sebenarnya, maka dilakukan perhitungan perbandingan
sebagai berikut:
Va = (15000 (1.3/1.2)2)1/2
= 132 kts
V SL = Va/1.2
= 132/1.2
= 110.5 kts = 186 fps
Setelah didapatkan VSL, variasi W/S terhadap CL Max L dapat dihitung dengan persamaan
di bawah ini:
V SL = (2 (W/S)L /𝝆 CL Max L) (4.12)
186 = 2 * (W/S)L / 0.02224 * CL Max L)
Berikut ini adalah tabel perbandingan (W/S)L dan (W/S)TO dengan CL Max L
Tabel 6. Perbandingan (W/S)L dan (W/S)TO dengan CL Max L saat landing
CL max L 1.6 1.8 2 2.2 2.4 2.6
(W/S)
L
61.5227
6
69.2131
1
76.9034
5
84.5938 92.2841
5
99.9744
9
(W/S)
TO
74.4902
8
83.8015
7
93.1128
5
102.424
1
111.735
4
121.046
7
Nilai (W/S)L = 0.825 (W/S)TO (0.825 adalah perubahan fraksi bahan bakar saat sebelum
take off dibanding dengan setelah landing)
4.3.3 Perhitungan Climb
Untuk perhitungan pada saat climb, digunakan persamaan berikut ini:
RC = V ((T/W)- 1/(L/D)max , RC = 50.000 ft/min = 833.3 ft/s (4.13)
Dengan:
V = ( 2(W/S) / (𝝆 (CDo A e )π 1/2)1/2 (4.14)
Untuk mendapatkan nilai dari V, diperlukan nilai dari A = 2.35e = 0.8. Kemudian
perbandingan nilai T/W dan W/S dapat diperoleh dan ditampilkan pada table berikut
ini:
Tabel 7. Perbandingan T/W dan W/S saat climb
(W/S) TO V RC/V 1/L/D (T/W) TO
50 409.54
46
2.0347
81
0.0952
38
1.9395
42
60 448.63
36
1.8574
92
0.0952
38
1.7622
54
70 484.57
97
1.7197
03
0.0952
38
1.6244
65
80 518.03
75
1.6086
35
0.0952
38
1.5133
97
90 549.46
17
1.5166
36
0.0952
38
1.4213
98
100 579.18
35
1.4388
07
0.0952
38
1.3435
69
110 607.45
28
1.3718
49
0.0952
38
1.2766
11
120 634.46
37
1.3134
45
0.0952
38
1.2182
07
4.3.4 Perhitungan Subsonic Cruise Pada Sea Level
Asumsi yang digunakan untuk memenuhi perhitungan ini adalah terbang pada
ketinggian sea level dengan suhu 20oC pada kecepatan 0.7 M. Persamaan yang
digunakan pada kondisi cruise adalah sebagai berikut:
(T/W)req = CDo q /(W/S) + (W/S)/q. .A.eπ (4.15)
Dengan nilai q = 656.431 , A = 2.35 , CDo = 0.012142 dan e=0.8
Lalu didapatkan perbandingan nilai T/W dan W/S sebagai berikut ini:
Tabel 8 . Perbandingan T/W dan W/S saat Subsonic Cruise
W/S
TO
T/W T/W TO
50 0.2392
07
0.3683
78
60 0.2141
56
0.3298
70 0.1985
71
0.3058
80 0.1889
03
0.2909
11
90 0.1831
8
0.2820
97
100 0.1802
18
0.2775
35
110 0.1792
63
0.2760
66
120 0.1798
15
0.2769
15
4.4 Pemilihan Titik Desain
60 80100
120140
0
0.5
1
1.5
2
2.5
Matching Chart
Cl max TO 1,4 Linear (Cl max TO 1,4)Cl max TO 1,6 Linear (Cl max TO 1,6)Cl max TO 1,8 Linear (Cl max TO 1,8)Cl max TO 2 Linear (Cl max TO 2)Thrust/weight TO Sea Level Cruise Linear (Thrust/weight TO Sea Level
Cruise)thrust/weight TO climb sizing Linear (thrust/weight TO climb
sizing)Cl max Landing 1,6 Linear (Cl max Landing 1,6)Cl max Landing 1,8 Linear (Cl max Landing 1,8)Cl max Landing 2 Linear (Cl max Landing 2)Cl max Landing 2,2 Linear (Cl max Landing 2,2)Cl max Landing 2,4 Linear (Cl max Landing 2,4)Cl max Landing 2,6 Linear (Cl max Landing 2,6)
Weight per Area
Thru
st p
er W
eigh
t
Gambar 9. Matching Chart
Berdasarkan grafik matching chart di atas dipilih titik desain dengan (T/W)TO dan
(W/S)TO . berikut ini adalah
Weight = 56.095 lb
(T/W)TO = 1,1
Thrust = 61.700 lb
(W/S)TO = 110
Sref = 500 ft2
AR = 2.35
L/D Max = 10.5
CL Max TO = 2.4
CL Max L = 1.6
CL Max Cruise = 1.2
Setelah melakukan perhitungan berdasarkan berat, maka diperoleh data data seperti
thrust per weight, weight per area, semuanya diperhitungkan dalam kondisi koefisien
gaya angkat yang berbeda. Matching chart merupakan gabungan dari berbagai grafik
perhitungan dimana grafik tersebut saling berkaitan dengan axis Weight per Area dan
ordinat Thrust per Weight dalam berbagai kondisi.
Dari grafik ini akan diperoleh design point yang akan menjadi dasar perhitungan
selanjutnya untuk pesawat Tempur Sari. Design point untuk pesawat Tempur Sari
berada pada Thrust per Weight 1,1 dan Weight per Area 110. Design point ini
menunjukkan hal yang hampir sama pada pesawat pembanding, karena rata-rata thrust
per weight untuk pesawat sejenis berada di angka 1,1 - 1,2. Thrust per weight ini pada
akhirnya akan mempengaruhi pemilihan system propulsi.
4.5 Ukuran Awal dan Pemilihan Propulsi
Gambar 10. F404-GE-402
Setelah menganalisis profil misi dari pesawat Tempur Sari dan mengetahui berapa
berat, gaya dorong yang dibutuhkan, serta thrust per weightnya, maka pesawat Tempur
Sari menggunakan sistem propulsi turbofans 2 engine General Electric F404.
Pemilihan sistem propulsi ini karena dari perbandingan pesawat sejenis yang
menggunakan, memiliki profil misi yang hampir sama, dengan tujuan, dan DR&O yang
setipe, yaitu F-18 super hornets, F404-GE-402 memiliki kemampuan dry thrust 62,3 kN
dan jika menggunakan afterburner mencapai 97,9 kN.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kegiatan membandingkan pesawat – pesawat tempur “multirole” yang sejak awal
dilakukan dengan mengacu kepada DRO yang ada memberikan hasil yang cukup
merepresentasikan pesawat yang hendak dirancang pada kuliah perancangan ini.
Dalam membandingkan berbagai jenis pesawat – pesawat tersebut, F-16 dan F–22 yang
diproduksi oleh lockheed martin menjadi dua pesawat pembanding yang memiliki
spesifikasi paling sesuai dengan pesawat tempur sari, pesawat yang direncanakan akan
dirancang pada perkuliahan ini.
Dengan beberapa pertimbangan yang ada (tersedia pada bab III), maka disimpulkan
bahwa untuk pemilihan model awal pesawat tempur sari ini, dapat dihampiri bentuk
dari pesawat ini dengan bentuk pesawat F–16 dengan catatan spesifikasi pesawat yang
ditingkatkan atau dengan pesawat F-22 dengan spesifikasi geometri dasar yang
disederhanakan. Hal ini didasari bahwa pesawat rancangan ini dianggap merupakan
gabungan perkembangan teknologi dan kemampuan pemenuhan penyelesaian misi
seperti F-16 dan F-22.
Setelah melakukan diskusi lanjutan terkait pemilihan model awal ini, diputuskan untuk
dipilihnya pesawat F – 22 sebagai model, dimana double engine yang menjadi
pendorong pesawat ini lebih sesuai dengan DRO yang menyatakan bahwa fighter 4.5th
generation menggunakan double engine, dibandingkan dengan F – 16 yang hanya
menggunakan single engine.
Dari segi konfigurasi pesawat yang telah dipelajari dan bandingkan, bentuk sayap
trapesium, dan kemampuan horizontal tail pada pesawat F – 22 yang membuat pesawat
dapat melakukan manuver dalam tingkatan yang tinggi, juga vertical tail yang memberi
tambahan durabilitas dalam melakukan manuver tersebut, menjadi pilihan yang sesuai
untuk dijadikan model awal konfigurasi pesawat tempur sari.
Selain itu dari hasil perhitungan marching chart didapat nilai t/w sebesar 1,1 dan nilai
w/s sebesar 110. Dari data tersebut, ditetapkanlah Turbo – Union RB 199 sebagai sistem
propulsi ganda yang digunakan untuk pesawat ini, yang memiliki bentuk awal sama
dengan fighter F – 22 raptor dengan dibeberapa bagian pentingnya mengalami
pengecilan dimensi sebesar 30%.
Pertimbangan perancangan pada laporan pertama ini menghasilkan poin – poin awal
penentuan spesifikasi pesawat tempur sari baik dari segi bentuk sayap, ekor, dan
beberapa hal lain seperti jumlah engine, yang dalam keberjalanan kedepannya mungkin
saja dapat mengalami perubahan setelah nantinya mengalami perhitungan lebih detail
seperti analisa aerodinamika, struktur, prestasi terbang, dsb. Secara umum, dalam
laporan kali telah ditentukan pesawat F–22 sebagai pesawat yang dijadikan model awal
pesawat tempur sari yang merupakan pesawat multirole fighter 4.5th generation.
5.2 Saran
Jumlah pesawat yang disediakan sebagai objek tudi spesifikasi sebenarnya sudah cukup
untuk memberikan gambaran awal mengenai bentuk pesawat seperti apa yang akan
dirancang pada perkuliahan ini. Namun, saat ini studi spesifikasi yang ada tidak
memiliki detail informasi yang baik dan terperinci, sehingga data yang diperoleh hanya
data-data umum pesawat saja. Hal ini menyulitkan saat hendak dilakukannya
perhitungan seperti estimasi berat awal dan pemilihan sistem propulsi. Oleh sebab itu,
dibutuhkan informasi terperinci dan juga spesifikasi dan teknik khusus yang
diinformasikan kepada para perancang mengenai jenis pesawat yang hendak dirancang.
Contohnya, apabila ditentukan bahwa jenis pesawat yang harus dirancang adalah
pesawat fighter, maka seluruh informasi yang diberikan (termasuk materi perkuliahan)
dikhususkan tentang bagaimana cara merancang pesawat tipe ini.
Sumber informasi yang tersedia sudah cukup baik. Secara pustaka tertulis (buku
referensi) sudah tersedia namun seperti Roskam part I tidak tersedia sehingga sumber
informasi menjadi sedikit berkurang. Informasi via dunia maya juga cukup banyak
tersedia, namun karena tidak ada referensi pasti yang ditentukan diawal kuliah, maka
terlalu banyak informasi yang harus dikelola. Oleh sebab itu diharapkan dapat
disediakannya referensi yang pasti saat awal perancangan pesawat dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
D.P Raymer, “Aircraft Design : A Conceptual Approach”, AIAA Education Series, 1989
J.Roskam, “Airplane Design”, part I, Roskam Aviation & Engineering Corp,1986
Jane’s All Aircraft In The World 2004-2005