83
LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS LAMPUNG PEMODELAN DAN ANALISIS DINAMIK BENTANGAN SILINDER KONTINU MELENGKUNG UNTUK APLIKASI SUBMERGED FLOATING TUNNEL BRIDGE (SFTB) PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG 2021

LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA

UNIVERSITAS LAMPUNG

PEMODELAN DAN ANALISIS DINAMIK

BENTANGAN SILINDER KONTINU MELENGKUNG

UNTUK APLIKASI SUBMERGED FLOATING TUNNEL BRIDGE (SFTB)

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

2021

Page 2: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

Scanned by TapScanner

Page 3: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

ABSTRAK

Sebagai negara kepulauan, salah satu permasalahan di Indonesia adalah sistem

transportasi darat yang belum terintegrasi antara satu pulau dengan pulau lainnya.

Permasalahannya adalah pada selat yang relatif lebar dengan tingkat kedalaman yang tinggi tidak

dimungkinkan untuk dibuat jembatan. Pada kondisi seperti ini, terowongan terbenam-

mengambang (submerged floating tube bridge/SFTB) akan menjadi pilihan yang efektif. SFTB

adalah jalur transportasi terowongan dalam laut, mengambang antara dasar laut dan permukaan.

Dikenal juga dengan istilah “Jembatan Archimedes”, prinsip kerjanya adalah memanfaatkan

gaya apung yang bekerja pada tabung sedangkan kestabilan struktur diperoleh melalui tegangan

tali yang ditambat ke dasar laut.

Dari penelusuran literatur yang dilakukan, penelitian tentang SFTB masih berupa konsep

dan gagasan teoritik. Untuk mewujudkannya diperlukan penelitian pengembangan terhadap

berbagai sub-topik yang mendukung. Penelitian ini merupakan sub-topik dari sebuah roadmap

yang disusun secara bertahap dan berkesinambungan. Tujuan penelitian adalah membangun

persamaan dasar untuk mengekspresikan respon dinamik bentang silinder melengkung, yang

merupakan struktur utama dari SFTB. Peramaan dibangun dengan metode Elemen Hingga yang

didasarkan kepada Euler-Bernoully Theory. Saat proposal ini diajukan, telah berhasil dibuat

Persamaan gerak dengan menggunakan metode superposisi mode (MSM) dan secara numerik

menggunakan metode elemen hingga (FEM). Pekerjaan selanjutnya adalah membuat program

komputasi untuk mendapatkan solusinya. Selanjutnya solusi yang didapat akan divalidasi dengan

data-data eeksperimental.

Luaran yang telah dicapai adalah:

No Judul Jurnal Target Status

1 Hydrodynamic Forces on Submerged

Floating Tube: Effect of Curvature

Radius and Depth Level

Journal of Engineering

and Technological Science

(Q3)

Submitted

2 Overview Of Submerged Floating

Tunnel Bridge (SFTB): Status Report

And Evaluation Of Technology

Readiness Level (TRL)

Suranaree Journal Science

Technology

(Q4)

Submitted

3 Analisis Dinamik Tabung Kontinu

Dengan Metode Beda Hingga

Jurnal MECHANICAL-

UNILA

(SINTA 4)

In-press

4 Alat Uji Media Gelombang Model

5 Thesis Magister Approved

Kata Kunci: Infrastruktur, terowongan, SFTB, Transportasi, kemaritiman

Page 4: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyeberangan antar pulau menjadi salah satu isu besar di negara-negara

kepulauan, termasuk Indonesia. Berbagai macam gagasan dan ide telah diajukan

sebagai sarana penyeberangan antar pulau, di antaranya adalah jembatan dan

terowongan bawah laut. Tetapi tidak semua lokasi memungkinkan untuk dibangun

jembatan dan terowongan bawah laut, jarak penyeberangan dan kedalaman laut

menjadi faktor yang dipertimbangkan untuk merealisasikannya. Meningkatnya

jarak dan kedalaman berbanding lurus dengan meningkatnya risiko keamanan dan

biaya konstruksi.

Sebuah konsep baru penyeberangan antar pulau yang menjadi perhatian

para peneliti adalah terowongan layang bawah air atau submerged floating tunnel

(SFT). SFT adalah terowongan berbentuk struktur tabung terapung yang

ditempatkan di bawah permukaan air dan posisinya dipertahankan oleh tali tambat,

ponton, atau tiang pancang. SFT dapat digunakan untuk menyeberangi laut, selat,

sungai atau danau. Dibandingkan dengan jembatan dan terowongan konvensional,

SFT memiliki banyak keuntungan, di antaranya biaya konstruksi yang rendah,

waktu konstruksi yang cepat, ramah lingkungan, dapat dipindahkan dan digunakan

kembali (Budiman, 2017). Selain dapat digunakan untuk transportasi orang, SFT

juga dapat digunakan sebagai transportasi barang, seperti pipa penyalur minyak,

Page 5: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

2

gas, kabel elektrik dan kabel komunikasi (Budiman et al., 2016). Dengan berbagai

kelebihannya, SFT dapat dijadikan sebagai alternatif Jembatan penyeberangan.

Ide tentang SFT pertama kali diajukan oleh Sir James Reed di Inggris pada

tahun 1886 dan selanjutnya oleh Trygve Olsen Dale di Norwegia pada tahun 1924

(Østlid, 2010). Hingga saat ini penelitian SFT terus berkembang di beberapa negara

seperti Norwegia, Korea, China, Jepang dan Italia. Namun pembangunan SFT

masih menjadi sebuah tantangan, karena sampai saat ini belum dapat terealisasi.

Meskipun menghadirkan banyak keunggulan, minimnya data tentang

respon dinamik SFT masih membuat ragu banyak pihak terhadap teknologi ini. Di

Indonesia, terdapat beberapa tempat yang potensial untuk dibangun SFT, seperti di

Selat Sunda, Selat Bali dan Selat Bangka. Sayangnya dengan banyaknya lokasi

yang potensial, belum banyak penelitian SFT yang sudah dilakukan (Budiman,

2017).

Dalam beberapa dekade terakhir, penelitian tentang respon dinamik SFT

telah dilakukan. Penelitian dilakukan secara analitik, numerik dan eksperimental.

Secara eksperimental, telah dilakukan penelitian karakteristik gaya ombak yang

bekerja pada SFT. Disimpulkan bahwa gaya ombak pada silinder besar dapat

dihitung dengan teori difraksi, sedangkan pada silinder kecil dapat dihitung

menggunakan persamaan Morison (Kunisu, 2010). Selain SFT dengan penampang

lingkaran, penelitian SFT berpenampang persegi telah dilakukan untuk mengetahui

pengaruh gaya ombak dan respon dinamik. Persamaan Morison yang sudah

dimodifikasi dapat digunakan untuk menghitung gaya horizontal SFT

berpenampang persegi (Drost, 2019).

Page 6: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

3

Berdasarkan Studi eksperimental pada prototipe SFT di Danau Qiandao,

China, menunjukkan hasil bahwa efek pergerakan seismik lebih signifikan

dibandingkan dengan efek getaran yang seragam (Hong & Ge, 2010). Sehingga

diperlukan desain SFT yang memenuhi kelayakan dan keamanan terhadap beban

seismik. Kemampuan SFT untuk menahan beban eksternal, salah satunya

dipengaruhi oleh konfigurasi tali tambat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa SFT

dengan kombinasi tali tambat miring menunjukkan performa yang lebih baik dalam

menahan beban hidrodinamik dibanding tali tambat vertikal (Mazzolani et al.,

2008).

Selain secara eksperimental, penelitian SFT yang dilakukan secara numerik

juga banyak ditemukan, terutama yang menggunakan metode elemen hingga.

Dengan menggunakan elemen beam 3 dimensi, diperoleh hasil bahwa gaya

gelombang maksimum berkurang secara drastis seiring dengan peningkatan

kedalaman SFT (Paik et al., 2004). Pengaruh kemiringan tali tambat terhadap

respon dinamik SFT dapat diketahui menggunakan metode elemen hingga.

Diperoleh hasil bahwa kemiringan tali tambat sangat berpengaruh terhadap getaran

SFT dan direkomendasikan kemiringan tali tambat sebesar 45o (Chen et al., 2018).

Selain dari gaya hidrodinamik, SFT juga memperoleh beban dari pergerakan

kendaraan atau beban bergerak yang melintasinya. Pengaruh beban bergerak

terhadap SFT dapat diketahui dengan penyederhanaan SFT menjadi model beam

sederhana dengan pegas dan peredam di kedua ujungnya (Yuan et al., 2016).

Interaksi antara fluida-struktur-kendaraan telah diteliti oleh Lin menggunakan

metode superposisi mode dan elemen hingga. Diperoleh hasil bahwa, kedua metode

menunjukkan hasil yang baik, BWR (Buoyant Weight Ratio) dan kemiringan tali

Page 7: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

4

tambat berpengaruh signifikan terhadap karakteristik getaran SFT (Lin et al., 2018,

2019). Pengaruh interaksi antara fluida-struktur-kendaraan terhadap faktor

kenyamanan telah diteliti oleh La Zara menggunakan solver ode45 pada

MATLAB®. Disimpulkan bahwa respon yang didominasi frekuensi rendah menjadi

penyebab mabuk perjalanan, sedangkan amplitudo dan akselerasi yang rendah

dapat menghindari mabuk perjalanan (La Zara, 2019).

Terdapat beberapa penelitian yang dilakukan secara analitik, namun tidak

sebanyak numerik. Sato menganalogikan SFT sebagai beam pada fondasi elastis

(Sato et al., 2007, 2008). Dengan memodelkan SFT sebagai beam pada fondasi

elastis, solusi eigen dapat diperoleh dengan mudah. Fenomena beban bergerak pada

SFT dianalisis menggunakan teori beam Euler-Bernoulli. Disimpulkan bahwa

dengan meningkatkan kekakuan, dapat mengurangi faktor pembesaran dinamik

akibat efek beban bergerak (Tariverdilo et al., 2011). Parth menghitung beban

hidrodinamik menggunakan persamaan Morison dan Ogilvie (2015). Kedua

persamaan tersebut menunjukkan hasil yang semakin konvergen pada kedalaman

laut yang semakin dalam. Selain itu, dilakukan analisis dinamik menggunakan

metode superposisi mode dan metode kekakuan dinamik. Kedua metode tersebut

menghasilkan hasil yang sesuai (Parth, 2015). Penelitian SFT tidak hanya dilakukan

pada struktur lurus. Pada struktur lengkung persamaan gerak SFT diformulasikan

menggunakan prinsip Hamilton (Dong et al., 2007).

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah ditelusuri, belum ditemukan

penelitian tentang pengaruh kelengkungan SFT terhadap respon dinamik, sehingga

dinilai perlu dilakukan kajian yang komprehensif. Perlu diketahui juga apakah

pengaruh parameter desain seperti kedalaman, diameter dan konfigurasi tali tambat

Page 8: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

pada SFT struktur lurus juga memberikan pengaruh yang sama pada SFT struktur

lengkung. Selain parameter desain, metode penyelesaian yang efisien untuk

permasalahan dinamik struktur kontinu SFT juga perlu diketahui. Model kajian

berfokus pada SFT dengan penyangga tali tambat yang dinilai cocok sebagai sarana

penyeberangan. Sebagai studi kasus digunakan model prototipe SFT yang terletak

di Danau Qiandao, China. Penelitian ini memiliki urgensi sebagai analisis dinamik

dan perhitungan awal desain SFT, sehingga dapat mendukung realisasi SFT di

Indonesia.

1.2. Tujuan Penelitian

Untuk menjawab permasalahan di atas, maka ditentukan tujuan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh kelengkungan struktur silinder terhadap gaya

hidrodinamik yang diterima.

2. Mengetahui pengaruh parameter desain SFT struktur lurus seperti diameter,

kedalaman dan konfigurasi tali tambat terhadap struktur lengkung.

3. Mengetahui metode yang dapat menyelesaikan permasalahan dinamik struktur

kontinu SFT secara efisien.

1.3. Batasan Masalah

Untuk memperoleh solusi dari permasalahan, dibutuhkan batasan dan

asumsi yang diterapkan pada penelitian ini, yaitu:

• Ombak diformulasikan menggunakan teori ombak linier (Airy’s theory).

• Arah ombak selalu tegak lurus terhadap struktur silinder SFT.

• Kedalaman dasar laut diasumsikan seragam sepanjang SFT.

Page 9: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

6

• Gaya ombak diformulasikan menggunakan teori Morison.

• Gaya akibat ombak pada tali tambat diabaikan.

• Gaya berat tali tambat diabaikan.

• Persamaan gerak SFT diformulasikan menggunakan teori Euler-Bernoulli

beam.

1.4. Sistematika Penulisan

Bab I berisikan pemaparan latar belakang SFT sebagai sarana

penyeberangan, hasil penelitian sebelumnya, tujuan penelitian, batasan masalah

dan asumsi. Bab II berisikan penjelasan struktur SFT, teori ombak, beban

hidrodinamik dan dinamika struktur dan solusi numerik. Pada Bab 3 dijelaskan

tentang bahan dan alat yang diperlukan, parameter, prosedur pengujian dan

simulasi numerik. Hasil eksperimen, simulasi numerik dan pembahasan disajikan

pada Bab 4. Pada bab ini membahas tentang studi parametrik segmen tabung dan

struktur kontinu. Komparasi metode FEM dan MSM dibahas pada Bab 4.

Kesimpulan dan saran yang didapat pada penelitian ini disajikan pada Bab 5.

Page 10: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Struktur SFT

SFT merupakan struktur tabung yang ditempatkan di bawah permukaan air

dan berfungsi sebagai sarana penyeberangan laut, sungai atau danau. Penampang

SFT pada umumnya berbentuk lingkaran, dapat juga berbentuk poligon atau persegi

panjang seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Karena lokasinya yang terletak di

bawah permukaan air, kapal penyeberangan memungkinkan untuk melintas di sisi

atas SFT. Keunikan dari SFT adalah terdapat gaya apung yang membuatnya seolah-

olah melayang di dalam air. SFT dilengkapi oleh struktur penyangga (support) yang

berguna untuk mempertahankan posisinya dari pengaruh ombak, arus, gempa bumi

dan pengaruh lingkungan lainnya.

Gambar 1. Bentuk penampang SFT, (a) Lingkaran, (b) Poligon, (c) Segi empat,

(d) Lingkaran dengan frame (Zhang, 2019).

Page 11: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

8

2.1.1. Struktur Penyangga

SFT memiliki 4 tipe struktur penyangga, yaitu tali tambat, tiang penyangga,

ponton dan penyangga bebas seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Dari

keempat penyangga, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.

Pemilihan jenis penyangga didasarkan oleh faktor beban dan kondisi lingkungan.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2. Struktur penyangga, (a) Tali tambat, (b) Tiang penyangga, (c) Ponton,

(d) Penyangga bebas (Østlid, 2010).

SFT yang ditunjukkan pada Gambar 2(a) disangga oleh tali tambat dengan

konfigurasi vertikal, miring atau kombinasi keduanya. Tipe ini memiliki rasio gaya

apung terhadap berat (BWR) > 1, sehingga gaya angkat sisa diseimbangkan dengan

tali tambat, akibatnya tali tambat mengalami tegangan awal. Kekakuan SFT

diperoleh dari kekakuan bending tunnel dan tali tambat. Akibat berbagai macam

beban lingkungan, dimungkinkan terjadinya fenomena kelendutan (slack). Hal ini

harus dihindari karena fenomena kelendutan yang berulang dapat menyebabkan

Page 12: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

9

kegagalan fatigue. SFT jenis ini memiliki keunggulan dapat diterapkan pada

kondisi laut dengan kedalaman > 600 m dan jarak bentang > 4000 m (Østlid, 2010).

SFT yang ditunjukkan pada Gambar 2(b) memiliki bentuk seperti jembatan

bawah laut. SFT jenis ini memiliki nilai BWR ≤ 1, sehingga tiang penyangga

mengalami tegangan tekan. SFT tipe ini mendapatkan tambahan kekakuan dari

tiang penyangganya. Penggunaannya dibatasi oleh kedalaman laut, karena

konstruksi tiang penyangga tidak dapat menjangkau laut dalam.

SFT yang ditunjukkan pada Gambar 2(c) memiliki nilai BWR < 1 atau

dengan kata lain gaya berat lebih besar dari gaya apung sehingga membutuhkan

ponton sebagai penyeimbang. Kelebihan SFT ini adalah tidak terpengaruh terhadap

kedalaman air. Tipe ini sensitif terhadap beban angin, ombak, arus dan risiko

ponton tertabrak oleh kapal.

SFT yang ditunjukkan pada Gambar 2(d) adalah bentuk yang paling

sederhana, karena tidak memiliki tambahan penyangga pada strukturnya. Dengan

nilai BWR = 1 membuatnya netral terhadap gaya angkat maupun berat. Kekakuan

SFT tipe ini hanya berasal dari kekakuan bending tunnel sehingga memiliki jarak

bentang yang rendah, < 300 m (Østlid, 2010). Tipe ini digunakan untuk kebutuhan

pejalan kaki atau lalu lintas intensitas rendah.

2.1.2. Material Konstruksi

Salah satu keunggulan dari SFT adalah biaya konstruksinya yang lebih

murah dibandingkan dengan jembatan gantung (G. Martire et al., 2010). Hal ini

dipengaruhi oleh kuantitas dan jenis material yang digunakan. Untuk jarak

penyeberangan yang panjang, biaya konstruksi SFT jauh lebih murah dibandingkan

Page 13: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

10

dengan jembatan gantung. Perbandingan pengaruh jarak penyeberangan terhadap

biaya konstruksi ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Perbandingan biaya antara SFT dan jembatan gantung (G. Martire et

al., 2010).

Pemilihan material yang tepat harus diperhatikan agar kegagalan struktur

dapat dihindari. Pemilihan material dilakukan berdasarkan performa struktural dan

fungsional yang ingin dicapai. Selain itu, perlu diperhatikan beberapa faktor seperti

ketahanan terhadap kondisi lingkungan, fabrikasi, metode konstruksi, perawatan,

waktu penyediaan dan biaya material dan konstruksi (Giulio Martire, 2010).

Struktur lepas pantai umumnya dibangun menggunakan beton dan baja

karena sudah teruji dan tersedia banyak data-data pengujian material tersebut.

Berikut ini adalah beberapa material yang umum digunakan atau masih tahap

penelitian yang dapat digunakan sebagai material SFT (Faggiano et al., 2005).

• Beton

• Baja

• Material komposit

• Paduan aluminium

Page 14: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

11

Optimalisasi performa struktural, dapat dicapai dengan kombinasi

penggunaan material yang berbeda. Setiap material ditujukan untuk memenuhi

fungsinya masing-masing, sehingga secara keseluruhan diperoleh manfaat dari

setiap material dan kekurangannya dapat saling ditutupi.

Baja memiliki beberapa kelebihan yang membuatnya cocok digunakan

sebagai material konstruksi SFT, seperti sifat mekanik yang baik, tahan abrasi,

tahan terhadap fatigue dan mampu dilas (weld ability). Selain kelebihan, baja juga

memiliki kekurangan, seperti tidak tahan korosi dan rentan terhadap beban fatigue

pada daerah sambungan.

Dari sisi biaya, penggunaan baja sebagai material keseluruhan struktur

tabung SFT kuranglah tepat, karena dapat menghabiskan biaya yang besar.

Kombinasi dengan beton merupakan pilihan yang tepat, karena beton termasuk

material berbiaya rendah. Selain bersifat tahan api, beton juga berfungsi sebagai

penyedia gaya berat untuk menyeimbangkan gaya apung. Penggunaan beton yang

diperkuat oleh lapisan baja membuatnya menjadi pilihan material yang layak dan

cocok karena menyediakan kekuatan dan kekakuan struktur. Kombinasi beton dan

lapisan baja menjadikan komposit baja-beton telah luas digunakan dan sukses pada

pembangunan terowongan terbenam (immersed tunnel) (Saveur, 1997).

Untuk menutupi kekurangan baja yang rentan korosi, sebagai pelapis anti

korosi dapat digunakan paduan aluminium di bagian luar SFT (Faggiano et al.,

2005). Konsep material komposit baja-beton-aluminium telah digunakan pada

pembuatan prototipe SFT di Danau Qiandao, China, seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 4 (Mazzolani et al., 2008). Sebagai alternatif pencegah korosi, material

busa karet dapat dijadikan alternatif. Busa karet adalah material berongga yang

Page 15: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

12

terbuat dari karet sehingga dapat digunakan sebagai pelapis anti korosi. Karena

memiliki struktur berongga, busa karet dapat dijadikan peredam dari gaya impak.

Material ini sudah dipertimbangkan untuk digunakan pada SFT (Grantz, 2003).

Gambar 4. Tampilan penampang dan material prototipe SFT (Mazzolani et al.,

2008).

2.1.3. Beban Permanen

Beban permanen adalah beban yang tetap ada pada SFT tanpa adanya pembebanan

eksternal. Beban permanen terdiri dari berat struktur 𝐺𝑠, gaya apung 𝐹𝑏 dan tekanan

hidrostatis 𝑃ℎ. Berat struktur yang merupakan fungsi dari ketebalan dinding SFT

dinyatakan dengan persamaan (1). Di mana 𝐷𝑒𝑥, 𝐷𝑖𝑛, 𝑡, 𝐿 dan 𝜌𝑠 masing-masing

adalah diameter eksternal, internal, ketebalan dinding, panjang dan massa jenis

SFT.

𝐺𝑠 = 𝜌𝑠𝑔𝜋𝐷𝑒𝑥

2 − 𝐷𝑖𝑛2

4 𝐿 (1)

𝐷𝑒𝑥 = 𝐷𝑖𝑛 + 2𝑡 (2)

Salah satu ciri khas dari SFT adalah memiliki gaya apung, hal ini sesuai

dengan prinsip Archimedes. Besarnya gaya apung sama dengan berat air yang

Page 16: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

13

terpindahkan oleh volume SFT. Gaya apung dinyatakan dengan persamaan (3). Di

mana 𝜌𝑤 dan 𝑔 adalah massa jenis air dan percepatan gravitasi.

𝐹𝑏 = 𝜌𝑤𝑔𝜋𝐷𝑒𝑥

2

4𝐿 (3)

Tekanan hidrostatis termasuk ke dalam beban permanen SFT. Tekanan

hidrostatis merupakan tekanan yang besarnya bergantung pada kedalaman.

Semakin dalam lokasi SFT dipasang, tekanan hidrostatisnya semakin besar.

Sehingga pada struktur SFT yang diletakkan pada kedalaman tertentu, tekanan

hidrostatis harus dipertimbangkan. Tekanan hidrostatis dinyatakan dengan

persamaan (4). Di mana 𝑧 adalah kedalaman dari permukaan air.

𝑃ℎ = 𝜌𝑤𝑔𝑧 (4)

2.1.4. Beban Fungsional

Beban fungsional adalah beban yang besarnya bergantung pada fungsi atau

kegunaan dari SFT. Beban fungsional dapat berupa jalur kendaraan, rel kereta, jalur

sepeda atau area pejalan kaki. Pergerakan kendaraan, lalu lintas dan pejalan kaki

juga termasuk ke dalam beban fungsional.

2.1.5. Kebutuhan Desain Awal

Guna memenuhi fungsi SFT sebagai sarana penyeberangan, dibutuhkan

desain awal agar SFT dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Berikut ini beberapa

faktor yang harus dipertimbangkan untuk mendesain SFT:

1) Diameter internal perlu ditentukan sesuai kebutuhan ruang di dalam SFT.

Semakin banyak jalur transportasi yang diakomodasi oleh SFT, tentunya

Page 17: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

14

kebutuhan ruang semakin besar. Misalnya jalur lalu-lintas kendaraan, rel

kereta, jalur pejalan kaki, sistem perpipaan dan kelistrikan.

2) Ketebalan dinding SFT perlu ditentukan untuk memenuhi kekakuan,

kekuatan dan elastisitas SFT, sehingga performa struktural yang diinginkan

dapat terpenuhi. Penggunaan material berlapis seperti komposit perlu

dipertimbangkan untuk meningkatkan performa struktural.

3) BWR adalah rasio gaya angkat terhadap gaya berat, di mana nilai BWR

dapat dinyatakan dengan persamaan (5). Sebagaimana diketahui nilai gaya

apung SFT harus lebih besar dari gaya beratnya, maka nilai BWR > 1. Untuk

menghindari fenomena lendutan atau kendurnya tali tambat, batas bawah

BWR perlu ditentukan. Sebagaimana batas bawah, batas atas BWR juga

perlu diperhatikan untuk menghindari berlebihnya tegangan awal tali

tambat. Nilai BWR dipengaruhi oleh diameter eksternal, bentuk

penampang, jenis material dan beban hidup.

𝐵𝑊𝑅 =𝐹𝑏

𝐺𝑠 + 𝐺𝑏 + 𝑃𝑙 (5)

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, nilai BWR berpengaruh

terhadap frekuensi alami. Beberapa penelitian menyatakan nilai BWR di sekitar 1,5

dapat meminimalkan momen bending akibat beban bergerak dan meningkatkan

nilai BWR dari 1,25 menjadi 1,4 dapat meningkatkan performa struktural pada

kondisi laut ekstrem (Brancaleoni et al., 1989; Lin et al., 2018).

2.2. Teori Ombak

SFT termasuk ke dalam struktur lepas pantai (offshore structure), beban

lingkungan pada SFT berasal dari ombak, arus, pasang surut air laut, angin dan

Page 18: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

15

gempa bumi. Beban lingkungan yang dominan terjadi pada SFT disebabkan oleh

ombak. Untuk mengetahui perilaku dinamik SFT, teori ombak perlu dipahami.

Terdapat banyak teori ombak yang menjelaskan tentang kinematika partikel dan

profil ombak. Semua teori yang ada merupakan pendekatan terhadap fenomena

ombak sesungguhnya. Teori ombak yang banyak digunakan adalah teori ombak

linier atau dikenal sebagai teori Airy. Teori ini banyak digunakan karena asumsi

yang digunakan sederhana. Selain teori Airy, terdapat beberapa teori lain, seperti

teori gelombang Stokes, Cnoidal dan Solitary. Perbandingan profil dari beberapa

teori ombak tersebut ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Profil permukaan ombak (Wilson, 1963).

Teori Airy merupakan teori Stokes orde pertama. Dengan mengabaikan

orde yang lebih tinggi dari persamaan yang digunakan pada teori Stokes, maka teori

Airy valid untuk ketinggian ombak yang relatif kecil dibandingkan panjang ombak.

Ciri khas dari teori Airy adalah ombak yang direpresentasikan berbentuk sinusoidal.

Page 19: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

16

Untuk merepresentasikan kondisi ombak yang lebih mendekati kondisi

nyata, dapat digunakan teori Stokes orde tinggi. Teori Stokes mengasumsikan

kecepatan potensial sebagai deret kuadrat dari parameter gangguan dan solusi

diperoleh jika kondisi ombak tidak terlalu curam dan kedalaman laut tidak terlalu

rendah (Sarpkaya, 2010).

Pada kondisi laut yang dangkal, dapat digunakan teori Cnoidal. Teori ini

dapat merepresentasikan ombak yang curam dengan puncak ombak yang lancip dan

lembah ombak yang datar. Keterbatasan teori Cnoidal adalah tidak valid pada

kondisi panjang ombak yang sangat panjang atau tidak terhingga. Pada kondisi ini

teori Solitary dapat digunakan.

Gambar 6. Klasifikasi penerapan teori ombak (Le Méhauté, 1976).

Pemilihan teori ombak harus berdasarkan parameter ombak yaitu periode,

ketinggian dan kedalaman. Setiap teori ombak hanya valid diterapkan pada kondisi

Page 20: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

17

tertentu. Pembagian wilayah penerapan teori ombak berdasarkan periode,

ketinggian dan kedalaman dapat dilihat pada Gambar 6.

2.2.1. Teori Ombak Linier

Teori ombak linier atau sering disebut teori ombak Airy sering digunakan

untuk memprediksi pergerakan ombak laut. Ciri khas dari teori ombak Airy adalah

tinggi ombak relatif kecil dibandingkan dengan panjangnya. Ada beberapa asumsi

yang digunakan, yaitu:

• Fluida tak mampat.

• Gradien temperatur diabaikan.

• Tegangan permukaan diabaikan.

• Gaya geser diabaikan.

• Dasar laut bersifat rigid dan horizontal.

Profil ombak laut dideskripsikan melalui beberapa parameter yang ditunjukkan

pada Gambar 7.

Gambar 7. Parameter dan profil ombak.

Page 21: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

18

Berdasarkan Gambar 7 terdapat beberapa parameter yaitu panjang ombak

𝐿, tinggi ombak 𝐻, periode ombak 𝑇, kecepatan ombak 𝑐 dan kedalaman laut 𝑑.

Kecepatan ombak dinyatakan dengan persamaan (6).

𝑐 =𝜔

𝑘 (6)

Frekuensi 𝜔 dan bilangan ombak 𝑘 masing-masing dinyatakan dengan persamaan

(7) dan (8).

𝜔 =2𝜋

𝑇 (7)

𝑘 =2𝜋

𝐿 (8)

Untuk menentukan gerakan partikel air pada bidang aliran dibutuhkan

kecepatan potensial 𝜙 yang memenuhi persamaan Laplace. Pada persamaan (9),

sumbu vertikal dinyatakan oleh 𝑧 dan sumbu horizontal dinyatakan oleh 𝑥.

𝜕2𝜙

𝜕𝑥2+𝜕2𝜙

𝜕𝑧2= 0 (9)

Dengan kondisi batas di dasar laut 𝜕𝜙/𝜕𝑧 = 0 pada 𝑧 = −𝑑. Solusi dari persamaan

(9) didapatkan dengan mengasumsikan ketinggian ombak 𝐻 relatif kecil

dibandingkan dengan panjang ombak 𝐿 dan kedalaman laut 𝑑 (Sarpkaya, 2010).

Solusi dari persamaan (9) adalah persamaan kecepatan potensial 𝜙 yang didapat

dengan menyelesaikannya menggunakan metode pemisahan variabel. Persamaan

kecepatan potensial adalah sebagai berikut.

𝜙 =𝜋𝐻

𝑘𝑇

cosh[𝑘(𝑧 + 𝑑)]

sinh(𝑘𝑑)sin(𝑘𝑥 − 𝜔𝑡) (10)

Selanjutnya diperoleh hubungan penyebaran sebagai berikut.

Page 22: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

19

𝑐2 =𝜔2

𝑘2=𝑔

𝑘tanh(𝑘𝑑) (11)

Berdasarkan hubungan penyebaran, diketahui kecepatan perambatan

gelombang merupakan hubungan antara frekuensi dan bilangan ombak. Dari

persamaan (11) dapat diperoleh persamaan untuk mencari kecepatan perambatan

dan panjang ombak yang masing-masing dinyatakan dengan persamaan (12) dan

persamaan (13).

𝑐 =𝑔

𝜔tanh(𝑘𝑑) (12)

𝐿 =𝑔𝑇2

2𝜋tanh (

2𝜋𝑑

𝐿) (13)

2.2.2. Kinematika Partikel Air

Besarnya gaya yang ditimbulkan oleh ombak pada struktur SFT sangat

bergantung pada kinematika partikel air. Kecepatan partikel air pada arah horizontal

dan vertikal diperoleh dengan menurunkan persamaan (10) terhadap arah 𝑥 dan 𝑧.

Kecepatan partikel air pada arah horizontal dan vertikal masing-masing dinyatakan

dengan persamaan (14) dan (15).

𝑣𝑥 =𝜋𝐻

𝑇

cosh[𝑘(𝑧 + 𝑑)]

sinh(𝑘𝑑)cos(𝑘𝑥 − 𝜔𝑡) (14)

𝑣𝑧 =𝜕𝜙

𝜕𝑧=𝜋𝐻

𝑇

sinh[𝑘(𝑧 + 𝑑)]

sinh(𝑘𝑑)sin(𝑘𝑥 − 𝜔𝑡) (15)

Pada setiap kedalaman z, kecepatan partikel air bersifat harmonik seperti

yang ditunjukkan pada Gambar 8. Fungsi sinus dan cosinus hiperbolik

menyebabkan pengurangan kecepatan secara eksponensial dari permukaan air

sampai dasar laut.

Page 23: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

20

Gambar 8. Variasi kecepatan partikel air terhadap kedalaman (V. Sundar, 2016).

Percepatan partikel air dapat diketahui dengan menurunkan kecepatan

partikel air terhadap waktu. Percepatan partikel air pada arah horizontal dan vertikal

masing-masing dinyatakan dengan persamaan (16) dan (17).

�̇�𝑥 =2𝜋2𝐻

𝑇2cosh[𝑘(𝑧 + 𝑑)]

sinh(𝑘𝑑)sin(𝑘𝑥 − 𝜔𝑡) (16)

�̇�𝑧 = −2𝜋2𝐻

𝑇2sinh[𝑘(𝑧 + 𝑑)]

sinh(𝑘𝑑)cos(𝑘𝑥 − 𝜔𝑡) (17)

Gerakan partikel air yang membentuk lintasan elips ditunjukkan pada

Gambar 9. Pergerakan partikel air bergantung terhadap kedalaman dasar laut.

Semakin dalam dasar laut, maka ketinggian ombak semakin kecil sehingga lintasan

elips semakin tipis dan kecil. Berdasarkan kedalamannya, laut dibagi menjadi tiga

macam, yaitu laut dangkal (𝑑/𝐿 < 1/20), laut menengah (1/20 < 𝑑/𝐿 < 1/2)

dan laut dalam (𝑑/𝐿 > 1/2). Profil lintasan partikel air untuk ketiga macam

kedalaman laut, ditunjukkan pada Gambar 9. Di mana 𝑣 adalah kecepatan dan 𝑤

adalah displacement.

Page 24: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

21

(a)

(b)

(c)

Gambar 9. Variasi lintasan partikel air, (a) Laut dangkal, (b) Laut menengah, (c)

Laut dalam (Sarpkaya, 2010).

2.2.3. Distribusi Tekanan

Percepatan partikel air yang telah dijelaskan sebelumnya terjadi akibat

adanya gaya yang bekerja pada partikel tersebut. Gaya tersebut muncul karena

terdapat gradien tekanan pada fluida. Besarnya tekanan yang terjadi diperoleh

dengan disubstitusikannya persamaan kecepatan potensial (10) ke dalam persamaan

Bernoulli yang dinyatakan dengan persamaan (18).

Page 25: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

22

−𝜕𝜙

𝜕𝑡+𝑃

𝜌+ 𝑔𝑧 = 0 (18)

Kalikan persamaan (18) dengan massa jenis fluida 𝜌, sehingga tekanan 𝑃

dinyatakan dengan persamaan (19).

𝑃 = −𝜌𝑔𝑧 + 𝜌𝜕𝜙

𝜕𝑡 (19)

Persamaan (19) disubstitusikan ke persamaan (10) sehingga diperoleh tekanan total

dinyatakan dengan persamaan (20).

𝑃 = −𝜌𝑔𝑧 + 1

2𝜌𝑔𝐻

cosh[𝑘(𝑧 + 𝑑)]

cosh(𝑘𝑑)cos(𝑘𝑥 − 𝜔𝑡) (20)

Tekanan

hidrostatis

Tekanan dinamik

Suku pertama sisi kanan persamaan (20) merupakan tekanan hidrostatis dan

suku kedua merupakan tekanan dinamik akibat ombak. Besarnya tekanan

hidrostatis bersifat linier dari permukaan air sampai dasar laut, sedangkan besarnya

tekanan dinamik tergantung pada kecepatan partikel air. Persamaan (20) hanya

valid untuk ombak dengan amplitudo kecil dari teori ombak linier. Gambaran

distribusi tekanan hidrostatis dan dinamik, ditunjukkan pada Gambar 10.

Gambar 10. Distribusi tekanan hidrostatis dan dinamik (Holthuijsen, 2007).

Page 26: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

23

2.3. Beban Hidrodinamik

Pada struktur lepas pantai, penting untuk mengetahui besarnya beban yang

diakibatkan oleh pergerakan fluida atau beban hidrodinamik. Cara paling sederhana

dan paling banyak digunakan untuk menghitung beban hidrodinamik adalah dengan

menggunakan persamaan Morison. Persamaan ini mendefinisikan total gaya yang

diterima oleh silinder adalah jumlah dari gaya seret dan inersia (Morison et al.,

1950). Gaya inersia terdiri dari gaya Froude-Krylov dan gaya massa hidrodinamik

(massa tambah). Karena persamaan Morison mengabaikan efek difraksi, maka

hanya berlaku pada silinder kecil. Persamaan Morison dinyatakan dengan

persamaan (21).

𝑓 =1

2𝜌𝐷𝐶𝐷𝑣|𝑣| + 𝜌𝐴�̇� + 𝜌𝐴𝐶𝑀�̇� (21)

Gaya seret Gaya

Froude-

Krylov

Gaya massa

hidrodinamik

Gaya hidrodinamik pada silinder besar (𝐷/𝐿 > 0,2), efek difraksi harus

dihitung menggunakan teori difraksi (MacCamy & Fuchs, 1954). Pada umumnya

desain SFT adalah struktur silinder kecil memanjang, dengan rasio diameter

terhadap panjang silinder relatif kecil. Oleh karena itu, pada subbab ini dijelaskan

lebih rinci perhitungan gaya hidrodinamik menggunakan persamaan Morison.

2.3.1. Gaya Seret

Gaya seret timbul akibat dari pemisahan aliran air yang melewati silinder.

Aliran air terbagi dua sehingga menimbulkan efek tekanan 𝑃 dan tegangan geser 𝜏

pada permukaan silinder (Sumer & Fredsøe, 2006), seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 11.

Page 27: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

24

Gambar 11. Aliran air melewati silinder (Sumer & Fredsøe, 2006).

Gaya seret 𝑓𝑑 merupakan jumlah dari komponen horizontal yang

ditimbulkan oleh gaya akibat tekanan 𝑃 dan tegangan geser 𝜏. Besarnya gaya seret

dinyatakan dengan persamaan (22). Di mana 𝜌, 𝐷, 𝐶𝐷 dan 𝑣 masing-masing adalah

massa jenis fluida, diameter silinder, koefisien seret dan kecepatan aliran.

𝑓𝑑 =1

2𝜌𝐷𝐶𝐷𝑣

2 (22)

Besarnya koefisien seret 𝐶𝐷 tergantung pada bilangan Reynold yang

dinyatakan dengan persamaan (23). Di mana ν adalah viskositas kinematik fluida.

𝑅𝑒 =𝑣𝐷

ν (23)

Diketahui bahwa bilangan Reynold adalah parameter untuk menentukan jenis aliran

di sekitar silinder, sehingga nilai 𝐶𝐷 di setiap aliran laminar maupun turbulen

berbeda-beda. Banyak eksperimen yang telah dilakukan untuk mengetahui

pengaruh bilangan Reynold terhadap koefisien seret. Gambar 12 menunjukkan

grafik pengaruh bilangan Reynold terhadap koefisien seret.

Page 28: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

25

Gambar 12. Nilai koefisien seret silinder halus terhadap bilangan Reynold

(Schlichting & Gersten, 2016).

Pada kasus aliran air yang terosilasi, untuk memastikan arah gaya seret

sesuai dengan arah kecepatan aliran, maka 𝑣2 pada persamaan (22) ditulis menjadi

𝑣|𝑣|. Gaya seret pada aliran terosilasi dinyatakan dengan persamaan (24).

𝑓𝑑 =1

2𝜌𝐷𝐶𝐷𝑣|𝑣| (24)

Pada SFT dengan penyangga tali tambat, ketika aliran air melewati struktur,

maka struktur ikut bergerak dengan kecepatan �̇� mengikuti arah aliran fluida. Pada

kondisi ini terjadi kecepatan relatif antara struktur dan aliran fluida, sehingga gaya

seret pada SFT dinyatakan dengan persamaan (25).

𝑓𝑑 =1

2𝜌𝐷𝐶𝐷(𝑣 − �̇�)|𝑣 − �̇�| (25)

2.3.2. Gaya Inersia

Gaya inersia pada struktur silinder merupakan jumlah dari gaya Froude-

Krylov dan gaya massa hidrodinamik (massa tambah). Karena diberi beban ombak,

Page 29: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

26

struktur bergerak relatif terhadap aliran fluida. Percepatan fluida pada daerah aliran

terluar menciptakan gradien tekanan yang menyebabkan gaya Froude-Krylov.

Besarnya gaya Froude-Krylov 𝑓𝑓𝑘 dinyatakan dengan persamaan (26).

𝑓𝑓𝑘 = 𝜌𝐴�̇� (26)

Gaya massa hidrodinamik tergantung pada besarnya massa hidrodinamik.

Massa hidrodinamik atau sering disebut juga massa tambah adalah massa fluida di

sekitar struktur yang mengalami percepatan ketika struktur bergerak. Massa fluida

ini memberikan efek massa tambah pada struktur. Untuk menggerakkan struktur,

dibutuhkan gaya inersia tambahan akibat keberadaan massa hidrodinamik. Gaya

tambahan inilah yang disebut gaya massa hidrodinamik. Besarnya gaya massa

hidrodinamik 𝑓𝑚ℎ dinyatakan dengan persamaan (27).

𝑓𝑚ℎ = 𝜌𝐴𝐶𝑀�̇� (27)

Setiap struktur memiliki koefisien massa hidrodinamik 𝐶𝑀 yang berbeda-

beda, nilainya tergantung pada bentuk struktur tersebut. Nilai 𝐶𝑀 merupakan nilai

empirik yang diperoleh dari hasil eksperimen. Koefisien massa hidrodinamik dari

beberapa macam bentuk penampang ditunjukkan pada Tabel 1

Persamaan (27) berlaku apabila struktur dalam kondisi diam (fixed),

sehingga kurang tepat diterapkan pada SFT. Karena SFT bergerak secara fleksibel

terhadap ombak, sehingga terjadi kecepatan relatif struktur dan aliran fluida. Untuk

menghitung gaya massa hidrodinamik SFT, persamaan (27) dapat dimodifikasi

menjadi persamaan (28).

𝑓𝑚ℎ = 𝜌𝐴𝐶𝑀(�̇� − �̈�) (28)

Page 30: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

27

Tabel 1. Koefisien Massa Hidrodinamik (Sumer & Fredsøe, 2006)

Bentuk

Penampang

Arah Gerakan

Struktur

𝒂

𝒃 𝑪𝑴 𝑨

Vertikal - 1,0 𝜋𝑎2

Vertikal - 1,0 𝜋𝑎2

Vertikal - 1,0 𝜋𝑎2

Vertikal - 1,0 𝜋𝑎2

Vertikal

∞ 1,00 𝜋𝑎2

10,0 1,14 𝜋𝑎2

5,0 1,21 𝜋𝑎2

2,0 1,36 𝜋𝑎2

1,0 1,51 𝜋𝑎2

0,5 1,70 𝜋𝑎2

0,2 1,98 𝜋𝑎2

0,1 2,23 𝜋𝑎2

Sebelumnya telah diketahui bahwa gaya inersia total adalah penjumlahan

antara gaya Froude-Krylov dan gaya massa hidrodinamik. Dengan mendefinisikan

koefisien inersia 𝐶𝐼 sesuai dengan persamaan (29),

𝐶𝐼 = 𝐶𝑀 + 1 (29)

gaya inersia total dapat diformulasikan sebagai berikut.

𝑓𝑖 = 𝜌𝐴𝐶𝐼�̇� (30)

2.3.3. Bilangan KC

Dari persamaan (14) dan (16) diketahui bahwa kecepatan dan percepatan air

memiliki beda fase sebesar 90o. Karena gaya seret dan inersia bergantung pada

Page 31: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

28

kecepatan dan percepatan air, maka gaya maksimum seret dan inersia memiliki

beda fase sebesar 90o seperti ditunjukkan pada Gambar 13.

Gambar 13. Variasi gaya seret dan inersia (Sumer & Fredsøe, 2006).

Untuk menyatakan perbandingan gaya inersia dan gaya seret, digunakan bilangan

KC (Keulegan-Carpenter). Bilangan KC dinyatakan dengan persamaan (31). Di

mana 𝑣𝑚𝑎𝑥 dan 𝑇 masing-masing adalah kecepatan maksimum ombak dan periode

ombak.

𝐾𝐶 =𝑣𝑚𝑎𝑥𝑇

𝐷 (31)

Bilangan KC adalah perbandingan gerakan ombak (𝑣𝑚𝑎𝑥𝑇) terhadap

diameter silinder (𝐷). Pada bilangan KC yang kecil, dapat dikatakan bahwa gerakan

partikel air di sekitar silinder relatif kecil dibandingkan dengan diameter silinder.

Dapat diartikan bahwa pada bilangan KC yang kecil tidak terjadi pemisahan aliran

fluida, sehingga gaya inersia lebih dominan terhadap gaya seret. Pada bilangan KC

yang besar, gerakan partikel air relatif besar dibandingkan diameter silinder,

sehingga terjadi pemisahan aliran bahkan pelepasan pusaran air (vortex). Pada

Page 32: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

29

kondisi ini gaya seret lebih dominan. Wilayah penerapan gaya yang dominan

berdasarkan bilangan KC dan parameter penyebaran (𝑘𝑎 = 𝜋𝐷/𝐿) ditunjukkan

pada Gambar 14.

Gambar 14. Wilayah penerapan gaya inersia dan seret (Sundar, 2017).

Beberapa eksperimen menyimpulkan bahwa, pada aliran terosilasi koefisien

seret 𝐶𝐷 dan inersia 𝐶𝐼 bergantung pada bilangan Reynold dan KC. Gambar 15

menunjukkan variasi koefisien seret dan inersia terhadap bilangan Reynold dan KC.

Page 33: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

30

(a)

(b)

Gambar 15. Koefisien seret dan inersia sebagai fungsi bilangan Re dan KC, (a)

Koefisien seret, (b) Koefisien inersia (Sarpkaya, 1976).

2.4. Dinamika Struktur

Untuk mengetahui respon dinamik SFT akibat beban dinamik, diperlukan

penyederhanaan struktur SFT menjadi model segmen tabung dan struktur kontinu.

Persamaan gerak model segmen tabung diperoleh menggunakan persamaan getaran

satu derajat kebebasan. Pada struktur kontinu, persamaan gerak diperoleh melalui

teori beam Euler-Bernoulli. Solusi dari persamaan gerak diperoleh secara analitik

dan numerik.

Page 34: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

31

2.4.1. Model Satu Derajat Kebebasan

Respon dinamik segmen tabung diperoleh dengan memodelkannya sebagai

sistem satu derajat kebebasan. Sistem satu derajat kebebasan dapat digambarkan

dengan mekanisme massa-pegas atau pendulum, seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 16.

(a) (b)

Gambar 16. Sistem satu derajat kebebasan, (a) Mekanisme massa-pegas, (b)

Mekanisme pendulum.

Gambar 16(a) menunjukkan mekanisme massa-pegas dengan 𝑀 adalah

massa, 𝐾 adalah kekakuan pegas, 𝐶 adalah redaman viskos dan diberikan gaya

eksternal 𝐹(𝑡) yang bergantung terhadap waktu. Sistem tersebut mendeskripsikan

gerakan arah horizontal 𝑥(𝑡) terhadap waktu. Persamaan gerak sistem satu derajat

kebebasan dapat diformulasikan menggunakan hukum kedua Newton. Persamaan

gerak untuk mekanisme massa-pegas dinyatakan dengan persamaan (32).

𝑀�̈� + 𝐶�̇� + 𝐾𝑥 = 𝐹(𝑡) (32)

Pada Gambar 16(b) menunjukkan komponen mekanisme pendulum terdiri

dari massa pendulum 𝑀, panjang lengan 𝑙 dan redaman rotasi 𝐶𝑟 yang diberikan

beban eksternal berupa momen 𝑀𝑏(t). Sistem tersebut mendeskripsikan gerakan

Page 35: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

32

arah rotasi 𝜃(𝑡) terhadap waktu. Persamaan gerak mekanisme pendulum

dinyatakan dengan persamaan (33). Persamaan (32) dan (33) merupakan persamaan

diferensial biasa orde kedua. Solusi persamaan ini dapat diperoleh secara analitik

maupun numerik. Solusi analitik berupa penjumlahan dari solusi homogen dan

solusi partikular.

𝑀𝑙2�̈� + 𝐶𝑟�̇� + 𝑀𝑔𝑙𝜃 = 𝑀(𝑡) (33)

2.4.2. Getaran Bebas

Jika suatu sistem satu derajat kebebasan tidak memiliki gaya eksternal 𝐹(𝑡),

maka persamaan (32) berubah bentuk menjadi persamaan diferensial dengan bentuk

seperti persamaan (34).

𝑀�̈� + 𝐶�̇� + 𝐾𝑥 = 0 (34)

Solusi umum dari persamaan (34) dinyatakan dengan persamaan (35).

𝑥(𝑡) = 𝐶1𝑒(−ζ+√ζ2−1)𝜔𝑛𝑡 + 𝐶2𝑒

(−ζ−√ζ2−1)𝜔𝑛𝑡 (35)

Solusi khusus dari persamaan (35) bergantung pada nilai rasio redaman ζ. Jika nilai

ζ < 1, maka termasuk getaran di bawah redaman kritis. Apabila nilai ζ = 1, maka

termasuk getaran teredam kritis dan jika ζ > 1, maka termasuk getaran di atas

redaman kritis.

Pada struktur SFT yang dimodelkan sebagai segmen tabung, karena

kehadiran fluida di sekitar tabung, maka redaman 𝐶 tidak dapat diabaikan. Nilai 𝐶

dapat diperoleh salah satunya dengan melakukan eksperimen. Jika getaran teredam

pada segmen tabung diasumsikan sebagai getaran di bawah redaman kritis ζ < 1,

maka amplitudo mengecil secara bertahap seperti yang ditunjukkan pada Gambar

17.

Page 36: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

33

Gambar 17. Respon gerakan pada getaran di bawah redaman kritis (S.S. Rao,

2017).

Dengan melakukan eksperimen getaran bebas, nilai rasio redaman ζ dapat

diperoleh melalui penurunan logaritmik 𝛿 seperti yang dinyatakan dengan

persamaan (36) dan (37).

𝛿 = 𝑙𝑛𝑥1𝑥2

(36)

ζ =𝛿

2𝜋 (37)

Jika rasio redaman suatu sistem sudah diketahui, maka nilai redaman 𝐶 didapat

menggunakan persamaan (38).

𝐶 = 2ζ𝑚𝜔𝑛 (38)

2.4.3. Model Beam Euler-Bernoulli

Model paling sederhana SFT adalah SFT dengan penyangga bebas, dengan

nilai 𝐵𝑊𝑅 = 1 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2(d). Jenis SFT ini hanya

ditumpu oleh tumpuan sederhana (pinned) atau tumpuan tetap (fixed) pada kedua

ujungnya. Kekakuan SFT hanya diperoleh dari kekakuan bending (flexural

Page 37: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

34

rigidity). Jenis SFT ini, secara teori dapat diformulasikan menggunakan teori beam

Euler-Bernoulli, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 18.

Gambar 18. Deformasi beam akibat bending (S.S. Rao, 2017).

Dengan teori beam Euler-Bernoulli diasumsikan bahwa panjang SFT jauh

lebih besar dibandingkan ukuran penampang, displacement tidak terlalu besar,

mengabaikan inersia putar dan mengabaikan deformasi geser (S.S. Rao, 2019).

Persamaan diferensial parsial yang digunakan untuk memformulasikan persamaan

gerak dari SFT dinyatakan dengan persamaan (39) (S.S. Rao, 2017).

𝐸𝐼∂4𝑤

𝜕𝑥4(𝑥, 𝑡) + 𝜌𝐴

∂2𝑤

∂𝑡2(𝑥, 𝑡) = 𝑓(𝑥, 𝑡)

(39)

Pada persamaan (39), 𝑤 adalah displacement, 𝐸𝐼 adalah kekakuan bending,

𝜌𝐴 adalah massa per satuan panjang dan 𝑓 adalah gaya eksternal per satuan

panjang. Struktur SFT yang digetarkan secara paksa oleh beban dinamik cenderung

bergetar sesuai mode getar yang frekuensi alaminya dekat dengan frekuensi beban.

Persamaan (39) dapat diselesaikan secara analitik menggunakan metode pemisahan

variabel. Selain secara analitik, solusi dari persamaan (39) dapat diperoleh secara

numerik.

Page 38: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

35

Untuk memahami perilaku dinamik dan stabilitas struktur, diperlukan

frekuensi alami dan mode getar dari SFT. Pada SFT tumpuan sederhana dengan

kondisi batas tidak ada defleksi (𝑤 = 0) dan momen bending (𝐸𝐼 ∂2𝑤/𝜕𝑥2 = 0)

pada kedua ujungnya, frekuensi alami 𝜔𝑛 dan mode getar 𝑊 masing-masing

dinyatakan dengan persamaan (40) dan (41).

𝜔𝑛 = √(𝑛𝜋

𝐿)4 𝐸𝐼

𝐴

(40)

𝑊(𝑥) = 𝐶𝑛 sin𝑛𝜋𝑥

𝐿

(41)

2.4.4. Kekakuan Tali Tambat

Pada subbab sebelumnya, telah dijelaskan pemodelan SFT secara matematis

menggunakan teori beam Euler-Bernoulli. Pemodelan ini hanya berlaku pada SFT

pada kondisi netral, yaitu besarnya gaya apung sama dengan gaya berat atau

𝐵𝑊𝑅 = 1. Pada SFT dengan penyangga tali tambat dengan 𝐵𝑊𝑅 > 1, diperlukan

tali tambat untuk mempertahankan posisi SFT, seperti ditunjukkan pada Gambar

19. Konfigurasi tali tambat tergantung pada kekakuan yang diperlukan. Karena

terdapat selisih gaya apung dan gaya berat, maka pada tali tambat terjadi tegangan

awal 𝑇𝑜.

Page 39: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

36

Gambar 19. SFT dengan tali tambat.

Karena kehadiran tali tambat, maka kekakuan SFT arah horizontal dan

vertikal akan bertambah. Kekakuan yang dihasilkan oleh tali tambat dipengaruhi

oleh kemiringan dari sumbu vertikal 𝜃, tegangan awal 𝑇𝑜, panjang tali tambat 𝐿𝑡,

modulus elastisitas 𝐸 dan luas penampang tali tambat 𝐴. Berdasarkan parameter

yang sudah disebutkan sebelumnya, dapat diformulasikan kekakuan akibat tali

tambat. Pada tali tambat vertikal (𝜃 = 0), besarnya kekakuan horizontal dan

vertikal masing-masing dinyatakan dengan persamaan (42) dan (43).

𝐾ℎ =2𝑇𝑜𝐿𝑡

(42)

𝐾𝑣 =2𝐸𝐴

𝐿𝑡 (43)

Pada tali tambat miring, besarnya kekakuan arah horizontal dan vertikal dinyatakan

dengan persamaan (44) dan (45). Penjelasan lebih lengkap perhitungan kekakuan

tali tambat dapat dilihat pada LAMPIRAN A.

𝐾ℎ =2𝐸𝐴

𝐿𝑡sin2 𝜃

(44)

Page 40: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

37

𝐾𝑣 =2𝐸𝐴

𝐿𝑡cos2 𝜃 (45)

Kekakuan akibat tali tambat yang telah diperoleh dapat digunakan untuk

memformulasikan persamaan gerak SFT. SFT dengan tali tambat merupakan model

beam pada tumpuan elastis (BOES). Akan tetapi frekuensi alami model BOES

secara analitik tidak dapat diperoleh, oleh karena itu pemodelan dianalogikan

sebagai model beam pada fondasi elastis (BOEF). Beam pada fondasi elastis

menganggap kekakuan tersebar merata di sepanjang beam. Model SFT sebagai

BOES dan BOEF ditunjukkan pada Gambar 20.

Gambar 20. Analogi struktur SFT sebagai BOEF, (a) Struktur SFT, (b) Model

BOES, (c) Model BOEF (Giulio Martire, 2010).

Analogi model BOES sebagai BOEF untuk analisis statis dan dinamik pada

SFT telah diverifikasi oleh Sato (2007, 2008). Hasil studi menunjukkan bahwa

frekuensi alami dan mode getar dari BOES dan BOEF sesuai jika 𝐾𝑣 ≤ 0,05 dan

Page 41: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

38

masih mendekati jika 𝐾𝑣 ≤ 0,5, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 21. Di

mana 𝐾𝑣 adalah konstanta kekakuan relatif.

(a)

(b)

Gambar 21. Perbandingan BOES dan BOEF, (a) Frekuensi alami, (b) Mode getar

(Sato et al., 2008).

BOES dapat dianalogikan sebagai BOEF apabila nilai 𝐾𝑣 ≤ 0,05. Kekakuan relatif

𝐾𝑣 diformulasikan sebagai berikut.

𝐾𝑣 =�̃�ℎ3

24𝐸𝐼 (46)

Dengan ℎ adalah jarak tali tambat dan �̃� adalah modulus kekakuan. Nilai �̃�

dinyatakan dengan persamaan (47).

Page 42: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

39

�̃� =𝐾

ℎ (47)

Dengan diperolehnya nilai kekakuan per satuan panjang, maka persamaan

gerak struktur dinyatakan dengan persamaan (48).

𝐸𝐼∂4𝑤

𝜕𝑥4(𝑥, 𝑡) + 𝜌𝐴

∂2𝑤

∂𝑡2(𝑥, 𝑡) + �̃�𝑤(𝑥, 𝑡) = 𝑓(𝑥, 𝑡) (48)

Bentuk persamaan (48) merupakan modifikasi dari persamaan (39) dengan

menambahkan kekakuan per satuan panjang �̃�. Solusi dari persamaan (48) dapat

diperoleh secara analitik maupun numerik. Karena persamaan gerak telah berubah,

maka frekuensi alami SFT yang disertai oleh tali tambat dinyatakan dengan

persamaan (49).

𝜔𝑛 = √(𝑛𝜋

𝐿)4 𝐸𝐼

𝜌𝐴+�̃�

𝜌𝐴 (49)

Persamaan (49) menyatakan frekuensi alami untuk SFT yang memiliki kondisi

batas tumpuan sederhana. Jika dibandingkan dengan persamaan (40), persamaan

(49) menghasilkan frekuensi alami yang lebih besar. Hal ini terjadi karena

kehadiran tali tambat meningkatkan kekakuan, yang secara langsung meningkatkan

frekuensi alami.

2.4.5. Interaksi Fluida-Struktur

Lokasi SFT yang terletak di bawah permukaan air menyebabkan terjadinya

interaksi antara fluida dan juga struktur SFT. Interaksi dari fluida dapat berupa gaya

hidrodinamik atau biasa dikenal sebagai gaya Morison yang dilambangkan dengan

𝑓(𝑥, 𝑡). Gaya Morison merupakan gaya terdistribusi sepanjang struktur SFT

Page 43: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

40

sehingga memilik besaran gaya per satuan panjang. Gaya morison dinyatakan

dengan persamaan (50).

𝑓(𝑥, 𝑡) =1

2𝜌𝐷𝐶𝐷(𝑣 − �̇�)|𝑣 − �̇�| + 𝜌𝐴�̇� + 𝜌𝐴𝐶𝑀(�̇� − �̈�) (50)

Gaya seret Gaya

Froude-

Krylov

Gaya massa

hidrodinamik

Seperti yang sudah dijelaskan pada subbab 2.3, gaya hidrodinamik terdiri

dari gaya seret dan gaya inersia (jumlah dari gaya Froude-Krylov dan gaya massa

hidrodinamik). Dari persamaan (50), dapat dilihat pada komponen gaya seret

merupakan fungsi non-linier dari kecepatan partikel air. Dengan asumsi kecepatan

partikel air jauh lebih besar dibandingkan kecepatan struktur, maka gaya seret dapat

dinyatakan dengan persamaan (51) (Thinh et al., 1998).

𝑓𝑑 =1

2𝜌𝐷𝐶𝐷(𝑣 − �̇�)|𝑣 − �̇�|

=1

2𝜌𝐷𝐶𝐷γ(𝑣 − �̇�) (51)

Pada persamaan (51), koefisien linierisasi γ ditemukan melalui kriteria

optimal. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan kriteria MSE (Mean Squere

Error) paling umum dan sering digunakan (Thinh et al., 1998). Koefisien linierisasi

dinyatakan dengan persamaan (52).

γ = √8

𝜋𝜎 (52)

Di mana 𝜎 adalah standar deviasi dari kecepatan partikel air 𝑣. Merujuk dari

beberapa artikel, metode linierisasi seperti ini secara umum sudah banyak

digunakan dan sering disebut sebagai linierisasi Borgman (Borgman, 1967;

Page 44: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

41

Wolfram, 1999). Beberapa metode alternatif linierisasi gaya seret, diformulasikan

oleh Housseine (2015) dan Siow (2014) dengan memodifikasi linierisasi Borgman.

Dengan menggantikan komponen gaya seret menggunakan persamaan (51),

persamaan (50) dapat dimodifikasi menjadi persamaan (53).

𝑓(𝑥, 𝑡) =1

2𝜌𝐷𝐶𝐷γ(𝑣 − �̇�) + 𝜌𝐴�̇� + 𝜌𝐴𝐶𝑀(�̇� − �̈�)

(53)

Substitusikan persamaan (53) ke persamaan (48), sehingga diperoleh persamaan

interaksi fluida dan struktur dinyatakan dengan persamaan (54).

𝐸𝐼∂4𝑤

𝜕𝑥4(𝑥, 𝑡) + (𝜌𝐴 + 𝜌𝐴𝐶𝑀)

∂2𝑤

∂𝑡2(𝑥, 𝑡) +

1

2𝜌𝐷𝐶𝐷γ

∂𝑤

∂𝑡+ �̃�𝑤(𝑥, 𝑡)

=1

2𝜌𝐷𝐶𝐷γ𝑣 + 𝜌𝐴𝐶𝐼�̇�

(54)

Pada persamaan (54) digunakan koefisien inersia sebagai jumlah dari

koefisien massa hidrodinamik dan gaya Froude-Krylov, di mana 𝐶𝐼 = 𝐶𝑀 + 1.

Nilai 𝜌𝐴𝐶𝑀 merupakan massa tambah pada struktur SFT akibat keberadaan fluida

di sekitar silinder. Terdapat juga suku 1

2𝜌𝐷𝐶𝐷γ yang merupakan redaman viskos

akibat gaya seret.

2.4.6. Persamaan Gerak Struktur Kontinu

Persamaan gerak SFT diformulasikan berdasarkan teori beam Euler-

Bernoulli. Dengan menggunakan prinsip Hamilton, persamaan gerak SFT

dinyatakan dengan persamaan (55).

𝐸𝐼𝜕4𝑤

𝜕𝑥2+𝑚

𝜕2𝑤

𝜕𝑡2+ 𝑐

𝜕𝑤

𝜕𝑡+ 𝑘𝑤 = 𝑓(𝑡) (55)

Page 45: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

42

Di mana 𝑤 adalah displacement, 𝐸𝐼 adalah kekakuan bending, 𝑚 adalah jumlah

dari massa struktur (𝜌𝐴) dan massa tambah (𝜌𝐴𝐶𝑀), 𝑐 adalah redaman viscous

(1

2𝜌𝐷𝐶𝐷γ), 𝑘 adalah kekakuan tali tambat dan 𝑓(𝑡) adalah gaya Morison.

Solusi dari persamaan (55) dapat diperoleh menggunakan perhitungan

analitik atau numerik. Perhitungan analitik dapat dilakukan tetapi dari beberapa

artikel penelitian, tidak banyak ditemukan penggunaan perhitungan analitik karena

cukup rumit dalam penyelesaiannya. Sehingga penggunaan metode numerik dinilai

tepat untuk memperoleh solusi dengan memperhatikan nilai eror. Beberapa metode

numerik yang umum digunakan adalah metode elemen hingga (FEM) dan metode

superposisi mode (MSM). Penjelasan mengenai kedua metode numerik tersebut

dijelaskan pada subbab berikutnya.

2.5. Solusi Numerik

Terdapat berbagai macam penyelesaian secara numerik dari persamaan

gerak struktur kontinu SFT. Pada subbab ini dijelaskan dua metode yang banyak

digunakan, yaitu metode FEM dan MSM.

2.5.1. Metode Superposisi Mode (MSM)

Solusi dari persamaan (55) dapat diperoleh menggunakan metode MSM

dengan cara mengekspresikan respon dinamik SFT sebagai superposisi dari mode

getar (S.S. Rao, 2017, pp. 751–753). Melalui metode MSM, displacement SFT

dinyatakan dengan persamaan (56).

𝑤(𝑥, 𝑡) = ∑𝑊𝑛

𝑛=1

(𝑥)𝑞𝑛(𝑡) (56)

Page 46: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

43

𝑊𝑛(𝑥) = sin (𝑛𝜋𝑥

𝐿) (57)

Di mana 𝑊𝑛(𝑥) adalah fungsi mode getar ke-n dan 𝑞𝑛(𝑡) adalah fungsi

waktu. Fungsi mode getar 𝑊𝑛(𝑥) sangat bergantung pada jenis kondisi batas. Pada

studi ini digunakan SFT dengan kondisi batas tumpuan sederhana (pinned-pinned)

pada kedua ujungnya. Sehingga mode getar dinyatakan dengan persamaan (57).

Substitusikan persamaan (56) ke persamaan (55), sehingga diperoleh persamaan

(58).

𝐸𝐼∑𝑑4𝑊𝑛(𝑥)

𝑑𝑥4

𝑛=1

𝑞𝑛(𝑡) + 𝑚∑𝑊𝑛

𝑛=1

(𝑥)𝑑2𝑞𝑛(𝑡)

𝑑𝑡2+ 𝑐∑𝑊𝑛

𝑛=1

(𝑥)𝑑𝑞𝑛(𝑡)

𝑑𝑡

+ 𝑘∑𝑊𝑛

𝑛=1

(𝑥)𝑞𝑛(𝑡) = 𝑓(𝑡)

(58)

Dari persamaan getaran bebas harmonik, diperoleh persamaan (59).

𝐸𝐼𝑑4𝑊(𝑥)

𝑑𝑥4= 𝑚𝜔2𝑊(𝑥) (59)

Dengan mode getar 𝑊𝑛(𝑥) memenuhi persamaan (59), persamaan (58) dapat ditulis

menjadi persamaan (60).

𝑚∑𝜔𝑛2

𝑛=1

𝑊𝑛(𝑥)𝑞𝑛(𝑡) + 𝑚∑𝑊𝑛

𝑛=1

(𝑥)𝑑2𝑞𝑛(𝑡)

𝑑𝑡2+ 𝑐∑𝑊𝑛

𝑛=1

(𝑥)𝑑𝑞𝑛(𝑡)

𝑑𝑡

+ 𝑘∑𝑊𝑛

𝑛=1

(𝑥)𝑞𝑛(𝑡) = 𝑓(𝑡)

(60)

Kalikan persamaan (60) dengan 𝑊𝑛(𝑥) dan diintegralkan dari 0 sampai 𝑙, lalu

terapkan kondisi ortogonalitas, yang menyatakan bahwa

∫ 𝑚𝑙

0

𝑊𝑛2(𝑥) 𝑑𝑥 = 1 (61)

maka persamaan (60) berubah menjadi persamaan (62).

Page 47: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

44

𝑑2𝑞𝑛(𝑡)

𝑑𝑡2+𝑐

𝑚

𝑑𝑞𝑛(𝑡)

𝑑𝑡+ (

𝑘

𝑚+ 𝜔𝑛

2) 𝑞𝑛(𝑡) = 𝑄𝑛(𝑡) (62)

𝑄𝑛(𝑡) = ∫ 𝑊𝑛

𝑙

0

(𝑥)𝑓(𝑡) 𝑑𝑥 (63)

Dari persamaan (62), 𝜔𝑛 merupakan frekuensi alami pada tunnel SFT dan

√𝑘/𝑚 adalah frekuensi alami akibat keberadaan tali tambat. Pada SFT dengan

tumpuan sederhana, frekuensi alaminya dinyatakan dengan persamaan (64).

𝜔𝑛 = (𝑛𝜋

𝑙)2

√𝐸𝐼

𝑚+ √

𝑘

𝑚 (64)

Persamaan (62) merupakan persamaan diferensial biasa, sehingga dapat

diselesaikan secara numerik. Pada studi ini digunakan metode Newmark dengan

parameter 𝛼 = 1/6 dan 𝛽 = 1/2 untuk memperoleh solusi 𝑞𝑛(𝑡). Selanjutnya

untuk memperoleh solusi displacement, substitusikan nilai 𝑞𝑛(𝑡) ke persamaan

(56). Jika solusi displacement telah diperoleh, momen bending dapat diperoleh

menggunakan persamaan (65).

𝑀(𝑥, 𝑡) = 𝐸𝐼𝜕2𝑤(𝑥, 𝑡)

𝜕𝑥2 (65)

2.5.2. Metode Elemen Hingga (FEM)

Metode elemen hingga (FEM) adalah sebuah metode numerik yang dapat

digunakan untuk mencari solusi permasalahan statis atau dinamik pada struktur

yang kompleks. Metode ini membagi struktur menjadi beberapa bagian yang

disebut elemen. Di setiap ujung atau sisi elemen terdapat node yang memiliki nilai

(displacement, temperatur, kecepatan dan lain-lain). Pada analisis solid mekanik

nilai masing-masing node adalah displacement. Solusi dari model SFT sebagai

beam Euler-Bernoulli dapat diperoleh menggunakan metode FEM. Secara teknis,

Page 48: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

45

metode FEM mengubah persamaan gerak SFT (55) yang merupakan persamaan

diferensial parsial menjadi persamaan diferensial biasa (66).

[𝑀]�̈⃗�𝑛(𝑡) + [𝐶]�̇⃗�𝑛(𝑡) + [𝐾]�⃗�𝑛(𝑡) = �⃗�(𝑡) (66)

Di mana [𝑀], [𝐶] dan [𝐾] masing-masing adalah matriks massa, redaman dan

kekakuan. �̈⃗�𝑛, �̇⃗�𝑛 dan �⃗�𝑛 masing-masing adalah vektor percepatan, kecepatan dan

displacement. �⃗� merupakan vektor gaya node.

Melalui metode FEM, SFT dibagi menjadi 𝑛 segmen elemen beam seperti

ditunjukkan pada Gambar 22. Setiap elemen memiliki panjang 𝑙 = 𝐿/𝑛 dan

memiliki dua node, setiap node memiliki dua arah derajat kebebasan yaitu arah

translasi dan arah rotasi. Bentuk elemen beam ditunjukkan pada Gambar 23.

𝑞1, 𝑞2, 𝑞3 dan 𝑞4 merupakan displacement node.

Gambar 22. Pemodelan elemen hingga struktur SFT (Lin et al., 2018).

Gambar 23. Elemen beam dengan derajat kebebasan (Singiresu S. Rao, 2017).

Page 49: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

46

Secara analitik, mode getar pada beam tersusun dari penjumlahan fungsi

sinusoidal, seperti yang sudah dibahas pada metode MSM. Melalui metode FEM

dilakukan pendekatan menggunakan persamaan polinomial, seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 24. Solusi diasumsikan sebagai bentuk polinomial yang

tersusun dari 4 suku seperti yang dinyatakan dengan persamaan (67).

Gambar 24. Pendekatan polinomial, (a) Pendekatan linier, (b) Pendekatan kuadrat

(Singiresu S. Rao, 2017).

𝑤(𝑥, 𝑡) = 𝑎0 + 𝑎1𝑥 + 𝑎2𝑥2 + 𝑎3𝑥

3 (67)

Dikarenakan elemen beam memiliki 4 derajat kebebasan, maka jumlah suku

pada persamaan (67) berjumlah 4. 𝑎0, 𝑎1, 𝑎2, 𝑎3 adalah konstanta yang dinyatakan

dalam bentuk displacement node. Diketahui kondisi batas pada beam tumpuan

sederhana dinyatakan dengan persamaan (68).

{

𝑤(0, 𝑡) = 𝑞1(𝑡)𝜕𝑤

𝜕𝑥(0, 𝑡) = 𝑞2(𝑡)

𝑤(𝑙, 𝑡) = 𝑞3(𝑡)𝜕𝑤

𝜕𝑥(𝑙, 𝑡) = 𝑞4(𝑡)

(68)

Substitusikan kondisi batas pada persamaan (68) ke (67) sehingga diperoleh nilai

konstanta 𝑎0, 𝑎1, 𝑎2, 𝑎3 seperti yang dinyatakan dengan persamaan (69).

Page 50: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

47

{

𝑎0 = 𝑞1(𝑡)

𝑎1 = 𝑞2(𝑡)

𝑎2 =1

𝑙2(−3𝑞1(𝑡) − 2𝑞2(𝑡)𝑙 + 3𝑞3(𝑡) − 𝑞4(𝑡)𝑙)

𝑎3 =1

𝑙3(2𝑞1(𝑡) + 𝑞2(𝑡)𝑙 − 2𝑞3(𝑡) + 𝑞4(𝑡)𝑙)

(69)

Jika nilai konstanta sudah diperoleh, selanjutnya substitusikan persamaan

(69) ke persamaan (67) dan kumpulkan koefisien 𝑞(𝑡), sehingga diperoleh

persamaan (70).

𝑤(𝑥, 𝑡) = 𝑁1(𝑥)𝑞1(𝑡) + 𝑁2(𝑥)𝑞2(𝑡) + 𝑁3(𝑥)𝑞3(𝑡) + 𝑁4(𝑥)𝑞4(𝑡) (70)

Persamaan (70) dapat ditulis dalam bentuk matriks seperti yang dinyatakan dengan

persamaan (71).

𝑤(𝑥, 𝑡) = [𝑁1(𝑥) 𝑁2(𝑥) 𝑁3(𝑥) 𝑁4(𝑥)]

{

𝑞1(𝑡)

𝑞2(𝑡)

𝑞3(𝑡)

𝑞4(𝑡)}

= [𝑁(𝑥)] �⃗�(𝑡) (71)

Di mana �⃗�(𝑡) menyatakan vektor displacement node dari setiap elemen dan [𝑁(𝑥)]

adalah matriks fungsi bentuk (shape function). Nilai dari elemen matriks fungsi

bentuk adalah sebagai berikut.

{

𝑁1(𝑥) = 1 − 3 (

𝑥

𝑙)2

+ 2(𝑥

𝑙)3

𝑁2(𝑥) = 𝑥 − 2𝑙 (𝑥

𝑙)2

+ 𝑙 (𝑥

𝑙)3

𝑁3(𝑥) = 3 (𝑥

𝑙)2

− 2(𝑥

𝑙)3

𝑁4(𝑥) = −𝑙 (𝑥

𝑙)2

+ 𝑙 (𝑥

𝑙)3

(72)

Matriks fungsi bentuk (shape function) digunakan untuk menemukan

matriks massa, kekakuan dan redaman. Metode energi digunakan untuk

mendapatkan ketiga matriks tersebut. Matriks massa didapatkan dengan

Page 51: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

48

mempertimbangkan energi kinetik dari elemen beam dengan panjang 𝑙. Energi

kinetik dinyatakan dengan persamaan (73).

𝑇 =1

2�̃�∫ (�̇�)2𝑑𝑥

𝑙

0

=1

2�̃�∫ �̇⃗�(𝑡)𝑇 [𝑁(𝑥)]𝑇 [𝑁(𝑥)] �̇⃗�(𝑡)𝑑𝑥

𝑙

0

=1

2�̇⃗�(𝑡)𝑇�̃�∫ [𝑁(𝑥)]𝑇 [𝑁(𝑥)] 𝑑𝑥

𝑙

0

�̇⃗�(𝑡)

=1

2 �̇⃗�(𝑡)𝑇[𝑀] �̇⃗�(𝑡) (73)

Dari persamaan (73) diperoleh matriks massa sebagai berikut.

[𝑀] = �̃�∫ [𝑁(𝑥)]𝑇 [𝑁(𝑥)] 𝑑𝑥𝑙

0

(74)

Dengan disubstitusikannya matriks fungsi bentuk [𝑁(𝑥)] ke persamaan (74),

didapat elemen matriks massa sebagai berikut.

[𝑀] =�̃�𝑙

420[

156 22𝑙22𝑙 4𝑙2

54 −13𝑙13𝑙 −3𝑙2

54 13𝑙−13𝑙 −3𝑙2

156 −22𝑙−22𝑙 4𝑙2

] (75)

Kekakuan dari struktur SFT dihasilkan oleh tabung dan tali tambat. Karena

SFT dianalogikan sebagai BOEF, matriks kekakuan didapatkan dengan

mengombinasikan matriks kekakuan bending dan kekakuan tali tambat (Frydrýšek

et al., 2013; Tiwari & Kuppa, 2014). Matriks kekakuan bending diperoleh dengan

mempertimbangkan energi regangan (strain energy) pada elemen beam. Energi

regangan dinyatakan dengan persamaan (76).

𝑈 =1

2𝐸𝐼 ∫ (𝑤′′)2

𝑙

0

𝑑𝑥

=1

2𝐸𝐼 ∫ �⃗�(𝑡)𝑇 [𝑁(𝑥)]′′

𝑇 [𝑁(𝑥)]′′ �⃗�(𝑡)

𝑙

0

𝑑𝑥

Page 52: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

49

=1

2�⃗�(𝑡)𝑇 𝐸𝐼 ∫ [𝑁(𝑥)]′′

𝑇 [𝑁(𝑥)]′′ 𝑑𝑥

𝑙

0

�⃗�(𝑡)

=1

2�⃗�(𝑡)𝑇 [𝐾𝑏] �⃗�(𝑡) (76)

Dari persamaan (76) diperoleh matriks kekakuan bending sebagai berikut.

[𝐾𝑏] = 𝐸𝐼 ∫ [𝑁(𝑥)]′′𝑇 [𝑁(𝑥)]′′ 𝑑𝑥

𝑙

0

(77)

Dengan disubstitusikannya matriks fungsi bentuk [𝑁(𝑥)] ke (77), didapat elemen

matriks kekakuan bending sebagai berikut.

[𝐾𝑏] = 𝐸𝐼

𝑙3[

12 6𝑙6𝑙 4𝑙2

−12 6𝑙−6𝑙 2𝑙2

−12 −6𝑙6𝑙 2𝑙2

12 −6𝑙−6𝑙 4𝑙2

] (78)

Matriks kekakuan tali tambat juga diperoleh dengan mempertimbangkan energi

regangan yang dinyatakan dengan persamaan (79).

𝑈 =1

2�̃� ∫ (𝑤′′)2

𝑙

0

𝑑𝑥

=1

2�̃� ∫ �⃗�(𝑡)𝑇 [𝑁(𝑥)]′′

𝑇 [𝑁(𝑥)]′′ �⃗�(𝑡)

𝑙

0

𝑑𝑥

=1

2�⃗�(𝑡)𝑇 �̃� ∫ [𝑁(𝑥)]′′

𝑇 [𝑁(𝑥)]′′ 𝑑𝑥

𝑙

0

�⃗�(𝑡)

=1

2�⃗�(𝑡)𝑇 [𝐾𝑡] �⃗�(𝑡) (79)

Dengan disubstitusikannya matriks fungsi bentuk [𝑁(𝑥)] ke (79), didapat elemen

matriks kekakuan tali tambat sebagai berikut.

Page 53: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

50

[𝐾𝑡] =

[ 13𝑙�̃�

35⁄11𝑙2�̃�

210⁄

11𝑙2�̃�210⁄ 𝑙3�̃�

105⁄

9𝑙�̃�70⁄ −13𝑙

2�̃�420⁄

13𝑙2�̃�420⁄ − 𝑙

3�̃�140⁄

9𝑙�̃�70⁄

13𝑙2�̃�420⁄

−13𝑙2�̃�

420⁄ − 𝑙3�̃�

140⁄

13𝑙�̃�35⁄ −11𝑙

2�̃�210⁄

−11𝑙2�̃�

210⁄ 𝑙3�̃�105⁄ ]

(80)

Matriks kekakuan struktur SFT [𝐾] didapatkan dengan menjumlahkan [𝐾𝑏] dan

[𝐾𝑡].

[𝐾] = [𝐾𝑏] + [𝐾𝑡] (81)

Dikarenakan SFT merupakan struktur bawah laut, maka kehadiran fluida di

sekitar SFT perlu diperhitungkan. Fluida di sekitar SFT menimbulkan efek redaman

viscous. Karena keterbatasan untuk mengukur redaman viscous pada SFT, maka

berdasarkan hasil penelitian digunakan redaman struktural yang berasal dari

material struktur SFT. Redaman dapat bersumber dari gesekan antar lapisan beton

dan baja atau bahkan dari beton itu sendiri. Material Struktur SFT yang terbuat dari

beton memiliki rasio redaman sebesar 0,8 % (Schack, 2017). Beberapa penelitian

mengasumsikan rasio redaman sebesar 0,25 % (Long et al., 2009; Muhammad et

al., 2017). Metode yang digunakan untuk mencari matriks redaman adalah metode

redaman Rayleigh. Metode ini menghitung redaman struktural sebagai kombinasi

antara redaman proporsional massa dan kekakuan. Redaman Rayleigh di

dinyatakan dengan persamaan (82). Hubungan antara redaman Rayleigh terhadap

rasio redaman ditunjukkan pada Gambar 25.

[𝐶] = 𝛼[𝑀] + 𝛽[𝐾] (82)

Berdasarkan Gambar 25, redaman Rayleigh ditentukan berdasarkan dua

mode getar yang berbeda. Masing-masing mode getar memiliki frekuensi alami

(𝜔1, 𝜔2) dan rasio redaman (ζ1, ζ2) yang berbeda. Rasio redaman untuk setiap mode

Page 54: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

51

dari SFT tidak tersedia. Tapi diketahui bahwa rasio redaman untuk mode pertama

dan kedua hampir sama, sehingga pada perhitungan ini nilai ζ1 ≈ ζ2 = 0,8%. Nilai

koefisien redaman 𝛼 dan 𝛽 dinyatakan dengan persamaan (83) (Muhammad et al.,

2017).

Gambar 25. Pembagian daerah redaman Rayleigh (Cook, 1995).

𝛼 = ζ2𝜔𝑖𝜔𝑗

𝜔𝑖+𝜔𝑗 , 𝛽 = ζ

2

𝜔𝑖+𝜔𝑗 (83)

Gaya akibat massa, redaman, dan kekakuan telah diubah menjadi persamaan

diferensial biasa. Gaya hidrodinamik yang terdistribusi sepanjang SFT perlu diubah

menjadi persamaan diferensial biasa dengan cara mengalikan dengan matriks fungsi

bentuk dan diintegralkan sepanjang 𝑙. Vektor gaya node dinyatakan pada

persamaan berikut.

�⃗�(𝑡) = ∫ [𝑁(𝑥)]𝑇 𝑓(𝑥, 𝑡) 𝑑𝑥𝑙

0

(84)

Jika semua matriks elemen dan vektor gaya node pada persamaan (66)

sudah diketahui, solusi numerik diperoleh dengan melakukan integrasi secara

langsung menggunakan metode Newmark atau Runge Kutta orde ke-4.

Page 55: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

III. METODE PENELITIAN

Pengujian eksperimental dan simulasi numerik dilakukan untuk

mendapatkan respon dinamik struktur SFT akibat gaya ombak. Pada bab ini dibahas

mengenai tempat, waktu penelitian, alat, bahan, parameter, prosedur pengujian dan

simulasi. Pengaturan eksperimen pada percobaan, metode numerik dan tahapan

pemrograman untuk mendapatkan solusi numerik dijelaskan pada bab ini.

Secara garis besar, penelitian dibagi ke dalam dua bidang pengamatan.

Pengamatan pertama dilakukan untuk mengetahui pengaruh gaya hidrodinamik

pada segmen tabung lurus dan lengkung yang dilakukan secara eksperimental dan

simulasi numerik. Pengamatan kedua dilakukan untuk mengetahui respon dinamik

struktur kontinu SFT yang disimulasikan menggunakan program komputer.

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian berupa eksperimen dan simulasi numerik dilaksanakan

di Laboratorium Mekanika Struktur, Jurusan Teknik Mesin, Universitas Lampung.

Total rentang waktu penelitian dilaksanakan selama 7 bulan dimulai dari September

2020 hingga April 2021. Timeline penelitian ditunjukkan pada Gambar 26.

Page 56: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

54

3.2. Bahan dan Alat

Berdasarkan kegiatan penelitian yang dilakukan, pada penelitian ini

dilakukan eksperimen dan simulasi numerik. Berikut ini adalah bahan dan alat yang

digunakan.

3.2.1. Spesimen Uji

Spesimen uji berupa segmen tabung lurus dan lengkung terbuat dari bahan

pipa PVC seperti yang ditunjukkan pada Gambar 27. Keempat silinder memiliki

diameter 2 inci dan panjang 50 cm. Terdapat tiga segmen tabung lengkung yang

masing-masing memiliki jari-jari kelengkungan sebesar 400, 800 dan 1200 mm.

Gambar 27. Segmen tabung lurus dan lengkung

Page 57: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

55

3.2.2. Kolam Pembangkit Ombak

Kolam pembangkit ombak ditunjukkan pada Gambar 28. Kolam

pembangkit ombak berfungsi untuk menghasilkan ombak dengan frekuensi dan

amplitudo sesuai kebutuhan. Kolam tersebut memiliki dimensi panjang 200 cm,

lebar 60 cm, tinggi 80 cm dan kedalaman 44 cm. Terdapat pembangkit ombak yang

terdiri dari motor listrik, gearbox, sistem transmisi, poros, bearing dan pendulum

seperti yang ditunjukkan pada Gambar 28. Untuk mengatur posisi dan kedalaman

spesimen, kolam pembangkit ombak dilengkapi dengan sebuah holder seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 29.

Gambar 28. Kolam pembangkit ombak.

Gambar 29. Holder penjepit segmen tabung.

Page 58: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

56

3.2.3. Alat Ukur dan Perangkat Akuisisi Data

Perangkat akuisisi data berfungsi untuk mengubah data keluaran dari alat

ukur gaya yang berupa beda potensial menjadi data digital sehingga dapat

dianalisis. Perangkat akuisisi data terdiri dari load cell, amplifier, microcontroller

dan komputer yang terangkai seperti ditunjukkan pada Gambar 30. Load cell

berfungsi untuk mengukur gaya ombak. Amplifier berfungsi sebagai penguat sinyal

dari load cell agar terbaca oleh microcontroller. Selanjutnya data beda potensial

diubah menjadi data digital oleh microcontroller. Komputer digunakan sebagai

pengolahan dan visualisasi data digital.

Gambar 30. Rangkaian akuisisi data.

3.2.4. Software Simulasi Numerik

Simulasi numerik dilakukan dengan menggunakan bantuan software

ANSYS 2020 R2 Fluent dan Matlab. ANSYS digunakan untuk melakukan simulasi

segmen tabung yang kondisinya dirupakan seperti kondisi eksperimen. Matlab

digunakan untuk membuat program FEM dan MSM guna memperoleh solusi

numerik struktur kontinu SFT. Perintah program Matlab dapat dilihat pada

LAMPIRAN B.

Page 59: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

57

3.3. Parameter

Terdapat empat kategori parameter, yaitu parameter ombak, parameter

koefisien gaya hidrodinamik, parameter segmen tabung dan parameter struktur

kontinu. Nilai dari tiap parameter dijelaskan melalui subbab berikut ini.

3.3.1. Parameter Ombak

Terdapat empat parameter ombak yang dibutuhkan untuk menganalisis gaya

hidrodinamik, yaitu tinggi ombak, periode ombak, panjang ombak dan kedalaman

air. Definisi keempat parameter tersebut dijelaskan pada subbab 2.2.1. Parameter

ombak skala laboratorium diketahui melalui pengukuran pada kolam pembangkit

ombak. Sedangkan parameter ombak mengacu pada kondisi ombak di Danau

Qiandao, China (Mazzolani et al., 2008; Muhammad et al., 2017). Tabel 2 berisikan

informasi nilai dari parameter ombak pada penelitian ini.

Pada Tabel 2 nilai parameter ombak dibedakan menjadi dua macam, yaitu

skala laboratorium dan kondisi di lapangan. Parameter ombak skala laboratorium

digunakan untuk pengujian eksperimen segmen tabung. Sedangkan parameter

ombak di Danau Qiandao, China digunakan untuk simulasi numerik struktur

kontinu SFT.

Tabel 2. Parameter Ombak

Parameter Skala

Laboratorium

Danau Qiandao,

China Satuan

Tinggi ombak 0,023 1 m

Periode ombak 0,59 2,3 s

Panjang ombak 0,558 6,28 m

Kedalaman 0,6 30 m

Page 60: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

(a)

(b)

Gambar 15. (a) Geometry, mesh, and boundary condition (b) Top view of model

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1.Kinematika Partikel Air

Pada riset ini karakteristik gelombang diasumsikan sesuai dengan teori Airy. Teori ini dibuat

dengan gerakan ombak yang diasumsikan yang cukup kecil sehingga kondisi free surface-nya

dapat dilinearisasi. Profil dari gelombang Airy dapat ditentukan dengan menggunakan

Persamaan (1) [26], dimana adalah … dan H adalah tinggi gelombang, sebagaimana yang

terlihat pada Gambar 16.

(53)

Page 61: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

Gambar 16. Variabel Gelombang dan Spesimen.

Kinematika partikel fluida pada posisi dekat dengan permukaan air, memiliki kecepatan

dan percepatan aliran yang jauh lebih besar dibandingkan dengan posisi yang lebih dalam,

seperti yang dinyatakan pada persamaan Error! Reference source not found., ((7) dan

konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya [27] . Pada setiap kedalaman z, kecepatan

partikel air bersifat harmonik seperti yang ditunjukkan pada Gambar Fungsi hiperbolik

menyebabkan pengurangan kecepatan secara eksponensial dari permukaan air sampai dasar

laut.

(a) (b)

Gambar 17. Kinematika partikel fluida terhadap kedalaman (a) Velocity and (b)

Acceleration)

Page 62: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

Gambar 18 Variasi kecepatan partikel air terhadap kedalaman [28].

4.2. Gaya Gelombang dan Verifikasi metode pada silinder lurus

Gambar 191 menunjukkan perbandingan gaya hidrodinamik pada segmen tabung

lurus yang diperoleh secara eksperimen, simulasi dan perhitungan analitik. Pembandingan

dilakukan untuk memastikan pengaturan eksperimen dan simulasi sudah tepat dan hasilnya

mendekati solusi analitik. Pengujian dilakukan pada segmen tabung lurus berdiameter 2 inci,

dengan variasi kedalaman H1, H2 dan H3 yang masing-masing berlokasi 100 mm, 200 mm

dan 300 mm di bawah permukaan air. Sedangkan perhitungan analitik diperoleh dengan

menerapkan persamaan Morison Error! Reference source not found..

(a)

Page 63: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

(b)

(c)

Gambar 191. Perbandingan gaya hidrodinamik secara eksperimental dan analitik, (a)

kedalaman H1, (b) kedalaman H2, (c) kedalaman H3

Gaya hidrodinamik pada kedalaman H1 yang ditampilkan Gambar 191(a)

memperlihatkan bahwa hasil uji eksperimen memiliki gaya yang lebih besar dibandingkan

dengan perhitungan analitik dan simulasi . Hal ini terjadi karena tingkat keakuratan sensor

dan beberapa gangguan (noise) saat dilakukan pengujian seperti getaran motor listrik yang

ikut terbaca oleh load cell. Hal serupa juga ditunjukkan Gambar 191(b) yang menampilkan

Gaya hidrodinamik pada kedalaman H2. Berdasarkan hasil yang ditampilkan, perbedaan nilai

gaya dan sudut fase (phase angle) dari kedalaman H1 dan H2 tidak signifikan.

Pada Gambar 191(c) ditampilkan gaya hidrodinamik pada kedalaman H3. Berbeda

dengan kedalaman H1 dan H2, pada kedalaman H3 gaya hasil uji eksperimen lebih kecil

dibandingkan dengan hasil simulasi dan perhitungan analitik. Hal ini dikarenakan pengombak

menghasilkan gaya yang kecil pada kedalaman H3. Secara kasat mata, dapat dilihat bahwa

bentuk gelombang hasil uji eksperimen pada Gambar 191(c) mengalami deformasi, tidak

Page 64: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

seperti pada Gambar 191(a) dan (b) yang gelombang eksperimen dan analitik terlihat

seragam.

Dari ketiga pengujian, hasil simulasi menampilkan nilai yang hampir sama dengan

perhitungan analitik. Hal ini terjadi karena, ANSYS menjalankan simulasi berdasarkan

metode finite volume yang merupakan pendekatan dari persamaan analitik. Sedangkan uji

eksperimen menunjukkan hasil yang konsisten dan cukup baik pada kedalaman H1 dan H2.

Hal ini dikarenakan pada kedalaman air yang dekat dengan permukaan air, pembangkit

ombak menghasilkan ombak cukup baik. Pada kedalaman H3 pembangkit ombak

menghasilkan ombak yang kurang konsisten.

Berdasarkan hasil pengujian dan simulasi segmen tabung lurus dengan variasi

kedalaman yang dibandingkan dengan hasil perhitungan analitik, dapat dinyatakan bahwa

pengaturan eksperimen dan simulasi sudah benar. Selanjutnya untuk menguji segmen tabung

lengkung, dapat digunakan pengaturan eksperimen dan simulasi dari pengujian segmen

tabung lurus.

4.3 Pengaruh Radius Kelengkungan terhadap Gaya

Gambar menunjukkan grafik pengaruh diameter kelengkungan terhadap gaya

hidrodinamik maksimal yang diperoleh secara eksperimen dan simulasi. Dilakukan

eksperimen dan simulasi pada kedalaman 100 mm, 200 mm dan 300 mm di bawah

permukaan air. Segmen tabung yang digunakan berdiameter 2 inci dengan 3 variasi

kelengkungan pada uji eksperimen dan 5 variasi kelengkungan pada simulasi.

(a) (b)

Page 65: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

(c)

Gambar 20. Pengaruh radius kelengkungan terhadap gaya, (a) kedalaman 100 mm, (b)

kedalaman 200 mm, (c) kedalaman 300 mm

Gambar (a) dan (b) menampilkan pengaruh radius kelengkungan pada kedalaman 100

mm dan 200 mm. Pada kedua kedalaman tersebut, terlihat bahwa semakin kecil radius

kelengkungan atau semakin melengkung suatu segmen tabung, gaya yang diterima semakin

kecil. Kecenderungan ini selaras dengan hasil eksperimen maupun simulasi. Pada Gambar (a)

terlihat hasil eksperimen memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan hasil simulasi.

Perbedaan ini disebabkan oleh ketidaksesuaian pemodelan pada tahap simulasi dengan

kondisi kolam pembangkit ombak. Hal ini seperti yang ditampilkan Gambar 191(a) pada

pengujian pipa lurus dengan kedalaman yang sama menunjukkan gaya hidrodinamik hasil

eksperimen lebih besar dibandingkan hasil simulasi.

Gambar (c) menampilkan pengaruh radius kelengkungan pada kedalaman 300 mm.

Hasil uji eksperimen menampilkan kecenderungan yang selaras dengan Gambar (a) dan (b) di

mana semakin kecil radius kelengkungan, gaya yang diterima semakin kecil. Sedangkan pada

hasil simulasi menunjukkan kecenderungan yang konstan. Hal ini disebabkan karena

ketidaksesuaian pemodelan pada tahap simulasi, sehingga tidak dapat merepresentasikan

kondisi ombak pada kedalaman 300 mm. Di mana besarnya ombak pada kedalaman 300 mm

berbeda signifikan dengan ombak kedalaman 100 mm.

Berdasarkan hasil eksperimen dan simulasi yang ditampilkan Gambar , dapat

dinyatakan bahwa radius kelengkungan segmen tabung berbanding lurus terhadap gaya

hidrodinamik. Sehingga dalam penerapan konstruksi struktur silinder bawah laut, perlu

mempertimbangkan faktor kelengkungan.

Page 66: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

4.4. Pengaruh Kedalaman terhadap Gaya

Gambar menampilkan grafik pengaruh kedalaman terhadap gaya hidrodinamik

maksimal yang diperoleh secara eksperimen dan simulasi. Eksperimen dan simulasi

dilakukan pada segmen tabung berdiameter 2 inci dengan radius kelengkungan 400 mm, 800

m , 1200 mm dan segmen tabung lurus. Eksperimen dan simulasi dilakukan pada variasi

kedalaman 100 mm, 200 mm dan 300 mm di bawah permukaan air.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 21. Pengaruh kedalaman terhadap gaya, (a) radius 400 mm, (b) radius 800 mm, (c)

radius 1200 mm, (d) segmen tabung lurus

Gambar (a) – (d) menampilkan pengaruh kedalaman terhadap gaya hidrodinamik pada

segmen tabung dengan radius kelengkungan 400 mm, 800 mm, 1200 mm dan segmen tabung

lurus. Dari keempat gambar menunjukkan hasil yang selaras di mana semakin dalam suatu

Page 67: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

segmen tabung diletakkan, maka gaya hidrodinamik yang diterima semakin kecil. Hal ini

dapat dilihat pada kecenderungan keempat grafik baik pada segmen tabung lurus dan

lengkung. Dari keempat grafik, hasil pengujian eksperimen dan simulasi pada kedalaman 200

mm dan 300 mm menunjukkan hasil yang dekat. Sementara itu pengujian eksperimen pada

kedalaman 100 mm menunjukkan perbedaan yang lebih besar dibandingkan dengan dua

kedalaman lainnya. Hal ini dapat disebabkan karena ketidaksesuaian profil pembangkit

ombak dengan teori ombak linier atau ketidaksesuaian pemodelan pada tahap simulasi.

Pengaruh kedalaman yang dihasilkan baik secara eksperimen maupun simulasi sesuai

dengan persamaan gaya morison Error! Reference source not found., di mana besarnya

gaya hidrodinamik berbanding lurus terhadap kecepatan dan percepatan partikel air. Pada

persamaan kinematika partikel air Error! Reference source not found. - Error! Reference

source not found. menyatakan bahwa semakin dalam semakin rendah kedalaman suatu

silinder, maka kecepatan dan percepatan partikel air semakin kecil. Sehingga kedalaman

suatu segmen tabung di bawah permukaan air berbanding terbalik dengan gaya hidrodinamik

yang diterimanya, sesuai seperti yang ditampilkan pada Gambar .

4.5. Pengaruh Diameter terhadap Gaya

Gambar 22. Pengaruh diameter terhadap gaya

Page 68: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

Gambar menampilkan grafik pengaruh diameter segmen tabung terhadap gaya

hidrodinamik maksimal yang diperoleh secara simulasi. Simulasi dilakukan pada segmen

tabung berdiameter 1 - 3 inci dengan radius kelengkungan 400 mm, 600 mm, 800 m , 1000

mm,1200 mm dan tabung lurus.

Pada Gambar terlihat bahwa setiap kelengkungan menunjukkan kecenderungan yang

sama. Besarnya diameter tabung berbanding lurus dengan gaya hidrodinamik yang diterima

segmen tabung. Hubungan ini sesuai dengan persamaan gaya morison Error! Reference

source not found., di mana semakin besar diameter atau semakin luas penampang segmen

tabung, maka gaya seret dan inersia yang diterima semakin besar. Semakin besar diameter,

dihasilkan luas permukaan yang semakin besar, sehingga gaya dorongan gelombang yang

bekerja pada silinder semakin besar.

Berdasarkan Gambar , dapat dilihat bahwa meskipun semakin besar diameter

menghasilkan gaya yang semakin besar, silinder lengkung memiliki keunggulan

dibandingkan silinder lurus, di mana gaya yang diterimanya lebih kecil. Hal ini sesuai dengan

pembahasan subbab 4.3. Dapat dinyatakan bahwa semakin kecil diameter dan kelengkungan

suatu segmen tabung maka semakin kecil gaya hidrodinamik yang diperoleh.

4. 6. Numerical Example

Gambar 23. Rancangan SFT

Pada studi ini digunakan model prototipe SFT yang terdapat di Danau Qiandao, China

yang merujuk dari penelitian Mazzolani (2008) dan Muhammad (2017) sebagai studi kasus

Page 69: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

Gambar 23). Dilakukan sedikit perubahan pada konfigurasi tali tambat, pada dua penelitian

sebelumnya, digunakan tali tambat lurus dan kombinasai antara tali tambat lurus dan miring,

pada penelitian ini digunakan tali tambat miring sepanjang SFT. Hal ini dilakukan karena

belum digunakan pada dua penelitian sebelumnya. Skema tunnel dan konfigurasi tali tambat

ditampilkan pada Gambar .

Gambar 24 Konfigurasi Tali Tambat

Terdapat beberapa parameter vital yang mempengaruhi respon dinamik SFT, yaitu

parameter tunnel, tali tambat dan ombak. Pada studi ini dilakukan variasi kedalaman SFT dari

permukaan laut, sudut kemiringan dan kerapatan tali tambat seperti yang ditunjukkan pada

tabel Tabel 1 - Tabel 3

Tabel 1. Parameter Tunnel

Parameter Sa

tuan Nilai

Panjang 100 Luas area 5,1

Momen inersia

12,3

Massa jenis 2451

Modulus elastisitas

Tabel 2. Parameter Tali Tambat

Parameter Satuan

Nilai

Diameter 0,06 Masa jenis 7850

Momen Inersia

Page 70: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

Modulus elastisitas

Sudut tali tambat

0

15

30

45

Jarak tali tambat

15

20

25

30

Tabel 3. Parameter Ombak

Parameter Sa

tuan N

ilai

Tinggi ombak 1

Periode 2

,3

Kedalaman 3

0

Massa jenis 1

050

Koefisien seret 1 Koefisien inersia 2

Jarak SFT ke permukaan

2

5

10

4.6. Modal Analysis

Karakteristik getaran, seperti mode getar dan frekuensi alami SFT dapat diperoleh

melalui analisis modal, baik dengan metode MSM maupun FEM. Gambar 22 menunjukkan

perbandingan empat mode getar pertama yang diperoleh dari metode MSM dan FEM. Mode

getar yang dihasilkan dari kedua metode relatif sama pada mode getar rendah, namun

semakin berbeda pada mode getar tinggi. Metode MSM dapat digunakan sampai mode getar

tak terhingga karena merupakan solusi analitik, sedangkan metode FEM valid pada modus

getar rendah. Frekuensi alami di antara kedua metode dapat dilihat pada Gambar 23 dan

perbedaan untuk setiap mode dapat dilihat pada Tabel 4.

Page 71: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

Gambar 22. Perbandingan mode getar pertama metode FEM dan MSM

Gambar 23. Perbandingan frekuensi alami metode FEM dan MSM

Tabel 4. Frekuensi Alami pada 20 Mode Pertama

Mode

MSM (Hz)

FEM (Hz)

Mode

MSM (Hz)

FEM (Hz)

Error (5)

1 0.82 0.62 11 69.28 74.98

2 2.53 2.30 12 82.40 91.40

3 5.38 5.14 13 96.66 110.64

4 9.38 9.15 14 112.06

133.08

5 14.51 14.32 15 128.61

159.16

6 20.79 20.70 16 146.29

189.01

Page 72: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

7 28.20 28.35 17 165.12

221.79

8 36.76 37.35 18 185.09

254.39

9 46.46 47.77 19 206.19

280.11

10 57.30 63.32 20 228.44

290.17

4.7. Displacement

Gambar menunjukkan hasil perbandingan displacement antara metode FEM dan MSM.

Gambar (a) & (b) menampilkan kontur displacement kedua metode. Kedu metode dapat

mengambarkan displacement secara keseluruhan, tetapi hasil dari metode MSM lebih baik

karena menghasilkan kontur yang lebih halus sepanjang arah longitudinal. Hal ini disebabkan

bahwa solusi domain ruang (space domain) yang merepresentasikan arah longitudinal pada

metode MSM diselesaikan secara analitik, sedanagkan pada metode FEM diselesaikan secara

pendekatan numerik yang keakuratannya bergantung pada banyaknya node yang dipakai.

(a)

(b)

Page 73: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

(c)

Gambar 27. Displacement (a) Kontur displacement MSM, (b) Kontur displacement FEM, (c)

Perbandingan Midspan displacement

Gambar (c) menunjukkan perbandingan displacement SFT pada posisi midspan arah

horizontal antara metode FEM dan MSM. Ditampilkan displacement selama 30 detik selama

proses pembebanan berlangsung. Dengan meninjau 10 nilai puncak (peak) displacement

pertama, perbedaannya dapat dilihat pada Tabel 5. Pada puncak ke-6 dan ke-7 terdapat

perbedaan diatas 5% sedangkan lainnya dibawah 5%. Hal ini menunjukkan bahwa antara

metode FEM dan MSM memiliki hasil yang tidak berbeda secara signifikan. Displacement

maksimum metode FEM adalah 0,0488 m dan metode MSM adalah 0,0489 m, hal ini tidak

berbeda jauh dengan yang dihasilkan tidak berbeda jauh dengan displacement maksimum

hasil penelitian Muhammad (dengan model tunnel yang sama) adalah 0,046 m (2017).

Tabel 5. Perbedaan Nilai Puncak Displacement

Puncak

FEM (m)

MSM (m) Perbedaan

(%)

1 0.0488 0.0489 0.17

2 0.0475 0.0465 2.19

3 0.0436 0.0424 2.83

4 0.0385 0.0383 0.66

5 0.0340 0.0356 4.60

6 0.0325 0.0353 7.96

7 0.0342 0.0362 5.72

8 0.0361 0.0371 2.68 9 0.0371 0.0374 0.96

10 0.0371 0.0374 0.74

Jika diperhatikan pada Gambar , terllihat amplitudo getaran mengalami penurunan

selama 10 detik pertama. Setelah 10 detik, amplitudo terlihat konstan sampai akhir. Hal ini

disebabkan oleh rasio redaman yang digunakan pada analisis ini sebesar 0,8 %. Dapat

dikatakan bahwa kehadiran redaman viscous akibat fluida dan redaman struktural pada beton

Page 74: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

dapat memberikan keuntungan karena mengurangi amplitudo getaran walaupun tidak

signifikan.

4.8. Gaya Hidrodinamik

Gaya ombak dikalkulasikan menggunakan persamaan Morison dengan metode FEM.

Gaya didistribusikan ke setip nodal menggunakan persamaan Error! Reference source not

found., dengan demikian gaya yang bekerja ekivalen terhadap gaya terdistribusi. Gambar

menunjukkan gaya hidrodinamik yang bekerja pada SFT, yang didominasi oleh gaya inersia,

dengan gaya seret maksimum terhadap inersia maksimum ( )

) adalah 0.0055.

Dominasi gaya inersia disebabkan karena perbandingan diameter SFT dan panjang ombak

( ) adalah 0,69 dimana jika maka komponen gaya inersia lebih dominan dan

efek difraksi diabaikan (Sundar, 2016, p. 156). Pada kondisi ini dinilai sudah tepat untuk

menggunakan persamaan Morison untuk menghitung gaya hidrodinamik karena wilayah

ombak yang dominan inersia dan mengabaikkan efek difraksi.

Gambar 28. Gaya hidrodinamik

Page 75: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

4.9. Momen Bending

Gambar 24. Perbandingan momen bending statik dan dinamik

Momen bending pada struktur SFT dapat diperoleh melalui persamaan Error!

Reference source not found. dan ditampilkan pada Gambar 24 dan Tabel 6. Berdasarkan

prinsip Euler Bernoulli beam, dihasilkan momen bending positif dan negatif akibat

pembebanan dinamik. Jika dibandingkan dengan pembebanan statik, momen bending

dinamik lebih besar jika tidak menyertakan redaman, hal ini disebabkan oleh efek dari

inersia. Apabila menyertakan redaman, momen bending dinamik lebih kecil dibandingkan

statik. Dengan rasio redaman sebesar 0.8%, hal ini memberikan keuntungan karena

mengurangi momen bending dinamik. Walaupun momen bending dinamik berkurang dengan

pengaruh redaman, tetapi akibat perulangan yang terus menerus dapat menyebabkan

tegangan yang bergantian (alternate stress) pada kedua sisi SFT. Dengan adanya sedikit

keretakkan, dapat mengurangi kekuatan material, kebocoran bahkan kegagalan fatig.

Tabel 6. Perbandingan Momen Statik dan Dinamik

Statik

(kNm)

Dinamik (kNm)

Teredam Tanpa

redaman

Max

Min

-

Berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh Muhammad, momen bending maksimum

adalah sedangkan pada studi ini dihasilkan (Muhammad

et al., 2017). Hal ini menunjukkan bahwa dengan memodelkan SFT sebagai beam pada

fondasi elastis yang dilakukan pada studi ini, memberikan hasil yang mendekati dengan SFT

Page 76: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

yang dimodelkan sebagai beam pada struktur elatis atau sistim diskrit pada studi yang

dilakuakn oleh Muhammad.

Pada bagian ini akan dibahas terkait dengan efek parameter yang berpengaruh

terhadap SFT diantaranya adalah, kedalaman instalasi, kemiringan tali tambat dan kerapatan

tali tambat.

4.11. Efek Kedalaman

Gambar 5. Pengaruh efek kedalaman terhadap midspan displacement

Kedalaman instalasi SFT menentukan bagaimana SFT menerima beban, metode

konstruksi dan keamanan. Ketiga aspek tersebut erat kaitanyya dengan displacement SFT.

Efek kedalaman instalasi SFT terhadap displacement dapat dilihat pada Gambar 5.

Ditampilkan displacement pada kedalaman 2 m, 5 m dan 10 m di bawah permukaan air.

Terlihat bahwa perbedaan kedalaman memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

displacement. Diketahui bahwa SFT yang paling dekat dengan permukaan memiliki

displacement yang paling besar. Hal ini disebabkan oleh kinematika partikel fluida pada

posisi dekat dengan permukaan air, memiliki kecepatan dan percepatan aliran yang jauh lebih

besar dibandingkan dengan posisi yang lebih dalam, seperti yang dinyatakan pada persamaan

Error! Reference source not found., ((7) dan konsisten dengan hasil penelitian dari Chen

(2018b) dan Paik (2004a).

Page 77: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

Gambar 6. Variasi kinematika paertikel fluida terhadap kedalaman

Variasai kecepatan dan percepatan partikel fluida terhadap kedalaman ditunjukkan

pada Gambar . Kecepatan dan percepatan partikel fluida berpengaruh langsung terhadap gaya

eksternal yang bekerja pada SFT seperti dinyatakan persamaan Morison, sehingga semakin

besar gaya eksternal yang diterima, semakin besar displacement yang terjadi pada SFT. Dari

variasi displacement terhadap kedalaman yang diketahui maka dapat dikatakan bahwa

instalasi SFT harus mempertimbangkan kedalaman dengan menghindari posisi yang dekat

dengan permukaan air dan perlu diperhatikan faktor keamanan serta tekanan hidrostatis pada

pemasangan yang cukup dalam.

Page 78: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

4.12. Efek Kemiringan Tali Tambat

(a) (b)

Gambar 7. Pengaruh kemiringan tali tambat terhadap midspan displacement

Kemiringan tali tambat merupakan parameter struktural yang berpengaruh terhadap

stabilitas struktur SFT. Pada studi ini divariasikan kemiringan tali tambat dari sampai .

Gambar 7(a) menunjukkan efek kemiringan tali tambat terhadap displacement selama 30

detik pembebanan. Dari gambar terlihat bahwa SFT tanpa kemiringan tali tambat atau

memiliki displacement yang paling besar. Sedangkan SFT dengan kemiringan tali tambat

memiliki displacement yang paling besar. Dapat dikatakan bahwa semakin besar kemiringan

tali tambat maka displacement yang dihasilkan semakin kecil, seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 7(b). Hal ini disebabkan karena kemiringan tali tambat menentukan seberapa besar

kekakuan tali tambat, seperti yang dinyatakan pada persamaan ((21). Sehingga semakin kaku

tali tambat maka displacement semakin kecil. Hal ini selaras dengan hasil beberapa penelitian

yang dilakukan oleh Chen (2018b), Long (2009) dan Lin (2018b).

Dari variasi tali tambat yang ditunjukkan Gambar 7 maka dapat dikatakan bahwa

kemiringan tali tambat yang semakin besar dapat mengurangi displacement horizontal.

Dalam konstruksi SFT semakin besar kemiringan tali tambat maka semakin panjang tali

tambat yang dibutuhkan, hal ini akan meningkatkan terhadap biaya konstruksi apalagi pada

Page 79: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

kondisi perairan yang cukup dalam. Sehingga penentuan kemiringan tali tambat pada SFT

perlu mempertimbangkan biaya dan kondisi perairan.

4.13. Efek Kerapatan Tali Tambat

(a) (b)

Gambar 8. Pengaruh jarak tali tambat terhadap midspan displacement

Pengaruh kerapatan tali tambat terhadap midspan displacement ditunjukkan pada

Gambar 8. Pada studi ini divariasikan dengan jarak tali tambat sebesar 15 m, 20 m, 25 m dan

30 m. Dari Gambar 8 terlihat bahwa semakin rapat tali tambat pada SFT, displacement yang

dihasilkan semakin kecil. Hal ini disebabkan karena kerapatan tali tambat mempengaruhi

kekakuan tali tambat, seperti yang dinyatakan pada persamaan ((12). Sehingga semakin kecil

jarak tali tambat maka semakin besar kekakuan yang dihasilkan. Dalam konstruksi SFT

jumlah tali tambat selain menentukan stabilitas respon dinamik SFT, biaya konstruksi juga

dipengaruhi oleh kerapatan tali tambat. Semakin rapat tali tambat, tentu jumlah tali tambat

semakin banyak dan meningkatkan biaya konstruksi.

Page 80: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang didapat dari penelitian ini, yaitu:

a. Kelengkungan bentang silinder mempengaruhi gaya yang bekerja pada

silinder ketika silinder menerima gangguan gelombang. Semakin kecil radius

kelengkungan maka gaya akan semakin kecil.

b. Diameter pada silinder melengkung berpengaruh pada luas permukaan silinder

yang menerima gangguan gelombang. Dengan begitu gaya akan semakin besar

apabila diameter semakin besar.

c. Kedalaman posisi silinder melengkung mempengaruhi besar gaya yang

bekerja pada silinder. Semaikin dalam posisi silinder maka gangguan

gelombang akan semakin kecil maka gaya akan semakin kecil.

d. Beda besar gaya yang datang dari sisi cembung dan cekung silinder paling

besar di kedalaman h1.

5.2. Saran

Untuk pengembangan penelitian selanjutnya, perlu dilakukan variasi variable

yang lebih konfrehensif dan pengembangan metode penelitian yang dilengkapi

dengan alat ukur yang lebih akurat.

Page 81: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

DAFTAR PUSTAKA

Akgün, M. A. (1993). A new family of mode-superposition methods for response

calculations. Journal of Sound and Vibration, 167(2), 289–302.

Bathe, K.-J. (2014). Finite Element Procedures (2nd ed). Prentice-Hall.

Budiman, E. (2017). Construction challenge of submerged floating tunnel in indonesia. Jurnal

Teknologi Sipil, 1(2), 1–7.

Chen, Z., Xiang, Y., Lin, H., & Yang, Y. (2018a). Coupled vibration analysis of submerged

floating tunnel system in wave and current. Applied Sciences, 8(8), 1311.

https://doi.org/10.3390/app8081311

Chen, Z., Xiang, Y., Lin, H., & Yang, Y. (2018b). Coupled vibration analysis of submerged

floating tunnel system in wave and current. Applied Sciences, 8(8), 1311.

https://doi.org/10.3390/app8081311

Frydrýšek, K., Jančo, R., & Gondek, H. (2013). Solutions of beams, frames and 3D structures

on elastic foundation using FEM. International Journal of Mechanics, 7, 362–369.

Ge, F., Lu, W., Wu, X., & Hong, Y. (2010). Fluid-structure interaction of submerged floating

tunnel in wave field. Procedia Engineering, 4, 263–271.

https://doi.org/10.1016/j.proeng.2010.08.030

Hong, Y., & Ge, F. (2010). Dynamic response and structural integrity of submerged floating

tunnel due to hydrodynamic load and accidental load. ISAB-2010, 4, 35–50.

https://doi.org/10.1016/j.proeng.2010.08.006

Jin, C., & Kim, M.-H. (2018). Time-Domain Hydro-Elastic Analysis of a SFT (Submerged

Floating Tunnel) with Mooring Lines under Extreme Wave and Seismic Excitations.

Applied Sciences, 8(12), 2386. https://doi.org/10.3390/app8122386

Kunisu, H. (2010). Evaluation of wave force acting on submerged floating tunnels. Procedia

Engineering, 4, 99–105. https://doi.org/10.1016/j.proeng.2010.08.012

Lin, H., Xiang, Y., & Yang, Y. (2019). Vehicle-tunnel coupled vibration analysis of

submerged floating tunnel due to tether parametric excitation. Marine Structures, 67,

102646. https://doi.org/10.1016/j.marstruc.2019.102646

Lin, H., Xiang, Y., Yang, Y., & Chen, Z. (2018a). Dynamic response analysis for submerged

floating tunnel due to fluid-vehicle-tunnel interaction. Ocean Engineering, 166, 290–

301. https://doi.org/10.1016/j.oceaneng.2018.08.023

Lin, H., Xiang, Y., Yang, Y., & Chen, Z. (2018b). Dynamic response analysis for submerged

floating tunnel due to fluid-vehicle-tunnel interaction. Ocean Engineering, 166, 290–

301. https://doi.org/10.1016/j.oceaneng.2018.08.023

Page 82: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

Long, X., Ge, F., Wang, L., & Hong, Y. (2009). Effects of fundamental structure parameters

on dynamic responses of submerged floating tunnel under hydrodynamic loads. Acta

Mechanica Sinica, 25(3), 335–344. https://doi.org/10.1007/s10409-009-0233-y

Martinelli, L., Barbella, G., & Feriani, A. (2011). A numerical procedure for simulating the

multi-support seismic response of submerged floating tunnels anchored by cables.

Engineering Structures, 33(10), 2850–2860.

https://doi.org/10.1016/j.engstruct.2011.06.009

Mazzolani, F. M., Landolfo, R., Faggiano, B., Esposto, M., Perotti, F., & Barbella, G. (2008).

Structural Analyses of the Submerged Floating Tunnel Prototype in Qiandao Lake

(PR of China). Advances in Structural Engineering, 11(4), 439–454.

https://doi.org/10.1260/136943308785836862

Morison, J., Johnson, J., Schaaf, S., & others. (1950). The force exerted by surface waves on

piles. Journal of Petroleum Technology, 2(05), 149–154.

Muhammad, N., Ullah, Z., & Choi, D.-H. (2017). Performance evaluation of submerged

floating tunnel subjected to hydrodynamic and seismic excitations. Applied Sciences,

7(11), 1122. https://doi.org/10.3390/app7111122

Østlid, H. (2010). When is SFT competitive? Procedia Engineering, 4, 3–11.

https://doi.org/10.1016/j.proeng.2010.08.003

Paik, I. Y., Oh, C. K., Kwon, J. S., & Chang, S. P. (2004a). Analysis of wave force induced

dynamic response of submerged floating tunnel. KSCE Journal of Civil Engineering,

8(5), 543–550.

Paik, I. Y., Oh, C. K., Kwon, J. S., & Chang, S. P. (2004b). Analysis of wave force induced

dynamic response of submerged floating tunnel. KSCE Journal of Civil Engineering,

8(5), 543–550. https://doi.org/10.1007/BF02899580

Parth, A. (2015). Submerged Floating Tunnels for Aquatourism [Texas A&M University].

http://oatd.org/oatd/record?record=handle\:1969.1\%2F156280&q=parth

Rao, S. S. (2017a). Mechanical Vibrations. Pearson Education, Incorporated.

Rao, S. S. (2017b). The finite element method in engineering (6th edition). Elsevier.

Remseth, S., Leira, B. J., Okstad, K. M., Mathisen, K. M., & Hauk\aas, T. (1999). Dynamic

response and fluid/structure interaction of submerged floating tunnels. Computers &

Structures, 72(4–5), 659–685.

Sarpkaya, T. (2010). Wave forces on offshore structures. Cambridge university press.

Sato, M., Kanie, S., & Mikami, T. (2007). Structural modeling of beams on elastic

foundations with elasticity couplings. Mechanics Research Communications, 34(5–6),

451–459. https://doi.org/10.1016/j.mechrescom.2007.04.001

Sato, M., Kanie, S., & Mikami, T. (2008a). Mathematical analogy of a beam on elastic

supports as a beam on elastic foundation. Applied Mathematical Modelling, 32(5),

688–699. https://doi.org/10.1016/j.apm.2007.02.002

Page 83: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA UNIVERSITAS …

Sato, M., Kanie, S., & Mikami, T. (2008b). Mathematical analogy of a beam on elastic

supports as a beam on elastic foundation. Applied Mathematical Modelling, 32(5),

688–699. https://doi.org/10.1016/j.apm.2007.02.002

Schack, M. H. von. (2017). Dynamic Load Effects on a Submerged Floating Tube Bridge

with emphasis on Vortex-induced Vibrations. NTNU.

Seo, S., Mun, H., Lee, J., & Kim, J. (2015). Simplified analysis for estimation of the behavior

of a submerged floating tunnel in waves and experimental verification. Marine

Structures, 44, 142–158.

Sundar, V. (2016). Ocean Wave Mechanics: Applications in Marine Structures. John Wiley

& Sons Ltd.

Tariverdilo, S., Mirzapour, J., Shahmardani, M., Shabani, R., & Gheyretmand, C. (2011).

Vibration of submerged floating tunnels due to moving loads. Applied Mathematical

Modelling, 35(11), 5413–5425. https://doi.org/10.1016/j.apm.2011.04.038

Thomson, W. T. (2018). Theory of vibration with applications. CrC Press.

Tiwari, K., & Kuppa, R. (2014). Overview of methods of analysis of beams on elastic

foundation. IOSR Journal of Mechanical and Civil Engineering, 11(5), 22–29.

Yuan, Z., Man-sheng, D., Hao, D., & Long-chang, Y. (2016). Displacement response of

submerged floating tunnel tube due to single moving load. Proceedings of

International Symposium on Submerged Floating Tunnels and Underwater Tunnel

Structures (SUFTUS-2016), 166, 143–151.

https://doi.org/10.1016/j.proeng.2016.11.577