Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
LAPORAN AKHIR PENELITIAN
KEEFEKTIFAN CENDAWAN ENTOMOPATOGEN
LECANICILLIUM LECANII (ZARE & GAMS) TERHADAP
APHIS CRACCIVORA KOCH
Oleh
Sempurna Br Ginting, SP, M.Si. NIDN. 0023058204 (Ketua)
Ir. Nadrawati, M.P. NIDN. 0012046011 (Anggota)
Ir. Tri Sunardi, M.P. NIDN. 0028045603 (Anggota)
Dibiayai oleh :
Dana DIPA Universitas Bengkulu Tahun Anggaran 2014
Nomor: SP DIPA-23.04.2.415310/2014 Tanggal 5 Desember 2013
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
TAHUN 2014
DANA BNBP
iii
iv
v
RINGKASAN
Aphis craccivora Koch merupakan salah satu hama penting pada tanaman kacang
panjang, disamping mengisap cairan tanaman hama ini merupakan vektor virus, sehingga
menimbulkan kerugian secara ekonomis pada tanaman yang dibudidayakan. Cendawan
entomopatogen Lecanicillium lecanii merupakan salah satu agen hayati yang berpotensi untuk
mengendalikan berbagai jenis hama, dan aman terhadap lingkungan. Berdasarkan hal tersebut
perlu dilakukan uji keefektifan L. lecanii terhadap A. craccivora.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai
keefektifan cendawan entomopatogen L. lecanii dan tingkat kerapatan konidia yang efektif
mengendalikan A. craccivora. Langkah pencapaian tujuan tersebut adalah menguji
patogenesitasnya dengan berbagai kerapatan konidia di Laboratorium.
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan maka didapatkan cendawan
konsentrasi L. lecanii 10 8 konidia/ml efektif mematikan A. craccifora sebesar 83,33 persen,
dengan LC 75 0,27 x 10 8 konidia/ml.
vi
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas izinnya-Nya laporan
akhir kegiatan penelitian ini dapat diselesaikan. Kegiatan penelitian ini dilakukan di
laboratorium Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Tujuan kegiatan ini
adalah untuk mendapatkan konsentrasi Lecanium lecanii yang efektif terhadap A. craccivora.
Dengan terselesaikannya laporan ini, kami selaku tim pelaksana penelitian menyampaikan
banyak terima kasih kepada:
1. Universitas Bengkulu telah memberikan dana dalam penelitian ini.
2. Lembaga Penelitian Universitas Bengkulu
3. Pihak – pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan kegiatan ini.
Kami sangat mengharap kegiatan penelitian ini ada manfaatnya dalam mengendalikan
hama berwawasan lingkugan.
Bengkulu, Desember 2014
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
RINGKASAN
PRAKATA
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cendawan entomopatogen L. lecanii
2.2. Kutu daun A. craccivora Koch
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1. Perbanyakan Cendawan entomopatogen
L. lecanii
3.2. Perkembangbiakkan Serangga A. craccivora
3.3. Uji kerapatan konidia L. lecanii terhadap
A. craccivora
3.4. Variabel yang diamati
3.5. Analisis data
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
...........................
...........................
...........................
...........................
............................
...........................
...........................
...........................
...........................
...........................
...........................
...........................
...........................
...........................
...........................
...........................
...........................
...........................
...........................
...........................
...........................
Halaman
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
1
1
2
3
3
6
8
8
8
8
9
9
10
13
viii
DAFTAR TABEL
Tabel
1. Rerata mortalitas A. craccivora setelah
diperlakukan dengan berbagai konsentrasi /
kerapatan konidia L. lecanii
...........................
Halaman
10
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1. Gejala A. craccivora yang terinfeksi L.lecanii
2. Laju mortalitas A. craccivora oleh cendawan L
lecanii dengan berbagai kerapatan konidia
...........................
...........................
Halaman
11
11
1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Aphis craccivora Koch merupakan salah satu hama utama pada kacang panjang
(Mudjiono, Trustinah dan Kasno, 1999). Kehilangan hasil akibat hama tersebut dapat mencapai
65,87% (Prabaningrum, 1996). Selain menyebabkan kerusakan secara langsung, A.
craccivora juga berperan sebagai vektor virus, sehingga kerusakan yang diakibatkan bisa lebih
tinggi lagi. Masalah lainnya aphid juga menghasilkan embun madu (honeydew) merupakan
media yang sesuai bagi pertumbuhan embun jelaga sehingga menghambat fotosintesis (Nyoike
et al. 2008).
A. craccivora hidup berkoloni di bawah permukaan daun atau sela-sela daun. Serangga
ini menyerang dengan cara menusukkan stiletnya dan mengisap cairan sel tanaman
menyebabkan pucuk atau daun tanaman keriput, daun tumbuh tidak normal, keriting dan
menggulung. Pengendalian yang telah dilakukan umumnya dengan mengunakan insekisida
sehingga menyebabkan terjadinya resistensi terhadap insektisida. Menurut undang-undang
Republik Indonesia nomor 13 tahun 2010 pasal 32 menjelaskan bahwa pengendali OPT
agar dilakukan dengan ramah lingkungan. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan
alternatif pengendalian lain yang tidak berdampak negatif terhadap lingkungan serta sekaligus
murah. Pengendalian biologis dengan memanfaatkan musuh alami merupakan alternatif
pengendalian yang paling aman dan sangat direkomendasikan.
Cendawan entomopatogen merupakan salah satu musuh alami yang saat ini sedang
dikembangkan. Beberapa keunggulan dari cendawan tersebut adalah mudah dikembangkan
dengan harga murah, efektif mengendalikan hama, dapat tersebar luas setelah bersporulasi pada
inang sasaran dan dapat bertahan pada kondisi yang tidak menguntungkan. Lecanicillium
lecanii merupakan salah satu jenis cendawan entomopatogen yang mampu menginfeksi
beberapa jenis serangga inang meliputi ordo Homoptera, Orthoptera, Hemiptera, Lepidoptera,
Thysanoptera, Coleoptera, dan Lepidoptera dengan tingkat mortalitas yang sangat bervariasi
(Lacey et al. 2008).
Keberhasilan pengendalian hama menggunakan cendawan entomopatogen ditentukan
oleh efektifitas cendawan tersebut serta jumlah konidianya, Kerapatan konidia yang
dibutuhkan untuk mengendalikan hama bergantung pada jenis dan populasi hama yang akan
dikendalikan (Prayogo 2009). Menurut Wang et al. (2007) L. lecanii dengan kerapatan konidia
108/ml menyebabkan mortalitas Bemisia tabaci mencapai 98%.
2
Prayogo (2012) juga melaporkan kerapatan konidia L. lecanii 107/ml mampu
menyebabkan mortalitas B. tabaci 100%. Sementara itu informasi mengenai jumlah konidia
cendawan L. lecanii yang optimal untuk mengendalikan A. craccivora belum didapatkan,
sehingga Keefektifan cendawan entomopatogen Lecanicillium Lecanii (Zare & Gams)
terhadap Aphis craccivora Koch perlu dilakukan.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mendapatkan informasi keefektifan L. lecanii terhadap A. craccivora.
2. Mendapatkan tingkat kerapatan konidia cendawan L. lecanii yang efektif untuk
mengendalikan A. craccivora .
3. Mendapatkan nilai Lethal Concentration (LC75) A. craccivora akibat aplikasi L. lecanii.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1. Cendawan Entomopatogen Lecanicillium lecanii
Cendawan Lecanicillium lecanii (Zimm.) (Viegas) Zare & Gams digolongkan divisi
Deuteromycotina kelas Hyphomycetes yang tergolong imperfect fungi atau cendawan yang
memiliki siklus tidak sempurna. L. lecanii merupakan cendawan entomopatogen yang pertama
kali ditemukan oleh Zimmermann pada tahun 1898 dengan nama Chephalosporium lecanii.
Pada tahun 1939, Viegas mengubah nama menjadi Verticillium lecanii berdasarkan studi
kisaran inang (Kouvelis et al. 1999). Pengamatan lebih lanjut terhadap sifat morfologi dan
analisis molekuler, cendawan tersebut berubah nama menjadi L.lecanii sampai sekarang (Zare
& Gams 2001).
Karakteristik L. lecanii adalah koloni cendawan bewarna putih pucat dengan diameter
berkisar 4,0-7,3 cm setelah 20 hari inokulasi pada media PDA (potato dextrose agar).
Konidiofor berbentuk fialid (whorls) seperti huruf V, setiap konidiofor memproduksi 5-10
konidia yang terbungkus dalam kantong lendir. Konidia berbentuk silinder hingga elips, terdiri
dari satu sel, tidak bewarna (hialin), dan berukuran 1,9-2,2 x 5,0-6,1 μm .
Cendawan entomopatogen memerlukan kelembaban yang tinggi untuk tumbuh dan
berkembang, hal tersebut diperlukan selama proses pembentukan tabung kecambah (germ
tube), sebelum terjadi penetrasi ke integumen serangga. Cendawan L. lecanii tumbuh baik pada
suhu 18-30ºC dan kelembaban minimal 80%. Pada kelembaban lebih dari 90% cendawan
tumbuh sangat baik . Cendawan L. lecanii mampu hidup pada bahan organik yang mati dalam
rentang waktu yang sangat panjang (Tanada & Kaya 1993).
Keefektifan cendawan emtomopatogen terhadap serangga dipengaruhi oleh antara lain
asal isolat, kerapatan konidia, umur dan stadia perkembangan inang, dan juga waktu aplikasi
(Prayogo 2009). Salah satu faktor lain yang mempengaruhi keefektifan cendawan
entomopatogen dalam mengendalikan hama adalah tingkat virulensi isolat. Virulensi antar
isolat cendawan entomopatogen disebabkan karena adanya keragaman intraspesies. Hal ini
disebabkan isolat yang diperoleh dari lokasi yang sama tetapi dari jenis serangga yang berbeda
atau sebaliknya, yaitu isolat dari lokasi yang berbeda tetapi dari jenis serangga yang sama
dimungkinkan memiliki karakter yang berbeda baik secara fisiologis maupun genetis.
Cendawan entomopatogen sebagai agens biokontrol akan dapat mengurangi populasi hama dan
kerusakan yang ditimbulkan di agrosistem yang berbeda (Inglis et al. 2001).
Perbedaan media pertumbuhan yang digunakan untuk produksi massal tergantung pada
kebutuhan nutrisi cendawan entomopatogen yang digunakan. Metarhizium anisopliae
(Metschnikoff) dapat ditumbuhkan pada media beras, bulir padi atau jagung. Media yang
4
digunakan akan mempengaruhi produksi konidia dari cendawan entomopatogen. Nutrisi
merupakan substansi yang digunakan sebagai biosintesis dan energi pembebasan yang
menyajikan faktor utama dalam viabilitas, kelangsungan hidup, dan keberlanjutan organisme.
Selain itu, pertumbuhan miselia dan spora pada media buatan tergantung pada isolat cendawan
yang digunakan dan komponen yang digunakan dalam media. Pada umumnya, untuk
menyelesaikan secara lengkap siklus hidup cendawan entomopatogen, maka kebanyakan
patogen harus kontak dengan inangnya, masuk ke dalam tubuh inang, reproduksi di dalam satu
atau lebih jaringan inang dan mempunyai propagul untuk kontak dan menginfeksi inang baru.
Dalam biologi patogen terdapat proses yang meliputi kontak dengan inang, penetrasi inang,
reproduksi, keluarnya propagul patogen dari inang dan penyebaran dan persistensi propagul
patogen di lingkungan (Boucias dan Pendland 1998) .
2.2. Kutu daun Aphis craccivora Koch.
Aphis craccivora Koch berbentuk seperti buah peer, panjang sekitar 1,8 - 2,3 mm dan
lunak. Bagian mulut terdiri atas stilet yang tajam untuk menusuk tanaman dan mengisap cairan.
Aphis hidup secara bergerombol pada daun dan tunas muda. Aphis dewasa dapat menghasilkan
2- 20 anak setiap hari dan bila keadaan baik daur hidupnya mencapai 2 minggu (Pracaya, 2008).
Aphid mulai muncul pada saat tanaman masih muda, dan memperoleh makanan serta
bereproduksi pada bagian tanaman yang yang sedang tumbuh dibandingkan dengan bagian-
bagian yang sudah dewasa. Pada saat tanaman kacang panjang masih muda, aphid menyerang
bagian dari sulur yang masih muda (pucuk), dan seiring perkembangan tanaman, aphid akan
menyebar ke bagian lainnya. Umumnya aphid menyerang bagian pucuk-pucuk muda, batang,
bunga, daun, dan polong. Aphid muda dan aphid dewasa memperoleh makanan dengan
menghisap cairan sel tanaman. Telur berkembang di dalam induk dan keluar dalam bentuk
nimfa. Dalam beberapa hari nimfa mencapai stadia reproduksi. Imago dapat menghasilkan 2-
20 keturunan per hari pada kondisi yang sesuai (Hadiastono, 2004). Hal ini menyebabkan
kepadatan populasi aphid meningkat secara cepat. Pada awal-awal infestasi aphid dewasa tidak
mempunyai sayap dan bergerombol. Aphid bersayap muncul pada generasi selanjutnya dan
menyebar ke tanaman lainnya. Di daerah tropis reproduksi aphid terjadi tanpa perkawinan dan
sebagian besar koloni terdiri dari aphid betina. Laju pertumbuhan kutu daun dipengaruhi oleh
tingkat kelahiran, kematian, faktor lingkungan, kepadatan populasi dan perbandingan antara
serangga yang tidak produktif dengan yang masih produktif. Tingkat kelahiran dipengaruhi
oleh banyak faktor di antaranya kualitas dan kauntitas makanan. Tingkat kematian di pengaruhi
oleh musuh alami dan faktor iklim. Populasi kutu daun biasanya meningkat pada musim
5
kemarau dan berkurang pada musum hujan. Tingkat kepadatan populasi yang tinggi disertai
dengan menurunnya tingkat kualitas makanan akan merangsang terbentuknya populasi
bersayap yang berfungsi untuk migrasi sehingga dapat menurunkan kepadatan populasi
(Ulrichs, 2001).
BAB 3. METODE PENELITIAN
6
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian
Universitas Bengkulu dari bulan Juni sampai Desember 2014.
3.1. Perbanyakan Cendawan entomopatogen L. lecanii
Isolat L. lecanii diperoleh dari BALITKABI Malang dibiakkan dalam media beras
jagung. Beras jagung dikukus 15 menit kemudiaan dimasukkan ke dalam botol kaca, sterilisasi
30 menit dengan 2 kali pensterilan, selanjutnya didinginkan dan medium siap diinokulai
dengan L lecanii. Pada umur 21 hari setelah inokulasi (HSI), biakan cendawan yang ada di
dalam beras jagung dalam botol ditambahkan air akuades steril kemudian dikocok sampai
konidia terlepas dari medium. Selanjutnya dilakukan penyaringan, suspensi konidia cendawan
yang diperoleh dihitung menggunakan haemocytometer sehingga diperoleh kerapatan konidia
sesuai dengan perlakuan yang sudah ditentukan. Sebelum diaplikasikan ke serangga uji,
suspensi konidia ditambah larutan Tween 80 sebanyak 2 ml/L kemudian dikocok
menggunakan vortex selama 60 detik.
3.2. Perkembangbiakkan Serangga A. craccivora
A. craccivora dibiakkan pada tanaman kacang panjang yang ditanam pada polibag di
lapangan dan tanaman diindikasikan rentan terhadap serangan A. craccivora sepanjang musim.
Perkembangbiakkan serangga dilakukan terus menerus dan diupayakan serangga dapat tumbuh
dan berkembang secara optimal dengan tujuan dapat memperoleh populasi A. craccivora
dalam jumlah yang banyak dan umur yang seragam sebagai bahan penelitian.
3.3. Uji kerapatan konidia L. lecanii terhadap A. craccivora
Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap RAL dengan 5 perlakuan termasuk
kontrol dan 3 ulangan. Masing-masing unit percobaan digunakan 10 ekor nimfa. Kerapatan
konidia cendawan L. lecanii yang diaplikasikan adalah: 105, 106, 107, 108 konidia/ml dan
kontrol.
3.4. Variabel yang diamati
7
Peubah yang diamati adalah mortalitas A. craccivora yang mati terinfeksi cendawan
L. lecanii, yaitu ditandai dengan adanya kolonisasi cendawan L. lecanii pada tubuh A.
craccivora. Pengamatan terhadap mortalitas nimfa dilakukan setiap hari sampai 10 hari setelah
aplikasi.
Persentase mortalitas nimfa dihitung dengan menggunakan rumus :
M = A / B x 100 %
Keterangan :
M = Persentase mortalitas
A = Jumlah serangga yang mati terinfeksi cendawan
B = Jumlah serangga yang diuji
Apabila ditemukan nimfa mati pada perlakuan kontrol maka data dikoreksi dengan
menggunakan rumus Abbott’s :
P0 - Pc
P = x 100 %
100 - Pc
Keterangan :
P = Persentase serangga uji yang mati setelah dikoreksi
P0 = Persentase serangga uji yang mati pada perlakuan
Pc = Persentase serangga yang mati pada kontrol.
Untuk menentukan patogenesitas entomopatogen L. lecanii dengan konsentrasi letal
75% (LC75 ) maka data diolah dengan menggunakan analisis probit.
3.5. Analisis Data
Data mortalitas dianalisis menggunakan program SPSS. Apabila terdapat perbedaan
diantara perlakuan maka dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf nyata α = 0,05. Hubungan
kerapatan konidia dengan mortalitas diolah dengan analisis probit, dengan menggunakan
program POLO. Berdasarkan hasil analisis probit dapat diperoleh nilai LC75.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Berdasarkan hasil pengujian keefektifan cendawan L. lecanii pada A. craccivora,
ternyata dari keseluruhan kerapatan konidia yang diperlakukan yang paling efektif adalah
perlakuan L. lecanii dengan kerapatan 10 8 konidia/ml mematikan A. craccivora sebesar 80 %,
dan 10 7 konidia/ml sebesar 70 % (Tabel 1). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
beberapa peneliti sebelumnya yang menunjukkan adanya korelasi positif antara konsentrasi
konidia cendawan entomopatogen dengan mortalitas serangga uji. Semakin tinggi konsentrasi
konidia, semakin tinggi mortalitas serangga uji (Ladja et.al., 2011)
Aplikasi jamur L. lecanii menggunakan kerapatan tinggi diduga menyebabkan
kemampuan reproduksi serangga uji menurun karena banyaknya jumlah konidia yang
menginfeksi dan menetrasi ke tubuh serangga, sehingga sistem syaraf serangga terganggu.
Syaraf serangga memegang peranan sangat penting dalam mengatur semua proses aktivitas,
serangga yang mengalami gangguan sistem syarafnya akan mengacaukan semua perilaku
termasuk bereproduksi. Menurut Gindin et al. (2000) bahwa aktivitas serangga yang terinfeksi
jamur entomopatogen mengalami penurunan bahkan nafsu makan juga berhenti karena sistem
syaraf serangga terganggu.
Tabel 1. Rerata mortalitas A. craccivora setelah diperlakukan dengan berbagai konsentrasi /
kerapatan konidia L. lecanii
Kerapatan konidia/ml Mortalita A. craccivora (%)
Kontrol
105 konidia/ml
106 konidia/ml
107 konidia/ml
108 konidia/ml
0,0
36,67
43,33
70,00
83,33
a
b
b
b c
c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama adalah berbeda nyata
menurut DMRT 0,05
A. craccivora yang mati akibat infeksi L. lecanii ditandai oleh adanya miselia atau
konidia berwarna putih pada permukaan tubuh serangga, miselia berwarna putih mulai
menembus kutikula keluar tubuh serangga, kemudian berkembang dan akhirnya menutupi
seluruh tubuh serangga (Gambar 1). Pada umumnya, patogen ini memasuki tubuh serangga
inang melalui membran intersegmental, menyebar ke seluruh lapisan dinding tubuh dengan
bantuan enzim proteinase, lipase, dan kitinase (Ferron, 1985)
9
Gambar 1. Gejala A. craccivora yang terinfeksi L.lecanii
Laju mortalitas A. craccivora sangat dipengaruhi oleh tingkatan kerapatan cendawan
entomopatogen yang diperlakukan. Hal ini terlihat pada perbedaan bentuk grafik yang
dihasilkan (Gambar 2). Prayogo (2012) menyatakan bahwa waktu kematian serangga
dipengauhi oleh dosis/konsentrasi aplikasi dan virulensi cendawan.
Gambar 2. Laju mortalitas A. craccivora oleh cendawan L lecanii dengan berbagai kerapatan
konidia
Pada dasarnya, prinsip kerja cendawan entomopatogen tidak secepat insektisida sintetis
yang dapat secara langsung mematikan serangga target. Cendawan entomopatogen
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mematikan serangga target. Selama proses infeksi,
L. lecanii menghasilkan sejumlah toksin cyclosporin A. Antibiotik ini dapat menyebabkan
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
1 2 3 4 5 6 7 8
Mo
rtal
itas
A. c
racc
ivo
ra (
%)
Waktu kematian cendawan entomopatogen
10^konidia/ml
10^6 konidia/ml
10^7 konidia/ml
10^8 konidia/ml
10
gangguan pada fungsi hemolimfa dan nukleus serangga, sehingga mengakibatkan
pembengkakan yang disertai pengerasan pada serangga yang terinfeksi.
Berdasarkan hasil analisis probit diperoleh nilai konsentrasi cendawan L. lecanii yang
mematikan 75 persen A. craccivora (nilai LC75) adalah 0,27 x 10 8 konidia/ml. Penelitian
sebelumnya oleh Putra et.al., (2013) mengenai penggunaan L. lecanii pada B. tabaci dapat
mematikan 68,5 % pada jumlah konidia 10 8 /ml . Pada penelitian ini walaupun dengan
konsentrasi 0,27 x 10 8 konidia/ml sudah bisa mematikan 75 % A. craccivora namun perlu
dikaji pengaruh perlakuan cendawan tersebut terhadap populasi turunan serangga uji. Hasil
pengamatan selama penelitian ini berlangsung adalah perkembangan reproduksi A. craccivora
sangat cepat sehingga perlakuan dengan satu kali semprot masih memungkinkan bagi turunan
Aphid untuk berkembang.
11
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa
cendawan L. lecanii dengan konsentrasi 108 konidia/ml efektif mematikan A. craccivora
sebasar 83,33 %, dengan LC 75 adalah 0,27 x 10 8 konidia/ml.
Dari hasil penelitian ini perlu dilihat pengaruh perlakuan terhadap turunan A.
craccivora karena reproduksi A. craccivora tersebut sangat tinggi.
12
DAFTAR PUSTAKA
Boucias DG, Pendland JC. Principles of Insect Pathology. Kluwer Academic Publishers.
London. 1998.
Gindin G., N. U. Geschtovt, B. Raccah and I. Barash. 2000. Pathogenicity of Verticillium
lecanii to deferent development stages of the silverleaf whitefly Bemisia argentifolii.
Phytopar. 28;3;231-242.
Hadiastono, T. (2004). Pola sebaran vektor M. pesicae Sulz dan intensitas serangan potato
leaf roll virus pada tanaman kentang, Agrivita . 2004. 26(2).
Inglis GD, Goettel MS, Butt TM, Strasser H. Use of Hyphomycetous Fungi for Managing
Insect Pests. Di Dalam: Butt TM, Jackson CW, Magan N, editor. Fungi as Biocontrol
Agents: progress, problems and potential. CABI Publishing. London. 2001.
Kouvelis, V.N., Zare, R., Bridge, P.D. & Typas, M.A. Differentiation of mitochondrial
subgroups in the Verticillium lecanii species complex. Letters in Apll Microbiol,
28:263-268.
Ladja. F. T., T. Santoso dan E. Nurhayati (2011). Potensi Cendawan Entomopatogen
Verticillium lecanii dan Beauveria bassiana dalam mengendalikan wereng hijau dan
menekan intensitas penyakit tungro. Penelitian Pertanian Tanaman Vol. 30 N0. 2
Lacey, L.A., S.P. Wraight and A.A. Kirk. Entomopathogenic fungi for control of Bemisia
tabaci biotype B: Foreign Exploration Research and Implementation Biol Contr.
2008, 4: 33-69.
Moedjiono, Trustinah dan A. Kasno. (1999). Toleransi genotipe kacang panjang terhadap
komplek hama dan henyakit. Dalam Prosiding Simposium V PERIPI Jatim (Ed. S.
Ashari et al.). 1999, pp. 279-287. Universitas Brawijaya, Malang.
Nyoike, T.W., O.E. Liburd and S.E. Webb. (2008). Suppression of whiteflies Bemisia tabaci
(Homoptera: Aleyrodidae) and incidence of cucurbit leaf crumple virus, a whitefly-
transmitted virus of zucchlni squash new to Florida, with mulches and imidacloprid.
Florida Entomol. 91: 460-465.
Prabaningrum, L. (1996). Kehilangan hasil panen kacang panjang (Vigna sinensis Stikm)
akibat Serangan Kutu Kacang Aphis craccivora Koch. Prosiding Seminar Ilmiah
Nasional Komoditas Sayuran. 355-359.
Pracaya. (2008). Pengendalian Hama dan penyakit Tanaman secara Organik. Kanisius:
Yogyakarta.
Prayogo, Y. (2009). Kajian cendawan entomopatogen Lecanicillium lecanii (Zimm.) (Viegas)
Zare & Gams untuk menekan perkembangan telur hama pengisap polong kedelai
Riptortus linearis (F.) (Hemiptera: Alydidae). [disertasi]. Departemen Proteksi
Tanaman, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
13
Prayogo, Y. (2012). Keefektifan Cendawan Entomopatogen Lecanicillium lecanii (Zare &
Gams) terhadap Bemisia tabaci Gen. sebagai vektor soybean mosaic virus (SMV)
pada tanaman kedelai superman : Suara Perlindungan Tanaman. 2(1):11-21.
Putra, G.M., T. Hadiastono, , A. Afandhi dan Y. Prayogo. 2013. Patogenesitas jamur
entomopatogen Lecanicillium lecanii (Deuteromycotina: Hyphomycetes) terhadap
Bemisia tabaci (G.) sebagai vektor virus cowpea mild mottle virus pada tnaman kedelai.
Jurnal HPT. (1): 27-39.
Tanada Y, Kaya HK. (1993). Insect Pathology. Academic Press, INC. Harcourt Brace
Jovanovich Publisher. Sandiago.
Ulrichs, C. Cowpea Aphid. (2001). Aphis craccivora Koch, Sternorrhyncha : Aphididae,
AVRDC, Taiwan.
Wang, L., J. Huang, M. You, X. Guan and B. Liu. (2007). Toxicity and feeding deterence of
crude toxin extracts of Lecanicillium lecanii (Hyphomycetes) against sweet potato
whitefly Bemisia tabaci (Homoptera: Aleyrodidae). Pest Manag Sci. 63 (4):
381-387.
Zare, R. & Gams, W. A. (2001). Revision of Verticillium sect. Prostrata. IV The genera
Lecanicillium and Simplicillium gen. Nova Hedwigia. 73: 1-50.
14