Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN AKHIR TAHUNAN
KEGIATAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2017
(Periode 2016/2017)
(Dra. Hikmah Thoha, M.Si)
PUSAT PENELITIAN OSEANOGRAFI
LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
TAHUN 2017
Studi Fitoplankton Toksik di Cirebon dan Kepulauan Pangkajene, Sulawesi Selatan : Fokus Terhadap Pyrodinium var. compressum, Cochlodinium
polykrikoides, dan Alexandrium spp.
ii
PENGANTAR
Kegiatan ini merupakan kegiatan penelitian yang termasuk dalam sub-kegiatan
Progam Penelitian, Penguasaan, dan Pengembangan IPTEK Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) tahun 2017 dengan judul ; “Studi Fitoplankton Toksik di Cirebon dan Selat
Makassar : Fokus Terhadap Pyrodinium var. compressum, Cochlodinium polykrikoides, dan
Alexandrium spp”.
Tujuan penelitian ini untuk mempelajari komunitas dinoflagellata toksik di kolom
air dan di cyst bank yang ada di sedimen dasar perairan, mempelajari faktor yang
menyebabkan spesies tersebut mengalami ledakan populasi di area kajian, serta
mengetahui sebaran geografis spesies-spesies tersebut di Indonesia. Secara spesifik
penelitian ini merupakan bagian dari usaha mitigasi bencana HABs di perairan Indonesia
dengan memprediksi spesies fitoplankton toksik yang akan mengalami ledakan
berdasarkan hasil analisa cyst bank.. Sasaran dari penelitian ini adalah terkumpulnya data
struktur komunitas fitoplankton toksik dari kolom air dan cyst bank di dasar perairan,
didapatkannya kultur murni minimal 3 spesies fitoplankton toksik dari genus Pyrodinium,
Alexandrium, dan Cochlodinium, serta diketahuinya penyebab ledakan populasi spesies-
spesies tersebut di lokasi kajian. Sasaran spesifik dari penelitian ini adalah diketahuinya
pola distrbusi geografis dari spesies-spesies dinoflagellata toksik sebagai informasi penting
untuk mempelajari asal hadirnya spesies tersebut di area kajian.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Pimpinan Pusat Penelitian Oseanografi, Balai Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Air Payau Maros Sulawesi Selatan, TPI setempat, peneliti, teknisi dan tim
administrasi atas bantuan, kerjasama dan dukungannya dalam pelaksanaan kegiatan ini.
Jakarta, Desember 2017
Tim Peneliti
iii
TIM PENELITI :
1.
Dra. Hikmah Thoha, M.Si.
2. Nurul Fitriya, M.Si.
3. Ir. Tumpak Sidabutar, M.Sc
4. Oksto Ridho Sianturi, S.Kel
5. Dra. Yunia Witasari, M. St
Kontak : Dra. Hikmah Thoha, M.Si
196204031986022001
iv
DAFTAR ISI
PENGANTAR ................................................................................................................................. ii
TIM PENELITI :............................................................................................................................ iii
DAFTAR ISI .................................................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .......................................................................................................................... vi
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1
1. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
1. Permasalahan ................................................................................................................ 2
2. Tujuan dan Sasaran ....................................................................................................... 3
3. Hipotesis ....................................................................................................................... 3
2. Prosedur dan Metodologi ..................................................................................................... 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 6
1. Parameter Fisika dan Kimia ................................................................................................. 7
2. Diversitas Kista .................................................................................................................. 10
3. Karakteristik Sedimen Dasar ............................................................................................. 12
KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................................................... 15
1. Kesimpulan ........................................................................................................................ 15
2. Saran .................................................................................................................................. 15
REKAPITULASI PENGGUNAAN DANA................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 17
LAMPIRAN .................................................................................................................................. 19
Data dan analisis data................................................................................................................ 19
Tabel analisa ekstraksi kista .................................................................................................. 19
Rencana kerja tahun berikutnya (2018) .................................................................................... 20
Dokumentasi Kegiatan .............................................................................................................. 21
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Lokasi Stasiun Penelitian di Sukalila, Cirebon ……………………………………............ 6
Gambar 2. Lokasi Stasiun Penelitian di Kepulauan Pangkajene, Sulawesi Selatan………….. 7
Gambar 3. Grafik oksigen terlarut dari setiap stasiun di Cirebon………………………………… 8
Gambar 4. Grafik suhu permukaan dari setiap stasiun di Cirebon ………………………………. 8
Gambar 5. Grafik oksigen terlarut dari setiap stasiun di Kepulauan Pangkajene………….... 9
Gambar 6. Grafik suhu permukaan dari setiap stasiun di Kepulauan Pangkajene………….. 10
Gambar 7. Kista dinoflagellata dalam sedimen di Cirebon…………………………………………... 10
Gambar 8. Kista dinoflagellata dalam sedimen di Kepulauan Pangkajene…………………….. 11
Gambar 9. Empty cysts dari Cirebon (kiri) dan Kepulauan Pangkajene (kanan)................... 12
Gambar 10. Karakter sedimen dasar laut di PK 11............................................................................. 13
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Ukuran butiran sedimen dasar di perairan Cirebon....................................................... 12
Tabel 2. Ukuran butiran di sedimen Kepulauan Pangkajene 2017............................................ 13
1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ledakan populasi (blooming) fitoplankton, seringkali dikaitkan dengan kerugian
ekonomi yang sangat besar, yaitu ketika terjadi kematian massal ikan, penutupan area
budidaya perikanan (budidaya kerang dan ikan) dan berkurang bahkan hilangnya
biodiversitas organisme laut. Kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh adanya
blooming fitoplankton toksik di Amerika Serikat dan Eropa pada tahun 2005 berturut-
turut adalah 82 juta US$ dan 813 juta US$ (Hoagland and Scatasta, 2006).
Perkembangan masif dari fitoplankton toksik yang diikuti oleh produksi toksin seperti
saxitoxin (Paralytic Shellfish Poisoning/PSP), ciguatoxin (Ciguatera Fish Poisoning/ CFP)
dan domoic acid (Amnesic Shellfish Poisonong/ASP) oleh fitoplankton berpotensi
membahayakan kesehatan manusia. Fitoplankton beserta toksin-toksin tersebut bisa
terakumulasi pada ikan maupun kerang. Jika ikan dan kerang ini dikonsumsi, maka
akan menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan misalnya terjadinya gangguan
pencernaan, saraf hingga kematian. Spesies fitoplankton yang menghasilkan saxitoxin
misalnya Alexandrium catenatum dan Alexandrium catenella, sedangkan fitoplankton
yang menghasilkan ciguatoxin dan acid domoic berturut-turut adalah Gambierdiscus
toxicus dan Pseudonitzschia sp.
Sindrom Parallytic Shelfish Poisoning yang disebabkan oleh fitoplankton genus
Alexandrium (A. catenella, A. catenatum, A. tamarense) semakin tersebar di seluruh
dunia. Glibert et al (2005) menyatakan bahwa pada tahun 1970 sindrom PSP hanya
ditemukan di pantai Amerika, pantai di Afrika Selatan, India dan Jepang. Kurang lebih
30 tahun kemudian hampir seluruh pantai di dunia telah ditemukan spesies
fitoplankton (Alexandrium sp) yang mampu memproduksi saxitoxin yang
mengakibatkan sindrom PSP. Penelitian di Golfo Nuevo, Argentina menunjukkan bahwa
kemampuan cyst dari Alexandrium spp. untuk bertahan dalam kondisi perairan yang
buruk, merupakan faktor utama yang menyebabkan spesies tersebut dapat tersebar
dan bertahan hidup di berbagai macam habitat di perairan dunia (Gayoso, 2001).
Gambar 1. Distribusi fenomena Parallytic Shelfish Poisoning di dunia
(Glibert et al, 2005)
Fenomena Harmful Algal Blooms (HABs) pernah terjadi di beberapa kawasan
pesisir Indonesia, baik di kawasan timur, maupun barat Indonesia. Praseno et al.
2
(2004), menyatakan fitoplankton spesies Noctiluca sp mengalami pertumbuhan massal
di Teluk Jakarta, sedangkan spesies fitoplankton lain seperti Pyrodinium bahamense
tercatat pernah menyebabkan terjadinya HABs di Teluk Kao, Teluk Ambon, Perairan
Pulau Seram dan Papua. Ledakan populasi P. bahamense di Teluk Kao Halmahera terjadi
pada permulaan musim penghujan yang ditandai dengan perubahan warna dari
kecoklatan menjadi merah (Wiadyana and Sidabutar, 1997). Secara spesifik, spesies
Pyrodinium bahamense var.bahamense yang dilaporkan di Teluk Ambon juga
merupakan penyebab munculnya HABs di Malaysia, Burnei Darussalam, dan Filipina,
merupakan spesies endemik Asia Tenggara. Spesies ini sangat berbahaya karena dapat
memproduksi biotoksin racun penyebab Paralytic Shellfish Poisoning (PSP) (Mizushima
et al, 2007; Usup et al, 2012).
Daerah lain di Indonesia yang pernah mengalami blooming HABs adalah di pesisir
Sukalila, Cirebon dan Pangkep, Sulawesi Selatan. Pada tahun 2007 tercatat terjadi
blooming Chaetoceros (Diatom) di kedua daerah tersebut. Selain itu, Sidharta (2005). (
dan Rashidy et. al. (2013) melaporkan ditemukan kista Dinoflagelata pada sedimen
pesisir Sukalila, Cirebon dan Pangkep, Sulawesi Selatan. Kedua daerah tersebut
memiliki karakteristik dengan perairan Teluk Jakarta yang mana banyak mendapat
sumbangan bahan pencemar yang berasal dari daratan, yang proses masuknya melalui
pengadukan (turbulensi) dan arus laut. Situasi tersebut dapat meningkatkan
munculnya Harmful Algal Blooms (HABs), khususnya yang disebabkan oleh
Dinoflagellata, seperti yang terjadi di Teluk Jakarta, Teluk Lampung, dan Teluk Ambon.
1. Permasalahan
Fenomena Harmful Algal Blooms (HABs) di Indonesia merupakan masalah
lingkungan yang telah rutin terjadi setiap tahun di beberapa lokasi, seperti Sukalila,
Cirebon dan Pangkep, Sulawesi Selatan. Penelitian mengenai HABs khususnya yang
disebabkan oleh Dinoflagellata masih belum diketahui secara pasti. Berdasarkan
masalah tersebut, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan sebagai berikut:
a. Bagaimana distribusi dan kelimpahan spesies-spesies dinoflagellata toksik,
terutama dari genus Cochlodinium, Pyrodinium, dan Alexandrium di Sukalila,
Cirebon dan Pangkep, Sulawesi Selatan?
b. Bagaimana kondisi cyst bank dinoflagellata toksik di dasar perairan?
c. Apakah terdapat potensi ledakan populasi spesies-spesies toksik di perairan kajian
pada masa depan?
d. Apakah spesies dan strain yang ditemukan di kedua lokasi kajian merupakan strain
yang sama, dan apakah strain tersebut juga ditemukan di negara lain?
3
2. Tujuan dan Sasaran
a. Tujuan
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari komunitas
dinoflagellata toksik di kolom air dan di cyst bank yang ada di sedimen dasar
perairan, mempelajari factor yang menyebabkan spesies tersebut mengalami
ledakan populasi di area kajian, serta mengetahui sebaran geografis spesies-
spesies tersebut di Indonesia. Secara spesifik penelitian ini merupakan bagian
dari usaha mitigasi bencana HABs di perairan Indonesia dengan memprediksi
spesies fitoplankton toksik yang akan mengalami ledakan berdasarkan hasil
analisa cyst bank.
b. Sasaran
Secara umum sasaran dari penelitian ini adalah terkumpulnya data struktur
komunitas fitoplankton toksik dari kolom air dan cyst bank di dasar perairan,
didapatkannya kultur murni minimal 3 spesies fitoplankton toksik dari genus
Pyrodinium, Alexandrium, dan Cochlodinium, serta diketahuinya penyebab
ledakan populasi spesies-spesies tersebut di lokasi kajian. Sasaran spesifik dari
penelitian ini adalah diketahuinya pola distrbusi geografis dari spesies-spesies
dinoflagellata toksik sebagai informasi penting untuk mempelajari asal
hadirnya spesies tersebut di area kajian.
3. Hipotesis
a. Komunitas dinoflagellata toksik yang ditemukan di tiap area kajian
diperkirakan memiliki struktur komunitas yang khas.
b. Spesies yang jumlah cyst-nya ditemukan paling melimpah di cyst bank area
kajian, sangat mungkin mengalami ledakan populasi di masa depan.
c. Diduga spesies dinoflagelata toksik yang ditemukan di ketiga lokasi kajian,
merupakan strain-strain yang berbeda, dan mungkin merupakan spesies
introduksi dari negara lain.
4
2. Prosedur dan Metodologi
Pengambilan sampel dalam penelitian ini akan dilakukan di: (1) Sukalila,
Cirebon (2) Pangkep, Sulawesi Selatan. Pengambilan sampel hanya dilakukan 1 kali per
tahun pada masing-masing area kajian dalam periode 2017.
Metodologi :
1. Pengambilan Paremeter Lingkungan dan Deskripsi Lokasi Sampling
Lokasi pengambilan sampel ditaging dengan menggunakan GPS. Kemudian
parameter lingkungan seperti kedalaman, pH, suhu, dan DO diambil dengan
menggunakan alat portable YSI. Parameter salinitas diambil dengan menggunakan
refraktometer. Pengambilan parameter lingkungan diambil pada setiap lokasi
dengan mencatat keadaan setiap lokasi, seperti keadaan kegiatan antropogenik
dan histori kejadian blooming alga.
2. Pengambilan Sampel Plankton di Kolom Air
Sampel plankton di kolom air akan diambil dengan menggunakan metode vertical
towing menggunakan jaring Kitahara (mesh size 20 µm) untuk fitoplankton, dan
jaring NORPAC (mesh size 300 µm). Kedalaman pengambilan sampel plankton
akan bervariasi mengikuti kondisi dasar perairan area kajian. Pengambilan sampel
fitoplankton juga dapat dilakukan dengan menggunakan modifikasi Nansen Bottle
dengan volume 1 Liter. Sampel yang diambil dengan jaring plankton akan
diawetkan dengan menggunakan 4% formaldehyde, sedangkan sampel yang
diambil dengan Nansen Bottle akan diawetkan dengan Lugol’s Iodine (Edler and
Elbrächter, 2010).
3. Pengambilan Sampel Cyst di Sedimen Dasar Perairan
Pengambilan sampel cyst dinoflagellata akan dilakukan dengan menggunakan
Ekman Grab. Sampel sedimen yang telah diambil kemudian akan dimasukkan ke
dalam kotak plastik berwarna gelap, kemudian disimpan dengan suhu minimal 4oC
serta terhindar dari paparan cahaya matahari. Cyst dari sampel ini kemudian akan
dipisahkan dari sedimen dengan metode Gradient Density (Blanco, 1986;
Mizushima et. al., 2007; Genovesi et. al., 2009). Sedangkan sebagian sampel
sedimen yang tersisa akan dianalisa untuk mengetahui struktur penyusun sedimen
tersebut.
4. Identifikasi dan Penghitungan Cacah Cyst Dinoflagellata
Cyst yang telah dipisahkan dari sedimen, kemudian dipindahkan ke Sedgewick
Rafter Counting Chamber (SRCC). Identifikasi dan penghitungan cacah cyst
dilakukan dengan mikroskop cahaya (Light Microscope) dengan perbersaran
Antara 100 – 400X. Pengambilan foto cyst akan dilakukan menggunakan kamera
DSLR yang tersambung dengan mikroskop cahaya. Proses identifikasi dilakukan
dengan bantuan referensi menurut Al-Yamani and Saburova (2010).
5. Isolasi Cyst dari Sedimen Dasar Perairan
5
Isolasi cyst dilakukan menggunakan modifikasi pipet Pasteur. Hasil isolasi ini lalu
ditumbuhkan dalam multi-plate culture 96 kolom berisi media kultur Enriched
Natural Sea Water (ENSW) (Harrison et. al., 1980). Secara bertahap, kultur ini akan
dipindahkan ke multi-plate culture 48, kemudian 24, dan terakhir dipindahkan ke
dalam botol kultur berisi 10 ml medium ENSW. Medium dalam botol kultur
tersebut kemudian ditambahkan secara bertahap hingga mencapai volume ± 30 ml.
Isolat ini kemudian akan digunakan untuk mempelajari beberapa karakter
taksonomis, fisiologis, dan untuk keperluan analisa molekuler (ribotyping).
6. Identifikasi dan Penghitungan Cacah Sel dan Individu Plankton
Proses analisa sel fitoplankton akan dilakukan dengan metode fraksi menggunakan
pipet stempel (0.1 ml) atau syringe (2 ml) dan SRCC. Sampel yang sudah
dimasukkan ke SRCC kemudian diamati dengan mikroskop cahaya pada
perbesaran antara 100-400X. Proses analisa individu zooplankton juga akan
dilakukan dengan metode fraksi menggunakan pipet stempel (2.5 ml) dan Bogorov
Counting Disc. Untuk pengamatan individu zooplankton, digunakan mikroskop
stereo dengan perbesaran antara 4-100X. Idenfitikasi sel dan individu plankton
akan dilakukan berdasarkan referensi Yamaji (1966), Shirota (1966), Wickstead
(1976), Davis (1955), Praseno dan Sugestiningsih (2000), Tomas (1997), dan
Omura et. al. (2012).
7. Analisa Genetika Dinoflagellata (Ribotyping)
Proses Ribotyping spesies dinoflagellata ini dimulai dengan ekstraksi DNA dari
isolat murni dengan menggunakan kit ekstraksi DNA. DNA hasil ekstraksi ini
kemudian digunakan untuk proses amplifikasi gen Ribosomal menggunakan PCR
untuk keperluan ribotyping (Rene et. al., 2013). Struktur Primer yang akan
digunakan adalah D1R dan D2C yang diekstraksi dari sel Alexandrium, Pyrodinium,
dan Cochlodinium yang sudah ditumbuhkan dalam kultur murni (Scholin et. al.,
1994; Leaw et. al., 2005; Rene et. al., 2013).
8. Analisa Karakteristik Sedimen Dasar
Sedimen dasar perairan Cirebon diambil dengan menggunakan grab dari atas
perahu. Setelah diankat dari dasar laut sedimen diamati secara visual untuk
menentukan warna, baud an jenis awal. Kemudian langsung dimasukkan dalam
wadah tertutup, disimpan dalam tempat yang bersuhu dibawah 30 derajat ceclius
untuk kemudian dibawa ke laboratorium untuk dianalisa karakter tekstur, dan
ukuran butirannya. Kedalaman laut diukur dengan menggunakan tali ukur. Di
laboratorium, sedimen diayak menggunakan pengukuran langsung ayakan basah
(wet sieve) dan ukuran butir dianalisa berdasarkan metode Wenthworth (1922).
Pengenalan komposisi sedimen dilakukan dengan mikroskop binokuler.
6
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan sehubungan dengan adanya indikasi munculnya
fenomena red tide atau algal bloom melalui pertumbuhan fitoplankton yang sangat
tinggi akibat perubahan ekologis di perairan Cirebon dan Kepulauan Pangkajene.
Perubahan ekologis dan indikasi munculnya red tide atau algal bloom akan dilihat
melalui distribusi kista fitoplankton toksik Pyrodinium var. compressum,
Cochlodinium polykrikoides, dan Alexandrium spp di sedimen dasar perairan.
Kegiatan penelitian di Sukalila, Cirebon telah dilaksanakan pada tanggal 26-
27 April 2017 (Gambar 1). Sedangkan kegiatan di Kepulauan Pangkajene Sulawesi
Selatan pada tanggal 15-16 Mei 2017 (Gambar 2) Jumlah stasiun di Sukalila Cirebon
sebanyak 21 stasiun, sedangkan di Kepulauan Pangkajene sebanyak 22 stasiun.
Penentuan stasiun berdasarkan penelitian HABs sebelumnya, yaitu faktor faktor
yang dapat memicu terjadinya bloom HAB seperti, topografi, kedalaman air,
karakteristik sedimen serta aktivitas antropogenik.
Gambar 1. Lokasi Stasiun Penelitian di Sukalila, Cirebon.
7
Perairan Sukalila Cirebon banyak dipengaruhi oleh aktivitas pelayaran dan
pelabuhan dari kapal nelayan dan kapal kapal pabrik di sekitar perairan Cirebon.
Selain itu juga dipengaruhi inputan sungai yang dipengaruhi oleh limbah rumah dari
penduduk sekitar serta adanya rencana pembangunan pelabuhan penumpang.
Sementara di Kepulauan Pangkejene sangat dipengaruhi oleh inputan dari sungai
dimana terdapat sekitar 8 muara sungai di lokasi kajian (Gambar 2). Selain itu juga
terdapat pelabuhan buat kapal angkut dari perusahaan Semen Tonasa dan adanya
pabrik marmer di sekitar perairan Kepulauan Pangkajene.
Gambar 2. Lokasi Stasiun Penelitian di Kepulauan Pangkajene, Sulawesi Selatan.
1. Parameter Fisika dan Kimia
Cirebon
Parameter fisika perairan Cirebon dilihat dari kedalamannya bervariasi mulai dari
1,5 m sampai dengan 6 m dengan salinitas yang bervariasi dari 29,5 – 32 ppt.
Salinitas tertinggi saat pengukuran berada di stasiun CR 6 yang merupakan stasiun
yang berada paling jauh dari daratan sehingga minim pengaruh dari inputan sungai.
Sementara salinitas terendah terdapat di stasiun CR 17 dimana tercatat sebesar 29.5
ppt dengan lokasi stasiun yang berada agak dekat dengan mulut pelabuhan Cirebon.
8
Gambar 3. Grafik oksigen terlarut dari setiap stasiun di Cirebon
Kandungan oksigen terlarut di perairan Cirebon bervariasi dari paling rendah 4,73
mg/L di stasiun CR 26 (gambar 3) dan paling tinggi di stasiun CR 24 sebesar 7.69
mg/L. Sementara dari pengukuran suhu bervariasi dari 30 oC sampai dengan 32.1 oC dengan suhu tertinggi didapat di stasiun 13 dan suhu terendah tercatat di stasiun
19 (Gambar 4). Tinggi nya suhu permukaan di stasiun 13 diduga dipengaruhi oleh
posisi stasiun yang berada tepat didepan dermaga Cirebon yang merupakan alur
lalu lintas kapal menuju dan keluar dari dermaga.
Gambar 4. Grafik suhu permukaan dari setiap stasiun di Cirebon
9
Kepulauan Pangkajene
Lokasi kajian di perairan Kepulauan Pangkajene merupakan lokasi kajian yang
terletak di antara gugusan pulau pulau kecil Kepulauan Pangkajene dengan pulau
Sulawesi bagian selatan. Selain adanya pulau pulau kecil, lokasi penelitian juga
dipengaruhi inputan dari setidaknya 8 sungai yang bermuara di perairan Kepulauan
Pangkajene dan adanya aktifitas pelabuhan di 2 dermaga yaitu dermaga Semen
Tonasa dan dermaga penumpang Baccini Baji (gambar 2).
Hasil pengukuran salinitas lapangan menunjukkan variasi nilai salinitas dari 29 ppt
sampai dengan 32 ppt. Stasiun PK 1 dan PK 2 merupakan stasiun dengan nilai
salinitas tertinggi yang terletak di antara pulau Sulawesi dan pulau Sabangko,
sedangkan untuk nilai salinitas terendah tercatat di 6 stasiun, yakni PK 6, 8, 9, 10, 14
dan 15.
Hasil pengukuran suhu permukaan menunjukkan variasi antara 29,6 oC sampai
dengan 31,9 oC dengan suhu tertinggi tercatat di stasiun PK 21 dan suhu terendah
tercatat di stasiun PK 15 (Gambar 6). Sementara dari pengukuran oksigen terlarut
didapatkan variasi nilai dari 4,29 mg/L sampai dengan 6,29 mg/L dengan nilai
tertinggi tercatat di stasiun PK 5 dan nilai terendah tercatat di stasiun PK 9 (Gambar
5).
Gambar 5. Grafik oksigen terlarut dari setiap stasiun di Kepulauan Pangkajene
10
Gambar 6. Grafik suhu permukaan dari setiap stasiun di Kepulauan Pangkajene
2. Diversitas Kista
Gambar 7. Kista dinoflagellata dalam sedimen di Cirebon
Kista dinoflagellate dalam sedimen di Cirebon (Premiliminary results) dari 9 stasiun
penelitian diamati sebanyak empat stasiun sampling (on-going). Hasil pengamatan
menunjukkan beberapa kista dinoflagellata yang diduga merupakan kista
11
Alexandrium dan kista Pyrodinium (Gambar 7), namun hasil pengamatan ini butuh
verifikasi lebih lanjut melalui kultur kista di laboratorium untuk melihat bentuk
vegetatif sel dinoflagelatta tersebut. Verifikasi lain juga bisa dilakukan dengan
melakukan identifikasi secara molecular dengan ekstraksi DNA dan sequence DNA.
Gambar 8. Kista dinoflagellata dalam sedimen di Kepulauan Pangkajene
Kista dinoflagellata yang diamati dari sedimen Kepulauan Pangkajene didominasi
oleh kista yang diduga Pyrodinium, namun demikian ditemukan juga kista yang
diduga merupakan kista Alexandrium (Gambar 8). Hasil dari pengamatan ini juga
membutuhkan pengamatan lebih lanjut dari kultur kista dan identifikasi secara
molekular untuk mendapatkan hasil identifikasi yang lebih akurat. Selain
ditemukan kista (resting cysts) juga ditemukan kista yang diduga sudah aktif
kembali (germinated cysts) melalui cirri ciri kista yang terlihat kosong serta
ditemukan nya bentuk yang diduga mirip dengan archeopyle (Gambar 9)
12
Gambar 9. Empty cysts dari Cirebon (kiri) dan Kepulauan Pangkajene (kanan)
3. Karakteristik Sedimen Dasar
Di daerah penelitian di Cirebon, ukuran butiran yang paling banyak
didapatkan adalah lanau dan lempung, dengan penamaan berdasarkan persentase
lanau dan lempung antara lain lanau lempungan apabila lanau berjumlah diatas
70% dan lempung diatas 25% . Sedangkan Lempung lanauan, apabila lempung
lebih banyak daripada jumlah lanau ( table 1.)
Tabel 1. Ukuran butiran sedimen dasar di perairan Cirebon
No Stasiun Kerakal (%) Kerikil
(%) Pasir (%)
Lanau (%) Lempung
(%) 1 CR. 1 0,0000 0,0000 0,9706 73,4223 25,6071
2 CR. 2 0,0000 0,0346 1,1198 59,1738 39,6719
3 CR. 4 0,0000 0,0173 1,0311 77,2781 21,6736
4 CR. 5 0,6847 1,7045 2,0892 72,5344 22,9872
5 CR. 6 3,8597 2,5784 1,6879 81,3537 10,5203
6 CR. 7 0,0000 0,0000 0,5816 74,0786 25,3398
7 CR. 8 0,0352 0,0000 0,5650 86,0518 13,3481
8 CR. 10 29,9174 13,0348 37,6775 12,7217 6,6486
9 CR. 11 35,4862 8,0695 18,0814 26,8261 11,5368
10 CR. 13 0,4756 0,4379 2,3986 57,1440 39,5439
11 CR. 14 1,0373 0,4507 4,6864 72,6970 21,1286
12 CR. 15 1,7625 0,7293 1,7269 65,0374 30,7440
13 CR. 16 0,6546 2,2845 3,6905 77,3767 15,9937
14 CR. 17 2,9175 4,4098 4,4725 40,4460 47,7541
15 CR. 19 2,1418 0,9439 2,0539 58,3120 36,5483
16 CR. 20 1,1290 0,9124 2,1727 42,6154 53,1704
17 CR. 22 0,8867 0,7455 1,3631 66,0301 30,9747
18 CR. 23 0,1819 0,1572 0,9517 56,9471 41,7621
19 CR. 24 0,1391 0,5993 2,1579 62,2054 34,8983
20 CR. 25 0,1892 0,1604 1,5311 62,9401 35,1792
21 CR. 26 1,8334 1,5090 2,2011 33,6007 60,8559
archeopyle
archeopyle
13
Sementara di perairan Kepulauan Pangkajene, Tekstur Sedimen sedimen
dasar laut secara umum terdiri dari lempung dan lanau berwarna coklat kebijauan,
dengan sortasi baik hingga sedang (Gambar 10). Hasil pengukuran ukuran butiran
menunjukkan bahwa ukuran lanau mendominasi seluruh daerah yaitu antara 67-
91%. Ukuran lanau tertinggi di PK 6 sebanyak 91% dan yang terendah adalah 3,2%,
di st PK18, karena st PK 18 berukuran pasir. Nama sedimen Lanau apabila jumlah
lanau lebih dari 75%, sedangkan nama lanau lempungan bila jumlah lempung lebih
dari 25% dan lanau 60-70%. Lanau lempungan antara lain ditemukan di PK3, 4, 5,
7, 15, 19 dan 20. Sedangkan pasir hanya di st PK 16 dan 18. Selebihnya adalah
lanau. Ukuran dan nama sedimen Selengkapnya disajikan dalam tabel 2.
Gambar 10. Karakter sedimen dasar laut di PK 11
Tabel 2. Ukuran butiran di sedimen Kepulauan Pangkajene 2017
No Stasiun Kerakal
(%)
Kerikil
(%)
Pasir
(%)
Lanau
(%)
Lempung
(%)
Nama
Sedimen
1 PK. 1 6,3151 1,0144 4,6501 69,8312 18,1892 Lanau
lempungan
2 PK. 2 0,0000 0,0604 1,1835 80,4141 18,3420 Lanau
3 PK. 3 0,0000 0,0817 3,5858 65,7093 30,6231 Lanau
lempungan
4 PK. 4 0,0000 0,0000 1,2451 69,6564 29,0985 Lanau
lempungan
5 PK. 5 0,1617 0,1432 1,6428 69,9738 28,0785 Lanau
lempungan
6 PK. 6 0,0000 0,0000 1,3644 91,0869 7,5487 Lanau
7 PK. 7 0,0000 0,0000 1,3527 70,0023 28,6450 Lanau
14
lempungan
8 PK. 8 0,0000 0,0000 3,6346 91,0727 5,2928 Lanau
9 PK. 9 0,0000 0,0811 1,8513 78,3949 19,6728 Lanau
10 PK. 10 0,0000 0,0000 6,2693 85,3577 8,3731 Lanau
11 PK. 11 0,0000 0,0000 1,5500 83,7569 14,6931 Lanau
12 PK. 12 0,1335 0,3485 1,9778 78,0466 19,4937 Lanau
13 PK. 13 0,0000 0,0158 6,3103 82,8411 10,8329 Lanau
14 PK. 14 0,0000 0,0172 1,6017 77,8324 20,5487 Lanau
15 PK. 15 0,0000 0,0605 1,5920 72,8330 25,5145 Lanau
lempungan
16 PK. 16 0,5259 0,0255 92,9274 3,6411 2,8801 Pasir
17 PK. 17 0,0000 0,0349 2,2611 76,7360 20,9681 Lanau
18 PK. 18 0,2482 0,0044 93,7978 3,2266 2,7230 Pasir
19 PK. 19 0,0000 0,5917 4,7993 67,1482 27,4607 Lanau
lempungan
20 PK. 20 0,0000 0,3658 3,6353 70,9767 25,0223 Lanau
lempungan
21 PK. 21 0,0000 0,0202 5,4315 83,2413 11,3071 Lanau
22 PK. 22 0,1313 0,0509 1,3948 78,3258 20,0972 Lanau
15
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
- Kualitas perairan pesisir Cirebon dan Kepulauan Pangkajene terpengaruh oleh
aktivitas manusia, seperti limbah perkotaan/pemukiman warga melalui air
sungai, dan aktifitas pelabuhan dan lalu lintas kapal
- Densitas dan diversitas kista dinoflagellata sedang, namun sebagian besar
belum teridentifikasi (on-going).
- Hasil identifikasi kista (sementara) ditemukan kista dinoflagellata yang diduga
merupakan Alexandrium dan Pyrodinium dalam sedimen yang diambil dari area
penelitian.
- Identifikasi pasti hanya bisa dilakukan dengan kultur (germinasi) dan analisis
molekuler (ribotyping)
- Kista kemungkinan besar didapatkan dari sedimen halus seperti lanau atau
lumpur
- Daerah penelitian di perairan Cirebon umumnya memiliki ukuran butiran halus
yaitu lanau dan lempung
- Perairan Pangkep sebagian besar tersusun atas sedimen berukuran lanau dan
lanau lempungan.
- Hasil sampel air di Kepulauan Pangkajene hanya ditemukan Alexandirum di
beberapa stasiun.
2. Saran
- Aktivitas di laboratorium seperti kultur kista perlu dilanjutkan untuk
menumbuhkan kista dinoflagellata yang selama ini masih dorman.
- Diperlukan metode dan bahan kultur yang disesuaikan dengan kondisi lapangan
untuk memecahkan dormansi kista yang didapat dari sedimen.
- Dinoflagellata yang didapat dari kultur kista akan digunakan untuk keperluan
analisa molekular.
16
REKAPITULASI PENGGUNAAN DANA
(PERIODE 1 FEBRUARI-30 NOVEMBER 2017)
NO. JENIS BELANJA PAGU
ANGGARAN
DAYA SERAP SISA
JUMLAH % JUMLAH %
01 Honorarium penunjang
penelitian/perekayasa
- - - - -
02 Honorarium kegiatan
seminar/rakor/sosialisasi/dis
eminasi/FGD/kegiatan sejenis
- - - - -
03 Belanja Bahan (habis pakai) Rp. 50.000.000 Rp. 50.000.000 100 - 0
04 Belanja Barang Non
Operasional
Rp. 4.500.000 Rp. 0 0 Rp. 4.500.000 100
05 Belanja perjalanan Rp. 120.000.000 Rp.120.000.00
0
100 - 0
06 Belanja Sewa Rp. 25.500.000 Rp. 25.500.000 100 - 0
07 Kegiatan rapat/pertemuan di
luar kantor (dalam/luar kota)
- - - - -
08 Peralatan dan Mesin (rancang
bangun)
- - - - -
JUMLAH SELURUHNYA
17
DAFTAR PUSTAKA
Al-Yamani, F. Y., and M. A. Saburova. 2010. Illustrated Gide on the flagellates: Kuwait’s
intertidal soft sediments. Kuwait Institute for Scientific Research. Kuwait. 197
pp.
Blanco, J. 1986. Separacion de quistes de dinoflagelados en gradiante de densidad.
Oceanography (3): 181-184.
Davis, CC. 1955. The marine and freshwater plankton. Michigan State University Press.
USA. 426 pp.
Elder, L and M. Elbrachter. 2010. The utermohl method for quantitative phytoplankton
analysis. In Karlson, B., C. Cusack and E. Bresnan (Eds.). Microscopic and
molecular methods for quantitative phytoplankton analysis. Intergovernmental
Oceanograpic Commission, United Nations Educational, Scientific and Cultural
Organization. Spain. pp. 13-15.
Genovesi, B., M. Laabir, E. Masseret, Y. Collos, A. Vaquer, and G. Grzebyk. 2009. Dormancy
and germination features in testing cysts of Alexandrium tamarense spesies
complex (Dinophyceae) can facilitate bloom formation in a shallow lagoon
(Thau, southern France). J. Plankton. Res. 10 (31): 1209-1224.
Glibert, P. M., D. M. Anderson, P. Gentien, E. Graneli, and K. G. Sellner. 2005. The global,
complex phenomena of harmful agal blooms. Oceanography 18 (2): 136-147.
Goyoso, A. M. 2001. Observation on Alexandrium tamarense (Lebour) Balech and other
dinoflagellate populations in Golfo Nuevo, Patagonia (Argentina). J. Plankton
Res. 5 (23): 463-468.
Harrison, P. J., R. E. Waters, and F. J. R. Taylor. 1980. A Broad spectrum artificial seawater
medium for coastal and open ocean phytoplankton. J. Phycol. (16): 28-35.
Hoagland, P and S. Scatasta. 2006. The economic effects of harmful algal blooms.
Ecological Studies,Vol. 189. E. Graneli and J. T.Turner (Eds.). Ecology of Harmful
Algae. Springer-Verlag, Berlin, Heidelberg.
Iwataki, M., H. Kawami, K. Mizushima, C. M. Mikulski, G. J. Doucette, J. R. Relox Jr., A.
Anton, Y. Fukuyo, and K. Matsuoka. 2008. Phylogenetic relationships in the
harmful dinoflagellate Cochlodinium polykrikoides (Gymnodiniales,
Dinophyceae) inferred from LSU rDNA sequences. Harmful Algae (7): 271-277.
Leaw, C. P., P. T. Lim, B. K. Ng, M. Y. Cheah, A. Ahmad, and G. Usup. 2005. Phylogenetic
analysis of Alexandrium species and Pyrodinium bahamense (Dinophyceae)
based on theca morphology and nuclear ribosomal gene sequence. Phycologia
44 (5): 550-565.
Mizushima, K., K. Matsuoka, and Y. Fukuyo. 2007. Vertical distribution of Pyrodinium
bahamense var. compressum (Dinophyceae) cysts in Ambon Bay and Hurun Bay,
Indonesia. Plankton Benthos Res. 2 (4): 163-174.
18
Omura, T., M. Iwataki, V. M. Borja, H. Takayama & Y. Fukuyo. 2012. Marine Phytoplankton
of the Western Pacific. Kouseisha Kouseikaku Co., Ltd. Japan. 160 pp.
Praseno, D.P., Y. Fukuyo, R. Widiarti, and Sugestiningsih. 2004. Red tide occurrence in
Indonesian waters and the need to establish a monitoring system.
Praseno, D. P. and Sugestiningsih. 2000. Retaid di perairan Indonesia. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Oseanologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 83 pp.
Rene, A., E. Garces, and J. Camp. 2013. Phylogenetic relationships of Cochlodinium
polykrikoides Margalef (Gymnodiniales, Dinophyceae) from the Mediterranean
Sea and the implications of its global biogeography. Harmful Algae (25): 39-46.
Scholin, C. A., M. Herzog, M. Sogin, and D. M. Anderson. 1994. Indentification of the group
and strain specific genetic markers for globally distributed Alexandrium
(Dinophyceae). II. Sequence analysis of a fragment of The LSU rRNA gene. J.
Phycol. (34): 472-485.
Shirota, A. 1966. The plankton of South Vietnam: Freshwater and marine plankton. Over
Tech Coop. Agent. Japan. 419 pp.
Sidabutar, T. 2007. Keberadaan spesies toksik “Harmful Algal Bloom” di Perairan Teluk
Hurun Lampung. Jurnal Lingkungan Tropis, vol. 1, no. 1: 41-49.
Sidharta, Boy Rahardjo. "The current status of research on harmful algal bloom (HAB) in
Indonesia." Journal of Coastal Development 8.2 (2013): 75-88.
Tomas, C. R. 1997. Identifying Marine Phytoplankton. Academic Press. USA. 858 pp.
Usup, G., A. Ahmad, K. Matsuoka, P. T. Lim, and C. P. Leaw. 2012. Biology, ecoogy, and
bloom dynamics of the toxic marine dinoflagellate Pyrodinium bahamense.
Harmful Algae (14): 301-312.
Wiadnyana, N. N. And T. Sidabutar. 1997. Monitoring of harmful dinoflagellates in the
East Indonesian waters.In: Vigers, G., K. S. Ong, C. McPherson, N. Milson, I.
Watson and A. Tang (eds). ASEAN Marine Environmental Management.
Proceedings of the ASEAN-Canada Technical Conference on Marine Science (24-
28 June 1996), Penang, Malaysia. EVS Environmental Consultant, North
Vancouver and Department of Fisheries.
Wickstead, JH. 1976. The Institute of Biology’s studies in biology no. 62: Marine
zooplankton. Edward Arnold Publisher Ltd. pp 22-24.
Widiarti, R. 2000. Pola Suksesi Organisme Penyebab Red Tide, Pyrodinium bahamense
plate, di Teluk Hurun, Lampung Selatan. Tesis (tidak dipublikasikan). Fakultas
Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Yamaji, I. 1966. Illustration of the marine plankton of Japan. Houkusho. Japan. 369
pp.
19
LAMPIRAN
Data dan analisis data
Tabel analisa ekstraksi kista
No Code Location Date of
collection Date of
extraction
Weight of wet
sediment (grams)
Elution volume
(mL)
Thickness of intermediate zone (Cyst)
Isolator Total volume (mL)
1 CRB-6 Cirebon 26-Apr-17 20-Jul-17 6 20 + Ridho 20
2 PK-18 Makasar 16-May-17 01-Aug-17 6 20 + Ridho 20
3 CRB-5 Cirebon 26-Apr-17 13-Jul-17 6 20 ++ Ridho 20
4 CRB-24 Cirebon 27-Apr-17 17-Jul-17 6 20 ++ Ridho 20
5 CRB-23 Cirebon 27-Apr-17 18-Jul-17 6 20 ++ Ridho 20
6 CRB-2 Cirebon 26-Apr-17 20-Jul-17 6 20 ++ Ridho 20
7 CRB-14 Cirebon 26-Apr-17 18-Jul-17 6 20 ++ Ridho 20
8 PK-12 Makasar 15-May-17 02-Aug-17 6 20 ++ Ridho 20
9 PK-20 Makasar 16-May-17 27-Jul-17 6 20 ++ Ridho 20
10 PK-4 Makasar 15-May-17 08-Aug-17 6 20 ++ Ridho 20
11 PK-5 Makasar 15-May-17 08-Aug-17 6 20 ++ Ridho 20
12 PK-9 Makasar 15-May-17 07-Aug-17 6 20 ++ Ridho 20
13 CRB-13 Cirebon 26-Apr-17 26-May-17 6 20 +++ Ridho 20
14 PK-11 Makasar 15-May-17 04-Aug-17 6 20 +++ Ridho 20
15 PK-3 Makasar 15-May-17 02-Aug-17 6 20 +++ Ridho 20
16 CRB-22 Cirebon 27-Apr-17 17-Jul-17 6 20 ++++ Ridho 20
17 CRB-15 Cirebon 26-Apr-17 26-May-17 6 20 ++++ Ridho 20
18 CRB-4 Cirebon 26-Apr-17 13-Jul-17 6 20 +++++ Ridho 20
19 PK-10 Makasar 15-May-17 04-Aug-17 6 20 +++++ Ridho 20
20 PK-19 Makasar 16-May-17 27-Jul-17 6 20 +++++ Ridho 20
20
Rencana kerja tahun berikutnya (2018)
No Kegiatan Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Identifikasi dan Cacah kista
Dinoflagellata (lanjutan)
2 Isolasi kista dari sedimen dasar
3 Kultur kista
4 Analisa Genetika Dinoflagellata
21
Dokumentasi Kegiatan
DOKUMENTASI KEGIATAN ( CIREBON )
DOKUMENTASI KEGIATAN ( Pangkep )