35
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan geometrik jalan merupakan bagian dari perancangan jalan yang dititik beratkan pada perancangan bentuk fisik jalan sedemikian sehingga dapat menghasilkan bentuk jalan yang dapat dimanfaatkan untuk operasi lalu lintas dengan cepat, lancar, aman, nyaman dan efisien. Yang menjadi dasar perancangan geometrik adalah sifat gerakan, ukuran kendaraan (dimensi dan erat), sifat pengemudi dan karakteristik arus (kecepatan, kerapatan dan volume) lalu lintas. Dalam perancangan geometrik ada tiga elemen penting yaitu alinyemen horizontal (trase jalan), terutama dititik beratkan pada perancangan sumbu jalan; alinyemen vertikal (penampang memanjang jalan); dan penampang melintang jalan. Dalam perancangan alinyemen vertikal, pengambilan atau penentuan kelandaian memberi pengaruh pada gerakan kendaraan terutamakendaraan berat (seperti truk dan bus). Pengaruh dari kelandaian ini dapat dilihat dari berkurangnya kecepatan kendaraan atau mulai dipergunakannya gigi rendah. Dalam perancangan alinyemen vertikal dikenal istilah “kelandaian maksimum” dan “panjang kritis” terutama dalam perancangan jalan dua lajur dua arah (tanpa median). Bina Marga sebagai institusi yang berwenang dalam pembinaan jalan 1

Laporan BAB I jalan raya

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jalan raya seperti itu

Citation preview

Page 1: Laporan BAB I jalan raya

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perancangan geometrik jalan merupakan bagian dari perancangan jalan yang

dititik beratkan pada perancangan bentuk fisik jalan sedemikian sehingga dapat

menghasilkan bentuk jalan yang dapat dimanfaatkan untuk operasi lalu lintas dengan

cepat, lancar, aman, nyaman dan efisien. Yang menjadi dasar perancangan geometrik

adalah sifat gerakan, ukuran kendaraan (dimensi dan erat), sifat pengemudi dan

karakteristik arus (kecepatan, kerapatan dan volume) lalu lintas. Dalam perancangan

geometrik ada tiga elemen penting yaitu alinyemen horizontal (trase jalan), terutama

dititik beratkan pada perancangan sumbu jalan; alinyemen vertikal (penampang

memanjang jalan); dan penampang melintang jalan. Dalam perancangan alinyemen

vertikal, pengambilan atau penentuan kelandaian memberi pengaruh pada gerakan

kendaraan terutamakendaraan berat (seperti truk dan bus). Pengaruh dari kelandaian ini

dapat dilihat dari berkurangnya kecepatan kendaraan atau mulai dipergunakannya gigi

rendah.

Dalam perancangan alinyemen vertikal dikenal istilah “kelandaian maksimum”

dan “panjang kritis” terutama dalam perancangan jalan dua lajur dua arah (tanpa median).

Bina Marga sebagai institusi yang berwenang dalam pembinaan jalan sudah

mengeluarkan pedoman/standar dalam menentukan landai maksimum dan panjang kritis.

Standar-standar tersebut banyak mengacu pada hasil-hasil penelitian yang dipublikasikan

oleh American Association of State Highway and Transportation Officials (AASHTO)

dalam bentuk buku pedoman “A Policy on Geometric Design of Highway and Street”.

sedangkan oleh Bina Marga diterbitkan beberapa buku pedoman seperti “Spesifikasi

Standar Untuk Perancangan Geometrik Jalan Luar Kota (Rancangan Akhir)1990” dan

“Tata Cara Perancangan Geometrik Jalan Antar Kota 1997”.

1

Page 2: Laporan BAB I jalan raya

Dalam menentukan besaran landai maksimum dan panjang kritis, kendaraan yang

dipakai AASHTO dan Bina Marga tidak sama dengan kondisi kendaraan berat yang

beroperasi di Indonesia sekarang, dimana kondisi sekarang kekuatan (horse power)

kendaraan berat keluaran baru mempunyai daya angkut yang lebih berat, dilain pihak

barang yang diangkut kebanyakan sudah melebihi beban standar yang ditentukan (over

load). Disamping itu masih banyak juga kendaraan lama yang dioperasikan.

Terkadang suatu ruas jalan diperuntukkan hanya bagi kendaraan yang turun.

Dalam kasus tersebut perencana mengabaikan batasan panjang kritis dengan asumsi

bahwa panjang kritis yang ditentukan itu hanya berlaku untuk jalur pendakian saja. Bila

panjang kritis diabaikan, maka problem yang timbul adalah seringnya pengemudi tidak

bisa menguasai kendaraannya ikarenakan adanya kerusakan pada sistem rem. Tetapi

batasan panjang kritis untuk jalur turunan emang tidak ditentukan, maka untuk itu perlu

diadakan penelitian tentang panjang kristis yang ideal untuk jalur turunan. Bila suatu

panjang kritis telah terlampaui (tanjakan terlalu panjang), maka perencana harus

membuat landai antara atau landai peralihan (bisa berupa

turunan atau datar). Landai peralihan ini diperlukan agar kecepatan kendaraan kembali

normal sebelum memasuki tanjakan lagi. Panjang Landai Peralihan ini belum ada

ketentuannya. Sehingga dengan melihat fenomena tersebut perlu dilakukan pengkajian

ulang terhadap penentuan landai maksimum dan panjang kritis yang telah ditetapkan oleh

instansi yang berwenang (Bina Marga) serta perlu ditetapkan panjang landai peralihan

ideal.

2

Page 3: Laporan BAB I jalan raya

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 PENGERTIAN JALAN

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,

yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah

dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan

kabel.

2.2 PERANAN PENTING JALAN

Jalan memiliki beberapa peranan penting dalam kehidupan kita, antara lain :

1. Jalan sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran penting

dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik,

pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat.

2. Jalan sebagai prasarana distribusi barang dan jasa merupakan urat nadi

kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.

3. Jalan yang merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan menghubungkan

dan mengikat seluruh wilayah Republik Indonesia.

3

Page 4: Laporan BAB I jalan raya

2.3 PENGELOMPOKAN JALAN

Jalan dapat dikelompokan dalam beberapa kelompok yaitu :

1. Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum;

2. Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha,

perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri;

3. Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan

sebagai jalan nasional yang bagi penggunanya diwajibkan membayar tol

2.4 SISTEM JARINGAN JALAN

1. Sistem jaringan jalan primer

Merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan

jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan

penghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.

2. Sistem jaringan jalan sekunder

Merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan

jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.

2.5 PERENCANAAN JALAN RAYA

Merupakan salah satu proses penting yang menentukan fungsi jalan,kelas jalan

dll.

4

Page 5: Laporan BAB I jalan raya

2.6 TUJUAN PERENCANAAN JALAN

Memahami konsep perencanaan jalan raya yang didasarkan atas kelancaran,

keamanan, dan kenyamanankendaraan bergerak, serta menguasai rekayasa detil

geometrik yang meliputi potongan melintang, alinyemen horisontal, alinyemen vertikal,

serta persimpangan.

2.7 Tiga Pembagian Fungsi Jalan

1. Jalan Arteri (Arterial) : high mobility, low access, long trips, fast speeds.

2. Jalan Kolektor (Collector) : moderate, moderate, moderate, moderate)

3. Jalan Lokal (Local) : low, high, short, slow

5

Access vs.Mobility by Design Type (not

functional classification)

Page 6: Laporan BAB I jalan raya

2.8 KLASIFIKASI JALAN

Berdasarkan Peraturan Geometrik Jalan Perkotaan, klasifikasi jalan dibagi :

Berdasarkan Jenis Hambatannya

1. Tipe I: pengaturan jalan masuk secara penuh

2. Tipe II: sebagian atau tanpa pengaturan jalan masuk

Kelas Perencanaan

Fungsi Jalan Kelas

PrimerArteri 1

Kolektor 2

Sekunder Arteri 3

JALAN TIPE I

6

Page 7: Laporan BAB I jalan raya

Fungsi LHR (dalam SMP) Kelas

Primer

Arteri - 1

Kolektor> 10.000 1

< 10.000 2

Sekunder

Arteri> 20.000 1

< 20.000 2

Kolektor> 6.000 2

< 6.000 3

Jalan Lokal> 500 3

< 500 4

JALAN TIPE II

2.9 PERENCANAAN GEOMETRIK

2.9.1 Pengertian Geometrik

Perencanaan geometrik adalah bagian dari perencanaan jalan yang dititik beratkan

pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi dasar dari jalan

yaitu memberikan pelayanan yang optimum pada arus lalu lintas.

Geometrik merupakan dimensi yang nyata dari suatu jalan beserta bagian-bagian

disesuaikan dengan tuntutan dan sifat-sifat lalu-lintas jalan tersebut.

Secara umum perencanaan geometrik menyangkut aspek-aspek perencanaan

bagian-bagian jalan seperti lebar, tikungan, landai dan jarak pandangan serta

kombinasi dari bagian tersebut, baik untuk jalannya sendiri ataupun pertemuan-

pertemuan yang bersangkutan.

7

Page 8: Laporan BAB I jalan raya

2.9.2 Konsep

Alinyemensebenarnya merupakan permasalahan 3D yang disederhanakan

menjadi masalah2D ;

Alinyemen Horisontal (plan view)

Alinyemen Vertikal (profile view)

Stationing

o Sepanjang Alinyemen Horizontal

o –1+200= 1,200 m.

2.9.3 Stationing

1. Sta

tio

ning dimulai dari titik awal proyek dengan nomor station : 0 + 000.

2. Angka sebelah kiri tanda + menunjukkan kilometer, sedangkan sebelah

kanan tanda + merupakan meter.

3. Angka station bergerak keatas dan setiap 50 meter dituliskan pada gambar

perencanaan. Kemudian nomor station pada titik-titik utama tikungan,

yaitu : TS, SC, CS, ST atau TC, serta PI harus dicantumkan. Pemberian

nomor diakhiri pada titik akhir proyek.

8

Page 9: Laporan BAB I jalan raya

2.9.4 Alinyemen Horisontal

Alinyemen horizontal adalah garis proyeksi sumbu jalan tegak lurus bidang datar

peta (trase) [Hadiwardoyo,1995]. Trase jalan biasa disebut situasi jalan, secara umum

menunjukan arah dari jalan yang bersangkutan.

Objective: Bentuk Geometry direncanakan untuk memastikan terdapat jaminan :

o Keamanan (Safety)o Kenyamanan (Comfort)

Bagian Penting AlinyemenHorisontal

o Bagian Lurus (Tangents)

o .Lengkung/Tikungan (Curves)

o Transitions

9

Page 10: Laporan BAB I jalan raya

2.9.5 Tangen

Merupakan bagian lurus dari trase

Tangen2 dihubungkan dengan Lengkungan2 yang berupa Busur Lingkaran atau Busur Peralihan yang berupa Spiral

Lengkungan2 yang dihubungkan tangen yang satu dan tangen yang lain disebut dengan istilah TIKUNGAN atau Lengkungan Horisontal

10

Page 11: Laporan BAB I jalan raya

2.9.6 Type Tikungan

1. Lingkaran / Full Circle (FC)

2. Spiral-Circle-Spiral (S-C-S)

3. Spiral-Spiral (S-S)

11

Page 12: Laporan BAB I jalan raya

2.9.7 Full Circle

12

Page 13: Laporan BAB I jalan raya

2.9.8 Spiral-Circle-Spiral

13

Page 14: Laporan BAB I jalan raya

2.9.9 Spiral-Spiral

14

Page 15: Laporan BAB I jalan raya

1.9.1 Jari-Jari Minimum Di Tikungan

1.9.2 Diagram Superelevasi

Adalah Diagram yang menggambarkan perubahan superelevasi/kemiringan

melintang di tikungan.

Cara Penggambaran Diagram Superelevasi

1. Diagram superelevasi digambar berdasarkan elevasi sumbu jalan sebagai garis

nol. Elevasi tepi perkerasan diberi tanda positip atau negatip ditinjau dari

ketinggian sumbu jalan. Tanda positip untuk elevasi tepi perkerasan yang

terletak lebih tinggi dari sumbu jalan dan tanda negatip untuk elevasi tepi

perkerasan yang terletak lebih rendah dari sumbu jalan.

15

Page 16: Laporan BAB I jalan raya

2. Pada tikungan Spiral Circle Spiral (S-C-S), pencapaian superelevasi dilakukan

secara linear diawali dari bentuk normal sampai awal lengkung peralihan (TS)

pada bagian lurus jalan, lalu dilanjutkan sampai superelevasi penuh pada

bagian lengkung peralihan (SC).

3. Pada tikungan Full Circle, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear,

diawali dari bagian lurus sepanjang 2/3 Ls sampai dengan bagian lingkaran

penuh sepanjang 1/3 bagian panjang Ls.

4. Pada tikungan Spiral-Spiral (S-S) pencapaian superelevasi seluruhnya

dilakukan pada bagian spiral.

16

Page 17: Laporan BAB I jalan raya

Diagram Superelevasi Full Circle

Diagram Superelevasi Spiral-Circle-Spiral

17

Page 18: Laporan BAB I jalan raya

1.9.3 Alinyemen Vertikal

Alinyemen Vertikal merupakan perpotongan bidang vertikal dengan bidang

permukaan perkerasan jalan melalui sumbu jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah atau melalui

tepi dalam masing-masing perkerasan untuk jalan dengan median.

Pertimbangan perencanaan alinyemen vertikal meliputi :

1. . Besarnya biaya pembangunan yang tersedia.

2. Persyaratan yang berhubungan dengan fungsi jalan.

3. Kondisi tanah dasar.

4. Kondisi medan.

5. Muka air banjir.

6. Muka air tanah

7. Kelandaian yang masih memungkinkan.

18

Page 19: Laporan BAB I jalan raya

Alinyemen vertikal terdiri atas bagian landai vertikal dan bagian lengkung

vertikal.

Ditinjau dari titik awal perencanaan, bagian landai vertikal dapat berupa

landai positif (tanjakan), atau landai negatif (turunan), atau landai nol (datar).

Bagian lengkung vertikal dapat berupa lengkung cekung atau lengkung

cembung.

1.9.4 Kelandaian Jalan

Kelandaian jalan adalah naik atau turunnya jalan yang dinyatakan dalam %.

Kelandaian + ... % berarti jalan itu naik. Kelandaian -... % berarti jalan itu turun.

Antara kelandaian-kelandaian tersebut dihubungkan dengan suatu lengkungan

vertikal yang berbentuk lengkungan parabola sederhana simetris.

Kelandaian ideal pada alinyemen vertikal menurut kepentingan berlalu lintas

adalah 0% (datar).

19

Page 20: Laporan BAB I jalan raya

Kurva Alinyermen Vertikal Cembung

Kutva Alinyemen Vertikal Cekung

20

Page 21: Laporan BAB I jalan raya

BAB III

KRITERIA PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN

3.1 KELAS JALAN

Kelas jalan untuk perencanaa adalah Kolektor Primer dengan Kecepatan rencana sebesar

40 km/jam

3.2 PERHITUNGAN

Titik A 1 2 BX 511735, 717 511908,287 512047,714 512251,340Y 8820196,252 8820238,172 8820238,172 8820300,00

Diketahui data :

Perhitungan Manual Jarak

Jarak antartitik A - 1

dA-1 = √( X 1−XA)2+(Y 1−YA )2

dA-1 = √(511908,287−511735 ,717 )2+(8820238,172−8820196,252)2

dA-1 = 177.588 m

Jarakantartitik 1 – 2

d1-2 = √( X 2−X 1)2+(Y 2−Y 1)2

d1-2 = √(512047,714−511908,287)2+(8820238,172−8820238,172)2

d1-2 = 139.427 m

21

Page 22: Laporan BAB I jalan raya

Jarakantartitik 2 – B

d2-B = √( XB−X 2)2+(YB−Y 2)2

d2-B = √(512251,340−512047,714)2+(8820300,00−8820238,172)2

d2-B = 212.805m

Jarak pada AUTOCAD

Titik Jarak (m)

dA-1 481.6549

d1-2 364.7962

d2-B 510.941

PerhitunganSudutDefleksi Total (Δ)

Δ1= α1- α2

α1 = arc tan X 1−XAY 1−YA

α1 = arc tan 511908,287−5 511735 ,7178820238,172−8820196,252

α1 =arc tan 172,5741.92

(kuadran I)

α1=76°20’47.04’’

α2 = arc tan X 2−X 1Y 2−Y 1

22

SudutDefleksipada AUTOCAD

Δ1 = 54°

Δ2 = 40°

Page 23: Laporan BAB I jalan raya

α2 = arc tan 512047,714−511908,287

8820238,172−8820238,172

α2 =arc tan 139.427−10

α2= 87,279° (87°16’44,4’’)

Δ1 = α1- α2

Δ1 =150°27’50,4’’ - 87°16’44,4’’

Δ1 = 63°11’6’’

Δ2 = α3- α2

α3 = arc tan XB−X 2YB−Y 2

α1 = arc tan 512092,881−512131,398

8820425,550−8820171,404

α1 =arc tan −38,517254,146

(kuadran IV)

α1= - 8,618 °+ 360° = 351,382° (351°22’55,2’’)

Δ2 = 360° –( α3- α2)

Δ2 = 360° - (351°22’55,2’’ - 87°16’44,4’’)

Δ2 = 95°53’49,2’’

Lengkungan Spiral Circle Spiral (SCS)

Diketahui :

LebarJalan 2 x 3,5 m

Kecepatanrencana 40 km/jam

emax = 10 %

23

Page 24: Laporan BAB I jalan raya

TabelBinaMarga

Ls = 35; Lc = 40

Rc = 50

Unsur – unsure pentingscs

Sudutdefleksi (Δ1) = 63°11’6’’

Xs = Lsx (1-Ls2

40 x Rc2) = 35x (1-352

40 x502) = 34, 571 m

Yc= Ls2

6 x R c❑= 352

6 x50❑ = 4,083 m

Øs = 90 x LsЛ x 50

= 90 x35Л x 50

= 20,054°

P = Ls2

6 x Rc - Rc (1- cosØs) = 352

6 x50- 50 (1-cos 20,054 ) = 1, 052 m

K = Ls - Ls3

40 x Rc2 - Rc sin Øs = 353

40 x502 - 50 sin 20,054° = 17, 426 m

Ts = (Rc + P) tan ½ Δ + K

Ts = (50 + 1,052) tan ½ x 63°11’6’’ + 17, 426 = 48,824 m

Es = (Rc + P) sec ½ Δ – Rc

Es = (50 + 1,052) sec ½ x 63°11’6’’ – 50 = 9,934 m

Lc= (Δ−2 x Ø s )

180x Л xRc

Lc= (87,279 °−2 x 20,054 °)

180x Л x50 = 20,138 m

LTOT = Lc + 2x Ls = 20,138 + 2x 35 = 90,138 m

24

Page 25: Laporan BAB I jalan raya

Sudutdefleksi (Δ2) = 95°53’49,2’’

Xs = Ls (1-Ls2

40 x Rc2) = 35(1-352

40 x502) = 34, 571 m

Yc = Ls2

6 x Rc❑= 352

6 x50❑ = 4,083 m

Øs = 90 x LsЛ x 50

= 90 x35Л x 50

= 20,054°

P = Ls2

6 x Rc - Rc (1- cosØs) = 352

6 x50- 50 (1-cos 20,054 ) = 1, 052 m

K = Ls - Ls3

40 x Rc2 - Rc sin Øs = 353

40 x502 - 50 sin 20,054° = 17, 426 m

Ts = (Rc + P) tan ½ Δ + K

Ts = (50 + 1,052) tan ½ x 95°53’49,2’’+ 17, 426 = 74,0226m

Es = (Rc + P) sec ½ Δ – Rc

Es = (50 + 1,052) sec ½ x 95°53’49,2’’– 50 = 26,21996 m

Lc= (Δ−2 x Ø s )

180x Л xRc

Lc = (351,382 °°−2 x 20,054 °)

180x Л x 50 = 48,6851 m

LTOT = Lc + 2x Ls = 48,6851 + 2x 35 = 118,6851 m

KontrolOverlab

Jarak1-2 – Ts 1 – Ts 2 > 25 m

246, 556 – 48, 824 – 74, 024 > 25 m

25

Page 26: Laporan BAB I jalan raya

123, 708m > 25 m

Titik STA danElevasi

SCS 1

Ts1 = 9 + 20,686

107,758 x 2 = 9,384 m

Sc1 = 9+ 53,676112,342

x 2 = 9,956 m

Cs1 = 9 + 68,627

102,324 x 2 = 10,341 m

St1 = 9 + 89,09994,887

x 2 = 10,878 m

SCS 2

Ts2 = 9 + 128,36635,378

x 2 = 10,896 m

Sc2 = 9 + 94,753

121,537 x 2 = 10,559 m

Cs2 = 11 – 62,82095,017

x 2 = 9,678 m

St2 = 11 – 80,592

99,2654 x 2 = 9,376 m

Penomoran STA

26

Page 27: Laporan BAB I jalan raya

STA. 0+0 = 6 +8,956

25+8,956+0,84 = 6, 257 m

STA. 0 + 25 = 7 + 0.84

25+8,956+0,84 x 1 = 6,976 m

STA. 0 + 50 = 7 + 24,16

55,080 x 1 = 7,439 m

STA. 0 + 75 = 8 – 8,84455,080

x 1 = 7,839 m

STA. 0 + 100 = 8 + 18,99079,226

x 1 = 8,240 m

STA. 0 + 125 = 8 + 43,82279,226

x 1 = 8,553 m

STA. 0 + 150 = 9 – 13,35179,226

X 1 = 8,831 m

STA. 0 + 175 = 9 + 17,706106,052

X 2 = 9,334 m

STA. 0 + 200 = 9 + 41,105

108,818 X 2 = 9,755 m

STA. 0 + 225 =

STA. 0 + 250 = 9 + 63,834

104.396 X 2 = 10,223 m

STA. 0 + 275 = 11 – 21,573110,279

X 2 = 10,609 m

STA. 0 + 300 = 11 + 12,04855,438

X 1 = 11,217 m

STA. 0 + 325 = 9 + 33 ,68063,063

X 2 = 10,068 m

STA. 0 + 350 = 9 + 29,500

101,4131 X 2 = 9,582 m

27

Page 28: Laporan BAB I jalan raya

STA. 0 + 375 = 9 + 24 , 21991,5105

X 2 = 9,529 m

STA. 0 + 400 = 9 + 45,909

64,7511 X 2 = 10,418 m

STA. 0 + 425 = 11 – 20,904

122,164 X 2 = 10,658 m

STA. 0 + 450 = 11 – 44,877

129,772 X 2 = 10,308 m

STA. 0 + 475 = 11 –44,114

108,549 X 2 = 10,187 m

STA. 0 + 500 = 9 + 59,30788,683

X 2 = 10,338 m

STA. 0 + 525 = 9 + 51,443124,371

X 2 = 9, 828 m

STA. 0 + 550 = 9 + 10,110

101,414 X 2 = 9,199 m

STA. 0 + 575 = 8 + 26,26645,638

X 1 = 8,576 m

STA. 0 + 600 = 7, 999 m

STA. 0 + 625 = 8 – 26,06990,4811

X 1 = 7,712 m

STA. 0 + 650 = 7 + 40,85190,811

X 1 = 7, 451 m

STA. 0 + 675 = 7 + 16,70490,4811

X 1 = 7,185 m

STA. 0 + 700 = 7 – 14,072

158,594 X 1 = 6,911 m

STA. 0 + 725 = 7 – 43,502

166,670 X 1 = 6,739 m

28

Page 29: Laporan BAB I jalan raya

29