Laporan Baca Filsafat Pendidikan [STT Soteria Purwokerto]

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pedagogi Pengharapan; Menghayati Kembali Pedagogi Kaum Tertindas, merupakan sebuah buku tentang pendidikan yang berisi harapan di tengah-tengah situasi politik suram pendidikan. Dr. Paul Freire menyatakan bahwa dengan adanya pengharapan, maka manusia akan mampu untuk mencapai masa depan yang lebih baik.

Citation preview

6

Nama: Serdianus PaundananTkt/Sms: III/6M.K.: Filsafat PendidikanDosen: Astrid Sinaga, M.Div.

Pendahuluan

Pedagogi Pengharapan; Menghayati Kembali Pedagogi Kaum Tertindas, merupakan sebuah buku tentang pendidikan yang berisi harapan di tengah-tengah situasi politik suram pendidikan. Dr. Paul Freire menyatakan bahwa dengan adanya pengharapan, maka manusia akan mampu untuk mencapai masa depan yang lebih baik. Manusia adalah mahluk yang memiliki pemikiran untuk masa depan. Oleh karena itu manusia memerlukan pendidikan yang berpengharapan. Freire berusaha untuk memunculkan sebuah ide mengenai pentingnya pendidikan yang berpengharapan untuk mempertahankan eksistensi masyarakat marginal dalam kondisi kehidupan yang tertindas. Buku ini sangat jelas menyatakan bahwa Paul Freire memunculkan pedagogi pengharapan untuk menciptakan sikap dalam diri setiap pribadi, yaitu pengharapan. Dengan adanya pengharapan tersebut, setiap orang akan memiliki kekuatan untuk bertahan di masa yang sulit dan tetap berjuang untuk mencapai masa depan yang diharapkan. Berikut adalah ringkasan terhadap pembahasan Paul Freire dalam bukunya Pedagogi Pengharapan; Menghayati Kembali Pedagogi Kaum Tertindas.

Bab 1

Pedagogi kaum tertindas merupakan pemikiran Dr. Paulo Freire terhadap persoalan pendidikan yang dialami oleh kaum marginal. Dalam berbagai kesempatan Dr. Paulo melihat banyak sekali kaum petani yang telah kehilangan harapan untuk hidup. Freire memahami bahwa banyak sekali pendidik yang tidak mampu memahami kondisi yang dialami oleh para kaum tertindas. Mereka mengalami hidup yang berat karena perilaku didikan di dalam keluarga mereka sendiri. Dengan kata lain, kaum tertindas mengalami berbagai persoalan berat di dalam didikan keluarga mereka sendiri. Kesulitan-kesulitan hidup kaum tertindas membuat mereka berpikir bahwa tidak lagi yang memperhatikan kehidupan mereka. Hal tersebut membuat mereka kehilangan harapan. Freire bertolak dari pemahaman bahwa kaum tertindas membutuhkan pendidikan untuk membangkitkan pengharapan di dalam diri mereka. Pendidikan yang dimulai dari pengenalan mereka terhadap pemahaman yang telah dimiliki sebelumnya. Dengan kata lain, pendidikan terhadap kaum tertindas harus mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi serta keberadaan mereka. Pendidik harus memahami persepsi kaum tertindas tentang kehidupan. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang dimulai dari pemahaman mereka tetang dunia.

Bab 2

Dalam bagian ini Freire menyadari bahwa kaum tertindas memiliki persepsi bahwa mereka bukan orang yang terindas. Freire melihat bahwa mereka mengingkari keberadaan diri yang direndahkan oleh orang-orang yang berkuasa. Ini adalah tindakan yang menurut Freire sebagai tindakan penjinakan dunia dengan menyembunyikan kebenaran.Freire menemukan bahwa proses pendidikan kepada kaum yang tertindas tidak hanya sebatas menyampaikan materi kepada mereka. Tindakan yang harus dilakukan adalah mengadakan pendekatan atau kebersamaan dalam situasi kehidupan mereka. Dengan kata lain, Freire ingin menyampaikan bahwa pendidik harus dapat mengkontekstualisasikan diri dalam situasi orang yang dididik.Freire menyadari bahwa ada resiko-resiko dalam pendidikan. Hal ini disebabkan pendidikan yang tidak dapat menjadi netral. Menurut Freire, pendidikan selalu berangkat dari tindakan direktif dan politis. Direktif dalam pengertian bahwa pendidik mempunyai ide atau pemikiran yang diharapkan untuk dilakukan peserta didik, sedangkan politis artinya selalu ada tujuan-tujuan yang tersembunyi di dalam proses pendidikan. Pendidikan yang bersifat politis menurut Freire mengacu kepada pendidikan yang dilakukan untuk memperbaharui perserta didik melalui cara-cara tertentu. Bagi Freire, pendidikan itu direktif dan politis akan tetapi harus demokratis. Pendidik harus menghormati ide atau prinsip peserta didik. Bagian terpenting yang diungkapkan Freire dalam bab ini adalah pendidikan atau mengajar merupakan tindakan kreatif dan kritis. Mengajar bukan tindakan mekanis. Dengan demikian Freire menyatakan bahwa dalam proses belajar, pendidik harus menjadikan makna lebih dalam dari materi pembelajaran. Peserta didik harus mampu belajar untuk belajar dari proses pembelajaran. Intinya adalah bahwa peserta didik harus semakin belajar setelah belajar. Oleh karena itu menurut Freire diperlukan suatu disiplin pendidikan.Bab 3

Bagian ini dimulai dengan pernyataan lebih lanjut Freire mengenai pentingnya disiplin pendidikan. Freire sangat menekankan perlunya disiplin pendidikan untuk dapat membelajarkan peserta didik. Peserta didik atau edukandi dalam istilah yang digunakan Freire, harus ditempatkan secara kritis dalam suatu situasi pendidikan atau pengetahuan agar dapat mendalami proses belajar itu sendiri.Hal lain yang diungkapkan Freire adalah mengenai proses belajar yang harus berlangsung dalam suasana kegembiraan. Dengan kata lain Freire menyampaikan bahwa dalam proses pembelajaran, situasi yang interaktif, komunikatif, dan bersahabat sangat diperlukan. Situasi tersebut sangat diperlukan untuk dapat membuat peserta didik meresapi tindakan belajar-mengajar yang dilaksanakan.Dalam bagian ini juga Freire menyatakan realitas pendidikan yang bersifat progresif. Pendidikan progresif adalah pendidikan yang dapat melihat realitas atau situasi yang sebenarnya dialami peserta didik, kemudian melakukan perubahan terhadap realitas tersebut. Meminjam istilah yang digunakan Freire, pendidikan progresif adalah pendidikan yang melihat adanya realitas dan mengadakan transformasi terhadap realitas tersebut.Pernyataan penting yang diungkapkan Freire dalam bagian ini adalah bahwa seharusnya pendidik menerima karakteristik perserta didik dalam proses belajar. Maksudnya adalah peserta didik telah memiliki kemampuan awal sebelumnya. Dengan demikian dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan, pendidik harus memperhatikan kemampuan awal peserta didik. Hal ini sangat penting untuk membuat peserta didik dapat menghubungkan kemampuan awalnya dengan apa yang didapatkan dalam proses belajar.

Bab 4Ada dua metode pendidik yang ditentang oleh Freire dalam bagian ini, yaitu mekanistik dan idealistik. Mekanistik akan sangat mementingkan tata cara untuk belajar, sedangkan idealistik menetapkan standar yang sangat tinggi terhadap peserta didik. Freire menekankan pentingnya penyadaran baik terhadap pendidik maupun yang dididik.Dalam bagian ini Freire mengungkapkan pentingnya pendidik memahami kebudayaan masyarakat. Lebih lanjut Freire mengingatkan pendidik mengenai pentingnya kebudayaan dalam pendidikan. Seorang pendidik yang memahami dan menerima budaya setempat akan lebih mudah menyampaikan pengajaran kepada peserta didik dalam konteks setempat. Hal tersebut penting karena masyarakat membangun tradisi perlawanan terhadap penindasan berdasarkan kebudayaan mereka. Freire mengingatkan pendidik untuk tidak melakukan tindakan pendidikan dengan menekankan kewibawaan yang berlebihan karena akan berakibat pendidikan menjadi otoriter. Sebaliknya pendidik juga tidak seharusnya mengurangi atau meniadakan kewibawaan sehingga pendidik menjadi permisif terhadap perilaku peserta didik yang mengganggu proses pendidikan.Pendidikan yang tidak otorioter dan permisif dapat dilakukan dengan adanya dialog antara pendidik dan peserta didik. Freire menekankan bahwa adanya dialog bukan menandakan murid dan pendidik menjadi sama. Dialog merupakan salah satu bentuk pendidikan yang demokratis. Dialog menciptakan suasana pendidikan yang demokratis. Freire menyadari bahwa dialog merupakan cara untuk membuka diri terhadap pemikiran orang lain. Dengan kata lain, dialog membuat pendidik terbuka terhadap persepsi dan paradigma peserta didik. Dialog juga membuat peserta didik terbuka terhadap pemikiran pendidik dan semakin belajar dari proses pembelajaran yang dilaksanakan.

Bab 5Bab ini dimulai dengan kisah mengenai sekolah yang terjebak dalam sistem pendidikan yang konservatif. Pendidik dalam sekolah yang demikian tidak dapat terbuka dan menerima kebebasan berekspresi murid-muridnya. Ini merupakan salah satu tantangan dalam menciptakan pendidikan yang demokratis. Selain masalah keterikatan dengan sistem pendidikan yang lama, yaitu sistem pendidikan yang menempatkan pendidik sebagai patron terhadap peserta didik, proses pendidikan dalam masyarakat juga menghadapi persoalan lain. Pendidikan menghadapi masalah perbedaan kulit atau dalam istilah lain rasisme. Pada dasarnya rasisme tidak hanya mengacu pada perbedaan warna kulit, melainkan telah masuk dalam pengertian yang mendalam mengenai perbedaan persepsi, paradigma, dan prinsip hidup masyarakat. Dengan adanya perbedaan tersebut di atas dan juga mengenai rasisme, Freire menekankan perlunya pendidikan terhadap kaum tertindas yang didasarkan pada kehangatan, kesetiakawanan, dan kasih yang tidak pura-pura. Pendidikan yang tidak didasarkan pada rasa bersalah oleh luka rasisme. Menurut Freire tindakan tersebut membutuhkan perjuangan yang keras. Meminjam isitilah yang digunakan Freire, pendidikan dengan berdasarkan kasih merupakan pekerjaan yang memeras keringat. Bagi Freire pendidikan adalah perjuangan untuk mencapai kesatuan di dalam keberagaman. Ini merupakan salah satu tujuan pendidikan bagi kaum tertindas yang diperjuangkan oleh Freire.

Bab 6Pluralisme budaya menjadi perhatian Freire dalam bagian ini. Ia menyaksikan berbagai perbedaan dan keberagaman yang terjadi dari pluralisme budaya. Bagi Freire, keberagaman budaya adalah tantangan terhadap terwujudnya pendidikan yang demokratis. Maksudnya adalah keberagaman menciptakan berbagai pemahaman yang sangat berbeda antara satu dan lainnya. Dengan demikian pluralisme budaya dapat menciptakan banyak pertentangan dalam sosialitas masyarakat.Freire menyatakan bahwa demokrasi sangat dibutuhkan untuk menyemangati hubungan dalam keberagaman budaya. Menciptakan kesatuan dalam keberagaman merupakan tugas dan tanggung jawab pendidik progresif bagi kaum tertindas. Dalam pandangan Freire, keanekaragaman budaya harus digarap, sehingga menciptakan situasi yang kondusif terhadap proses pendidikan yang demokratis. Menyatukan kebudayaan yang beragam menjadi sebuah kesatuan bukan hal yang mudah. Freire bahkan menyatakan bahwa untuk menciptakan kesatuan dalam keberagaman, maka diperlukan radikal demokrasi. Dengan demikian Freire tidak hanya menekankan pentingnya demokrasi semata, melainkan dibutuhkan demokrasi yang radikal. Pendidikan progresif dapat tercapai apabila ada kesatuan dalam keberagaman.

Bab 7Ini merupakan bagian terakhir dari buku yang ditulis oleh Freire selain beberapa catatan di buku tersebut. Hal menarik yang diungkapkan Freire dalam bagian ini adalah mengenai ungkapan orang yang tahu mendidik yang tidak tahu. Bagi Freire ini masih mengandung kekeliruan. Dalam pendidikan progresif terhadap kaum tertindas, pendidik tidak hanya harus mengetahui agar dapat mengajar mereka yang tidak tahu. Freire menekankan perlunya pemahaman timbal balik atau dalam istilah Freire sebagai pemahaman dialektis. Pemahaman tentang pengetahuan dan ketidaktahuan. Pendidik harus memahami pengetahuan yang dimilikinya sekaligus menyadari ketidaktahuan yang dimilikinya terhadap peserta didik dengan segala keberadaan mereka, termasuk pengetahuan awal, kebudayaan, prinsip hidup dan konteks kehidupan peserta didik.Secara ringkas pembahasan Freire dalam bagian ini diakhiri dengan pemahaman bahwa dalam berbagai situasi kehidupan yang komples bagi kaum tertindas, pendidikan sangat dibutuhkan untuk membangkitkan pengharapan. Freire memahami bahwa pengharapan dapat menghasilkan perjuangan baru pada tingkat-tingkat kehidupan yang lain. Pengharapan akan memberikan semangat hidup kepada kaum tertindas untuk mendapatkan kehidupan yang selayaknya termasuk terhadap pendidikan itu sendiri.

KesimpulanBerdasarkan pemahaman terhadap pandangan Freire, maka dapat dinyatakan bahwa Pedagogi Pengharapan merupakan pendidikan yang tercipta dari kekuatiran terhadap orang-orang yang selama ini dimanfaatkan oleh orang yang berkuasa. Apabila dihubungkan dengan konteks pendidikan di Indonesia, maka pembahasan dan ide-ide Freire sangat relevan untuk diterapkan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Realitas pendidikan di Indonesia yang sangat komersial merupakan sistem pendidikan yang sulit dicapai oleh kaum tertindas. Kaum tertindas atau dalam konteks Indonesia sebagai kaum marginal, sangat sulit mendapatkan akses terhadap pendidikan yang bermutu. Keterpurukan pendidikan di Indonesia seharusnya memacu pendidik untuk menerapkan pedagogi pengharapan. Kaum marginal membutuhkan harapan ditengah kemerosotan kehidupan yang mereka alami. Kemiskinan, penindasan, ketidakadilan secara sosial, ekonomi dan politik membutuhkan pendidik yang progresif. Pendidik progresif yang menghargai keberagaman Indonesia dan menciptakan kesatuan dalam keberagaman tersebut melalui radikal demokrasi. Pendidikan yang baik hanya dapat tercipta dengan adanya pengetahuan dan pemahaman terhadap pengetahuan itu sendiri serta ketidaktahuan akan subjek maupun objek pendidikan.

--o0o--