Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Laporan
Delegasi Republik Indonesia
Dalam mengikuti pertemuan
Bonn Climate Change Conference
(SBI-46, SBSTA-46, APA1.3)
and Its Preparatory Meetings
Bonn, Jerman, 5 – 18 Mei 2017
CONFIDENTIAL
Per 9 Juni 2017 - 1
LAPORAN DELEGASI INDONESIA MENGIKUTI PERTEMUAN BONN CLIMATE CHANGE CONFERENCE (BCCC) AND ITS PREPARATORY MEETINGS SBI-46, SBSTA-46, APA1.3, Bonn, Jerman, 5 – 18 Mei 2016
DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN
2. DELEGASI REPUBLIK INDONESIA
3. PERSIDANGAN / PERUNDINGAN 3.1 Preparatory Meeting: G77 and China, 5 dan 7 Mei 2017 3.2 Sesi Pertemuan ke-46 Subsidiary Body of Implementation (SBI-46) 3.3 Sesi Pertemuan ke-46 Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice (SBSTA-46) 3.4 Bagian ke-3 dari Pertemuan ke-1 Ad-Hoc Working Group on the Paris Agreement (APA 1.3)
4. PERTEMUAN NON PERSIDANGAN 4.1 Pertemuan Bilateral 4.2 The First Session of the Paris Committee on Capacity Building (PCCB) Meeting 4.3 Mandated Events and Workshop dan Special Events 4.4 Koordinasi Harian Delegasi RI
5. REFLEKSI BCCC-MEI 2017 DAN TINDAK LANJUTNYA: PEKERJAAN RUMAH BAGI DELEGASI RI MENUJU COP-23 NOVEMBER 2017
6. MATRIK LAPORAN PERSIDANGAN DAN NON PERSIDANGAN DELEGASI RI
LAMPIRAN Lampiran 1 - Susunan Delegasi Republik Indonesia Lampiran 2 - Dokumentasi
Per 9 Juni 2017 - 2
LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA MENGIKUTI PERTEMUAN BONN CLIMATE CHANGE CONFERENCE (BCCC)
AND ITS PREPARATORY MEETINGS SBI-46, SBSTA-46, APA1.3, Bonn, Jerman, 5 – 18 Mei 2016
1. PENDAHULUAN Dalam rangka mengimplementasikan kesepakatan COP-21 dan tindak lanjut COP-22 Marrakech, proses negosiasi UNFCCC di tahun 2017 secara garis besar terdiri atas 2 (dua) sesi perundingan: a. Badan-badan Subsider UNFCCC atau Bonn Climate Change Conference/BCCC (SBI-46, SBSTA-46,
APA1.3), di Bonn Jerman, 8 – 18 Mei 2017; b. COP-23/CMP-13/CMA1.2 (termasuk SBI-47 dan SBSTA-47) di Bonn, Germany, 6-17 November 2017
dengan chairmanship Fiji selaku COP Presidency. Periode pertama sesi perundingan UNFCCC tahun 2017 yang dimulai dengan perundingan Badan-badan Subsider UNFCCC atau Bonn Climate Change Conference/BCCC (SBI-46, SBSTA-46, APA1.3) and Its Preparatory Meetings, telah diselenggarakan di Bonn Jerman, 5 – 18 Mei 2017. Pengorganisasian Bonn Climate Change Conference (BCCC) and Its Preparatory Meetings, 5-18 Mei 2017 terdiri dari 3 (tiga) jenis pertemuan yaitu: a. Perundingan - Plenary meetings and meetings of groups of the Convention and Protocol bodies, yang
terdiri dari: (i) the Forty-sixth Session of Subsidiary Body for Implementation (SBI-46) (ii) the Forty-sixth Session of Subsidiary Body of Scientific and Technological Advice (SBSTA-46) (iii) the Third Part of the first Session of Adhoc Working Group on the Paris Agreement (APA1.3) (iv) diawali dengan: G-77 & China Preparatory Meeting 5 dan 7 Mei 2017
b. Mandated events and workshops
Workshop atau pertemuan sejenisnya ini adalah pertemuan yang telah dimandatkan oleh COP untuk diselenggarakan mengawali suatu pembahasan agenda item tertentu pada suatu sesi perundingan dalam rangka memberikan masukan teknis substantif bagi sesi perundingan SBI atau SBSTA atau Ad hoc working group tersebut. Dalam pertemuan BCCC-Mei 2017, terdapat 20 (dua puluh) mandated events and workshop yang diselenggarakan.
c. UNFCCC and special events.
Pertemuan jenis ini merupakan pertemuan dari inisiatif dan/ atau permintaan dari Negara Pihak dan sifat pertemuan adalah untuk sharing experience. Terdapat 24 (dua puluh empat) special events yang telah diselenggarakan.
2. DELEGASI REPUBLIK INDONESIA
Delegasi Republik Indonesia (DELRI) dipimpin oleh Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai National Focal Point for UNFCCC dan selaku Head of Delegation.
Per 9 Juni 2017 - 3
Ketua Delegasi RI menyampaikan statement pada Closing Session of SBSTA-46
Ketua Delegasi RI menyampaikan intervensi pada Contact Group of APA 1.3
Direktur Mobilisasi Sumberdaya Sektoral dan Regional, KLHK selaku lead negotiator pada isu technology dan capacity
building menyampaikan intervensi pada sesi persidangan SBI-46
Per 9 Juni 2017 - 4
Delegasi RI secara keseluruhan berjumlah 60 (enam puluh) peserta terdiri dari wakil 13 (tiga belas) Kementerian/Lembaga dan 1 (satu) perguruan tinggi, yaitu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Sekretariat Kabinet, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kem. PUPR), Kementerian Luar Negeri termasuk KBRI Berlin, Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk Pengendalian Perubahan Iklim (UKP-PPI), Kementerian Keuangan, Sekretariat Negara, Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Koordinator Kemaritiman, Kementerian Kesehatan, dan Universitas Indonesia. Susunan Delegasi RI selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran.
3. PERSIDANGAN / PERUNDINGAN Kelompok perundingan/persidangan perubahan iklim UNFCCC telah dilaksanakan dari tanggal 5 hingga 18 Mei 2017 di Bonn, Jerman, dengan agenda utama: a. Pertemuan G77+China Preparatory Meeting, 5-7 Mei 2017; b. Pertemuan ke-46 Subsidiary Body of Implementation (SBI-46), 8-18 Mei 2017; c. Pertemuan ke-46 Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice (SBSTA-46), 8-18 Mei 2017; d. Bagian ke-3 Pertemuan ke-1 Ad-Hoc Working Group on the Paris Agreement (APA-1.3), 8-18 Mei 2017. Pertemuan ditujukan untuk mendorong kemajuan implementasi Paris Agreement (PA) melalui penyusunan modalitas, prosedur dan guidelines berbagai aspek kesepakatan PA. Beberapa isu utama yang mengemuka dalam persidangan antara lain: implementasi Paris Agreement (PA); persiapan COP-23 di Bonn, 6-17 November 2017; dan persiapan Facilitative Dialogue 2018. Mengenai implementasi PA, secara substantif masih terdapat banyak perbedaan pandangan untuk tiap agenda, namun pembahasan telah melangkah maju dari sebelumnya pada tataran konseptual menjadi lebih elaboratif. Berbagai pandangan para delegasi dirangkum dalam sejumlah Informal Notes yang disusun Co-Chairs dan Co-Facilitators, sebagai basis pembahasan selanjutnya. Terdapat upaya dari 3 badan subsider UNFCCC untuk memajukan pembahasan secara sinergis dan koheren melalui penyelenggaraan joint meeting. Inisiatif ini mendapat apresiasi para delegasi mengingat keterkaitan antar-agenda item. Mengenai Facilitative Dialogue, terdapat kesepahaman mengenai perlunya partisipasi tingkat tinggi untuk menjaga momentum politik yang tercapai di Paris. Namun demikian, diperlukan pembahasan lebih lanjut mengenai format, untuk memastikan dialog kebijakan yang interaktif dan efektif. Hal ini diharapkan dapat dituntaskan dan menjadi salah satu deliverables COP-23. Secara umum, proses perundingan berlangsung kondusif. Namun demikian, banyaknya informal notes yang dihasilkan menyisakan pekerjaan rumah bagi COP 23 untuk dapat menghasilkan keputusan yang berarti, khususnya mengingat target operasionalisasi PA pada tahun 2018.
Per 9 Juni 2017 - 5
3.1 Preparatory Meeting: G77 and China, 5 dan 7 Mei 2017 Dalam pertemuan selama dua hari, Kelompok G77 & China dengan Ecuador selaku chair of G77 & China tahun 2017 memfokuskan pembahasan pada aspek kritis dalam perundingan pasca Paris, yakni penyelesaian Rules Book of the Paris Agreement (PA). Yang dimaksud dengan rules book of the PA adalah mengenai modalitas, prosedur dan guideline dari PA dimana pembahasannya tersebar pada tiga persidangan utama yaitu SBSTA 46, SBI 46 dan APA 1.3. Selain itu, G77 & China juga menyepakati untuk mendesak seluruh Parties terkait: (a) urgensi peningkatan aksi pre-2020 sebagai suatu dasar yang solid bagi pelaksanaan post-2020, dan (b) tetap menjada delicate balance terhadap semua isu yang telah disepakati di Paris, sama halnya dengan semua prinsip dan provisi yang ada dalam Konvensi. 3.2 Sesi Pertemuan ke-46 Subsidiary Body of Implementation (SBI-46) SBI-46 membahas agenda terkait assessment dan review pelaksanaan komitmen negara maju; status penyampaian komunikasi nasional negara berkembang; pengembangan modalitas dan prosedur sistim registrasi aksi perubahan iklim; review atas modalitas dan prosedur Clean Development Mechanism (CDM); alih teknologi; pendanaan iklim; peningkatan kapasitas; response measures; serta persiapan proses review berkala mengenai kemajuan pencapaian tujuan jangka panjang Konvensi UNFCCC. SBI-46 dapat menyepakati sejumlah rancangan keputusan, yaitu mengenai panduan penyusunan komunikasi nasional; dukungan finansial dan teknis; modalitas dan prosedur untuk proses assessment dan review internasional mengenai komitmen negara maju; sistem registri publik; response measures; CDM; tujuan global jangka panjang; rencana adaptasi nasional; program peningkatan kapasitas di sektor mekanisme teknologi; pengaturan penyelenggaraan pertemuan antar-Pemerintah; anggaran program 2018-2019; dan pembangunan markas besar UNFCCC. 3.3 Sesi Pertemuan ke-46 Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice (SBSTA-46) SBSTA-46 membahas agenda terkait implementasi Nairobi Work Programme (NWP) mengenai dampak, vulnerability dan adaptasi perubahan iklim; kerjasama alih teknologi; pertanian; ilmu pengetahuan dan riset; response measures; berbagai isu metodologi bagi pelaksanaan Konvensi dan Protokol Kyoto; land use, land use change and forestry di bawah Protokol Kyoto dan CDM; isu-isu terkait pasal 6 Paris Agreement (PA) mengenai kerjasama internasional bagi pencapaian NDC; mobilisasi dukungan pendanaan negara maju; serta kerjasama dengan organisasi internasional lainnya. SBSTA-46 dapat menyepakati sejumlah rancangan keputusan terkait langkah-langkah bagi implementasi NWP; alih teknologi; pertanian; kerjasama sains dan riset; cakupan review berkala mengenai tujuan global jangka panjang; response measures; metodologi bagi pelaksanaan Konvensi dan Protokol Kyoto; mobilisasi dukungan pendanaan negara maju bagi negara berkembang serta kerjasama dengan organisasi internasional lainnya.
Per 9 Juni 2017 - 6
Pertemuan Bilateral Ketua Delegasi RI dengan Wakil Ketua Delegasi Korea Selatan membahas peluang kerjasama dalam
aksi penanggulangan perubahan iklim
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, KPPPA, selaku Alternate Head of Delegation dan Ketua Tim Gender DELRI
menyampaikan masukan pada kesempatan In-session Gender Workshop, 10 - 11 Mei 2017
Ketua Delegasi RI menjadi narasumber pada Technical Expert Meeting:
Mitigation in Forestry and Other Land Use
Per 9 Juni 2017 - 7
3.4 Bagian ke-3 dari Pertemuan ke-1 Ad-Hoc Working Group on the Paris Agreement (APA 1.3) APA 1-3 antara lain telah membahas agenda elaborasi elemen Nationally Determined Contributions / NDCs (yaitu, features, transparansi dan sistem penghitungan); komunikasi adaptasi; kerangka transparansi aksi dan support; modalitas penyelenggaraan dan persiapan global stocktake; serta pengembangan modalitas kerja Komite Implementasi dan Compliance. APA juga telah melakukan koordinasi dan pertemuan bersama dengan SBI dan SBSTA untuk memantau kemajuan pembahasan terkait implementasi Paris Agreement secara sinergis dan koheren. Walaupun secara substantif masih terdapat banyak perbedaan pandangan untuk tiap agenda, namun tercapai kemajuan di mana pembahasan yang sebelumnya lebih pada tataran konseptual telah memasuki tahap yang lebih elaboratif. Berbagai pandangan para delegasi dirangkum dalam sejumlah Informal Notes yang disusun Co-Facilitators, sebagai basis untuk pembahasan selanjutnya. Draft kesepakatan yang dicapai dalam persidangan APA 1.3 sebagaimana terlampir. APA juga membahas persiapan penyelenggaraan Facilitative Dialogue 2018. Terdapat kesepahaman mengenai perlunya partisipasi tingkat tinggi untuk menjaga momentum politik yang tercapai di Paris. Namun demikian, masih diperlukan pembahasan lebih lanjut mengenai format, untuk memastikan dialog kebijakan yang interaktif dan efektif. Hal ini diharapkan dapat dituntaskan pada COP-23, November 2017. Laporan lengkap atas partisipasi DELRI dalam berbagai pertemuan Non Persidangan dapat dilihat dalam Matrik Laporan Persidangan. IV. PERTEMUAN NON-PERSIDANGAN/PERUNDINGAN 4.1 Pertemuan Bilateral Di sela-sela berbagai agenda perundingan, Ketua Delri telah mengadakan pertemuan bilateral dengan: a. Australia, membahas perencanaan penyelenggaraan Asia-Pacific Rain Forest Summit di Indonesia pada
tahun 2018; b. Norwegia, membahas tindak lanjut MRV Protocol dalam rangka melaksanakan implementasi Letter of
Intent (LoI) Indonesia-Norwegia secepatnya; c. Korea Selatan, membahas peluang kerjasama dalam aksi penanggulangan perubahan iklim dengan
Indonesia (bilateral cooperation in responding climate change); d. Italia, membahas peluang kerjasama di bidang perubahan iklim dan lingkungan dengan mengajukan
usulan draft Memorandum of Understanding (MoU) kepada Indonesia. 4.2. The First Session of the Paris Committee on Capacity Building (PCCB) Meeting Pada BCCC-Mei 2017 telah berlangsung pula pertemuan pertama Paris Committee on Capacity Building (PCCB). Indonesia menjadi salah satu anggota pertama, diwakili Dr. Mahawan Karuniasa, dengan masa keanggotaan 3 (tiga) tahun. Keanggotaan Indonesia antara lain diarahkan untuk memastikan keselarasan kerjasama capacity building dengan kepentingan negara berkembang, yaitu keseimbangan antara mitigasi dan adaptasi.
Per 9 Juni 2017 - 8
4.3 Mandated Events and Workshop dan Special Events Delegasi RI juga menghadiri sejumlah mandated events, antara lain dialog lintas-pemangku kepentingan mengenai peningkatan kontribusi masyarakat adat dan komunitas lokal; workshop mengenai peningkatan partisipasi non-Party stakeholders; workshop mengenai gender; serta sejumlah pertemuan pakar di sektor mitigasi dan response measures. Di samping itu, Pemerintah Jerman dan Sekretariat UNFCCC menyelenggarakan logistic briefing mengenai pelaksanaan COP 23. Laporan lengkap atas partisipasi DELRI dalam berbagai pertemuan Non Persidangan dapat dilihat dalam Matrik Laporan Non Persidangan. 4.4 Koordinasi Harian Delegasi RI Guna memantau perkembangan jalannya perundingan yang diikuti oleh setiap anggota Delegasi RI pada masing-masing agenda yang diikutinya, dan untuk konsolidasi posisi Delegasi RI terhadap dinamika jalannya perundingan, Koordinasi Harian DELRI prinispnya diselenggarakan setiap hari pukul 18.00 – 19.00 waktu setempat. V. REFLEKSI BCCC-MEI 2017 DAN TINDAK LANJUTNYA: PEKERJAAN RUMAH BAGI DELEGASI
RI MENUJU COP-23 NOVEMBER 2017 Dalam pengamatan Delegasi RI, proses perundingan secara umum berlangsung kondusif. Namun, banyaknya informal notes yang dihasilkan pada sesi Bonn ini menyisakan pekerjaan rumah dan harapan yang tinggi bagi COP-23 untuk menghasilkan keputusan yang berarti. Persidangan juga diwarnai ketidakpastian posisi Amerika Serikat untuk isu perubahan iklim, menunggu proses review kebijakan yang akan dilakukan Gedung Putih. Dalam kaitan ini, patut dicermati posisi AS menyangkut isu Perubahan Iklim yang akan disampaikan pada KTT G-7 di Taormina, Italia, 26-27 Mei 2017 dan pada KTT G-20 di Hamburg, Jerman, 7-8 Juli 2017. Terdapat beberapa catatan penting yang diperkirakan akan menjadi fokus pembahasan ke depan dan memerlukan tindak lanjut di dalam negeri, antara lain: a. Mitigasi: Elaborasi elemen Nationally Determined Contributions (NDC) (features, transparansi dan
sistem penghitungan) serta review berkala terhadap tujuan jangka panjang Konvensi. Item ini akan dibahas lebih lanjut pada pertemuan SBI-47 dan 48 untuk diadopsi di COP-25 pada tahun 2019.
b. Adaptasi: penyiapan bahan submisi terkait adaptation communication mengenai possible elements
dan struktur. Perlu dicermati aspek flexibility, vehicles dan linkages antara adaptation communication dengan agenda APA lain seperti transparency dan global stocktake.
c. Transparansi: penyiapan submisi mengenai struktur (judul dan sub-judul) untuk modalities,
procedures, and guidelines (MPG) of transparency framework dengan tenggat waktu 30 September 2017. Negara pihak juga diundang menyampaikan submisi mengenai operasionalisasi public registry sebelum 27 September 2017.
d. Peningkatan Kapasitas: mengingat isu ini menjadi enabler dari implementasi PA, Indonesia perlu terus mengawal perkembangan pembahasan isu ini.
Per 9 Juni 2017 - 9
e. Teknologi: pembahasan Technology Framework (TF) selanjutnya akan menentukan pola serta kelancaran dukungan alih teknologi dari negara maju kepada negara berkembang. TF secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap implementasi PA secara global, regional maupun nasional.
f. Pendanaan Iklim: pembahasan modalitas sistem akuntansi akan dilanjutkan pada SBSTA-47 bulan November tahun 2017.
g. Article 6 of the Paris Agreement tentang Pendekatan Kerjasama Internasional Implementasi
Paris Agreement: Para Pihak diminta menyampaikan submisi mengenai isi dari draft guidance / rules, modalities and procedures / decision, termasuk mengenai struktur dan area, isu dan elemen, serta pelaksanaan roundtable discussion pada SBSTA-47.
h. Compliance: membahas lebih lanjut modalitas dan prosedur operasionalisasi dari Komite Implementasi dan Compliance, yang mencakup elemen: tujuan, cakupan tugas dan fungsi, struktur, komposisi, mekanisme pengukuran dan hasil, keterkaitan dengan badan lain di bawah UNFCCC.
i. Response Measures: menyusun submisi tentang modalitas dan prosedur Response Measure Work Program sebelum 30 September 2017, persiapan pre-sessional meeting, dan pelatihan “Modeling Tools” yang dapat memperkiraan dampak Response Measures di masa mendatang.
j. Further Matters Related to the Paris Agreements Implementation: mendorong Sekretariat untuk
mengkompilasi seluruh keputusan mengenai Adaptation Fund sebelum 15 September 2017. Melanjutkan diskusi mengenai procedural clarity atas implementasi response measures dan pengakuan upaya adaptasi negara berkembang.
k. Research and Systematic Observation (RSO): para Pihak diminta menyampaikan submisi sebelum
2 Februari 2018 tentang topik research dialogue (RD) pada SBSTA 48. l. Pertanian: melanjutkan agenda item ini pada SBSTA47. Indonesia mendorong aksi adaptasi untuk
mendukung program food security dan zero hunger. m. Land use, land-use change and forestry (LULUCF): penyusunan proposal teknis. Selama dua minggu Indonesia telah menyampaikan pandangannya di berbagai bentuk persidangan. Indonesia khususnya pada sesi perundingan SBSTA menyampaikan penekanan pada kepentingan Indonesia tentang transfer teknologi, pentingnya pembahasan pertanian, Article 6 of the Paris Agreement tentang alternatif sumber lain pendanaan iklim, serta modalitas peyediaan dana dan mobilisasinya. Indonesia berpandangan bahwa penekanan aspek-aspek tersebut disalurkan melalui SBSTA mengingat sesuai dengan tupoksi SBSTA membantu pencapaian COP decision melalui aspek metodologi dan teknis pelaksanaannya yang sangat penting untuk segera diklarifikasi. Agenda lain yang penting bagi Indonesia terkait Mitigasi berupa modalitas untuk NDC, transparasi framework dan MRV telah disampaikan melalui persidangan APA baik pada minggu pertama maupun minggu kedua. Sedangkan terkait Adaptasi termasuk pelaporan (Adaptation Communication) dan pendanaannya juga telah ditekankan melalui APA dan SBI. Segala yang dihasilkan pada BCCC Mei 2017 merupakan catatan penting bagi keputusan COP mendatang. Masih banyak submisi yang harus Indonesia persiapkan, demikian juga halnya dengan analisis pada sintesis report dan reflection note dari pada co facilitator terutama APA yang membahas Modalities, Procedures dan Guidelines (MPG) atau Paris Rules Book. Hal ini penting sekali sebagai rambu-rambu implementasi NDC di dalam negeri.
Per 9 Juni 2017 - 10
Keberhasilan Indonesia dalam mengusulkan berbagai kepentingan Indonesia dalam draft-draft conclusion dan reflection note di masing-masing persidangan harus dijaga momentumnya untuk dihidupkan dalam keputusan COP mendatang. Setelah mengikuti Bonn Climate Change Conference Mei 2017, Delegasi Indonesia akan menindaklanjuti hasil persidangan SBSTA-46, SBI-46 dan APA 1-3. Pekerjaan Rumah Indonesia cukup banyak setelah BCCC-Mei 2017 dan diharapkan semua anggota Delegasi RI yang telah ikut pada session ini untuk segera mempelajari hasil-hasil tersebut. Sinkronisasi elemen pembahasan yang ada di persidangan UNFCCC perlu dirumuskan terutama yang terkait dengan pemanfaatan ruang dan lahan dengan menguraikannya dikaitkan dengan dampak perubahan iklim di Indonesia termasuk ke design infrastruktur dan tata ruangnya. Selain itu, perlunya merumuskan pengarusutamaan isu gender pada semua aspek terkait perubahan iklim, dan penekanan dampak yang kemungkinan terjadi apabila Indonesia harus shifting pertumbuhan ekonomi dari yang berbasis fossil fuel ke implementasi green growth economi yang berkelanjutan, berpijak pada hasil perundingan elemen response measure. Indonesia perlu mempersiapkan keikutsertaan Delegasi Indonesia ke COP-23 mendatang pada tanggal 6-17 November 2017 di World Conference Center in Bonn (WCCB) Sebanyak 197 negara akan menghadiri kegiatan tahunan ini termasuk Delegasi Indonesia. Untuk mengoptimalkan persiapan Delegasi Indonesia diperlukan koordinasi dan kerjasama semua pihak dalam negeri terkait dalam menyusun substansi relevan dalam agenda COP-23 mendatang. Dalam kaitannya dengan persiapan substansi menuju COP-23 November 2017, COP Presidency yang dijabat oleh Fiji akan menyelenggarakan 2 (dua) pertemuan yaitu: a. Pertemuan oleh High-Level Champions di Suva, Fiji, tanggal 3-4 Juli 2017; b. Pre-COP di Naudi, Fiji tanggal 17-18 Oktober 2017. Kedua pertemuan tersebut menjadi agenda utama persiapan substansi Delegasi RI. Selain itu substansi kepentingan Indonesia juga akan dilaksanakan melalui soft diplomacy dengan menghadirkan Pavilliun Indonesia sebagai sarana memperkenalkan dan menginfromasikan ke dunia tentang upaya Indonesia setelah menandatangani Perjanjian Paris. Perjuangan Indonesia berdasarkan pada kepentingan yang sudah digambarkan dalam Nationally Determined Contribution (NDC) sekaligus memperkenalkan persiapan yang telah dilaksanakan di Indonesia termasuk berbagai kebijakan baru dan system yang telah dibangun termasuk kemajuan pelaksanaan Sistem Registrasi Nasional.
*****
Per 9 Juni 2017 - 10
MATRIK LAPORAN PERSIDANGAN
DAN NON PERSIDANGAN
Delegasi Republik Indonesia
dalam mengikuti Pertemuan
Bonn Climate Change Conference
(SBI-46, SBSTA-46, APA1.3) and Its Preparatory Meetings
Bonn, Jerman, 5 – 18 Mei 2017
Per 9 Juni 2017 - 11
MATRIK LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA PERSIDANGAN APA 1-3, SBSTA-46 DAN SBI-46, BONN, 8-18 MEI 2016
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
The Third Part of the First Session of the Ad Hoc Working Group on the Paris Agreement (APA 1-3)
APA 3 Further guidance in relation to the mitigation section of decision 1/CP.21 on: 3(a) Features of nationally determined contributions, as specified in paragraph 26; 3(b) Information to facilitate clarity, transparency and understanding of nationally determined contributions, as specified in paragraph 28; 3(c) Accounting for Parties’ nationally determined contributions, as specified in paragraph 31.
General position for further guidance in relation to the mitigation section of decision 1/CP.21:
The process of development and implementation of the further guidance should be done gradually, followed by support for capacity building for developing countries.
There is a need to conduct a review for the effectiveness of the further guidance.
The aspect of differentiation for developing countries and developed countries should be pointed out.
The information to facilitate CTU may also consider, for instance, long term projection of mitigation towards achieving the long-term global goal as stipulated in the Paris Agreement and peaking time.
Catatan:
Masih adanya perbedaan pandangan mengenai definisi features, walaupun semua mengakui bahwa features pada dasarnya adalah elemen yang ada dalam struktur NDC.
Pada dasarnya, banyak Parties menyetujui hal-hal sebagai berikut: (i) Perlu ada mandatory elements dan
voluntary elements dalam feature NDC, walaupun perlu dicari istilah lain selain “mandatory” mengingat istilah tersebut berkonotasi “kewajiban” yang harus dipenuhi.;
(ii) NDC tidak hanya mitigation-centric, tapi juga meliputi adaptasi dan MoI termasuk support;
(iii) Aspek flexibility harus tetap dipegang, akan perlu didefiniskan seberapa jauh aspek ini dapat diterapkan dalam NDC.
Negara berkembang tetap meminta adanya clear differentiation dalam NDC dan perangkatnya, misalnya cakupan action-barriers-need utntuk begara
Penyiapan submisi Indonesia tentang elemen-elemen terkait dengan masing-masing sub-item (a), (b) dan (c) dan
Penyiapan delegasi untuk dapat mengikuti pertemuan in-session.
Per 9 Juni 2017 - 12
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
Prinsip nationally determined dan flexibility untuk negara berkembang, serta diferensiasi yang harus menjadi dasar dalam penyusunan elemen
berkembang dan actions-support bagi Negara maju.
Pertemuan menyepakati mengundang parties menyampaikan submission mengenai elemen untuk masing-masing sub item yang paling lambat harus disampaikan pada 15 September 2017.
Berdasarkan submisi, Co-facilitators dibantu Secretariat menyiapkan non paper yang akan disampaikan paling lambat pada bulan 15 Oktober 2017, yang berisi: proses negosiasi sesi APA1-3, klustering divergent issues, isi non-paper tidak akan prejudge proses negosiasi pada agenda item lain, dan tidak akan menghasilkan elemen baru.
Akan diselenggarakan In-session Roundtable pada tanggal 6 November 2017.
APA 4 Further guidance in relation to the adaptation communication, including, inter alia, as a component of nationally determined contributions, referred to in Article 7, paragraphs 10 and 11, of the Paris Agreement.
1. In regard with types of information that would be most useful to include in adaptation communications:
Information should include vulnerability, risks, impacts, efforts to response the impacts, the gaps and the needs to enhance resilience of developing country.
Mengawali pertemuan negosiasi, telah dilaksanakan pre-sessional workhshop on APA agenda item 4 mengenai Further Guidance in relation to the adaptasion communication. Dalam workshop tersebut peserta membahas isu terkait adaptation communication yang telah diidentifikasi pada pertemuan tahun 2016 di Marrakech, mencakup purposes, elements, linkages, vehicles dan flexibilities.
Perlu dipastikan pengembangan kerangka kerja adaptation communication dapat mengakomodir kepentingan negara berkembang dalam menjawab gaps and needs, serta mendapatkan dukungan yang memadai. Selain itu perlu dilakukan
Per 9 Juni 2017 - 13
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
2. Guidance in relation to the adaptation communication relate to the guidelines for the different vehicles mentioned in Article 7, paragraph 11, of the Paris Agreement should consider the following:
Elements contained in different vehicles to communicate adaptation (such as NatCom, NAPs, NDC) should be consistent.
National communication should cover among others adaptation communication
3. To avoid additional burdens on developing country Parties, the adaptation communication should build on existing types of communication should consider:
Flexibility approach for parties to communicate adaptation. However key elements of reporting need to be defined to measure the achievement of global goal on adaptation.
The consistency of communication elements to avoid additional burden and redundancy.
Optimizing the use of public registry of
Berdasarkan kesepakatan, maka diskusi kelompok difokuskan untuk mengidentifikasi purposes dan elements. Sekretariat telah menyusun tabel matrik hasil diskusi kelompok. Secara umum parties mengapresiasi upaya sekretariat dlm menyelenggarakan workshop. karena melalui workshop diperoleh pemahaman terhadap pandangan dr masing2 parties mengenai purpose dan elemen adaptation communication. Pembahasan APA agenda item 4 dilakukan melalui serangkaian pertemuan koordinasi grup adaptasi G77+China serta informal consultation yang melibatkan parties. Informal consultation telah dilaksanakan sebanyak 6 kali yang membahas seluruh tema yang telah diidentifikasi dalam pertemuan di Marrakech meliputi purposes, elemants, linkages, vehicle dan flexibilities. Secara garis besar, purposes hasil diskusi parties dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu: a. Enhancing adaptation action and support b. Assessing progress in achieving the global
goal for adaptation Possible elements yang diajukan oleh EU mencakup: • National context/circumstances, including
assessment of risks, impacts and vulnerabilities
pertemuan koordinasi penyiapan submisi mengenai usulan elements dan skeleton outline pedoman sesuai jadwa yang ditentukan.
Per 9 Juni 2017 - 14
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
adaptation (Agenda item 6 of SBI46). 4. Technological tools that could reduce
the burden include integrated public registry for mitigation, adaptation and means of implementation.
Intervensi:
Informasi yang termuat dalam adaptation communication mencakup vulnerability, risks, impacts, efforts to response the impacts, the gaps and the needs untuk meningkatkan ketahanan negara berkembang menghadapi perubahan iklim
Elemen dalam berbagai vehicle (NAPs, Natcom, NDC) yang dapat digunakan untuk mengkomunikasikan adaptasi harus konsisten
Uulan langkah tindak lanjut pembahasan ACom meliputi: submisi mengenai struktur, technical paper dan pre-session workhop dengan topik khusus linkages.
• Information on plans, priorities, actions, programmes, strategies
• Implementation of adaptation efforts and progress made
• Monitoring and Evaluation of adaptation action, its outcomes and findings
• Implementation and support needs Sedangkan negara kelompok G77-China menyampaikan usulan possible elements sbb: • National circumstances, including legal
framework and institutional arrangements • Impacts, vulnerabilities and risk
assessments (including future scenarios) • Priorities, policies, plans, actions, strategies
and/or programmes, as appropriate • Adaptation support needs of developing
country Parties • Adaptation efforts of developing countries
(for recognition) • Biennial communication of indicative
support by developed countries, including finance, technology and capacity building
Pandangan negara maju dan negara berkembang belum sepenuhnya sama. Beberapa hal yang masih menjadi perbedaan akan dilanjutkan pembahasan dalam pertemuan berikutnya. Selain itu kelompok negara G77-China maupun EU telah menyampaikan usulan “possible
Per 9 Juni 2017 - 15
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
skeleton” yang merupakan draft outline pedoman adaptation communication. Hasil pembasan dituangkan dalam Informal Note by the Co-Facilitator. Keputusan yang disepakati sebagai langkah tindak lanjut adalah sebagai berikut: a. Mengundang penyampaian submisi
mengenai usulan elements dan outline skeleton untuk pedoman ACom (15 September 2017).
b. Meminta Sekretariat untuk menyiapkan technical paper technical paper mengenai sintesa informasi terkait adaptasi dalam NDCs, NAPs dan Natcom (1 October 2017).
c. Meminta fasilitator diskusi dengan dukungan Secretariat untuk mensintesakan submisi mengenai elements dan skeleton outline (15 October 2017).
d. Meminta sekretariat untuk menyelenggarakan pre-sessional round table, pada tanggal 4 November 2017.
APA 5 Modalities, procedure and guidelines for the transparency framework for action and support referred to in Art. 13 of the PA
1. Principles related modalities, procedure and guidelines for the transparency framework for action and support:
- Follow the principle of Common But Differentiated Responsibilities and Respective Capabilities (CBDR-RC) and take into account the country’s
Setelah dilakukan informal-informal dan informal consultation pada Minggu I, dikeluarkan draft informal-note oleh co-facilitator. Catatan G77+China tentang informal note adalah sbb:
Balance pembahasan untuk transparansi framework untuk action dan support;
Tools (outline) dalam dalam bentuk
Untuk memberikan keleluasan kepada party, dalam informal-note (baik batang tubuh maupun annex) dimasukkan disclaimer. Disclaimer memberikan catatan bahwa party masih mungkin melakukan pendetilan dan menambahkan informasi lainnya
Per 9 Juni 2017 - 16
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
sovereignty; - Consider the importance of flexibility; - Be built on existing national
arrangement of transparency framework in each Party.
- Ensure no double-counting and avoid unnecessary gaps;
- Ensure to distinguish boundary between mitigation action and adaptation action by implementing the concept of clarity, traceability and understandable.
2. Scope (national circumstances as
reflected in NDC): - Built on existing conditions of the
Parties’ which reflected in the National Communication and Nationally Determined Contributions (NDC) documents;
- Featuring the process from planning, implementation, monitoring, up to evaluation and reporting;
- Figuring detailed information on provided and needs of supports in term of: source of supports, types of collaboration and work-foundation, amount of support, periods of support, component of support, time-frame, designed output and its realization; and detail periodical and final reports;
- Figuring provided and needs of
heading dan sub-heading yang menggambarkan interlinkages antara TF dengan issue-issue lainnya;
Workplan menjelang COP-23 dalam bentuk (a) submisi negara untuk heading dan sub-heading yang lebih detail, (b) workshop yang open untuk membahas submisi yang masuk dan cross-cutting issues.
Minggu kedua melanjutkan informal note yang disusun oleh co-facilitator, dimana catatan untuk heading dan sub-heading disebutkan di dalam annex. Diskusi difokuskan pada masukan party terhadap heading dan sub-heading. Diharapkan tidak ada heading dan sub-heading yang dihapus/dibuang, hanya menambahkan.
Heading dan sub-heading yang dibicarakan sampai saat ini di dalam informal consultation: (1) Overarching considerations and guiding
principles. (2) National inventory report on anthropogenic
emissions by sources and removals by sinks of greenhouse gases.
(3) Information necessary to track progress made in implementing and achieving its nationally determined contribution under Article 4 of the Paris Agreement.
(4) Information related to climate change impacts and adaptation under Article 7 of
yang diperlukan, untuk menggambarkan national circumstances. Disepakati workshop dilakukan dalam bentuk pre-sessional workshop dan dalam bentuk technical roundtable discussion. Transparansi untuk support dilakukan pada tanggal 4 November 2017; dan transparansi untuk action (baik mitigasi maupun adaptasi) dilakukan pada tanggal 5 November 2017. Tindak lanjut yang perlu dilakukan: • Bekerja untuk workplan
(heading dan sub-heading), yang akan menjadi langkah nyata/konkrit.
• Konsolidasi internal untuk membahas heading dan sub-heading perlu dilakukan secara intensif, terutama untuk persiapan submisi dengan deadline 30 September 2017.
Per 9 Juni 2017 - 17
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
actions in term of provision, data and information used, periods, time-frame, output, as well as periodical and final reporting implemented mechanism.
- Cover topic of transparency in all other COP decision;
- Defining clearly any information delivered under the transparency framework;
- Considering the use of consistent methodology under appropriate guideline and adopting domestic methodology as appropriate.
3. Approaches:
Apply step-wise approach according to the national circumstances, capacity and capability;
Recognize the importance of sharing/exchange experience and exercise, which covers both the national experience and the experience of implementing transparency framework;
Reflect the national capacity and proposed capacity building.
The Modalities, Procedures, and Guidelines (MPG) that reflect principle, scope and approach shall covers both transparency of support and action.
the Paris Agreement, as appropriate. (5) Information on financial, technology
transfer and capacity-building support provided under Articles 9–11 of the Paris Agreement.
(6) Information on financial, technology transfer and capacity-building support needed and received under Articles 9–11 of the Paris Agreement.
(7) Technical expert review. (8) Facilitative, multilateral consideration of
progress.
Per 9 Juni 2017 - 18
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
Intervensi: - Indonesia memahami bahwa heading
dan sub-heading yang ada dalam annex belum bisa sepenuhnya merepresentasikan kebutuhan MPG yang ada. Namun Indonesia memandang bahwa submisi negara tentang detil heading dan sub-heading dapat menjadi acuan yang baku untuk melangkah ke-depan. Pengakuan terhadap kemungkinan modifikasi detil oleh negara harus menjadi perhatian.
- Indonesia juga mendukung adanya workshop yang ditujukan untuk dapat membahas semua submisi detil yang masuk, termasuk juga membahas teknis interlinkage antar isu pada detil MPG.
- Indonesia mendukung pelaksanaan workshop setelah submisi dan sebelum COP, namun mencoba menyampaikan proposal apabila dapat dilakukan in-session instead of pre-session workshop. Namun semua negara menginginkan pre-sessional, karena terkait dengan agenda item lainnya.
APA 6 Matters relating to the global stocktake referred to in Article 14 of the Paris Agreement:
APA 6(a) Identification of the sources of input Possible sources of input for the global Persidangan membahas hal-hal terkait \global Hasil persidangan tersebut
Per 9 Juni 2017 - 19
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
for the global stocktake; stocktake: - IPCC reports; - GHG interface that currently
developed by Secretariat; - Reports from parties such as NDCs,
BUR, National Communication; - Public registry managed by UNFCCC
Secretariat; - Accessible information from national
system of the Parties; - Accredited scientific journals; - Relevant reports from agencies/bodies
under the United Nations; - Relevant reports or documents from
regional countries association (such as ASEAN and other regional association); and
- Other relevant sources. Catatan:
Global stocktake agar bersifat komprehensif, meliputi mitigasi, adaptasi dan the sumber daya. Identifikasi sumber input global stocktake berdasarkan pada laporan IPCC, dan laporan dari Parties seperti NDCs, BUR, National Communication, dan lainnya.
Posisi Common Format tidak diajukan pada kesempatan pertama.
stocktake meliputi: (1) linkage and context; (2) modalitas; dan (3) source input global stocktake. Persidangan membahas Informal note yang disiapkan facilitator terkait input, output/outcome dan modalities global stocktake, yang selanjutnya mendapatkan masukan dan pandangan dari Parties, dan telah didokumentasikan untuk menjadi bahan pembahasan di persidangan selanjutnya. Pada persidangan membahas identifikasi sumber input global stocktake, secara umum Parties menyepakati hasil assasment IPCC sebagai sumber input global stocktake. Perbedaan pendapat terjadi terhadap usulan untuk memasukkan sumber input dari non IPCC dan non state actor. Parties ada yang mengkhawatirkan kredibilitas sumber input dari non IPCC dan non state actor, mengingat tidak melalui proses Peer Review seperti yang dilakukan IPCC. Pada persidangan terkait development of the modalities of the global stocktake, secara umum Parties menekankan agar elemen-elemen yang akan dikembangkan sebagai modalitas global stocktake tidak terlepas dari input yang akan digunakan dan output/outcome yang akan dihasilkan. Selain itu modalitas yang dikembangkan harus mampu mengagregasi berbagai sumber input yang akan digunakan untuk menghasilkan
sangat penting sebagai basis penyiapan global stocktake selanjutnya, yang akan membahas bahan penyusunan textual outline global stocktake, difokuskan pada kesepakatan heading dan sub heading dari textual outline. Indonesia harus menyiapkan bahan-bahan tersebut untuk disampaikan dalam bentuk submisi sebelum 30 September 2017.
Per 9 Juni 2017 - 20
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
output/outcome global stocktake Hasil persidangan agenda item 6 tertuang dalam Draft conclusion agenda item 3-8 APA, yang berisikan 3 opsi terkait global stocktake, sebagai berikut:
Pada opsi 1, terdapat 2 hal yaitu: (1) APA mengundang Parties membuat submisi terfokus pada elemen-elemen kerangka tekstual (textual outline) untuk identifikasi sumber-sumber input dan pengembangan modalitas global stocktake, pada 30 September 2017; dan (2) APA meminta sekretariat untuk mengorganisasikan, dibawah panduan Co- Chairs APA, sebuah pre-sessional round table, diselenggarakan pada hari minggu, 5 November 2017.
Pada opsi 2, hanya menyampaikan bahwa APA mengundang Parties membuat submisi terfokus pada elemen-elemen kerangka tekstual (textual outline) untuk identifikasi sumber-sumber input dan pengembangan modalitas global stocktake, pada 30 September 2017.
Pada opsi 3, menyampaikan bahwa APA menyetujui untuk melanjutkan pembahasan agenda ini pada sesi APA 1.4 (November 2017).
APA 6(b) Development of the modalities of the global stocktake.
Modalities should ensure that the GST will be facilitative, open, inclusive, efficient and
Pada persidangan terkait development of the modalities of the global stocktake, secara
Per 9 Juni 2017 - 21
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
effective:
Be built on existing relevant assessment of the progress on action and support (e.g. ICA, IAR and multilateral assessment).
Information that is reported and communicated should be processed according to the nature of the elements to be assessed (e.g: GHG Interface for mitigation outcome).
In conducting the GST, CMA should be assisted by the SBs and if necessary by ad-hoc working group under the Convention.
In implementing the global stocktake, CMA uses IPCC assessment results which have been agreed in SBSTA.
Needs to develop institutional arrangements to assist CMA (Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to the Paris Agreement) in implementing the global stocktake.
The timeline for the GST should follow Art. 14 Para 2 of the Paris Agreement (1st GST in 2023 and every 5 years thereafter).
Catatan:
Modalitas global stocktake agar
umum Parties menekankan agar elemen-elemen yang akan dikembangkan sebagai modalitas global stocktake tidak terlepas dari input yang akan digunakan dan output/outcome yang akan dihasilkan. Selain itu modalitas yang dikembangkan harus mampu mengagregasi berbagai sumber input yang akan digunakan untuk menghasilkan output/outcome global stocktake Hasil persidangan agenda item 6 tertuang dalam Draft conclusion agenda item 3-8 APA, yang berisikan 3 opsi terkait global stocktake, sebagai berikut:
Pada opsi 1, terdapat 2 hal yaitu: (1) APA mengundang Parties membuat submisi terfokus pada elemen-elemen kerangka tekstual (textual outline) untuk identifikasi sumber-sumber input dan pengembangan modalitas global stocktake, pada 30 September 2017; dan (2) APA meminta sekretariat untuk mengorganisasikan, dibawah panduan Co- Chairs APA, sebuah pre-sessional round table, diselenggarakan pada hari minggu, 5 November 2017.
Pada opsi 2, hanya menyampaikan bahwa APA mengundang Parties membuat submisi terfokus pada elemen-elemen kerangka tekstual (textual outline) untuk identifikasi sumber-sumber input dan pengembangan modalitas global stocktake,
Per 9 Juni 2017 - 22
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
mengoptimalkan modalitas yang saat ini sedang dikembangkan Sekretariat UNFCCC seperti system registry, GHG data interface serta proses assessment melalui ICA dan IAR.
pada 30 September 2017.
Pada opsi 3, menyampaikan bahwa APA menyetujui untuk melanjutkan pembahasan agenda ini pada sesi APA 1.4 (November 2017).
APA 7 Modalities and procedures for the effective operation of the committee to facilitate implementation and promote compliance referred to in Article 15, paragraph 2, of the Paris Agreement.
1. Modalities and Procedures: a. The modalities and procedures of the
Committee must derive from agreed elements as contained in Article 15 of the Paris Agreement and paragraphs 102 and 103 of Dec.1/CP.21, namely:
(i) The underlying principles of the Committee are: facilitative, transparent, non-adversarial, non-punitive, and pay particular attention to respective national capabilities and circumstances of Parties.
(ii) The underlying modalities of the Committee are: expert-based, consist of 12 members with recognized competence in relevant fields, to be elected by the CMA on the basis of equitable geographical representation and taking into account gender balance. The Committee should report annually to the CMA.
b. To further operationalize the
aforementioned principles and modalities, Indonesia would like to propose the following:
Telah berlangsung sejumlah proses negosiasi sbb: 1. Konsultasi informal APA, 9 Mei 2017 2. Konsultasi informal APA, 10 Mei 2017 3. Pertemuan Koordinasi G77+China, 10 Mei
2017 4. Konsultasi informal APA, 11 Mei 2017 Co-Facilitators mengidentifikasi 5 focus areas: 1. Scope and function of the Committee 2. Trigger 3. Measures and output 4. How national capabilities and
circumstances are taken into account 5. Keterkaitan dengan mekanisme lain
Konvensi dan PA G77+China telah menyampaikan 2 posisi bersama yang berisi pandangan umum mengenai: - scope, nature, struktur dan tujuan
Compliance Committee - measures dan output
Indonesia telah memberikan masukan pada posisi bersama G77+China tersebut.
Berkaitan dengan isu consent (persetujuan) pihak terkait dalam proses mekanisme compliance, perlu dipertimbangkan a.l: - Dengan dipersyaratkannya
consent bagi mekanisme facilitating implementation and promoting compliance,maka mekanisme ini menjadi diperlemah, karena mekanisme tidak akan berjalan jika negara tsb berkeberatan.
- Di sisi lain, jika tidak ada persyaratan consent, maka mekanisme ini menjadi lebih kuat dalam memaksa para pihak untuk mengimplementasikan NDCnya.
- Akan tetapi hal ini dapat pula
Per 9 Juni 2017 - 23
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
(i) A term of reference (TOR) needs to be developed and agreed upon by Parties.The TOR should contain, among others: working method, review mechanism, , time frame and cycle of review, and process to formulate recommendation
In accordance with the APA mandate, the APA may recommend the draft TOR through the COP (Conference of the Parties to the Convention) to the CMA for consideration and adoption.
(ii) To ensure the facilitative nature of the
Committee, the work of the Committe must link with other relevant mechanisms of the Convension and/or Agreement, such as those on means of implementation.
(iii) The Committee should be equipped with a follow up mechanism.
2. Elements to be addressed The Term of Reference should contain the following elements: (i) working method: Selection of
Chairperson, decision making process, frequency of meeting;
(ii) review mechanism: - When the work of the Transparency
Kemajuan pembahasan APA mengenai 5 focus areas adalah sebagai berikut: Scope and function Mengenai scope, diskusi terpusat pada apakah cakupan tugas Komite didasarkan pada: - Seluruh provisi PA posisi G77+China - Hanya provisi yang legally binding - Hanya provisi yang legally binding dan
terkait actions yang harus dilakukan individual Party.
Mengenai function, diskusi terpusat pada: - apakah fungsi fasilitasi implementasi dan
promoting compliance merupakan dua fungsi terpisah (posisi G77+China) atau satu kesatuan (posisi EU).
- apakah Komite juga memiliki fungsi menelaah isu sistemik / tantangan umum (Indonesia mendukung. G77+China tidak memiliki posisi bersama
Trigger Mengenai trigger, seluruh Pihak dapat menyepakati bahwa self-trigger dapat menginisiasi proses. Namun, terdapat perbedaan pandangan mengenai: - apakah self-trigger merupakan satu-
satunya faktor (posisi Arab Group dan LMDC), atau
- apakah ada trigger lain, misalnya party-to-party atau trigger oleh Committee,
menjadi bumerang bagi Indonesia, khususnya jika Indonesia dianggap non compliance atas hal-hal yang bersifat force majeur seperti kasus kebakaran hutan.
Per 9 Juni 2017 - 24
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
Framework identifies implementation gaps by Parties, this serves as a trigger for the Committee to start a review.
- Another possible trigger mechanism is a Party’s self declaration concerning the Party’s implementation status
- The aim of the review is to identify possible areas for support, based on the needs and priorities of the Party concerned.
- In doing the review, sources of reference include: a) Direct consultations with the Parties concerned, b) Various relevant reports under the the Transparency Framework, c) Reports of other relevant mechanisms of the Convention and/or Agreement.
- In undertaking its work, the Committee should also identify common challenges faced by a number of Parties or with regard to a particular issue.
- Based on the common challenges identified, the Committee should also make thematic reviews, such as implementation gaps in climate financing, common challenges faced by archipelagic States, etc.
- Hence, the Committee’s substantive reports and recommendations consist
Secretariat, Transparancy Framework, CMA atau NGO. Mayoritas Delegasi lain mendukung perlunya trigger lain. Namun demikian, sejauh ini tidak ada delegasi yang mendukung NGO-trigger
Measures and output 1. Walaupun terdapat kesamaan pandangan
mengenai perlunya linkage dengan mekanisme lain Konvensi, beberapa negara menekankan perlunya menghindari duplikasi atau intervensi atas pelaksanaan tugas mekanisme lain.
2. Terdapat kesepahaman mengenai perlunya “engagement” Pihak terkait. Terdapat perbedaan pandangan mengenai perlunya “consent” Pihak terkait atas rekomendasi Komite
3. Terdapat kesepahaman bahwa output
Komite tidak bersifat “penalties” atau sanksi. Namun, terdapat perbedaan pandangan mengenai bagaimana menterjemahkan prinsip “non-punitive” dan “respecting different national capabilities dan circumstances”. Norwegia dan NZ, misalnya, berpandangan bahwa Komite dapat mengeluarkan early warning dan statement of non-compliance. Hal ini tidak didukung
Per 9 Juni 2017 - 25
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
of 2 types: country review, and thematic review.
- With regard to country review, Indonesia underlines that such assessment must be done in a facilitative, non-adversarial, and non-punitive manner.
(iii) scope of review
To ensure effective implementation of the Agremeent, the scope of review should be comprehensive and covers mitigation, adaptation, and means of implementation (financial support, development and transfer of technology, and capacity building).
(iv) time frame and cycle of review
it is also necessary to have certain time frame and cycle for the review of implementation
(v) Process to formulate
recommendation\ The following parameters are necessary for the Committee in making recommendations: (a) Adhere to the underlying
principles of the Committee. (b) Any recommendation shall be
deciced by consensus. (c) Recommendation can be
Arab Group, LMDC dan AILAC. LMDC mengusulkam mekanisme statement of non compliance hanya diberlakukan pada kasus non compliance oleh negara maju.
4. Beberapa delegasi mengangkat perlunya
action plan sebagai output tugas Komite, untuk meningkatkan compliance. Terdapat perbedaan pandangan mengenai apakah action plan merupakan produk dari Komite (posisi EU, Norwegia) atau dihasilkan oleh concerned Party mempertimbangkan masukan Komite (posisi Indonesia).
5. Terdapat perbedaan pandangan mengenai peran CMA: apakah CMA perlu mengambil keputusan atas rekomendasi Komite, atau rekomendasi cukup diputuskan pada tataran Komite
National capabilities and circumstances Pertemuan Koordinasi G77+China membahas pentingnya engagement dari Pihak terkait. Kebutuhan dan situasi khusus yang dihadapi negara Pihak harus mendasari outcome (rekomendasi dan guidance) yang dihasilkan Komite. Interplay with other mechanisms Pertemuan Koordinasi G77+China membahas pentingnya linkage dirancang secara cermat sehingga menghindari duplikasi dengan
Per 9 Juni 2017 - 26
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
addressed to a Party or other relevant mechanisms of the Convention and/or Agreement.
(d) When a recommendation is addressed to a Party: - Such recommendation results
from the review of that Party (not deriving from another review that is not directly related to the Party concerned),
- The recommendation can only be taken after the Committee conducts appropriate consultations with the Party concerned, and
- Follow up actions recommended are not obligatory and take due consideration of the concerned Party’s national capabilities and circumstances
(e) When a recommendation is addressed to other relevant mechanisms of the Convention and/or Agreement: - Such recommendations results
from country reviews and/or thematic reviews.
- It aims to address common challenges or common gaps faced by a Party, a number of
pelaksanaan tugas mekanisme lain.
Per 9 Juni 2017 - 27
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
Parties, or with regard to a particular issues.
3. Link with other relevant
mechanisms of the Convension and/or Agreement. To ensure the facilitative nature of the Committee, the work of the Committee must link with other relevant mechanisms of the Convention and/or Agreement. Among others, Indonesia sees the need for the Committee to connect with the Transparency Framework (as explained above) and mechanisms related to means of implementation. For instance, connecting the work of the Committee with the Paris Committee on Capacity Building (PCCB) will enhance the Commitee’s facilitative role, particularly for developing country Parties. Any implementation gap identified through a review should lead to adequate support for the country concerned, based on the country’s actual needs and priorities.
Per 9 Juni 2017 - 28
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
4. Follow up mechanism The Committee’s report to the CMA contains the recommendations that the Committee made during a reporting period, for consideration of the CMA. The CMA can then make a decision requesting all concerned Parties and other mechanisms to duly take note of and take follow up actions to the recommendations.
When follow up is requested to other mechanisms of the Convention and/or Agreement, these mechanisms should report to the following session of the CMA on the progress. When follow up is requested to a Party, the Party concerned is invited to make submission (written submission to the submission portal, or oral submission during a formal session) on actions taken by the Party.
5. How to take the work further under
this agenda item a. Regarding the development of TOR: (i) Invite Parties to submit their views on
the content of the Term of Reference, (ii) Request the Secretariat to make a
synthesis report of the submissions, (iii) Request Co-Chairs of APA to issue a
Per 9 Juni 2017 - 29
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
draft TOR based on the Parties’ submissions, and
(iv) Invite APA to consider the draft TOR and submit the draft through the COP to the CMA for its endorsement.
(v) Regarding the need to link the work of the Committee with other relevant mechanisms of the Convention and/or Agreement, Parties could request the Secretariat to organize a workshop on this issue, both in terms of the Committee’s review process, facilitative function, and follow up mechanism.
Intervensi: Delri telah menyampaikan intervensi yang didasarkan pada submisi posisi nasional dengan tetap mengasosiasikan diri dengan posisi G77+China: - Mengenai scope, Indonesia
menyampaikan posisi bahwa tugas Komite mencakup seluruh provisi PA
- Mengenai function, Indonesia mendukung posisi G77+China bahwa fungsi fasilitasi implementasi dan fungsi compliance bersifat distinct, dan menekankan pelaksanaan fungsi harus berdasarkan prinsip fasilitatif, non-punitive dan non-adversarial.
- Mengenai measures and output, posisi Indonesia mengenai perlunya
Per 9 Juni 2017 - 30
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
linkage dengan mekanisme means of implementation menjadi posisi bersama G77+China.
Terdapat beberapa posisi Indonesia yang bersifat national position karena tidak ada posisi bersama G77+China: a. Mengenai trigger, di samping self
trigger, Indonesia dapat mendukung: o Link dengan Transparency
Framework khususnya terkait fungsi fasilitasi implementasi Komite
o Committee-trigger, khusus untuk isu sistemik
o Terbuka untuk kemungkinan CMA-trigger khususnya untuk isu sistemik, tergantung perkembangan diskusi selanjutnya mengenai operasionalisasi konsep ini
b. Indonesia tidak mendukung:
o Party-to-party trigger (karena dapat bertentangan dengan prinsip non-adversarial)
o NGO-trigger (karena proses harus Party-driven)
o Secretariat-trigger (karena peranan Sekretariat lebih untuk mendukung dan memfasilitasi)
Per 9 Juni 2017 - 31
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
c. Mengenai function (dan terkait pula dengan measures and output), Indonesia berpandangan Komite perlu menganalisa isu sistemik di samping isu terkait individual Party
d. Mengenai output, Indonesia berpandangan bahwa: o Mendukung adanya action plan
yang dikeluarkan oleh concerned Party
o Pelaksanaan tugas Komite, termasuk rekomendasi yang dihasilkan, harus dilaporkan kepada CMA
APA 8 Further matters related to implementation of the Paris Agreement:
APA 8(a) Preparing for the convening of the first session of the Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to the Paris Agreement;
Catatan: Sudah dibahas pada APA 1.2 di Maroko. COP 22 Maroko memutuskan bahwa karena CMA1 sudah dimulai di Maroko maka tidak diperlukan lagi pembahasan terkait agenda ini.
APA
8(b)
Taking stock of progress made by the subsidiary and constituted bodies in relation to their mandated work under the Paris Agreement and section III of decision 1/CP.21, in order to promote and facilitate coordination and coherence in the
Adaptation Fund Indonesia memandang pentingnya kejelasan posisi AFB secara legal apakah AFB serve KP atau PA atau keduanya tetapi tidak berada dibawah authority COP. Hal ini mengingat bahwa keduanya merupakan internasional treaties yang
Persidangan diawali dengan informal consultation dalam rangka menghadapi persiapan CMA -1 yang akan dilaksanakan pada 2018, khususnya yang terkait dengan Adaptation Fund, merujuk pada isu: (i) governance & institutional arrangement; (ii) modalitas operasional; dan (iii) safeguard.
Indonesia perlu menjajagi peluang menjadi anggota AFB, dimana anggotanya lebih banyak Negara berkembang.
Per 9 Juni 2017 - 32
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
implementation of the work programme, and, if appropriate, take action, which may include recommendations.
sama kuat kedudukannya. Adaptation Fund harus tetap menjadi salah satu financial mechanism.
Informal consultation melibatkan tim legal UNFCCC guna membahas legal review bagaimana Adaptation Fund mendukung implementasi Paris Agreement. Dalam proses negosiasi tersebut mengerucut bahwa yang menjadi isu legal menuju Paris Agreement adalah AFB. Tim legal UNFCCC memberikan pandangannya mengenai aspek legal bagaimana Adaptation Fund mendukung Paris Agreement dengan opsi sebagai berikut: - AFB remains under the authority of the CMP - AFB is moved completely under the authority
of the CMA - AFB operates both under the authority of the
CMP as well as the CMA (either indefinitely or ad- interim until PA institutions and mechanisms are fully operational)
- AFB operates under the authority of the COP Pada informal consultation selanjutnya dilakukan pembahasan mengenai governance dan institutional arrangement untuk Adaptation Fund mendukung Paris Agreement mengarah pada opsi: - AF dibawah CMP dan CMA - AF accountable to the CMP dan serve
CMA - AF accountable to the CMA dan serve
CMA - AF accountable to the COP dan serve CMA
Per 9 Juni 2017 - 33
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
Sementara untuk pembahasan mengenai operating modalities ditekankan dilakukan secara mutatis mutandis, dimana pada prinsipnya operating modalities menuju AF mendukung Paris Agreement menggunakan modalitas yang sudah ada dengan melakukan penyesuaian secara bertahap. Sementara pembahasan safeguard menuju AF mendukung Paris Agreement juga disepakati menggunakan safeguard AF yang sudah ada. Pada akhir pembahasan dihasilkan draft conclusion dan dokumen snapshot yang menjadi lampiran draft conclusion yang disepakati oleh para Pihak. Dokumen snapshot berisi mengenai hasil kesepakatan persiapan AF mendukung Paris Agreement. Para Pihak sepakat bahwa untuk pembahasan APA-8 terkait dengan Adaptation Fund akan dilanjutkan pada pertemuan November 2017
Issues except Adaptation Fund: Memastikan implementasi seluruh kesepakatan yang tercapai di Paris, baik Paris Agreement maupun Dec.1/CP21, secara komprehensif dan berimbang
Pembahasan “issues except Adaptation Fund” pada intinya meneruskan deliberasi COP-22 mengenai “possible additional matters relating to the implementation of the Paris Agreement and the convening of CMA-1” atau yang sebelumnya disebut “orphan matters” Dari 9 isu yang diidentifikasi pada COP-22, APA 1.3 telah bahas 6 isu, yaitu: 1. Progress and procedural steps to enable
the forum on the impact of the implementation of response measures to
Mencermati Informal Note (http://unfccc.int/files/meetings/bonn_may_2017/in-session/application/pdf/apa_informal_note_by_the_co-chairs_item_8ab_final_version_2017.05.17.pdf ) yang berikan oleh Chair dan juga draft conclusion (http://unfccc.int/files/meetings/bonn_may_2017/application/pdf/apa_draft_conclusions_item_3-
Per 9 Juni 2017 - 34
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
serve the Paris Agreement 2. Modalities for the recognition of adaptation
efforts of developing country Parties, for consideration and adoption at CMA 1
3. Modalities for biennially communicating information in accordance with Article 9, paragraph 5.
4. Initial guidance by the CMA to the operating entities of the Financial Mechanism
5. Initial guidance by the CMA to the LDCF and SCCF
6. Guidance by the CMA on adjustment of existing NDCs
Isu yang belum sempat dibahas dan akan diangkat pada sesi konsultasi berikut adalah: (i) Common time frames for NDCs for consideration at CMA1; (ii) Process for setting a new collective quantified goal on finance; dan (iii) Guidance by CMA 1 on education, training and public awareness. Proses konsultasi didasarkan pada 3 guiding questions dari Co-Chairs yaitu: - Is preparatory work on any of the matters
identified in the list is currently being undertaken.
- If there is no preparatory work being undertaken on any of these matters, is preparatory work required, and if so, by which body?
8.pdf) sebagai acuan untuk pembahasan selanjutnya pada COP 23.
Per 9 Juni 2017 - 35
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
- What should be the timeframe for completion of this work?
Pembahasan masih mengambil format tukar pandang dan belum menghasilkan keputusan tertentu. Namun demikian, pembahasan berlangsung dalam suasana yang lebih konstruktif dibandingkan saat COP-22. Delegasi memajukan postur “listening mode” untuk memahami pandangan masing-masing. Pada informal tanggal 15 Mei 2017, membahas Co-chairs informal note yang berisi proposal tahap selanjutnya untuk 4 isu: (i) Enabling response measure forum to serve Paris Agreement; (ii) Recognizing developing countries adaptation efforts; (iii) Initial CMA guidance to the GCF and GEF; (iv) CMA guidance to the LDCF and SSCF. Dibahas juga proposal mengenai trigger mandate untuk menyiapkan guidance CMA 1-3, misalnya SCF menyiapkan guidance untuk CMA 2. Namun, Negara berkembang menginginkan guidance untuk dibuat terlebih dahulu. Mengenai proses untuk setting a new collective quantified goal on finance, banyak Negara setuju untuk menjadikan ini sebagai hal yang “mandated”.
Per 9 Juni 2017 - 36
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
Pada informal tanggal 16 Mei 2017, membahas second draft dari Co-Facilitators’ informal note yang berisi proposal way forward pada: (i) Response measures forum under the PA; (ii) Recognition of developing countries’ adaptation efforts; dan (iii) (initial guidance to the GCF and GEF, and LDCF and SSCF. Beberapa Negara menyampaikan procedural clarity bagaimana forum on response measures dapat memberikan report ke APA. Pada isu recognition of adaptation efforts, Negara mendiskusikan bagaimana draft decision pada rekomendasi dari Adaptation Committee dan LEG dapat disiapkan untuk CMA. Co-Facilitator kembali mengeluarkan Informal Note pada 17 Mei 2017 Co-Chairs APA agenda item 3-8 mengeluarkan draft conclusions gabungan dan dibahas di dalam Contact Group APA agenda item 3-8. Di dalam draft conclusion agenda item 8 berisi:
With respect to agenda item 8, the APA took note of the views of Parties on preparing for the convening of the first session of the CMA;
Welcomed the substantive progress achieved in the negotiations on the Adaptation Fund at this session which is reflected in the informal note on this agenda item;
Per 9 Juni 2017 - 37
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
Requested the secretariat to compile and make available, by 15 September 2017, on its website a list of all previous decisions that have been taken on the Adaptation Fund that are touching on governance and institutional arrangements, safeguards and operating modalities;
Further to the exchange of views by Parties on the relevant procedural steps, recommended to the COP, that, at its twenty-third session, it addresses the need for procedural clarity with regards to the draft decisions for consideration and adoption at CMA1 on the following matters: o Progress and procedural steps to
enable the forum on the implementation of response measures to serve the Paris Agreement further to decision 1/CP.21, paragraphs 33 and 34;
o Procedural steps for the modalities for the recognition of adaptation efforts of developing country Parties under Article 7, paragraph 3, and decision 1/CP.21, paragraph 41
Per 9 Juni 2017 - 38
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
The Forty-sixth Sessions of the Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice (SBSTA 46)
SBSTA 3 Nairobi work programme on impacts, vulnerability and adaptation to climate change.
1. In addition to recent issue agreed under the NWP work programme, Indonesia propose to include topic related to economic, social and livelihood resilience in line with the nine work areas as content in Decision 2/CP11.
2. We are of the view, that discussion
related to ecosystem should also cover landscape resilience.
3. Indonesia proposes to develop
programme in replicating best practices that has been successfully implemented by other parties as part of activities under the NWP.
4. Related to Health and Adaptation,
Indonesia has implemented such activities to fulfill gaps and needs identified in the Synthesis Paper, except for several points listed below:
a. lack of and/or a lack of access to data and information on the life cycle, distribution and geographical spread of diseases as well as on other drivers (e.g. deforestation and biodiversity loss) at multiple levels.
Dalam dua minggu persidangan, telah dilaksanakan 4 kali pertemuan Informal Consultation. Sebagai tindak lanjut pertemuan SBSTA ke-45, Secretariat berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait telah menyusun:
A synthesis report on human health and adaptation with regard to understanding climate impacts on health and opportunities for action
A synthesis report on adaptation planning, implementation and evaluation addressing ecosystems and areas such as water resources
A summary report on initiatives in the area of human settlements and adaptation
A report on the progress made in implementing activities under the NWP
Pembahasan terkait agenda item 3 ini secara umum mengidentifikasi pandangan parties untuk memperkuat peran NWP sebagai knowledge hub dalam memperkuat aksi adaptasi. Selain itu juga dilakukan pembahasan mengenai cara untuk meningkatkan efektifitas Focal Point Forum (FPP). Hasil persidangan yang termuat dalam
Indonesia perlu menyiapkan hal-hal yang akan menjadi tindak lanjut pembahasan NWP, yaitu terkait dengan isu human settlement dan submisi mengenai penguatan peran NWP dalam implementasi Paris Agreement sesuai jadwal yang ditentukan.
Per 9 Juni 2017 - 39
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
b. Inadequate integration of health into adaptation, development plans and other sector plans and policies, disaster risk reduction policies need to be developed.
c. Lack of capacity among health-care professionals and adaptation practitioners as well as a lack of public awareness in understanding and addressing the impacts of climate change on health.
5. Indonesia support the following
proposed actions, as contained in the synthesis paper, need to be undertaken by different actors which would lead advance work on health and adaptation:
Enhancing research and health information systems;
Adopting a comprehensive approach to integrating health into climate change adaptation plans, projects and programmes and to combining climate change with other determinants and drivers of health-care systems;
Developing the capacity of the health-care workforce and educational institutions in order to develop climate-resilient health-care systems
Strengthening inter-sectoral action and
dokumen conclusion, mencakup beberapa hal penting berikut: • Kegiatan NWP telah memperkuat
kemitraan dengan dan antara parties melalui National Focal Points. Selain kegiatan yang dilaksanakan juga berpotensi untuk memberikan kontribusi terhadap penguatan SDGs
• Organisasi mitra NWP dan yang terkait lainnya diharapkan dapat melaksanakan aksi kerjasama untuk menangani dampak, kerentanan dan adaptasi perubahan iklim.
• Perlunya untuk memperkuat Focal Point Forum (FPF), serta dukungan untuk partisipasi expert (termasuk pakar dari negara berkembang)
• Parties, mitra NWP dan organisasi terkait lainngy diminta untuk menyampaikan pandangan mengenai penguatan relevansi dan efektifitas NWP dalam kaitannya dengan Paris Agreement (12 January 2018) untuk menjadi pertimbangan sidang SBSTA 48 (April–May 2018)
Per 9 Juni 2017 - 40
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
multilevel governance;
Promoting climate-resilient and sustainable health infrastructure and technologies
Scaling up financial investments/flows towards adaptation plans and actions addressing health.
6. Further works should be carried out by
the parties to identify relevant actors to undertake the actions. To facilitate the works, we propose to request secretariat for collecting information on existing policies, program/activities, data/information, and methods relevant with the proposed actions, in collaboration with the partner organization and experts
7. Cooperation among the parties and
availability of sufficient support to follow up the recommendation is important
8. In regards ways to improve the
effectiveness of the Focal Point Forum, Indonesia proposals are:
- The key ideas and proposals that have emerged from discussions during the forum as well as inputs received after the forum, should be taken into consideration for developing possible
Per 9 Juni 2017 - 41
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
concrete actions - Time should be allocated sufficiently
for allowing delegates discuss the results of the submissions and emerging issues on health and adaptation.
- The forum should efficiently facilitate process to identify actions in responding the gaps and needs, in order to scale up adaptation actions addressing health
- identify areas of strategic collaboration in order to close critical gaps that will help to inform adaptation actions addressing the topic of health
- involvement of various stakeholders related to the issues are beneficial
- agreed action should be adopted as a decision
9. Related to Human Settlements: - Indonesia is preparing infrastructure to
support climate resilience human settlement (i.e. drinking water and sanitation)
- Close cooperation with other relevant UN programme should be built (i.e. New Urban Agenda-UN Habitat, dan Agenda UN-ESCAP).
10. Related to Ecosystem Based
Adaptation:
Per 9 Juni 2017 - 42
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
- The Government of the Republic of Indonesia has enacted the Ministry of Environment and Forestry Regulation Number 33/2016 (P.33/2016) on Guidelines for the Preparation of Climate Change Adaptation Action.
- Further guidance for monitoring and evaluating the implementation of ecosystem-based adaptation is needed;
- Indonesia propose to develop further guidance on tools for assessing the benefits of mitigation and adaptation to enhancing resilience and emission reductions that ecosystem-based adaptation provides.
Catatan : a. NWP functions: - Engaging growing network of non-
parties stakeholders to share their experiences and expertise.
- Capturing and synthesizing the latest information and knowledge on key adaptation issues.
- Facilitating north-south and south-south science policy practice collaboration to close the identified knowledge gaps.
- Disseminating knowledge and fostering learning to boost adaptation at all levels.
Per 9 Juni 2017 - 43
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
b. Submisi Indonesia on information of recent work in the area of climate change impact on human health menjelang COP22 UNFCCC tahun 2016
c. Synthesis Paper on Health and Adaptation dari Sekretariat UNFCCC menjelang SBSTA46 Mei 2017.
- Indonesia telah mengembangkan dan melaksanakan berbagai kebijakan/ peraturan dan program penanganan dampak perubahan iklim terhadap kesehatan manusia
d. Submisi Pemerintah Indonesia mengenai information on lessons learned and good practices in relation to adaptation planning processes that address ecosystems and interrelated areas such as water resources menjelang SBSTA46 Mei 2017
- Indonesia memiliki beberapa good practices terkait adaptation planning process, seperti implementation on regulation of adaptation, coastal and marine sector, dan juga adaptation related projects
e. Terkait dengan peningkatan efektifitas FPP adalah:
- Gagasan dan usulan yang telah dibahas pada PFF diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengembangkan aksi konkrit
Per 9 Juni 2017 - 44
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
- Alokasi waktu perlu mencukupi untuk parties dapat membahas hal-hal penting hasil submisi
- FPP perlu dilaksanakan secara efisien untuk memfasilitasi cara untuk menanggapi gaps dan needs yang telah diidentifkasi oleh parties, serta potensi kolaborasi.
SBSTA 4 Development and transfer of technologies: technology framework under Article 10, paragraph 4, of the Paris Agreement.
1. There is the need to elaborate on the initial key themes for technology framework which have been agreed by parties at the COP 22 session I Marrakesh (FCCC/SBSTA/2016/L.21) : 1) Innovation; 2) Implementation; 3) Enabling environments and capacity building; 4) Collaboration and stakeholder engagement; 5) Support.
2. Indonesia is of the views that
Technology Framework should effectively guide implementation of technology transfer and development
3. Collaboration and stakeholder
engagement, as well as adequacy of support are especially important for successful implementation of technology transfer and development
4. A good technology plan is important
for developing countries. In this case, developed countries need to help
Persidangan pada minggu pertama dilakukan lima kali informal consultation untuk agenda SBSTA item 4 ini, dan satu kali pertemuan koordinasi informal-informal • Sebagai bentuk transparansi, pertemuan
Agenda item ini dilakukan terbuka bagi observer
• Co-facilitator diminta untuk menyusun draft conclusion mengenai technology framework, untuk disampaikan ke SBSTA dan diputuskan pada penutupan SBSTA tanggal 18/5/2017
• Agenda ini merupakan mandat dari SBSTA 44. Sejumlah dokumen yang sudah dikeluarkan serta submisi dari negara-negara menjadi dasar bagi pembahasan dan penetapan draft conclusion tentang technology framework
• Pertemuan pertama difokuskan pada pembahasan mengenai principles, dan pertemuan kedua mengenai structure.
Pada pertemuan ketiga, Co-chair membuat kerangka Technology Framework yang
Dokumen-dokumen non-paper yang disusun oleh Sekretariat masih harus diformulasikan ke dalam Draft Conclusion oleh co-facilitator. Diharapkan draft conclusion tersebut dapat merangkum semua kepentingan Indonesia, baik di dalam batang tubuh maupun jika diperlukan Annex, agar semua elemen yang dibutuhkan dapat dielaborasi. Teknologi framework (TF) yang diamanatkan dalam PA artikel 10 para 4 merupakan dasar acuan bagi pelaksanaan pengembangan teknologi dan transfer. Dalam agenda SBSTA 46 dengan negosiasi yang cukup panjang telah dicapai kesepakatan untuk prinsip dasar yang akan digunakan dalam mengembangan konsep
Per 9 Juni 2017 - 45
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
developing countries in developing their TNAs and TAPs
5. Technology database is also essential
for developing countries to be able to implement new innovations and technologies
6. Developed countries should assist
and facilitate developing countries in developing national policies to achieve their NDCs
7. Technology transfer and development
has to be combined with capacity building activities
8. Transparency on the use of financial
support is important. Intervensi: • Indonesia menyampaikan pandangan
mengenai kerangka yang disampaikan pada pertemuan ketiga. Kerangka tersebut merupakan algoritma atau diagram alir yang menggambarkan keseluruhan proses Technology Framework, yang memuat juga stakeholder yang terlibat, keterkaitan. Hal yang penting adalah kerangka tersebut menunjukkan keterkaitan antar key issues, dan bagaimana key
merupakan perangkat untuk membantu negara-negara membuat rincian dari kerangka tersebut Kerangka tersebut memuat Purpose, Principles dan Key Themes Technology Framework. Purpose dan Key Themes diturunkan dari kesepakatan pada SBSTA 45. Pada pertemuan keempat, Pembahasan mengenai Technology Framework melanjutkan informal consultation dan informal-informal meeting tanggal 10 Mei 2017 kemarin, yang masih memfokuskan pada struktur Technology Framework. Sebagai bahan pembahasan adalah catatan yang dibuat pada saat informal-informal meeting, meskipun bukan merupakan dokumen consensus. Catatan tersebut berisi usulan mengenai struktur Technology Framework,, yang dibagi menjadi: (i) Preamble; (ii) Purpose; (iii) Principle; (iv) Key theme (ditambah matriks); (v) (New/updated) functions of the Technology Mechanism/ next steps/enhabcing the Technology Mechanism); (vi) Periodic assessment/ review; dan (vii) Interlinkages, termasuk Financial Mechanism. Pada pertemuan kelima, pembahasan dibantu dua dokumen yang disusun oleh Sekretariat. Dokumen pertama adalah dokumen non-paper yang berisi pandangan negara-negara mengenai prinsip technology framework (dirangkum dari submisi negara-negara). Dalam dokumen ini dijabarkan mengenai: (i) Apa yang
TF yaitu: coherence, inclusiveness, result oriented approach, transformational approach, dan transparency. Di samping itu juga telah disetujui bahwa TF akan memperkuat Mekanisme Teknologi (Technology Mechanism) dan juga didalamnya termasuk pelibatan stakeholders yang terkait. Untuk SBSTA 47 yang akan datang akan menjadi ajang diskusi dan negosiasi TF yang cukup penting dikarenakan TF ini akan menentukan pola serta kelancaran pelaksanaan support dalam hal Teknologi transfer & development dari negara maju kepada negara berkembang. Selain itu TF secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap implementasi PA secara global, regional maupun nasional.
Per 9 Juni 2017 - 46
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
issues tersebut terkait juga dengan isu lainnya, termasuk dengan Technology Mechanism.
• Indonesia berpendapat bahwa dua
dokumen terakhir yang disampaikan oleh Seketariat sudah memuat semua yang menjadi catatan dan kepentingan Indonesia. Namun ada beberapa catatan, antara lain bahwa technology framework harus lebih dikaitkan dengan pelaksanaan Paris Agreement.
• Indonesia memberikan masukan
bahwa struktur dan principle dari Technology Framework harus dapat memberikan guidance kepada Technology Mechanism sehingga pelaksanaannya bisa efektif dan efisien.
• Masukan Indonesia terakomidir di dalam draft conclusion. Juga concern Indonesia bahwa Technology Framework harus melihat proses transfer teknologi secara menyeluruh, dalam hal ini technology cycle, tidak sekedar alih teknologi tanpa tindak lanjut.
dimaksud dengan principle; (ii) Prinsip apa saja yang tercakup di dalam technology framework: coherent, inclusive, result-oriented, transformational, transparent. Dokumen kedua menguraikan mengenai struktur technology framework, yang memuat: (i) Proses untuk mengelaborasi technology framework; (ii) Isu-isu yang dipertimbangkan; (iii) Matriks key themes; dan (iv) Kerangka/skeleton dokumen technology framework. Persidangan pada minggu kedua dilakukan dua kali pembahasan yang cukup panjang. Pembahasan dilakukan terhadap beberapa dokumen, yaitu: (i) Dokumen non-paper mengenai pandangan negara-negara terhadap principles of the technology framework; (ii) Dokumen internal yang disusun untuk membantu pembahasan mengenai struktur technology framework; (iii) Draft conclusions proposed by the Chair.
Akhirnya disepakati bahwa principles untuk Technology Framework adalah: coherent, inclusive, result oriented, transformational, dan transparent. Prinsip-prinsip tersebut adalah yang akan diterapkan sebagai guidance bagi Technology Mechanism dalam pelaksanaan Paris Agreement. Dibahas pula mengenai perubahan terhadap fungsi Technology
Per 9 Juni 2017 - 47
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
Mechanism, update terhadap Technology Framework, dan interlinkages dengan Financial Management dan proses Paris Agreement yang lain, seperti NDC, transparansi, dsb. Technology Framework harus dapat memperkuat Technology Mechanism dan mendorong pelibatan stakeholder
SBSTA 5 Issues relating to agriculture. 1. Possible Actions (Based on workshop in SBSTA-44)
- Improve technology and information transfers between parties (and within each country)
- Enhanced research for improving farming systems’ resilience: for annual, biennial and perennial crops
- Enhancement of extension to reach the farmers in the vulnerable areas
- Capacity building for researchers, extension workers, and farmers
- Provision of means of implementation - Adaptation actions on agriculture will
provide mitigation co-benefit
2. issues relating to Identification of Adaptation Measures to Climate Change in Agricultural Sector:
Among the adaptation measures that need to be looked into and developed further include: - improved management of soil organic
matter,
Persidangan banyak dilaksanakan melalui informal informals consultation dan beberapa kali informal consultation. Melalui coordination meeting G77+China telah menyiapkan draft COP Decision dan diserahkan kepada Co-Chair sebagai bahan pembahasan. Draft Decision tersebut disusun berdasarkan bridging text (G77+China dan negara maju) yang disusun oleh African Group. Negara maju tidak sepakat membahas Draft Decision tetapi mengusulkan untuk terlebih dahulu mereview lima inter-sessional workshop yang telah dilakukan. Melalui beberapa informal informals Consultation dihasilkan Tabel dengan 3 (tiga) kolom, yaitu elemen yang merupakan: (i) Advice untuk implementasi (kolom 1); (ii) Kerja SBSTA (kolom 2); dan (iii) Kerja Sekretariat.(kolom 3) Elemen-elemen hasil review workshop tersebut sebenarnya sudah tertampung semua di dalam
Isu Pertanian yang telah dipertimbangkan sejak COP17 sampai saat ini masih belum sampai pada COP Decision ataupun menjadi agenda item di SBI. Perdebatan terjadi cukup alot walaupun telah mencoba menghindari isu Mitigasi dan Adaptasi. Negara maju sangat jelas menginginkan isu mitigasi dalam sektor pertanian, sementara negara berkembang melihat sektor pertanian adalah sektor yang terdampak perubahan iklim, sehingga harus segera melakukan adaptasi. Ditengarai dari proses yang berjalan bahwa negara maju sengaja membuat delay isu pertanian ini agar tidak segera sampai pada level
Per 9 Juni 2017 - 48
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
- soil conservation, - efficient and balanced fertilization, - development and use of climate-
extreme-tolerant varieties, such as those varieties tolerant to droughts, inundation, higher mean air temperature, and higher soil salinity
- management of water resources (irrigation and drainage systems)
- land suitability evaluation and agroecosystem zoning weather forecast.
3. Peningkatan kapasitas dan teknologi
bidang pertanian masih diperlukan di negara berkembang serta menekankan bahwa pertanian berada dalam koridor adaptasi dan co benefit adaptasi.
4. Diperlukannya peningkatan kapasitas
dan teknologi bidang pertanian di negara berkembang serta menekankan bahwa pertanian berada dalam koridor adaptasi dan co- benefit adaptasi.
Daraft Decision yang diserahkan oleh G77+China kepada Co-Chair. Atas permintaan parties, Co-Chair menyusun Draft Conclusion yang dibahas di dalam Informal Informals Consultation. Melalui perdebatan akhirnya disepakati untuk menghilangkan para yang meminta submisi parties. Submisi tanpa ada framing yang jelas akan membuat proses mundur kembali seperti 5 tahun yang lalu. Sementara Framing yang diusulkan G77+China ditolak oleh negara maju karena harus direview dahulu yang sebenarnya karena sarat dengan adaptasi. Negara maju sepakat menghapus para dimaksud tapi tidak setuju ada Draft Decision sehingga Co-Chair mengusulkan sebuah non-paper yang disepakati pada informal Informals berikutnya. Pada Informal Consultation terakhir, baik G77+China maupun negara maju menyampaikan apresiasi atas leadership Co-Chair. Namun Amerika tidak menyampaikan statemennya, hal ini mengindikasikan oposisi terhadap dokumen yang telah dihasilkan. Dengan demikian SBSTA 46 Agenda 5 mengenai isu terkait pertanian menghasilkan 2 (dua) dokumen, yaitu: (i) Draft Conlusion (FCCC/SBSTA/2017/L.12); dan (ii) Non-paper
implementasi. Tantangan di COP23 di Bonn nanti adalah menggolkan elemen elemen yang ada di non-paper menjadi COP Decision.
Per 9 Juni 2017 - 49
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
by Co-Chair (FCCC/SBSTA/2017/CRP.1). Ditambah dengan submisi dari Mesir atas nama
G77+China mengenai Draft Decision ( Non-paper (177 kB))
SBSTA 6 Matters relating to science and review:
SBSTA 6(a) Research and systematic observation;
Topik yang bisa dimasukkan antara lain : - Maritime (land, ocean, atmosphere)
riset and observation - GHG observation - Penyampaian hasil-hasil riset kepada
masyarakat Catatan: - Saat ini Indonesia sedang aktif
melakukan riset and observation di laut terkait Year of the Maritime Continent (YMC)
- Indonesia secara rutin sudah menyampaikan laporan status GHG di atmosfer dari stasiun GAW di Sumatera Barat
- Indonesia saat ini aktif menjadi anggota konsorsium WCRP CORDEX (Coordinated Regional Downscaling Experiment)
- Indonesia saat ini sudah menjadi anggota Blue Carbon Initiative
- Riset dan observasi terkait iklim di darat sudah establish sedangkan untuk di laut masih perlu
Persidangan telah menghasilkan Draft conclusion, dengan pokok-pokok sebagai berikut:
SBSTA memberikan apresiasi atas upaya yang dilakukan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) untuk menyusun laporan khusus yang terkait dengan (i) pemanasan global 1.5 derajat, (ii) laut dan kriosfir, (iii) perubahan iklim dan lahan serta (iv) panduan inventarisasi gas rumah kaca yang disempurnakan.
SBSTA mencatat pentingnya komunitas keilmuan dan IPCC dalam mendukung penguatan respon global terhadap perubahan iklim, termasuk pertimbangan dimensi manusia, masyarakat local, dan pengetahuan lokal untuk dimasukan dalam komunitas saintifik dan IPCC, menjaga keberlangsungan pendanaan yang terkait dengan riset tentang iklim dan data terkait iklim, meningkatkan akses yang lebih terbuka, mendukung komunitas saintifik dan IPCC untuk memperkuat respon global
Perlunya penyediaan dan aksesibilitas data cuaca dan iklim ke masyarakat sebagai upaya mitigasi dan adaptasi dampak perubahan iklim.
Perlunya kemitraan global untuk mempromosikan kerjasama RSO yang lebih erat di antara negara-negara tentang perubahan iklim yang meliputi peningkatan kapasitas, berbagi pengetahuan dan pengalaman serta memperkuat kerjasama internasional.
Perlunya Indonesia menyampaikan pembicara, dan menyiapkan poster dalam research dialogue, sesuai topik yang diusulkan.
Per 9 Juni 2017 - 50
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
dikembangkan terhadap perubahan iklim, meningkatkan komunikasi saintifik yang dapat dijadikan topik untuk dialog riset (research dialogue).
SBSTA mengundang Parties untuk menyampaikan submisi paling lambat 2 February 2018 tentang pandangan mengenai topic-topik untuk research dialogue (RD) yang akan diselenggarakan bertepatan dengan SBSTA 48.
Menyiapkan submisi paling lambat 2 February 2018 tentang topik-topik untuk research dialogue (RD) yang diselenggarakan pada SBSTA 48.
SBSTA 6(b) Scope of the next periodic review of the long-term goal under the Convention and of overall progress towards achieving it.
Indonesia proposes that the scope of the next periodic review should consist of particular points as follows: - Coverage area of the review, including
its time period, bearing in mind to avoid duplication work with the 2018’s facilitative dialogue and the 2023’s first global stock-take.
- Addressing the aspect of information gaps in relation to the areas covered within the scope of previous review.
- The depth of comprehensiveness of the review.
- The methodological approaches which will be used for the review.
- Relevant materials in previous periodic review (the periodic review of 2013-2015) will be used as sources of input, but limited to more recent materials such as: (i) upcoming IPCC 6th Assessment Report; (ii) 2018’s IPCC 1.5o Report, (iii) submitted NDCs, and
Agenda item ini membahas scope dari review selanjutnya apakah akan menggunakan ruang lingkup yang sama yang diaplikasikan pada saat melakukan review 2013-2015 ataukah akan menetapkan scope yang baru, mengingat banyaknya proses baru yang disepakati dalam Paris Agreement.
Pada dasarnya semua Parties menyetujui agar dapat pembahasan dilanjutkan mengingat review tersebut akan dapat dijadikan salah satu input untuk proses-proses yang sedang sesuai mandat CO21 Paris (GST, facilitative dialogue, 6th IPCC Report, 2018’s 1.5o IPCC Report), akan tetapi perlu dipikikan bagaimana scope dari periodic review tersebut tidak duplikasi dengan proses-proses lainnya dimana hal ini telah terakomdir kembali dalam draft Conclusion.
Perlu adanya pembahasan mengenai hasil review 2013-2015 yang telah dikeluarkan dan menganalisa scope yang perlu diperkaya dengan mempertimbangkan proses pembahasan global stocktake dan Failitative Dialogue.
Per 9 Juni 2017 - 51
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
(iv) other documents submitted by parties.
Intervensi: - Pembahasan scope of the periodic
review akan tetap diperlukan, mengingat sejak Paris banyak sekali mandate yang akan sangat berkaitan dengan review dimaksud, sehingga ada kemungkinan diperlukan perubahan/ tambahan elemen terkait scope of periodic review yang diterapkan pada saat diilakukannya 2013-2015 Review.
Conclusion (FCCC/SB/2017/L.1) menyampaikan draft COP-decision (FCCC/SB/2017/L.1. Add1) yang memutuskan bahwa pembahasan harus dapat diselesaikan pada sesi SB50 (Juni 2019) untuk menyusun draft decision agar dapat diadopsi di COP25 (November 2019).
Agenda item ini sangat berkaitan dengan global stock-take di bawah APA dan Facilitative Dialogue 2018.
SBSTA 7 Impact of the implementation of response measures:
SBSTA SBI
7(a) 13(a)
Improved forum and work programme;
Untuk butir the 3rd meeting of improved forum, perlu mempertim-bangkan hal-hal berikut: - Dengan adanya Perjanjian Paris
semua negara terikat dan dalam upaya pengendalian perubahan iklim harus berpatokan pada NDC yang mana bagi Indonesia belum banyak menerapkan low emission.
- Mainstreaming low carbon economy dan green growth tapi tantangan untuk implementasinya sangat besar
- Pembelajaran dari proses NDC, diminta model pembangunan ke depan dan melihat dampak terhadap pertumbuhan di sektor masing2 dan
Joint SBI46 agenda 13a dan SBSTA 46 Agenda 7a telah menghasilkan draft conclusion. Pada draft conclution party terutama G77 and China menginginkan agar hasil TEG 9-10 Mei agar dijadikan sumber informasi untuk improved forum untuk dampak dari implemtasi response mesure. Disepakati untuk memperkaya dan update informasi agar dilakukan pre-sessional meeting dan juga submission tentang technical aspect termasuk dari hasil TEG tersebut. Serta adanya inforum training modelling tools tentang forecasting impact dari implementation of Response measure dan “training” akan dilakukan pada SB47. Akan ada pre-sessional
Submission sangat penting untuk memeroleh gambaran dampak di setiap negara apabila mengimplementasikan Resonse Measure. Kemudian Sintesis report/detailed report perlu dipelajari sebelum pelaksanaan SB47, karena hal ini akan menjadi bahan susbtsansi untuk pre-sessional meeting. Usulan G77 dan China tentang case stuy belum disepakati, namun G77 dan China akan mengangkat isu tersebut.
Per 9 Juni 2017 - 52
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
pengangguran. - Pentingnya harmonisasi antara
konsep green growth, Program 35.000 Mw, dan program sektor terkait Green growth dan low carbon emission strategy.
Intervensi: - Indonesia memberikan pandangan
pada koordinasi G77 dan China agar updated information/sintesis report yang akan dilakukan oleh sekretaroat UNFCCC untuk memanfaatkan hasil TEG dalam bentuk detailed report bukan hanya summary. Hal ini akan memudahkan pelaksanaan inventory dari dampak implementasi Response Measure dibawah Perjanjian Paris. Indonesia bersama G77 dan China akan memperjuangkan case study pada SBs47 mendatang.
Catatan: - Indonesia telah mengajukan
pengusulan nominasi anggota TEG on Response Measure via Nota Diplomatik Kemlu (per 28 Feb 2017). Wakil Asia Pasifik sudah diisi oleh Singapura dan Arab Saudi.
workshop dengan tiga elements utama yaitu modalities, work programme dan tupoksi dari forum dibawah Perjanjian paris dalam implementasi dampak dari Response measure.
SBSTA SBI
7(b) 13(b)
Modalities, work programme and functions under the Paris
1. Indonesia will face economic and social consequences of response
Joint SBI46 agenda 13b dan SBSTA 46 Agenda Item 7b telah menghasilkan draft
Modelling tools untuk response measure agar dapat dipelajari
Per 9 Juni 2017 - 53
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
Agreement of the forum on the impact of the implementation of response measures;
measures. Therefore, It is fundamental to give full consideration to what actions are necessary to meet the specific needs and concerns:
- poverty eradication and economic and social development, as established in the Convention.
- gaps of implementation of the relevant principles and provisions of the Convention and its Kyoto Protocol arising from the impact of the implementation of response measures.
- the forum has been incapable of taking specific action for implementation to avoid and minimize the negative economic and social consequences of response measures on developing countries.
- The forum also focuses on the impacts assessment as well as the international framework, including tools and information systems to address those impacts.
2. Issues to be included in WP to address
the needs of developing countries: - Development of case studies on the
impact of the implementation of response measures and the linkages to economic diversification and sustainable development
- policy issues relating to Just transition
conclution. Draft Conclusion disepakati agar international workshop dierlukan yang akan fokus pada elemen modalities, work program serta tupoksi dari Forum berdasarkan apda Paris Agreement. Dalam draft conclusion juga meminta Parties untuk menghasilkan submisi tentang views on concrete elements of the modalities, work programme and functions under the PA of the forum on the impact of the implementation of response measures, paling lambat pada 30 September 2017.
contoh-contoh yang ada. Selain itu Delegasi Indonesia harus mempersiapkan expert yang akan ikut dalam training tersebut untuk penyelarasan dan pengharmonisasian aspek teknis dan metodologinya.
Per 9 Juni 2017 - 54
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
of the work force and the creation of decent work and quality jobs and linkages to sustainable development, and recommendations for specific actions.
3. Indonesia supports the establishment of comprehensive assessment of the impact of response measures particularly for developing countries to socio economic development such as employment, jobs, competitiveness and other socio economic factors.
4. Further ideas for the modalities for the implementation of the work programme:
- Strong collaboration between the Forum and initiatives outside the UNFCCC process to learn different approaches and experiences.
- Enhanced role for Parties in ensuring leadership and continuity in the work of the Forum, ensuring particularly support for the participation of developing countries.
- Engagement and development linkages and synergies with relevant work programs, bodies and institutions under and outside the Convention.
- Establishment of ways to strengthen multilateral cooperation, in opposition
Per 9 Juni 2017 - 55
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
to unilateral measures. - Development by the Secretariat of a
structured and user-friendly repository of information on the impact of implementation of response measures.
5. Functions: Enhanced forums should
serve not only to share information, case studies and experiences, but most importantly, to facilitate implementation of specific actions to address the negative social and economic consequences of response measures taken by developed country Parties on developing country Parties, including in terms of support to developing countries to avoid and minimize those consequences.
Intervensi: - Indonesia memberikan pandangan
bahwa Modelling Tools sangat penting untuk melihat dampak dan kesipaan setiap negara dalam pelaksanaannya.
- Indonesia mempertanyakan mengenai bentuk dari training dan mekanismenya.
SBSTA 7(c) Matters relating to Article 2, paragraph 3, of the Kyoto Protocol.
SBSTA 8 Methodological issues under the Convention:
Per 9 Juni 2017 - 56
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
SBSTA 8(a) Revision of the UNFCCC reporting guidelines on annual inventories for Parties included in Annex I to the Convention;
Catatan:
Isu Revision of the UNFCCC reporting guidelines on annual inventories memiliki implikasi dengan reporting di bawah NDC.
Telah tersusun Draft conclusions proposed by the Chair yang menyampaikan bahwa Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice (SBSTA) menerima informasi yang disampaikan Parties mengenai pengalaman dalam menggunakan 2013 Supplement to the 2006 IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories: Wetlands (Wetlands Supplement) dan pengalaman dalam pelaporan harvested wood products, termasuk pengalaman dalam menggunakan pendekatan yang berbeda dalam 2006 IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories (2006 IPCC Guidelines), dan melanjutkan untuk membahas agenda ini sebagaimana diamanatkan hasil SBSTA 39. SBSTA menyambut baik rencana IPCC untuk menghasilkan laporan metodologi 2019 Refinement to the 2006 IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories by 2019.
SBSTA mengundang Parties untuk menyampaikan informasi mengenai pengalaman dalam pelaporan harvested wood products, melalui portal submisi sampai 1 Maret 2018. SBSTA menyetujui untuk melanjutkan pembahasan isu ini pada SBSTA 48 (April-Mei 2018).
SBSTA 8(b) Training programme for review experts for the technical review of greenhouse gas inventories of Parties included in Annex I to the Convention;
Telah tersusun Draft conclusions proposed by the Chair dengan pokok-pokok sebagai berikut:
SBSTA memahami pentingnya training programme terhadap kontribusi kualitas dan konsistensi technical reviews dari GHG inventories of Annex I Parties. Hal tersebut mempertimbangkan pengelaman yang didapatkan sejak September 2015 dalam menyelenggarakan technical reviews inventarisasi GRK dari negara-
Per 9 Juni 2017 - 57
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
negara Annex I menggunakan pedoman technical review terhadap informasi yang dilaporkan dibawah Konvensi terkait inventarisasi GRK, biennial reports dan national communications negara-negara Annex I Konvensi. SBSTA mencatat bahwa sekretariat telah menerima umpan balik dari Parties dan para ahli mengenai lingkup dan fokus training programme.
SBSTA menyetujui untuk mengkaji hasil-hasil training programme pada SBSTA 50 (June 2019) untuk memberikan rekomendasi pada COP 25 (November 2019).
SBSTA lebih lanjut menyetujui perpanjangan pelaksanaan training programme sampai tahun 2020.
SBSTA mencatat implikasi biaya yang diperkirakan dari kegiatan yang dilaksanakan Sekretariat. Kegiatan-kegiatan tersebut tergatung pada ketersediaan sumberdaya pendanaan.
SBSTA 8 (c) Training programme for review experts for the technical review of biennial reports and national communications of Parties included in Annex I to the convention
Catatan:
Bagi Indonesia material yang ada dan user interface dengan materi yang selalu terupdate, akan membuat Indonesia dapat mempersiapkan para ahlinya untuk bisa menjadi expert
Sudah ada draft decision yang memandatkan update dan informasi lebih jauh terkait training programme yang dilaksanakan dan diimplementasikan pada periode 2017–2020. Hasil-hasil dan updatenya agar bisa menjadi pertimbangan dan diadopsi oleh COP-23
- Perlu dipersiapkan lebih lanjut, untuk memberikan informasi sehingga para ahli di Indonesia dapat lebih mempersiapkan diri.
- Material yang sudah ada
Per 9 Juni 2017 - 58
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
dalam review NC dan BR untuk negara Annex I.
Informasi tentang training untuk review BR dan NatCom ini dapat menjadi informasi yang sangat berharga bagi Indonesia dalam nantinya menyusun BUR dan NatComnya.
(November 2017). Juga disetujui untuk mempertimbangkan kebutuhan untuk memperpanjang implementasi program training dimaksud untuk nantinya dapat dibahas pada SBSTA 50 (June 2019). Party meminta agar sebelum mulainya review untuk NatCom ke-7 dan BR ke-3 untuk Annex I Parties di 2018, secretariat dapat melakukan enhancement terhadap user interface untuk training courses agar lebih user-friendly, dan bisa dimanfaatkan oleh party dan berbagai pihak yang membutuhkan.
pada saat ini difokuskan pada training TF untuk action and support yang dibangun berdasar pada existing MRV arrangement. Untuk itu update terkait linking dengan APA agenda item 5 transparansi framework menjadi penting. Tentu ini harus menunggu penyelesaian MPG TF, yang baru akan diselesaikan di 2018.
- Ada draft conclusion oleh chair. Topik draft conclusion al: (i) Bahwa material harus diperbaharui sesuai experience TA BR dan NC sejak 2014; (ii) user interface untuk training courses; (iii) ingin ada decision yang membahas untuk implementasi training program dengan time-period 2017-2020; (iv) semua aktivitas dilakukan dengan finance yang sudah ada (tidak ada tambahan financial)
SBSTA 8(d) Greenhouse gas data interface; Catatan:
Indonesia telah menggunakan Guidelines IPCC 2006 dalam
Persidangan SBSTA Agenda 8 (d) Greenhouse gas data interface telah membahas progress Sekretariat dalam menyempurnakan GHG data
Per 9 Juni 2017 - 59
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
pelaksanaan dan pelaporan hasil inventarisasi gas rumah kaca, sehingga memungkinkan untuk diintegrasikan kedalam GHG data interface.
Indonesia memandang bahwa tools ini harus terus dikembangkan oleh Sekretariat UNFCCC.
GHG data interface dipandang bisa memberikan informasi dalam melakukan tracking (misalnya untuk kepentingan tracking NDC)
Perlu ditambahkan hasil sidang sebelum rules 16 diberlakukan (masalah pendanaan)
interface, serta perlunya dukungan pendanaan untuk menyelesaikan GHG data interface. Persidangan telah menghailkan Draft conclusion dengan pokok-pokok sebagai berikut:
SBSTA mencatat progress yang dilakukan Sekretariat dalam melakukan technical changes yang diperlukan terhadap greenhouse gas (GHG) data interface mengikuti adopsi revisi “Guidelines for the preparation of national communications by Parties included in Annex I to the Convention, part I: UNFCCC reporting guidelines on annual greenhouse gas inventories” seabagiamana diamanatkan pada SBSTA 38 dan 39.
SBSTA mencatat kebutuhan untuk melanjutkan technical change dari old data ke new data (IPCC 1996 ke IPCC 2006), yang belum di-update dan tertunda penyelesaian pekerjaannya. Untuk menghindari adanya ketidakjelasan, SBSTA meminta Sekretariat untuk melakukan pengaturan yang diperlukan terhadap versi lama (old data) dari GHG data interface.
SBSTA mencatat dengan seksama kekurangan sumberdaya pendanaan untuk menyelesaikan aktivitas tersebut di atas. SBSTA menyetujui untuk melanjutakan pembahasan hal tersebut pada SBSTA 50
Per 9 Juni 2017 - 60
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
(June 2019), dengan pandangan untuk menentukan langkah-langkah kedepan.
SBSTA 8(e) Common metrics to calculate the carbon dioxide equivalence of greenhouse gases;
Catatan: - Indonesia mendukung common
metrics karena memudahkan dalam melakukan kompilasi hasil. Perlu crosscheck dengan posisi accounting di kelompok mitigasi dan hasil dari SBSTA-44.
- Indonesia saat ini menggunakan common metrics berdasarkan global warming potenstial (GWP) hasil kajian IPCC yang dipergunakan untuk menghitung carbon dioxide equivalence dari emisi gas rumah kaca antropogenic.
- Indonesia mengawal isu ini untuk keperluan negosiasi di tranparancy framework
Persidangan agenda ini membahas pertimbangan-pertimbangan common metrics yang digunakan untuk menghitung carbon dioxide equivalence dari emisi gas rumah kaca antropogenic dengan kerangka isu-isu metodologi dibawah Convention. Persidangan juga membahas kemajuan yang telah dibuat Ad Hoc Working Group on the Paris Agreement (APA) mengenai elaborasi panduan untuk menghitung NDC dengan common metrics yang dikaji Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Persidangan menyepakati untuk tidak menghasilkan Draft conclusion (menerapkan rule 16)
SBSTA 8(f) Emissions from fuel used for international aviation and maritime transport.
Catatan: 1. Agenda ini sangat penting terkait
pengaturan offset oleh ICAO untuk international aviation.
2. Terhadap dokumen dari ICAO dan
IMO: - Diperlukan posisi Indonesia melalui
Kementerian Perhubungan terhadap Market-based Measures Scheme yang akan diatur secara global, dengan pendekatan offsetting (Carbon
Disepakati Draft Conclusion bahwa penyampaian informasi dari Sekretariat ICAO dan IMO dapat diterima dan bahwa informasi selanjutnya akan disampaikan pada SBSTA47 dan masukan dari negara pihak. Diskusi akan dilanjutkan pada SBSTA 47
Perlu penyiapan posisis Indonesia untuk persidangan selanjutnyaterkait agenda ini.
Per 9 Juni 2017 - 61
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSEA) antara origin and destination countries.
- Offset yang akan dilakukan ditujukan dengan kegiatan mitigasi di negara berkembang khususnya sektor kehutanan dan energi. Hal ini akan berimplikasi terhadap pencapaian target NDC
- Mengingat pengaturannya tetap harus sejalan dengan proses negosiasi di UNFCCC, maka Indonesia perlu mengawal isu ini juga melalui Article 6.
3. Dokumen ICAO Assembly Resolution A39-2 tentang Consolidated Statement related to environmental protection – Climate Change dan Market-based Measures Scheme, parties ICAO menyepakati penurunan emisi GRK dari aviasi melalui penggunaan biofuel, konservasi dan energi dan teknologi pesawat terbang
- Target: 50% penurunan emisi GRK pada tahun 2035 berdasarkan baseline tahun 2020.
- IMO: mandatory target 2020 melalui penggunaan bahan bakar kapal dengan kandungan sulfur <3% (lebih ke arah pengendalian pencemaran udara), tetapi tidak mengatur GRK.
Per 9 Juni 2017 - 62
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
SBSTA 9 Methodological issues under the Kyoto Protocol:
SBSTA 9(a) Land use, land-use change and forestry under Article 3, paragraphs 3 and 4, of the Kyoto Protocol and under the clean development mechanism
Catatan: • Isu re-vegetation masih perlu
diberikan perhatian. Kegiatan LULUCF tambahan untuk CDM yang diusulkan oleh Indonesia yaitu: High density agroforestry with crown cover > 30%, restoration of wetlands, rewetting of drained peatland, dan revegetation. Dalam pembahasan SBSTA45, usulan Indonesia tersebut telah terakomodir.
• Kepentingan Indonesia telah terakomodir, yaitu untuk adanya kesempatan untuk mendiskusikan lebih lanjut agenda item ini, khususnya terkait dengan submisi Indonesia mengenai possible additional LULUCF activities under the clean development mechanism (CDM) yang telah disampaikan ke Sekretariat UNFCCC pada Februari 2014.
• Indonesia perlu menggunakan agenda item ini untuk mendapatkan manfaat bagi kegiatan-kegiatan tambahan di bawah CDM yang sebelumnya telah diusulkan oleh Indonesia
Tidak ada persidangan, dan hanya dilakukan komunikasi via email. Komunika informal ini terutama membahas concern beberapa Negara Non Annex-1 mengenai adanya Draft Conclusion by the Chair yang dipersiapkan dengan isi bahwa agenda ini akan dibahas di SBSTA 50 (2019), dan ini tidak sesuai dengan harapan beberapa Non-Annex 1 Parties (termasuk Indonesia). Komunikasi email antara negara berkembang cukup intensif, dan ada 9 negara yang akhirnya mengirimkan email kepada chair, untuk menanyakan dan meminta mengapa agenda item ini tidak dibahas pada SBSTA ini, dalam suatu pertemuan. Komunikasi via email ini dilanjutkan dengan partisipasi 11 (sebelas) negara Non-Annex 1 (KorSel, Chile, Indonesia, India, Afrika Selatan, Malaysia, Singapore, Thailand, China, Colombia, Fiji), dengan dikoordinasikan oleh Republik Korea Selatan. Kedua belas Parties Non-Annex 1 tsb sepakat untuk mengusulkan pertemuan dengan SBSTA Chair, untuk mengangkat beberapa isu, diantaranya lack of transparency dalam hal komunikasi antara SSTA Chair dengan Parties. Selain itu juga adanya concern tentang Draft Conclusion by the Chair yang berisi bahwa agenda ini akan dibahas di SBSTA 50 (2019),
- Perlu mulai memikirkan proposal teknis dan contoh-contoh konkrit (minimal rencana ke depan) untuk bisa memberikan insentif bagi usaha-usaha dibawah kegiatan revegetasi
- Pada dasarnya proposal teknis bisa dilakukan, namun permasalahannya adalah agenda ini hanya punya mandat sampai dengan 2019 (CMP sampai 2019). Apabila agenda ini akan diteruskan, Perlu dikawal dan didorong untuk proses lebih lanjut, untuk menjadi Decision. Selain itu perlu dipikirkan untuk transfer mandat ini dari KP menjadi dibawah PA (CMA).
- Perlu dilakukan diskusi lebih lanjut di dalam negeri untuk menindaklanjuti submisi Indonesia, dengan penyusunan proposal teknis.
- Proposal teknis bisa dilakukan, namun
Per 9 Juni 2017 - 63
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
(berupa : High density agroforestry with crown cover > 30%, restoration of wetlands, Rewetting of drained peat land, dan revegetation). Melalui agenda item ini Indonesia memiliki kesempatan untuk menjaga daerah karts dan lahan gambut. Namun demikian Indonesia juga belum mempunyai proposal yang nyata (proposal teknis).
• Indonesia ingin menggunakan agenda item ini untuk mendapatkan manfaat bagi kegiatan revegetasi yang diarahkan untuk menjaga daerah karts dan lahan gambut. Namun demikian Indonesia juga belum mempunyai proposal nyata (proposal teknis).
• Proposal baru akan diusulkan pada SBs-47 di COP-23 bila semua kelengkapan data telah terpenuhi..
yang menurut kedua belas negara terlalu lama sehingga diusulkan untuk dilanjutkan pembahasan di SBSTA-48 (2018), mengingat pentingnya isu yang dibahas (terkait LULUCF, khususnya forestry). Selanjutnya dilakukan pertemuan antara 12 perwakilan negara Non-Annex 1 Parties, negara-negara Annex 1 Parties, dengan SBSTA Chair, dimana antara lain Non-Annex 1 Parties meminta klarifikasi dari Chair tentant komunikasi sebelumnya dengan “interested Parties” yang dianggap kurang transparan, dan permintaan untuk melanjutkan pembahasan di SBSTA 48. Melalui konsultasi dengan Parties ini, akhirnya disepakati untuk melanjutkan pembahasan di SBSTA 48 (2018), dan Chair akan merevisi Draft Conclusion. Perkembangan selanjutnya adalah adanya usulan dari Jepang untuk memodifikasi Draft Conclusion, dengan tambahan bahwa perlunya merekomendasikan draft Decisions terkait dengan decision 2/CMP.7, paragraphs 6, 7 and 10, untuk diadopsi leh CMP14 (December 2018), dan untuk melaporkan ke CMP work porgram di Dec 2/CMP.7, paragraph 5, pada sesi dimaksud. Terhadap usulan Jepang tersebut, telah dilaksanakan pertemuan antara para negosiator LULUCF mewakili negaranya masing-masing
permasalahan adalah agenda ini hanya punya mandate sampai dengan 2019 (CMP sampai 2019). Apabila agenda ini akan diteruskan, perlu difikirkan untuk transfer mandate ini dari KP menjadi dibawah PA (CMA).
- Persiapan untuk membawa mandate ini dari KP ke PA (usulan Indonesia) perlu mulai dipersiapkan.
Per 9 Juni 2017 - 64
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
selaku ‘interested Parties” (baik Non-Annex 1 Parties maupun Annex 1 Parties) dengan SBSTA Chair, dan telah dilakukan finalisasi Draft Conclusion, dimana telah terjadi kesepakatan. Dokumen Draft conclusions by the Chair yang dihasilkan melalui proses konsultasi dengan interested Parties telah tersedia di website UNFCCC (FCCC/SBSTA/2017/L.9).
SBSTA 9(b) Implications of the inclusion of reforestation of lands with forest in exhaustion as afforestation and reforestation clean development mechanism project activities.
Catatan: - Indonesia mengawal isu ini untuk
mengambil lesson learnt, termasuk
untuk keperluan negosiasi di
tranparancy framework
Persidangan menghasilkan Draft conclusions yang menyampaikan bahwa SBSTA menyetujui untuk melanjutkan pembahasan agenda ini pada sesi SBSTA 50 (June 2019) dengan pandangan untuk merekomendasikan draft conclusion mengenai hal-hal untuk dipertimbangkan dan diadopsi oleh Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to the Kyoto Protocol (CMP) ke-15 pada November 2019.
SBSTA 10 Matters relating to Article 6 of the Paris Agreement
SBSTA 10(a) Guidance on cooperative approaches referred to in Article 6, paragraph 2, of the Paris Agreement;
1. Indonesia welcomes cooperative approaches under Article 6.2, (ITMOs) only to fulfill their respectives NDCs and these initiatives are also not part of the schemes that have previously been regulated under UNFCCC. (note : based on Indonesia submission to SBSTA45)
2. To allow Parties to be involved in such initiatives, the first and basic eligibility
Sesuai dengan kesepakatan di Marrakesh, telah dilaksanakan Roundtable Discussion among Parties pada Selasa, 9 Mei 2017. Secara umum, Para Pihak merasa bahwa pertemuan ini memberikan manfaat untuk dapat memperoleh pemahaman mengenai beberapa isu penting.Sesuai dengan kesepakatan Para Pihak, maka tidak dikeluarkan catatan apa pun mengenai hasil pertemuan ini.
Perlu dilakukan diskusi penyiapan submisi Indonesia yang berisi pandangan mengenai isi dari draft decision, termasuk mengenai struktur dan area, isu dan elemen terkait Article 6.2 of Paris Agreement
Per 9 Juni 2017 - 65
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
criteria is that all Parties involved must have submitted their Nationally Determined Contribution (NDC) for the relevant implementation period to the UNFCCC Secretariat, and the NDC have been made public in the NDC Registry.
3. To ensure that the implementation of Article 6.2 will result in net global emission reduction as well as to ensure higher ambition of all Parties, each Party involved has to set a maximum cap of ITMOs usage in fulfilling its NDC.
4. As ITMOs is also expected to benefit sustainable development, it may be useful to have a common guidance or a minimum set of criteria, which can be used differently depending on national circumstances of Parties involved, to ensure that ITMOs equally benefit the environment, economic, and social aspects of development, which are the pillars of sustainable development.
5. There is also a need to ensure that initiatives, activities or programmes which are aimed to result in mitigation outcomes will be conducted in a sustained manner.
6. Even though initiatives under Article 6.2 will be dealt with and agreed among Parties involved, there is still a
Selanjutnya diadakan pertemuan-pertemuan informal consultation, dimana disepakati bahwa sesuai dengan prosedur yang berlaku, maka seluruh rangkaian pembahasan Art6 dalam SBSTA46 ini bersifat tertutup (tidak ada peserta observers). Pertemuan untuk Art.6 lebih bersifat membahas proses, termasuk dengan dikeluarkannya informal information note.. Pertemuan negosiasi minggu kedua untuk Art.6 lebih bersifat membahas proses untuk melanjutkan perundingan berdasarkan perkembangan minggu pertama, termasuk dengan dikeluarkannya informal information note. Setelah melalui pembahasan yang cukup alot, pada 17 Mei 2017 disepakati draft conclusion untuk masing-masing agenda item SBSTA 10 (a,b dan c) serta informal information note by the co-facilitators. Proses negosiasi pertama untuk agenda item SBSTA 10(a) dilaksanakan pada Rabu, 10 Mei 2017 dengan agenda mendapatkan masukan dari Para Pihak mengenai elemen penting yang terkait dengan guidance di bawah Article t6.2 yang akan menjadi keputusan pada COP24. Co-Facilitators melakukan kompilasi dari berbagai masukan yang ada, baik dalam bentuk submisi maupun tambahan masukan dalam sesi Rabu tersebut dan mengirimkannya kepada Para Pihak untuk dibahas lebih lanjut dalam pertemuan Jum’at, 12 Mei 2017.
Per 9 Juni 2017 - 66
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
need to have governance at the global level, to manage the tagging and tracking of mitigation outcomes in order to avoid double counting (double issuing, double claiming and double used).
6. At the relevant national level, corresponding adjustment in emission reduction has to be made for all Parties involved as well as tracking of mitigation outcomes to ensure environmental integrity and real emission reduction.
7. There is an urgent need to establish guidance for accounting, which will also include elements of measuring and calculating, recording, reporting of mitigation outcomes, necessary adjustment, carried-over, registry, verification, issuance, transfer of outcomes, public information, and accounting report.
8. Guidance for Environmental Integrity and Sustainable Development to be developed with key principles of robustness and credible mitigation outcomes, clearly tracked and accounted for as corresponding adjustment, drive emission reduction significantly beyond NDCs, and growing mitigation ambition.
Pertemuan kedua dilaksanakan pada Jum’at, 12 Mei 2017. Pembahasan ini sempat mengalami skorsing karena adanya perbedaan pandangan mengenai proses pembahasan, terutama mengenai status dari dokumen yang dikirimkan oleh co-Facilitators. Terkait dengan proses, disepakati bahwa dokumen tidak memiliki status, bukan merupakan draft teks, bukan merupakan proposal untuk keputusan maupun proposal struktur keluaran dan juga bukan merupakan daftar yang terbatas. Dari pembahasan mengenai substansi, pandangan dan submisi Indonesia telah tercermin dalam daftar yang disampaikan oleh co-facilitators serta pandangan dari beberapa Para Pihak lain. Pembahasan dilanjutkan pada Senin, 15 Mei 2017 untuk menyelesaikan intervensi yang tertunda dan selanjutnya membahas konklusi dari agenda pertemuan ini. Pembahasan sempat mengalami deadlock terutama terkait dengan peran observer dalam submisi maupun roundtable discussion. Pada akhirnya Para Pihak dapat menerima bahwa seluruh proses akan dilaksanakan hanya di antara Para Pihak. Meskipun pada akhirnya dicapai kesepakatan, beberapa Pihak menyampaikan catatan keberatan yang akan disampaikan dalam pleno penutupan SBSTA-46.
Per 9 Juni 2017 - 67
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
Draft conclusion yang dihasilkan (dokumen FCCC/SBSTA/2017/L.15) berisi: (i) undangan kepada Para Pihak untuk menyampaikan submisi yang berisi pandangan mengenai isi dari draft guidance, termasuk mengenai struktur dan area, isu dan elemen, (ii) pelaksanaan roundtable discussion among Parties in-conjunction dengan SBSTA-47, dan (iii) penyiapan informal dokumen berdasarkan roundtable discussion among Parties. Selain itu juga dikeluarkan Informal Information Note by the Co-Facilitators untuk Art.6.2.
SBSTA 10(b) Rules, modalities and procedures for the mechanism established by Article 6, paragraph 4, of the Paris Agreement;
1. Indonesia is of the view that mechanism established under Art.6.4 has similar nature with CDM and JI-Track 2 under the Kyoto Protocol.
2. Both of those flexibility mechanisms under the Kyoto Protocol with more than 10 years in operation have had rules, modalities and procedures that we can learn from and build upon in our effort to develop the rules, modalities and procedures for the mechanism established by Article 6.4. Those decisions under CMP (including Dec.3/CMP.1, 4/CMP.1, and 7/CMP.1 in relation to CDM, Dec.9/CMP.1 and 10/CMP.1 regarding JI, and Dec.11/CMP.1 on IET) can be beneficial to our effort in developing rules, modalities and procedures for
Sama seperti halnya 10(a), pembahasan sempat mengalami deadlock terkait dengan peran observer dalam submisi maupun roundtable discussion. Pada akhirnya Para Pihak dapat menerima bahwa seluruh proses akan dilaksanakan hanya di antara Para Pihak. Meskipun pada akhirnya dicapai kesepakatan, beberapa Pihak menyampaikan catatan keberatan yang akan disampaikan dalam pleno penutupan SBSTA-46. Draft conclusion yang dihasilkan (dokumen FCCC/SBSTA/2017/L.16) berisi: (i) undangan kepada Para Pihak untuk menyampaikan submisi yang berisi pandangan mengenai isi dari draft rules, modalities and procedures, termasuk mengenai struktur dan area, isu dan elemen, (ii) pelaksanaan roundtable discussion among Parties in-conjunction dengan SBSTA-
Perlu dilakukan diskusi penyiapan submisi Indonesia yang berisi pandangan mengenai isi dari draft decision, termasuk mengenai struktur dan area, isu dan elemen terkait Article 6.4 of the Paris Agreement.
Per 9 Juni 2017 - 68
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
mechanism under Article 6.4. 3. As stated in Article 6.4, such
mechanism is under the authority and guidance of the CMA and shall be supervised by a body designated by the CMA. Learning from what happened under the KP, it is clear that such body will have a key role in ensuring not only transparency and tracking as a way to avoid of double counting but also the process and progress of issuance of units under the mechanism. Therefore, it is a must that such body should be more technical and less political. Institutional arrangement of governance at the global level is important to ensure not only transparency and tracking of units being issued, transferred, and transacted, but also for sharing of data and best practices of activities to be replicated. Learning from the experience of CDM, it may also be an option to consider strengthening the capacity and resources of the secretariat of the aforementioned body to speed-up process with clear timeline.
4. It is also clear that governance at the national level is key, as this mechanism also aims to incentivize and facilitate participation of public and
47, dan (iii) penyiapan informal dokumen berdasarkan roundtable discussion among Parties. Selain itu juga dikeluarkan Informal Information Note by the Co-Facilitators untuk Art.6.4.
Per 9 Juni 2017 - 69
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
private entities authorized by a Party in the mitigation of greenhouse gas emissions in accordance with Article 6.4(c). Participation of public and private entities will need authorization from the respective Party to ensure its consistency with national priority and circumstance.
5. Article 6.6 states that activities under this mechanism have to have a share of proceeds to cover administrative expenses, but more importantly, to assist developing country Parties that are particularly vulnerable to the adverse effects of climate change to meet the costs of adaptation. Adaptation has become and will become a greater issue due to the delay of progress in our global effort to reduce and limit greenhouse gases emission. There have been some discussions on financing for adaptation under the Paris Agreement. On this matter and especially the one with the SoP as the source of finance, Indonesia is of the view that such support for adaptation shall be channeled through the Adaptation Fund.
6. As part of cooperative approaches, mechanism under Article 6.4 has to apply Environmental Integrity and
Per 9 Juni 2017 - 70
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
Sustainable Development as its basic requirements.
SBSTA 10(c) Work programme under the framework for non-market approaches referred to in Article 6, paragraph 8, of the Paris Agreement.
1. Under Article 6.8 of the Paris Agreement, Parties recognize the importance of integrated, holistic and balanced non-market approaches to assist Parties in the implementation of their nationally determined contributions (NDCs), in the context of sustainable development and poverty eradication. This does not necessarily mean that all actions of a Party have to be funded and supported by other Parties. It is rather that international support and cooperation will further enhance such actions so they will bring more benefit not only in terms of tackling climate change, but also, and most importantly, with regard to supporting sustainable development and eradicating poverty, especially in developing countries.
Sama seperti halnya 10(a), pembahasan sempat mengalami deadlock terkait dengan peran observer dalam submisi maupun roundtable discussion. Pada akhirnya Para Pihak dapat menerima bahwa seluruh proses akan dilaksanakan hanya di antara Para Pihak. Meskipun pada akhirnya dicapai kesepakatan, beberapa Pihak menyampaikan catatan keberatan yang akan disampaikan dalam pleno penutupan SBSTA-46. Draft conclusion yang dihasilkan (dokumen FCCC/SBSTA/2017/L.17) berisi: (i) undangan kepada Para Pihak untuk menyampaikan submisi yang berisi pandangan mengenai isi dari draft decision, termasuk mengenai struktur dan area, isu dan elemen, (ii) pelaksanaan roundtable discussion among Parties in-conjunction dengan SBSTA-47, dan (iii) penyiapan informal dokumen berdasarkan
Perlu dilakukan diskusi penyiapan submisi Indonesia yang berisi pandangan mengenai isi dari draft decision, termasuk mengenai struktur dan area, isu dan elemen terkait Article 6.8 of Paris Agreement.
Per 9 Juni 2017 - 71
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
2. Indonesia is of the view that non-
market approaches under Article 6.8 are initiatives or cooperation between two Parties or among a number of Parties to fulfill the host country’s NDC. Only those initiatives and cooperation between/ among Parties can be defined as non-market approaches, hence, not for those conducted through international agencies/entities. It includes policy adjustment as a result of such cooperation that creates enabling environment towards NDCs fulfillment.
3. Emission reduction resulted from non-
market approaches has to be measured, reported, monitored and accounted as part of a Party’s effort in achieving its NDCs as well as to increase the Party’s ambition in reducing emission.
4. There will be no transfer or transaction
of units under any initiatives and cooperatives under Article 6.8. A number of bilateral cooperation, including the one between Indonesia and Norway, are part of non-market approaches, including the implementation of result-based
roundtable discussion among Parties. Selain itu juga dikeluarkan Informal Information Note by the Co-Facilitators untuk Art.6.8.
Per 9 Juni 2017 - 72
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
payment. 5. Collaborations between developing
countries under South-South cooperation are also a form of of Article 6.8 implementation. Indonesia has undertaken such initiatives with some of Pacific Island States, as well as some members of LDCs in Asia and Africa. Triangular cooperation schemes between developing countries with support from developed countries are also part of Article 6.8 and therefore must be recognized, reported and accounted for as part of transparency.
6. With regard to the work programme for
Article 6.8, Indonesia would like to suggest the inclusion of elements as follow:
- Scope of actions under the work programme, including, inter alia, understanding and definition, as well as type of activities to be included and implemented under Article 6.8;
- Timeline of the work programme; and - Type of activities under work
programme of Article 6.8 (call for submissions, summary paper, technical paper, technical workshop, etc.).
Per 9 Juni 2017 - 73
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
SBSTA 11 Modalities for the accounting of financial resources provided and mobilized through public interventions in accordance with Article 9, paragraph 7, of the Paris Agreement.
Transparency of support: 1. Revised guidelines for reporting,
including through national communications, on support received for climate change actions, both mitigation and adaptation.
2. A clear picture on climate finance, and setting goals for scaled-up finance is important
- Establishment of a process that would
assist developing countries to translate their enhanced adaptation and mitigation actions into concrete financial needs.
- The principles of transparency of
support provided and mobilized should ensure no double-counting.
Informal consultation pada minggu kesatu membahas isu ini merujuk pada technical paper yang dipersiapkan oleh Sekretariat berdasarkan submisi para Pihak. Pada intinya tantangan Negara berkembang untuk mengembangan modalitas ini adalah sulitnya mendefinisikan “climate finance”. Negara berkembang berpendapat bahwa pinjaman tidak dimasukkan sebagai climate finance. Pembahasan isu ini terkait dengan pembahasan pada transparansi of support (APA-5). Isu lain yang dikemukan oleh Negara berkembang dalam pengembangan modalitas ini adalah pentingnya mempertimbangkan transparansi framework, modalitas untuk akses, dan cost of arrangement. Beberapa Negara maju, seperti USA, menekankan pentingnya mengklasifiklasikan sektoral penggunaan climate finance dan channel yang digunakan dalam penyaluran climate finance. Informal consultation pada minggu kedua membahas informal note yang dipersiapakan co-chair yang terdiri dari elemen:
Climate finance through bilateral, regional and other channels
Climate finance through multilateral channels
Climate finance mobilized through public interventions
Pada agenda item 11 dari SBSTA 46 ini, kami telah mengajukan results based payment dan innovative finance ke dalam draft kertas teknis kepada Co-chair G77+Finance. Reaksi keras dari Alilac atas usulan tersebut mendorong Co-chair untuk meminta Delri mengajukan kepada SCF agar dapat menjadi agenda SBSTA 47 mendatang. Adanya kerangka transparansi dalam pelaporan dibawah kerangka UNFCCC ini, diharapkan Negara maju dapat memberikan supportnya secara meningkat dari support sebelum kepada Negara berkembang, termasuk Indonesia. Mengingat isu ini terkait dengan transparansi untuk support yang menekankan support needed dan received, maka pembahasan ini sudah sejalan dengan upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam membangun system registry nasional, dimana hal tersebut dapat
Per 9 Juni 2017 - 74
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
Cross-cutting considerations Merujuk pada informal note yang dipersiapkan Co-Chair, maka disepakati bahwa informal note tersebut harus dirubah organisasinya menjadi bentuk modalitas untuk akunting pendanaan perubahan iklim melalui public intervention. Pada akhir contact group disepakati bahwa draft conclusion yang dilampiri oleh informal note disepakati. Selain itu, disepakati pula perlu ada konsultasi dan koordinasi antara pembahasan modalitas pada SBSTA dan APA-5 untuk menjamin koherensi keduanya. Pembahasan lebih lanjut mengenai Modalitas tersebut akan dilaksanakan pada November 2017 dengan mempertimbangkan informal note pada lampiran draft conclusion.
menjadi modalitas Indonesia untuk melakukan reporting system ke UNFCCC.
SBSTA 12 Cooperation with other international organizations
International cooperation should: a. be directed to support national efforts
of Parties to implement the Paris Agreement, based on actual needs and priorities of the Party concerned
b. be directed to strengthen the means of implementation, including South-South Cooperation and triangular cooperation
c. be synergized and coherent with each other
d. avoid duplication of efforts e. be replicated its best practices.
Chair SBSTA telah mengedarkan draft conclusions dan meminta masukan para Pihak hingga Jumat siang, 12 Mei 2017. Sudah ada draft conclusions per tanggal 13 Mei 2017, yang berisikan:
SBSTA menerima dokumen FCCC/SBSTA/2017/INF.2 yang berisikan informasi yang releban dengan aktivitas secretariat dan organisasi antar-pemerintah lainnya
Mengakui pentingnya Sekretariat untuk bersama dengan organisasi antar-
Delri telah merumuskan masukan yang menekankan bahwa kerjasama dengan organisasi internasional lainnya harus: - Berdasarkan actual needs
and priorities dari Pihak terkait
- Diarahkan pada peningkatan akses untuk means of implementation, khususnya negara berkembang
-
Per 9 Juni 2017 - 75
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
pemerintah lainnya, as appropriate, secara khusus UN entity, dengan tujuan untuk berfokus pada aksi yang mendukung implementasi KP dan PA;
Mengakui penggunaan sumber-sumber dan keahlian dari organisasi internasional dan antar-pemerintah lainnya yang relevan dengan proses UNFCCC dan mendorong Sekretariat untuk bekerjasama tanpa menambah implikasi finansial.
- Tetap berpegang bahwa UNFCCC merupakan the primary forum bagi penanganan perubahan iklim
The Forty-sixth Sessions of the Subsidiary Body for Implementation (SBI 46)
SBI 2 Organizational matters:
SBI 2(d) Facilitative sharing of views under ICA process
Catatan: Indonesia memaparkan Summary of BUR and Current development, experience and lesson learnt from ICA process dan response to the questions.
Indonesia menyelesaikan tahapan dari dari ICA dengan menjawab pertenyaan tertulis melalui FSV portal dari USA, NZ, EU dan Switzerland, serta mengikuti proses FSV. Pertanyaannya adalah mengenai penggunaan IPCC Guidelines 2006, pelaksanaan inventarisasi GRK, pelaksanaan aksi mitigasi dan penggunaan BUR Guidelines
Indonesia mempresentasikan BUR.
Negara-negara yang bertanya terhadap presentasi Indonesia adalah Korea Selatan, Uni Eropa, Republik Ceko, India, Japan, Brazil, Australia, China dan Jerman.
Pertanyaan yang diajukan pada pertemuan FSV adalah mengenai tindakan
Penyempurnaan pelaksanaan Inventarisasi GRK dan pengukuran capaian penurunan emisi GRK
Per 9 Juni 2017 - 76
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
pencegahan kebakaran hutan, kebijakan energi terbarukan, prioritisasi untuk perbaikan BUR dalam jangka pendek, prioritisasi untuk peningkatan kapasitas dalam penyusunan BUR, urian tentang inter-annual variability in LULUCF, rasional di balik pengaturan Perpres No. 71/2011 dan tantangan dalam melaksanakan tata kelembagaan untuk Inventarisasi GRK, pelaksanaan CDM dan hubungannya dengan penurunan emisi GRK 26/41%, domestic MRV, kelembagaan pelaksana penyusunan BUR dan pelaksanaan inventarisasi GRK di provinsi
SBI 2 (e) Other mandated events: Paris Committee on Capacity-building
Indonesia considers that some points that were forwarded in the submission on PCCB prior to the COP 22 concerning annual focus area or theme for the Paris Committee on Capacity-building for 2017 are still relevant: a. With regards the annual focus or
theme for the Paris Committee on Capacity Building (PCCB) for 2017, Indonesia is of the view that the Committee should first focus on the formulation of Annual Work Plan until 2020 and its sequencing.
b. Annual themes will then correlate with the work plan, in which for the second year Indonesia proposes that the issue of vulnerability should become
Rapat ke-1 paris committee on capacity building (PCCB) telah menghasilkan hal-hal sebagai berikut: 1. Co-Chairs yang terpilih untuk satu tahun ke
depan dari negara maju diwakili Finlandia, dan negara berkembang diwakili dari Maroko, yang menjadi tuan rumah COP 22 yang melahirkan beberapa isu penting PCCB.
2. Proedur :
- Anggota dipilih untuk masa 2 tahun, dan dapat dipilih kembali untuk satu masa berikutnya. Separuh anggota pertama (6 orang) akan memiliki masa 3 tahun, dan sisanya (6 orang) untuk masa 2 tahun. Perwakilan Indonesia telah didaftarkan untuk masa 3 tahun.
Catatan dari Wakil Indonesia di PCCB: - The overall implementation
of the Working Plan 2017-2020 is to answer the serious concern on the urgent need to address the significant gap between the aggregate effect of Parties mitigation pledges in term of global annual emission of greenhouse gases by 2020 and aggregate emission pathways consistent with holding the increase in the global average temperature to well below 2°C above pre-industrial level and pursuing
Per 9 Juni 2017 - 77
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
its focus. In formulating the work plan, PCCB should refer to the works of other committees such as the Committee of Loss and Damage, the Standing Committee on Finance (SCF).
c. PCCB may need to conduct regular assessment of capacity building needs (e.g. every two years), similar to the financial flow assessment conducted by the Standing Committee on Finance. Results of these assessments will serve as input to COP and improve the quality of decisions made by COP. In this case, PCCB may support the function of COP in generating guidance, among others through publishing biennial report on capacity building gaps and needs.
d. A roadmap should be formulated, which details the benchmarks and how the work plan will be achieved on annual basis.
e. PCCB should establish linkages with other existing bodies and forum, especially the Durban Forum on Capacity Building.
f. Indonesia recommends enhancing of synergy of capacity building efforts within UNFCCC bodies, as well as with other entities outside of the
- Working group dibentuk sesuai dengan kebutuhan.
- Pengambilan keputusan secara konsensus dan dapat dilakukan melalui komunikasi elektronik.
3. Modalitas: Intersessional works menjadi modal penting karena terbatasnya in-session meeting PCCB yang diorganisasi oleh SBI. 4. Mandat Rencana Kerja 2016-2020
- Melakukan kajian upaya peningkatan sinergi melalui kerjasama, dan menghindari duplikasi antar lembaga dibawah Konvensi yang melaksanakan kegiatan capacity-building, termasuk kerjasama dengan instansi dari dalam dan luar Konvensi;
- Identifikasi kesenjangan (gaps) dan kebutuhan (needs) dan rekomendasi untuk penanganannya;
- Mempromosikan pengembangan dan diseminasi tools dan metodologi untuk implementasi capacity-building;
- Membina kerjasama global, regional, nasional and subnasional;
- Melakukan identifikasi dan pengumpulan praktek percontohan, tantangan, pengalaman, dan pembelajaran dari pelaksanaan capacity-building di badan-badan
effort to limits the temperature increase to 1.5 °C above pre-industrial level;
- In terms of pre-2020 ambition, the implementation of the Working Plan 2017-2020 should be the actions to enhance the capacity of the developing country Parties to achieve pre-2020 ambition, which can lay as a solid foundation for enhancing the capacity for post-2020 mitigation pledge and ambition. Besides, the implementation of the Working Plan 2017-2020 is also to enhance the capacity-building support by developed country Parties, in a predictable manner, to enable enhance pre-2020 action by developing country Parties;
- In terms of post-2020 actions, overall implementation of the Working Plan 2017-2020 should results the Capacity-building System which has solid structure to enhance the capacity of developing
Per 9 Juni 2017 - 78
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
Convention which have the capacity of conducting climate change capacity building activities.
In addition to the focus on annual Work Plan for the first PCCB Meeting in May 2017, Indonesia agrees that the focus area of capacity building or theme for the PCCB will be on capacity-building activities for the implementation of nationally determined contributions in the context of the Paris Agreement.
Indonesia is concerned of an equal opportunity and activities of capacity building efforts for the whole region and directed at all segments of the community, because reduction of GHG emission should be the responsibility of all parties and all individuals.
dibawah Konvensi; - Mengeksplorasi bagaimana pihak
negara berkembang membangun rasa memiliki dan upayanya dalam menjaga kapasitas di sepanjang waktu dan untuk semua bidang;
- Identifikasi peluang untuk memperkuat kapasitas pada tingkat nasional, regional, dan subnasional;
- Membina dialog, koordinasi, kerjasama dan koherensi antar proses dan inisiatif dibawah Konvensi, termasuk melalui pertukaran informasi kegiatan dan strategi capacity-building dibawah Konvensi;
- Menyiapkan pedoman untuk sekretariat dalam pengelolaan dan pengembangan portal capacity building berbasis jaringan.
5. Fokus/tema kerja PCCB tahun 2017: Kegiatan capacity building untuk implementasi nationally determined contributions (NDC) dalam konteks Paris Agreement. 6. Fokus/tema kerja PCCB tahun 2018: Melanjutkan kegiatan capacity building untuk implementasi nationally determined contributions (NDC) dalam konteks Paris Agreement.
country Parties in NDC implementation. Capacity-building System is proposed to response and answer the critics on previous and existing “short-term oriented” or “episodic” capacity-building. Four steps to develop Capacity-building System; (1) to identify and scoping the strategic issue of capacity-building on climate change, (2) to identify boundaries and construct the concept of capacity-building on climate change, (3) to develop principles, criteria and indicators, and (4) to develop mechanism of Capacity-building System to provide its function on enhancing mitigation and adaptation capacity of the Parties.
Per 9 Juni 2017 - 79
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
7. Rencana Kerja PCCB 2017-2019 bersifat Rolling Workplan yang menyesuaikan dinamika Konvensi. Draft Rencana Kerja sedang dalam proses kesepakatan pada tanggal 29 Mei 2017. Aktivitas dalam Rencana Kerja 2017-2019 berpedoman pada mandat 9 aktivitas Workplan 2016-2020, dan 6 pertimbangan dalam ToR PCCB.
SBI 3 Reporting from and review of Parties included in Annex I to the Convention:
SBI 3(a) Status of submission and review of second biennial reports from Parties included in Annex I to the Convention.
Catatan: Indonesia mengawal isu ini untuk mengambil lesson learnt termasuk untuk keperluan negosiasi di transparency framework).
Persidangan telah membahas opsi-opsi kesimpulan persidangan. - Opsi pertama berisi 1 paragrap bahwa SBI
merekomendasikan persidangan COP 23 November 2017, untuk mencatat hasil kompilasi dan sisntesis Biennial Reports yang kedua dari Parties yang termasuk dalam Annex I
- Opsi kedua menambahkan dengan paragraph bahwa SBI mencatat kompilasi dan pokok-pokok sintesis highlights yang dilaporkan Annex I Parties telah diperbaiki dan tindak lanjutnya.
- Opsi ketiga lebih rinci lagi dengan menambahkan informasi hasil kompilasi dan sintesis.
Persidangan menyepakati untuk tidak menghasilkan draft conclusion (menerapkan rule 16).
Per 9 Juni 2017 - 80
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
SBI 3(b) Compilation and synthesis of second biennial reports from Parties included in Annex I to the Convention.
Catatan: Indonesia mengawal isu ini untuk mengambil lesson learnt termasuk untuk keperluan negosiasi di transparency framewor.
Persidangan telah membahas opsi-opsi kesimpulan persidangan. Opsi pertama berisi 1 paragrap bahwa SBI merekomndasikan persidangan COP 23 November 2017, untuk mencatat hasil kompilasi dan sisntesis Biennial Reports yang kedua dari Parties yang termasuk dalam Annex I Opsi kedua menambahkan dengan paragraph bahwa SBI mencatat kompilasi dan pokok-pokok sintesis highlights yang dilaporkan Annex I Parties telah diperbaiki dan tindak lanjutnya. Sedangkan opsi ketiga lebih rinci lagi dengan menambahkan informasi hasil kompilasi dan sintesis. Persidangan menyepakati untuk tidak menghasilkan draft conclusion (menerapkan rule 16).
SBI 3(c) Revision of the “Guidelines for the preparation of national communications by Parties included in Annex I to the Convention, Part II: UNFCCC reporting guidelines on national communications”;
Catatan: Indonesia mengawal isu ini untuk mengambil lesson learnt termasuk untuk keperluan negosiasi di transparency framework).
Persidangan telah menghasilkan Draft conclusions proposed yang berisikan bahwa SBI menyetujui untuk melanjutkan pembahasan agenda ini pada sesi SBI ke-50 di bulan Juni 2019.
SBI 3(d) Revision of the modalities and procedures for international assessment and review.
Catatan: - Agenda terkait dengan implementasi
Konvensi oleh Annex I, yaitu: (i) Modalities and procedures (Dec 2/CP 17): Process and Scope. Process: Technical Review and Multilateral
Persidangan telah menghasilkan Draft conclusions dengan pokok-pokok sebagai berikut:
SBI menginisiasi kerja dan mandat dalam decision 18/CP.22, paragraph 3, mengenai revisi modalities and procedures untuk
Perlu menyusun posisi Indonesia mengenai revisi yang diperlukan untuk modalities and procedures for IAR
Per 9 Juni 2017 - 81
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
Assessment; dan (ii) Outcome of the First round of IAR (2014-2015) (Dec. 18/CP 22): welcome the process and review the M&P based on experience gain during the MA
- Revisi ditujukan untuk melihat efektifitas proses dan lingkup dari IAR dalam mereview kemajuan penurunan emisi GRK secara economy-wide, dukungan MOI kepada negara berkembang, menuju comparability and building confidence serta mengkaji implementasi dari persyaratan metodologi dan pelaporan.
international assessment and review (IAR) mengenai pengalaman dalam putaran pertama IAR.
SBI menyambut baik putaran pertama dan kedua IAR yang diorganisasikan sesuai dengan modalitas dan prosedur yang diadopsi dalam Annex II Decision 2/CP.17.
SBI mencatat proses yang sedang berjalan di persidangan APA mengenai modalities, procedures and guidelines untuk kerangka transparansi aksi dan sumberdaya sebagaimana diamantkan dalam Article 13 Paris Agreement.
SBI menyetujui untuk melanjutkan pembahasan agenda ini pada SBI 50 (June 2019).
SBI 4 Reporting from Parties not included in Annex I to the Convention:
SBI 4(b) Financial and technical support; Catatan: Memperhatikan perkembangan diskusi agenda bersangkutan
Persidangan menghasilkan Draft conclusions yang menyampaikan bahwa SBI menyetujui untuk melanjutkan pembahasan agenda ini pada sesi SBI 47 di bulan November 2017.
SBI 4(c) Summary reports on the technical analysis of biennial update reports of Parties not included in Annex I to the Convention.
Catatan: - In-line dengan Agenda 2 (d)
Facilitative Sharing of Views (FSV) - Termasuk summary report untuk BUR
I Indonesia
SBI telah mencatat summary reports yang telah difinalisasi pada periode 1 Oktober 2016 sampai 10 Maret 2017
Per 9 Juni 2017 - 82
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
SBI 5 Development of modalities and procedures for the operation and use of a public registry referred to in Article 4, paragraph 12, of the Paris Agreement.
Indonesia menyampaikan intervensi berdasarkan kertas posisi, yang pada dasarnya berisi aspek teknis operasional, yaitu: - yang berhak untuk meng-upload
dokumen adalah NFP, dengan account masing-masing.
- setuju dengan parties lain bahwa NDC interim registry sebagai basis pembahasan dan berupaya untuk melakukan perbaikan/ penyempurnaan portal tersebut.
- mengusulkan NDC Interim Registry User Guide yang telah dikeluarkan oleh Secretariat sebagai salah satu acuan untuk membahas technical aspects, sehingga dapat teridentifikasi missing points yang diperlukan untuk menyempurnnakan public registry referred to in Article 4, paragraph 12, of the PA.
- Indonesia terbuka utk opsi satu portal dalam public registry yang mencakup mitigasi dan adaptasi, akan tetapi harus diperrtimbangkan antara lain: its nature, uniqueness, characteristics, distinctiveness dan aspek lain.
Fokus pembahasan sesi SB46 adalah aspek teknis operasionalisasi public registry terkait dengan Article 4 PA (NDC, mitigasi).
Parties menyetujui beberapa hal: o NFP yang akan melakukan upload
dokumen NDC o perlu jaminan keamanan akses Parties o interlinkage dengan agenda item public
registry referred to Art.7 PA, selain juga interlinkage dengan agenda item lain, walaupun belum bisa di-define bagaimana elaborasi interlinkage ini.
o diperlukan submisi yang akan difokuskan pada technical aspects dari modalitas dan prosedur public registry mitigasi.
o NDC interim registry dan its user guide for parties akan menjadi salah satu basis pembahasan dan basis point submisi
Conclusion (FCCC/SB/2017/L.6) berisi: NFP memiliki otorisasi dalam operasionalisasi public registry; permintaan submisi dengan tenggat waktu [September 2017] atau [Oktober 2017] mengenai: o pengalaman menggunakan Interim
NDC Registry, o fungsi-struktur-desain public registry, o meningkatkan keamanan dan akses
pengguna, dan
Dalam Conclusion, usulan Indonesia untuk menggunakan user guide for parties terkait dengan interim NDC registry dan meng-update dokumen tersebut sesuai dengan kesepakatan dalam negosiasi dapat diterima, dan dokumen tersebut akan digunakan sebagai salah satu input dalam menyusun submisi. Demikian juga usulan agar public registry yang akan dikembangkan tersebut akan menggambarkan sejarah dan update dari dokumen NDC selanjutnya.
Perundingan akan dilanjutkan pada SBI47 (November 2017).
Penyiapan submisi Indonesia mengenai teknis operasionalisasi public registry terkait dengan Article 4 Paris Agreement.
Per 9 Juni 2017 - 83
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
o linkage dengan public registry Art.7 PA (adaptasi).
SBI 6 Development of modalities and procedures for the operation and use of a public registry referred to in Article 7, paragraph 12, of the Paris Agreement.
Catatan: Mempertimbangkan SBI45 Conclusion dan relevant element pada posisi isu adaptasi.
Telah dihasilkan keputusan SBI pada dokumen UNFCCC/SBI/2017/L.8 yang berisi tentang Pubric Registry untuk isu Adaptasi. Keputusan tersebut berisi 7 paragraf sbb: 1. Bahwa SBI terus mempertimbangkan
adanya Public Registry sebagaimana dimandatkan oleh Artikel 7, paragraph 12 dari dokumen Persetujuan Paris (PA).
2. SBI mencatat pertukaran pandangan para Pihak (Parties) terkait modalitas dan prosedur untuk operasionalisasi dan pemanfaatan Public Registry sebagaimana para 1 tersebut diatas, termasuk kaitan dengan agenda item 5 ”Pengembangan modalitas dan prosedur operasionalisasi dan pemanfaatan Public Registry sesuai Artikel 4, paragraph 12 dari PA”, dan fasilitas internet (webpage) yang disediakan oleh Sekteratiat terkait perencanan Adaptasi.
3. SBI juga mencatat beberapa pandangan yang disampaikan oleh parties terkait Disain teknis dan fungsi dari Public Registry sebagaimana disebutkan pada para 1 diatas, termasuk aspek kesederhanaan (simplicity), kemudahan (friendliness), keamanan akun, aksesibilitas dari
Dalam proses negosiasi secara mendasar ada beberapa point yang menjadi isu terkait posisi negara berkembang dan negara maju. Hal ini sangat jelas pada proses negosiasi yang sangat panjang terkait paragraph 3. Secara substansi negara maju mengusulkan adanya data historis yang harus dipelihara. Namun hal ini ditolak oleh negara berkembang karena sangat komplek dan menyulitkan. Dari sisi pengembangan Public registry sendiri diusulkan adanya support terhadap operasionalisasi PR tersebut. Namun akhrinya disepakati hanya support dalam pengembangan (development) Dari sisi waktu yang relatif terbatas, juga sangat mempengaruhi beberapa butir yang harus diputuskan. Hal ini Nampak pada saat pembahasan para 6 yang semula terdiri dari 3 butir sub
Per 9 Juni 2017 - 84
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
Komunikasi Adaptasi (Adcomm) dan kebutuhan akan dukungan bagi pengembangan Public Registry sebagaimana tersebut pada para 1 diatas.
4. SBI setuju bahwa beberapa pandangan dari parties terkait aspek disain sebagaimana tersebut pada para 3 diatas harus dipertimbangkan dalam pengembangan modalitas dan prosedur untuk operasional dan pemanfaatan Public Registry sebagaimana para 1.
5. SBI mencatat beberapa pandangan yang disampaikan oleh Parties terkait disain teknis Public Registry sebagaimana para1 diatas, dan beberapa vehicles yang berbeda-beda dalam melaksanakan Komunikasi Adaptasi sebagaimana tercantum pada atrikel 7, apragraf 11, dari PA dapat diakomodasikan dalam disain tersebut.
6. SBI mengudang Parties and Observers untuk mensubmit tentang pandangan mereka terhadap modalitas dan prosedur terkait Public Registry sebagaimana para 1diatas, termasuk peluang keterkaitannya dengan apa yang disebut pada para 2 diatas. Selambat-lambatnya tanggal 21 September 2017.
para akinvited Parties, NWP partner organizations and other relevant organizations to submit, by 12 January 2018, their views on further improving the relevance and effectiveness of the NWP in the light of the Paris Agreement for consideration at SBSTA 48 (April–May 2018)hirnya hanya disepakati menjadi satu para.
Per 9 Juni 2017 - 85
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
7. SBI menyetujui untuk melanjutkan “butir –butir” pertimbangan materi “diatas” untuk dibahas pada pertemuan SBI 47 (November 2017)
SBI 7 Review of the modalities and procedures for the clean development mechanism.
Catatan: - Indonesia telah berpartisipasi pada
CDM secara voluntary dan beberapa kegiatan masih berjalan. Untuk itu, sangat penting bagi Indonesia adanya mekanisme lain berbasis pasar yang mengganti CDM dan dapat mendukung pencapaian target penurunan emisi GRK pada NDC.
- Pembahasan di SBI Agenda Item 7 ini terkait dengan masa depan CDM dan dapat berpengaruh terhadap pembahasan mengenai mekanisme yang berkembang dibawah SBSTA Agenda Item 10 (b) – Article 6.8.
- Full Package of Simplified Procedure yang akan mengubah prosedur dalam pelaksanaan CDM (Perlu ada pembandingan prosedur lama dan yg baru)
- PA tidak meng-acknowledge CDM, banyak negara berkembang mengusulkan untuk dapat dimasukkan pada agenda negosiasi Art. 6 of PA
- Perlu mempelajari hasil dari sidang ke 93 Executive Board CDM
Dalam konteks Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM), pembahasan pada isu belum menunjukkan progress yang signifikan karena sebagian Parties menginginkan agar pembahasan isu ini ditunda sampai 2019 dan sebagian Parties menginginkan agar tetap dibahas dengan merujuk pada draft yang dihasilkan di Marrakesh. Pada informal consultation isu ini belum ada conclusion yang disepakat karena sebagai pihak mengusulakn agar pembahasan isu ini dilanjutkan pada SBI 47, November 2017 dan sebagian Pihak mengusulkan agar dibahas pada SBI 48 saja, Mei 2018. Untuk itu, Rules 16 dari draft rules of procedure akan diimplementasikan.
Modalities and procedure untuk CDM ini dapat menjadi modalities untuk pengembangan Artikel 6 yang terkait dengan market-based. Untuk itu, sangatlah penting untuk Indonesia dapat mengkaji lebih dalam lagi mengenai modalities dan procedure tersebut agar sejalan dengan kepentingan Indonesia dimana penerapan market-based dapat tetap memenuhi komitmen pada NDC.
Per 9 Juni 2017 - 86
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
SBI 8 Matters relating to the least developed countries.
Persidangan telah menghasilkan Draft conclusions sebagaimana terdokumentasi dalam FCCC/SBI/2017/L.2
SBI 9 National adaptation plans. 1. Reporting related to the process to formulate and implement NAPs could be enhanced by: - Specifying the mechanism and
reporting requirement - Providing simple and user-friendly
formats for different datasets and report at the national level.
- Ensuring that the report could serve variety needs of national interests related to means of implementation for adaptation
- providing necessary support to follow up needs and gaps identifiied during the process
- sharing knowlegde and best practices
- facilitation of NAPs formulation and implementation
- financial framework mechanism - technology transfer 2. Using national communications to report on what measures have been undertaken and on support provided or received relevant to the NAP process 3. Report from parties need to be synthesised and should be taken into
Persidangan menghasilkan Draft conclusion yang menyepakati pembahasan NAPs akan dilanjutkan dalam sidang SBI ke-49 yang dijadwalkan akan dilaksanakan pada bulan Desember 2018.
Per 9 Juni 2017 - 87
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
consideration for formulating concrete actions to enhance adaptation capacity of developing countries. Catatan: - Pada COP-16 diadopsi Cancun
Agreement yang memuat Cancun Adaptation Framework, yang antara lain memandatkan LDCs dan non-LDCs developing countries untuk menyusun NAPs
- Pada COP-17 dimandatkan untuk parties menyampaikan informasi tentang NAP process (formulation and implementation NAP)
- Pada COP-19 parties dan organisasi terkait diminta untuk mensubmit formulation of NAPs sebelum 26 Maret 2014
- Pada COP-20 ditetapkan keputusan mengenai perlunya meningkatkan pelaporan mengenai “formulation and implementation NAPs”. Selain itu “enhance reporting” diputuskan agar menjadi pertimbangan lebih lanjut dalam sidang SBI 42
- Berdasarkan data NAPs Central, sampai saat ini baru terdapat 7 negara berkembang yang telah melaporkan NAPs (Brazil. Burkina Faso, Kamerun, Kenya, Srilanka, Palestina, Sudan)
Per 9 Juni 2017 - 88
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
- Indonesia belum memiliki pengalaman dalam menyusun NAPs, namun sudah terdapat beberapa modal dalam skala local melalui pilot projects serta Pedoman Penyusunan Aksi Adaptasi PI (Permen LHK No. 33/2016).
- Saat ini Indonesia masih dalam proses penyiapan NAPs. Pendanaan dari GCF (up to USD 3 M) sedang diupayakan untuk dapat diakses melalui BKF sebagai NDA dan Accredited Entities
SBI 10 Development and transfer of technologies: scope and modalities for the periodic assessment of the Technology Mechanism in relation to supporting the implementation of the Paris Agreement.
1. The scope of the periodic assessment of the Technology Mechanism, Indonesia proposes that it should focus on the following aspects:
- Improvement in the disbursement of resources for technology development and transfer in developing countries. In this regard, allocation of resources to developing countries need to conform with technological needs of recipient countries. Therefore, prior to resources disbursement, Technology Mechanism should ensure that the priorities and needs of each respective country are met.
- Improvement in reporting procedure of projects funded through the Technology Mechanism.
- Ensure adequacy of support by
Persidangan pada minggu pertama dilakukan dua kali Informal consultation mengenai scope and modalities for the periodic assessment of the Technology Mechanism in relation to supporting the implementation of the Paris Agreement (Agenda Item 10 SBI) 1. Topik ini merupakan mandate dari COP 21.
Negara-negara sudah diminta untuk menyampaikan submisi pada bulan Januari 2017 yang lalu. Ada 8 submisi dari negara-negara (termasuk dari Indonesia) dan 3 submisi dari observer organization.
2. Sekretariat telah menyusun laporan kompilasi
dan sintesis dari submisi yang masuk - Negara-negara memberikan masukan
mengenai pentingnya memfokuskan pada elemen-elemen yang menjadi subyek
Indonesia menegaskan kembali hal-hal yang dikemukakan oleh Indonesia dalam submisi, terutama mengenai adequacy of support dan pelaporan
Indonesia berpendapat bahwa elemen-elemen yang disusun oleh co-facilitator sudah cukup lengkap dan memuat apa yang menjadi kepentingan Indonesia. Indonesia dapat menerima butir-butir yang disampaikan oleh co-facilitator maupun draft conclusion, karena sudah memuat kepentingan Indonesia. Di samping itu, masih terdapat cukup waktu untuk mengkaji dan memberikan masuikan,
Per 9 Juni 2017 - 89
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
assessing current resource mobilization and identifying other possible innovative resource mobilization. Sufficient support of Technology Mechanism is important to ensure sustainability of technology development and transfer.
2. The modalities for the periodic
assessment, the Government of the Republic of Indonesia is of the following view:
- Resources for Technology Mechanism should not only be allocated for the early stages of technology cycle (e.g. Technical Assistance, pilot project), but should also to support its later stages, as mandated by Article 10 Paragraph 6 of the Paris Agreement. This will ensure sustainable implementation and development of technology and self-reliance of recipient countries.
- There is a need to enhance transparency through an improved reporting mechanism of project activities and their supports. The improvement should include regular report to the National Designated Entity (NDE).
- Linkage and coordination between Technology Mechanism and other
periodic assessment/ evaluasi - Pada pertemuan kedua, co-facilitator
menyampaikan reflection note. Negara-negara meminta co-fasilitator menyusun reflection note ini, untuk membantu pembahasan mengenai scope dan modalities. Dokumen tersebut bersifat non-paper dan tidak resmi
- Reflection note tersebut mengidentifikasi
elemen-elemen yang termasuk di dalam scope dan modalities periodic assessment, sebagaimana dikemukakan oleh negara-negara dalam submisi mereka
- Elemen yang diidentifikasi dalam reflection
note tersebut dibagi untuk modalities dan scope periodic assessment
- Modalities terdiri atas elemen sebagai
berikut: o Prinsip umum o Siapa yang melakukan assessment o Bagaimana assessment dilakukan o Sumber informasi untuk assessment o Kapan assessment dilakukan o Apa yang menjadi outcome dari
assessment
- Scope terdiri atas elemen: o Efektivitas Technology Mechanism
karena pada SBI 47 masih akan dibahas contoh-contoh best practice dan pengalaman review. Dan pembahasan akan dilanjutkan pada sesi SBI 48. Sope & modalities perlu untuk dikembangkan terkait periodic assessment untuk Technology mechanism. Hal ini akan memberi gambaran ke depan elemen elemen dasar bagi pelaksanaan teknologi transfer and development untuk dapat lebih efektif dan efisien. . Disamping itu juga akan dapat terlihat kecukupan (adequacy) dari support ke negara berkembang terkait isu teknologi transfer dan development. Untuk SBI 47 ke depan akan mengelaborasi isu ini, dengan memperhatikan hal penting di atas. Scope akan menjabarkan tentang pentingnya adequacy support dan efektifitas teknologi mekasime sedangkan modalitas akan menjabarkan elemen elemen siapa, yang akan melakukan assessment, kapan
Per 9 Juni 2017 - 90
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
Financial Mechanisms under the Convention should be improved, to ensure that support needs of developing countries are fully addressed.
(termasuk di ataranya kerja TEC, CTCN, linkages dan TNA)
o Adequacy of support (support yang berimbang untuk mitigasi dan adaptasi, support untuk seluruh tahapan dalam technology cycle, dan support untuk TEC, CTCN maupun NDE)
Persidangan pada minggu kedua dilakukan dua kali pembahasan untuk agenda ini. • Pembahasan dilakukan dengan mengacu
pada: (i) Information note yang disusun oleh co-facilitator; dan (ii) Draft conclusion
• Information note memberikan penjabaran mengenai scope dan modalities untuk periodic assessment;
• Scope meliputi aspek efeftivitas
Technology Mechanism dan adequacy of support. Sedangkan modalities membahas hal-hal umum mengenai periodic assessment, siapa yang melakukan assessment, bagaimana assessment dilakukan, sumber informasi untuk assessment, kapan assessment dilakukan dan outcome yang diharapkan dari assessment.
• Sekretariat akan menyusun Technical Paper yang berisi pengalaman, lesson
dilakukan assessment dan bagaimana melakukannya.
Per 9 Juni 2017 - 91
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
learned dan best practice mengenai cara-cara review yang pernah dilakukan di bawah Konvensi dan Kyoto Protocol pada SBI 47
Pembahasan mengenai scope dan modalities periodic assessment akan diteruskan pada SBI 48
SBI 11 Matters relating to climate finance:
SBI 11(a) Review of the functions of the Standing Committee on Finance;
1. SCF should consider new bodies establishing under the UNFCCC, such as PCCB, particularly related to the issue of capacity building on finance. Moreover, since the objective of PCCB establishment is to address gaps and needs in implementing capacity building in developing country Parties, it is important to ensure the sustainability of finance for capacity building efforts on climate change issue. Therefore, it is important the PCCB works together with the SCF to discuss about the matter.
Catatan: COP perlu memberikan/memastikan ada linkage antara SCF dengan PCCB terkait pendanaan capacity-building 1. SCF expands the specific theme of existing communication forum according to country needs, such as theme of agricultural finance, financing of cities to
Berdasarkan keputusan COP16 di Cancun telah didirikan Standing Committee on Finance (SCF) yeng terdiri dari professional experts untuk menjalankan mandate (1) improving coherence and delivery climate finance; (2) rationalization of climate finance; (3) mobilization of financial resources; dan (4) measurement, reporting and verification of supports to developing countries. Dalam pandangan DELRI, SCF lebih baik focus kepada peta jalan dari long term finance dibandingkan mobilization of financial resources, yang merupakan domain parties to COP. Negara berkembang secara umum memberikan apresiasi terhadap SCF baik dalam hasil kerja maupun proses di dalamnya, namun Negara berkembang berpendapat adanya peningkatan serta penguatan terhadap hasil kerja SCF, diantaranya: forum yang diselenggarakan SCF diharapkan dapat berlanjut kedalam aksi serta menghasilkan
Mengingat hasil review akan diadopsi pada COP 23 UNFCCC, maka kiranya Indonesia perlu mengidentifikasi fungsi lain SCF yang dapat ditambahkan sebagai fungsi baru dalam rangka memperkuat implementasi Paris Agreement. Selain itu, Indonesia perlu menjajagi peluang untuk menjadi anggota SCF.
Per 9 Juni 2017 - 92
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
achieve low carbon and resilient development strategies 2. A strengthened mandate for the Standing Committee on Finance, serving the Paris Agreement, inter alia: a. to conduct an assessment of climate finance flows to developing countries and a determination in a predictable and identifiable manner of the amount of funding necessary and available for the implementation of developing country Parties NDCs, taking into account the needs and priorities of developing country Parties. b. To conduct an assessment on how Adaptation Fund shall serve the Paris Agreement Catatan: - APA continue serving PA.. Poin
market dan non market harus diperjelas apa yang kita maksud untuk menjadi part of SCF, harus berhati-hati.
- Improving the coherence amongst operating entities of the financial mechanism under the Convention by improving the guidance intended to the operating entities under the
rekomendasi yang tepat; dan Biennial Assesment yang dihasilkan dapat lebih baik dalam memperlihatkan climate finance flows. Negara berkembang juga mengharapkan perlunya mendefinisikan efektiveness and efisiensi untuk mengukur kinerja SCF. Informal consultation pada minggu kedua membahas mengenai bagaimana SCF dapat menjalankan fungsinya secara efektif dan efisiensi. Output terpenting dari SCF adalah biennial assessment dan overview climate finance yang dapat menjadi basis dalam memobilisasi sumberdaya pendanaan perubahan iklim kepada Negara berkembang. Pada minggu kedua disepakati draft conclusion yang antara lain, Sekretariat akan mempersiapkan technical paper mengenai review fungsi dari SCF sesuai dengan keputusan 9/CP 22, paragraph 5, dengan mempertimbangkan cocnclusion pada SBI 46 dan submisi pada Pihak berdasarkan keputusan 9/CP 22 para 3 serta hasil self assessment oleh SCF. Pembahasan mengenai review fungsi SCF akan dilanjutkan pada pertemuan berikut pada November 2017.
Per 9 Juni 2017 - 93
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
convention. - Request the SCF in preparing future
Biennale Assessments to assess available information on investment needs and plans related to Parties’ nationally determined contributions and national adaptation plans; taking into account the result of facilitative dialogue on 2018.
- Terkait dengan efektifitas dan efisiensi fungsi SCF, berdasarkan pertemuan SCF ke-15 (Maret 2017), SCF akan melakukan self assessment yang didahului dengan men”define” effectiveness and efficiency. Hasil self assessment akan disampaikan pada COP 23 (15th meeting report of SCF. Fungsi terkait forum for communication tidak efektif (experience untuk financing forest).
- Perlunya ada adjustment pada working modalities SCF dengan adanya bodies baru seperti PCCB
Posisi Indonesia terkait dengan penguatan fungsi SCF agar serve Paris Agreement sejalan dengan posisi Negara berkembang lainnya, termasuk dalam peningkatan kualitas biennial assessment dan overview pendanaan perubahan iklim. Selain itu, dengan diusulkannya penambahan keanggotaan SCF, diharapan Indonesia
Per 9 Juni 2017 - 94
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
dapat berperan dalam keanggotan SCF ke depannya.
SBI 11(b) Third review of the Adaptation Fund.
1. Adaptation Fund should serve the Paris Agreement. Legal analysis of the impact of AF serve the PA is needed.
2. The provision of adaptation fund is not
adequate to fund the adaptation programs in countries that are vulnerable to climate change. Therefore, adaptation funds should be enhanced to fulfil the countries needs, at least it can balance with mitigation fund.
3. Increase the capacity building of NIE in
accessing adaptation fund. Indonesia mengharapkan agar Adaptation Fund tidak hanya diprioritaskan untuk LDCs dan SIDs saja, tetapi untuk Negara berkembang yang rentan terhadap dampak perubahan iklim.
Pada pembahasan minggu pertama, pembahasan merujuk pada technical paper yang dipersiapkan oleh Sekretariat berdasarkan submisi yang disampaikan oleh Negara Pihak. Namun demikian, Negara berkembang pada umumnya berpendapat technical paper yang dipersiapkan oleh Sekretariat belum menunjukkan progress yang significant dari pembahasan sebelumnya karena technical paper tersebut masih berisi komponen seperti ToR. Sementara Negara maju berpendapat bahwa sebaiknya pembahasan tetap mengacu pada technical paper tersebut dengan membuat elemen yang tidak perlu dan mempertahankan elemen yang disepakati. Pada minggu kedua, informal consultation hanya dilakukan sekali dan langsung menyepakati draft conclusion tersebut. Disepakati bahwa para Pihak harus mempertimbangkan proses yang terjadi di APA-8 terkait AF dalam mendukung Paris Agreement. Selain itu, disepakati pula bahwa SBI akan melanjutkan pembahasan pada SBI 47 November 2017 yang selanjutnya akan menjadi draft decision untuk diadopsi pada CMP 13, November 2017.
Mengingat hasil review third AF akan diadopsi pada CMP 13, maka Indonesia perlu memperjuangkan bahwa AF dapat berdiri sendiri sebagai salah satu mekanisme finansial yang khusus untuk adaptasi perubahan iklim. Negara maju cenderung menginginkan AF diintegrasikan kedalam GCF. Usulan Negara maju tersebut pada prinsipnya akan merugikan Negara berkembang mengingat sumber pendanaan AF adalah share of proceed dari CDM dari Negara berkembang, sementara sumber dana GCF adalah dari Negara maju sebagaimana dimandatkan pada Paris Agreement. Untuk itu, sangatlah penting memisahkan kedua financial mechanism tersebut dengan sumberpendanaan yang berbeda.
SBI 12 Matters relating to capacity-building:
SBI 12(a) Capacity-building under the Masukan Indonesia untuk potential topics Pada minggu kesatu, pembahasan agenda Terdapat beberapa catatan
Per 9 Juni 2017 - 95
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
Convention; for the 6th meeting of the Durban Forum: 1. Topics for the 6th Durban Forum has to be in line or correlate with the focus areas or theme of the PCCB for the year 2017, to ensure coherence and complementarity 2. The Durban Forum should coordinate and collaborate with PCCB to improve effectiveness of the forum, and aiming at a more structured topics of discussion within the forum Regarding annual focus or theme for the PCCB first meeting: - With regards the annual focus or
theme for the Paris Committee on Capacity Building (PCCB) for 2017, Indonesia is of the view that the Committee should first focus on the formulation of Annual Work Plan until 2020 and its sequencing.
- In addition to the focus on annual Work Plan for the first PCCB Meeting in May 2017, Indonesia agrees that the focus area of capacity building or theme for the PCCB will be on capacity-building activities for the implementation of nationally determined contributions
Catatan dari Wakil Indonesia di PCCB: The key substance or main aspects in term of the Working Plan 2017-2020 comprises:
item 12 SBI 46 dilaksanakan dua kali. Pembahasan yang dilakukan berupa pertemuan konsultasi tentang Review Tentang pelaksanaan framework CB Untuk negara Economic in Transation. - Pertemuan diawali presentasi oleh Ukraina
sebagai salah satu contoh untuk mendemosntrasikan support terkait CB kepada negara EIT ( economic in transition).
- Dalam presentasinya diindikasikan bahwa CB yang diterima oleh Ukraina masih terfokus pada mitigasi, dan itupun hanya terfokus pada satu aspek, yaitu energi. Isu lain seperti CB untuk adaptasi belum disentuh sama sekali.
- Hal ini dalam diskusi menjadi perhatian para delegasi, bahwa pelaksanaan CB masih dijumpai adanya gap khusunya dalam need untuk recipient.
- Dalam diskusi juga sempat disinggung tentang isu lain sesuai mandat, yaitu monitoring dan evaluasi implementasi framework untuk CB di negara berkembang.
- Disepakati bahwa fasilitator akan menyiapkan dokumen yang akan dibagikan
untuk agenda item 12 a dan 12 b yaitu tentang CB untuk Kyoto Protocol (a) dan Paris Agreement (b), sebagai berikut: 1 Terdapat dua pokok
bahasan dalam agenda tersebut yaitu: a) Fourth review of the
implementation of the framework for capacity-building in countries with economies in transition under the Kyoto Protocol
b) Annual monitoring and evaluation of the framework for capacity building in developing countries
2 Dalam kaitannya dengan
butir 1.a, karena terkait dengan negara negara EIT, maka tidak begitu berpengaruh terhadap negara berkembang seperti Indonesia. Namun harus tetap kita pantau dan ikuti perkembangannya agar selalu terjadi balancing dan transparency.
Per 9 Juni 2017 - 96
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
- The overall implementation of the Working Plan 2017-2020 is to answer the serious concern on the urgent need to address the significant gap between the aggregate effect of Parties mitigation pledges in term of global annual emission of greenhouse gases by 2020 and aggregate emission pathways consistent with holding the increase in the global average temperature to well below 2°C above pre-industrial level and pursuing effort to limits the temperature increase to 1.5°C above pre-industrial level;
- In terms of pre-2020 ambition, the implementation of the Working Plan 2017-2020 should be the actions to enhance the capacity of the developing country Parties to achieve pre-2020 ambition, which can lay as a solid foundation for enhancing the capacity for post-2020 mitigation pledge and ambition. Besides, the implementation of the Working Plan 2017-2020 is also to enhance the capacity-building support by developed country Parties, in a predictable manner, to enable enhance pre-2020 action by developing country Parties;
- In terms of post-2020 actions, overall
via email pada hari kamis tgl 11 May 2017. Selanjutnya akan dibahas lebih lanjut dalam pertemuan konsultasi berikutnya.
Persidangan dalam minggu kedua dilakukan dua kali pembahasan • Pembahasan mengenai Capacity Building
dibagi ke dalam Capacity Building di bawah konvensi dan di bawah Kyoto Protocol, serta dibagi lagi untuk negara-negara Economies in Transition (EIT) dan negara berkembang.
• Pembahasan difokuskan pada pemantauan tahunan kemajuan Capacity Building framework untuk negara dalam transisi (Countries with Economies in Transition atau CIT) dan negara berkembang.
Pembahasan selama minggu pertama lebih terfokus pada negara EIT. Sehingga pada pembahasan minggu kedua terjadi ketimpangan. Untuk EIT sudah terdapat draft decision untuk disampaikan pada COP 23 (sebagai lampiran draft conclusion). Sedangkan untuk negara berkembang baru terdapat draft conclusion. Pada akhirnya disepakati untuk menghilangkan semua draft yang ada, dan diputuskan untuk melanjutkan pembahasan pada SBI 47.
3 Dalam butir 1.b di atas
terdapat beberapa hal yang perlu diperjuangkan agar dalam aktifitas support untuk provided dan mobilized sesuai dengan harapan banyak pihak khususnya negara Indonesia yaitu sbb:
a. Masih terdapat gap yang
harus di address yaitu: 1) MRV and preparation of
reports to the UNFCCC 2) Transparency 3) Implementation dari
NDCs 4) Access to Financial
Support 5) Formulation and
implementation of programs and plans NAPs
6) GHG inventories 7) Capacity for the
implementation of adaptation measures
b. Capacity building harus
dapat merespon baik PA maupun CP
c. Capacity untuk Technology
Per 9 Juni 2017 - 97
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
implementation of the Working Plan 2017-2020 should results the Capacity-building System which has solid structure to enhance the capacity of developing country Parties in NDC implementation. Capacity-building System is proposed to response and answer the critics on previous and existing “short-term oriented” or “episodic” capacity-building. Four steps to develop Capacity-building System; (1) to identify and scoping the strategic issue of capacity-building on climate change, (2) to identify boundaries and construct the concept of capacity-building on climate change, (3) to develop principles, criteria and indicators, and (4) to develop mechanism of Capacity-building System to provide its function on enhancing mitigation and adaptation capacity of the Parties.
Regarding the 4th review of the implementation of the framework for capacity building in countries with economies in transition: Indonesia expected collaboration of developing countries and countries with economies in transition (South-South Cooperation), e.g. in the form of experience sharing, technical assistance
Development and Transfer. d. Encourage sub and regional
cooperation, such as South-South cooperation.
e. Capacity building should be country-driven
Indonesia berkepentingan agar terdapat perimbangan antara pembahasan dan ketentuan untuk negara CIT dan negara berkembang. Pembahasan agenda ini tidak berimbang untuk negara CIT dan negara berkembang. Pada pertemuan yang akan dilanjutkan pada Sesi SBI 47 bulan November 2017, diharapkan negara berkembang, termasuk Indonesia lebih siap dan aktif untuk memberikan masukan terkait kepentingan negara berkembang.
Per 9 Juni 2017 - 98
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
(provision of expert from CIT), comparative study..
SBI 12(b) Capacity-building under the Kyoto Protocol.
Masukan Indonesia untuk potential topics for the 6th meeting of the Durban Forum: - Topics for the 6th Durban Forum has to
be in line or correlate with the focus areas or theme of the PCCB for the year 2017, to ensure coherence and complementarity
- The Durban Forum should coordinate and collaborate with PCCB to improve effectiveness of the forum, and aiming at a more structured topics of discussion within the forum
Persidangan menghasilkan Draft conclusion yang menyampaikan bahwa SBI menyetujui untuk melanjutkan pembahasan agenda ini pada sesi SBI-47 (November 2017).
SBI 13 Impact of the implementation of response measures:
SBI SBSTA
13(a) 7(a)
Improved forum and work
programme;
Untuk butir the 3rd meeting of improved forum, perlu mempertimbangkan hal-hal berikut: - Dengan adanya Perjanjian Paris
semua negara terikat dan dalam upaya pengendalian perubahan iklim harus berpatokan pada NDC yang mana bagi Indonesia belum banyak menerapkan low emission.
- Mainstreaming low carbon economy dan green growth tapi tantangan untuk implementasinya sangat besar
- Pembelajaran dari proses NDC, diminta model pembangunan ke depan dan melihat dampak terhadap pertumbuhan di sektor masing2 dan
Pembahasan mengenai draft conclusion proposed by chairs untuk SBSTA item 7(a) dan SBI 13(a) fokus pada hasil technical paper tentang just transition of the workforce, and the creation of decent work and quality jobs dan summary meeting adhoc technical exper group (TEG). 1. Forum menerima hasil technical paper
yang disiapkan oleh secretariat terkait workforce, dan creation of decent work and quality jobs
2. Forum menerima summary of meeting dari TEG tentang kelanjutan teknis elaborasi pada 2 area work program pada dampak implementasi RM dalam konteks
Indonesia memberikan pandangan pada koordinasi G77 dan China agar updated information/sintesis report yang akan dilakukan oleh sekretaroat UNFCCC untuk memanfaatkan hasil TEG dalam bentuk detailed report bukan hanya summary. Hal ini akan memudahkan pelaksanaan inventory dari dampak implementasi Response Measure dibawah Perjanjian Paris. Indonesia bersama G77 dan China akan memperjuangkan case study
Per 9 Juni 2017 - 99
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
pengangguran. - Pentingnya harmonisasi antara
konsep green growth, Program 35.000 Mw, dan program sektor terkait Green growth dan low carbon emission strategy.
Catatan: Indonesia telah mengajukan pengusulan nominasi anggota TEG on Response Measure via Nota Diplomatik Kemlu (per 28 Feb 2017). Wakil Asia Pasifik sudah diisi oleh Singapura dan Arab Saudi.
pembangunan berkelanjutan.
3. Forum sepakat tentang ad hoc TEG untuk mengadakan 2 hari meeting pre-session dan penyiapan report on the possible need for modelling tools terkait work programme. Forum belum sepakat mengenai experts yang memenuhi kualifikasi yang diminta oleh Sekretariat untuk bergabung menjadi expert dan bagaimana mekanisme pemilihan expert yang benar-benar representative di masing-masing Parties.
Sudah terdapat kesepakatan bersama setelah melalui diskusi off-line (di luar meja negosiasi) dan online (di meja negosiasi). Joint SBI46 agenda 13a dan SBSTA 46 Agenda 7a telah menghasilkan draft conclusion. Pada draft conclution party terutama G77 and China menginginkan agar hasil TEG 9-10 Mei agar dijadikan sumber informasi untuk improved forum untuk dampak dari implemtasi response mesure. Disepakati untuk memperkaya dan update informasi agar dilakukan pre-sessional meeting dan juga submission tentang technical aspect termasuk dari hasil TEG tersebut. Serta adanya inforum training modelling tools tentang forecasting impact dari implementation of
pada SBs47 mendatang. Submission sangat penting untuk memeroleh gambaran dampak di setiap negara apabila mengimplementasikan Resonse Measure. Kemudian Sintesis report/detailed report perlu dipelajari sebelum pelaksanaan SB47, karena hal ini akan menjadi bahan susbtsansi untuk pre-sessional meeting. Usulan G77 dan China tentang case stuy belum disepakati, namun G77 dan China akan mengangkat isu tersebut.
Per 9 Juni 2017 - 100
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
Response measure dan “training” akan dilakukan pada SB47. Akan ada pre-sessional workshop membahas 3 elemen utama yaitu modalities, work programme dan tupoksi dari forum dibawah Persetujuan Paris dalam implementasi dampak Response measure.
SBI SBSTA
13(b) 7(b)
Modalities, work programme and functions under the Paris Agreement of the forum on the impact of the implementation of response measures
Catatan: Di COP, response measure merupakan joint agenda SBI/SBSTA. Berdasarkan posisi Indonesia untuk COP22 UNFCCC 2016: Indonesia will face economic and social consequences of response measures. Therefore, It is fundamental to give full consideration to what actions are necessary to meet the specific needs and concerns: - poverty eradication and economic and
social development, as established in the Convention.
- gaps of implementation of the relevant principles and provisions of the Convention and its Kyoto Protocol arising from the impact of the implementation of response measures.
- the forum has been incapable of taking specific action for
Joint SBI46 agenda 13b dan SBSTA 46 Agenda Item 7b telah menghasilkan draft conclution. Draft Conclusion disepakati agar international workshop dierlukan yang akan fokus pada elemen modalities, work program serta tupoksi dari Forum berdasarkan apda Paris Agreement. Dalam draft conclusion juga meminta Parties untuk menghasilkan submisi tentang views on concrete elements of the modalities, work programme and functions under the PA of the forum on the impact of the implementation of response measures, paling lambat pada 30 September 2017.
Indonesia memberikan pandangan bahwa Modelling Tools sangat penting untuk melihat dampak dan kesipaan setiap negara dalam pelaksanaannya. Indonesia juga mempertanyakan mengenai bentuk dari training dan mekanismenya, namun belum ada pembahasan detail mengenai hal tersebut. Modelling tools untuk response measure agar dapat dipelajari contoh-contoh yang ada. Selain itu Delegasi Indonesia harus mempersiapkan expert yang akan ikut dalam training tersebut untuk penyelarasan dan pengharmonisasian aspek teknis dan metodologinya.
Per 9 Juni 2017 - 101
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
implementation to avoid and minimize the negative economic and social consequences of response measures on developing countries.
- The forum also focuses on the impacts assessment as well as the international framework, including tools and information systems to address those impacts.
Work Programme: Issues to be included in WP to address the needs of developing countries: - Development of case studies on the
impact of the implementation of response measures and the linkages to economic diversification and sustainable development
- policy issues relating to Just transition of the work force and the creation of decent work and quality jobs and linkages to sustainable development, and recommendations for specific actions.
- Indonesia supports the establishment of comprehensive assessment of the impact of response measures particularly for developing countries to socio economic development such as employment, jobs, competitiveness and other socio economic factors.
Per 9 Juni 2017 - 102
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
Modalities: further ideas for the modalities for the implementation of the work programme: - Strong collaboration between the
Forum and initiatives outside the UNFCCC process to learn different approaches and experiences.
- Enhanced role for Parties in ensuring leadership and continuity in the work of the Forum, ensuring particularly support for the participation of developing countries.
- Engagement and development linkages and synergies with relevant work programs, bodies and institutions under and outside the Convention.
- Establishment of ways to strengthen multilateral cooperation, in opposition to unilateral measures.
- Development by the Secretariat of a structured and user-friendly repository of information on the impact of implementation of response measures.
Functions: Enhanced forums should serve not only to share information, case studies and experiences, but most importantly, to facilitate implementation of specific actions to address the negative social and
Per 9 Juni 2017 - 103
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
economic consequences of response measures taken by developed country Parties on developing country Parties, including in terms of support to developing countries to avoid and minimize those consequences.
SBI SBTA
14(b) 6
Scope of the next periodic review of the long-term global goal under the Convention and of overall progress towards achieving it.
Joint SBI/SBSTA agenda item, posisi Indonesia akan sama dengan SBSTA Agenda item 6(b). Indonesia proposes that the scope of the next periodic review should consist of particular points as follows: - Coverage area of the review, including
its time period, bearing in mind to avoid duplication work with the 2018’s facilitative dialogue and the 2023’s first global stock-take.
- Addressing the aspect of information gaps in relation to the areas covered within the scope of previous review.
- The depth of comprehensiveness of the review.
- The methodological approaches which will be used for the review.
- Relevant materials in previous periodic review (the periodic review of 2013-2015) will be used as sources of input, but limited to more recent materials such as: (i) upcoming IPCC 6th Assessment Report; (ii) 2018’s IPCC 1.5o Report, (iii) submitted NDCs, and
Agenda item ini membahas scope dari review selanjutnya apakah akan menggunakan ruang lingkup yang sama yang diaplikasikan pada saat melakukan review 2013-2015 ataukah akan menetapkan scope yang baru, mengingat banyaknya proses baru yang disepakati dalam Paris Agreement.
Pada dasarnya semua Parties menyetujui agar dapat pembahasan dilanjutkan mengingat review tersebut akan dapat dijadikan salah satu input untuk proses-proses yang sedang sesuai mandat CO21 Paris (GST, facilitative dialogue, 6th IPCC Report, 2018’s 1.5o IPCC Report), akan tetapi perlu dipikikan bagaimana scope dari periodic review tersebut tidak duplikasi dengan proses-proses lainnya dimana hal ini telah terakomdir kembali dalam draft Conclusion.
Conclusion (FCCC/SB/2017/L.1) menyampaikan draft COP-decision (FCCC/SB/2017/L.1. Add1) yang memutuskan bahwa pembahasan harus dapat diselesaikan pada sesi SB50 (Juni
Perlu adanya pembahasan mengenai hasil review 2013-2015 yang telah dikeluarkan dan menganalisa scope yang perlu diperkaya dengan mempertimbangkan proses pembahasan global stocktake dan Failitative Dialogue.
Per 9 Juni 2017 - 104
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
(iv) other documents submitted by parties.
Intervensi: Indonesia menyampaikan intervensinya bahwa pembahasan scope of the periodic review akan tetap diperlukan, mengingat sejak Paris banyak sekali mandate yang akan sangat berkaitan dengan review dimaksud, sehingga ada kemungkinan diperlukan perubahan/ tambahan elemen terkait scope of periodic review yang diterapkan pada saat diilakukannya 2013-2015 Review.
2019) untuk menyusun draft decision agar dapat diadopsi di COP25 (November 2019).
Agenda item ini sangat berkaitan dengan global stock-take di bawah APA dan Facilitative Dialogue 2018.
SBI 15 Arrangements for Intergovernmental Meetings
1. Indonesia underlines the importance of stakeholders-engagement as a crucial enabler towards attaining the aims and objectives of the Convention, including the Paris Agreement. When it comes to the arrangement of intergovernmental meetings, engagement of non-Party stakeholders should aim to strengthen the quality of the meetings’ deliberation in accordance with relevant provisions of the Convention as well as the Rules of Procedure (RoP). It should also be in line with relevant processes at other UN forum.
2. The main points for enhancing effective engagement of NPS are:
- Effective engagement should start
Telah berlangsung 3 kali konsultasi informal SBI tanggal 8, 10, 15, dan 16 Mei 2017; serta Workshop mengenai engagement of non-Party stakeholders tanggal 9 Mei 2017. Konsultasi informal membahas 4 isu dalam a.i ini yaitu: (i) Arrangement for COP 23, CMP 13, and CMA 1.2; (ii) Possible agenda for COP 23, CMP 13, and CMA 1.2.; (iii) Recommended dates for sessional meetings in 2022; dan (iv) Enhancing effective engagement of non-Party stakeholders. Beberapa isu utama yang telah dibahas: 1. Terdapat pandangan umum mengenai
perlunya waktu yang cukup untuk negosiasi. Namun terdapat perbedaan pandangan mengenai operasionalisasi.
Dengan pelibatan non-Party stakeholders, maka akan meningkatkan inklusifitas dan efektivitas dari intergovernmental meetings UNFCCC, antara lain; 1. Meningkatkan kesempatan
pelibatan bagi non-Party stakeholders.
2. Membuka dialog antara Party dengan non-Party stakeholders dengan mendasarkan pada UNFCCC process
3. Party dan non-Party
Per 9 Juni 2017 - 105
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
from national process; - The importance of upholding relevant
provisions of the Convention and the RoP;
- The need to be in line with relevant processes at other UN forum;
- Enhancing effective participation of non-Party stakeholders from developing countries.
3. Effective engagement should start
from national process: - Indonesia recognizes the growing
trend of State Parties to incorporate non-State stakeholders as an integral part of their delegations, through the national preparatory process
- Indonesia believes that an inclusive, participatory and multi-stakeholders approach is necessary and must start from the national level. Indonesia has applied such an approach for many years and is committed to continue doing so.
4. The importance of upholding relevant
provisions of the Convention and the RoP
- Based on Article 7 of the Convention and Rule 7 of the RoP, in order to engage with UNFCCC process, a non-Party stakeholder should have
Chair mengusulkan agar waktu pelaksanaan HLS diundur ke Rabu sore, 15 Nov 2017 agar Subsidary Bodies (SBs) memiliki waktu pertemuan lebih panjang. UE mengusulkan agar SBs dapat berjalan parallel dengan HLS. Arab Saudi mengajukan keberatan atas usul UE
2. Tanggal sessional periods tahun 2022 disulkan: 6-16 Juni 2022 (1st sessional period), dan 7-18 November 2022 (2nd sessional period).
3. Isu mengenai Engagement of non-Party stakeholders (pelibatan non-Party stakeholders). Di dalam final conclusions, pasal 19 merupakan Pasal krusial dari draft text tersebut karena di dalam Pasal 19 draft text SBI 46 item 15 (draft conclusions proposed by chair) mengatur mengenai mekanisme dan prosedur pelibatan non-Party stakeholders. Para Delegasi menyampaikan masukannya terhadap perumusan Pasal 19 dan Pasal 20 draft text SBI 46 item 15 (draft conclusions proposed by the chair). Terdapat perbedaan pendapat dari para Delegasi apakah di dalam Pasal 19 draft text perlu diuraikan secara detil mekanisme dan prosedur pelibatan non-Party stakeholders atau hanya dirumuskan
stakeholders menyampaikan padangannya pada tanggal 31 Januari 2018 dan setuju melakukan stock take pada SBI 48 mengenai kemajuan pelaksanaan SBI conclusions tentang pelibatan non-Party stakeholders
Dengan pelibatan non-Party stakeholders disatu sisi bagi Indonesia akan menambah manfaat, namun demikian yang harus diperhatikan, antara lain: (i) Pelibatan non-Party stakeholders bagi Indonesia harus dimulai dari proses nasional/mekanisme dari Pemerintah; (ii) Pentingnya ketentuan terkait pelibatan non-Party stakeholders mendasarkan pada Convention dan Rules of Procedure (RoP) serta sejalan dengan UNFCCC process.
Per 9 Juni 2017 - 106
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
competence on the issues that are subject matters to the Convention. Their status of participation is as an observer with no right to vote. And their admission requires approval from the Parties.
- Therefore, it is necessary to communicate the requests from all non-Party stakeholders interested to become observers to all Parties in a timely manner, so that Parties can give their consideration in due time.
- It is also important to note that
according to Rule 30 of the RoP, COP meetings are open meetings, while the meetings of subsidiary bodies are closed meetings, unless decided otherwise by the COP. In addition, there is a provision that the meeting of the contact group is open for observers unless any Party expresses objection.
- While openness is indeed important, Indonesia underlines engagement should not compromise the quality of discussions. In this regard, there are circumstances where closed meetings are necessary.
5. The need to be in line with relevant
processes at other UN forum:
secara umum (general). Pada akhirnya diputuskan bahwa pada pertemuan hari ini harus dihasilkan suatu mekanisme dan prosedur perlibatan non-Party stakeholders dengan beberapa perbaikan atas draft text yang disiapkan oleh Secretariat tersebut.
Per 9 Juni 2017 - 107
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
- Stakeholders engagement at the UNFCCC process must be in line with relevant processes at other UN forum.
- The information of admission of new observers is not readily available. The Secretariat can provide a report or information to Parties on to what extent new admission process at the UNFCCC takes due regard to similar processes at other UN forum based on Parties request, for instance, ECOSOC deliberations on granting consultative status. Upon receiving such information, Parties may consider to provide inputs and feedbacks for further improvement.
- UNFCCC may also seek to replicate good practices applied by other UN forum, for instance, to hold the aforementioned multi-stakeholder dialogues. Such dialogues can be organized during the course of a COP’s or subsidiary body’s session, and should connect Parties (who may be represented by Chairs of negotiating groups, Coordinators of regional groups, or Officers of the meetings) with non-Party stakeholders constituencies in a meaningful exchange of views.
6. Enhancing effective participation of non-Party stakeholders from
Per 9 Juni 2017 - 108
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
developing countries: - Parties may consider to organize a
workshop with a particular focus on enhancing participation of non-Party stakeholders from developing countries.
- The Workshop may take stock of all the proposals already made on this matter, and make assessment on their viability. The outcome can be a list of recommended actions, consisting of those deemed most feasilble and applicable to enhance effective participation of non-Party stakeholders from developing countries.
7. Issues and to make related
recommendations for consideration and adoption by the COP:
Status of preparations: COP-23 should be a continuation of COP-22 as COP of implementation.
To further its works in a timely manner, APA needs to identify which among its mandates are time sensitive and need to be concluded by 2018, and which are not time sensitive so that deliberations can be handed over to and continued by the CMA. For example: the development of NDC feature is mostly beneficial to the 2nd NDC (as most parties already
Per 9 Juni 2017 - 109
AGENDA POSISI INDONESIA PROGRESS DAN HASIL PERSIDANGAN CATATAN PENGAMATAN/
TINDAK LANJUT KODE ITEM JUDUL
submitted their 1st NDCs) and thus no need to be decided by 2018.
Such effort must be supported by the COP and the CMA. CMA can give a recommendation to COP that APA should develop a scale of priorities and a road map for accelerating the implementation of APA’s mandate. COP can adopt a decision on this matter
Intervensi: - Pengorganisasian COP, CMP dan
CMA harus memungkinkan tercapainya kemajuan berarti dalam mempersiapkan implementasi PA, khususnya mengingat tenggat waktu tahun 2018.
- Pelibatan non-Party stakeholders memperhatikan mekanisme dan prosedur sebagaimana tertuang dalam Convention dan Paris Agreement. Pada prinsipnya pelibatan non-Party stakeholders pada Convention dan Paris Agreement harus Party driven nature of the UNFCCC process.
Per 9 Juni 2017 - 110
LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA UNTUK AGENDA NON PERSIDANGAN BONN CLIMATE CHANGE CONFERENCE, 8-18 MEI 2017
Daftar Mandated Events and Workshop yang Dihadiri Delegasi RI:
1. Pre-sessional workshop on APA agenda item 4: Further guidance in relation to the adaptation communication 2. Technical Expert Meeting (TEM) on Mitigation 3. Article 6 of the Paris Agreement roundtable discussions among Parties 4. Workshop on opportunities to further enhance the effective engagement of non-Party stakeholders (NPS) 5. Thematic event under the TEM-M 2017: Support for accelerated actions, 6. TEM Activities related to Forestry and other land use with climate and sustainable development benefit. 7. In-session Workshop to develop possible elements of the gender action plan under the UNFCCC 8. Capacity Building - 6th Meeting of the Durban Forum on Capacity Building 9. 4th voluntary meeting on the coordination of support for the implementation of REDD+ activities 10. ACE Dialogue, Session I: Climate change education and international cooperation on this matter (Focus on Education) 11. ACE Dialogue, Session II: Climate Training and International Cooperation on This Matters (Focus on Training) 12. Internal Meeting of G77 & China Coordination on Gender and Climate 13. Indegenous People Platform (IPP) Multi-Stakeholder Dialogue, 14. TEM on Adaptation
Daftar UNFCCC and Special Events yang Dihadiri Delegasi RI:
1. Global Peatland Initiative (GPI) 2. World Meteorological Organization (WMO): The Global Stocktake And Observing Networks, Indicators And Essential Climate Variables (ECV) 3. Pertemuan informal antara G-77+China dengan current and incoming COP Presidents mengenai Facilitative Dialogue 2018 4. Pertemuan informal anggota Cartagena Dialogue (CD) 5. Plenary meeting chaired by COP President with UN Deputy Secretary-General, HE Ms. Amina J. Mohammed
6. TEC special event on innovation and NDCs
7. COP-23 Logistic Briefing 8. Pertemuan dengan wakil CCEG (Climate Change Expert Group) dari OECD (The Organisation for Economic Co-operation and Development) 9. Side Event IUCN dan IIASA: Indonesia Menyampaikan Kebijakan Rehabilitasi Lahan Terdegradasi
Per 9 Juni 2017 - 111
Daftar Bilateral Meeting:
1. Pertemuan Bilateral Indonesia – Australia
2. Pertemuan Bilateral Indonesia – Korea Selatan
3. Pertemuan Bilateral Indonesia – Italia
4. Pertemuan Bilateral Indonesia - Norwegia
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
Mandated events and workshops:
1 Pre-sessional workshop on APA agenda item 4: Further guidance in relation to the adaptation communication
6 Mei 2017 Dalam workshop parties melakukan pembahasan seluruh tema yang telah diidentifikasi di Marrakech, yaitu mencakup purpose, elements, linkages, vehicle, and flexibilities. Selanjutnya dalam kelompok kecil, pembahasan difokuskan pada purpose dan elements. Hasil diskusi 7 kelompok dikompilasi dalam matriks potensial purposes dan elements. .
Sesuai dengan kesepakatan hasil negosiasi, maka perlu dilakukan pembahasan mengenai elemen dan struktur pedomn. Selain itu juga perlu dilakukan pengumpulan bahan dan diskusi untuk mengidentifikasi linkage, vehicle dan flexibilities.
2 Technical Expert Meeting (TEM) on Mitigation
8 Mei 2017 Tema/topik yang didiskusikan adalah tentang support untuk akselerasi actions dalam rangka drive mitigation ambition and facilitate sustainable development. Dalam pertemuan tersebut, GIZ dan FAO memberikan paparan tentang apa yang telah mereka lakukan untuk memfasilitasi pengembangan GHGs baseline and monitoring, khususnya yang terkait dengan sektor AFOLU. Lokasi project tersebut anatara lain berada di Paraguay, Mexico, dan Peru. Sebagian besar support yang diberikan adalah berupa capacity building dan technical assistance
.
3 Article 6 of the Paris Agreement roundtable discussions among Parties
8-9 Mei 2017 Round Table Discussion dilaksanakan dalam rangka menggali pemahaman, mengidentifikasi serta mengumpulkan pandangan teknis tentang elemen-elemen terkait Article 6.2 (guidance on
Per 9 Juni 2017 - 112
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
cooperative approaches/ITMOs), 6.4 (rules, modalities and procedures for mechanism under Article 6), dan 6.8 (work programme under the framework for non-market approach), yaitu yang merupakan agenda item 10 (a, b, c) SBSTA 46. Dalam diskusi tersebut para perwakilan Parties berdiskusi untuk menjawab guiding questions dari Co-Fasilitator. Topik diskusi di seputar pemahaman mengenai apa itu non market approach, apa itu ITMO, kaitannya dengan NDC (dampak NDC, ditilik dari sektornya/gases/time frame), operasionalisasi framework di bawah Article 6, konsep environmental integrity dan sustainable development, dll. Pandangan dan pemahaman peserta mengenai hal-hal tersebut di atas masih beragam, dan dari hasil Round Table Discussion ini disusun list of elemen, heading dan kriteria yang akan menjadi bahan pembahasan lebih lanjut.
4 Workshop on opportunities to further enhance the effective engagement of non-Party stakeholders (NPS)
9 Mei 2017 Workshop dipimpin oleh Chair SBI-46 dan dibuka oleh Sekretaris Eksekutif UNFCCC. Workshop dihadiri oleh negara Pihak dan observers / CSO, serta didasarkan atas sintesa dari submisi yang diterima dari negara-negara Pihak mengenai upaya untuk memperkuat keterlibatan non-Party stakeholders dalam proses persidangan UNFCCC. Workshop berusaha menjawab 3 pertanyaan utama: 1) Bagaimana memperkuat efektivitas engagement 2) Perlunya format engagement yang berbeda sesuai dengan
perbedaan karakter stakeholders 3) Prinsip yang diperlukan untuk memastikan engagement yang
non-diskriminatif dan transparan serta tidak menghasilkan conflict of interests
Beberapa isu utama yang mengemuka: - Efektivitas engagement tidak ditentukan oleh berapa sering
pertemuan dilakukan namun kualitas dari format engagement.
Terus melanjutkan dan semakin memperkuat proses stakeholders engagement di tingkat nasional yang telah dilakukan secara inklusif. Tetap mengedepankan postur yang terbuka bagi input dari non-Party stakeholders, dengan tetap berpegang pada prinsip bahwa UNFCCC adalah Party-driven process.
Per 9 Juni 2017 - 113
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
- “Conflict of interests” menjadi isu yang paling hangat diperdebatkan, dan terjadi perbedaan pandangan di antara CSO, a.l.: o Hanya melibatkan mereka yang sepenuhnya mendukung
prinsip dan tujuan Konvensi v.s. non-exclusion o Memberi input v.s. mempengaruhi proses
- Pentingnya engagement dimulai dari proses nasional agar posisi di tingkat internasional sudah mencerminkan multi-stakeholders perspectives
- Perlunya mengkomunikasikan pandangan multi-stakeholders secara tepat kepada Pemerintah mengingat pada akhirnya kebijakan akan diambil di tingkat nasional.
- Peran dan kontribusi Non Party Stakeholders diperlukan untuk meningkatkan ambisi dan pencapaian NDC. Sehubungan dengan hal tersebut peningkatan efektifitas keterlbatan non party stakehoders dapat dilakukan melalui: konsultai public yang memadai, peningkatan kapasitas, strategi komunikasi dan koordinasi, serta integrasi dengan rencana pembangunan dan dukungan pendanaan.
- Dorongan agar pengambilan keputusan mengenai perubahan iklim melibatkan dan mencerminkan pandangsegmen masyarakat yang paling terkena dampak perubahan iklim, utamanya indigenous people dan komunitas lokal serta perempuan.
- Perlunya pelibatan generasi muda. Antara lain diusulkan mengenai youth delegate sebagai bagian dari delegasi nasional
Per 9 Juni 2017 - 114
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
- Optimalisasi teknologi informasi untuk meningkatkan kualitas engagement serta kuantitas stakeholders yang dapat dilibatkan
- Memperkuat link antara experts assessment dengan policy makers.
5 Thematic event under the TEM-M 2017: Support for accelerated actions,
9 Mei 2017 • Thematic session on “Innovative policy and technology solutions for sustainable urban development”
• Thematic session ini dimaksudkan untuk menyampaikan beberapa pendekatan inovatif dalam perencanaan perkotaan, kebijakan dan solusi teknologi untuk pengurangan emisi dan menciptakan pembanguan perkotaan yang berkelanjutan.
• Dalam sesi ini ditampilkan tiga pembicara, yaitu: - Climate innovation for cites: ways to enhance scalability
and replicability of bus rapid transit systems in developing countries oleh Ms. Xiaomei Duan, Technical Director, Far East BRT Planning Co., Ltd., China. Presentasi ini memberikan contoh mengenai sistem BRTyang dikembangkan untuk kota-kota ganda di berbagai belahan dunia.
- Climate friendly and energy efficient cooling as a building block for low carbon urban development in Indonesia oleh Mr. Winfried Damm, GIZ Programme Manager mewakili GIZ Proklima. Presentasi ini memberikan gambaran bagaimana menciptakan kondisi untuk meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan energi di sektor pendingin dan AC, serta bagaimana upaya ini bisa meningkatkan pencapaian target nasional pengurangan emisi.
Per 9 Juni 2017 - 115
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
- Integrated Waste to energy carbon capture storage plant oleh Mr. Johnny Stuen, Technical Director Waste to Energy Agency, kota Oslo, Norway. Presentasi ini memperkenalkan contoh pendekatan inovatif terintegrasi upaya waste to energy dikombinasikan dengan CCS.
• Diskusi yang dilakukan dimaksudkan untuk mengidentifikasi cara-
cara untuk meningkatkan scalability dan replicability. Juga ditekankan mengenai kerjasama internasional dan dialog antara Parties dan non party stakeholder.
• Thematic session on “Innovative policy and technology solutions
for sustainable urban development” • Thematic session ini dimaksudkan untuk menyampaikan beberapa
pendekatan inovatif dalam perencanaan perkotaan, kebijakan dan solusi teknologi untuk pengurangan emisi dan menciptakan pembanguan perkotaan yang berkelanjutan.
• Dalam sesi ini ditampilkan tiga pembicara, yaitu: - Climate innovation for cites: ways to enhance scalability
and replicability of bus rapid transit systems in developing countries oleh Ms. Xiaomei Duan, Technical Director, Far East BRT Planning Co., Ltd., China. Presentasi ini memberikan contoh mengenai sistem BRTyang dikembangkan untuk kota-kota ganda di berbagai belahan dunia.
- Climate friendly and energy efficient cooling as a building block for low carbon urban development in Indonesia oleh Mr. Winfried Damm, GIZ Programme Manager mewakili GIZ Proklima. Presentasi ini memberikan gambaran bagaimana menciptakan kondisi untuk meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan energi di sektor pendingin dan AC, serta bagaimana upaya ini bisa meningkatkan pencapaian target nasional pengurangan emisi.
Per 9 Juni 2017 - 116
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
- Integrated Waste to energy carbon capture storage plant oleh Mr. Johnny Stuen, Technical Director Waste to Energy Agency, kota Oslo, Norway. Presentasi ini memperkenalkan contoh pendekatan inovatif terintegrasi upaya waste to energy dikombinasikan dengan CCS.
Diskusi yang dilakukan dimaksudkan untuk mengidentifikasi cara-cara untuk meningkatkan scalability dan replicability. Juga ditekankan mengenai kerjasama internasional dan dialog antara Parties dan non party stakeholder.
6 TEM Activities related to Forestry and other land use with climate and sustainable development benefit.
10 Mei 2017 Pertemuan TEM untuk Forestry and Land Use (FOLU) di Bonn menghadirkan pembicara dari beberapa negara dan lembaga penelitian dan LSM. Perwakilan pemerintah berasal dari Negara Australia, Perancis, Kolombia dan Indonesia, sedangkan dari non party stakeholder diwakili oleh CIFOR, ENGO dan Indegenious people. Peserta dari kegiatan TEM ini mencapai 150 orang dari berbagai peneliti dan praktisi kehutanan dan penggunaan lahan. Pembicara dari Indonesia diwakili oleh Dr Nur Masripatin, Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim. Ibu Nur membagi informasi kepada para peserta tentang progress implementasi REDD+ di Indonesia. Selain itu juag disampaikan mengenai Kegiatan bilateral dan multilateral sudah banyak dilaksanakan di Indonesia termasuk Bilateral Indonesia-Norway dimana masih memproses tentang instrumen pendanaan dan MRV untuk result based payment. Indonesia juga menjalankan FCPF Carbon Fund di Kalimantan Timur, Bio-Carbon Fund di Propinsi Jambi dan Forest Invenstent Program komponen III yang juga merupakan “result-based payment” REDD+. Hal lain yang disampaikan adalah tantangan utama saat ini dalam menjalankan program REDD+ termasuk ketersediaan dukungan untuk phase II (transisi) dan persyaratan metodologi yang diluar kesepakatan COP untuk dapat memeproleh result based payment.
Per 9 Juni 2017 - 117
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
7 In-session Workshop to develop possible elements of the gender action plan under the UNFCCC
10 Mei 2017 Workshop dilaksanakan 2 hari di Ruang Santiago de Chile dengan fasilitator Ms. Winfred Lichuma (Kenya) dan Mr. Geert Fremout (Belgia). Workshop dibuka dengan sambutan oleh Ms. Patricia Espinosa – Executive Secretary UNFCCC, Mr. Tomasz Chrusczow, SBI Chair dan Ambassador Nazhat Khan (Fiji). Salah satu poin penting adalah komitmen Sekretaris Eksekutif UNFCCC untuk memastikan gender balance dan melaksanakan PUG di dalam mekanisme UNFCCC sebagai dukungan atas pelaksanaan Paris Agreement yang secara eksplisit telah menyebutkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan sebagai salah satu pilar dalam penyusunan kebijakan iklim yang responsif gender. Untuk itu, harapannya rencana aksi yang disusun dapat seluruhnya dilaksanakan, baik di level UNFCCC maupun di tingkat nasional Parties. Pertemuan hari pertama menyepakati proses diskusi, format rencana aksi dan bidang-bidang kunci untuk penyusunan rencana aksi serta pandangan Parties terkait outcome dari rencana aksi gender. Indonesia memberikan pandangan untuk memastikan prinsip-prinsip dasar (guiding principles) terkait pelaksanaan PUG.
Hasil workshop selanjutnya akan diproses oleh Sekretariat UNFCCC dan co-facilitators sebagai bahan laporan dan considerant SBI-47. Pembahasan informal juga masih akan dilaksanakan antar waktu oleh para pihak melalui mailing list dan media lainnya. Di tingkat nasional, Kementerian PP-PA akan membawa draft rencana aksi ini dalam konsultasi inter-kementerian untuk mendapatkan masukan lebih luas, agar rencana aksi yang disusun dapat dilaksanakan (implementable) dan mendukung sasaran prioritas nasional.
8 Capacity Building - 6th Meeting of the Durban Forum on Capacity Building
10 Mei 2017 Pertemuan Capacity Building tanggal 10 Mei 2017 berupa mandated event, yaitu 6th Meeting of the Durban Forum on Capacity Building. Pertemuan dibuka oleh Mr. Tomasz Charzczow, Chair of the SBI. Pertemuan dimoderatori oleh dua co-facilitator, Ms. Rita Mishaan dan Mr. Kunihiko Shimada. Topik 6th Meeting of the Durban Forum ini adalah “Enhancing capacities for adaptation in the context of NAPs and NDCs”. Keynote presentation disampaikan oleh Mr. Zitouni Ould-Dada dari UNEP. Sesi pertama pertemuan menampilkan tiga pembicara, dengan sub topik: (a) Enhancing human, institutional and systemic capacities to design adaptation interventions in the context of NAPs and NDCs; (b) Enhancing capacity to access finance for
Per 9 Juni 2017 - 118
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
adaptation; (c) Strengthening the engagement of NPS to support capacity building needed in the context of NAPs and NDCs. Sesi kedua merupakan break-out session, dengan tiga pembicara dan sub topik yang sama dengan sesi pertama, namun lebih interaktif karena berupa kelompok yang lebih kecil.
9 4th voluntary meeting on the coordination of support for the implementation of REDD+ activities
13 Mei 2017 Topik pertemuan terbagi menjadi 3 (tiga) bagian : (1) updates dari kegiatan entitas pendanaan REDD+ mengenai kebutuhan dan tantangan terkait akses dan koordinasi support (GCF, GEF, WB); (2) paparn Negara-negara REDD+ mengenai pengalaman, dan pembelajaran terkati upaya mobilisasi dan koordinasi support untuk implementasi REDD+; dan (3) sharing pengetahuan dan pengalaman dalam koordinasi support, oleh relevant yang mensupport aksi-aksi REDD+ (TNC, WWF, Amsterdam Declaration). Beberapa hal yang mengemuka dari diskusi antara lain terkait dengan tantangan dan kendala dalam koordinasi dan koherensi support untuk REDD+, baik antara negara REDD+ dengan partner dan institusi terkait, antar negara donor/partners, maupun di dalam lingkup nasional negara yang bersangkutan. Isu penting yang diangkat dan ditanyakan oleh Indonesia adalah megenai REDD+ dalam NDC dan tantangan yang timbul dalam hal koordinasi support. Selain itu juga muncul isu safeguards, Non Carbon Benefits dan juga mengenai peran (engagement) private sector dalam NDC, yang masih dalam tahap sangat awal.
10 ACE Dialogue, Session I: Climate change education and international cooperation on this matter (Focus on Education)
15 Mei 2017 Kegiatan diawali dengan paparan best practices dan lesson learned dari beberapa negara tentang bagaimana mengintegrasikan ACE ke dalam pendidikan. Setelah itu, peserta dibagi ke dalam 5 kelompok (working group). Working group yang kami ikuti berdiskusi tentang Engaging Non-Party Stakeholders in Climate Change Education, yakni seputar strategi yang diperlukan untuk melibatkan lembaga masyarakat (non party organization) dalam Climate Change Education, dan ntegrating climate change
Untuk kepentingan Indonesia, perlu kiranya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, berkolaborasi dengan lembaga masyarakat/Civil Society yang concern terhadap lingkungan untuk merumuskan suatu strategi atau metode yang kreatif dan inovatif dalam mengedukasi climate change kepada non-party stakeholders, yang disesuaikan dengan tipologi dan karakternya
Per 9 Juni 2017 - 119
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
education into national curricula. Hasilnya dari work group tentang engagement of non-party stakeholders, disepakati 3 strategi penting, yaitu: 1) Menggunakan metode/cara yang kreatif, inovatif dan menyenangkan (non-traditional methods). 2) Menciptakan suasana yang kondusif (enabling environment), dan 3) Melibatkan lembaga masyarakat dalam penyusunan kebijakan tentang climate change (Participatory in policy making process on climate change). Selain itu, climate change education tidak hanya pada pendidikan formal saja, namun juga pendidikan non formal.
masing-masing. Misalnya strategi/pendekatan kepada kalangan dunia usaha tentunya berbeda dengan oraganisasi masyarakat/keagamaan, juga berbeda dengan organisasi profesi, dan juga kalangan media. Terkait dengan pengintegrasian climate change ke dalam kurikulum, ini akan menjadi salah satu action plan strategis dari Indonesia. Kementerian PPPA akan melakukan koordinasi dengan Kementerian LHK dan Kementerian Pendidikan terkait kurikulum dimaksud. Selama ini Kementerian Pendidikan baru memasukkan ketahanan pelajar dan sekolah terhadap bencana.
11 ACE Dialogue, Session II: Climate Training and International Cooperation on This Matters (Focus on Training)
16 Mei 2017 ACE Dialogue diisi dengan paparan tentang kerjasama internasional dan dukungan finansial. Selanjutnya sesi paparan tentang best practices and lesson learned tentang climate change training dari 4 pembicara. Sesi dilanjutkan dengan working group (5 kelompok). Working group yang kami ikuti berdiskusi tentang pelibatan non-party stakeholder dalam climate change training. Hasil diskusinya tidak terlalu jauh berbeda dari working group yang diikuti pada ACE Dialogue Sesi I.
Hal yang perlu diperhatikan terkait dengan training, di samping isu strategi/metode yang digunakan untuk non-party stakeholders (lihat catatan pada ACE Dialogue Sesi I sebelumnya), adalah masalah keberlanjutan setelah proyek berakhir.
12 Internal Meeting of G77 & China Coordination on Gender and Climate
16 Mei 2017 Pertemuan meminta masing-masing Negara pihak untuk menyusun rencana aksi (kegiatan prioritas) dengan merujuk pada 5 priority areas yang sudah ditetapkan (Capacity building, Knowledge sharing and Communication; Gender balance and participation; Coherence within the UNFCCC and other UN Agencies; Gender responsive implementation and means of implementation; and Monitoring and Reporting). Rencana aksi tersebut disampaikan paling lambat tanggal 31 Agustus 2017. Komunikasi antar negara pihak dilakukan melalui mailing list atau media lainnya.
Kementerian PPPA perlu segera melakukan koordinasi dengan Kementerian LHK dan kementerian/lembaga yang relevan yang menyusun rencana aksi gender untuk climate change.
13 Indegenous People Platform (IPP) 16 Mei 2017 Multistakeholder Dialogue on the operationalization of the local Hasil pengamatan selama pertemuan adalah
Per 9 Juni 2017 - 120
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
Multi-Stakeholder Dialogue, communities and indigenous peoples platform (IPP) merupakan event pertama yang diselenggarakan oleh Chair SBSTA sebagai tindak lanjut PA dan Dec 1/ CP.21 para 135 serta mandate dari hasil COP 22 kepada SBSTA merefer pada COP 22 Report para 165-169. Event dimoderatori oleh Chair SBSTA bekerja sama dengan perwakilan Indigenous People Organiztion (IPO) dengan panelis dari Perwakilan IPO, UNESCO, dan UNDP. Pertemuan mendiskusikan hasil submisi dari negara pihak (6 submisi), IGO (7 submisi), NGO (9 submisi) dan non annex (7 submisi) dengan fokus bahasan pada tujuan, isi dan struktur dari platform yang akan digunakan. Dari hasil pertemuan dihasilkan bahwa LC and IP Platform akan didasarkan pada 3 (tiga) pilar utama yaitu: 1. Knowledge Management: untuk memfasilitasi pertukaran
pertukaran informasi khususnya local/ indigenous knowledge juga best practices.
2. Capacity Building: untuk memfasilitasi efektifitas pelibatan LC and IP dalam proses-proses aktifitas terkait di UNFCCC, dengan tetap berdasarkan pada RoP dari Konvensi.
3. Climate Change Policies and Actions: untuk memfasilitasi integrasi aksi-aksi terkait mitigasi dan adaptasi PI dengan program dan kebujakan penanganan PI
sebagai berikut: 1. Pertemuan merupakan inisiasi awal dari chair
SBSTA sebagai tindaklanjut dari PA dan Keputusan COP.
2. Hal positif yang diamati bahwa pembahasan mengenai IP Platform juga meng-acknowledge local communities (LC) sesuai dengan posisi Indonesia terkait definisi IP
3. Diskusi tentang LC and IP Platform ini juga memiliki keterkaitan dengan isu-isu lain seperti Non-party Stakeholder (NPS) engagement, walaupun LC and IP dalam beberapa kesempatan tidak mau dikategorikan sebagai NPS
4. Di samping itu, pengembangan LC and IP platform juga sangat terkait dengan diskusi terkait isu arrangement of the Intergovernmental Meetings (AIM) di SBI, sehingga harus tetap merujuk pada posisi Indonesia pada isu tersebut.
5. Diperlukan diskusi tindak lanjut di tingkat nasional dengan para pemangku kepentingan terkait posisi Indonesia dalam pengembangan LC and IP platform tersebut.
14 TEM on Adaptation 16-17 Mei 2017
Topik yang diangkat dalam pelaksanaan TEP-Adaptasi Tahun 2017 selama 2 hari adalah mengenai "Integrating climate change adaptation with the Sustainable Development Goals and the Sendai Framework on Disaster Risk Reduction". Terkait dengan TEMA beberapa isu mendasar adalah masalah data serta pentingnya platform untuk mengkomunikasikan data agar menjadi instrumen yang memudahkan dalam mendukung pengambilan keputusan politik.
Melanjutkan pengembangan konvergensi API-PRB yang perlu dikaitkan juga dengan upaya pencapaian target SDGs dengan seluruh K/L dan pemangku kepentingan terkait.
Per 9 Juni 2017 - 121
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
Intervensi Indonesia berbagi pengalaman pentingnya peran pemerintah untuk membangun platform dalam menyiapkan indikator kerentanan agar dapat dimanfaatkan dan dikembangkan oleh berbagai pihak dalam mendukung proses mainstreaming adaptasi dalam pembangunan. Selain itu disampaikan juga bahwa Indonesia sedang dalam proses penyusunan kerangka kerja konvergensi API-PRB, yang melibatkan K/L terkait yaitu KLHK, BNPB, Bappenas dan Kemendagri. Hasil diskusi parties selama 2 hari akan disampaikan oleh Executive Secretary UNFCCC dalam pertemuan yang membahas Sendai Frameworks di Cancun.
UNFCCC and special events
1 Global Peatland Initiative (GPI)
9 Mei 2017, Disela-sela pelaksanaan Bonn Climate Change Center, Pada Tanggal 9 Mei 2017, di Ruang Berlin World Climate Change Conference di Bonn, The Global Peatlands Initiative (GPI) mengadakan side event yang diberi tema “Advancing to protect Peatlands from degradation, loss and fire”. Pada acara ini, Indonesia, Kongo, the Joint Research of European Commission dan FAO menjadi pembicara utama. Peserta umumnya dari peneliti senior berbagai negara yang berjumlah 70 orang termasuk para ahli gambut dari Indonesia. Dr Nur Masripatin, Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim selaku ketua delegasi menyampaikan update terbaru kebijakan pengelolaan gambut di Indonesia. Indonesia menyampaikan bahwa 60% penurunan emisi dalam Nationally Determined Contribution berasal dari sektor Land Use, Land Use and Forestry (LULUCF), gambut akan berperan sangat penting baik melalui pengelolaan lestasi ekosistem gambut maupun melalui restorasi dua juta ha hingga tahun 2030. Indoensia mengalami masa sulit dalam pengelolaan gambut, namun setelah tahun 2015 Indonesia
Per 9 Juni 2017 - 122
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
berhasil menangani kebakaran gambut dengan baik. Presiden RI juga telah membentuk Badan Restorasi Gambut untuk mempercepat upaya merestorasi gambut di Indonesia, Namun demikian Indonesia juga telah melakukan berbagai upaya termasuk reformasi kebijakan terkait pengelolaan gambut. Sejumlah kebijakan lain yang juga memperkuat upaya pelestarian hutan termasuk gambut adalah penerapan FLEGT licence, penegakan hukum, pengakuan hak Masyarakat Hukum Adat serta program Hutan Kemasyarakatan yang memberikan akses pengelolaan hutan oleh masayarakat local. Ibu Nur juga menyampaikan kebijakan pemerintah dalam bentuk peraturan-peraturan terkait pengelolaan gambut di Indonesia. Peraturan tersebut termasuk Peraturan Pemerintah No.57/2016 tentang revisi No.71 Tahun 2014, Keputusan Menteri LHK No. 14/2017 tetang inventarisasi dan kategorisasi fungsi ekosistem gambut, Pertauran MenLHK No. 15/2017 tentang pengukuran tinggi air gambut, Peraturan Men LHK No. 16/2017 :tentang pedoman restorasi lahan gambut, Peraturan MenLHK No. 17/2017 tentang revisi Permen LHK No. 12/2015 tentang Hutan Tanaman Industri. Ditengah acara seide event, Perwakilan Peniliti gambut Eropa menyerahkan buku Pengalaman pengeloaan gambut di tanah Eropa ke Pemerintah Indonesia. Buku ini cukup tebal yang isinya mencakup 25 tahun pengalaman penelitian dan pengelolaan gambut di Eropa dengan judul “Mires and Peatlands of Europa: status, distribution and conservation” yang disusun lebih dari 100 peneliti senior.
2 World Meteorological Organization (WMO): The Global Stocktake And Observing Networks, Indicators And Essential Climate Variables
9 Mei 2017 Side Event World Meteorological Organization (WMO) terkait dengan hasil Subsidiary Body for Scientific and Technological
Advice Forty-fifth sessionMarrakech, 7–14 November 2016,
dimana WMO diminta untuk melaporkan perkembangan kegiatan untuk memberikan kontribusi terhadap disain global stocktake
WMO merencanakan untuk menyelenggarakan serial workshop regional untuk menyampaikan indicator-indikator yang telah dikembangkan dan masukan untuk perbaikan. Untuk itu diharapkan Indonesia dapat berpartisipasi pada
Per 9 Juni 2017 - 123
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
(ECV) yang diharapkan sudah selesai tahun 2018. Pertemuan dipandu oleh Mr. Amir Delju, Senior Scientific Coordinator (WMO), dengan panelis terdiri dari 4 (empat) orang, yaitu: (1) Mr. Florin Vladu, UNFCCC- Adaptation Programme Manager, menyampaikan materi “Systematic observation under the UNFCCC: supporting the implementation of the Paris Agreement”; (2) Mr. Omar Baddour, Chief, Climate Data Management System (WMO), menyampaikan materi: Statement on the status of climate and key indicators; (3) Mr. Simon Eggleston, Senior Scientific Officer, Global Climate Observing System (GCOS), menyampaikan materi: “Systematic observations for global stocktake, adaptation and communications”; dan (4) Mr. Stuart Goldstraw, Head of Observations – Operations, Met Office (UK), menyampaikan materi “Recognizing centennial observing stations”. Dari pertemuan ini disimpulkan bahwa WMO telah melakukan pengamatan iklim jangka panjang yang menyediakan indikator-indikator kuantitatif yang dapat diandalkan untuk menunjukkan kondisi iklim historis sebagai dasar proyeksi ke depan. Hasil pengamatan tersebut akan berkontribusi terhadap upaya global stoctake yang dimanatkan Paris Agreement. Sejumlah indkator telah dikembangkan oleh WMO dan telah digunakan untuk menilai variability iklim. Indikator-indikator tersebut memenuhi persyaratan: (1) Relevant; (2) Representative; (3) Tracable; (4) Timely; dan (5) Limited number. Indikator meliputi komponen: (1) air; (2) udara, (3) karbon dan perubahan ekosistem.
penyelenggaraan workhop tersebut. Selain itu WMO juga sedang mengembangkan stasiun pengamatan dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Saat ini sudah disetujui 60 stasiun pengamatan, dan masih tersisa 26 stasiun pengamatan yang akan ditetapkan. Indonesia dapat menjadi bagian untuk mengusulkan nominasi stasiun yang tersisa, dengan memenuhi persyaratan yang ditetapkan WMO.
3 Pertemuan informal antara G-77+China dengan current and incoming COP Presidents mengenai Facilitative Dialogue
9 Mei 2017 Pertemuan dilakukan atas permintaan current and incoming COP Presidents (COP 22 dan COP 23), dalam hal ini diwakili oleh Dubes Aziz Mekouar (Maroko) dan Dubes Nazhat Khan (Fiji) Pertemuan serupa dilakukan kedua Dubes dengan major
Terus mengikuti proses persiapan penyelenggaraan FD 2018
Per 9 Juni 2017 - 124
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
2018 negotiating groups lainnya, dan ditujukan untuk mendengarkan pandangan dan memperoleh masukan dari tiap kelompok yang mewakili seluruh negara Pihak mengenai penyelenggaraan Facilitative Dialogue 2018 (FD) Pada kesempatan tersebut, G-77+China telah menyampaikan sebagai berikut: (1). Scope FD: komprehensif, i.e. tidak mitigation centric (2). Sifat FD: kolektif (assessment tidak berdasar individual Party), facilitatif (orientasi pada solusi dan opportunities) (3). Fokus assessment: a) implementasi komitmen pra-2020, b) ketersediaan means of implementation, c) take stock of collective efforts with a view to enhance ambition, d) input utk efektifitas implementasi NDC (4). Main questions: a) where are we now, b) where do we want to go, dan c) paling penting: scale of efforts needed to get there. (5). Perlu dimensi politik dalam bentuk high level participation, utk menciptakan momentum bagi kemajuan berikut (6). Perlu link dengan science-based processes / IPC
4 Pertemuan informal anggota Cartagena Dialogue (CD)
11 Mei 2017
Pertemuan diadakan atas insiatif Inggris dan ditujukan untuk: 1. Menyampaikan status terkini pembahasan masing-masing
workstream CD 2. Tukar pandang mengenai kesan atas kemajuan pembahasan
APA 3. Tukar pandang mengenai bagaimana memajukan
pembahasan terkait persiapan Facilitative Dialogue 2018(FD 2018)
Kesan atas kemajuan pembahasan APA Terdapat 2 pandangan yang berbeda dalam hal ini: 1. Kemajuan masih terbatas sementara waktu semakin sedikit.
CD perlu membantu Co-Chairs dalam memajukan proses perundingan. Dalam hal ini, mungkin sudah saatnya mengajukan usulan text sebagai bahan perundingan (textual negotiation)
Partisipasi pada proses CD dapat meningkatkan pemahaman Delri mengenai posisi dan strategi masing-masing anggota untuk isu-isu utama perundingan.
Per 9 Juni 2017 - 125
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
2. Masih terdapat waktu dan karenanya baiknya tidak terburu-buru melangkah ke textual negotiation, karena kalau tidak siap malah dapat mempersulit proses
Bagaimana memajukan persiapan FD 2018 Terdapat kesepakatan umum bahwa tahun ini sangat krusial bagi persiapan karena modalitas dan kerangka kerja harus sudah disepakati Terdapat sejumlah delegasi yang meragukan kemampuan Presidensi Fiji (baik secara substantif maupun politis) untuk mengupayakan kemajuan berarti pada persiapan FD 2018. Terdapat delegasi yang menyarankan perlunya “political outcome” di tahun ini yang dapat memberikan insentif kepada Fiji untuk memberikan perhatian yang lebih besar bagi persiapan FD 2018. Di pihak lain, terdapat pula pandangan yang mengingatkan bahwa walaupun anggota CD harus mendukung Presidensi CD, bentuk dukungan harus dikonsultasikan dengan Fiji.
5 Plenary meeting chaired by COP President with UN Deputy Secretary-General, HE Ms. Amina J. Mohammed
13 Mei 2017 Plenary diadakan untuk membahas keterkaitan antara Agenda 2030 on Sustainable Development Goals (SDGs) dan Paris Agreement Plenary dipimpin oleh Presiden COP-22, Dubes Aziz Mekouar (Maroko) dan dihadiri pula oleh incoming Presiden COP-23, Dubes Nazhat Khan (Fiji). Mengingat keterbatasan waktu, format persidangan diisi dengan penyampaian statement terbatas oleh Deputi Sekjen dan wakil negotiating groups (G77+China, Umbrella Group, UE, EIG, AILAC, African Group, SIDS, dan LDCs) Beberapa isu utama yang mengemuka: - Terdapat keterkaitan erat antara SDGs dan perubahan iklim.
SDGs mengakui perubahan iklim sebagai one of the greatest challenges of our time, dan menetapkan climate action sebagai SDG-13 yang tidak terpisahkan dari Goals SDGs lainnya
Indonesia telah berkontribusi bagi penyusunan statement bersama G77+China Perlu pelibatan seluruh pemangku kepentingan termasuk sector swasta mengingat mayoritas investasi saat ini belum memasukkan pertimbangan sosial dan lingkungan
Per 9 Juni 2017 - 126
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
- Paris Agreement dan Agenda 2030 bersama Addis Ababa Action Plan dan Sendai Framework for Action merupakan dokumen monumental yang disepakati pada tahun 2015 dan secara kolektif menjadi arsitektur global bagi masa depan yang lebih baik. Tantangan saat ini adalah memastikan implementasi efektif dari berbagai komitmen global tersebut
- Diperlukan komitmen politik global pada tingkat tertinggi untuk menjaga momentum dan mendorong kemajuan implementasi.
- Perlunya implementasi yang koheren dan sinergis, termasuk koherensi antar-berbagai badan PBB.
- Means of implementation merupakan salah satu kunci - pencapaian Agenda 2030 dan penanganan perubahan iklim. - Hal ini perlu diupayakan melalui penguatan kemitraan global
dan Kerjasama internasional di semua tingkatan. Dalam kaitan ini, negara berkembang menyerukan pemenuhan komitmen negara maju termasuk dukungan means of implementation dan US$ 100 milyar climate financing
6 TEC special event on innovation
and NDCs
12 Mei 2017 • Special event ini diselenggarakan oleh TEC, dan bertujuan untuk mendorong inovasi di bidang teknologi pengendalian perubahan iklim, bagaimana meminimalkan biaya teknologi, pentingnya research aand development (R&D), serta capacity building untuk meningkatkan inovasi
• Pertemuan dibuka dengan sambutan dari Executive Secretary UNFCCC Ms. Patricia Espinosa dan Ms. Segolene Royal.
• Special event ini dibagi ke dalam 4 sesi. • Sesi pertama mengambil tema bagaimana inovasi teknologi
dapat membantu mengatasi perubahan iklim. Terdapat empat pembicara dalam sesi ini, yaitu: Mr. Youba Sokona, Vice-Chair, Intergovernmental Panel on Climate Change; Mr. Anders Wijkman, Co-President, Club of Rome; Ms. Katharina Tomoff, Vice-President of Shared Value, Deutsch Post DHL
Per 9 Juni 2017 - 127
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
Group; Mr. Bruce Campbell, Director, CGIAR Research Program on Climate Change, Agriculture and Food Security
• Sesi kedua mempresentasikan upaya-upaya nasional yang
dilakukan untuk menstimulasi inovasi teknologi perubahan iklim. Terdapat tiga pembicara dalam Sesi kedua ini, yaitu: Mr. Ajay Mathur, Director General, The Energy and Resources Institute, India; Mr. Edward Mungai, Chief Executive Officer, Kenya Climate Innovation Centre; Mr. Miguel Ángel Blesa, Secretary of Planning and Policy, Ministry of Science and Technology, Argentina
• Sesi ketiga sudah mengarah pada jenis teknologi, yaitu inovasi teknologi untuk meningkatkan aksi perubahan iklim yang disampaikan oleh sejumlah pakar. Pembicara pada sesi ketiga adalah sebagai berikut:
- Innovation in the clean energy sector oleh Mr. Joshua Romisher, Vice President of Corporate Finance, Off-Grid Electric Tanzania Limited
- Technology innovation supporting the Caribbean to adapt to climate change oleh Mr. Glenroy Brown, Climate Service Specialist, Jamaican Meteorological Service
- Bringing energy savings to buildings and public infrastructure through innovation oleh Mr. Masaaki Okabe, Leader, Asahi Glass Co., Japan
- Climate innovation for cities: bus rapid transport in Guangzhou and Yichang oleh Ms. Xiaomei Duan, Technical Director, Far East BRT Planning Co., Ltd., China
• Sesi keempat merupakan sesi diskusi pleno. Pada sesi ini, peserta diminta membahas tiga pertanyaan kunci dari tiga sesi sebelumnya: Pertanyaan 1: Bagaimana kita bisa membangun inovasi di negara-negara berkembang, meningkatkan
Per 9 Juni 2017 - 128
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
pencapaian NDC, dan membangun strategi jangka menengah? Champion: Mr. Ajay Mathur, Director General, The Energy and Resources Institute, India. Pertanyaan 2: Bagaimana kerjasama internasional dapat mempercepat inovasi teknologi di negara-negara berkembang, pencapaian NDC dan membangun strategi jangka menengah? Champion: Ms. Ellina Levina, Senior Climate and Energy Policy Analyst, International Energy Agency. Pertanyaan 3: Bagaimana proses di dalam UNFCCC dan badan-badan di bawahnya dapat mempercepat inovasi teknologi di negara-negara berkembang, pencapaian NDC dan membangun strategi jangka menengah? Champion: Mr. Jukka Uosukainen, Director, Climate Technology Centre and Network.
7 COP-23 Logistic Briefing 16 Mei 2017 Dalam rangka persiapan COP 23, Presidency Fiji bekerja sama dengan Pemerintah Jerman dan Sekretariat UNFCCC menyelenggarakan COP 23 logistic briefing. Briefing menyampaikan ekspektasi Presidency Fiji terhadap COP23 sebagai COP untuk enhancing the implementation of PA dengan semangat ‘Bula’ yang diterjemahkan sebagai ‘working toward together’. Disamping itu, penyelenggaraan COP23 juga merupakan inovasi konsep baru dengan mengenalkan one conference dengan two zones, Bula dan Bonn Zone, yang menekankan pada neutrality dan sustainability pada aspek-aspek penyelenggaraannya. Bula Zone bertempat di World Conference Centre (WCC), UN Campus dan area tambahan disekitar UN Campus. Bula zone akan digunakan untuk venue proses perundingan, kantor delegasi dan media centre. Sedangkan Bonn Zone terletak di area Rheinaue Park. Bonn zone
Perlu tindaklanjut pertemuan koordinasi untuk persiapan COP23 yang melibatkan para pemamgku kepentingan terkait dengan penyelenggaraan Sekretariat Delri dan Paviliun Indonesia di COP 23. Pemisahan menjadi 2 zona untuk aktifitas negosiasi (Sekdelri) dan outreach dan campaign (Paviliun) perlu menjadi perhatian dalam mengelola delegasi RI (DELRI)
Per 9 Juni 2017 - 129
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
akan digunakan sebagai venue untuk global climate action events, haig-level event, side events, media events juga untuk pameran dan pavilion. Jarak antara Bula dan Bonn zone sekitar 1,4 km dan akan disediakan shuttle bus dan sepeda untuk moda transportasi peserta. Terkait registrasi nantinya akan diberikan badge yang berbeda antara delegasi untuk Bula zone (party) dan Bonn zone (Party overflow). Terkait registrasi: untuk peserta (parties) registrasi online melalui ORS sudah dibuka per 15 Mei 2017. Sedangkan untuk accredited NGOs dan IGOs nominasi peserta dibuka dari tanggal 15 Mei - 7 Juli 2017, selanjutnya konfirmasi NGOs dan IGOs dibuka dari tanggal 14 Juli – 31 Oktober 2017. Untuk pemesanan kantor delegasi dan pavilion diharapkan registrasi sebelu tanggal 9 Juni 2017 untuk dapat melihat informasi yang detil terkait space dan fasilitas yang disediakan. Terkait akomodasi dan transportasi, diinformasikan di Bonn kota tempat berlangsungnya COP23 memiliki kapasitas sekitar 9000 kamar, namun demikian peserta diharapkan booking lebih awal. Sedangkan untuk transportasi, pemerintah Jerman akan menyediakan transportation public yang lebih banyak jumlahnya dan lebih sering frekuensinya untuk melayani keperluan delegasi.
8 Pertemuan dengan wakil CCEG (Climate Change Expert Group) dari OECD (The Organisation for Economic Co-operation and Development)
17 Mei 2017 OECD dalam rangka membantu CCEG ingin membuat paper dan guideline yang terkait dengan kebutuhan negara-negara berkembang;
Paper pada saat ini lebih kepada bagaimana negara berkembang melihat kebutuhan untuk mempersiapkan
Memperhatikan bagaimana CCGE menyelesaikan paper terkait TF, dan mengkomunikasikannya dengan Indonesia.
Urusan terkait hambatan dan masalah (Indonesia, juga negara berkembang lainnya)
Per 9 Juni 2017 - 130
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
transparansi framework.
Indonesia menyampaikan apa sajakah instrument (modalities) yang sudah dipersiapkan untuk implementasi TF, juga menyampaikan masalah dan hambatan yang masih dihadapi.
akan menjadi bagian yang dibahas dalam paper terkait.
9 Side Event IUCN dan IIASA: Indonesia Men yampaikan Kebijakan Rehabilitasi Lahan Terdegradasi
17 Mei 2017 Kegiatan ini dilaksanakan pada Rabu, 17 Mei 2017 di Ruang Berlin, World Climate Conference Center, kerjasama The International Union for Conservation of Nature (IUCN) dan The International Institute for Apllied Systems Analysis (IIASA) mengadakan side event dengan Tema Contribution of Forest Landscape Restoration to NDC. Pembicara dalam acara tersebut bertutur-turut Dr Nur Masripatin dari Indonesia, Leticia Guimaraes dari Brazil, Florian Kraxner dan Ping Yowargana dari IIASA serta Maria Garcia Espinosa dari IUCN dengan moderator Sandeep Sengupta juga dari IUCN. Side event ini bertujuan untuk menunjukkan konrtibusi dari kegiatan restorasi skala bentang alam terhadap pencapaian target dari Nationally Determined Contribution. Side Event ini dihadiri oleh 60 orang para ahli bidang lahan baik dari perwakilan negara, perwakilan LSM maupun dari praktisi. Pada kesempatan side event ini, Dr Nur masripatin mewakili Indonesia memberikan infromasi tentang program-program land sector yang telah ditetapkan dalam Nationally Dtermined Contributio Indonesia. Dari 29% target penurunan emisi, 17,2 % berasal dari sector LULUCF (Land use, Land use and Firestry Sector). Ibu Nur menjelaskan bahwa di dalam NDC Indonesia akan mengurangi emisi pada tahun 2020 dari sektor hutan dan lahan sebesar 497 juta Ton. Ada empat area utama yang akan dilaksanakan dalam pencapaian penurunan emisi tersebut termasuk mengurangi laju deforestasi dan degradasi hutan termasuk pengendalian kebakaran, mengatur produksi kayu dari hutan alam, meningkatkan produksi dari hutan tanaman dan
Per 9 Juni 2017 - 131
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
mengupayakan target ambisi penurunan emisi melalui restorasi dan rehabilitasi gambut. Selain itu Indonesia menargetkan melakukan restorasi hutan sebesar 800 ribu ha per tahun dimana selama ini hanya 300 ribu ha per tahun.
Bilateral Meeting dan Lainnya
1 Bilateral Meeting Indonesia – Australia
8 Mei 2017 di Australian
Office Delegation,
WBCCC
Pertemuan dihadiri pihak Australia, yaitu: Ms. Kushla Munro, Asisstant Secretary, Division of International Climate Change and Energy Innovation, Department of the Environment and Energy. Dari pihak Indonesia: a. Dr. Nur Masripatin, Direktur Jenderal PPI selaku Ketua
DELRI b. Emma Rachmawaty, Direktur Mitigasi Perubahan Iklim
selaku Lead Negotiator untuk isu Mitigasi c. Novia Widyaningtyas, Kasubdit REDD+ selaku anggota
Tim Mitigasi d. Wukir A. Rukmi, Kasie Fasilitasi Perundingan UNFCCC,
selaku Tim Sekretariat e. Muh. Farid, Expert Team to NFP for UNFCCC selaku Tim
Sekretariat. Pertemuan bertujuan untuk perencanaan penyelenggaraan ASIA-PACIFIC RAINFOREST SUMMIT di Indonesia pada tahun 2018. Pembahasan mencakup:
1. Penentuan tema dan sub tema 2. Rancangan agenda 3. Penentuan lokasi field-visit 4. Penentuan waktu penyelenggaraan 5. Perencanaan logistical arrangement 6. Penentuan mobilisasi sumber daya.
Pada pertemuan tersebut Pemerintah Australia menginformasikan akan membantu Indonesia dalam persiapan dan pelaksanan dari APRS tersebut dengan partner utama CIFOR. Selain membahas support yang akan diberikan dan dibutuhkan uyang direncanakan pada April 2018, juga membahas tentang substansi yang akan menjadi perhatian dalam pelaksanaan summit tersebut. Disepakati beberapa diantaranya yang akan menjadi topik dalam APRS tersebut termasuk Kontirbusi Hutan dan lahan pada NDC dan Perjanjian Paris melalui peningkatan aprtisipasi dan peran local community, peran dari lahan gambut dan mangrove. Khusus untuk gambut, Indonesia akan menampilkan pembelajaran dalam mengelola gambut berkelanjutan. Selain itu diharapkan pada summit tersebut mengangkat pembelajaran dari local community terkait dengan agenda pemerintah dalam Land Reform. Tindak lanjut dari pertemuan tersebut adalah membentuk Working Group persiapan yang akan terdiri dari KLHK, Pemerintah Australia dan CIFOR.
Per 9 Juni 2017 - 132
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
Pokok-pokok hasil pertemuan, sebagai berikut:
Rancangan tema dan sub tema: recognition to the role of mangrove dan knowledge of indigenous people in promoting mangrove
Rancangan waktu penyelenggaraan: terdapat 2 (dua) opsi yaitu: a) minggu terakhir April 2018, atau b) setelah Idul Fitri (sekitar Juni 2018).
Wacana diskusi antara 2 Menteri (RI dan Australia)
Akan dijajagi kemungkinan untuk lokasi penyelenggaraan event AP Rain Forest Summit 2018 di luar Jakarta (jika dimungkinkan di provinsi yang memiliki area gambut, sesuai dengan tema)
Rencana pembentukan Working Group untuk koordinasi persiapan penyelenggaraan AP Rain Forest Summit 2018, yang keanggotaannya akan terdiri dari Tim DJPPI dan berbagai pihak terkait
Terkait mobilisasi sumber daya, menurut pengalaman sebelumnya di Brunei (2016), Pemerintah Australia melalui CIFOR (al. (al.upa pembiayaan travel, meeting package) bekerjasama (sharing) dalam hal pembiayaan dengan Pemerintah Brunei Darussalam (a.l berupa penyediaan venue, entertainment/art performance).
Australia menyepakati untuk membuat draft overview note dari hasil pertemuan bilateralini. Selain itu akan diupayakan adanya bantuan dari negara-negara yang bekerja di Indonesia termasuk Pemerintah Jepang.
2 Bilateral Meeting Indonesia - Korea Selatan
15 Mei 2017 Pertemuan membahas peluang kerjasama dalam aksi penanggulangan perubahan iklim dengan Indonesia (bilateral cooperation in responding climate change).
3 Bilateral Meeting Indonesia - Italia 15 Mei 2017 Kehadiran: • Italia: Mr. Alessandro Negrin, Ministry for the Environment,
Land and Sea, Technical Assistance Unit, Directorate for Sustainable Development, Environmental Damage, European Union and International Affairs, Div IV - European Affairs & Climate
• Indonesia: Dr. Nur Masripatin, Dirjen PPI sekaligus NFP for UNFCCC, Ketua Delri
Italia akan menyampaikan general proposal ke NFP for UNFCCC
Indonesia menyampaikan feed back terhadap proposal tersebut dan mendevelop specific activies.
Per 9 Juni 2017 - 133
NO AGENDA KEGIATAN WAKTU PROGRESS DAN HASIL KEGIATAN TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
Diskusi mencakup: • Italia menawarkan kemungkinan kerjasama pada bidang
lingkungan hidup dan perubahan iklim. • Untuk itu, Italia ingin mengetahui lebih dalam NDC Indonesia
yang berfokus pada mitigasi pada sektor kehutanan dan energy, dengan prioritas area pada impact. Italia juga ingin mengetahui terkait Adaptasi, capacity building, teknologi, dan investment.
• Secara khusus, Italia menanyakan mengenai interest Indonesia mengenai early warning system terkait fire. Indonesa telah menerapkan combining EWS for forest fire prevention at the vulnerability area.
4 Bilateral Meeting Indonesia - Norwegia untuk MRV protocol
15 Mei 2014 Mengangkat kembali topik teknis yang dibahas sebelumnya di Jakarta (3-4 Maret 2017) oleh tim teknis dari kedua negara;
Topik teknis mencakup: reference period, uncertainty dan discount (set-aside pembayaran); peat dan fire, serta opsi untuk mencari solusi bagi risk-mechanism;
Untuk reference period, dari 3 alternatif telah dipilih alternative periode 2000-2015 sebagai reference periode untuk RBP baseline.
Untuk uncertainty dan discount, akan diadopsi model Brazil/Columbia, dengan modifikasi seperlunya. FCPF approach tidak menjadi alternative solusi;
Untuk peat dan fire, didiskusikan untuk bisa memberikan Indonesia insentif sekaligus memberikan kepuasan public di Norway untuk mendapatkan informasi yang diinginkan;
Perlunya refleksi dari angka 26%, atau penjelasan mengarah kesitu, minimal dengan menunjukkan bentuk ambisi dari Indonesia untuk menurunkan emisinya (sd 2020).
Diharapkan pada 2nd week of Juni, hasil pencermatan untuk mendapatkan angka uncertainty yang paling cocok dengan discount (termasuk untuk peat dan fires), sudah dapat diberikan alternative dan catatannya.
Dekomposisi gambut dan informasi peat fire akan termasuk point untuk dilaporkan, namun tidak akan dimasukkan dalam payment.
Khusus untuk fire, maka policy Indonesia untuk mengurangi forest fire agar bisa dilaporkan, dan disini maka perhitungan yang terkait risk, bisa dipakai.
Untuk report pelaporan, tidak ada format khusus. Dan subject untuk diverifikasi sebelum dilakukan pembayaran (termin tahunan)
Formulasi untuk MRV protocol
Per 9 Juni 2017 - 134
LAMPIRAN 1.
SUSUNAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA PERTEMUAN BONN CLIMATE CHANGE CONFERENCE
(SBI-46, SBSTA-46, APA1.3) AND ITS PREPARATORY MEETINGS, BONN, JERMAN, 5 – 18 MEI 2017
NO NAMA DAN INSTANSI PERAN
1. Nur Masripatin Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
Head of Delegation (HoD)
Chief Negotiator
2. Agustina Murbaningsih Deputi Bidang Perekonomian, Sekretariat Kabinet RI
Alternate HoD
Lead Negotiator untuk elemen Response Measure
3. Vennetia Ryckerens Danes Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, KPPPA
Alternate HoD
Ketua Tim Gender
4. Khalawi Staf Ahli Menteri Bidang Teknologi Industri dan Lingkungan Kem. PUPR
Alternate HoD
5. Muhsin Syihab Direktur Pembangunan, Ekonomi, dan Lingkungan Hidup, Kementerian Luar Negeri
Alternate HoD
Lead Negotiator untuk elemen Compliance, Arrangement for Intergovernmental Meetings, Cooperation with International Organization
6. Emma Rachmawaty Direktur Mitigasi Perubahan Iklim, KLHK
Lead Negotiator untuk elemen Mitigation, termasuk Nationally Determined Contributions /NDC, Multilateral Assessment of IAR, Facilitative Sharing of Views under ICA, CDM, Long-term global goal, Emissions from fuel used for international aviation and maritime transport
7. Sri Tantri Arundhati Direktur Adaptasi Perubahan Iklim, KLHK
Lead Negotiator untuk elemen Adaptation, termasuk Nairobi Work Program, Warsaw International Mechanism (WIM) on Loss and Damage, Adaptation Committee, Adaptation Communication, National Adaptation Plans
8. Joko Prihatno Direktur Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan Monitoring, Pelaporan, & Verifikasi, KLHK
Lead Negotiator untuk elemen Transparency for Actions and Supports, termasuk Reporting (National Communication, BUR/BR, ICA/IAR), Methodology, Global Stocktake
9. Achmad Gunawan Widjaksono Direktur Mobilisasi Sumberdaya Sektoral dan Regional, KLHK
Lead Negotiator untuk elemen Capacity Building, dan elemen Technology Transfer and Development
10. Moekti Handajani Soejachmoen Asisten Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian Perubahan Iklim (UKP-PPI), Kantor UKP-PPI
Lead Negotiator untuk elemen Article 6 of the Paris Agreement
Per 9 Juni 2017 - 135
NO NAMA DAN INSTANSI PERAN
11. Kindy Rinaldy Syahrir Kepala Bidang Kerja Sama Internasional dan Pendanaan Perubahan Iklim, BKF, Kem. Keuangan
Lead Negotiator untuk elemen Climate Finance
12. Prabianto Mukti Wibowo Asisten Deputi Tata Kelola Kehutanan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Anggota DELRI
13. Ida Dwi Nilasari Asisten Deputi Bidang Ketahanan Pangan, Pertanian, Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Sekretariat Kabinet
Anggota DELRI
14. Rahayu Kadarwati Asisten Deputi Bidang Pembangunan Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigasi, Sekretariat Kabinet
Anggota DELRI
15. Endang Tri Septa Kurniawati Asisten Deputi Bidang Penanggulangan Kemiskinan, Perlindungan Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak, Sekretariat Kabinet
Anggota DELRI
16. Ratna Susianawati Asisten Deputi Kesetaraan Gender Bidang Infrastruktur dan Lingkungan, KPPPA
Anggota DELRI
17. Valentina Gintings Asisten Deputi Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi, KPPA
Anggota DELRI
18. Muhammad Ihsan Asisten Deputi Partisipasi Lembaga Profesi Dunia Usaha, KPPA
Anggota DELRI
19. Nyimas Aliah Asisten Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan di Situasi Darurat, KPPPA
Anggota DELRI
20. Nanik Purwanti Asisten Deputi Bidang Hukum, Sekretariat Negara
Anggota DELRI
21. Mahawan Karuniasa Anggota Paris Committee on Capacity Building (PCCB), Universitas Indonesia
Anggota DELRI
22. Agus Wibowo Kepala Bidang Perubahan Iklim Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Anggota DELRI
23. Hari Prabowo Kepala Sub Direktorat Pembangunan Berkelanjutan, Kementerian Luar Negeri
Anggota DELRI
24. Dhani Eko Wibowo First Secretary, KBRI Berlin, Kemlu
Anggota DELRI
25. Harris Kepala Sub Direktorat Pengembangan Usaha Konservasi Energi, Kementerian ESDM
Anggota DELRI
26. Ciput Eka Purwianti Kepala Bidang Kesetaraan Gender dalam IPTEK, KPPPA
Anggota DELRI
Per 9 Juni 2017 - 136
NO NAMA DAN INSTANSI PERAN
27. Fivi Diawati Kepala Bidang Kesetaraan Gender dalam Infrastruktur, KPPPA
Anggota DELRI
28. Santi Herlina Zaenab Kepala Bidang Perlindungan Anak Korban Bencana dan Konflik, KPPPA
Anggota DELRI
29. Theodorus Djoko Rahwidiharto Kepala Bidang Pemuda dan Olahraga, Sekretariat Kabinet
Anggota DELRI
30. Asri Ernawati Kepala Bidang Pendidikan, Sekretariat Kabinet
Anggota DELRI
31. Zaenal Arifin Kepala Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Sekretariat Kabinet
Anggota DELRI
32. Banyu Alam Badru Kepala Bidang Minyak dan Gas Bumi, Sekretariat Kabinet
Anggota DELRI
33. Hendra Yusran Siry Kepala Sub Direktorat Mitigasi Bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim, Kementerian Kelautan dan Perikanan
Anggota DELRI
34. Andreas Albertino Hutahaean Kepala Bidang Industri Maritim, Kementerian Koordinator Kemaritiman
Anggota DELRI
35. Novia Widyaningtyas Kepala Sub Direktorat REDD+, KLHK
Anggota DELRI
36. Yulia Suryanti Kepala Sub Direktorat Pemantauan Pelaksanaan Mitigasi, KLHK
Anggota DELRI
37. Arif Wibowo Kepala Sub Direktorat Identifikasi dan Analisis Kerentanan, KLHK
Anggota DELRI
38. Syaiful Anwar Kepala Sub Direktorat Perencanaan Adaptasi, KLHK
Anggota DELRI
39. Tri Widayati Kepala Sub Direktorat Adaptasi Buatan, KLHK
Anggota DELRI
40. Dida Migfar Ridha Kepala Sub Direktorat Inventarisasi Gas Rumah Kaca Berbasis Non Lahan, KLHK
Anggota DELRI
41. Belinda Arunarwati Margono Kepala Sub Direktorat Monitoring, Pelaporan, Verifikasi, dan Registri Berbasis Lahan, KLHK
Anggota DELRI
42. Ardina Purbo Kepala Sub Direktorat Peningkatan Kapasitas dan Teknologi Rendah Karbon, KLHK
Anggota DELRI
43. Endah Tri Kurniawaty Kepala Sub Direktorat Sumberdaya Pendanaan, KLHK
Anggota DELRI
44. Radian Bagiyono Kepala Sub Direktorat Fasilitasi Perundingan Perubahan Iklim, KLHK
Anggota DELRI
Per 9 Juni 2017 - 137
NO NAMA DAN INSTANSI PERAN
45. Ajeng Rachmatika Dewi Andayani Pembantu Asisten UKP-PPI, Kantor UKP-PPI
Anggota DELRI
46. Fauzana Mahmoed Thalib Pembantu Asisten UKP-PPI, Kantor UKP-PPI
Anggota DELRI
47. Shanty Utami Retnaningsih First Secretary, Ditjen. Hukum dan Perjanjian Internasiona, Kementerian Luar Negeri
Anggota DELRI
48. Riena Dwi Astuty Kepala Seksi Kerjasama Sosial, Ditjen. Hukum dan Perjanjian Internasional, Kementerian Luar Negeri
Anggota DELRI
49. Yusnani Devanoni Prasadja Second Secretary, KBRI Berlin, Kemlu
Anggota DELRI
50. Wukir Amintari Rukmi Kepala Seksi Fasilitasi Perundingan UNFCCC, KLHK
Anggota DELRI
51. Prima Mashita Patriotika Kepala Sub Bidang Lingkungan Hidup, Sekretariat Kabinet
Anggota DELRI
52. Aqif Mahendra Kepala Sub Bidang Hilir Minyak dan Gas Bumi, Sekretariat Kabinet
Anggota DELRI
53. Rizky Aulia Rahman Kepala Sub Bidang Forum Internasional, BKF, Kementerian Keuangan
Anggota DELRI
54. Purita Pringgasari Kepala Sub Bidang Perjanjian Multilateral, Sekretariat Negara
Anggota DELRI
55. Anastasi Rita Tisiana Dwi Kuswardani Ketua Kelompok Peneliti Perubahan Iklim, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia, Kementerian Kelautan dan Perikanan
Anggota DELRI
56. Any Adelina Hutahuruk Fungsional Direktorat Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan
Anggota DELRI
57. Umi Yanti Febriana Silalahi Staf Direktorat Pembangunan, Ekonomi, dan Lingkungan Hidup, Kementerian Luar Negeri
Anggota DELRI
58. Muhammad Farid Expert Team to NFP, Indonesia – Norway Partnership (Kemitraan)
Anggota DELRI
59. Gamma Nur Merrilia Sularso Staf Direktorat Inventarisasi GRK dan MPV, KLHK
Anggota DELRI
60. Rizki Maulana Rachman Staf Direktorat Mobilisasi Sumber Daya Sektoral dan Regional, KLHK
Anggota DELRI
Per 9 Juni 2017 - 138
LAMPIRAN 2. DOKUMENTASI KEGIATAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA
SESI PERUNDINGAN SBI/ SBSTA -46 DAN APA-1.3
Direktur Mitigasi Perubahan Iklim, lead negotiator isu mitigasi menyampaikan intervensi
pada sesi persidangan APA 1.3
Dir. Adaptasi, KLHK selaku lead neogotiator pada isu adaptasi menyampaikan intervensi
pada Koordinasi G77 dan China
Per 9 Juni 2017 - 139
WORKSHOPS, MANDATED, AND SPECIAL EVENTS
Ketua Delegasi RI menyampaikan intervensi pada Closing Technical Expert Meeting on Mitigation
Ketua Delegasi RI menjadi narasumber pada Technical Expert Meeting: Mitigation in Forestry and Other Land Use
Per 9 Juni 2017 - 140
Ketua Delegasi RI berbagi pengalaman kebijakan pengelolaan gambut pada Global Peatland Initiative
Ketua Delegasi RI menyampaikan pandangan Indonesia pada
Mandated Event “Coordination of Supports for REDD+ Implementation”
Per 9 Juni 2017 - 141
BILATERAL MEETINGS
Dirjen PPI dan Tim KLHK berdiskusi mengenai persiapan Asia Pacific Rainforest Summit
dengan Perwakilan Australia
Ketua Delegasi RI bertemu dengan Wakil Ketua Delegasi Korea Selatan
Per 9 Juni 2017 - 142
Dirjen PPI KLHK dan Tim KLHK berdiskusi dengan Tim MPV Norwegia
Ketua DELRI berdiskusi dengan
perwakilan the Climate, Land, Ambition, and Rights Alliance (CLARA)
Per 9 Juni 2017 - 143
RAPAT KOORDINASI DELRI
Deputi Bidang Perekonomian, Sekretarat Kabinet, selaku Lead Negotiator untuk Response Measures menyampaikan
update Perundingan Response Measures dalam Pertemuan Koordinasi Harian DELRI
Kehadiran Staf Ahli Menteri Bidang Teknologi Industri dan Lingkungan Kementerian PUPR
pada Koordinasi Harian DELRI
Asisten Utusan Khusus Presiden RI untuk Pengendallian Perubahan Iklim (UKP-PPI) selaku lead negotiator
pada isu Article 6 of the Paris Agreement sedang menyampaikan update perundingan Articel 6PA pada
Koordinasi Harian DELRI
Per 9 Juni 2017 - 144
RAPAT KOORDINASI DELRI MINGGU PERTAMA
Per 9 Juni 2017 - 145
RAPAT KOORDINASI DELRI MINGGU KEDUA
Koordinasi Harian DELRI pada Minggu Kedua
Asisten Deputi Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi, KPPPA menyampaikan laporan internal meetings of G-77 and China on Gender and Climate Change dan isu gender dalam capacity building secara umum
dalam Koordinasi Harian DELRI
Koordinasi Harian DELRI pada Minggu Kedua
Per 9 Juni 2017 - 146
DELEGASI REPUBLIK INDONESIA PADA BONN CLIMATE CONFERENCE, 8-18 MEI 2017
Delegasi RI pada Koordinasi Harian DELRI Akhir Minggu Pertama
Sebagian Delegasi RI yang hadir pada Sesi Perundingan Minggu Pertama
Per 9 Juni 2017 - 147
Sebagian Delegasi RI yang hadir pada Sesi Persidangan Minggu Pertama
Delegasi RI Tim Adaptasi dan Tim RSO pada Koordinasi G77 dan China
Per 9 Juni 2017 - 148
Delegasi Republik Indonesia pada Sesi Persidangan Minggu Pertama
Delegasi Republik Indonesia Pada Sesi Persidangan Minggu Kedua