Upload
ratnayusii-izecson-leite
View
180
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Fisiologi hewam
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dormansi adalah masa istirahat biji sehingga proses
perkecambahan tidak dapat terjadi, yang disebabkan karena
adanya pengaruh dari dalam dan luar biji namun demikian
dormansi bukan berarti benih tersebut mati atau tidak dapat
tumbuh kembali. (Salisbury dan Ross, 1995).
Penyebab dan mekanisme dormansi merupakan hal yang
sangat penting diketahui untuk dapat menentukan cara
pematahan dormansi yang tepat sehingga benih dapat
berkecambah dengan cepat dan seragam. Masa dormansi
tersebut dapat dipatahkan dengan skarifikasi mekanik maupun
kimiawi. Studi beberapa perlakuan pematahan dormansi belum
memberikan hasil yang memuaskan khususnya pada benih
tanaman perkebunan.
Pada proses perkecambahan, tumbuhan tidak memulai
kehidupan akan tetapi meneruskan pertumbuhan dan
perkembangan yang secara temporer dihentikan ketika biji
menjadi dewasa dan embrionya menjadi tidak aktif. Biji jenis lain
bersifat dorman dan tidak akan berkecambah, meskipun
disesuaikan dalam tempat yang menguntungkan sampai
petunjuk lingkungan tertentu menyebabkan biji mengakhiri
dormansi tersebut (Goldworthy, 1992).
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan
percobaan untuk mengkaji pengaruh berbagai macam perlakuan
terhadap pemecahan biji saga (Abrus precatorius L.).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap
pemecahan dormansi biji saga (Abrus precatorius L.) ?
1
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam
percobaan ini adalah:
1. Mendeskripsikan pengaruh berbagai macam perlakuan
terhadap pemecahan dormansi pada biji saga (Abrus
precatorius L.).
BAB II
2
KAJIAN PUSTAKA
A. Biji saga
Saga pohon umum dipakai sebagai pohon peneduh di jalan-jalan
besar. Tumbuhan ini juga mudah ditemui di pantai. Daunnya
menyirip ganda, seperti kebanyakan anggota suku polong-
polongan lainnya.
Dahulu biji saga dipakai sebagai penimbang emas karena
beratnya yang selalu konstan. Daunnya dapat dimakan dan
mengandung alkaloid yang berkhasiat bagi penyembuhan
reumatik. Bijinya mengandung asam lemak sehingga dapat
menjadi sumber energi alternatif (biodiesel). Kayunya keras
sehingga banyak dipakai sebagai bahan bangunan serta mebel.
B. Dorman
Dormansi digambarkan sebagai peristiwa benih yang
berkecambah, tidak akan berkecambah walaupun faktor
lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan. Istilah
dormansi mempunyai aplikasi yang luas dalam fisiologi tanaman
yang mengacu pada ketidak adaan pertumbuhan di dalam
bagian tanaman yang dipengaruhi faktor dalam dan luar.
Dormansi pada biji merupakan salah satu penyebab gagalnya
perkecambahan walaupun biji dapat menyerap air dan berada
dalam temperatur dan tingkat oksigen yang baik (Edmon et al.,
1957).
Tipe dormansi:
3
a. Dormansi fisik : yang menyebabkan pembatasan struktural
terhadap perkecambahan. Seperti kulit biji yang keras dan
kedap sehingga menjadi penghalang mekanisme terhadap
masuknya air dan gas pada beberapa jenis tanaman.
b. Dormansi fisiologi : dapat disebabkan oleh beberapa
mekanisme, umumnya dapat disebabkan oleh pengatur
tumbuh baik penghambat atau perangsang tumbuh, dapat
juga oleh faktor-faktor dalam seperti ketidaksamaan embrio
dan sebab-sebab fisiologi lainnya.
Biji akan berkecambah setelah mengalami masa dorman
yang disebabkan berbagai faktor internal, seperti embrio masih
berbentuk rudiment atau belum masak (dari segi fisiologis), kulit
biji yang tahan (impermeabel), atau adanya penghambat
tumbuh. Kekerasan kulit biji merupakan hambatan fisik terhadap
perkembangan embrio sehingga menyebabkan embrio kurang
mampu menyerap air dan oksigen serta karbon dioksida tidak
dapat keluar secara baik yang berakibat proses respirasi tidak
sempurna. Berbagai cara untuk memperpendek dormansi dapat
dilakukan dengan meretakkan kulit biji, perendaman dalam zat
kimia seperti kalium nitrat pada konsentrasi tertentu atau
dengan pemanasan (Harjadi, 2002).
Dormansi biji primer lebih umum dari dormansi biji
sekunder. Dapat dalam bentuk dormansi eksogen atau endogen.
Dormansi primer eksogen adalah suatu kondisi dimana input
lebih penting (Misalnya: air, cahaya, dan suhu) tidak tersedia
untuk benih dan perkecambahan tidak terjadi. Genetika dan
faktor lingkungan juga memodifikasi ekspresi dormansi eksogen.
Dormansi endogen primer juga dipengaruhi oleh banyak faktor
lingkungan selama biji dalam kondisi pengembangan atau
pematangan (Siregar dan Utami, 1994). Faktor eksternal
perkecambahan meliputi air, suhu, kelembaban, cahaya dan
adanya senyawa-senyawa kimia tertentu yang berperilaku
sebagai inhibitor perkecambahan (Mayer, 1975).
4
Dormansi adalah masa istirahat biji sehingga proses
perkecambahan tidak dapat terjadi, yang disebabkan karena
adanya pengaruh dari dalam dan luar biji (Salisbury dan Ross,
1995).
Perkecambah merupakan transformasi dari bentuk embrio
menjadi tanaman yang sempurna. Perkecambahan biji yang
dipermudah dengan keadaan tertentu seperti penyucian,
dengan keberadaan zat penghambat tumbuh larut air pada kulit
biji, suhu rendah, perpecahan kulit biji dan hal lain membuat
potensial bahan tanam sebagai sumber keseragaman tanaman
menjadi cukup rumit. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa
lingkungan relung tanah tidak akan sama pada kondisi lapangan
seperti dalam hal kandungan air, temperatur dan organisme
( Sitompul dan Guritno, 1995).
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk
menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi
lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses
tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada
embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah
membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai
untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses
perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk
mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi
digunakan untuk mengatasi dormansi embrio (Salisbury and
Ross, 1995).
Perlakuan skarifikasi digunakan untuk mematahkan
dormansi biji, sedangkan skarifikasi adalah salah satu upaya
perlakuan pada benih yang ditujukan untuk mematahkan
dormansi. Upaya ini dapat berupa pemberian perlakuan dengan
cara fisik, mekanis dan khemis (Zono, 2009). Larutan asam kuat
seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji
menjadi lunak sehingga dapat dilalui air dengan mudah
(Esmaeili, 2009).
C. Perlakuan Pemecahan Dormansi Biji
5
1. Perlakuan Skarifikasi Mekanik
Perlakuan pendahuluan adalah istilah yang digunakan
untuk proses mematahkan dormansi benih. Perlakuan
pendahuluan diberikan pada benih-benih yang memiliki
tingkat kesulitan yang tinggi untuk dikecambahkan
(Widhityarini, Suryadi, dan Purwantoro, 2011).
Upaya yang dapat dilakukan untuk mematahkan dormansi
benih berkulit keras adalah dengan skarifikasi mekanik.
Skarifikasi merupakan salah satu proses yang dapat
mematahkan dormansi pada benih keras karena
meningkatkan imbibisi benih. Skarifikasi mekanik dilakukan
dengan cara melukai benih sehingga terdapat celah tempat
keluar masuknya air dan oksigen.
Teknik yang umum dilakukan pada perlakuan skarifikasi
mekanik yaitu pengamplasan, pengikiran, pemotongan, dan
penusukan jarum tepat pada bagian titik tumbuh sampai
terlihat bagian embrio (perlukaan selebar 5 mm). Skarifikasi
mekanik memungkinkan air masuk ke dalam benih untuk
memulai berlangsungnya perkecambahan. Skarifikasi
mekanik mengakibatkan hambatan mekanis kulit benih untuk
berimbibisi berkurang sehingga peningkatan kadar air dapat
terjadi lebih cepat sehingga benih cepat berkecambah
(Widyawati et al., 2009)
Pelaksanakan teknik skarifikasi mekanik harus hati-hati
dan tepat pada posisi embrio berada. Posisi embrio benih
aren kadang-kadang berbeda seperti terletak pada bagian
punggung sebelah kanan atau kiri, dan terkadang terletak di
bagian tengah benih (Rofik dan Murniati, 2008).
2. Perlakuan Skarifikasi Kimiawi
Tujuan dari perlakuan kimia adalah menjadikan kulit benih
lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi.
Perendaman pada larutan kimia yaitu asam kuat seperti
KNO3, H2SO4, dan HCl dengan konsentrasi pekat membuat
kulit benih menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air
6
dengan mudah. Berikut rincian masing-masing penggunaan
larutan kimia untuk memecahkan dormansi benih :
A. Perendaman Dengan Larutan Kalium Nitrat (KNO3)
ISTA merekomendasikan penggunaan KNO3 dengan
konsentrasi 0,1 – 0,2 %. KNO3 digunakan sebagai promotor
perkecambahan dalam sebagian besar pengujian
perkecambahan benih (Copeland dan McDonald, 2001 dalam
Marlina et al., 2010).
B. Perendaman Dengan Larutan Asam Sulfat (H2SO4)
Larutan asam sulfat pekat (H2SO4) menyebabkan
kerusakan pada kulit biji dan dapat diterapkan baik pada
legum dan non legum. Lamanya perlakuan larutan asam
harus memperhatikan dua hal yaitu kulit biji atau pericarp
dapat diretakkan untuk memungkinkan imbibisi dan larutan
asam tidak mengenai embrio. Perendaman selama 1 – 10
menit terlalu cepat untuk dapat mematahkan dormansi,
sedangkan perendaman selama 60 menit atau lebih dapat
menyebabkan kerusakan (Schimdt, 2000 dalam Winarni ,
2009).
Menurut Sutopo (2004) dalam Winarni (2009), larutan
asam kuat seperti H2SO4 sering digunakan dengan
konsentrasi yang bervariasi sampai pekat tergantung jenis
benih yang diperlakukan, sehingga kulit biji menjadi lunak.
Disamping itu pula larutan kimia yang digunakan dapat pula
membunuh cendawan atau bakteri yang dapat membuat
benih dorman.
C. Perendaman Dengan Larutan Asam Klorida (HCl)
Asam klorida adalah larutan akuatik dari gas hidrogen
klorida (HCl). Asam klorida adalah asam kuat. Senyawa ini
juga digunakan secara luas dalam industri. Ciri fisik asam
7
klorida, seperti titik didih, titik leleh, kepadatan, dan pH
tergantung dari konsentrasi atau molarity dari HCl di dalam
larutan asam (Anonim 4, 2013).
D. Perendaman dalam Air
Menurut Sutopo (2004) dalam Winarni (2009), beberapa
jenis benih terkadang diberi perlakuan perendaman dalam air
dengan tujuan memudahkan penyerapan air oleh benih.
Perlakuan perendaman dalam air berfungsi untuk mencuci zat-
zat yang menghambat perkecambahan dan dapat melunakkan
kulit benih. Perendaman dapat merangsang penyerapan lebih
cepat.
Perendaman adalah prosedur yang sangat lambat untuk
mengatasi dormansi fisik, selain itu ada resiko bahwa benih
akan mati jika dibiarkan dalam air sampai seluruh benih
menjadi permeabel (Schimdt, 2000 dalam Silomba, 2006).
D. Hipotesis
Ha : Ada pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap
pemecahan dormansi pada biji saga (Abrus precatorius
L.).
Ho : Tidak ada pengaruh berbagai macam perlakuan
terhadap pemecahan dormansi pada biji saga (Abrus
precatorius L.)
8
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Percobaan
Jenis percobaan ini adalah eksperimental karena
dilakukan percobaan untuk menjawab rumusan masalah, dan
terdapat variabel-variabel dalam penelitian yang dilakukan yaitu
variabel manipulasi, variabel respon, dan variabel kontrol.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada hari Jumat, 15 Mei 2015
pukul 14.00 WIB di depan Laboratorium Fisiologi tumbuhan
Gedung C10 Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya.
C. Variabel Penelitian
1. Variabel manipulasi adalah jenis perlakuan
2. Variabel kontrol adalah jumlah biji, jenis biji, jenis media
pertumbuhan yang digunakan, tempat tumbuh biji, lama
proses perendaman, volume air dalam proses
penyiraman, penempatan tempat tumbuh biji
3. Variabel respon adalah pemecahan dormansi.
D. Alat dan Bahan
Alat :
Biji saga 30
buah
9
Asam sulfat pekat
Secukupnya
Kertas amplas
Pot dan media tanam berupa tanah dan pasir 3
buah
Air
Gelas kimia
E. Prosedur Kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Menyediakan 30 biji berkulit keras dan dibagi menjadi 3
kelompok :
10 biji rendam dalam asam sulfat pekat selama 5 menit,
kemudian cuci dengan air
10 biji yag lain dihilangkan bagian yang tidak ada
lembaganya dengan menggunakan kertas amplas dan
kemudian cuci dengan air
10 biji yang lain kemudian cuci dengan air.
3. Menanam ketiga kelompok biji tersebut padad pot yang
bermedia tanam tanah dan pasir dengan perbandingan 1 : 1.
Usahakan kondisi penanaman biji dalam keadaan sama untuk
ketiga pot.
4. Mengamati perkecambahan untuk ketiga pot tersebut setiap
hari selama 14 hari. Bila tanahnya kering lakukan
penyiraman.
5. Membuat tabel pengamatan kecepatan perkecambahan dari
hasil pengamatan
10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, ada
pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan
dormansi pada biji saga (Abrus precatorius L.) didapatkan hasil
sebagai berikut:
Tabel 1 Pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap
pemecahan dormansi pada biji saga (Abrus precatorius L.)
Hari Ke- Biji saga (Abrus precatorius L.) yang berkecambah pada perlakuan
Diamplas Direndam H2SO4
Dicuci aquades
1. - - -
2. - - -
3. 1 - -
4. 1 - -
5. 1 - -
6. 1 - -
7. 1 - -
8. 2 - -
9. - 1 -
10. - - -
12
11. - - -
Jumlah biji yang berkecambah 7 1 0
Persentase biji yang berkecambah
70% 10% 0%
IKP 1,34 0,11 0
Berikut merupakan grafik pengaruh berbagai macam perlakuan
terhadap pemecahan dormansi pada biji saga (Abrus precatorius L.) :
Grafik 1. Pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan
dormansi biji saga (Abrus precatorius L.)
B. Analisis
Berdasarkan tabel dan grafik diatas dapat dilihat bahwa
ada pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan
dormansi biji saga (Abrus precatorius L.). Perlakuan yang
digunakan untuk memecah dormansi biji keras pada saga
dilakukan dengan mengamplas, merendam biji di larutan H2SO4
pekat dan mencuci biji dengan air. Dengan perbedaan perlakuan
maka dapat menghasilkan jumlah dan kecepatan
perkecambahan biji yang berbeda pula. Biji yang diamplas
setelah 11 hari masa tumbuh diperoleh 7 biji yang tumbuh
dengan nilai IKP sebesar 1,34, untuk biji yang direndam larutan
H2SO4 pekat setelah 11 hari masa tumbuh diperoleh 1 biji saja 13
Perlakuan
IKP
yang tumbuh dengan nilai IKP sebesar 0,11 dan biji yang dicuci
dengan aquades setelah 11 hari masa tumbuh tidak ada biji
yang tumbuh sehingga nilai IKP sebesar 0. Dari hasil tersebut
terlihat bahwa biji keras yang diberi perlakuan diamplas tidak
membutuhkan waktu yang lama untuk pemecahan dormansi
daripada biji yang direndam dengan larutan H2SO4 atau hanya
dicuci dengan aquades.
C. Pembahasan
Berdasarkan analisis data diatas diketahui bahwa ada
pengaruh pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap
pemecahan dormansi pada biji saga (Abrus precatorius L.) Pada
kondisi lingkungan yang sesuai seperti suhu, pH dan
kelembapan yang sesuai maka memungkinkan biji untuk
tumbuh. Jika biji masih dalam keadaan dormansi berarti biji
masih masih dipertahankan kondisinya oleh hormone ABA. Jika
konsentrasi ABA menurun maka biji akan pecah dan biji
mengalami imbibisi. Air masuk kemudian mengaktifkan hormone
GA3 dan mengaktifkan sintesis protein di sel. Maka terjadi
proses transkripsi dan translasi atau pembentukan rantai asam
amino. Dari asam amino itulah enzim terbentuk diantaranya
adalah amilase, protease dan lipase. Amilase dibantu alfa
amilase memecah karbohidrat menjadi glukosa, sementara
protease memecah protein menjadi glukosa dan lipase
memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Glukosa
dibutuhkan dalam pembentukan ATP dan pembentukan sel
pertama yakni radikula dan koleoptil. Sedangkan pasokan nutrisi
terdapat di endosperm. Jika tanaman sudah tumbuh maka
nutrisis sudah tidak lagi dibentuk oleh endosperm.
Biji saga merupakan salah satu biji keras yang masa
dormansinya hanya dapat dipecahkan dengan mekanisme
skalirifikasi dan perlakuan kimia. Pada biji saga yang tumbuh
pada perlakuan diamplas tumbuh lebih banyak hal ini
diakibatkan ketika diamplas, luas permukaan biji yang
terkelupas menjadi lebih luas dan air lebih mudah masuk.
14
Bagian yang diamplas merupakan kulit biji selain daerah titik
tumbuh. Dengan menggosok kulit biji dengan amplas dapat
melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permeabel
terhadap air dan gas.
Perlakuan kimia dengan merendam biji saga
menggunakan larutan H2SO4 dengan konsentrasi pekat
membuat kulit biji saga menjadi lunak sehingga dapat dengan
mudah dilalui oleh air pada waktu imbibisi. Waktu perendaman
juga mempengaruhi kelunakan kulit biji saga. Semakin lama
waktu perendaman maka semakin lunak kulit biji saga dan
mempercepat perkecambahan biji saga. Proses perendaman
dalam larutan H2SO4 menyebabkan masuknya air ke dalam
endosperma biji dan mengakibatkan kulit biji lembab dan lebih
lunak memungkinkan pecah dan robek sehingga perkembangan
embrio dan endosperm lebih cepat terjadi, serta untuk
memberikan fasilitas masuknya oksigen (larut dalam air)
kedalam biji.
Biji saga yang hanya dicuci dengan air mengalir tanpa
direndam akan tetap keras sehingga proses imbibisinya menjadi
lambat. Keberadaan air bagi biji akan mengimbibisi dinding sel
biji dan menentukan turgor sel sebelum membelah. Sedangkan
untuk biji yang tidak direndam yang hanya dicuci air, dinding
selnya hampir tidak permeable untuk gas, sehingga masuknya
oksigen ke dalam biji akan menjadi lambat. Namun ketika suplai
air rendah atau tidak tersedia maka pembentukan sitoplasma
baru akan berlangsung sangat lambat. Air berpengaruh
terhadap kecepatan reaksi biokimia dalam sel yang
berhubungan dengan kerja enzim.
15
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa
ada pengaru berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan
dormansi pada biji saga (Abrus precatorius L.). Biji saga yang
diamplas memiliki IKP paling tinggi yaitu sebesar 1,34, kemudian
biji yang direndam dengan asam sulfat memiliki IKP 0,11 dan biji
yang hanya dicuci dengan air memiliki IKP 0.
B. Saran
Praktikum ini terdapat perlakuan pengamplasan.
Sebaiknya pada saat pengamplasan diharapkan secara hati-hati
agar biji tidak terluka pada titik tumbuh dan pandai menjaga
kondisi media tanam agar tidak berjamur dan pertumbuhan
dapat maksimal.
16
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Perkecambahan. http://id.
Wikipedia.org/wiki/perkecambahan. Diakses pada tanggal 22
Mei 2015.
Dwidjoseputro. 1985. Pengantar Fisiologi Lingkungan Tanaman.
Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Lita, Sutopo. 1985. Teknologi Benih. Jakarta : Rajawali.
Retno, Catarina. 2012. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan.
Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma.
Salisbury dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung : ITB.
Sitompul. S.M. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta :
UGM Press.
17
LAMPIRAN
Gambar 1.
Biji yang sudah mendapat
perlakuan kemudian ditanam
Gambar 2.
Biji yang diamplas mulai
berkecambah pada hari ketiga 1
biji
Gambar 3. Gambar 4.
18
Biji yang direndam asam sulfat
pekat mulai berkecambah pada
hari ke 9
Biji yang dicuci dengan air belum berkecambah
Gambar 5.
Biji pada hari terakhir yang sudah
tumbuh sebanyak 7 biji dengan
perlakuan diamplas
Gambar 6.
Biji yang sudah tumbuh sebanyak 1
biji dengan perlakuan yang
direndam asam sulfat pekat
gambar 7.
Biji pada perlakuan dicuci air
belum ada yang tumbuh
19
LAMPIRAN
Persentase biji yang berkecambah pada perlakuan
pengamplasan
Yaitu = (jumlah biji yang berkecambah : jumlah seluruh biji) x
100%
= (7 : 10) x 100 %
= 70%
Persentase biji yang berkecambah pada perlakuan direndaman
asam sulfat pekat
Yaitu = (jumlah biji yang berkecambah : jumlah seluruh biji) x
100%
= (1 : 10) x 100 %
= 10%
Persentase biji yang berkecambah pada perlakuan dicuci dengan
air
Yaitu = (jumlah biji yang berkecambah : jumlah seluruh biji) x
100%
= (0 : 10) x 100 %
= 0%
IKP pada biji yang diamplas
Yaitu = 1/3 + 1/4 + 1/5 + 1/6 + 1/7 + 2/8
= 1,34
IKP pada bji yang direndam asam sulfat pekat
Yaitu = 1/9
= 0,11
IKP pada biji yang dicuci dengan air
Yaitu = 0/11
= 0
20