26
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Sumatera Selatan perairan rawa banjiran merupakan kawasan 65% wilayah berupa rawa, payau, lebak dan sungai. Perairan rawa banjiran di Provinsi Sumatera Selatan adalah penghasil ikan air tawar utama bagi kebutuhan masyarakat sekitar. Salah satu potensi perikanan yang terdapat di Sungai Musi adalah ikan sepatung (Pristolepis grooti) (Nizar, 2005 dalam Asriansyah, 2008). Ikan dari famili Nandidae ini merupakan ikan yang masih liar dan studi tentang ikan ini masih terbatas. Ikan tersebut merupakan jenis ikan yang khas terdapat di ekosistem rawa banjiran dan merupakan salah satu komponen ekologi yang penting. Ikan sepatung ini masih merupakan ikan konsumsi bagi masyarakat lokal, walaupun secara ekonomis masih bernilai relatif rendah tetapi kelestariannya perlu dijaga (Nizar, 2005 dalam Asriansyah, 2008). Selain untuk ikan konsumsi, ikan ini

Laporan Hatchery

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan Hatchery

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Sumatera Selatan perairan rawa banjiran merupakan kawasan 65%

wilayah berupa rawa, payau, lebak dan sungai. Perairan rawa banjiran di Provinsi

Sumatera Selatan adalah penghasil ikan air tawar utama bagi kebutuhan masyarakat

sekitar. Salah satu potensi perikanan yang terdapat di Sungai Musi adalah ikan

sepatung (Pristolepis grooti) (Nizar, 2005 dalam Asriansyah, 2008).

Ikan dari famili Nandidae ini merupakan ikan yang masih liar dan studi

tentang ikan ini masih terbatas. Ikan tersebut merupakan jenis ikan yang khas

terdapat di ekosistem rawa banjiran dan merupakan salah satu komponen ekologi

yang penting. Ikan sepatung ini masih merupakan ikan konsumsi bagi masyarakat

lokal, walaupun secara ekonomis masih bernilai relatif rendah tetapi kelestariannya

perlu dijaga (Nizar, 2005 dalam Asriansyah, 2008). Selain untuk ikan konsumsi, ikan

ini juga dimanfaatkan sebagai ikan hias karena memiliki corak warna pada tubuh

yang menarik (Mercy et al., 2003). Pemanfaatan ikan sepatung sebagai ikan

konsumsi memberikan dampak pada tingkat penangkapan yang intensif. Jika hal ini

terus terjadi, maka akan memberikan ancaman terhadap sumber daya ikan ini. Oleh

karena itu, sedini mungkin dilakukan upaya pengelolaan terhadap sumber daya ikan

ini (Ernawati et al., 2009). Oleh karena itu, studi tentang biologi reproduksinya perlu

diketahui.

Salah satu aspek penting dalam usaha budidaya adalah keberhasilan

reproduksi atau pembenihan untuk menghasilkan larva dengan kualitas dan kuantitas

1

Page 2: Laporan Hatchery

2

yang baik. Faktor penentu tingkat keberhasilan reproduksi adalah penampilan

reproduksi induk yang prima yang ditandai dengan mudahnya untuk memperoleh

induk ikan matang gonad dan kualitas telur. Pembenihan merupakan proses awal

dari budidaya ikan. Dalam proses ini, ikan dipelihara hingga menghasilkan benih

dengan berbagai ukuran. Secara garis besar, kegiatan pembenihan meliputi

pembuatan kolam, persiapan pemijahan, pemeliharaan induk, pemijahan, penetasan

telur, serta pemeliharaan larva dan benih. Untuk teknik pemijahan ikan sepatung

yang sejauh diketahui hanya pemijahan secara alami dengan batu-batuan sebagai

substratnya. Untuk itu, pada praktikum ini dilakukan kegiatan pemijahan secara

semi-alami pada ikan sepatung.

B. Tujuan

Adapun tujuan praktikum yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan pemahaman mahasiswa mengenai materi yang diperoleh

diperkuliahan.

2. Memperoleh pengalaman lapangan sehingga dapat meningkatkan wawasan

mahasiswa dalam bidang manajemen hatchery.

3. Analisis usaha ikan sepatung.

Page 3: Laporan Hatchery

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistematika dan Morfologi Ikan Sepatung (Pristolepis grooti)

Klasifikasi ikan sepatung menurut Kottelat dan Whitten (1993 dalam

Asriansyah, 2008), adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata

Sub filum : Vertebrata

Kelas :Actinopterygii

Ordo : Perciformes

Famili : Nandidae

Sub famili : Pristolepididae

Genus : Pritolepis

Spesies : Pristolepis grooti

Nama internasional : Indonesian leaffish

Nama lokal : Sepatung (Sungai Musi, Palembang), Batang dan Ketung

(Sungai Kampar, Riau)

Ikan sepatung memiliki ciri-ciri yaitu warna tubuh putih kekuningan dengan

corak 8-10 corak pita warna melintang dan hanya bagian belakang yang tampak jelas

pada dewasa serta bentuk tubuh pipih. Garis linea lateralis (LI) lengkap yang

terputus, pada ikan ini juga terdapat sisik bagian pipi dan memiliki bentuk mulut

terminal yang dapat disembulkan. Ikan sepatung memiliki 3,5 sisik antara gurat sisi

dan pertengahan sirip punggung serta memiliki bagian sirip perut yang tidak

mencapai dubur. Profil punggung bagian depan sedikit mencembung. Ikan sepatung

memiliki bentuk ekor membundar (Kottelat dan Whitten, 1993 dalam Asriansyah,

2008).

3

Page 4: Laporan Hatchery

4

B. Habitat dan Penyebaran

Ikan sepatung merupakan jenis ikan yang termasuk kelompok black fish

dengan habitat di daerah rawa banjiran dan beriklim tropis dengan suhu berkisar

antara 22-25°C. Ikan ini masuk ke rawa-rawa terutama pada musim penghujan saat

permukaan air naik untuk melakukan pemijahan, pembesaran dan mencari makan

(Kottelat dan Whitten, 1993 dalam Asriansyah, 2008).

Distribusi ikan sepatung terdapat di Sungai Musi (Sumatera Selatan), Sungai

Kampar (Riau), Borneo, Bangka dan Belitung. Selain itu, kelompok dari famili

Nandidae ini juga ditemukan dibagian utara Amerika Serikat, Afrika Barat, kawasan

Asia Tenggara (Kottelat dan Whitten, 1993 dalam Asriansyah, 2008) India, Indo-

China, Sydney dan Kepulauan Malaysia (Anand, 1993).

C. Kebiasaan Makan

Seperti yang kita ketahui, makan adalah kebutuhan setiap makhluk hidup

tidak terkecuali ikan. Pemberian makanan pada ikan merupakan faktor penting untuk

mempertahankan kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Makanan yang baik

mengandung protein, karbohidrat, lemak dan lain-lain. Menurut Fitrinawati (2004)

dalam Asriansyah (2008) ikan membutuhkan makanan yang dipergunakan untuk

pertumbuhan dan kelangsungan hidup.

Dari hasil analisis yang dilakukan oleh Asriansyah (2008) kebiasaan makanan

ikan sepatung baik jantan maupun betina diperoleh komposisi makanan yang relatif

sama dimana jenis makanan yang dikonsumsinya dikelompokkan ke dalam 7

kelompok jenis makanan yaitu tumbuhan air, detritus, insecta, Baccilariophyceae,

Page 5: Laporan Hatchery

5

Chlorophyceae, Cyanophyceae dan Desmidiaceae. Namun, ikan ini juga dapat

memakan makanan dari golongan zooplankton dan cacing Tubifex.

Ketersediaan makanan bagi ikan sepatung di daerah rawa banjiran sangat

mencukupi untuk kebutuhan makanannya. Keadaan lingkungan di daerah rawa

banjiran ini pula sangat baik sehingga menjadi habitat bagi ikan sepatung. Sehingga

terdapat hubungan antara daerah rawa banjiran yang merupakan habitat yang sesuai

bagi ikan sepatung karena memiliki kondisi lingkungan yang baik, ketersediaan

makanan yang cukup dan merupakan daerah penyebaran organisme sebagai makanan

ikan tersebut (Asriansyah, 2008).

D. Analisis Usaha

Ikan merupakan salah satu jenis ikan yang potensial untuk dikembangkan.

Demikian pula dalam rangka penganekaragaman konsumsi protein diperkirakan

konsumsi ikan juga meningkat. Orang semakin menyadari bahwa ikan tidak

mengandung kolestrol sehingga aman untuk kesehatan jantung. Untuk itu, budidaya

ikan perlu dipacu agar kebutuhan dalam negeri maupun ekspor terpenuhi (Suyanto,

2006).

Perikanan budidaya di Indonesia merupakan salah satu komponen yang

penting di sector perikanan. Hal ini berkaitan dengan perannya dalam menunjang

persediaan pangan nasional, penciptaan pendapatan dan lapangan kerja serta

mendatangkan penerimaan negara dari ekspor. Perikanan budidaya juga berperan

dalam mengurangi beban sumber daya laut. Di samping itu perikanan budidaya

dianggap sebagai sektor penting untuk mendukung perkembangan ekonomi

Page 6: Laporan Hatchery

6

pedesaan. Areal potensial untuk perikanan budidaya terdiri dari kolam, sawah (mina

padi) dan perairan umum. Perikanan budidaya di perairan umum meliputi karamba

dan kolam. Perairan umum yang cocok untuk budidaya ikan berupa sungai, danau,

waduk dan lain-lain. Kegiatan budidaya ikan yang dilakukan di perairan umum

haruslah ramah lingkungan, produktif dan mempertimbangkan pemakaian lainnya.

Belum ada masyarakat yang membudidayakan ikan sepatung ini, kebanyakan

masyarakat mendapatkan ikan sepatung dari hasil penangkapan di sungai-sungai

pada saat air sungai surut. Untuk itu, pembudidayaan ikan sepatung ini perlu

dilakukan untuk mencegah kepunahan spesies ikan tersebut.

E. Kualitas Air

Parameter-parameter kualitas air yang mendukung dalam pemeliharaan ikan

sepatung antara lain adalah sebagai berikut :

a. Suhu

Salah satu faktor penting pada organisme akuatik adalah suhu. Suhu sangat

berpengaruh terhadap metabolisme dan pertumbuhan suatu organisme. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Anand (1993), suhu untuk genus Pristolepis berkisar

29,1 °C- 34,4 °C.

b. Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH merupakan suatu indikator tingkat keasaman perairan. Menurut

Roule (1935) dalam Anand (1993), sebagian besar ikan mampu mentolerir pH antara

7-8. Untuk genus Pristolepis ini pH yang mampu ditolerir berkisar 7,1-7,4.

Page 7: Laporan Hatchery

7

c. Oksigen Terlarut (DO)

Organisme akuatik mendapatkan suplai oksigen yang digunakan untuk

bernapas dari oksigen terlarut dari perairan dan ini merupakan faktor pembatas untuk

kehidupan akuatik beberapa spesies organisme. Menurut Anand (1993), untuk genus

Pristolepis dapat mengkonsumsi oksigen terlarut dengan kisaran 5,4 mg/l-6,4 mg/l.

Adapun faktor yang mempengaruhi oksigen terlarut yaitu suhu, lama penyinaran,

kuantitas fitoplankton, aktivitas biologi, ketersediaan bahan organik dan lainnya.

F. Manajemen Pembenihan

Untuk manajemen tempat hidup atau tempat budidayanya ikan sepatung bisa

dipelihara di kolam ataupun akuarium. Menurut Nikolsky (1963) dalam Anand

(1993), rasio kelamin berbeda dari satu populasi ke populasi yang sama. Seperti yang

diketahui, dimana angka pada betina lebih tinggi daripada jantan, contohnya pada

Pristolepis malabaricus perbandingan rasio jantan dan betina adalah 1:1,2. Dari hasil

regresi hubungan panjang-berat ikan sepatung jantan dan betina diperoleh pola

pertumbuhan adalah allometrik positif. Untuk perbandingan rasio kelamin ikan

betina dan jantan pada P. grooti didapatkan 1:1,68 dengan indeks kematangan gonad

betina lebih besar daripada jantan dan fekunditas yang diperoleh adalah 2.301 butir

dan kisaran diameter telur ikan adalah 0,36-0,91 mm dan pola pemijahan ikan diduga

total spawning (Ernawati et al., 2009).

Menurut Susanto dan Khairul (2001) dalam Mercy et al (2003), induk yang

ideal adalah ikan yang sudah dewasa dan hasil pembesaran di kolam sehingga dapat

dipilih dan harus memenuhi syarat adalah unggul dan sudah cukup umur serta sehat.

Page 8: Laporan Hatchery

8

Secara umum, ukuran ikan yang siap memijah yaitu ukuran total 7-15 cm dengan

berat 70-88 g. Induk jantan dan betina dipelihara dalam akuarium berbeda yang

berukuran dengan bebatuan sebagai substratnya. Namun, untuk Pristolepis ini pada

ukuran 10-14,5 gram untuk betina dan 10,5-15 gram jantan sudah bisa memijah.

Page 9: Laporan Hatchery

9

III. METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum Manajemen Hatchery dilaksanakan pada bulan April-Mei 2012

bertempat di Laboratorium Lapangan Budidaya Perairan, Program Studi Budidaya

Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya.

B. Alat dan Bahan

1. Bahan

Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Alat yang digunakan dalam praktikumAlat Spesifikasi Kegunaan

Kolam terpalSpuit suntikLap

pH meterDO meterTermometer

1m x 1m x 1m0,1 ml

-

-Ketelitian 0,01 mg/l

Ketelitian 1°C

Tempat pemeliharaan ikanUntuk penyuntikanUntuk mengalasi induk pada saat penyuntikanMengukur pH airMengukur oksigen terlarutMengukur suhu

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Bahan yang digunakandalamPraktek LapanganBahan Spesifikasi KegunaanIkan Sepatung

TubifexOvaprim

Jantan : 18,27 gBetina : 35,81 g; 12,5 g

--

Ikan uji

PakanHormon

9

Page 10: Laporan Hatchery

10

C. Cara Kerja

Dalam melakukan praktikum ini terdiri dari beberapa tahapan kegiatan yaitu :

1. Persiapan wadah

Pertama-tama pembuatan kolam terpal dengan ukuran 1m x 1m x 1m.

Kemudian kolam diisi air setinggi 30 cm dan diendapkan selama satu minggu untuk

menghindari syndrome new tank pada kolam baru. Setelah itu, induk-induk ikan

dipelihara di kolam terpal tersebut sampai tahap penyuntikan.

2. Pemijahan

Alat-alat dan bahan yang digunakan untuk pemijahan terlebih dahulu

dibersihkan dan disiapkan sebelum melakukan kegiatan praktikum ini. Induk ikan

yang akan digunakan diambil dari .

Untuk penyuntikan ikan betina dilakukan dua kali penyuntikan dengan dosis

0,5 ml/kg bobot tubuh ikan, sedangkan untuk ikan jantan hanya dilakukan satu kali

penyuntikan.

3. Pemeliharaan larva

Setelah ikan melakukan pemijahan, sperma dan telur yang terbuahi akan

menetas menjadi larva. Larva-larva tersebut dipelihara dengan wadah yang beraerasi

untuk penambahan oksigennya, karena seperti yang kita ketahui larva-larva ikan

membutuhkan oksigen yang cukup untuk hidupnya.

D. Parameter yang Diamati

Adapun parameter yang diamati pada saat praktikum ini adalah sebagai

berikut :

Page 11: Laporan Hatchery

11

1. Ciri-ciri calon induk yang sudah matang gonad

Menurut Susanto dan Khairul (2001) dalam Mercy et al (2003), induk yang

ideal adalah ikan yang sudah dewasa dan hasil pembesaran di kolam sehingga dapat

dipilih dan harus memenuhi syarat adalah unggul dan sudah cukup umur serta sehat.

Untuk Pristolepis ini ukuran 10-14,5 gram untuk betina dan 10,5-15 gram jantan

sudah matang gonad. Untuk ciri-ciri lainnya berpedoman pada pembagian tingkat

kematangan gonad menurut penelitian yang sudah dilakukan oleh Anand (1993).

2. Fekunditas

Setelah telur dikeluarkan oleh induk betina, hitung fekunditasnya. Menurut

Ernawati et al.(2009), fekunditas ikan sepatung yang diperoleh adalah 2.301 butir

dan kisaran diameter telur ikan adalah 0,36-0,91 mm dan pola pemijahan ikan diduga

total spawning.

3. Parameter kualitas air

Parameter kualitas air kolam pemeliharaan calon induk yang akan diukur

adalah suhu, pH dan DO. Pengukuran pH dan DO dilakukan seminggu sekali

sedangkan suhu diukur setiap hari.

Page 12: Laporan Hatchery

12

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada praktikum Manajemen Hatchery ini menggunakan ikan sepatung

sebagai ikan uji. Untuk konstruksi kolam pemeliharaan, pada praktikum ini

menggunakan wadah terbuat dari kolam terpal berukuran 1m x 1m x 1m. Selama

pemeliharaan dilakukan pengukuran pertumbuhan yang terdiri dari panjang dan

berat. Data pertumbuhan panjang dan berat yang diperoleh pada pemeliharaan benih

ikan nila dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Data pertumbuhan ikan sepatungNo Berat Awal

(g)Berat Akhir

(g)Panjang Awal

(cm)Panjang Akhir

(cm)123

35,8118,2712,5

35,918,2812,9

119,28,7

11,19,28,8

Rerata

Adapun teknik pembenihan yang dilakukan pada praktikum ini adalah

pembenihan semi-alami dimana teknik ini dilakukan dengan penyuntikan

menggunakan hormon ovaprim. Dosis yang dipakai adalah 0,5 ml/ kg bobot tubuh

dan penyuntikan pada jantan dilakukan 1 kali sedangkan betina 2 kali penyuntikan.

Selanjutnya, ikan jantan dan betina dibiarkan memijah sendiri.

Jumlah larva yang dihasilkan untuk setiap pasang induk atau dalam satu

siklus pembenihan 2.301 butir/induk (Ernawati et al.,2009), Presentase kelangsungan

hidup larva yang dihasilkan sering mengalami penurunan pada tiap siklusnya.

Menurut Djarijah (2005), tubuh larva yang baru menetas belum sempurna, tetapi

larva tersebut telah memiliki makanan cadangan berupa kuning telur. Biasanya,

kelangsungan hidup larva tergantung pada kualitas cadangan makanan berupa kuning

Page 13: Laporan Hatchery

13

telur tersebut. Namun, untuk kegiatan praktikum kali ini ikan tidak memijah. Belum

matang gonad ataupun tingkat stres bisa penyebab yang menjadikan ikan ini tidak

memijah. Selain itu juga, faktor penting yang harus diperhatikan adalah kualitas air

yang pada umumnya berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan dan tingkat stress ikan.

Adapun parameter yang diamati pada praktikum ini adalah suhu, oksigen, dan pH,

dengan masing-masing hasil pengukuran suhu, pH dan DO awal 28 oC, 6,64, dan 3,1

ppm sedangkan suhu, pH dan DO akhir 28 oC, 6, dan 3,1 ppm. Dari data berikut

diketahui bahwa kualitas air, suhu dan DO selama pemeliharaan ikan dibawah

kisaran toleransinya yaitu 29,1°C- 34,4°C, hasil pengukuran dibawah kisaran optimal

inilah yang menyebabkan stress pada ikan sehingga pertumbuhan dan proses

pematangan gonadnya terhambat.

Page 14: Laporan Hatchery

14

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Konstruksi wadah pemeliharaan yang digunakan yaitu menggunakan kolam

terpal berukuran 1m x 1m x 1m.

2. Teknik pemijahan yang dilakukan menggunakan teknik pemijahan semi alami.

3. Ikan sepatung (P. grooti) yang disuntik dengan hormon ovaprim tidak memijah.

4. Belum matang gonad dan tingkat stres ikan merupakan faktor utama yang

menyebabkan ikan tidak memijah.

B. Saran

Persiapan praktikum yang matang dan penyediaan sarana prasarana yang baik

dan lengkap akan menunjang kegiatan praktikum dan menghasilkan hasil yang

optimal. Selain itu juga, hendaknya antara asisten dan praktikan terjalin hubungan

yang solid sebagai tim sehingga tidak ada komunikasi yang

14

Page 15: Laporan Hatchery

15

DAFTAR PUSTAKA

Anand, Sherly P. 1993. Studies on The Biology of Pristolepis malabaricus (Perciformes; Teleostei). Thesis. Zoology Research Centre. Catholicate College. Pathanamthitta.

Asriansyah, Aries. 2008. Kebiasaan Makanan Ikan Sepatung (Pristolepis grootii) di Daerah Aliran Sungai Musi, Sumatera Selatan. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelauan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Djarijah, A. S. 1995. Pakan Ikan Alami. Kanisius. Yogyakarta.

Ernawati, Y, S.N. Aida, dan H.A. Juwaini. 2009. Biologi Reproduksi Ikan Sepatung, Pristolepis grootii Blkr. 1852 (Nandidae) di Sungai Musi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Jurnal Iktiologi Indonesia, 9(1) : 13-24.

Mercy, T.V, E. Jacob and R.K. Thomas. 2003. Studies on The Reproductive Behaviour of The Common Catopra, Pristolepis marginata Jerdon (Nandidae-Perciformes) Under Captive Conditions. College of Fisheries. Kerala Agricultural University, Panangad. Cochin 682506. India. India Current Science, 84(11) : 1468-1473.

Suyanto, R. 2006. Nila. Penebar Swadaya, Jakarta.

Page 16: Laporan Hatchery

16

Lampiran : Analisis Usaha

Adapun asumsi dalam usaha budidaya ikan sepatung ini adalah sebagai berikut :

a. Modal Rp 500.000,-

b. Pemeliharaan lele menggunakan kolam terpal berukuran 1x1x1 meter

c. Survival rate 80%

1. Biaya Investasi

Tabel 4. Biaya investasiNo Komponen Jumlah Harga Satuan (Rp) Biaya (Rp)1 Terpal 1x1x1m Rp 6.000,-/m Rp 18.000,-2 Kayu bulat 2 batang Rp 5.000,-/batang Rp 10.000,-3 Paku 1/2 kg Rp 7.500,- Rp 7.500,-4 Serok kecil 1 buah Rp 5.000,-/buah Rp 5.000,-5 Baskom/ember 1 buah Rp 15.000,-/buah Rp 15.000,-

TOTAL Rp 55.500,-

2. Biaya Produksi

a. Biaya tetap

Tabel 5. Biaya tetapNo Komponen Jumlah Harga Satuan (Rp) Biaya (Rp)1 Terpal 1x1x1m Rp 6.000,-/m Rp 1.500,-2 Kayu bulat 2 batang Rp 5.000,-/batang Rp 833,-3 Paku 1/2 kg Rp 7.500,- Rp 625,-4 Serok kecil 1 buah Rp 5.000,-/buah Rp 417,-5 Baskom/ember 1 buah Rp 15.000,-/buah Rp 1.250,-

TOTAL Rp 4.625,-

b. Biaya variabel

Tabel 6. Biaya variabel

No Komponen JumlahHarga Satuan

(Rp)Biaya (Rp)

1 Induk 1 kg (isi 30 ekor dengan bobot rata-

Rp 25.000,-/ekor Rp 25.000,-

Page 17: Laporan Hatchery

17

rata 33,3 gr

2 Pakan(cacing Tubifex)

20 canting Rp 15.000,-/canting

Rp 300.000,-

3 Biaya lain-lain (Probiotik, obat-obatan, vitamin)

Rp 114.875,-

TOTAL Rp 439.875,-

Total biaya produksi = Biaya tetap + Biaya variabel

= Rp 4.625,- + Rp 439.875,-

= Rp 444.500,-

3. Pendapatan

1 ekor induk menghasilkan 2.301 telur

Mortalitas 80%, jadi diperoleh 1.841 telur

Total benih yang dihasilkan = 15 ekor betina x 1.841 telur

= 27.615 benih

Harga jual ikan = Rp 250,-/ekor

Pendapatan = Hasil panen x Harga jual

= 27.615 benih x Rp 250,-

= Rp 6.903.750,-

4. Keuntungan

Keuntungan = Total pendapatan – Total biaya produksi

= Rp 6.903.750 – Rp 444.500,-

= Rp 6.459.250,-