38
Laporan Identifikasi Cacing savitri20112010 DASAR TEORI 2.1 Clonorchis sinensis Gambar 2.1 Clonorchis sinensis. Klasifikasi Ilmiah Kerajaan : Animalia Filum : Platyhelminthes Kelas : Trematoda Order : Opisthorchiida Keluarga : Opisthorchiidae Genus : Clonorchis Spesies : Clonorchis sinensis (Gandasuda dan Srisasi, 2006). 1. a. Morfologi Telur Gambar 2.2 Telur Clonorchis sinensis. Telur berbentuk oval seperti kendi operkulum besar, bagian posteriornya menebal dan biasanya ada tonjolan kecil.Telur berisi

Laporan Identifikasi Cacing

Embed Size (px)

DESCRIPTION

cara mengidentifikasi cacing

Citation preview

Page 1: Laporan Identifikasi Cacing

Laporan Identifikasi Cacing

savitri20112010

DASAR TEORI     

2.1 Clonorchis sinensis

 

Gambar 2.1 Clonorchis sinensis.

Klasifikasi IlmiahKerajaan        : AnimaliaFilum             : PlatyhelminthesKelas             : TrematodaOrder             : OpisthorchiidaKeluarga        : OpisthorchiidaeGenus            : ClonorchisSpesies           : Clonorchis sinensis

(Gandasuda dan Srisasi, 2006).

 

 

 

1. a.       Morfologi

Telur

 

Gambar 2.2 Telur Clonorchis sinensis.

Telur berbentuk oval seperti kendi operkulum besar, bagian posteriornya menebal dan biasanya ada tonjolan kecil.Telur berisi mirasidium, ukuran telur 25-35 X 12-19 mikron,dan warna telur kuning (Wang et al, 2011).

Larva

 

Page 2: Laporan Identifikasi Cacing

 

 

Gambar 2.3 Cacing Clonorchis sinensis dewasa.

Dalam siklus hidupnya setelah keluar dari telur cacing Clonorchis sinensis berkembang berturut-turut menjadi beberapa bentuk larva mirasidium berenang di air, sporokista, redia, serkaria dalam tubuh tubuh bekicot, metaserkaria dalam tubuh ikan dan hospes definitif (Wang et al, 2011).

Mirasidium

Berbentuk oval dan memiliki silia (Wang et al, 2011).

Sprokokista

Berbentuk kantong dan mengandung sel-sel germinal. Sel-sel germinal membentuk sporokista generasi kedua atau redia (Wang et al, 2011).

Redia

Berbentuk kantong, memiliki faring yang nyata dan usus rudimenter. Mengandung sel germinal yang akan berkembang menjadi redia generasi kedua atau serkaria (Wang et al, 2011).

Serkaria

Berwarna coklat, berekor, memiliki dorsal dan ventral sirip untuk bergerak, bintik mata yang berfungsi sebagai alat sensori, dan kutikula dengan duri-duri kecil (Wang et al, 2011).

Metaserkaria

Metaserkaria merupakan stadium larva berbentuk kista berkembang. Kista memiliki dinding yang sangat tebal organ larva seperti bintik mata, ekor dan stiletnya telah hilang (Wang et al, 2011).

 

Cacing dewasa

            Cacing pipih berbentuk daun. Bagian posteriornya membulat dan pada integumenya tidak ditemukan duri. Ukuran cacing dewasa 10-25 X 3-5mm. Batil isap kepala lebih besar dari pada batil isap perut. Testis berlobus dalam tersusun membentuk tandem dan terletak dibagian posterior tubuh. Ovarioum terletak dibagian anterior testis pada bagian tengah tubuh. Filtelaria membentuk folikel-folikel lembut dan terletak di lateral tubuh (Wang et al, 2011).

1. Siklus Hidup

Page 3: Laporan Identifikasi Cacing

Telur akan menetas dan mengeluarkan mirasidium bila termakan hospes perantara I keong air. Dalam keong air akan berturut-turut berkembang menjadi sporokista redia I, redia II, dan serkaria. Serkaria keluar dari keong air dan mencari hospes perantara II (famili Cyprinidae). Serkaria menembus hospes perantara dua dan melepaskan ekornya. Dalam tubuh hospes perantara II serkaria membuntuk kista yang disebut metaserkaria(bentuk infektif). Dalam duodenum metaserkaria pecah kemudian mengeluarkan larva dan kemudian masuk kedalam saluran empedu.Setelah satu bulan didalm saluran empedu,larva berkembang menjadi dewasa (Makimian, 1996).

1. Hospes

Hospes Perantara Pertama

Siput air tawar (Parafossarulus manchouricus) berfungsi sebagai hospes perantara pertama untuk Clonorchis sinensis di Cina, Jepang, Korea dan Rusia. Begitu berada di dalam tubuh siput, mirasidium yang menetas dari telur dan tumbuh secara parasit dalam siput. Mirasidium ini berkembang menjadi sebuah sporosit, yang pada gilirannya memondokkan reproduksi aseksual dari redia, tahap berikutnya. Sistem reproduksi aseksual memungkinkan untuk persilangan eksponensial individu serkaria dari satu mirasidium. Ini membantu Clonorchis sinensis dalam reproduksi, karena memungkinkan mirasidium untuk memanfaatkan satu kesempatan pasif untuk dimakan oleh siput sebelum telur mati. Setelah redia dewasa, yang tumbuh di dalam tubuh bekicot sampai saat ini, mereka secara aktif menanggung keluar dari tubuh siput ke lingkungan air tawar (Safar, 2009).

Hospes perantara Kedua

Bosan dengan cara mereka masuk ke dalam tubuh ikan, mereka kembali menjadi parasit hospes baru mereka. Setelah masuk dari otot ikan, serkaria yang membuat kista metaserkaria pelindung yang dapat digunakan untuk mengenkapsulasi tubuh mereka. Kista pelindung ini terbukti bermanfaat ketika otot ikan dikonsumsi oleh manusia (Safar, 2009).

Hospes Definitif

Kista tahan asam memungkinkan metaserkaria untuk menghindari dicerna oleh asam lambung manusia, dan memungkinkan metaserkaria untuk mencapai usus kecil terluka. Mencapai usus kecil, metaserkaria yang menavigasi ke hati manusia, yang menjadi habitat akhir. Pakan Clonorchis pada empedu manusia diciptakan oleh hati. Dalam hati manusia, Clonorchis mencapai tahap yang matang dari reproduksi seksual . Orang-orang dewasa hermafroditik menghasilkan telur setiap 1-30 detik, sehingga perbanyakan cepat penduduk di hati (Safar, 2009).

1. Distribusi Geografik

Cacing ini ditemukan di Cina, Jepang, Korea, dan Vietnam. Penyakit yang ditemukan di Indonesia bukan infeksi autotokton (Makimian, 1996).

Page 4: Laporan Identifikasi Cacing

1. Patologi dan Gejala Klinis

            Perubahan patologi terutama terjadi pada sel epitel saluran empedu. Pengaruhnya terutama bergantung pada jumlah cacing dan lamanya menginfeksi, untungnya jumlah cacing yang menginfeksi biasanya sedikit. Pada daerah endemik jumlah cacing yang pernah ditemukan sekitar 20-200 ekor cacing. Infeksi kronis pada saluran empedu menyebabkan terjadinya penebalan epitel empedu sehingga dapat menyumbat saluran empedu. Pembentukan kantong-kantong pada saluran empedu dalam hati dan jaringan parnenkim hati dapat merusak sel sekitarnya. Adanya infiltrasi telur cacing yang kemudian dikelilingi jaringan ikat menyebabkan penurunan fungsi hati (Safar, 2009).

Gejala asites sering ditemukan pada kasus yang berat, tetapi apakah ada hubungannya antara infeksi C. sinensis dengan asites ini masih belum dapat dipastikan. Gejala joundice (penyakit kuning) dapat terjadi, tetapi persentasinya masih rendah, hal ini mungkin disebabkan oleh obstruksi saluran empedu oleh telur cacing. Kejadian kanker hati sering dilaporkan di Jepang, hal ini perlu penelitioan lebih jauh apakah ada hubungannya dengan penyakit Clonorchiasis (Safar, 2009).

 Cacing ini menyebabkan iritasi pada saluran empedu dan penebalan dinding saluran dan perubahan jaringan hati yang berupa radang sel hati. Gejala dibagi menjadi tiga stadium: (Safar, 2009).

1. Stadium ringan tidak ada gejala.2. Stadium progresif ditandai dengan menurunnya nafsu makan,

diare, edema, dan pembesaran hati.3. Stadium lanjut didapatkan sindrom hipertensi portal terdiri

dari pembesaran hati, edema, dan kadang-kadang menimbulkankeganasan dalam hati, dapat menyebabkan kematian.

f.       DiagnosaDiagnosa didasarkan pada isolasi feses telur Clonorchis sinensis bersama dengan adanya tanda-tanda pankreatitis atau primary. Beberapa kucing mungkin menunjukkan penyakit kuning dalam kasus-kasus lanjutan dengan parasit beban berat. Sejumlah cacing hati lain yang mempengaruhi kucing, seperti Viverrini opisthorchis, dan Felineus opisthorchis, dapat dibedakan dengan pemeriksaan miscoscopic atau yang lebih baru tes PCR. Konfirmasi biasanya dibuat pada laparotomi eksplorasi dan visualisasi cacing dalam pohon bilier atau kandung empedu dari kucing yang terkena dampak (Safar, 2009).

2.2 Fasciola hepatica

 

Gambar 2.4 Fasciola hepatica.

Kingdom            : Animalia

Page 5: Laporan Identifikasi Cacing

Phylum               : Platyhelminthes

Klas                    : Trematoda

Ordo                   : Echinostomida

Genus                 : Fasciola

Spesies               : Fasciola Hepatica

(Gandasuda dan Srisasi, 2006).

1. Morfologi

Telur

 

 

Gambar 2.5 Telur Fasciola hepatica.

            Telur cacing berbentuk bulat lonjong dengan dinding tipis yang mengandung massa moruler yang dibentuk dari sel yang mengelilingi zigot. Telur cacing mempunyai operculum pada salah satu ujung telur, warna kekuningan dan mempunyai ukuran 130-150 x 80µm (Suriptiastuti, 2006).

            Cacing dewasa                             

 

Gambar 2.6 Cacing Fasciola hepatica dewasa.

            Fasciola hepatica atau disebut juga Cacing hati merupakan anggota dari Trematoda (Platyhelminthes).  Cacing hati mempunyai ukuran panjang 2,5 – 3 cm dan lebar 1 – 1,5 cm. Pada bagian depan terdapat mulut meruncing yang dikelilingi oleh alat pengisap, dan ada sebuah alat pengisap yang terdapat di sebelah ventral sedikit di belakang mulut, juga terdapat alat kelamin. Bagian tubuhnya ditutupi oleh sisik kecil dari kutikula sebagai pelindung tubuhnya dan membantu saat bergerak (Brooks, 1996).

2. Daur hidup

Cacing ini tidak mempunyai anus dan alat ekskresinya berupa sel api. Cacing ini bersifat hemaprodit, berkembang biak dengan cara pembuahan sendiri atau silang, jumlah telur yang dihasilkan sekitar 500.000 butir. Hati seekor domba dapat mengandung 200 ekor cacing atau lebih. Karena jumlah telurnya sangat banyak, maka akan keluar dari tubuh ternak melalui saluran

Page 6: Laporan Identifikasi Cacing

empedu atau usus bercampur kotoran. Jika ternak tersebut mengeluarkan kotoran, maka telurnya juga akan keluar, jika berada di tempat yang basah, maka akan menjadi larva bersilia yang disebut mirasidium. Larva tersebut akan berenang, apabila bertemu dengan siput Lymnea auricularis akan menempel pada mantel siput. Di dalam tubuh siput, silia sudah tidak berguna lagi dan berubah menjadi sporokista. Sporokista dapat menghasilkan larva lain secara partenogenesis yang disebut redia yang juga mengalami partenogenesis membentuk serkaria. Setelah terbentuk serkaria, maka akan meninggalkan tubuh siput dan akan berenang sehingga dapat menempel pada rumput sekitar kolam atau sawah. Apabila keadaan lingkungan tidak baik, misalnya kering maka kulitnya akan menebal dan akan berubah menjadi metaserkaria. Pada saat ternak makan rumput yang mengandung metaserkaria, maka sista akan menetas di usus ternak dan akan menerobos ke dalam hati ternak dan berkembang menjadi cacing muda, demikian seterusnya (Brooks, 1996).

 

 

3. Hospes

Hospes cacing ini adalah kambing dan sapi, dan kadang-kadang parasit ini ditemukan pada manusia (Brooks, 1996).

4. Distribusi Geografik

Parasit ini bersifat kosmopolitan, terutama banyak ditemukan di negara yang banyak memelihara domba, misalnya di Amerika Selatan, Timur Tengah, Eropa, China, Hawai (Brooks, 1996).

1. Patologi dan Gejala Klinis

            Migrasi cacing Fasciola hepatica ke saluran empedu menimbulkan kerusakan pada parenkim hati. Saluran empedu mengalami peradangan, penebalan dan sumbatan sehingga menimbulkan Sirosis Periportal (Noble,1989).

 

2.3 Hymenolepis nana

 

Gambar 2.7 Hymenolepis nana.

Klasifikasi Ilmiah

Kingdom            : Animalia

Phylum               : Platyhelminthes

Page 7: Laporan Identifikasi Cacing

Class                  : Cestoda

Ordo                  : Cyclophyllidea

Family                : Hymenolepididae

Genus                 : Hymenolepis

Species               : Hymenolepis nana

(Gandasuda dan Srisasi, 2006).

1. Morfologi

Telur

 

Gambar 2.8 Telur Hymenolepis nana.

Telur berbentuk bulat atau oval dengan diameter 30-45 mikron. Dinding telur terdiri dari 2 lapis yaitu membran luar dan dalam (Makimian, 1996).

Cacing Dewasa

 

Gambar 2.9 Hymenolepis nana.

Hymenolepis nana berbentuk seperti benang dengan ukuran 15 – 40 mm x 0,5 – 1 mm dan jumlah proglotid mencapai yang 200.  Hymenolepis nana memiliki skoleks dan rostellum pendek yang retraktil. Bagian lehernya panjang dan ramping. Hymenolepis nana memiliki 3 testis yang berada pada bagian posterior dari setiap proglotid. Segmen gravid Hymenolepis nana mengandung 80 – 180 butir telur (Makimian, 1996).

b. Daur Hidup

Telur-telur dikeluarkan bersama tinja dengan cara disintegrasi pelan-pelan dari segmen gravid. Hymenolepis nana merupakan satu-satunya cacing pita manusia yang  tidak membutuhkan hospes perantara. Segmen gravid biasanya pecah di kolon sehingga telur dapat dengan mudah ditemukan di feses. Telur Hymenolepis nana segera menjadi infektif ketika dikeluarkan bersama tinja dan tidak dapat bertahan lebih dari 10 hari pada lingkungan luar. Ketika telur infektif tersebut ditelan oleh orang lain, onkosfer yang terkandung di dalam telur dilepaskan di usus kecil kemudian mempenetrasi vilus dan berkembang menjadi larva sistiserkosis. Setelah villus ruptur, sistiserkosis kembali ke lumen usus, lalu mengeluarkan skoleks mereka, kemudian menempel ke mukosa usus dan berkembang menjadi dewasa lalu tinggal di ileus (Maegraith B, 1995).

Page 8: Laporan Identifikasi Cacing

Autoinfeksi dapat terjadi pada infeksi Hymenolepis nana, dimana telur mampu mengeluarkan embrio heksakan mereka yang kemudian menembus villus dan meneruskan siklus infektif tanpa melalui lingkungan luar. Hal ini menyebabkan cacing dapat memperbanyak diri dalam tubuh hospes. Masa hidup cacing dewasa adalah 4-6 minggu, tetapi autoinfeksi internal memungkinkan infeksi bertahan selama bertahun-tahun. Cacing di dalam usus terdapat dalam jumlah 1.000 sampai 8.000 ekor. Jangka waktu hidupnya hanya 2 minggu (Maegraith B, 1995).

c. Hospes

 Hospes parasit ini adalah manusia dan tikus (Maegraith B, 1995).

d. Distribusi Geografik

Hymenolepis nana tersebar secara kosmopolitan diseluruh dunia terutama di daerah sub tropis maupun  tropis serta lebih banyak terjadi didaerah panas daripada di daerah dingin (Maegraith B, 1995).

Daerah penyebaran Hymenolepis nana antara lain adalah  Mesir, Sudan, Thailand, India, Jepang, Amerika Selatan yaitu Brazilia dan Argentina, Eropa Selatan yaitu Portugal, Spanyol dan Sicilia (Manson-Bahr PEC dan Bell DR, 1997).

Kejadian Hymenolepiasis nana  sering terjadi pada para imigran yang berasal dari daerah kering  dan biasanya infeksi pada penderitanya bersifat asymtomatis (Strickland GT, 1994).

Hymenolepis nana adalah cacing pita kerdil yang merupakan parasit paling sering dijumpai pada manusia khususnya di Asia. Karena siklus hidupnya secara langsung, maka memungkinkan penularannya dari manusia ke manusia dengan cepat dapat terjadi. Parasit ini merupakan cacing pita terkecil serta satu-satunya cacing pita yang tidak memerlukan induk semang antara atau intermediate host (Duerden BI et al.,1997).

Anak-anak lebih sering terinfeksi Hymenolepis nana daripada orang dewasa terutama  pada anak-anak usia 8 tahun. Pada tahun 1942 diperkirakan lebih dari 20 juta orang terinfeksi oleh cacing pita ini, survey menunjukkan bahwa angka kejadiannya berkisar antara 0,2 – 3,7 %, walaupun pada daerah tertentu angka kejadiannya mencapai 10 %  pada anak-anak yang menderita akibat infeksi oleh cacing pita ini. Namun menurut Markell, gambaran prevalensinya saat ini belum diketahui secara pasti (Markell EK et al,1992).

Prevalensi infeksi cacing pita ini tinggi pada daerah dengan kondisi hygiene pribadi dan lingkungan yang kurang baik. Infeksi lebih sering terjadi di dalam lingkungan keluarga ataupun di dalam suatu institusi dari pada di dalam populasi yang besar (Strickland GT, 1994).

Infeksi oleh cacing ini sering terjadi pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi dan status imunodefisiensi. Infeksi mungkin mulai terjadi pada awal tahun kehidupannya tetapi gejala klinisnya baru timbul setelah 5 tahun kemudian (Duerden BI et al., 1997).

Page 9: Laporan Identifikasi Cacing

Infeksi terjadi secara langsung melalui tangan ke mulut, atau infeksi dapat terjadi karena menelan telur cacing yang mengkontaminasi makanan atau minuman. Kebiasaan yang kurang sehat dari anak-anak menyebabkan prevalensi infeksinya cukup tinggi pada anak-anak (Chin J, 2006).

Manusia merupakan sumber infeksi yang paling penting bagi manusia lainnya, walaupun tikus dan mencit juga dapat menjadi sumber infeksi dari cacing pita ini. Penularan melalui ingesti feses rodent yang mengandung telur cacing pita ini lebih sering terjadi dari pada melalui ingesti kumbang yang terinfeksi. Autoinfeksi dapat terjadi akibat infestasi dari ratusan cacing pita ini pada host tunggal (Joklik WK, 1996).

Manusia merupakan reservoar alamiah dan penularan biasanya terjadi secara langsung dari manusia ke manusia lainnya dengan cara ingesti telur yang ada dalam feces penderita. Walaupun penularan melalui makanan dan minuman dapat juga terjadi, tetapi hal tersebut jarang dijumpai karena telur cacing pita ini mempunyai daya  tahan yang rendah diluar hostnya. Larva dari flea dan kumbang dapat terinfeksi setelah ingesti telur cacing pita ini dan berkembang menjadi cisticercoid di dalam hemocoelenya (Strickland GT, 1984).

1. Patologi dan Gejala Klinis

Perubahan patologis akibat Hymenolepis nana tergantung pada intensitas infeksi, status imunologis hospes dan adanya penyakit-penyakit lain yang menyertainya. Akibat infeksi dari cacing ini biasanya tidak menimbulkan kerusakan pada mukosa usus tetapi dapat terjadi desquamasi sel epitel dan nekrosis pada tempat perlekatan cacing dewasa, sehingga dapat menimbulkan enteritis pada infeksi yang berat (Strickland GT, 1984).

Infeksi yang ringan biasanya tidak menimbulkan gejala klinis atau asymptomatis atau hanya timbul gangguan pada perut yang terlihat kurang nyata. Pada infeksi yang berat  akibat infestasi lebih dari 1000 cacing, terutama pada anak-anak yang biasanya merupakan autoinfeksi interna dapat menimbulkan gejala berupa kurangnya nafsu makan, penurunan berat badan, nyeri epigastrium, nyeri perut dengan atau tanpa diare yang disertai darah, mual, muntah, pusing, toxaemia, pruritus anal, uticaria serta gangguan syaraf misalnya irritabilitas, konvulsi dan kegelisahan (Ghaffar A dan Brower G, 2010).

            Hymenolepiasis nana yang berat pada anak – anak dapat menimbulkan asthenia, penurunan berat badan, hilangnya nafsu makan, insomnia, nyeri perut disertai diare, muntah , pusing , gangguan saraf serta reaksi alergi pada anak yang sensitive. Anemia sekunder dan eosinofilia antara 4-16% kemungkinan dapat pula terjadi. Pada anak – anak juga sering terjadi autoinfeksi interna sehingga dimungkinkan terjadi infeksi berat yaitu diare bercampur darah, sakit perut dan gangguan sistemik yang berat (Soedarto,2008).

6. Patogenesis

Cara penularan Hymenolepiasis nana dapat melalui fecal-oral. Sedikit atau nyaris tidak ada kejadian patologis dari perkembangan sistiserkosis di vili, namun bila jumlah cacing telah mencapai lebih dari 2000 dapat menyebabkan enteritis yang diduga akibat toksemia sistemik

Page 10: Laporan Identifikasi Cacing

yang merupakan produk sisa Hymenolepiasis nana. Produk sisa ini dapat menyebabkan respon alergi. Eosinofilia hingga 15% dapat ditemukan pada 7% penderita yang terinfeksi. Selain itu, pada infeksi berat dapat terjadi erosif karena oleh skoleks yang dimiliki Hymenolepiasis nana (Soedarto,2008).

g. Diagnosis

Hymenolepiasis nana sering bersifat asimtomatik, namun pada infeksi yang berat dapat terjadi gangguan pencernaan seperti nyeri abdomen, diare, muntah, pusing, dan anoreksia. Diagnosis dilakukan dengan menemukan telur Hymenolepiasis nana pada sediaan tinja (Soedarto,2008).

 

2.4 Oxyuris vermicularis

 

 

Gambar 2.10 Cacing Oxyuris vermicularis.

 

Klasifikasi ilmiahKerajaan: AnimaliaFilum     : NematodaKelas     : SecernenteaUpakelas: SpiruriaOrdo      : OxyuridaFamili    : OxyuridaeGenus    : Enterobius

SpeciesOxyuris vermicularis

  (Gandasuda dan Srisasi, 2006).

 

 

1. Morfologi

Telur

 

Page 11: Laporan Identifikasi Cacing

 

Gambar  2.11 Telur Oxyuris vermicularis.

Telur Oxyuris vermicularis atau Enterobius vermicularis berbentuk oval, tetapi asimetris(membulat pada satu sisi dan mendatar pada sisi yang lain), dinding telur terdiri atas hialin, tidak berwarna dan transparan serta rata-rata panjangnya 47,83 x 29,64 mm (Brown, 1979).

Telur cacing ini berukuran 50μm – 60μm x 30μm, berbentuk lonjong dan lebih datar pada satu sisinya (asimetris). Dinding telur bening dan agak tebal, didalamnya berisi massa bergranula berbentuk oval yang teratur, kecil, atau berisi embrio cacing, suatu larva kecil yang melingkar (Gandahusada et al., 2001).

Cacing Dewasa

 

Gambar  2.12 Oxyuris vermicularis Betina.

Gambar  2.13 Oxyuris vermicularis Jantan.

 

Cacing betina berukuran 8-13 mm x 0,3-0,5 mm, dengan pelebaran kutikulum seperti sayap pada ujung anterior yang disebut alae. Bulbus oesofagus jelas sekali, dan ekor runcing. Pada cacing betina gravid, uterus melebar dan penuh telur (Gandahusada et al., 2001).

Cancing jantan lebih kecil sekitar 2-5 mm dan juga bersayap, tapi ekornya berbentuk seperti tanda tanya, spikulum jarang ditemukan. (Purnomo et al.,2003)

1. Siklus Hidup

Manusia merupakan satu-satunya host bagi Oxyuris vermicularis. Manusia terinfeksi bila menelan telur infektif. Telur akan menetas di dalam usus dan berkembang menjadi dewasa dalam caecum, termasuk appendix (Mandell et al., 1990).

Cacing betina memerlukan waktu sekitar 1 bulan untuk menjadi matur dan mulai memproduksi telur (Garcia dan Bruckner, 1998). Cacing betina yang gravid mengandung sekitar 11.000-15.000 butir telur, berimigrasi ke perianal pada malam hari untuk bertelur dengan cara kontraksi uterus dan vaginanya. Telur-telur jarang dikeluarkan di usus sehingga jarang ditemukan di tinja. Telur menjadi matang dalam waktu kira-kira enam jam setelah dikeluarkan pada suhu badan. Dalam keadaan lembab telur dapat hidup sampai 13 hari (Gandahusada et al., 2001). Kadang-kadang cacing betina berimigrasi ke vagina dan menyebabkan vaginitis (Mandell et al., 1990).

Page 12: Laporan Identifikasi Cacing

Kopulasi cacing jantan dan betina mungkin terjadi di caecum. Cacing jantan mati setelah kopulasi, dan cacing betina mati setelah bertelur. Daur hidup cacing mulai dari tertelannya telur infektif sampai menjadi cacing dewasa gravid yang bermigrasi ke perianal dan memerlukan waktu kira-kira 2 minggu sampai 2 bulan (Gandahusada et al., 2001).

1. Hospes

Manusia adalah satu-satunya hospes dan penyakitnya disebut enterobiasis atau oksiuriasis (Gandahusada et al., 2001).

4. Distribusi geografik

Parasit ini kosmopolit tetapi lebih banyak ditemukan di daerah dingin daripada daerah panas. Hal ini mungkin disebabkan karena pada umumnya orang didaerah dingin jarang mandi dan mengganti baju dalam. Penyebaran cacing ini juga ditunjang oleh eratnya hubungan antara manusia satu dengan yang lainnya serta lingkungan yang sesuai (Gandahusada et al., 2001).

1. Patologi dan Gejala Klinis

Oxyuris vermicularis relatif tidak berbahaya, jarang menimbulkan lesi yang berarti. Gejala klinis yang menonjol disebabkan iritasi disekitar anus, perineum dan vagina oleh cacing betina gravid yang bermigrasi ke daerah anus dan vagina sehingga menyebabkan pruritus lokal. Oleh karena cacing bermigrasi ke daerah anus dan menyebabkan pruritus ani, maka penderita menggaruk daerah sekitar anus sehingga timbul luka garuk di sekitar anus. Keadaan ini sering terjadi pada waktu malam hari hingga penderita terganggu tidurnya dan menjadi lemah. Kadang-kadang cacing dewasa muda dapat bergerak ke usus halus bagian proksimal sampai ke lambung, esophagus dan hidung sehingga menyebabkan gangguan di daerah tersebut. Cacing betina gravid mengembara dan dapat bersarang di vagina dan di tubafallopii sehingga menyebabkan radang di saluran telur. Cacing sering ditemukan di apendiks tetapi jarang menyebabkan apendisitis.

Beberapa gejala karena infeksi cacing Oxyuris vermicularis dikemukakan oleh beberapa penyelidik yaitu kurang nafsu makan, berat badan turun, aktivitas meninggi, enuresis, cepat marah, gigi menggeretak, insomnia dan masturbasi, tetapi kadang-kadang sukar untuk membuktikan hubungan sebab dengan cacing kremi (Gandahusada et al., 2001).

6. Diagnosis

Infeksi cacing sering diduga pada anak yang menunjukan rasa gatal di sekitar anus pada waktu malam hari. Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dan cacing dewasa. Telur cacing dapat diambil dengan mudah dengan alat anal swab yang ditempelkan disekitar anus pada waktu pagi hari sebelum anak buang air besar dan mencuci pantat(Gandahusada et al., 2001).

      Anal swab adalah suatu alat dari batang gelas atau spatel lidah yang pada ujungnya dilekatkan scotch adhesive tape. Bila adhesive tape ini ditempelkan di daerah sekitar anus, telur cacing akan menempel pada perekatnya. Kemudian adhesive tape diratakan pada kaca benda dan

Page 13: Laporan Identifikasi Cacing

dibubuhi sedikit toluol untuk pemeriksaan mikroskopik. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan tiga hari berturut-turut (Gandahusada et al., 2001).

 

2.5 Cacing Tambang

 

Gambar 2.14 Cacing Tambang.

Klasifikasi ilmiahKerajaan: AnimaliaFilum: NematodaKelas: SecernenteaOrdo: StrongiloidaeFamili: AncylostomatidaeGenus: Necator/Ancylostoma

SpesiesN. americanusA. duodenale(Gandasuda dan Srisasi, 2006).

a.       Morfologi

Telur

 

Gambar 2.15 Telur Cacing Tambang.

Telur cacing tambang berukuran kurang lebih 55 x 35 mikron, bentuknya bulat oval dengan selapis dinding yang transparan dari bahan hialin. Sel telur yang belum berkembang tampak seperti kelopak bunga. Dalam perkembangan lebih lanjut dapat berisi larva yang siap untuk ditetaskan ( Gandahusada, 1988).

Cacing dewasa

 

Gambar 2.16 Cacing Tambang

Betina (sebelah kiri), dan Cacing Tambang Jantan (sebelah kanan).

Cacing betina berukuran panjang kurang lebih 1 cm, cacing jantan kurang lebih 0,8 cm. Bentuk badan Necator Americanus biasanya menyerupai huruf S, sedangkan Ancylostoma duodenale

Page 14: Laporan Identifikasi Cacing

menyerupai huruf C. Rongga mulut kedua jenis cacing ini besar. Necator Americanus mempunyai benda kitin, sedangkan pada Ancylostoma duodenale ada dua pasang gigi. Cacing jantan mempunyai kopulatriks (Gandahusada, 1988).

b.      Siklus Hidup

            Telur  keluar bersama tinja, dalam waktu 1 – 2 hari telur akan berubah menjadi larva rabditiform (menetas ditanah yang basah dengan temperatur yang optimal untuk tumbuhnya telur adalah 23 – 300 C). Larva rabditiform makan zat organisme dalam tanah dalam waktu 5 – 8 hari membesar sampai dua kali lipat menjadi larva filariform, dapat tahan diluar sampai dua minggu, bila dalam waktu tersebut tidak segera menemukan host, maka larva akan mati. larva filariform masuk kedalam tubuh host melalui pembuluh darah balik atau pembulu darah limfe, maka larva akan sampai ke jantung kanan. Dari jantung kanan menuju ke paru – paru, kemudian alveoli ke broncus, ke trakea dan apabila manusisa tersedak maka telur akan masuk ke oesophagus lalu ke usus halus, siklus ini berlangsung kurang lebih  dalam waktu dua minggu (Gandahusada, 1988).

1. Hospes

            Hospes parasit ini adalah manusia, Cacing dewasa hidup di rongga usus halus dengan giginya melekat pada mucosa usus (F.Ganong dan William, 2003).

 

1. Distribusi Geografik

            Necator americanus adalah cacing tambang spesifik manusia yang paling umum di seluruh dunia. Necator americanus ditemukan di Afrika, Asia dan Amerika (F.Ganong dan William, 2003).

1. Patologi dan Gejala Klinik

            Gejala klinik karena infeksi cacing tambang antara lain lesu, tidak bergairah, konsentrasi belajar kurang, pucat, rentan terhadap penyakit, prestasi kerja menurun dan anemia (anemia hipokrom micrositer). Disamping itu juga terdapat eosinofilia (F.Ganong dan William, 2003).

f.       Diagnosa

            Diagnosa pasti untuk infeksi cacing tambang  dengan cara menemukan telur, larva atau cacing dewasa pada feses yang dapat diperiksa secara langsung maupun konsentrasi (F.Ganong dan William, 2003).

 

 

 

Page 15: Laporan Identifikasi Cacing

 

 

 

2.6 Necator americanus

 

Gambar 2.17 Cacing Necator americanus.

 

Klasifikasi IlmiahKingdom: AnimaliaPhylum  : NematodaClass      : SecernenteaOrder     : StrongylidaFamily   : AncylostomatidaeGenus    : NecatorSpecies  : Necator americanus

(Gandasuda dan Srisasi, 2006).

 

 

 

 

 

1. Morfologi

Telur

 

Gambar 2.18 Telur Necator americanus.

Telur cacing tambang berbentuk oval, kedua kutubnya mendatar, dinding sel tipis dan bening, tersusun atas 4-8 sel, dengan ukuran yang berbeda tergantung dari jenisnya Necator americanus memiliki ukuran telur sepanjang 64 –76 mm x 36–40 mm. Jumlah telur yang dihasilkan Necator

Page 16: Laporan Identifikasi Cacing

americanus adalah 10.000–20.000 setiap harinya dan telur cacing tambang dapat menetas dalam rentang waktu 24-36 jam. Pada kondisi yang optimal daya tahan larva berada pada kelembapan sedang dengan suhu berkisar 23-300 C Gani (1998).

Cacing Dewasa               

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 2.19 Necator americanus dewasa.

Necator americanus memiliki bentuk tubuh slindris yang menyerupai huruf S, dimana ukuran cacing betina lebih besar dari pada yang jantan, panjang cacing betina ± 1 cm, setiap cacing betina dapat bertelur 9000 ekor per hari. Sementara cacing jantan panjangnya ± 0,8 cm. Pada bagian mulut cacing tambang memiliki kapsula (rongga) bucca lis, akan tetapi kedua jenis ini terdapat beberapa perbedaan yang mencolok, dimana mulut Necator americanus terdapat lempeng pemotong (benda kitin) di bagian anterior dari kapsul buccal (Noble, 1989).

Pertumbuhan larva parasit ini kebanyakan berlangsung di dalam tanah, yang banyak mengandung zat – zat organik. Selain itu, areal yang memiliki sirkulasi air yang tidak bagus, merupakan tempat yang paling disenangi oleh cacing tambang. Selain suhu, cacing tambang memerlukan nutrisi (makanan), yang berguna untuk berfungsinya esophagus secara normal dan juga diperlukan untuk pengumpulan glukosa yang diubah menjadi glikogen cacing (Noble, 1989).

Pada rongga badan cacing tambang ditemukan pseudoselom yang berisi hemolympha, yang diduga merupakan tempat penampungan hasil ekskresi. Hasil ekskresi tersebut meliputi nitrogen sebagai asam amonia, asam urat, ureum, yang akan dikeluarkan oleh tubuh melalui porus excretorius (Radiopoetro, 1991).

Sedangkan, reproduksi cacing tambang terjadi di dalam usus manusia yang bersifat gonochoristis, dimana testis menghasilkan sperma sedangkan ovarium menghasilkan ovum. Sperma umumnya bersifat amoeboid dengan saluran kelami n jantan bermuara di usus sedangkan saluran kelamin betina mempunyai lubang muara keluar sendiri dan fertilisasi berlangsung secara internal (Radiopoetro, 1991).

 

   

Page 17: Laporan Identifikasi Cacing

Proses fertilisasi diawali dengan keluarnya pheromon dari cacing betina yang digunakan untuk menarik cacing jantan. Kemudian lubang genital betina dibuka oleh cacing jantan dengan menggunakan spikula, kemudian dilanjutkan dengan pemindahan sperma. Telur yang dihasilkan dari fertilisasi tersebut ± 10.000 per hari (Barnes, 1987).

1. Siklus Hidup

Cacing ini dimulai sebagai sebuah telur unembryonated dalam tanah. Setelah 24-48 jam di bawah kondisi yang menguntungkan, telur berembrio dan menetas menjadi. Tahap pertama remaja 1 dikenal sebagai rhabditiform. Larva rhabditiform tumbuh dan ganti kulit dalam tanah, berubah menjadi tahap remaja 2. Tahap remaja 2 molts sekali lagi sampai mencapai tahap 3 remaja, yang juga disebut filariform, ini juga merupakan bentuk infektif. Transformasi dari rhabditiform ke filariform biasanya memakan waktu lima sampai 10 hari. Bentuk larva mampu menembus kulit manusia, perjalanan melalui pembuluh darah dan jantung, dan mencapai paru-paru. Sesampai di sana, mereka bersembunyi melalui alveoli paru dan melakukan perjalanan ke trakea, di mana mereka tertelan dan dibawa ke usus kecil, di mana mereka tumbuh menjadi dewasa dan bereproduksi dengan melampirkan sendiri ke dinding usus, menyebabkan peningkatan kehilangan darah oleh tuan rumah. Telur berakhir di tanah setelah meninggalkan tubuh melalui feses. Rata-rata, cacing yang paling dewasa dieliminasi dalam satu sampai dua tahun (Jeffry HC dan Leach RM, 1983).

Migrans cutaneous larva, infeksi zoonosis, terjadi ketika manusia menjadi host disengaja. Tuan rumah definitif untuk spesies ini kucing dan anjing. Siklus di host definitif mirip dengan yang ada pada manusia, perbedaan adalah ketika larva filariform liang melalui kulit manusia. Karena filariform dapat mereproduksi dan dewasa hanya di host definitif, ia mengembara ke seluruh lapisan epidermis, di mana ia tidak bisa menembus dalam ke kulit manusia. Jejak dari penetrasi filariform terlihat di kulit, karena hanya bisa bersembunyi melalui lapisan luarnya (Jeffry HC dan Leach RM, 1983).

Telur yang lulus dalam tinja, dan di bawah kondisi yang menguntungkan (kelembaban, kehangatan, warna), larva menetas dalam 1 sampai 2 hari. Larva rhabditiform dirilis tumbuh dalam tinja dan atau tanah, dan setelah 5 sampai 10 hari (dan dua molts) mereka menjadi filariform (ketiga tahap) larva yang infektif. Larva infektif bisa bertahan 3 sampai 4 minggu dalam kondisi lingkungan yang menguntungkan. Pada kontak dengan inang manusia, larva menembus kulit dan dibawa melalui pembuluh darah ke jantung dan kemudian ke paru-paru. Cacing ini menembus ke dalam alveoli paru, naik pohon bronkial ke faring, dan tertelan. Larva mencapai usus kecil, di mana mereka tinggal dan tumbuh menjadi dewasa. Cacing dewasa tinggal di lumen usus kecil, di mana mereka menempel pada dinding usus dengan kehilangan darah yang dihasilkan oleh tuan rumah. Cacing yang paling dewasa dieliminasi dalam 1 sampai 2 tahun, tetapi catatan panjang umur bisa mencapai beberapa tahun (Jeffry HC dan Leach RM, 1983).

1. Hospes

            Tuan rumah definitif untuk spesies ini kucing dan anjing (Jeffry HC dan Leach RM, 1983).

Page 18: Laporan Identifikasi Cacing

 

1. Distribusi Geografik

            Necator americanus pertama kali ditemukan di Brazil dan kemudian ditemukan di Texas. Kemudian, ditemukan untuk menjadi pribumi di Afrika, Cina, barat daya pulau-pulau Pasifik, India, dan Asia Tenggara. Parasit ini adalah parasit tropis dan merupakan spesies yang paling umum pada manusia. Sekitar 95% dari cacing tambang ditemukan di wilayah selatan Amerika Serikat adalah N. americanus. Parasit ini ditemukan pada manusia, tetapi juga dapat ditemukan pada babi dan anjing (Jeffry HC dan Leach RM, 1983).

1. Patologi dan Gejala Klinis

            Cacing dewasa menempel pada vili dari usus kecil, mereka mengisap darah host, yang dapat menyebabkan sakit perut, diare, kram, dan penurunan berat badan yang dapat menyebabkan anoreksia. Infeksi berat dapat mengarah pada pengembangan dari kekurangan zat besi dan anemia hipokromik mikrositik. Ini bentuk anemia pada anak dapat menimbulkan keterbelakangan fisik dan mental. Infeksi yang disebabkan oleh larva migrans kulit, penyakit kulit pada manusia, ditandai dengan pecah kulit dan gatal-gatal yang parah (Jeffry HC dan Leach RM, 1983).

1. Diagnosa

            Teknik yang paling umum digunakan untuk mendiagnosis infeksi cacing tambang adalah untuk mengambil sampel tinja, memperbaikinya dalam formalin 10%, berkonsentrasi menggunakan teknik formalin-etil asetat sedimentasi, dan kemudian membuat preparat basah dari sedimen untuk melihat di bawah mikroskop. Larva tidak dapat ditemukan pada spesimen tinja kecuali spesimen dibiarkan pada suhu ambien untuk satu hari atau lebih (Jeffry HC dan Leach RM, 1983).

 

2.6 Strongyloides stercoralis

 

Gambar 2.20 Strongyloides stercoralis.

Klasifikasi Ilmiah

Sub kingdom : Metazoa

Phylum          : Nemathelminthes

Kelas             : Nematoda

Page 19: Laporan Identifikasi Cacing

Sub Kelas      : Phasmidia

Ordo              : Rhabditida

Super famili   : Strongyloidea

Genus            : Strongyloides

Species          : Strongyloides stercoralis

     (Gandasuda dan Srisasi, 2006).

 

 

1. Morfologi

Telur 

 

Gambar 2.21 Telur Strongyloides stercoralis.

Telur dari bentuk parasitik, sebesar  54 x 32 mikron berbentuk bulat oval dengan selapis dinding yang transparan. Bentuknya mirip dengan telur cacing tambang, biasanya diletakkan dalam mukosa usus, telur itu menetas menjadi larva rabditiform yang menembus sel epitel kelenjar dan masuk kedalam lumen usus serta keluar bersama tinja. Telur jarang ditemukan di dalam tinja kecuali sesudah diberi pencahar yang kuat (Tony Hart, 1997).

Cacing dewasa

 

Gambar 2.22 Strongyloides stercoralis dewasa.

Cacing betina yang hidup sebagai parasit, dengan ukuran  2,20 x 0,04 mm, adalah seekor nematoda filariform yang kecil, tidak berwarna, semi transparan dengan kutikulum yang bergaris halus. Cacing ini mempunyai ruang mulut dan oesophagus panjang, langsing dan silindris. Sepanjang uterus berisi sebaris telur yang berdinding tipis, jenih dan bersegmen. Cacing betina yang hidup bebas lebih kecil dari pada yang hidup sebagai parasit, menyerupai seekor nematoda rabditoid khas yang hidup bebas dan mempunyai sepasang alat reproduksi. Cacing jantan yang hidup bebas lebih kecil dari pada yang betina dan mempunyai ekor melingkar (Tony Hart, 1997).

2. Hospes

Page 20: Laporan Identifikasi Cacing

Manusia merupakan hospes utama cacing parasit ini (Tony Hart, 1997).

3. Distribusi Geografik

Cacing ini terdapat di daerah tropik dan subtropik, sedangkan didaerah yang beriklim dingin jarang ditemukan (Tony Hart, 1997).

4. Patologi dan Gejala Klinis

Bila larva filariform dalam jumlah besar menembus kulit, timbul kelainan yang dinamakan creeping eruption yang sering disertai dengan rasa gatal yang hebat. Cacing dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus muda. Infeksi ringan dengan Strongyloides stercoralis pada umumnya terjadi tanpa diketahui hospesnya karena tidak menimbulkan gejala. Infeksi sedang dapat menyebabkan rasa sakit seperti tertusuk-tusuk di daerah epigastrium tengah dan tidak menjalar. Mungkin ada mual, dan muntah, diare dan konstipasi saling bergantian. Pada strongiloidiasis ada kemungkinan terjadi autoinfeksi dan hiperinfeksi. Padahiperinfeksi cacing dewasa yang hidup sebagai parasit dapat ditemukan di seluruh traktus digestivus dan larvanya dapat ditemukan di berbagai alat dalam (paru, hati, kandung empedu). Sering ditemukan pada orang yang mengalami gangguan imunitas dan dapat menimbulkan kematian. Pada pemriksaan darah mungkin ditemukan eosinofilia atau hiperesinofilia meskipun pada banyak kasus jumlah sel eosinofil normal (Srisasi Gandahusada dan Ilahude, 2006).  

5. Diagnosa  

Diagnosis klinis tidak pasti, karena strongiloidiasis tidak memberikan gejala klinis yang nyata. Diagnosis pasti yaitu apabila menemukan larva rabditiform dalam tinja segar dalam biakan atau dalam aspirasi duodenum. Biakan tinja selama sekurang-kurangnya 2 x 24 jam menghasilkan larva rabditiform dan cacing dewasa Strongyloides stercoralis yang hidup bebas (Srisasi Gandahusada dan Ilahude, 2006).

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 21: Laporan Identifikasi Cacing

 

 

 

 

BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

a. Alat :

1. Mikroskop.2. Kertas gambar ukuran A4.3. Pensil warna.4. Bahan:

1. Preparat awetan telur Clonorchis sinensis.2. Preparat awetan telur Fasciola hepatica dewasa.3. Preparat awetan telur Hymenolepis nana.4. Preparat awetan cacing Oxyuris vermicularis betina.5. Preparat awetan telur cacing tambang.6. Preparat awetan cacing tambang cacing Necator americanus dewasa.7. Preparat awetan cacing Strongyloides stercoralis dewasa.

 

 

 

 

 

1. 2 Skema Kerja

 

Mempersiapkan alat dan bahan praktikumMengamati bentuk telur Clonorchis sinensis pada mikroskop

Menggambar penampang Clonorchis sinensis pada buku gambar Mewarnai penampang Clonorchis sinensis dengan pensil warna

Page 22: Laporan Identifikasi Cacing

Mengulangi skema kerja pertama sampai ke tiga pada pengamatan telur dan larva untuk bahan praktikum lainnya

 

 

 

 

           

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

   

Page 23: Laporan Identifikasi Cacing

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Telur Clonorchis sinensis.

Telur Clonorchis sinensis 

 

 

 

 Ukuran      : ± 29 x 16 mikronBentuk      : Seperti kendiBerisi        : Mirasidium

 

 

 

 

 

Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Telur Fasciola hepatica Dewasa.

Telur Fasciola hepatica 

 

 

 

 Ukuran      : ± 140 x 80 mikron

Page 24: Laporan Identifikasi Cacing

Bentuk      : Operkulum kecilBerisi        : Morula

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Telur Hymenolepis nana.

Telur Hymenolepis nana 

 

 

 

 Ukuran      : ± 47 x 37 mikronBentuk      : Bulan atau bujurBerisi        : Embrio heksakan

 

 

 

 

 

 

Page 25: Laporan Identifikasi Cacing

 

Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Oxyuris vermicularis Betina.

Telur Oxyuris vermicularis 

 

 

 

 Dx. Penyakit    : Oksiurasis atau enterobiasis

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Telur Cacing Tambang.

Telur Cacing Tambang 

 

 

 

Page 26: Laporan Identifikasi Cacing

 Ukuran      : ± 70 x 15 mikronBentuk      : Bulat lonjong

                    Berdinding tipisBerisi        : Beberapa sel

 

 

 

 

 

 

Tabel 4.6 Hasil Pengamatan Cacing Tambang Cacing Necator americanus Dewasa.

Cacing Necator americanus Dewasa 

 

 

 

 Dx. Penyakit    : ankilostomiasis dan nekatoriasis

 

 

 

 

 

 

Page 27: Laporan Identifikasi Cacing

 

 

Tabel 4.7 Hasil Pengamatan Cacing Strongyloides stercoralis Dewasa.

Cacing Strongyloides stercoralis 

 

 

 

 Bentuk           : ParasiterDx. Penyakit  : Strongiloidiasis

 

 

 

 

 

 

 

 

4.2 Pembahasan

       4.2.1 Telur Clonorchis sinensis

                 Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilaksanakan dapat diketahui bahwa telur Clonorchis sinensis berbentuk seperti kendi berwarna kuning berisi mirasidium dengan ukuran ±29×16 mikron.

4.2.2 Telur Fasciola hepatica dewasa

Page 28: Laporan Identifikasi Cacing

                 Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilaksanakan dapat diketahui bahwa telur Fasciola hepatica dewasa berbentuk operculum kecil berwarna hijau kekuningan berisi morula. Ukuran telur Fasciola hepatica ±140×80 mikron.

4.2.3 Telur Hymenolepis nana

                 Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilaksanakan dapat diketahui bahwa telur Hymenolepis nana berbentuk bulan atau bujur berwarna kuning keemasan berisi embrio heksakan. Ukuran telur Hymenolepis nana ±47×37 mikron.

4.2.4 Cacing Oxyuris vermicularis betina

                 Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilaksanakan dapat diketahui bahwa cacing Oxyuris vermicularis berbentuk pipih berwarna coklat krem. Cacing Oxyuris vermicularis menyebabkan penyakit oksiurasis atau enterobiasis.

 

 

4.2.5 Telur Cacing Tambang

                 Berdasarkan pengamatan yang telah dilaksanakan dapat diketahui bahwa telur cacing tambang berbentuk bulat lonjong berwarna krem pink berdinding tipis berisi beberapa sel. Telur cacing tambang ini berukuran ±70×15 mikron.

4.2.6 Cacing Tambang Cacing Necator americanus dewasa

                 Berdasarkan pengamatan yang telah dilaksanakan dapat diketahui bahwa cacing Necator americanus dewasa berbentuk pipih dan berwarna krem pink. Cacing Necator americanus dapat menyebabkan penyakit ankilostomiasis dan nekatoriasis.

4.2.7 Cacing Strongyloides stercoralis dewasa

                 Berdasarkan pengamatan yang telah dilaksanakan dapat diketahui bahwa cacing Strongyloides stercoralis berbentuk pipih berwarna krem kekukingan. Cacing Strongyloides stercoralis dapat menyebabkan penyakit strongiloidiasis.

 

 

 

 

Page 29: Laporan Identifikasi Cacing

 

 

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Telur Clonorchis sinensis berbentuk seperti kendi berwarna kuning berisi mirasidium dengan ukuran ±29×16 mikron.

2. Telur Fasciola hepatica dewasa berbentuk operculum kecil berwarna hijau kekuningan berisi morula. Ukuran telur Fasciola hepatica ±140×80 mikron.

3. Telur Hymenolepis nana berbentuk bulan atau bujur berwarna kuning keemasan berisi embrio heksakan. Ukuran telur Hymenolepis nana ±47×37 mikron.

4. Cacing Oxyuris vermicularis berbentuk pipih berwarna coklat krem. Cacing Oxyuris vermicularis menyebabkan penyakit oksiurasis atau enterobiasis.

5. Telur cacing tambang berbentuk bulat lonjong berwarna krem pink berdinding tipis berisi beberapa sel. Telur cacing tambang ini berukuran ±70×15 mikron.

6. Cacing Necator americanus dewasa berbentuk pipih dan berwarna krem pink.

7. Cacing Strongyloides stercoralis berbentuk pipih berwarna krem kekuningan.

 

 

5.2 Saran

                 Penulis menyarankan agar pengamatan selanjutnya dilaksanakan dengan lebih teliti dan cermat sehingga hasil pengamatan bisa lebih terukur dan valid. Pemberian waktu yang cukup dalam masing-masing pengamatan serta kondisi mikroskop yang baik akan sangat mempengaruhi hasil pengamatan selanjutnya.

https://asliarekprolink.wordpress.com/tag/cacing/