23
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsip ini termasuk sediaan parenteral mata dan iritasi. Sediaan parenteral ini merupakan sediaan yang unik diantara bentuk obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikan melalui kulit atau membran mukosa kebagian dalam tubuh. karena sediaan mengelakkan garis pertahanan pertama dari tubuh yang paling efisien, yakni membran kulit dan mukosa, sediaan tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari komponen toksis,dan harus mempunyai tingkat kemurnian tinggi atau luar biasa. Semua komponen dan proses yang terlibat dalam penyediaan dalam produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi apakah fisik, kimia, mikrobiologis. (Lachman hal. 1292) Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir. Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena bahaya hambatan pembuluh kapiler. Suspensi air, minyak dan larutan minyak biasanya tidak dapat diberikan secara subkutan, karena akan timbul

Laporan Injeksi CTM

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sediaan steril ctm

Citation preview

Page 1: Laporan Injeksi CTM

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari

mikroorganisme hidup. Pada prinsip ini termasuk sediaan parenteral mata dan iritasi.

Sediaan parenteral ini merupakan sediaan yang unik diantara bentuk obat terbagi-bagi,

karena sediaan ini disuntikan melalui kulit atau membran mukosa kebagian dalam

tubuh. karena sediaan mengelakkan garis pertahanan pertama dari tubuh yang paling

efisien, yakni membran kulit dan mukosa, sediaan tersebut harus bebas dari kontaminasi

mikroba dan dari komponen toksis,dan harus mempunyai tingkat kemurnian tinggi atau

luar biasa. Semua komponen dan proses yang terlibat dalam penyediaan dalam produk

ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi apakah

fisik, kimia, mikrobiologis. (Lachman hal. 1292)

Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke

dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir. Umumnya hanya larutan obat

dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena

bahaya hambatan pembuluh kapiler. Suspensi air, minyak dan larutan minyak biasanya

tidak dapat diberikan secara subkutan, karena akan timbul rasa sakit dan iritasi. Jaringan

otot mentolerasi minyak dan partikel-partikel yang tersuspensi cukup baik, di dalam

minyak sehingga jaringan tersebut merupakan satu-satunya rute yang biasanya cocok

untuk minyak dan suspensi dalam minyak.

Sediaan steril injeksi dapat berupa ampul, ataupun berupa vial. Injeksi vial

adalah salah satu bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada dosis ganda dan

memiliki kapasitas atau volume 0,5 mL – 100 mL. Injeksi vial pun dapat berupa takaran

tunggal atau ganda dimana digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau

suspensi dengan volume sebanyak 5 mL atau pun lebih.

Page 2: Laporan Injeksi CTM

2

Injeksi Chlorpheniramine Maleas adalah larutan steril Chlorpheniramine Maleas

dalam air untuk injeksi yang telah dibuat isotonik dengan penambahan NaCl (FI IV hal.

117).

Persyaratan : Injeksi Chlopheniramine Maleas mengandung Chlorpheniramine Maleas

C16H19O1N2).C4H4O4, tidak kurang dari 90,0 % dan tidak lebih dari 110,0 % dari jumlah

yang tertera pada etiket.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dilakukannya praktikum Teknik Sediaan Steril kali ini adalah

sebagai berikut :

1. Mahasiswa dapat memahami cara fomulasi sediaan farmasi steril pada injeksi

Chlorpheniramine Maleas.

2. Mahasiswa dapat memahami cara-cara sterilisasi bahan-bahan obat, bahan

pembantu, alat dan wadah sediaan farmasi steril pada injeksi Chlorpheniramine

Maleas.

3. Mahasiswa dapat mengevaluasi cara pengemasan sediaan farmasi steril

Chlorpheniramine Maleas.

Page 3: Laporan Injeksi CTM

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Injeksi

Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk

yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang

disuntikkan dengan cara merobek jaringan kedalam kulit atau melalui kulit atau selaput

lendir. (FI III 1979 Hal 13)

Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang

dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya larutan obat dalam air

yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya

yang dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kapiler. (FI IV 1995)

Injeksi (obat suntik) adalah sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan

untuk diberikan secara parenteral. Injeksi diracik dengan melarutkan , mengemulsi, atau

mensuspensikan sejumlah obat kedalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan

sejumlah obat kedalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda. (Pengatar Bentuk

Sediaan Farmasi hal 399)

2.2 Penggolongan

Menurut cara penyuntikannya, terbagi menjadi 9 yaitu :

1. Intracutan (i.c)

2. Subcutan (s.c)

3. Intramuscular (i.m)

4. Intravenus (i.v)

5. Intratekal (i.t)

6. Intraperitoneal (i.p)

7. Peridural (p.d)

8. Intrasisternal (i.s)

9. Intrakardial (i.kd)

Page 4: Laporan Injeksi CTM

4

Pemberian secara subkutan digunakkan untuk menyuntikkan sejumlah kecil

obat. Obat disuntikkan dibawah permukaan kulit yang umumnya dilakukan di jaringan

interstitial longgar lengan, lengan bawah, paha atau bokong. Volume suntikkan

subkutan jarang lebih besar dari 2ml dengan jarum sepanjang 5/8 atau 718 inci yang

berukuran 21-26 gauge. (Pengatar Bentuk Sediaan Farmasi hal 404)

Menurut Prinsip Kerjanya, sediaan injeksi steril dapat dibuat dengan 2 cara, yaitu :

1. Na-Steril (sterilisasi akhir), yaitu Cara kerja yang dilakukan dengan penyeterilan

dilakukan di akhir proses pencampuran. Hal ini biasa dilakukan pada bahan obat

yang tahan pemanasan. Alat yang digunakan dicuci bersih dan bahan obat baru

disterilkan pada akhir proses pembuatan dengan wadah yang sudah tertutup rapat dan

siap dikemas

2. Aseptis yaitu Cara kerja yang dilakukan untuk mencegah sedapat mungkin agar

mikroba tidak masuk. Dalam hal ini mikroba tidak dimusnahkan. Cara kerja ini

digunakan untuk obat-obatan yang sama sekali tidak tahan pemanasan. Semua alat

yang digunakan dalam prinsip ini harus steril, obat yang dapat disterilkan harus

disterilkan lebih dahulu. Ruang kerja yang digunakan harus bersih (steril), sedapat

mungkin pekerja menggunakan pakaian steril karena kemungkinan paling banyak

mengkontaminasi terletak pada pekerja, terutama tangan dan nafasnya.

Dalam hal ini, Inj. CTM dibuat dengan cara Na-Steril, karena bahan obat yang

digunakan tahan terhadap pemanasan.

2.3 Syarat-syarat Sediaan Injeksi Vial

Adapun syarat dari pembuatan sediaan injeksi vial adalah sebagai berikut :

1. Steril, yaitu sediaan vial harus bebas dari mikroorganisme yang bersifat pathogen

yang dapat mengurangi khasiat sediaan vial.

2. Bebas bahan partikulat, yaitu bebas dari bahan asing atau bahan yang tidak larut

agar tidak terjadi penyumbatan pada pembuluh darah saat digunakan.

3. Mengandung zat pengawet, sediaan vial memungkinkan pengambilan secara

berulang. Umtuk itu, harus digunakan bahan pengawet untuk mempertahankan

khasiat zat aktif.

Page 5: Laporan Injeksi CTM

5

4. Stabil, tidak berubah khasiat obat setelah pengambilan obat secara berulang kali dan

tidak berubah bentuk atau pH dari sediaan vial.

5. Harus isotonis, sediaan vial merupakan sediaan parenteral. Untuk itu, sediaan vial

harus isotonis atau sesuai dengan pH darah agar tidak terjadi hipertonis

(penyempitan pembuluh darah) atau hipotonis (pembesaran pembuluh darah) yang

dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah. (Anonim. Penuntun Praktikum

Farmasetika I. 2011)

2.4 Keuntungan Injeksi

Keuntungan dari dibuatnya sediaan farmasi dalam bentuk injeksi adalah sebagai

berikut :

1) Respon fisiologis yang cepat dapat dicapai segera bila diperlukan, yang menjadi

pertimbangan utama dalam kondisi klinik seperti gagal jantung, asma, shok.

2) Terapi parenteral diperlukan untukobat-obat yang tidak efektif secara oral atau yang

dapat dirusak oleh saluran pencernaan, seperti insulin, hormon dan antibiotik.

3) Obat-obat untuk pasien yang tidak kooperatif, mual atau tidak sadar harus diberikan

secara injeksi.

4) Bila memungkinkan, terapi parenteral memberikan kontrol obat dari ahli karena

pasien harus kembali untuk pengobatan selanjutnya. Juga dalam beberapa kasus,

pasien tidak dapat menerima obat secara oral.

5) Penggunaan parenteral dapat menghasilkan efek lokal untuk obat bila diinginkan

seperti pada gigi dan anestesi.

6) Dalam kasus simana dinginkan aksi obat yang diperpanjang, bentuk parenteral

tersedia, termasuk injeksi steroid periode panjang secara intra-artikular dan

penggunaan penisilin periode panjang secara i.m.

7) Terapi parenteral dapat memperbaiki kerusakan serius pada keseimbangan cairan

dan elektrolit.

8) Bila makanan tidak dapat diberikan melalui mulut, nutrisi total diharapkan dapat

dipenuhi melalui rute parenteral.

9) Aksi obat biasanya lebih cepat.

10) Seluruh dosis obat digunakan.

Page 6: Laporan Injeksi CTM

6

11) Beberapa obat, seperti insulin dan heparin, secara lengkap tidak aktif ketika

diberikan secara oral, dan harus diberikan secara parenteral.

12) Beberapa obat mengiritasi ketika diberikan secara oral, tetapi dapat ditoleransi

ketika diberikan secara intravena, misalnya larutan kuat dektrosa.

13) Jika pasien dalam keadaan hidrasi atau shok, pemberian intravena dapat

menyelamatkan hidupnya.

2.5 Kerugian Injeksi

Adapun kerugian dari dibuatnya sediaan farmasi bentuk injeksi adalah sebagai

berikut :

1) Bentuk sediaan harus diberikan oleh orang yang terlatih dan membutuhkan waktu

yang lebih lama dibandingkan dengan pemberian rute lain. Pada pemberian

parenteral dibutuhkan ketelitian yang cukup untuk pengerjaan secara aseptik dari

beberapa rasa sakit tidak dapat dihindari

2) Obat yang diberikan secara parenteral menjadi sulit untuk mengembalikan efek

fisiologisnya.

3) Yang terakhir, karena pada pemberian dan pengemasan, bentuk sediaan parenteral

lebih mahal dibandingkan metode rute yang lain.

4) Beberapa rasa sakit dapat terjadi seringkali tidak disukai oleh pasien, terutama bila

sulit untuk mendapatkan vena yang cocok untuk pemakaian i.v.

5) Dalam beberapa kasus, dokter dan perawat dibutuhkan untuk mengatur dosis.

6) Sekali digunakan, obat dengan segera menuju ke organ targetnya. Jika pasien

hipersensitivitas terhadap obat atau overdosis setelah penggunaan, efeknya sulit

untuk dikembalikan lagi.

7) Pemberian beberapa bahan melalui kulit membutuhkan perhatian sebab udara atau

mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuh. Efek sampingnya dapat berupa reaksi

phlebitis, pada bagian yang diinjeksikan.

Page 7: Laporan Injeksi CTM

7

BAB III

FORMULASI

3.1 Preformulasi :

A. Zat Aktif

Chlorpheniramini Maleas (BM: 390,87)

Klorfeniramina maleat C16H19ClN2.C4H4O4, mengandung tidak kurang dari 98,5% dan

tidak lebih dari 101,0% , dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

Pemerian : Serbuk hablur putih ; tidak berbau ; rasa pahit. pH 4 dan 5

Kelarutan : mudah larut dalam air, larut dalam etanol dan dalam

kloroform, sukar larut dalam eter dan dalam benzene.

Buku pembanding : Klorfeniramin maleat BPFI, lakukan pengeringan pada suhu

105˚ selama 3 jam sebelum digunakan.

Identifikasi : spectrum serapan inframerah zat yang disuspensikan dalam

Kalium Bromide P menunjukan maks hanya pada panjang gelombang yang sama seperti

pada klorfeniramin maleas BPFI.

Sterilisasi : Otoklaf (Martindale Ed 28 hal. 1299)

Wadah dan Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, terlindungi dari cahaya

Khasiat : Antihistamin

Literatur : FI IV Hal 210

B. Zat Pembawa

Benzyl Alkohol (Pengawet)

Pemerian : Cairan ; tidak berwarna ; hampir tidak berbau ; rasa tajam dan

membakar.

Kelarutan : larut dalam 25 bagian air ; dapat campur dengan etanol (95%) P,

dengan kloroform dan dengan eter P.

Sterilisasi : Otoklaf / filtrasi (Martindale Ed 28 hal.39)

Page 8: Laporan Injeksi CTM

8

Khasiat : Zat pengawet

Wadah : Dalam wadah tertutup rapat, jauh dari api.

Literatur : FI Edisi III hal 113

Natrium Chorida

Natrium chloride mengandung tidak kurang dari 99,00% dan tidak lebih dari 101,00%

NaCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan tidak mengandung zat tambahan.

Pemerian : Hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur putih, rasa

asin.

Kelarutan : Mudah larut dalam air, sedikit lebih mudah larut dalam air mendidih,

larut dalam glyserin, sukar larut dalam etanol.

Sterilisasi : Autoklaf 121°C 15 menit

Penggunaan : Pengisotonis dalam intravena atau ophthalmic solutions (diatas 0,9%)

Literatur : FI IV hal 584, Pharmaceutical Excipient hal. 267

Aqua p.i bebas CO2

Air steril untuk injeksi adalah air untuk injeksi yang disterilkan dan dikemas dengan

cara yang sesuai. Tidak mengandung bahan antimikroba atau bahan tambahan lainnya.

Air untuk injeksi adalah air suling segar yang disuling kembali, disterilkan dengan cara

sterilisasi A atau C. ( M. Anief )

Pembuatan air suling segar menggunakan alat kaca netral atau wadah logam yang cocok

yang dilengkapi dengan labu percik. Buang sulingan pertama, tampung sulingan

berikutnya dalam wadah yang cocok. Sterilkan segera dengan cara sterilisasi otoklaf

atau penyaring bakteri tanpa penambahan bakterisida. Untuk memperoleh air untuk

injeksi bebas udara (bebas karbondioksida) didihkan sulingan selama tidak kurang 10

menit sambil mencegah sesempurna mungkin hubungan dengan udara, dinginkan,

masukkan dalam wadah tertutup kedap, sterilkan segera dengan cara sterilisasi A.

Endotoksin bakteri tidak boleh lebih dari 0,25 unit Endotoksin FI per ml, menggunakan

Endotoksin BPFI sebagai pembanding.

Page 9: Laporan Injeksi CTM

9

Pemerian : Cairan, jernih, tidak berwarna ; tidak berbau.

Kegunaan : Sebagai zat pembawa

Sterilisasi : Didihkan selama 30 menit

Literatur : - Farmakope Indonesia Edisi IV, hal. 112

3.2 Pendekatan Formulasi

a. Chlorpheniramini maleas

Chlorpheniramini Maleas merupakan Serbuk hablur putih ,tidak berbau, rasa pahit.

Memiliki kelarutan Larut dalam 4 bagian air, dalam 10 bagian etanol (95%) P dan

dalam 10 bagian kloroform P ; sukar larut dalam eter P. Memiliki Ph 4.0-5.2 dan

sterilisasi bahan dilakukan dengan cara di otoklaf selama 15 menit selama 15 menit.

Dalam larutan Chlorpheniramine Maleas berlaku sebagai anti histamine.

b. Benzyl Alkohol

Benzyl Alkohol merupakan cairan, tidak berwarna, hampir tidak berbau, rasa tajam dan

membakar. Dengan kelarutan larut dalam 25 bagian air ; dapat campur dengan etanol

(95%) P, dengan kloroform dan dengan eter P. Sterilisasi bahan dilakukan dengan cara

Filtrasi pada akhi rpembuatan. Dalam larutan berkhasiat sebagai pengawet. Alasan

dipilih Benzyl Alkohol sebagai pengawet karena Benzyl Alkohol tidak menimbulkan

reaksi apapun terhadap Chlorpheniramine Maleas sehingga keamanan dan keterjaminan

khasiat obat dapat dijamin.

c. Natrium Chorida

Memiliki pemerian hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur putih, rasa

asin. Kelarutan mudah larut dalam air, sedikit lebih mudah larut dalam air mendidih,

larut dalam glyserin, sukar larut dalam etanol. Dan digunakan sebagai pengisotonis

dalam sediaan.

d. Aqua Pro Injection

Memiliki pemerian Cairan, jernih, tidak berwarna ; tidak berbau. Sterilisasi dilakukan

dengan cara didihkan selama 30 menit. Dalam larutan berkhasiat sebagai pelarut. Aqua

P.I digunakan dengan alasan aqua P.I merupakan pelarut serbaguna juga aqua P.I tidak

akan menimbulkan efek yang dapat merusak khasiat obat dan aqua P.I bersifat stabil.

Page 10: Laporan Injeksi CTM

10

3.3 Formulasi

KR :

OTT : Chlorpheniramine maleas bersifat mudah teroksidasi sebagai sehingga harus

ditempatkan dalam wadah terlindung dari cahaya.

Usul : - Wadah/vial dianggap berwarna coklat agar tidak terkena cahaya

- Tambahkan NaCl supaya larutan menjadi isotonis.

- Bahan obat (Chlorpheniramine Maleas, NaCl, Benzyl Alkohol) dianggap

steril

Teori Pendukung : Drug formulation Manual (hal 228), Martindale 28 hal 1300

Tiap ml mengandung :

R/ Chlorpheniramini Maleas 10 mg

Benzyl Alkohol 1%

Air untuk inj. Bebas CO2 ad 1ml

Sterilisasi : Penyaringan dengan kertas penyaring.

Prinsip : Na Steril (Martindale hal 1299)

wadah : vial 10 ml

pH : 4.0-5.2 (+ HCl/NaOH)

c.p : subkutan ; Intra muskular ; intravena

R/ Inj.Chlorpheniramini Maleas 10mg/ml

Da in vial 10 ml dtd no V

Page 11: Laporan Injeksi CTM

11

1. Tabel Perencanaan

No Nama

Zat

Kelarutan pH Sterilisasi Khasiat Literatur

1 Chlorphe

niramini

Maleat

Larut dalam 4

bagian air,

dalam 10 bagian

etanol (95%) P

dan dalam 10

bagian

kloroform P ;

sukar larut

dalam eter P.

4.0-

5.0

Filtrasi Antihistaminikum FI IV

hal

210

FI III

hal

153

2 Benzyl

Alkohol

Larut dalam 25

bagian air ;

dapat campur

dengan etanol

(95%) P, dengan

kloroform dan

dengan eter P.

Filtrasi Zat pengawet FI IV

hal 71

FI III

hal

113

4 Aqua p.i

bebas

CO2

Dengan

otoklaf

dan

penyaring

bakteri

Zat pembawa FI III

hal 97

FI IV

hal

112

1. Perhitungan

Volume yang akan dibuat vial @ 10 ml

Rumus V = (n+2)V’ + (2x3)

= (6+2) 10,5 + 6

= 84 + 6

= 90

Page 12: Laporan Injeksi CTM

12

Perhitungan Bahan

1. Chlorpheniramini Maleas :

2. Benzyl Alkohol :

Sediaan 10%

3. NaCl :

Untuk 90 ml = 0.5694 gr/100ml x 90ml = 0.5125 gram ~0.5 g

4. Aqua p.i bebas CO2 ad 90ml

2. Penimbangan

1. Chlorpheniramini Maleas : 900 mg

2. Benzyl Alkohol : 9 ml

3. NaCl : 0.5125 g

4. Aqua p.i bebas CO2 : ad 90 ml

3. Cara Kerja

Teknik Sterilisasi : Na.Steril

Sterilisasi Alat dan Bahan

No Alat & Bahan Cara Sterilisasi LiteraturWaktu

Mulai Paraf Selesai Paraf

1. Spatel logam,

Pinset,

Pengaduk,

Kaca arloji

Flambir selama

20 detik

Wattimeno I

hal. 45- √ - √

2. Gelas ukur,

Pipet,

Corong,

Kertas saring

Autoklaf 1150C-

1160C selama

30 menit

1200C selama

Wattimeno I

hal. 77

10.30 √ 11.00 √

Page 13: Laporan Injeksi CTM

13

15 menit

3. Erlenmeyer,

Beaker glass,

vial, tutup

aluminium

Oven 1700C

selama 30 menit

Wattimeno I

hal. 13910.05 √ 10.35 √

4.Karet pipet,

karet tutup vial

Didihkan

selama 30 menitWattimeno I

hal. 5311.30 WIB √ 12.00 WIB √

5. Aqua PI bebas

CO2

Direbus selama

10 menit

Wattimeno I

hal. 30111.36 WIB √ 11.46 WIB √

6. Sterilisasi obat Autoklaf 121˚

15 menit

FI IV hal.

112√ √

Cara Kerja

1. Sterilkan alat dan bahan

2. Kalibrasi beaker glass ad 90 ml. Kalibrasi botol vial ad 10 ml.

3. Timbang bahan obat dengan kaca arloji yang telah disetarakan (kaca arloji &

sendok tanduk stainless steel sudah di flambir)

4. Larutkan CTM dalam beaker glass yang sudah dikalibrasi, NaCl + Aqua P.I

5. Tambahkan Benzyl Alkohol dan Aqua P.I ad garis tanda kalibrasi, larutkan ad

homogen.

6. Cek PH larutan, saring dengan corong & kertas saring sebanyak 2 kali

penyaringan.

7. Masukan kedalam vial 10 ml yang sudah dikalibrasi

8. Tutup dengan tutup karet , lapisi dengan tutup alumunium, kencangkan.

9. Sterilisasi akhir di otoklaf 121˚C selama 15 menit.

10. Beri etiket, masukkan kedalam kardus, beri brosur.

3.4 Evaluasi Hasil sediaan

Pembuatan injeksi Chlorpheniramine Maleas menggunakan teknik na steril.

Dibuat 5 vial injeksi Chlorpheniramine Maleas, dengan volume masing-masing

sediaan 10 ml.

Page 14: Laporan Injeksi CTM

14

Melarutkan semua bahan obat dengan aqua PI sampai homogeny.

Menyaring hasil larutan dengan menggunakan corong yang sudah dilapisi oleh

kertas saring, berguna untuk menyaring jika kemungkinan ada partikel atau zat yang

tidak homogeny.

Dilakukan penyaringan sebanyak 2 kali.

Massa di bagi sama banyak untuk 10 vial masing-masing sebanyak 10 ml.

Injeksi CTM ditambahkan NaCl untuk mengisotonis agar tidak merusak jaringan

tubuh atau memecahkan pembuluh darah.

Injeksi CTM ditambahkan benzyl alcohol sebagai zat pengawet.

pH dianggap 4,6 karena indikator pH nya tidak ada.

Page 15: Laporan Injeksi CTM

15

BAB IV

KESIMPULAN

Pada praktikum kali ini, kami membuat sediaan injeksi volume kecil yaitu

sediaan injeksi dengan pelarut larut air dan sebagai zat aktifnya yaitu Chlorpeniramine

maleas. Pada saat pengerjaannya, tidak banyak ditemukan kendala karena

Chlorpheniramine maleas mudah larut dalam air. Chlorpheniramine maleas yang

digunakan disterilisasi dengan sterilisasi akhir menggunakan autoklaf. Sebelum

pembuatan sediaan, seluruh alat dan bahan harus disterilkan terlebih dahulu sesuai

dengan cara sterilisasi masing-masing.

Injeksi Chlorpheniramine maleas yang digunakan berkhasiat sebagai

antihistamin dapat larut dengan air dan dengan penambahan NaCl sebagai larutan

pengisotonis, Benzyl alcohol sebagai pengawet dan aqua p.i sebagai air untuk injeksi

yang disterilkan dan dikemas dengan cara sesuai tidak mengandung bahan

antimikroba/bahan tambahan lainnya.

NaCl digunakan karena larut dalam air. NaCl berfungsi untuk mengatur

distribusi air, cairan dan keseimbangan elektrolit dan tekanan osmotik cairan tubuh.

Aqua pro injeksi digunakan sebagai pelarut dan pembawa karena bahan-bahan

larut dalam air. Alasan pemilihan yaitu karena digunakan untuk melarutkan zat aktif dan

zat-zat tambahan.

Page 16: Laporan Injeksi CTM

16

DAFTAR PUSTAKA

Farmakope Indonesia edisi ketiga. 1979. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

Farmakope Indonesia edisi keempat. 1995. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

Wattimena JR. Dasar- dasar pembuatan dan resep – resep obat suntik. 1968. Bandung :

Penerbit Ternate.

Ansel, Howard C, Ph.D. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi keempat. 2008.

Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.