Upload
zulkifli-maku
View
35
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laporan kasus HIV
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
HIV / AIDS
I. Definisi
AIDS (aquired Immunodeficiency Syndrome) dapat diartikan
sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh
menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human
Immunodeficiency Virus) yang termasuk famili retroviridae. AIDS
merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.
Masalah HIV/AIDS adalah adalah besar yang mengancam
Indonesia dan banyak negara diseluruh dunia. Saat ini tidak ada
negara yang terbebas dari HIV/AIDS. HIV/AIDS menyebabkan
berbagai krisis secara bersamaan, dengan kata lain sebagai krisis
multidimensi. Sebagai krisis kesehatan, AIDS memerlukan respon dari
masyarakat dan memerlukan layanan pengobatan dan perawatan
untuk individu yang terinfeksi HIV.
II. Etiologi
HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III
(HTLV-III) atau virus limfadenopati (LAV), adalah suatu retrovirus
manusia sitopatik dari famili lentivirus. Retrovirus mengubah asam
ribonukleatnya (RNA) menjadi asam Deoksiribonukleat (DNA) setelah
masuk kedalam sel penjamu. HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivurus
sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh
dunia.
III. Epidemiologi
Penularan HIV/AIDS terjadi akibat melalui cairan tubuh yang
mengandung virus HIV yaitu melalui hubungan seksual, baik
homoseksual maupun heteroseksual, jarum suntik pada penggunaan
narkotika, transfusi komponen darah dan dari ibu yang terinfeksi HIV
ke bayi yang dilahirkannya. Oleh karena itu kelompok resiko tinggi
terhadap HIV /AIDS misalnya pengguna narkotika, pekerja seks
komersil dan pelanggannya, serta narapidana.
Sejak tahun 1985 sampai tahun 1996 kasus AIDS masih sangat
jarang ditemukan di Indonesia. Sebagian besar odha pada periode itu
dari kelompok homoseksual. Kemudian jumlah kasus baru HIV/AIDS
semakin meningkat dan sejak pertengahan tahun 1999 mulai terlihat
peningkatan tajam yang terutama disebabkan akibat penularan
melalui narkotika suntik. Sampai dengan akhir maret 2005 tercatat
6789 kasus HIV/AIDS yang dilaporkan, jumlah itu tentu masih sangat
jauh dari jumlah sebenarnya. Departemen kesehatan RI tahun 2002
memperkirakan jumlah penduduk Indonesia yang terinfeksi HIV
adalah antara 90.000 sampai 130.000 orang.
IV. Patofisiologi
HIV dapat diisolasi dari darah , cairan cerebrospinal, semen, air
mata, sekresi vagina atau serviks, urine, ASI, dan air liur. Penularan
terjadi paling efisien melalui darah dan semen, HIV juga dapat
ditularkan melalui air susu dan sekresi vagina atau serviks, tiga cara
penularan adalah kontak dengan darah, dan kontak seksual, dan
kontak ibu-bayi. Setelah virus ditularkan akan terjadi serangkaian
proses yang kemudian menyebabkan infeksi.
Limfosit CD4+ merupakan target utama infeksi HIV karena virus
mempunyai avinitas terhadap molekul permukaan CD4. Limfosit CD4
berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi immunologis yang
penting, hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan respon
imun yang progresif.
Virion HIV matang memiliki bentuk hampir bulat. Selubung luarnya
atau kapsul viral terdiri dari lemak lapis ganda yang mengandung
banyak tonjolan protein, duri-duri ini terdiri dari 2 glikoprotein: gp120
dan gp41, gp mengacu pada Glikoprotein dan angka mengacu pada
massa protein dalam ribuan dalton. Gp120 adalah selubung
permukaan eksternal duri, dan gp41 adalah bagian transmembran.
Terdapat suatu protein matrix yang disebut p17 yang mengelilingi
segmen bagian dalam membran virus. Sedangkan inti dikelilingi oleh
suatu protein kapsid yang disebut p24. Didalam kapsid p24, terdapat 2
untai RNA identik dan molekul preformed reverse transcriptase adalah
enzim yang mentranskripsikan RNA virus menjadi DNA setelah virus
masuk ke sel sasaran.enzim-enzim lain yang menyertai RNA adalah
integrase dan protease.
Gambar 1: struktur virion HIV dan cara replikasinya.
HIV menginfeksi sel dengan mengikat permukaan sel sasaran yang
memilki molekul reseptor membran CD4. Sejauh ini sasaran yang
disukai oleh HIV adalah limfosit T penolong positif-CD4, atau sel T4
(limfosit CD4+). Gp 120 HIV berikatan kuat dengan limfosit CD4+
sehingga gp 41 dapat mementarai fusi membran virus ke membran
sel. Baru-baru ini ditemukan bahwa dua koreseptro permukaan sel,
CCR5 dan CXCR4 diperluakan, agar gliprotein gp120 dan gp41 dpaat
berikatan dengan reseptor CD4+. Koreseptor ini menyebabkan
perubahan-perubahan konformasi sehingga gp41 dapat masuk ke
membran sel sasaran. Individu yang mewarisi 2 salinan defektif gen
reseptor CCR5 (homozigot) resisten terhadap timbulnya AIDS,
walaupun berulang kali terpajan HIV, (sekitar 1% orang Amerika
keturunan caucasian). Individu yang heterozigot untuk gen defektif ini
tidak terlindung dari AIDS, tetapi awitan penyakit agak melambat.
Belum pernah ditemukan homozigot pada populasi Asia atau Afrika,
yang mungkin dapat membantu menerangkan mengapa mereka lebih
rentan terhadap infeksi HIV.
Sel-sel lain yang mungkin rentan terhadap infeksi HIV mencakup
monosit dan makrofag. Monosi dan makrofag yang terinfeksi dapat
berfungsi sebagai reservoar untuk HIV tetapi tidak dihancurkan oleh
virus. HIV bersifat politrofik dan dapat menginfeksi beragam sel
manusia, seperti sel Natural Killer, limfosit B, sel Endotel, sel Epitel,
sel langerhans, sel dendritik (sel-sel yang terdpat dimukosa tubuh), sel
mikroglia, dan berbagai jaringan tubuh.
Setelah virus berfusi dengan limfosit CD4+, maka berlangsung
serangkaian proseskompleks yang apabila berjalan lancar,
menyebabkan terbentuknya partikel-partikel virus baru dari sel yang
terinfeksi. Limfosit CD4+ yang terinfeksi mungkin tetap laten dalam
keadaan provirus atau mungkin mengalami siklus-siklus replikasi
sehingga menghasilkan banyak virus. Infeksi pada limfosit CD4+ juga
dapat menimbulkan sipatogenesitas melalui beragam mekanisme,
termasuk apoptosis, (kematian sel terprogram), anergi (pencegahan
fusi sel lebih lanjut) atau pembentukan sensitium (fusi sel).
Setelah terjadi fusi sel virus, RNA virus akan masuk kebagian
tengah sitoplasma limfosit CD4+, setelah nukleokapsid dilepas, maka
terjadi transkripsi terbalik (reverse transcritption) dari satu untai
tunggal RNA menjadi DNA salinan (cDNA) untai ganda virus.
Integrase HIV membantu insersi cDNA virus kedalam inti sel penjamu,
makadua untai DNA sekarang menjadi provirus. Provirus
menghasilkan RNA messenger (mRNA) yang meninggalkan inti sel
dan masuk kedalam sitoplasma. Protein-protein virus dihasilkan dari
mRNA yang lengkap dan yang telah mengalami splicing
(penggabungan) setelah RNA genom dibebaskan kedalam
sitoplasma. Tahap akhir produksi virus membutuhkan suatu enzim
virus yang disebut HIV protease, yang memotong dan menata protein
virus menjadi segmen-segmen kecil yang mengelilingi RNA virus,
membentuk partikel virus menular yang menonjol dari sel yang
terinfeksi. Sewaktu menonjol dari sel penjamu, partikel-partikel
tersebut akan terbungkus oleh sebgaian dari membran sel yang
terinfeksi. HIV yang baru terbentuk sekarang dapat menyerang sel-sel
rentan lainnya diseluruh tubuh.
V. Perkembangan Klinins
Fase Infeksi
AIDS adalah stadium akhir dalam suatu kelainan immunologis dan
klinis kontinum yang dikenal sebagai “spektrum infeksi HIV”.
Perjalanan penyakit dimulai saat terjadi penularan dan pasien
terinfeksi. Tidak semua orang terpajan akan terinfeksi (misalnya,
homozigot dengan gen CCR5 mutan). Mungkin terdapat kofaktor lain
dalam akuisisi yang perlu diidentifikasi lebih lanjut. Setelah infeksi
awal oleh HIV, pasien mungkin tetap seronegatif selama beberap
bulan. Namun pasien ini bersifat menular selama periode ini dan
dapat memindahkan virus ke orang lain. Fase ini disebut “window
period”. Manifestasi klinis pada orang yang terinfeksi dapat timbul
sedini 1 sampai 4 minggu setelah pajanan.
Infeksi akut terjadi pada tahap serokonversi dari status antibodi negatif
menjadi positif. Sebagian orang mengalami sakit mirip penyakit virus
atau mirip mononukleosis infeksiosa yang berlangsung beberapa hari.
Gejala mungkin berupa malaise, demam, diare, limfadenopati, dan
ruam makulopapular. Beberapa orang mengalami gejala yang lebih
akut seperti meningitis atau pneumonitis. Selama periode ini, dapat
terdeteksi HIV dengan kadar tinggi di darah perifer. Kadar limfosit
CD4+ turun dan kemudian kembali ke kadar sedikit dibawah kadar
semula untuk pasien yang bersangkutan.
Dalam beberapa minggu setelah fase infeksi akut, pasien masuk ke
fase asimptomatik. Pada awal fase ini, kadar limfosit CD4+ umumnya
sudah kembali mendekati normal. Namun, kadar limfosit CD4+
menurun secara bertahap seiring dengan waktu. Selama fase infeksi
ini, baik virus maupun antibodi virus dapat ditemukan didalam darah.
Seperti dibahas sebelumnya, replikasi virus berlangsung di jaringan
limfoid. Virus itu sendiri tidak pernah masuk kedalam periode laten
walaupun fase infeksi klinisnya mungkin laten.
Pada fase simptomatik dari perjalanan penyakit, hitung sel CD4+
pasien biasanya telah turun dibawah 300 sel/ul. Dijumpai gejala-gejala
yang menunjukkan immunosupresi dan gejala ini berlanjut sampai
pasien memperlihatkan penyakit-penyakit terkait ADIS.
Gambar 2: windows Period dari infeksi virus HIV
Tabel 1: klasifikasi CDC untuk infeksi HIV yang didasarkan pada
patofisiologi penyakit seiring memburuknya secara progresif
fungsi.
kelas Kriteria
Grup I 1. Infeksi akut oleh HIV
2. Gejala mirip influenza;
mereda sempurna.
3. Antibodi HIV negtif
HIV Asimtomatik
Grup II 1. Antib odi HIV positif
2. Tidak ada indikator klinis
atau laboratorium adanya
immunodefisiensi
HIV Simtomatik
Grup III 1. Antibodi HIV positif
2. Limfadenopati generalisata
persisten.
Grup IV-A 3. Antibodi HIV positif
4. Penyakit konstitusional
(demam atau diare
menetap, menurunya berat
badan > 10% di banding
berat normal)
Grup IV-B 5. Sama seperti grup IV-A dan
6. Penyakit neurologik
(demensia, neuropati,
mielopati)
Grup IV-C 7. Sama seperti grup IV-B dan
8. Hitung limfosit CD4+ <
200/ul
Grup IV-D 9. Sama seperti grup IV-C dan
10.Tuberculosis paru, kanker
serviks invasif, atau
keganasan lain.
VI. Diagnosis HIV / AIDS
Pada sistem imun yang utuh, jumlah limfosit CD4+ berkisar 600
samapai 1200/ul (atau mm3) darah. Karena hitung limfosit CD4+ dapat
bervariasi bahkan pada orang yang sama, maka segera setelah
seseorang terpajan HIV harus dilakukan pemeriksaan untuk
menentukan jumlah basal sel. Segera setelah infeksi virus primer,
hitung limfosit CD4+ turun dibawah kadar normal untuk orang yang
bersangkutan. Jumlah sel kemudian meningkat tetapi sampai kekadar
sedikit dibawah dari kadar normal untuk orang tersebut. Seiring
dengan waktu, erjadi penurunan secara perlahan hitung limfosit CD4+
yang berkorelasi dengan perjalanan klinis penyakit. Faktor-faktor
eksternal seperti stres, merokok, obat dan alkohol dapat
mempengaruhi fungsi hormon dan imun dan dapat berlaku sebagai
variabel pengganggu. Efek faktor-faktor tersebut pada hitung limfosit
CD4+ perlu dievaluasi lebih lanjut.
Pemeriksaan laboratorium terdapat dua uji yang khas digunakan
untuk mendeteksi antibodi terhdap HIV. Yang pertama, enzyme linked
immunosorbent assay (ELISA), bereaksi terhadap adanya antibodi
dalam serum dengan memperlihatkan warna yang lebih jelas apabila
terdeteksi antibodi virus dalam jumlah besar. Karena hasil positif-palsu
dapat menimbulkan dampak psikologis yang besar, sehingga hasil uji
ELISA yang positif diulang, dan apabila kedunya positif, maka
dilakukan uji yang lebih spesifik, western blot. Uji western blot juga
dikonfirmasi dua kali. Uji ini lebih kecil kemungkinannya memberi hasil
positif-palsu atau negatif-palsu.
WHO menganjurkan pemakaian salah satu dari 3 strategi
pemeriksaan antibodi terhadap HIV dibawah ini, tergantung pada
tujuan penyaringan keadaan populasi dan keadaan pasien.
Pada keadaan yang memenuhi dilakukannya strtegi I, hanya
dilakukan satu kali pemeriksaan. Bila hasil pemeriksaan reaktif maka
dianggap sebagai kasus terinfeksi HIV dan bila hasil pemeriksaan non
reaktif dianggap tidak terinfeksi HIV. Regensia yang dipakai untuk
pemeriksaan ini harus memilki sensitivitas yang tinggi (>99%).
Strategi II menggunakan dua kali pemeriksaan jika serum pertama
memberikan hasil reaktif. Jika pada pemeriksaan pertama
memberikan hasil non reaktif , maka dilaporkan hasil tesnya negatif.
Pemeriksaan pertama menggunakan regensia dengan sensitvitas
tertinggi dan pada pemeriksaan kedua dipakai regensi yang lebih
spesifik serta berbeda jenis antigen atau tekniknya yang dipakai pada
pemeriksaan pertama. Bila hasil pemeriksaan kedua juga reaktif, mka
disimpulkan sebagai terinfeksi HIV namum jika hasil pemeriksaan
kedua juga non reaktif, maka pemeriksaan harus diulang dengan ke-2
metode. Bila hasil tetap tidak sama, maka dilaporkan sebagai
indeterminate.
Strategi III menggunakan 3 kali pemeriksaan, bila hasil
pemeriksaan pertama, kedua dan ketiga reaktif, maka dapat
disimpulkan bahwa pasien tersebut memang terinfeksi HIV, bila hasil
pemeriksaan tidak sama, misalnya pemeriksaa pertma reaktif, kedua
reaktif dan ketiga non reaktif ata pemeriksaan pertama reaktif,
pemeriksaan kedua dan ketiga non reaktif, maka keadaan ini disebut
sebagai equivocal atau indeterminate bila pasien yang diperiksa
memiliki riwayat pemaparan terhadap HIV atau tidak beresiko tertular
HIV, makasil hasil dilaporkan sebagai non-reaktif.
Seseorang yang ingin menjalani tes HIV untuk keperluan diagnosis
harus mendapatkan konseling pra tes. Hal ini harus dilakukan agar
pasien mendapat informasi yang sejelas-jelasnya mengenai infeksi
HIV/AIDS sehingga dapat mengambil keputusan yang terbaik untuk
dirinya serta lebih siap menerima apapun hasil tesnya nanti.
Untuk memberitahu hasil tes juga diperlukan konseling pasca tes,
baik hasil tes positif maupun negatif. Jika hasilnya positif akan
diberikan informasi untuk memperpanjang masa tanpa gejala serta
cara pencegahan penularan. Jika hasilnya negatif konseling tetap
perlu dilakukan untuk memberikan informasi bagaimana
mempertahankan perilaku yang tidak beresiko.
VII. Penatalaksanaan dan Terapi
Obat anti HIV (obat anti retroviral, di singkat ARV) bermanfaat
menurunkan morbiditas dan mortalitas dini akibat infeksi HIV. Manfaat
ARV dicapai melalui pulihnya sistem kekebalan akibat HIV dan
pulihnya kerentanan odha terhadap infeksi oportunistik.
Selain ARV pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi
dan kanker yang menyertai infeksi HIV/AIDS, sperti jamur,
tuberkulosis, hepatitis, toksoplasma, sarkoma kaposi, limfoma, kanker
serviks juga diperlukan. Pengobatan suportif yaitu makanan yang
mempunyai nilai gizi yang baik dan pegobatan pendukung lain seperti
dukungan psikososial dan dukungan agama serta tidur yang cukup
dan perlu menjaga kebersihan.
Obat ARV terdiri dari beberapa golongan seperti nucleoside
reverse trancriptase inhibitor, nucleotide reverse transcriptasi inhibitor,
non-nucleoside transcriptase inhibitor dan inhibitor protease.
Obat ini juga direkomendasikan pada pasien asimptomatik dengan
limfosit CD4+ < 200-350 sel/mm3.
Tabel 2: obat ARV yang beredar di indonesia
Nama Generik Golongan Sediaan Dosis (per hari)
Stafudin (d4T) NsRTI Tablet,
kandungan
zidovudin 300
mg, lamivudin
150 mg
Kapsul: 30 mg,
40 mg
2x1 tab.
>60 kg: 2x40
mg
<60 kg: 2x30
mg
Lamivudin
(3TC)
NsRTI Tablet 150 mg
lar. Oral 10
mg/ml
2x150 mg
<50 kg: 2mg/kg
2x1
Nevirapin
(NVP)
NNRTI Tablet 200 mg 1x200 mg
selama 14 hari,
dianjurkan.
2x200mg
Zidovudin
(ZDV, AZT)
NsRTI Kapsul 100 mg 2x300 mg atau
2x250 mg
(dosis alternatif)
Didanosin (ddl) NsRTI Tab. Kunyah
100 mg
>60 kg: 2x200
mg atau 1x400
mg
<60 kg: 2x125
mg atau 1x250
mg.
Efavirenz (EFV,
EFZ)
NNRTI Kapsul 200 mg 1x600 mg,
malam
Nelvinavir
(NFV)
PI Tab. 250 mg 2x1250 mg
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama: Tn. RG
Umur: 28 thn
Jenis kelamin: laki-laki
Alamat: dirahasiakan
Agama: Islam
Tgl pemeriksaan: 06 februari 2014
Ruangan: Rajawali Bawah
II. ANAMNESIS
Keluhan utama: putih – putih di lidah
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien masuk Rumah Sakit dengan keluhan putih-putih di
lidah yang dialami sejak 2 minggu yang lalu, pasien juga mengeluh
susah makan karena makanan terasa pahit, pasien juga mengeluh
sering BAB encer warna kuning dan berampas, tidak berlendir, tdk
ada darah, tidak berbusa, yang dialami sekitar 3 bulan, pasien
mengeluh demam sudah 1 bulan terakhir, pasien juga mengeluh
berat badan mulai menurun dalam 1 tahun terakhir dari 55 kg
menjadi 39 kg, BAK lancar. Riwayat merokok +, alkoholik +,
narkoba suntik -, tidak bertato, riwayat melakukan seks bebas 10
tahun lalu berlangsung 5 kali dan berganti-ganti pasangan, 1 tahun
lalu pernah dirawat di RS. Kota Makassar dan telah di diagnosis
HIV/AIDS.
Riwayat penyakit dahulu: DBD
Riwayat penyakit keluarga: -
III. PEMERIKSAAN FISIS
Keadaan umum:
SP: Compos mentis/ sakit sedang/ gizi kurang
BB: 39 kg, TB: 167 cm, IMT: 14,02 kg/mm2
Tanda Vital:
Tekanan darah: 110/80 mmHg
Nadi: 120x/mnt
Pernapasan: 20 x/mnt
Suhu: 37.4oC
KEPALA:
Wajah: pucat +
Deformitas: -
Bentuk: normocephal
Rambut: hitam, lurus, tidak rontok
Mata: konjungtiva anemis +/+, sklera: ikterus -/-, pupil: isokor 2 mm,
refleks cahaya normal +/+
Mulut: bibir kering, ulkus -, lidah dan rongga mulut berjamur,
hiperemis –
LEHER:
KGB: tidak ada pembesaran, nyeri tekan –
Tiroid : mengikuti gerakan menelan, tdk ada pembesaran
Massa lain: -
DADA/PARU-PARU:
Inspeksi: datar, simetris ki/ka, mengikuti gerakan napas
Palpasi: vocal premitus + dalam batas normal.
Perkusi: bunyi sonor
Asukultasi: suara napas vesikuler, ronki- / wheezing –
JANTUNG:
Inspeksi: ictus cordis dapat terlihat
Palpasi: ictus cordis dapat diraba
Perkusi:
Batas atas: linea parasternalis sinistra ICS II
Batas kanan: linea parasternalis dextra ICS IV
Batas kiri: linea midclavicula sinistra ICS V
Auskultasi: S1 dan S2 murni reguler, tidak ada bunyi tambahan
PERUT:
Inspeksi: cekung, massa -, edema –
Auskultasi: peristaltik usus + meningkat
Perkusi: bunyi tympani
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tdk ada pembesaran hepar dan lien
ANGGOTA GERAK:
Atas: edema -, parese –
Bawah: edema -, parese –
PEMERIKSAAN KHUSUS:-
IV. RESUME
Laki-laki 28 thn, mengeluh candidiasis oral sejak 2 minggu
yang lalu, diare kronik sejak 3 bulan yang lalu, darah -, lendir -,
hanya ampas, BAK lancar, demam + 1 bulan terakhir, BB menurun
dalam 1 thn terakhir, riwayat merokok +, alkoholik +, narkoba suntik
-, bertato -, riwayat free sex 10 tahun lalu dengan 5 kali berganti
pasangan, telah terdiagnosa HIV/AIDS 1 tahun lalu di RS kota
Makassar.
Tanda vital: TD 110/80 mmHg, N 120x/mnt, P 20 x/ mnt, S 37.4oC.
Pemfis: wajah pucat, konjungtiva anemis +/+, candidiasis oral, lidah
kotor, bibir kering, kaheksi.
V. DIAGNOSIS KERJA
1. HIV/AIDS
2. Gastroenteritis Akut
3. Candidiasis Oral
VI. DIAGNOSIS BANDING
1.
VII. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa:
1. Tirah baring
2. Diet rendah serat, tinggi kalori
3. Makan makanan yang bergizi
4. Terapi suppotif (psikologis)
Medikamentosa:
1. IVFD RL 28 tpm
2. Nystatin 1000 IU
3. Lodia 3x1
4. Ceftriaxone ap/12 jm/hari
5. Ij. Ranitidin ap/12 jm/hari
6. ARV kombinasi (lamivudin : bb < 50 kg: 2 mg/kgBB, 2x1 dan
nevirapin: 1x200 mg selama 14 hari)
7. PCT 3x1
8. Diazepam 0-0-1
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah lengkap:
WBC: 2.0 103/mm3
RBC: 3.85 106/mm3
HB: 11.0 g/dL
PLT: 310 103/mm3
Radiologi :
Foto Thorax PA: corakan bronkovaskular dalam batas normal, cor:
letak dan ukuran dalam batas normal, kedua sinus dan diaphragma
dalam batas normal, tulang-tulang rongga thorax intak.
EKG: -
Pemeriksaan lain: -
IX. DIAGNOSIS AKHIR
HIV/AIDS
X. ANJURAN PEMERIKSAAN
Periksa sel CD4+
ELISA dan Western Blot
VCT
XI. PROGNOSIS
Malam
XII. FOLLOW UP
No Tanggal Follow Up1. 07 maret 2014 S: lidah kotor berkurang, masih susah makan
namun dipaksa, sakit tenggorokan, bab
encer warna kuning dan berampas
O: TD: 110/80 mmHg
N: 96x/mnt
P: 20x/mnt
S: 36oC
A: HIV/AIDS
P: IVFD Dex:RL 20 tpm
Ranitidin injeksi ap/12 jm/hari
ARV lanjut
Enystatin
Neurobion ap/drips
2. 08 maret 2014
Hasil
pemeriksaan
elektrolit:
K+: 1.14 mmol/L
Na+: 127.04
mmol/L
Cl-: 88,19
mmol/L
S: sakit dan sulit menelan, putih-putih dilidah
sudah mulai berkurang.
O: TD: 100/60
N: 89x/mnt
P: 20x/mnt
S: 36.5oC
A: HIV/AIDS
GEA
Candidiasis Oral
Hipokalemia
Hiponatremi
P: dextrose 28 tpm
ARV lanjut
Ranitidin injeksi ap/12 jam/hari
PEMBAHASAN
Pada kasus seorang laki-laki sejak 2 minggu lalu mengalami
candidiasis oral sebelum masuk RS, dan sisertai Diare kronis yang
berlangsung selama 3 bulan, kadang demam dan juga mengeluh berat
badan menurun drastis dalam 1 tahun terakhir, pada pemeriksaan fisik di
dapatkan lidah kotor dan berjamur dan juga gizi kurang, ini sesuai dengan
perjalanan infeksi dari HIV/AIDS yaitu adanya infeksi oportunistik yang
diakibatkan menurunya sistem pertahanan tubuh yang disebabkan oleh
virus HIV, kemudian di dukung dengan riwayat free sex 10 tahun lalu dan
juga telah didiagnosis AIDS ketika berobat di kota Makassar.
Kemudian dari hasil pemeriksaan laboratorium yang didapatkan
kadar leukosit yang menurun: yaitu 2.0 x 103/mm3 yang merupakan
petanda bahwa daya tahan tubuh juga semakin menurun yang
disebabkan karena virus tersebut, diberikan obat Anti Retroviral (ARV)
untuk menurunkan angka mortalitas dan morbitis pasien tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo A W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 5th. Jakarta: InternaPublishing. 2009
2. Price S A, Wilson L M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Ed. 6th. Jakarta : EGC. 2005.
3. Silbernagl S, Lang F. Color Atlas of Pathophysiology. Ed. 1st. New
York: Thieme. 2000.
4. Rabson A, Roitt I M, Delves P J. Really Essential Medical
Immunology. Ed. 2nd. Australia: Blackwell. 2005