Upload
frans-cazper-sihombing
View
254
Download
25
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN KASUS
Hipermetropia Okuli Dextra Sinistra + Presbiopia
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna mengikuti ujian di SMF Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Jayapura
Oleh :
Frans Rinaldo Sihombing
009 084 0058
PEMBIMBING:
dr. Sarah M. Josephina M, Sp.M
SMF ILMU PENYAKIT MATA
RUMAH SAKIT UMUM JAYAPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA-PAPUA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Penglihatan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam seluruh aspek
kehidupan termasuk diantaranya pada proses pendidikan. Penglihatan juga merupakan
jalur informasi utama, oleh karena itu keterlambatan melakukan koreksi terutama pada
anak usia sekolah akan sangat mempengaruhi kemampuan menyerap materi
pembelajaran dan berkurangnya potensi untuk meningkatkan kecerdasan (Depkes RI,
2009). Meskipun fungsinya bagi kehidupan manusia sangat penting, namun sering kali
kesehatan mata kurang terperhatikan, sehingga banyak penyakit yang menyerang mata
tidak diobati dengan baik dan menyebabkan gangguan penglihatan (kelainan refraksi)
sampai kebutaan.
Kelainan refraksi merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga
sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi dapat di depan atau di
belakang bintik kuning dan mungkin tidak terletak pada satu titik yang fokus (Ilyas,
2004). Kelainan refraksi biasa disebabkan oleh adanya faktor kebiasaan membaca
terlalu dekat sehingga menyebabkan kelelahan pada mata (astenopia) dan radiasi
cahaya yang berlebihan yang diterima mata, di antaranya adalah radiasi cahaya
komputer dan televise (Gondhowiharjo, 2009). Pada gangguan yang disebabkan
komputer, hal ini akan menyebabkan terjadinya Computer Vision Syndrome (CVS).
Situasi tersebut menyebabkan otot yang membuat akomodasi pada mata akan bekerja
semua.
Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi merupakan penyebab utama low vision di
dunia dan dapat menyebabkan kebutaan. Data dari VISION 2020, suatu program
kerjasama antara International Agency for the Prevention of Blindness (IAPB) dan
WHO, menyatakan bahwa pada tahun 2006 diperkirakan 153 juta penduduk dunia
mengalami gangguan visus akibat kelainan refraksi yang tidak terkoreksi. Dari 153 juta
orang tersebut, sedikitnya 13 juta diantaranya adalah anak-anak usia 5-15 tahun
dimana prevalensi tertinggi terjadi di Asia Tenggara (WHO, 2004).
Angka kelainan refraksi dan kebutaan di Indonesia terus mengalami peningkatan
dengan prevalensi 1.5 % dan tertinggi dibandingkan dengan angka kebutaan di
negara–negara regional Asia Tenggara seperti Bangladesh sebesar 1 %, India sebesar
0.7 %, dan Thailand 0.3 % (DEPKES RI, 2007). Dari hasil Survei Depertemen
Kesehatan Republik Indonesia yang dilakukan di 8 provinsi (Sumatera Barat, Sumatera
Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan
Nusa Tenggara Barat) tahun 1996 ditemukan kelainan refraksi sebesar 24.71% dan
menempati urutan pertama dalam 10 penyakit mata terbesar di Indonesia (DEPKES,
2001).
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi Mata
Kornea merupakan jendela paling depan dari mata dimana sinar masuk dan
difokuskan ke dalam pupil. Bentuk kornea yang cembung dengan sifatnya yang
transparan merupakan hal yang sangat menguntungkan karena sinar yang masuk 80%
atau kekuatan 40 dioptri dilakukan atau dibiaskan oleh kornea ini. Kornea memiliki
indek bias 1,38. Kelengkungan kornea mempunyai kekuatan yang sebagai lensa hingga
40,0 dioptri.
Lensa yang jernih mengambil peranan membiaskan sinar 20% atau 10 dioptri.
Peranan lensa yang terbesar adalah pada saat melihat dekat atau berakomodasi.
Lensa ini menjadi kaku dengan bertambahnya umur sehingga akan terlihat sebagai
presbiopia. Lensa mata memiliki sifat seperti : indeks bias 1,44, dapat berubah bentuk,
mengatur difokuskannya sinar dan apabila badan siliar melakukan kontraksi atau
relaksasi maka lensa akan cembung ataupun pipih seperti yang terjadi pada akomodasi
(Ilyas, 2006).
Mata anak-anak adalah mata yang sedang bertumbuh. Sistem imunitas anak
yang sedang berkembang dan sistem saraf pusat yang juga berada pembentukan
mengakibatkan rentanya mata anak terhadap gangguan yang bisa mengakibatkan
pertumbuhan dan perkembangan abnormal. Pertumbuhan dan perkembangan mata
berlangsung cepat dalam dua tahun pertama kehidupan. Kemudian berkembang secara
berlahan sampai usia pubertas (Riordan and Eva, 2009).
2. Kelainan Refraksi
2.1. Definisi
Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada
retina tetapi di bagian depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu
titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia dan
astigmatisma (Ilyas, 2006).
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan
dan kelengkungan kornea serta panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya
pembiasan sinar terkuat dibanding media penglihatan mata lainnya. Lensa memegang
peranan terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda yang dekat.
Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar
oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang,
lebih pendek) bola mata, maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula.
Keadaan ini disebut sebagai ametropia (Ilyas, 2006).
Skema Mekanisme Patofisiologi Kelainan Refraksi
Etiologi
Ametropia aksial adalah ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata
lebih panjang atau lebih pendek sehingga bayangan benda difokuskan di depan atau di
belakang retina. Pada miopia aksial, fokus akan terletak di depan retina karena bola
mata lebih panjang. Sedangkan pada hipermetropia aksial, fokus bayangan terletak di
belakang retina. Ametropia indeks refraktif adalah ametropia akibat kelainan indeks
refraksi media penglihatan. Sehingga walaupun panjang sumbu mata normal, sinar
terfokus di depan (miopia) atau di belakang retina (hipermetropia). Kelainan indeks
refraksi ini dapat terletak pada kornea atau pada lensa (cembung, diabetik). retina
karena bola mata lebih panjang. Sedangkan pada hipermetropia aksial, fokus bayangan
terletak di belakang retina. Ametropia indeks refraktif adalah ametropia akibat kelainan
indeks refraksi media penglihatan. Sehingga walaupun panjang sumbu mata normal,
sinar terfokus di depan (miopia) atau di belakang retina (hipermetropia). Kelainan
indeks refraksi ini dapat terletak pada kornea atau pada lensa (cembung, diabetik).
Tanda Dan Gejala Klinis
Sakit kepala terutama didaerah tengkuk atau dahi, mata berair, cepat
mengantuk, pegal pada bola mata, penglihatan kabur (Ilyas, 2006), mengerutkan dahi
secara berlebihan, sering menyipitkan mata, sering menggosok (mengucek) mata,
mengantuk, mudah teriritasi pada penggunaan mata yang lama, dan penglihatan ganda
(Rudolph, 2007)
Klasifikasi Refraksi
Definisi Hipermetropia
Hipermetropia juga dikenal dengan istilah hiperopia atau rabun dekat.
Hipermetropia merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar
sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang makula
lutea (Ilyas, 2004). Hipermetropia adalah suatu kondisi ketika kemampuan refraktif mata
terlalu lemah yang menyebabkan sinar yang sejajar dengan sumbu mata tanpa
akomodasi difokuskan di belakang retina (Istiqomah, 2005). Hipermetropia adalah
keadaan mata yang tidak berakomodasi memfokuskan bayangan di belakang retina.
Hipermetropia terjadi jika kekuatan yang tidak sesuai antara bola mata dan kekuatan
pembiasan kornea dan lensa lemah sehingga titik fokus sinar terletak di belakang retina
(Patu, 2010).
Klasifikasi Hipermetropia
Terdapat berbagai gambaran klinik hipermetropia seperti: Hipermetropia manifes
ialah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal yang
memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia
absolut ditambah dengan hipermetropia fakultatif. Hipermetropia manifes didapatkan
tanpa siklopegik dan hipermetropia yang dapat dilihat dengan koreksi kacamata
maksimal. Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi
dengan akomodasi ataupun dengan kacamata positif. Pasien yang hanya mempunyai
hipermetropia fakultatif akan melihat normal tanpa kacamata. Bila diberikan kacamata
positif yang memberikan penglihatan normal, maka otot akomodasinya akan
mendapatkan istirahat. Hipermetropia manifes yang masih memakai tenaga akomodasi
disebut sebagai hipermetropia fakultatif. Hipermetropia absolut, dimana kelainan
refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk
melihat jauh. Biasanya hipermetropia laten yang ada berakhir dengan hipermetropia
absolut ini. Hipermetropia manifes yang tidak memakai tenaga akomodasi sama sekali
disebut sebagai hipermetropi absolut. Hipermetropia laten, dimana kelainan
hipermetropia tanpa siklopegia (otot yang melemahkan akomodasi) diimbangi
seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila diberikan
siklopegia. Makin muda makin besar komponen hipermetropia laten seseorang. Makin
muda makin besar komponen hipermetropia laten seseorang. Hipermetropia total,
hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan siklopegia (Ilyas, 2004).
Etiologi Hipermetropia
Penyebab utama hipermetropia adalah panjangnya bola mata yang lebih
pendek. Akibat bola mata yang lebih pendek, bayangan benda akan difokuskan di
belakang retina. Berdasarkan penyebabnya, hipermetropia dapat dibagi atas :
Hipermetropia sumbu atau aksial, merupakan kelainan refraksi akibat bola mata pendek
atau sumbu anteroposterior yang pendek. Hipermetropia kurvatur, dimana
kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga bayangan difokuskan di belakang
retina. Hipermetropia indeks refraktif, dimana terdapat indeks bias yang kurang pada
sistem optik mata (Ilyas, 2006).
Patofisiologi
Akibat dari bola mata yang terlalu pendek, yang menyebabkan bayangan terfokus di
belakang retina (Wong, 2008).
Gejala Klinik Hipermetropia
Sakit kepala terutama daerah dahi atau frontal, silau, kadang rasa juling atau
melihat ganda, mata leleh, penglihatan kabur melihat dekat (Ilyas, 2006). Sering
mengantuk, mata berair, pupil agak miosis, dan bilik mata depan lebih dangkal
(Istiqomah, 2005).
Pengobatan
Berbagai cara dan alat untuk memperbaiki tajam penglihatan untuk membiaskan
sinar sehingga sehingga terfokus pada bintik kuning yaitu:
Kaca Mata
Kaca mata merupakan alat koreksi yang paling banyak dipergunakan kerena
mudah merawatnya dan murah. Kerja kaca mata pada mata adalah minus kuat di
perlukan pada mata miopia tinggi akan memberikan kesan pada lensa benda yang
dilihat menjadi lebih kecil dari ukuran yang sesungguhnya. Sebaliknya memakai lensa
konveks atau plus pada mata hipermetropia akan memberikan kesan lebih besar.
Penderita astigmatisme akan mendapatkan perasaan tidak enak bila memakai kaca
mata.
Mata dengan hipermetropia akan memerlukan lensa cembung untuk
mematahkan sinar lebih kaut kedalam mata. Koreksi hipermetropia adalah di berikan
koreksi lensa positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal.
Hipermetropia sebaiknya diberikan kaca mata lensa positif terbesar yang masih
memberi tajam penglihatan maksimal (Ilyas, 2006).
Keluhan memakai kaca mata yaitu kaca mata tidak selalu bersih, mengurangi
kecerahan warna yang dilihat, mengganggu gaya hidup, mudah turun dari pangkal
hidung, dan sakit pada telinga. Keuntungan dan kerugian kaca mata kaca dibanding
plastik yakni kaca mata kaca mudah berembun dibandingkan kaca mata plastik, kaca
mata kaca lebih mudah pecah dibandingkan dengan kaca mata plastik, kaca mata kaca
lebih berat dibandingkan kaca mata plastik, dan kaca mata kaca lebih tipis
dibandingkan kaca mata plastik.
Kerugian memakai kaca mata yaitu menghalangi penglihatan perifer, pemakaian
dengan waktu tertentu, membatasi kegiatan tertentu, spt olah raga, dan kaca mata
mudah rusak (Ilyas, 2006).
Lensa Kontak
Lensa kontak merupakan lensa tipis yang diletakkan didataran depan koernea
untuk memperbaiki kelainan refraksi dan pengobatan. Keuntungan pakai lensa kontak
yaitu pembesaran yang terjadi tidak banyak berbeda dengan bayangan normal, lapang
pandang menjadi lebih luas, tidak membatasi kegiatandan lain-lain, keluhan memakai
lensa kontak yaitu sukar dibersihkan, sukar merawat, mata dapat merah dan infeksi,
sukar dipakai di lapangan berdebu, dan terbatasnya waktu pemakaiannya, serta
kerugian memakai lensa kontak adalah harus bersih, tidak dapat dipergunakan pada
silinder berat, alergi, mudah hilang,dan tidak dapat dipakai di daerah berdebu.
Bedah refraksi.
Bedah dengan sinar laser, radial keratotomy, karatektomi dan karatoplasti
lamelar automated (ALK) (Ilyas, 2006).
Mata dengan hipermetropia akan memerlukan lensa cembung untuk
mematahkan sinar lebih kaut kedalam mata. Koreksi hipermetropia adalah di berikan
koreksi lensa positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal.
Hipermetropia sebaiknya diberikan kaca mata lensa positif terbesar yang masih
memberi tajam penglihatan maksimal (Ilyas, 2006).
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. Mm
Umur : 43 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Alamat : Hamadi Rawa
Tanggal Pemeriksaan : 11 September 2015
3.2 Anamnesa
Keluhan Utama : Mata Kabur kurang lebih sejak 2 bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poliklinik Mata RSUD Dok II Jayapura dengan keluhan kedua
mata kabur, yang mana keluhan ini sudah di alami kurang lebih selama 2 bulan.
Pasien mengaku pada awalanya keluhan ini timbul yaitu kalau setalah duduk
lama dan pada saat berdiri penglihatan menjadi kabur kurang lebih beberapa
menit.
Riwayat Penyakit Dahulu
HIV disangkal, TB disangkal, Diabetes disangkal, Hipertensi disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
TB disangkal, Diabetes disangkal, Hipertensi disangkal
3.3 Pemeriksaan Fisik Umum
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Respirasi : 18 x/menit
Suhu badan : afebris
Status Neurologis
Motoris : kesan baik
Sensoris : kesan baik
Reflex : kesan baik
Status Psikiatri
Penampilan : personal hygiene cukup
Perilaku : kooperatif
Mood : kesan baik
Afek : kesan baik
3.4 Pemeriksaan Oftamologi
Pemeriksaan subjektif
Jenis pemeriksaan OD OS
Form Sence
nu
sentral Distance
Vision
(Snellen
Chart)
6/10 6/9
Near Vision
(Jaegger
Test)
Tidak
dilakukan
evaluasi
Tidak
dilakukan
evaluasi
perifer Tidak
dilakukan
evaluasi
Tidak
dilakukan
evaluasi
Colour sence Tidak Tidak
dilakukan
evaluasi
dilakukan
ealuasi
Light sense Tidak
dilakukan
evaluasi
Tidak
dilakukan
evaluasi
Light
projection
Tidak
dilakukan
evaluasi
Tidak
dilakukan
evaluasi
Pemeriksaan objektif
a. pemeriksaan bagian luar
Jenis pemeriksaan OD OS
Inspeksi
umum
edema - -
hiperemi - -
sekret - -
lakrimasi - -
fotofobia - -
Blefarospasme - -
Posisi bola mata ortoforia Ortoforia
Benjolan/tonjolan - -
Jenis pemeriksaan OD OS
Supersilia Dalam
batas
normal
Dalam batas
normal
Inspeksi
khusus
Palpebra Posisi Dalam
batas
normal
Dalam batas
normal
warna Normal Normal
bantuk Dalam
batas
normal
Dalam batas
normal
Edema - -
Pergerakan normal Normal
Ulkus - -
Tumor - -
Lain lain - -
Margo
palpebral
Posisi Normal Normal
Ulkus - -
Krusta - -
Silia Normal Normal
skuama - -
konjungtiva palpebra Warna Normal Normal
Secret - -
Edema - -
bulbi Warna normal Normal
Benjolan - -
Pembuluh
darah
Normal Normal
injeksi - -
forniks Dalam
batas
normal
Dalam batas
normal
posisi Normal Normal
gerakan Normal Normal
Bulbus okuli Sclera Warna Normal Normal
Perdarahan - -
Benjolan - -
Lain lain - -
Kornea Kekeruhan - -
Ulkus - -
Sikatriks - -
inspeksi
khusus
Bulbus okuli Kornea Panus - -
Arkus
senilis
- -
Permukaan
Reflex + +
Lain lain - -
COA Sedang Sedang
Iris Perlekatan - -
Warna Normal normal
Lain lain - -
Pupil Bentuk Normal normal
Reflex + +
Lensa kekeruhan - -
palpasi Nyeri tekan - -
Tumor - -
TIO digital N/palpasi N/palpasi
b. pemeriksaan kamar gelap
Jenis pemeriksaan OD OS
1.obligus
illumination
Kornea Tidak dilakukan
evaluasi
Tidak dilakukan
evaluasi
COA Tidak dilakukan
evaluasi
Tidak dilakukan
evaluasi
Iris Tidak dilakukan
evaluasi
Tidak dilakukan
evaluasi
Lensa (kekeruhan) Tidak dilakukan Tidak dilakukan
evaluasi evaluasi
jernih Kornea Normal Normal
COA Sedang sedang
Lensa Jernih Jernih
Badan kaca Jernih Jernih
Reflex fundus Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi
Pembuluh darah Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi
Macula lutea Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi
3. slit lamp Kornea Normal Normal
COA Sedang Sedang
Iris Normal Normal
Lensa Jernih Jernih
Konjungtiva bulbi Normal Normal
3.5 resume
Wanita umur 43 tahun dengan keluhan kedua mata kabur yang mana keluhan ini sudah
di alami kurang lebih selama 2 bulan. Pasien mengaku pada awalanya keluhan ini
timbul yaitu kalau setalah duduk lama dan pada saat berdiri penglihatan menjadi kabur
dalam beberapa menit. Pemeriksaan status generalis didapatkan hasil dalam batas
normal. Pemeriksaan ophtalmologi subjektif didapatkan hasil visus AVOD 6/10 S +1.00
6/6, AVOS 6/9 S +1.00 6/6 add +175.
3.6 diagnosis
- hipermetropia ODS
- Presbiopia ODS
3.7 penatalaksanaan
- kaca mata
3.8 Prognosis
Quo ad Vitam : bonam
Quo ad fungtionam : bonam