62
BAB I PENDAHULUAN Sirosis hepatis adalah suatu penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya nekrosis, pembentukan jaringan ikat/fibrosis disertai nodul. 1 Istilah sirosis diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada tahun 1826. diambil dari bahasa Yunani Scirrhus atau kirrhos yang artinya warna oranye dan dipakai untuk menunjukkan warna oranye atau kuning kecoklatan pada permukaan hati yang tampak pada otopsi. 2 Sedangkan yang dimaksud dengan fibrosis sendiri adalah penumpukan berlebihan matriks ekstraseluler (seperti kolagen, glikoprotein, proteoglikan) dalam hati. Respon fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat reversible. Namun pada sebagian besar pasien sirosis, proses fibrosis biasanya irreversible. 2,3 Sekitar 35.000 kematian per tahun terjadi di Amerika Serikat akibat dari sirosis dan penyakit hati kronis. Sirosis merupakan penyebab kematian utama kesembilan di Amerika Serikat. Setiap tahun ada tambahan 2000 kematian yang disebabkan karena gagal hati fulminan (fulminant hepatic failure). 4,5 Penyakit ini dapat disebabkan oleh hepatitis virus (A dan B), obat (asetaminofen), toksin, hepatitis 1

Laporan Kasus Sirosis Hepatis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

CRS

Citation preview

Page 1: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

BAB I

PENDAHULUAN

Sirosis hepatis adalah suatu penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan

adanya nekrosis, pembentukan jaringan ikat/fibrosis disertai nodul.1 Istilah sirosis

diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada tahun 1826. diambil dari bahasa

Yunani Scirrhus atau kirrhos yang artinya warna oranye dan dipakai untuk

menunjukkan warna oranye atau kuning kecoklatan pada permukaan hati yang

tampak pada otopsi.2

Sedangkan yang dimaksud dengan fibrosis sendiri adalah penumpukan

berlebihan matriks ekstraseluler (seperti kolagen, glikoprotein, proteoglikan) dalam

hati. Respon fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat reversible. Namun pada

sebagian besar pasien sirosis, proses fibrosis biasanya irreversible.2,3

Sekitar 35.000 kematian per tahun terjadi di Amerika Serikat akibat dari

sirosis dan penyakit hati kronis. Sirosis merupakan penyebab kematian utama

kesembilan di Amerika Serikat. Setiap tahun ada tambahan 2000 kematian yang

disebabkan karena gagal hati fulminan (fulminant hepatic failure).4,5 Penyakit ini

dapat disebabkan oleh hepatitis virus (A dan B), obat (asetaminofen), toksin, hepatitis

autoimun, penyakit Wilson, dan berbagai macam penyebab lain yang jarang

ditemukan.

Di Indonesia belum ada data resmi nasional tentang sirosis hepatis. Beberapa

laporan rumah sakit umum pemerintah Indonesia dapat dilihat prevalensi sirosis

hepatis di bangsal penyakit dalam umumnya berkisar 3,6%-8,4% di Jawa dan

Sumatera hanya berdasarkan dari diagnosis klinis saja, sedang di Sulawesi dan

Kalimantan di bawah 1%.6

Salah satu komplikasi pada sirosis hepatis yang sering terjadi adalah

ensefalopati hepatik, yang merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati.

Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapattimbul

gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma.

1

Page 2: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

Maka dapat disimpulkan bahwa sirosis hati merupakan penyakit kronik

progresif yang dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas jika tidak

ditindaklanjuti secara profesional. Alasan kasus ini diangkat sebagai salah satu bentuk

pengenalan lebih jauh serta tanggung jawab sebagai praktisi medis agar dapat

mengenali penyakit ini lebih rinci sebelum dilakukan penatalaksanaan yang rasional.

2

Page 3: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

BAB II

STATUS PASIEN

2.1 Identitas Pasien

- Nama : Tn. E

- Umur : 62 tahun

- Jenis Kelamin : Laki - laki

- Pekerjaan : -

- Alamat : Danau Sipin RT. 23 Legok

- Ruangan / Kelas : Interne B3 / Kelas III

- Tanggal MRS : 02 Februari 2015

- Tanggal Pemeriksaan : 03 Februari 2015

2.2 Anamnesis

1. Keluhan Utama :

Pasien datang dengan penurunan kesadaran sejak + 1 hari SMRS.

2. Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang

Seminggu SMRS, pasien pernah dirawat dengan keluhan yang sama. Setelah 3

hari dirawat, pasien pulang ke rumah dengan keluhan yang sudah berkurang.

Dan + 1 hari SMRS, pasien mengalami penurunan kesadaran dan menjadi

seperti orang bingung, sulit berkomunikasi dengan keluarga, tampak gelisah,

lemas, mual, nafsu makan tidak ada sejak pulang dari rumah sakit, tidur malam

kurang nyenyak.

3. Riwayat penyakit dahulu

3

Page 4: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

Riwayat sirosis hepatis dan pernah dirawat dengan keluhan yang sama pada

tanggal 26 Januari 2015.

Riwayat sakit ginjal disangkal

Riwayat sakit paru-paru disangkal

Riwayat sakit jantung disangkal

Riwayat minum alkohol sejak 40 tahun yang lalu.

4. Riwayat penyakit dalam keluarga

Riwayat sakit yang sama dalam keluarga tidak ada.

Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat DM disangkal

Riwayat sakit jantung disangkal

Riwayat sakit paru-paru disangkal

2.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Sedang

Keadaan sakit : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Delirium, GCS 12 (E3, M5, V4)

Tekanan Darah : 90/70 mmHg

Nadi : 103 x/menit

Pernapasan : 26 x/menit

Suhu : 37 °C

Tinggi/BB : TB : 165 cm, BB : 60 kg

Status gizi : IMT 22,04 (normal)

Sianosis (-), dispeneu (-), dehidrasi (-), edema umum (-),

Cara berbaring : normal.

Kulit

Warna : Sawo matang

4

Page 5: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

Efloresensi : tidak ada

Pigmentasi : Hipo/hiperpigmentasi (-)

Jaringan parut : tidak ada

Pertumbuhan Rambut : normal

Pertumbuhan darah : normal

Suhu : 37 0C

Lembab kering : lembab

Turgor : cukup

Ikterus : tidak ada

Edema : tidak ada

Lain-lain : tidak ada

Kelenjar

Submandibula : normal

Submental : normal

Jugularis Superior : normal

Jugularis Interna : normal

Kepala

Bentuk : normochepal

Ekspresi : normal

Simetris muka : simetris

Rambut : normal

Deformitas : tidak ada

Perdarahan temporal : tidak ada

Nyeri tekan saraf : tidak ada

Lain-lain : tidak ada

Mata

5

Page 6: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

Exopthalmus/ennopthalmus : tidak ada

Palpepbra : normal

Kelopak : normal

Conjungtiva : tidak anemis

Sklera : sklera ikterik (+)

Kornea : normal

Pupil : isokor, refleks cahaya +/+

Lensa : tidak keruh

Visus : normal

Gerakan kedua belah mata : simetris

Lap. Pandang : normal

Lain lain : tidak ada

Telinga

Tophi : tidak ada

Lubang : normal

Cairan : tidak ada

Nyeri tekan : tidak ada

Selaput lendir : normal

Pendengaran : normal

Lain-lain : tidak ada

Hidung

Bagian luar : normal

Septum : normal

Ingus : tidak ada

Selaput lendir : normal

Sumbatan : tidak ada

Perdarahan : tidak ada

6

Page 7: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

Lain-lain : tidak ada

Mulut

Bibir : Tidak sianosis

Gigi geligi : normal

Gusi : normal

Lidah : kotor

Selaput lendir : tidak ada

Bau pernafasan : tidak ada

Lain lain : tidak ada

Faring

Tonsil : T1-T1

Lain-lain : tidak ada

Leher :

Kelenjar getah bening : normal

Kelenjar gondok : normal

Tekanan Vena Jugularis : 5-2 CmH20

Kaku kuduk : tidak ada

Tumor : tidak ada

Lain-lain : tidak ada

Dada

Bentuk : normal

Spider nevi : tidak ada

Buah dada : normal

7

Page 8: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

Paru-paru

Anterior

Dextra Sinistra

Inspeksi : simetris simetris

Palpasi : vokal fremitus simetris vokal fremitus simetris

Nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)

Perkusi : sonor sonor

batas paru hati ICS VI batas paru lambung

ICS VII

Auskultasi : Vesikuler, W(-), R(-) Vesikuler, W(-), R(-)

Posterior

Dextra Sinistra

Inspeksi : simetris simetris

Palpasi : vokal fremitus simetris vokal fremitus simetris,

Nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)

Perkusi : sonor sonor

Auskultasi : Vesikuler, W(-), R(-) Vesikuler, W(-), R(-)

Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis : tidak terlihat

Tempat : -

Luas : -

Lain-lain : -

Palpasi : Ictus Cordis : teraba

Tempat : 1 jari linea axillaris anterior sinistra ICS IV

Luas : 1 jari

Kuat angkat : tidak kuat angkat

Lain-lain : tidak ada

8

Page 9: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

Perkusi : Batas-batas Jantung

Kiri : ICS V Linea axillaris anterior sinistra

Kanan : ICS V Linea parasternalis dextra

Atas : ICS II parasternalis sinistra

Pinggang : ICS III parasternalis sinistra

Auskultasi : BJ I dan BJ II Reguler

Irama jantung : reguler

Frekuensi : normal

Bising Jantung : Gallop (-), Murmur (-)

Abdomen

Inspeksi : perut tidak membuncit, sikatrik (-), vena kolateral (-)

Palpasi : Nyeri tekan (+), nyeri lepas (-), hati limpa ginjal : tidak

teraba

Perkusi : shiffting dullness (+), asites (+)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Punggung

Inspeksi : simetris

Palpasi : vocal fremitus normal kanan dan kiri

Perkusi : sonor kanan dan kiri

Gerakan : simetris

Lain-lain : tidak ada

Genitalia

Laki-Laki : tidak diperiksa

Ekstremitas

9

Page 10: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

Superior : deformitas (-), sianosis (-), edem (-), palmar eritem (-), ujung

jari pucat (-), flapping tremor (+), reflex fisiologis normal, reflex

patologis tidak ada.

Inferior : deformitas (-), sianosis (-), pucat (-), nyeri (-), edema (+/+),

gerakan keduanya aktif, reflex fisiologis normal, reflex patologis tidak ada.

2.3 Hasil Laboratorium Sederhana

Berikut hasil pemeriksaan yang telah dilakukan di RSUD Raden Mattaher Jambi :

1. Pemeriksaan Darah Rutin pada tanggal 2 Februari 2015

WBC : 9,1 103/mm3 (3,5-10,0 103/mm3)

RBC : 2,67 106/mm3 (3,80-5,80 106/mm3)

HGB : 10,1 g/dl (11,0-16,5 g/dl)

HCT : 27,8 % (35,0-50%)

PLT : 372 103/mm3 (150-390 103/mm3)

PCT : .242 % (0,100-0,500 %)

MCV : 104 µm3 (80-97 µm3)

MCH : 38,0 pg (26,5-33,5 pg)

MCHC : 36,4 g/dl (31,5-35,0 g/dl)

RDW : 16,8 % (10,0-15,0 %)

MPV : 6,5 µm3 (6,5-11,0 µm3)

PDW : 9,1 % (10,0-18,0 %)

2. Pemeriksaan Urine Rutin

Belum dilakukan.

3. Pemeriksaan Feses Rutin

Belum dilakukan.

2.4 Diagnosis Kerja

10

Page 11: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

Prekoma Hepatikum ec Sirosis Hepatis Dekompensata dengan pre shock.

2.5 Diagnosis Banding

- Pre Shock

- Koma Hepatikum ec sirosis hepatis

- Koma Uremikum

- Koma Hiperglikemi

- Koma Hiponatremia

2.6 Pemeriksaan yang Dianjurkan

- Faal ginjal : ureum, kreatinin

- Faal Hati : bilirubin, protein total, albumin, globulin, SGOT,SGPT, alkali

fosfatase

- Elektrolit : Natrium, Kalium, Chlorida, Kalsium

- Serologi: HBsAg, Anti HBsAg

- Gula Darah

- USG Abdomen

2.7 Pemeriksaan Penunjang yang telah dilakukan

1. Pemeriksaan Elektrolit pada tanggal 2 Februari 2015

Na : 143,08 mmol/L (135-148 mmol/L)

K : 4,66 mmol/L (3,5-5,3 mmol/L)

Cl : 107,13 mmol/L (98-110 mmol/L)

Ca : 1,31 mmol/L (1,12-1,23 mmol/L)

2. Kimia Darah pada tanggal 2 Februari 2015

Total protein : 5,9 g/dl (6,4 - 8,4)

Albumin : 2,1g/dl (3,5 - 5,0)

Globulin : 3,8 g/dl (3,0 - 3,6)

11

Page 12: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

SGOT : 66 U/L (<40)

SGPT : 64 U/L (<41)

Ureum : 33,9 mg/dl (15 - 39)

Kreatinin : 1,3 mg/dl (L : 0,9 - 1,3 ; P : 0,6 - 1,1)

3. Pemeriksaan Patologi Klinik pada tanggal 3 Februari 2015

DDR : (-) negatif

2.8 Tatalaksana

1. Non-medikamentosa

- Bed rest

- Diet hati lunak

- NGT

2. Medikamentosa

- Aminoleban 500 cc/24 jam

- Inj. Omeprazole 1x1gr iv

- Inj. Cefotaxime 3x1gr iv

PO :

- Mucogard syrup 3x10cc

- Laxadin syrup 1x10cc

- Curcuma tablet 3x1

2.9 Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad malam

2.10 Follow Up

12

Page 13: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

Tanggal / Jam Perjalanan Penyakit Pengobatan / Tindakan3 Februari 2015 S : tampak gelisah, kesadaran

lemah, sakit perutGCS: 12 E3 M5 V4

O :- TD = 90/70mmHg- N = 103 x/mnt- RR = 26x/mnt- T = 37°C- Akral dingin-

A: Prekoma Hepatikum ec sirosis hepatis dekompensata dengan preshock.

- Aminoleban 500 cc/24 jam- Inj. Omeprazole 1x1gr iv- Mucogard syrup 3x10cc- Inj. Cefotaxime 3x1gr iv- Laxadin syrup 1x10cc- NGT (keluarga menolak)- Diet hati lunak

Hasil DDR:(-) negatif

GDS: 140

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

ENSEFALOPATI HEPATIKUM

2.1 PENGERTIAN

Ensefalopati adalah keadaan kebingungan akut yang berhubungan dengan

perubahan tingkat kesadaran (dari mengantuk, stupor atau koma)1 Sering dikelirukan

dengan delirium yang merupakan keadaan kebingungan fluktuatif yang diakibatkan

disfungsi serebral yang difus atau multifokal dengan ciri gangguan atensi,

13

Page 14: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

konsentrasi, orientasi dan memori, kesadaran berfluktuasi, gangguan berfikir,

halusinasi, pembicaraan yang inkoheren dan agitasi.1

Ensefalopati dapat disebabkan berbagai faktor,diantaranya : penyakit sistemik

berat terutama pada pasien berusia tua dan demensia; zat toksik baik yang sistemik

seperti benzodiazepine, propofol, steroid, dan sebagainya, maupun zat industri seperti

organofosfat dan toksin dari lingkungan. Sering juga timbul akibat gejala withdrawal

zat tertentu seperti : alkohol, yang dikenal dengan delirium tremens dan bentuk lain

ensefalopati yang terkenal dengan istilah ensefalopati Wernicke. Penyebab metabolik

diantaranya berupa : gangguan elektrolit seperti hiponatremia, gangguan kadar

glukosa baik hipoglikemia maupun hiperglikemia (ketotik atau non-ketotik) dan

gangguan respirasi yang menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia. Sedangkan

ensefalopati septik dapat disebabkan berbagai infeksi diluar SSP, diantaranya :

bakteremia/sepsis, infeksi saluran kemih/urosepsis, pneumonia, peritonitis, bacterial

endocarditis, dan infeksi gastrointestinal. Ensefalopati akibat gangguan

gastrointestinal yang tersering adalah ensefalopati hepatikum.1

Ensefalopati hepatikum menurut The Working Party on Hepatic

Encephalopathy pada kongres dunia ke-11 dari Gastroenterology, Vienna (1998)

adalah suatu spektrum kelainan neuropsikiatrik pada pasien dengan disfungsi hepar,

sesudah mengekslusikan adanya penyakit otak lain.3 Sedangkan dibeberapa literatur

disebutkan bahwa ensefalopati hepatikum (EH) adalah suatu sindrom neuropsikiatri

kompleks, berupa gangguan kesadaran, perilaku, perubahan kepribadian, gangguan

kognitif, akibat komplikasi penyakit hati akut atau kronik yang berhubungan dengan

gangguan fungsi hepatoseluler atau akibat pintasan portosistemik atau kombinasi

keduanya.

Sebagaimana diketahui, hati adalah salah satu organ yang berperan penting

dalam mengatur proses metabolisme tubuh (anabolisme dan katabolisme),

menyimpan bahan-bahan seperti glikogen dan vitamin,serta memelihara

keseimbangan aliran darah splanknikus. Apabila terjadi kerusakan hati, maka fungsi-

fungsi tersebut akan terganggu sehingga menyebabkan terjadinya gangguan sistem

14

Page 15: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

saraf otak akibat akumulasi zat-zat toksik. Gambaran klinis gangguan sistem saraf

otak pada penyakit hati ini bermanifestasi dalam bentuk gangguan neuropsikiatri

yang dikenal sebagai koma hepatikum atau EH.

Gangguan pada otak yang diakibatkan oleh penyakit hati terjadi melalui

beberapa cara. Gagal hati akut akan menyebabkan evolusi cepat menjadi koma,

kejang dan tingginya angka mortalitas akibat herniasi serebral yang berkaitan dengan

hipertensi intrakranial dan hipoksia. Bentuk kedua EH tampil dengan onset yang

lebih lambat dan gejala yang lebih ringan dan dapat pulih. Bentuk ketiga EH

memperlihatkan evolusi kronis dengan gejala neuropsikiatrik yang persisten.

2.2 KLASIFIKASI

Berdasarkan perjalanan penyakitnya, EH dibedakan atas:9,10

1. EH akut (fulminant hepatic failure), akibat kerusakan parenkim hati yang

fulminan karena infeksi virus, obat-obatan, zat toksik dan perlemakan hati akut

pada kehamilan. Perjalanan penyakitnya eksplosif dan tanpa faktor pencetus.

2. EH kronik (ensefalopati portosistemik), akibat peningkatan tekanan portal

dengan konsekuensi adanya pintasan portal ke sistemik, menyebabkan

berkurangnya fungsi proteksi dan bersihan dari hati terhadap zat toksik.

Gejalanya tidak progresif sehingga gejala neuropsikiatri terjadi secara perlahan-

lahan dan biasanya dicetuskan oleh faktor pencetus.

Klasifikasi lain membagi EH menjadi ensefalopati primer dan sekunder,

yaitu:10

1. EH primer (endogen), disebabkan langsung oleh kerusakan hati yang difus atau

nekrosis hati yang meluas.

2. EH sekunder (eksogen), disebabkan bukan karena kerusakan hati secara

langsung, tetapi disebabkan oleh sebab lain atau adanya faktor presipitasi seperti

perdarahan saluran cerna dan gangguan elektrolit.

15

Page 16: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

Klasifikasi EH menurut The Working Party on Hepatic Encephalopathy pada

kongres dunia ke-11 dari Gastroenterology, Vienna (1998) dapat dilihat pada gambar

1.10

2.3 FAKTOR PENCETUS

Beberapa faktor pencetus terjadinya EH dapat dibagi atas 4 kelompok:9,10,12,13

Kelompok produk nitrogen :

perdarahan gastrointestinal, hiperazoemia, konstipasi, diet tinggi protein,

h.pylori, uremia

Kelompok obat : opiat, benzodiazepin, diuretik, sedatif, fenol

Kelompok ketidakseimbangan metabolik :

hipokalemia, alkalosis, hipoksia, hiponatremia, hiperkalemia, dehidrasi

Lain-lain :

infeksi (peritonitis bakterial spontan, sepsis), operasi/pembedahan, hepatopati,

gagal ginjal, asam amino rantai pendek

16

Page 17: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

2.4 PATOGENESIS

Patogenesis EH belum diketahui secara pasti. Sebagai konsep umum,

dikemukakan EH terjadi akibat akumulasi sejumlah zat neuroaktif dan kemampuan

komagenik dari zat-zat tersebut dalam sirkulasi sistemik. Saat ini telah dipastikan

bahwa terdapat perubahan multi organ perifer seiring perubahan komunikasi intrasel

otak yang dihasilkan oleh perubahan dalam astrosit. Perubahan perifer, diantaranya

terdapat pada:9

a. Usus halus

Gambar 1. Klasifikasi ensefalopati hepatikum Episodic HE (precipitated, spontaneous, recurrent); persistent HE

(mild,severe,,treatment dependent); minimal HE

17

Page 18: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

Terdapat kontroversi tentang peranan Helycobacter pylori, yang menghasilkan

amonium di lambung dalam patogenesis EH. Sebagian penelitian

memperlihatkan prevalensi tinggi infeksi pada individu dengan hepatitis

alkoholik yang mengalami EH sebagaimana individu dengan serosis dan

ensefalopati kronik. Tetapi eradikasi H.pylori ini tidak mempengaruhi kadar

amonium pada kelompok pasien ini dan berperan pada perkembangan EH.

b. Komunikasi sistemik portal

Diperlihatkan bahwa sebagian kelainan kongenital yang menyebabkan shunt

portal-sistemik pada anak dapat muncul sebagai ensefalopati hepatik episodik,

bahkan tanpa kelainan hepar sebelumnya. Pasien serosis dengan shunt portal-

sistemik mudah berkembang menjadi EH dibandingkan pasien tanpa shunt

portal-sistemik

c. Gagal hepar

Terdapat berbagai penelitian yang melaporkan bahwa gagal hepar merupakan

penyebab utama EH, dimana terjadi penurunan kapasitas fungsi hepar yang

berguna untuk detoksifikasi amonium, sehingga meningkatkan kadar plasma

amoniak dan memberikan gejala klinis.

d. Otot

Penurunan masa otot pasien serosis dapat mencetuskan terjadinya EH. Atrofi

otot tidak hanya disebabkan kelainan hepar dan status nutrisi pasien, tetapi

juga akibat peningkatan sebagian sitokin seperti TNF-α yang akan

mengaktifkan faktor transkripsi seperti NK-a yang mengakibatkan penurunan

sintesis miosin. Atrofi otot ini berhubungan dengan rendahnya kapasitas

metabolik untuk mendetoksifikasi amonium dan glutamin, dan menyebabkan

perkembangan kearah EH.

Perubahan di otak, diantaranya :5

a. Osmotik

Sebagian penelitian memperlihatkan adanya perubahan osmotik pada pasien

dengan edem serebri dan insufisiensi hepar. Otak yang edem, akan

18

Page 19: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

meningkatkan tekanan intraserebral dan menyebabkan herniasi yang dapat

menyebabkan kematian. Glutamin dihasilkan dari detoksifikasi amonium

dalam astrosit, sebagai osmol organik yang dapat menyebabkan edem dalam

astrosit. Diamati bahwa saluran air aquaphorin-4 mengendalikan air ke dalam

sel. Terdapat juga bukti bahwa otak beradaptasi terhadap perubahan selama

kelainan hepar kronik. Determinasi langsung dan tak langsung osmol organik

dengan memakai spektroskopi pada pencitraan resonansi memperlihatkan

kehilangan myo-inositol, taurin, dan gliseril-fosfokolin, yang osmol-nya

dipakai oleh astrosit untuk pengaturan osmolalitas intrasel. Perubahan ini

membuat otak lebih rentan terhadap perubahan osmotik kedua.

b. Komunikasi aksonal

Terdapat bukti, pentingnya astrosit dalam mempertahankan fungsi neuron

normal. Pada EH tidak ada perubahan morfologi di neuron. Sedangkan, sel

Alzheimer tipe II (astrosit) memperlihatkan kelainan : dimana terjadi

penurunan aktifitas transporter (glutamat), meningkatkan ekspresi reseptor

benzodiazepin dan meningkatkan aktifitas monoamin oksidase (MAO).

Sebagai akibatnya terjadi perubahan dalam komunikasi metabolik antara

astrosit dan sel lain. Sebagai contoh, astrosit menghasilkan neurosteroid yang

mengaktifkan reseptor GABA dan reseptor benzodiazepin endogen.

c. Komunikasi endotel dengan astrosit : aliran darah otak dan EH

Pasien dengan EH memiliki fluktuasi dalam perfusi serebral. Sebagian hewan

eksperimental memperlihatkan peningkatan perfusi serebral pada keadaan

tingginya kadar amonium. Hal ini diaktifkan oleh sinyal intraserebral yang

dibangkitkan sesudah sintesis glutamin dalam astrosit. Hipotermia dan edem

serebri dapat juga memiliki peranan penting dalam rendahnya perfusi serebral

yang diperlihatkan pada hewan coba

d. Hipotesis lain : 2,5,7,9

(1) Amonium

19

Page 20: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

Sesudah detoksifikasi amonium oleh astrosit sebagian perubahan neurokimia

terjadi. Terdapat berbagai faktor yang berinteraksi dengan amonium,

menyebabkan perubahan dalam astrosit (hiponatremia, peningkatan sitokin,

perubahan dalam ligand astrosit), yang menghasilkan substrat anatomi dan

sinergisme neurokimia yang dapat meningkatkan perkembagan EH. Tetapi,

tingginya kadar amonium tidak berhubungan dengan beratnya ensefalopati. Di

otak, amoniak dimetabolisme oleh astrosit menjadi glutamin. Glutamin

kemudian disimpan dalam sel, menyebabkan pembengkakan sel. Amoniak

secara in vitro dapat mengubah loncatan perpindahan pada membran sel saraf

dan akan mengganggu keseimbangan potensial aksi sel saraf. Terjadi

peningkatan permeabilitas sawar darah otak tanpa rusaknya tight junction,

mengakibatkan edema serebri yang bisa berlanjut ke peningkatan TIK.

(2) Toksisitas sinergisme

Menurut hipotesis ini terdapat neurotoksin yang bersinergi dengan amoniak

seperti merkaptan, asam lemak rantai pendek (oktanoid), fenol dan lain-lain.

Merkaptan yang dihasilkan dari metionin oleh bakteri usus, akan menghambat

pompa Na-K ATPase. Fenol sebagai hasil metabolisme tirosin dan fenilamin

dapat menekan aktivitas otak dan enzim monoamin oksidase, laktat-

dehidrogenase, suksinat dehidrogenase dan prolin oksidase yang berpotensiasi

dengan zat toksik lain seperti amoniak, mengakibatkan terjadinya koma

hepatikum.

(3) Neurotransmiter palsu

Penurunan asam amino rantai cabang dapat merubah masuknya asam amino

ke dalam otak, yang menjadi prekursor neurotransmiter palsu yang merubah

sintesis glutamin, seperti oktapamin dan feletanolamin yang lebih lemah dari

dopamin dan norepinefrin . Pengalaman klinis dengan menambahkan asam

amino merupakan terapi yang baik karena asam amino memiliki efek

langsung ke otot, meningkatkan detoksifikasi amonium. Jalur neurotransmisi

lain terlibat dalam perkembangan EH adalah serotonin (5-HT), opiat dan

20

Page 21: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

katekolamin. Faktor tambahan lain yang dapat menyebabkan episode EH

rekuren adalah status nutrisi khususnya pada penderita alkoholik yang

mengalami defisiensi vitamin dan mikronutrien, seperti kekurangan Zinc yang

merupakan kofaktor dalam siklus urea. Isu lain adalah kolonisasi H.pylori di

lambung yang menghasilkan urease.

(4) Benzodiazepin endogen

Amoniak yang meningkat akan menghambat aktivitas otak menyebabkan

meningkatnya efek GABA yang menghambat transmisi impuls disertai

dengan adanya suatu substansi yang menyerupai benzodiazepin.

2.5 GAMBARAN KLINIS

Dari perspektif neurologi, terdapat beberapa gejala dan tanda EH, yaitu:10,12

1. Perubahan status mental.

Pasien memperlihatkan perubahan perilaku ringan (stadium I) yang kadang teramati

oleh anggota keluarga. Misalnya pasien kesulitan dalam melakukan perhitungan

matematis yang sederhana, perubahan siklus bangun-tidur yang ditandai dengan

kesulitan memulai tidur di malam hari dan mengantuk di siang hari. Bila ensefalopati

berlanjut, pasien akan terlihat letargi dan cenderung somnolen (stadium II). Pada

stadium III, kesadaran pasien stupor dan menjadi koma pada stadium IV dengan

derajat respon yang bervariasi terhadap rangsangan nyeri. Klasifikasi ini dikenal

dengan West Haven Classification.

2. Kelainan pada neuromuskular

a) Asterixis

Asteriksis adalah tanda klasik dari EH, meskipun bisa juga terlihat pada

ensefalopati metabolik lainnya (seperti pada uremia, retensi CO2 dan

hipomagnesia). Pada mulanya digambarkan sebagai gerakan palmar flapping yang

21

Page 22: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

terjadi tiba-tiba saat tangan dikembangkan pada posisi dorsofleksi pada

pergelangan tangan. Asterixis juga sering terjadi pada otot-otot kaki, lidah, dagu.

Patogenesis asterixis ini belum diketahui secara pasti, diduga disebabkan oleh

gangguan fungsi ganglia basal dan talamus.

b) Gangguan traktus kortikospinal

Pada pasien EH stadium yang berat, dapat dijumpai reflek babinski bilateral

dan klonus.

c) Edema serebri

Seperti pada kelainan neurologi lainnya, edema serebri dapat tidak terdeteksi

hingga terjadi suatu peningkatan TIK yang jelas. Oleh karena itu penting untuk

memantau reflek pupil dan reflek okulovestibuler pada gagal hati akut. Pada

sirosis hepatis, edema serebri ringan tidak terdiagnosis secara klinis.

d) Gejala ekstrapiramidal

Pada pasien dengan penyakit hati tahap lanjut, dapat mengalami hipokinesia,

rigiditas dan tremor postural seperti pada penyakit Parkinson.

e) Degenerasi hepatoserebral.

Pada pasien dengan pintasan portosistemik yang berlangsung lama, dapat

mengalami degenerasi hepatoserebral berupa acquired hepatolenticular

degeneration. Gejala ekstrapiramidal dan serebelar yang terutama terlihat,

bersamaan dengan gejala paraparesis spastis, perubahan mood dan demensia.

f) Gangguan respirasi.

Merkaptan, suatu produk dari metabolisme bakteri usus dihubungkan dengan

bau nafas yang busuk (fetor hepatikus). Bisa juga dijumpai hiperventilasi akibat

stimulasi pusat pernafasan yang diinduksi oleh glutamat.

Selain klasifikasi menurut West Haven Classification diatas, klasifikasi yang

dibuat oleh Trey et al (1966) juga sering digunakan. Trey et al memasukan hasil

rekaman elektroensefalografi (EEG) sebagai salah satu kriteria. Klasifikasi tersebut

adalah :14

22

Page 23: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

1. Stadium 1 (prodromal)

a. Terjadi perubahan mental, berupa (1) kepandaian menurun, (2) tidur

terganggu atau tidak teratur, (3) euforia dan kadangkala depresi, (4)

kebingungan yang ringan dan berfluktuasi, (5) bereaksi lambat, (6) bicara

tidak jelas, dan (7) suara monoton.

b. Tremor ada, tapi sedikit

c. Tidak ada perubahan pada rekaman EEG

2. Stadium 2 (impending koma atau prekoma)

a. Perubahan mental sama dengan stadium 1, tapi lebih nyata

b. Terdapat flapping tremor. Kadang dapat terjadi tremor pada kelopak mata

yang tertutup, pada bibir yang dikatupkan dan pada lidah yang dijulurkan.

c. Pada EEG terlihat kelainan berupa perlambatan gelombang otak

3. Stadium 3 (stupor)

a. Mulai tampak seperti tidur, tetapi kadang masih ada reaksi. Berbicara

inkoheren dan kekacauan pikiran makin nyata.

b. Flapping tremor biasanya ada bila pasien masih bisa kooperatif

c. EEG abnormal

4. Stadium 4 (koma dalam)

a. Terlihat seperti orang tidur yang dalam dan nyenyak. Bisa atau tidak bereaksi

terhadap rangsangan

b. Tremor tidak ada

c. EEG abnormal

2.6 DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan

penunjang:5,12,13

1. Tentukan stadium dari EH, yang merupakan kombinasi dari penilaian perubahan

derajat kesadaran, perubahan perilaku dan gangguan neuromuskular

23

Page 24: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

2. Pemeriksaan kadar amoniak darah. Ini penting diperiksa pada pasien dengan

gagal hati akut. Kadar > 200μg/dL mengindikasikan risiko tinggi terjadinya

herniasi serebral

3. Pemeriksaan/tes neuropsikologi. Pasien sirosis hati sering memperlihatkan

gangguan kognitif tanpa disertai defisit neurologis yang jelas. Skor ensefalopati

hepatik psikometri (PHES) seperti Number Connection test A dan B, line

drawing, digital symbols dan points following dapat digunakan untuk

mengidentifikasi gangguan tersebut, terutama fokus pada waktu untuk bereaksi

dan ketepatan, konstruksi visual, konsentrasi, atensi dan memori.

4. Pemeriksaan neurofisiologi (EEG). Pada EEG akan terlihat perlambatan yang

progresif berupa aktivitas lambat simetris yang bermula di lead frontal dan

menyebar ke posterior sesuai dengan makin dalamnya penurunan kesadaran.

Perubahan ini khas namun tidak spesifik, dapat membantu dalam

mengidentifikasi kelainan difus namun tidak cukup dalam mendiagnosis gagal

hati

5. Pemeriksaan imajing otak. CT scan atau MRI kepala hanya membantu dalam

menyingkirkan lesi struktural. Namun pada EH stadium lanjut, pemeriksaan ini

penting untuk mengetahui adanya edema serebri.

2.7 PENATALAKSANAAN

Upaya yang dilakukan pada penatalaksanaan EH adalah: 10,11

1. Mengobati penyakit dasar

2. Mengidentifikasi dan menghilangkan faktor pencetus

3. Mengurangi dan mencegah pembentukan influks toksin nitrogen ke jaringan otak

dengan cara mengurangi asupan protein, pemberian asam amino rantai cabang,

pemberian laktulosa dan antibiotika dan pembersihan saluran cerna bagian bawah

4. Upaya suportif jka ditemukan komplikasi seperti hipoglikemia, perdarahan

saluran cerna dan gangguan keseimbangan elektrolit

24

Page 25: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

5. Memperbaiki eliminasi amoniak. Zink adalah kofaktor semua reaksi pada siklus

urea. Pasien dengan sirosis dan defisiensi zink mengalami perbaikan dalam

mensintesis urea setelah suplementasi zink. Pemberian suplemen jangka panjang

sangat bermanfaat pada pasien dengan ensefalopati kronik ringan

6. Memperbaiki abnormalitas dari neurotransmiter.

2.8 Prognosis

Prognosis tergantung pada keparahan EH/gagal hati dan lamanya /waktu. Pasien

dengan gagal hati berat 30% meninggal karena EH. Ensefalopati hepatikum akut

dengan koma atau gagal hati fulminan, 80% akan berakhir dengan kematian.14

SIROSIS HEPATIS

2.2 DEFINISI

Sirosis adalah suatu keadaan patologi yang menggambarkan stadium akhir

fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari

arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat

nekrosis hepatoseluler. 1

2.2 EPIDEMIOLOGI

Sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada pasien yang

berusia 45–46 tahun (setelah penyakit jantung dan kanker) di negara maju. Sirosis

menempati urutan ke tujuh penyebab kematian di seluruh dunia di mana sekitar

25.000 orang meninggal setiap tahun. Sirosis hati merupakan penyakit hati yang

sering ditemukan dalam ruang perawatan bagian penyakit dalam. Perawatan di rumah

sakit sebagian besar terutama ditujukan untuk mengatasi berbagai penyakit yang

ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian atas, koma peptikum, sindrom

25

Page 26: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

hepatorenal, asites, spontaneous bacterial peritonitis serta karsinoma

hepatosellular.1,2

Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Keseluruhan insidensi sirosis di

Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat

penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Di Indonesia, data prevalensi

sirosis hati belum ada, hanya laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS

Dr.SardjitoYogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1 % dari pasien yang

dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (2004). Di Medan

dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien

dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam.1

Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika

dibandingkan dengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1, dengan umur rata-rata terbanyak

antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun.

2.3 ETIOLOGI3,4

Sebagian besar dari sirosis hati dapat diklasifikasikan secara etiologis dan

morfologis menjadi:

a. Alkohol

Sirosis ini paling sering disebabkan oleh alkoholisme kronis dan merupakan

tipe sirosis yang paling sering ditemukan di negara Barat. Sirosis yang disebabkan

oleh alkohol juga disebut sirosis portal  Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana

jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Ingesti alkohol yang kronik

dapat menyebabkan terjadinya sirosis hati. Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari

penyakit-penyakit hati; dari hati berlemak yang sederhana dan tidak rumit (steatosis),

ke hati berlemak yang lebih serius dengan peradangan (steatohepatitis atau alcoholic

hepatitis), ke sirosis. Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan

dari konsumsi alkohol. Konsumi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis

melukai sel-sel hati. 30% dari individu yang meminum setiap harinya paling sedikit 8

26

Page 27: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

-16 ounces minuman keras (hard liquor) atau yang sama dengannya untuk 15 tahun

atau lebih akan mengembangkan sirosis.

b. Post Hepatitis dan kriptogenik 

Penyebab sirosis yang dikelompokkan termasuk penderita post hepatitis

(terutama hepatitis B dan C) dan yang penyebab terjadinya sirosis yang tidak

teridentifikasi, misalnya untuk pencangkokan hati). Mayoritas dari pasien-pasien

yang terinfeksi dengan hepatitis A sembuh secara penuh dalam waktu berminggu-

minggu, tanpa mengembangkan infeksi yang kronis. Berlawanan dengannya,

beberapa pasien-pasien yang terinfeksi dengan virus hepatitis B dan kebanyakan

pasien-pasien terinfeksi dengan virus hepatitis C mengembangkan hepatitis yang

kronis, yang pada gilirannya menyebabkan kerusakan hati yang progresif dan

menjurus pada sirosis, dan adakalanya kanker-kanker hati. Gambaran patologi

biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur, dan terdiri dari nodulus sel hati yang

dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar. Ukuran nodulus sangat bervariasi ,

dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim regenerasi yang

susunannya tidak teratur.

c. Biliaris

Cedera atau adanya obstruksi berpanjangan sistim bilier intra atau

ekstrahepatik dapat menyebabkan terjadinya sirosis.Kerusakan sel hati yang dimulai

di sekitar duktus biliaris akan menimbulkan pola sirosis yang dikenal sebagai sirosis

biliaris. Penyebab tersering adalah obstruksi biliaris pasca hepatik. Sirosis biliaris di

bagi menjadi dua yaitu

Primary Biliary Cirrhosis (PBC)

Kelainan imunitas pada PBC menyebabkan peradangan dan kerusakan yang

kronis dari pembuluh-pembuluh kecil empedu dalam hati, bersifat intrahepatik.

Pembuluh-pembuluh empedu adalah jalan-jalan dalam hati yang dilalui empedu

menuju ke usus.

27

Page 28: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

Secondary Biliary Cirrhosis (SBC)

Pada (SBC) terdapatnya obstruksi total atau parsial yang berkepanjangan pada

duktus ekstrahepatik yaitu COMMON BILE DUCT atau cabangnya.Dapat

disebabkan oleh adanya batu empedu ataupun pada pasca operasi striktura kandung

d. Kardiak 

Sirosis dapat terjadi akibat daripada gagal jantung kongestif kanan yang

berpanjangan, Ini terjadi disebabkan adanya perubahan fibrotik dalam hati yang

terjadi sekunder terhadap anoksi dan nekrosis sentrilibuler.

e. Metabolik, keturunan dan terkait obat

Penyakit metabolik dan keturunan :

Sindrom Fanconi

Defisiensi 1-antitripsin

Galaktosemia

Penyakit Gaucher 

Penyakit simpanan Glikogen

Hemokromatosis

Intoleransi fruktosa herediter 

Tirosinemia Herediter 

Penyakit Wilsona.

2.4 KLASIFIKASI

Klasifikasi sirosis dikelompokkan secara konvensional sebagai, yaitu :

1. Mikronodular  ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa

parenkim hati mengandung  nodul  halus  dan  kecil  merata di  seluruh  lobus.

Pada  sirosis mikronodular, besar nodulnya tidak melebihi 3 mm. Tipe ini

biasanya disebabkan alkohol atau penyakit saluran empedu.1,2,5

28

Page 29: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

2. Makronodular   ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan

bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar

didalamnya, ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi

regenerasi parenkim. T ipe i n i biasanya tampak pada perkembangan

hepatitis seperti infeksi virus hepatitis B.1,2,5

3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular).1,2,3

29

Page 30: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

Sedangkan secara klinis, sirosis hepatis dibagi menjadi kompensata dan

dekompensata.

1. Sirosis hati kompensata

Sering disebut dengan sirosis hati laten atau dini. Pada stadium

kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini

ditemukan pada saat pemeriksaan skrining.1,2,5

2. Sirosis hati dekompensata

Dikenal dengan sirosis hati aktif, dan stadium ini biasanya gejala-gejala

sudah jelas, misalnya ascites, edema dan ikterus.1,2,5

Berdasarkan stadium menurut consensus Baveno IV

a. Stadium 1 : tidak ada varises , tidak ada asites

b. Stadium 2 : varises , tanpa asites

c. Stadium 3 : asites dengan atau tanpa varises

d. Stadium 4 : perdarahan atau tanpa varises

Stadium 1 dan 2 : kompensata

Stadium 3 dan 4 : dekompensata

2.5 PATOFISIOLOGI

Sirosis hati ditandai dengan hilangnya arsitektur lobular hepatik normal dengan

pembentukan fibrosis dan destruksi sel parenkim beserta regenerasinya membentuk

nodul-nodul.

Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian, kejadian tersebut

dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis atau

perlukaan hati yangterus menerus yang terjadi pada peminum alcohol aktif. Hati

kemudian merespon kerusakan sel tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks

yang mengandung kolagen,glikoprotein, dan proteoglikans. Sel stellata berperan

dalam membentuk ekstraselular matriks ini. Pada cedera yang akut sel stellata

membentuk kembali ekstraselular matriks ini sehingga ditemukan pembengkakan

30

Page 31: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

pada hati. Namun, ada beberapa parakrine faktor yang menyebabkan sel stellata

menjadi sel penghasil kolagen. Faktor parakrine ini mungkin dilepaskan oleh

hepatocytes, sel Kupffer, dan endotel sinusoid sebagai respon terhadap cedera

berkepanjangan. Sebagai contoh peningkatan kadar sitokin transforming growth

factor beta 1 ( TGF-beta1) ditemukan pada pasien dengan Hepatitis C kronis dan

pasien sirosis.TGF-beta1 kemudian mengaktivasi sel stellata untuk memproduksi

kolagen tipe 1 dan pada akhirnya ukuran hati menyusut.

Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran dari

fenestra endotel hepatic menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel

kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi

yang cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal Adanya kapilarisasi dan

kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan penekanan pada banyak vena di

hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke sel hati dan pada akhirnya sel hati

mati, kematian hepatocytes dalam jumlah yang besar akan menyebabkan banyaknya

fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari

vena pada hati akan dapat menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan

utama penyebab terjadinya manifestasi klinis. 3,4

2.6 MANIFESTASI KLINIS

Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada

waktu pasien melakukan pemeriksaan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala

awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan

berkurang, perasaan perut  kembung,  mual,  berat badan menurun, pada laki-laki

dapat  timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, serta menurunnya

dorongan seksualitas.2

Manifestasi klinis dari sirosis hati yang lanjut terjadi akibat dua tipe gangguan

fisiologis: kegagalan parenkim hati dan hipertensi portal. Kegagalan perenkim hati

memperlihatkan gejala klinis berupa :

Ikterus

31

Page 32: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

1. As i t e s

2. Edema perifer 

3. Kecenderungan perdarahan

4. Eritema Palmaris

5. Spider nevi

6. Fetor hepatikum

7. Ensefalopati hepatik 2,6

Sedangkan gambaran klinis yang berkaitan dengan hipertensi portal antara

lain:

1. Varises oesophagus dan lambung

2. Splenomegali

3. Perubahan sum-sum tulang

4. Caput medusa

5. As i t e s

6. Collateral vein hemorrhoid 

7. Kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni)2,6

2.7 DIAGNOSIS

Pada saat ini, penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis,

laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau

peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan

sirosis hati dini.1

Temuan Klinis pada Pemeriksaan Fisik

1. Hati : perkiraan besar hati, biasa hati membesar pada awal sirosis, bila hati

mengecil artinya, prognosis kurang baik. Pada sirosis hati, konsistensi hati

biasanya kenyal, pinggir hati biasanya tumpul dan ada nyeri tekan pada

perabaan hati.

2. Limpa : pembesaran limpa/splenomegali.

32

Page 33: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

3. Perut & ekstra abdomen : pada perut diperhatikan vena kolateral dan ascites.

4. Manifestasi diluar perut : perhatikan adanya spider navy pada tubuh bagian

atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae, dan tubuh bagian bawah.

Perlu diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia, dan atrofi testis

pada pria. Bisa juga dijumpai hemoroid.1

Laboratorium

1. Aminotransferases - AST dan ALT meningkat cukup tinggi, dengan

AST>ALT. Namun, aminotransferase normal tidak menyingkirkan sirosis.

2. Fosfatase alkali - biasanya sedikit lebih tinggi.

3. GGT - berkorelasi dengan tingkat AP. Biasanya jauh lebih tinggi pada

penyakithati kronis karena alkohol.

4. Bilirubin - dapat meningkat sebagai tanda sirosis sedang berlangsung.

5. A lbumin - r endah ak iba t da r i menurunnya fungs i s i n t e t i s

o l eh ha t i dengan sirosis yang semakin memburuk.

6. Waktu prothrombin - meningkat sejak hati mensintesis faktor pembekuan.

7. Globulin - meningkat karena shunting antigen bakteri jauh dari hati ke

jaringan limfoid.

8. Serum natrium - hiponatremia karena ketidakmampuan untuk mengeluarkan

air bebas akibat dari tingginya ADH dan aldosteron.

9. Trombositopenia - karena splenomegali kongestif dan  menurunnya sintesis

thrombopoietin  dari  hati. Namun, ini  jarang  menyebabkan jumlah

platelet<50.000/ mL.

10. Leukopenia dan neutropenia - karena splenomegali dengan marginasi limpa.

11. Defek koagulasi - hati memproduksi sebagian besar faktor-faktor

koagulasidan dengan demikian koagulopati berkorelasi dengan memburuknya

penyakit hati.2

33

Page 34: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

Pemeriksaan Penunjang Lainnya

1. Radiologi: dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esofagus

untuk konfirmasi hepertensi portal.

2. Esofagoskopi: dapat  dilihat  varises  esofagus  sebagai  komplikasi  sirosis

hati/hipertensi portal.

3. Ultrasonografi: pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai

alat pemeriksaa rutin pada penyakit hati. Yang dilihat pinggir hati,

pembesaran, permukaan, homogenitas, asites, splenomegali, gambaran vena

hepatika, venaporta, pelebaran saluran empedu/HBD, daerah hipo atau

hiperekoik atau adanya SOL (space occupyin lesion). Sonografi bisa

mendukung diagnosis sirosis hati terutama  stadium dekompensata,

hepatoma/tumor,  ikterus  obstruktif  batu kandung empedu dan saluran

empedu, dan lain lain.

4. Pemeriksaan  penunjang  lainnya  adalah  pemeriksaan  cairan  asites  dengan

melakukan  pungsi  asites.  Bisa  dijumpai  tanda-tanda  infeksi  (peritonitis

bakterial spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat, dilakukan

pemeriksaanmikroskopis, kultur cairan dan pemeriksaan kadar protein,

amilase dan lipase.

2.8 KOMPLIKASI

Morbiditas dan mortalitas sirosis sangat tinggi akibat

komplikasinya. Kualitas hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan

penanganan komplikasinya.1,2

Peritonitis bakterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis

bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien

ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.1,2

Sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa

oligouri, peningkatan  ureum  damn  kreatinin  tanpa  adanya  kelaianan

34

Page 35: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

organik  ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi

ginjal yang berakibat pada penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG).1,2

Varises esofagus. 20-40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah

yang  menimbulkan  perdarahan.  Angka  kematiannya  sangat  tinggi,

sebanyak dua per tiganya akan meninggal dalam waktu 1 tahun walaupun

dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa

cara.1,2

Ensefalopati hepatik, merupakan kelaianan neuropsikiatrik akibat

disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan

hipersomnia), selanjutnya dapattimbul gangguan kesadaran yang berlanjut

sampai koma.1,2

Sindrom  hepatopulmonal,  terdapat  hidrothoraks  dan  hipertensi

portopulmonal.1

2.9 PENATALAKSANAAN

Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Tetapi ditujukan

mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa

menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana

tidak ada koma hepatik diberikan diet yang mengandung protein 1 gr/KgBB

dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari.1

Tatalaksana pasien sirosis kompensata

Bertujuan  untuk  mengurangi  progresi  kerusakan  hati. Terapi pasien

ditujukan untuk menghilangkan etiologi, diantaranya:

Alkohol  dan  bahan-bahan  lain  yang  toksik  dan  dapat  mencederai  hati

dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat

herbal bisa menghambat kolagenik.

Pada hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau imunosupresif.

35

Page 36: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

Pada  hemokromatosis  flebotomi  setiap  minggu  sampai  konsentrasi

besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan.

Pada penyakit hati nonalkoholik, menurunkan berat badan akan mencegah

terjadinya sirosis.

Pada hepatitis B, IFN alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan

terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg

secara oral setiap hari selama 1 tahun. Namun pemberian lamivudin

setelah 9-12 bulan menimbulkan  mutasi  YMDD  sehingga  terjadi

resistensi  obat.  IFN  Alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, 3

kali seminggu selama 4-6 bulan.

Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin

merupakanterapi standar. Interferon diberikan secara suntikan 5 MIU 3

kali seminggu dan dikombinasi dengan ribavirin 800-1000 mg/ hari

selama 6 bulan.1

Tatalaksana pasien sirosis dekompensata

1 . A s i t e s :

- Tirah baring

- Diet rendah garam, 5,2 gr atau 90 mmol/ hari.

- Diuretik, awalnya dengan pemberian spironolakton dengan

dosis 200-200 mg 1x/hari. Respons diuretik bisa dimonitor

dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya

edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana

pemberian spironolakton tidak adekuat, bisa dikombinasi dengan

furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila

asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 L dan

dilindungi dengan pemberian albumin.

2. Ensefalopati hepatik 

36

Page 37: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

- Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia.

- Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil

amonia, diet rendah protein dikurangi sampai 0,5 gr/ kgBB/ hari,

terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.

3. Varises esophagus

- Sebelum  berdarah  dan  sesudah  berdarah  bisa  diberikan  obat

penyekat beta (propranolol).

- Waktu perdarahan akut bisa diberikan preparat somatostatin

atau oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi

endoskopi.

4. Peritonitis bakterial spontan

- Diberikan antibiotika  seperti  sefotaksim  IV,  amoksilin, atau

aminoglikosida.

5. Sindrom hepatorenal

- Mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan

garam dan air.

6. Transplantasi hati

- Terapi defenitif pada pasien sirosis dekompensata. Namun sebelum

dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi

resipien dahulu.1

2.10 PROGNOSIS

Klasifikasi Child-Pugh juga dapat digunakan untuk menilai prognosis pasien

sirosis yang akan menjalani operasi.1,6

37

Page 38: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

Klasifikasi Child-Pugh Pasien Sirosis Hati 1,6

Derajat Kerusakan Minimal (1) Sedang (2) Berat(3)

Bil. Serum (mg/dL) < 2,0 2,0-3,0 > 3,0

Alb. Serum (gr/dL) > 3,5 2,8-3,5 < 2,8

Asites Tidak ada Terkontrol Sukar

Ensefalopati Tidak ada Minimal Koma

Nutrisi Sempurna Baik Kurang

Interpretasi:

Grade A: 5-6, prognosis 10-15%

Grade B: 7-9, prognosis 30%

Grade C: 10-15, prognosis > 60%

38

Page 39: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

BAB IV

ANALISIS KASUS

3.1 PEMBAHASAN

Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti

belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai

gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan

kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat

perbedaannya secara klinis, tetapi dapat dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati.1

Manifestasi klinis stadium awal sirosis hepatis sering tanpa gejala sehingga

kadang ditemukan waktu pasien melakukan pemeriksaan rutin atau kelainan karena

penyakit lain. Gejala awal biasanya berupa perasaan mudah lelah dan lemas, selera

makan berkurang, perasaan perut kembung, mual dan berat badan yang menurun,

sedangkan pada keadaan lanjut (dekompensata) gejala lebih menonjol terutama bila

timbul komplikasi berupa kegagalan hati, hipertensi portal, hilangnya rambut

39

Page 40: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

kemaluan, gangguan tidur dan demam yang tidak begitu tinggi. Dapat disertai adanya

gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid,

ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan melena serta

perubahan mental meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi sampai

koma.1

Dari hasil anamnesis didapatkan berupa: sulit berkomunikasi, keluhan mata

kuning, mual, nafsu makan tidak ada, perut semakin membesar, lemas. Pemeriksaan

fisik didapatkan sclera ikterik, nyeri tekan ulu hati, shifting dullness (+) oleh asites,

flapping tremor, edema pada tungkai. Pemeriksaan laboratorium didapatkan

penurunan eritrosit 2,67 106/mm3, hemoglobin 10,1 g/dl, Hematokrit 27,8 %albumin

2,1 g/dl, dan protein total 5,9 g/dl. Selain itu juga terjadi peningkatan globulin 3,8

g/dl, SGOT 66 U/L , SGPT 64 U/L. Disimpulkan pada pasien telah terjadi infeksi

ditandai gangguan fungsi hati dengan peningkatan enzim hati, namun tidak terdapat

infeksi virus hepatitis sebelumnya.

Asites dan edema ditandai dengan adanya keluhan perut membuncit yang

semakin lama semakin membesar hingga ada penonjolan di umbilicus, pada perkusi

abdomen didapatkan adanya tanda shifting dullness yang mana merupakan tanda khas

dari asites. Asites yang terjadi dapat dipikirkan pada kelainan pada organ paru,

jantung, ginjal, hati, dan malnutrisi. Asites bisa terjadi disebabkan penimbunan cairan

dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Dari hasil

pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya suara jantung yang menjauh, untuk

membuktikannya disarankan dilakukan foto thorak.

Sedangkan edema pada kelainan ginjal seperti pada kondisi gagal ginjal

kronik, edema yang terjadi disebabkan karena adanya penurunan kadar albumin di

dalam darah sehingga mengurangi tekanan onkotik pembuluh darah, akibatnya terjadi

perpindahan cairan dari pembuluh darah ke ruang intersisial. Akan tetapi, pada pasien

ini tidak ada ditemukan tanda dan gejala terjadinya gagal ginjal, seperti adanya

keluhan buang air kecil menjadi sedikit, adanya pernafasan kusmaul, dan lain

sebagainya. Dari pemeriksaan penunjang juga tidak ditemukan adanya penurunan

40

Page 41: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

dari LFG pasien tersebut. Oleh karena itu, terjadinya asites dan edema lebih

diarahkan kepada kelainan hati yaitu sirosis hepatis.

Pada pasien dengan sirosis hepatis, edema yang pertama akan muncul adalah

pada bagian abdomen. Hal ini dapat dijelaskan karena pada sirosis hepatis terjadi

jaringan fibrosis yang mengakibatkan terjadinya tahanan pada vena porta akibatnya

terjadi peningkatan tekanan dari vena tersebut. Akibat dari peningkatan ini, terjadi

pengalihan aliran darah ke pembuluh darah mesenterika sehingga terjadi filtrasi

bersih cairan keluar dari pembuluh darah ke rongga peritoneum. Cairan tersebut

mengandung albumin yang tinggi sehingga pada darah terjadi penurunan kadar

albumin. Pada keadaan lanjut karena ada kerusakan pada hepatosit yang

menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi hati, salah satunya adalah gagalnya sintesis

dari albumin. Akibat ketidakseimbangan yang terjadi, lama kelamaan asites yang

terjadi akan semakin jelas hingga mendorong ke lokus minorus sehingga terjadi

edema hingga hernia pada skrotum, umbilikus, atau diafragma.1,2,6

Komplikasi yang sering dijumpai pada pasien dengan sirosis hepatis antara

lain peritonitis bakrerial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri

tanpa ada bukti infeksi sekunder intraabdominal. Biasanya tanpa gejala, namun dapat

timbul demam dan nyeri abdomen. Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan

fungsi ginjal akut berupa oliguri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan

organik ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang

berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus. Salah satu manifestasi hipertensi porta

adalah varises esofagus, 20-40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang

menimbulkan perdarahan.1

Pada pasien ini diagnosis differensialnya adalah hepatoma karena mempunyai

gejala yang hampir mirip, dan untuk membedakannya disarankan dilakukan USG

abdomen. Terapi yang diberikan adalah tirah baring karena dapat membantu

memperbaiki efektifitas diuretika, Inj. Omeprazole 1x1gr iv, Inj. Cefotaxime 3x1gr

iv, Mucogard syrup 3x10cc, Laxadin syrup 1x10cc, Curcuma diberikan sebagai

multivitamin untuk hati.

41

Page 42: Laporan Kasus Sirosis Hepatis

3.2 KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasein dengan diagnosa prekoma hepatikum et causa sirosis

hepatis stadium dekompensata dengan differensial diagnosis suspect hepatoma

dengan anamnesa: keluhan mata kuning, mual, muntah, perut semakin membesar,

nyeri ulu hati dan perut kanan atas, terasa menyesak, lemas. Sedangkan pada

pemeriksaan fisik ditemukan sclera ikterik dan asites. Pada pemeriksaan penunjang

ditemukan peningkatan enzim hati dan hipoalbunimemia.

42