22
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK Judul : REKRISTALISASI TujuanPercobaan : Mempelajari teknik rekristalisasi untuk pemurnian senyawa organik. Pendahuluan Kristalisasi merupakan suatu metode untuk pemurnian zat dengan pelarut dan dilanjutkan dengan pengendapan. Kristalisasi senyawa organik dipengaruhi oleh pelarut. Pelarut kristalisasi merupakan pelarut dibawa oleh zat terlarut yang membentuk padatan dan tergantung dalam struktur kristal – kristal zat terlarut tersebut (Oxtoby, 2001). Rekristalisasi merupakan suatu pembentukan kristal kembali dari larutan atau leburan dari material yang ada. Metode ini adalah sebuah proses lanjut dari kristalisasi yang sering digunakan. Metode ini dapat menghasilkan hasil yang memuaskan apabila digunakan pada pelarut pada suhu kamar, namun dapat lebih larut pada suhu yang lebih tinggi. Hal ini bertujuan supaya zat tidak murni dapat menerobos kertas saring dan yang tertinggal hanyalah kristal murni (Fessenden, 1983). Cara ini juga bergantung pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu di kala suhu diperbesar. Hal ini dikarenakan konsentrasi total dalam senyawa biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, bila dingin, maka konsentrasi impuriti yang rendah tetapi dalam larutan sementara produk yang berkonsentrasi tinggi Kelompok 5

Laporan Ke 4

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan rekristalisasi

Citation preview

Kelompok 5

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIKJudul: REKRISTALISASITujuanPercobaan: Mempelajari teknik rekristalisasi untuk pemurnian senyawa organik.PendahuluanKristalisasi merupakan suatu metode untuk pemurnian zat dengan pelarut dan dilanjutkan dengan pengendapan. Kristalisasi senyawa organik dipengaruhi oleh pelarut. Pelarut kristalisasi merupakan pelarut dibawa oleh zat terlarut yang membentuk padatan dan tergantung dalam struktur kristal kristal zat terlarut tersebut (Oxtoby, 2001).Rekristalisasi merupakan suatu pembentukan kristal kembali dari larutan atau leburan dari material yang ada. Metode ini adalah sebuah proses lanjut dari kristalisasi yang sering digunakan. Metode ini dapat menghasilkan hasil yang memuaskan apabila digunakan pada pelarut pada suhu kamar, namun dapat lebih larut pada suhu yang lebih tinggi. Hal ini bertujuan supaya zat tidak murni dapat menerobos kertas saring dan yang tertinggal hanyalah kristal murni (Fessenden, 1983). Cara ini juga bergantung pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu di kala suhu diperbesar. Hal ini dikarenakan konsentrasi total dalam senyawa biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, bila dingin, maka konsentrasi impuriti yang rendah tetapi dalam larutan sementara produk yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap (Arsyad, 2001). Zat padat umumnya mempunyai titik lebur yang tajam (rentangan suhunya kecil), sedangkan zat padat amorf akan melunak dan kemudian melebur dalam rentangan suhu yang besar. Partikel zat padat amorf sulit dipelajari karena tidak teratur. Oleh sebab itu, pembahasan zat padat hanya membicarakan kristal. Suatu zat mempunyai bentuk kristal tertentu. Dua zat yang mempunyai struktur kristal yang sama disebut isomorfik (sama bentuk), contohnya NaF dengan MgO, K2SO4 dengan K2SeO4, dan Cr2O3 dengan Fe2O3. Zat isomorfik tidak selalu dapat mengkristal bersama secara homogen. Artinya satu partikel tidak dapat menggantikan kedudukan partikel lain. Suatu zat yang mempunyai dua kristal atau lebih disebut polimorfik (banyak bentuk) (Syukri, 1999). Pembentukan inti kristal adalah langkah pertama kristalisasi. Inti kristal adalah partikel-partikel kecil kristal yang amat kecil, yang dapat terbentuk secara spontan sebagai akibat dari keadaan larutan yang lewat jenuh (atau pendinginan super (super cooling) dari lelehan). Inti ini dihasilkan dengan cara memperkecil kristal-kristal yang ada dalam alat kristalisasi atau dengan menambahkan benih kristal kedalam larutan lewat jenuh. Hal terakhir ini perlu dilakukan jika dalam larutan yang lewat jenuh tidak terbentuk inti kristal atau jika kristalisasi dipengaruhi oleh jumlah serta besar benih kristal yang diberikan (Dasent, 1970). Partikel-partikel padat asing (pengotor) dapat juga berfungsi sebagai inti kristal. Begitu pula sisi-sisi tajam dalam alat kristalisasi. Semakin banyak inti kristal yang terbentuk, semakin halus butir-butir hasil kristalisasi (kristalisat). Untuk pengolahan lebih lanjut, biasanya diinginkan agar kristalisat sedapat mungkin mempunyai butir-butir yang kasar dan seragam, dan karena itu perlu dilakukan pengawasan terhadap proses pembentukan inti. Pertumbuhan kristal merupakan penggabungan dari dua proses: a. Transportasi molekul-molekul atau ion-ion (dari bahan yang akan dikristalisasi) alam larutan kepermukaan kristal dengan cara difusi. Proses ini berlangsung semakin cepat jika derajat lewat jenuh dalan larutan semakin besar.b. Penempatan molekul-molekul atau ion-ion pada kisi kristal. Semakin luas permukaan total kisi kristal, semakin banyak bahan yang dapat ditempatkan pada kisi kristal per satuan waktu.(Bernasconi et all, 1995).Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan bergantung pada dua faktor yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Laju pembentukan inti tinggi maka akan banyak kristal yang terbentuk, tetapi dalam bentuk endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Makin tinggi derajat lewat jenuh, makin besar kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin besarlah laju pembentukan inti. Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor lain yang mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Jika laju ini tinggi, kristal-kristal yang besar akan terbentuk yang dipengaruhi oleh derajat lewat jenuh (Svehla, 1979).Langkah langkah rekristalisasi dimulai dengan melarutkan zat pada pelarut, melakukan filtrasi gravitasi, mengambil kristal zat terlarut, mengumpulkan kristal dengan filtrasi vacum, dan mengeringkan kristal (Fessenden dan Fessenden, 1983). Pelarut juga mempunyai beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu a. Pelarut yang dipilih sebaiknya hanya melarutkan zat zat yang akan dimurnikan dalam keadaan panas, sedangkan pengotornya tidak larut dalam pelarut tersebut.b. Pelarut yang digunakan sebaiknya memiliki titik didih rendah agar dapat mempermudah pengeringan kristal.c. Pelarut yang digunakan harus inert, tidak bereaksi dengan zat yang akan dimurnikan.(Arsyad, 2001).Pembentukan endapan pada proses rekristalisasi juga hampir sama dengan proses kristalisasi yaitu reaksi pengendapan. Endapan merupakan zat yang memisah dari satu fase padat dan keluar ke dalam larutannya. Endapan terbentuk jika larutan bersifat terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan suatu endapan merupakan konsentrasi molal dari larutan jenuhnya. Kelarutan bergantung dari suhu, tekanan, konsentrasi bahan lain yang terkandung dalam larutan dan komposisi pelarutnya. Kesimpulannya proses kristalisasi dan rekristalisasi saling berhubungan satu dengan yang lain (Arsyad, 2001) .

Prinsip KerjaPemurnian suatu senyawa dengan tehnik rekristalisasi dan kristalisasi berdasarkan kelarutan setiap zat pada senyawa tertentu akan menetukan zat murninya.AlatTabung reaksi, mortar, pipet mohr 5 mL, pipet tetes, penangas air, erlenmeyer, corong Buchner, timbangan, alat pennetu titik leleh.BahanEtanol 95%, etil asetat, aseton, toluena, n-heksana, akuades, sampel A, sampel B, sampel C, dan zat X (bodrexin).Prosedur KerjaA. Pemilihan Pelarut1. Masukkan masing-masing 0,5 g sampel yang telah dihaluskan kedalam 6 tabung reaksi.2. Tambahkan 2 mL akuades, etanol 95%, etil asetat, aseton, toluen, dan heksan pada masing-masing tabung reaksi tadi dan beri nomor 1-6 secara berurutan. Goyang tabung dan amati apakah sampel larut dalam pelarut tersebut pada suhu kamar. Amati dan catat pengamatannya. 3. Panaskan tabung berisi sampel yang tak larut, lalu goyang tabungnya dan catat bilamana sampel tersebut larut dalam pelarut panas. Amati dan catat pengamatannya. 4. Biarkan larutan menjadi dingin dan amati pembentukan kristalnya. 5. Catat masing-masing pelarut dan tunjukkan pelarut yang manakah yang terbaik diantara keenam pelarut tersebut dan cocok untuk proses rekristalisasi sampel.6. Lakukan prosedur yang sama dengan diatas untuk sampel unknown dan tentukan pelarut yang sesuai untuk rekristalisasinya. B. Rekristalisasi Sampel Unknown 1. Masukkan 0,5 g sampel unknown kedalam erlenmeyer. Tambahkan 2 mL pelarut yang sesuai (hasil dari prosedur A.6).2. Panaskan campuran perlahan sambil goyang larutan hingga semua padatan larut.3. Jika padatan tidak larut sempurna, tambahkan sedikit pelarut (kira-kira 0,5 mL) dan lanjutkan pemanasan. Amati setiap penambahan pelarut apakah lebih banyak padatan yang terlarut atau tidak.Jika tidak banyak padatan yang larut, kemungkinan karena adanya pengotor. Saring larutan panas tersebut melewati pipet Pasteur penyaring untuk menghilangkan pengotor yang tak larut atau dapat menggunakan karbon aktif. Langkah ini bisa diloncati langsung menuju langkah B.7 jika tidak terdapat partikel yang tak larut atau semua padatan telah dapat larut sempurna. 4. Pipet Pasteur penyaring disiapkan dengan cara memasukkan sedikit kapas pada pipet lalu ditekan menggunakan kawat atau lidi sehingga kapas berada pada bagian bawah (posisi menyumbat tip). Panaskan pipet penyaring dengan cara melewatkan pelarut panas beberapa kali kedalam pipet dan tampung pelarut panas yang telah melewati pipet kedalam wadah penampung atau erlenmeyer. Bilamana larutan memenuhi pipet, dorong larutan dengan bantuan karet penghisap seperti gambar berikut. 5. Sebelum larutan sampel dilewatkan dalam pipet penyaring, encerkan dulu untuk mencegah terjadinya kristalisasi selama proses penyaringan.6. Cuci pipet Pasteur penyaring dengan sejumlah pelarut panas untuk recovery solute yang kemungkinan terkristalisasi didalam pipet dan kapas.7. Tutup wadah penampung atau erlenmeyer dan biarkan filtrat atau larutan menjadi dingin. Setelah larutan berada dalam suhu kamar, siapkan ice bath untuk menyempurnakan proses kristalisasi. Lalu masukkan wadah larutan kedalam ice bath dan amati pembentukan kristalnya.8. Saring kristal dan cuci dengan sejumlah pelarut dingin menggunakan penyaring Buchner. Lalu lanjutkan penyaringan hingga kering.9. Timbang kristal dan hitung persen recovery-nya. Tentukan titik leleh kristal dan catat Data dan Perhitungana. Pemilihan pelarutanNoPelarutSampel

ABCBodrexsin

1AkuadesTidak larutTidak larutLarutTidak larut, ada endapan

+ dipanaskanLarutLarut-Larutan keruh

+ didinginkanKristal meruncingKrista halus-Endapan sedikit

2EtanolLarut, ada sedikit kristalLarutLarutTidak larut, ada endapan

+ dipanaskanlarut--Larut, bening, endapan sedikit

+ didinginkan----

3Etil asetatLarutLarutSedikit kristal jarumTidak larut, ada endapan

+ dipanaskan---Tidak larut

+ didinginkan----

4HeksanaTidak larutTidak larutTidak larutTidak larut, ada endapan

+ dipanaskanLarutLarutLarutTidak larut

+ didinginkanKristal kecil halusKristal Kristal halus-

5AsetonLarutLarutLarutTidak larut, ada endapan

+ dipanaskan----

+ didinginkan----

6ToluenaLarutTidak larutLarutTidak larut, ada endapan

+ dipanaskanLarut dan menjadi keruhLarutLarutMenguap, sedikit endapan

+ didinginkanAda sedikit endapan-Sedikit kristal besar, bentuk jarum-

b. Rekristalisasi untuk sampel Unknown berat kertas saring pertama = 0,51 gram berat kertas saring kedua = 0,52 gram berat kertas saring+sampel = 1,08 gram berat sampel = 0,06 gram titik leleh = 165 C Randemennya,

HasilNoPelarutSampelGambar

1AkuadesAsam benzoat, asam salisilat, asetanilida

2Etanol

3Etil asetat

4Heksana

5Aseton

6Toluena

Gambar sampel Unknown dengan semua pelarut,Sebelum dipanaskanSesudah dipanaskan

Pembahasan HasilPercobaan kali ini mengenai proses rekristalisasi yang terbagi menjadi dua tahap. Tahap pertama dimana keempat sampel yang tidak diketahui menggunakan enam pelarut berbeda. Perlakuan tersebut bertujuan untuk memilih pelarut yang terbaik bagi keempat sampel untuk proses rekristalisasi. Tahap kedua yaitu memulai proses rekristalisasi untuk satu sampel yaitu bodrexin dengan satu pelarut yang paling baik diantara enam pelarut tersebut. Enam pelarut tersebut adalah heksana, akuades, etanol 95%, etil asetat, aseton dan toluena.sampel yang yang digunakan adalah asam benzoat, asam salisilat, asetanilida, dan bodrexin.

Gambar 1. Pelarut yang digunakanSampel ditimbang seberat 0,5 gram. Pelarut yang diambil 5 mL dimasukkan dalam tabung reaksi lalu dimasukkan sampel ke dalam tabung. Sampel yang telah dicampur dengan tabung reaksi dikocok dan dilihat apakah sampel larut atau tidak. Endapan yang tidak larut dipanaskan agar semua sampel larut.

Gambar 2. Sampel A (Asam salisilat)Langkah pertama adalah dengan mereaksikan sampel A yaitu asam salisilat dengan keenam pelarut. Sampel asam salisilat dengan pelarut akuades menghasilkan larutan gak berwarna tapi ada sedikit endapan yang tidak larut. Perlakuan berikutnya yaitu dipanaskan dengan penangas dimana sampel yang berada pada tabung ketika sudah dipanaskan sedikit larut sehingga endapan berkurang. Kristal sudah terbentuk pada tabung hanya saja sedikit. Adanya endapan yang masih belum larut dikarenakan larutan sudah jenuh sehingga tidak mampu melarutkan lagi. Asam salisilat yang larut dengan air dikarenakan keduanya bersifat polar. Asam salisilat bersifat polar didasarkan karena adanya gugus karbonil. Akuades dapat melarutkan asam benzoat karena terjadi interaksi molekul yaitu ikatan hidrogen. Sampel A dengan pelarut etanol melarut dengan sempurna dan terbentuk sedikit kristal didasar tabung reaksi. Kristal dapat dilihat dengan mengocok larutan di tabung reaksi. Kristal terlihat kecil, panjang, dan sedikit. Sampel A dengan etanol larut dan seharusnya tidak perlu dipanaskan. Kristal yang terbentuk dikira zat yang belum larut sehingga dipanaskan dan hasilnya semuanya larut begitupun kristalnya juga ikut larut kembali. Inilah kesalahan yang terjadi. Proses pendinginan, kristal tidak terbentuk. Sampel A dengan etil asetat larut sempurna, sehingga tidak perlu dipanaskan lagi.Sampel A dengan heksana menghasilkan larutan dan endapan. Alasan asam salisilat tidak larut pada heksana adalah karena sifat asam benzoat yang polar dan heksana tidak polar. Hal ini menyebabkan keduanya tak bisa bercampur. Perlakuan selanjutnya adalah pemanasan dimana larutan menjadi satu fasa dengan kata lain larut. Setelah dipanaskan larutan didinginkan sehingga terbentuk kristal kecil halus. Penambahan kalor pada pemanasan menyebabkan asam salisilat menjadi larut karena semakin tinggi suhu pelarut maka energi atau kereaktifannya dalam menguraikan molekul molekul padatan akan semakin mudah. Sampel A dapat la rut dalam aseton. Hal ini dikarenakan sifat keduanya bersifat polar sehingga terjadi interaksi antarkeduanya. Kekurangan menggunakan pelarut aseton adalah tidak terbentuknya kristal asam salisilat sesudah didiamkan. Sampel A juga dapat terlarut dalam pelarut toluena. Hal ini dimungkinkan adanya interaksi van der walls antara atom karbon pada cincin benzena atau toluena dapat menutupi bagian yang polar pada asam salisilat sehingga asam salisilat dapat larut. Penambahan kalor (pemanasan) mengakibatkan larutan menjadi keruh lalu saat pendinginan terdapat kristal yang besar.

Gambar 3. Asam BenzoatSampel B adalah asam benzoat. Asam benzoat larut dalam akuades tetapi menyisakan sedikit endapat. Penambahan panas dilakukan untuk melarutkan endapan tersebut. Hal yang sama terjadi pada sampel A dimana saat pemanasan terjadi endapan juga berkurang sekaligus terbentuknya kristal secara bersama. Pemanaan mendorong larutan mencapai batas jenuhnya sehingga kristal akan terbentuk. Kristal bewujud lebih halus dari pada sampel A. Asam benzoat juga larut dalam etanol dimana keduanya sama sama mempunyai sifat olar. Asam benzoat mempunyai sisi polar dikarenakan adanya gugus aldehida yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan gugus alkohol pada etanol. Larutan ini tidak dipanaskan karena sampel B melarut sempurna dalam etanol. Pembentukan kristal tidak terjadi pada larutan ini.Sampel B larut pada pelarut ketiga, yaitu etil asetat. Larutan ini juga tidak mendapat perlakuan pemanasan karena sampel larut dalam etil asetat. Kristal juga tidak terbentuk setelah didiamkan beberapa saat. Kedua zat ini bersifat polar sehingga dapat larut. Pelarut keempat yaitu heksena dimana sampel B tidak larut pada awalnya. Penambahan panas dilakukan untuk meningkatkan kelarutan asam benzoat dalam heksana. Asam benzoat semakin larut dalam larutan hingga tidak ada endapan. Pemanasan mendorong larutan hingga mencapai titik jenuh sehingga saat didiamkan terbentuk kristal halus pada tabung ini. Asam benzoat larut dalam pelarut kelima, aseton. Alasan keduanya larut karena sifatnya sama sama polar. Larutan ini tidak terbentuk kristal saat didinginkan menandakan tingkat kelarutan pada aseton sangat tinggi. Endapan terbentuk ketika zat B dilarutkan dengan pelarut toluena. Pemanasan dilakukan untuk mendorong tingkat kejenuhan larutan sehingga kristal terbentuk. Hasil percobaan yang diperoleh yaitu kristal tak terbentuk pada proses pendinginan.

Gambar 4. Sampel C (asetanilida)Sampel C larut dalam pelarut akuades. Kristal tidak terbentuk pada proses pendinginan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kelarutan asetanilida pada air tinggi sehingga tidak terbentuk kristal. Sampel juga larut pada pelarut kedua, etanol. Interaksi dipol dipol pada kedua zat menyebabkan zat mudah larut dalam etanol selain itu keduanya bersifat polar. Kristal tak terbentuk saat proses pendinginan.Asetanilida juga larut dalam etil asetat. Kristal yang jumlah sedikit berbentuk jarum terbentuk tabung. Kristal ini terlihat saat kita mengocoknya, terlihat seperti jarum jarum kecil yang bertaburan lalu mengendap di dasar tabung. Kesalahan terjadi karena kristal itu dianggap sebagai zat sehingga larutan ini dipanasakan. Hasil pemanasan tidak berubah, kristal kristal itu masih terlihat dala tabung saat didinginkan. Pelarut keempat adalah heksana. Sampel C tidak larut dalam heksana. Penambahn kalor atau pemanasan dilakukan sehingga sampel larut dalam heksana. Penambahan panas dilakukan untuk meningkatkan kelarutan dalam pelarut. Heksena bersifat non polar dan asetanilida bersifat polar, tetapi adanya bagian dalam asetanilida yang bersifat non polar dapat berinteraksi dengan heksena menyebabkan zat ini dapat larut didalamnya. Proses pendinginan dilakukan agar kristal dapat terbentuk kembali akan tetapi kristal tidak terbentuk. Hal ini menandakan bahwa kelarutan asetanilida besar dalam heksena.Sampel C larut dalam pelarut kelima dan keenam. Perbedaannya pada pelarut kelima tidak terbentuk kristal sedangkan pada pelarut keenam yaitu toluena terbentuk kristal besar berbentuk jarum. Kelarutan asetanilida dalam pelarut aseton besar sehingga pembentukan kristal terhambat atau lama. Hal yang berbeda terjadi pada toluena, walaupun sifat pelarut ini non polar tetapi pelarut ini dapat melarutkan asetanilida. Adanya interaksi antarmolekul menyebabkan hal ini terjadi, misalnya interaksi van der walls dan sebagainya.Pelarut yang baik untuk tiga sampel diatas adalah akuades. Pelarut terbaik untuk rekristalisasi haruslah memenuhi beberapa syarat, yaitu pelarut yang dipilih sebaiknya hanya melarutkan zat zat yang akan dimurnikan dalam keadaan panas, sedangkan pengotornya tidak larut dalam pelarut tersebut, pelarut yang digunakan sebaiknya memiliki titik didih rendah agar dapat mempermudah pengeringan kristal dan yang terakhir adalah pelarut yang digunakan harus inert, tidak bereaksi dengan zat yang akan dimurnikan. Akuades dapat merekristalisasikan sampel yang ada setelah itu Kristal yang terbentuk juga paling banyak.Percobaan kedua yaitu dengan menguji sampel unknown dengan keenam pelarut yang ada. Prosedurnya sama dengan percobaan yang di atas. Keenam pelarut menunjukkan hal yang sama dimana sampel tidak terlarut. Sampel unknown ini adalah aspirin yang terkandung dalam bodrexin. Rumus molekul aspirin adalah C9H8O4 dimana berat molekulnya sebesar 180,16. Nama lain dari aspirin adalah asam asetil salisilat. Wujud zat berupa padatan, umumnya berwarna putih seperti jarum atau lempengan tersusun atau serbuk hablur putih, tidak barbau atau barbau lemah. Zat ini stabil diudara kering, didalam udara lembab secara bertahap terhidrolisa menjadi asam salisilat dan asam asetat. Aspirin sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, larut dalam kloroform, dan dalam eter, agak sukar larut dalam eter mutlak (Anonim, 2012)

Gambar 5. AspirinSampel ini tidak terlarut pada pelarut akuades, terdapat sedikit endapan dan larutan berubah menjadi keruh. Warna larutan orange ++ dengan endapan berwarna kuning pudar. Kristal terbentuk sedikit pada endapan. Kristal menjadi semakin jelas saat proses pendinginan sesudah dilakukan pemanasan. Pelarut kedua yaitu etanol. Warna larutan menjadi orange bening dengan sedikit endapan. Endapannya masih berwarna orange. Tidak erjadi perubahan yang mencolok baik sesudah maupun sebelum dilakukan pemansan.Pelarut ketiga yaitu etil asetat, larutan menajdi tidak larut. Larutan menjadi dua fase yaitu cairan tak berwarna dan endapan berwarna orange. Hal yang sama juga terjadi pada larutan ini, tidak terjadi perubahan yang mencolok sesudah dan sebelum pemanasan. Endapan dan larutan tidak mengalami perubahan bhkan saat tabung digoyangkan endapan tidak bergerak sama sekali. Massa jenis sampel lebih berat dari massa jenis etil asetat terlihat dari posisi endapan yang berada di bawah tabung. Tidak bereaksinya atau tidak bercampur keduanya menandakan bahwa terdapat perbedaan sifat yang mencolok antar keduanya. Aspirin bersifat stabil diaman terdpat cincin benzene yang mengalami resonansi dan gugus penarik elektron menyebabkan elektron terus berputar. Hal inilah yang menyebabkan keduanya tak bisa bercampur.Pelarut berikutnya adalah heksana dan toluena. Hal yang terjadi pada pelarut ketiga terulang pada pelarut ini. Kedua zat tidak bercampur dan alasannya juga sam karena kestabilan senyawa aspirin. Pelarut terakhir yaitu aseton. Larutannya menjadi agak keruh dan terdapat endapan. Berdasarkan hasil percobaan yang didapat bahwa pelarut yang baik bagi sampel ini adalah akuades dengan jumlah kristal paling banyak diantara yang lain selain itu akuades tidak melarutkan zat pengotornya. Hal ini ditunjukkan dengan perubahan larutan menjadi keruh setelah dipanaskan. Sampel yang digunakan adalah obat penurun demam yang didalamnya terkandung aspirin yang memiliki titik leleh sebesar 135 C, maka akuades yang memiliki titik didih 100 C cocok sebagai pelarut sampel tersebut sesuai dengan syarat pelarut yang baik untuk rekristalisasi. Selain itu kelarutan aspirin dalam air sebesar 3 mg/mL pada suhu 20 C, perbedaan kelarutan yang cukup besar ini yang mendukung akuades dijadikan pelarut yang cocok untuk rekristalisasi sampel pada percobaan selanjutnya.Sampel sebanyak 0,3 gram dihaluskan dan dilarutkan kedalam 2 mL akuades dan hasilnya menunjukkan sampel belum larut pada suhu kamar, maka dilakukan pemanasan terhadap campuran tersebut. Proses pemanasan menyebabkan sampel tersebut larut. Fungsi dari pemanasan untuk mempercepat reaksi pelarutan sampel dan mendorong agar larutan mencapai batas kejenuh sehingga kristal dapat terbentuk. Proses selanjutnya adalah pendinginan dalam ice bath agar kristal dapat terbentuk. Menurut Svehla, 1979, ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung pada dua faktor penting yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali kristal akan terbentuk, tetapi tak satupun dari inti akan tumbuh menjadi terlalu besar, jadi terbentuk endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Makin tinggi derajat lewat jenuh, makin besarlah kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin besarlah laju pembentukan inti. Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor lain yang mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Jika laju ini tinggi, kristal-kristal yang besar akan terbentuk yang dipengaruhi oleh derajat lewat jenuh.Kristal yang diperoleh dari hasil percobaan berukuran kecil dan banyak, hal ini menunjukkan bahwa laju pembentukan inti tinggi namun laju pertumbuhan kristal rendah karena kristal yang terbentuk berukuran kecil. Setelah kristal terbentuk dilakukan penyaringan menggunakan corong Buchner. Proses ini dilakukan dengan tujuan memisahkan zat pengotor dengan larutan kristal yang murni. Penyaringan dengan menggunakan corong Buchner dilakukan dengan pembilasan menggunakan aquades dingin agar kristal yang terbentuk tetap terjaga bentuk kristalnya, kristal terbentuk pada suhu yang rendah karena pengaruh dari derajat lewat jenuh pada pembentukan kristal tersebut selain itu dapat mempercepat proses terbentuknya kristal. Penyaringan ini juga dapat mengurangi kadar air pada Kristal sehingga dapat mempercepat proses pengeringan (oven).Proses selanjutnya setelahpenyaringan yaitu dioven dengan tujuan menguapkan dan menghilangkan pelarut dari kristal agar diperoleh kristal yang murni. Penimbangan berat pada kertas saring dilakukan sebelum proses penyaringan dengan corong Buncher dilakukan. Berat kertas saring yang didaptkan adalah 1,03 gram. Penimbangan juga dilakukan saat sampel sudah dioven, nerat yang didapatkan adalah 1,09 gram. Berat aspirin yang didapat adalah 0,06 gram. Data dari kemasan sampel didapatkan bahwa dalam 0,3 gram terdapat 80 mg aspirin. Persen randemen yang didapat sebesar 75%. Data tergolong valid dengan jumlah aspirin yang didapatkan lebih dari setengahnya. Titik leleh yang diperoleh sebesar 165 C, hal ini juga berbeda dengan teori karena kesalahan yang terjadi selama praktikum. Teori menjelaskan bahwa titik leleh aspirin sebesar 135 C. Kesalahan pengukuran titik didih dapat terjadi karena sampel yang dimasukkan dalam tabung kecil tidak semuanya aspirin. Sampel yang sedikit terdapat dalam kertas saring, proses pengambilan aspirin ini juga bisa menjadi penyebab kenapa titik didihnya tidk sesuai dengan apa yang didapatkan. KesimpulanDari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwaa. Rekristalisasi dapat dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali sampel setelah dilarutkan dalam pelarut yang cocok berdasarkan perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan kelarutan zat pengotornya. Larutan yang terjadi dipisahkan satu sama lain, kemudian larutan zat yang diinginkan dikristalkan dengan cara menjenuhkannya. b. Titik leleh yang diperoleh sebesar 165 C dan rendemen yang diperoleh sebesar 75 %c. Pelarut terbaik yang digunakan ialah akuadesd. Syarat syarat elaru yang baik adalah tidak bereaksi dengan zat (inert), dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan, dapat mengkristalkan kembali zat tersebut, mempunyai titik didih dibawah zat yang akan dipisahkan.ReferensiAnonim. 2012. MSDS aspirin [serial online]. www.sciencelab.com [diakses tanggal 20 Maret 2012]Arsyad, M. Natsir. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta: GramediaBernasceoni ,G. 1995. Teknologi Kimia. Jakarta: PT Padya PranitaFessenden, Ralph J, dan Fessenden, Joan S. 1997. Dasar-dasar Kimia Organik. Jakarta: Bina AksaraOxtoby, David W. 2001. Prinsip Prinsip Kimia Modern Edisi Keempat Jilid 1. Jakarta: ErlanggaSvehla, G. 1990. Vogel : Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro Dan Semimikro Edisi Lima Bagian Dua. Alih Bahasa : A. Hadyana Pudjaatmaka. Jakarta : PT. Kalman Media Pusaka Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 3. Bandung: ITBSarana. Praktikan harus lebih berhati hati dan teliti saat melakukan praktikum sehingga data yang diperoleh lebih valid.b. Praktikan hendaknya mempersiapkan bahan dan mengerti skema kerja dengan baik agar tidak terjadi kesalahn pada saat praktikum.Nama PraktikanLinda Faiqotul Himmah (121810301024)