62
LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP 2011

LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

LAPORAN KEGIATAN

KOORDINASI

DEPUTI BIDANG SUMBERDAYA

ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

2011

Page 2: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

Kementerian Negara PPN/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Desember 2011

PENGANTAR

Laporan kegiatan koordinasi ini disusun sebagai hasil akhir dari kegiatan

koordinasi Depouti Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup tahun 2011.

Laporan merupakan hasil dari melalui berbagai kegiatan koordinasi baik berupa rapat

koordinasi, diskusi dengan para pakar, praktisi dan lembaga perguruan tinggi di bidang

sumberdaya alam dan lignkungan hidup.

Diskusi diarahkan untuk membicarakan mengenai tindak lanjut pemerintah setelah

adanya komitmen Bapak Presiden untuk penurunan emisi gas rumah kaca yang diikuti

dengan disusunya rencana aksi penurunan emisi gas rumah kaca (RAN GRK) yang telah

diterbitkan dalam benrtuk PERATURAN Presiden No. 61/2011 tentang Rencana Aksi

NasionalPenurunan Emisi Gas Rumah Kacar (RAN GRK). Untuk melaksanakan RAN

GRK,pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian PPN/Bappenas membentuk Tim

Koordinasi Perubahan Iklim yang beranggotakan Kementerian/Lembaga terkait dengan

pelaksanaan RAN GRK. Untukpelaksanaan di tingkat daerah, sedang disusun RAD GRK

oleh Pemda Provinsi sesuai mandat Perpres No. 61/2011. Untukmembantu Pemdadalam

menyusun RAD GRK,Kementerian PPN/Bappenas m,engkoordinasikan penyusunan

Pedoman Penyusunan RAD GRK dan melalukan bimbingan dan pelatihan

untukmengawal penyusunan RAD GRK yang dijadualkan pada bulan September 2012.

Sejalan dengan akan selesainya kerangka kerja pelaksanaan RAN GRK,

Kementerian PPN/Bappenas mulai memikirkan langkah ke depan untuk menyusun

konsep Ekonomi Hijau Indonesia. Sehubungan dengan itu, maka kegiatan koordinasi

kedeputian SDA dan LH diarahkan untuk melakukan eksplorasi dan pendalaman

mengenai ekonomi hijau dan hubungannya dengan pelaksanaan RAN GRK. Pendalaman

berbagai bahan dari lembaga internasional dan bahan pustaka lain memberikan gambaran

mengenai definisi dan cakupan ekonomi hijau serta penglaman berbagai negara lain untuk

memulai langkah menuju ekonomi hijau. Sementara itu, diskusi dengan para pakar

memberikan landasan mengenai langkah-langkah yang dapat dilakukan Indonesia,

Page 3: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

dengan akan selesainya kerangka pelaksaaan RAN GRK. Selanjutnya, bahan dari

berbagai diskusi tersebut digunakan sebagai masukan untuk mengembangkan

kemungkinan langkah ke depan yang dapat dilakukan dalam rangka menyusun konsep

ekonomi hijau. Pemikiran ke depan tentu saja masih membutuhkan diskusi lebih lanjut,

terutama apabila akan disusun sebagai suatu roadmap pembangunan ekonomi hijau.

Namun demikian, pemikiran dalamlaporan ini setidaknya dapat menjadi pijakan untuk

langkah perencanaan membentuk ekonomi hijau, menjembatani dengan RAN GRK yang

sedang dalam tahap awal pelaksanaan.

Laporan ini dirasakan masih memiliki berbagai keterbatasan, dan masih akan terus

dikembangkan sejalan dengan perkembangan pelaksanaan RAN GRK dan RAD GRK,

serta dapat terukurnya penurunan emisi dalam beberapa tahun ke depan.

Jakarta, Desember 2011

DeputiBidang SDA dan LH

Endah Murniningtyas

Page 4: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

LANGKAH MENUJU EKONOMI HIJAU:

SINTESA DAN MEMULAINYA

Page 5: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

I. LATAR BELAKANG

Keberhasilan pembangunan Indonesia. Pembangunan Indonesia sudah

berlangsung secara terencana sejak tahun 1967 yang dikenal dengan pembangunan

terencana. Bappenas atau Dewan Perantjang Pembangunan Nasional pada waktu itu,

adalah lembaga yang diberi tugas untuk menyusun rancangan pembangunan nasional

untuk memenuhi tuntutan Trikora pada waktu itu, terutama adalah tuntutan penurunan

harga. Jalan satu-satunya yang berkelanjutan untuk menurunkan inflasi adalah

meningkatkan kapasitas produksi. Pangan sebagai kebutuhan pokok utama kehidupan

adalah sasaran utama dan oleh sebab itu pemerintah berupaya keras untuk melakukan

langkah-langkah peningkatan produksi pangan. Beberapa hal yang ditempuh adalah

mengadopsi teknologi benih unggul dan membawa teknologi benih tersebut ke tingkat

petani produsen melalui penyuluh pertanian. Langkah ini didukung dengan pendirian

pabrik pupuk untuk menopang upaya peningkatan produksi serta membangun

infrastruktur irigasi untuk sawah. Semua langkah tersebut bertujuan untuk meningkatkan

produksi beras menuju swasembada beras. Segala langkah tersebut mencapai puncaknya

pada saat swasebada beras pertama kali terjadi pada tahun 1984/85.

Langkah-langkah untuk mengamankan dan memenuhi kebutuhan pangan atau

disebut dengan ketahanan pangan, diiringi pula dengan peningkatan pemanfaatan

sumberdaya alam terutama minyak dan gas untuk penyediaan energi bagi pembangunan

dan juga memperoleh devisa Negara untuk membiayai kelangsungan kehidupan Negara

dan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan industri/sektor ekstraksi

sumberdaya alam ini telah berhasil menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara

pengekspor minyak bumi (anggota OPEC). Selain itu, ekspor pertambangan juga

menjadi andalan penghasil devisa Negara. Dalam rangka penciptaan lapangan pekerjaan,

seklain industri pendukung pertanian dikembangkan pula industry pengganti barang-

barang impor untuk menekan inflasi dan menyediakan kebutuhan barang konsumsi secara

berkesinambungan. Pembangunan ekonomi ini diiringi pula dengan pembangunan

kualitas sumberdaya manusia, dengan melakukan investasi besar-besaran pada bidang

pendidikan, terutama pendidikan dasar dan bidang kesehatan, dengan memperluas

layanan kesehatan ke seluruh pelosok tanah air.

Page 6: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

Dampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi

terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi tersebut di

atas, pada akhirnya menghasilkan pemanfaatan sumberdaya alam yang melebihi daya

reproduksi dan melebihi ambang serap alam terhadap limbah/sampah, baik sampah padat,

cair maupun udara. Dalam Country Natural Resources and Environment/CNREA1

(Bappenas, 2007) dinyatakan bahwa apabila pemanfaatan sumberdaya alam masih terus

dilakukan secara ekstraktif dan dengan cara-cara lama kurang ramah lingkungan dan

ekosistem, maka Indonesia akan menghadapi 3 krisis besar, yaitu: (i) krisis air, (ii) krisis

pangan dan (iii) krisis energi, karena pemanfaatan sumberdaya alam sudah melebihi daya

regenerasi dan reproduksi serta daya dukung ekosistemnya.

UNEP2 memperkirakan bahwa dengan pola pemanfaatan sumberdaya alam untuk

pemenuhan kebutuhan ekonomi manusia diteruskan seperti itu, maka permintaan energi

global pada tahun 2030 akan meningkat sampai dengan 45%, akan terjadi peningkatan

harga minyak bumi yang disebabkan oleh peningkatan konsumsi energi. Sebagai

akibatnya, maka emisi gas rumah kaca akan dapat mencapai 45% dan suhu bumi akan

meningkat sampai dengan 6 derajat Celcius. Dampak lain adalah akan terjadi peningkatan

harga pangan, rusaknya ekosistem yang mengakibatkan hilangnya keanekaragaman

hayati senilai EUR 50 miliar. Solusi yang kemudian ditawarkan adalah pembentukan

ekonomi hijau.

II. KONSEP EKONOMI HIJAU (GREEN ECONOMY)

Gagasan mengenai “Green Economy” yang dicetuskan oleh UNEP pada bulan

Oktober 2008 bertujuan memberikan peluang yang besar dalam memberikan manfaat

yang lebih besar dari yang apa yang dapat ditawarkan oleh konsepsi Green Economy.

Terkait dengan hal tersebut, ada dua hal yang ingin dicapai. Pertama, ekonomi hijau

mencoba untuk membuat konsep yang lebih dari sekedar masalah makro ekonomi

khususnya investasi di sektor-sektor yang memproduksi produk ramah lingkungan

maupun produksi barang dan jasa yang lebih ramah lingkungan (“green

investment/investasi hijau”), namun juga difokuskan pada bagaimana kontribusi investasi

1 Country Natural Resources and Environment Assessment, Bappenas, 2007

22 John Scanton, UNEP. The Green Economy and International Environmental Governance. Presentation.

Page 7: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

hijau dalam memproduksi barang dan jasa serta dan pertumbuhan lapangan pekerjaan di

bidang yang terkait dengan ramah lingkungan (green job). Hal yang kedua adalah

mencoba untuk menyiapkan panduan untuk mendorong pro-poor green investment, atau

investasi hijau yang mampu mendorong pengentasan masalah kemiskinan. Tujuannya

adalah untuk mendorong dan agar para pembuat kebijakan mampu membuat semua

jajaran pemerintahan dan sektor swasta untuk mendukung peningkatan investasi hijau.

Dalam beberapa tahun terakhir, konsep Green Economy semakin mendapat

perhatian karena sejalan dengan upaya masyarakat dunia dalam mencari solusi terhadap

berbagai tantangan global. Namun demikian, hubungan antara konsep ini dengan konsep

yang berkaitan lainnya, belum dapat diartikulasikan dengan jelas. Oleh karena itu, hal ini

membuat banyak orang bahkan dari pencetus konsep ini bertanya berulang kali tentang

apa arti sesungguhnya dari Green Economy. Ketidakjelasan dari konsep ini membawa

kita pada pertanyaan apakah konsep ini sebenarnya hanya sebuah alat untuk membatasi

ruang gerak negara-negara berkembang untuk maju dan mengurangi kemiskinan.

Konsep modern dari Green Economy melengkapi sekaligus mengembangkan

konsep Green Economy yang lebih dikenal selama ini yang lebih membatasi pada

ekonomi untuk hal-hal yang bersifat ramah lingkungan (economy to green requirements).

Artinya, dalam perspektif ini Green Economy tidak hanya memberi penekanan pada

berbagai kebijakan standar, seperti bagaimana menilai lingkungan secara ekonomi dan

pemberian sanksi terhadap aktivitas-aktivitas yang membahayakan dan berpotensi

merusak lingkungan; tetapi yang lebih penting adalah bagaimana agar bisa mendorong

pelaku ekonomi untuk memproduksi barang, perdagangan dan mengkonsumsi hal-hal

yang ramah lingkungan atau produk barang dan jasa yang lebih ramah lingkungan.

Pendapatan dan lapangan pekerjaan yang dihasilkan dari Green Economy pada gilirannya

diharapkan mampu membuat para pelaku ekonomi menjadi lebih termitovasi untuk

melakukan kegiatan yang ramah lingkungan. Perspektif instrumental dari konsep modern

ini mengakui bahwa melalui investasi, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun

swasta, dalam hal inovasi, teknologi, infrastruktur dan kelembagaan merupakan hal-hal

yang dapat mengubah perekonomian atau mencapai perubahan struktur yang

fundamental.

Page 8: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

Dengan pengertian tersebut di atas, konsep Green Economy telah mengalami

evolusi dari perpekstif lama yang bersifat regulasi untuk “menghijaukan” kegiatan

ekonomi “coklat” menjadi konsep baru yang lebih fokus pada pembangunan ekonomi dan

pembukaan lapangan pekerjaan (green jobs) dengan investasi hijau (green investment),

produksi, perdagangan, dan konsumsi. Hal tersebut memberikan kontribusi pada

peningkatan kesadaran lingkungan dan meningkatnya permintaan pasar untuk produk

yang ramah lingkungan serta barang dan jasa yang lebih ramah lingkungan. Adanya

potensi permintaan ini mengindikasikan bahwa Green Economy tidak hanya berperan

dalam mengatasi masalah-masalah “coklat” seperti seperti mengurangi emisi karbon,

namun juga dapat pada isu bagaimana memperoleh penghasilan dan terbukanya lapangan

pekerjaan baru. Dengan demikian, Green Economy merupakan suatu alat/sarana yang

diharapkan mampu memberikan tiga keluaran yaitu: 1) adanya sumber-sumber

penghasilan serta lapangan pekerjaan yang baru; 2) emisi karbon yang rendah,

mengurangi penggunaan sumber daya alam, dan mengurangi peningkatan polusi dan

limbah; 3) memberikan kontribusi untuk tujuan sosial yang lebih luas dari pembangunan

berkelanjutan, kesetaraan sosial, dan pengurangan kemiskinan; meskipun tujuan sosial

tidak terjadi secara otomatis namun memerlukan kebijakan kelembagaan yang spesifik

dan harus melekat pada kegiatan green economy.

Sehubungan dengan itu semua, maka ekonomi hijau secara singkat dicirikan

sebagai: (i) peningkatan investasi hijau; (ii) peningkatan kuantitas dan kualitas lapangan

pekerjaan pada sector hijau; (iii) meningkatkan pangsa sektor hijau; (iv) penurunan

energi/sumberdaya yang digunakan dalam setiap unit produksi; (v) penurunan CO2 dan

tingkat polusi per GDP yang dihasilkan; serta (vi) penurunan konsumsi yang

menghasilkan sampah (decrease in wasteful consumption).

Selanjutnya, untuk memberikan contoh-contoh riil, dalam berbagai literatur

tentang ekonomi hijau, disebutkan paling tidak 11 (sebelas) sektor yang berkaitan dengan

ekonomi hijau, yaitu: pertanian, bangunan, perkotaan, energi, perikanan, kehutanan,

industri pengolahan/manufakturing, pariwisata, transportasi, limbah dan air. Kesebelas

sektor ini sangat penting untuk membentuk atau terjadinya ekonomi hijau di suatu negara.

Kekeliruan dalam pengembanagn di dalam sektor-sektor ini dan keterkaitan diantaranya

akan berpengaruh besar terhadap proses pembentukan ekonomi hijau di suatu negara.

Page 9: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

Pertanian memegang peranan penting, karena dari sektor inilah sumber pangan

diproduksi. Sektor ini juga menyerap sebagian besar tenaga kerja dan menjadi sumber

pendapatan, baik secara rata-rata di sustu negara maupun secara global. Dengan

demikian, pengelolaan pertanian yang berkelanjutan (sustainable farming) akan

membentuk atau berperan besar dalam pembentukan ekonomi hijau di suatu negara. Hal

lain yang lebih penting lagi, adalah bahwa komposisi kemiskinan dalam sektor pertanian

juga sangat besar, sehingga pembentukan sustainable farming akan merupakan peluang

baru untuk menjadi sarana menurunkan kemiskinan di sektor pertanian.

Bangunan merupakan bagian penting, karena sektor bangunan (biuildings)

mendominasi dalam konsumsi energi, baik bangunan mpublik, swasta dan perkantoran

maupun rumah tangga. Jumlah bangunan dan industri real estate juga terus tumbuh

seiring dengan pertumbuhan populasid alam suatu negara. Konsumsi lahan dan air yang

perlu disediakan menjadi faktor penentu dari pertumbuhan bangunan. Dengan demikian,

desain bangunan hijau (green buildings) menjadi bagian penting pula dalam membentuk

ekonomi hijau di suatu negara.

Perkotaan. Sejalan dengan pertumbuhan bangunan, maka perkembangan

perkotaan merupakan trend yang terus meningkat di berbagai negara.

Urbanisasi/perkembangan perkotaan di dunia juga menuntut tidak hanya lahan, namun

juga air yang apabila tidak direncanakan dengan baik akan mengganggu kualitas hidup

dan kelangsungan kehidupan. Perkembangan perkotaan juga menuntut adanya

peningkatan transportasi, konsumsi energi dan infrastruktur lainnya. Selain itu,

perkembangan perkotaan seiring dengan berkembangnya masyarakat kelas menengah

meningkatkan kebutuhan baik secara kuantitas maupun kualitas dari berbagai kebutuhan

konsumsi dan fasilitas perkotaan di atas.

Energi. Kebutuhan energi seiring dengan berkembangnya jumlah populasi dunia

yang sudah melewati 7 miliar penduduk serta sektor supply baik komoditas konsumsi

maupun fasilitas kehidupan yang semakin bertambah secara kuantitas dan kualitas

menuntut konsumsi energi yang meningkat tajam. Penyediaan energi yang dituntut terus

meningkat akan mendorong penggunaan sumber energi dari berbagai sumber baik yang

terbarukan maupun tidak terbarukan. Dengan demikian, akan dapat diperirakan adanya

Page 10: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

peningkatan emisi dari energi dan dampak lingkungan lain dari eksploitasi sumberdaya

energi, apabila tidak direncakaan dengan baik.

Perikanan. Sebagai salah satu sumber pangan, peningkatan populasi akan

menunut eksploitasi sumberdaya perikanan yang terus meningkat. Kelangsungan

ketersediaan sumberdaya perikanan perlu dijaga dengan baik, baik melalui eksploitasi

yang sesuai pertumbuhan (maximum sustainable yield) dan menggunakan cara-cara

penangkapan yang lestari, maupun upaya restocking, serta pemeliharaan ekosistem laut.

Terkait dengan ekosistem laut, pengendalian polusi yang berasal dari sungai menjadi

sangat penting untuk menjaga agar ekosistem laut terjaga kebersihan dan keamanannya

untuk kehidupan ikan.

Kehutanan. Dalam kaitan dengan ekonomi hijau, jumlah dan kualitas hutan

sangat penting untuk dipelihara, untuk menjaga keseimbagan ekosistem dan daya dukung

fisik lahan serta menjaga biodiversitas yang ada di dalamnya. Hutan sebagai penjaga

sumberdaya air dan juga fungsi konservasi dan jasa lingkungan lainnya sangat penting

untuk terbentuknya ekonomi hijau, termasuk pembentukan komoditas karbon yang sangat

berpotensi untuk “ditransaksikan” di kemudian hari. Dengan demikian, penggunaan

hutan untuk penggunaan pertanian, pertambangan dan penggunaan lain perlu dijaga

melalui tata ruang yang ketat dan konsisten. Potensi hutan yang selama ini hanya

berpusat pada kayu dan belum pada jasa lingkungan dan nilai biodiveritas yang juga

dapat menjadi sumber pendapatan baik negara, daerah maupun masyarakat sangat

strategis untuk dikembangkan dalam pembentukan ekonomi hijau.

Industri pengolahan/manufakturing. Peningkatan populasi dan kebutuhan

hidup baik secara kuantitas maupun kualitas akan mendorong pertumbuhan industri

manufakturing. Selain akan meningkatkan kebutuhan bahan untuk industri

manufakturing yang diproduksi menggunakan sumberdaya alam, pertumbuhan industri

manufakturing apabila tidak dijaga dengan baik akan berpotensi menimbulkan polusi.

Pengembangan industri yang menggunakan sumberdaya alam dengan lebih efisien

termasuk konsumsi energi secara efisien dan bahkan energi bersih akan sangat

berkontribusi pada pembentukan ekonomi hijau. Dalam kaitan dengan industri, potensi

yang besar juga adalah kekayaan biodiversitas yang dapat dikembangkan sebagai bahan

Page 11: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

baru dalam pengobatan (bio-farmaka), maupun bahan baru yang lebih ramah lingkungan

(bio-prospecting). Potensi ini akan merupakan sumber pendapatan baru bagi penerimaan

negara dengan tetap memelihara dan justru harus memelihara sumberdaya alam dan

lingkungan.

Pariwisata. Pariwisata yang selama ini masih terbatas pada kekayaan sight

(pemandangan) terhadap keindahan alam, ke depan akan memiliki banyak peluang untuk

ditumbuhkan sebagai komponen ekonomi hijau. Alam dan ekosistemnya merupakan

sumber kekayaan yang akan menjadi daya tarik tourism, termasuk di dalamnya adalah

kekayaan biodiversitas yang merupakan kekayaan yang unik dan spesifik lokasi. Pola

pengelolaan kekayaan alam untuk pariwisata ekologi, wisata keanekaragaman hayati dan

bahkan wisata ilmiah untuk mempelajari kekayaan keanekaragaman hayati di tempatnya

(in-situ) merupakan potensi yang belum tergali dan dikelola dengan baik.

Transportasi. Transportasi merupakan bidang yang sangat penting untuk dapat

dikelola dengan baik, karena jumlah populasi yang terus berkembang dan tingkat

mobilitas penduduk dalam frekuensi dan jarak yang semakin meningkat memerlukan

layanan transportasi yang besar jumlahnya dan tinggi frekuensinya. Peningkatan

kebutuhan konsumsi masyarakat serta berkembangnya sektor yang memerlukan mobilitas

misalnya pariwisata dan sektor produksi lain menuntut sistem transportasi yang efisien

dan bersih. Hasil dari peningkatan frekuensi adalah sumberdaya energi yang harus

dipersiapkan untuk transportasi serta jenis transportasi yang ramah lingkungan sangat

penting dikelola dengan baik sesuai dengan tuntutan keletarian lingkungan dan ekosistem.

Pengembangan sistem transportasi yang ramah lingkungan juga sangat terkait dengan tata

kota dan tata ruang secara lebih luas, sehingga pengembagnan penataan perkotaan dan

hubungan urban-rural serta antar wilayah. Hal ini juga sangat penting dikembangkan

secara terpadu dengan berbagai sektor lain, karena transportasi diperlukan hampir di

semua sektor penting di dalam ekonomi hijau.

Limbah. Sejalan dengan perkembangan seluruh kegiatan di dalam sektor-sektor

di atas, maka produksi limbah juga akan meningkat, baik jumlah maupun jenis dan kuliats

limbah yang dihasilkan. Pengelolaan dan pengaturan pengeluaran limbah sejak awal pada

setiap kegiatan baik ekonomi maupun sosial akan sangat menentukan tidak saja biaya

Page 12: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

pengeloloaan, namun juga penggunaan sumber alam secara efisien dan hemat, terutama

penggunaan sumberdaya alam yang tidak terbarukan, yang perlu dihemat karena memiliki

masa produksi yang sangat panjang. Penggunaan sumberdaya alam (ekstraksi) yang

terlalu cepat dan tidak efisien, tidak saja akan menghasilkan limbah yang besar dan

mungkin tidak ramah lingkungan namun juga menghabiskan bahan dalam waktu pendek.

Penggunaan sumberdaya alma ini tentu saja tidak memperhatikan keberlanutan dan

pembentukan ekonomi hijau dengan baik.

Air. Air yang dihasilkan dari alam dan oleh pemanfaatan siklus air, perlu dikelola

dengan baik. Alam yang menjadi penghasil sekaligus tempat membuang air perlu dijaga

keseimbangannya. Hutan yang menjadi sumber mata air perlu dijaga sehingga jumlah air

yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan manusia. Perkembangan populasi dan

konsumsi air memerlukan pemeliharaan sumber/mata air alam yang terpelihara dengan

baik. Sementara itu, kebutuhan akan ruang cenderung menghilangkan sumber mata air

dan daerah resapan air yang menjaga siklus air dengan seimabng sepanjang waktu dan

tempat (space). Untuk itu, penataan ruang dan penjagaan keseimbangan fisik muka lahan

perlu diperhitungkan dan dijaga dengan baik, agar alam tetap menghasilkan air dalam

jumlah dan kualitas yang dibutuhkan dan alam juga memiliki kemampuan untukm

mendaur ulang atau menjaga siklus air sehingga jumlah dapat dijaga secara antar waktu

dan antar tempat. Sehubungan dengan itu, keseimbangan keberadaan dan eksistensi

sektor-sektor di atas, yang menjadi penyedia air dan juga pengkonsumsi air dan

berpotensi pula sebagai pencemar air sangat petning untuk terbentuknya ekonomi hijau

yang lestari.

Uraian di atas menggambarkan pentingnya masing-masing sektor untuk

pembentukan atau pengembangan ekonomi hijau. Hal yang lebih penting lagi adalah

keterpaduan seluruh sektor tersebut untuk membentuk keseimbangan terhadap alam dan

ekosistem serta keberlanjutan fungsinya. Selanjutnya potensi yang timbul dari semua

sektor dan keterpaduan tersebut adalah dibutuhkannya dan tumbuhnya profesi atau

keahlian baru, yaitu profesi hijau (green jobs) di semua sektor tersebut. Dari sisi makro,

banyaknya kesempatan baru tersebut juga memungkinkan timbulnya sumber pendapatan

baru yang bersalam dari perluasan sektor atau kegiatan dalam sektor yang selama ini

belum ada, yang akan menjadi sumber pendapatan baru bagi masyarakat dan negara.

Page 13: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

III. PENGALAMAN BEBERAPA NEGARA DALAM MEMULAI EKONOMI

HIJAU

Dengan masih “kenyalnya” definisi ekonomi hijau, maka belum ada satu

negarapun yang sudah menerapkan secara komprehensif menerapkan konsep ekonomi

hijau. Meskipun demikian, beberapa negara sudah mulai melakukan langkah-langkah

untuk “menghijaukan” pembangunan di berbagai bidang, sebagai contoh Cina, Kenya,

India dan terakhir adalah Korea Selatan.

Cina memulai pembentukan ekonomi hijau melalui pengembangan renewable

energy. Pada akhir tahun 2005, Pemerintah Cina mengeluarkan undang-undang

renewable energi sebagai kerangka utama untuk pembangunan sektor berkelanjutan.

Pemerintah Cina menawarkan insentif keuangan untuk mendukung terbentuknya proyek

renewable energy khususnya energi dari tenaga angin dan tenaga surya/matahari.

Dukungan lain yang diberikan oleh Pemerintah Cina adalah dalam bentuk: dukungan

pembentukan joint venture serta keharusan menggunakan mesin tenaga angin produksi

dalam negeri. Pendanaan khusus disediakan untuk penelitian serta penyediaan dana

(renewable energy fund) untuk subsidi bunga dan pengurangan pajak atas pengembangan

renewable energy. Selain itu, penyedia enegri grid diharuskan pula membei dari produsen

renewable energy yang sudah terdaftar. Sebagai hasil dari kebijakan ini, Cina telah

berhasil mengembangkan industri renewable energy senilai 17 milyar dollar Amerika dan

menambah kesempatan kerja sebanyak 1,5 juta orang di industri energi tenaga biomassa

dan tenaga angin. Untuk tahun 2009 saja jumlah kesempatan kerja baru dari kegtiga

industri ini adalah sebesar 300 ribu orang.

Kenya. Pemerintah yang semula juga sangat tergantung pada sumber energi

minyak bumi yang diimpor dan biomasa, berusaha keras mengembangkan renewable

energy. Pada tahun 2008, Pemerintah Kenya menerapkan Feed-in Tariff yang

mengharuskan perusahaan energi yang menyediakan energi dengan sistem grid, membeli

sumberadya listrik dari produsen renewable energy pada harga yang ditetapkan. Dengan

cara ini, maka produsen listrik akan mendapatkan harga yang pasti dan penyedia untuk

produsen renewable energy juga mendapatkan harga pasti dan dapat menutupi biaya

produksinya. Pengembangan FIT ini bermanfaat: (i) memfasilitasi adanya jaminan

Page 14: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

investasi dan stabilitas pasar untuk investor; (ii) menurunkan biaya transaksi dan proses

tender yang panjang; (iii) mendorong produsen energi untuk merencanakan dengan hati-

hati dan efisien. Fasilitas ini disediakan dalam jangka waktu 20 tahun sehingga akan

memberikan waktu yang cukup untuk pengembangan renewable energy di Kenya.

Brazil. Kota Curitiba, salah satu ibukota negara bagian di Brazil memulai

ekonomi hijau dari pengelolaan tata kota dan sistem transportasi perkotaan. Penataan kota

dimulai dengan kombinasi pengaturan zona pemanfaatan ruang dan pengelolaan

transportasi untuk menjauhkan tempat permukiman dari pusat kota. Selain itu, wilayah-

wilayah yang terkena banjir juga dialihkan menjadi daerah hijau, sehingga keseimbangan

antara kepadatan dan jasa lingkungan hijau terjaga. Prinsip penataan kota yang dituju

adalah perencanaan yang “pintar” akan menghemat biaya di kemudian hari,

meningkatkan efisiensi, produktivitas dan kualitas hidup masyarakat di perkotaan.

India. Sementara di Brazil dicontohkan dengan penataan perkotaan, di India

kegiatan hijau dimulai dengan melakukan investasi infrastruktur perdesaan secara

ekologis. Yang dimaksud adalah memperkuat pengelolaan sumberdaya alam di

perdesaan, dengan membiayai kegiatan infrastruktur untuk mengatasi masalah

kekeringan dan erosi sehingga berdampak pada konservasi ekosistem

sumberdaya alam yang selama ini menjadi sumber penghidupan masyarakat.

Ketersediaan air dan konservasi sumberdaya air sangat penting bagi kehidupan perdesaan

dan perkotaan serta mengamankan ketahanan pangan. Dalam kurun waktu tahun 2005-

2008 telah dilakukan sebanyak 850 ribu kegiatan infrastruktur sumberdaya air dan

diperkirakan dapat melestarikan 5 juta liter air dan meningkatkan 25% kesempatan kerja

di perdesaan.

Green Growth Korea. Pendekatan lebih konkrit dilakukan oleh Korea dengan

dukungan dari Green Growth Institute. Korea mencanangkan kom itmen untuk

membentuk green growth melalui Low Carbon, Green Growth sebagai visi nasional

mereka pada Agustus 2008. Melalui low carbon green ini Korea ingin tetap melakukan

pertumbuhan ekonomi dan sekalgus menangani perubahan iklim. Langkah yang

dilakukan oleh Korea adalah menyusun Basic Act on Green Growth sebagai bagian dari

Page 15: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

Rencana Pembangunan Lima Tahunan mereka dan akan mengalokasikan 2 (dua) persen

dari GDP setiap tahun untuk penerapan green growth. Selain tekad ini, Korea Selatan

juga melakukan penyadaran (awareness) ke seluruh lapisan masyarakat dan menyediakan

insentif dan disinsentif (carbon pricing dan tax).

Indonesia. Di Indonesia sendiri, sudah banyak pula berbagai langkah konkrit

yang dilakukan di berbagai sektor. Berbagai kegiatan dalam bidang pertanian, misalnya

metoda pertanaman hemat air (System Rice Intensification/SRI), pengelolaan limbah

ternak untuk biogas dan pupuk organik, pemanfaatan limbah perkebunan untuk pupuk

organik serta pemanfaatan minyak sawit untuk biosolar sudah dilakukan. Selain itu

penggunaan energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat dan

penggunaan publik juga dilakukan misalnya melalui pengembangan mikro-hidro skala

masyarakat, penggunaan listrik tenaga surya untuk rumah tangga maupun lampu jalan

sudah diterapkan di berbagai daerah. Penggunaan gas untuk kendaraan umum juga sudah

dimulai.

Langkah secara terpadu, mulai dilakukan dengan diluncurkannya Komitmen

Presiden untuk menurunkan emisi GRK sebesar 26% pada tahun 2020, dari business as

usual saat ini. Komitmen tersebut kemudian dijabarkan ke dalam Rencana Aksi

Penurunan Emisi GRK yang sudah diterbitkan pada bulan September tahun 2011.

Rencana Aksi ini sedang disosialisasikan ke daerah-daerah untuk mendorong tersusunya

Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi GRK. Diharapkan akhir tahun 2012 RAD GRK

akan selesai, dan sehingga kerangka pelaksanaan penurunan emisi GRK dari pusat sampai

ke daerah sudah akan tersedia. Dengan adanya RAD GRK ini, maka kegiatan-kegiatan

yang sudah dimulai di berbagai sekor tersebut di atas, akan dapat dilakukan secara lebih

terstruktur dan terpadu dalam rangka membentuk kegiatan rendah emisi (karbon).

Page 16: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

IV. UPAYA MEWUJUDKAN EKONOMI HIJAU INDONESIA

4.1. PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA

Indonesia telah mulai memikirkan tentang pentingnya pembangunan berkelanjutan

sejak diluncurkannnya pembangunan berkelanjutan tahun 1972. Sejalan dengan itu, dan

dimulai dengan KTT Bumi di Rio tahun 1992, pada tahun 1997 Indonesia sudah

menyusun Dokumen Agenda 21 Indonesia. Penyusunan dokumen ini didasari oleh

kesadaran akan pentingnya menyeimbangkan antara pembangunan lingkungan, ekonomi

dan sosial sebagai satu kesatuan. Agenda 21 juga menyusun rencana pelaksanaan untuk

menyatukan pembangunan lingkungan, ekonomi dan sosial dalam satu paket terpadu

untuk terwujudnya pembangunan berkelanjutan.

4.1.1. Agenda 21

Agenda 21 Indonesia terdiri atas 4 (empat) bagian, yaitu:

a. Bagian I: Pelayanan masyarakat (community services), yang terdiri dari 6 (enam)

Bab, yaitu: Bab 1 tentang Pengentasan Kemiskinan; Bab 2 tentang Perubahan Pola

Konsumsi; Bab 3 tentang Dinamika Kependudukan; Bab 4 tentang Pengelolaan

dan Peningkatan Kesehatan; Bab 5 tentang Pengembangan Perumahan dan

Pemukiman; dan Bab 6 tentang Sistem Perdagangan Global, Instrumen Ekonomi,

serta Neraca Ekonomi dan Lingkungan Terpadu.

b. Bagian II adalah: Pengelolaan Limbah, yang terdiri dari 5 (lima) Bab, yaitu: Bab

(7) Perlindungan Atmosfir; Bab (8) Pengelolaan Bahan Kimia Beracun; Bab (9)

Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun; Bab (10) Pengelolaan

Limbah Radioaktif ; dan Bab (11) Pengelolaan Limbah Padat dan Cair.

c. Bagian III tentang Pengelolaan Sumber daya Tanah, yang terdiri dari 4 (empat)

Bab, yaitu: Bab (12) Perencanaan Sumberdaya Tanah; Bab (13) Pengelolaan

Page 17: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

Hutan; dan Bab (14) Pengembangan Pertanian dan Pedesaan; dan Bab (15)

Pengelolaan Sumberdaya air.

d. Bagian IV: Pengelolaan Sumber daya Alam, dibagi ke dalam 3 (tiga) Bab, yaitu

Bab (16) Konservasi Keanekaragaman Hayati; Bab (17) Pengembangan

Teknologi; dan Bab (18) Pengelolaan Terpadu Wilayah Pesisir dan Lautan.

Pelayanan Masyarakat, pada dasarnya menjabarkan tentang pelayanan dasar

kepada masyarakat yang perlu diwujudkan kepada masyarakat sebagai bagian dari hak

dasar mereka. Unsur-unsur di dalam pelayanan dasar ini merupakan pencerminan dari

prinsip-prinsip sosial ekonomi dalam pembangunan berkelanjutan. Dalam perkembangan

selanjutnya, butir-butir pelyanan dasar ini menjadi indikator dalam Pembangunan

Milenium (Millenium Development Goals).

Bagian kedua dari Agenda 21 adalah Pengelolaan Limbah yan terdiri dari

perlindungan atmofir, pengelolaan imbah kimia beracun, pengelolaan limbah padat dan

cair. Pengelolaan limbah-limbah ini dengan baik akan dapat menjaga kebersihan dan

kelestarian lingkungan, sehingga lingkungan dengan ekosistemnya akan tetap terjaga

untuk mendukung kehidupan kita semua. Pengelolaan limbah ini dalam tataran

pelaksanaan dituangkan ke dalam peraturan lingkungan hidup yang sudah diperbarui

beberapakalli dan terakhir adalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009.

Bagian ketiga adalah Pengelolaan Sumberdaya Tanah yang mengatur tentang

Perencanaan Sumberdaya Tanah, pengelolaan hutan, pengembangan pertanian dan

perdesaan serta pengelolaan sumberdaya air. Bab ini selain berkaitan erat dengan Bab

yang kedua, juga mengendalikan secara seimbang tentang pengelolaan tanah baik dari sisi

kuantitas dan ruang (space) untuk berbagai penggunaan, dan kualitas tanah yang terutama

adalah untuk menjaga sumber mata air dan ruang reasapan air yang sangat menentukan

keberlanjutan ketersediaan air bagi kelangusngan kehidupan di muka bumi. Bagian

Bagian keempat adalah tentang Pengelolaan Sumberdaya Alam yang mencakup

tentang konservasi keanekaragaman hayati yang merupakan sumber kehidupan penting

saat ini dan terutama saat mendatang, pengembangan teknologi yang perlu

Page 18: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

memperhatikan keramahan terhadap lingkungan dan menjaga efisiensi pemanfaatan

sumberdaya alam, terutama yang tidak terbarukan, serta arah untuk mengatur pengelolaan

pesisir dan lautan secara terpadu. Keempat bagian ini merupakan cikal bakal dan dasar

untuk mengarahkan pemanfaatan lingkungan dan sumberdaya alam yang terkandung di

dalamnya untuk kelangsungan kehidupan saat ini dan keberlanjutan hidup ke depan.

4.1.2. Pelayanan dasar dan Pencapaian Target MDG

Melihat komponen di dalam Agenda 21, Rencana Pembangunan Nasional yang

dituangkan dalam bentuk Rencana Pembangunan Lima Tahunan (Repelita) dan setiap

tahunna diturunkan dalam Rencana Pembangunan Tahunan dan diturunkan ke dalam

Undang-undang APBN sudah memuat komponen-komponen tersebut. Demikian pula

ketiga pilar, ekonomi, sosial dan leingkungan hidup juga sudah tercantum di dalamnya.

Namun demikian, pelaksanaan ketiga komponen tersebut belum seimbang dan prinsip-

prinsip pembangunan berkelanjutan belum terinternalisasikan ke dalam setiap pilar

dengan baik. Hal ini selanjutnya berpengaruh di dalam hasil dan dampak pembangunan

yang meskipun Indonesia telah berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi yang terus

terjaga dan meningkat, pada saat yang bersamaan juga menimbulkan banyak

permasalahan lingkungan. Meskipun demikian, Indonesia juga mencatat perkembangan

yang signifikan dalam berbagai komponen yang digariskan di dalam Agenda 21.

Pelayanan Dasar yang tercermin dalam indikator MDG. Indonesia melaksanakan

pembangunan sosial khususnya pelayanan dasar dengan sangat serius. Pembanguna

sektor pendidikdan dan kesehatan serta keluarga berencana, yang telah dimulai sejak

pelaksaaan Pembangunan secara terencana (dalam era Orde Baru), telah berhasil

membangun infrastruktur pendidikan dan kesehatan secara meluas melalui pembangunan

SD Inpres dan penempatan Guru Inpres serta pembangunan Puskesmas dan penempatan

dokter Inpres. Demikian pula pembangunan keluarga berencana yang mencanangkan

tidak saja pelayanan kesehatan keluarga namun juga mensosialisasikan bahwa 2 (dua)

anak adalah cukup dalam setiap keluarga, telah cukup berhasil menempatkan pendidikan,

kesehatan dan kesejahteraan keluarga sebagai prioritas dalam pembangunan keluarga

sejahtera. Hasil dari pelaksanaan program yang sudah dimulai dan terus dilaksanakan

secara konsisten dalam setiap tahap rencana pembangunan telah mencapai banyak

Page 19: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

keberhasilan. Dengan langkah konsisten ini, maka Indonesia pada tahun 2000 termasuk

salah satu negara yang menyetujui disepakainya MDG, yang mengglobalkan

pembangunan nasional yang sudah kita mulai, menjadi agenda global. Sejak deklarasi

MDG tersebut, Indonesia telah pula mengarusutamakan indikator MDG ke dalam rencana

pembangunan. Hal ini berarti bahwa pelaksanaan pembangunan sekaligus menyelesaikan

agenda pembangunan MDG dan kemajuan pencapaian MDG adalah bagian dari

pencapaian pembangunan nasional, sehingga kemajuannya dapat dilaporkan setiap tahun.

Dalam laporan MDG yang tahun 2010, Indonesia telah mencapai sasaran MDG1

kemiskinan USD1/kapita, MDG3 kesetaraan jender dan MDG 6 prevalensi TB sebelum

tahun 2015. Selanjutnya, sasaran MDG yang on track dan akan dapat dicapai tahun 2015

adalah MDG 1 prevalensi balita kekurangan gizi, MDG 2 APM pendidikan dasar dan

tingkat melek huruf, MDG 3, MDG 4 dan MDG 8. Sementara itu beberapa saaran yang

akan tercapai namun memerlukan kerja keras adalah sasaran MDG 1 - target

pengurangan kemiskinan dengan menggunakan ukuran garis kemiskinan nasional; MDG

5 - Angka kematian ibu; MDG 6 - Jumlah penderita HIV/AIDS meningkat, khususnya di

antara kelompok risiko nggi pengguna narkoba suntik dan pekerja seks; MDG 7 -

Indonesia memiliki tingkat emisi gas rumah kaca yang tinggi (Tabel 1).

Tabel 1. Perkembangan Pencapaian sasaran MDG Tahun 2010

No Target MDG Status 2010

I TELAH TERCAPAI SEBELUM 2015

1

MDG 1 - Proporsi penduduk yang hidup

dengan pendapatan per kapita kurang dari

USD 1 per hari

Telah menurun dari 20,6 persen pada tahun 1990 menjadi 5,9

persen pada tahun 2008.

2 MDG 3 - Kesetaraan gender dalam semua

jenis dan jenjang pendidikan

Telah hampir tercapai, ditunjukkan oleh:

Rasio angka partisipasi murni (APM) perempuan terhadap

laki-laki di SD/MI/Paket A dan SMP/MTs/Paket B berturut-

turut sebesar 99,73 dan 101,99, dan

Rasio angka melek huruf perempuan terhadap laki-laki pada

kelompok usia 15-24 tahun sebesar 99,85 pada tahun 2009.

MDG 6 - Prevalensi tuberkulosis

Menurun dari 443 kasus pada 1990 menjadi 244 kasus per

100.000 penduduk pada tahun tahun 2009.

Page 20: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

II ON TRACK DAN AKAN TERCAPAI TAHUN 2015

1 MDG 1 - Prevalensi balita kekurangan gizi

Telah berkurang hampir setengahnya, dari 31 persen pada tahun

1989 menjadi 18,4 persen pada tahun 2007. Target 2015 sebesar

15,5 persen diperkirakan akan tercapai.

2 MDG 2 - Angka partisipasi murni untuk

pendidikan dasar

Mendekati 100 persen dan tingkat melek huruf penduduk

melebihi 99,47 persen pada 2009.

3

MDG 3 - Rasio APM perempuan terhadap

laki-laki di SM/MA/Paket C dan

pendidikan tinggi

Pada tahun 2009 berturut-turut 96,16 dan 102,95. Dengan

demikian maka target 2015 sebesar 100 diperkirakan akan

tercapai.

4 MDG 4 - Angka kematian balita telah

menurun dari 97 per 1.000 kelahiran

Pada tahun 1991 menjadi 44 per 1.000 kelahiran pada tahun 2007

dan diperkirakan target 32 per 1.000 kelahiran pada tahun 2015

dapat tercapai.

5

MDG 8 - Indonesia telah berhasil

mengembangkan perdagangan serta sistem

keuangan yang

terbuka,

Ditunjukkan dengan adanya kecenderungan positif dalam

indikator yang berhubungan dengan perdagangan dan sistem

perbankan nasional. Kemajuan signifikan telah dicapai dalam

mengurangi rasio pinjaman luar negeri terhadap PDB dari 24,6

persen pada 1996 menjadi 10,9 persen pada 2009. Debt Service

Ratio juga telah berkurang dari 51 persen pada tahun 1996

menjadi 22 persen pada tahun 2009.

III TERCAPAI TAHUN 2015 DENGAN KERJA KERAS

1 MDG 1 – target pengurangan kemiskinan

dengan ukuran garis kemiskinan ansional

Dengan ukuran target pengurangan kemiskinan nasional dari

13,33 persen (2010) menjadi 8-10 persen pada tahun 2014.

2 MDG 5 - Angka kematian ibu

Menurun dari 390 tahun 1991 menjadi 228 per 100.000 kelahiran

hidup pada tahun 2007. Diperlukan upaya keras untuk mencapai

target pada tahun 2015 sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup.

3 MDG 6 – HIV Aids Jumlah penderita HIV/AIDS meningkat, khususnya di antara

kelompok risiko tinggi pengguna narkoba suntik dan pekerja seks.

4 MDG 7 – Lingkungan Hidup

Tingkat emisi gas rumah kaca masih tinggi, namun tetap

berkomitmen untuk meningkatkan tutupan hutan,

memberantas pembalakan liar.

Dengan adanya RAN GRK ditargetkan untuk mengurangi

emisi karbon dioksida paling sedikit 26 persen selama 20

tahun ke depan.

Saat ini hanya 47,73 persen rumah tangga yang memiliki

akses berkelanjutan terhadap air minum layak dan 51,19

persen yang memiliki akses sanitasi yang layak.

Diperlukan perhatian khusus, untuk mencapai target MDG

pada tahun 2015.

Sumber: LAPORAN PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN MILENIUM INDONESIA 2010, Kementerian PPN/Bappenas, 2010

Page 21: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

4.1.3. Perkembangan Pengarusutamaan Pembangunan Berkelanjutan ke dalam

Pembangunan

Upaya untuk menginternalikan prinsip pembangunan berkelanjutan masih terus

dilakukan. Setelah era desentralisasi, pembangunan berkelanjutan secara konkrit

dicantumkan dalam RPJPN 2005-2025 sebagai salah satu misi pembangunan jangka

panjang. Rencana pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) 2005-2025

menggariskan visi pembangunan Indonesia adalah Indonesia mandiri, maju, adil dan

makmur. Kondisi yang digambarkan dalam visi ini dicirikan oleh tingkat kemandirian,

kemajuan, keadilan dan kemakmuran yang ingin dicapai. Pembangunan sebagai usaha

untuk mengisi kemerdekaan haruslah pula merupakan upaya membangun kemandirian.

Dalam satu dari 8 (delapan) misi pembangunan untuk mencapai kondisi yang

digambarkan dalam visi tersebut adalah visi ke-6 yaitu: Indonesia Asri dan Lestari. Misi

ini akan ditempuh dengan:

“Mewujudkan Indonesia asri dan lestari, yaitu: (i) memperbaiki pengelolaan

pelaksanaan pembangunan yang dapat menjaga keseimbangan antara

pemanfaatan, keberlanjutan;

(ii) keberadaan dan kegunaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan

tetap menjaga fungsi, daya dukung dan kenyamanan dalam kehidupan pada masa

kini dan masa depan melalui pemanfaatan ruang yang serasi antara penggunaan

untuk permukiman, kegiatan sosial ekonomi dan upaya konservasi, meningkatkan

pemanfaatan ekonomi sumber daya alam dan Iingkungan yang

berkesinambungan; (iii) memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dan

lingkungan hidup untuk mendukung kualitas kehidupan, memberikan keindahan

dan kenyamanan kehidupan, serta meningkatkan pemeliharaan dan pemanfaatan

keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan”.

Misi ini secara bertahap dijabarkan ke dalam RPJPM 2010-2014 dalam bentuk

program mainstreaming pembangunan berkelanjutan. Mainsteraming pembangunan

berkelanjutan dimaksudkan bahwa rencana pemabngunan di setiap bidang harus

menganut prinsip-prinsip berkelanjutan. Pada saat ini belum dikembangkan outcome

Page 22: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

yang dihasilkan dalam mainstreaming dan perlu terus diupayakan agar dapat diketahui

dan diukur sejauh mana mainstreaming sudah diterapkan dalam bidang-bidang tersebut.

Penuanganlebih konkrit lagi adalahprogram lintas bidang perubahan iklim. Perubahan

iklim dinilai merupakan tantangan besar dalam pelaksanaan pembangunan nasional, dan

oleh sebab itusetiap bidang pembangunan memiliki program-program yang mendukung

dan melaksanakan pengendalian dampak perubahan iklim. Oleh sebab itu, agar dapat

dilakukan koordinasi yang jelas dan konkrit,maka dalam RPJM 2010-2014 perubahan

iklim ditetapkan sebagai program lintas bidang; artinya setiap bidang yang terkait dengan

kegiatan mitigasi dan adaptasi wajib mencanutmkan kegiatan yang terkait dengan

pelaksanaan perubahan iklim.

4.2. KOMITMEN PENURUNAN EMISI GRK – MOMENTUM UNTUK

PEMBENTUKAN EKONOMI RENDAH KARBON

Sejalan dengan pertemuan UNFCC COP 13 tahun 2007 di Bali, maka selaku tuan

rumah pertemuan tersebut Indonesia telah berhasil memfasilitasi tersusunnya Bali

Roadmap, sebagai komitmen pemimpin negara dalam mengatasi perubahan iklim. Di

dalam pertemuan UNFCCC tersebut, Indonesia sudah menyusun suatu country natural

resources and environment assessment (CNREA) sebagai awal untuk mendeteksi kondisi

sumberdaya alam dan lingkungan hidup menyongsong meningkatnya isu perubahan

iklim.

Sesuai pertemuan tersebut, dan menyadari pentingnya suatu negara melakukan

langkah-langkah konkrit untuk ikut mengatasi masalah dan mengendalikan dampak

perubahan iklim, maka Indonesia menyatakan komitmen untuk menurunkan emisi GRK

yang menjadi penyebab pemanasan global dan mengakibatkan adanya perubahan iklim.

Terkait dengan hal tersebut, dalam pertemuan G-20 di Pitsburg tahun 2009, Indonesia

mengumumkan target penurunan emisi GRK sebesar 26% dengan upaya sendiri dan 41%

dengan dukungan masyarakat internasional. Target ini disampaikan untuk menunjukkan

bahwa secara sukarela Indonesia melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas

pembangunan nasional dan sekaligus berkontribusi terhadap penurunan emisi gas yang

menjadi penyebab pemanasan global.

Page 23: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

Indonesia Climate Change Sektoral Roadmap (ICCSR). ICCSR dipublikasikan

oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional pada Maret 2010. Dokumen ICCSR

diharapkan dapat memberikan panduan pedoman yang detail dan sebagai alat untuk

mengarustuamakan perubahan iklim di dalam setiap sektor ataupun lintas sektor

pembangunan. Dokumen ICCSR bertujuan untuk menjabarkan dan menjaga

keterkaitan antara target nasional, target sektoral, capaian dan prioritas aksi

adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Ruang lingkup ICCSR merupakan

kombinasi roadmap untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Beberapa pedoman

pokok terkait mitigasi emisi gas rumah kaca yang disediakan di dalam ICCSR

setidaknya meliputi lima hal : (i) Inventori emisi CO2 yang akan direvisi serta

penyesuaiannya pada 2015; (ii) Penyediaan panduan kebijakan untuk pengurangan

emisi gas rumah kaca dari proyeksi scenario business as usual sebesar 26% pada

tahun 2020 menggunakan sumberdaya nasional serta 41% dengan dukungan

internasional; (iii) Implementasi mitigasi yang mendukung pencapaian agenda

pembangunan nasional 2025; (iv) Peningkatan energi alternative; dan (v) Adopsi low-

carbon development bagi seluruh sektor yang berkontribusi terhadap emisi gas rumah

kaca. Secara

konseptual peta jalan untuk mengadopsi usaha mitigasi terhadap sistem pembangunan

yang disediakan oleh dokumen ICCSR meliputi: (i) Penentuan sektor mitigasi; (ii)

Penguatan basis ilmiah; (iii) Status emisi (inventory); (iv) Penentuan potensi reduksi

emisi gas rumah kaca; (v) Rekomendasi strategi mitigasi; dan (vi) Integrasi ke dalam

sistem pembangunan nasional.

Penyusunan prioritas mitigasi diharapkan berasal dari studi terkini mengenai

inventori emisi. Selain itu ICCSR juga memberi catatan bahwa hal ini sangat

mungkin untuk diperbaharui sesuai perkembangan lebih lanjut pada konteks nasional

maupun internasional. Adapun pada dokumen ICCSR, sektor mitigasi emisi gas rumah

kaca dibagi atas sektor transportasi, kehutanan, industri, energi, dan pengelolaan

persampahan. Dalam pengaturan aktivitas mitigasi pada setiap sektor, dokumen ICCSR

mengklasifikasikannya ke dalam tiga kategori sebagai berikut: (i) Dalam pengaturan

aktivitas mitigasi pada setiap sektor, dokumen ICCSR mengklasifikasikannya ke dalam

tiga kategori Kategori 1 Manajemen Data, Informasi, dan Pengetahuan; (ii) Kategori 2

Page 24: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

Perencanaan dan Kebijakan, Peraturan, dan Pengembangan Institusi; dan (iii) Kategori 3

Implementasi, Kontrol, dan Evaluasi. Penyusunan strategi dan aktivitias mitigasi pada

setiap sektor di dalam ICCSR setidaknya meliputi penjelasan mengenai kegiatan, instansi

terkait, lokasi kegiatan, serta waktu pelaksanaan. Kerangka waktu pelaksaan yang

disusun terbagi ke dalam kurun waktu 2010 – 2029.

“Yellow Book” National Development Planning: Indonesia’s Response to Climate

Change. Dokumen Yellow Book dipublikasikan oleh Badan Perencanaan dan

Pembangunan Nasional. Dokumen ini dimaksudkan untuk menjembatani isu sektoral dan

lintas sektoral yang sensitif terhadap perubahan iklim dan juga hubungannya dengan

dokumen perencanaan pembangunan nasional. Dokumen ini juga bertindak untuk

mempertajam dan melengkapi susbtansi Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) 2010 – 2014. Secara umum maksud penyusunan dokumen ini

meliputi : 1) integrasi program adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dengan sistem

perencanaan pembangunan, 2) menyajikan prioritas sektoral dan lintas sektoral atas

perubahan iklim di dalam kerangkan pembangunan berkelanjutan, 3) memberikan

gambaran mekanisme pembiayaan dan institusi untuk mengimplementasikan kegiatan

adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, 4) memberikan gambaran kerjasama di dalam

kerangka perubahan iklim.

4.2.1. Penjabaran komitmen penurunan emisi GRK.

Rencana Aksi Nasional Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK). RAN

GRK adalah dokumen kerja yang menjadi pedoman Pemerintah, Pemerintah Daerah,

masyarakat serta pelaku ekonomi untuk pelaksanaan berbagai kegiatan yang secara

langsung dan tidak langsung menurunkan emisi Gas Rumah Kaca dalam periode

2010-2020 sesuai dengan komitmen Bapak Presiden. RAN GRK merupakan acuan

utama bagi aktor pembangunan di tingkat nasional, provinsi, dan kota/kabupaten dalam

perencanaan, implementasi, monitor, dan evaluasi pengurangan emisi gas rumah kaca.

Prinsip Dasar pelaksanaan RAN GRK adalah bahwa penurunan emisi GRK; (i) Tidak

menghambat pertumbuhan ekonomi; (ii) Meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui

pembangunan yang berkelanjutan; dan (iii) Perlindungan terhadap masyarakat miskin dan

rentan. Isi pokok dari RAN GRK adalah: (i) membagi target sasaran penurunan emisi

sebesar 26% dan 41% ke dalam 5 sektor utama (Gambar 4); (ii) mengidentifikasi strategi

Page 25: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

dan program dan kegiatan pemerintah yang dapat digunakan untuk menurunkan emisi

GRK. Program dan kegiatan ini ada di dalam RPJM dan

perlu dituangkan ke dalam RKP dan dibiayai setiap tahunnya, sehingga akan

dilaksanakan oleh K/L.

Gambar 2. Komitmen Presiden mengenai RAN GRK

Untuk memberikan landasan legal, maka RAN GRK diterbitkan dalam bentuk

Peraturan Presiden dan telah ditandatangani pada tanggal 20 September 2011 menjadi

Perpres No.61 tahun 2011, tentang Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca telah. Hal ini

menunjukkan bahwa komitmen secara serius dijabarkan dalam aksi nyata. Substansi dan

kriteria kegiatan yang ada di dalam RAN GRK adalah: (i) Terintegrasi dengan Rencana

Pembangunan Nasional dan ter-update secara rutin; (ii) Kegiatan Inti mencakup 5 (lima)

bidang untuk penurunan emisi. Kegiatan tersebut menghasilkan penurunan emisi GRK

dengan biaya satuan termurah & terintegrasi untuk mencapai sasaran prioritas

pembangunan (co-benefit); (iii) Kegiatan pendukung dilakukan untuk mendukung

kegiatan inti (secara tidak langsung menurunkan emisi) melalui perkuatan kerangka

kebijakan, peningkatan kapasitas manusia dan kelembagaan, sosialisasi, penelitian, dan

kegiatan lain yang mempunyai andil menurunkan emisi; (iv) Disusun berdasarkan

kegiatan yang sudah ada, dan memiliki manfaat tambahan dalam penurunan emisi gas

rumah kaca (kegiatan-kegiatan pembangunan yang rendah karbon); dan (vi) Dalam

Page 26: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

bidang kehutanan dan lahan gambut melalui pencegahan deforestasi, degradasi hutan,

konservasi, serta kegiatan-kegiatan lainnya.

Gambar 4: Target Penurunan Tingkat Emisi Masing-masing Sektor

Kebijakan dan strategi yang tertuang di dalam RAN GRK untuk kelima sektor

utama dijabarkan sebagai berikut. Sektor Kehutanan dan Lahan Gambut. Langkah

kebijakan sektor kehutanan dan lahan gambut mengenai penurunan emisi gas rumah kaca

yaitu: (i) Penurunan emisi GRK sekaligus meningkatkan kenyamanan lingkungan,

mencegah bencana, menyerap tenaga kerja, dan menambah pendapatan masyarakat serta

negara; (ii) Pengelolaan sistem jaringan dan tata air pada rawa; (iii) Pemeliharaan

jaringan reklamasi rawa (termasuk lahan gambut yang sudah ada); (iv) Peningkatan

produktivitas dan efisiensi produksi pertanian pada lahan gambut dengan emisi serendah

mungkin dan mengabsorbsi CO2 secara optimal.

Strategi yang dilakukan sektor kehutanan dan lahan gambut adalah: (i) menekan laju

deforestasi dan degradasi hutan untuk menurunkan emisi GRK; (ii) Meningkatkan

penanaman untuk meningkatkan penyerapan GRK; (iii) Meningkatkan upaya

pengamanan kawasan hutan dari kebakaran dan pembalakan liar dan penerapan

Sustainable Forest Management; (iv) Melakukan perbaikan tata air (jaringan) dan blok-

blok pembagi, serta menstabilkan elevasi muka air pada jaringan tata air rawa; (v)

Mengoptimalisasikan sumber daya lahan dan air tanpa melakukan deforestasi; (vi)

Menerapkan teknologi pengelolaan lahan dan budidaya pertanian dengan emisi GRK

serendah mungkin dan mengabsorbsi CO2 secara optimal.

Page 27: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

Sektor Pertanian. Langkah kebijakan sektor pertanian sebagai berikut: (i)

Pemantapan Ketahanan Pangan Nasional dan Peningkatan Produksi Pertanian dengan

emisi GRK yang rendah; dan (ii) Peningkatan fungsi dan pemeliharaan sistem irigasi.

Strategi dalam penurunan emisi gas rumah kaca di sektor pertanian dengan: (i)

Mengoptimalisasikan sumber daya lahan dan air; (ii) Menerapkan teknologi pengelolaan

lahan dan budidaya pertanian dengan emisi GRK serendah mungkin dan mengabsorbsi

CO2 secara optimal; dan (iii) Menstabilkan elevasi muka air dan memperlancar sirkulasi

air pada jaringan irigasi.

Sektor Energi dan Transportasi. Langkah kebijakan sektor energi dan

transportasi sebagai berikut: (i) Peningkatan penghematan energi; (ii) Penggunaan bahan

bakar yang lebih bersih (fuel switching); (iii) Peningkatan penggunaan energi baru dan

terbarukan (EBT); (iv) Pemanfaatan teknologi bersih baik untuk pembangkit listrik, dan

sarana transportasi; dan (iv) Pengembangan transportasi massal nasional yang rendah

emisi, berkelanjutan, dan ramah lingkungan. Strategi dalam penurunan emisi gas rumah

kaca di sektor energi dan transportasi dengan: (i) Menghemat penggunaan energi final

baik melalui penggunaan teknologi yang lebih bersih dan efisien maupun pengurangan

konsumsi energi tak terbarukan (fosil); (ii) Mendorong pemanfaatan energi baru tak

terbarukan skala kecil dan menengah; (iii) (Avoid) – mengurangi kebutuhan akan

perjalanan terutama daerah perkotaan (trip demand management) melalui penata-gunaan

lahan mengurangi perjalanan dan jarak perjalanan yang tidak perlu; (ii) (Shift) –

menggeser pola penggunaan kendaraan pribadi (sarana transportasi dengan konsumsi

energi yang tinggi) ke pola transportasi rendah karbon seperti sarana transportasi tidak

bermotor, transportasi publik, dan transportasi air; (iii) (Improve) – meningkatkan

efisiensi energi dan pengurangan pengeluaran karbon pada kendaraan bermotor pada

sarana transportasi.

Sektor Industri. Langkah kebijakan sektor industri dengan peningkatan

pertumbuhan industri dengan mengoptimalkan pemakaian energi. Strategi yang dilakukan

dalam penurunan emisi gas rumah kaca sektor ini dengan: Melaksanakan audit energi

khususnya pada industri-industri yang padat energi; dan Memberikan insentif pada

program efisiensi energi.

Page 28: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

Sektor Limbah. Langkah kebijakan yang diambil dalam penurunan emisi gas

rumah kaca dengan peningkatan pengelolaan sampah dan air limbah domestik. Strategi

yang akan dilakukan di sektor ini sebagai berikut: (i) Meningkatkan kapasitas

kelembagaan dan peraturan di daerah; (ii) Meningkatkan pengelolaan air limbah di

perkotaan; (iii) Mengurangi timbulan sampah melalui 3R (reduce, reuse, recycle); (iv)

Memperbaiki proses pengelolaan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA); (v)

Meningkatkan pembangunan/ rehabilitasi TPA; dan (vi) Memanfaatkan limbah/sampah

menjadi produksi energi yang ramah lingkungan.

Penentuan program sektoral dan anggaran untuk mencapai sasaran skenario

(BAU atau dengan kerjasama). Secara lengkap deskripsi dari langkah-langkah

kebijakan, strategi, anggaran, dan kerjasama dengan berbagai pihak disampaikan dalam

Lampiran 3 dan Lampiran 4.

4.2.2. Pelaksanaan dan penjabaran di tingkat Sektoral.

Dengan adanya penjabaran alokasi target ke setiap 5 (lima) sektor utama dan

identifikasi program dan kegiatan yang berkontribusi dalam menurunkan emisi GRK,

maka pelaksanaan di masing-masing sektor memiliki tujuan sasaran yang jelas serta peran

pemerintah untuk mendorong pelaku usaha dan masyarakat di sektor masing-masing juga

memiliki tujuan dan landasan. Untuk itu, maka di setiap sektor kemudian perlu disusun

bagaimana masing-masing K/L dalam sektor yang bertanggungjawab terhadap penurunan

emisi menyediakan fasilitasi baik berupa regulasi (standar, ukuran dan kriteria) dan juga

berupa insentif dan disinsentif serta mekanisme apabila diperlukan.

Gambar 6: Rencana Aksi Sektoral

Page 29: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

Sebagai contoh, untuk sektor kehutanan dan lahan gambut, sudah disusun Strategi

Nasional REDD+ yang penyusunan draft awalnya dilakukan oleh Kementerian

PPN/Bappenas bersama-sama dengan K/L terkait. Strategi nasional tersebut pada saat ini

sedang dalam tahap finalisasi oleh Satgas REDD+ sebagai landasan untuk pelaksanaan

REDD+ dan pembentukan Lembaga REDD+ Nasional.

Gambar 5: Implementasi Nasional

Dalam kaitan dengan ini, sedang dikembangkan pula berbagai persiaan

pelaksanaan REDD+ antara lain yaitu: (i) penyiapan basis data (peta) dan check kondisi

hutan dan lahan gambut sesuai peta tersebut pada keadaan nyata di lapangan; (ii)

penyiapan landasan hukum dan penegakannya, dan terutama apabila terdapat

konflik/perbedaan di lapangan; (iii) menyiapkan ukuran yang dapat digunakan untuk

mengukur hasil penurunan emisi sesuai dengan MRV yang distandarkan secara

internasional; (iv) menyiapkan instrumen pendanaan untuk insentif, baik yang bersifat

investasi maupun payment for performance; (v) Monitoring serta pendampingan di

tapak/lapangan, mengingat hal ini merupakan langkah baru untuk melakukan

kuantitifikasi dan valuasi jasa lingkungan (baca penurunan emisi/penyerapan karbon).

Dengan kelengkapan itu maka untuk sektor kehutanan dan lahan gambut, sektor yang

terbesar dapat menyumbang penurunan emisi akan dapat memfasilitasi terbentuknya

kegiatan konkrit yang dapat menurunkan emisi, menyiapkan dan menumbuhkan berbagai

kegiatan yang sejalan dengan rehablitasi degradasi dan deforestasi hutan dan sekaligus

menciptakan kegiatan ekonomi dan pendapatan alternatif serta kesempatan kerja.

Page 30: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

Demikian pula untuk sektor lainnya perlu disusun langkah-langkah konkrit untuk

memfasilitasi pelaku usaha/swasta yang pada akhirnya akan memerlukan regulasi dan

mekanisme insentif/disinsentif atas capaian penurunan emisi yang dapat dilakukan.

Dengan demikian, keseluruhan rencana program dan kegiatan penurunan emisi di setiap

sektor pada akhirnya dapat ditunjukkan merupakan bagian tidak terpisahkan dalam

menjalankan pembangunan nasional.

4.2.3. Pelaksanaan di tingkat Daerah

Perpres No. 61/2011 tentang RAN GRK mengamanatkan kepada Pemerintah

Provinsi untuk menyusun rencana aksi pengurangan emisi untuk tingkat provinsi,

yang selanjutnya disebut RAD GRK. Isi dari RAN GRK menjadi dasar bagi setiap

provinsi dalam menyusun RAD GRK sesuai dengan kondisi daerah dan kemampuan

seluruh komponen masyarakat di masing – masing provinsi. Sesuai dengan Perpres,

RAD GRK harus diselesaikan dalam waktu 1 (satu) tahun setelah terbitnya Perpres

dan ditetapkan melalui Peraturan Gubernur. Penyusunan RAD GRK diharapkan

merupakan proses bottom-up yang menggambarkan bagaimana langkah yang akan

ditempuh setiap provinsi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, sesuai dengan

kapasitas masing – masing.

Untuk memfasilitasi penyusunan RAD GRK tersebut, Kementerian

PPN/Bappenas dalam waktu 3 (tiga) bulan sudah menyelesaikan Pedoman

Penyusunan RAD GRK. Pedoman ditetapkan melalui Surat Keputusan Bersama

(SKB) Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas,

Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Dalam Negeri. Pedoman Penyusunan RAD

GRK sudah diluncurkan dan disosialisaikan di tingkat nasional pada tanggl 12

Januari 2012. Selanjutnya untuk melakukan fasilitasi ke daerah, Kementerian

PPN/Bappenas menyusun Tim Sosialisasi dan Fasilitasi Penyusunan RAD GRK

melalui SK Menteri PPN/Kepala Bappenas tahun 2012. Sosialisasi Tahap I telah

dilakukan di 5 (lima) wilayah yang dilaksanakan di Pelembang, Semarang,

Denpasar, Makasan dan terakhir adalah Balikpapan. Proses selanjutnya adalah

fasilitasi dan monitoring penyusunan RAD GRK yang dilakukan oleh Sekretariat

Penyusunan RAD GRK yang berada di Kementerian PPN/Bappenas. Dengan

adanya RAD GRK untuk 33 provinsi tersebut, maka pencapaian target penurunan

Page 31: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

emisi sebesar 26% dan 41% akan memiliki kerangka pelaksanaan, rencana

pelaksanaan dan sehingga dapat dilakukan secara kosisten dan kontinyu sampai

dengan tahun 2020. Selanjutnya, kedudukan RAD GRK diantara dokumen rencana

pembangunan yang sudah ada baik di tingkat pusat maupun daerah digambarkan Gambar

3. Demikian pula keterkaitan RAN GRk dan RAD GRK dengan beberapa proses

komunikasi tentang perubahan iklim digambarkan dalam Gambar 3 tersebut.

Institusi Terkait dan Kewenangannya. Sejalan dengan desentralisasi, berbagai

K/L telah melakukan pembagian kewenangan ke daerah. Dalam Tabel 1, 2 dan 3

digambarkan secara singkat hasil inventarisasi kewenangan pada setiap sektor yang

terkait dengan emisi gas rumah kaca. Tabel ini memberikan gambaran kewenangan yang

dapat dan tidak dapat dilakukan lembaga di tingkat provinsi berdasarkan kerangka

kelembagaan yang ada (UU 32/2004, dan PP 38/2007). Dengan adanya pembagian dan

batasan kewenangan ini maka akan jelas batasan tanggung jawab dalam melaksanakan

program dan kegiatan-kegiatan yang terkait dengan upaya penurunan emisi.

Gambar 3. Kerangka Keterkaitan Dokumen/Kebijakan Nasional-Daerah dengan RAD GRK

Selanjutnya, untuk melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan RAD GRK,

Pemda Provinsi juga diminta untuk membentuk Tim Koordinasi yang sekretariatnya

bertempat di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), dan beranggotakan

Dinas terkait sesuai dengan pembagian sektor dan identifikasi kegiatan-kegiatan daerah

yang akan digunakan untuk mendukung penurunan emisi. Agak berbeda dengan struktur

RAN GRK yang berisi tentang program dan kegiatan yang akan dilakukan oleh dan/atau

Page 32: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

melalui K/L untuk menurunkan emisi GRK, maka RAD GRK akan berisi kegiatan-

kegiatan di lapangan yang akan berkontribusi menurunkan emisi GRK. Contoh-contoh

kegiatan ini sudah disebutkan di dalam Buku Pedoman Penyusunan RAD GRK. Dengan

penentuan penurunan emisi berbasis kegiatan maka: (i) akan sangat aplikatif di lapangan

karena sudah berupa kegiatan nyata; (ii) mudah diidentifikasi Dinas penanggungjawab

utama dan Dinas pendukung; (iii) mudah untuk dikaitkan dengan kegiatan yang selama

ini sudah dilakukan dan hanya memerlukan penyempurnaan dalam melakukan sesuai

dengan prinsip-prinsip penurunan emisi. Dengan langkah ini maka kegiatan penurunan

emisi GRK merupakan bagian dari kegiatan pembangunan daerah dan juga mengatasi

masalah-masalah pembangunan seperti peningkatan akses terhadap energi dan air,

penurunan kemiskinan, perluasan kesempatan kerja dan penumbuhan kegiatan dan

peningkatan pendapatan bagi masyarakat.

Page 33: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

Tabel 1

Kewenangan Pemerintah Tingkat Provinsi dalam Pelaksanaan Penurunan Emisi

GRK Bidang Kehutuanan dan Pertanian (Land based activity)

SEKTOR KEHUTANAN

Kewenangan Terkait Kewenangan Tingkat Pemerintah Provinsi

Dapat Dilakukan Tidak Dapat Dilakukan

Jenis tanaman pada hutan

konservasi dan produksi

Peraturan jenis tanaman yang ditanami pada

suatu luasan tertentu di dalam area provinsi.

Area hutan di dalam

kewenangan Pemerintah

Pusat.

Community forestry (SFM) Pendampingan terhadap community

forestry. -

Hutan Rakyat Pengelolaan tipe tanaman, rehabilitasi,

waktu panen, dan pengedalian. -

Manajemen kebakaran Koordinasi dengan Pemerintah Pusat -

Pengendalian, evaluasi, dan

rehabilitasi

Perlindungan terhadap hutan di dalam

kewenangan Pemerintah Provinsi. -

Produksi di Hutan Privat

Koordinasi dengan pihak

swasta yang memiliki

konsesi.

SEKTOR PERTANIAN

Kewenangan Terkait Kewenangan Tingkat Pemerintah Provinsi

Dapat Dilakukan Tidak Dapat Dilakukan

Perencanaan, Kebijakan,

dan Peraturan

Perencanaan ketersediaan lahan untuk

kegiatan pertanian -

Penerbitan Izin Penerbitan izin dan perubahan guna lahan

untuk kegiatan pertanian -

Pertanian berbasis

perusahaan (corporate

farming)

Pemerintah Provinsi hanya dapat

mengeluarkan peraturan. Kewenangan perusahaan.

Teknologi pertanian Penelitian atau proyek percontohan untuk

pengurangan emisi di kegiatan pertanian.

Sepenuhnya terkait kapasitas

petani.

Page 34: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

Tabel 2

Kewenangan Pemerintah Tingkat Provinsi dalam Pelaksanaan Penurunan Emisi

GRK Bidang Industri, Energi dan Transportasi

SEKTOR INDUSTRI

Kewenangan Terkait Kewenangan Tingkat Pemerintah Provinsi

Dapat Dilakukan Tidak Dapat Dilakukan

Fiskal dan Insentif Moneter -

Kewenangan Departemen

Industri dan Pemerintah

Provinsi perlu berkoordinasi.

Fasilitas Industri

Pengembangan fasilitas bisnis untuk

industri kecil dan menengah di tingkat

provinsi.

-

Perlindungan Industri Kebijakan untuk perlindungan industri dan

koordinasinya terhadap pajak impor. -

Penerapan teknologi ramah

lingkungan

Penelitian dan pengembangan teknologi

industri ramah lingkungan termasuk

pemberian fasilitas untuk penelitian pada

tingkat provinsi.

Terkait dengan kebijakan

setiap perusahaan.

Dampak industri terhadap

lingkungan

Pendampingan terhadap kabupaten/kota

dalam mencegah limbah industri dan

pengendalian dan pengawasan industri

ramah lingkungan di tingkat

kabupaten/kota. Catatan: perlu terkait

dengan kebijakan nasional mengenai

industri ramah lingkungan.

-

SEKTOR ENERGI

Kewenangan Terkait Kewenangan Tingkat Pemerintah Provinsi

Dapat Dilakukan Tidak Dapat Dilakukan

Peraturan

Peraturan energi dan kelistrikan di tingkat

provinsi. Peraturan kelistrikan dan PKUK

(Pemegang Kuasa Usaha

Ketenagalistrikan). Perizinan pendirian

instalasi energi.

-

Sosialisasi Kampanye dan publikasi mengenai efisiensi

energi melalui media -

Permintaan Energi Pengaturan waktu kerja untuk bangunan

dan kantor public

Terbatasnya pada program

efisiensi energi yang

Page 35: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

dilakukan Pemerintah Pusat

dan PT PLN.

Diversifikasi Energi Pembangunan dan penggunaan sumber daya

energi terbarukan -

SEKTOR TRANSPORTASI

Kewenangan Terkait Kewenangan Tingkat Pemerintah Provinsi

Dapat Dilakukan Tidak Dapat Dilakukan

Perencanaan dan Kebijakan Kebijakan sistem transportasi provinsi. -

Tranportasi Publik

a) Inisiasi dan perencanaan penyediaan

tranportasi publik

b) Peremajaan angkutan umum.

-

Penerapan transportasi

ramah energy Dalam bentuk peraturan.

Bersinggungan dengan

kewenangan sektor privat

moda angkutan.

Pajak dan Mekanisme

Insentif – Disinsentif

Bukan merupakan

kewenangan Pemerintah

Provinsi

Pendidikan Masyarakat Kampanye penggunaan transportasi publik. -

Tabel 3

Kewenangan Pemerintah Tingkat Provinsi dalam Perubahan Iklim

di Sektor Pengelolaan Sampah

Kewenangan Terkait

Kewenangan Tingkat Pemerintah Provinsi

Dapat Dilakukan Tidak Dapat

Dilakukan

Perencanaan, Kebijakan dan

Peraturan

a) Kebijakan pengelolaan sampah dan

infrastruktur di tingkat provinsi;

b) Penyiapan lembaga penanggungjawab

manajemen pengelolaan sampah

c) Perizinan untuk infrastruktur pengelolaan

sampah di tingkat provinsi

d) Peraturan daerah terkait dengan pengelolaan

sampah

e) Manajemen pengelolaan sampah antar

-

Page 36: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

daerah

f) Resolusi konflik untuk persoalan

pengelolaan sampah antar provinsi.

Pelayanan sector

pengelolaan sampah

a) Implementasi konsep Clean Development

Mechanism dalam infrastruktur pengelolaan

sampah.

b) Pembangunan dan operasional instalasi

pengelolaan sampah.

c) Penyediaan pendampingan untuk

instrastruktur pengelolaan sampah

kabupaten/kota.

-

Pendidikan dan peningkatan

kapasitas

a) Peningkatan kapasitas dan fasilitas

keterlibatan privat dan masyarakat di dalam

sektor pengelolaan sampah

b) Kampanye dan pendidikan pengurangan

sampah

-

4.3. KEBIJAKAN DAN LANGKAH PENDUKUNG UNTUK EFEKTIVITAS

RAN GRK

Setelah berbagai kebijakan dan langkah untuk menjabarkan komitmen dan

meletakkan kerangka kerja untuk menjabarkan rencana dan pelaksanaan sampai di

daerah, termasuk mempersiapkan K/L untuk memfasilitasi dan mendorong upaya

penurunan emisi di kalangan pelaku usaha dan masyarakat, masih terdapat paling tidak 3

(tiga) hal penting yang perlu dibangun secara paralel yaitu: (i) pengembangan alat ukuran

dan mekanisme pemantauan/monitoringnya; (ii) pembentukan sistem dan instrumen

insentif/disinsentif; (iii) Peningkatan kapasitas Lembaga dan SDM.

4.3.1. Pengukuran dan Monitoring RAN GRK

Penyusunan alat ukur untuk mengukur dan mengkuantifikasi penurunan emisi

menjadi unsur yang sangat penting dan baru di dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Pengukuran limbah padat dan

cair sudah dapat dilakukan, namun emisi GRK (baca emisi udara) merupakan benda tidak

kasat mata (intangible). Dengan demikian, unruk pengukuran merupakan dimensi baru

dan sekalgus penting untuk mengetahui kemajuan hasil penurunan emisi GRK.

Page 37: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

Sesuai dengan kaidah yang ditentukan oleh UNFCC, sudah ada standar

pengukuran yang dibakukan, dan sering disebut harus memenuhi kriteria MRV,

measurable, reportable dan verifiable (MRV), artinya terukur, dapat dilaporkan, dan

mudah diverifikasi. Dengan demikian, unsur yang dipentingkan adalah “make the

intangible become tangible”, membuat yang tidak kasat mata dapat dinyata(/kasat)-kan.

Sehubungan dengan pentingnya system informasi/data yang memenuhi kaidah MRV ini

maka hampir bersamaan dengan terbitnya Perpres RAN GRK, Bapak Presiden juga telah

menandatangani Perpres No. 71/2011 tentang Inventarisasi Penurunan Emisi GRK.

Penanggungjawab dari pelaksanaan Perpres ini adalah Kementerian Lingkungan Hidup.

Namun demikian, sementara indikator dan sistem informasi sesuai MRV sedang

dalam proses penyusunan secara terpadu, berkaitan dengan penyusunan dan pelaksanaan

RAD GRK maka monitoring yang sementara dapat dilakukan adalah: monitoring

kegiatan yang berkontribusi terhadap penurunan emisi GRK. Mengingat yang dimonitor

dan dilaporkan adalah kegiatan yang menurunkan emisi GRK, maka lembaga yang

mengkoordinasikan pelaporan adalah Bappeda Provinsi selaku Sekretariat RAD GRK.

Laporan disampaikan ke Kementerian PPN/Bappenas sesuai dengan mekanisme

Monitoring dan Evaluasi sebagaimana diatur di dalam Peraturan Pemerintah No. 39/2006

tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan.

Pemantauan dan kegiatan yang dilaporkan adalah kegitaan yanag menyumbang

terhadap penurunan emisi GRK. Dalam RAD GRK, Pemda dan masyarakat

mengidentfikasi dan menyusun kegiatan-kegiatan di 5 sektor utama yang akan dilakukan

oleh Pemda. Selanjutnya, dilakukan penghitungan/pembakuan penghitungan emisi GRK

per jenis dan skala kegiataan. Dengan demikian, Pemda akan melaporkan hanya

pelaksanaan kegiatan dan standar kegiatan yang memenuhi adanya kepastian penurunan

emisi (agar dapat diverifikasi). Dengan melaksanakan kegiatan tersebut, maka penurunan

emisi yang dilakukan akan dapat diukur dan dijumlahkan secara nasional.

Langkah ini ditempuh sementara, sambil menunggu: (i) pengukuran kondisi

baseline emisi GRK sebelum kegiatan tersebut dilakukan; (ii) menunggu system

informasi pemantauan emisi GRK yang disusun sesusi kaidah MRV dari IPPC yang perlu

disusun secara nasional. Dengan demikian, sementara menunggu terbentuknya sistem

Page 38: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

MRV yang sedang disusun oleh Kementerian Lingkungan Hidup berdasarkan Perpres No.

71/2011, maka pemantauan pelaksanaan RAD GRK sebagai bagian dari pelaksanaan

RAN GRK dapat dilakukan dan dilaporkan setiap tahunnya dalam Sidang Dewan

Nasional Perubahan iklim (DNPI) yang diketuai oleh Bapak Presiden.

4.3.2. Pembentukan Sistem dan Instrumen Insentif/Disinsentif

Pada saat ini, sejak tahun 2007, Kementerian Keuangan telah memulai studi

pendanaan untuk perubahan iklim. Hasil studi pada 2010 telah menghasilkan Green

Paper yang pada intinya mencoba menginventarisasi berbagai peluang pendanaan dan

berbagai bentuk pendanaan untuk perubahan iklim. Pada saat ini kajian masih

dilanjutkan oleh Kementerian Keuangan dan terutama pada pembentukan instrumen

(insentif) fiskal yang akan dibutuhkan dalam pelaksanaan RAN GRK, teruama

penyediaan insentif fiskal untuk REDD+. Instrumen pendanaan lain yang diperlukan

adalah yang akan diterapkan kepada pihak swasta yang telah berhasil menurunkan emisi

GRK dari industri yang telah mereka jalankan. Indikator-indikator yang dijadikan dasar

pemberian insentif harus disesuaikan dengan standar yang ditetapkan oleh K/L di 5 (lima)

sektor di atas, untuk REDD+ adalah yang ditentukan oleh Satgas REDD+ bersama

Kementerian Kehutanan dan untuk energi adalah ukuran dan standar yang ditentukan oleh

Kementerian ESDM dan Kementerian Perindustrian.

Tugas dari Kementerian Keuangan selain menetukan instrumen insentif/disinsentif

fiskal adalah menyusun mekanisme perdagangan karbon (emisi GRK) dalam pasar

domestik Indonesia, yang pada akhirnya perlu selaras (compatible) dengan sistem pasar

karbon di dunia. Pada saat ini mekanisme pasar karbon yang sudah terjadi memang baru

di wilayah Uni Eropa, sementara di tempat-tempat lain belum diterapkan. Untuk itu,

waktu yang ada sangat perlu dimanfaatkan dan sekaligus mendorong pembangunan

sistem domestik, sehingga proses internalisasi dampak lingkungan ke dalam setiap

kegiatan ekonomi dapat dilakukan.

Page 39: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

4.3.3. Peningkatan Kapasitas Lembaga dan Sumberdaya Manusia

Dengan luasnya cakupan penurunan emisi dan pada akhirnya aksi perubahan

iklim, maka pihak-pihak yang terlibat juga luas dan banyak. Pada saat ini masih

dirasakan pemahaman tentang perubahan iklim, penurunan emisi GRK masih beragam.

Berdasarkan proses komunikasi dengan para pihak terutama di daerah dalam proses

sosialisasi RAD GRK, dapat diketahui bahwa masih perlu dilakukan berbagai hal yaitu:

(i) Komunikasi; (ii) peningkatan kemampuan SDM; dan (iii) kapasitas Lembaga.

1. Komunikasi

Komunikasi yang perlu dibangun meliptui: (i) bahan komunikasi; (ii) sistem

komunikasi; (iii) dan proses komunikasi, sebagaimana digambarkan berikut ini.

a. Penyusunan bahan komunikasi dalam bentuk yang mudah dipahami dan mudah

diakses serta digunakan dan disebarkan ke seluruh lapisan masyarakat. Untuk ini

bebrgaia bentuk leaflet sederhana dan buku-buku saku dengan bahasa yang mudah

dipahami perlu disusun dan dibuat dalam jumlah yang mencukupi dan selalu

tersedia. Bahan dasar komunikasi ini sudah ada, yang perlu disusun adalah dibuat

dengan isi yang sesuai dengan sasaran/target audiance, baik masyarakat umum

atau kalangan birokrasi dan peneliti.

b. Penyusunan sistem informasi melalui internet yang dapat menjadi hub untk

berbagai sistem informasi dalam perubahan iklim, sehingga informasi dapat

dikomunikasikan kepada semua pihak. Komunikasi melalui jalur internet (web)

ini akan memudahkan akses ke semua pihak dan juga merupakan bentuk

pertanggungjawaban terhadap publik.

c. Proses komunikasi melalui media massa, baik tertulis secara teratur dan mutakhir

isi beritanya, maupun menggunakan media radio dan televisi di daerah sehingga

dapat diikuti secara interaktif.

Page 40: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

Pembentukan jaringan komunikasi yang difasilitasi oleh Kementerian Komunikasi

dan Informasi dapat mempercepat dan memfasilitasi komunikasi secara terstruktur dan

kontinyu.

2. Kemampuan Sumberdaya Manusia

Dalam pelaksanaan RAN-RAD GRK, maka terdapat 4 kelompok pelaku yaitu: (i)

Pemerintah dan Pemda; (ii) Universitas dan Lembaga Penelitian; (iii) NGO yang terdiri

dari kelompok masyarakat/LSM dan Asosiasi; (iv) pelaku sawsta dan masyarakat umum

(rumah tangga). Sehubungan dengan itu maka berbagai peningkatan kemamuan SDM

perlu dilakukan:

a. Pelatihan bagi aparat Pemerintah dan Pemda dalam memfasilitasi dan mendorong

pelaku penurunan emisi. Jenis pelatihan antara lain adalah: (i) pengembangan

kebijakan dan instrumen kebijakan yang diperlukan; (ii) menghubungkan kegiatan

penurunan emisi dengan pembangunan secara keseluruhan (penurunan emisi harus

menyelesaikan masalah pembangunan); (iii) kemampuan untuk memfasilitasi dan

memonitor capaian yang dihasilkan; (iii) menghubungkan langkah lokal, nasional,

global.

b. Universitas dan Lembaga Penelitian: (i) membentuk jaringan kompetensi dan

menghubungkannya dengan pelaksanaan penurunan emisi; (ii) membentuk

backstopping unit bagi pelaksanaan RAD GRK di daerah dan RAN GRK secara

nasional, terutama menyediakan scientific based on analysis, pengukuran dan

penciptaan instrumen MRV dan insentif/disinsentif.

c. Bagi Asosiasi dan LSM: mendukung Pemerintah dan Pemda dalam mengawal

para pelaku penurunan emisi GRK, terutama pelaksanaan di lapangan.

d. Bagi pelaku swasta dan masyarakat: (i) pengenalan standar-standar yang

diberlakukan secara kontinyu; (ii) pelatihan mengenai best practices dan

pengembangan di lokasi masing-masing; (iii) pengembangan kegiatan yang

menghasilkan emisi rendah karbon atau rendah GRK lainnya.

Sebagai bagian dari proses peningkatan kemampuan SDM tersebut, perlu disusun

sistem pelatihan, modul pelatihan dan mekanisme pelatihan yang tidak bersifat klasikal

namun lebih berorientasi praktek, sehingga dapat mendukung efektivitas pelaksanaan

RAN dan RAD GRK.

Page 41: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

3. Kapasitas Lembaga

Sejalan dengan fungsi berbagai lembaga baik Pemerintah, Pemda, maupun non

pemerintah, maka kapasitas lembaga perlu ditingkatkan pula, yang mencakup: (a)

program dan kegiatan lembaga agar dapat menjalankan peran dan fungsi dalam

memfasilitasi dan mendorong penurunan emisi; (b) mekanisme kerja agar sesuai dengan

kaidah-kaidah yang ada, terutama adanya standar teknis dari sektor; (c) Instrumen/alat

dan fasilitas yang mendukung berjalannya fungsi lembaga sesuai program dan kegiatan

dalam butir a dan sejalan dengan mekanisme kerja dalam butir b.

Dalam kaitan dengan adanya perbedaan peran dan fungsi lembaga pemerintah di

pusat, provinsi dan kabupaten, maka diperlukan pembedaan materi untuk peningkatan

kapasitas. Sehubungan dengan itu, baik materi untuk sosialisasi pemahaman umum perlu

dibedakan dan dibahasakan sesuai dengan tingkat penerapan di lapangan. Selain itu,

materi untuk peningkatan kapasitas terutama yang memerlukan pelatihan dan penguasaan

teknis tertentu perlu pula dibedakan sesuai tingkatan-tingkatan peran dan fungsi yang

perlu dilakukan. Dengan demikian, peningkatan kapasitas akan sesuai dengan kebutuhan

pelaksanaan di lapangan dan dimungkinkan adanya keterkaitan dan sinergi yang utuh

dalam pelaksanaan RAN/RAD GRK di setiap bidang/sektor/program/kegiatan penurunan

emisi GRK.

Page 42: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

V. EKONOMI RENDAH KARBON, EKONOMI HIJAU DAN PEMBANGUNAN

BERKELANJUTAN

Untuk melihat keterkaitan diantara tiga hal di atas, maka digunakan kerangka

pembangunan berkelanjutan yang berasal dari UNEP dan telah digunakan di berbagai

negara selama ini. Sebagaimana diketahui, pembangunan berkelanjutan memiliki 3 pilar

pokok yaitu pilar Sosial, Pilar Ekonomi dan Pilar Lingkungan. Sebagaimana dijelaskan

dalam Bab IV. Indonesia telah banyak mencapai kemajuan di bidang ekonomi melalui

terbentuknya pembangunan terencana sejak tahun 1967an. Peningkatan investasi dan

produksi telah menurunkan nilai inflasi yang selalu menjadi menekan upaya

kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya pembangunan terencana, neraca keuangan

Negara yang semula defisi besar, secara pelahan mampu mengalami peningkatan secara

positif dan seiring dengan itu peningkatan pendapatan per kapita dan penurunan

kemiskinan mulai dirasakan.

Pada tahun 70an mulai disadari bahwa kemajuan ekonomi apabila tidak diiringi

dengan kemajuan di bidang sosial akan banyak menciptakan ketimpangan, karena hasil

pembangunan hanya akan dihasilkan dan dinikmati sebagian masyarat. Sehubungan

dengan itu, Indonesia mulai mengembangan 3 program strategis yaitu: pengendalian

penduduk atau keluarga berencana, pendidikan dan kesehatan. Program pengendalian

penduduk atau keluarga berencana dilakukan dengan memperkenalkan program 2 anak

cukup di setiap keluarga. Bahwa jumlah keluarga terbatas akan menimbulkan adanya

peningkatan kualitas keluarga terutama pada keluarga dengan pendapatan rendah/miskin.

Proses ini memakan waktu cukup lama namun telah berhasil menekan ukuran keluarga

dan mengendalikan pertumbuhan penduduk.

Page 43: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

Selanjutnya, program pendidikan dilancarkan ke seluruh pelosok tanah air dengan

mengembangkan program SD Inpres, yaitu adanya Inpres pembangunan SD di setiap

kecamatan sehingga dapat dipastikan bahwa seluruh wilayah terjangkau oleh fasilitas

sekolah terutama tingkat

SD dan lengkap dengan guru yang ditugaskan ke setiap SD tersebut (Guru Inpres).

Demikian pula pelayanan kesehatan juga diperluas. Di setiap kecamatan dibangun

dengan Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dilengkapi dengan dokter

dan tenaga medis (dokter Inpres). Kedua program stratgis ini telah berhasil

meningkatkan angka partisipasi sekolah dan pelayanan kesehatan terutama untuk daerah-

daerah terpencil. Pelaksanaan ketiga program ini secara konsisten dan kontinyu telah

berhasil mendukung Indonesia untuk mencapai tingkat kualitas SDM yang baik, yang

tercermin pada indicator MDG.

Namun demikian, kesuksesan pembangunan pada kedua pilar belum diikuti

dengan kemajuan pembangunan di bidang lingkungan. Isu lingkungan sudah mulai

dibicarakan sejak diadakannya Seminar Pengelolaan Lingkungan Hidup dan

Pembangunan Nasional di Universitas Padjajaran pada bulan Mei 19723. Langkah ini

dilakukan selaras dengan konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup di Stockholm tahun

1972. Setelah seminar itu, diikuti dengan berdirinya Lembaga Ekologi di universitas

3 Sumarwoto, Otto. 1983. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Djambatan.

Gambar Pilar Pembangunan Berkelanjutan

Page 44: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

yang sama. Selanjutnya pada tahun 1978 telah ada penugasan penanganan lingkunagn

hidup yaitu di bawah Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup.

Namun baru pada tahun 1983 Kementerian Lingkungan Hidup berdiri sebagai satu

lembaga tersendiri yaitu Kementerian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup.

Ulasan secara komprehensif tentang keterkaitan pembangunan dan dampaknya terhadap

ekologi dan lingkungan serta langkah pembangunan yang sesuai dengan ekologi telah

dilakukan oleh Prof. Otto Sumarwoto dalam bukunya yang berjudul Ekologi, Lingkungan

Hidup dan Pembangunan (Djambatan, 1983).

Sejak periode tersebut, sudah banyak kemajuan yang dilakukan oleh Kementerian

di bidang lingkungan hidup. Namun demikian, penanganan lingkungan hidup masih

dirasakan terpisah dan belum sepenuhnya diinternalisasikan ke dalam pembangunan

secara keseluruhan, meskipun sudah ada kewajiban untuk melakukan Analisa dampak

lingkungan (AMDAL) dan standar-standar kualitas lingkungan lainnya, namun dirasakan

penanganan masih bersifat dihadapi kendala sebagai berikut.

Pertama, penanganan lingkungan masih bersifat penanganan dampak, atau

penanganan lingkungan masih bersifat di luar (exogenous) dari pilar ekonomi dan pilar

sosial. Dengan sifat penanganan seprti ini maka pendekatan yang dilakukan masih

bersifat kuratif atau membersihkan dan menanggulangi masalah lingkungan yang timbul

sebagai akibat dari kegiatan ekonomi dan sosial. Dengan semakin meningkatnya kegiatan

ekonomi dan sosial, ruang menjadi sempit dan memiliki kompetisi tinggi untuk berbagai

kepentingan, maka penanggulangan lingkungan menjadi semakin sulit, karena dampak

lingkungan yang dihasilkan sudah melebihi daya dukung ruang yang ada (dengan adanya

beban ruang yang terus meningkat) dan masalah yang diatasi juga terus meningkat.

Yang kedua, upaya penanganan lingkungan masih sulit untuk diinternalisasikan,

sebagian sebagai akibat sifat penanganan di atas, dan sebagian lagi karena pembangunan

pilar lingkungan belum mampu memperjelas diri sendiri, dengan men”tangible”kan

berbagai fungsi lingkungan dengan ukuran yang dapat dipahami dan sehingga

diinternalisasikan ke pilar yang lain. Dengan kata lain, diperlukan indikator yang baku

untuk mengukur penggunaan fungsi lingkungan dan jasa lingkungan yang dihasilkan.

Pengukuran yang jelas ini akan membuka pula peluang untuk dapat menilai (valuasi) jasa

Page 45: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

lingkungan yang telah disediakan oleh pemilik ruang sebagai pilihan untuk tidak

menggunakan ruang untuk kebutuhan lain (perumahan, industri dll). Demikian pula,

pengukuran akan memberi peluang pula untuk mengidentifikasi apa yang dimaksud

dengan lingkungan, yaitu ruang dan isinya termasuk isi biodiversity yang selama ini

menerima dampak eksternalitas dari tindakan kita terhadap lingkungan yang sudah

melebihi beban ruang yang ada. Pilar lingkungan perlu kita bangun, sebagaimana kita

membangun pilar ekonomi dan pilar sosial sebagai komponen dan rangkaian utuh dari

pembangunan berkelanjutan.

Valuasi penting karena tanpa adanya valuasi, maka penyediaan jasa lingkungan

yang merupakan public good tidak dapat dinilai dan sehingga tidak ada satupun penyedia

yang mau men-supply public good ini pada tingkat yang diinginkan. Dengan demikian

jasa lingkungan masih disediakan dalam jumlah yang lebih rendah dari yang diharapkan

(under supply). Demikian pula gangguan terhadap lingkungan yang mengakibatkan

penurunan penyediaan jasa lingkungan tidak dapat dicegah dan diminta menanggung

biaya penanggulangan masalah lingkungan atau penerapan pencegahan sebelum kegiatan

dilakukan.

Ketiga, setelah membangun pilar ketiga, maka internalisasi faktor lingkungan,

atau membuat lingkungan menjadi faktor endogenous dalam pembangunan dapat

dilakukan. Dengan demikian, maka akan terdapat keseimbangan pengembangan ketiga

pilar pembangunan berkelanjutan; akan terdapat pula kesempatan untuk “menghiajukan”

seluruh aspek kehidupann, baik yang tercermin dalam aspek/pilar ekonomi dan sosial.

Dengan itu, maka pembangunan akan sudah dapat mempertimbangkan masalah

lingkungan kedalam setiap langkah kegiatan, program dan kebijakan pembangunan.

Penanganan lingkungan akan bersifat endogenous, penanganan lingkungan akan lebih

bersifat mencegah/preventif sesuai dengan keseimbangan alam dan kemampuan alam

untuk mendukung kehidupan manusia dan alam seisinya sehingga keberlanjutan

kehidupan dapat dijaga. Inilah esensi dari membangun, menjaga agar kehidupan semakin

baik dan berkelanjutan.

Page 46: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

5.1. RAN GRK dan momentum untuk adanya pengukuran jasa lingkungan

Fenomena perubahan iklim dan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat

secara luas, telah mendorong timbulnya aksi global secara bersama untuk mengatasi

dampak perubahan iklim. Langkah mengatasi perubahan iklim dapat melalui pencegahan

penyebab timbulnya perubahan iklim (mitigasi) dan melalui penyesuaian dan menyiapkan

kemampuan untuk menyesuaikan dengan adanya dampak dari perubahan iklim (adaptasi).

Dengan dilahirkannya Kyoto Protocol pada tahun ....., maka telah terjadi pembagian

target mitigasi yaitu berupa penurunan target emisi gas rumah kaca (yang mengakibatkan

pemanasan global dan perubahan iklim). Pembagian penurunan emisi gas penyebab

perubahan iklim secara kuantitatif ini mendorong adanya upaya untuk melakukan

pengukuran dan menetapkan adanya indikator pencemaran secara global.

Selain itu, penurunan emisi ini dikaitkan pula dengan adanya kewajiban untuk

kontribusi dana sesuai dengan peringkat pencemaran negara-negara yang dinilai sebagai

pencemar GRK terbesar di dunia. Secara luas kemudian timbul pemahaman tentang

kemungkinan timbulnya pertukaran hak emisi dan kemampuan menurunkan emisi, atau

sistem transaksi (pasar karbon). Meskipun penerapan sistem transaksi di dalam

kenyataan masih terbatas, namun ini merupakan suatu terobosan yang ditunggu-tunggu

oleh pilar lingkungan, untuk dapat secara konkrit mengembangkan pembangunan

pilar lingkungan secara konkrit sebagaimana pilar sosial dan pilar ekonomi. Adanya

ukuran secara konkrit untuk pilar ini bahkan menjadi lebih penting karena unsur

lingkungan perlu dapat diukur secara konkrit dan kemudian diinternalisasikan ke dalam

pilar ekonomi dan sosial, sehingga prinsip-prinsip kelestarian lingkungan dapat

diinternalisasikan ke dalam kedua pilar ini. Dampak lebih lanjut yang sangat penting

adalah, dengan adanya ukuran dan valuasi dalam pilar lingkungan, maka proses

mengkonkritkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dapat dilakukan, dan

sehingga dengan mudah keberlanjutan dapat pula diinternalisasikan ke dalam seluruh

pilar dan seluruh aspek pembangunan dan kehidupan masyarakat.

Dengan jalan pemikiran seperti ini maka pada waktu Bapak Presiden

mencanangkan targat penurunan emisi GRK sebesar 26%, maka dapat mulai dilakukan

Page 47: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

pembagian target ke dalam setiap sektor. Dengan demikian, akan ada peluang untuk

mengkonkritkan melalui perwujudan suatu indikator untuk mengukur emisi GRK yang

bentuknya intangible ke arah yang terukur dan ternilai (ter-valuasi) atau menjadi tangible.

Dengan perkembangan ini, maka penurunan emisi di berbagai daerah dapat dijumlahkan

secara nasional dan kemudian dapat dilakukan sistem reward/punishment sesuai dengan

prestasi yang dilakukan masing-masing pelaku penurunan emisi. Di dalam ilmu

ekonomi lingkungan, dengan adanya pengukuran dan valuasi, maka prinsip polluter pay

principles dapat diterapkan. Dengan demikian, pengendalian lingkungan yang biasanya

menerapkan command and control saja (standar lingkungan dan peraturan) namun akan

dapat dilengkapi dengan mekanisme moneter yang lebih mendorong internalisasi perilaku

penurunan emisi (dan polusi secara umum) ke dalam kegiatan ekonomi mereka.

Manfaat lain dari adanya RAN GRK adalah terciptanya koordinasi baik di tingkat

Pemerintah (pusat) maupun antara pusat dengan daerah secara komprehensif. Selama ini

masalah lingkungan dan koordinasinya hanya dilakukan dari sisi lingkungan hidup saja

dan hanya dilakukan melalui koordinasi teknis bidang lingkungan. Dengan adanya RAN

GRK dan RAD GRK, maka koordinasi menjadi lebih luas, yaitu melalui pembangunan,

baik dari tahap perencanaan sampai dengan tahap pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi

hasil/capaian nantinya. Ini merupakan peluang besar untuk dapat meninternalisasikan

masalah lingkungan ke dalam seluruh aspek pembangunan, dan sekaligus

memperluas penanganan isu lingkungan sebagia isu pembangunan yang harus ditangani

bersama oleh Menteri Lingkungan Hidup-Menteri yang bertanggung jawab dalam

Pembangunan-Menteri Keuangan. Langkah maju ini menjawab isu kelembagaan yang

menjadi topik penting di dalam pertemuan Pembangunan Berkelanjutan di Solo pada

tahun 2011 lalu.

5.3. Ekonomi Rendah Karbon

Sebagaimana dijelaskan di atas, pelaksanaan penurunan emisi GRK secara

kontinyu dan konsisten diharapkan akan dapat membentuk terjadinya kegiatan rendah

karbon, dari kondisi saat ini menjadi 26%-41% lebih rendah, pada tahun 2020.

Penurunan terjadi secara termonitor di 5 (lima) sektor utama sebagaimana dijabarkan di

Page 48: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

dalam RAN GRK, dan terjadi pula di 33 provinsi sebagaimana digambarkan di dalam

RAD GRK.

Di tingkat pusat, dengan arahan RAN GRK, maka setiap sektor utama akan

menjabarkan langkah-langkah lebih lanjut penurunan emisi GRK yang akan dilakukan

oleh swasta dan masyarakat. Penjabaran ini penting mengingat di dalam RAN GRK yang

menjadi perhatian utama adalah kebijakan pemerintah yang mendorong perilaku

penurunan emisi GRK. Namun di dalam RAN GRK, belum diidentifikasi secara spesifik

langkah berupa dorongan dan dukungan, baik regulasi maupun dukungan fiscal yang

diperklukan oleh swasta dan masyarakat. Dengan langkah-langkah yang diharapkan terus

dilaksanakan secara konsisten dan kontinyu, maka akan dihasilkan sector-sektor yang

memiliki tingkat emisi GRK lebih rendah dari pada tingkat emisi pada tahun baseline.

Sehubungan dengan itu, capaian yang akan dapat diperoleh adalah sektor-sektor dalam

ekonomi dan sosial masyarakat yang antara lain akan rendah karbon. Kondisi inilah yang

akan menyumbang terciptanya suatu kondisi ekonomi rendah karbon.

Secara lengkap, ekonomi rendah karbon didefinisikan sebagai: (i) produksi limbah

harus minimal, dengan langkah-langkah pengurangan limbah (reduce), pemanfaatan

kembali (reuse) dan daur ulang (recycle); (ii) energi harus dihasikan melalui sumber

energi rendah karbon dan metoda/teknologi rendah karbon; (iii) pemanfaatan energi harus

efisien di segala bidang; (iv) kebutuhan pangan, material dan energi harus menggunakan

sumberdaya lokal; (vi) adanya kesadaran dan ketaatan terhadap lingkungan dan tanggung

jawab sosial terhadap lingkungan. Dengan demikian, penerapan RAN GRK secara

menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan di 5 (lima) sector utama akan dapat

memenuhi kriteria/ciri ekonomi rendah karbon. Sejauh-mana keadaan ekonomi dari

suatu periode ke periode berikutnya akan rendah karbon atau tidak sangat tergantung dari

adanya pengukuran dan monitoring hasil langkah-langkah yang dilakukan.

Pertanyaan yang patut diajukan adalah, apakah kondisi ini cukup untuk suatu

pembangunan berkelanjutan? Jawabannya dapat dipastikan tidak, karena masih banyak

faktor-faktor lain yang masih perlu dibenahi. Dalam kerangka inilah, maka tahap

pengembangan yang dapat tergambar pada saat ini adalah terbentuknya suatu ekonomi

hijau.

Page 49: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

5.4. Transisi selanjutnya ke Ekonomi Hijau

Ekonomi hijau sebagaimana diartikan di atas, sudah banyak dibicarakan dan

digunakan di berbagai Negara. Meskipun demikian, cara mememulai masing-masing

Negara tersebut berbeda. Dengan pola-pola memulai ekonomi hijau yang sudah

dilakukan di berbagai Negara tersebut, Indonesia dapat menyebut bahwa Indonesia sudah

memulai, namun pemahaman secara menyeluruh dan persiapan lebih komprehensif

sangat perlu dilakukan. Untuk melakukan perubahan dari kondisi ekonomi yang ada saat

ini ke ekonomi hijau, perlu dilakukan secara menyeluruh meskipun dilakukan secara

bertahap. Pentahapan diperlukan karena perbaikan secara menyeluruh secara cepat akan

sulit karena:

a. Diperlukan keyakinan yang besar pada semua pihak, dan ini akan sulit dilakukan

karena setiap sektor yang terkait dan setiap kelompok dan tingkat masyarakat akan

memiliki kesiapan yang berbeda.

b. Cara perubahan dan mulai perubahan akan sangat tergantung pada kondisi saat ini,

yang kemungkinan setiap wilayah akan memiliki perbedaan kondisi dan sehingga

akan memiliki perbedaan dalam cara memulai.

c. Perubahan akan memerlukan waktu untuk mempersiapkan seluruh lapisan

masyarakat pada kondisi baru, sehingga diperlukan penyiapan kondisi baru yang

akan dituju.

d. Perubahan tanpa penyiapan dan kesiapan atas kondisi baru akan mengakibatkan

adanya “penurunan suatu kondisi” yang sering disebut sebagai trade-off. Dengan

demikian, semakin disiapkan kondisi baru dan kesiapan masyarakat ke kondisi baru,

maka konsekuensi kemungkinan penurunan dari kondisi lama akan pendek dan tidak

dirasakan.

Untuk itu, maka perubahan ke ekonomi hijau bisanya berproses dan oleh UNEP

disebut dalam laporan terakhirnya dengan Transisi Menuju Ekonomi Hijau4. Dalam

laporan tersebut, secara ringkas dinyatakan definisi tentang Ekonomi hijau sebagai

berikut:

4 Green Economy: Pathway to Ssutainable Development and Poverty Eradication. UNEP, 2011

Page 50: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

Green Economy: one that has results in improved human well-being and social

equity, while significantly reducing environmental risks and ecological scarcity.

It is low carbon, resource efficient and socially inclusive.

Dari definisi di atas dapat dilihat bahwa perubahan dapat dilakukan secara

bertahap dari ekonomi rendah karbon, baru melengkapi dengan elemen/komponen lain

sehingga lengkap menjadi ekonomi hijau. Di dalam laporan UNEP 2011 tersebut,

kegiatan ekonomi hijau perlu dilakukan semua pihak, baik sektor publik maupun private

(swasta dan masyarakat). Selanjutnya, para pelaku ekonomi mewujudkan langkah

ekonomi hijau melalui investasi rendah karbon dan rendah polusi; investasi yang

meningkatkan efisiensi energi dan efisiensi sumberdaya; serta investasi yang mencegah

hilangnya keanekaragaman hayati (biodiversity) dan jasa ekosistem (Gambar …). Dalam

kaitan ini nampak keterkaitan antara ekonomi rendah karbon dengan ekonomi hijau dan

elemen tambahan yang perlu dilakukan untuk terus secara konkrit melangkah dan menuju

pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Langkah dan arah ini secara

konsisten dan kontinyu ini dilaksanakan agar dapat menjaga bahwa pembangunan

berkelanjutan dapat bersifat non-depleting path, artinya memelihara tidak menghasilkan

depletion of natural resources atau tetap memelihara natural resources.

Sehubungan dengan itu, untuk dapat mewujudkan hal-hal di atas, terdapat 3

langkah yang perlu dilakukan yaitu:

a. Perbaikan dalam penilaian (valuation) dan analisis kebijakan untuk menjamin bahwa

[asar dan kebijakan telah menginternalikan dan memprhitungkan biaya dan manfaat

dari dampak lingkungan hidup yang akan diakibatkan oleh investasi publik dan

masyarakat.

b. Peran dari kebijakan untuk mengendalikan degradasi lingkungan dan memerlukan

adanya informasi yang tepat dan efektif, insentif yang tepat, lembaga, investasi dan

infrastruktur yang efektif.

c. Menyadari adanya degradasi lingkungan yang terus menerus, konversi lahan dan

perubahan iklim secara global akan berpengaruh terhadap fungsi, keragaman dan

ketahanan (resilience) system ekologi serta bahan dan jasa yang diberikannya.

Page 51: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

Gambar. Elemen Transisi Menuju Ekonomi Hijau

Transisi ke ekonomi hijau sangat diperlukan tidak hanya karena sudah perlu

mengingat degradasi ekosistem dan dampak yang telah ditimbulkan dari pemanfaatan

ekosistem selama ini, namun juga karena memiliki beberapa manfaat dan merupakan

kesempatan (opportunity):

a. Penerapan kebijakan lingkungan yang ketat dapat mengeluarkan inefisiensi dari

kegiatan ekonomi saat ini dengan mengeluarkan dan mengubah perusahaan dan

industri yang yang tidak efisien dan hanya tetap berdiri karena adanya subsidi baik

eksplisit maupun implisit serta sumberdaya yang dinilai terlalu murah.

b. Harga dan valuasi sumberdaya sangat penting bukan hanya untuk harga dan

valuasi terhadap sumberdaya alam, modal dan jasa tetapi juga harga input lain

dalam ekonomi.

Page 52: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

c. Harga dan valuasi yang tepat atas sumberdaya akan mendorong adanya penelitian

dan inovasi yang akan mendukung dan mendorong tumbuhnya efisiensi dan

mendorong terbentuknya ekonomi menuju bentuk landasan ekonomi yang sangat

berbeda dan dalam kaitan ini menuju pembangunan berkelanjutan.

d. Peraturan lingkungan yang ketat dan diterapkan secara agresif merupakan langkah

antisipasi adanya kelangkaan di masa depan. Penerapan hal ini sekecil apapun

pada awal akan menciptakan pola yang dapat disebar-luaskan kemudian.

Menurut UNEP (2011) terdapat tiga strategi yang perlu dilakukan yaitu: Pertama,

melakukan investasi yang benar pada modal sumberdaya alam. Artinya, investasi dan

kegiatan ekonomi yang dilakukan pada sektor-sektor sumberdaya alam perlu dikelola

secara hijau. Sektor-sektor ini meliputi pertanian, perikanan, sumberdaya air dan hutan

yang didalamnya terdapat pula kekayaan keanekaragaman hayati (biodiversity). Strategi

kedua adalah investasi pada efisiensi energi dan sumberdaya alam. Strategi ketiga adalah

menciptakan dan menumbuhkan kondisi yang mendukung berkembangnya kedua strategi

sebelumnya. Dalam kaitan ini kondisi yang mendukung dapat berupa kebijakan

fiscal/belanja yang terarah kepada investasi hijau di berbagai sektor; reformasi kebijakan

dan perubahan peraturan ke arah yang lebih mendukung timbulnya efisiensi, rendah emisi

dan rendah polusi serta terpeliharanya modal sumberdaya alam (Gambar …)

Gambar. Pendekatan terstruktur menuju Ekonomi Hijau

Page 53: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

5.4. “CLOSING THE LOOP” MENUJU PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Dengan mengacu kepada 3 kendala dalam pilar lingkungan sebagaimana dalam,

maka langkah yang perlu dilakukan adalah:

1. Pengembangan indikator dan valuasi dari aspek-aspek lingkungan.

2. Pengembangan ekonomi lingkungan.

3. Pembentukan Ekonomi Hijau.

4. Pembentukan Perilaku Hijau.

5. Penanganan 3 pilar pembangunan berkelanjutan secara komprehensif dan

didukung oleh Tata Kelola Hijau

Rangkaian langkah ini merupakan suatu siklus untuk mengembangkan

pembangunan berkelanjutan, sesuai dengan beberapa kendala yang masih dihadapi dalam

membangun pilar lingkungan; masih dianggapnya lingkungan sebagai faktor exogenous

dalam kehidupan, yang direfleksikan ke dalam pilar ekonomi dan sosial serta tata kelola

sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar berikut.

Dengan kelima langkah di atas, maka penanganan ketiga pilar pembangunan

berkelanjutan yang didukung dengan tatakelola yang menjamin hal tersebut, maka “loop”

atau lingkaran langkah pembangunan berkelanjutan akan dapat diwujudkan. Seanjutnya

satu per satu akan diuraikan dalam bagian berikut.

Page 54: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

Pengembangan indikator dan valuasi dari aspek-aspek lingkungan.

Pengembangan indikator aspek lingkungan dapat dimulai dengan menggunakan data dan

indikator yang sudah tersedia selama ini. Sebagian data dan indikator kemungkinan

sudah menjadi konsensus untuk digunakan bersama, sementara sebagian lagi belum ada,

masih perlu dibentuk dan disepakati untuk dijadikan indikator yang akan digunakan

bersama. Contoh dalam indikator yang sudah sering digunakan adalah tingkat/ambang

batas limbah beberapa bahan polusi di air, udara dan tanah sebagaimana ditentukan

melalui peraturan Kementerian Lingkungan Hidup.

Selanjutnya, pengembangan indikator lingkungan dan indikator lain untuk

membentuk indikator pembangunan berkelanjutan, sesuai yang diidentifikasi oleh BPS

(2010)5 dengan mengikuti kaidah CSD adalah sebagaimana dalam Tabel berikut.

Tabel Indikator Pembangunan Berkelanjutan CSD dan Indikator Pembangunan

Berkelanjutan 2010

Tema Sub-Tema Indikator CSD Indikator Pembangunan Berkelanjutan

2010

Kemiskinan Kemiskinan

Pendapatan

Propinsi Penduduk yang

hidup di bawah garis

kemiskinan

Jumlah Penduduk miskin menurut provinsi

Persentase penduduk miskin menurut

provinsi

Garis kemiskinan menurut provinsi

Ketimpangan

pendapatan

Rasio pembagian pendapatan

nasional dari kuantil tertinggi

hingga terkecil

Distribusi pembagian pengeluaran per kapita

dan index gini

Air minum Proposi penduduk yang

menggunakan fasilitas sanitasi

yang lebih baik

Presentase rumah tangga dengan

penampungan akhir tinja tangki septic

menurut provinsi

Akses terhadap

energy

Proporsi rumah tangga tanpa

listrik dan pelayanan energy

modern lainya

Persentase rumah tangga yang menggunakan

sumber penerangan bukan listrik menurut

province

5 Indicator Pembangunan Berkelanjutan 2010, Badan Pusat Statistik, Desember 2010 (Katalog BPS: 9201003

Page 55: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

Peresentase rumah tangga yang bahan bakar

memasaknya kayu bakar menurut provinsi

Kondisi tempat

tinggal

Proporsi penduduk perkotaan

yang tinggal di daerah kumuh

Jumlah desa menurut keberadaan sungai

yang melintasi desa dan permukiman kumuh

Pemerintahan Korupsi Persentase penduduk yang

memberikan uang suap

Jumlah kasus korupsi yang sudah di

selesaikan menurut kepolisian daerah

Kejahatan Jumlah pembunuhan

berencana per 100.000

penduduk

Jumlah kasus pembunuhan menurut

kepolisian daerah

Kesehatan Angka kematian Angka kematian balita Estimasi angka kematian bayi (AKB)

menurut provinsi

Angka harapan hidup saat

lahir

Estimasi angka harapan hidup (e0) menurut

provinsi

Layanan

kesehatan /

Health care

delivery

Persentase penduduk yang

memiliki akses terhadap

fasilitas kesehatan dasar

Persentase penduduk yang berobat jalan di

puskesmas dan pustu selama sebulan yang

lalu menurut provinsi

Persentase wanita berumur 15-49 tahun dan

berstatus kawin menurut provinsi dan alat

kb yang sedang di pergunakan

Imunisasi terhadap penularan

penyakit anak-anak

Persentase balita yang diimunisasi menurut

jenis imunisasi dan provinsi

Status gizi Status gizi Status gizi balita menurut provinsi

Status kesehatan

dan kesakitan

status and risks

Angka kesakitan dan penyakit

yang berbahaya seperti HIV/

AIDS , Malaria , TBC

Jumlah penderita dan kejadian malaria

menurut provinsi

Kumulatif kasus AIDS, kasus meninggal dan

angka kumulatif kasus menurut provinsi

Jumlah kasus penyakit tb paru menurut

provinsi

Persentase perokok saat ini dan rerata

jumlah batang rokok yang di hisap penduduk

usia 10 tahun ke atas menurut Provinsi

Jumlah kasus bunuh diri menurut provinsi

Pendidikan Tingkat

pendidikan

Rasio pendapatan kotor

terhadap pendidikan dasar

tertinggi yang dapat di capai

Penduduk usia 15 tahun ke atas yang tamat

pendidikan dasar menurut Provinsi

Angka pendaftaraan pada

pendidikan dasar

Angka partisipasi murni (APM) Sekolah

Dasar menurut Provinsi

Angka partisipasi murni (APM) Sekolah

Dasar menurut Provinsi

Page 56: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

Melek huruf Angka melek huruf Penduduk usia 25-24 dengan pendidikan

tertinggi yang ditamatkan minimal SMA

menurut provinsi

Demografi Penduduk Laju pertumbuhan penduduk Penduduk dan laju pertumbuhan penduduk

menurut provinsi

Angka kelahiran total menurut provinsi

Rasio ketergantungan Rasio ketergantungan menurut provinsi

Kepariwisataan

Kerentanan

terhadap bencana

alam/

Persentase penduduk yang

tinggal di area yang rentan

dengan bencana alam

Jumlah desa menurut jenis bencana alam dan

provinsi

Bencana alam Kesiapan

menghadapi

bencana

Jumlah desa menurut upaya antisipasi

bencana alam dan provinsi

Jumlah korban bencana menurut provinsi

dan kondisi korban

Jumlah kerusakan rumah akhibat bencana

menurut provinsi

Perubahan iklim Emisi gas karbondioksida Perkiraan emisi CO2 dari rumah tangga

menurut provinsi dan jenis bahan bakar

untuk memasak

Perkiraan emisi co2 yang berasal dari

kendaraan bermotor

Perkiraan emisi CH4 dari hewan ternak dan

unggas

Penipisan lapisan

ozon

Konsumsi bahan penipis

lapisan ozon

Impor komuditi bahan yang mengandung zat

perusak ozon

Kualitas udara Konsentrasi yang berkaitan

dengan bahan pengotor udara

di area perkotaan

Rata-rata bulanan hasil pengukuran

konsentrasi gas SO2 dan NO2 di stasiun

BMKG Jakarta

Lahan / land Status dan

penggunaan

lahan

Penggurunan/De

sertification

Pertanian Area yang cocok untuk

pertanian

Luas lahan sawah menurut provinsi dan jenis

irigasi

Hutan Proporsi area lahan yang di

tutup hutan

Persentase luas hutan terhadap luas wilayah

menurut provinsi

Luas kebakaran hutan menurut fungsi hutan

Page 57: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

Laut dan

pantai /

ocean, and

seas

Batas pantai Persentase penduduk yang

tinggal di area pantai

Jumlah dan persentase desa menurut

provinsi dan letak geografis

Perikanan Proporsi persedian ikan

dengan batas biologi yang

aman

Lingkungan laut Proporsi area laut yang di

lindungi

Sebaran kawasan konservasi laut menurut

provinsi

Luas dan kondisi terumbu karang menurut

provinsi

Air tawar /

freshwater

Kualitas air Jumlah penggunaan sumber

daya air

Produksi dan distribusi air bersih oleh

perusahaan air minum

Intensitas penggunaan air

berdasarkan aktivitas

ekonomi

Kualitas air Kandungan bakteri coli dalam

air tawar

Kandungan maksimum biochemical oxygen

demand (BOD) dan chemical oxygen deman

(COD) pada air sungai di beberapa kota di

indonesia

Keanekaraga

man hayati

Ekosistem Proporsi dari total area

terrestrial yang dilindungi

berdasarkan daerah ekologi

Kawasan konservasi daratan menurut

provinsi

Spesies Perubahan status ancaman

pada spesies

Spesies satwa yang dilindungi

Spesies tumbuhan yang dilindungi

Pola

konsumsi dan

produksi

Penyelenggaraan

makro ekonomi

Product domestic bruto (PDB)

per kapita

Produk domestic regional bruto per kapita

atas dasar harga berlaku menurut provinsi

Pangsa investasi dalam PDB Laju inflansi 66 kota di Indonesia

Kuangan umum

berkesinambunga

n

Hutang pada rasio PNB Rasio hutang luar negeri terhadap produk

nasionla bruto

Angkatan kerja Rasio pendduuk yang bekerja Persentase penduduk usia 15 tahun keatas

yang bekerja menurut provinsi

Persentase penduduk usia 15 tahun ke atas

yang rentan kehilangan pekerjaan menurut

provinsi

Produktivitas dan biaya

tenaga kerja

Proporsi wanita dalam

ketenagakerjaan di sektor non

Rata-rata upah perbulan pekerja

Page 58: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

pertanian

Pola

konsumsi dan

produksi

Konsumsi

material

Intensitas material ekonomi

Penggunaan

energy

Konsumsi energi tahunan

berasarkan kategori pemakai

Pemakaian energy termasuk biomassa

menurut sektor

Intensitas penggunaan energi

berdasarkan aktivitas

ekonomi

Turunan limbah

dan

pengelolaanya

Turunan dari limbah

berbahaya

Pengelolaan dan pembuangan

limbah

Angkutan Modal split of passenger

transportation

Jumlah kendaraan bermotor menurut

provinsi dan jenis kendaraan bermotor

Pengembangan ekonomi berbasis lingkungan dan ekosistem

Komponen utama dari ekonomi hijau ada 2 (dua) yaitu: (i) struktur ekonomi; dan

(ii) konsumsi dan produksi yang berkelanjutan (sustainable consumption and production).

Tidak ada kaidah khusus yang dimaksud dengan struktur ekonomi, namun dengan dengan

kondisi Indonesia yang kaya akan sumberdaya alam terutama keanekeragaman hayati

(biodiversity) maka ini merupakan sumber ekonomi baru yang perlu dikembangkan dan

ditatakelola secara terstruktur dan konsisten ke depan. Untuk itu akan dicoba dijabarkan

satu per satu.

Struktur Ekonomi. Yang dimaksud dengan struktur ekonomi adalah struktur

ekonomi yang berbasis lingkungan dan ekosistemnya. Beberapa yang bisa dikembangkan

secara terstruktur berkaitan dengan hal ini adalah: (i) ekonomi biodiversity berbasis lahan

(green) dan laut (blue); (ii) ekonomi berbasis jasa SDM yang terkait dengan lingkungan

dan ekosistem seisinya.

Ekonomi Berbasis lahan dan laut. Dalam lingkup ini beberapa sumber

ekonomi dan pertumbuhan baru adalah pengembangan ekonomi berbasis biodiversity,

seperti:

Page 59: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

(i) Industri pemanfaatan biodiversity (materi) untuk: (a) bahan obat (herbal

medicine/jamu dan suplemen berbasis herbal); (b) material untuk input

industri lain, baik kosmetik atau bahan antara lainny). Industri

(ii) Industri wisata berbasis ekosistem: (a) wisata hutan dan (b) wisata laut

yang digabungkan dengan wisata budaya. Pengembangan wisata ini tidak

mengganggu kelestarian biodiversity namun bahkan perlu melestarikan

agar keanekaragamannya yang unik dan khas untuk geografis dan budaya

Indonesia perlu dipertahankan.

Pembentukan Ekonomi Hijau

Dalam proses transisi ini diperlukan adanya suatu ukuran atau indikator yang

dapat membedakan bahwa kemajuan saat ini lebih memiliki keberlanjutan disbanding

dengan periode sebelumnya. Beberapa hal yang dapat menjadi pedoman untuk adanya

ukuran untuk membedakan tingkat keberlanjutan dari suatu period ke periode berikutnya

adalah:

a. Perlu dibangunnya ukuran di tingkat makro dan di tingkat sektor yang dapat

menginformasikan adanya transisi menuju ekonomi hijau.

b. GDP perlu disesuaikan dengan memperhitungkan adanya kerusakan sumberdaya

alam (natural resource depletion) dan depresiasi modal sumberdaya alam.

c. Perubahan dalam stok modal sumberdaya alam dalam bentuk moneter dan

diinternalisasikan ke dalam neraca nasional, bisa dalam bentuk Green Accounting

atau Inclusive Wealth Accounting.

Berkaitan dengan pilihan ukuran ini, proses termudah memang melakukan koreksi

dari GDP saat ini dengan memasukkan depresiasi menjadi Net domestic product, atau

dengan memperhitungkan biaya dampak terhadap lingkungan serta degradasi dan deplesi

sumberdaya alam. Namun demikian, penggunaan indikator ini belum cukup menjamin

terwujudnya pembangunan berkelanjutan. Untuk itu perlu digunakan Genuine saving dan

change in wealth/capita (Alisyahbana and Anshory, 2003).

Page 60: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

Pembentukan Perilaku Hijau.

Ekonomi Hijau dan pembangunan berkelanjutan adalah hasil akhir dari adanya

perilaku hijau. Untuk itu, penerapan mengenai efisiensi penggunaan sumberdaya dan

hidup bersih (minimum limbah) sangat penting untuk diterapkan di berbagai bidang

kehidupan. Langkah awal untuk mewujdukan hal ini, adalah dengan memasukkan prinsip

ini ke dalam pendidikan baik melalui jalur pendidikan formal maupun non formal.

Selanjutnya, penerapan rendah emisi diperluas menjadi rendah limbah (hidup bersih) baik

pada selain sisi konsumsi (rumah tangga, industri dan perusahaan) juga pada disis

produksi para pelaku usaha. Dalam berbagai literatur dan terutama istilah yang sudah

sering digunakan adalah sustainable consumption and production (SCP). Dalam konsep

yang digunakan oleh UNEP, SCP meliputi berbagai bidang dan menyediakan

benchmarkbagi negara-negara untuk dapat mengembangkan sesuai dengan

kondisimasing-masing. Hal inilah yang perlu terus dijunjung dalam penerapan dan

pengembangan pembangunan berkelanjutan di berbagai negara. Perbedaan kondisi di

berbagai negara, perbedaan tingkat kemajuan dan aspek yang berkembang menuntut

pengembangan pembangunan berkelanjutan sesuai dengan konteks domestik,karena tidak

ada satuy rumus yang pasti cocok untuk semua negara. Demikian pula, Indonesia perlu

menyusun kerangka SCP ini sesuai dengan kondisi Indonesia dan kemajuan yang berbeda

di setiap sektor yang terkait.

Page 61: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

Penanganan 3 pilar pembangunan berkelanjutan secara komprehensif dan

didukung oleh Tata Kelola Hijau

Dengan terbangunnya pilar lingkungan di dalam pembangunan berkelanjutan dan

terjadinya keseimbangan diantara pilar sosial, ekonomi dan lingkungan, serta dapat

diinternalisasikannya pilar lingkungan atau indikator lingkungan ke dalam pilar ekonomi

dan pilar sosial,maka pembangunan ketiga pilar menjadi komprenehif dan menyatu.

Tahap inilah yang ditunggu-tunggu,karena pembangunan berkelanjutan bukan tentang

pembangunan pilar sosial, ekonomi dan lingkungan saja secara sendiri-sendiri, namun

penerapan ketiganya secara sinergis dan seimbang. Untuk itu, perwujudan ini perlu

didukung pula dengan prinsip tata kelola yang dapat terus mendorong dan menjaga

perwujudan sinergi ketiaga pilar ini. Hal ini berarti memerlukan pula sumberdaya

manusia yang benar-benar faham mengenai pembangunan berkelanjutan, komponen,

proses pengembangan dan proses penjagaannya agar terus diterapkan dan dikembangkan

dari waktu ke waktu sesuai konteks dan perkembangan jaman yang ada. Untuk itu,

pembangunan berkelanjutan perlu dilestarikan untuk terus ada dan menjadi prinsip pokok

di dalam pembangunan karena sudah diarusutamakan dan diterapkan secara konkrit dari

masa ke masa untuk menjaga agar planet kita dapat terus mendukung kehidupan yang

sejahtera bagi bangsa Indonesia dan penduduk dunia.

Jakarta, Desember 2011

Page 62: LAPORAN KEGIATAN KOORDINASI DEPUTI BIDANG · PDF fileDampak Pembangunan yang terlalu berorientasi pada bidang ekonomi terhadap lingkungan dan ekosistem. Keberhasilan pembangunan ekonomi

DAFTAR PUSTAKA

Arief Anshory Yusuf and Armida Alisyahbana. 2003. Working Paper in Economics and

Development Studies No. 2000307. Center for Economic and Development

Studies, UNPAD

Bappenas, 2007. Country Natural Resources and Environment Assessment

Bappenas, 2010. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia.

Scanton, John. 2010. The Green Economy and International Environmental Governance.

UNEP, Green Economy Report: A Preview.

UNEP. Green Economy: Developing Countries Success Stories, 2010

UNEP 2011. Green Economy: Pathway to Ssutainable Development and Poverty

Eradication. UNEP, 2011